Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sirup adalah sediaan pekat dalam air dari gula atau pengganti gula dengan
atau tanpa bahan penambahan bahan pewangi, dan zat obat. Sirup merupakan
sediaan yang menyenangkan untuk pemberian suatu bentuk cairan dari suatu obat
yang rasanya tidak enak, sirup efektif dalam pemberian obat untuk anak-anak,
karena rasanya yang enak biasanya menghilangkan keengganan pada anak-anak
untuk meminum obat (Ansel, 1989). Sirup juga mempunyai nilai lebih antara lain
dapat digunakan oleh hampir semua usia, cepat diabsorpsi, sehingga cepat
menimbulkan efek. Setiap obat yang dapat larut dalam air dan stabil dalam larutan
berair dapat dibuat menjadi sediaan sirup (Ansel, 1989). Dalam pembuatan makalah
ini kan dibahas faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan sediaan sirup dilhat
dari berbagi sudut.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian uji stabilitas sediaan obat dalam bentuk sediaan sirup?
3. Apa perbedaan uji stabilitas sediaan menurut ICH, CPO dan WHO?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian uji stabilitas sediaan obat dalam bentuk sediaan sirup.
3. Mengetahui perbedaan uji stabilitas sediaan menurut ICH, CPO dan WHO.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Stabilitas Obat
1. Stabilitas Fisika
Stabilitas fisika adalah mengevaluasi perubahan sifat fisika dari suatu
produk yang tergantung waktu (periode penyimpanan). contoh dari perubahan
fisika antara lain : migrasi (perubahan) warna, perubahan rasa, perubahan bau,
perubahan tekstur atau penampilan. Evaluasi dari uji stabilitas fisika meliputi :
pemeriksaan organoleptik, homogenitas, ph dan bobot jenis.
Kriteria stabilitas fisika:
a. Penampilan fisika meliputi; warna, bau, rasa, tekstur, bentuk sediaan
b. Keseragaman bobot
c. Keseragaman kandungan
d. Suhu
e. Disolusi
f. Kekentalan
g. Bobot jenis
h. Visikositas
Sifat fisik meliputi hubungan tertentu antara molekul dengan bentuk energi
yang telah ditentukan dengan baik atau pengukuran perbandingan standar luar
lainnya. Dengan menghubungkan sifat fisik tertentu dengan sifat kimia dari
molekul-molekul yang hubungannya sangat dekat, kesimpulannya adalah :
a. Menggambarkan susunan ruang dari molekul obat.
b. Memberikan keterangan untuk sifat kimia atau fisik relatif dari sebuah molekul.
c. Memberikan metode untuk analisis kualitatif dan kuantitatif untuk suatu zat
farmasi tertentu.
Ketidakstabilan Fisika
Berikut ini akan diuraikan jenis ketidakstabilan yang paling penting, tanpa
memperdulikan kesempurnaan prosesnya.
a. Perubahan struktur kristal
Banyak bahan obat menunjkkan perilaku polomorfi, yang disebabkan oleh
perubahan lingkungan, yang tidak terdeteksi secara organoleptis. Akan tetapi
umumnya menyebabkan terjadinya perubahan dalam perilaku pembebasan dan
resorpsi bahan obat.
b. Perubahan kondisi distribusi
Dengan aktifnya daya gravitasi akan terjadi fenomena pemisahan pada
sistem cairan banyak fase, namun dalam stadium lanjut dapat terlihat sebagai
sedimentasi atau pengapungan.
c. Perubahan konsisitensi atau kondisi agregat
Sediaan obat semi padat seperti salep atau pasta selama penyimpanan
dapat mengalami pengerasan.
d. Perubahan perbandingan kelarutan
Pada sistem dispersi molekular (misalnya larutan bahan obat) dapat terjadi
pemisahan bahan terlarut (kristalisasi atau pengedapan) melalui perubahan
konsentrasi akibat penguapan bahan pelarut.
e. Perubahan perbandingan hidratasi
Melalui pengambilan atau pelepasan cairan dapat mempengaruhi
perbandingan hidratasi senyawa sekaligus sifatnya secara nyata.
2. Stabilitas Farmakologi
Aktivitas senyawa bioaktif disebabkan oleh interaksi antara molekul obat
dengan bagian molekul dari obyek biologis yaitu resptor spesifik. Untuk dapat
berinteraksi dengan reseptor spesifik dan menimbulkan aktivitas spesifik, senyawa
bioaktif harus mempunyai stuktur sterik dan distribusi muatan yang spesifi pula.
Dasar dari aktivitas bioogis adalah proses-proses kimia yang kompleks mulai dari
saat obat diberikan sampai terjadinya respons biologis.
Fasa-fasa yang mempengaruhi aktivitas obat
a. Fasa farmasetik
Fasa ini menentukan ketersediaan farmasetik yaitu ketersediaan senyawa
aktif untuk dapat diabsorpsi oleh sistem biologis. Untuk dapat diabsorpsi senyawa
obat harus dalam bentuk molekul dan mempunyai lipofilitas yang sesuai. Bentuk
molekul senyawa dipengaruhi oleh nilai pKa dan pH lingkungan (lambung pH= 1-
3 dan usus pH = 5-8).
Pada fasa I selain sifat molekul obat, seperti kestabilan terhadap asam
lambung dan larutan dalam air, formulasi farmasetis dan bentuk sediaan yang
digunakan juga penting untuk aktivitas obat.
b. Fasa Farmakokinetik
Meliputi proses fasa II dan fasa III. Fasa II adalah proses absorpsi molekul
obat yang mengahasilkan ketersediaan biologis obat, yaitu senyawa aktif dalam
cairan darah (Ph = 7,4) yang akan didistribusikan ke jaringan atau organ tubuh. Fasa
III adalah fasa yang melibatkan proses distribusi, metabolisme dan ekresi obat, yang
menentukan kadar senyawa aktif pada kompartemen tempat reseptor berbeda. Fasa
I, II dan III menentukan kadar obat aktif yang dapat mencapai jaringan target.
c. Fasa Farmakodinmik
Meliputi proses fasa IV dan fasa V. Fasa IV adalah tahap interaksi molekul
senyawa aktif dengan tempat aksi spesifik atau reseptor pada jaringan target, yang
dipengaruhi oleh ikatan kimia yang terlibat. Fasa V adalah induksi rangsangan,
dengan melalui proses biokimia, menyebabkan terjadinya respons biologis.
3. Stabilitas Kimia
Stabilitas kimia suatu obat adalah lamanya waktu suatu obat untuk
mempertahanakan integritas kimia dan potensinya seperti yang tercantum pada
etiket dalam batas waktu yang ditentukan. Pengumpulan dan pengolahan data
merupakan langkah menentukan baik buruknya sediaan yang dihasilkan, meskipun
tidak menutup kemungkinan adanya parameter lain yang harus diperhatikan. Data
yang harus dikumpulkan untuk jenis sediaan yang berbeda tidak sama, begitu juga
untuk jenis sediaan sama tetapi cara pemberiannya lain. Jadi sangat bervariasi
tergantung pada jenis sediaan, cara pemberian, stabilitas zat aktif dan lain-lain.
Data yang paling dibutuhkan adalah data sifat, kimia, kimiafisik, dan kerja
farmakologi zat aktif (data primer), didukung sifat zat pembantu (data sekunder).
Secara reaksi kimia zat aktif dapat terurai karena beberapa faktor diantaranya ialah,
oksigen (oksidasi), air (hidrolisa), suhu (oksidasi), cahaya (fotolisis),
karbondioksida (turunnya pH larutan), sesepora ion logam sebagai katalisator
reaksi oksidasi. Jadi jelasnya faktor luar juga mempengaruhi ketidakstabilan kimia
seperti, suhu, kelembaban udara dan cahaya.
c. Dekarboksilasi
Beberapa asam senyawa asam karboksilat terlarut seperti para-amini
salisilic acid dapat kehilangan CO2 dari gugus karboksil ketika dipanaskan. Produk
urainya memiliki potensi farmakologi yang rendah. Beta-keto dekarboksilasi dpt
terjadi pada beberapa antibiotik yg memiliki gugus karbonil pada beta karbon dari
asam karboksilat atau anion karboksilat. Dekarboksilasi akan terjadi pada beberapa
antibiotik : Carbenicillin sodium, Carbenicillin free acid, Ticarcillin sodium,
Ticarcillin free acid.
d. Dehidrasi
Dehidrasi yg dikatalisis oleh asam pd gol tetrasiklin menghasilkan senyawa
epianhidrotetrasiklin, senyawa yg tdk memiliki efek anti bakteri dan memiliki efek
toksisitas
e. Oksidasi
Struktur molekular yang dapat mudah teroksidasi adalah gugus hidroksil
yang terikat langsung pada cincin aromatik (contoh pd katekolamin dan morfin),
gugus dien terkonjugasi (vit A dan asam lemak tak jenuh), cicin heterosiklik
aromatik, gugus turunan nitroso dan nitrit dan aldehid (flavoring). Produk hasil
oksidasi biasanya memiliki efek terapetik lebih rendah. Identifikasi secara visual
bisa terlihat pada perubahan warna contohnya pada kasus efineprin. Oksidasi dapat
dikatalisa oleh pH ion logam contohnya tembaga dan besi, paparan terhadap
oksigen, UV.
f. Dekomposisi fotokimia
Paparan pada UV dapat menyebabkan oksidasi (foto oksidasi) dan fotolisis
pada ikatan kovalen. Nipedipin, nitroprusin, ribovlavin, dan fenotiazin sangat tidak
stabil terhadap foto oksidasi.
g. Kekuatan Ion
Efek dari jumlah elektrolit yang terlarut terhadap kecepatan hidrolisis
dipengaruhi oleh kekuatan ion pada interaksi inter ionik. Secara umum konstanta
kecepatan hidrolisis berbanding tebalik dengan kekeuatan ion dan sebaliknya
dengan muatan ion, sebagai contoh obat-obat kation yang diformulasikan dengan
bahan tambahan anion.
h. Perubahan Nilai pH
Degradasi dari banyak senyawa obat dalam larutan dapat dipercepat atau
diperlambat secara ekponensial oleh nilai pH yg naik atau turun dari rentang pH
nya. Nilai pH yang di luar rentang dan paparan terhadap temperatur yang tinggi
adalah faktor yang mudah mengkibatkan efek klinik dari obat secara signifikan,
akibat dari reaksi hidrolisis dan oksidasi. Larutan obat atau suspensi obat dapat
stabil dalam beberapa hari, beberapa minggu, atau bertahun-tahun pada formulasi
aslinya, tetapi ketika dicampurkan dengan larutan lain yg dapat mempengaruhi nilai
pH nya, senyawa aktif dapat terdegradasi dalam hitungan menit.
Sistem pH dapar yang biasanya terdegradasi dari asam atau basa lemah dan
garamnya biasanya ditambahkan ke dalam sediaan cair ditambahkan untuk
mempertahankan pHnya pada rentang dimana terjadinya degradasi obat minimum.
Pengaruh pH pada kestabilan fisik sistem dua fase contohnya emulsi juga penting,
sebagai contoh kestabilan emulsi intravena lemak dirusak oleh pH asam.
i. Interionik
Kelarutan dari muatan ion yg berlawanan tergantung pada jumlah muatan
ionnya dan ukuran molekulnya. Secara umum ion2 polivalen dengan muatan
berlawanan bersifat inkompatibel. Jadi inkompatibilitasnya lebih mudah terjadi
dengan penambahan sejumlah besar ion dengan muatan yang berlawanan.
k. Temperatur
Secara umum kecepatan reaksi kimia meningkat secara eksponensial setiap
kenaikan 10 derajat suhu. Faktor nyata yg mengakibatkan kenaikan kecepatan
reaksi kimia ini adalah karena aktifasi energi. Waktu simpan obat pd suhu ruang
biasanya akan berkurang atau 1/25 dari waktu simpan di dalam refrigrator.
Temperatur dingin juga dapat mengakibatkan ketidakstabilan. Sebagai contoh
refrigerator dapat mengkibatkan kenaikan viskositas pada sediaan cair dan
menyebabkan supersaturasi pada kasus lain, dingin atau beku dapat merubah
ukuran droplet pd emulsi, dapat mendenaturasi protein atau pada kasus tertentu
dapat menyebabkan kelarutan beberapa polimerik obat dapat berkurang.
4. Stabilitas Mikrobiologi
Stabilitas mikrobiologi suatu sediaan adalah keadaan di mana tetap sediaan
bebas dari mikroorganisme atau memenuhi syarat batas miroorganisme hingga
batas waktu tertentu.5 Terdapat berbagai macam zat aktif obat, zat tambahan serta
berbagai bentuk sediaan dan cara pemberian obat. Tiap zat, cara pemberian dan
bentuk sediaan memiliki karakteristik fisika-kimia tersendiri dan umumnya rentan
terhadap kontaminasi mikroorganisme dan/atau memang sudah mengandung
mikroorganisme yang dapat mempengaruhi mutu sediaan karena berpotensi
menyebabkan penyakit, efek yang tidak diharapkan pada terapi atau penggunaan
obat dan kosmetik.
Oleh karena itu farmakope telah mengatur ketentuan mengenai kandungan
mikroorganisme pada sediaan obat maupun kosmetik dalam rangka memberikan
hasil akhir berupa obat dan kosmetika yang efektif dan aman untuk digunakan atau
dikonsumsi manusia. Stabilitas mikrobiologi diperlukan oleh suatu sediaan farmasi
untuk menjaga atau mempertahankan jumlah dan menekan pertumbuhan
mikroorgansme yang terdapat dalam sediaan tersebut hingga jangka waktu tertentu
yang diinginkan.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stabilitas Mikrobiologi
Stabilitas mikrobiologi suatu sediaan dapat dipengaruhi oleh beberap factor,
antara lain:
Sifat fisika kimia zat aktif maupun zat tambahan dapat mempengaruhi
stabilitas mikrobiologi sediaan. Zat yang bersifat higroskopik atau hidrofilik rentan
terhadap kontaminasi mikroorganisme. Hal ini berhubungan dengan adanya air
yang merupakan media pertumbuhan bagi mikroorganisme.
Zat kimia disebut xenobiotik (xeno = asing), dimana setiap zat kimia baru
harus diteliti sifat-sifat toksiknya sebelum diperbolehkan penggunaannya secara
luas. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan toksisitas adalah :
a. Dosis
Dosis menentukan apakah suatu zat kimia adalah racun. Untuk setiap zat
kimia, termasuk air, dapat ditentukan dosis kecil yang tidak berefek sama sekali
atau dosis besar sekali yang dapat menimbulkan keracunan dan kematian.
b) Pengawet
Kemungkinan kontaminasi selama pembuatan, penyimpanan dan
penggunaan. Sumber kontaminan; berasal dari manusia, bahan obat, bahan
tambahan, lingkungan, alat-alat dan bahan pengemas. Faktor-faktor yang
mempengaruhi aktivitas pengawet:
i) Koefisien distribusi liphoid-air yang dipilih pengawet yang larut
ii) Harga pH karena pengawet yang dapat menimbulkan aktivitas adalah
pengawet yang tidak terdisosiasi atau terdapat dalam bentuk molekul yang
dapat menembus membran
iii) Konsentrasi, ada yang menghambat pertumbuhan dan juga mematikan sel
iv) Suhu, dengan kenaikan suhu berarti terjadi kenaikan aktivitas pengawet
Syarat memilih bahan pengawet, yaitu perlu dipilih bahan yang dapat
tersatukan secara fisiologis, tidak toksik, alergi dan sensibilisasi, yang kesemuanya
tergantunng dosis, dapat tercampur dengan bahan aktif dan bahan tambahan
termasuk wadah dan tutup, tidak berbau dan tidak berasa, efektif sebagai
bakteriostatik atau bakterisid, fungiostatik atau fungisid serta cukup larut dalam
pembawa hingga mencapai konsentarsi yang memadai.
c) Antioksidan
Terjadinya oksidasi karena dipengaruhi oleh:
i) Harga pH semakin tinggi harga pH semakin rendah potensial redoks sehingga
oksidasinya semakin lancar
ii) Cahaya sebab cahaya mengandung energi oton yang dapat meningkatkan atau
mempercepat proses oksidasi, maka molekul-molekul obat semakin reaktif
iii) O2 atau kandungan O2 akan meningkatkan proses oksidasi
iv) Ion logam berat berfungsi sebagai katalisator proses oksidasi
Pertimbangan-pertimbangan dalam memilih antioksidan antara lain adalah
harus efektif pada konsentrasi yang menurun, tidak toksik, tidak merangsang, dan
tidak menimbulkan OTT, larut dalam pembawa dan dapat bercampur dengan bahan
lainnya.
c. Faktor luar
1) cara pembuatan
2) bahan pengemas
Terbagi atas 2, yaitu bahan pengemas primer yaitu bahan pengemas yang
langsung bersentuhan atau kontak dengan sediaan (wadahnya), dan bahan
pengemas sekunder, yaitu bahan pengemas yang tidak bersentuhan langsung
dengan sediaan. Syarat dalam pemilihan bahan pengemas antara lain adalah :
i) melindungi preparat dari keadaan lingkungan
ii) tidak boleh bereaksi dengan produk
iii) tidak boleh memberikan rasa atau bau paa produk
iv) tidak toksik
v) disetujui oleh lembaga kesehatan dunia
vi) harus memenuhi tuntunan tahan banting yang sesuai
vii) mudah mengeluarkan isi
viii) menarik
i) Semua zat di ekspose 30 hari pada kondisi udara suhu 500c dan100 %RH.
ii) Jika pada periode pengujian ini tidah terdeteksi adanya degradasi lanjutkan
denga suhu di naikkan sampai 700C selama 3-7 hari lagi. Uji hasil degradasi
menggunakan TLC, sedangkan zat tidak terurai dengan analisa semikuantitafif.
i) Untuk produk yang dipasarkan secara global diuji menurut kondisi zona iklim
IV
ii) Real time dengan kondisi sedekat mungkin dengan keadaan sistem distribusi
( minimal 12 bulan )
iii) Uji dipercepat 40oC+-200c/17%RH+-5%/6 bulan atau 3 bulan pada 45o-
50oCdan RH75 %
iv) Zona iklim 2 uji dipercepat 40oC+-20C/75%RH+-5%/3bulan atau disarankan
6 bulan jika barang aktif kurang stabil atau untuk produk di mana jumlah data
tersedia terbatas. Alternatif tidak lebih dari 150 C diatas suhu penyimpanan
jangka panjang dan kondisi lembab yang relevan.
v) Uji stabilitas sediaan cair disarankan pada suhu yang lebih rendah misalnya
> 0 -10 sampai - 200C siklus freeze-thaw dan kondisi pendinginan 2-8 C.
Ekspose terhadap cahaya juga memungkinkan.
vi) Pengujian dilakukan pada 3 batch kecuali jika barang aktif digunakan sangat
stabil.batch harus representative mewakili proses manufaktur dan dibuat
dengan skalapilot atau skala produksi penuh
vii) Bacth produksi harus pula diuji setiap bacth selang tahun untuk skala yang
stabil ; unuk produk yang frofil stabilitasnya sudah diketahui satu batch setiap
3-5 tahun kecuali perubahan besar dari produk misalnya formula atau proses
/ metode manufaktur.
viii) Bacth untuk uji stabilitas harus terinci, nomor bacth, tanggal manufaktur,
ukuran bacth, kemasan dan sebagainya.
B. SIRUP
1. Pengertian Sirup
Menurut Farmakope Indonesia IV, Sirup adalah sediaan cair berupa larutan
yang mengandung sakarosa. Kadar sakarosa (C12 H22 O11) tidak kurang dari 64%
dan tidak lebih dari 66%. Sirup adalah larutan oral yang mengandung sukrosa atau
gula lain dalam kadar tinggi (Departemen Kesehatan, 1995). Secara umum sirup
merupakan larutan pekat dari gula yang ditambah obat atau zat pewangi dan
merupakan larutan jernih berasa manis. Sirup adalah sediaan cair kental yang
minimal mengandung 50% sakarosa.
Hal-hal yang harus diperhatikan jika konsentrasi obat digunakan melebihi kriteria
kelarutan agar dapat sediaan larutan yang homogen :
a. PH, Sejumlah besar zat kemoterapi modern adalah asam lemah atau basa
lemah. Kelarutan zat-zat ini dapat dengan nyata dipengaruhi oleh PH
lingkungannya.
b. Konsolvensi, elektrolit-elektrolit lemah dan moleukul-moleukul nonpolar
seringkali mempunyai kelarutan dalam air yang buruk. Kelarutannya bbiasanya
dapat ditingkatkan dengan penambahan suatu pelarut yang dapat bercampur
dengan air dimana dalam pelarut tersebut obat mempunyai kelarutan yang baik.
c. Solubilisasi, Merupakan tempatnya moleukul-moleukul zat terlarut yang larut
dsalam air secara spontanke dalam larutan air dari suatu sabun atau detergen,
dimana di bentuk suatu larutan yang stabil secara termodinamik.
d. Kompleksasi, Senyawa- senyawa organik dalam larutan umumnya cenderung
bergabung satu sama lain sampai tingkat tertentu.
e. Hidrotopi
f. Modifikasi kimia obat. Banyak obat yang sukar larut dapat dimodifikasi secara
kimiawi menjadi turunan-turunan yang larut dalam air.
2. Komponen Sirup
a. Pemanis
Pemanis berungsi untuk memperbaiki rasa dari sediaan. Dilihat dari kalori
yang dihasilkan dibagi menjadi pemanis berkalori tinggi dan pemanis berkalori
rendah. Adapun pemanis berkalori tinggi misalnya sorbitol, sakarin dan sukrosa
sdangkan yang berkalori rendah seperti laktosa
b. Pengawet antimikroba
Digunakan untuk menjaga kestabilan obat dalam penyimpanan agar dapat
bertahan lebih lama dan tidak ditumbuhi oleh mikroba atau jamur.
d. Pewarna
Pewarna yang digunakan umumnya larut dalam air dan tidak bereaksi
dengan komponen lain dalam sirup dan warnanya stabil dalam kisaran pH selama
penyimpanan. Penampilan keseluruhan dari sediaan cair terutama tergantung pada
warna dan kejernihan. Pemilihan warna biasanya dibuat konsisen dengan rasa.
e. Kosolven
Juga banyak sediaan sirup, terutama yang dibuat dalam perdagangan
mengandung pelarut-pelarut khusus, pembantu kelarutan.
a. Viskositas
Viskositas atau kekentalan adalah suatu sifat cairan yang berhubungan erat
dengan hambatan untuk mengalir. Kekentalan didefinisikan sebagai gaya yang
diperlukan untuk menggerakkan secara berkesinambungan suatu permukaan datar
melewati permukaan datar lainnya dalam kondisi mapan tertentu bila ruang diantara
permukaan tersebut diisi dengan cairan yang akan ditentukan kekentalannya. Untuk
menentukan kekentalan, suhu zat uji yang diukur harus dikendalikan dengan tepat,
karena perubahan suhu yang kecil dapat menyebabkan perubahan kekentalan yang
berarti untuk pengukuran sediaan farmasi. Suhu dipertahankan dalam batas idak
lebi dari 0,1 C.
5. Penjernihan Sirup
a. Menambahkan kocokan zat putih telur segar pada sirup . Didihkan sambil
diaduk, zat putih telur akan menggumpal karena panas.
b. Menambahkan bubur kertas saring lalu didihkan dan saring kotoran sirup akan
melekat ke kertas saring.
1. Sirup yang sudah dingin disimpan dalam wadah yang kering. Tetapi pada
pendinginan ada kemungkinan terjadinya cemaran sehingga terjadi juga
penjamuran.
2. Mengisikan sirup panas-panas kedalam botol panas (karena sterilisasi) sampai
penuh sekali sehingga ketika disumbat dengan gabus terjadi sterilisasi sebagian
gabusnya, lalu sumbat gabus dicelup dalam lelehan parafin solidum yang
menyebabkan sirup terlindung dari pengotoran udara luar.
3. Sterilisasi sirup, disini harus diperhitungkan pemanasan 30 menit apakah tidak
berakibat terjadinya gula invert.
Maka untuk kestabilan sirup, FI III juga menuliskan tentang panambahan
metil paraben 0,25% atau pengawet lain yang cocok. Penyimpanan: Dalam wadah
tertutup rapat dan di tempat sejuk
7. Analisa Farmakologi
a. Indikasi
Mengatasi nyeri ringan,demam, sakit kepala, mialgia, neulargia dan sakit gigi
b. Kontra indikasi
Hipersensitif terhadap parasetamol dan defesiensi glukosa-6-fasfat
dehidrigenase.
Tidak boleh digunakan pada penderita dengan gangguan fungsi hati.
c. Efek samping
Sangat jarang dsan biasanya ringan.
Dosis besar dapat menyebabkan kerusakan hati.
d. Mekanisme kerja
Mempengaruhi proses sintetsis prostaglandin (sebagi mediator nyeri) dan
menghambat sistem siklosigenase
e. Interaksi obat
Parasetamol diduga cepat menaikan aktivitas koagulan dari kumarin
f. Dosis pemberian
Dibawah 1 tahun : - 1 sendok teh atau 60-120 mg tiap 4-6 jam
1-5 tahun : 1-2 sendok teh atau 120-150 mg tiap 4-6 jam
6-12 tahun : 2-4 sendok teh atau 250-500 mg tiap 4-6 jam
Diatas 12 tahun : - 1 g tiap 4 jam, maksimum 4 g sehari
g. Rute pemberian
Oral
h. Fakmakokinetika
Parasetamol di absorpsi dengan cepat dan sempurna melalui saluran pencernaan.
Konsentrasi tertinggi dalam plasma di capai dalam waktu jam dam masa paruh
plasma antara 1-3 jam. Obat ini tersebar keseluruh cairan tubuh dalam plasma
25 % paracetamol. Obat ini di metabolisme di hati.
a. Uji organoleptik
b. Uji pH
c. Uji Viskositas
d. Uji Hedonik
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat. Jakarta: UI-
Press. Halaman: 326-342.
Moechtar, 1989. Farmasi fisik: Bagian Larutan dan Sistem Dispersi. Gadjah Mada
University Press: Jogjakarta.
Nairin, J.G. 2000. Solutions, Emultions, Suspensions, and Extracts. dalam
Remington: The Science and Practice of Pharmacy. Volume 1. Editor:
Alfonso Gennaro. London: Lippincott Williams & Wilkins. Halaman 730-
734.
Winarso, A., dkk. 2014. Stabilitas Fisik dan Mutu Hedonik Sirup dari Bahan
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.). Poltekkes Kemenkes Surakarta.