You are on page 1of 14

RANGKUMAN TEORI KEUANGAN MINGGU 12

DIVIDEND POLICY

Oleh:

Stefanny Eka Santoso 130214225


Renaldy Wiguna 130214134

KP A

UNIVERSITAS SURABAYA

FAKULTAS BISNIS DAN EKONOMIKA

GASAL 2016-2017
STATEMENT OF AUTHORSHIP

Saya/kami yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa makalah/tugas terlampir


adalah murni hasil pekerjaan saya/kami sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang
saya/kami gunakan tanpa menyebutkan sumbernya.

Materi ini tidak/belum pernah disajikan/digunakan sebagai bahan untuk makalah/tugas pada
mata ajaran lain kecuali saya/kami menyatakan dengan jelas bahwa saya/kami menyatakan
dengan jelas menggunakannya.

Saya/kami memahami bahwa tugas yang saya/kami kumpulkan ini dapat diperbanyak dan
atau dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.

Nama NRP
Stefanny Eka Santoso 130214225
Renaldy Wiguna 130214134

Mata Ajaran: Teori Keuangan

Judul Makalah/Tugas: Dividend Policy

Tanggal: 17 November 2016

Dosen: Dr. Putu Anom Mahadwartha, SE, MM

Surabaya, 17 November 2016

(Stefanny Eka Santoso)

Ketua Kelompok
8.1 Introduction
Kebijakan deviden menjelaskan tentang keputusan perusahaan terkait berapa deviden
yang akan dibayarkan kepada pemegang sahamnya dan kapan deviden tersebut
dibagikan (annually, semiannually, quarterly). Namun pada beberapa tahun terakhir,
kebijakan deviden mencangkup berbagai variabel seperti mendistribusikan kas kepada
investor dengan membeli kembali atau deviden yang didesain spesial dari pada deviden
regular, mempercayakan devidennya untuk dibelikan saham lagi, dan bagaimana
menyeimbangkan arus kas dengan adanya pajak individu yang tinggi.
8.2 Observed Dividend Policy Patterns
Pada hal ini, disimpulkan pola dari pembayaran deviden yang akan menjelaskan
bagaimana teori dari kebijakan deviden yang seharusnya dijelaskan dan akan
menjelaskan susunan untuk mendiskusikan riset empiris yang relevan.
1. Ditemukan pola kebijakan deviden yang berbeda pada tiap negara. Perusahaan
yang induknya ada di negara berkembang umumnya membayar dividend payout
lebih rendah. Banyak faktor yang mempengaruhi adanya pola ini namun salah
satunya adalah negara yang ketergantungannya pada pasar modal besar, seperti
Amerika Serikat dan Inggris cendeurung membayar dividend payout lebih tinggi
daripada negara yang tergantung dengan bank seperti Jepang dan Jerman. Selain itu
negara yang perekonomiannya didominasi pemerintah seperti Italia dan negara
yang memiliki tradisi sosialis yang kuat seperti Jerman cenderung membayar
dividend payout lebih rendah.
2. Ditemukan pola kebijakan deviden yang berbeda antar industri dan ini terjadi di
semua negara. Perusahaan pada industri yang telah mature lebih tinggi dividend
payout rationya dibandingkan perusahaan pada industri baru dan sedang
bertumbuh. Perusahaan utility seperti air dan listrik biasanya membayarkan
dividend payout yang sangat tinggi dan ini terjadi di berbagai negara. Faktor utama
yang mempengaruhi besar dividend payout nampaknya adalh tingkat pertumbuhan
industri, kebutuhan dana investasi, profitabilitas, variabilitas earnings dan
karakteristik asset (komposisi tangible dan intengible assets)
3. Dalam satu industri, dividend payout berkorelasi positif dengan size dan asset
intensity dan berkorelasi negatif dengan tingkat pertumbuhan. Perusahaan besar
umumnya membayar dividend payout lebih besar daripada perusahaan kecil.
Perusahaan dengan tangible asset terhadap total asset relatifnya besar cenderung
membayar dividend payout lebih besar. Sedangkan perusahaan dengan tingkat
pertumbuhan tingggi memeiliki dividend payout kecil dan akan meningkat saat
memasuki tahap dewasa.
4. Hampir semua perusahaan menjaga dividend per share yang konstan pada cukup
lama. Manajer tidak akan menaikkan dividend per share sampai mereka yakin laba
yang akan datang dapat untuk mempertahankan level DPS baru. Ketika ada
kenaikan meaupun penurunan dilakukan perubahan secara gradual. Mereka akan
mempertahankan DPS tahun sebelumnya sampai keadaan tidak lagi memungkinkan
perusahaan untuk mempertahankan DPS tersebut.
5. Pasar modal bereaksi positif terhadap dividend initiation dan peningkatan deviden
dan bereaksi sangat negatif terhadap penurunan dan penghapusan deviden. Ketika
perusahaan mengumumkan deviden pertamanya maka harga saham akan
meningkat 1-3%. Apabila perusahaan mengurangi atau menghilangkan deviden
maka terjadi penurunan harga bisa mencapai 50%.
6. Perubahan deviden memberikan informasi tentang ekspektasi manajer terhadap
earnings saat ini dan yang akan datang. Perubahan deviden memberikan informasi
ke investor, yang dalam pasar modal modern merupakan pihak yang kurang
mengetahui informasi perusahaan tentang kondisi perusahaan sehingga asymmetric
information dapat dikurangi. Kenaikan deviden merupakan signal bahwa manajer
memiliki ekspektasi earning lebih besar dimasa yang akan datang sedangkan
penurunan deviden menandakan adanya proyek earnings yang memburuk.
7. Pajak jelas mempengaruhi deviden payout, namun efek bersihnya masih
membingungkan dan pajak tidak menyebabkan atau mencegah perusahaan
membayarkan deviden. Kenaikan tarif pajak pendapatan atas deviden logikanya
tentu akan mengurangi permintaan akan deviden. Pada kondisi ekstrim dimana
pajak atas deviden sangat tinggi maka perusahaan akan menghentikan devidennya
sama sekali dan menanam seluruh labanya dan tidak didukung oleh teori yang
mengatakan deviden justru naik ketika pajak atas deviden naik.
8. Meskipun sudah melakukan riset yang intensif, bagaimana pengaruh pembayaran
deviden terhadap required return atas saham biasa masih belum jelas. Saham yang
membayarkan deviden yang besar memiliki required rate of return yang lebih
tinggi daipada saham yang berdeviden rendah. Alasannya adalah investor harus
membayar pajhak pendapatan atas deviden namun dapat menunda pembayaran
pajak atas capital gain.
9. Perubahan biaya transaksi dan tingkat efisiensi pasar modal hanya berpengaruh
sedikit terhadap dividend payout. Pembayaran deviden dimaksudkan untuk
menghilangkan keraguan jika ternyata saham tertentu tidaka likuid mestinya
pembayaran deviden akan terus menurun seiring dengan semakin likuid dan
kecilnya biaya transaksi. Temuan bahwa dividend patout tidak berubah
menunujukkan bahwa efisien tidaknya pasar modal tidak ada kaitannya dengan
deviden.
10. Struktur kepemilikan mempengaruhi deviden. Baik di Amerika Serikat dan negara
lainnya perusahaan perseroan tertutup (closely held companies) sering kali tidak
membayarkan deviden sama sekali sedangkan perusahaan perseroan terbuka
hampir selalu membagikan deviden tiap tahunnya. Pada hampir setiap negara dan
industri, perusahaan yang kepemilikannya terkonsentrasi devidennya cenderung
rendah sedangkan yang kepemilikan yang menyebar devidennya cenderung tinggi.
Theoretical Explanations for Observed Patterns
Penjelasan secara teoritis mengenai pola kebijakan deviden dijelaskan oleh 2
model, yaitu :
Agency cost model Model ini berasumsi bahwa pembayaran deviden
didoraong oleh upaya untuk mengurangi masalah agensi yang muncul
karena di perusahaan ada pemisahan antara pemilik dan manajer.
Dividend signaling model Dividen yang diperlukan untuk
memberikan informasi positif dari manajer yang well-informed ke
pemegang saham yang poorly-informed.
8.3 Dividend Policy in Frictionless Capital Markets
Modigliani dan Miller (1961) dalam menganalisa bahwa kebijakan dividen
menggunakan asumsi pasar sempurna, perilaku rasional , dan adanya kepastian. Asumsi
yang dikemukakan yaitu :
1. Semua pembeli dan penjual sekuritas tidak ada yang bisa mempengaruhi harga pasar.
2. Semua pedagang sekuritas mempunyai akses yang sama dan tanpa biaya terkait
semua informasi yang relevan.
3. Tidak ada biaya.
4. Tidak ada perbedaan tarif pajak atas dividend dan capital gain atau antara laba yang
didistribusikan dan yang tidak didistribusikan.
5. Investor lebih menyukai kekayaan yang banyak daripada sedikit.
6. Investor tidak mempermasalahkan apakah kenaikan perolehan berasal dari dividen
atau capital gain.
7. Setiap investor sangat yakin akan keberhasilan pogram investasi dan laba perusahaan
di masa depan.
8. Karena adanya kepastian tentang masa depan, semua perusahaan mengeluarkan satu
jenis sekuritas yaitu saham biasa.
Dengan adanya asumsi adanya kepastian di masa yang akan datang, maka tingkat return
dapat dihitung dengan rumus berikut :
() + ( + 1) ()
() =
()

Kemudian menghitung harga saham saat ini dengan menggunakan harga saham periode
mendatang ditambah dividen yang dibagikan.
() + ( + 1)
() =
1 + ()

Kesimpulannya adalah bahwa nilai sebuah perusahaan ditentukan sepenuhnya oleh laba
operasi yang sedang dan akan dihasilkan oleh perusahaan tersebut.

Dividends and Aggregate Firm Value


Berikut ini merupakan rumus dari MM untuk menghitung nilai suatu perusahaan:
() + ()( + 1)
() =
1 + ()
An Example of Dividend Irrelevance in the M&M Model
2 perusahaan memiliki aset yang sama besar yaitu 20 Miliyar rupiah.
Llaba operasional sebesar 2 Miliyar rupiah per tahun dengan ROI 10%.
Diasumsikan investor kedua perusahaan meminta return 10% dan setiap
perusahaan memiliki investasi yang menghasilkan NPV 1 Miliyar rupiah.
Jumlah saham yang beredar adalah 100 juta lembar, sehingga nilai per lembar
saham 200 rupiah.
Perusahaan P akan membagikan seluruh labanya sebagai deviden dan akan
menerbitkan saham baru senilai 2 miliyar rupiah.
Perusahaan R menahan seluruh labanya untuk mendanai investasi perusahaan.
Perhitungan :
Perusahaan R menahan seluruh labanya, sehingga deviden = 0. Nilai
perusahaan pada periode t+1 adalah 20 miliyar + 2 miliyar = 22 miliyar (1
lembar saham = 220 rupiah).
() = [() + ( + 1) ()]/()
= [0 + 220 200] / 200 = 10%.
Angka 10% menunjukkan return yang diharapkan oleh investor.
Nilai perusahaan saat ini adalah
V(t) = [D(t) + n(t) p(t+1)] / [1+(t)]
= [0 + 100 juta lembar (220)] / [1,1] = 20 miliyar.
Perusahaan P membagikan seluruh labanya sebagai deviden sebesar 2 miliyar.
Maka, dividend per share nya adalah 2 miliyar / 100 juta lembar saham = 20
rupiah. Untuk mendapatkan dana 2 miliyar di periode berikutnya, maka
perusahaan P menerbitkan saham sebanyak 10 juta lembar saham (2 miliyar /
200 rupiah = 10 juta lembar). Maka, jumlah saham pada periode t+1 adalah 110
juta lembar. Total nilai perusahaan adalah 200 * 110 juta = 22 miliiyar. Maka,
return yang diminta oleh investor dan nilai perusahaan P saat ini adalah
() = [() + ( + 1) ()]/()
= [20 + 200 200] / 200 = 10%
V(t) = [D(t) + n(t) p(t+1)] / [1+(t)]
= [2 miliyar + 100 juta (200)] / 1,1 = 20 miliyar.
Pada perusahaan R, investor mendapat return 10% sepenuhnya dari capital gain
dan jumlah saham yang dimiliki tidak berubah. Pada perusahaan P, investor
mendapat return 10% dari deviden, namun kepemilikan investor akan terdilusi
sebesar kenaikan jumlah saham beredar. Selama kebijakan investasi tidak
berubah, maka kebijakan deviden tidak mempengaruhi nilai perusahaan.
The Importance of Holding Investment Policy Fixed
Masalah yang sering terjadi adalah ketika perusahaan tidak dapat
mempertahankan kebijakan investasi dengan konstan. Sehingga, kebijakan
deviden akan mempengaruhi nilai perusahaan. Contohnya, jika investasi
tambahan pada perusahaan P tidak diperlukan, perusahaan P menilai obligasi
akan menghasilkan return 2 juta dari asetnya sebesar 20 juta, dengan tingkat
return 10% per periode. Perusahaan R akan menghasilkan return yang sama
pula dengan perusahaan P. Tetapi misalnya perusahaan R mengalami
pertumbuhan 10% per tahun dan akan dibandingkan dengan perusahaan P pada
periode yang sama. Menahan laba cenderung akan menghasilkan return yang
lebih tinggi daripada perusahaan yang membagikan labanya. Sebenarnya, yang
menyebabkan perbedaan adalah kebijakan investasinya bukan kebijakan
devidennya.
8.4 Effects of Market Imperfections
Teori ini berasumsi bahwa investor berada pada pasar yang tidak sempurna dimana ada
biaya transaksi, pajak, dan ketidakpastian.
Personal Income Taxes
Jika dalam model Modigliani Miller dimasukkan variabel pajak pendapatan
atas deviden maka perusahaan harus menahan semua laba dan investor
mengambil returnnya dari peningkatan harga saham. Jika pajak atas deviden
sebesar 25%, maka total return yang diterima investor adalah sebesar (1-T) = 1-
0,25 = 0,75 * 2 miliyar = 1,5 miliyar. Investor akan menilai harga saham lebih
rendah yaitu sebesar 200 * 0,75 = 150 rupiah per lembar. Dengan melihat dilusi
kepemilikan ini, maka investor akan mencari perusahaan yang tidak
membagikan deviden.
Jika pendapatan atas capital gain dikenakan pajak, investor akan dikenakan
pajak ketika saham yang dimilikinya tersebut dijual. Karena pajak dapat
ditunda hingga saham tersebut dijual, maka investor lebih suka capital gain
daripada pembagian deviden.
STOCK REPURCHASES
Apabila perusahaan membeli saham yang beredar (stock repurchase), maka
harga saham akan meningkat karena saham yang beredar menjadi berkurang,
sehingga investor mendapat capital gain dari program stock repurchase yang
dilakukan perusahaan. Program stock repurchase juga menghindari pajak,
sehingga investor lebih suka adanya program stock repurchase daripada
pembagian deviden.
Tests for Tax Effects
Untuk menguji pengaruh pajak, ada dua model yang digunakan. Pertama adalah
CAPM, digunakan untuk mengetahui apakah investor meminta return yang
lebih tinggi atas saham yang membagikan deviden lebih besar karena harus
membayar pajak.
EX-DIVIDEND DAY STUDIES
Metode kedua adalah dengan mengamati rata-rata perubahan harga saham pada
hari ex-dividend. Sebelum hari ex-dividend, investor yang membeli saham
berhak menerima deviden. Pada hari ex-dividend, pembeli saham tidak
mempunyai hak atas deviden dan devidend diberikan pada investor yang
membeli sebelum ex-dividend. Investor memiliki pilihan, akan menjual saham
sebelum hari ex-dividend sehingga dapat menjual saham dengan harga yang
lebih tinggi karena berhak mendapat deviden, sehingga investor menerima
capital gain. Atau investor akan menunggu hingga ex-dividend sehingga tetap
berhak menerima deviden namun harga jualnya akan lebih rendah. Jika harga
saham pada hari ex-dividend turun sebesar deviden yang dibayarkan,
seharusnya investor akan menjual saham sebelum ex-dividend, sehingga akan
memperoleh return before tax yang lebih tingggi. Penurunan harga saham saat
ex-dividend disebabkan karena pajak. Ketika dividend yield yang dihasilkan
semakin besar, maka keuntungan investor juga akan semakin besar.
Kelemahan studi ex-dividend adalah tidak dapat dijelaskan alasan penurunan
harga saat ex-dividend padahal investor yang bebas pajak semakin besar
kepemilikannya di pasar modal. Meskipun pajak berpengaruh, ada faktor lain
seperti biaya transaksi sehingga pajak tidak dapat dikenakan langsung pada
semua investor.
Transaction Costs
Biaya transaksi dapat dilihat dari dua sudut pandang. Pertama, dari sudut
pandang investor. Jika investor merasa menjual saham dalam jumlah kecil
secara rutin akan menimbulkan biaya transaksi yang cukup besar, maka
pembayaran deviden lebih menarik bagi investor untuk menjaga likuiditasnya.
Penerimaan deviden tidak dikenakan biaya transaksi dan dana yang diterima
dari deviden dapat digunakan kembali untuk berinvestasi.
Kedua, dari sudut pandang perusahaan yang membagikan deviden.
Argumentasi Modigliani Miller bahwa deviden tidak relevan memakai asumsi
bahwa, jika perusahaan harus menerbitkan saham baru sebagai ganti deviden,
maka tidak ada biaya transaksi atas penerbitan saham baru itu. Jika biaya emisi
saham baru cukup besar, perusahaan akan memilih menahan seluruh labanya
sehingga biaya modal akan lebih rendah. Rupanya, kebijakan deviden tidak
dapat dijelaskan dengan argumentasi adanya biaya transaksi, baik dari
penjualan saham oleh investor maupun penerbitan saham baru oleh perusahaan.
The Residual Theory of Dividend Payments
Dividen sebagai kebijakan residual artinya dividen hanya akan dibayarkan bila
masih ada uang tersisa setelah semua investasi yang menghasilkan Net Present
Value (NPV) positif telah didanai. Dividen sebagai residual merupakan strategi
yang rasional untuk memaksimumkan nilai perusahaan dan dapat digunakan
sebagai penjelas bagi perusahaan pada industri dengan tingkat pertumbuhan
tinggi akan menahan hampir seluruh labanya dan perusahaan di industri yang
kurang berkembang akan membayar dividen lebih tinggi.
Saat perusahaan masih muda atau beberapa saat setelah berdiri cenderung
membagikan dividen dalam jumlah kecil, namun saat perusahaan sudah dewasa
dengan tingkat pertumbuhan menurun akan membagikan dividen yang lebih
tinggi. Kebijakan residual atas dividen berarti perusahaan akan mendanai
semua kesempatan investasi yang menghasilkan NPV positif, berusaha menjaga
struktur modal pada sasaran tertentu, menahan laba untuk menjaga sasaran
struktur modal, dan bila tersisa uang dari laba yang digunakan untuk menjaga
sasaran struktur modal maka akan digunakan sebagai dividen. Alternatif lain
adalah bila perusahaan memutuskan untuk mendanai investasi dengan
menerbitkan saham baru maka laba ditahan akan berkurang sehingga dividen
yang dibayarkan lebih banyak. Intinya, besarnya dividen terakhir setelah
mempertimbangkan besar investasi, besar laba, sasaran struktur modal, dan
keputusan jumlah saham baru yang akan diterbitkan.
Dividends as Transmitters of Information
Dividen sebagai kebijakan residual artinya dividen hanya akan dibayarkan bila
masih ada uang tersisa setelah semua investasi yang menghasilkan Net Present
Value (NPV) positif telah didanai. Dividen sebagai residual merupakan strategi
yang rasional untuk memaksimumkan nilai perusahaan dan dapat digunakan
sebagai penjelas bagi perusahaan pada industri dengan tingkat pertumbuhan
tinggi akan menahan hampir seluruh labanya dan perusahaan di industri yang
kurang berkembang akan membayar dividen lebih tinggi.
Saat perusahaan masih muda atau beberapa saat setelah berdiri cenderung
membagikan dividen dalam jumlah kecil, namun saat perusahaan sudah dewasa
dengan tingkat pertumbuhan menurun akan membagikan dividen yang lebih
tinggi. Kebijakan residual atas dividen berarti perusahaan akan mendanai
semua kesempatan investasi yang menghasilkan NPV positif, berusaha menjaga
struktur modal pada sasaran tertentu, menahan laba untuk menjaga sasaran
struktur modal, dan bila tersisa uang dari laba yang digunakan untuk menjaga
sasaran struktur modal maka akan digunakan sebagai dividen. Alternatif lain
adalah bila perusahaan memutuskan untuk mendanai investasi dengan
menerbitkan saham baru maka laba ditahan akan berkurang sehingga dividen
yang dibayarkan lebih banyak. Intinya, besarnya dividen terakhir setelah
mempertimbangkan besar investasi, besar laba, sasaran struktur modal, dan
keputusan jumlah saham baru yang akan diterbitkan.
Ownership Structure and Dividend Policy
Adanya informasi yang asimetris antara pemegang saham dengan orang dalam
perusahaan (manajer), pembayaran dividen dapat dapat menjadi penyampai
informasi yang terpercaya dan sulit ditiru oleh perusahaan dengan kinerja
lemah. Ketika perusahaan membayar dividen pertama kali, investor dapat
menginterpretasikan bahwa saat ini manajer yakin profitabilitas perusahaan tak
hanya cukup untuk membiayai kesempatan investasi, namun juga dapat
membayarkan dividen. Dividen yang telah dibagikan diyakini oleh investor
bahwa nilainya tidak akan menurun untuk pembagian dividen berikutnya.
Perusahaan yang menaikkan dividen membuktikan keyakinan manajer bahwa
laba perusahaan sudah meningkat ke level baru sehingga dapat
mempertahankan tingkat dividen yang baru dan tetap dapat digunakan untuk
membiayai kesempatan investasi. Penurunan dividen adalah berita buruk, maka
manajer hanya akan menurunkan dividen ketika sudah tidak memiliki pilihan
lain karena kesehatan perusahaan menurun dan belum jelas waktu akan sehat
kembali.
Bukti empiris mendukung pendapat bahwa dividen merupakan penyampai
informasi, berawal dari artikel Lintner (1956) mendokumentasikan bahwa
manajer menetapkan besar dividen dengan sangat hati hati karena tingkat
dividen yang ditetapkan akan menjadi beban tetap perusahaan pada waktu
mendatang. Fama dan Babiak (1968) mendokumentasikan bahwa manajer
sebenarnya memiliki sasaran payout ratio dan pembayaran dividend per share
dikaitkan dengan perkiraan laba yang akan diperoleh perusahaan pada masa
mendatang. Manajer melakukan strategi partial adjustment dalam penetapan
kebijakan dividen terkait perubahan laba yang diperoleh.
Temuan empiris ketiga oleh Aharony dan Swary (198) mendokumentasikan
tentang respon investor di pasar modal terhadap peningkatan, penurunan, dan
tidak berubahnya dividen. Penelitian lain yang mengamati inisiasi dividen,
yaitu pembayaran dividen untuk pertama kali, mendokumentasikan bahwa ada
kenaikan harga saham rata rata sekitar 1,5 sampai 3,5 persen saat diumumkan
inisasi dividen. Kesimpulannya adalah pasar modal bereaksi secara sistematis
dan terprediksi terhadap pengumuman perubahan dividen.

8.5 The Agency Cost/Contracting Model


Agency cost model menjelaskan pembayaran deviden sebagai alat untuk mencoba
memaksimalkan nilai perusahaan yang dilakukan oleh manajer pada beberapa
perusahaan untuk meminimalisasi deadweight costs dari adanya agency conflict antara
manajer dan pemegang saham yang meningkat pada perusahaan publik besar dimana
adanya pemisahan antara kepemilikan dan kontrol.
Secara ringkas, berikut merupakan prediksi agency cost model mengenai hubungan
antara variabel perusahaan dan ekspektasi pembayaran deviden.

Meningkatnya Variabel Pengaruh pada


Pembayaran Dividen

a. Variabel level perusahaan

Tingkat pertumbuhan asset Menurun

Kesempatan investasi dengan NPV positif Menurun

Intensitas modal dalam proses produksi Meningkat

Free cash flows yang dihasilkan Meningkat

Jumlah pemegang saham individual Meningkat

Relatif terkonsentrasinya kepemilikan Menurun

Kepemilikan pemegang saham terbesar Menurun

b. Variabel makro

Biaya transaksi perdagangan sekuritas Meningkat


Tingkat pajak individu atas pendapatan dividen Menurun

Tingkat pajak individu atas capital gain Meningkat

Pentingnya investor institusional Menurun

Peran investor institusional corporate governance Menurun

Relatif pentingnya pasar modal dibandingkan bank Meningkat

Jumlah informasi perusahaan yang disclose Menurun

8.6 The Signaling Model


Model pensinyalan dibangun sebagai upaya memaksimumkan nilai perusahaan lewat
pembayaran dividen dengan asumsi ada informasi asimetris antara manajer dan
pemegang saham. Model ini muncul berdasar ide manajer perusahaan prospek
keuangannya benar bagus tak dapat menyampaikan informasi yang handal pada investor
yang tidak berinformasi tanpa biaya, karena penyampaian informasi tanpa biaya dari
perusahaan bagus akan dapat ditiru oleh perusahaan dengan prospek tidak bagus. Akibat
informasi yang diberikan hampir sama oleh semua perusahaan, sehingga investor
akhirnya menganggap bahwa semua perusahaan memiliki prospek yang sama.
Perusahaan yang benar bagus berinsentif menyampaikan informasi yang memberatkan
tetapi tetap dapat dipenuhi oleh perusahaan tersebut namun informasi ini tidak mungkin
ditiru oleh perusahaan dengan kinerja buruk. Informasi yang bersifat seperti ini disebut
sinyal dan dividen merupakan suatu informasi yang memenuhi kreiteria sebagai sinyal
tersebut. Dividen dipandang memberatkan bagi perusahaan yang membayarnya karena
perusahaan harus selalu sedia sejumlah kas dalam jumlah yang relatif tetap untuk
pembayaran dividen masa depan. Pembayaran dividen juga mengurangi kesempatan
perusahaan menjalankan investasi yang menghasilkan NPV positif. Perusahaan yang
kinerjanya buruk tidak dapat meniru dengan membayar dividen dalam jumlah besar
karena tidak memiliki kas yang cukup atau bila tetap membayar dividen maka dana
untuk pengembangan investasi menjadi tak ada dan ini akan memperburuk kinerja
perusahaan. Hasilnya berupa pemisahan ekuilibrium yang tampak dari perusahaan yang
bagus akan memberi sinyal dan harga saham meningkat.
Tindakan perusahaan memberi sinyal dengan pembayaran dividen sebenarnya sebuah
tindakan penghamburan, namun perusahaan dengan prospek bagus dapat menutup biaya
sinyal ini di kemudian hari karena dapat menjual saham baru dengan harga yang lebih
tinggi. Bhattacharya (1979) menekankan penggunaan cash flows operasi Miller dan
Rock (1985) menekankan hilangnya kesempatan investasi, dan John dan Williams
(1985) menekankan penghamburan dari sisi investor karena harus membayar pajak
dalam jumlah banyak. Model tersebut memiliki ide dasar yang sama bahwa dividen
merupakan sinyal yang membebani nilai perusahaan yang berada dalam pasar modal
yang bercirikan informasi asimetris antara manajer dan pemegang saham, namun mereka
tetap bertahan hidup karena ini merupakan cara yang termurah untuk membangun
kredibilitas di mata investor yang kurang informasi.
Model pensinyalan konsisten dengan observasi bahwa dividend payout berhubungan
dengan profitabilitas dan perusahaan yang memiliki free cash flows besar membayarkan
dividen dalam jumlah besar. Model pensinyalan ini juga konsisten dengan observasi
bahwa pasar merespon dengan harga yang meningkat signifikan saat ada inisiasi dan
peningkatan dividen serta menurun dalam jumlah besar saat ada pemotongan dividen.
Empirical Assessment
Seberapa besar signaling models dapat menjelaskan perilaku deviden? Sebagai
contoh, arus kas dari signaling model konsisten dengan observasi bahwa
pembayaran deviden mengikuti arah dari profitabilitas perusahaan dan bahwa
perusahaan yang menghasilkan keuntungan ambunt dari arus kas bebas paling
banyak dari pembayaran deviden yang tinggi.
Disisi lain signaling model jga memiliki kelemaham empiris dimana signaling
model mewarkan prediksi yang sedikit memperhatikan varietas dari pembayaran
deviden antar industri.

You might also like