You are on page 1of 12

1|Keperawatan Anak

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di Indonesia, ternyata banyak orang yang tidak ingin benar-benar
membicarakan seks. Tetapi ketika mereka muda dan tumbuh dan masalah ini
muncul pada keluarga mereka, semua orang menjadi tegang. Apa yang harus
dikatakan dan kapan waktu yang tepat membahas tentang seks.
Sesuai dengan kelompok usia berdasarkan perkembangan hidup manusia,
maka pendidikan sex dapat dibagi menjadi pendidikan seks untuk anak
prasekolah dan sekolah, pendidikan seks untuk remaja.
Sex education untuk anak-anak bertujuan agar anak mengerti identitas
dirinya dan terlindung dari masalah seksual yang dapat berakibat buruk bagi
anak. Pendidikan seks untuk anak pra sekolah lebih bersifat pemberian informasi
berdasarkan komunikasi yang benar antara orangtua dan anak.
Sex education untuk remaja bertujuan melindungi remaja dari berbagai
akibat buruk karena persepsi dan perilaku seksual yang keliru. Sementara
pendidikan sex untuk dewasa bertujuan agar dapat membina kehidupan sexual
yang harmonis sebagai pasangan suami istri.
Pendidikan seksual selain menerangkan tentang aspek-aspek anatomis dan
biologis juga menerangkan tentang aspek-aspek psikologis dan moral.
Pendidikan seksual yang benar harus memasukkan unsur-unsur hak asasi
manusia. Juga nilai-nilai kultur dan agama diikutsertakan sehingga akan
merupakan pendidikan akhlak dan moral juga.
Ketika kita mendengar kata seks apa yang terpikir di benak kita?
Pornografi, vulgar, menjijikkan dll. Memang sebagian besar masyarakat
menganggap membicarakan seks itu adalah sesuatu hal yang tabu dan tak layak
dibicarakan. Ketika anak kita bertanya soal seksualitasnya pasti kita dengan
cepat akan mengalihkannya. Sikap seperti itulah yang salah, karena anak
memiliki rasa ingin tahu tentang banyak hal, bila orang tua tidak bisa
mengarahkan dengan baik, tidak bisa memberikan informasi yang jelas
cenderung mereka akan mencari informasi dari orang lain dan teman-temannya,
informasi tersebut belum tentulah informasi yang baik.
Sedikit sekali masyarakat terutama orang tua yang peduli akan pendidikan
seks dan menempatkan bahwa seks adalah sesuatu yang penting. Bahkan banyak
orang tua yang tidak memberikan pendidikan seks pada anak, dengan alasan

Prodi Keperawatan D III Kampus Terpadu Sakinah


2|Keperawatan Anak

anak akan tahu dengan sendirinya. Selama ini seks identik dengan orang dewasa
saja. "Pendidikan seks tidak selalu mengenai hubungan pasangan suami istri, tapi
juga mencakup hal-hal lain seperti pemberian pemahaman tentang
perkembangan fisik dan hormonal seorang anak serta memahami berbagai
batasan sosial yang ada di masyarakat," ujar Dra Dini Oktaufik dari yayasan
ISADD (Intervention Service for Autism and Developmental Delay).
Membahas masalah seks pada anak memang tidak mudah. Namun,
mengajarkan pendidikan seks pada anak harus diberikan agar anak tidak salah
melangkah dalam hidupnya. Pendidikan seks wajib diberikan orangtua pada
anaknya sedini mungkin.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi sinrom nefrtoik?
2. Apa etiologi sindrom nefrotik?
3. Apa manifestasi sindrom nefrotik?
4. Bagaimana patofisiologi sindrom nefrotik?
5. Apa komlipasi sindrom nefrotik?
6. Bagaimana penatalaksanan sindrom nefrotik?
7. Bagaimana pemeriksaan diagnostic sindrom nefrotik?
8. Bagaimana asuhan keperawatan pada sindrom nefrotik?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum dari penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa dapat
melakukan sex education kepada anak.
2. Tujuan khusus dibuatnya makalah ini adalah agar mahasiswa mampu :
a. Menegtahui pengertian sindrom nefrotik
b. Mengetahui etiologi sindrom nefrotik
c. Mengetahui manifestasi klinis sindrom nefrotik
d. Mengetahui patofisiologi klinis sindrom nefrotik
e. Mengetahui komplikasi sindrom nefrotik
f. Mengetahui penatalaksanaan sindrom nefrotik
g. Mengetahui pemeriksaan diagnostic sindrom nefrotik
h. Memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada anak dengan
sindrom nefrotik

Prodi Keperawatan D III Kampus Terpadu Sakinah


3|Keperawatan Anak

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Sex Education


2.1.1 Pengertian Pendidikan Seks
Pendidikan seks adalah upaya pengajaran, penyadaran, dan
pemberian informasi tentang masalah seksual. Informasi yang
diberikan di antaranya pengetahuan tentang fungsi organ reproduksi
dengan menanamkan moral, etika, komitmen, agama agar tidak terjadi
"penyalahgunaan" organ reproduksi ter-sebut. Itu sebabnya,
pendidikan seks dapat dikatakan sebagai cikal bakal pendidikan
kehidupan berkeluarga yang memiliki makna sangat penting. Para ahli
psikologi menganjurkan agar anak-anak sejak dini hendaknya mulai
dikenalkan dengan pendidikan seks yang sesuai dengan tahap
perkembangan kedewasaan mereka.
Pendidikan seks didefinisikan sebagai pendidikan mengenai
anatomi organ tubuh yang dapat dilanjutkan pada reproduksi
seksualnya dan akibat-akibatnya bila dilakukan tanpa mematuhi
aturan hukum, agama, dan adat istiadat, serta kesiapan mental dan
material seseorang. Sementara dr. Warih A Puspitosari, M.Sc, Sp.K.J.
menjelaskan bahwa Pendidikan seks usia dini bukan berarti
mengajarkan bagaimana cara melakukan seks. Namun pendidikan
seks pada usia dini menjelaskan tentang organ-organ yang dimiliki
manusia dan apa fungsinya
2.1.2 Tujuan Sex Education
Tujuan pendidikan seks menurut The Sex Information and
Education Council The United States (SIECUS) (dalam Subiyanto,
1996:79) sebagai berikut :
a. Memberi pengetahuan yang memadai kepada anak mengenai diri
anak sehubungan dengan kematangan fisik, mental dan emosional
sehubungan dengan seks
b. Mengurangi ketakutan dan kegelisahan sehubungan dengan
terjadinya perkembangan serta penyesuaian seksual pada anak
c. Mengembangkan sikap objektif dan penuh pengertian tentang seks
d. Menanamkan pengertian tentang pentingnya nilai moral sebagai
dasar mengambil keputusan

Prodi Keperawatan D III Kampus Terpadu Sakinah


4|Keperawatan Anak

e. Memberikan cukup pengetahuan tentang penyimpangan dan


penyalahgunaan seks agar terhindar dari hal-hal yang
membahayakan fisik dan mental
f. Mendorong anak untuk bersama-sama membina masyarakat bebas
dari kebodohan
2.1.3 Sex Education Sesuai Umur
1. Usia 1-5 tahun
Pada usia ini, orang tua sudah dapat menanamkan pendidikan
seks. Caranya cukup mudah, yaitu dengan mulai memperkenalkan
kepada si kecil organ-organ seks miliknya secara singkat. Tidak
perlu memberi penjelasan detail karena rentang waktu atensi anak
biasanya pendek. Misalnya saat memandikan si kecil, orang tua
bisa memberitahu berbagai organ tubuh anak, seperti rambut,
kepala, tangan, kaki, perut, dan jangan lupa penis dan vagina atau
vulva. Lalu terangkan perbedaan alat kelamin dari lawan jenisnya.
Selain itu, tandaskan juga bahwa alat kelamin tersebut tidak
boleh dipertontonkan dengan sembarangan, dan terangkan juga
jika ada yang menyentuhnya tanpa diketahui orang tua, maka si
kecil harus berteriak keras-keras dan melapor kepada orang tuanya.
Dengan demikian, anak-anak Anda bisa dilindungi terhadap
maraknya kasus kekerasan seksual dan pelecehan seksual terhadap
anak. Pada usia todler 1-3 tahun pentng untuk melakukan toilet
training agar anak terlatih membuang air pada tempatnya.
2. Usia 6-9 tahun
Menanamkan rasa malu pada anak. Rasa malu harus
ditanamkan kepada anak sejak dini. Jangan biasakan anak-anak,
walau masih kecil, bertelanjang di depan orang lain; misalnya
ketika keluar kamar mandi, berganti pakaian, dan sebagainya.
Membiasakan anak perempuan sejak kecil berbusana Muslimah
menutup aurat juga penting untuk menanamkan rasa malu
sekaligus mengajari anak tentang auratnya. Juga penting untuk
menanamkan jiwa maskulinitas pada anak laki-laki dan jiwa
feminitas pada anak perempuan. Secara fisik maupun psikis, laki-
laki dan perempuan mempunyai perbedaan mendasar. Pada saat ini
pisahkan tempat tidur antara laki-laki dan perempuan agar tumbuh
kesadaran tentang eksistensi perbedaan jenis kelamin.

Prodi Keperawatan D III Kampus Terpadu Sakinah


5|Keperawatan Anak

Pastikan anak-anak pada usia ini bisa berkata tidak pada


sentuhan, dari manapun/dari siapapun yang tidak mereka inginkan.
3. Umur 9-12 tahun
Berikan informasi lebih mendetail apa saja yang akan berubah
dari tubuh si anak saat menjelang masa puber yang cenderung
untuk berbeda-beda di setiap individu. Ajarkan kepada anak
bagaimana menyikapi menstruasi ataupun mimpi basah yang akan
mereka alami nanti sebagai bagian normal dari tahap
perkembangan individu. Pada umur 10 tahun, sebelum menjelang
masa puber, Anda sudah bisa memulai topik mengenai kesehatan
alat kelamin. Anak juga dididik agar menjaga kebersihan alat
kelamin. Pastikan juga pada anak Anda, jika dia mengikuti semua
peraturan kesehatan ini, maka mereka tak perlu banyak khawatir.
4. Umur 12- 13 tahun
Dorongan seksual di masa puber memang sangat meningkat,
oleh karena itu, orang tua sebaiknya mengajarkan apa itu sistem
reproduksi dan bagaimana caranya bekerja. Penekanan terhadap
perbedaan antara kematangan fisik dan emosional untuk hubungan
seksual juga sangat penting untuk diajarkan. Beritahukan kepada
anak segala macam konsekuensi yang ada dari segi biologis,
psikologis, dan sosial jika mereka melakukan hubungan seksual.
Orang tua selain mengajarkan keterbukaan komunikasi dengan
anak terutama dalam membicarakan seksualitas, juga perlu
menambahkan keuntungan menghindari aktivitas seksual terlalu
dini sebelum mencapai masa dewasa.
Hindari penggunaan kata-kata yang menghakimi remaja agar
ia tidak merasa ragu, takut, enggan ataupun marah saat
membicarakan pengalaman seksual mereka. Jika orang tua merasa
agak berat untuk membicarakan topik-topik seksual dengan anak,
orang tua bisa meminta bantuan psikolog atau konselor untuk
memberikan pendidikan seksual kepada anak dan membantu orang
tua merasa nyaman membicarakan topik ini.
Saat anak semakin berkembang, mulai saatnya orang tua
menerangkan mengenai perubahan-perubahan fisik yang terjadi
pada seorang remaja. pada usia ini sampaikan bahwa hal yang
wajar jika anak mengalami rasa suka pada lawan jenis mereka
karena hal tersebut adalah normal bagian dari pertumbuhan

Prodi Keperawatan D III Kampus Terpadu Sakinah


6|Keperawatan Anak

mereka, namun perlu di beritahukan bahwa belum saatnya bagi


anak untuk memikirkan hubungan dengan lawan jenis karena
mereka masih terlalu muda dan hendaknya mengutamakan sekolah
5. Umur 13-18 tahun
Pada saat ini, seorang remaja akan mengalami banyak
perubahan secara seksual. Orang tua perlu lebih intensif
menanamkan nilai moral yang baik kepadanya. Berikan penjelasan
mengenai kerugian seks bebas seperti penyakit yang ditularkan dan
akibat-akibat secara emosi.
Diharapkan, pendidikan seks sejak dini akan menghindari
kehamilan di luar pernikahan saat anak-anak bertumbuh menjadi
remaja dan saat dewasa kelak. Tidak perlu tabu membicarakan seks
dalam keluarga. Karena anak perlu mendapatkan informasi yang
tepat dari orang tuanya, bukan dari orang lain tentang seks.
Karena rasa ingin tahu yang besar, jika anak tidak dibekali
pendidikan seks, maka anak tersebut akan mencari jawaban dari
orang lain, dan akan lebih menakutkan jika informasi seks
didapatkan dari teman sebaya atau Internet yang informasinya bisa
jadi salah. Karena itu, lindungi anak-anak sejak dini dengan
membekali mereka pendidikan mengenai seks dengan cara yang
tepat.
2.2 Toilet Training
2.2.1 Pengertian Toilet Training
Toilet training pada anak merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar
mampu mengontrol dalam melakukan buang air kecil dan buang air besar
Hidayat, 2005). Menurut Supartini (2004), toilet training merupakan aspek
penting dalam perkembangan anak usia todler yang harus mendapat perhatian
orang tua dalam berkemih dan defekasi. Dan toilet training juga dapat menjadi
awal terbentuknya kemandirian anak secara nyata sebab anak sudah bisa untuk
melakukan hal-hal yang kecil seperti buang air kecil dan buang air besar
(Harunyahya, 2007).
Pada tahapan usia 1 sampai 3 tahun atau usia toddler, kemampuan sfingter,
uretra untuk mangontrol rasa ingin berkemih dan sfingter ani untuk mengontrol
rasa ingin defekasi mulai berkembang (Supartini, 2002). Sedangkan menurut
Gupte (2004) sekitar 90 persen bayi mulai mengembangkan kontrol kandung
kemihnya dan perutnya pada umur 1 tahun hingga 2,5 tahun. Dan toilet training

Prodi Keperawatan D III Kampus Terpadu Sakinah


7|Keperawatan Anak

ini dapat berlangsung pada fase kehidupan anak yaitu umur 18 bulan sampai 24
bulan (Hidayat, 2005).
2.2.2 Cara mengajarkan toilet training pada anak
Latihan buang air besar atau buang air kecil pada anak atau dikenal dengan
nama toilet training merupakan suatu hal yang harus dilakukan pada orang tua
anak, mengingat dengan latihan itu diharapkan anak mempunyai kemampuan
sendiri dalam melaksanakan buang air kecil dan buang air besar tanpa merasakan
ketakutan atau kecemasan sehingga anak akan mengalami pertumbuhan dan
perkembangan sesuai usia tumbuh kembang anak. Banyak cara yang dapat
dilakukan oleh orang tua dalam melatih anak untuk buang air besar dan kecil, di
antaranya:
1. Teknik lisan
Merupakan usaha untuk melatih anak dengan cara memberikan
intruksi pada anak dengan kata-kata sebelum atau sesudah buang air kecil
dan buang air besar. Cara ini kadang-kadang merupakan hal biasa yang
dilakukan pada orang tua akan tetapi apabila kita perhatikan bahwa teknik
lisan ini mempunyai nilai yang cukup besar dalam memberikan rangsangan
untuk buang air kecil atau uang air besar dimana lisan ini persiapan
psikologis pada anak akan semakin matang dan akhirnya anak mampu
dengan baik dalam melaksanakan buang air kecil dan buang air besar.
2. Teknik modelling
Merupakan usaha untuk melatih anak dalam melakukan buang air besar
dengan cara meniru untuk buang air besar atau mamberikan contoh. Cara ini
juga dapat dilakukan dengan memberikan contoh-contoh buang air kecil dan
buang air besar atau membiasakan buang air kecil dan buang air besar secara
benar. Dampak yang jelek pada cara ini adalah apabila contoh yang diberikan
salah sehingga akan dapat diperlihatkan pada anak akhirnya anak juga
mempunyai kebiasaan salah. Selain cara tersebut di atas terdapat beberapa
hal yang dapat.dilakukan seperti melakukan observasi waktu pada saat anak
merasakan buang air kecil dan buang air besar, tempatkan anak di atas pispot
atau ajak ke kamar mandi, berikan pispot dalam posisi aman dan nyaman,
ingatkan pada anak bila akan melakukan buang air kecil dan buang air besar,
dudukkan anak di atas pispot atau orang tua duduk atau jongkok di
hadapannya sambil mengajak bicara atau bercerita, berikan pujian jika anak
berhasil jangan disalahkan dan dimarahi, biasakan akan pergi ke toilet pada
jam-jam tertentu dan beri anak celana yang mudah dilepas dan dikembalikan
(hidayat, 2005).

Prodi Keperawatan D III Kampus Terpadu Sakinah


8|Keperawatan Anak

2.2.3 Latihan mengontrol berkemih dan defekasi pada anak


Orang tua harus diajarkan bagaimana cara melatih anak untuk
mengontrol rasa ingin berkemih, di antaranya pot kecil yang bisa diduduki
anak apabila ada,atau langsung ke toilet, pada jam tertentu secara regular.
Misalnya, setiap dua jam anak dibawa ke toilet untuk berkemih. Anak
didudukkan pada toilet atau pot yang bisa diduduki dengan cara menapakkan
kaki dengan kuat pada lantai sehingga dapat membantunya untuk mengejan.
Latihan untuk merangsang rasa untuk mengejan ini dapat dilakukan selam 5
sampai 10 menit. Selama latihan, orang tua harus mengawasi anak dan
kenakan pakaian anak yang mudah untuk dibuka (Supartini, 2002).
2.2.4 Faktor-faktor yang mendukung toilet training pada anak
1. Kesiapan fisik
a. Usia telah mencapai 18-24 bulan.
b. Dapat jongkok kurang dari 2 jam
c. Mempunyai kemampuan motorik kasar seperti duduk dan berjalan
d. Mempunyai kemampuan motorik halus seperti membuka celana dan
pakaian
2. Kesiapan mental
a. Mengenal rasa ingin berkemih dan defekasi
b. Komunikasi secara verbal dan nonverbal jika merasa ingin berkemih
c. Keterampilan kognitif untuk mengikuti perintah dan meniru perilaku
orang lain
3. Kesiapan psikologis
a. Dapat jongkok dan berdiri ditoilet selama 5-10 menit tanpa berdiri dulu
b. Mempunyai rasa ingin tahu dan rasa penasaran terhadap kebiasaan orang
dewasa dalam buang air keci, dan buang air besar
c. Merasa tidak betah dengan kondisi basah dan adanya benda padat
dicelana dan ingin segera diganti segera
4. Kesiapan orangtua
a. Mengenal tingkat kesiapan anak dalam berkemih dan defekasi
b. Ada keinginan untuk meluangkan waktu untuk latihan berkemih dan
defekasi pada anak
b. Tidak mengalami konflik tertentu atau stres keluarga yang berarti
(Perceraian)
2.2.5 Hal-hal yang perlu diperhatikan selama Toilet Training
1. Hindari pemakain popok sekali pakai.

Prodi Keperawatan D III Kampus Terpadu Sakinah


9|Keperawatan Anak

2. Ajari anak mengucapkan kata-kata yang berhubungan dengan buang air


kecil dan buang air besar dengan benar.
3. Motivasi anak untuk melakukan rutinitas ke kamar mandi seperti cuci
tangan dan kaki sebelum tidur dan cuci muka disaat bangun tidur.
4. Jangan memarahi anak saat anak dalam melakukan toilet training.
2.2.6 Tanda anak siap untuk melakukan toilet training
1. Tidak mengompol dalam waktu beberapa jam sehari minimal 3-4 jam
2. Anak berhasil bangun tidur tanpa mengompol
3. Anak mengetahui saat merasa ingin BAK dan BAB dengan menggunakan
kata-kata pup
4. Sudah mampu memberitahu bila celana atau popok sekali pakainya sudah
basah dan kotor
5. Bila ingin BAK dan BAB anak memberi tahu dengan cara memegang alat
kelamin atau minta ke kamar mandi
6. Bias memakai dan melepas celana sendiri
7. Memperlihatkan ekspresi fisik misalnya wajah meringis, merah atau
jongkok saat merasa BAB dan BAK
8. Tertarik dengan kebiasaan masuk ke kamar mandi seperti kebiasaan orang
sekitarnya
9. Minta diajari menggunakan toilet
10. Mampu jongkok lima sampai sepuluh menit tanpa berdiri dulu
2.2.7 Pengkajian masalah toilet training

Pengkajian kebutuhan terhadap toilet training merupakan sesuatu yang


harus diperhatikan sebelum anak melakukan buang air kecil dan buang air
besar, mengingat anak yang melakukan buang air besar atau buang air kecil
akan meengalami proses keberhasilan dan kegagalan, selama buang air kecil
dan buang air besar. Proses tersebut akan dialami oleh setiap anak, untuk
mencegah terjadinya kegagalan maka dilakukan sesuatu pengkajian sebelum
melakukan toilet training yang meliputi pengkajian fisik, pengkajian
psikologis, dan pengkajian inteletual.

1. Pengkajian Fisik
Pengkajian fisik yang harus diperhatikan pada anak yang akan
melakukan buang air kecil dan buang air besar dapat meliputi kemampuan
motorik kasar seperti berjalan, duduk, meloncat dan kemampuan motorik
halus seperti mampu melepas celana sendiri. Kemampuan motorik ini
harus mandapat perhatian karena kemampuan untuk buang air besar ini

Prodi Keperawatan D III Kampus Terpadu Sakinah


10 | K e p e r a w a t a n A n a k

lancar dan tidaknya dapat dilihat dari kesiapan fisik sehingga ketika anak
berkeinginan untuk buang air kecil dan buang air besar sudah mampu dan
siap untu melakukannya. Selain itu, yang harus dikaji adalah pola buang
air besar yang sudah teratur, sudah tidak mengompol setelah tidur.
2. Pengkajian Psikologis
Pengkajian psikologis yang dapat dilakukan adalah gambaran
psikologis pada anak ketika akan melakukan buang air kecil dan buang air
besar seperti anak tidak rewel ketika akan buang air besar, anak tidak
menangis sewaktu buang air besar atau buang air kecil, ekspresi wajah
menunjukan kegembiraan dan ingin melakukan secara sendiri, anak sabar
dan sudah mau ke toilet selama 5 sampai 10 menit tanpa rewel atau
meninggalkannya, adanya keinginantahuan kebiasaan toilet training pada
orang dewasa atau saudaranya, adanya ekspresi untuk menyenangkan pada
orangtuanya.
3. Pengkajian Intelektual
Pengkajian intelektual pada latihan buang air kecil dan buang air
besar antara lain kemampuan anak untuk mengertibuang air kecil dan
buang air besar, kemampuan mengkomunikasikan buang nair kecil dan
buang air besar, anak menyadari timbulnya buang air kecil dan buang air
besar, mempunyai kemampuan kognitif untuk meniru prilaku yang tepat
seperti buang air kecil dan buang air besar pada tempatnya serta etika
dalam buang air kecil dan buang air besar. Dalam melakukan pengkajian
kebutuhan buang air kecil dan buang air besar, terdapat beberapa hal-hal
yang perlu diperhatikan selama toilet training, diantaranya: hindari
pemakain popok sekali pakai dimana anak akan merasa aman, ajari anak
mengucapkan kata-kata yang khas yang berhubungan dengan buang air
besar, mendorong anak melakukan rutinitas ke kamar mandi seperti cuci
muka saat bangun tidur, cuci muka, cuci kaki, dan lain-lain.

Prodi Keperawatan D III Kampus Terpadu Sakinah


11 | K e p e r a w a t a n A n a k

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa sex educatin pada anak
dan pembelajaran toilet training sangat penting diajarkan pada usia dini dan
berdasarkan tumbuh kembangnya agar anak mendapat infromasi yang benar
dan terarah dari orang tua sehingga dapat mengambil keputusan dimasa depan
dan menghindari penyakit yang merugikan.
3.2 Saran dan kritik
Saran bagi tenaga kesehatan dan orang tua hendaknya memperluas wawasan
agar dapat memebrikan pengertian kepada anak tentang seks education dan
toilet training secara bijak dan mengerti tentang tumbuh kembang anak.

Prodi Keperawatan D III Kampus Terpadu Sakinah


12 | K e p e r a w a t a n A n a k

DAFTAR PUSTAKA

Alimul Hidayat, A. Aziz. (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Jakarta :


Salemba

Supartini, Y. (2004). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta : EGC

Albert, Cahyadi. (2007). Masalah Pelatihan Buang Air Besar. Available from
www.medicastore.com. Diakses pada tanggal 12 Maret 2015. Pukul: 10:00.

Baraja, Abu bakar. (2008). Psikologi Perkembangan : Tahap dan Aspek


Aspeknya, mulai Dari 0 Tahun sampai Akil Baligh. Jakarta : Studia Press.

Mamiandrew, (2007). Perkembangan dan Kecerdasan Anak. Available from


www.submittedbymamiandrew.com. Diakses pada tanggal 12 Maret 2015. Pukul:
11:00

Prodi Keperawatan D III Kampus Terpadu Sakinah

You might also like