You are on page 1of 16

Konferensi Akuakultur Indonesia 2013

Karakterisasi Molekuler Gen Penyandi Kitinase Bakteri Asal Limbah Udang


dan Kepiting sebagai Anti Saprolegnia
Ibnu Dwi Buwono1, Hanif Sri Wahyuni2 dan Roffi Grandiosa3
1
Staf pengajar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran
2
Alumni Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran
3
Staf pengajar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran
Korespondensi : ibnudw1@yahoo.com

Abstract
Ibnu Dwi Buwono, Hanif Sri Wahyuni and Roffi Grandiosa. 2013. Molecular Characterization
of Genes Encoding Chitinase of The Bacterial Origin Shrimp and Crabs Waste as anti Saprolegnia.
Konferensi Akuakultur Indonesia 2013. Mortality in the eggs of freshwater fish can reach 80% due to
fungal pathogen infection (Saprolegnia sp.) resulted in low fry production and fish eggs. Saprolegnia growth
inhibition using the biologically effective chitinolytic bacteria applied, therefore chitinase enzyme produced
is able to lysis fungal cell walls that contain chitin as the main composition. Isolation and characterization of
genes encoding chitinase of bacterial origin shrimp and crabs waste is needed to verify the functional domain
coding sequences containing sequences encoding the enzyme catalytic site and the binding of chitin as an anti
Saprolegnia. This research uses experimental exploratory method to obtain sequences of genes encoding
chitinase bacterial origin of shrimp and crabs waste. The encoding gene sequencing results were analyzed by
bioinformatics with blastn for nucleotide sequence alignment and blastx for amino acid sequences.
Functional domains of chitinase and prediction of protein three-dimensional structures of enzymes were
analyzed using the program SIB (Swiss Institute of Bioinformatic) Expasy
(http://www.expasy.org/vg/index.protein). Isolate pure bacterial origin shrimp and crabs waste has
chitinolytic index was relatively high (2.12 mm and 1.99 mm) and inhibition zone of crabs waste bacterial
(11.59 mm) was higher than the original shrimps waste (6.005 mm) on the growth of mycelium and
Saprolegnia hyphae. Genes encoding chitinase bacterial origin of shrimp and crabs waste obtained with the
process starting from genomic DNA extraction from pure bacterial culture results are then used as a template
for chitinase DNA synthesis by PCR (Polymerase Chain Reaction). Amplification results of the chitinase
gene with primers Chie-F (5'-CTAGACAACTTTTTGTATAGGAGTGTTGATATG-3 ') and Chie-R
(5'-CGATTGATGAGGGCTAATTATAGTTTTACTTTG-3') of 1200 bp. Analysis of amino acid residues of
chitinase using blastx program (forward) showed that bacterial chitinase genes from shrimp waste has a high
similarity (96%) with Bacillus thuringiensis chitinase sequences (no. accession YP003665928.1) and crabs
waste bacterial chitinase sequences 99% identical with Bacillus cereus (no. accession WP000932552.1).
Detection of functional domains B. thuringiensis and B. cereus with SIB Expasy obtained catalytic site,
active site binding of chitin, the signal peptide, N-glycosylation, two cysteine residues and transmembrane
helix as a molecular characteristic enzyme. Differences in three-dimensional molecular structure of chitinase
B. thuringiensis and B. cereus associated with differences in the amount of each composition amino acids.

Keywords: Anti Saprolegnia; Bacteria shrimp and crabs waste; Chitinase; Molecular characterization

Abstrak
Mortalitas pada telur-telur ikan air tawar dapat mencapai 80% akibat infeksi jamur patogen
(Saprolegnia sp.) menyebabkan rendahnya produksi telur dan benih ikan. Penghambatan pertumbuhan
Saprolegnia secara biologis menggunakan bakteri kitinolitik efektif diterapkan, oleh karena enzim kitinase
yang diproduksi mampu melisiskan dinding sel jamur yang mengandung kitin sebagai penyusun utama.
Isolasi dan karakterisasi gen penyandi kitinase bakteri asal limbah udang dan kepiting diperlukan untuk
memverifikasi domain fungsional sekuen penyandi sekuen penyandi yang mengandung tapak katalitik enzim
dan pengikatan kitin sebagai anti Saprolegnia. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen secara
eksploratif untuk memperoleh sekuen gen penyandi kitinase bakteri asal limbah udang dan kepiting. Hasil
sekuensing gen penyandi tersebut dianalisis secara bioinformatik dengan program blastn untuk pensejajaran
sekuen nukleotida dan blastx untuk sekuen asam amino. Domain fungsional kitinase dan prediksi struktur
tiga dimensi protein enzim dianalisis menggunakan program SIB (Swiss Institute of Bioinformatic) Expasy
(http://www.expasy.org/vg/index.protein). Isolat murni bakteri asal limbah udang dan kepiting memiliki
indeks kitinolitik relatif cukup tinggi (2,12 mm dan 1,99 mm) serta zona hambat bakteri limbah kepiting

108
Konferensi Akuakultur Indonesia 2013

(11,59 mm) lebih tinggi dibanding asal limbah udang (6,005 mm) terhadap pertumbuhan miselium dan hifa
Saprolegnia. Gen penyandi kitinase bakteri asal limbah udang dan kepiting diperoleh dengan proses yang
dimulai dari ekstrasi DNA genom bakteri hasil kultur murni yang selanjutnya digunakan sebagai cetakan
(template) untuk sintesis DNA kitinase dengan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Hasil amplifikasi
gen kitinase tersebut dengan primer ChiE-F (5-CTAGACAACTTTTTGTATAGGAGTGTTGATATG-3)
dan ChiE-R (5-CGATTGATGAGGGCTAATTATAGTTTTACTTTG-3) sebesar 1200 bp. Analisis asam
amino residu kitinase menggunakan program blastx (forward) menunjukkan bahwa gen kitinase bakteri
limbah udang memiliki kemiripan tinggi (96%) dengan sekuen kitinase Bacillus thuringiensis (no. aksesi
YP003665928.1) dan sekuen kitinase bakteri limbah kepiting identik 99% dengan Bacillus cereus (no. aksesi
WP000932552.1). Deteksi domain fungsional B. thuringiensis dan B. cereus dengan SIB Expasy diperoleh
situs katalitik, tapak aktif pengikatan kitin, sinyal peptida, N-glikosilasi, dua residu cysteine dan helix
transmembran sebagai ciri molekul enzim. Perbedaan struktur tiga dimensi molekul kitinase B. thuringiensis
dan B. cereus berkaitan dengan perbedaan jumlah masing-masing asam amino penyusunnya.

Kata kunci: Anti saprolegnia; Bakteri limbah udang dan kepiting; Kitinase; Karakterisasi molekuler

Pendahuluan

Infeksi jamur patogen pada kulit tubuh induk ikan selama kegiatan pembenihan menjadi
kendala cukup serius karena menyebabkan rendahnya produksi telur dan benih ikan (Bruno dan
Wood, 1999). Mortalitas akibat infeksi jamur ini (terutama genus Saprolegnia sp. dan Achlya sp.)
mencapai 80100%, sehingga diperlukan pencegahan serangan patogen tersebut menggunakan
bahan-bahan kimiawi atau biologis untuk pengobatan penyakit jamur.
Bahan kimiawi yang selama ini digunakan dalam pencegahan serangan patogen jamur
Saprolegnia adalah malachyte green, namun bahan tersebut berbahaya bagi kesehatan manusia
karena bersifat karsinogenik (Van West, 2006). Mengingat residu bahan kimia untuk pengendalian
Saprolegnia dapat mempengaruhi lingkungan perairan usaha budidaya ikan, diperlukan bahan anti
Saprolegnia dari mikroorganisme yang relatif tidak menimbulkan efek toksik (Patil et al., 2000).
Bakteri kitinolitik sangat berlimpah dalam limbah industri pengolahan cangkang udang dan
kepiting serta bermanfaat sebagai agen pengendali jamur patogen, oleh karena kemampuannya
memproduksi kitinase yang dapat menghidrolisis dinding sel jamur Saprolegnia karena sebagian
besar dinding sel jamur tersusun atas kitin. Berdasar fungsi biologisnya sebagai anti Saprolegnia,
kitinase diperlukan dalam kegiatan pembenihan ikan untuk perlindungan dari serangan jamur
patogen tersebut (Maria et al., 2010).
Isolasi dan karakterisasi gen penyandi kitinase bakteri kitinolitik dari limbah udang dan
kepiting sangat diperlukan untuk memverifikasi domain fungsional pada sekuen gen penyandi
tersebut, khususnya domain katalitik yang berperan dalam hidrolisis kitin dan domain pengikatan
kitin sebagai substrat enzim (Wang et al., 2001 ; Zhong et al., 2005 ; Okay dan Ozcengiz, 2009).
Jenis bakteri yang hanya memiliki domain katalitik terhadap Saprolegnia dan domain pengikatan
kitin pada sekuen gen penyandi kitinase tersebut yang dicari dalam limbah udang dan kepiting
sebagai target penelitian tersebut. Spesies bakteri kitinolitik dalam industri pengolahan udang dan
kepiting di Indonesia yang memiliki aktivitas kitinolitik dan anti Saprolegnia yang relatif tinggi
untuk mendegradasi kitin dari jamur Saprolegnia masih terbatas dikaji, sehingga diperlukan
penelitian tentang hal ini.

Materi dan Metode

Penelitian ini mencakup tiga tahap pengerjaan, yaitu kultur murni bakteri kitinolitik, uji
aktivitas kitinolitik dan aktivitas anti Saprolegnia serta amplifikasi dan analisis sekuen penyandi
kitinase. Sampel produk amplifikasi gen penyandi kitinase dari bakteri asal limbah udang dan
kepiting dikirimkan ke PT. Genetika Science Indonesia (1 st Base Singapore) untuk dilakukan
sekuensing.
Sampel limbah cangkang udang dan kepiting diperoleh dari tempat pelelangan ikan
Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Cirebon. Kultur murni bakteri kitinolitik dan isolasi DNA

109
Konferensi Akuakultur Indonesia 2013

genom bakteri dan amplifikasi gen penyandi kitinase dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi
Perikanan dan Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran.
Materi
Peralatan utama yang digunakan, meliputi : refrigerated microcentrifuge, laminar air flow,
shaking waterbath, shaking incubator, oven incubator, thermal cycler, seperangkat unit
elektroforesis, ultraviolet (UV)-transilluminator, mikropipet, hot plate magnetic stirrer, timbangan
mikro, vortex-mixer, autoclave, jangka sorong digital dan kamera digital.
Bahan utama yang dipergunakan, yaitu bahan kimia pengawet sampel limbah udang dan
kepiting (NaCl fisiologis, es curai), pembuatan koloidal kitin (cangkang udang, HCl pekat, NaOH
10 N, akuades, glass-wool), media selektif bakteri kitinolitik (medium agar kitin, alkohol 70%,
NaCl fisiologis, limbah udang dan kepiting, akuades), media kultur Saprolegnia (PDA/Potato
Dextrose Agar, kloramfenikol, biakan murni Saprolegnia sp.), medium kultur cair (nutrient broth,
koloidal kitin, akuades), isolasi DNA genom bakteri (Wizard Genomic DNA kit), amplifikasi gen
penyandi kitinase (primer ChiE-F dan ChiE-R, DNA template, go taq green master mix, nuclease
free water) dan elektroforesis (serbuk agarose, tris-borate EDTA (TBE), ethidhium bromide (EtBr),
marker DNA ladder 1 kb).
Metode
Penelitian dilakukan menggunakan metode eksperimen secara eksploratif untuk memperoleh
sekuen gen penyandi kitinase bakteri asal limbah udang dan kepiting. Data berupa sekuen asam
amino penyandi kitinase diverifikasi secara bioinformatik menggunakan analisis kesejajaran lokal
(local alignment) berdasarkan sekuen asam amino dan basa nukleotida melalui program blastn dan
blastx secara on-line untuk determinasi domain fungsional enzim kitinase. Prediksi struktur tiga
dimensi protein kitinase, sinyal peptida, domain fungsional (katalitik dan pengikatan kitin),
transmembran helix, N-glikosilasi dan tapak aktif pengikatan kitin dari kitinase bakteri dianalisis
berdasarkan sekuen asam amino menggunakan program SIB (Swiss Institute of Bioinformatic)
Expasy (http://www.expasy.org/vg/index.protein).
Koloidal kitin dibuat mengikuti prosedur Ilmi (2007) dan Agustin (2013). Cangkang udang
sebanyak 10 g dilarutkan dalam 200 mL HCl pekat dan diinkubasi semalam pada suhu 4 oC.
Larutan kemudian disaring dengan glass-wool dan ditambahkan 100 mL akuades dingin serta
NaOH 10 N untuk menetralkan keasaman larutan. Agar terbentuk endapan, dilakukan sentrifugasi
dingin (4oC) pada kecepatan 8000 rpm, kemudian endapan dikumpulkan dan dicuci dengan
akuades dingin serta disentrifugasi kembali. Penyucian dilakukan berulang hingga didapatkan
endapan berwarna putih kecoklatan yang merupakan koloidal kitin (Usharani dan Gowda, 2010).
Kultur bakteri dari limbah udang dan kepiting dilakukan dalam medium agar kitin (2 g agar
ditambah 2 g koloidal kitin) yang ditambahkan 100 mL akuades dan dilarutkan dengan
memanaskan pada hot plate magnetic stirrer serta disterilisasi dalam autoclave. Medium tersebut
kemudian dituangkan ke dalam cawan petri dan dibiarkan hingga memadat, kemudian dilanjutkan
dengan pengambilan 1 mL sampel limbah udang atau kepiting menggunakan mikropipet serta
dipindahkan ke dalam tanung reaksi yang sudah diisi 9 mL NaCl fisiologis steril. Tahap berikutnya,
dilakukan pengenceran hingga 10-1 (Agustin, 2013), dan disimpan dalam oven incubator (suhu
30oC) selama 2 hari.
Proses pemurnian koloni bakteri, dilakukan pada koloni yang telah dikultur 2 hari pada
medium agar kitin, dengan mengambil koloni yang terpisah berdasar bentuk dan warna
menggunakan jarum ose steril dan menginokulasikannya ke dalam cawan petri baru yang berisi
medium agar kitin dengan teknik gores (Usharani dan Gowda, 2010). Proses tersebut diulangi
hingga mendapatkan isolat bakteri murni dimana hanya terdapat koloni bakteri yang sama dengan
koloni bakteri yang ditumbuhkan pada cawan petri lain.
Pengujian keberadaan kitinase dari koloni murni yang telah diperoleh dilakukan dengan
menginokulasikan isolat tunggal ke dalam cawan petri yang berisi medium MGMC (Medium
Garam Minimum Chitin) padat yang telah disterilisasi dengan metode titik (Ilmi, 2007 ; Agustin,
2013). Pengukuran zona bening (zona hambat) yang dihasilkan sebagai indikator aktivitas

110
Konferensi Akuakultur Indonesia 2013

kitinolitik bakteri terhadap substrat MGMC dengan formula penghitungan indeks kitinolitik (Gohel
et al., 2006), yaitu indeks kitinolitik = rata-rata diameter zona bening : rata-rata diameter koloni
bakteri. Jika nilai indeks kitinolitik sama atau lebih dari 2,0 menunjukkan aktivitas enzim kitinase
yang relatif tinggi.
Uji anti Saprolegnia dilakukan mengikuti prosedur Agustin (2013), yang menginokulasikan
isolat murni bakteri yang memiliki indeks kitinolitik tertinggi ke dalam cawan petri yang berisi
biakan murni Saprolegnia sp. dalam medium PDA. Isolat bakteri kitinolitik digoreskan pada
medium PDA disekeliling jamur dengan jarak 2 cm agar membentuk bidang persegi. Biakan
bakteri dan jamur tersebut diinkubasi selama 4 hari pada suhu 30oC, dan dilanjutkan dengan
pengukuran zona hambat menggunakan jangka sorong digital.
Isolasi DNA genom bakteri kitinolitik yang memiliki aktivitas kitinase dan anti Saprolegnia
tersebut merujuk pada protokol teknis kit Wizard Genomic DNA (Promega, USA). Lebih lanjut
DNA bakteri hasil isolasi tersebut digunakan sebagai template (cetakan) untuk mengamplifikasi
gen penyandi kitinase menggunakan primer ChiE-F
(5-CTAGACAACTTTTTGTATAGGAGTGTTGATATG-3) dan ChiE-R
(5-CGATTGATGAGGGCTAATTATAGTTTTACTTTG-3) (Usharani dan Gowda, 2010).
Amplifikasi sekuen gen penyandi kitinase dari DNA genom bakteri menggunakan formula
campuran reaksi PCR (Polimerization Chain Reaction) sebagai berikut : 12,5 L go taq green
master mix; 1,25 L primer ChiE-F; 1,25 L primer ChiE-R; 2 L DNA template dan 8 L
nuclease free water yang dimasukkan ke dalam mikrotube 0,2 mL. Mikrotube tersebut kemudian
dimasukkan ke thermal cycyler dengan pengaturan program PCR sebagai berikut : pra denaturasi
selama 3 menit pada suhu 94oC; denaturasi selama 1 menit pada suhu 94oC; annealing selama 40
detik pada suhu 56oC; ekstensi selama 1 menit pada suhu 72oC dan ekstensi akhir selama 5 menit
pada suhu 72oC, dengan jumlah siklus 32 kali (Agustin, 2013).
Keberadaan fragmen DNA penyandi kitinase dianalisis dengan elektroforesis gel agarose
1% (40 g serbuk agarose dalam 40 mL TBE 0,5 x). Running elektroforesis dilakukan pada 75 volt
selama 70 menit dan dilanjutkan dengan perendaman gel dalam EtBr selama 15 menit serta
pencucian dengan akuades steril selama 10 menit, kemudian dilakukan dokumentasi fragmen hasil
PCR pada UV transilluminator dengan kamera digital. Produk PCR tersebut digunakan sebagai
sampel untuk pengerjaan sekuensing oleh 1 st Base Singapore. Verifikasi sekuen penyandi kitinase
dari isolat bakteri asal limbah udang dan isolat bakteri asal limbah kepiting menggunakan Blast-X
berdasar sekuen asam amino serta program SIB Expasy untuk analisis domain fungsional sekuen
penyandi tersebut.

Hasil dan Pembahasan

Kultur murni bakteri kitinolitik


Bakteri dengan indeks kitinolitik tertinggi asal limbah udang dan kepiting telah berhasil
diisolasi dan diseleksi menjadi kultur murni dengan teknik streak plate (metode gores)
menggunakan jarum ose. Isolat bakteri kitinolitik asal limbah udang (isolat B1) dan isolat asal
limbah kepiting (isolat D1) dengan indeks kitinolitik masing-masing 2,12 mm dan 1,99 mm
disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Isolat murni bakteri kitinolitik dari limbah udang (B1) dan limbah kepiting (D1).
No Kode Isolat Gambar Warna Koloni
1 B1 Putih

111
Konferensi Akuakultur Indonesia 2013

2 D1 Putih susu

Sumber : Agustin (2013).

Hasil pemurnian bakteri kitinolitik asal limbah udang dan kepiting yang disajikan pada Tabel
1 menunjukkan isolat bakteri yang berbeda-beda. Pada bakteri yang diisolasi dari limbah udang
terdapat kesamaan warna koloni yaitu berwarna putih (isolat B1). Pada isolat B1 warna putih
bakteri masih terlihat mengikuti goresan ketika bakteri digoreskan.. Pada bakteri yang diisolasi dari
limbah kepiting (isolat D1) terdapat persamaan warna dengan bakteri yang diisolasi dari limbah
udang (isolat B1) yaitu berwarna putih. Apabila diamati lebih jelas, bakteri yang berwarna putih
pada isolat B1 terlihat lebih tebal dibandingkan dengan bakteri yang berwarna putih isolat D1
(warna putih susu).
Menurut Cappuccino dan Sherman (2005), perbedaan warna koloni pada bakteri terjadi
karena pigmen intraseluler yang dihasilkan oleh bakteri. Keberadaan isolat bakteri yang memiliki
keragaman koloni sesuai dengan yang dikemukakan oleh Suryanto dan Munir (2006), bahwa
bakteri kitinolitik memiliki warna putih, dan putih susu. Hal ini sesuai dengan hasil pemurnian
bakteri yang berasal dari limbah udang dan limbah kepiting.
Uji Aktivitas Kitinolitik
Pengujian aktivitas kitinolitik dilakukan untuk mengetahui bakteri mana yang dapat
menghasilkan enzim kitinase dengan menggunakan media yang mengandung kitin. Hal ini
bertujuan untuk melihat zona bening yang dihasilkan bakteri. Hasil pengukuran uji aktivitas
kitinolitik disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Uji Aktivitas Kitinolitik Isolat Bakteri Asal Limbah Udang dan Kepiting.
Kode Isolat Diameter Zona Bening (mm) Diameter koloni bakteri (mm) Indeks
I II Rata-rata I II Rata-rata Kitinolitik
(mm)
B1 12,05 13,01 12,53 6,05 5,94 5,9 2,12
D1 11,39 10,45 10,92 5,25 5,71 5,48 1,99
Sumber : Agustin (2013).

Zona bening di sekitar koloni bakteri (Gambar 1) terbentuk akibat produksi enzim kitinase
yang disekresikan keluar oleh sel bakteri untuk memecah makromolekul kitin (medium agar kitin)
menjadi molekul kitin yang lebih kecil. Molekul kitin tersebut dimanfaatkan sel bakteri sebagai
sumber karbon dan energi (Gal et al., 2009).

Zona bening

Koloni bakteri

Gambar 1. Hasil Pengujian Aktivitas Kitinolitik.

112
Konferensi Akuakultur Indonesia 2013

Aktivitas kitinolitik bakteri dalam pemutusan ikatan -1-4-glikosidik pada kitin di dalam
medium agar kitin menghasilkan produk hidrolisis N-asetil-D-glukosamin yang merupakan
oligomer pendek, ditandai dengan terbentuknya zona bening di sekitar koloni, mengindikasikan
terdegradasinya ikatan senyawa kitin (Nasran dkk., 2003). Hasil penelitian Zhong at al. (1997),
menunjukkan bahwa bakteri kitinolitik mampu menghidrolisis kitin yang akan dimanfaatkan
sebagai sumber karbon. Penggunaan koloidal kitin pada uji aktivitas kitinolitik sangat dianjurkan,
oleh karena koloidal kitin merupakan penginduksi efektif bagi kitinase sehingga substrat tersebut
lebih mudah dihidrolisis (Tsujibo et al., 1999).
Uji anti Saprolegnia
Pengujian terhadap aktivitas bakteri kitinolitik dalam menghambat pertumbuhan jamur
Saprolegnia dilakukan dengan mengukur zona hambat di sekitar koloni setelah inokulum bakteri
digoreskan di sekeliling biakan Saprolegnia dengan jarak 2 cm hingga membentuk bidang persegi.
Hasil pengukuran zona hambat bakteri (Gambar 2) terhadap pertumbuhan Saprolegnia sebesar
6,005 mm (isolat B1 asal limbah udang) dan sebesar 11,59 mm (isolat D1 asal limbah kepiting)
disajikan dalam Tabel 3.

Zona hambat Saprolegnia

Gambar 2. Zona hambat bakteri sebagai anti Saprolegnia pada isolat B1 dan D1 (tanda panah merah).

Kemampuan bakteri kitinolitik baik yang berrasal dari limbah udang maupun limbah
kepiting efektif dalam menghentikan pertumbuhan Saprolegnia yang tidak dapat tumbuh di sekitar
koloni bakteri (terisolir di dalam goresan persegi), seperti terlihat pada Gambar 2. Isolat bakteri
asal limbah kepiting (isolat D1) memiliki anti Saprolegnia relatif tinggi dari pada bakteri asal
limbah udang (isolat B1) yang ditunjukkan dengan zona hambat tertinggi (11,59 mm) terhadap
pertumbuhan Saprolegnia. Bukti ini juga diperoleh dari penelitian Huang et al. (2005), bahwa
kitinase dari B. cereus strain 28-9 menunjukkan 84% penghambatan pertumbuhan miselium dan
hifa jamur Saprolegniai sp.
Aktivitas kitinolitik bakteri tersebut ditandai dengan ketidakmampuan hifa jamur
Saprolegnia untuk tumbuh melewati goresan inokulum koloni bakteri (Agustin, 2013).
Penghambatan pertumbuhan Saprolegnia ini disebabkan sekresi kitinase oleh koloni bakteri yang
mendegradasi dinding sel hifa jamur yang banyak mengandung kitin sebagai penyusun utama
dinding sel jamur (Patil et al., 2000 ; Huang et al., 2005).
Isolasi DNA genom bakteri
Hasil isolasi DNA yang berasal dari bakteri kitinolitik asal limbah udang (isolat B1) dan asal
limbah kepiting (isolat D1) setelah running elektroforesis gel agarose 1% disajikan dalam Gambar 3.

113
Konferensi Akuakultur Indonesia 2013

M A1 A2 B2 B1 D2 D1

10.000 DNA genom bakteri


bp

250
bp

Gambar 3. Isolat DNA genom bakteri kitinolitik.

Keterangan : M = marker DNA ladder 1 kb


A1 dan A2 = isolat DNA bakteri asal limbah udang (zona hambat rendah)
B2 = isolat DNA bakteri asal limbah udang (zona hambat rendah)
D2 = isolat DNA bakteri asal limbah kepiting (zona hambat rendah)
B1 = isolat DNA bakteri asal limbah udang (zona hambat tinggi)
D1 = isolat DNA bakteri asal limbah kepiting (zona hambat tinggi)

Berdasarkan ukuran fragmen dari marker DNA ladder 1 kb, DNA mengandung ekson dan
intron, sehingga ukuran fragmennya relatif panjang ( di atas pita 10.000 bp dari marker). Dengan
demikian fragmen DNA genom dari bakteri isolat B1 dan D1 terdeteksi melalui gel agarose 1%
(Gambar 3). Hasil isolasi dari isolat B1 dan D1 (zona hambat tinggi) tersebut selanjutnya
digunakan sebagai DNA template untuk primer ChiE-F dan ChiE-R dalam amplifikasi gen
penyandi kitinase.
Amplifikasi dan sekuensing gen penyandi kitinase
Amplikon yang dihasilkan dalam proses PCR menggunakan primer ChiE-F dan ChiE-R
berukuran sekitar 1200 bp yang mengandung sekuen gen penyandi kitinase dari bakteri isolat B1
dan D1 (Gambar 4).

bp
bp

1200 bp (gen penyandi kitinase)

Gambar 4. Amplikon gen penyandi kitinase isolat bakteri B1 dan D1.


Keterangan : M = marker DNA ladder 1 kb
B1 = fragmen gen kitinase dari isolat bakteri kitinolitik asal limbah udang
C1 = fragmen gen kitinase dari isolat bakteri kitinolitik asal limbah udang (zona hambat
Saprolegnia rendah)
D1 = fragmen gen kitinase dari isolat bakteri kitinolotik asal limbah kepiting

114
Konferensi Akuakultur Indonesia 2013

Ukuran fragmen penyandi kitinase (1200 bp) dari isolat B1 dan D1 ini (Gambar 4) juga
relatif sama dengan ukuran fragmen kitinase dari Bacillus thuringiensis hasil penelitian Usharani
dan Gowda (2010) sebesar 1129 bp. Dengan demikian sekuen penyandi enzim kitinase dari bakteri
asal limbah udang dan kepiting telah berhasil diamplifikasi. Produk PCR amplikon kitinase ini
selanjutnya digunakan sebagai sampel untuk proses sekuensing.
Analisis bioinformatik sekuen penyandi kitinase
Gen penyandi kitinase dari isolat bakteri asal limbah udang dari arah forward (Gambar 5)
memiliki kemiripan dengan sekuen asam amino residu yang terdapat pada bankgen yang
menyandikan protein enzim kitinase. Hasilnya 96% identik dengan sekuen asam amino penyandi
eksokitinase dari Bacillus thuringiensis (nomor aksesi YP003665928.1). Berdasarkan homologi
sekuen penyandi kitinase tersebut, maka isolat bakteri kitinolitik yang memiliki anti Saprolegnia
asal limbah udang adalah Bacillus thuringiensis (isolat B1).
1 st BASE_1233191_B1_B_F
TAAAAGTTCAATTTTTTTGTTGTATTTTAGTAATGTTCTTACTTCTACCGCTATCCCCTTTCCAAG
CACAAGCAGCAAACAATTTAGGTTCAAAATTACTCGTTGGATATTGGCATAACTTTGATAACGG
TACTGGCATTATTAAATTAAAAGACGTTTCACCAAAATGGGATGTAATCAATGTATCTTTTGGT
GAAACTGGTGGTGATCGTTCCACTGTTGAATTTTCTCCTGTGTATGGTACAGATGCAGACTTCAA
ATCAGATATTTCTTATTTAAAAAGTAAAGGAAAGAAAGTAGTTCTTTCAATAGGTGGACAAAAT
GGAGTCGTTTTACTTCCTGACAATGCCGCTAAGGATCGTTTTATTAATTCCATACAGTCTCTAAT
CGATAAATACGGTTTTGATGGAATAGATATTGACCTTGAATCAGGTATTTACTTAAACGGAAAT
GATACTAATTTCAAAAATCCAACTACTCCCCAAATCGTAAATCTTATATCAGCTATTCGAACAA
TCTCAGATCATTATGGTCCAGATTTTCTATTAAGCATGGCTCCTGAAACAGCTTATGTTCAAGGC
GGTTATAGCGCATATGGAAGCATATGGGGTGCATATTTACCAATTATTTACGGAGTGAAAGATA
AACTAACATACATTCATGTTCAACACTACAACGCTGGTAGCGGGATTGGAATGGACGGTAATAA
CTACAATCAAGGTACTGCAGACTACGAGGTCGCTATGGCAGATATGCTCTTACATGGTTTTCCT
GTAGGTGGTAATGCAAATAACATTTTCCCAGCTCTTCGTTCAGATCAAGTCATGATTGGGCTTCC
AGCAGCACCAGCGGCAGCTCCAAGTGGTGGATACATTTCGCCAACTGAAATGAAAAAAGCTTT
AAATTATATCATTAAAGGAGTTCCGTTCGGAGGAAAGTATAAACTTTCTAACCAGAGTGGCTAT
CCTGCATTCCGCGGCCTAATGTCTTGGTCTATTAATTGGGATGCAAAAAACAACTTCGAATTCTC
AAATAACTATAGAACATATTTTGATGGTCTTTCCTTGCAAAATAACAAAGTAAACTATATTACC
CCCCCCTACCAATCGAAA

Gambar 5. Sekuen kitinase B. thuringiensis (isolat B1) arah forward.

Urutan asam amino yang diperoleh dari hasil sekuensing fragmen penyandi kitinase bakteri
kitinolitik (isolat B1) menggunakan primer spesifik ChiE-F dan ChiE-R setelah disejajarkan
menggunakan program blastx dengan sekuen asam amino gen kitinase pada bank gen hasilnya 99%
identik dengan asam amino penyandi eksokitinase B. thuringiensis (Gambar 6).
exochitinase [Bacillus thuringiensis BMB171]
Sequence ID: ref|YP_003665928.1|Length: 360Number of Matches: 1
Gene-associated gene details
Range 1: 4 to 359GenPeptGraphics

Alignment statistics for match #1


Score Expect Method Identities Positives Gaps Frame
700 bits(1807) 0.0 Compositional matrix adjust. 354/356(99%) 355/356(99%) 0/356(0%) +3

Query 3 KVQFFCCILVMFLLLPLSPFQAQAANNLGSKLLVGYWHNFDNGTGIIKLKDVSPKWDVIN 182


K +FFCCILVMFLLLPLSPFQAQAANNLGSKLLVGYWHNFDNGTGIIKLKDVSPKWDVIN
Sbjct 4 KFKFFCCILVMFLLLPLSPFQAQAANNLGSKLLVGYWHNFDNGTGIIKLKDVSPKWDVIN 63

Query 183 VSFGETGGDRSTVEFSPVYGTDADFKSDISYLKSKGKKVVLSIGGQNGVVLLPDNAAKDR 362


VSFGETGGDRSTVEFSPVYGTDADFKSDISYLKSKGKKVVLSIGGQNGVVLLPDNAAKDR
Sbjct 64 VSFGETGGDRSTVEFSPVYGTDADFKSDISYLKSKGKKVVLSIGGQNGVVLLPDNAAKDR 123

Query 363 FINSIQSLIDKYGFDGIDIDLESGIYLNGNDTNFKNPTTPQIVNLISAIRTISDHYGPDF 542


FINSIQSLIDKYGFDGIDIDLESGIYLNGNDTNFKNPTTPQIVNLISAIRTISDHYGPDF
Sbjct 124 FINSIQSLIDKYGFDGIDIDLESGIYLNGNDTNFKNPTTPQIVNLISAIRTISDHYGPDF 183

115
Konferensi Akuakultur Indonesia 2013

Query 543 LLSMAPETAYVQGGYSAYGSIWGAYLPIIYGVKDKLTYIHVQHYNAGSGIGMDGNNYNQG 722


LLSMAPETAYVQGGYSAYGSIWGAYLPIIYGVKDKLTYIHVQHYNAGSGIGMDGNNYNQG
Sbjct 184 LLSMAPETAYVQGGYSAYGSIWGAYLPIIYGVKDKLTYIHVQHYNAGSGIGMDGNNYNQG 243

Query 723 TADYEVAMADMLLHGFPVGGNANNIFPALRSDQVMIGLpaapaaapSGGYISPTEMKKAL 902


TADYEVAMADMLLHGFPVGGNANNIFPALRSDQVMIGLPAAPAAAPSGGYISPTEMKKAL
Sbjct 244 TADYEVAMADMLLHGFPVGGNANNIFPALRSDQVMIGLPAAPAAAPSGGYISPTEMKKAL 303

Query 903 NYIIKGVPFGGKYKLSNQSGYPAFRGLMSWSINWDAKNNFEFSNNYRTYFDGLSLQ 1070


NYIIKGVPFGGKYKLSNQSGYPAFRGLMSWSINWDAKNNFEFSNNYRTYFDGLSLQ
Sbjct 304 NYIIKGVPFGGKYKLSNQSGYPAFRGLMSWSINWDAKNNFEFSNNYRTYFDGLSLQ 359

Gambar 6. Homologi sekuen kitinase isolat B1 dengan B. thuringiensis (no.aksesi YP003665928.1) (query =
sekuen sampel ; subject = sekuen bankgen).

Didasarkan atas sekuen asam amino pada domain glycosyl hydrolase (Henrissat, 1991),
penggolongan kitinase dan N-acylhexosaminidase dibagi ke dalam tiga famili yaitu
GH18_chitinase; GH19_chitinase dan GH20_chitinase. Baik famili chitinase 18 dan 19 merupakan
penyusun eksokitinase berbagai virus, bakteri dan fungi (jamur). Atas dasar hal ini, maka domain
glycosyl hydrolase isolat bakteri B1 asal limbah udang termasuk dalam famili GH18_chitinase
(Gambar 7).

Gambar 7. Famili kitinase B. thuringiensis asal limbah udang berdasar domain glycosyl hydrolase.

Domain fungsional yang berperan penting dalam mempercepat reaksi kerja enzim kitinase
adalah domain katalitik yang mendegradasi kitin sehingga mampu melarutkan secara sempurna
dinding sel berbagai jamur, termasuk Saprolegnia (sebagai anti Saprolegnia) (Dahiya et al., 2006).
Pada hasil analisis domain fungsional gen penyandi kitinase dari B. thuringiensis (isolat B1) asal
limbah udang dengan program InterProScan (Gambar 8), diperoleh hasil bahwa sekuen asam
amino ke-24 sampai asam amino ke-345 merupakan sekuen domain katalitik enzim yang berkaitan
dengan aktivitas glycosyl hydrolase yang bekerja mengkatalisis asam melibatkan residu-residu
karboksil (Barboza-Corona et al., 2003).

Gambar 8. Domain katalitik B. thuringiensis (isolat B1) (garis tebal warna biru, PF00704 *).
Keterangan * = PF0074-Glycoside hydrolase, catalytic domain

116
Konferensi Akuakultur Indonesia 2013

Secara detail posisi urutan asam amino domain katalitik dari gen penyandi B. thuringiensis
asal limbah udang disajikan dalam Gambar 9, dimulai dari asam amino ke-24 yaitu Asparagin (N)
sampai asam amino ke-345 yakni Arginin (R), yang dianalisis dengan ProtScale SIB Expasy.
ProtScale
User-provided sequence:

67 10 20 24 30 40 50 60
KVQFFCCILV MFLLLPLSPF QAANNLGSKL LVGYWHNFDN GTGIIKLKDV SPKWDVINVS
***** ********** *****
70 80 90 100 110 120
FGETGGDRST VEEFSPVYGT DADFKSDISY LKSKGKKVVL SIGGQNGVVL LPDNAAKDRF

130 133 140 141 150 160 170 180


INSIQSLIDK YG FDGIDIDL E SGIYLNGND TNFKNPTTPQ IVNLISAIRT SDHYGPDFLL
# # #
190 200 210 220 230 240
SMAPETAYVQ GGYSAYGSIW GAYLPIIYGV KDKLTYIHVQ HYNAGSGIGM DGNNYNQGTA

250 260 270 280 290 300


DDYEVAMADM LLHGFPVGGN ANNIFPALRS DQVMILPAAP AAAPSGGYIS PTEMKKALNY

310 320 330 340 345 350


IIKGVPFGGK YKLSNQSGYP AFRGLMSWSI NWDAKNNFEF SNNYRTYFDG LSLQ

SEQUENCE LENGTH: 354

Gambar 9. Domain katalitik kitinase B. thuringiensis asal limbah udang (huruf merah tebal).

Tapak aktiv pengikatan kitin (FDGIDIDLE) pada domain katalitik kitinase pada Gambar 9
di atas ditemukan pada asam amino posisi ke-133 (Phenil alanine, F) sampai asam amino ke-141
(Glutamic acid, E) berdasarkan analisis dengan program ProSite SIB Expasy (huruf merah yang
sangat tebal pada Gambar 9). Tiga residu asam amino DDE (Aspartic acid-137; Aspartic acid-139;
Glutamic acid-141, tanda # Gambar 9) terlibat dalam mempercepat reaksi kerja enzim katalitik
kitinase Bacillus sp. pada ekstrak cangkang kepiting (Serratia marcescens), dan tiga residu asam
amino tersebut konserf dengan kitnase Bacillus circulans; B. licheniformis; B. thuringiensis dan B.
cereus (Zhong et al., 2005). Dua asam amino Cysteine (C) yang terlibat dalam pembentukan ikatan
disulfida molekul kitinase (Zhong et al., 2005), terletak pada urutan ke-6 dan ke-7 pada Gambar 9.
Domain fungsional lain, yaitu sinyal peptida (KVQFFCCILVMFLLLPLSPFQAQAAN) yang penting
dalam menginisasi sintesis protein berupa kitinase tersebut diprediksi berada pada posisi asam
amino ke-1 hingga asam amino ke-24 (huruf dalam kotak pada Gambar 9) berdasarkan program
SignalP 4.1 server. Domain situs N-glikosilasi (program NetNGlyc 1.0 server) dalam sekuen
penyandi kitinase B. thuringiensis asal limbah udang juga ditemukan konserf pada strain Bacillus
lain, terdapat pada posisi asam amino ke-149 sampai ke-152 (NDTN yang diarsir Gambar 9). N-
glikosilasi ini penting sebagai sinyal untuk transpor protein ke permukaan sel (Degani et al., 2006).
Khusus untuk memprediksi domain situs helix (terutama transmembrane helix) dengan program
HMMTOP SIB Expasy sangat diperlukan, karena situs tersebut berperan dalam pembentukan
struktur sekunder protein enzim kitinase. Hasil prediksi situs helix (CCILVMFLLPLSPFQANN)
pada sekuen penyandi kitinase bakteri isolat asal limbah udang ditemukan pada asam amino ke-6
sampai ke-25 (tanda * Gambar 9). Situs helix ini penting untuk aktivitas fungsional enzim kitinase,
dan umumnya memiliki homologi tinggi diantara strain bakteri Bacillus.
Hasil sekuensing gen penyandi isolat bakteri kitinolitik asal limbah kepiting (arah forward)
yang disajikan dalam Gambar 10 memiliki keidentikan relatif tinggi (99%) dengan sekuen
penyandi kitinase Bacillus cereus (no. aksesi WP000932552.1). Hal ini memberi keyakinan bahwa
isolat bakteri asal limbah udang (isolat D1) adalah B. cereus, didasarkan atas keidentikan sekuen

117
Konferensi Akuakultur Indonesia 2013

penyandi gen kitinase isolat tersebut dengan gen kitinase dari strain bakteri yang sama pada
bankgen.
1 st BASE_1233189_D1_B_F
AAAAAGTTCAATTTTTTTGTTGTATTTTAGTAATGTTCTTACTTCTACCGCTATCCCCTTTCCAAG
CACAAGCAGCAAACAATTTAGGTTCAAAATTACTCGTTGGATATTGGCATAACTTTGATAACGG
TACTGGCATTATTAAATTAAAAGACGTTTCACCAAAATGGGATGTAATCAATGTATCTTTTGGT
GAAACTGGTGGTGATCGTTCCACTGTTGAATTTTCTCCTGTGTATGGTACAGATGCAGACTTCAA
ATCAGATATTTCTTATTTAAAAAGTAAAGGAAAGAAAGTAGTTCTTTCAATAGGTGGACAAAAT
GGAGTCGTTTTACTTCCTGACAATGCCGCTAAGGATCGTTTTATTAATTCCATACAGTCTCTAAT
CGATAAATACGGTTTTGATGGAATAGATATTGACCTTGAATCAGGTATTTACTTAAACGGAAAT
GATACTAATTTCAAAAATCCAACTACTCCCCAAATCGTAAATCTTATATCAGCTATTCGAACAA
TCTCAGATCATTATGGTCCAGATTTTCTATTAAGCATGGCTCCTGAAACAGCTTATGTTCAAGGC
GGTTATAGCGCATATGGAAGCATATGGGGTGCATATTTACCAATTATTTACGGAGTGAAAGATA
AACTAACATACATTCATGTTCAACACTACAACGCTGGTAGCGGGATTGGAATGGACGGTAATAA
CTACAATCAAGGTACTGCAGACTACGAGGTCGCTATGGCAGATATGCTCTTACATGGTTTTCCT
GTAGGTGGTAATGCAAATAACATTTTCCCAGCTCTTCGTTCAGATCAAGTCATGATTGGGCTTCC
AGCAGCACCAGCGGCAGCTCCAAGTGGTGGATACATTTCGCCAACTGAAATGAAAAAAGCTTT
AAATTATATCATTAAAGGAGTTCCGTTCGGAGGAAAGTATAAACTTTCTAACCAGAGTGGCTAT
CCTGCATTCCGCGGCCTAATGTCTTGGTCTATTAATTGGGATGCAAAAAACAACTTCGAATTCTC
AAATAACTATAGAACATATTTTGATGGTCTTTCCTTGCAAAATAACAAAGTAAACTATATAGCC
CCCCCTACAATCGAACC

Gambar 10. Sekuen gen penyandi kitinase bakteri limbah kepiting (arah forward).

Hasil pensejajaran (alignment) sekuen penyandi kitinase bakteri asal limbah kepiting
(Gambar 10) dengan sekuen bankgen dengan program blastx untuk menentukan strain bakteri,
diperoleh keidentikan sebesar 99% dengan kitinase dari B. cereus (Gambar 11).
chitinase [Bacillus cereus]
Sequence ID: ref|WP_000932552.1|Length: 360Number of Matches: 1
Related Information
Range 1: 4 to 359GenPeptGraphics

Alignment statistics for match #1


Score Expect Method Identities Positives Gaps Frame
700 bits(1807) 0.0 Compositional matrix adjust. 354/356(99%) 354/356(99%) 0/356(0%) +3

Query 3 KVQFFCCILVMFLLLPLSPFQAQAANNLGSKLLVGYWHNFDNGTGIIKLKDVSPKWDVIN 182


K FFCCILVMFLLLPLSPFQAQAANNLGSKLLVGYWHNFDNGTGIIKLKDVSPKWDVIN
Sbjct 4 KFNFFCCILVMFLLLPLSPFQAQAANNLGSKLLVGYWHNFDNGTGIIKLKDVSPKWDVIN 63

Query 183 VSFGETGGDRSTVEFSPVYGTDADFKSDISYLKSKGKKVVLSIGGQNGVVLLPDNAAKDR 362


VSFGETGGDRSTVEFSPVYGTDADFKSDISYLKSKGKKVVLSIGGQNGVVLLPDNAAKDR
Sbjct 64 VSFGETGGDRSTVEFSPVYGTDADFKSDISYLKSKGKKVVLSIGGQNGVVLLPDNAAKDR 123

Query 363 FINSIQSLIDKYGFDGIDIDLESGIYLNGNDTNFKNPTTPQIVNLISAIRTISDHYGPDF 542


FINSIQSLIDKYGFDGIDIDLESGIYLNGNDTNFKNPTTPQIVNLISAIRTISDHYGPDF
Sbjct 124 FINSIQSLIDKYGFDGIDIDLESGIYLNGNDTNFKNPTTPQIVNLISAIRTISDHYGPDF 183

Query 543 LLSMAPETAYVQGGYSAYGSIWGAYLPIIYGVKDKLTYIHVQHYNAGSGIGMDGNNYNQG 722


LLSMAPETAYVQGGYSAYGSIWGAYLPIIYGVKDKLTYIHVQHYNAGSGIGMDGNNYNQG
Sbjct 184 LLSMAPETAYVQGGYSAYGSIWGAYLPIIYGVKDKLTYIHVQHYNAGSGIGMDGNNYNQG 243

Query 723 TADYEVAMADMLLHGFPVGGNANNIFPALRSDQVMIGLpaapaaapSGGYISPTEMKKAL 902


TADYEVAMADMLLHGFPVGGNANNIFPALRSDQVMIGLPAAPAAAPSGGYISPTEMKKAL
Sbjct 244 TADYEVAMADMLLHGFPVGGNANNIFPALRSDQVMIGLPAAPAAAPSGGYISPTEMKKAL 303

Query 903 NYIIKGVPFGGKYKLSNQSGYPAFRGLMSWSINWDAKNNFEFSNNYRTYFDGLSLQ 1070


NYIIKGVPFGGKYKLSNQSGYPAFRGLMSWSINWDAKNNFEFSNNYRTYFDGLSLQ
Sbjct 304 NYIIKGVPFGGKYKLSNQSGYPAFRGLMSWSINWDAKNNFEFSNNYRTYFDGLSLQ 359

Gambar 11. Sekuen penyadi kitinase Bacillus cereus (arah forward) asal limbah kepiting.
(query = sekuen sampel ; subject = sekuen bankgen)

118
Konferensi Akuakultur Indonesia 2013

Khusus untuk mendeterminasikan penggolongan famili kitinase isolat B. cereus asal limbah
kepiting didasarkan atas glycosyl hydrolase dan N-acylhexosaminidase menggunakan program
blastn dan hasilnya diperoleh bahwa sekuen kitinase B. cereus tersebut termasuk famili GH18
chitinase (Gambar 12).
Putative conserved domains have been detected, click on the image below for detailed results.

Gambar 12. Famili kitinase Bacillus cereus asal limbah udang berdasar domain glycosyl hydrolase.

Hasil analisis gen penyandi kitinase bakteri asal limbah kepiting (Gambar 11) dengan
InterProScan untuk mendeterminasi domain fungsional, ditunjukkan bahwa domain katalitik, tapak
aktiv pengikatan kitin, sinyal peptida dan daerah transmembran dari sekuen tersebut dapat dideteksi
(Gambar 13).

Gambar 13. Domain fungsional kitinase B. cereus limbah kepiting (glycoside hydrolase, catalytic domain;
glycoside hydrolase, chitinase active site; signal-P; transmembran regions).

Posisi domain katalitik kitinase bakteri asal limbah kepiting (Gambar 13) dapat ditentukan
dari urutan detail asam aminonya menggunakan program ProScale SIB Expasy yang disajikan pada
Gambar 14. Domain ini terletak pada sekuen asam amino ke-24 sampai asam amino ke-345 (huruf
biru tebal) dan posisi domain katalitik ini sama dengan posisi asam amino pada B. thuringiensis
asal limbah udang (Gambar 9). Tapak aktif dari domain katalitik (DDE) tersebut terletak pada
urutan asam amino ke-138 ; ke-140 dan ke-142 (DDE pada Gambar 9).
ProtScale
User-provided sequence:
10 20 30 40 50 60
KVQFFCCILV MFLLLPLSPF QAQAANNLGS KLLVGYWHNF DNGTGIIKLK DVSPKWDVIN
70 80 90 100 110 120
VSFGETGGDR STVEFSPVYG TDADFKSDIS YLKSKGKKVV LSIGGQNGVV LLPDNAAKDR

119
Konferensi Akuakultur Indonesia 2013

130 140 150 160 170 180


FINSIQSLID KYGFDGIDID LESGIYLNGN DTNFKNPTTP QIVNLISAIR TISDHYGPDF
190 200 210 220 230 240
LLSMAPETAY VQGGYSAYGS IWGAYLPIIY GVKDKLTYIH VQHYNAGSGI GMDGNNYNQG
250 260 270 280 290 300
TADYEVAMAD MLLHGFPVGG NANNIFPALR SDQVMIGLPA APAAAPSGGY ISPTEMKKAL
310 320 330 340 350 360
NYIIKGVPFG GKYKLSNQSG YPAFRGLMSW SINWDAKNNF EFSNNYRTYF DGLSLQNNKV

NYIAPP
SEQUENCE LENGTH: 366

Gambar 14. Domain fungsional gen penyandi kitinase B. cereus asal limbah kepiting.

Keterangan :
AANNLGSKLLVGYWHNFDNGTGIIKLKDVSPKWDVINVSFGETGGDRSTVEFSPVYGTDADFKSDISYLKSKG
KVVLSIGGQNGVVLLPDNAAKDRFINSIQSLIDKYGFDGIDIDLESGIYLNGNDTNFKNPTTPQIVNLISAIR
TISDHYGPDFLLSMAPETAYVQGGYSAYGSIWGAYLPIIYGVKDKLTYIHVQHYNAGSGIGMDGNNYNQG
TADYEVAMADMLLHGFPVGGNANNIFPALRSDQVMIGLPAAPAAAPSGGYISPTEMKKALNYIIKGVPFG
GKYKLSNQSGYPAFRGLMSWSINWDAKNNFEFSNN = domain katalitik
FDGIDIDLE = tapak aktiv pengikatan kitin
NDTN = N-glikosilasi
CCILVMFLLLPLSPFQAQAA = transmembran helix

CC = 2 residu Cysteine

KVQFFCCILVMFLLLPLSPFQAQA = Sinyal peptida

Tapak aktif pengikatan kitin pada sekuen penyandi kitinase B. cereus isolat bakteri asal
limbah kepiting (Gambar 14), terletak pada urutan asam amino ke-132 sampai asam amino ke-142
yang berbeda posisi asam amino pada B. thuringiensis (isolat asal limbah udang) pada urutan
ke-133 sampai ke-141 (Gambar 9). Domain N-glikosilasi yang berperan dalam transpor protein ke
permukaan sel terletak pada sekuen asam amino ke-150 sampai asam amino ke-153 pada sekuen
kitinase B. cereus asal limbah kepiting (Gambar 14), dan posisi domain ini berbeda dengan B.
thuringiensis asal limbah udang yang terletak pada asam amino ke-149 sampai ke-152). Domain
sinyal peptida yang penting dalam permulaan sintesis enzim, terletak pada asam amino ke-1 sampai
asam amino ke-24 pada sekuen kitinase B. cereus asal limbah kepiting (Gambar 14). Posisi domain
ini, berbeda dengan posisi domain sinyal peptida pada B. thuringiensis asal limbah kepiting yang
terletak pada asam amino urutan ke-6 sampai ke-25 (Gambar 9). Situs sinyal peptida ini juga sama
letaknya dengan posisi domain sinyal peptida pada B. thuriengiensis yang berasal dari ekstrak
cangkang kepiting (Serratia marcescens) dari hasil penelitian Perrakis et al. (1994), yang
menunjukkan bahwa domain tersebut konserf (tidak mudah mengalami mutasi).
Dua asam amino Cysteine (C) terletak pada asam amino ke-6 dan ke-7 (Gambar 14) penting
dalam pembentukan ikatan disulfida untuk integritas struktural molekul dan terlibat dalam aktivitas
biologis ensim kitinase (Yang et al., 2005). Domain fungsional lain yang penting yaitu domain
helix yang berperan dalam pembentukan struktur sekunder protein kitinase, terletak pada asam
amino urutan ke-6 sampai urutan ke-25 pada sekuen kitinase B. cereus asal limbah kepiting, dan
domain helix ini terletak pada posisi yang sama dengan yang ada pada B. thuringiensis. Adanya
perbedaan posisi domain-domain fungsional pada sekuen penyandi kitinase dari isolat bakteri asal
limbah udang dan asal limbah kepiting ini membuktikan perbedaan strain pada spesies Bacillus tersebut.
Visualisasi struktur tiga dimensi protein kitinase dari bakteri asal limbah udang (B.
thuringiensis) dan bakteri asal limbah kepiting (B. cereus) berdasarkan sekuen asam amino
penyandi gen kitinase disajikan pada Gambar 15 yang menunjukkan perbedaan struktur molekul
enzim akibat adanya perbedaan asam amino penyusunnya (Tabel 3).

120
Konferensi Akuakultur Indonesia 2013

Tabel 3. Komposisi asam amino penyusun kitinase B. thuringiensis dan B. cereus.


Jumlah Jenis bakteri
Asam amino penyusun Bacillus thuringiensis Bacillus Cereus
Lysine 20 19
Valine 19 17
Glutamine 19 10
Phenylalanine 19 19
Cysteine 2 2
Leucine 30 28
Proline 13 17
Methionine 7 5
Serine 22 24
Tyrosine 18 17
Threonine 10 10
Arginine 5 3
Asparagine 26 25
Glycine 33 35
Aspartic acid 21 20
Tryptophan 4 4
Histidine 5 5
Alanine 25 23
Glutamic acid 5 7
Isoleucine 27 27

Khusus untuk analisis prediksi gambar tiga dimensi dari struktur protein penyandi enzim
kitinase dapat diakses melalui situs swissmodel.espasy.org menggunakan software SWISS
MODEL secara online.

(A). Bacillus thuringiensis (B). Bacillus cereus

Gambar 15. Struktur Tiga Dimensi Enzim Kitinase Bacillus thuringiensis (A) dan Bacillus cereus (B) pada
sekuen asam amino arah forward. Tanda lingkaran merah tebal merupakan struktur molekul
yang berbeda.

Pada Gambar 15 terdapat perbedaan struktur molekul enzim kitinase dari dalam sekuen
penyandi enzim tersebut arah forward untuk isolat dari limbah udang (B. thuringiensis) dan asal
limbah kepiting (B. cereus) dikarenakan adanya perbedaan jumlah dari masing-masing asam amino
penyusunnya (Tabel 3).

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :


1. Indeks kitinolitik isolat murni bakteri asal limbah udang dan kepiting relatif cukup
tinggi (2,12 mm dan 1,99 mm)
2. Anti Saprolegnia yang diinterprestasikan dengan zona hambat menunjukkan bahwa
isolat murni bakteri limbah udang (11,59 mm) lebih tinggi dibanding asal limbah
kepiting (6,005 mm)

121
Konferensi Akuakultur Indonesia 2013

3. Ukuran amplikon gen penyandi kitinase bakteri limbah udang dan kepiting sama
(1200 bp), dan 96% sekuen kitinase bakteri limbah udang identik dengan Bacillus
thuringiensis (no. aksesi YP003665928.1) serta 99% sekuen kitinase bakteri limbah
kepiting identik dengan Bacillus cereus (no. aksesi WP000932552.1)
4. Karakter molekuler kitinase Bacillus dicirikan dengan 6 domain fungsional yaitu situs
katalitik, tapak aktiv pengikatan kitin, sinyal peptida, N-glikosilasi , dua residu
Cysteine dan helix transmembran
5. Perbedaan struktur tiga dimensi molekul kitinase B. thuringiensis dan B. cereus
berkaitan dengan perbedaan jumlah masing-masing asam amino penyusunnya.

Ucapan terima kasih

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarnya kepada tim peneliti (saudara Hanif dan
Bapak Roffi Grandiosa) atas perhatian dan kerjasama dalam penelitian ini.

Daftar Pustaka

Agustin, H.S.W. 2013. Analisis potensi bakteri kitinolitik asal limbah udang dan kepiting kandidat penghasil
enzim kitinase serta anti jamur Saprolegnia sp. menggunakan marka molekuler gen 16S rRNA.
Laporan skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran. 88 hlm.
Barboza-Corona, J.E., E. Nicto-Marzzoco, R. Velazque-Robledo, R. Salcedo-Harnandez, M. Bautista.
2003. Cloning, sequencing and expression of the chitinase gene chiA74 from Bacillus
thuringiensis. Appl. Environ. Microbiol. 69 : 1023 1029.
Bruno, D.W and B.P. Wood. 1999. Saprolegnia and other oomycetes. In: PTK Woo and D.W. Bruno (ed.),
Fish diseases and disorders. Vol.3, viral, bacteria and fungal infections. CABI Pub., Wollingford,
united Kingdom.
Capuccino, J.G and N. Sherman. 2005. Microbiology: a laboratory manual 9 edition. The Cummings Pub.
Comp., Inc., California.
Dahiya, N, R. Tewari and G. Hoondal. 2006. Biotechnological aspects of chitinolytic enzymes: a review.
Applied and Environmental Microbiol., 71 : 773 782.
Degani, G., K. Jackson, S. Yom-Din and D. Goldberg. 2006. cDNA cloning and mRNA expression of
growth hormone in Belontiidae (Anabantoidei suborder). The Israeli Journal of Aquaculture
Badmigeh, 58 (2) : 124 136.
Gal, S.W., S.W. Lee and Y.J. Choi. 2009. Molecular cloning and characterization of 58kDA chitinase gene
from Serratia marcescens. Biotechnol. Biopress. Eng., 7 : 38 42.
Gohel, V., A. Shingh, M. Vimal, D. Ashwini and HS. Chatpar. 2006. Bioprospecting and antifungal
potential of chitinase microorganism. African J Biotechnol., 5 : 54 72.
Henrissat, B. and A. Bairoch, H.R. Whiteley. 1991. New families in the classification of glycosyl
hydrolases based on amino acid sequence similarities. Biochem. J., 293 : 781 788.
Huang, C.J., T.K. Wang, S.C. Ching and C.Y. Chen. 2005. Identification af an antifungal chitinase from a
potential biocontrol agent, Bacillus cereus strain 28-9. Journal of Biochemistry and Moleculer
Biology, 38 (1) : 82 88.
Ilmi, M. 2007. Isolasi dan karakterisasi enzim kitinolitik dari bakteri asal limbah pengolahan udang. Tesis.
Universitas indonesia.
Maria, S.B., M. Walzack, E.L. Porczyk, W. Donderski. 2010. Utilization of shrimp-shell waste as a
substrate for the activitity of chitinases produced by microorganisms. Polish Journal of
environment stud., 19 (1) : 177182.
Nasran, S., F. Ariyani dan N. Indriyati. 2003. Produksi kitinase dan kitin deasetilase dari Vibrio harveyi. J.
Pen. Perik. Indonesia, 9 (5) : 3338.
Okay, S and G. Ozcengiz. 2009. Molecular cloning, characterization and homologous expression of an
endochitinase gene from Bacillus thuringiensis serovar morrisoni. Turk. J. Biol., 35 : 17.
Patil, R.S., V. Ghormade and M.V. Deshpande. 2000. Chitinolytic enzymes: an exploration. Enzymes and
microbial technology, 26 : 473 483.
Perrakis, A., I. Tewes, Z. Dauter, A.B. Oppenheim, I. Chet, K.S. Wilson. 1994. Crystal structure of a
bacterial chitinase at 2.3 Ao resolution. Structure, 2 : 11691180.
Suryanto, D dan E. Munir. 2006. Potensi pemanfaatan isolat bakteri kitinolitik lokal untuk pengendalian
hayati jamur. Prosiding seminar hasil penelitian USU. Medan.

122
Konferensi Akuakultur Indonesia 2013

Tsujibo, H. and H. Orikoshi, C. Imada, Y. Okami and Y. Inamori. 1999. Site-directed mutagenesis of
chitinase from Alteromonas sp. strain O-7. Biosci. Biotech. Biochem., 57 : 13961399.
Usharani, T.R. and T.K.S. Gowda. 2010. Cloning of the chitinase gene from Bacillus thuringiensis. Indian
Journal Biotechnol., 10 : 264269.
Van West, P. 2006. Saprolegnia parasitica, an oomycetes pathogen with a fishy appetite: new challenges for
an old problem. Mycologist, 20 : 99104.
Wang, S.Y, S.J. Wu, G. Thottappily, R.D. Locy and N.K. Singh. 2001. Molecular cloning and structural
analysis of the gene encoding Bacillus cereus exochitinase chi36. Journal of Bioscience and
Bioengineering, 92 (1) : 59-66.
Yang, S., N. Rattanakit, M. Wakayam and T. Tachiki. 2005. Cloning and expression of Bacillus cereus
gene encoding chitinase I, which participates in protoplast foemation. Biosci. Biotechnol.
Biochem., 69 (3) : 602 609.
Zhong, W.F., J.C. Fang, P.Z. Cai, W.Z. Yan, J. Wu and H.F. Guo. 2005. Cloning of the Bacillus
thuringiensis serovar sotto chitinase (Schi) gene and characterization of its protein. Genetics and
Molecular Biology 28 (4) : 821826.

123

You might also like