You are on page 1of 9

See

discussions, stats, and author profiles for this publication at: http://www.researchgate.net/publication/280008046

MARCHING BAND SEBAGAI PENDIDIKAN


BERKARAKTER: SEBUAH SOLUSI
KOMPREHENSIF PENDIDIKAN NON-FORMAL
BAGI REMAJA

RESEARCH JULY 2015


DOI: 10.13140/RG.2.1.2576.2401

READS

183

1 AUTHOR:

Marko Sebira Hermawan


Binus University
11 PUBLICATIONS 4 CITATIONS

SEE PROFILE

Available from: Marko Sebira Hermawan


Retrieved on: 06 December 2015
Marko Hermawan; Marching Band sebagai Pendidikan Berkarakter

MARCHING BAND SEBAGAI PENDIDIKAN BERKARAKTER:


SEBUAH SOLUSI KOMPREHENSIF PENDIDIKAN NON-
FORMAL BAGI REMAJA

MARKO S HERMAWAN
Victoria University of Wellington, New Zealand

PENDAHULUAN

Remaja merupakan masa transisi dari usia anak menjadi seorang dewasa. Perkembangan fisik dan
mental seorang remaja sangatlah rentan terhadap hal-hal yang berada di lingkungan sekitarnya, baik
positif maupun negatif. Peningkatan hormonal secara biologis sangat mempengaruhi perkembangan
dan karakter seorang remaja yang mengalami perubahan karakter seperti keingintahuan yang tinggi,
tingkat emosi dan energi yang besar, serta sosialisasi dengan teman dan lingkungan sekitar. Pada
kenyataannya, perkembangan yang tidak diimbangi dengan informasi dan pergaulan yang positif
dapat menyebabkan remaja dapat terjerumus dalam hal-hal negatif dan merugikan remaja itu sendiri.
Pendidikan yang berkarakter serta pengenalan dan apresiasi akan kesenian merupakan salah satu
unsur penting dalam peningkatan berbudaya dalam masyarakat Indonesia, terutama dalam kualitas
seni pada masa-masa sekolah. Oleh karena itu, pendidikan olahraga dan seni merupakan pendidikan
yang perlu diperhatikan, baik pendidikan formal di sekolah, maupun pendidikan non-formal diluar
sekolah seperti ekstra-kurikuler dan kegiatan kesenian dan olahraga lainnya.

Saat ini, pendidikan seni di sekolah di Indonesia merupakan permasalahan umum, dikarenakan
kurikulum yang menitikberatkan pada kemampuan teknikal yang kuat mengakibatkan pendidikan seni
kurang mendapat perhatian yang serius. Padahal sebagai bangsa yang besar, Indonesia memiliki
keragaman seni dan budaya yang majemuk dan perlu diapresiasi berbagai kalangan, termasuk siswa
sekolah. Karya ilmiah ini bertujuan mencari solusi yang dapat menjembatani antara pendidikan
remaja dalam sekolah dan kesenjangan pendidikan seni dan olahraga non-formal.

KONDISI INDONESIA SAAT INI

a. Problematika Manusia Indonesia


Mengikuti perkembangan politik di Indonesia, dimana slogan yang cukup terkenal dari presiden Joko
Widodo adalah Revolusi Mental, problematika mentalistas manusia Indonesia secara umum
dipandang perlu oleh presiden sebagai prioritas utama dalam membenahi kehidupan berbangsa dan
bernegara. Seperti dikutip oleh presiden Joko Widodo, beliau mengambil kutipan sastrawan Mochtar
Lubis, yang menyebutkan bahwa manusia Indonesia memiliki 6 ciri khas (Sholeh, 2014):
1. Munafik atau hipokrit
2. Enggan dan segan bertanggung jawab atas perbuatannya
3. Bersikap dan berperilaku feodal
4. Percaya takhayul
5. Artistik berbakat seni
6. Lemah watak atau karakternya

Keenam sifat umum manusia Indonesia mempunyai konotasi negatif terhadap pembangunan karakter
Indonesia. Namun program Revolusi Mental yang dicanangkan pemerintahan Jokowi hendaknya
dapat mengakomodir kekurangan karakter yang dikemukakan diatas, dan program-program
pembenahan karakter bangsa hendaknya mempunyai hasil yang konkrit, terutama ditujukan kepada

1
Marko Hermawan; Marching Band sebagai Pendidikan Berkarakter

remaja Indonesia. Hal lain yang menarik adalah karakter artistik berbakat seni, yang dapat dikatakan
sebagai nilai plus manusia Indonesia, dapat secara dini dikembangkan di sekolah-sekolah dan
institusi, yaitu dengan menumbuhkan sesi kesenian dan ketrampilan seni. Ini dimaksudkan agar
karakter mental dan seni yang rata-rata dimiliki oleh sebagian masyarakat, terutama remaja Indonesia
dapat disalurkan ke dalam kegiatan positif.

b. Kasus Kekerasan dan Tawuran Pelajar

Tawuran terjadi karena tidak ada tempat bagi mereka menyalurkan kreativitas di luar sekolah M.
Sobari, Budayawan (VivaNews, 2012)

Berbagai sumber yang cukup memilukan menggambarkan potret kekerasan dan tawuran pelajar yang
justru semakin meningkat. Tabel dibawah ini menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan
mengenai tingkat kriminalitas jenis ini. Menurut data tersebut, angka pada tahun 2011 meningkat
lebih dari 100% dibandingkan tahun 2010, sedangkan tahun 2012 antara bulan Januari sampai Juni,
angka tawuran telah mencapai 139 kasus di Indonesia. Di Jabodetabek sendiri, rata-rata tawuran
pelajar berkisar diantara 90 sampai 100 kejadian, yang berarti kontribusi kekerasan mencapai lebih
dari 50% secara keseluruhan. Menurut Anjari (2012), tawuran pelajar berawal dari tingkat agresivitas
yang tinggi, yang disinyalir berawal dari keluarga yang tidak harmonis dan ketidakharmonisan
lingkungan sekitar. Tingkat agresivitas yang tidak tersalurkan secara positif inilah yang menjadi
penyebab utama mengapa tawuran antar sekolah terjadi di berbagai daerah. Sebagai remaja yang
mempunyai karakteristik menjadi identitas diri dan taraf emosi yang tinggi, sebaiknya disalurkan
kepada kegiatan positif yang membutuhkan energi yang cukup besar. Marching band sebagai salah
satu kegiatan yang membutuhkan kemampuan fisik dan tingkat kedisiplinan yang tinggi dapat
menjadi solusi atas permasalahan ini.

600
500
400
300
200
100
0
2010 2011 2012*
Indonesia 128 339 139
Jabodetabek 102 96 103
Meninggal 17 82 17

Figure 1. Data Tawuran Pelajar, dari berbagai sumber (*Jan-Jun 2012)

c. Problematika Pendidikan Musik

Pendidikan musik di Indonesia bisa dapat dikatakan tertinggal dari Negara-negara asia tenggara
lainnya, seperti Malaysia, Thailand dan Singapura. Berbagai permasalahan mengenai penerapan seni
dalam pendidikan di Indonesia sering kali terjadi di sekolah-sekolah yang mempunyai sumber daya
pengajar seni yang terbatas. Mack (2007) mengatakan bahwa banyak sekali kasus dimana pelajaran
music diajarkan oleh guru matematika, karena sang pengajar menyukai musik dan nyanyi. Hal ini

2
Marko Hermawan; Marching Band sebagai Pendidikan Berkarakter

juga dikarenakan tidak adanya guru music yang tersedia di sekolah-sekolah. Dalam argumentasinya,
Mack (2007) juga mengatakan bahwa pendidikan musik hanya berbasis pada menyanyikan lagu-lagu
nasionalis serta pembelajaran musik secara teoritis, tanpa didampingi praktek bermusik secara
komprehensif. Alasan lainnya menurut Mack adalah padatnya kurikulum sekolah yang
mengutamakan teknologi dan industri, membuat pendidikan seni mendapat porsi yang sedikit.
Padahal pendidikan seni merupakan satu-satunya pendidikan yang mengutamakan kreativitas berpikir
(creative thinking) dan peningkatan kemampuan berseni. Disamping itu, pendidikan seni merupakan
sarana apresiasi bukan hanya pada seni, tetapi juga apresiasi terhadap social kemasyarakatan, yang
sangat dibutuhkan oleh Negara ini. Hal ini menjadi kekhawatiran tersendiri terhadap tingkat apresiasi
musik secara khusus dan seni secara umum, sebagai sarana meningkatkan kemampuan kreativitas
manusia Indonesia seutuhnya.

Kecenderungan seperti ini dapat membuat kualitas sumber daya manusia Indonesia terhadap kesenian
menjadi berkurang, dalam arti sensitivitas dan penghargaan terhadap kesenian, terutama seni
tradisional Indonesia.

MARCHING BAND SEBAGAI SOLUSI PENDIDIKAN BERKARAKTER NON-FORMAL

Sebagai langkah konkrit atas permasalahan diatas, karya tulis ini mengusulkan agar pemerintah dapat
menunjang aktifitas Marching Band sebagai perpaduan antara unsur kedisiplinan dan seni. Secara
umum, Marching band adalah perpaduan musik, baris-berbaris, gerak tari dan irama. Walaupun
berbau militer dari segi baris-berbaris, namun kebanyakan dari tema pagelarannya sudah menjurus
pertunjukan seni. Perkembangan marching band di Indonesia selama 10 tahun terakhir sudah mulai
meningkat, seiring dengan bertambahnya jumlah unit di seluruh Indonesia. Trend akan adanya
kegiatan positif di sekolah dan lingkungan masyarakat mendorong berbagai pihak untuk mendirikan
organisasi marching band, yang nantinya akan menampung anak muda dalam berkarya di bidang seni.
Salah satu permasalahan besar yang dihadapi di Indonesia adalah kurangnya metode pelatihan musik
yang efektif dalam mengajarkan music kepada anak didiknya, sehingga perlu diadakan penelitian
untuk memperoleh data yang jelas, hal-hal apa saja yang diperlukan oleh sebuah unit dalam
mengembangan kegiatan marching band ini.

Sebagai salah satu Genre dalam dunia musik, ada kalanya para pengarang lagu dan koreografi
marching band membutuhkan ide dan ciptaan original. Ide tersebut akan tertuang dalam lagu-lagu dan
didukung oleh koreografi dan visual yang tematis dan beraneka ragam. Seperti halnya sebuah
pementasan seni di atas panggung, maka pertunjukan marching band di Indonesia telah mengadopsi
konsep panggung yang diaplikasikan di lapangan, dimana banyak tema broadway yang dipakai di
marching band.

Indonesia memiliki berbagai macam suku bangsa, terbentang dari sumatera sampai papua.
Karakteristik unik dari setiap daerah ini, termasuk didalamnya kebudayaan dan kesenian tradisional,
dapat menjadi tema musical yang menarik untuk dipadukan ke dalam musik dalam marching band.
Baik musik, gerak tari dan budaya Indonesia dapat menjadi sumber inspirasi dalam pembuatan tema
dalam marching band. Penelitian yang dilakukan Zdzinski (2004) meyebutkan Marching Band
berkontribusi positif terhadap peningkatan musikal, sosial dan personal seseorang. Dibawah ini adalah
diagram keragaman fungsi dan manfaat Marching Band dari berbagai disiplin ilmu.

3
Marko Hermawan; Marching Band sebagai Pendidikan Berkarakter

Fungsi
Kedisiplinan
Fisik & Mental
Etos Kerja

Marching
Band
Fungsi Sosial Fungsi Seni
Manajemen Musik
organisasi
Tari dan Gerak
Kerjasama Tim
Koreografi
Saling
menghargai Apresiasi Seni

Figure 2. Manfaat Marching Band dari berbagai Ilmu

1. Fungsi Kedisiplinan
Marching band berawal dari kegiatan baris-berbaris militer yang terdiri dari tentara-tentara,
memainkan alat musik tiup (brass dan woodwinds) dan pukul (percussion) untuk mengiringi
sebuah parade. Aturan baris-berbaris secara militer membutuhkan tingkat kedisiplinan yang
tinggi, sehingga marching band dapat meningkatkan kedisiplinan individu. Budaya marching
band ini dipakai oleh sekolah-sekolah di Amerika untuk meningkatkan motivasi, rasa
tanggung jawab dan kedisiplinan siswa sekolah (Rogers, 1985). Disamping itu, Zdzinski
(2004) meneliti 171 responden tentang kontribusi marching band terhadap kualitas hidup
seseorang, berkesimpulan bahwa manfaat utama yang didapat setelah mengikuti kegiatan
Marching Band adalah etos kerja yang tinggi (14.62%), kedisiplinan diri (13.45%) dan
akuntabilitas diri (10.53%). Sehingga bisa disimpulkan bahwa Marching Band dapat
membentuk karakter manusia yang bertanggung jawab.
Kegiatan marching band ini juga berfungsi sebagai penyaluran agretivitas dan emosi remaja
secara positif, agar energi tersebut dipakai untuk mempelajari disiplin bermain musik dalam
Marching Band. Erdmann, Graham, Radlo, and Knepler (2003) meneliti tentang energi
seseorang yang dibutuhkan dalam bermain Marching Band, dan menyimpulkan bahwa
kegiatan yang menguras tenaga ini sangat cocok diterapkan pada remaja karena berpotensi
menyerap fisik yang sesuai dengan tenaga seorang remaja.\
Apabila dikaitkan dengan 6 ciri manusia Indonesia oleh Muchtar Lubis, kegiatan marching
band di lingkungan sekolah dan komunitas merupakan solusi konkrit untuk memperbaiki dua
karakter negatif, yaitu Enggan dan segan bertanggung jawab atas perbuatannya dan lemah
watak dan karakter. Fungsi kedisiplinan dapat merubah perilaku tersebut dengan melatih
remaja untuk bersifat mandiri, tepat waktu, dan disiplin dalam berlatih. Kedisiplinan tersebut
bukan hanya bersifat kemiliteran semata, namun dapat berupa kedisiplinan dalam memainkan

4
Marko Hermawan; Marching Band sebagai Pendidikan Berkarakter

musik secara bersama-sama dan melatih bekerja sama antar sesama pemain dalam bermusik
dan melakukan koreografi dengan rapi. Hermawan (2013) mengatakan bahwa untuk
mengikuti sebuah pertandingan berskala nasional, sebuah marching band membutuhkan
waktu latihan antara 6 sampai 9 bulan persiapan. Waktu latihan ini dapat meningkatkan
kemampuan disiplin diri serta mengurangi kegiatan lain yang tidak berguna.

2. Fungsi Kesenian

Di Indonesia, ada kalanya Marching Band dikategorikan dan dipersepsikan sebagai aktifitas
olahraga fisik. Namun secara fungsi dan manfaat, Marching Band modern sudah
dikolaborasikan antara kegiatan, fisik (baris-berbaris membentuk konfigurasi), bermain musik
orkestratif, dan gerak tari dan olah tubuh. Marching Band secara umum sudah bertransformasi
dari kegiatan parade jalan untuk mengiringi baris-berbaris militer, manjadi suatu pertunjukan
musik dan gerak dalam lapangan (Kirnadi, 2004). Mills (1988) berpendapat bahwa Marching
Band harus memiliki 10 dimensi manfaat, 4 diantaranya berdimensi kesenian antara lain
pertunjukan musikal (musical performance), musik yang berestetika (musical aesthetics),
pencapaian musikal (musical achievement), pengembangan musik (musical development).
Manfaat tersebut seyogyanya dapat menjembatani kekurangan pendidikan musik pada
pendidikan formal di sekolah-sekolah di Indonesia. Selain manfaat secara musikalitas,
Marching Band juga berkaitan erat dengan seni tari kontemporer dan tradisional. Gerak olah
tubuh yang diperagakan oleh colorguard menambah citra seni dalam marching band,
mentransformasikan keindahan visual yang disesuaikan dengan ritme lagu yang dimainkan.
Fungsi gerak disini tidak terbatas pada gerakan bendara, namun dipadukan dengan dasar-
dasar olah tubuh ballet dan tari kontemporer maupun tradisional Indonesia.

Figure 3. Marching Band sebagai perpaduan seni dan disiplin

3. Fungsi Sosial

Kontribusi lain adalah bahwa Marching Band dapat meningkatkan kemampuan sosial dan
individual seseorang. Mills (1988) mengatakan bahwa manfaat Marching Band secara sosial
adalah peningkatan hubungan sosial (social enrichment), pencapaian tim (group
accomplishment), identitas institusi (school identity), peningkatan diri (self-

5
Marko Hermawan; Marching Band sebagai Pendidikan Berkarakter

improvement),peningkatan interpersonal skills, and rekreasi. Ia menambahkan bahwa remaja


yang aktif dalam kegiatan Marching Band dapat meningkatkan kemampuan sosial
kemasyarakatan ketimbang mereka yang tidak mengikuti organisasi ini. Hermawan (2010)
menambahkan pula bahwa marching band dapat meningkatkan kemampuan berorganisasi dan
manajemen antar anggota, antara lain kepemimpinan, manajemen waktu, rekrutmen anggota,
manajemen musik dan pelatihan.
Fungsi sosial ini juga dapat menjembatani karakter manusia Indonesia yang bersifat hipokrit,
kurang bertanggung jawab dan berkarakter lemah. Kerjasama tim dan kesetiakawanan dalam
berlatih marching band hendaknya dapat mengurangi sifat negatif tersebut dimana remaja
diajarkan untuk bersosialisasi dengan rekan lainnya.

LANGKAH STRATEGIS
Dalam rangka perwujudan masyarakat Indonesia yang berkepribadian dan berkarakter positif,
Marching Band dapat menjadi salah satu solusi terhadap kondisi remaja Indonesia yang diliputi oleh
kekerasan fisik dan tindakan negatif lainnya. Kekurangan pendidik seni merupakan salah satu kendala
yang ada saat ini, sehingga solusi yang memungkinkan adalah melakukan kerjasama bilateral antara
Indonesia dengan negara-negara yang memiliki standar pendidikan seni yang mapan, antara lain
Amerika Serikat, Selandia Baru dan Inggris. Usulan kerjasama dalam pendidikan karakter dan seni ini
seyogyanya dapat menjembatani pendidikan musik formal maupun non-formal di Indonesia. Kegiatan
Marching Band di Amerika diwadahi oleh beberapa organisasi nirlaba (non-profit organisation)
seperti Drum Corps International atau disingkat DCI. Organisasi ini bertugas mewadahi unit-unit
Drum Corps di Amerika Serikat dan Internasional dan menyelenggarakan kompetisi bergengsi setiap
tahunnya. Selain kompetisi, DCI juga mempunyai divisi pendidikan untuk memberikan pelatihan dan
klinik secara domestik maupun internasional. Salah satu unit, yaitu The Blue Devils, pernah
memberikan coaching clinic di Kuala Lumpur, Malaysia pada tahun 2011 kepada unit-unit Marching
Band se-Asia Tenggara.

Figure 4. Coaching Clinic oleh The Blue Devils di KL, Malaysia

Kolaborasi antara unit-unit Marching Band di Indonesia dan negara lain merupakan salah satu
langkah konkrit yang dapat didukung oleh pemerintah Indonesia, dalam rangka peningkatan
kemampuan bermusik dan seni bagi sekolah-sekolah, baik yang belum maupun yang sudah
mempunyai unit marching band. Dua perspektif dibawah ini menggambarkan keuntungan dalam
kolaborasi antar unit Marching Band Indonesia dengan negara mitra pendidikan musik:

6
Marko Hermawan; Marching Band sebagai Pendidikan Berkarakter

a. Perspektif Indonesia.
Marching Band di Indoneisa dapat memperoleh manfaat antara lain:

1. Peningkatan metode pembelajaran musik, baik di dalam kelas maupun di lapangan.


Dengan didatangkannya pelatih dan pendidik dari unit Marching Band luar, unit
Marching Band di Indonesia dapat belajar bagaimana membuat system pengajaran
musik yang sesuai standard internasional serta terstruktur, sesuai dengan tingkat
kemampuan musik di Indonesia. Indonesia membutuhkan metode pembelajaran
musik yang efektif dan komprehensif serta dapat diaplikasikan ke dalam pendidikan
formal di sekolah, maupun pendidikan musik non-formal seperti di kegiatan
Marching Band.
2. Dengan diperkenalkannya metode efektif belajar musik, kualitas pendidikan seni,
baik di kota besar maupun kota-kota kecil dapat ditingkatkan. Banyak dari unit-unit
Marching Band di daerah kekurangan informasi dan edukasi mengenai Marching
Band, sehingga kerjasama tersebut sangat diperlukan untuk peningkatan kemampuan
bermain musik.
3. Kerjasama ini tidak hanya berfokus pada peningkatan seni musik, tetapi juga
peningkatan seni tari dan gerak, yang mana pendidikan seni tari kontemporer telah
dikembangkan oleh sekolah-sekolah di Amerika Serikat. Pendidikan seni visual dan
koreografi sangat dibutuhkan oleh sebuah marching band, dimana mereka telah
mengembangan pendidikan mengenai dasar-dasar tari, ballet dan seni pertunjukan.

KESIMPULAN

Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Dasar Menengah dan Kebudayaan, serta Kementerian
Pemuda dan Olahraga diharapkan dapat mendukung terselenggaranya pendidikan music yang
berkarakter serta dapat menunjang pendidikan formal dalam sekolah-sekolah yang tersebar di seluruh
Indonesia. Sebagai pendidikan non-formal, Marching Band memberikan solusi alternatif dalam
berkreatifitas seni dan olahraga yang tidak bias ditawarkan oleh kurikulum sekolah yang ada
sekarang.

Marching Band adalah sebuah organisasi multi-disiplin berbasis apresiasi music dan gerak, yang
dapat membantu membentuk karakter positif seorang remaja. Pengenalan ilmu musik, pengalaman
berorganisasi, pengenalan kedisiplinan dan akuntabilitas diri, dan sarana bersosialisasi dan rekreasi
merupakan beberapa manfaat riil yang dapat dirasakan seorang anggota Marching Band selama
beraktifitas, maupun setelah bekerja di dunia nyata. Marching Band juga dapat menyatukan semua
kalangan muda, unsur latar belakang seseorang, agama, dan etnis untuk bersama-sama menciptakan
suasana sportif dan berseni, berkompetisi di jalan yang sehat dan positif. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa kegiatan marching band yang diadakan di sekolah-sekolah untuk kalangan remaja
dapat berkontribusi positif sebagai wadah penyaluran bakat seni dan kreatifitas anak Indonesia.
Semoga apa yang dicita-citakan oleh pemerintahan Jokowi-JK untuk memperbaiki karakter bangsa
bersama Revolusi Mental dapat dimanifestasikan dengan kegiatan marching band ini.

7
Marko Hermawan; Marching Band sebagai Pendidikan Berkarakter

Bibliografi

Anjari, W. (2012). TAWURAN PELAJAR DALAM PERSPEKTIF KRIMINOLOGIS, HUKUM PIDANA, DAN
PENDIDIKAN. MAJALAH ILMIAH WIDYA, 29(324).
Erdmann, L. D., Graham, R. E., Radlo, S. J., & Knepler, P. L. (2003). Adolescents' Energy Cost In
Marching Band. Perceptual and motor skills, 97(2), 639-646.
Hermawan, M. (2010). Interaksi multi disiplin ilmu dalam sebuah organisasi; Studi kasus organisasi
Marching Band. Jurnal Universitas Paramadina, Conference edition(1), 34-40.
Hermawan, M. (2013). Factors Affecting Marching Band Competition Result: An Empirical Study of
Indonesian Marching Band Activity. Malaysian Music Journal, 2(1).
Kirnadi. (2004). Pengetahuan Dasar Marching Band (Vol. 1). Jakarta: Citra Intirama.
Mack, D. (2007). Art (Music) Education in Indonesia: A Great Potential but a Dilemmatic Situation.
Educationist, I(2), 62-74.
Mills, D. L. (1988). The meaning of the high school band experience and its relationship to band
activities. (Unpublished Doctor of Philosophy Dissertation), University of Miami.
Rogers, G. L. (1985). Attitudes of high school band directors and principals toward marching band
contests. Journal of Research in Music Education, 33(4), 259-267.
Sholeh, M. (2014, 19 August 2014). Jokowi beberkan 6 ciri manusia Indonesia versi Mochtar Lubis.
Merdeka. Retrieved from http://www.merdeka.com/peristiwa/jokowi-beberkan-6-ciri-
manusia-indonesia-versi-mochtar-lubis.html
Zdzinski, S. F. (2004). Contributions of Drum Corps Participation to the Quality of Life of Drum Corps
Alumni. Bulletin of the Council for Research in Music Education, 46-57.

You might also like