Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh:
Muhimatul Ummah 101411535017
Dwi Lailatul Fitria 101411535022
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Jenis vektor, penyakit yang ditularkan, agen penyakit dan resevoar dari
beberapa penyakit yang ditularkan melalui vektor ................................................. 4
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bencana merupakan kejadian alam atau karena ulah manusia terjadi tiba-
tiba atau bertahap yang menghilangkan jiwa manusia, harta benda dan merusak
lingkungan. Jenis bencana dibedakan menjadi 6 yaitu gelogi, hidro meteorology,
biologi, teknologi, lingkungan dan sosial. Contoh bencana adah gempabumi,banjir,
penyakit tanaman, kecelakaan trasportasi, kebakaran, dan konflik antar suku. Siklus
penangan bencana terdiri dari kesiapsiagaan, tanggap darurat, rehabilitasi,
rekontruksi, pencegahan, dan mitigasi.
Masalah kesehatan lingkungan akan timbul jika bencana menyebabkan
pengungsian. Masalah kesehatan lingkungan timbul salah satunya karena
kebutuhan sarana sanitasi dasar tidak memenuhi syarat. Tindakan utama dalam
bidang kesehatan lingkungan yang dilakukan yaitu mencukupi ketersediaan jumlah
air minum, fasilitas sanitasi, SPAL, sampah dan tenda pengungsian, serta
pengendalian vektor dan pes.
Menurut peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia no. 374 tahun
2010 tentang pengendalian vektor, tujuan dari pengendalian vektor adalah untuk
mencegah terjadinya penularan penyakit akibat vektor sehingga dapat dicegah dan
dikendalikan. Beberapa penyakit yang ditularkan oleh vektor dan pes dalam
bencana antara lain malaria, DBD, Filariasis, West Nile Virus, dan leptospirosis.
Untuk itu perlu dilakukan pengendalian vektor dan pes saat bencana.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakan pengendalian vektor dan pes saat bencana?
2. Bagaimanakah penerapan pengendalian vektor dan pes saat bencana?
1.3 Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah
1. Untuk mengetahui pengendalian vektor dan pes saat bencana
2. Untuk mengetahui penerapan pengendalian vektor dan pes saat bencana
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bencana
Menurut Undang-Undang No 4 tahun 2007 tentang penanggulangan
bencana,
a. Gempa bumi
b. Banjir
c. Hama penyakit tanaman
d. Kekeringan
e. Tanah longsor
f. Wabah penyakit
g. Pencemaran lingkungan oleh industry
h. Kecelakaan trasportasi
i. Kerusuhan sosial
j. Kebakaran hutan/lahan
2
ini tidak bisa di mulai dari satu tahapan ketahap berikutnya. Langkah-langkah yang
diambil tentunya tidak dapat dilaksanakan secara berurutan.
Pes adalah penyakit zoonosis yang dibawa oleh tikus atau rodent lainya dan
ditularkan kepada manusia. Pada masa perang dunia ke II penyakit ini terkenal
dengan nama black death karena menyebabkan kematian yang besar (Yudhastuti
R, 2011). Dalam UU No. 1 Tahun 1962 tentang karantina laut disebutkan bahwa
penyakit pes (plague) merupakan salah satu penyakit karantina. Tikus dari filum
chordata dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu tikus besar (Rat) dan tikus kecil
(mice). Menurut Nurmaini 2001, tanda-tanda keberadaan tikus adalah sebagai
berikut:
a. Adanya bekas gigitan yang ditinggalkan
b. Jejak jalan tikus yang berminyak dan kotor
c. Adanya kotoran tikus
d. Terdengar suara tikus saat mulai gelap
e. Adanya sarang tikus
2.3 Penyakit Akibat Vektor dan Pes
Penyakit yang diakibatkan oleh vektor antara lain malaria, chikungunya,
arbovirosis seperti dengue, Japanese B Encephalitis, pes, demam semak dan
filariasis limfatik (Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 374 tahun 2010 tentang
3
pengendalian vektor). Penyakit vektor dapat dibagi menurut jenis vektornya yaitu
(wijayanti, 2008):
Tabel 2. 1 Jenis vektor, penyakit yang ditularkan, agen penyakit dan resevoar dari
beberapa penyakit yang ditularkan melalui vektor
4
5. Culex Japanese Jepang, Japanes Burung,
tritaniorhynchus, encephalitis Korea, encephalitis virus babi
C.gelidus, C, SEA, India,
Vishnui Srilangka
II Caplak
1. Dermacentor Tick Borne Canada, Colorado Tick squirrel
andersoni Disease USA fever virus
2. Ixodes ricius Louping ill UK, Louping ill virus Domba,
Irlandia sapi, red
deer
3. Ixodes ricinus, I Tick-borne Rusia Tick-borne Larvae and
persulcatus encephalitis encephalitis virus nymph in
small forest
mammals
and birds
and as
adults with
larger wild
and
domestic
III Tungau
1. Trumbiculidae Chigger- SEA, India, Rickettsia Mite,
borne Pakistan tsutsugamushi rodensia,
rickettsiosis rattus
IV Kutu
1. Pediculus Louse-borne Afrika, Rickettsia
humanus disease Amerika prowazeki
humanus, p. Selatan
humanus capitis,
Pthirus pubis
5
juga dapat dilakukan dengan mengunakan manipulasi gen seperti teknik serangga
mandul.
integrasi antara teknis serangga mandul dengan program
pengendalian vektor diharapkan dapat menekan populasi nyamuk
vektor yang berdampak menurunya insiden penyakit yang ditularkan
(Ambarita,2015).
Penyakit akibat vektor dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu lingkungan fisik,
biologi dan sosial budaya. Oleh sebab itu, pengendalian vektor dilakukan dengan
metode terpadu yang memperhatikan keamanan, rasionalitas dan efektifitas dalm
pelaksanaanya serta memperhatikan kesinambunganya. Pengendalian vektor
terpadu (PVT) memiliki beberapa keunggulan antara lain (Permenkes RI No 374
tahun 2010):
a. Memperhatikan keefektifan dan efisiensi metode/cara pengendalian vektor
b. Meningkatkan program pengendaliab vektor lebih dari satu penyakit tular
vektor
c. Kerjasama lintas sektoral dan saling menguntungkan
6
c. Metode pengendalian secara kimia. Contohnya: kelambu berinsektisida,
laevasida, insektisida rumah tangga (penggunakan repellen, anti nyamuk
bakar, paper vaporizer, mat dan lain-lain), space spray (fogging).
1. Memasang perangkap
2. Menggunakan racun tikus
3. Fumigasi atau pengasapan
4. Memanfaatkan hewan predator tikus
Rat Proofing merupakan suatu upaya untuk mencegah masuk dan keluarnya
tikus dalan ruangan serta mencegah tikus bersarang dalam bangunan tersebut,
contohnya: membuat fondasi, dinding, lantai yang kuat dan tidak dapat ditembus
tikus, lantai terbuat dari beton minimal 10 cm, semua ventilasi ditutup dengan
kawat kasa dengan lubang maksimal 6 mm dan semua celah atau lubang yang
berukuran lebih dari 6 mm ditutup dengan adukan semen (Soejoedi, 2005).
7
BAB III
STUDI KASUS
3.1 Gambaran Umum Gempa Pidie Jaya Aceh
Berdasarkan laporan kaji cepat Universitas Syiah Kuala telah terjadi gempa
bumi Pidie Jaya Aceh pada rabu, 7 Desember 2016 pukul 05.03 WIB dengan
kekuatan 6,5 Mw yang epicenternya berada di 5.281 oN dan 96.108 oE. Kedalaman
pusat gempa bumi sekitar 8,7 km. Pusat gempa bumi di wilayah Meureudu Pidie
Jaya. Gempa bumi Pidie Jaya terasa sampai Banda Aceh, Medan, dan beberapa kota
lainnya disebelah utara Pulau Sumatera. Pada tanggal 7 Desember 2017 sampai sore
hari, sudah tercatat korban jiwa yang meninggal dunia 102 jiwa dan 650 jiwa korban
yang luka berat/ringan.
Gempa bumi Pidie Jaya Aceh tidak hanya menimbulkan korban jiwa, tetapi
juga mengakibatkan kerusakan fisik baik pada rumah penduduk, bangunan publik,
dan infrastruktur yang lain. Kerusakan ini ditemui di tiga kabupaten, yaitu
kabupaten Pidie Jaya, Pidie, dan Bireun. Selain itu, kurang lebih 85 ribu orang
memadati pengungsian yang sudah disediakan dan tersebar dibeberapa titik. Gempa
Pidie Jaya, tidak hanya mngakibatkan kerusakan material saja melainkan juga pada
non-material, seperti kestabilan mental dan emosi (trauma), gangguan kesehatan,
kehilangan mata pencaharian, kehilangan pendidikan, dan lain-lain. Dampak
material dapat segera dihitung dan ditangani dengan rekonstruksi segera dan
rehabilitasi, namun dampak non-material membutuhkan waktu lama untuk
pemulihannya dan harus bertahap.
8
bencana dan belum ditangani dengan baik selama 4 hari, dapat memicu timbulnya
vektor dan rodent sehingga menambah angka kesakitan pada pengungsi. Beberapa
tempat pengungsian sudah terindikasi campak sebanyak 2 anak. Tindakan preventif
lokasi tersebut. Selain kasus diare dan campak, di kecamatan Trieng Gading juga
terdapat kasus demam berdarah (DBD) sebelum terjadinya gempa. Buruknya
sanitasi dan personal hygiene di tempat pengungsian dikhawatirkan akan
memperparah kejadian DBD ini. Untuk mengantisipasi terjadinya DBD, maka
dilakukan fogging dan diperhatikan juga lokasi mana saja yang perlu di fogging
selanjutnya.
9
tersebut dilaukan perbaikan sanitasi, mengedukasi masyarakat, dan melakukan
penyemprotan vektor. Tetapi yang lebih diutamakan terlebih dahulu adalah
imunsasi campak terhadap semua sasaran balita yang ada, karena imunisasi ini
dapat memperkuat imunitas yang berhubungan dengan ISPA, diare, dan penyakit
yang lain.
10
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pengendalian Nyamuk Saat Bencana Gempa Pidie Jaya
Gempa Pidie Jaya terjadi pada tanggal 7 Desember 2016 pukul 05.03.
Gempa menyebabkan kerusakan pada infrastruktur publik dan rumah penduduk.
Selain itu, gempa Pidie Jaya menimbulkan banyak korban jiwa baik meninggal
dunia, korban luka ringan dan berat, dan korban selamat. Banyaknya rumah yang
rusak mengharuskan masyarakat untuk tinggal di tempat pengungsian. Tempat
pengungsian ada beberapa titik. Kehidupan masyarakat di tempat pengungsian
tidak terlepas dari masalah kesehatan yang dapat mengancam jiwa mereka akibat
dari gempa Pidie Jaya.
Biasaya pada saat gempa terjadi menimbulkan peningkatan vektor dan pes,
terutama pada tempat-tempat yang kumuh dan terdapat genangan air. Akibatnya
muncul penyakit vector borne disease. Penyakit ini dapat bermigrasi dan
menyerang individu yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang rendah. Biasanya
terjadi di tempat-tempat penampungan sementara korban bencana. Contoh
penyakitnya adalah malaria yang di tularkan oleh nyamuk anopheles, epidemik tifus
oleh kutu, dan DBD yang ditularkan oleh nyamuk aedes aegypti.
Pengendalian penyakit oleh vektor ini dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah
satu pengendalian vektor yang dapat dilakukan pada saat keadaan darurat adalah:
Pada gempa Pidie Jaya, pengendalian vektor yang sudah dilakukan adalah
fogging. Fogging dilakukan di tempat pengungsian karena sebelum terjadinya
gempa di Pidie Jaya sudah terdapat kasus DBD, sehingga untuk mengendalikan
kasus DBD agar tidak meluas dan menyebar dilakukanlah fogging. Pengendalian
lain yang dilakukan adalah imunisasi campak. Imunisasi campak dilakukan pada
11
korban usia 0-59 bulan. Hal ini, dilakukan untuk meningkatkan sistem kekebalan
tubuh pada balita karena imunitasnya yang masih rendah.
12
penyemprotan diudara fogging dengan suspense atau larutan dari 5% DDT,
2% lindane atau 5% malation.
13
BAB IV
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Pengendalian vektor dapat dilakukan secara fisik, kimia dan biologi. Vektor
lalat dapat menyebabkan penyakit diare yang berpotensi KLB dalam bencana Pada
bencana Gempa Pidie Jaya pengendalian vektor yang dilakukan adalah secara kimia
dengan melakukan penyemprotan untuk mengurangi populasi lalat. Penyemprotan
dilakukan di sekitar Masjid At-Taqwa Kecamatan Meureudu. Hal ini dilakukan
agar penyakit yang diakibatkan oleh vektor dapat dicegah.
4.2 Saran
Pengendalian dan pencegahan vektor tidak hanya dilakukan dengan foging
saja tetapi juga menjaga kebersihan lingkungan. Salah satunya adalah memperbaiki
pengelolaan sampah ditempat pengungsian, tidak menumpuk sampah karena dapat
mengundang lalat dan perilaku hidup bersih dan sehat. Penggunaan repellan juga
dapat dilakukan sebagai pencegahan personal.
14
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 374 tahun 2010 Tentang
Pengendalian Vektor.
15
Umar; dkk. Laporan Kaji Cepat Universitas Syiah Kumala Terhadap Gempa Bumi
6,5 MW. Aceh: Universitas Syiah Kumala
16