You are on page 1of 64

i

ANALISIS PENYELENGGARAAN MAKANAN, TINGKAT


KESUKAAN, DAN TINGKAT KECUKUPAN ENERGI DAN ZAT GIZI
SANTRI DI PESANTREN AL-HAMIDIYAH DEPOK

UTARI DIAHNINGTIAS

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT


FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER


INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis
Penyelenggaraan Makanan, Tingkat Kesukaan, dan Tingkat Kecukupan Energi
dan Zat Gizi Santri di Pesantren Al-Hamidiyah Depok adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasiyang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, November 2016

Utari Diahningtias
NIM I14134023
v

ABSTRAK
UTARI DIAHNINGTIAS. Analisis Penyelenggaraan Makanan, Tingkat
Kesukaan, dan Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Santri di Pesantren Al-
Hamidiyah Depok. Dibimbing oleh HIDAYAT SYARIEF dan TIURMA
SINAGA

Penyelenggaraan makanan di sekolah merupakan aspek yang mendukung


pemenuhan kebutuhan gizi para siswa khususnya siswa yang berada di asrama
atau pesantren. Tujuan penelitian ini menganalisis penyelenggaraan makanan,
tingkat kesukaan, dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi santri di pesantren Al-
Hamidiyah Depok. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2016 dengan
menggunakan desain penelitian cross-sectional study. Contoh diambil secara
purposive sampling dengan total 76 siswa. Penyelenggaraan makanan di pesantren
Al-Hamidiyah merupakan penyelenggaraan makanan institusi. Ketersediaan
energi dan zat gizi dalam makanan yang disediakan pesantren belum mencapai
angka kebutuhan gizi siswa. Tingkat kecukupan energi tergolong defisit dan
protein tergolong cukup, sedangkan tingkat kecukupan vitamin tergolong cukup
dan mineral tergolong kategori defisit. Hasil uji korelasi spearman menunjukan
tidak ada hubungan (p>0.05) antara tingkat kesukaan dengan konsumsi energi,
protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral.
Kata Kunci : penyelenggaraan makanan, konsumsi energi dan zat gizi, tingkat
kecukupan energi dan zat gizi, tingkat kesukaan, santri

ABSTRACT
UTARI DIAHNINGTIAS. Analysis of Food Service Management, Food
Preferences, and Adequacy Level of Energy and Nutrient Students at Al-
Hamidiyah Islamic Boarding School Depok Supervised by HIDAYAT SYARIEF
and TIURMA SINAGA

Food service management in school is an aspect that supports the


nutritional needs of the students especially students residing in islamic boarding
school. The purpose of this study to analyze the food service management, the
food preferences level, and the adequacy of energy and nutrients intake the
students at Al-Hamidiyah islamic boarding school Depok. This study was held in
February 2016 using the design of a cross-sectional study. Sample was taken by
purposive sampling with a total of 76 students. Food service management in Al-
Hamidiyah is provision of food for institutions. Availability of energy and
nutrients in the food provided schools have not reached the nutritional needs of
students. Adequacy level of energy classified as deficit and protein classified as
normal, while adequacy levels of vitamins is normal and minerals is quite belong
to the category of deficit. Spearman correlation test results showed no correlation
(p>0.05) between the level of food preferences with consumption of energy,
protein, fat, carbohydrates, vitamins, and minerals.
Keywords: adequacy level of energi and nutrient intake, consumption of energy
and nutrient, food preferences, food service management, santri
vii

ANALISIS PENYELENGGARAAN MAKANAN, TINGKAT


KESUKAAN, DAN TINGKAT KECUKUPAN ENERGI DAN ZAT GIZI
SANTRI DI PESANTREN AL-HAMIDIYAH DEPOK

UTARI DIAHNINGTIAS

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi
Dari Program Studi Ilmu Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT


FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
ix

Judul Skripsi : Analisis Penyelenggaraan Makanan, Tingkat Kesukaan, dan


Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Santri di Pesantren Al-
Hamidiyah Depok
Nama : Utari Diahningtias
NIM : I14134023

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Hidayat Syarief, MS Dr Tiurma Sinaga, MFSA


Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Rimbawan
Ketua Departemen

Tanggal Lulus :
i

PRAKATA

Penulis bersyukur kepada Allah subhanahu wa taala karena atas rahmat


dan karunia-Nya karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini berjudul
Analisis Penyelenggaraan Makanan, Tingkat Kesukaan, dan Tingkat Kecukupan
Energi dan Zat Gizi Santri di Pesantren Al-Hamidiyah Depok. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan
dan dukungan dalam penyusunan skripsi ini, di antaranya:
1. Kedua orang tua Drs. Riharto S, MM dan Erni Rusmaafiani, S.sos serta
Retno Mustikaweni dan Bintoro Puntohadi (kakak-kakak tersayang). Tidak
lupa kepada suami tercinta Artahadi Ramadhan yang telah memberikan
doa, dukungan baik moril maupun materi dan semangat dengan penuh
kasih sayang.
2. Prof Dr Ir Hidayat Syarief, MS dan Ibu Dr Tiurma Sinaga, MFSA selaku
pembimbing yang telah memberikan banyak arahan dan bimbingan dalam
penelitian ini.
3. Indah Purnawati, Amd, Bapak Muhammad Zaki, ST, ibu Nur selaku pihak
rumah tangga sekolah, Bapak Timmy selaku bagian Humas pesantren yang
telah memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian di
pesantren Al-Hamidiyah, serta para santri yang telah bersedia menjadi
subjek penelitian.
4. Terima kasih juga kepada teman-teman Gizi Masyarakat Alih Jenis 7
khususnya kepada Syska Dita Violeta, Meiliana Hanrizon, Tia Rindjani,
Fitrianisa Tiaranti, Nurzakiah Ulfah, Nurul Hikmah, Ulfa Maesya Zulfia,
dan angkatan 49 dan 48, serta pihak-pihak yang telah mendukung dan
mendoakan penulis agar penelitian ini berjalan lancar.
Tidak lupa penulis mohon maaf atas segala kekurangan penyusunan karya
ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, November 2016

Utari Diahningtias
ii
iii

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL iv
DAFTAR GAMBAR iv
DAFTAR LAMPIRAN iv
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan 2
Tujuan Umum 2
Tujuan Khusus 2
Manfaat Penelitian 2
KERANGKA PEMIKIRAN 3
METODE 4
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian 4
Jumlah dan Teknik Penarikan Contoh 5
Jenis dan Cara Pengumpulan Data 5
Pengolahan dan Analisis Data 6
Definisi Operasional 8
HASIL DAN PEMBAHASAN 10
Gambaran Umum Lokasi Penelitian 10
Karakteristik Contoh 10
Usia 10
Status Gizi 11
Penyelenggaraan Makanan 12
Input Penyelenggaraan Makanan 13
Tenaga Penyelenggaraan Makanan 13
Dana/Biaya Penyelenggaraan Makanan 14
Saran Fisik dan Peralatan 16
Proses Penyelenggaraan Makanan 17
Perencanaan Menu 17
Pembelian dan Penerimaan Bahan Makanan 19
Penyimpanan Bahan Makanan 20
Persiapan dan Penyajian Bahan Makanan 20
Pencatatan dan Pelaporan 21
Output Penyelenggaraan Makanan 22
Ketersediaan Energi dan Zat Gizi 22
Tingkat Kesukaan 24
Konsumsi Energi dan Zat Gizi 27
Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi 29
Tingkat Kecukupan Energi dan Protein 29
Tingkat Kecukupan Mineral dan Vitamin 30
Hubungan Antar Variabel 31
Hubungan Tingkat Kesukaan dengan Konsumsi Energi dan Zat Gizi 31
SIMPULAN DAN SARAN 32
Simpulan 32
Saran 33
DAFTAR PUSTAKA 34
LAMPIRAN 38
iv

DAFTAR TABEL

1. Jenis dan cara pengambilan data 6


2. Jenis dan kategori variabel pengolahan data 7
3. Distribusi contoh berdasarkan usia 11
4. Distribusi berat badan dan tinggi badan 11
5. Distribusi status gizi contoh 12
6. Distribusi jumlah tenaga kerja pengelola makanan di pesantren 13
7. Jumlah tenaga kerja di pesantren Al-Hamidiyah 14
8. Rincian pengeluaran dana bahan makanan setiap bulan 15
9. Perkiraan biaya makan 15
10. Siklus menu 7 hari di pesantren Al-Hamidiyah 18
11. Distribusi ketersediaan energi dan zat gizi menu pondok pesantren 22
12. Distribusi rata-rata tingkat kesukaan contoh terhadap warna 24
13. Distribusi rata-rata tingkat kesukaan contoh terhadap aroma 25
14. Distribusi rata-rata tingkat kesukaan contoh terhadap rasa 25
15. Distribusi rata-rata tingkat kesukaan contoh terhadap kesesuaian porsi 26
16. Distribusi rata-rata asupan energi dan zat gizi contoh 27
17. Distribusi rata-rata kontribusi asupan energi dan zat gizi contoh 29
18. Distribusi tingkat kecukupan energi dan protein contoh 30
19. Distribusi tingkat kecukupan mineral dan vitamin contoh 30

DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka Pemikiran 4

DAFTAR LAMPIRAN

1. Menu satu siklus 7 hari Pesantren Al-Hamidiyah 39


2. Perhitungan metode WISN 40
3. Anjuran jumlah porsi menurut Kecukupan Energi Kelompok Usia Remaja
Perempuan 42
4. Rata-rata ketersediaan energi dan zat gizi santri pesantren Al-Hamidiyah 43
5. Hasil uji normalitas tingkat kesukaan dan tingkat kecukupan zat gizi 44
6. Uji korelasi Spearman antara tingkat kesukaan dan asupan zat gizi 45
7. Denah Dapur Al-Hamidiyah Depok 49
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Masa remaja merupakan masa periode kehidupan anak dan dewasa yang
berawal pada usia 9-10 tahun dan berakhir pada usia 18 tahun. Asupan gizi pada
usia remaja sangat penting untuk mendukung pertumbuhan fisik mereka
(Almatsier 2011). Masalah gizi yang terjadi pada remaja umumnya disebabkan
oleh satu faktor yaitu pola makan yang kurang tepat. Pola makan yang kurang
tepat pada masa remaja dapat dipengaruhi oleh dua hal, yaitu faktor lingkungan
dan faktor personal atau individu dari remaja itu sendiri. Masalah gizi pada
remaja muncul dikarenakan perilaku gizi yang salah yaitu ketidakseimbangan
antara asupan gizi dengan dengan kecukupan gizi yang dianjurkan. Perilaku gizi
yang salah pada remaja berkaitan erat dengan keinginan untuk mengontrol berat
badan secara berlebihan, ketidakpuasan dengan bentuk tubuh, timbulnya depresi
ketika melihat orang yang gemuk dengan yang tidak gemuk (Sutyawan 2013).
Remaja putri rentan mengalami kurang gizi pada periode tumbuh kembang. Hal
ini bisa disebabkan kurangnya asupan zat gizi karena pola makan yang salah,
serta pengaruh dari lingkungan pergaulan (melakukan diet berlebihan).
Berdasarkan Kemenkes 2013, dalam Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
diketahui bahwa prevalensi kurus pada remaja usia 13-15 tahun adalah 11.1%
(3.3% sangat kurus dan 7.8% kurus), sedangkan prevalensi kurus pada remaja
usia 16-18 tahun sebesar 9.4% (1.9% sangat kurus dan 7.5% kurus). Selain itu,
masalah gizi seperti kegemukan pada anak remaja usia 13-15 tahun sebesar
10.8% (8.3% gemuk dan 2.5% obesitas), sedangkan usia 16 18 tahun sebanyak
7.3% (5.7% gemuk dan 1.6% obesitas).
Menurut Barners et al (2007) anak-anak yang mulai beranjak remaja
menghabiskan waktu di sekolah selama kurang lebih delapan jam dalam satu
hari. Anak sekolah atau usia remaja (14-19 tahun) lebih banyak menghabiskan
waktunya untuk bersosialisasi dengan teman sebaya. Siswa yang tinggal di
asrama biasanya banyak menghabiskan waktu untuk berbagai kegiatan yang
padat di sekolah maupun di asrama. Asupan gizi remaja perlu diperhatikan
terutama mereka yang bersekolah di asrama seperti pesantren. Kegiatan yang
padat membuat siswa hanya mengandalkan makanan dengan waktu dan porsi
yang disediakan oleh pihak penyelenggaraan makanan di asrama atau sekolah.
Menurut Luo et al. (2009), asupan gizi pada siswa yang tinggal di asrama lebih
rendah dibandingkan dengan siswa yang tidak tinggal di asrama. Masalah gizi
dapat terjadi pada setiap remaja, tidak terkecuali pada remaja yang menuntut
ilmu di Pondok Pesantren. Menurut Marudut (2012) berdasarkan hasil
wawancara dengan Dinas Kesehatan bahwa program kesehatan jarang
menyentuh kelompok santri remaja putri. Umumnya santri yang belajar di
pondok pesantren berusia antara 7-19 tahun (anak usia sekolah dan remaja)
(Kemenag 2009). Berdasarkan hal tersebut, penting dilakukan pengkajian
tentang ketersediaan menu yang diberikan pesantren dan konsumsi siswa atau
santri yang tinggal di pesantren melalui penyelenggaraan makanan di sekolah.
Penyelenggaraan makanan di sekolah adalah suatu rangkaian kegiatan dari
perencanaan menu sampai dengan pendistribusian makanan kepada siswa.
Penyelenggaraan makanan di sekolah dapat dilakukan oleh sekolah itu sendiri
2

kepada pihak jasa yang mampu mengadakan penyelenggaraan makanan tersebut


sesuai dengan peraturan yang berlaku (Setyowati 2008). Menurut Adila (2012)
kebiasaan makan santri sangat erat kaitannya dengan penyelenggaraan makanan
yang ada di pondok pesantren karena setiap hari santri mengkonsumsi makanan
yang disediakan oleh pihak pesantren. Ketersediaan energi dan zat gizi yang
disediakan oleh penyelenggara makanan harus disesuaikan dengan kebutuhan
gizi para santri yang ada. Selain itu, sistem penyelenggaraan makanan di
pesantren atau di sekolah perlu dikaji yang meliputi tiga elemen penting yaitu
input, proses, dan output. Ketiga elemen penting ini tercakup dalam satu sistem
yang berkaitan dan secara tidak langsung berpengaruh terhadap tingkat
kecukupan gizi santri serta daya terima yang dilihat dari kesukaan santri
terhadap menu yang diberikan pesantren.

Tujuan

Tujuan Umum
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis penyelenggaraan
makanan, tingkat kesukaan terhadap makanan yang disediakan pesantren, dan
tingkat kecukupan energi dan zat gizi santri putri di pesantren Al-Hamidiyah
Depok.

Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini yaitu:
1. Mendeskripsikan proses penyelenggaraan makanan di Al-Hamidiyah Depok
2. Menganalisis biaya makan di pesantren Al-Hamidiyah Depok
3. Mengidentifikasi karakterisitik santri putri di pesantren Al-Hamidiyah Depok
4. Menganalisis ketersediaan energi dan zat gizi pada menu yang ada di
pesantren Al-Hamidiyah
5. Menganalisis tingkat kesukaan santri putri pada menu yang ada di pesantren
Al-Hamidiyah.
6. Menganalisis rata-rata asupan energi dan zat gizi santri putri baik yang
berasal dari dalam dan luar pesantren.
7. Menganalisis tingkat kecukupan santri putri di pesantren Al-Hamidiyah
8. Menganalisis hubungan tingkat kesukaan dengan konsumsi santri putri di
pesantren Al-Hamidiyah

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan
informasi mengenai proses penyelenggaraan makan, tingkat kesukaan santri
terhadap menu yang disediakan pesantren, serta gambaran tingkat kecukupan
santri putri di pesantren tersebut. Bagi pihak pondok pesantren, penelitian ini
diharapkan dapat memberikan masukan dalam pengelolaan makanan dan gizi
untuk santri. Bagi masyarakat dan pembaca, penelitian ini diharapkan dapat
memberikan pengetahuan dan gambaran mengenai sistem penyelenggaraan
makanan secara umum untuk institusi khususnya pondok pesantren.
3

KERANGKA PEMIKIRAN

Penyelenggraan makanan di pesantren merupakan kategori


penyelenggaraan makanan institusi. Penyelenggaraan makanan di pesantren
menjadi faktor utama untuk mencukupi gizi santri yang harus dipenuhi.
Penyelenggaraan makanan yang tersusun dengan baik akan mempengaruhi pada
konsumsi makan santri. Penyelenggaraan makanan sebagai suatu sistem
manajemen yang terdiri dari input, proses, dan output. Input penyelenggaraan
makanan terdiri dari sumber daya yang tersedia untuk mendukung proses
penyelenggaraan makanan, anggaran yang tersedia untuk memenuhi kecukupan
gizi santri dengan memvariasikan menu dan bahan makanan yang tersedia, serta
sarana dan prasarana yang disediakan menjadi aspek penting dalam input
penyelenggaraan makanan. Proses penyelenggaraan makanan meliputi
perencanaan, pembelian, penerimaan, penyimpanan, persiapan, pengolahan
hingga penyajian. Output yang dihasilkan meliputi ketersediaan makanan yang
cukup bagi seluruh santri yang tinggal dipesantren.
Kebutuhan gizi setiap individu berbeda beda sehingga perlu diperhatikan
faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan gizi ini, diantaranya usia, jenis
kelamin, berat badan, dan tinggi badan. Kebutuhan gizi inilah yang dijadikan
acuan dalam perencanaan anggaran dan perencanaan menu. Setelah kedua hal
tersebut dilaksanakan, maka output berupa makanan yang disediakan bagi para
santri akan sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Ketersediaan sumber
energi dan zat gizi merupakan jumlah dari semua jenis bahan makanan yang
diberikan kepada santri. Ketersediaan gizi yang cukup belum tentu
menggambarkan asupan atau konsumsi energi dan zat gizi yang memadai. Hal
ini dipengaruhi oleh daya terima dari santri itu sendiri apakah mereka menyukai
makanan yang disajikan atau tidak. Daya terima dipengaruhi oleh penampilan
dan rasa makanan, selain itu daya terima dapat dilihat melalui tingkat kesukaan
terhadap makanan yang diberikan. Asupan energi dan zat gizi pada santri di
pesantren Al-Hamidiyah juga berasal dari makanan yang dibeli diluar pesantren
atau bekal dari orangtua yang menjenguk santri, makanan tersebut ikut
berkontribusi terhadap kecukupan gizi santri. Outcome jangka panjang yang
dipengaruhi oleh tingkat kecukupan ini adalah status gizi santri. Secara
sistematis kerangka pemikiran tersebut dapat disederhanakan dalam Gambar 1
berikut ini.
4

Karakteristik individu Input Penyelenggaraan Makanan


Usia Tenaga sumber daya, biaya bahan makanan,
Berat badan sarana dan fasilitas
Tinggi badan

Proses Penyelenggaraan Makanan


Perencanaan anggaran dan menu, pengadaan
bahan, penerimaan bahan, penyimpanan,
pengolahan, dan penyajian

Output Penyelenggaraan Makanan


Ketersediaan Makanan

Tingkat Kesukaan

Konsumsi pangan

dari dalam pondok dari luar pondok

Asupan zat gizi

Tingkat kecukupan gizi

Status gizi

Keterangan :
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
: Analisis deskriptif
: Hubungan yang dianalisis
: Hubungan yang tidak dianalisis
Gambar 1 Kerangka Pemikiran

METODE

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian


Desain penelitian ini menggunakan desain cross-sectional study.
Pengambilan data dilakukan di pesantren Al-Hamidiyah Depok. Lokasi
penelitian dipilih secara purposive dengan pertimbangan belum pernah diadakan
penelitian terkait penyelenggaraan makanan, tingkat kesukaan, dan tingkat
kecukupan zat gizi di pesantren ini, memiliki tenaga gizi dalam penyelenggaraan
5

makanan, dan merupakan pesantren modern/favorit. Penelitian dilakukan pada


bulan bulan Februari 2016.

Jumlah dan Teknik Penarikan Contoh


Populasi dari penelitian ini adalah santri yang mengikuti boarding school
atau pesantren di Al-Hamidiyah Depok. Contoh penelitian adalah santri
perempuan dengan rentang usia 11 hingga 18 tahun. Teknik pengambilan contoh
yang digunakan adalah purposive sampling. Kriteria inklusi santri yang menjadi
contoh adalah santri perempuan, dalam keadaan sehat atau tidak sakit, berada
dalam suasana kelas regular yaitu siswa yang mengikuti kegiatan sekolah
pesanten, tidak sedang menjalani diet, bersedia untuk diwawancara dan mengisi
kuesioner, dan bersedia mengikuti penelitian hingga akhir. Berdasarkan hasil
survey dan wawancara sebelumnya kepada pihak sekolah, jumlah santri
perempuan yang berada di Al-Hamidiyah sebanyak 300 orang. Jumlah contoh
minimal penelitian ini dihitung menggunakan rumus Slovin (Notoatmojo 2005)
sebagai berikut:

n= N
1 + N (d2)
n = 300
1 + 300 (0.12)
n = 75

Keterangan :
n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi
d = Tingkat penyimpangan terhadap populasi (10%)

Rumus Slovin digunakan karena pada penelitian ini tidak melihat status
gizi dan permasalahan gizi yang terjadi di pondok pesantren. Berdasarkan
perhitungan menggunakan rumus diatas, maka diperoleh jumlah sampel minimal
sebanyak 75 orang dan yang terkumpul dalam penelitian ini adalah sebanyak 76
santri, sehingga memenuhi kriteria minimal jumlah santri.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data


Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer
diperoleh secara langsung dari lapangan, terdiri dari input, proses, dan output
dari penyelenggaraan makanan, data karakteristik individu (usia, berat badan,
dan tingi badan), data konsumsi santri yang berasal dari dalam dan dari luar
pondok, dan daya terima santri yang dilihat dari kesukaan santri terhadap menu
pesantren. Data primer ini meliputi hasil wawancara kepada petugas dapur dan
pengisian kuesioner yang diberikan kepada contoh berupa food record. Data
sekunder didapat dari melihat dokumentasi atau arsip administrasi sekolah,
seperti gambaran umum dan biaya makan untuk penyelenggaraan makanan
pesantren serta data rencana anggaran dan perencanaan menu pihak
penyelenggaraan makanan Al-Hamidiyah Depok. Berikut ini jenis dan cara
pengumpulan data berdasarkan data yang diteliti.
6

Tabel 1 Jenis dan cara pengambilan data


Jenis Data Variabel Cara Pengambilan Data
Primer Gambaran umum Penyelenggaraan Wawancara dan pengamatan
makanan (input, proses dan output) langsung
Karakteristik contoh Pengisian kuesioner dan
- Usia pengukuran :
- Berat badan Penimbangan menggunakan
- Tinggi badan timbangan injak dengan ketelitian
0,1 kg. Pengukuran tinggi badan
menggunakan microtoise dengan
ketelitian 0,1 cm. Perhitungan
berdasarkan WHO 2007
Konsumsi pangan: Pengisian kuesioner dan
- Jumlah dan jenis makanan yang Wawancara dengan food record
dikonsumsi selama 7 hari berturut-turut.
Tingkat kesukaan Wawancara, pengamatan langsung,
dan pengisian kuesioner
Sekunder Gambaran umum sekolah Al-
Data dari arsip sekolah
Hamidiyah
Keadaan umum penyelenggaraan
makanan
Pengambilan data dari pihak
- Lokasi
penyelenggaraan makanan
- Jumlah pegawai
- Fasilitas (sarana dan prasarana)
Biaya makan:
Data arsip sekolah
Anggaran untuk makanan santri
Rencana anggaran biaya serta
perencanaan menu: Pengambilan data dari pihak
penyelenggaraan makanan
Distribusi biaya bahan makanan,
pesantren
Perencanaan menu

Pengolahan dan Analisis Data


Proses pengolahan data dianalisis secara deskriptif menggunakan
Microsoft Excel 2013 dan SPSS version 16. Data diolah meliputi coding, entry,
cleaning, pengolahan data, kemudian data dianalisis. Tahap coding dimulai
dengan cara menyusun kode-kode tertentu untuk setiap variabel sebagai panduan
dalam melakukan entri dan pengolahan data. Data yang sudah diberikan kode
kemudian dimasukan ke dalam tabel yang sudah ada. Setelah itu dilakukan
pengecekan ulang untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam pemasukan
data
Data karakteristik individu dan konsumsi pangan dianalisis secara
deskriptif menggunakan Microsoft Excel 2013. Uji korelasi atau uji hubungan
dianalisis menggunakan SPSS ver 16. Pengukuran status gizi dengan metode
antropometri melalui perhitungan z-score indeks massa tubuh menurut usia
(IMT/U) dengan menggunakan software WHO Anthroplus 2007. Analisis data
yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Analisis deskriptif meliputi:
a. Karakteristik contoh meliputi usia, berat badan, dan tinggi badan.
7

b. Penyelenggaraan makanan di sekolah meliputi input (tenaga kerja,


biaya penyelenggaraan makanan, dan sarana fisik serta peralatan),
proses (perencanaan menu dan anggaran, pembelian, penerimaan,
penyimpanan, pengolahan, dan penyajian kepada siswa), serta output
(ketersediaan makanan).
c. Tingkat kesukaan terhadap makanan yang disediakan pesantren
d. Konsumsi pangan serta tingkat kecukupan energi dan zat gizi contoh
2. Uji normalitas Kolmogorov-Smirnov untuk melihat distribusi data apakah
data menyebar nomal atau tidak sehingga dapat dilakukan uji statistik
selanjutnya. Setelah melakukan uji normalitas, maka selanjutnya dilakukan
uji korelasi spearman untuk melihat hubungan antara tingkat kesukaan
dengan konsumsi energi dan zat gizi.

Tabel 2 Jenis dan kategori variabel pengolahan data


Variabel Kategori Pengukuran
Usia santri (Soetjiningsih 2004) 11-13 tahun
14-16 tahun
17-19 tahun
Status gizi (WHO 2007) < -3SD (sangat kurus)
-3 SD sampai < -2 SD (kurus)
-2 SD sampai 1 SD (normal)
> 1 SD sampai 2 SD (gemuk)
> 2 SD (obesitas)
Tingkat Kesukaan 1. Tidak suka
(Gregoire & Spears 2007) 2. Suka
3. Biasa
Tingkat kecukupan energi dan protein <70% AKG (defisit berat)
(Depkes 1996) 70-80% AKG (defisit sedang)
80-90% AKG (defisit ringan)
90-120% AKG (normal)
>120% AKG (lebih)
Tingkat kecukupan vitamin dan mineral < 77% AKG (defisit)
(Gibson 2005) > 77% AKG (normal)

Status gizi remaja ditentukan berdasarkan perbandingan indeks massa


tubuh terhadap usianya (IMT/U). Indikator ini digunakan karena pada anak usia
5 hingga 19 tahun tidak menggunakan indikator berat badan berdasarkan tinggi
badan (BB/TB). Penentuan status gizi pada contoh penelitian berdasarkan pada
indeks massa tubuh menurut umur (IMT/U) yang mengacu pada WHO (2007).
Pengkatagorian status gizi contoh dibagi menjadi lima kelompok berdasarkan
WHO (2007) yaitu sangat kurus (z < -3), kurus (-3 z < 2), normal (-2 z
+2), overweight (+1 z +2), dan obese (z > +2).
Daya terima terhadap makanan diukur melalui tingkat kesukaan santri
pada jenis hidangan (nasi, lauk hewani, lauk nabati, sayur, buah, dan selingan)
dan karakteristik hidangan (warna, aroma, porsi, dan rasa). Uji penerimaan
merupakan penilaian tingkat kesukaan makanan individu terhadap karakeristik
makanan. Penilaian uji penerimaan juga dikenal dengan analisis sensori, yaitu
analisis dalam menilai perbedaan kualitas rasa, aroma, warna, dan tekstur
melalui indera manusia (Gregoire & Spears 2007). Analisis sensori memberikan
8

penilaian efektif dalam preferensi, penerimaan, dan opini yang dilakukan


konsumen. Metode penilaian yang digunakan adalah dengan menggunakan skala
hedonik, yaitu uji penerimaan makanan yang dinyatakan dalam tingkatan-
tingkatan kesukaan (Setyaningsih et al. 2010). Penilaian kesukaan terhadap jenis
dan karakteristik hidangan selanjutnya diberi skor 1) jika tidak suka; 2) jika
biasa dan 3) jika suka dan hasil penjumlahannya dikategorikan kembali menjadi
tidak suka, biasa, dan suka. Penjumlahan dan rata-rata dari setiap daya terima
tersebut merupakan daya terima akumulatif dari hidangan yang disajikan.
Ketersediaan makanan diolah dengan melakukan konversi menu makanan
yang disajikan dari hasil penimbangan makanan atau estimasi berat makanan
sebelum dikonsumsi contoh (pagi, siang, sore, dan selingan) ke dalam bentuk
energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral. Data konsumsi pangan
dihitung dengan menggunakan metode food record 7 hari dan food weighing
yaitu sisa makanan contoh langsung ditimbang menggunakan timbangan digital
makanan. Data konsumsi pangan dikonversikan menjadi energi, protein, lemak,
karbohidrat, vitamin C, dan zat besi dengan menggunakan DKBM. Kemudian
dikonversi ke dalam kandungan gizi, yaitu energi, protein, lemak, karbohidrat,
zat besi, dan vitamin C. Rumus yang digunakan untuk mengetahui kandungan
gizi makanan yang dikonsumsi adalah (Hardinsyah & Briawan 1996):

Kgij = (Bj/100) x Gij x (BDDj/100)

Keterangan:
Kgij = Penjumlahan zat gizi I dari setiap bahan makanan/pangan yang
dikonsumsi sebanyak j
Bj = Berat bahan makanan j (gram)
Gij = Kangdungan zat gizi dari bahan makanan j
BDDj = Persen bahan makanan j yang dapat dimakan

Tingkat kecukupan energi dan zat gizi dihitung dengan membandingkan


asupan energi dan zat gizi contoh dengan Angka Kecukupan Gizi (2013) yang
dianjurkan. Pengukuran tingkat kecukupan energi dan zat gizi dapat dilakukan
dengan menggunakan rumus (Hardinsyah & Briawan 1994)

Tingkat kecukupan gizi = konsumsi zat gizi aktual x 100 %


AKG aktual

Definisi Operasional
Biaya makan adalah jumlah dana yang disediakan pihak pondok pesantren
untuk makan para santri.
Biaya bahan makanan adalah jumlah biaya yang dikeluarkan pihak
penyelenggara makan untuk membeli bahan makanan.
Contoh adalah santri perempuan yang berada di pesantren Al-Hamidiyah Depok
yang mengikuti kegiatan pesantren dan ikut berpartisipasi dalam kegiatan
penelitian
9

Daya terima makanan adalah uji hedonik/kesukaan terhadap makanan yang


disajikan pesantren. Tingkat kesukaan dikategorikan menjadi 1 jika tidak
suka, 2 jika biasa, dan 3 jika suka.
Karakteristik individu adalah karakteristik dari santri putri yang menjadi unit
analisis meliputi usia, berat badan, dan tinggi badan.
Kebutuhan gizi adalah jumlah zat gizi rata-rata yang dibutuhkan santri putri
untuk melakukan aktifitas secara normal.
Ketersediaan makanan adalah jumlah energi dan zat gizi (protein, lemak,
karbohihdrat, zat besi, dan vitamin C) yang terkandung dalam makanan
yang disediakan oleh pihak penyelenggaran makanan.
Konsumsi pangan adalah jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi oleh santri
baik dari dalam maupun dari luar pondok pesantren.
Makanan dari dalam pesantren adalah makanan yang berasal dari
penyelenggaraan makanan yang dilakukan oleh pihak pesantren
Makanan dari luar pesantren adalah makanan yang berasal dari luar
penyelenggaraan makanan yang dilakukan oleh pihak pesantren.
Menu makanan adalah susunan hidangan makanan menurut siklus yang
ditetapkan pesantren Al-Hamidiyah Depok
Penyelenggaraan makanan adalah rangkaian kegiatan yang dimulai dengan
perencanaan menu, penerimaan bahan makanan, pembelian bahan
makanan, penyimpanan bahan makanan, pengolahan, dan penyajian
makanan yang terjadi di pesantren Al-Hamidiyah Depok.
Perencanaan Menu adalah kegiatan penyusunan menu yang akan diolah untuk
memenuhi kebutuhan gizi santri di pesantren Al-Hamidiyah Depok.
Perencanaan Anggaran adalah perencanaan untuk mengetahui anggaran yang
dikeluarkan pihak institusi selama satu siklus
Pemesanan Bahan Makanan adalah penyusunan permintaan bahan makanan
berdasarkan siklus menu yang dibuat dan sesuai jumlah santri di pesantren
Al-Hamidiyah.
Penerimaan Bahan Makanan adalah kegiatan menerima bahan pangan yang
telah dipesan sebelumnya oleh petugas dapur pesantren Al-Hamidiyah
Pengolahan Makanan adalah kegiatan memasak atau mengolah bahan baku
mentah atau yang sudah dipersiapkan sebelumnya menjadi hidangan yang
siap dikonsumsi.
Persiapan Bahan Makanan adalah sebuah kegiatan mempersiapkan atau
menangani bahan makanan sebelum diolah oleh petugas dapur Al-
Hamidiyah.
Penyajian Makanan adalah kegiatan memorsikan makanan ke dalam wadah
atau tempat yang telah disiapkan oleh petugas dapur.
Responden adalah seseorang yang diminta informasinya untuk penelitian seperti
santri putri, tenaga pengolah, staff Bagian Rumah Tangga, dan Tenaga
Umum Pesantren Al-Hamidiyah
Status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh santri yang diakibatkan konsumsi,
absorpsi, dan penggunaan zat gizi yang ditentukan melalui indeks massa
tubuh berdasarkan umur (IMT/U) dan dikelompokkan menjadi 5 kategori
berdasarkan WHO (2007): sangat kurus (Z -3), kurus (-3 Z -2),
normal (-2 Z 1), overweight (1 Z 2), dan obese (Z >2).
10

Tingkat kecukupan adalah perbandingan antara konsumsi zat gizi (energi,


protein, lemak, karbohidrat, zat besi, dan vitamin C) dengan AKG aktual
yang dinyatakan dalam persen (%).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian


Pondok pesantren (pesantren) Al-Hamidiyah terletak di Kecamatan
Pancoranmas, Kelurahan Rangkepanjaya, Kota Depok. Pesantren Al-Hamidiyah
ini didirikan pada tanggal 17 Juli 1988 oleh KH Achmad Sjaichu untuk
mewujudkan cita-cita luhurnya dalam mengembangkan dunia pendidikan dan
dakwah islamiah melalui pesantren. Tingkat pendidikan yang berada di
pesantren ini mulai dari taman kanak-kanak (TK) hingga Tarbiyah Muallimin-
Muallimat (TMM), setara madrasah tsanawiyah dan madrasah aliyah. Jumlah
santrinya mencapai ribuan orang. KH Achmad Sjaichu (Alm) merasa perlu
mendirikan pesantren yang memiliki kuantitas dan kualitas. Langkah yang
ditempuh dengan melakukan penyempurnaan sistem pendidikan di pesantren.
Al-Hamidiyah tidak hanya berkutat pada ilmu keagamaan saja, tapi juga
mengembangkan pendidikan lain seperti TK, TPQ, MTs, MA, pengajian
pesantren, majlis taklim, bahasa arab, komputer, perpustakaan, klinik, dan
koperasi. Pesantren ini memiliki lembaga bahasa arab dan inggris. Penunjang
pada pendidikan formal yang dimiliki adalah adanya program ekstrakulikuler
seperti marching band, pramuka, hajir marawis, qasidah, lembaga Al-quran dan
dakwah, tata boga, dan olahraga. Berdasarkan penjabaran tersebut, Al-
Hamidiyah memadukan pesantren salaf dan pendidikan modern yang dikenal
dengan sistem salafiyah ashriyah. Sebagai pesantren salaf, kitab klasik atau kitab
kuning adalah menu utama. Pesantren ini tidak berbeda dari pesantren lainnya,
santri diharuskan mengaji beberapa kitab klasik. Tenaga pengajar terdiri dari
para kiai, ustadz, dan sarjana lulusan perguruan tinggi negeri atau swasta dalam
dan luar negeri, namun ada pula alumni yang ikut mengajar. Pesantren Al-
Hamidiyah juga memiliki satu tenaga gizi yang merangkap menjadi Quality
Control yang bertugas untuk merencanakan menu, menentukan siklus menu,
penyediaan bahan pangan, mengontrol serta mengevaluasi kegiatan
penyelenggaraan makanan di pesantren.

Karakteristik Contoh

Usia
Setiap individu mengonsumsi makanan dalam jumlah dan jenis yang
berbeda. Salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah usia. Konsumsi
makanan biasanya terkait dengan jumlah energi yang diperlukan oleh individu
untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Jumlah energi yang diperlukan
tubuh pada masa anak-anak tidak sebesar jumlah energi yang diperlukan pada
masa remaja. Remaja merupakan usia peralihan antara anak-anak dan dewasa.
Kebutuhan energi dan zat gizi remaja tentu akan lebih banyak dibandingkan
11

kebutuhan pada saat anak-anak. Jumlah energi tersebut akan meningkat dengan
bertambahnya usia dan mencapai puncaknya pada masa dewasa. Jumlah energi
yang diperlukan oleh tubuh selanjutnya akan mengalami penurunan kembali
pada saat usia lanjut (Masturoh 2012).
Soetjiningsih (2004) menyebutkan bahwa berdasarkan kematangan
psikososial dan seksual, remaja dibagi menjadi tiga yaitu remaja awal (early
adolescence) usia 11-13 tahun, masa remaja pertengahan (middle adolescene)
usia 14-16 tahun, dan masa remaja akhir (late adolescene) usia 17-20 tahun.
Data mengenai usia contoh yang disajikan pada Tabel 3 menunjukkan bahwa
sebagian besar usia contoh berada pada kelompok remaja pertengahan yaitu usia
14-16 tahun sebesar 67.1%.

Tabel 3 Distribusi contoh berdasarkan usia


Usia (tahun) n %
Remaja awal (11-13) 21 27.6
Remaja pertengahan (14-16) 51 67.1
Remaja akhir (17-20) 4 5.3
Jumlah 76 100.0
Rata-rata SD 15.2 1.58

Status Gizi
Masa remaja merupakan masa perkembangan dan pertumbuhan yang
sangat penting dalam kehidupan setiap individu. Setiap individu akan
mengalami kematangan psikologi, sosial, maupun seksual pada masa ini
(Soetjiningsih 2004). Menurut Arisman (2007) berat badan dan tinggi badan
akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan pesat karena pada masa ini
akan terjadi growth spurt (percepatan pertumbuhan/perkembangan) sehingga
memerlukan zat gizi yang relatif besar jumlahnya. Data berat badan dan tinggi
badan contoh secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Distribusi berat badan dan tinggi badan


Rata-rata berat
Usia Rata-rata tinggi Badan (cm)
badan (kg)
Remaja awal (11-13) 50.27 154.50
Remaja pertengahan (14-16) 51.27 157.02
Remaja akhir (17-20) 50.24 158.28
Rata-rata 50.59 156.60
St. Dev 7.68 5.34

Peningkatan berat badan pada remaja perempuan terjadi karena perubahan


komposisi tubuh terutama meningkatnya komposisi lemak (Batubara 2010). Usia
contoh yang diteliti berada pada remaja awal hingga akhir. Berat badan, tinggi
badan, dan usia menjadi intrumen dalam menghitung status gizi individu.
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi (Almatsier 2001). Gibson (2005) menyatakan bahwa
status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok yang
12

diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan penggunaan zat gizi


makanan dalam tubuh. Keragaman status gizi disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Distribusi status gizi contoh


Kategori n %
Sangat kurus 0 0
Kurus 1 1.32
Normal 60 78.95
Overweight 12 15.79
Obesitas 3 3.95
Jumlah 76 100.00

Sartika (2011) menyatakan bahwa masalah gizi banyak dialami oleh


golongan rawan gizi yang memerlukan zat gizi untuk pertumbuhan. Kelompok
anak-anak hingga remaja awal (sekitar 10-14 tahun) merupakan kelompok usia
yang beresiko mengalami masalah gizi, baik masalah gizi kurang maupun gizi
lebih. Sebagian besar contoh di pesantren Al-Hamidiyah memiliki status gizi
normal (78.95%). Salah satu permasalahan gizi yang dihadapi setiap negara
adalah overweight dan obesitas (Gillespie et al 2001). Status gizi yang kurang
optimal dapat menimbulkan berbagai permasalahan pada remaja. Kondisi status
gizi yang optimal pada contoh dapat membantu mempertahankan dan
kemampuan serta kecerdasan remaja.
Soekirman et al. (2002) menyatakan kecenderungan bahwa laki-laki
memiliki peluang lebih besar untuk mengalami kurang gizi (underweight)
dibandingkan perempuan. Hal ini sesuai dengan sebaran data santri putri yang
memiliki status gizi kurus hanya sebesar 1.32%. Status gizi dipengaruhi secara
langsung oleh konsumsi dan penyakit infeksi serta dipengaruhi tidak langsung
oleh ketahan pangan, pola asuh, pelayanan kesehatan serta sanitasi lingkungan
(Sudrajat 2015).

Penyelenggaraan Makanan
Penyelenggaraan makanan di pesantren Al-Hamidiyah ini merupakan
salah satu bentuk penyelenggaraan makanan untuk institusi. Tipe
penyelenggaraan makanan yang berada di pondok pesantren Al-Hamidiyah
adalah swakelola mengacu pada Depkes (2007). Pondok pesantren Al-
Hamidiyah menyiapkan makanan dengan cara memasak dan mendistribusikan
makanan secara mandiri untuk para santri, guru, pengawas asrama, dan seluruh
karyawan yang bekerja di dalam pondok pesantren. Pembelian bahan makanan
pesantren Al-Hamidiyah menyerahkan kepada pihak ketiga yang berganti-ganti
melalui proses pencarian melalui internet atau orang terdekat. Pesantren ini
hanya memiliki satu dapur utama yang digunakan untuk memasak baik untuk
siswa maupun pegawai.
Penyelenggaraan makanan khususnya untuk santri yang mengikuti
pesantren memiliki siklus menu tujuh hari dengan makanan utama pagi, siang,
dan malam, serta snack pada malam hari. Setiap hari penyelenggaraan makanan
di pesantren Al-Hamidiyah menyediakan makanan untuk 700 porsi pada pagi
13

dan malam hari dan 900 porsi pada makan siang, karena para karyawan yang
berada di dalam pesantren mendapatkan jatah makan siang.

Input Penyelenggaraan Makanan

Tenaga Penyelenggaraan Makanan


Penyelenggaraan makanan yang diadakan oleh pesantren Al-Hamidiyah
menyediakan sekitar 2100 hingga 2300 porsi sehari dan memiliki tenaga kerja
sebanyak 14 orang yang terdiri dari 1 orang kepala chef, 1 orang assisten chef, 3
orang juru masak, dan 9 orang sebagai helper atau membantu dalam proses
persiapan, pengolahan, dan penyajian. Selain itu, penyelenggaraan makanan juga
diatur oleh Kepala bagian rumah tangga dan Quality Control yang merangkap
sebagai tenaga gizi. Mayoritas pekerja pengelola makanan berjenis kelamin laki-
laki, yaitu sebanyak 85% dan 15% berjenis kelamin perempuan. Hal ini sesuai
dengan penelitian Totelesi (2011) yang menyatakan bahwa persentase tenaga
pengolah makanan berjenis kelamin laki-laki lebih banyak (68.75%) dibanding
dengan dengan tenaga pengolah perempuan, sebab fisik atau kondisi tubuh laki-
laki lebih kuat daripada perempuan.

Tabel 6 Distribusi jumlah tenaga kerja pengelola makanan di pesantren


Jabatan Jumlah (orang) Tingkat Pendidikan
Chef 1 D3
Assiten Chef 1 SD
Juru masak 3 SD
Helper 9 SD/SMA
Jumlah 14

Keterampilan yang dimiliki seorang tenaga pengolah makanan merupakan


hal yang dibutuhkan untuk mendukung proses penyelenggaraan makanan agar
berjalan dengan baik. Hal tersebut dapat didukung melalui pendidikan formal
yang dimiliki (Indriyani 2015). Tingkat pendidikan tenaga pengolah di Al-
Hamidiyah didominasi oleh tingkatan tamat SD/sederajat sebanyak 9 orang. Hal
ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan formal tidak begitu diutamakan saat
perekrutan pegawai di pesantren.
Salah satu input penyelenggaraan makanan di pondok pesantren yaitu
jumlah jam kerja yang dimiliki oleh tenaga pengolah makanan. Hari kerja yang
dimiliki tenaga pengolah makanan pondok pesantren yaitu 6-7 hari dengan jam
kerja 9 jam per hari atau maksimum 63 jam per minggu. Penyelenggaraan
makanan pesantren umumnya menyediakan makanan untuk para santri maupun
pegawai pesantren setiap harinya dari makan pagi hingga makan malam.
Pesantren Al-Hamidiyah menyediakan jumlah porsi makanan sesuai dengan
jumlah santri dan pegawainya atau menyediakan 700-900 porsi. Jumlah porsi
tersebut berlaku untuk satu kali makan. Hal tersebut berhubungan dengan jumlah
tenaga kerja yang dimiliki oleh pesantren, semakin banyak tenaga pengolah
maka semakin efisien dalam pengolahan makanan.
Cara menghitung kebutuhan tenaga kerja dapat dilakukan dengan
meninjau beban kerja pegawai. Salah satu metode yang dapat digunakan yaitu
14

Workload Indicators of Staffing Need Method (Metode WISN). Menurut


Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 81/Menkes/SK/2004,
WISN (Work Indicator of Staffing Need) adalah suatu metode perhitungan
kebutuhan SDM berdasarkan pada beban kerja pekerjaan nyata (Depkes 2004).
Perhitungan WISN dapat dilihat pada Lampiran 2. Tabel 7 menunjukkan jumlah
tenaga pengolah dipondok pesantren Al-Hamidiyah yang sebenanrnya dan yang
berdasarkan WISN.

Tabel 7 Jumlah tenaga kerja di pesantren Al-Hamidiyah


Jumlah tenaga pengolah
Jumlah tenaga pengolah Jam kerja
WISN
Shift I (04.00-13.00)
14 7
Shift II (10.00-19.00)

Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa jumlah tenaga


pengolah makanan yang berada di pesantren Al-Hamidiyah sudah sesuai dengan
perhitungan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Hasil jumlah tenaga pengolah
makanan di pesantren dianggap mampu menjalankan tugas mengolah makanan
yang akan menghasilkan makanan yang bergizi, sehat, dan aman baik bagi segi
kualitas, kuantitas maupun ketetapan pendistribusian makanan

Dana/Biaya Penyelenggaraan Makanan


Penyelenggaraan makanan di pesantren Al-Hamidiyah selalu menyusun
anggaran setiap seminggu sekali. Penyusunan anggaran ini dibuat oleh Quality
Control dan Kepala Bagian Rumah Tangga. Menurut Depkes (2007) tujuan dari
penyusunan anggaran belanja makanan agar tersedianya rancangan anggaran
belanja yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan makanan dan jumlah bahan
makanan bagi konsumen yang dilayani berdasarkan standar yang ditetapkan.
Sumber anggaran belanja didapatkan dari biaya SPP para santri setiap bulannya.
Biaya yang tersedia untuk penyelenggaraan makanan harus diperhitungkan
dengan baik.
Anggaran makan santri per hari adalah Rp15 000 untuk tiga kali makan
utama dan selingan malam atau sekitar Rp9 525 000 (jumlah siswa 635 santri)
dalam sehari yang seluruhnya diberikan kepada Kepala Bagian Rumah Tangga
untuk merencanakan anggaran bahan makanan yang dibutuhkan selama satu
minggu atau sekitar Rp285 750 000 dalam sebulan. Dana tersebut merupakan
dana untuk segala kebutuhan penyelenggaraan makanan, meliputi pembelian
bahan makanan untuk santri.
Perkiraan biaya yang digunakan oleh pihak penyelenggaraan makanan
sebesar 97% dari total biaya khususnya untuk biaya bahan makanan. Sinaga
(2012) menyatakan aspek keuangan harus disesuaikan dengan tujuan dari
institusi pelayanan makanan yang dikelola, tujuan tersebut dapat bersifat service
oriented atau profit oriented. Biaya bahan makanan pada penyelenggaraan
makanan bersifat service oriented dapat mencapai 100% dari total anggaran
yang diberikan. Penyelenggaraan makanan di pesantren Al-Hamidiyah
merupakan penyelenggaraan makanan untuk institusi yang bersifat service
oriented. Hal tersebut tidak sesuai dengan pernyataan Sinaga (2012) sebab biaya
15

bahan makanan yang disediakan tidak digunakan sesuai dengan yang diberikan
pihak sekolah.

Tabel 8 Rincian pengeluaran dana bahan makanan setiap bulan


Dana yang Jenis Frekuensi Pengeluaran Total Persentase
diberikan pengeluaran /bulan (Rp) (Rp) terhadap
(Rp) dana yang
diberikan
(%)
Food Cost
Biaya bahan
makanan
- Sayur 30 2 205 000 66 150 000
- Ayam 12 2 457 000 29 484 000
- Daging 4 2 835 000 11 340 000
- Ikan 4 1 638 000 6 552 000
- Frozen 8 604 800 4 838 400
97%
285 750 000 food
- Beras 4 10 395 000 41 580 000
- sembako 4 6 930 000 27 720 000
- susu 4 718 000 2 872 000
- yakult 4 529 200 2 116 800
- extrafood 4 1 738 800 6 955 200
- Bumbu 30 8 164 285 57 150 000
Total 199 608 400
Overhead Cost 20 000 000
Total 219 608 400

Pembelian sembako yang berada di pesantren Al-Hamidiyah berupa


minyak, gula, kerupuk, telur, bihun, soun, dan sebagainya. Frozen food berupa
chicken nugget, kaki naga, ekado, sosis, kekian, dan sebagainya. Perkiraan biaya
makan yang dikeluarkan per hari untuk setiap menu disajikan dalam tabel
berikut ini

Tabel 9 Perkiraan biaya makan


Malam dan
Hari ke- Pagi (Rp) Siang (Rp) Total/hari (Rp)
selingan (Rp)
1 4 357 5 226 4 902 14 485
2 4 320 5 486 4 598 14 404
3 4 565 4 504 5 372 14 441
4 4 651 4 936 5 034 14 621
5 4 488 4 596 5 460 14 544
6 4 742 5 072 4 756 14 570
7 4 482 5 094 4 687 14 263
Rata-rata 4 515 4 988 4 973 14 475
St.Dev 151 345 335 120

Rata-rata biaya yang dikeluarkan pihak penyelenggara untuk per orang per
harinya adalah Rp14 475 atau 97% dari total biaya yang dialokasikan yaitu
16

sebesar Rp15 000/orang/hari. Biaya tersebut ditambahkan dengan biaya


penggunaan bumbu sebesar 20%. Biaya ini belum termasuk biaya tenaga kerja,
produksi, dan pengadaan alat, sebab biaya tersebut ditanggung oleh pihak
pesantren. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Tonapa (2012) yang
meneliti biaya makan pada penyelenggaraan makan di SMA Negeri 2
Tinggimoncong bahwa biaya penyelenggaraan makanan yang dibebankan pada
siswa adalah sebesar Rp15 000 dengan 3 kali makan utama dan 2 kali selingan.
Biaya tersebut sudah termasuk biaya produksi 20% dan biaya tenaga kerja
sebesar 10%.
Biaya tertinggi yang dikeluarkan penyelenggaraan makanan untuk
menyediakan satu menu adalah pada menu makan malam di hari ke 5, yaitu
sekitar Rp5 460. Menu makan malam untuk hari ke 5 adalah nasi putih, ayam
goreng, tahu kecap pedas manis, sayur oyong wortel dan selingan malam berupa
es kopyor. Biaya terendah yang dikeluarkan pihak penyelenggara ada pada menu
makan pagi hari ke-2, yaitu nasi putih, kaki naga, sop jagung, dan kerupuk.
Biaya rata-rata paling tinggi yang dikeluarkan adalah untuk makan siang, yaitu
sebesar Rp4 988.
Sinaga (2012) menyatakan bahwa penyelenggaraan makanan yang baik
harus memberikan pelayanan yang sesuai dengan kecukupan gizi siswa dan
harganya terjangkau. Menu yang disusun harus sesuai dengan dana yang
ditetapkan. Rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk menu makan pagi lebih
sedikit dibandingkan dengan makan siang dan makan malam. Sebab waktu
makan pagi lebih singkat daripada makan siang dan makan malam, sehingga
menu makan pagi lebih sederhana agar tidak memakan waktu yang lama pada
saat mengolah dan menyajikan kepada santri.

Saran Fisik dan Peralatan


Pesantren Al-Hamidiyah memiliki fasilitas fisik antara lain ruang
penyimpanan kering dan basah termasuk frozen food, ruang pengolahan nasi,
ruang pengolahan, tempat pencucian bahan makanan dan alat masak maupun
tempat makan santri yang terdiri dari ruang makan untuk santri putra dan putri,
ruang istirahat pegawai, serta kamar mandi karyawan. Dapur pesantren memiliki
ventilasi udara serta exhauster fan dan menggunakan lantai keramik. Luas ruang
pengolahan makanan harus cukup untuk bekerja dengan mudah dan efisien agar
menghindari adanya kontaminasi mkanan dan memudahkan pada saat
membersihkan ruangan. Luas dapur pesantren Al-Hamidiyah adalah 36 m2.
Menurut Permenkes 1096/MENKES/PER/VI/2011 luas lantai yang baik untuk
satu orang pekerja yaitu 2 m2. Berdasarkan perhitungan luas lantai yang dimiliki
pesantren sebesar 36 m2 yang dibagi oleh 14 orang pekerja, maka setiap orang
pekerja masing-masing memiliki 2.6 m2 sehingga dapur pesantren Al-Hamidiyah
memiliki luas tempat pengolahan yang sudah mencukupi yaitu sebesar lebih dari
2 m2 per satu orang pekerja.
Dapur pengolahan berada diantara ruang makan santri putri dan putra.
Penyajian makanan dilakukan di ruang makan. Penyajian makan santri putri
dilakukan pada dua tempat yaitu didalam dapur untuk santri MA dan didepan
dapur untuk siswa MTs. Sama halnya dengan penyajian santri putri, penyajian
santri putra pun dilakukan pada dua tempat yaitu didepan dapur untuk siswa MA
dan didepan ruang penyimpanan kering untuk siswa MTs. Ruang makan
17

dilengkapi dengan sarana penunjang dan peralatan antara lain meja panjang,
kursi makan, tempat cuci tangan, tempat air minum, tempat cuci piring, dan
tempat sampah. Ruang makan santri putra yang berada di depan dapur memiliki
7 meja panjang dan 14 kursi panjang dengan kapasitas 10 orang per meja,
sedangkan ruang makan yang berada di depan ruang penyimpanan kering
memiliki 6 meja panjang dan 12 kursi panjang dengan kapasitas 10 orang per
meja. Ruang makan santri putri memiliki 10 meja panjang dan 20 kursi panjang
dengan kapasitas 10 orang per meja. Setiap meja makan tidak diberi taplak
namun selalu dibersihkan setiap selesai digunakan. Meja dan kursi makan
terbuat dari bahan kayu yang kuat. Selain ruang makan, terdapat beberapa
ruangan lain.
Ruang penyimpanan kering digunakan untuk bahan makanan kering yang
seminggu sekali dikirim seperti beras, tepung, gula, kerupuk, dan sebagainya.
Ruang penyimpanan basah dan pengolahan nasi berada di sebelah ruang makan
santri putra. Ruangan tersebut memiliki refrigerator dan freezer box, bahan
pangan sayur, buah, tahu disimpan pada refrigerator, sedangkan bahan pangan
hewani seperti daging, ikan, frozen food, dan lain-lain disimpan pada freezer
box.
Pengolahan nasi terletak bersebelahan dengan ruang penyimpanan basah.
Ruang penerimaan bahan belum tersedia, penerimaan biasanya dilakukan di
ruang makan santri putra dan didepan ruang penyimpanan kering. Tempat
pencucian peralatan makan terletak di depan dapur sedangkan tempat pencucian
bahan-bahan pangan dan peralatan dapur biasanya dilakukan di ruang persiapan
yang berada di sebelah tempat pencucian peralatan makan. Tempat sampah
diletakan di dekat tempat pencucian peralatan makan dan diruang makan santri
putra dan putri. Hal ini memudahkan pekerja dapur dan santri untuk membuang
sisa makanan yang tidak dihabiskan ketika mencuci wadah setelah makan.
Setiap selesai waktu makan, seluruh tempat sampah sekitar dapur akan langsung
dibuang ke tempat pembuangan sampah akhir yang berada kurang lebih 500
meter diluar pesantren di seberang tempat makan santri putra. Denah dapur dapat
dilihat pada Lampiran 6.

Proses Penyelenggaraan Makanan

Perencanaan Menu
Perencanaan menu merupakan kegiatan merencanakan segala sesuatu agar
mendapatkan hasil yang maksimal bagi konsumen dan pihak penyelenggara
(Wulansari 2013). Tujuannya agar tersedianya siklus menu yang sesuai
klasifikasi pelayanan yang diberikan dalam kurun waktu tertentu (Humaira
2014). Menu yang baik perlu memperhatikan variasi menu dan kombinasi
hidangan untuk menghindari kebosanan karena adanya pemakaian bahan
makanan atau jenis makanan yang dilakukan secara berulang. Palacio dan Theis
(2009) menyatakan bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar
perencanaan makanan berjalan dengan baik, yaitu umur, jenis kelamin,
pekerjaan, kebiasaan makan, serta status kesehatan orang yang dilayani.
Perencanaan menu di pesantren Al-Hamidiyah dibuat oleh Quality Control
yang kemudian diberikan kepada Kepala Rumah Tangga untuk menyesuaikan
antara menu dengan dana yang tersedia. Perencanaan menu disesuaikan dengan
18

anggaran, variasi masakan, dan kebutuhan gizi serta kebiasaan makan santri.
Anggaran makan yang ditetapkan adalah Rp15 000 untuk satu orang dalam satu
hari. Menu yang telah dibuat kemudian diberikan kepada Chef agar dibuatkan
purchase order (PO) selama satu minggu atau satu siklus. Purchase order yang
telah dibuat kemudian diberikan kembali kepada Quality Control untuk
diperiksa. Jika sudah sesuai dengan menu dan stock barang, Quality Control
akan memesan bahan via telepon dan e-mail. Siklus menu yang digunakan di
pesantren adalah siklus menu 7 hari. Evaluasi atau perubahan menu secara
keseluruhan biasanya dilakukan sebulan sekali. Siklus menu dikeluarkan oleh
Quality Control setiap hari kamis. Setiap siklus menu yang dikeluarkan,
biasanya dilakukan evaluasi terhadap siklus menu seminggu sebelumnya.
Evaluasi ini dilakukan agar santri tidak merasa bosan dengan menu yang telah
disajikan. Menu biasanya diubah apabila makanan yang diberikan kepada santri
sering tersisa, menu yang sering diubah adalah menu sayur.

Tabel 10 Siklus menu 7 hari di pesantren Al-Hamidiyah


Hari Kerangka Menu
ke- Makan Pagi Makan Siang Makan Malam
1 Makanan Pokok Makanan Pokok Makanan Pokok
Lauk Nabati Lauk Hewani Lauk Hewani
Sayur Lauk Nabati Sayur
Sayur Selingan
2 Makanan Pokok Makanan Pokok Makanan Pokok
Lauk hewani Lauk Hewani Lauk Hewani
Sayur Lauk Nabati Lauk Nabati
Sayur Sayur
Selingan (buah)
3 Makanan Pokok Makanan Pokok Makanan Pokok
Lauk hewani Lauk Hewani Lauk Hewani
Sayur Lauk Nabati Sayur
Sayur Selingan
4 Makanan Pokok Makanan Pokok Makanan Pokok
Lauk Nabati Lauk Hewani Lauk Hewani
Lauk hewani Lauk Nabati Sayur
Sayur Selingan
5 Makanan Pokok Makanan Pokok Makanan Pokok
Lauk Nabati Lauk Hewani Lauk Hewani
Lauk hewani Lauk Nabati Lauk Nabati
Sayur Sayur Sayur
Selingan
6 Makanan Pokok Makanan Pokok Makanan Pokok
Lauk Nabati Lauk Hewani Lauk Hewani
Lauk hewani Lauk Nabati Sayur
Sayur Sayur Selingan
7 Makanan Pokok Makanan Pokok Makanan Pokok
Lauk Nabati/ Lauk Hewani Lauk Hewani
Lauk hewani Lauk Nabati Lauk Nabati
Sayur Sayur Sayur
Selingan
19

Frekuensi makan yang diberikan pada santri adalah tiga kali makan utama
dan satu kali selingan pada malam hari. Kerangka menu untuk makan pagi
terdiri dari nasi, lauk hewani atau nabati, dan sayur. Kerangka menu untuk
makan siang dan malam terdiri dari nasi, lauk hewani, lauk nabati, dan sayur.
Buah diberikan tidak rutin, hanya waktu-waktu tertentu seperti pada hari senin
dan jumat. Hal tersebut terkait dengan dana yang diberikan oleh pihak
pesantren yang didapat dari SPP santri belum mencukupi untuk penyelenggaraan
makanan.
Frekuensi makanan yang diberikan masih belum sesuai dengan frekuensi
makan yang seharusnya, yaitu tiga kali makan utama dan dua kali selingan.
Kerangka menu yang diberikan pun masih kurang lengkap, karena menu buah
tidak diberikan secara rutin, serta pemberian lauk pada makan pagi dan makan
malam masih kurang lengkap. Menu satu siklus yang ada di pesantren Al-
Hamidiyah dapat di lihat pada Lampiran 1

Pembelian dan Penerimaan Bahan Makanan


Pembelian bahan makanan merupakan kegiatan penyediaan macam,
jumlah, spesifikasi atau kualitas bahan makanan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku di institusi yang bersangkutan (Aritonang 2012). Pembelian bahan
makanan di pesantren Al-Hamidiyah ini dilakukan secara online yaitu Quality
Control akan mencari tempat penjualan bahan pangan atau membuka iklan
untuk bersedia menjual bahan pangan. Setelah ada pemasok bahan yang bersedia
memasok bahan pangan kepada pihak pesantren maka pihak pemasok harus
mengirimkan surat penawaran via telepon atau e-mail, Quality Control akan
melihat harga yang ditawarkan pemasok, jika harga sesuai selanjutnya akan
dilakukan survey ke tempat pemasok. Setelah survey tempat dan cocok maka
akan dikontrak dan diuji coba selama dua bulan oleh pihak pesantren.
Bahan pangan di pesan berdasarkan purchase order dua hari sebelum
bahan tersebut digunakan. Bahan pangan yang telah dipesan akan dikirim sehari
sebelum digunakan kecuali bahan pangan yang mudah rusak akan dikirim pada
hari pangan tersebut digunakan seperti sayur (bayam, kangkung, tauge, dan
nangka), nabati (tempe), dan hewani (lele dan udang). Bahan pangan tertentu
seperti beras, gula pasir, tepung, dan bahan sembako lainnya dapat disimpan di
ruang penyimpanan kering sehingga pembelian bahan pangan tersebut dilakukan
seminggu sekali sesuai kebutuhan.
Bahan yang telah dipesan selanjutnya dikirim oleh pemasok dan diterima
oleh pihak dapur pesantren yaitu oleh Quality Control atau staf administrasi.
Pengiriman bahan makanan ke pesantren dilakukan setiap hari pada pukul 07.30
08.00 WIB. Bahan pangan yang diterima sebagian disimpan dan sebagian
langsung dipersiapkan untuk diolah. Bahan pangan yang akan disimpan
sebelumnya dilakukan proses pencucian dan pemotongan terlebih dahulu kecuali
ayam dan daging. Menurut Depkes (2006) penerimaan bahan makanan adalah
suatu kegiatan yang meliputi pemeriksaan, pencataan, dan pelaporan tentang
macam, kualitas, dan kuantitas bahan makanan yang diterima sesuai dengan
pesanan serta spesifikasi yang ditetapkan. Prosedur penerimaan bahan makanan
di pesantren dilakukan secara konvensional yaitu petugas penerima makanan
mendapat faktur dan spesifikasi satuan dan jumlah bahan makan yang dipesan.
Pemeriksaan dilakukan oleh Quality Control atau staf administrasi, jika barang
20

tidak sesuai dengan pesanan, maka pada hari itu juga bahan harus diganti
sebelum makan siang atau paling lambat pada pukul 10.00 WIB.

Penyimpanan Bahan Makanan


Menurut Depkes (2013) penyimpanan bahan makanan merupakan suatu
cara menata, menyimpan, memelihara keamanan bahan makanan kering dan
basah baik kualitas maupun kuantitas di gudang bahan makana kering dan basah
serta melakukan pencatatan dan pelaporan. Dapur pesantren Al-Hamidiyah
memiliki dua tempat penyimpanan yaitu tempat penyimpanan bahan makanan
kering dan bahan makanan basah. Bahan makanan kering seperti telur, minyak,
beras, gula, kerupuk, dan lain-lain disimpan di gudang penyimpanan dengan
suhu ruang. Bahan makanan basah seperti sayuran dan ayam di simpan dalam
refrigerator dengan suhu 7-8oC sedangkan daging, ikan, dan makanan frozen
food lainnya di simpan dalam freezer box, dan untuk bahan pangan nabati seperti
tahu rata-rata jarang disimpan karena langsung di olah, tetapi untuk menu
tertentu seperti menu tahu isi maka tahu akan disimpan dalam refrigerator.
Proses penyimpanan bahan makanan pada pesantren Al-Hamidiyah sudah
menerapkan prinsip FIFO (first in first out) yaitu bahan makanan yang disimpan
terlebih dahulu digunakan. Ruang penyimpanan kering memiliki dinding beton,
jendela, pintu selalu tertutup, dan memiliki rak khusus untuk menyimpan bahan
makanan. Bahan makanan kering disimpan didalam kardus atau karung yang
tertutup untuk meminimalkan kemungkinan kontaminasi oleh bakteri, serangga,
tikus, dan hewan lainnya. Penyimpanan bahan makanan kering di pesantren
memiliki kartu atau buku penerimaan, stok, dan pengeluaran bahan makanan
yang harus di isi agar tidak ada kesalahan dalam memesan bahan pangan
berikutnya. Ruang penyimpanan bahan makanan terdapat satu buah refrigerator
besar dan dua buah freezer box untuk menyimpan daging, ikan, dan frozen food.
Pengaturan suhu pada freezer masih belum diperhatikan. Bahan makanan yang
disimpan di pesantren tidak terlalu banyak karena bahan yang dipesan akan
segera diolah.

Persiapan dan Penyajian Bahan Makanan


Kegiatan persiapan bahan makanan yang dilakukan oleh petugas dapur di
pesantren antara lain mencuci, memotong, mengupas, dan meracik bumbu yang
akan digunakan. Menurut Humaira (2014) tujuan dari persiapan adalah untuk
menyiapkan bahan makanan sesuai macam hidangan, persiapan, standar resep,
serta mempersiapkam macam dan jumlah bahan makanan menurut prosedur
yang telah ditetapkan. Persiapan bahan makanan sebelum pengolahan
merupakan hal yang penting untuk mencegah terjadinya pencemaran makanan.
Bahan makanan yang akan diolah dicuci terlebih dahulu dengan menggunakan
air mengalir.
Waktu persiapan dan pengolahan untuk makan pagi sudah dimulai pada
pukul 04.00 06.00 WIB, makan siang dilakukan pada pukul 07.30 11.00
WIB, dan makan malam pada pukul 14.00 17.30 WIB. Pengolahan nasi untuk
makan pagi dilakukan pada pukul 04.00 hingga 06.00 WIB, makan siang
dilakukan pada pukul 09.00 hingga pukul 11.00 WIB, dan untuk makan malam
dilakukan pada pukul 16.00 hingga pukul 18.00 WIB. Waktu pemasakan nasi
2 jam, sehingga pada saat nasi telah matang, suhu nasi masih hangat pada saat
21

disajikan sebab nasi diangkat dari magicjar atau penanak nasi dan dipindahkan
ke wadah stainless steel 15 menit sebelum waktu makan. Sama halnya dengan
nasi, pengolahan lauk dan sayur dilakukan tidak lama sebelum waktu makan
sehingga saat disajikan suhu masih hangat.
Standarisasi resep, bumbu, prosedur pengolahan dan waktu baru
dibakukan secara tertulis sehingga penentuan resep, bumbu, serta pengolahan
bahan pangan dilakukan berdasarkan perkiraan dan pengalaman pekerja dapur.
Standar porsi dalam proses pengolahan belum diterapkan secara tertulis tetapi
dilakukan dengan menggunakan perkiraan besaran ukuran rumah tangga (URT).
Tugas-tugas dalam proses pengolahan di dapur dilakukan tanpa pembagian tugas
khusus.
Bahan makanan yang telah dimasak selalu dihabiskan dalam satu kali
penyajian saja, sehingga tidak ada makanan yang disimpan untuk penyajian
selanjutnya khususnya pada menu sayur. Namun jika ada sisa makanan yang
aman untuk di konsumsi akan di hangatkan kembali, seperti sisa makan siang
dihangatkan untuk makan malam dan sisa makan malam akan dibuang atau
dibawa pulang oleh pekerja dapur. Waktu makan pagi mulai pukul 06.00 sampai
06.30 WIB, waktu makan siang mulai pukul 12.30 sampai 13.30 WIB,
sedangkan makan malam mulai pukul 18.30 sampai 19.30 WIB.
Penyajian makanan merupakan kegiatan terakhir dalam penyelenggaraan
makanan di pesantren Al-Hamidiyah. Penyajian makanan di pesantren
menggunakan metode serve yaitu hanya ada tempat penyajian atau ruang makan
dan makanan yang sudah matang saja (Sinaga 2012). Makanan yang sudah
matang diletakkan pada wadah berukuran besar berbahan stainless steel.
Kemudian makanan tersebut dipindahkan ke meja pemorsian yang terletak pada
masing-masing ruang makan santri putra dan putri. Makanan disajikan dalam
bentuk buffet atau prasmanan karena belum diterapkannya standar porsi. Santri
akan dilayani oleh pekerja dapur untuk memorsikan makanan. Wadah tempat
makan santri berupa tray berbahan stainless steel yang disediakan oleh pihak
pesantren, sehingga santri tidak perlu membawa alat makannya sendiri. Namun
pihak dapur tidak menyediakan sendok, garpu, maupun gelas disebabkan
peralatan tersebut selalu hilang, sehingga santri membawa sendiri peralatan
makan tersebut.

Pencatatan dan Pelaporan


Pencatatan dan pelaporan dalam penyelenggaraan pesantren Al-Hamidiyah
dilakukan oleh pengawas, yaitu Kepala Bagian Rumah Tangga, Quality Control,
serta bagian Administrasi Rumah Tangga untuk mencatat anggaran yang
diperlukan dan dikeluarkan. Pencatatan dan pelaporan yang dilakukan antara lain
mengenai penerimaan bahan dari pihak pemasok, menyesuaikan daftar pesanan
dengan menu, mengevaluasi pemasok bahan makanan yang disediakan cukup
atau tidak, dan mengawasi kebersihan dapur, peralatan, penjamah makanan,
serta stok bahan makanan dan kebersihan kantin yang berada di pesantren Al-
Hamdiyah. Evaluasi menu dilakukan ketika ada makanan yang bersisa, terutama
sayur sehingga menu masakan tersebut akan diubah menjadi menu sayur lain
pada minggu berikutnya.
22

Output Penyelenggaraan Makanan


Masakan yang telah siap disajikan akan didistribusikan ke setiap ruang
makan. Makanan yang telah selesai diolah akan segera disimpan dalam wadah
berupa stainless steel dan siap dibawa ke ruang makan santri putra, untuk santri
putri masakan disajikan didapur dan kemudian santri putri mengambil makanan
melalui jendela dapur dan meja yang berada di ruang makan santri. Masakan
yang disajikan kepada santri dengan metode buffet atau prasmanan, namun santri
tidak mengambil makanan sendiri tetapi diporsikan oleh pegawai dapur dan di
awasi langsung oleh Quality Control.

Ketersediaan Energi dan Zat Gizi


Nacing (2007) menyatakan bahwa keadaan gizi seseorang secara langsung
dipengaruhi oleh tidak tersedianya zat-zat gizi dalam jumlah dan mutu yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan. Ketersediaan pangan yang kurang akan
menyebabkan ketidakcukupan konsumsi dan sebaliknya. Makanan yang
disediakan oleh pondok melalui pihak penyelenggara makanan merupakan
sumber utama dari ketersediaan energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan
mineral. Tingkat ketersediaan santri dihitung dengan cara menimbang makanan
pada saat penelitian berlangsung, setelah itu dibandingkan dengan kebutuhan
santri putri. Jenis makanan yang disediakan pesantren meliputi makanan pokok
(nasi putih, nasi uduk), lauk hewani (telur, daging sapi, ayam, ikan), lauk nabati
(tahu, tempe, bihun, kentang), sayur (wortel, sawi, kacang panjang, buncis, kol),
buah (pepaya), serta selingan. Ketersediaan energi dan zat gizi pada menu
pesantren selama tujuh hari disajikan dalam tabel berikut ini.

Tabel 11 Distribusi ketersediaan energi dan zat gizi menu pondok pesantren
Karbo
Energi Protein Lemak Fe Vitamin C
Hari ke- hidrat
(kkal) (g) (g) (mg) (mg)
(g)
1 1386 42.81 42.98 206.58 10.41 25.22
2 1569 58.62 59.52 199.82 15.51 109.57
3 1441 63.81 30.34 226.58 6.18 149.14
4 1851 66.14 92.25 201.61 9.69 63.69
5 1550 55.77 56.07 225.13 15.16 88.10
6 1353 43.91 38.51 215.44 10.76 60.91
7 1600 54.85 55.08 217.83 11.65 45.55
Rata-rata 1536 55.13 53.54 213.28 11.34 77.45
St.Dev 156 8 19 10 3 39
Kebutuhan (AKG) 2125 65 71 292 26 69
Kontribusi (%) 72 85 75 73 44 112

Penilaian terhadap ketersediaan zat gizi dilakukan selama tuhuh hari sesuai
dengan siklus menu yang berlaku. Rata-rata ketersediaan energi, protein, lemak,
karbohidrat, zat besi, dan vitamin C secara berturut-turut adalah 1536 kkal,
55.13 g, 53.54 g, 213.28 g, 11.34 mg dan 77.45 mg. Bila dibandingkan dengan
kebutuhan zat gizi sesuai dengan Angka Kebutuhan Gizi (2013) maka
ketersediaan menu di pesantren Al-Hamidiyah masih kurang. Hal ini disebabkan
biaya yang diberikan pesantren kepada penyelenggara makanan untuk bahan
23

pangan masih kurang (97%). Kontribusi ketersediaan terhadap kebutuhan untuk


orang sehat seharusnya bisa mencapai 100%. Selain itu, porsi makanan pokok
seperti nasi yang disediakan pesantren masih kurang dengan jumlah santri dan
pegawai yaitu beras yang disediakan 30 kg untuk 700 porsi setiap waktu makan
sehingga masing-masing santri hanya mendapat 50 gram beras per waktu
makan atau 100 gram nasi. Berdasarkan Pedoman Gizi Seimbang yang
dianjurkan Kemenkes (2014) untuk usia remaja perempuan meyatakan bahwa
porsi makan pokok yang baik adalah 4 - 5 porsi sehari, porsi untuk protein
hewani 3 porsi sehari, porsi untuk protein nabati porsi sehari, porsi untuk
sayuran 3 porsi sehari, dan porsi untuk buah 4 porsi sehari. Anjuran porsi
menurut kecukupan energi untuk remaja dapat dilihat pada Lampiran 3.
Berdasarkan kerangka menu selama 7 hari yang disediakan pesantren,
ketersediaan porsi yang diberikan masih belum memenuhi gizi seimbang yang
dianjurkan berdasarkan kebutuhan mereka. Hal ini disebabkan perencanaan
menu yang dilakukan pihak penyelenggara makanan belum memperhatikan
kebutuhan gizi santri.
Hasil penilaian ketersediaan zat gizi sesuai dengan siklus menu yang
berlaku ketersediaan energi tertinggi ada pada hari ke-4. Sumbangan terbesar
berasal dari makan malam dengan menu nasi, ayam woku, sayur oyong, balado
telur dan roti odading. Banyaknya porsi lauk hewani yang diberikan dalam satu
kali makan dan selingan berupa roti yang berasal dari tepung terigu turut
menyumbang ketersediaan energi makan malam.
Ketersediaan protein tertinggi ada pada hari ke-4. Sumbangan terbesar
berasal dari makan siang dengan menu nasi, ikan kembung, gulai daun singkong,
dan tahu jambi goreng. Protein terbesar ada pada tahu dan ikan kembung.
Ketersediaan lemak tertinggi ada pada hari ke-4. Sumbangan lemak terbesar
berasal dari makan malam, sama halnya dengan ketersediaan energi. Lemak
berasal dari ayam woku yang menggunakan santan dan telur balado.
Ketersediaan karbohidrat tertinggi ada pada hari ke-3. Sumbangan terbesar
berasal dari makan malam dengan menu nasi putih, rolade, sop kimlo, kerupuk,
dan selingan malam berupa susu esco. Karbohidrat terbesar berasal dari sop
kimlo yang berisi bihun, wortel, dan kembang tahu dan nasi.
Ketersediaan zat besi tertinggi ada pada hari ke-2. Sumbangan terbesar
berasal dari makan siang dengan menu nasi putih, ayam goreng, gado-gado, dan
tempe bacem. Sumber zat besi pada menu tersebut berasal dari tempe.
Ketersediaan vitamin C tertinggi ada pada hari ke-3. Sumbangan terbesar berasal
dari makan siang, sama halnya dengan menu ketersediaan protein Sumber
vitamin C berasal dari`menu gulai daun singkong, dalam 100 gram daun
singkong mengandung 275 mg vitamin C.
Kontribusi ketersediaan energi dan zat gizi yang disediakan oleh pesantren
sudah belum cukup memenuhi kebutuhan zat gizi santri. Hal ini tidak sesuai
dengan pernyataan Sinaga (2007) yang menyatakan bahwa penyelenggaraan
makanan harus memenuhi kebutuhan gizi siswa yang dilayani karena suplai
utama energi dan zat gizi adalah dari makanan yang disediakan tersebut.
Kontribusi ketersediaan vitamin C pesantren rata-rata sudah mencukupi, sebab
pesantren selalu menyediakan menu sayur setiap hari. Kontribusi ketersediaan
zat besi pesantren masih kurang dari 50%, sebab zat besi yang terkandung pada
makanan hanya menyumbang sedikit pada menu yang disajikan oleh pesantren.
24

Tingkat Kesukaan
Daya terima terhadap makanan adalah reaksi atau tanggapan santri
terhadap rangsangan yang timbul oleh makanan melalui indera penglihatan,
penciuman, dan pencicip. Penilaian daya terima seseorang terhadap makanan
dipengaruhi oleh kesukaan. Penilaian daya terima seseorang menggunakan uji
kesukaan atau uji hedonic (Sutyawan 2013). Tingkat kesukaan adalah
kemampuan seseorang dalam menentukkan rangsangan yang timbul dari
makanan melalui panca indera. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
kesukaan dalam menu makanan adalah faktor kesukaan, faktor individu, dan
lingkungan. Faktor yang mempengaruhi tingkat kesukaan yaitu faktor internal
dan faktor eksternal (Fitriyanti 2013). Faktor internal adalah kondisi seseorang
yang dapat mempengaruhi konsumsi pangannya, seperti nafsu makan, kebiasaan
makan, dan kebosanan yang muncul karena variasi makanan yang kurang
beragam. Faktor eskternal adalah kondisi luar seseorang yang mempengaruhi
konsumsi pangannya, seperti rasa dan penampilan makanan, variasi menu, cara
penyajian, kebersihan makanan dan alat, serta pengaturan waktu makan.
Penilaian tingkat kesukaan yang dilakukan merupakan pengamatan tingkat
kesukaan terhadap karakteristik makanan yang disajikan. Penilaian tingkat
kesukaan yang dilakukan berdasarkan karakteristik warna, aroma, porsi, dan rasa
diberikan pesantren. Ketiga karakteristik ini berdasarkan karakteristik umum
dari makanan yang mampu menggambarkan penilaian terhadap makanan. Selain
itu, karakteristik lainnya yang dinilai dapat berpengaruh adalah kesesuaian porsi
dan suhu makanan. Makanan yang diuji kesukaan adalah tiga kali makan besar
dan satu kali selingan. Makan besar dengan komponen lengkap terdiri dari
makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, dan sayur. Berikut merupakan hasil
uji kesukaan terhadap makanan yang disajikan oleh pesantren.

Tabel 12 Distribusi rata-rata tingkat kesukaan contoh terhadap warna


Lauk Lauk
Tingkat Nasi Sayur Selingan Rata-rata
hewani nabati
kesukaan
n % n % n % n % n % n %
Tidak
0 0 0 0 7 9 0 0 0 0 2 3
suka
Biasa 44 42 34 45 0 0 14 18 20 26 22 29
Suka 32 58 42 55 69 91 62 82 56 74 52 68
Total 76 100 76 100 76 100 76 100 76 100 76 100

Suhu dan warna merupakan karakteristik yang berpengaruh terhadap


penerimaan contoh. Kemampuan menyajikan makanan dalam suhu yang sesuai
merupakan salah satu bagian penting dalam menu makanan (Fitriyanti 2013).
Ketidaksesuaian suhu yang disajikan berkaitan dengan kemampuan makanan
terkait kapasitas personil dan alat yang terbatas. Penelitan Sutyawan (2013) pada
siswa asrama menyebutkan 66.6% contoh merasakan bahwa suhu penyajian
sudah sesuai dan 24.8% suhu penyajian belum sesuai. Tingkat kesukaan akan
berbeda pada setiap suhu penyajian (Fitriyanti 2013).
Warna makanan memegang peranan utama dalam penampilan makanan
(Moehyi 1992). Warna makanan memegang peranan utama dalam penampilan
25

makanan karena warna merupakan rangsangan pertama pada indera penglihatan.


Warna makanan yang menarik dan tampak alamiah dapat meningkatkan cita rasa
dan keinginan seseorang untuk mengonsumsinya (Winarno 1994). Warna tidak
hanya menentukkan kualitas makanan namun dapat menilai tingkat kematangan
suatu bahan. Kombinasi warna antara jenis kerangka menu yang sesuai
menimbulkan daya Tarik terhadap penerimaan makanan. Sebagian contoh
menilai warna pada nasi yang disajikan oleh pesantren adalah biasa (42%). Hal
tersebut dapat disebabkan karena warna nasi yang disajikan sudah berubah
warna menjadi sedikit kekuningan disebabkan suhu nasi sudah mulai berkurang
menjadi dingin sehingga mengurangi nafsu makan santri. Sedangkan sebagian
besar contoh menyukai warna pada lauk hewani (55%), lauk nabati (91%), sayur
(82%), dan selingan (74%) yang disajikan oleh pesantren. Hal ini berbeda
dengan penelitian Fatimah (2008) yang menyebutkan 78.8% contoh merasakan
warna hidangan yang disajikan kurang menarik. Palacio dan Theis (2009)
menyebutkan bahwa minimal dua jenis warna harus termasuk dalam hidangan
suatu menu untuk memberikan penampilan yang menarik. Warna dalam
hidangan menentukan karakteristik makanan (Gregoire & Spears 2007).
Menurut Sinaga (2007), kombinasi warna yang menarik dapat meningkatkan
penerimaan terhadap makanan dan secara tidak langsung dapat menambah nafsu
makan.

Tabel 13 Distribusi rata-rata tingkat kesukaan contoh terhadap aroma


Tingkat Nasi Lauk Lauk Sayur Selingan Rata-rata
kesukaan hewani nabati
n % n % n % n % n % n %
Tidak 0 0 0 0 8 11 1 1 0 0 2 3
suka
Biasa 49 64 20 26 0 0 8 11 30 39 21 28
Suka 27 36 56 74 68 89 67 88 46 61 53 70
Total 76 100 76 100 76 100 76 100 76 100 76 100
Aroma yang disebarkan oleh makanan merupakan daya tarik yang sangat
kuat dan mampu merangsang indera penciuman sehingga membangkitkan selera
makan (Sinaga 2007). Sama halnya seperti warna, aroma makanan yang
disajikan oleh pesantren secara umum disukai oleh santri disebabkan suhu
hidangan pesantren masih hangat. Rata-rata aroma yang disajikan pesantren
yaitu kategori suka sebesar 74% pada lauk hewani, 89% pada lauk nabati, 88%
pada sayur, dan 61% selingan. Rata-rata pada menu nasi dinilai biasa oleh santri
yaitu sebesar 64% sebab nasi tidak memiliki aroma yang khas.

Tabel 14 Distribusi rata-rata tingkat kesukaan contoh terhadap rasa


Tingkat Nasi Lauk Lauk Sayur Selingan Rata-rata
kesukaan hewani nabati
n % n % n % n % n % n %
Tidak 0 0 0 0 8 11 0 0 0 0 2 3
suka
Biasa 42 55 16 21 0 0 6 8 12 16 15 20
Suka 34 45 60 79 68 89 70 92 64 84 59 78
Total 76 100 76 100 76 100 76 100 76 100 76 100
26

Rasa suatu makanan merupakan faktor yang turut menentukan daya terima
santri. Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu maupun interaksi
dengan komponen rasa yang lain (Winarno 1994). Rasa makanan merupakan
faktor kedua yang menentukan cita rasa pada makanan setelah penampilan
makanan itu sendiri. Berdasarkan hasil pada Tabel 14 menunjukan para santri
menyukai rasa makanan yang disajikan pesantren baik pada lauk hewani (79%),
lauk nabati (70%), sayur (92%), dan selingan (84%). Sama halnya dengan
warna, rasa pada nasi tidak memiliki rasa yang khas sehingga dinilai biasa (55%)
oleh santri. Rasa yang beragam dalam satu menu hidangan akan memberikan
penerimaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan rasa yang sama dalam satu
hidangan (Palacio & Theis 2009). Rasa yang beragam lebih baik dibandingkan
pada rasa yang sama (Gregoire & Spears 2007). Penambahan kombinasi rasa
dasar yang digunakan seperti manis, asam, asin, dan gurih sangat penting
digunakan dalam menu hidangan.
Tabel 15 Distribusi rata-rata tingkat kesukaan contoh terhadap kesesuaian porsi
Tingkat Nasi Lauk Lauk Sayur Selingan Rata-rata
kesukaan hewani nabati
n % n % n % n % n % n %
Tidak 1 1 1 1 6 8 0 0 0 0 2 3
suka
Biasa 40 53 29 38 0 0 34 45 7 9 22 29
Suka 35 46 46 61 70 92 42 55 69 91 52 68
Total 76 100 76 100 76 100 76 100 76 100 76 100

Porsi berkaitan dengan bentuk makanan yang sesuai saat disajikan. Porsi
makanan yang disediakan dapat memengaruhi sisa makanan yang tidak
dihabiskan oleh santri. Secara umum santri menyukai porsi yang diberikan oleh
pesantren baik itu pada lauk hewani (61%), lauk nabati (92%), sayur (55%), dan
selingan (91%). Santri menilai kesesuaian porsi pada nasi yang diberikan biasa
atau masih dalam batas jumlah yang dapat diterima oleh santri yaitu sebesar
53%. Hal tersebut disebabkan ketersediaan yang disajikan pesantren masih
belum cukup dengan kebutuhan sehingga menurut santri porsi yang diberikan
sudah cukup.
Penilaian makanan yang disajikan sangat terkait dengan penerimaan santri
terhadap makanan yang selanjutnya dapat berpengaruh terhadap kemampuan
mengonsumsinya. Warna yang menarik, suhu, aroma, dan rasa yang tepat dapat
meningkatkan penilaian terhadap makanan sehingga dapat membangkitkan
selera. Selera makan seseorang juga dapat ditingkatkan dengan mengupayakan
rasa yang enak pada setiap makanan yang disajikan. Namun, kondisi fisik yang
lemah juga dapat memengaruhi kondisi psikis seseorang sehingga selera makan
berkurang. Kondisi fisik yang tidak selalu dalam keadaan sehat serta pengaruh
obat yang dikonsumsi merupakan faktor yang dapat mempengaruhi selera makan
(Hartono 2006).
27

Konsumsi Energi dan Zat Gizi


Menurut Masturoh (2012) konsumsi pangan merupakan faktor utama
dalam memenuhi kebutuhan zat gizi. Zat gizi tersebut selanjutnya menyediakan
tenaga bagi tubuh, mengatur proses metabolism daam tubuh, memperbaiki
jaringan serta pertumbuhan. Menurut Suhardjo (2003), konsumsi pangan dapat
mempengaruhi komposisi zat gizi yang masuk kedalam tubuh sehingga
mempengaruhi tingkat kecukupan energi dan zat gizi individu.
Selain mengkonsumsi makanan yang disediakan oleh pesantren, contoh
juga mengonsumsi makanan yang dibeli di kantin atau di luar pesantren. Oleh
karena itu, sebagian dari kecukupan energi dan zat gizi dipenuhi dari makanan
kantin atau luar penyelenggaraan makanan pesantren. Rata-rata asupan energi
dan zat gizi contoh dapat dilihat pada Tabel 16. Rata-rata asupan energi dan zat
gizi contoh yaitu energi sebesar 1643 kkal, protein 57.99 g, lemak 58.01 g,
karbohidrat 299.45 g, Fe 15.18 mg, dan vitamin C 56.17 mg. Jika dibandingkan
dengan kebutuhan sesuai AKG yang dianjurkan, konsumsi contoh baik dari
pesantren maupun dari luar pesantren belum cukup memenuhi kebutuhan energi
dan zat gizi sehari.

Tabel 16 Distribusi rata-rata asupan energi dan zat gizi contoh


Rata-rata asupan
Kebutuhan Kontribusi
Zat gizi Makanan Makanan luar Total
(AKG) (%)
Pesantren pesantren
Energi (kkal) 1350 68 293 166 1643 200 2125 77
Protein (g) 49.16 2 8.83 5 57.99 5 65 89
Lemak (g) 48.25 2 9.75 5 58.01 5 71 82
Karbohidrat (g) 183.47 14 115.98 108 299.45 112 292 103
Fe (mg) 13.36 4 1.82 1 15.18 4 26 58
Vit C (mg) 51.76 9 4.41 7 56.17 11 69 81

Rata-rata asupan energi, protein, lemak, karbohidrat, Fe, dan vitamin C


yang berasal dari makanan pesantren menyumbang lebih banyak dibandingkan
makanan yang didapat dari luar pesantren. Hal tersebut dikarenakan makanan
utama (pagi, siang, dan malam) disediakan oleh pesantren sehingga untuk
makanan diluar pesantren hanya menyumbangkan energi, protein, lemak,
karbohidrat, Fe, dan vitamin C lebih sedikit. Beberapa jajanan yang dikonsumsi
santri diluar pesantren seperti mie, omelet, es krim, kentang goreng, siomay,
bakso, roti, susu, teh, dan sebagainya. Penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Masturoh (2012) pada santri pondok pesantren yang
menunjukkan bahwa rata-rata total asupan energi dan protein santri masih
rendah yaitu sebesar 1528 kkal/hari dan 35.5 gram/hari.
Energi merupakan salah satu hasil metabolisme, pertumbuhan, pengaturan
suhu, dan kegiatan fisik (Hardinsyah & Tampubolon 2004). Kebutuhan energi
remaja dipengaruhi oleh aktivitas, metabolisme basal, dan peningkatan
kebutuhan untuk menunjang percepatan tumbuh-kembang masa remaja
(Ramadhani 2015). Protein merupakan bagian dari sel hidup dan merupakan
bagian terbesar tubuh sesudah air. Fungsi utama protein adalah membangun dan
memperbaiki jaringan-jaringan tubuh yang sudah rusak (Almatsier 2009).
28

Kontribusi protein dari energi rata-rata contoh yaitu sebesar 14.11%.


Protein menghasilkan 4 kkal/gram dari energi. Menurut WNPG (2004), Angka
Kecukupan Protein Indonesia berdasarkan berat badan patokan, mutu protein,
dan daya cerna protein hidangan yaitu sebanyak 10-20% dari kebutuhan energi
total sudah dianggap baik untuk kesehatan, artinya kecukupan protein santri di
pesantren sudah memenuhi nilai yang dianjurkan.
Lemak merupakan cadangan energi di dalam tubuh, konsumsi lemak
paling sedikit adalah 10% dari total energi. Lemak menghasilkan 9 kkal/gram.
Berdasarkan PUGS dalam Kemenkes (2014), anjuran konsumsi lemak tidak
melebihi 25% dari total energi dalam makanan sehari-hari. Kontribusi lemak
dari total asupan energi sehari santri yaitu 32% yang artinya konsumsi lemak
santri sudah mencukupi. WHO menganjurkan konsumsi lemak sebanyak 20% -
30% dari kebutuhan energi total dianggap baik untuk kesehatan.
Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi kehidupan manusia
yang dapat diperoleh dari alam (Almatsier 2009). Karbohidrat menghasilkan 4
kkal/gram. Angka kecukupan karbohidrat yang dianjurkan adalah sebesar 50% -
65% dari total energi. Konsumsi karbohidrat santri dalam sehari menyumbang
73% dari total energi sehari. Almatsier (2005) menganjurkan agar 55% - 75%
konsumsi energi total berasal dari karbohidrat kompleks. Karbohidrat yang tidak
mencukupi di dalam tubuh akan digantikan dengan protein untuk memenuhi
kecukupan energi. Apabila karbohidrat tercukupi, maka protein akan tetap
berfungsi sebagai zat pembangun. WNPG (2004) menyebutkan bahwa asupan
karbohidrat dibawah 60% AKG dinyatakan defisit sedangkan bila diatas 70%
dianggap berlebih. Kebutuhan karbohidrat santri di pesantren sudah mencukupi
dan dianggap berlebih.
Rata- rata konsumsi mineral Fe yaitu 15.18 mg sehari. Hal tersebut
menunjukkan masih kurangnya asupan Fe pada santri berdasarkan Angka
Kecukupan mineral mikro yang ditentukan yaitu sebesar 26 mg sehari.
Walaupun terdapat luas di dalam makanan, masih banyak penduduk dunia
mengalami kekurangan besi termasuk Indonesia. Kekurangan zat besi diakui
berpengaruh terhadap produktivitas kerja, penampilan kognitif, dan sistem
kekebalan (Almatsier 2009). Taraf zat gizi bagi seseorang sangat dipengaruhi
oleh jumlah konsumsi melalui makanan, bagian yang diserap melalui saluran
pencernaan, cadangan zat besi dalam jaringan, ekskresi, dan kebutuhan tubuh.
Kebutuhan zat besi pada remaja baik perempuan maupun laki-laki akan
meningkat sejalan dengan cepatnya pertumbuhan dan bertambahnya massa otot
dan volume darah. Pada remaja perempuan kebutuhan akan zat besi lebih banyak
daripada laki-laki sebab perempuan mengalami menstruasi. Rata-rata konsumsi
vitamin C contoh sebesar 56.17 mg sehari. Vitamin C merupakan vitamin yang
larut air yang biasanya tidak disimpan di dalam tubuh dan akan dikeluarkan
melalui urin dalam jumlah kecil. Oleh sebab itu vitamin larut air sebaiknya
dikonsumsi setiap hari untuk mencegah kekurangan vitamin yang dapat
mengganggu fungsi tubuh normal (Almatsier 2009).
29

Tabel 17 Distribusi rata-rata kontribusi asupan energi dan zat gizi contoh
terhadap konsumsi harian
Zat gizi Rata-rata kontribusi asupan
Makanan Pesantren Makanan luar Total
(%) pesantren (%) (%)
Energi (kkal) 82 18 100.00
Protein (g) 85 15 100.00
Lemak (g) 83 17 100.00
Karbohidrat (g) 61 39 100.00
Fe (mg) 88 12 100.00
Vit C (mg) 92 8 100.00

Rata-rata kontribusi asupan energi dan zat gizi dari total konsumsi sehari
didapatkan dari makanan dalam serta makanan luar. Kontribusi makanan dari
dalam pesantren memiliki kontribusi energi yang jauh lebih besar (82%) untuk
memenuhi kebutuhan zat gizi contoh. Kontribusi protein dari makanan yang
disediakan sebesar 85%, lemak 83%, karbohidrat 61%, Fe 88%, dan vitamin C
92%. Hal ini disebabkan masih kurangnya ketersediaan yang disajikan oleh
pesantren. Sedangkan kontribusi dari makanan luar lebih banyak menyumbang
terhadap karbohidrat (39%). Hampir 50% lebih zat gizi yang disediakan oleh
pesantren sudah terpenuhi. Hal tersebut dikarenakan makanan utama contoh
disediakan dari pihak pesantren melalui jasa penyelenggara makanan, sehingga
kontribusi makanan luar pondok relatif sedikit.

Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi


Tingkat kecukupan energi dan zat gizi seseorang atau kelompok dapat
diketahui dengan membandingkan kandungan energi dan zat gizi makanan yang
dikonsumsi seseorang atau kelompok dengan angka kecukupannya. Kecukupan
gizi adalah rata-rata asupan gizi harian yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
gizi bagi hampir semua orang sehat dalam kelompok umur, jenis kelamin, dan
fisiologi tertentu (Hardinsyah & Tampubolon 2004). Pengukuran tingkat
kecukupan energi dan zat gizi merupakan tahap lanjutan dari perhitungan
konsumsi pangan.

Tingkat Kecukupan Energi dan Protein


Energi didefinisikan sebagai kemampuan untuk melakukan kegiatan.
Manusia membutuhkan energi dan zat gizi lainnya untuk mempertahankan
hidup, menunjang pertumbuhan, dan melakukan aktivitas fisik. Energi diperoleh
dari karbohidrat, lemak, dan protein yang ada di dalam makanan. Tingkat
kecukupan energi dan protein dibedakan menjadi lima cut off points menurut
Kemenkes (1996) adalah: (1) defisit tingkat berat (<70% AKG), (2) defisit
tingkat sedang (70-79% AKG), (3) defisit tingkat ringan (80-89% AKG), (4)
normal (90-119% AKG), dan (5) kelebihan (120% AKG). Sebaran contoh
berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan energi dan protein disajikan dalam
tabel berikut.
30

Tabel 18 Distribusi tingkat kecukupan energi dan protein contoh


Energi Protein
Kategori
n % n %
Defisit berat (<70% AKG) 23 30 0 0
Defisit sedang sedang (70-79% AKG) 23 30 11 14
Defisit ringan (80-90% AKG) 23 30 25 33
Normal (90-120% AKG) 7 10 39 51
Lebih (>120% AKG) 0 0 1 2
Jumlah 76 100 76 100

Tingkat kecukupan energi contoh sebagian besar berada dalam kategori


defisit (23%), hanya sekitar 10% contoh dengan kategori normal dan tingkat
kecukupan protein contoh sebagian besar berada dalam kategori normal (51%).
Hal ini sejalan dengan penelitian Masturoh (2012) bahwa tingkat kecukupan
energi santri putri tergolong defisit berat, sedang, dan ringan (88.2%). Asupan
energi sebagian besar masih tergolong defisit dari angka kecukupan yang diduga
karena kurangnya konsumsi pangan sumber energi oleh santri dalam konsumsi
pangan sehari-hari. Jika dilihat berdasarkan status gizi santri, didapat rata-rata
santri berstatus gizi normal, namun tingkat kecukupan energi masih berada di
kategori defisit. Hal ini sejalan dengan penelitian Yuliansyah (2007) yang
menyatakan tidak ada hubungan antara asupan energi dan status gizi. Hal ini
dilihat dari contoh pada kelompok yang mempunyai asupan energi kurang,
sebagian besar mempunyai status gizi normal. Menurut Muhji (2003) asupan
energi yang kurang dari kebutuhan berpotensi terjadinya penurunan status gizi.
Tingkat kecukupan protein yang masuk dalam kategori normal
menunjukkan bahwa pangan yang dikonsumsi contoh memiliki kandungan
protein yang sudah mencukupi baik yang berasal dari pesantren maupun dari
jajanan santri. Sebagian besar santri mengkonsumsi makanan sumber protein
dalam jumlah yang cukup setiap hari seperti daging ayam, telur, ikan, daging
sapi, tempe, dan tahu. Bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang
baik, dalam jumlah maupun mutu seperti telur, susu, daging, unggas, ikan, dan
kerang. Sumber protein nabati adalah kacang kedelai dan olahannya seperi
tempe dan tahu, serta kacang-kacangan lainnya (Almatsier 2009).

Tingkat Kecukupan Mineral dan Vitamin


Kebutuhan zat gizi seseorang tentu berbeda antara satu dengan yang
lainnya, baik bayi, balita, anak-anak, remaja, hingga orang tua memiliki Angka
Kecukupan Gizi yang berbeda. Kebutuhan mineral Fe untuk remaja putri 26 mg
dan vitamin C sebesar 65-75 mg sehari. Gibson (2005) mengklasifikasikan
tingkat kecukupan mineral dan vitamin dibagi menjadi dua yaitu defisit (<77%
AKG) dan cukup (77% AKG). Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan
mineral dan vitamin dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 19 Distribusi tingkat kecukupan mineral dan vitamin contoh
Zat besi Vitamin C
Kategori
n % n %
Defisit (<77% AKG) 54 71 30 39
Cukup (77% AKG) 22 29 46 61
Jumlah 76 100.00 76 100.00
31

Sebagian besar contoh memiliki tingkat kecukupan mineral zat besi defisit
(71%) sedangkan tingkat kecukupan vitamin C berada di kategori normal (61%).
Kecukupan vitamin ini didapat pada pangan nabati seperti sayur dan buah
terutama yang asam seperti jeruk, nanas, rambutan, pepaya, gandaria, dan tomat.
Vitamin C juga banyak terdapat di dalam sayuran daun-daunan dan jenis kol
seperti daun singkong dan sawi (Almatsier 2009). Hal tersebut disebabkan
karena kerangka menu di pesantren selalu menyediakan menu sayuran setiap
harinya sehingga kebutuhan vitamin dapat tercukupi.
Kecukupan zat besi yang defisit dapat disebabkan pola dan kebiasaan
makan contoh selama di pesantren. Beberapa contoh ada yang makan tetapi
kurang beragam dalam mengonsumsi hidangan dari yang sudah disediakan dan
beberapa contoh tidak menghabiskan makanan yang disediakan oleh pesantren.
Contoh mengaku sudah mulai bosan dengan hidangan yang disediakan dari
pihak pesantren. Menurut teori pada umumnya bagi masyarakat yang cukup
asupan proteinnya, maka asupan zat besinya juga akan mencukupi kebutuhan,
namun pada penelitian ini asupan protein responden rata-rata sudah terpenuhi,
akan tetapi tidak memenuhi asupan zat besinya. Keadaan ini diduga terjadi
karena asupan sumber protein yang dikonsumsi oleh contoh berasal dari daging
putih seperti ikan dan ayam yang zat besinya relatif lebih rendah apabila
dibandingkan dengan daging merah yang berasal dari sapi, kambing atau domba.
Selain itu disebabkan juga oleh rendahnya asupan zat besi non heme yang
terdapat pada sayur-sayuran dan minuman seperti teh yang dikonsumsi oleh
contoh dapat menghambat penyerapan zat besi (Suryani et al. 2015).
Kurangnya kecukupan zat besi dapat mengakibatkan terjadinya gejala
anemia. Suryani et al. (2015) menyebutkan bahwa remaja putri merupakan salah
satu kelompok yang rawan menderita anemia, sebab pada masa itu mereka
mengalami menstruasi dan kurangnya pengetahuan terhadap anemia. Saat
memasuki masa remaja, mereka akan mengalami menstruasi yang pertama kali
membutuhkan lebih banyak zat besi selama satu sikus menstruasi (sekitar 28
hari). Selain itu, remaja putri pada umumnya memiliki karakteristik kebiasaan
makan tidak sehat seperti kebiasaan tidak makan pagi, malas minum air putih,
diet tidak sehat karena ingin terlihat langsing (mengabaikan sumber protein,
karbohidrat, vitamin, dan mineral), kebiasan ngemil makanan rendah gizi, dan
makanan siap saji. Sehingga mereka tidak dapat memenuhi keanekaragaman zat
gizi dari makanan yang dibutuhkan oleh tubuh

Hubungan Antar Variabel

Hubungan Tingkat Kesukaan dengan Konsumsi Energi dan Zat Gizi


Hubungan tingkat kesukaan dengan konsumsi energi dan zat gizi
dilakukan dengan uji statistik spearman. Seluruh variabel yang ada diuji
normalitas terlebih dahulu, setelah melakukan uji normalitas variabel antara
tingkat kesukaan (warna, aroma, kesesuaian porsi, dan rasa) dengan asupan
energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin C, dan zat besi maka selanjutnya
diuji spearman. Hasil uji korelasi spearman pada Lampiran 6 menunjukkan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kesukaan warna dan
porsi dengan tingkat asupan energi dan karbohidrat (p<0.05). Hal ini
menunjukkan bahwa semakin suka dengan warna makanan maka semakin tinggi
32

asupan energi dan karbohidrat dan sebaliknya. Warna sangat dipengaruhi oleh
suhu hidangan saat penyajian, semakin bagus suhunya maka warna makanan
semakin bagus dan sebaliknya. Hal tersebut menunjukkan bahwa suhu makanan
yang disajikan di pesantren Al-Hamidiyah sudah baik. Berdasarkan hasil
penelitian Wright et al. (2006) bahwa suhu makanan merupakan faktor penting
dalam meningkatkan tingkat kepuasaan dalam penyelengaraan makanan
Tingkat kesukaan terhadap rasa dan aroma tidak memiliki hubungan nyata
terhadap asupan energi, protein, lemak, karbohidrat, zat besi, dan vitamin
C.Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa konsumsi energi dan zat gizi yang
rendah bukan disebabkan oleh daya terima yang terlihat dari kesukaan santri
terhadap makanan pesantren, akan tetapi dapat disebabkan oleh faktor lain
seperti makanan yang disediakan oleh pesantren masih kurang atau belum dapat
mencukupi dengan kebutuhan sehingga para santri rata-rata menyukai makanan
yang disajikan dengan porsi yang telah diberikan oleh pengelola makanan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Penyelenggaraan makanan di pondok pesantren Al-Hamidiyah terdiri dari
beberapa tahap, diantaranya perencanaan, pembeliaan, penerimaan, pengolahan,
penyimpanan, penyajian, pencatatan, dan laporan. Biaya yang dikeluarkan santri
untuk sehari makan adalah Rp15 000 untuk tiga kali makan pokok dan selingan
malam. Perkiraan biaya yang digunakan oleh pihak penyelenggaraan makanan
sebesar 97% dari total biaya. Usia contoh mayoritas berada pada kelompok
remaja pertengahan yaitu usia 14-16 tahun sebesar 62.1% dengan status gizi
normal sebesar 78.95%. Rata-rata ketersediaan energi, protein, lemak,
karbohidrat, zat besi, dan vitamin C secara berturut-turut adalah 1536 kkal,
55.13 g, 53.54 g, 213.28 g, 11.34 mg, dan 77.45 mg. Ketersediaan energi dan zat
gizi yang ada di pesantren Al-Hamidiyah belum cukup memenuhi angka
kebutuhan gizi santri. Tingkat kesukaan santri rata-rata terhadap warna sebesar
68%, aroma 70%, rasa 78%, dan kesesuaian porsi 68%.
Rata-rata asupan energi dan zat gizi santri baik di dalam dan di luar
pesantren sekitar 1643 kkal energi, 57.99 gram protein, 58.01 gram lemak,
299.45 gram karbohidrat, 15.18 mg zat besi, dan 56.17 mg vitamin C. Tingkat
kecukupan energi contoh sebagian besar berada dalam kategori defisit yaitu 30%
dan tingkat kecukupan protein contoh sebagian besar berada dalam kategori
normal yaitu 51%. Sebagian besar contoh memiliki tingkat kecukupan mineral
zat besi defisit dengan persentase 71% dikarenakan faktor lain seperti rasa bosan
dan tidak menghabiskan makanan yang disediakan pesantren, sedangkan tingkat
kecukupan vitamin C berada di kategori normal dengan persentase 61%. Hasil
uji korelasi spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara tingkat kesukaan warna dan porsi dengan tingkat asupan energi dan
karbohidrat (p>0.05). Tingkat kesukaan terhadap rasa dan aroma tidak memiliki
hubungan nyata terhadap asupan energi, protein, lemak, karbohidrat, zat besi,
dan vitamin C.
33

Saran
Penyelenggara makanan di pesantren diharapkan dapat lebih bijak dalam
mengelola dana yang diberikan dan diharapkan juga mampu menyusun menu
dan meningkatkan standar porsi dan ketersediaan makanan yang sesuai dengan
kebutuhan gizi santri dan gizi seimbang yang dianjurkan seperti menu buah yang
masih jarang dimasukkan dalam menu, sehingga dapat membantu meningkatkan
status kesehatan jasmani santri dan dapat mengurangi asupan dari luar.
34

DAFTAR PUSTAKA

Adila R. 2012. Penyelenggaraan Makanan, Daya Terima Menu Makanan, dan


Kontribusinya terhadap Kecukupan Gizi Santri Putri di Dua Pondok
Pesantren Modern di Kabupaten Bogor [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas
Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Almatsier S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka
Utama
_________. 2005. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka
Utama.
_________. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka
Utama
Almatsier et al. 2011. Gizi Seimbang dalam Daur Kehidupan. Jakarta (ID):
Gramedia Pustaka
Arisman. 2007. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta (ID): EGC
Aritonang I. 2012. Penyelenggaraan Makanan (Manajemen Sistem) Pelayanan
Gizi Swakelolah dan Jasa Boga di Instalasi Gizi Rumah Sakit. Jakarta
(ID): Leutika
Batubara JRL. 2010. Adolescent development (perkembangan remaja). Sari
Pediatri. 2010: 12(1): 21-9
Barnes GM, Hoffman JH, Weltw JW, Farrel MP, Dintcheff BR. 2007.
Adolescents' Time Use: Effects on Substance Use, Delinquency, and
Sexual Activity. Journal of Youth and Adolescene. 36:697-710
[DEPKES RI] Departemen Kesehatan RI. 2006. Pedoman Gizi Rumah Sakit.
Jakarta (ID): Depkes
__________________________________. 2007. Pedoman Pelayanan Gizi
Rumah Sakit. Jakarta (ID): Depkes
__________________________________. 2013. Pedoman Pelayanan Gizi
Rumah Sakit. Jakarta (ID): Depkes
Fatimah. 2008. Hubungan Antara Penilaian Mutu Hidangan, Tingkat Kecukupan
Energi dan Protein dengan Status Gizi Taruna di Asrama Politeknik Ilmu
Pelayaran (PIP) Semarang [Skripsi]. Semarang (ID): Universitas
Diponegoro
Fitriyanti D. 2013. Hubungan Tingkat Kesukaan dan Asupan Energi dan Protein
terhadap Daya Tahan Siswa Pusat Pendidikan TNI [Skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Gillespie S, Haddad L, Allen L, Babu S, Horton. 2001. Attacking the double
burden of malnutrition in Asia and the Pacific. Manila, Philippines, Asian
Development Bank, 2001 Sep. xiv, 179 p. (ADB Nutrition and
Development Series No. 4). Manila (PH): Philippines.
Gibson. 2005. Principal of Nutritional Assessment. Oxford (GB): Oxford
University Perss.
Gregoire MB & Spears MC. 2007. Foodservice Organizations: A Managerial
and Systems Approach 6th ed. New Jersey: Pearson Education
Hardinsyah, Briawan D. 1996. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan.
Bogor (ID): Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Hardinsyah, D. Martianto. 1992. Gizi Terapan. Bogor (ID): Pusat Antar
Universitas Pangan dan Gizi, IPB.
35

Hardinsyah, Tampubolon V. 2004. Kecukupan Energi, Protein, Lemak, dan


Serat Makanan. [Prosiding]. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII
Hartono, Andry. 2006. Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit. Jakarta (ID): EGC
Indriyani KS. 2015. Analisis Hubungan Tingkat Kepuasan Kerja dan Efisiensi
Kerja Tenaga Pengolah Makanan di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta
[Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
[Kemenag] Kementerian Agama RI. 2009. Buku Statistik Pendidikan Agama
dan Keagamaan Tahun Pelajaran 2008/2009. Jakarta (ID): Departemen
Agama
[Kemenkes] Kementerian Kesehatan RI. 1996. Pedoman Praktis Pemantauan
Gizi Orang Dewasa. Jakarta (ID) : Kemenkes RI.
_______________________________. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta
(ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementrian
Kesehatan RI.
______________________________. 2014. Angka Kecukupan Gizi yang
Dianjurkan Bagi Bangsa Indonesia. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, Kementrian Kesehatan RI.
Masturoh S. 2012. Hubungan Tingkat Kecukupan Konsumsi dan Status
Kesehatan terhadap Status Gizi Santri Putri di Dua Pondok Pesantren
Modern di Kabupaten Bogor [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor
Marudut. 2012. Efikasi Bubuk Tabur Gizi terhadap Status Zat Besi Santri
Remaja Putri di Pondok Pesantren [Desertasi]. Bogor (ID): Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Moehyi S. 1992. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga. Jakarta
(ID) : PT. Bhratara Niaga Media
Nacing J. 2007. Ketersediaan dan Konsumsi Makanan Anak Sekolah Yayasan
Taman Pendidikan Rahmat Kota Kediri [Skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor
Notoatmojo S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta (ID) Rineka
Cipta.
Palacio, Theis. 2009. Introduction to Food Service, Ed ke-11. Ohio (OH):
Pearson Education
Ramadhani Y. 2015. Preferensi dan Pola Konsumsi Pangan serta Hubungannya
dengan Status Gizi Siswa Madrasah Aliyah Al-Ishlah Lamongan [Skripsi].
Bogor (ID): Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
Sartika Ratu AD. 2011. Faktor resiko obesitas pada anak usia 5-15 tahun di
Indonesia. Makara Kesehatan vol. 15, no. 1, Juni 2011: 37:43
Setyaningsih D, Apriyantono A, Puspita M. 2010. Analisis Sensori untuk
Industri Pangan dan Agro. Bogor (ID): IPB Pr
Setyowati RD. 2008. Sistem Penyelenggaraan Makanan, Tingkat Konsumsi,
Status Gizi serta Ketahanan Fisik Siswa Pusat Pendidikan Zeni Kodiklat
TNI AD Bogor Jawa Barat [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekologi
Manusia, Institut Pertanian Bogor
Sinaga T. 2007. Penyelenggaraan Makanan Anak Sekolah. Diktat Pelatihan Gizi
untuk Anak Sekolah. Jakarta (ID): Yayasan Gizi Kuliner
36

Sinaga T. 2012. Pengembangan Model Penyelenggaraan Makanan di Sekolah


Dasar Bagi Siswa Keluarga Miskin [Disertasi]. Bogor (ID): Fakultas
Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
Soetjiningsih. 2004. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta (ID): Fakultas Kedokteran
UI
Sudrajat AS. 2015. Analisis Biaya Makanan Terhadap Ketersediaan Makanan
Serta Tingkat Kecukupan Gizi Santri di Pondok Pesantren Darul Arqam
Garut [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian
Bogor
Suhardjo. 2003 Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Jakarta (ID): Bumi Aksara.
Sutyawan. 2013. Penyelenggaraan makanan, daya terima makanan, dan tingkat
asupan siswa asrama kelas unggulan SMA 1 Pemali Bangka Belitung. J
Giz Pang, 8(3): 207 - 214
Suryani D, Hafiani R, Junita R. Analisis pola makan dan anemia gizi besi pada
remaja putri Kota Bengkulu. Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas,
10(1): 11 18
Tonapa CL. 2012. Analisis Biaya dan Analisis Gizi pada Penyelenggaraan
Makanan di Asrama SMA Negeri 2 Tinggimoncong (sekolah andalan
Sulawesi Selatan) Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan [Skripsi].
Makassar (ID): Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Hasanuddin
Totelesi H. 2011. Tinjauan Pengetahuan, Sikap, dan Praktek Penjamah Makanan
Tentang Keamanan Pangan dan Sanitasi di Rumah Makan Sekitar Kampus
IPB Dramaga [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekologi Manusia, Institut
Pertanian Bogor
[WHO] World Health Organization. 2007. BMI for Age (5-19 years). diunduh
[2015 Nov 9]. Tersedia padahttp://www.who.int/growthref/who2007bmi-
for-age/en/index.html
[WNPG] Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. 2004. Ketahanan Pangan dan
Gizi Di Era Otonomi Daereh dan Globalisasi. Jakarta (ID): Lembaga
Penelitian Indonesia.
Wulansari A, Setiawan B, & Sinaga T. 2013.Penyelenggaraan makanan dan
tingkat kepuasan konsumen di kantin Zea Mays Institut Pertanian Bogor.J
Giz Pang,8(2): 151158
Winarno FG, TS Rahayu. 1994. Bahan Tambahan untuk Makanan dan
Kontaminan. Jakarta (ID): Pustaka Sinar Harapan
Wright OR, Connely LB, Capra S. 2006. Consumer Evaluation of Hospital
Foodservice Quality: An Empirical Investigation. International Journal of
Health Care Quality Assurance Incorporating Leadership in Health
Service, 19 (2-3): 181-194
Yuliansyah D. 2007. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi
Remaja Putri di Sekolah Menengah Umum Negeri Toho Kabupaten
Pontianak [Skripsi]. Yogyakarta (ID): Program Studi S1 Gizi Kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
37
38

LAMPIRAN
39

Lampiran 1 Menu satu siklus 7 hari Pesantren Al-Hamidiyah


No Hari Waktu
Pagi Siang Malam Selingan
Menu Berat Menu Berat Menu Berat Menu Berat
(g) (g) (g) (g)
1 Kamis Nasi Putih 100 Nasi Putih 100 Nasi putih 100 Yakult 1
Sosis Goreng 30 Soto daging 35 Telur ceplok 57 botol
Oseng tempe kecap 50 Tahu isi 45 kecap cabe kecil
Oseng kacang Oseng buncis 55 Sop 60
panjang, wortel, 65 makaroni
jagung Kerupuk 10

2 Jum'at Nasi Putih 100 Nasi Putih 100 Nasi putih 100 Pepaya 100
Kaki naga 25 Ayam goreng 90 Telur dadar 57
Sop jagung 60 Tempe bacem 50 Gulai tahu 50
Kerupuk 10 Gado-gado 70 Cah sawi 55
putih, wortel
3 Sabtu Nasi Putih 100 Nasi Putih 100 Nasi putih 100 Susu 160
Sayap kecap 65 Ikan kembung 90 Rolade 30 Esco ml
Sop sayur 60 bumbu padang Sop kimlo 60
Kerupuk 10 Tahu jambi 30 Kerupuk 10
goreng
Gulai daun 60
singkong
4 Minggu Nasi Uduk 100 Nasi Putih 100 Nasi putih 100 Roti 30
Semur telur 56 Chicken nugget 25 Ayam woku 90 goreng
Bihun goreng sayur 70 Gulai kacang Balado telur 56 odading
panjang tahu 60 Sayur oyong 50
coklat wortel
Kerupuk 10
5 Senin Nasi putih 100 Nasi Putih 100 Nasi putih 100 Es kopyor
Kekian 30 Telur goreng 57 Ayam 90 200ml
Bihun goreng sayur 70 balado goreng
Gulai kacang Tempe orek gula 50 Tahu kecap 50
panjang labu siam 55 jawa pedas manis
Sayur Lodeh 60 Sayur oyong 60
wortel
6 Selasa Nasi Putih 100 Nasi Putih 100 Nasi putih 100 Puding 30
Telur bumbu kacang 57 Semur daging 50 Chicken 25 gula
Mie goreng sayur Tahu jambi 30 nugget merah
Oseng kacang 60 balado Sop kacang 60
panjang bakso Cah jamur sawi 60 merah
60 hijau Kerupuk 10
7 Rabu Nasi putih 100 Nasi Putih 100 Nasi putih 100 Jussie 120
Soto ayam 40 Lele goreng 100 Kaki naga 25 ml
Balado kentang 50 Sayur asam 70 Soun cabe 60
Kerupuk 10 Tempe goreng 45 ijo
Sapo tahu 50
40

Lampiran 2 Perhitungan metode WISN


a. Menetapkan waktu kerja yang tersedia selama satu tahun
Kode Faktor Keterangan
A Hari kerja (7 hari) 317 Hari/tahun
B Cuti tahunan 42 Hari/tahun
C Hari libur nasional 0 Hari/tahun
D Ketidakhadiran kerja 3 Hari/tahun
E Waktu kerja (efektif) 9 Jam/hari
Hari Kerja Tersedia 272 Hari kerja/tahun
Waktu Kerja Tersedia 2448 Jam/tahun
146880 Menit/tahun
Keterangan: Waktu kerja tersedia = Hari kerja tersedia x waktu kerja (efektif)

b. Kebutuhan SDM berdasarkan analisis beban kerja


1. Makanan pokok
- Shift I
Beban
Frekuensi Rata-
Kerja Per
No Langkah Pelaksanaan Kegiatan Pelaksanaan rata
Kategori
Kegiatan waktu
SDM
(1) (2) (3) (4) (5)
1 Membaca menu & laporan 317 0 0
2 Menyiapkan alat & bahan 317 15 4755
3 Meracik bahan makanan 317 30 9510
4 Mengolah bahan makanan & mengangkatnya 317 65 20605
5 Mendistribusikan makanan 317 5 1585
6 Membersihkan alat & lingkungan 317 15 4755
Jumlah 41210

- Shift II
Beban
Frekuensi Rata-
Kerja Per
No Langkah Pelaksanaan Kegiatan Pelaksanaan rata
Kategori
Kegiatan waktu
SDM
(1) (2) (3) (4) (5)
1 Membaca menu & laporan 317 0 0
2 Menyiapkan alat & bahan 317 15 4755
3 Meracik bahan makanan 317 30 9510
4 Mengolah bahan makanan & mengangkatnya 317 65 20605
5 Mendistribusikan makanan 317 5 1585
6 Membersihkan alat & lingkungan 317 15 4755
Jumlah 41210
41

2. Lauk
- Shift I
Beban
Frekuensi Rata-
Kerja Per
No Langkah Pelaksanaan Kegiatan Pelaksanaan rata
Kategori
Kegiatan waktu
SDM
(1) (2) (3) (4) (5)
1 Membaca menu & laporan 317 5 1585
2 Menyiapkan alat & bahan 317 15 4755
3 Meracik bahan makanan 317 15 4755
4 Mengolah bahan makanan & mengangkatnya 317 120 38040
5 Mendistribusikan makanan 317 45 14265
6 Membersihkan alat & lingkungan 317 40 12680
Jumlah 76080
Jumlah x 6 456480

- Shift II
Beban
Frekuensi Rata-
Kerja Per
No Langkah Pelaksanaan Kegiatan Pelaksanaan rata
Kategori
Kegiatan waktu
SDM
(1) (2) (3) (4) (5)
1 Membaca menu & laporan 317 5 1585
2 Menyiapkan alat & bahan 317 15 4755
3 Meracik bahan makanan 317 15 4755
4 Mengolah bahan makanan & mengangkatnya 317 120 38040
5 Mendistribusikan makanan 317 45 14265
6 Membersihkan alat & lingkungan 317 40 12680
Jumlah 76080
Jumlah x 6 456480

c. Faktor kelonggaraan
Frekuensi Waktu
Kategori Faktor
Kegiatan (per Waktu Jumlah kerja
SDM kelonggaraan
tahun) tersedia
Tenaga Rapat 1 1 jam 1 jam 2448 0.0004
pengolah Diklat 0 0 0 2448 0
Breafing 12 15 menit 3 jam 2448 0.001
Standar Kelonggaran Individu (SKI) 0.0014
Standar Kelonggaraan (1-SKI) 0.99
Keterangan: Faktor Kelonggaran = Jumlah / Waktu kerja tersedia

d. Kebutuhan SDM
Beban Waktu Sub
Kategori Kebutuhan
kerja (per kerja kebutuhan SK SKI
SDM SDM
tahun) tersedia SDM
Tenaga
995380 14680 6.7 0.99 0.0014 6.63
Pengolah
Keterangan: Kebutuhan SDM = (Sub Kebutuhan SDM x SK) + SKI
42

Lampiran 3 Anjuran jumlah porsi menurut Kecukupan Energi untuk Kelompok


Usia Remaja Perempuan

Bahan Makanan Remaja 13-15 tahun Remaja 16-18 tahun


Nasi 4 p*** 5p
Sayuran 3p 3p
Buah 4p 4p
Tempe (nabati) 3p 3p
Daging (hewani) 3p 3p
Susu 1p -
Minyak 5p 5p
Gula 2p 2p
Keterangan:
1. Nasi 1 porsi = gelas = 100 g
2. Sayuran 1 porsi = 1 gelas = 100 g
3. Buah 1 porsi = 1 buah pisang ambon = 50 g
4. Tempe 1 porsi = 2 potong sedang = 50 g
5. Daging 1 porsi = 1 potong sedang = 35 g
6. Ikan segar 1 porsi = 1/3 ekor = 45 g
7. Susu sapi 1 porsi = 1 gelas = 200 g
8. Susu rendah lemak = 1 porsi (4 sdm) = 20 g
9. Minyak 1 porsi = 1 sdt** =5g
10. Gula = 1 sdm* = 20 g
*) sdm = sendok makan
**) sdt = sendok teh
***) p = porsi
43

Lampiran 4 Rata-rata ketersediaan energi dan zat gizi santri pesantren Al-
Hamidiyah
Ketersediaan Energi dan Zat Gizi
Hari Vitamin
Waktu makan E P L KH Zat besi
ke- C
(kkal) (g) (g) (g) (mg)
(mg)
1 Makan Pagi 448.9 16.362 17.988 55.623 6.259 7.536
Makan Siang 278.05 8.063 5.82 49.1865 1.622 14.198
Makan Malam 658.71 18.387 19.173 101.771 2.527 3.483
Total 1385.66 42.812 42.981 206.5805 10.408 25.217
2 Makan Pagi 481.2 12.014 11.662 80.328 2.93 4.764
Makan Siang 672 31.9 34.04 58.43 7.923 0.07
Makan Malam 415.65 14.709 13.815 61.058 4.654 104.74
Total 1568.85 58.623 59.517 199.816 15.507 109.574
3 Makan Pagi 481.76 18.696 17.306 60.38 2.038 10.818
Makan Siang 377.6 30.688 6.8 50.242 2.874 137.598
Makan Malam 581.5 14.421 6.233 115.955 1.264 0.72
Total 1440.86 63.805 30.339 226.577 6.176 149.136
4 Makan Pagi 602.22 15.88 38.084 47.846 3.219 11.364
Makan Siang 452.7 15.974 14.692 68.094 1.462 5.028
Makan Malam 795.72 34.288 39.47 85.672 5.012 47.3
Total 1850.64 66.142 92.246 201.612 9.693 63.692
5 Makan Pagi 420.9 11.5025 5.3665 81.9775 4.4335 23.257
Makan Siang 379.96 18.681 8.643 57.208 7.094 17.36
Makan Malam 748.8 25.588 42.058 85.944 3.63 47.478
Total 1549.66 55.7715 56.0675 225.1295 15.1575 88.095
6 Makan Pagi 487.14 15.792 13.545 73.773 4.505 19.476
Makan Siang 314 14.578 9.147 43.685 3.062 28.866
Makan Malam 552.2 13.535 15.82 97.977 3.193 12.567
Total 1353.34 43.905 38.512 215.435 10.76 60.909
7 Makan Pagi 411.4 10.285 3.85 81.505 1.605 14.5
Makan Siang 626.2 32.943 31.038 53.895 7.633 21.623
Makan Malam 562.3 11.625 20.195 82.425 2.415 9.425
Total 1599.9 54.853 55.083 217.825 11.653 45.548
44

Lampiran 5 Hasil uji normalitas tingkat kesukaan dan tingkat kecukupan zat
gizi

Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Aroma .535 76 .000 .299 76 .000

Warna .535 76 .000 .299 76 .000

Kesesuaian .538 76 .000 .268 76 .000

Rasa .539 76 .000 .149 76 .000

a. Lilliefors Significance Correction

Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.


*
Energi .089 76 .200 .942 76 .002

Protein .120 76 .009 .960 76 .016

Lemak .126 76 .005 .937 76 .001


*
Karbohidrat .078 76 .200 .920 76 .000
*
Fe .082 76 .200 .958 76 .013

VitC .148 76 .000 .935 76 .001

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.


45

Lampiran 6 Uji korelasi Spearman antara tingkat kesukaan dan asupan


energi dan zat gizi

Correlations
Warna Energi Protein Lemak KH Fe VitC
Spearman's Warna Correlation * *
1.000 -.254 -.119 -.108 -.265 -.079 .018
rho Coefficient
Sig. (2-tailed) . .027 .306 .354 .021 .498 .879
N 76 76 76 76 76 76 76
Energi Correlation * ** ** ** ** **
-.254 1.000 .731 .587 .968 .690 .407
Coefficient
Sig. (2-tailed) .027 . .000 .000 .000 .000 .000
N 76 76 76 76 76 76 76
Protein Correlation ** ** ** ** **
-.119 .731 1.000 .720 .612 .836 .546
Coefficient
Sig. (2-tailed) .306 .000 . .000 .000 .000 .000
N 76 76 76 76 76 76 76
Lemak Correlation ** ** ** ** **
-.108 .587 .720 1.000 .405 .638 .405
Coefficient
Sig. (2-tailed) .354 .000 .000 . .000 .000 .000
N 76 76 76 76 76 76 76
Karbohidrat Correlation * ** ** ** ** **
-.265 .968 .612 .405 1.000 .612 .357
Coefficient
Sig. (2-tailed) .021 .000 .000 .000 . .000 .002
N 76 76 76 76 76 76 76
Fe Correlation ** ** ** ** **
-.079 .690 .836 .638 .612 1.000 .657
Coefficient
Sig. (2-tailed) .498 .000 .000 .000 .000 . .000
N 76 76 76 76 76 76 76
VitC Correlation ** ** ** ** **
.018 .407 .546 .405 .357 .657 1.000
Coefficient
Sig. (2-tailed) .879 .000 .000 .000 .002 .000 .
N 76 76 76 76 76 76 76
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-
tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-
tailed).
46

Energi Protein Lemak KH Fe VitC


Spearman's Aroma Correlation
-.138 -.068 -.049 -.158 -.050 -.004
rho Coefficient
Sig. (2-tailed) .235 .560 .675 .173 .668 .970
N 76 76 76 76 76 76
Energi Correlation ** ** ** ** **
1.000 .731 .587 .968 .690 .407
Coefficient
Sig. (2-tailed) . .000 .000 .000 .000 .000
N 76 76 76 76 76 76
Protein Correlation ** ** ** ** **
.731 1.000 .720 .612 .836 .546
Coefficient
Sig. (2-tailed) .000 . .000 .000 .000 .000
N 76 76 76 76 76 76
Lemak Correlation ** ** ** ** **
.587 .720 1.000 .405 .638 .405
Coefficient
Sig. (2-tailed) .000 .000 . .000 .000 .000
N 76 76 76 76 76 76
KH Correlation ** ** ** ** **
.968 .612 .405 1.000 .612 .357
Coefficient
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 . .000 .002
N 76 76 76 76 76 76
Fe Correlation ** ** ** ** **
.690 .836 .638 .612 1.000 .657
Coefficient
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 . .000
N 76 76 76 76 76 76
VitC Correlation ** ** ** ** **
.407 .546 .405 .357 .657 1.000
Coefficient
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .002 .000 .
N 76 76 76 76 76 76
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-
tailed).
47

Correlations

Rasa Energi Protein Lemak KH Fe VitC


Spearman's Rasa Correlation
1.000 -.191 -.109 -.090 -.195 -.109 .120
rho Coefficient
Sig. (2-tailed) . .098 .350 .440 .092 .350 .302
N 76 76 76 76 76 76 76
Energi Correlation ** ** ** ** **
-.191 1.000 .731 .587 .968 .690 .407
Coefficient
Sig. (2-tailed) .098 . .000 .000 .000 .000 .000
N 76 76 76 76 76 76 76
Protein Correlation ** ** ** ** **
-.109 .731 1.000 .720 .612 .836 .546
Coefficient
Sig. (2-tailed) .350 .000 . .000 .000 .000 .000
N 76 76 76 76 76 76 76
Lemak Correlation ** ** ** ** **
-.090 .587 .720 1.000 .405 .638 .405
Coefficient
Sig. (2-tailed) .440 .000 .000 . .000 .000 .000
N 76 76 76 76 76 76 76
KH Correlation ** ** ** ** **
-.195 .968 .612 .405 1.000 .612 .357
Coefficient
Sig. (2-tailed) .092 .000 .000 .000 . .000 .002
N 76 76 76 76 76 76 76
Fe Correlation ** ** ** ** **
-.109 .690 .836 .638 .612 1.000 .657
Coefficient
Sig. (2-tailed) .350 .000 .000 .000 .000 . .000
N 76 76 76 76 76 76 76
VitC Correlation ** ** ** ** **
.120 .407 .546 .405 .357 .657 1.000
Coefficient
Sig. (2-tailed) .302 .000 .000 .000 .002 .000 .
N 76 76 76 76 76 76 76
**. Correlation is significant at the 0.01 level
(2-tailed).
48

Correlations
Kesesuaian
Porsi Energi Protein Lemak KH Fe VitC
Spearman's Kesesuaian Correlation ** **
1.000 -.333 -.212 -.180 -.318 -.166 -.071
rho Porsi Coefficient
Sig. (2-tailed) . .003 .066 .119 .005 .152 .540
N 76 76 76 76 76 76 76
Energi Correlation ** ** ** ** ** **
-.333 1.000 .731 .587 .968 .690 .407
Coefficient
Sig. (2-tailed) .003 . .000 .000 .000 .000 .000
N 76 76 76 76 76 76 76
Protein Correlation ** ** ** ** **
-.212 .731 1.000 .720 .612 .836 .546
Coefficient
Sig. (2-tailed) .066 .000 . .000 .000 .000 .000
N 76 76 76 76 76 76 76
Lemak Correlation ** ** ** ** **
-.180 .587 .720 1.000 .405 .638 .405
Coefficient
Sig. (2-tailed) .119 .000 .000 . .000 .000 .000
N 76 76 76 76 76 76 76
KH Correlation ** ** ** ** ** **
-.318 .968 .612 .405 1.000 .612 .357
Coefficient
Sig. (2-tailed) .005 .000 .000 .000 . .000 .002
N 76 76 76 76 76 76 76
Fe Correlation ** ** ** ** **
-.166 .690 .836 .638 .612 1.000 .657
Coefficient
Sig. (2-tailed) .152 .000 .000 .000 .000 . .000
N 76 76 76 76 76 76 76
VitC Correlation ** ** ** ** **
-.071 .407 .546 .405 .357 .657 1.000
Coefficient
Sig. (2-tailed) .540 .000 .000 .000 .002 .000 .
N 76 76 76 76 76 76 76
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
49

Lampiran 7 Denah Dapur Al-Hamidiyah Depok

R. Makan Santri Putri

Dapur

Toilet
karyawan R. R.
Pengol penyim
R. Makan Santri Putra
ahan panan
nasi basah

R. Karyawan

R.
Gudang Penyimp
Peralatan anan Keterangan:
Kering
: Pencucian alat makan

: Pencucian peralatan dan


bahan makanan

: Tempat cuci tangan


R. Makan santri
: Meja penerimaan bahan
putra
: Tempat sampah
50

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kupang pada tanggal 14 Oktober 1992. Penulis
merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Riharto S dan Erni
Rusmaafiani. Pada tahun 1997 penulis mulai mengikuti pendidikan ditingkat
Taman Kanak-kanak (TK) Handayani Sulawesi Selatan dan lulus tahun 1998.
Penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Dasar Negeri (SDN) Kumala
Sulawesi Selatan tahun 1998-2000 kemudian pindah ke SDN Panaragan 3 Bogor
pada tahun 2000-2004. Penulis melanjutkan masa pendidikannya di SMP PGRI 5
Bogor pada tahun 2004-2007 serta SMA Negeri 4 Bogor pada tahun 2007-2010.
Penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi Diploma III program
Manajamen Industri Jasa Makanan dan Gizi melalui Ujian Masuk Reguler IPB
pada tahun 2010 dan lulus tahun 2013. Selama menempuh pendidikan diploma,
penulis melakukan praktik Manajemen Produksi Makanan dan Manajemen
Analisis Gizi Klinik di Rumah Sakit Dr. H.Marzoeki Mahdi Bogor selama 3 bulan
mulai tanggal 02 Juni hingga 22 September 2012 dan praktik Usaha Jasa Boga di
Hotel Royal Bogor selama 3 bulan pada tanggal 09 Oktober 2012 hingga 09
Januari 2013. Penulis melanjutkan pendidikan sarjana mayor Ilmu Gizi di Institut
Pertanian Bogor (IPB), Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia
(FEMA) tahun 2013 melalui jalur Program Alih Jenis.

You might also like