You are on page 1of 19

PENGENDALIAN VEKTOR DAN PES DALAM BENCANA

Disusun oleh:
Muhimatul Ummah 101411535017
Dwi Lailatul Fitria 101411535022

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS AIRLANGGA
BANYUWANGI
2017

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii


DAFTAR TABEL .................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 1
1.3 Tujuan ........................................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 2
2.1 Bencana ......................................................................................................... 2
2.2 Vektor dan pes............................................................................................... 3
2.3 Penyakit Akibat Vektor dan Pes ................................................................... 3
2.4 Pengendalian Vektor Dan Pes ....................................................................... 5
BAB III STUDI KASUS ......................................................................................... 8
3.1 Gambaran Umum Gempa Pidie Jaya Aceh ................................................... 8
3.2 Gambaran Pengendalian Vektor dan Pes di Tempat Pengungsian ............... 8
BAB IV PEMBAHASAN ..................................................................................... 11
4.1 Pengendalian Vektor dan Pes Saat Bencana Gempa Pidie Jaya ................. 11
4.2 Pengendalian Lalat ...................................................................................... 12
BAB IV KESIMPULAN ...................................................................................... 14
4.1 Kesimpulan ................................................................................................. 14
4.2 Saran ............................................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 15

ii
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Jenis vektor, penyakit yang ditularkan, agen penyakit dan resevoar dari
beberapa penyakit yang ditularkan melalui vektor ................................................. 4

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bencana merupakan kejadian alam atau karena ulah manusia terjadi tiba-
tiba atau bertahap yang menghilangkan jiwa manusia, harta benda dan merusak
lingkungan. Jenis bencana dibedakan menjadi 6 yaitu gelogi, hidro meteorology,
biologi, teknologi, lingkungan dan sosial. Contoh bencana adah gempabumi,banjir,
penyakit tanaman, kecelakaan trasportasi, kebakaran, dan konflik antar suku. Siklus
penangan bencana terdiri dari kesiapsiagaan, tanggap darurat, rehabilitasi,
rekontruksi, pencegahan, dan mitigasi.
Masalah kesehatan lingkungan akan timbul jika bencana menyebabkan
pengungsian. Masalah kesehatan lingkungan timbul salah satunya karena
kebutuhan sarana sanitasi dasar tidak memenuhi syarat. Tindakan utama dalam
bidang kesehatan lingkungan yang dilakukan yaitu mencukupi ketersediaan jumlah
air minum, fasilitas sanitasi, SPAL, sampah dan tenda pengungsian, serta
pengendalian vektor dan pes.
Menurut peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia no. 374 tahun
2010 tentang pengendalian vektor, tujuan dari pengendalian vektor adalah untuk
mencegah terjadinya penularan penyakit akibat vektor sehingga dapat dicegah dan
dikendalikan. Beberapa penyakit yang ditularkan oleh vektor dan pes dalam
bencana antara lain malaria, DBD, Filariasis, West Nile Virus, dan leptospirosis.
Untuk itu perlu dilakukan pengendalian vektor dan pes saat bencana.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakan pengendalian vektor dan pes saat bencana?
2. Bagaimanakah penerapan pengendalian vektor dan pes saat bencana?

1.3 Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah
1. Untuk mengetahui pengendalian vektor dan pes saat bencana
2. Untuk mengetahui penerapan pengendalian vektor dan pes saat bencana

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bencana
Menurut Undang-Undang No 4 tahun 2007 tentang penanggulangan
bencana,

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam


dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun
faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis
Bencana dibagi menjadi 6 yaitu gelogi, hidro meteorology, biologi,
teknologi, lingkungan dan sosial. Contoh bencana adah gempabumi,banjir,
penyakit tanaman, kecelakaan trasportasi, kebakaran, dan konflik antar suku.
Beberapa bencana alam yang pernah terjadi di Indonesia antara lain (simangunsong,
2009):

a. Gempa bumi
b. Banjir
c. Hama penyakit tanaman
d. Kekeringan
e. Tanah longsor
f. Wabah penyakit
g. Pencemaran lingkungan oleh industry
h. Kecelakaan trasportasi
i. Kerusuhan sosial
j. Kebakaran hutan/lahan

Manajemen bencana adalah suatu usaha menyeluruh, terpadu dan


berkelanjutan (Sutanto, __). Manajemen bencana mempunyai beberapa tahapan
yaitu Sebelum bencana terjadi (mitigasi, kesiapsiagaan dan kewaspadaan), pada
waktu bencana (peringatan dini, penyelamatan, pengungsian dan pencarian korban)
dan sesudah terjadi bencana (rehabilitasi, rekontruksi dan penyembuhan). Tahapan

2
ini tidak bisa di mulai dari satu tahapan ketahap berikutnya. Langkah-langkah yang
diambil tentunya tidak dapat dilaksanakan secara berurutan.

2.2 Vektor dan pes


Vektor merupakan hewan yang tidak memiliki tulang belakang yang dapat
menyebabkan penyakit infeksi pada manusia dengan cara memindahkan bibit
penyakit yang dibawanya melalui gigitan atau selaput lendir, dapat juga
meninggalkan bibit penyakit melalui makanan atau bahan makanan yang
dikonsumsi (Yudhastuti R, 2011). Menurut Nurmaini tahun 2001, vektor adalah
antropoda yang dapat menimbulkan dan menularkan penyakit infeksi pada manusia
yang berisiko. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 374 tahun 2010
tentang pengendalian vektor,
Vektor adalah artropoda yang dapat menularkan,memindahkan dan/atau
menjadi sumber penular penyakit terhadap manusia.

Pes adalah penyakit zoonosis yang dibawa oleh tikus atau rodent lainya dan
ditularkan kepada manusia. Pada masa perang dunia ke II penyakit ini terkenal
dengan nama black death karena menyebabkan kematian yang besar (Yudhastuti
R, 2011). Dalam UU No. 1 Tahun 1962 tentang karantina laut disebutkan bahwa
penyakit pes (plague) merupakan salah satu penyakit karantina. Tikus dari filum
chordata dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu tikus besar (Rat) dan tikus kecil
(mice). Menurut Nurmaini 2001, tanda-tanda keberadaan tikus adalah sebagai
berikut:
a. Adanya bekas gigitan yang ditinggalkan
b. Jejak jalan tikus yang berminyak dan kotor
c. Adanya kotoran tikus
d. Terdengar suara tikus saat mulai gelap
e. Adanya sarang tikus
2.3 Penyakit Akibat Vektor dan Pes
Penyakit yang diakibatkan oleh vektor antara lain malaria, chikungunya,
arbovirosis seperti dengue, Japanese B Encephalitis, pes, demam semak dan
filariasis limfatik (Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 374 tahun 2010 tentang

3
pengendalian vektor). Penyakit vektor dapat dibagi menurut jenis vektornya yaitu
(wijayanti, 2008):

a. Vektor nyamuk, contohnya malaria, demam virus, virus


hemorrahagic, filariasis dan lainya
b. Vektor kutu louse, contohnya epidemic tifus fever dan epidemic
relapsing fever
c. Vektor kutu flea contohnya penyekit pes dan tifus murin
d. Vektor kutu mite, contohnya scrub tifus dan vecikular ricketsiosis
e. Vektor kutu tick, contohnya spotted fever, epidemic relapsing fever
dan lainya
f. Penyakit oleh serangga lain, contohnya lesmaniasis, barthonellosis
oleh lalat phlebotonus, dan trypanosomiasis oleh lalat tse-tse.

Berikut ini macam vektor, penyakit, penyebaran, pathogen dan reservoir


yang disampaikan dalam lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis oleh Balai
Penelitian Veteriner

Tabel 2. 1 Jenis vektor, penyakit yang ditularkan, agen penyakit dan resevoar dari
beberapa penyakit yang ditularkan melalui vektor

No Vektor Penyakit Penyebaran Patogen Reservoir


I Nyamuk
1. Anopheles Malaria Daerah Plasmodium Manusia,
tropis dan falciparum, Primata
subtropis P.malariae,
P.ovale,P.vivax
2. Anopheles, Filariasis Tropis dan Bulgaria malai, Kucing,
Aedes, Culex, sub tropis B.timori, carnivore,
Mansonia Wuchereria kera
bancrofti
3. Aedes aegypti Yellow fever Afrika, Yellow fever virus Primate
Amerika
Tengah dan
Selatan
Tropis
4. Aedes aegypti. A. Dengue Tropis Arbovirus Manusia,
albopictus, A. hemorrhagic primata
scutellaris, A. fever
polymesiensis

4
5. Culex Japanese Jepang, Japanes Burung,
tritaniorhynchus, encephalitis Korea, encephalitis virus babi
C.gelidus, C, SEA, India,
Vishnui Srilangka
II Caplak
1. Dermacentor Tick Borne Canada, Colorado Tick squirrel
andersoni Disease USA fever virus
2. Ixodes ricius Louping ill UK, Louping ill virus Domba,
Irlandia sapi, red
deer
3. Ixodes ricinus, I Tick-borne Rusia Tick-borne Larvae and
persulcatus encephalitis encephalitis virus nymph in
small forest
mammals
and birds
and as
adults with
larger wild
and
domestic
III Tungau
1. Trumbiculidae Chigger- SEA, India, Rickettsia Mite,
borne Pakistan tsutsugamushi rodensia,
rickettsiosis rattus
IV Kutu
1. Pediculus Louse-borne Afrika, Rickettsia
humanus disease Amerika prowazeki
humanus, p. Selatan
humanus capitis,
Pthirus pubis

2.4 Pengendalian Vektor Dan Pes


Menurut WHO dalam Jhons Fatriyadi Suwandi dan Josua Tumpal
Halomoan, 2017 menyatakan langkah yang paling efektif dalam pengendalian
vektor adalah dengan manajemen lingkungan. Pengendalian kimiawi dengan
insektisida, pengendalian secara biologis dengan memanfaatkan agen biologi untuk
pengendalian vektor DBD. Pengendalian secara biologi memanfaatkan spesies
predator larva cotohnya ikan pemakan jentik, cepepoda (jenis crustasea dengan
ukuran mikro yang mampu memakan larva) atau bakteri BTI. Penendalian vektor

5
juga dapat dilakukan dengan mengunakan manipulasi gen seperti teknik serangga
mandul.
integrasi antara teknis serangga mandul dengan program
pengendalian vektor diharapkan dapat menekan populasi nyamuk
vektor yang berdampak menurunya insiden penyakit yang ditularkan
(Ambarita,2015).
Penyakit akibat vektor dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu lingkungan fisik,
biologi dan sosial budaya. Oleh sebab itu, pengendalian vektor dilakukan dengan
metode terpadu yang memperhatikan keamanan, rasionalitas dan efektifitas dalm
pelaksanaanya serta memperhatikan kesinambunganya. Pengendalian vektor
terpadu (PVT) memiliki beberapa keunggulan antara lain (Permenkes RI No 374
tahun 2010):
a. Memperhatikan keefektifan dan efisiensi metode/cara pengendalian vektor
b. Meningkatkan program pengendaliab vektor lebih dari satu penyakit tular
vektor
c. Kerjasama lintas sektoral dan saling menguntungkan

Tujuan dari pengendalian vektor secara terpadu adalah untuk mengurangi


tempat perkembangbiakan vektor, menurunkan populasi vektor, memotong rantai
penularan penyakit vektor, efektif dan efisien. Beberapa metode pengendalian
vektor antara lain (Permenkes RI No 374 tahun 2010):

a. Metode pengendalian secara fisik dan mekanik yaitu suatu upaya


pencegahan, pengurangan, menghilangkan tempat perkembangbiakan
vektor secara fisik dan mekanik. Contohnya: 3M (menguras, mengubur
dan menutup), memasang kelambu, memakai baju lengan panjang, dan
memasang kawat kasa.
b. Metode dengan menggunakan agen biotik. Contohnya : menggunakan
predator pemakan jentik (ikan), bakteri, virus, fubfi dan manipulasi gen
(penggunakan jantan mandul)

6
c. Metode pengendalian secara kimia. Contohnya: kelambu berinsektisida,
laevasida, insektisida rumah tangga (penggunakan repellen, anti nyamuk
bakar, paper vaporizer, mat dan lain-lain), space spray (fogging).

Pengendalian Pes di Indonesia dilakukan dengan cara meniadakan atau


mengeliminasi pinjal tikus. Pemberantasan tikus dapat dilakukan dengan berbagai
cara, antara lain (Soejoedi, 2005):

1. Memasang perangkap
2. Menggunakan racun tikus
3. Fumigasi atau pengasapan
4. Memanfaatkan hewan predator tikus

Rat Proofing merupakan suatu upaya untuk mencegah masuk dan keluarnya
tikus dalan ruangan serta mencegah tikus bersarang dalam bangunan tersebut,
contohnya: membuat fondasi, dinding, lantai yang kuat dan tidak dapat ditembus
tikus, lantai terbuat dari beton minimal 10 cm, semua ventilasi ditutup dengan
kawat kasa dengan lubang maksimal 6 mm dan semua celah atau lubang yang
berukuran lebih dari 6 mm ditutup dengan adukan semen (Soejoedi, 2005).

7
BAB III
STUDI KASUS
3.1 Gambaran Umum Gempa Pidie Jaya Aceh
Berdasarkan laporan kaji cepat Universitas Syiah Kuala telah terjadi gempa
bumi Pidie Jaya Aceh pada rabu, 7 Desember 2016 pukul 05.03 WIB dengan
kekuatan 6,5 Mw yang epicenternya berada di 5.281 oN dan 96.108 oE. Kedalaman
pusat gempa bumi sekitar 8,7 km. Pusat gempa bumi di wilayah Meureudu Pidie
Jaya. Gempa bumi Pidie Jaya terasa sampai Banda Aceh, Medan, dan beberapa kota
lainnya disebelah utara Pulau Sumatera. Pada tanggal 7 Desember 2017 sampai sore
hari, sudah tercatat korban jiwa yang meninggal dunia 102 jiwa dan 650 jiwa korban
yang luka berat/ringan.

Gempa bumi Pidie Jaya Aceh tidak hanya menimbulkan korban jiwa, tetapi
juga mengakibatkan kerusakan fisik baik pada rumah penduduk, bangunan publik,
dan infrastruktur yang lain. Kerusakan ini ditemui di tiga kabupaten, yaitu
kabupaten Pidie Jaya, Pidie, dan Bireun. Selain itu, kurang lebih 85 ribu orang
memadati pengungsian yang sudah disediakan dan tersebar dibeberapa titik. Gempa
Pidie Jaya, tidak hanya mngakibatkan kerusakan material saja melainkan juga pada
non-material, seperti kestabilan mental dan emosi (trauma), gangguan kesehatan,
kehilangan mata pencaharian, kehilangan pendidikan, dan lain-lain. Dampak
material dapat segera dihitung dan ditangani dengan rekonstruksi segera dan
rehabilitasi, namun dampak non-material membutuhkan waktu lama untuk
pemulihannya dan harus bertahap.

Menurut tempo.co disebutkan bahwa sampai tanggal 12 Desember 2016


jumlah pengungsi sebanyak 83.838 orang tersebar di 124 titik. Sementara
kerusakan fisik akibat gempa meliputi 11.668 unit rumah, 61 unit masjid, 94 unit
meunasah, 616 unit ruko, 10 unit kantor pemerintah dan 16 unit pendidikan.

3.2 Gambaran Pengendalian Nyamuk dan Lalat di Tempat Pengungsian


Sanitasi dan personal hygiene yang buruk dapat mengakibatkan munculnya
water borne disease di tempat pengungsian. Setiap hari ditempat pengungsian
terdapat peningkatan jumlah kasus diare 2-3 per hari. Penumpukan sampah setelah

8
bencana dan belum ditangani dengan baik selama 4 hari, dapat memicu timbulnya
vektor dan rodent sehingga menambah angka kesakitan pada pengungsi. Beberapa
tempat pengungsian sudah terindikasi campak sebanyak 2 anak. Tindakan preventif
lokasi tersebut. Selain kasus diare dan campak, di kecamatan Trieng Gading juga
terdapat kasus demam berdarah (DBD) sebelum terjadinya gempa. Buruknya
sanitasi dan personal hygiene di tempat pengungsian dikhawatirkan akan
memperparah kejadian DBD ini. Untuk mengantisipasi terjadinya DBD, maka
dilakukan fogging dan diperhatikan juga lokasi mana saja yang perlu di fogging
selanjutnya.

Berdasarkan dinkes.acehprov news, Senin, 12 Desember 2016 telah terjadi


kunjungan dari Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kementerian
Kesehatan Dr. H. M. Subuh, MPPM. Pada saat berkunjung didampingi oleh Kadis
Kesehatan Pidie Jaya, Said Abdullah dan Kabid P2PL Dinas Kesehatan Aceh dr.
Abdul Fath. Kunjungan tersebut meninjau beberapa lokasi titik pengungsian akibat
gempa Pidie Jaya. Salah satu tempat kunjungannya adalah di Masjid At-Taqwa,
Kecamatan Meureudu. Pada saat ditempat kunjungan, Dr. H. M. Subuh, MPPM
meninjau tempat posko induk kesehatan yang terletak di kompleks RSUD Pidie
Jaya dan menjenguk korban gempa yang dirawat di tempat tersebut.

Pada saat kunjungan, Dr. H. M. Subuh, MPPM mendapat penjelasan tentang


penderita yang sudah tertangani baik yang dirawat di Bireuen maupun di Sigli ada
301 orang, yang dioperasi sudah 129 orang, rata-rata kasus orthopedi. Selain itu,
sudah mulai mulai muncul penyakit pasca bencana, yaitu diare, ISPA 103, dan
penyakit lain 594 kasus. ISPA disebabkan karena adanya debu-debu yang
berterbagan akibat dari reruntuhan gedung pada saat gempa terjadi.

Pengendalian terhadap vektor lalat sudah dilakukan penyemprotan lalat di


tiga lokasi, salah satunya di Masjid At-Taqwa Kecamatan Meureudu. Jumlah
logistik juga tersedia vaksinasi campak 5000 dosis dengan sasaran balita umur 9-
59 bulan. Selain itu, juga perlu untuk melakukan penanganan terhadap vektor
nyamuk penyebab DBD dan malaria. Melihat bahwa tempat pengungsian warga
berada di tenda-tenda luar rumah yang terbuka. Untuk melakukan penanganan

9
tersebut dilaukan perbaikan sanitasi, mengedukasi masyarakat, dan melakukan
penyemprotan vektor. Tetapi yang lebih diutamakan terlebih dahulu adalah
imunsasi campak terhadap semua sasaran balita yang ada, karena imunisasi ini
dapat memperkuat imunitas yang berhubungan dengan ISPA, diare, dan penyakit
yang lain.

10
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pengendalian Nyamuk Saat Bencana Gempa Pidie Jaya
Gempa Pidie Jaya terjadi pada tanggal 7 Desember 2016 pukul 05.03.
Gempa menyebabkan kerusakan pada infrastruktur publik dan rumah penduduk.
Selain itu, gempa Pidie Jaya menimbulkan banyak korban jiwa baik meninggal
dunia, korban luka ringan dan berat, dan korban selamat. Banyaknya rumah yang
rusak mengharuskan masyarakat untuk tinggal di tempat pengungsian. Tempat
pengungsian ada beberapa titik. Kehidupan masyarakat di tempat pengungsian
tidak terlepas dari masalah kesehatan yang dapat mengancam jiwa mereka akibat
dari gempa Pidie Jaya.

Biasaya pada saat gempa terjadi menimbulkan peningkatan vektor dan pes,
terutama pada tempat-tempat yang kumuh dan terdapat genangan air. Akibatnya
muncul penyakit vector borne disease. Penyakit ini dapat bermigrasi dan
menyerang individu yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang rendah. Biasanya
terjadi di tempat-tempat penampungan sementara korban bencana. Contoh
penyakitnya adalah malaria yang di tularkan oleh nyamuk anopheles, epidemik tifus
oleh kutu, dan DBD yang ditularkan oleh nyamuk aedes aegypti.

Pengendalian penyakit oleh vektor ini dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah
satu pengendalian vektor yang dapat dilakukan pada saat keadaan darurat adalah:

1) Diagnosis dan perawatan


2) Pengendalian vektor
3) Kebersihan lingkungan
4) Perlindungan pribadi.

Pada gempa Pidie Jaya, pengendalian vektor yang sudah dilakukan adalah
fogging. Fogging dilakukan di tempat pengungsian karena sebelum terjadinya
gempa di Pidie Jaya sudah terdapat kasus DBD, sehingga untuk mengendalikan
kasus DBD agar tidak meluas dan menyebar dilakukanlah fogging. Pengendalian
lain yang dilakukan adalah imunisasi campak. Imunisasi campak dilakukan pada

11
korban usia 0-59 bulan. Hal ini, dilakukan untuk meningkatkan sistem kekebalan
tubuh pada balita karena imunitasnya yang masih rendah.

4.2 Pengendalian Lalat Saat Bencana Gempa Pidie Jaya


Lalat rumah (Musca domestica) terdapat kurang lebih 100 jenis yang dapat
bersifat pathogen terhadap manusia. Agen penyakit ditlarkan melalui vomit drops,
feses dan bagian tubuh lainya yang terkontaminasi dan berpindah melalui makanan
manusia atau pakan ternak. Penelitian membuktikan bahwa penyakit yang
disebabkan oleh lalat rumah yaitu infeksi Escherichia coli, Cryptosporidium
parvum, dan Helicobacter pylori (Hastutik dkk,2007).Menurut Komariah, Seftiani
dan Tan Malaka (2010) beberapa cara untuk mengendalikan vektor lalat antara lain:

1. Mengurangi atau menghilangkan tempat perindukan lalat


Dapat dilakukan dengan cara menjaga kebersihan lingkungan, mempunyai
saluran air limbah tertutup, tempat sampah tertutup, memasang alat
pembuang bau (Exhaust) pada industry yang menimbulkan bau.
2. Mencegah kontak kotoran berkuman dengan lalat
Kuman-kuman yang dibawa oleh lalat berasal dari kotoran manusia,
bangkai binatang, sampah basah dan lumpur organik. Pengendalian yaitu
dengan membuang hal tersebut dengan aman dan jauh dari jangkauan lalat.
3. Melindungi makanan, peralatan makan dan kontak penjamah makan dengan
lalat
Dilakukan dengan cara menyimpan makanan dilemari makan, makanan
dibungkus, jendela dan tempat-tempat terbuka dengan kasa, pintu
dilengkapi dengan goranti lalat, menggunakan tudung saji, menggunakan
kipas angina untuk menghalangi lalat, dan menggunakan perangkap lalat
(stik berperekat)
4. Pemberantasan secara langsung
Dapat dilakukan dengan cara fisik, kimia, dan biologi. Cara pemberantasan
secara fisik. Pembasmian larva lalat dapat menggunakan bahan kimia
dengan disemprot diazinon dan malathion (sebagai emulsi) atau insektisisda
lain (Ronnel, DDVP). Sedangkan pembasmian lalat dewasa dengan

12
penyemprotan diudara fogging dengan suspense atau larutan dari 5% DDT,
2% lindane atau 5% malation.

Pengendalian vektor juga dilakukan dengan penyemprotan terhadap lalat yang


dilakukan di Masjid At-Taqwa. Penyemprotan ini dilakukan karena korban gempa
sudah ada yang mulai terserang diare, ISPA, dan penyakit lain di tempat
pengungsian. Selain melakukan penyemprotan juga dilakukan edukasi terhadap
korban gempa untuk menjaga personal hygiene.

13
BAB IV
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Pengendalian vektor dapat dilakukan secara fisik, kimia dan biologi. Vektor
lalat dapat menyebabkan penyakit diare yang berpotensi KLB dalam bencana Pada
bencana Gempa Pidie Jaya pengendalian vektor yang dilakukan adalah secara kimia
dengan melakukan penyemprotan untuk mengurangi populasi lalat. Penyemprotan
dilakukan di sekitar Masjid At-Taqwa Kecamatan Meureudu. Hal ini dilakukan
agar penyakit yang diakibatkan oleh vektor dapat dicegah.

4.2 Saran
Pengendalian dan pencegahan vektor tidak hanya dilakukan dengan foging
saja tetapi juga menjaga kebersihan lingkungan. Salah satunya adalah memperbaiki
pengelolaan sampah ditempat pengungsian, tidak menumpuk sampah karena dapat
mengundang lalat dan perilaku hidup bersih dan sehat. Penggunaan repellan juga
dapat dilakukan sebagai pencegahan personal.

14
DAFTAR PUSTAKA

Anopheles Aconitus Secara Sederhana. USU digital library

Arkhelaus.2016.BNPB Percepat Pendataan Pengungsi Gempa Aceh.


https://nasional.tempo.co/read/827366/bnpb-percepat-pendataan-pengungsi-
gempa-aceh. [diakses tanggal 5 November 2017]

Dinas Kesehatan Aceh, 12 Desember 2016. Dirjen Pencegahan dan Pengedalian


Penyakit, Dr. H. M. Subuh, MPPM Kunjungi Korban Gempa Pijay:
http://dinkes.acehprov.go.id/news/read/2016/12/12/135/dirjen-pencegahan-
dan-pengendalian-penyakit-dr-hm-subuh-mppm-kunjungi-korban-gempa-
pijay.html (diakses 01 November 2017: 05.30)

Hastutiek, Poedji, Loeki Enggar Fitri.Potensi Musca domestica Linn Sebagai


Vektor Beberapa Penyakit.Jurnal Kedokteran Brawijaya 23(3):125-136

Komariah, Seftiani Pratita dan Tan Malaka.2010.Pengendalian Vektor.Jurnal


Kesehatan Bina Husada 6(1):34-43

Nurmaini.2001.Identifikasi, Vektor dan Binatang Penganggu Serta Pengendalian

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 374 tahun 2010 Tentang
Pengendalian Vektor.

Simangungsong, Ridhon MB.2009.Bencana Alam dan Kemiskinan. Tangguh


1(01):67-77

Soejoedi, Hanang. 2005. Pengendalian Rodent, Suatu Tindakan Karantina.Jurnal


Kesehatan Lingkungan 2 (1):53-66

Sutanto.___. Peranan K3 Dalam Manajemen Bencana. Fakultas Teknik:


Universitas Diponegoro

Suwandi, Jhons Fatriyadi, Josua Tumpal Halomoan. 2017. Pengendalian Vektor


Virus Dengue dengan Metode Relese of Insect Carriying Dominant Lethal
(RIDL).Majority 6 (1):46-50

15
Umar; dkk. Laporan Kaji Cepat Universitas Syiah Kumala Terhadap Gempa Bumi
6,5 MW. Aceh: Universitas Syiah Kumala

Undang-Undang No 4 tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana

Wijayanti, Tri.2008. Vektor dan Reservoir.Balaba, 007 (02):18

Wisner, B dan J. Adams. 2002. Environmental Health In Emergencies and


Disasters: A Practical Guide. WHO. Vector and Pest Control (158-166).

Yudhastuti R, 2011.Pengendalian Vektor dan Rodent.Surabaya: Pustaka Melati

16

You might also like