Professional Documents
Culture Documents
Kantor Pusat
www.pajak.go.id
06 Penegakan Hukum 63
Pemeriksaan 65
Penanganan Pemeriksaan terkait 68
Transfer Pricing
Penagihan 68
Penyidikan 70
Membina
Tanggung Jawab
melalui Optimisme
Integritas
NILAI Berpikir, berkata, berperilaku, dan bertindak dengan baik
dan benar serta memegang teguh kode etik dan prinsip-
prinsip moral.
Profesionalisme
Bekerja tuntas dan akurat atas dasar kompetensi terbaik
dengan penuh tanggung jawab dan komitmen yang tinggi.
Sinergi
Membangun dan memastikan hubungan kerja sama
internal yang produktif serta kemitraan yang harmonis
dengan para pemangku kepentingan, untuk menghasilkan
karya yang bermanfaat dan berkualitas.
Pelayanan
Memberikan layanan yang memenuhi kepuasan pemangku
kepentingan yang dilakukan dengan sepenuh hati,
transparan, cepat, akurat, dan aman.
Kesempurnaan
Senantiasa melakukan upaya perbaikan di segala bidang
untuk menjadi dan memberikan yang terbaik.
Sambutan
Direktur Jenderal Pajak
A. Fuad
Pada tahun 2011 DJP meluncurkan Sensus Pajak Nasional yang merupakan
Rahmany program penggalian potensi perpajakan melalui kegiatan pendataan objek
pajak. Sensus Pajak Nasional dapat dipandang sebagai upaya menegakkan
Direktur Jenderal Pajak
keadilan di bidang perpajakan dimana seluruh subjek pajak kembali diingatkan
untuk memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan dan
perundang-undangan.
Puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan banyak hidayah dan karunia kepada kita semua. Suatu kebahagiaan bagi DJP
dapat kembali melaporkan ringkasan kinerjanya selama setahun kepada para pemangku
kepentingan melalui laporan tahunan ini. Juga menjadi kehormatan bagi saya ditunjuk
untuk memimpin institusi ini sehingga dapat terlibat langsung dalam sejarah perjalanan
DJP.
Pada tahun 2011, DJP berhasil mengumpulkan penerimaan pajak termasuk PPh Migas
sebesar Rp742,74 triliun atau 97,26% dari target APBN-P 2011, serta tumbuh 19,76%
dibandingkan realisasi penerimaan pajak tahun 2010 sebesar Rp620,20 triliun1. Untuk itu,
saya menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada masyarakat luas dan
para pemangku kepentingan atas semua dukungan yang diberikan, serta seluruh pegawai
DJP atas dedikasi dan kerja kerasnya.
Momentum penting di tahun 2011 yaitu peluncuran program Sensus Pajak Nasional
dan Nilai-Nilai Kementerian Keuangan menjadi landasan DJP ke depan dalam upaya
mengemban misi menghimpun penerimaan pajak. Sensus Pajak Nasional merupakan
program penggalian potensi perpajakan melalui kegiatan pendataan objek pajak. Di
sisi lain Sensus Pajak Nasional dapat dipandang sebagai upaya menegakkan keadilan
di bidang perpajakan dimana seluruh subjek pajak kembali diingatkan untuk memenuhi
kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan.
Sementara itu, pembangunan kesatuan nilai-nilai di Kementerian Keuangan merupakan
suatu keharusan demi peningkatan sinergi antarunit eselon I di lingkungan Kementerian
Keuangan. Tugas dan fungsi unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang
saling beririsan mengakibatkan keberhasilan satu unit eselon I tidak lepas dari dukungan
unit eselon I lainnya. Dengan dimilikinya nilai-nilai yang sama oleh seluruh unit eselon I,
tugas Kementerian Keuangan di bidang keuangan dan kekayaan negara tentunya dapat
dijalankan dengan lebih baik.
Dalam ranah kebijakan perpajakan, beberapa catatan penting di tahun 2011 di antaranya
adalah diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan yang merupakan ketentuan
pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan. Proses penyusunan dan pembahasan peraturan tersebut yang
melibatkan dan mendapatkan masukan banyak pihak, diharapkan dapat memenuhi
keinginan kita bersama bahwa pajak harus semakin adil, mudah, dan jelas bagi
masyarakat. Selanjutnya, untuk mendorong pengembangan industri dalam negeri, pada
tahun 2011 diterbitkan pula ketentuan mengenai tax holiday yang diatur dalam Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.011/2011 tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan
atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan dan beberapa Peraturan Direktur Jenderal
Pajak sebagai ketentuan pelaksanaannya.
1
Angka realisasi penerimaan pajak tidak memperhitungkan penerimaan BPHTB, dengan pertimbangan mulai
tahun 2011 BPHTB masuk dalam jenis pajak daerah.
DJP sangat menyadari bahwa penerimaan, pengolahan, dan pemanfaatan data dan
dokumen perpajakan belum cukup dikelola dengan cermat dan belum terorganisasi
dengan baik. Lemahnya pengawasan pengelolaan data dan dokumen perpajakan
mengakibatkan data dan dokumen dimaksud kurang dapat dimanfaatkan dan bahkan
tidak mendukung pengawasan kepatuhan Wajib Pajak. Berangkat dari hal tersebut, di
tahun 2011 DJP kembali melakukan pengembangan organisasi yang bertujuan untuk
mengeliminasi masalah dalam penanganan data dan dokumen perpajakan. Output dari
pengembangan organisasi pada tahun 2011 adalah dibentuknya Kantor Pengolahan
Data Eksternal dan Kantor Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan di Makassar, serta
perluasan wilayah kerja Pusat Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan.
Pengembangan sumber daya manusia (SDM) menjadi perhatian yang serius bagi DJP.
Pada tahun 2011 DJP berhasil menyusun Peta Strategi Manajemen SDM dan Cetak Biru
Manajemen SDM Tahun 2011-2018 yang menjadi acuan dalam perancangan, perumusan,
implementasi dan evaluasi pengembangan manajemen SDM secara komprehensif dan
berkesinambungan.
DJP senantiasa berupaya menciptakan lingkungan kerja kondusif yang di satu sisi dapat
memberikan peluang tak terbatas bagi seluruh pegawai untuk dapat berkembang, di
sisi lain meningkatkan pengawasan kepada pegawai untuk menutup celah terjadinya
pelanggaran kode etik dan praktik-praktik kecurangan (fraud). Pada tahun 2011 hal
tersebut di antaranya ditandai dengan dilaksanakannya program pemberian penghargaan
bagi pegawai berprestasi serta diterapkannya whistleblowing system (sistem pelaporan
pelanggaran). Komitmen DJP terhadap good governance tidak akan memudar. Perbaikan
sistem dan prosedur, terus dilanjutkan di tahun 2011 untuk memastikan seluruh proses
kegiatan dilakukan sesuai ketentuan, terukur, terstandar, dan akuntabel.
Selama tahun 2011, DJP aktif melakukan kerja sama dengan berbagai institusi perpajakan
dan nonperpajakan dari dalam maupun luar negeri. Kerja sama di tingkat nasional di
antaranya dengan PPATK dalam ranah penegakan hukum, Ikatan Akuntan Indonesia
dalam bidang sosialisasi dan edukasi perpajakan, serta Lembaga Kebijakan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah dalam rangka pertukaran data.
Partisipasi aktif DJP dalam kerja sama internasional selama tahun 2011 di antaranya dengan
mengikuti Meeting of the Advisory Group for Cooperation with Non-OECD Economic di
Zambia, the 5th International Financial Reporting Standards (IFRS) Regional Policy Forum
& International Seminar di Bali, ATAICs 8th Technical Conference di Arab Saudi, 41st
SGATAR Meeting di Malaysia, dan the 4th International Tax Dialogue Global Conference
on Tax and Inequality di India. DJP sebagai otoritas perpajakan di Indonesia, selama
tahun 2011 juga melakukan perundingan dalam rangka negosiasi/renegosiasi Persetujuan
Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dengan beberapa negara yaitu Laos, India, Belanda,
Australia, Korea Selatan, Malaysia, dan Jerman. Selanjutnya, pada tahun 2011 DJP terlibat
pula dalam penandatanganan perjanjian Pertukaran Informasi Perpajakan (Tax Information
Exchange Agreement) dengan beberapa negara/yurisdiksi.
Keikutsertaan dan kontribusi DJP dalam berbagai forum, pertemuan, maupun perjanjian
internasional diharapkan dapat memberikan manfaat sepenuhnya bagi kepentingan
Indonesia khususnya di bidang keuangan. Salah satu manfaat keikutsertaan tersebut
bagi DJP adalah diperolehnya informasi terkini mengenai berbagai ketentuan, praktik, dan
pengalaman terbaik dalam bidang administrasi perpajakan di dunia internasional.
Catatan prestasi membanggakan yang ditorehkan DJP pada tahun 2011 adalah
diterimanya beragam penghargaan oleh Kring Pajak 500200 dalam ajang kejuaraan
contact center baik di tingkat nasional maupun di tingkat internasional. Kring Pajak 500200
merupakan pelopor contact center di sektor pemerintahan di Indonesia. Keberadaan dan
prestasi Kring Pajak 500200 merupakan wujud nyata upaya DJP dalam meningkatkan
pelayanan berbasis teknologi informasi dan komunikasi.
Beban target penerimaan pajak semakin berat. Namun saya yakin bahwa peluang DJP
untuk mencapainya selalu ada. Penggalian potensi dengan menambah jumlah wajib pajak
baru dan mengoptimalkan potensi pajak dari 22 juta lebih wajib pajak yang sudah ada, yang
dilaksanakan dengan beragam pendekatan dan metode, didukung sosialisasi dan edukasi
perpajakan secara efektif, serta ditunjang perangkat teknologi informasi yang handal,
merupakan upaya berkesinambungan yang dilaksanakan DJP untuk mengamankan target
penerimaan pajak.
Tantangan terbesar DJP saat ini dan di masa mendatang justru bagaimana mengembalikan
citra DJP yang sempat terpuruk akibat berbagai kasus dugaan penyalahgunaan wewenang
oleh oknum pegawainya. Peningkatan integritas dan profesionalisme aparat pajak adalah
sesuatu yang tidak bisa ditawar demi meraih kembali kepercayaan dari masyarakat.
Dengan demikian amanah yang diemban oleh DJP untuk menghimpun penerimaan pajak
akan tetap dilaksanakan dengan penuh optimisme sehingga kemandirian pembiayaan
pembangunan negeri dapat diwujudkan.
A. Fuad Rahmany
Pimpinan
DJP
Profil Direktur Jenderal, Sekretaris Direktorat Jenderal,
Direktur, dan Tenaga Pengkaji
Menjabat Sekretaris Direktorat Jenderal Menjabat Direktur Peraturan Perpajakan I Menjabat Direktur Peraturan Perpajakan II
Pajak sejak tanggal 25 Februari 2011. sejak tanggal 31 Oktober 2011. Beliau sejak tanggal 28 April 2009. Beliau
Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi memperoleh gelar Sarjana Ekonomi merupakan alumnus Institut Ilmu Keuangan
diperolehnya dari Universitas Gajah Mada Jurusan Akuntansi dari Universitas Gadjah pada tahun 1980, alumnus University of
pada tahun 1980, gelar Magister Ilmu Mada pada tahun 1992 dan gelar Master Illionis, Amerika Serikat, pada tahun 1986,
Administrasi diperolehnya dari Universitas of Bussiness Taxation dari University of dan alumnus University of Blomington,
Indonesia pada tahun 2002, dan gelar Southern California, Amerika Serikat, pada Amerika Serikat, pada tahun 1992 dengan
Doktor Manajemen Bisnis diperolehnya tahun 1997. gelar Doctor of Philosophy in Management.
dari Institut Pertanian Bogor pada tahun
2011.
A. Fuad Rahmany
Direktur Jenderal Pajak
Menjabat Direktur Pemeriksaan dan Menjabat Direktur Intelijen dan Penyidikan Menjabat Direktur Ekstensifikasi dan
Penagihan sejak tanggal 25 Februari sejak tanggal 25 Februari 2011. Beliau Penilaian sejak tanggal 16 Juni 2008. Gelar
2011. Beliau merupakan alumnus Program merupakan alumnus Fakultas Ekonomi, Sarjana Ekonomi Jurusan Manajemen
Diploma IV Keuangan Spesialisasi Universitas Gadjah Mada tahun 1980. diperolehnya dari Universitas Mulawarman
Akuntansi, Sekolah Tinggi Akuntansi pada tahun 1982 dan gelar Master of
Negara tahun 1991. Business Property diperolehnya dari
University of South Australia pada tahun
1992.
Menjabat Direktur Keberatan dan Banding sejak tanggal 6 April Menjabat Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan sejak
2010. Beliau memperoleh gelar Sarjana Ekonomi dari Universitas tanggal 31 Oktober 2011. Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan
Sriwijaya Palembang pada tahun 1989 dan gelar Master of Akuntansi diperolehnya dari Universitas Padjadjaran pada tahun
Business Taxation dari University of Southern California, Amerika 1978. Kemudian gelar Master of Accountancy diperolehnya dari
Serikat, pada tahun 1998. Case Western Reserve University, Amerika Serikat, pada tahun
1989.
Menjabat Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Menjabat Direktur Teknologi Informasi Perpajakan sejak tanggal
Masyarakat sejak tanggal 31 Oktober 2011. Beliau lulus dari 6 April 2010. Beliau memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan
Program Diploma IV Keuangan Spesialisasi Akuntansi, Sekolah Manajemen dari Universitas Krisnadwipayana pada tahun 1986
Tinggi Akuntansi Negara pada tahun 1982. Kemudian pada dan gelar Master of Arts in Business and Commerce dari Keio
tahun 1986 beliau menyelesaikan pendidikannya di University University, Jepang, pada tahun 1999.
Of Hartford, Amerika Serikat, dengan gelar Master of Science in
Professional Accounting.
Menjabat Direktur Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Menjabat Direktur Transformasi Teknologi Komunikasi dan Informasi
Daya Aparatur sejak tanggal 25 Februari 2011. Gelar Sarjana sejak tanggal 21 Juni 2011. Gelar Sarjana Teknik diperolehnya dari
Hukum diperolehnya dari Universitas Indonesia pada tahun 1986 Institut Teknologi Bandung pada tahun 1990 dan gelar Master of
dan gelar Master of Business Administration diperolehnya dari Information System diperolehnya dari Queen Mary University Of
Saint Louis University, Amerika Serikat, pada tahun 1992. London, Inggris, pada tahun 1997.
Menjabat Direktur Transformasi Proses Bisnis sejak tanggal 25 Menjabat Tenaga Pengkaji Bidang Ekstensifikasi dan Intensifikasi
Februari 2011. Beliau merupakan alumnus Program Diploma IV Pajak sejak tanggal 31 Oktober 2011. Beliau menyelesaikan
Spesialisasi Akuntansi, Sekolah Tinggi Akuntansi Negara pada Program Diploma IV Keuangan Spesialisasi Akuntansi di Sekolah
tahun 1987 dan alumnus Master of Public Administration Program, Tinggi Akuntansi Negara pada tahun 1991. Selanjutnya pada
Harvard University, Amerika Serikat, pada tahun 1995. tahun 1996 beliau memperoleh gelar Master of Arts in Economic
dari Saint Marys University, Halifax, Kanada.
Menjabat Tenaga Pengkaji Bidang Pelayanan Perpajakan sejak Menjabat Tenaga Pengkaji Bidang Pembinaan dan Penertiban
tanggal 31 Oktober 2011. Beliau menamatkan pendidikan S1 di Sumber Daya Manusia sejak tanggal 31 Oktober 2011. Beliau
Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Lembaga Administrasi Negara, memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada tahun 1990 dari
Bandung, pada tahun 1988. Selanjutnya pada tahun 1999 Universitas Padjadjaran, Bandung. Kemudian gelar Master of
beliau menyelesaikan Program Pasca Sarjana Ilmu Administrasi Professional Accounting diperolehnya dari The University Of Texas
Perpajakan di Universitas Indonesia, Jakarta. Gelar Doktor Ilmu At Austin, Amerika Serikat, pada tahun 1999.
Sosial diraihnya pada tahun 2002 dari Universitas Padjadjaran,
Bandung.
1. Sigit Priadi Pramudito Kepala Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak Besar
2. Riza Noor Karim Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus
3. Mukhtar Kepala Kantor Wilayah DJP Nanggroe Aceh Darussalam
4. Estu Budiarto Kepala Kantor Wilayah DJP Sumatera Utara I
5. Harta Indra Tarigan Kepala Kantor Wilayah DJP Sumatera Utara II
6. Nirwan Tjipto Kepala Kantor Wilayah DJP Riau dan Kepulauan Riau
7. Peni Hirjanto Kepala Kantor Wilayah DJP Sumatera Barat dan Jambi
8. Kismantoro Petrus Kepala Kantor Wilayah DJP Sumatera Selatan dan Kepulauan Bangka Belitung
9. Rizal Admeidy Kepala Kantor Wilayah DJP Bengkulu dan Lampung
10. Djonifar Abdul Fatah Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Pusat
11. Ichwan Fachruddin Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Barat
12. Pandu Bastari Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Selatan
13. Hario Damar Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Timur
14. Otto Endy Panjaitan Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Utara
15. Muhammad Haniv Kepala Kantor Wilayah DJP Banten
16. Adjat Djatnika Kepala Kantor Wilayah DJP Jawa Barat I
17. Angin Prayitno Aji Kepala Kantor Wilayah DJP Jawa Barat II
18. Sakli Anggoro Kepala Kantor Wilayah DJP Jawa Tengah I
19. Bambang Is Sutopo Kepala Kantor Wilayah DJP Jawa Tengah II
20. Dicky Hertanto Kepala Kantor Wilayah DJP Daerah Istimewa Yogyakarta
21. Suharno Kepala Kantor Wilayah DJP Jawa Timur I
22. Erwin Silitonga Kepala Kantor Wilayah DJP Jawa Timur II
23. Ken Dwijugiasteadi Kepala Kantor Wilayah DJP Jawa Timur III
24. Winarto Suhendro Kepala Kantor Wilayah DJP Kalimantan Barat
25. Eddy Marlan Kepala Kantor Wilayah DJP Kalimantan Selatan dan Tengah
26. Mohammad Isnaeni Kepala Kantor Wilayah DJP Kalimantan Timur
27. Eling Budi Prayitno Kepala Kantor Wilayah DJP Sulawesi Selatan, Barat, dan Tenggara
28. Arfan Pj. Kepala Kantor Wilayah DJP Sulawesi Utara, Tengah, Gorontalo, dan Maluku Utara
29. Zulfikar Thahar Kepala Kantor Wilayah DJP Bali
30. Pontas Pane Kepala Kantor Wilayah DJP Nusa Tenggara
31. Singal Sihombing Kepala Kantor Wilayah DJP Papua dan Maluku
32. Muh. Ismiransyah M. Zain Kepala Pusat Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan
Jejak Langkah
2011
JANUARI
01 MARET
03 MEI
05
28-29
Perundingan P3B Indonesia-Belanda
terkait Protokol Perubahan,
diselenggarakan di London.
17 18
JUNI
06
Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono Penyampaian SPT Pajak Penghasilan
mengeluarkan 12 instruksi terkait Orang Pribadi Tahun Pajak 2010 oleh 22
proses penegakan hukum kasus Gayus Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono, Penandatanganan TIEA antara Indonesia-
Tambunan, usai sidang kabinet terbatas Wakil Presiden RI, Boediono, dan jajaran Isle of Man dan Indonesia-Bermuda,
di Kantor Presiden. Instruksi dikeluarkan Kabinet Indonesia Bersatu II di Kantor dilaksanakan di London.
untuk dijalankan oleh jajaran penegak Pusat DJP, Jakarta.
hukum dan unsur pemerintah yang terkait
untuk menuntaskan kasus tersebut. AGUSTUS
08
APRIL
04
21 10
Menteri Keuangan melantik A. Fuad
Menteri Keuangan, Gubernur Bank
Rahmany sebagai Direktur Jenderal Pajak 16 Indonesia, dan Kepala Badan Pusat
menggantikan Mochamad Tjiptardjo. Penandatanganan Kontrak Kinerja Statistik melaksanakan penandatanganan
Kemenkeu-Two antara Direktur Jenderal Nota Kesepahaman tentang Pertukaran
02
Pajak dengan seluruh pejabat eselon II Data Terkait Kegiatan Ekspor dan Impor di
FEBRUARI di lingkungan DJP yang dilaksanakan di Gedung BI, Jakarta. Ruang lingkup data
Kantor Pusat DJP, Jakarta. yang termasuk dalam Nota Kesepahaman
tersebut meliputi data ekspor-impor,
9-10 data Devisa Hasil Ekspor, data NPWP
Perundingan putaran kedua P3B 27 pelaku ekspor-impor, dan data olahan
Indonesia-Laos, diselenggarakan di Bali. Penandatanganan Tax Information kepabeanan.
Exchange Agreement/TIEA antara
Indonesia-Jersey dan Indonesia-Guernsey,
dilaksanakan di Guernsey.
SEPTEMBER
09
28-29
7-9
Perundingan renegosiasi putaran kedua
P3B Indonesia-India,diselenggarakan di Perundingan penjajakan renegosiasi P3B
New Delhi, India. Indonesia-Australia (Informal Meeting),
25 diselenggarakan di Jakarta.
Penandatanganan Kontrak Kinerja
Kemenkeu-One antara Menteri Keuangan 28-30
dengan para pejabat eselon I yang Perundingan renegosiasi P3B Indonesia-
dilaksanakan di Kementerian Keuangan, Korea Selatan, diselenggarakan di Seoul,
Jakarta. Korea Selatan.
11
Bertempat di Kantor Lembaga Kebijakan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
(LKPP), Jakarta, Direktur Jenderal
Pajak dan Kepala LKPP melaksanakan
penandatanganan Kesepakatan Bersama
tentang Pertukaran Data dan Peningkatan
30 19 Kemampuan Teknis antara LKPP dan DJP.
Menteri Keuangan, Agus D. W. Bertempat di Kantor Pusat Pelaporan
Martwardojo, didampingi Gubernur DKI, dan Analisis Transaksi Keuangan
Fauzi Bowo, dan Direktur Jenderal Pajak,
meresmikan peluncuran program Sensus
(PPATK), Jakarta, Direktur Jenderal
Pajak dan Kepala PPATK melaksanakan
DESEMBER
12
Pajak Nasional di JITEC Mangga Dua penandatanganan Kesepakatan Bersama
Square, Jakarta. tentang Kerja Sama Dalam Rangka
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang dan Tindak
OKTOBER
10 Pidana di Bidang Perpajakan.
5 20
6
Bertempat di Kementerian Keuangan, Penandatanganan renegosiasi P3B
Indonesia-Malaysia terkait pasal mengenai Peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia di
Menteri Keuangan meluncurkan aplikasi
Exchange of Information, dilaksanakan di Kantor Pusat DJP, Jakarta. Dua agenda
whistleblowing (pelaporan pelanggaran)
Lombok. utama dalam acara tersebut yaitu
pertama di lingkungan Kementerian
pemberian penghargaan kepada pegawai
Republik Indonesia. Aplikasi yang
berprestasi dan peluncuran buku Berbagi
dinamakan Wise diterapkan dan
Kisah dan Harapan (Berkah) Jilid 2.
digunakan sebagai media pelaporan
pelanggaran, agar pelapor dapat
memantau perkembangan laporannya. 12-16
Perundingan renegosiasi putaran pertama
P3B Indonesia-Jerman, diselenggarakan
di Jakarta.
22
Kick-Off/Internalisasi Nilai-Nilai
Kementerian Keuangan. Bertempat di
Kantor Pusat DJP, acara dimaksud dihadiri
oleh Menteri Keuangan dan 600 peserta,
18 yang terdiri dari para pejabat eselon I
dan pegawai di lingkungan Kementerian
Mahkamah Agung menolak permohonan
Keuangan.
judicial review yang diajukan Indonesia
23
Petroleum Association (IPA) terhadap
11
Bertempat di Balai Kartini, Jakarta,
Pasal 38 huruf b, Pasal 30, dan sebagian NOVEMBER Direktur Jenderal Pajak dan Ketua
dari Pasal 12 Peraturan Pemerintah Dewan Pengurus Nasional Ikatan
Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Akuntan Indonesia melaksanakan
Operasi yang Dapat Dikembalikan dan penandatanganan Nota Kesepahaman
Perlakuan PPh di Bidang Usaha Hulu tentang Kerja Sama Sosialisasi, Edukasi,
dan Peningkatan Peran Profesi Akuntan
Minyak dan Gas Bumi.
dalam Ikut Serta Membangun Kesadaran
dan Kepatuhan Masyarakat di Bidang
Perpajakan.
DJP Selayang
Pandang
01
Organisasi DJP, dengan jumlah kantor operasional
sebanyak 572 unit dan jumlah pegawai lebih dari
32.000 orang, merupakan salah satu organisasi
besar yang berada di bawah Kementerian
Keuangan. Besarnya sumber daya yang dimiliki
merupakan peluang sekaligus tantangan bagi DJP
dalam mencapai visi dan misinya.
Organisasi
DJP merupakan salah satu unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan. Sesuai
amanat Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi
Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian
Negara serta Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.01/2010 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian Keuangan, DJP mempunyai tugas merumuskan dan
melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang perpajakan.
Direktorat
Jenderal
Pajak
Jabatan Tugas
Sekretariat Direktorat Jenderal Melaksanakan koordinasi pelaksanaan tugas serta pembinaan dan
pemberian dukungan administrasi kepada semua unsur di DJP.
Direktorat Peraturan Perpajakan I Merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di
bidang peraturan KUP, Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, PPN dan
PPnBM, PTLL, serta PBB dan BPHTB.
Direktorat Peraturan Perpajakan II Merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis
di bidang peraturan PPh, perjanjian dan kerja sama perpajakan
internasional, bantuan hukum, pemberian bimbingan dan pelaksanaan
bantuan hukum, dan harmonisasi peraturan perpajakan.
Direktorat Pemeriksaan dan Merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di
Penagihan bidang pemeriksaan dan penagihan pajak.
Direktorat Intelijen dan Penyidikan Merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di
bidang intelijen dan penyidikan pajak.
Direktorat Ekstensifikasi dan Merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di
Penilaian bidang ekstensifikasi dan penilaian perpajakan.
Direktorat Keberatan dan Banding Merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di
bidang keberatan dan banding.
Direktorat Potensi, Kepatuhan, dan Merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di
Penerimaan bidang potensi, kepatuhan, dan penerimaan.
Direktorat Penyuluhan, Pelayanan, Merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di
dan Hubungan Masyarakat bidang penyuluhan, pelayanan, dan hubungan masyarakat.
Direktorat Teknologi Informasi Merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di
Perpajakan bidang teknologi informasi perpajakan.
Direktorat Kepatuhan Internal Merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di
dan Transformasi Sumber Daya bidang kepatuhan internal dan transformasi sumber daya aparatur.
Aparatur
Direktorat Transformasi Teknologi Merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di
Komunikasi dan Informasi bidang transformasi teknologi komunikasi dan informasi.
Direktorat Transformasi Proses Merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di
Bisnis bidang transformasi proses bisnis.
Tenaga Pengkaji Bidang Mengkaji dan menelaah masalah di bidang ekstensifikasi dan intensifikasi
Ekstensifikasi dan Intensifikasi pajak, serta memberikan penalaran pemecahan konsepsional secara
Pajak keahlian.
Tenaga Pengkaji Bidang Mengkaji dan menelaah masalah di bidang pengawasan dan penegakan
Pengawasan dan Penegakan hukum perpajakan, serta memberikan penalaran pemecahan
Hukum Perpajakan konsepsional secara keahlian.
Tenaga Pengkaji Bidang Mengkaji dan menelaah masalah di bidang pembinaan dan penertiban
Pembinaan dan Penertiban sumber daya manusia, serta memberikan penalaran pemecahan
Sumber Daya Manusia konsepsional secara keahlian.
Tenaga Pengkaji Bidang Pelayanan Mengkaji dan menelaah masalah di bidang pelayanan perpajakan, serta
Perpajakan memberikan penalaran pemecahan konsepsional secara keahlian.
Untuk melaksanakan tugas teknis operasional di daerah, dibentuk instansi vertikal di Tabel Jumlah Kantor Operasional DJP
lingkungan DJP, yaitu Kantor Wilayah DJP (Kanwil DJP), Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Tahun 2011
serta Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP).
Kanwil DJP mempunyai tugas melaksanakan koordinasi, bimbingan, pengendalian, Jenis Jumlah
analisis, dan evaluasi atas pelaksanaan tugas KPP, serta penjabaran kebijakan dari kantor Kanwil DJP 31
pusat. Unit ini dapat dibedakan atas: KPP Wajib Pajak Besar 4
KPP Madya 28
a. Kanwil DJP Wajib Pajak Besar dan Kanwil DJP Jakarta Khusus yang berlokasi
KPP Pratama 299
di Jakarta; dan
KP2KP 207
b. Kanwil DJP selain Kanwil DJP Wajib Pajak Besar dan Kanwil DJP Jakarta
Khusus yang lokasinya tersebar di seluruh wilayah Indonesia. UPT 3
Jumlah 572
Unit KPP mempunyai tugas melaksanakan penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan
kepada wajib pajak. Unit ini dapat dibedakan berdasarkan segmentasi wajib pajak yang
diadministrasikannya, yaitu:
Unit KP2KP dibentuk untuk melaksanakan tugas pelayanan, penyuluhan, dan konsultasi
perpajakan kepada wajib pajak/masyarakat yang tinggal di daerah-daerah terpencil
(remote area) yang tidak terjangkau oleh KPP.
Di lingkungan DJP terdapat pula unit pelaksana teknis (UPT), yaitu unit yang melaksanakan
tugas teknis operasional dan/atau teknis penunjang dalam pengolahan data, namun tidak
bersifat pembinaan serta tidak berkaitan langsung dengan perumusan dan penetapan
kebijakan publik. UPT di lingkungan DJP terdiri atas:
kinerja
2011
02
Realisasi penerimaan pajak neto DJP termasuk
PPh Migas tahun 2011 sebesar Rp742,74 triliun
tumbuh sebesar 19,76% dibandingkan realisasi
penerimaan pajak tahun 2010. Sementara realisasi
penerimaan pajak neto DJP tanpa PPh Migas tahun
2011 sebesar Rp669,65 triliun tumbuh sebesar
19,30% dibandingkan realisasi penerimaan pajak
tahun 2010.
A Indikator Sejak tahun 2007, pengelolaan kinerja di lingkungan DJP dilakukan dengan menggunakan
Kinerja Utama konsep dan metode Balanced Scorecard (BSC). BSC adalah suatu alat manajemen kinerja
yang dapat membantu organisasi menerjemahkan visi, misi, dan strategi ke dalam aksi,
dengan memanfaatkan indikator-indikator keuangan dan nonkeuangan yang semuanya
terjalin dalam suatu hubungan sebab akibat.
Peta Strategi DJP tahun 2011 merupakan hasil refinement Peta Strategi, Sasaran Strategis,
dan IKU Kementerian Keuangan untuk tahun 2011. Dalam Peta Strategi DJP tahun 2011
ditetapkan 15 sasaran strategis dan 27 IKU beserta targetnya yang kemudian dijadikan
Kontrak Kinerja antara Direktur Jenderal Pajak dengan Menteri Keuangan.
PJ-3
Customer
PJ-5 PJ-8
PJ-6 PJ-10
Peningkatan efektivitas Peningkatan penggalian
Peningkatan Optimalisasi pelaksanaan
pembuatan dan potensi berbasis mapping,
kualitas pelayanan penagihan
penyempurnaan peraturan profil dan benchmark
di bidang perpajakan
PJ-7
Peningkatan PJ-9 PJ-11
efektivitas sosialisasi Peningkatan efektivitas Peningkatan efektivitas
dan kehumasan pemeriksaan penyidikan
Learning & Growth
TEKNOLOGI INFORMASI
SDM ORGANISASI ANGGARAN
Perspective
KOMUNIKASI
Stakeholder Perspective
1. Persentase pertumbuhan realisasi penerimaan pajak (tanpa PPh Migas) 22,67% 19,30%
2. Jumlah penerimaan pajak (termasuk PPh Migas) 100% 97,26%
3. Indeks tingkat kepercayaan masyarakat dari hasil survei 70% 82%
4. Indeks Penilaian Inisiatif Anti Korupsi 8,18 N/A
Customer Perspective
20. Persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatannya 80% 78,96%
21. Persentase jam pelatihan pegawai terhadap jam kerja 1,72% 2,07%
22. Persentase jumlah pegawai yang dijatuhi hukuman disiplin berat atau sedang 0,272% 0,230%
23. Persentase penyelesaian penyempurnaan organisasi 100% 100%
24. Persentase penyelesaian SOP terhadap SOP yang harus diperbaharui/dibuat 100% 134,81%
25. Rata-rata persentase Unit Pemilik Risiko yang menerapkan manajemen risiko 60% 100%
26. Persentase penyelesaian pembangunan dan pengembangan modul sistem 100% 100%
informasi yang dapat dikaitkan dengan rencana strategi DJP
27. Persentase penyerapan DIPA (Daftar Isian Penggunaan Anggaran) 80% 80,19%
Penjelasan atas pencapaian target IKU Kontrak Kinerja DJP 2011 diuraikan sebagai
berikut.
a. terdapat wajib pajak yang melakukan registrasi NPWP hanya untuk mendapatkan
fasilitas bebas fiskal tanpa memenuhi kewajiban perpajakannya;
b. terdapat penambahan wajib pajak pensiunan yang cukup signifikan yang tidak
semuanya mengerti kewajiban pelaporan SPT Tahunan PPh; dan
c. peningkatan signifikan terhadap jumlah wajib pajak terdaftar wajib SPT Tahunan
PPh tanpa diikuti oleh pemenuhan kewajiban penyampaian SPT.
8. Sampai dengan akhir tahun 2011, jumlah RPP dan RPMK yang diselesaikan adalah 33
dari rencana 30 RPP dan RPMK. Hal ini menunjukkan bahwa capaian IKU persentase
penyelesaian usulan pembuatan dan penyempurnaan PP dan PMK mencapai 110%.
9. Jumlah Perdirjen yang telah diselesaikan adalah 25 Perdirjen dari target 21 Perdirjen.
Hal ini menunjukkan bahwa capaian IKU persentase penyelesaian pembuatan dan
penyempurnaan Perdirjen mencapai 119,05%.
10. Berdasarkan aplikasi Sistem Informasi Pengaduan Pajak (SIPP) jumlah wajib pajak
yang mengajukan pengaduan sampai dengan 31 Desember 2011 adalah sebanyak
1.036 wajib pajak (0,00542%) dari target maksimum 19.000 wajib pajak (0,1%)
terhadap jumlah wajib pajak terdaftar awal tahun 2011 sebanyak 19 juta wajib pajak.
11. Selama tahun 2011, terdapat 2.099.770 permohonan layanan unggulan. Dari jumlah
tersebut, sebanyak 2.073.778 permohonan memenuhi jangka waktu layanan unggulan,
sehingga capaiannya adalah 95,29%. Tidak tercapainya target lebih disebabkan oleh
faktor-faktor eksternal di luar kendali DJP.
12. Untuk IKU tingkat efektivitas edukasi dan komunikasi, DJP melakukan survei kepada
masyarakat di seluruh Kanwil DJP. Dari target indeks 70, realisasi atas hasil survei
tersebut adalah 61,3 sehingga capaiannya 87,57%. Hal ini disebabkan oleh faktor
eksternal, yaitu responden cenderung bersifat intuitif dan tidak objektif karena
memang sulit menguantifikasi efektivitas penyuluhan. Penyebab lainnya adalah dari
faktor internal, yaitu DJP belum memiliki grand strategy penyuluhan dan manajemen
penyuluhan yang baku.
13. Pada tahun 2011, DJP telah melakukan 16.078 kegiatan sosialisasi dan kehumasan
atau 100,49% dari target sebanyak 16.000 kegiatan.
14. Sampai dengan akhir tahun 2011, seluruh KPP sudah menyelesaikan mapping yang
telah disesuaikan dengan hasil pemutakhiran data, sehingga capaiannya adalah
100%.
15. Target pembuatan profil wajib pajak untuk tahun 2011 adalah 476.728 (terdiri dari
1.500 wajib pajak dari setiap KPP Pratama dan seluruh wajib pajak yang terdaftar
pada KPP Madya, KPP di lingkungan Kanwil DJP Wajib Pajak Besar, dan KPP di
lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus). Sampai dengan akhir tahun 2011 telah
diselesaikan 470.678 profil wajib pajak atau 98,73% dari target jumlah profil wajib
pajak.
16. Pada tahun 2011 telah diselesaikan pembuatan benchmark untuk 19 subsektor
usaha, yang meliputi:
a. subsektor perkebunan kelapa sawit;
b. subsektor industri minyak kasar (minyak makan) dari nabati dan hewani;
c. subsektor real estate yang dimiliki sendiri atau disewa;
d. subsektor bangunan jalan, jembatan, dan landasan;
e. subsektor bangunan sipil lainnya;
f. subsektor perdagangan besar peralatan dan perlengkapan rumah tangga;
g. subsektor perdagangan besar barang-barang kimia dan farmasi untuk keperluan
rumah tangga;
h. subsektor jasa konsultasi bisnis dan manajemen;
i. subsektor industri perlengkapan dan komponen kendaraan bermotor roda empat
atau lebih;
j. subsektor industri pertenunan (kecuali pertenunan karung goni dan karung lainnya;
k. subsektor industri perajutan;
l. subsektor industri pakaian jadi dari tekstil;
Eselon II 46 39 85%
21. Rata-rata jam pelatihan per pegawai di tahun 2011 adalah 31,23 jam dari target
sebesar 25,9 jam, sehingga capaian IKU persentase jam pelatihan pegawai terhadap
jam kerja adalah 120%.
22. Sebagai tindak lanjut atas Laporan Hasil Pemeriksaan Inspektorat Jenderal
Kementerian Keuangan, unit kepatuhan internal DJP, dan atasan langsung pegawai, di
tahun 2011 DJP menjatuhkan hukuman disiplin tingkat berat maupun sedang kepada
75 pegawai dari jumlah pegawai DJP per awal tahun 2011 sebanyak 32.582 pegawai.
23. Selama tahun 2011 telah dilakukan penyempurnaan organisasi dengan membentuk
Kantor Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan (KPDDP) di Makassar dan Kantor
Pengolahan Data Eksternal (KPDE) di Jakarta, serta memperluas wilayah kerja Pusat
Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan (PPDDP).
24. Penyelesaian SOP tahun 2011 meliputi 577 SOP dari target 428 SOP, dengan rincian
sebagai berikut.
25. Unit Pemilik Risiko/UPR (Unit Eselon II) wajib menyampaikan laporan penerapan
manajemen risiko tiap semester. Pada tahun 2011, UPR yang telah menyampaikan
laporan penerapan risiko adalah 45 unit eselon II DJP melebihi dari target 27 unit
eselon II.
26. Untuk IKU persentase penyelesaian pembangunan dan pengembangan modul sistem
informasi yang dapat dikaitkan dengan rencana strategis DJP, capaian kinerja DJP
mencapai 100% dengan diselesaikannya 5 modul sebagai berikut:
a. pengembangan aplikasi Sensus Pajak Nasional;
b. pengembangan KPDDP Makassar;
c. pengadaan perangkat teknologi informasi dan sarana pendukungnya;
d. pengembangan aplikasi dashboard; dan
e. kajian pemanfaatan data spasial.
27. Total realisasi anggaran belanja nonpegawai tahun 2011 berjumlah Rp2.794,07
miliar dari pagu sebesar Rp3.484,33 miliar. Penyerapan anggaran tersebut mencapai
80,19%, melebihi target yang ditetapkan sebesar 80%, sehingga capainnya adalah
100,24%.
Tingkat Bunga SBI rata-rata 3 bulan (%) 6,57 6,50 5,60 4,84
Seiring dengan adanya perubahan asumsi dasar ekonomi makro yang disertai dengan
perubahan kebijakan fiskal, serta dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN 2011
maka pemerintah melakukan penyesuaian atas berbagai sasaran pembangunan ekonomi
tahun 2011 salah satunya melalui perubahan target dalam pendapatan negara dari sektor
perpajakan menjadi sebesar Rp878,69 triliun.
Setelah adanya perubahan APBN 2011 target penerimaan DJP tanpa PPh Migas adalah
sebesar Rp698,44 triliun atau mengalami peningkatan sebesar 24,43% jika dibandingkan
dengan realisasi tahun 2010. Target penerimaan termasuk PPh Migas sebesar Rp763,67
triliun atau meningkat sebesar 23,13% dari realisasi tahun 2010.
763,67
708,93
600
698,44
500
620,20
APBN-P 2011
561,33
400
300
200
100
0
Penerimaan Tanpa PPh Migas Penerimaan Dengan PPh Migas
Realisasi penerimaan pajak neto DJP termasuk PPh Migas tahun 2011 sebesar Rp742,74
triliun tumbuh sebesar 19,76% dibandingkan realisasi penerimaan pajak tahun 2010.
Angka penerimaan tersebut mencapai 97,26% dari target penerimaan pajak dalam
APBN-P 2011 sebesar Rp763,67 triliun.
Sementara realisasi penerimaan pajak neto DJP tanpa PPh Migas tahun 2011 sebesar
Rp669,65 triliun tumbuh sebesar 19,30% dibandingkan realisasi penerimaan pajak tahun
2010. Angka penerimaan tersebut mencapai 95,88% dari target penerimaan pajak dalam
APBN-P 2011 sebesar Rp698,44 triliun.
600
triliun rupiah
669,65
620,20
500
561,33
400
300
200
100
0
Penerimaan Tanpa PPh Migas Penerimaan Dengan PPh Migas
Sumber: LKPP
Keterangan: Angka realisasi tidak memperhitungkan penerimaan BPHTB
9,84%
37,40%
0,53%
4,02%
Sumber: LKPP
300
298,17
298,44
250
277,80
triliun rupiah
200
230,60
150
73,10
65,23
100
58,87
28,58
29,06
29,89
50
3,97
4,19
3,93
-
PPh Nonmigas PPN & PPnBM PBB Pajak Lainnya PPh MIgas
Sumber: LKPP
d. Pajak Lainnya mencapai Rp3,93 triliun atau tumbuh negatif sebesar Rp0,04 triliun
(-1,02%) dibandingkan dengan penerimaan 2010 sebesar Rp3,97 triliun.
e. PPh Migas mencapai Rp73,10 triliun atau tumbuh sebesar Rp14,22 triliun
(24,16%) dibandingkan dengan penerimaan 2010 sebesar Rp58,87 triliun.
Tabel Kinerja Penerimaan Pajak
Tahun 2007 2011
Penerimaan Dalam Negeri (triliun rupiah) 706,11 979,30 847,10 992,25 1.205,35
Total Penerimaan Perpajakan (triliun rupiah) 490,99 658,70 619,92 723,31 873,87
Total Penerimaan DJP termasuk PPh Migas (triliun rupiah) 425,37 571,11 544,53 620,20 742,74
Penerimaan PPh Migas (triliun rupiah) 44,00 77,02 50,04 58,87 73,10
Penerimaan DJP tanpa PPh Migas (triliun rupiah) 381,37 494,09 494,49 561,33 669,65
Pertumbuhan Penerimaan DJP termasuk PPh Migas (%) 18,75 34,26 (4,65) 13,90 19,76
Pertumbuhan Penerimaan DJP tanpa PPh Migas (%) 21,07 29,56 0,08 13,52 19,30
Peningkatan Kinerja Penerimaan DJP termasuk PPh Migas (%) 5,45 16,31 (12,06) 0,41 9,26
Peningkatan Kinerja Penerimaan DJP tanpa PPh Migas (%) 7,76 11,61 (7,32) 0,03 8,80
Keterangan: Peningkatan Kinerja Penerimaan DJP = Pertumbuhan Penerimaan DJP - Pertumbuhan Alami
Penerimaan pajak tahun 2007 2009 termasuk BPHTB
Penerimaan pajak tahun 2010 2011 tidak termasuk BPHTB
Sumber : LKPP
C Quick Wins DJP telah mencanangkan Reformasi Perpajakan Jilid Kedua yang ditandai dengan akan
DJP 2011-2012 direalisasikannya Project for Indonesian Tax Administration Reform (PINTAR). Untuk
mendukung implementasi PINTAR tersebut serta untuk menciptakan nilai tambah atas
proses bisnis DJP yang ada saat ini, telah diidentifikasi sembilan belas inisiatif terkait
penyempurnaan proses bisnis dan optimalisasi teknologi informasi yang diharapkan
mampu menghasilkan peningkatan kinerja bagi DJP. Inisiatif ini disebut dengan Quick Wins
DJP 2011-2012 karena sifatnya yang dapat menghasilkan outcome signifikan namun
dikerjakan dalam waktu yang relatif singkat.
Inisiatif Quick Wins DJP ini diupayakan untuk tetap selaras dengan rencana strategis DJP,
dengan berfokus kepada perbaikan kualitas perekaman data (data capture) SPT dan
SSP, peningkatan penerimaan pajak, penambahan jumlah wajib pajak, dan persiapan
implementasi PINTAR.
Sampai dengan akhir 2011, hampir seluruh inisiatif Quick Wins DJP yang mulai dicanangkan
pada Agustus 2011 ini telah mendekati proses finalisasi. Inisiatif Quick Wins diharapkan
tetap akan dapat mendukung proses bisnis DJP secara keseluruhan sehingga tercipta
sistem administrasi perpajakan modern yang lebih efektif dan terpercaya.
I.2. Database dan hardware tuning untuk SIDJP secara sistematis Utama 98
I.3. Mengembangkan prosedur untuk memonitor secara aktif data processing pada SIDJP serta Utama 75
I.4. Data cleansing untuk mengeliminasi duplikasi data masterfile NPWP Utama 95
I.6. Perbaikan proses pemasukan data (data entry) pada PPDDP Utama 70
I.9. Pengembangan tools dan metodologi untuk otomatisasi aktivitas pengawasan kepatuhan Sedang 80
I.10. Pengembangan tools dan metodologi untuk otomatisasi penagihan berdasarkan risk, reward & aging Sedang 80
II.2. Pengembangan alokasi SDM pemeriksaan berdasarkan risiko dan potensi Utama 75
II.5. Peningkatan nilai tambah kepada wajib pajak besar badan dan orang pribadi pada KPP Wajib Pajak Sedang 55
Besar melalui pelayanan yang tinggi dan compliance cost yang rendah
D
1. Unit dengan Kinerja Penerimaan Pajak Terbaik Prestasi Unit
Kerja
Berbeda dengan tahun sebelumnya, penilaian atas kinerja penerimaan unit vertikal pada
tahun 2011 menggunakan modifikasi angka indeks yang lebih proporsional karena tidak
hanya memasukkan unsur pertumbuhan penerimaan dan pencapaian target penerimaan,
tetapi juga unsur peranan realisasi penerimaan.
Dalam unsur peranan realisasi penerimaan, diperhitungkan pula beban kerja per unit
vertikal terkait besaran target yang menjadi tanggung jawabnya serta kompleksitas
penanganan wajib pajak di tiap-tiap unit vertikal. Hal ini sesuai dengan konsep organisasi
bahwa setiap unit mendapat perlakuan yang berbeda sesuai dengan kontribusi peranan
terhadap penerimaan nasional.
Dalam Rapat Pimpinan Nasional I DJP Tahun 2012, Direktur Jenderal Pajak memberikan
penghargaan kepada unit kerja yang meraih nilai baik dalam kinerja penerimaan tahun
2011. Pemberian penghargaan ini diharapkan dapat memotivasi seluruh jajaran di
lingkungan DJP untuk selalu berupaya mengamankan penerimaan pajak.
Sejak tahun 2008 DJP memiliki contact center dengan nama Kring Pajak 500200 yang
menjalankan fungsi layanan informasi dan pengaduan. Kring Pajak dioperasikan sebagai
salah satu sarana bagi DJP dan dengan dukungan dan partisipasi aktif masyarakat untuk
mewujudkan pemerintahan yang bersih (clean government) dan menerapkan prinsip-
prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) di lingkungan DJP.
Sejak pengoperasiannya di tahun 2008, kualitas layanan Kring Pajak 500200 senantiasa
disempurnakan untuk dapat memenuhi kebutuhan masyarakat atas informasi perpajakan
secara cepat, mudah, murah, serta tidak terbatas waktu dan tempat. Kualitas layanan
tersebut ditingkatkan melalui pelatihan SDM yang intensif sehingga memiliki kemampuan
komunikasi dan pengetahuan yang memadai di bidang perpajakan, pemutakhiran sistem
dan aplikasi elektronik, serta penyempurnaan standard operating procedure (SOP).
Upaya peningkatan kualitas layanan Kring Pajak 500200 membuahkan hasil yang
membanggakan dengan diterimanya berbagai penghargaan di ranah contact center baik
untuk tingkat nasional maupun internasional.
Juara 3 (Silver) untuk kategori The Best Quality Assurance below 100 seats
Juara 2 (Gold) untuk kategori The Best Back Office Operational below 100 seats
Juara 2 (Gold) untuk kategori The Best Agent Operasional below 100 seats
Juara 3 (Silver) untuk kategori The Best Agent Operasional below 100 seats
Juara 4 (Bronze) untuk kategori The Best Supervisor below 100 seats
Juara 4 (Bronze) untuk kategori The Best Contact Center Got Talent
Juara 1 (Gold Medal/Top Ranking Performance in Contact Center World/ Contact Center
Best Practice) untuk kategori Direct Response Campaigne pada tingkat regional Asia Pasifik di
Juara 1 (Gold Medal/Top Ranking Performance in Contact Center World/Contact Center Best
Practice) untuk kategori Direct Response Campaigne pada kompetisi tingkat dunia di Las
Juara 4 Outbound Telemarketer pada tingkat regional Asia Pasifik di Gold Coast Australia
Juara 4 untuk kategori Supervisor tingkat regional Asia Pasifik di Gold Coast Australia
Dalam era keterbukaan informasi saat ini, tuntutan masyarakat terhadap pelayanan
publik yang berkualitas semakin nyata dan kuat. Kementerian Keuangan sebagai salah
satu kementerian/lembaga yang memiliki beragam jenis kantor pelayanan, berupaya
untuk merespon tuntutan tersebut dengan melakukan berbagai program perbaikan
dan peningkatan kinerja pelayanan yang berorientasi pada kepentingan dan kepuasan
mayarakat.
Salah satu kegiatan tahunan yang dilaksanakan Kementerian Keuangan untuk mendorong
peningkatan kualitas layanan publik adalah Pemilihan Kantor Pelayanan Percontohan
(KPPc). Kegiatan ini dimulai dengan melakukan seleksi terhadap kantor-kantor pelayanan
di tingkat eselon I. Pemenang kantor pelayanan percontohan tingkat eselon I selanjutnya
diajukan untuk mengikuti seleksi kantor pelayanan percontohan tingkat Kementerian
Keuangan.
Beberapa unsur penilaian dalam seleksi KPPc antara lain sistem dan prosedur, SDM,
sarana, dan prasarana kantor. Metode penilaian yang digunakan meliputi observasi
langsung, wawancara terhadap pimpinan dan staf kantor, pengumpulan data sekunder
seperti pengaduan masyarakat, dan survei melalui penyebaran kuesioner kepada
masyarakat pengguna layanan.
Seleksi KPPc diharapkan dapat memicu seluruh unit di lingkungan Kementerian Keuangan
untuk selalu berusaha, berkrerasi dan berinovasi meningkatkan pelayanan prima sebagai
salah satu upaya mewujudkan good governance.
Untuk seleksi KPPc Tahun 2011 tingkat Kementerian Keuangan, KPP Wajib Pajak Besar
Satu ditetapkan sebagai pemenang ketiga.
Kapita Selekta
Kegiatan
03
Peluncuran program Sensus Pajak Nasional dan
Nilai-Nilai Kementerian Keuangan merupakan
momentum penting dalam perjalanan organisasi
DJP yang dijadikan landasan ke depan dalam upaya
mengemban misi menghimpun penerimaan pajak.
A Sensus Pajak Sensus Pajak Nasional merupakan salah satu program penggalian potensi perpajakan
Nasional dalam rangka perluasan basis pajak dan pengamanan penerimaan negara, yang dilakukan
oleh DJP melalui kegiatan pendataan objek pajak.
Sampai dengan tanggal 31 Desember 2011, jumlah wajib pajak orang pribadi terdaftar
adalah 19,9 juta wajib pajak. Jumlah SPT Tahunan Orang Pribadi yang disampaikan
berjumlah 8,5 juta. Sedangkan berdasarkan data BPS, jumlah orang yang aktif bekerja
di Indonesia adalah 110 juta. Artinya, rasio wajib pajak orang pribadi terdaftar dan SPT
Tahunan yang disampaikan terhadap kelompok pekerja aktif hanya mencapai 18,1% dan
7,73%. Dengan kata lain tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi masih rendah.
Hal yang sama juga terjadi pada wajib pajak badan. Jumlah wajib pajak badan terdaftar
adalah 1,9 juta wajib pajak. Jumlah SPT Tahunan Badan yang disampaikan 466 ribu
sedangkan jumlah badan usaha yang berdomisili tetap dan aktif berdasarkan data BPS
berjumlah sekitar 12,9 juta. Artinya, rasio wajib pajak badan dan SPT Tahunan yang
disampaikan terhadap jumlah badan usaha aktif hanya mencapai 14,8% dan 3,6%.
Dengan kata lain tingkat kepatuhan wajib pajak badan juga masih rendah.
Pada hakikatnya Sensus Pajak Nasional dapat dipandang sebagai upaya menegakkan
keadilan di bidang perpajakan, dimana seluruh subjek pajak memenuhi kewajiban
perpajakannya sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Sensus
Pajak Nasional bertujuan untuk menjaring seluruh potensi perpajakan dalam rangka
Tri Dharma Perpajakan, yaitu:
Dalam pidato penyampaian Keterangan Pemerintah atas RUU tentang APBN Tahun
Anggaran 2012 beserta Nota Keuangan pada tanggal 16 Agustus 2011, Presiden
menyatakan bahwa dalam rangka mengoptimalkan penggalian potensi perpajakan
pada bulan September 2011 pemerintah berencana melakukan Sensus Pajak Nasional.
Apa yang telah disampaikan oleh Presiden selanjutnya ditindaklanjuti oleh Kementerian
Keuangan dengan menerbitkan beberapa aturan pelaksanaan Sensus Pajak Nasional,
yaitu:
Program Sensus Pajak Nasional 2011 diluncurkan secara nasional pada tanggal 30
September 2011 oleh Menteri Keuangan, Agus D.W. Martowardojo, didampingi Gubernur
DKI Jakarta, Fauzi Bowo, dan Direktur Jenderal Pajak, A. Fuad Rahmany, bertempat di
Gedung Jakarta International Event & Convention Center (JITEC) Mangga Dua Square.
Metodologi yang digunakan dalam Sensus Pajak Nasional secara umum adalah:
a. dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah tanah air Indonesia oleh KPP
Pratama;
b. pemilihan lokasi sensus menggunakan hasil pemetaan (mapping) dan monografi
fiskal dengan skala prioritas: sentra ekonomi/ kawasan bisnis, bangunan tingkat
tinggi (high-rise building) dan kawasan pemukiman mewah (potensial);
c. pelaksanaan sensus dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan;
d. pendataan terhadap seluruh subjek dan objek pada lokasi sensus menggunakan
Formulir Isian Sensus (FIS) dan diikuti dengan penyuluhan dan himbauan;
e. pemasangan stiker di tempat usaha dan atau tempat tinggal setelah dilakukan
sensus;
f. perekaman/pemutakhiran data atas hasil sensus; dan
g. pemilihan waktu sensus disesuaikan dengan kondisi subjek sensus (pagi, siang,
sore, atau malam hari).
Sensus Pajak Nasional dilaksanakan selama bulan Oktober dan November 2011 di 299
KPP Pratama di seluruh Indonesia. Dari target pengumpulan sebanyak 1.030.903 FIS,
pelaksanaan Sensus Pajak Nasional tahun 2011 memperoleh pengumpulan 646.655 FIS
atau 62,73%. Dari jumlah FIS yang telah diperoleh tersebut, 523.961 FIS telah dilakukan
perekaman.
68,52%
15,68%
13,45%
2,35%
Kategori 1 : Responden dapat ditemui di lokasi sensus, dan bersedia menjawab serta
menandatangani FIS
Kategori 2 : Responden dapat ditemui di lokasi sensus akan tetapi tidak bersedia menjawab
dan menandatangani FIS
Kategori 3 : Responden tidak berada ditempat saat sensus, tetapi ada pihak yang memiliki
hubungan dengan responden
Berdasarkan perekaman FIS kategori 1, 2 dan 3, responden yang belum memiliki NPWP
adalah sebanyak 283.348 atau 54,71% dan responden yang telah memiliki NPWP
adalah sebanyak 234.515 atau 45,29%. Responden yang belum memiliki NPWP akan
ditindaklanjuti dengan kegiatan ekstensifikasi, sedangkan responden yang telah terdaftar
sebagai wajib pajak akan ditindaklanjuti dengan proses bisnis pengawasan sesuai dengan
standard operating procedures (SOP) yang berlaku.
B
Kementerian Keuangan kembali menjadi pelopor dalam pelaksanaan reformasi birokrasi
Perumusan dan
di Indonesia dengan merumuskan nilai-nilai dan mengimplementasikannya ke dalam
Internalisasi Nilai-
organisasi. Nilai-nilai Kementerian Keuangan yaitu Integritas, Profesionalisme, Sinergi,
Nilai Kementerian
Pelayanan, dan Kesempurnaan yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Keuangan
Keuangan
Nomor 312/KMK.01/2011 selanjutnya akan menggantikan nilai-nilai yang sebelumnya
dibuat dan dimiliki oleh masing-masing unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan.
Nilai-nilai DJP sebelumnya yang digunakan sebagai pedoman perilaku dalam pelaksanaan
tugas pegawai dan juga nilai-nilai yang telah dimiliki unit eselon I lainnya, pada dasarnya
memiliki arti dan tujuan yang baik. Namun, untuk mendorong pencapaian visi Kementerian
Keuangan maka diperlukan peningkatan sinergi antarunit eselon I yang salah satu upayanya
melalui pembangunan kesatuan nilai yang sama di lingkungan Kementerian Keuangan.
Integritas Berpikir, berkata, berperilaku dan bertindak dengan 1. Bersikap jujur, tulus dan dapat dipercaya
baik dan benar serta memegang teguh kode etik dan 2. Menjaga martabat dan tidak melakukan
Profesionalisme Bekerja tuntas dan akurat atas dasar kompetensi 1. Mempunyai keahlian dan pengetahuan
Sinergi Membangun dan memastikan hubungan kerjasama 1. Memiliki sangka baik, saling percaya dan
Pelayanan Memberikan layanan yang memenuhi kepuasan 1. Melayani dengan berorientasi pada
sepenuh hati, transparan, cepat, akurat dan aman. 2. Bersikap proaktif dan cepat tanggap
Kesempurnaan Senantiasa melakukan upaya perbaikan di segala 1. Melakukan perbaikan terus menerus
bidang untuk menjadi dan memberikan yang terbaik. 2. Mengembangkan inovasi dan kreatifitas
Pada tanggal 22 Oktober 2011, DJP mendapat kehormatan menjadi tuan rumah acara
Kick-Off Nilai-Nilai Kementerian Keuangan Tingkat Kementerian Keuangan yang dihadiri
oleh Menteri Keuangan, Wakil Menteri Keuangan, serta beberapa pimpinan dan pegawai
perwakilan unit eselon I Kementerian Keuangan. Bertempat di Auditorium Cakti Budhi Bakti
Kantor Pusat DJP, Menteri Keuangan memberikan pesan kepada seluruh peserta acara
agar senantiasa menghayati dan mengimplementasikan nilai-nilai Kementerian Keuangan
dalam pelaksanaan tugas sehari-hari untuk menjadikan Kementerian Keuangan sebagai
pengelola keuangan dan kekayaan negara yang terbaik di wilayah regional.
Penyempurnaan
Kebijakan
Perpajakan
04
Setelah melalui proses pembahasan yang panjang,
di penghujung tahun 2011 Pemerintah menerbitkan
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011
tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan
Kewajiban Perpajakan. Ketentuan dimaksud
diterbitkan agar lebih memberikan kemudahan dan
kejelasan bagi masyarakat dalam memahami dan
memenuhi hak dan kewajiban perpajakan, serta
untuk menyelaraskan ketentuan-ketentuan dalam
Undang-Undang KUP, Undang-Undang PPh, dan
Undang-Undang PPN dan PPnBM.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2007. Dalam perjalanan penerapan peraturan tersebut di masyarakat, pemerintah
memandang perlu untuk melengkapi dan menyempurnakan Peraturan Pemerintah Nomor
80 Tahun 2007 agar lebih memberikan kemudahan dan kejelasan bagi masyarakat dalam
memahami dan memenuhi hak dan kewajiban perpajakan, serta untuk menyelaraskan
ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang KUP, Undang-Undang PPh, dan Undang-
Undang PPN dan PPnBM.
Hal-hal yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011, antara lain:
Pada tahun 2011, DJP secara intensif juga melakukan pembahasan Rancangan Peraturan
Pemerintah (RPP) sebagai aturan pelaksanaan Pasal 35A Undang-Undang KUP yang
mengatur kewajiban pihak eksternal untuk memberikan data dan informasi yang berkaitan
dengan perpajakan kepada DJP. Dalam rangka pengawasan kepatuhan pelaksanaan
kewajiban perpajakan sebagai konsekuensi penerapan sistem self assessment, data dan
informasi yang berkaitan dengan perpajakan yang bersumber dari instansi pemerintah,
lembaga, asosiasi, dan pihak lain sangat diperlukan oleh DJP. Data dan informasi dimaksud
adalah data dan informasi orang pribadi atau badan yang dapat menggambarkan kegiatan
atau usaha, peredaran usaha, penghasilan dan/atau kekayaan yang bersangkutan,
termasuk informasi mengenai nasabah debitur, data transaksi keuangan dan lalu lintas
devisa, kartu kredit, serta laporan keuangan dan/atau laporan kegiatan usaha yang
disampaikan kepada instansi lain di luar DJP.
Usulan DJP berupa RPP tentang Pemberian dan Penghimpunan Data dan Informasi yang
Berkaitan dengan Perpajakan selama tahun 2011 telah dibahas bersama dengan berbagai
instansi, antara lain Biro Hukum Kementerian Keuangan, Kementerian Hukum dan HAM,
Sekretariat Negara, Polri, dan Bank Indonesia. Sampai dengan akhir tahun 2011 RPP
tersebut masih dalam tahap penyelesaian.
Beberapa ketentuan yang diterbitkan selama tahun 2011 dalam rangka menyempurnakan
peraturan pelaksanaan yang ada, antara lain mengatur mengenai:
Beberapa ketentuan perpajakan di bidang PPh yang diterbitkan tahun 2011 antara lain
B Ketentuan
Perpajakan
mengatur mengenai:
di Bidang PPh
a. pencabutan ketentuan mengenai PPh atas penghasilan dari transaksi derivatif
berupa kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa;
b. fasilitas PPh untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau
di daerah-daerah tertentu;
c. perlakuan perpajakan atas Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari
suatu Bentuk Usaha Tetap dan tata cara pemberitahuannya oleh wajib pajak;
d. tata cara pencatatan dan pelaporan sumbangan penanggulangan bencana
nasional, sumbangan penelitian dan pengembangan, sumbangan fasilitas
pendidikan, sumbangan pembinaan olahraga, dan biaya pembangunan
infrastruktur sosial yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto;
e. tata cara pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh atas bunga obligasi;
f. tata cara penghitungan dan pembayaran PPh atas surplus Bank Indonesia;
g. pemberian fasilitas pembebasan atau pengurangan PPh Badan beserta aturan
terkait lainnya mengenai:
1) tata cara pelaporan penggunaan dana dan realisasi penanaman modal; dan
2) tata cara penetapan saat dimulainya berproduksi secara komersial, bagi wajib
pajak badan yang mendapatkan fasilitas dimaksud;
h. pengenaan PPh untuk kegiatan usaha perbankan syariah dan pembiayaan
syariah;
i. penentuan biaya operasi yang dapat dikembalikan dan perlakuan PPh di bidang
usaha hulu minyak dan gas bumi, beserta aturan terkait lainnya mengenai:
1) batasan pengeluaran alokasi biaya tidak langsung kantor pusat yang dapat
dikembalikan dalam penghitungan bagi hasil dan PPh bagi kontraktor minyak
dan gas bumi;
2) tata cara pemotongan dan pembayaran PPh atas penghasilan lain kontraktor
berupa uplift atau imbalan lain yang sejenis dan/atau penghasilan kontraktor
dari pengalihan participating interest;
3) batasan maksimum biaya remunerasi tenaga kerja asing untuk Kontraktor
Kontrak Kerjasama minyak bumi dan gas bumi;
4) bentuk dan isi SPT Tahunan PPh bagi wajib pajak yang melakukan kegiatan di
bidang usaha hulu minyak dan/atau gas bumi; dan
5) tata cara penerbitan surat ketetapan pembayaran PPh minyak dan gas bumi
dan surat keterangan pembayaran PPh minyak bumi dan gas bumi sementara;
j. penentuan subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri; dan
k. tata cara pengajuan permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau
pemungutan PPh oleh pihak lain;
l. tata cara pengajuan dan penelitian permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang bagi wajib pajak dalam negeri;
m. tata cara dan prosedur pemungutan PPh Pasal 22 sehubungan dengan
pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan
usaha di bidang lain;
Ketentuan perpajakan di bidang PPN dan PPnBM yang diterbitkan sepanjang tahun 2011
antara lain mengatur hal-hal sebagai berikut:
Ketentuan
Perpajakan C
di Bidang PPN
a. perubahan batasan harga jual Rumah Sederhana dan Rumah Sangat Sederhana
dan PPnBM
yang dibebaskan dari pengenaan PPN;
b. tata cara penyediaan anggaran, penghitungan, pembayaran, dan
pertanggungjawaban subsidi jenis BBM tertentu. Salah satu ketentuan yang diatur
adalah PPN atas subsidi BBM tertentu merupakan bagian dari subsidi harga.
Mekanisme PPN tersebut menggantikan mekanisme PPN Ditanggung Pemerintah
(PPN DTP);
c. tata cara pengajuan dan penyelesaian permintaan kembali PPN barang bawaan
orang pribadi pemegang paspor luar negeri;
d. batasan kegiatan dan jenis jasa kena pajak yang atas ekspornya dikenai PPN;
e. tata cara penatausahaan PPN DTP atas penyerahan minyak goreng kemasan
sederhana dan/atau minyak goreng sawit curah di dalam negeri;
f. dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak; dan
g. tata cara penerbitan faktur pajak dan surat setoran pajak atas penyerahan jenis
BBM tertentu dan/atau liquefied petroleum gas (LPG) tabung 3kg.
Selain penerbitan ketentuan mengenai hal di atas, pada tahun 2011 DJP juga melakukan
pembahasan beberapa rancangan peraturan di bidang PPN sebagai berikut.
a. RPP tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang
Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan PPN. RPP tersebut
direncanakan menggantikan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis
yang Dibebaskan dari Pengenaan PPN sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007. Dalam RPP ini,
minyak goreng kemasan sederhana dimasukkan sebagai salah satu Barang Kena
Pajak tertentu yang bersifat strategis.
b. Rancangan Peraturan Menteri Keuangan (RPMK) tentang Perubahan Kedua atas
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 231/KMK.03/2001 tentang Perlakuan PPN
dan PPnBM Atas Impor Barang Kena Pajak yang Dibebaskan dari Pungutan
Bea Masuk. Peraturan ini menambahkan jenis barang yang PPN atau PPN dan
PPnBM-nya tidak dipungut atas impor barang yang dibebaskan dari Bea Masuk,
yakni barang yang dipergunakan untuk kegiatan usaha eksplorasi hulu minyak
dan gas bumi serta panas bumi. RPMK ini telah diundangkan menjadi Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.011/2012.
Beberapa ketentuan perpajakan di bidang PBB yang diterbitkan tahun 2011 antara lain
mengatur mengenai:
Ketentuan
Perpajakan D
di Bidang PBB
a. permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PBB;
b. penyesuaian besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) PBB;
c. tata cara penetapan wajib pajak atas objek PBB yang belum jelas diketahui wajib
pajaknya dan pencabutan penetapan sebagai wajib pajak;
d. bentuk dan isi nota penghitungan, SKP PBB, STP PBB, surat keputusan kelebihan
pembayaran pajak PBB, dan Surat Pemberitahuan;
Terkait dengan tahapan pengalihan PBB Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) sebagai
Pajak Daerah sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, selama tahun 2011 DJP beserta tim dari Kementerian
Keuangan melaksanakan pemantauan dan evaluasi terhadap persiapan pengalihan
dan pelaksanaan pemungutan PBB-P2 ke pemerintah kabupaten/kota yang telah
mengadministrasikan PBB-P2.
Agar persiapan pengalihan dan pelaksanaan pemungutan PBB-P2 dapat berjalan dengan
baik, DJP mengeluarkan beberapa kebijakan di antaranya adalah:
Kota Palu
2011 - 2013
Keterangan: Sumber data tahun 2012 2014, DJPK dan DJP per 1 Februari 2012
E Fasilitas Ketentuan pemberian fasilitas perpajakan terbaru yang diterbitkan selama tahun 2011
Perpajakan meliputi materi sebagai berikut.
Penggalian
Potensi
05
Sebagai kontributor utama penerimaan dalam
negeri, target penerimaan pajak semakin
meningkat dari tahun ke tahun. DJP mengemban
amanatuntuk mengamankan penerimaan pajak
dengan merancang dan mengembangkan berbagai
strategi dan metode penggalian potensi yang
terstruktur, terukur, sistematis, standar, dan dapat
dipertanggungjawabkan.
Kegiatan ekstensifikasi wajib pajak orang pribadi merupakan kegiatan yang masuk
A Ekstensifikasi
dalam peta strategis DJP tahun 2011. Kegiatan ini dilaksanakan untuk memperluas
basis pengenaan pajak melalui upaya penambahan wajib pajak sekaligus meningkatkan
kepatuhan wajib pajak.
Kegiatan ekstensifikasi merupakan upaya proaktif DJP dalam menambah jumlah wajib
pajak baru dengan sasaran wajib pajak orang pribadi yang menurut peraturan perpajakan
diwajibkan untuk memiliki NPWP, serta memberi kemudahan untuk memperoleh NPWP.
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan pemberi kerja dengan sasaran wajib
pajak orang pribadi yang memperoleh penghasilan dari pemberi kerja termasuk komisaris,
pemegang saham, direksi, dan karyawan pada perusahaan swasta atau BUMN serta PNS
baik tingkat pusat maupun daerah.
Kedua pendekatan di atas lebih difokuskan dalam rangka penambahan wajib pajak baru.
Namun sejak tahun 2010 program ekstensifikasi ditujukan pula untuk meningkatkan
penerimaan pajak melalui kebijakan extra effort. Kebijakan ini pada dasarnya adalah tindak
lanjut terhadap wajib pajak baru hasil kegiatan ekstensifikasi pada tahun berjalan serta
satu tahun sebelumnya sebagai upaya menumbuhkan kesadaran serta meningkatkan
kepatuhan wajib pajak.
Seiring dengan program ekstensifikasi, di tahun 2011 DJP meluncurkan program Sensus
Pajak Nasional sebagai salah satu langkah terobosan dalam upaya pencapaian target
penerimaan pajak yang selalu meningkat setiap tahun. Sensus Pajak Nasional pada
dasarnya mengakomodasi pelaksanaan ekstensifikasi wajib pajak serta upaya intensifikasi
melalui kegiatan pengumpulan data yang diperoleh secara langsung dari wajib pajak.
Program ini merupakan program nasional dengan berbasis wilayah yang dilakukan secara
bertahap dengan mempertimbangkan potensi. Untuk tahap awal, Sensus Pajak Nasional
dilaksanakan di sentra ekonomi atau kawasan bisnis.
Jumlah Wajib Pajak Terdaftar (1+2+3+4) 6.645.060 10.212.067 15.964.392 19.532.627 22.364.559
Keterangan: Data per 31 Desember tahun bersangkutan dan hasil data cleansing tahun 2011 (diolah)
Perkembangan jumlah wajib pajak terdaftar selama lima tahun terakhir sebagaimana grafik
di bawah ini.
10,21 4,93
12,21
10 0,38
10,92
1,44
6,65 9,02
0,35 3,50
1,31
5
4,89
3,23
1,76
-
2007 2008 2009 2010 2011
OP Sukarela Bendahara
Keterangan: Data per 31 Desember tahun bersangkutan dan hasil data cleansing tahun 2011 (diolah)
120
103,56 102,99
100,16
93,56 97,17
100 89,64
89,06
83,26
77,23
80
69,46
jutaan
60
40
20
0
2007 2008 2009 2010 2011
Diagram Jumlah Objek Pajak Terdaftar
Tahun 2007-2011 Objek Pajak Objek Pajak Sismiop
60
50
jutaan
41,34
38,80
40 35,42
31,17
30 24,94
20
10
0
2007 2008 2009 2010 2011
B
Optimalisasi penerimaan pajak melalui intensifikasi pada tahun 2011 diprioritaskan Intensifikasi
terhadap wajib pajak penentu penerimaan pada setiap KPP melalui program/kegiatan
sebagai berikut.
Pengawasan dilakukan untuk seluruh kewajiban pembayaran masa atas jenis pajak PPh
Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 25, PPh Pasal 26, PPh Final, dan PPN/
PPnBM. Prioritas pengawasan pembayaran masa dilakukan terhadap:
a. seluruh wajib pajak terdaftar di KPP Wajib Pajak Besar dan KPP Madya; serta
b. seribu wajib pajak penentu penerimaan untuk KPP Pratama dan KPP yang
memiliki lebih dari seribu wajib pajak.
2. Pemanfaatan Feeding
Feeding adalah program pertukaran data wajib pajak antar KPP dengan memanfaatkan
teknologi informasi. Program yang diluncurkan pada tahun 2011 dimanfaatkan untuk
pemutakhiran profil wajib pajak, peningkatan penerimaan pajak, dan penjaringan wajib
pajak baru.
Mengingat besarnya pengeluaran belanja pusat maupun daerah maka penerimaan pajak
dari sektor bendahara mempunyai peranan yang besar, sehingga diperlukan pengawasan
secara khusus terhadap kepatuhan pemotongan, pemungutan, penyetoran, dan pelaporan
pajak oleh bendahara.
Pengawasan wajib pajak bendahara difokuskan pada pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21,
hal tersebut dikarenakan:
a. PPh Pasal 21 Bendahara memiliki andil yang cukup besar terhadap penerimaan
PPh Pasal 21 nasional dengan kontribusi sekitar 25%;
b. penerimaan PPh Pasal 21 merupakan penyumbang penerimaan bendahara yang
paling besar, yaitu kurang lebih sekitar 90% dari total penerimaan pajak bendahara;
dan
c. PPh Pasal 22, Pasal 23, PPh Final dan pajak lainnya bersifat insidental sehingga
sulit diawasi kepatuhan formalnya dan sulit dilakukan pengawasan kepatuhan
materialnya.
Masih dalam lingkup intensifikasi, khususnya bidang PBB pada tahun 2011 telah dilakukan
upaya-upaya untuk meningkatkan kualitas Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) melalui:
Penegakan
Hukum
06
Pemeriksaan, penyidikan, dan penagihan
merupakan bentuk penegakan hukum perpajakan
yang ditujukan untuk memberikan efek penggentar
(deterrent effect) pada wajib pajak yang pada
akhirnya dapat meningkatkan kepatuhan sukarela
wajib pajak.
Kegiatan penegakan hukum yang dilakukan oleh DJP meliputi tiga bentuk kegiatan yaitu
pemeriksaan, penagihan, dan penyidikan. Ketiga kegiatan tersebut pada intinya ditujukan
untuk memberikan efek penggentar (deterrent effect) pada wajib pajak sehingga pada
akhirnya tujuan jangka panjang berupa peningkatan kepatuhan sukarela wajib pajak dapat
tercapai. Selain itu dampak positif yang ditimbulkan dari adanya kegiatan penegakan
hukum adalah kontribusi terhadap hasil penerimaan pajak dari hasil pemeriksaan,
pencairan piutang, dan penyidikan. Agar pelaksanaan penegakan hukum dapat berjalan
optimal dan terhindar dari adanya kemungkinan sengketa antara wajib pajak dengan DJP,
kegiatan penegakan hukum tersebut harus dilaksanakan secara terukur, objektif, konsisten,
profesional, dan sistematis sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pemeriksaan merupakan tindakan awal penegakan hukum yang dilakukan oleh DJP.
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan,
Pemeriksaan
A
dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu
standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/
atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan.
Tujuan pemeriksaan dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain. Pemeriksaan dalam rangka
menguji kepatuhan ditujukan untuk menguji kebenaran pengisian SPT. Pemeriksaan ini
terdiri dari pemeriksaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan hasil analisis risiko atas
profil wajib pajak atau berdasarkan hasil analisis informasi, data, laporan, dan pengaduan
(IDLP) yang menunjukkan adanya indikasi ketidakpatuhan wajib pajak, dan pemeriksaan
rutin yang dilaksanakan antara lain dalam hal terdapat permohonan restitusi oleh wajib
pajak. Pemeriksaan dengan tujuan ini menghasilkan surat ketetapan pajak. Adapun
pemeriksaan untuk tujuan lain tidak dimaksudkan untuk menerbitkan surat ketetapan
pajak, tetapi ditujukan untuk memberikan pelayanan tertentu kepada wajib pajak, antara
lain dalam rangka penghapusan NPWP orang pribadi, pengukuhan atau pencabutan
Pengusaha Kena Pajak (PKP), dan pemenuhan permintaan informasi dari negara mitra
Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B).
Dalam rangka mengukur kinerja pemeriksaan, DJP menggunakan dua pendekatan, yaitu
pendekatan kuantitas penyelesaian pemeriksaan dan kualitas hasil pemeriksaan. Kinerja
pemeriksaan dengan pendekatan kuantitas diukur berdasarkan realisasi penyelesaian
pemeriksaan dibandingkan dengan target penyelesaian pemeriksaan. Standar
penyelesaian pemeriksaan ditetapkan berdasarkan ruang lingkup pemeriksaan seluruh
jenis pajak (all taxes) SPT Tahunan PPh Badan. Pada tahun 2011, pemeriksaan selain all
taxes SPT Tahunan PPh Badan dikonversi sehingga setara dengan pemeriksaan all taxes
SPT Tahunan PPh Badan.
Penerimaan Pajak
Pajak Nasional
80.000
Diagram Perkembangan Realisasi
Penyelesaian Pemeriksaan dan
68.017 69.195
Rasio Jumlah Pemeriksa Pajak dengan 70.000
64.988 12,96%
Total Pegawai DJP Tahun 2007-2011
61.351
12,70%
60.000
9,91%
50.000
Jumlah Pemeriksaan (LHP Riil)
9,52%
40.000
7,13%
30.000
21.178
20.000
10.000
-
2007 2008 2009 2010 2011
Kinerja pemeriksaan selama tahun 2011 dicapai melalui upaya dan strategi sebagai berikut.
B Penanganan Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang PPh memberikan wewenang kepada Direktur
Pemeriksaan Jenderal Pajak untuk menentukan kembali (melakukan koreksi) besarnya penghasilan
Terkait Transfer dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya
Pricing Penghasilan Kena Pajak bagi wajib pajak yang mempunyai hubungan istimewa sesuai
dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa.
Berdasarkan hal tersebut, DJP pada dasarnya berkepentingan memastikan bahwa transfer
pricing tidak digunakan oleh wajib pajak sebagai sarana penghindaran pajak (abuse of
transfer pricing) dan untuk memastikan bahwa baik metode yang digunakan, pembanding
yang dipilih, maupun harga transfer yang ditetapkan oleh wajib pajak ketika bertransaksi
dengan pihak afiliasi (related party), khususnya transaksi yang dilakukan oleh perusahaan
multinasional, telah sesuai dengan prinsip kewajaran (arms length principle).
Penanganan transaksi transfer pricing sebagian besar melibatkan transaksi lintas negara
sehingga mutlak memerlukan kerjasama dengan negara lain baik melalui tax treaty maupun
Exchange of Information (EoI).
Pada tahun 2011 DJP melaksanakan beberapa program untuk mengamankan penerimaan
perpajakan dari praktik penyalahgunaan transfer pricing, sebagai berikut.
Untuk efektivitas pencairan piutang pajak, ditetapkan prioritas tindakan penagihan atas
kondisi piutang pajak, yaitu:
Pada tahun 2011 DJP berhasil merealisasikan pencairan piutang pajak sebesar
Rp12.240.956.578.940 dengan perincian sebagaimana tercantum dalam tabel di bawah
ini.
(dalam rupiah)
D Penyidikan Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan merupakan upaya penegakan hukum
terakhir (ultimum remedium) yang dimiliki DJP sesuai amanat undang-undang. Penyidikan
tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh
penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang
tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya. Penyidik
adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan DJP yang diberi wewenang
khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Proses penyidikan dimulai dari pengembangan dan analisis IDLP. Apabila dalam
pengembangan dan analisis IDLP ditemukan indikasi kuat tindak pidana di bidang
perpajakan maka akan ditindaklanjuti dengan usul pemeriksaan bukti permulaan. Apabila
pada proses pemeriksaan bukti permulaan ditemukan bukti permulaan tentang adanya
dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan, maka akan ditindaklanjuti dengan
usul penyidikan.
Selama tahun 2011 DJP telah menyelesaikan 389 pemeriksaan bukti permulaan dan 49
di antaranya diusulkan untuk ditingkatkan ke penyidikan. Penerbit faktur pajak bermasalah
yang mengacu pada Pasal 39A Undang-Undang KUP masih menjadi hal yang dominan
(65%) atas modus operandi tindak pidana bidang perpajakan yang diusulkan untuk
ditingkatkan ke penyidikan, disusul dengan penggelapan omzet sebesar 17% mengacu
pada Pasal 39 Undang-Undang KUP.
Keseluruhan modus operandi tindak pidana di bidang perpajakan yang diusulkan untuk
ditingkatkan ke penyidikan dapat digambarkan sebagai berikut.
32
13
4
Penerbit Faktur Pajak yang Tidak Berdasarkan atas Transaksi yang Sebenarnya
Jumlah kasus penyidikan yang dilaksanakan pada tahun 2011 berjumlah 118 kasus
penyidikan. Dari jumlah tersebut selama tahun 2011 telah diserahkan sebanyak 27 Berkas
Perkara kepada Kejaksaan, terdiri dari 24 berkas telah dinyatakan lengkap (P-21) dan 3
berkas dinyatakan belum lengkap (P-19). Pada tahun 2011 sebanyak 15 berkas perkara
dengan 14 terdakwa telah disidangkan dan divonis oleh pengadilan.
A. Berkas P-19 0 24 19 14 3
Tersangka 0 13 16 12 6
Terdakwa 9 17 14 11 14
Untuk memperkuat kegiatan penyidikan, sepanjang tahun 2011 DJP telah melakukan
beberapa kali kerja sama dan koordinasi dengan instansi lain, sebagai berikut.
Penanganan
Perkara/Sengketa
07
DJP senantiasa melaksanakan tugas dan fungsinya
berdasarkan ketentuan perundang-undangan.
Namun tetap dimungkinkan terjadi sengketa/
perkara atas substansi pelaksanaan atau interpretasi
ketentuan tersebut. Penyelesaian sengketa
perpajakan dimaksudkan untuk memberikan upaya
keadilan dan kepastian hukum terhadap wajib pajak.
A Penyelesaian Penyelesaian sengketa perpajakan merupakan hal penting yang menjadi perhatian DJP
Sengketa untuk memberikan upaya keadilan dan kepastian hukum terhadap wajib pajak. Dalam
Pajak menyelesaikan sengketa perpajakan yang tengah dihadapi, DJP menjamin hak wajib
pajak agar dapat menggunakan haknya melalui proses layanan tertentu. Proses tersebut
terdapat di beberapa instansi, yaitu yang diselesaikan di DJP maupun yang diselesaikan
di Pengadilan Pajak dan Mahkamah Agung. Proses yang diselesaikan di DJP terdiri dari
proses keberatan, pembetulan, pengurangan, penghapusan dan pembatalan ketetapan
pajak. Proses yang diselesaikan di luar DJP adalah proses banding dan gugatan yang
diselesaikan di Pengadilan Pajak dan proses peninjauan kembali yang dapat diajukan wajib
pajak atau DJP ke Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak.
Upaya hukum yang dapat ditempuh wajib pajak apabila tidak menyetujui penetapan pajak
adalah:
a. keberatan atas suatu SKPKB, SKPKBT, SKPN, SKPLB, SPPT, SKP PBB, SKBKB,
SKBKBT, SKBLB, SKBN, dan Pemotongan atau Pemungutan oleh pihak ketiga;
b. pembetulan surat ketetapan pajak, STP dan surat keputusan karena adanya
kesalahan tulis, kesalahan hitung dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan dalam
peraturan perundang-undangan perpajakan;
c. pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang dikenakan karena
kekhilafan wajib pajak atau bukan karena kesalahannya;
d. pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar;
e. pengurangan atau pembatalan STP yang tidak benar;
f. pengurangan denda administrasi PBB;
g. pengurangan atas pokok PBB dan BPHTB yang terutang; dan
h. pembatalan hasil pemeriksaan pajak atau surat ketetapan pajak dari hasil
pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa adanya penyampaian SPHP atau
pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan wajib pajak.
Kinerja penyelesaian keberatan, pembetulan, pengurangan, penghapusan, dan Tabel Penyelesaian Keberatan,
pembatalan ketetapan pajak nasional pada tahun 2011 adalah sebagaimana tercantum Pembetulan, Pengurangan,
dalam tabel berikut ini. Penghapusan, dan Pembatalan
Ketetapan per Jenis Pajak Tahun 2011
Dalam rangka melakukan pengawasan dan meningkatkan pelayanan serta kualitas hasil
penyelesaian keberatan, pembetulan, pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi,
pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak, pada tahun 2011 Kantor Pusat melalui
Direktorat Keberatan dan Banding melaksanakan Penelaahan Sejawat (peer review) ke
Kanwil DJP.
Hak untuk mengajukan banding ke Pengadilan Pajak dapat digunakan apabila wajib pajak
tidak setuju dan tidak puas atas keputusan keberatan yang telah diterbitkan oleh DJP.
Sedangkan hak mengajukan gugatan ke Pengadilan Pajak dapat digunakan apabila wajib
pajak atau penanggung pajak tidak setuju dan tidak puas atas:
Pengajuan banding atau gugatan ke Pengadilan Pajak yang telah diputuskan oleh Majelis
Hakim dan telah diterima putusannya oleh DJP selama tahun 2011 adalah 3.202 putusan.
Membatalkan 18 33 51
Menambah 2 0 2
Amar Putusan berupa Menolak, Tidak Dapat Diterima, dan Menambah menunjukkan DJP
menang dalam banding atau gugatan. Dengan demikian, dari jumlah 2.238 Amar Putusan
banding, sebesar 37,22% DJP menang. Sementara dari jumlah 873 Amar Putusan
gugatan, sebesar 79,73% DJP menang.
Putusan atas banding atau gugatan dari Pengadilan Pajak merupakan putusan akhir
dan mempunyai kekuatan hukum tetap. Walaupun demikian, para pihak baik wajib pajak
maupun DJP masih mempunyai hak untuk menempuh upaya hukum luar biasa berupa
Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung. Peninjauan Kembali dapat diajukan dalam
jangka waktu paling lambat tiga bulan sejak dikirimkan putusan oleh Pengadilan Pajak.
Alasan-alasan putusan banding atau gugatan dari Pengadilan Pajak dapat diajukan
Peninjauan Kembali oleh wajib pajak atau DJP apabila:
a. putusan Pengadilan Pajak didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat
pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada
bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu;
b. terdapat bukti tertulis baru yang penting dan bersifat menentukan, yang apabila
diketahui pada tahap persidangan di Pengadilan Pajak akan menghasilkan
putusan yang berbeda;
c. telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut,
kecuali yang diputus berdasarkan Pasal 80 ayat (1) huruf b dan c Undang-Undang
Pengadilan Pajak;
d. mengenai suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan
sebab-sebabnya; atau
e. terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pengajuan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung oleh DJP disampaikan dalam bentuk
Memori Peninjauan Kembali. Atas Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung yang diajukan
oleh wajib pajak, DJP wajib menjawab dalam bentuk Kontra Memori Peninjauan Kembali.
Selama tahun 2011, DJP telah melakukan pengajuan Memori Peninjauan Kembali
sebanyak 938 dan Kontra Memori Peninjauan Kembali sebanyak 340 dengan perincian
sebagai berikut.
Dalam tahun 2011, DJP menerima Putusan Peninjauan Kembali dari Mahkamah Agung
berjumlah 372 putusan. Distribusi Putusan Peninjauan Kembali dari Mahkamah Agung
berdasarkan asal permohonan dan jenis amar putusan dapat disampaikan sebagai berikut.
B Penanganan Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, DJP dapat menerbitkan dan mengusulkan
Perkara di Luar ketentuan terkait dengan pelaksanaan kewajiban perpajakan serta produk hukum yang
Pengadilan Pajak mengikat kepada masyarakat secara umum atau wajib pajak secara khusus. Meskipun
DJP senantiasa melaksanakan tugas dan fungsinya berdasarkan ketentuan perundang-
undangan, namun tetap dimungkinkan terjadi sengketa atas substansi pelaksanaan atau
interpretasi ketentuan tersebut. DJP sebagai institusi publik dan sebagai wakil pemerintah
dapat digugat oleh pihak lain yang diajukan kepada badan lembaga peradilan selain
Pengadilan Pajak, yaitu Pengadilan Negeri, Pengadilan Tata Usaha Negara, Pengadilan
Niaga, Mahkamah Agung, dan Mahkamah Konstitusi.
Ruang lingkup pemberian bantuan hukum oleh DJP dalam penangan perkara tersebut di
atas meliputi:
Jumlah 62
Layanan,
Penyuluhan, dan
Kehumasan
08
Kepatuhan masyarakat dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya sangat dipengaruhi oleh kualitas
layanan perpajakan serta pemahaman masyarakat
atas atas hak dan kewajibannya. Upaya memperbaiki
dan menyempurnakan kualitas layanan perpajakan
secara berkesinambungan dilaksanakan oleh DJP
bersamaan dengan upaya mengedukasi masyarakat
melalui kegiatan penyuluhan dan kehumasan.
A Pelayanan Esensi dari reformasi birokrasi di lingkungan Kementerian Keuangan adalah memberikan
pelayanan publik yang lebih baik dan meningkatkannya secara terus-menerus sesuai
harapan masyarakat. Sesuai hasil Survei Opini Stakeholder terhadap Layanan Kementerian
Keuangan pada tahun 2011 yang dilakukan oleh IPB dan Kementerian Keuangan, terdapat
beberapa unsur layanan yang diprioritaskan untuk ditingkatkan oleh DJP, yaitu waktu
penyelesaian, kesesuaian prosedur, keterampilan petugas, dan informasi persyaratan.
Sejalan dengan hasil survei di atas, selama tahun 2011 DJP melakukan berbagai upaya
perbaikan dalam pemberian pelayanan perpajakan seperti:
Berdasarkan informasi dan data yang diterima dari masyarakat melalui berbagai saluran
pengaduan DJP, masih terdapat keluhan-keluhan masyarakat mengenai pelayanan
yang diberikan oleh aparat DJP baik langsung maupun tidak langsung. Berangkat dari
kondisi tersebut, DJP merasa perlu meningkatkan kualitas pelayanannya dan DJP sangat
menyadari bahwa reformasi di bidang pelayanan harus dimulai dari aspek yang paling
dasar yaitu pola pikir, pola tindak, dan tutur kata dalam berkomunikasi. Semua aspek
tersebut perlu dibentuk untuk menanamkan budaya melayani dalam diri pegawai DJP.
a. perhatian khusus harus diberikan Kantor Pusat terkait kebijakan yang ditetapkan
untuk mendukung peningkatan pelayanan di kantor pelayanan;
b. Kanwil DJP secara berkesinambungan harus melakukan bimbingan, pembinaan,
monitoring, dan evaluasi terhadap upaya peningkatan kompetensi pegawai,
sarana dan prasarana, dan edukasi kepada masyarakat di bidang pelayanan
perpajakan dengan memperhatikan kearifan lokal di wilayah kerjanya masing-
masing;
c. KPP dan KP2KP harus melaksanakan pelayanan kepada wajib pajak sesuai
dengan pedoman dalam:
1) bersikap dan berpenampilan saat melayani wajib pajak;
2) pengaturan tata ruang kantor untuk menjaga kenyamanan dan keamanan
bagi wajib pajak maupun pegawai DJP;
3) penyempurnaan pengaturan waktu pelayanan, dengan memperhatikan
kebutuhan waktu untuk persiapan dan evaluasi pelayanan pada hari
bersangkutan; dan
4) pengaturan jadwal piket petugas sehingga pada jam istirahat pun pelayanan
tetap dapat diberikan.
a. e-Filing
Mulai tahun 2011, DJP mengembangkan fasilitas kemudahan kepada wajib pajak orang
pribadi yang menyampaikan SPT Tahunan PPh dengan menggunakan formulir 1770 S
dan 1770 SS secara online dan real time (e-Filing) melalui internet pada situs DJP (www.
pajak.go.id), sebagai alternatif yang selama ini diakses melalui penyedia jasa Application
Service Provider (ASP).
Penyampaian SPT secara e-Filing melalui situs DJP ini akan memudahkan wajib pajak
dengan tidak perlu melakukan antrian di Drop Box. Selain itu juga akan memudahkan
DJP dalam pengolahan SPT Tahunan, dengan harapan penerimaan dan pengolahan SPT
Tahunan menjadi lebih praktis, murah, dan cepat.
Pengembalian PPN barang bawaan orang pribadi pemegang paspor luar negeri atau lebih
dikenal dengan VAT Refund for Tourists yang dimulai di Indonesia sejak 2010, pada tahun
2011 mengalami penambahan tempat pelayanan dan toko retail yang ikut berpartisipasi
dalam skema tersebut.
Dalam rangka memperluas tempat pelayanan VAT Refund for Tourists, perlu menambah
bandar udara sebagai tempat pelayanan tersebut selain di Bandar Udara Soekarno Hatta,
Jakarta, Bandar Udara Ngurah Rai, Bali, dan Bandar Udara Adisutjipto, Yogyakarta.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2010, Provinsi Jawa Timur dan Provinsi
Sumatera Utara memiliki kunjungan wisata cukup banyak. Di samping itu Kementerian
Perhubungan telah menetapkan Bandar Udara Juanda Surabaya dan Bandar Udara
Polonia Medan sebagai bandar udara Internasional yang memperbolehkan penerbangan
langsung dari dan ke luar negeri.
Dengan mempertimbangkan hal tersebut di atas maka mulai 1 September 2011 Bandar
Udara Juanda Surabaya dan Bandar Udara Polonia Medan ditetapkan sebagai tempat
pelayanan VAT Refund for Tourists melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 287/
KMK.03/2011. Seiring dengan dibukanya tempat pelayanan VAT Refund for Tourists
yang baru tersebut maka Direktur Jenderal Pajak melalui Keputusan Direktur Jenderal
Pajak Nomor KEP-156/PJ/2011 menunjuk 5 toko retail di Jawa Timur dan 4 toko retail
di Sumatera Utara sebagai toko retail yang ikut berpartisipasi dalam program VAT Refund
for Tourists, selain 20 toko retail di Jakarta, 10 toko retail di Bali, dan 10 toko retail di
Yogyakarta yang telah ditunjuk sebelumnya.
Perluasan tempat pelayanan VAT Refund for Tourists sebagai exit point bagi turis asing
dan penambahan toko retail yang ikut berpartisipasi dalam skema pelayanan tersebut,
diharapkan mampu menambah nilai pelayanan dalam rangka memberikan daya tarik
bagi turis asing untuk berkunjung ke Indonesia dan sekaligus memicu pertumbuhan
perdagangan dalam negeri.
Berangkat dari keinginan kuat untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih (clean
government) dan menerapkan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good
governance), sejak tahun 2008 DJP mengoperasikan contact center yang dinamakan
Kring Pajak 500200. Contact center ini dapat dihubungi oleh masyarakat umum melalui
saluran telepon dengan nomor 500200 dan secara umum menjalankan dua fungsi, yaitu
Pusat Layanan Informasi dan Pusat Pengaduan Pajak.
Sebagai Pusat Layanan Informasi, Kring Pajak 500200 menjalankan fungsi pemberian
layanan informasi, konsultasi perpajakan umum, dan konsultasi aplikasi perpajakan
elektronik. Layanan diberikan oleh petugas yang telah dibekali pelatihan yang intensif
sehingga memiliki kemampuan komunikasi dan pengetahuan yang memadai di bidang
perpajakan dan aplikasi perpajakan elektronik.
KP2KP)
e-mail pengaduan@pajak.go.id
Untuk memberikan pelayanan informasi yang prima kepada masyarakat, petugas Kring
Pajak didukung dan dilengkapi dengan aplikasi Tax Knowledge Base (TKB) yang selalu
up to date dan disempurnakan sesuai dengan perkembangan peraturan perpajakan.
Aplikasi TKB adalah sumber informasi bagi para petugas layanan (agent) dalam melayani
permintaan informasi maupun menjawab pertanyaan di bidang perpajakan.
Sebagai Pusat Layanan Pengaduan, Kring Pajak 500200 menjalankan fungsi penerimaan
dan pengelolaan pengaduan dari masyarakat. Jenis aduan yang ditangani mencakup
dugaan pelanggaran yang menyangkut kode etik, multitafsir atas aturan perpajakan,
serta layanan dan sarana pelayanan yang tidak memenuhi standar. Untuk mendukung
pengelolaan penanganan atas jenis pengaduan yang beragam, saluran penyampaian
aduan yang disediakan juga beragam, mulai dari surat, faksimile, e-mail, telepon, hingga
walk-in (pengaduan on-site).
Untuk menjamin kualitas layanan, standard operating procedure (SOP) Kring Pajak 500200
memastikan bahwa seluruh pengaduan yang diterima oleh petugas layanan direkam
dalam Sistem Informasi Pengaduan Pajak (SIPP). Sistem ini terus disempurnakan untuk
menjamin mutu layanan di mana pengaduan dapat dilacak perkembangan dan informasi
pendukungnya sehingga seluruh bukti/data yang diterima untuk diproses lebih lanjut
dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu, kerahasiaan pelapor juga dijamin sesuai dengan
aturan yang berlaku.
Peraturan Perpajakan 69 5
Selain sebagai cerminan atas pelayanan DJP kepada masyarakat, tingginya jumlah
pengaduan merupakan salah satu tolok ukur keberhasilan publikasi saluran pengaduan
serta peningkatan kepedulian masyarakat terhadap pelayanan publik yang diselenggarakan
oleh DJP. Hal ini disikapi dengan positif oleh DJP dengan terus memperbaiki kualitas
layanan publik dan mendorong tumbuhnya partisipasi masyarakat dalam mengawasi
pelaksanaan layanan publik.
B
Dalam tahun 2011 kegiatan penyuluhan tetap digiatkan melalui kegiatan rutin penyuluhan Penyuluhan
seperti sosialisasi kepada bendahara dan sosialisasi SPT Tahunan, serta sosialisasi
pelaksanaan Sensus Pajak Nasional. Secara kuantitas pelaksanaan penyuluhan tahun
2011 sebanyak 16.078 kegiatan penyuluhan atau 100,4% dari jumlah kegiatan yang
direncanakan.
Kegiatan penyuluhan yang dilakukan selama tahun 2011 adalah sebagai berikut.
a. Penyuluhan langsung kepada masyarakat yang dilakukan oleh seluruh unit di DJP
dan dilakukan terhadap wajib pajak orang pribadi, asosiasi usaha, bendahara
pemerintah, serta kepada calon wajib pajak antara lain pelajar dan mahasiswa
yang melakukan kunjungan ke kantor pajak maupun di sekolah/perguruan tinggi.
b. Penyuluhan tidak langsung melalui media radio seluruh Indonesia dan televisi
nasional, booklet, leaflet dengan berbagai tema di bidang perpajakan.
c. Penyusunan dan pengadaan sarana sosialisasi/penyuluhan berupa buku
perpajakan seperti Buku Bendahara Mahir Pajak dan Buku Oasis Pemotongan/
Pemungutan PPh.
d. Sosialisasi program Sensus Pajak Nasional dimulai sebelum dan sesudah
peresmian/launching untuk menjaga gema program tersebut hingga akhir tahun.
Selain kegiatan operasional sebagaimana dimaksud di atas, pada tahun 2011 DJP juga
melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi efektivitas penyuluhan dalam bentuk survei,
yang pada tahun-tahun sebelumnya kurang mendapat perhatian. Berdasarkan hasil
survei yang dilaksanakan DJP secara mandiri tersebut diperoleh gambaran bahwa terjadi
kesenjangan (gap) antara eskpektasi masyarakat terhadap penyuluhan yang diberikan
DJP dengan realisasi yang mereka terima, terutama dari penyuluhan langsung. Masyarakat
pada umumnya telah mengetahui pajak, namun mereka tetap memerlukan sosialisasi/
penyuluhan terkait cara pemenuhan kewajiban perpajakan.
Terdapat hal penting dari survei tersebut yaitu penyuluhan perlu difokuskan pada
penyuluhan secara langsung, seperti penyuluhan oleh Account Representative, seminar,
dan workshop. Kegiatan penyuluhan melalui saluran (channel) lainnya tidak berarti
dihilangkan tetapi tetap perlu dipertahankan. Penyuluhan langsung memiliki gap yang
paling tinggi antara ekspektasi masyarakat dengan realitas yang mereka peroleh.
Tahun 2011 juga menjadi tahun konsolidasi penyuluhan ditandai dengan disusunnya
kebijakan penyuluhan terkait penyusunan rencana kerja dan pelaporan pelaksanaan
kegiatan penyuluhan sebagaimana ditetapkan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak
Nomor SE-98/PJ/2011 tanggal 29 Desember 2011. Dalam kebijakan penyuluhan yang
baru ditetapkan pembagian fokus penyuluhan menjadi tiga, yaitu calon wajib pajak, wajib
pajak baru, dan wajib pajak terdaftar. Melalui kebijakan ini diharapkan kegiatan penyuluhan
dapat dilaksanakan dengan terencana, lebih terarah dan terukur tingkat efektivitasnya
untuk masing-masing fokus penyuluhan.
Selain kebijakan di atas, pada tahun 2011 DJP juga menyusun kebijakan mengenai
pembentukan Tim Penyuluhan Perpajakan beserta Kelompok Tenaga Penyuluh di unit
vertikal sebagaimana ditetapkan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor
SE-98/PJ/2011 tanggal 29 Desember 2011. Pembentukan Tim Penyuluhan Perpajakan
dan Kelompok Tenaga Penyuluh diperlukan agar terdapat kejelasan terkait pelaksana
penyuluhan dan juga memperjelas target/sasaran pengembangan kapasitas pegawai
sebagai tenaga penyuluh perpajakan.
Terdapat 3 tujuan kehumasan DJP yaitu: (i) meningkatkan kesadaran dan pemahaman
C Kehumasan
masyarakat akan pentingnya pajak bagi pembangunan bangsa (awareness level), (ii)
membangun kepercayaan masyarakat pada DJP sebagai lembaga yang menjalankan
sistem administrasi perpajakan (attitudes and opinions level), dan (iii) mendorong wajib
pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya berdasarkan prinsip self assesment
(behavior level).
DJP dalam
Pergaulan
Internasional
09
Keikutsertaan dan kontribusi DJP dalam berbagai
kegiatan berskala internasional diharapkan dapat
memberikan manfaat besar di bidang keuangan
bagi kepentingan Indonesia. Adapun pelaksanaan
kerja sama dengan berbagai institusi perpajakan
luar negeri maupun negara/lembaga donor
didorong oleh keinginan dan kebutuhan DJP untuk
mendapatkan informasi terkini dan pengalaman
terbaik dalam bidang administrasi perpajakan di
dunia internasional.
A Persetujuan Secara umum, terdapat enam tahap pembentukan atau renegosiasi Persetujuan
Penghindaran Penghindaran Pajak Berganda (P3B) maupun Perjanjian Pertukaran Informasi Perpajakan
Pajak Berganda (Tax Information Exchange Agreement/TIEA) hingga berlaku efektif.
dan Pertukaran
Informasi Pertama, yaitu tahap penjajakan. Pada tahap ini, salah satu negara yang melakukan
Perpajakan inisiasi atau rencana untuk revisi P3B/TIEA dapat mengusulkan untuk dilakukan pertemuan
informal, di antaranya dapat dilakukan melalui jalur diplomatik. Dalam hal ini, biasanya
competent authority akan melakukan kontak awal baik melalui pihak Kementerian Luar
Negeri atau langsung dengan competent authority negara mitra untuk menjadwalkan
pertemuan informal tersebut. Pertemuan informal ini bertujuan untuk memperlancar
jalannya perundingan negosiasi/renegosiasi P3B/TIEA yang akan dilakukan selanjutnya.
Kedua, yaitu tahap perundingan. Pada tahap ini, para delegasi kedua negara melakukan
perundingan membahas isi P3B/TIEA sampai mencapai kesepakatan. Perundingan dapat
dilakukan lebih dari satu kali hingga menghasilkan kesepakatan bersama atas pasal-pasal
P3B/TIEA.
Ketiga, yaitu tahap pemarafan. Dilakukan apabila para delegasi telah sepakat dan tidak
ada isu yang menjadi permasalahan (pending issues). Dalam tahap ini ketua delegasi dari
kedua negara akan melakukan pemarafan atas setiap halaman isi P3B/TIEA yang telah
disepakati (clean draft).
Keempat, yaitu tahap penandatanganan. Clean draft yang telah diparaf, kemudian
diusulkan untuk dilakukan penandatanganannya. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional diatur bahwa perjanjian internasional hanya
dapat ditandatangani oleh Presiden atau Menteri Luar Negeri atau perwakilan pemerintah
RI melalui surat kuasa (full powers).
Kelima, tahap ratifikasi. Pada tahap ini P3B yang telah ditandatangani tersebut mengikat
kedua negara, namun belum dapat diberlakukan efektif hingga P3B/TIEA tersebut
diratifikasi melalui penerbitan undang-undang atau Peraturan Presiden.
Tahap yang terakhir, yaitu pemberlakuan. P3B/TIEA baru berlaku setelah ada pertukaran
instrumen ratifikasi antara kedua negara.
1. Pembentukan p3b
Beberapa perundingan P3B dengan negara mitra yang dilaksanakan pada tahun 2011,
yaitu:
Selama tahun 2011, DJP juga mengajukan proses ratifikasi P3B dengan pembuatan
Peraturan Presiden atas pembentukan P3B dengan negara-negara berikut ini:
Sampai dengan akhir tahun 2011, Indonesia memiliki 60 P3B dengan negara mitra yang
berlaku efektif.
a. pelaksanaan MAP dengan Internal Revenue Service Amerika Serikat pada tanggal
5 s.d 7 Juli 2011 di Washington DC, Amerika Serikat;
b. pelaksanaan MAP dengan National Tax Service Korea Selatan pada tanggal 27
September 2011 di Seoul, Korea Selatan;
c. pelaksanaan MAP dengan National Tax Agency Jepang pada tanggal 30
November s.d 1 Desember 2011 di Jakarta; dan
d. pelaksanaan MAP dengan National Tax Service Korea Selatan pada tanggal 22 s.d
23 Desember 2011 di Jakarta.
3. Pembentukan TIEA
Dalam rangka pembentukan TIEA dengan negara bukan mitra P3B (non-tax treaty)
yang dikategorikan oleh OECD (Organization Economic Co-operation and Development)
sebagai cooperative jurisdictions, sepanjang tahun 2011 DJP berperan dalam pelaksanaan
penandatangan TIEA antara Indonesia dengan beberapa negara/yurisdiksi yaitu:
Atas keempat TIEA di atas, DJP telah mengajukan pula proses ratifikasinya di tahun yang
sama.
Sementara itu, TIEA yang sampai dengan akhir 2011 masih dalam proses penandatanganan
adalah:
Partisipasi aktif DJP dalam kerja sama internasional selama tahun 2011 baik berupa
B Partisipasi DJP
dalam Forum
kegiatan seminar, konferensi, maupun forum adalah sebagai berikut:
Internasional
a. peserta acara Peer Review Seminar Global Forum on Transparency and Exchange
of Information pada tanggal 15 s.d. 17 Maret 2011 di Canberra, Australia;
b. peserta acara Meeting of the Advisory Group for Cooperation with Non-OECD
Economic pada tanggal 28 s.d. 30 Maret 2011 di Livingstone, Zambia;
c. peserta acara Global Forum on Transparency and EoI for Tax Purposes pada
tanggal 31 Mei s.d. 1 Juni 2011 di Bermuda;
d. peserta acara The 5th International Financial Reporting Standards (IFRS) Regional
Policy Forum & International Seminar pada tanggal 23 s.d. 24 Mei 2011 di
Denpasar, Bali;
Pada tahun 2011, beberapa lembaga/negara donor masih aktif memberikan bantuan
kepada DJP dalam bentuk technical assistance, jasa konsultasi, dan bantuan pengiriman
pegawai ke luar negeri untuk mengikuti seminar/training/workshop. Lembaga donor adalah
Kegiatan Negara/
Pihak Donor C
suatu lembaga nonpemerintah berskala internasional seperti IMF, World Bank, AusAID,
dan JICA yang memberikan bantuan kepada DJP. Negara donor adalah suatu unit kantor/
departemen dalam pemerintahan seperti Australian Taxation Office yang melakukan kerja
sama bilateral dengan DJP.
Secara umum, asistensi pihak donor dibiayai oleh hibah (grant). Bentuk asistensi dapat
berupa, antara lain:
Lembaga/negara donor yang masih secara aktif terlibat dalam proses reformasi perpajakan
di DJP selama tahun 2011 adalah sebagai berikut.
Selain mendukung Project for Indonesian Tax Administration Reform (PINTAR), World
Bank juga berperan dalam pengelolaan hibah yang termasuk dalam kerangka PFM MDTF,
yang didanai oleh Uni Eropa dan Pemerintah Belanda. Hibah tersebut digunakan untuk:
(i) persiapan program PINTAR; dan (ii) program pendukung PINTAR berupa jasa konsultasi
di bidang criminal investigation, independent bid evaluation, change management, dan
knowledge management.
AIPEG merupakan lembaga bentukan pemerintah Australia. Lembaga ini dibentuk dengan
latar belakang adanya krisis ekonomi yang dramatis sehingga Pemerintah Indonesia
memerlukan bantuan teknis di bidang economic governance. AIPEG memberikan layanan
konsultasi penyusunan kebijakan sektor publik dan pelaksanaan program yang konsisten
dengan agenda reformasi Pemerintah Indonesia.
Program AIPEG ini dijadwalkan akan diselenggarakan selama enam tahun yang difokuskan
pada leadership, penguatan institusi, monitoring dan evaluasi, Government Partnership
Fund (GPF), dan gender issue.
Selain melaksanakan program-program yang sudah ditetapkan, AIPEG juga secara aktif
dalam membantu kerjasama DJP dengan Australian Taxation Office (ATO). Bantuan AIPEG
antara lain adalah memfasilitasi ATO dalam memberikan bantuan kepada DJP, seperti
asistensi tenaga ahli dari ATO yang berkunjung ke DJP, bantuan untuk pegawai DJP
yang akan berangkat ke Australia memenuhi undangan ATO, serta bantuan pengurusan
dokumen keberangkatan, seperti visa, tiket dan lain sebagainya.
Bantuan yang diberikan oleh AIPEG dalam kerja sama antara DJP-ATO antara lain:
Selama beberapa tahun terakhir, DJP dan ATO telah berbagi kemitraan dalam
pengembangan kapasitas melalui pertukaran keahlian dan pengetahuan di bidang
administrasi perpajakan. Kerja sama DJP dan ATO merupakan kerja sama bilateral khusus
antara dua organisasi serupa di bawah skema Government Partnership Fund (GPF).
Jenis kerja sama yang dilakukan oleh DJP dan ATO meliputi hal sebagai berikut.
a. Kegiatan Multilateral
ATO mengadakan forum internasional yang diselenggarakan di Australia dan
dihadiri oleh wakil institusi perpajakan dari berbagai negara. Forum ini diadakan
beberapa kali dalam setahun dengan topik yang berbeda.
b. Bantuan Bilateral.
ATO berbagi pengetahuan dan keahlian dalam bentuk lokakarya/seminar dan
bantuan teknis lain yang diberikan kepada DJP oleh pejabat ATO yang diadakan
di Indonesia atau di Australia selama periode waktu tertentu.
Dalam tahun 2011, beberapa bantuan yang diberikan ATO kepada DJP antara lain:
Pada bulan Desember 2009 diadakan penandatanganan Record of Discussion (RD) dan
Minutes of Meeting (MM) yang berisi tentang rencana kegiatan kerjasana DJP-JICA untuk
2010-2014 dengan nama Project on Modernization of Tax Administration (Phase II).
Dalam proyek dimaksud, kegiatan asistensi JICA di DJP yang dilakukan meliputi:
Selain melaksanakan proyek di atas, JICA juga memberikan bantuan dalam pengembangan
kapasitas SDM berupa pemberian beasiswa bagi para pegawai DJP untuk mengikuti
program S2/S3 dan short course di Jepang.
Dalam tahun 2011, beberapa bantuan yang diberikan JICA kepada DJP, antara lain:
Selama tahun 2011 DJP telah menjadi tuan rumah bagi kunjungan delegasi asing dari
D Kunjungan
Delegasi Asing
berbagai negara baik dalam rangka studi banding, diskusi, maupun untuk berkoordinasi
dalam membahas isu perpajakan terkini seperti tax audit, incident management-corruption,
dan transfer pricing dispute resolution.
Kunjungan delegasi asing selama tahun 2011 dan materi-materi yang dibahas dalam
kunjungan tersebut adalah sebagaimana dijelaskan dalam tabel di bawah ini.
Authority Meeting
Authority Meeting
NTS Korea
(General Department of
Taxation)
Manajemen
Sumber Daya
Aparatur
10
DJP menaruh perhatian besar terhadap peningkatan
kualitas sumber daya aparatur sejalan dengan
upaya mewujudkan tata kelola pemerintahan yang
baik. Dengan meningkatnya kualitas sumber daya
aparatur, DJP dapat mengaktualisasikan diri sebagai
intitusi yang modern, akuntabel, dan dipercaya
masyarakat.
Jumlah pegawai DJP sampai dengan akhir tahun 2011 adalah 31.736 orang dengan
A Manajemen
Sumber Daya
sebaran berdasarkan jenis kelamin, kelompok usia, tingkat pendidikan, dan golongan
sebagaimana dijelaskan dalam diagram-diagram berikut ini.
Manusia
74,99%
Pria Wanita
5.000 4.399
3.665
4.000
2.641
3.000 2.452
2.000
781
1.000
3
0
<21 21-25 26-30 31-35 36-40 41-45 46-50 51-55 >55
10.000
8.000 7.001
6.000 4.639
4.256 4.202
4.000
2.000
31 38
0
s.d. DI DII DIII DIV/S1 S2 S3
SMA
57,52%
38,21%
4,26%
0,01%
Golongan I Golongan II
20.574
1.818
767
613 5.257
1.993
714
Sumatera
Posisi strategis SDM sebagai resources dapat membawa organisasi berkembang dan
mampu mewujudkan visi dan misinya. Dalam pengelolaan SDM, situasi yang kerap
dihadapi DJP adalah kesulitan dalam menemukan serta memilah para pegawai terbaik yang
dimiliki organisasi. Untuk itu, pengelolaan SDM tidak cukup hanya dengan menjalankan
fungsi penilaian kinerja yang objektif sebagai bagian dari pengelolaan karir pegawai. DJP
menyadari perlu juga melakukan pengembangan Manajemen SDM secara komprehensif
sesuai dengan praktik umum (common practices) yang meliputi fungsi pengembangan
organisasi SDM, perencanaan SDM, rekrutmen dan seleksi, pengelolaan data administrasi
kepegawaian, pelatihan dan pengembangan SDM, manajemen kinerja, manajemen karir,
serta manajemen kompensasi dan benefit.
Selama tahun 2011, DJP telah melakukan pengembangan Manajemen SDM dalam bentuk
penetapan Cetak Biru Manajemen SDM dan pelaksanaan program-program lainnya.
Pada tahun 2011, DJP menetapkan acuan dalam perancangan, perumusan, implementasi
dan evaluasi pengembangan manajemen SDM secara menyeluruh (komprehensif) dan
berkesinambungan dalam bentuk Cetak Biru Manajemen SDM. Tahapan-tahapan Cetak
Biru Manajemen SDM yang ditentukan untuk kurun waktu 2011-2018 secara luas dapat
digambarkan melalui Peta Strategi Manajemen SDM.
Visi: Menjadi penyelenggara manajemen sumber daya manusia berbasis kinerja dan kompetensi
yang efektif dan efisien dalam rangka mendukung terwujudnya visi dan misi
direktorat jenderal pajak
sdm-P.5.
sdm-P.1. sdm-P.3. sdm-P.8. sdm-P.10.
Meningkatkan
Merekrut Meningkatkan Kepemimpinan Prima Meningkatkan Meningkatkan
pegawai manajemen (Leadership Excellence) efektivitas manajemen
berkualitas tinggi kinerja yang dapat manajemen karir remunerasi
dipercaya dan berbasis kinerja berbasis kinerja
transparan dan kompetensi
proses fungsi internal
sdm-P.6.
Meningkatkan
efektivitas pelatihan
dan pengembangan
sdm-P.2.
sdm-P.4. sdm-P.9. sdm-P.11.
Meningkatkan
efektivitas Meningkatkan Meningkatkan Meningkatkan
orientasi pegawai sdm-P.7. efektivitas talent program benefit
efektivitas
baru penilaian kinerja Meningkatkan management bagi pegawai
kualitas Assessment
kompetensi
Untuk lebih menjamin pelaksanaan Cetak Biru Manajemen SDM, akan dirancang strategi
implementasi yang meliputi empat tahap pengembangan dan operasionalisasi manajemen
SDM yang masing-masing tahap memiliki destinasi yang jelas.
Tahap I Kinerja merupakan faktor penting dalam mencapai produktivitas optimal. Untuk itu perlu
dibangun budaya kinerja melalui pengembangan dan implementasi sistem penilaian
2011-2012
kinerja yang dapat dipercaya dan transparan serta didukung oleh pengembangan
kepemimpinan yang prima.
Tahap II
DJP merupakan organisasi yang terus berkembang, hal ini berdampak pada tuntutan
2013-2014
pengembangan kompetensi pegawai sesuai dengan prasyarat jabatan yang ada. Oleh
karena itu perlu dibangun sistem pengembangan pegawai yang sesuai kebutuhan
dengan berbasis kompetensi. Pada tahap ini juga akan dibangun sistem informasi
Manajemen SDM yang handal sehingga unit organisasi SDM dapat beranjak dan lebih
fokus dari kegiatan pengelolaan SDM yang bersifat administratif kepada kegiatan yang
bersifat strategis.
Tahap III DJP merupakan organisasi yang berkembang dengan sebaran organisasi dan SDM
yang luas. Untuk dapat memenuhi kebutuhan akan SDM yang tepat baik dari sisi
2015-2016
kuantitas maupun kompetensi, perlu dikembangkan sistem perencanaan SDM yang
handal. Selain itu perlu diimplementasikan sistem manajemen karir pegawai yang
berbasis kinerja, kompetensi dan mempertimbangkan klasifikasi unit.
Tahap IV Setelah semua fungsi manajemen SDM dikembangkan dan dijalankan, diharapkan DJP
2017-2018 sudah mampu menghasilkan pegawai dengan kompetensi dan kinerja terbaik yang
didukung oleh adanya budaya penghargaan yang memadai, sehingga manajemen
talenta dapat dikembangkan dengan baik dimana pegawai dengan kompetensi dan
kinerja terbaik diprioritaskan untuk menduduki posisi jabatan strategis DJP.
Sebagai langkah nyata pembangunan budaya kinerja, sistem penilaian kinerja pegawai
didukung dengan inisiatif strategis sebagai berikut.
a. Diseminasi budaya kinerja dengan sosialisasi melalui media internal DJP (Portal
SDM) dan pertemuan internal DJP secara berkesinambungan tentang pentingnya
kinerja sebagai faktor penentu pencapaian produktivitas yang optimal.
b. Penandatanganan Kontrak Kinerja mulai dari Direktur Jenderal Pajak (Kemenkeu-
One) sampai dengan pelaksana (Kemenkeu-Five).
c. Monitoring pelaksanaan pembuatan Rencana Kinerja dan pelaksanaan Penilaian
Kinerja Pelaksana, agar pelaksanaan sistem penilaian kinerja dilakukan secara
tepat waktu.
d. Pembekalan kemampuan setiap atasan untuk melakukan bimbingan kinerja
(coaching) kepada para pegawai dalam rangka meningkatkan produktivitas kerja,
karena sesungguhnya setiap pegawai memiliki potensi untuk berkembang dan
dapat bekerja dengan lebih optimal jika diberi bimbingan dengan benar.
e. Pelatihan Pengenalan Tipe Kepribadian dengan metode MBTI (Myers Brigght Type
of Indicators) yang diikuti oleh para pejabat yang menangani bidang SDM. Melalui
pelatihan ini diharapkan para peserta dapat:
1) menganalisis potensi kekuatan serta kelemahan tim dalam organisasi dengan
memetakan bakat, perilaku serta gaya komunikasi setiap individu;
2) menggunakan pemahaman berbagai tipe kepribadian untuk meningkatkan
proses komunikasi, team work serta managing conflict sehingga dapat
meningkatkan efektivitas kepemimpinan;
3) meningkatkan kualitas komunikasi untuk melipatgandakan efektivitas
organisasi dengan memupuk dan memelihara motivasi tim sehingga proses
bimbingan dapat dilakukan secara efektif.
Adapun peningkatan peran pimpinan sebagai role model dalam program pengembangan
kepemimpinan prima dilaksanakan dalam bentuk Transformational Leadership Training.
Dalam pelatihan ini para peserta diberikan keterampilan yang terfokus pada bagaimana
seorang pemimpin mengambil sikap terhadap perubahan yang terjadi dan bagaimana
menyikapi perubahan agar terwujud efektivitas dalam bekerja, serta bagaimana membantu
dan membimbing anggota tim untuk menerima perubahan yang terjadi.
Arah dan kebijakan pengembangan kapasitas SDM di tahun 2011 masih berfokus pada:
a. costumer needs, terutama unit pelayanan yang merupakan ujung tombak DJP
untuk menunjang penerimaan pajak, kepatuhan, dan pelayanan prima;
b. penanaman nilai-nilai organisasi; dan
c. penyempurnaan infrastruktur pengembangan kapasitas pegawai.
Pendidikan dan pelatihan bagi pegawai DJP yang dilaksanakan selama tahun 2011, yaitu:
a. pelatihan yang diselenggarakan sendiri oleh DJP, terutama pelatihan yang terkait
dengan materi teknis perpajakan dan operasional pelaksanaan tugas, sebanyak
344 jenis pelatihan dengan peserta sejumlah 28.096 pegawai;
b. pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan oleh unit pendidikan dan pelatihan
di bawah Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK) sebanyak 341 jenis
pendidikan dan pelatihan dengan peserta sejumlah 13.200 pegawai DJP;
c. pelatihan di luar negeri yang dilakukan bekerja sama dengan lembaga internasional
dan negara donor seperti OECD, JICA/NTA Japan, AIPEG/ATO Australia dan IMF;
dan
d. pengembangan pegawai dengan mengirim pegawai tugas belajar untuk
melanjutkan pendidikan formal ke jenjang yang lebih tinggi (S2 dan S3) baik di
dalam maupun luar negeri dengan beasiswa baik dari Pemerintah Indonesia dan
lembaga/donor seperti World Bank, IMF, JICA, KOICA, AusAid, USAid, dan lain-
lain.
5. On-the-Job Training
On-the-Job Training (OJT) adalah pelatihan atau pembimbingan yang dilakukan oleh
pegawai senior di tempat kerja yang dimaksudkan untuk memberikan wawasan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap kepada pegawai yang baru menerima penugasan.
Pelaksanaan dan pengembangan OJT selama tahun 2011 diuraikan sebagai berikut.
a. OJT bagi pegawai baru (CPNS) diperuntukkan bagi 1.155 peserta pada 144 KPP
Pratama yang berasal dari penerimaan lulusan sarjana dan lulusan DIII STAN. Hasil
survei terhadap 793 peserta menunjukkan bahwa sebanyak 692 orang (87,26%)
menyatakan puas terhadap pelaksanaan OJT tersebut;
b. OJT bagi Penelaah Keberatan diperuntukan bagi 202 pegawai yang diangkat
menjadi Penelaah Keberatan baru pada 29 Kanwil DJP;
6. e-Learning
e-Learning merupakan tools assessment kompetensi teknis dan media pembelajaran bagi
pegawai dalam rangka menunjang program pengembangan kapasitas pegawai. Selama
tahun 2011 DJP telah melakukan pengembangan dan implementasi e-Learning sebagai
berikut:
Pengembangan dan implementasi e-learning pada tahun 2012 akan difokuskan pada
kegiatan pengembangan modul e-learning yang berbasis kompetensi dalam rangka
pengayaan modul yang sudah ada dan optimalisasi implementasi e-learning.
Penegakan disiplin pegawai berupa pengenaan hukuman sebagai bagian dari upaya
pembinaan pegawai dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pengenaan hukuman terhadap pegawai yang terbukti melakukan pelanggaran dilakukan
berdasarkan hasil pemeriksaan oleh atasan langsung pegawai dan/atau tim pemeriksa
yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Dalam melakukan pemeriksaan, atasan langsung
pegawai dan/atau tim pemeriksa dapat mempertimbangkan hasil pemeriksaan yang
dillakukan oleh unit kepatuhan internal DJP maupun Inspektorat Jenderal Kementerian
Keuangan.
Peringatan 506 89
Peringatan Tertulis 32
Tingkat Ringan: 61 86
Teguran Lisan 23 26
Teguran Tertulis 19 27
Tingkat Sedang: 33 43
PP No. 30 Tahun 1980 Penurunan Gaji sebesar 1 kali Kenaikan Gaji Berkala 5 0
selama 1 tahun
Tingkat Berat: 30 32
Penurunan Pangkat 14 5
Penurunan Jabatan 0 0
Pembebasan Jabatan 0 5
Permintaan Sendiri
C Penataan Salah satu sasaran strategis DJP tahun 2011 adalah penataan organisasi yang andal.
Organisasi Untuk mendukung pencapaian sasaran strategis tersebut, penataan organisasi dilakukan
secara berkelanjutan agar dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, setiap unit kerja di DJP
berjalan dengan efektif dan efisien.
Dalam rangka meningkatkan kualitas, akurasi, konsistensi, dan keamanan data dan
dokumen perpajakan melalui pemanfaatan teknologi informasi, telah dibentuk Pusat
Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan (PPDDP). PPDDP mempunyai tugas
melaksanakan penerimaan, pemindaian, perekaman, dan penyimpanan dokumen
perpajakan dengan memanfaatkan teknologi informasi.
Pada tahun 2011, dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 132/PMK.01/2011 wilayah
kerja PPDDP dilperluas sehingga dokumen perpajakan yang diolahnya menjadi berasal
dari KPP di seluruh Jawa.
Untuk mengatasi beban kerja perekaman SPT sebagai akibat pertambahan jumlah wajib
pajak, pada tahun 2011 DJP kembali membentuk Unit Pelaksana Teknis yang menangani
pengolahan data dan dokumen perpajakan. Unit setingkat eselon III dengan nomenklatur
Kantor Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan (KPDDP) dibentuk berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 133/PMK.01/2012. Unit tersebut berlokasi di
Makassar dan mempunyai wilayah kerja yang meliputi wilayah kerja seluruh provinsi di
Sulawesi dan Provinsi Maluku Utara. Fungsi yang diselenggarakan oleh KPDDP adalah:
Unit ini bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal Pajak dan secara teknis
fungsional dibina oleh Direktur Teknologi Informasi Perpajakan. KPDDP Makassar mulai
beroperasi pada tanggal 1 Januari 2012.
Sebagai amanat dari Pasal 35A Undang-Undang KUP, setiap instansi pemerintah,
lembaga, asosiasi, dan pihak lain, wajib memberikan data dan informasi yang berkaitan
dengan perpajakan kepada DJP. Sebagai konsekuensinya, DJP harus mampu untuk
menerima dan mengelola data dan informasi tersebut.
Unit ini bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal Pajak dan secara teknis
fungsional dibina oleh Direktur Teknologi Informasi Perpajakan. KPDE berlokasi di Jakarta
dengan wilayah kerja seluruh Indonesia dan mulai beroperasi pada tanggal 1 Januari 2012.
Pada tahun 2011, DJP mulai menyusun Organizational Impact Document (OID) yaitu salah
satu dokumen yang harus disiapkan dalam PINTAR. Substansi dari dokumen ini adalah
analisis bagaimana perubahan organisasi, infrastruktur dan SDM akan dilakukan sebagai
konsekuensi pelaksanaan PINTAR. Konsep awal OID telah disusun dan telah dilakukan
quality assurance atas konsep awal tersebut. Hasil quality assurance menunjukkan bahwa
atas format OID perlu dilakukan penyempurnaan. Penyempurnaan OID masih dilakukan
sejalan dengan timeline kegiatan program PINTAR.
Sebagai tindak lanjut evaluasi proses bisnis administrasi perpajakan DJP yang dilakukan
pada tahun 2009 dan menindaklanjuti usulan penataan organisasi yang disampaikan oleh
unit kerja di lingkungan DJP, pada tahun 2011 DJP melakukan evaluasi atas organisasi
kantor pusat dan instansi vertikal DJP.
Evaluasi organisasi Kantor Pusat DJP dilaksanakan melalui pengisian aplikasi evaluasi oleh
narasumber dan wawancara dengan seluruh pejabat eselon III di Kantor Pusat DJP. Atas
kegiatan evaluasi tersebut telah dihasilkan laporan kegiatan dan rekomendasi awal yang
masih memerlukan analisis lebih lanjut, yang terkait dengan wacana:
a. Survey Online
Pelaksanaan evaluasi diawali dengan melakukan survei online yang disebar secara
sampling melalui aplikasi SIKKA kepada 816 responden dari berbagai unit kerja
di DJP. Hasilnya, 709 responden atau sekitar 86,89% dari jumlah keseluruhan
responden mengisi kuesioner tersebut. Dalam rangka menjamin kerahasiaan
dan mendorong responden untuk mengisi kuesioner, permintaan pengisian data
kuesioner dilakukan dengan mengirimkan surat rahasia kepada responden yang
bersangkutan.
b. Pemilihan Sampel
Kantor yang akan dijadikan sampel mencakup dua belas Kanwil DJP yang tersebar
di seluruh Indonesia termasuk KPP yang membawahinya. Kriteria pertama
penetapan didasarkan atas pembagian wilayah yang terdiri dari lima bagian yakni,
Sumatera, Jawa-Bali, Kalimantan, Sulawesi, serta Maluku dan Papua. Kanwil DJP
dan KPP yang dipilih sebagai sampel untuk dikunjungi adalah kantor yang memiliki
gap terbesar hasil survei online.
c. Pilot Project
Tujuan dari pilot project ini adalah untuk menguji aplikasi evaluasi organisasi yang
digunakan untuk menilai apakah pelaksanaan pengumpulan data di lapangan
telah sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Kantor yang dipilih sebagai pilot
project pelaksanaan pengujian aplikasi evaluasi organisasi adalah Kanwil DJP
Jakarta Timur dan KPP Pratama Jakarta Pasar Rebo.
d. Kunjungan Lapangan Melalui Pengisian Aplikasi Evaluasi oleh Narasumber
Dalam periode Mei s.d. Agustus 2011, kantor yang telah dikunjungi meliputi
seluruh unit eselon II di lingkungan Kantor Pusat DJP, PPDDP, dan 7 Kanwil DJP,
serta 2 atau 3 KPP di lingkungan Kanwil DJP yang dipilih secara sampling.
e. Desktop Analysis Evaluasi Organisasi
Desktop analysis evaluasi organisasi adalah pelaksanaan evaluasi organisasi
dengan membuat kajian terhadap permasalahan yang ada, dengan berdasarkan
pada data sekunder dari berbagai sumber. Desktop analyisis evaluasi organisasi
tahun 2011 dilakukan dengan membuat matriks hasil evaluasi yang merupakan
elaborasi hasil evaluasi organisasi 2011, hasil evaluasi proses bisnis 2009, dan
hasil evaluasi dalam rangka usulan perubahan organisasi dari instansi vertikal.
f. Finalisasi Laporan Evaluasi
Atas laporan evaluasi, telah dilakukan elaborasi dan telah menghasilkan laporan
kegiatan serta naskah akademis penataan organisasi beberapa unit vertikal (KPP
Pratama dan KP2KP).
Selain hal di atas, pada tahun 2011 DJP juga mulai melaksanakan analisis penyusunan
klasifikasi unit atas 299 unit KPP Pratama dengan bentuk kegiatan, yaitu desktop analysis,
benchmarking ke Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia dan Kantor Pusat Bank
Rakyat Indonesia, dan pelaksanaan konsinyering/rapat pembahasan. Analisis penyusunan
klasifikasi unit atas 299 KPP Pratama tersebut terus dilanjutkan pada tahun 2012.
Pengembangan manajemen risiko di lingkungan DJP selama tahun 2011 meliputi hal
berikut ini.
Dari seluruh penyempurnaan tersebut maka jumlah keseluruhan SOP yang berlaku di DJP
sampai akhir tahun 2011 adalah sebanyak 1.665 SOP. Angka tersebut tentunya dapat
berubah seiring dengan perkembangan organisasi DJP. Harapan kedepan, SOP DJP akan
mengalami penyempurnaan yang berkelanjutan sehingga mampu menciptakan tata kelola
organisasi yang baik dalam rangka mendukung pencapaian visi dan misi DJP.
Proses bisnis didefinisikan sebagai suatu set rangkaian aktivitas berulang yang menciptakan
suatu value bagi customer yang dilakukan melalui proses perubahan suatu input menjadi
output yang lebih berguna. Peta proses bisnis DJP adalah alat bantu visual yang digunakan
untuk menggambarkan bagaimana DJP melakukan pekerjaan yang dibutuhkan untuk
menghasilkan output yang berharga berdasarkan input yang diterimanya.
Pemetaaan Proses Bisnis (Process Business Mapping) merupakan suatu hal yang sangat
penting dalam organisasi. Peta Proses Bisnis menggambarkan seluruh proses bisnis yang
berjalan dalam suatu organisasi. Umumnya peta proses bisnis dimulai dari visi, misi, nilai,
sasaran strategis, fungsi utama, dan fungsi pendukung dari suatu organisasi. Perancangan
peta proses bisnis berarti mendefinisikan fungsi-fungsi bisnis yang ada dalam rantai misi
yang sudah ditetapkan yang bertujuan untuk memberikan gambaran yang jelas terhadap
keadaan organisasi pada saat ini. Peta Proses Bisnis merupakan salah satu alat bagi
manajemen untuk memahami proses bisnis yang ada dan menjadi pedoman dalam proses
perbaikan dan pengembangan proses bisnis baru (reengineering).
Tujuan penyusunan peta proses bisnis adalah sebagai alat bantu manajerial, baik dalam
tahap perencanaan, pelaksanaan, kontrol, maupun evaluasi. Pada tahap awal peta proses
bisnis yang disusun adalah peta proses as is, yaitu dokumen yang menggambarkan
bagaimana cara kerja DJP yang saat ini berlangsung. Peta tersebut berguna sebagai
panduan pelaksanaan pekerjaan DJP (setelah dituangkan dalam SOP), harapannya
adalah adanya keseragaman dan suatu standar minimum dari pelaksanaan pekerjaan.
Lebih lanjut, peta as is dapat digunakan dalam rangka analisis efisiensi dan efektivitas
proses bisnis.
Terkait dengan program PINTAR, DJP juga sedang menyusun peta proses bisnis to be.
Peta tersebut bertujuan untuk memperoleh gambaran proses bisnis DJP ketika PINTAR
diimplementasikan. Gambaran tersebut dapat digunakan sebagai bahan perencanaan
oleh DJP. Kombinasi dari Peta Proses Bisnis as is dengan to be dapat digunakan untuk
pelaksanaan gap analysis yang bertujuan untuk mengetahui proses bisnis apa yang perlu
ditambah, dihapus, atau dimodifikasi untuk mencapai kondisi target. Lebih lanjut, hal itu
dapat dipergunakan juga untuk melakukan organizational impact analysis, yaitu analisis
terkait dampak dari penerapan PINTAR terhadap organisasi DJP.
Pada akhir tahun 2011 guna meningkatkan tingkat kepatuhan wajib pajak yang masih
belum optimal, DJP meluncurkan program Sensus Pajak Nasional. Proses bisnis Sensus
Pajak Nasional sebagai bagian dari proses bisnis ekstensifikasi merupakan perluasan/
pengembangan komprehensif dari kegiatan canvassing pajak yang selama ini telah
dilakukan oleh DJP. Pengembangan proses bisnis Sensus Pajak Nasional akan menjadi
dasar dalam penyusunan Pedoman Teknis Sensus Pajak Nasional yang berisi SOP dan
manual Sensus Pajak Nasional (working instruction).
DJP terus melakukan evaluasi secara periodik dan berkesinambungan khususnya atas
wajib pajak besar tertentu. Hal ini dilakukan dalam rangka memberikan pelayanan prima
kepada wajib pajak serta mendukung pelaksanaan administrasi perpajakan modern dan
penatausahaan/pengadministrasian yang terstruktur untuk memudahkan pengawasan.
Dalam rangka memberikan acuan yang jelas bagi terbentuknya tata kelola TIK, DJP telah
melakukan review, perbaikan, dan penyusunan kebijakan beserta pedoman pengelolaan
yang terkait dengan Tata Kelola TIK DJP. Kebijakan dan pedoman tata kelola TIK yang
telah ditetapkan di DJP selama tahun 2011 meliputi:
Rangkaian kebijakan dan pedoman tata kelola TIK yang ditetapkan dalam bentuk Peraturan
maupun Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak merupakan salah satu landasan penerapan
tata kelola TIK di DJP. Mengingat semakin luasnya ruang lingkup tata kelola TIK yang telah
ditetapkan maka pada tahun 2011 telah dilakukan sosialisasi atas kebijakan dan pedoman
dimaksud kepada unit kerja DJP di seluruh Indonesia yang dilakukan secara bertahap
melalui rapat pimpinan, forum Operator Console (OC), dan workshop.
Dalam pelaksanaan evaluasi TIK, DJP mengikutsertakan pihak pengawas eksternal seperti
Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk berpartisipasi aktif dalam upaya pengawasan
dan peningkatan efektivitas dan efisiensi sistem informasi di DJP. Salah satu hasil peran
serta tersebut adalah adanya 36 rekomendasi hasil Monitoring Layanan Sistem Informasi
yang diberikan oleh KPK. Pada tahun 2011, sebanyak 5 rekomendasi terkait sistem
informasi tersebut telah diselesaikan. Sedangkan untuk rekomendasi yang lain masih
dalam proses penyelesaian secara bertahap.
Dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan dan pengawasan terhadap wajib pajak
melalui profiling serta peningkatan kinerja secara umum, selama tahun 2011 DJP
melakukan pengembangan sistem dan infrastruktur yang meliputi hal sebagai berikut.
Data
Statistik
12
DJP telah membuktikan konsistensi untuk terus
melakukan perbaikan dan pengembangan serta
unjuk kerja dalam pengembanan tugas menunjang
anggaran negara. Hal ini tercermin dari tren positif
atas kinerja secara umum yang ditunjukkan sejak
dimulainya modernisasi perpajakan.
Wajib Pajak Terdaftar Wajib SPT 4.231.117 6.341.828 9.996.620 14.101.933 17.694.317
Keterangan: Data realisasi penerimaan pajak 2010 dan 2011 dari LKPP
1 Penerimaan Pajak tanpa PPh Migas (triliun rupiah) 381,37 494,09 494,49 561,33 669,65
2 Penerimaan pajak dengan PPh Migas (triliun rupiah) 425,37 571,11 544,53 620,20 742,74
Penerimaan Pajak
Penerimaan Pajak DJP Penerimaan Dalam
DJP Tanpa PPh Peranan Peranan
Tahun Dengan PPh Migas Negeri
Migas (%) (%)
(triliun rupiah) (triliun rupiah)
(triliun rupiah)
(triliun rupiah)
PPh PPN & PBB & Pajak Jumlah Tanpa Jumlah Dengan
Tahun PPh Migas
Nonmigas PPnBM BPHTB* Lainnya PPh Migas PPh Migas
Keterangan: Data penerimaan pajak tahun 2002-2011 dari Data Pokok APBN dan LKPP
*) Penerimaan pajak tahun 2010 dan 2011 tidak termasuk penerimaan BPHTB
Uraian 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
PDB Atas Dasar Harga Berlaku (triliun rupiah) 1.821,83 2.013,67 2.295,83 2.774,28 3.339,22 3.950,89 4.948,69 5.606,20 6.436,27 7.427,09
Total Penerimaan Perpajakan/Pajak Pusat (triliun rupiah) 210,09 242,05 280,56 347,03 409,20 490,99 658,70 619,92 723,31 873,87
Pajak Daerah (triliun rupiah) 14,55 12,09 18,69 23,32 29,40 25,06 36,94 42,89 46,03 62,10
Penerimaan SDA (triliun rupiah) 64,76 67,51 91,54 110,47 167,47 132,89 224,46 138,96 168,83 213,82
a. Tax Ratio Pajak Pusat+ Daerah+SDA terhadap PDB (%) 15,88 15,97 17,02 17,33 18,15 16,43 18,59 14,30 14,58 15,48
b. Tax Ratio Pajak Pusat+Daerah terhadap PDB (%) 12,33 12,62 13,03 13,35 13,13 13,06 14,06 11,82 11,95 12,60
c. Tax Ratio Pajak Pusat terhadap PDB (%) 11,53 12,02 12,22 12,51 12,25 12,43 13,31 11,06 11,24 11,77
250
178.8696
200
2011
2010
150
triliun rupiah
103.5885
82.9852
100
71.1726
68.9763
58.3317
57.9566
37.0263
33.5087
29.1365
18.7055
28.9787
24.1859
17.3429
23.0463
50
14.5225
11.7613
11.3649
9.2849
8.4211
9.9711
5.0267
2.3907
3.2338
5.1537
3.8893
3.4466
2.9305
2.1715
1.0376
1.5527
0.9974
1.3105
0.0662
0.0014
0.0013
0.0472
0
A B C D E F G H I J K L M N O P Q X Z
Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi 4.595 5.562 4.961 7.338 1.550 2.203 59 3
Pengurangan atau Pembatalan SKP 961 1.312 891 1.719 4.837 7.985 43 2
Hasil Pemeriksaan
Desember 2008 74.147 97.173.501 47.958 64,68 77.230.806 79,48 31.172 42,04
Desember 2009 75.800 100.157.307 51.688 68,19 83.262.201 83,13 35.420 46,73
Desember 2010 77.033 103.562.165 55.281 71,76 89.088.086 86,02 38.798 50,37
Desember 2011 76.042 102.985.535 57.402 75,49 89.637.982 87,04 41.343 54,37
(triliun rupiah)
(triliun rupiah)
Eselon I 1 - - - 1 1 - - - - - - - 1
Eselon II 49 - - - 49 47 2 - - - - 3 40 6
Eselon
Jumlah Pejabat Struktural 4.577 - - 3.492 1.085 3.831 746 269 4 8 87 1.635 2,541 33
Account Representative 6.217 - 1.396 4.818 3 4.321 1.896 283 186 2 1.804 3.457 485 -
Struktural
Pelaksana 13.695 3 8.321 5.348 23 9.186 4.509 3.712 3.190 5 3.415 3.175 195 3
Jumlah Pegawai Struktural 22.356 3 11.183 11.144 26 15.565 6.791 4.275 4.244 7 5.680 7.323 824 3
Noneselon
Jumlah Pegawai Struktural 26,933 3 11.183 14.636 1.111 19.396 7.537 4.544 4.248 15 5.767 8.958 3.365 36
Lanjutan
Jumlah Pemeriksa Pajak 4.394 - 843 3.314 237 4.037 357 42 8 1 1.096 2.443 802 2
Lanjutan
Pranata Komputer 21 - - 21 - 18 3 - - - 12 8 1 -
Pelaksana Lanjutan
Perawat Penyelia 1 - - 1 - - 1 1 - - - - - -
Jumlah Pegawai Fungsional 4,803 - 943 3.620 240 4.403 400 95 8 16 1.234 2.611 837 2
JUMLAH PEGAWAI 31,736 3 12.126 18.256 1.351 23.799 7.937 4.639 4.256 31 7.001 11.569 4.202 38
Keuangan (BPPK)
Manusia, BPPK
Program
Lain-Lain - - 1 1 2
Jumlah 31 40 64 4 163
Tabel Daftar Jaringan Perjanjian No Negara Mitra P3B Tanggal Berlaku Efektif
Penghindaran Pajak Berganda (P3B)/
1. Algeria 1 Januari 2001
Tax Treaty Indonesia
2. Australia 1 Juli 1993
15. Germany
Aset Lancar
Bukan Pajak
Aset Tetap
Aset Lainnya
Rugi (Neto)
EKUITAS DANA
Dana yang harus disediakan untuk pembayaran (709.775.836.425) (359.331.726.429) (350.444.109.996) 97,52
06 Penegakan Hukum 63
Pemeriksaan 65
Penanganan Pemeriksaan terkait 68
Transfer Pricing
Penagihan 68
Penyidikan 70
Kantor Pusat
www.pajak.go.id