You are on page 1of 9

Metropilar Volume 8 Nomor 2 April 2010

STUDI KARAKTERISTIK DAN POLA PENANGANAN KAWASAN KUMUH


KOTA BAU-BAU
Study of Characteristics and Solution patterns of Slums Area in Bau-Bau City
Ishak Kadir1)

ABSTRACT

Bau-Bau is one of the city location target for NUSSP Programmed, which having 22.100 Km broad
areas and Bau-Bau City was have slums area problem. The aim of this research was find of slums area
characteristics in Bau-Bau city and try to give recommendation for problem solution pattern of that.
Method of this research was description-qualitative, be based on Rasionalistik-Eksplorative research.
Analiyses is helped by categori, typology and description techniques.
The result of this research were presence slums area charactreistics: (1) slums area in central city; (2)
slums area in flood plain rivers; (3) slums area in costal area. Based of characteristic and slums degree, so
The location more important to had solutions based recommendations such us : (1) Wolio area comprises
Bataraguru, Tomba and wale include Bau-Bau river; (2) Murhum area compries Lanto, Nganganaumala,
Wameo, tarafu and Bone-Bone include Bau-Bau river; (3) Makassar island in Kokalukuna district like
settlements of costal area.
Keywords: Characteristics, Solution, Slums area

PENDAHULUAN Cepatnya laju urbanisasi yang tidak dibarengi


Lingkungan permukiman merupakan bagian dengan ktersediaan ruang, prasarana dan sarana
dari lingkungan binaan merupakan bagian pula dari serta utilitas yang cukup menyebabkan suatu
lingkungan hidup. Menyadari adanya hubungan kawasan permukiman over capacity dan menjadi
timbale balik antara permukiman di satu pihak dan kumuh. Pada umumnya kondisi permukiman
kependudukan serta lingkungan hidup dilain pihak kumuh menghadapi permaslahan antara lain : (1)
maka sangatlah penting agar berbagai langkah luas bangunan yang sangat sempit dengan kondisi
kebijaksanaan di bidang permukiman, yang tidak memenuhi standar kesehatan dan
kependudukan dan lingkungan hidup berjalan kehidupan social, (2) kondisi bangunan rumah yang
dalam hubungan yang serasi dan saling tunjang salingberhimpitan sehingga rentanterhadap bahaya
(Wiradisuria dalam Budihardjo, 1992). kebakaran, (3) kurangnya air bersih, (4) jaringan
Penurunan kualitas kehidupan di kawasan listrik yang ruwet dan tidak mencukupi, (5)
permukiman di tengah-tengah kota, memaksa drainase yang sangat buruk, (6) jalan lingkungan
mereka yang tidak mampu menanggung beban yang buruk, (7) ketersediaan sarana MCK yang
ekonomis pemeliharaan tingkat kualitas yang ada, sangat terbatas. Kondisi dan permasalahan tersebut
untuk berpindah ke tempat lain umumnya ke telah berdampak pada timbulnya berbagai jenis
pinggiran kota dan membentuk kawasan rumah penyakit, menurunnya produltivitas warga
petak yang paralel pola penyebarannya dengan penghuni, timbulnya kerwawanan dan penyakit
penyebaran lapisan-lapisan lebih mampu. Pola social (Pedum, NUSSP, 2006). Pada umumnya para
pemekaran wilayah pemukiman tidak memecahkan warga yang menghuni lokasi kumuh ini menggeluti
masalah penurunan kualitas kehidupan di tengah sector informal dan secara nyata turut
kota, kalau ditinjau dari sudut sosiologis. Selain itu menggerakkan perekonomian di perkotaan. Mereka
juga terjadi labilitas struktur pelapisan masyarakat bekerja sebagai tukang, pedagang kecil, buruh
di kawasan pemukiman karena tidak bangunan, tukang ojek dan sebagainya, sebagai
memungkinkan penggalangan kepemimpinan antar warga negara tentu saja mereka berhak untuk
lapisan yang kuat, yang hanya terjadi karena memperoleh perumahan dan permukiman yang
interaksi yang datang dari pergaulan berjangka layak (Pedum NUSSP, 2006).
waktu lama (Wahid dalam Budiharjo,1984).

1)
Dosen Tetap Pada Fakultas Teknik Universitas Haluoleo

Fakultas Teknik Universitas Haluoleo 251


Metropilar Volume 8 Nomor 2 April 2010

Wilayah Kota Bau-Bau terdiri dari daratan menempatkan masyarakat setempat sebagai pelaku
dan kepulauan dengan luas 22.100 Km. Dari utama dalam pelaksanaan program mulai dari tahap
luas wilayah tersebut terdiri dari 6 (enam) perencanaan, pelaksanaan sampai dengan
Kecamatan dan 41 (empat puluh satu) pemantauan dan evaluasi. Salah satu cara/bentuk
Kelurahan/Desa. Perkembangan jumlah penduduk yang ditempuh adalah dengan menyediakan
yang relatif tinggi di Kota Bau-Bau lebih bantuan pendampingan dan sumber daya untuk
dipengaruhi oleh faktor migrasi disamping meningkatkan keterampilan masyarakat dalam
pertilitas. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari mengidentifikasi masalah dan mencari alternatif
letak geografis wilayah Kota Bau-Bau yang pemecahannya serta mendorong masyarakat agar
memiliki akses yang tinggi ke daerah-daerah dapat mengorganisasikan dirinya dalam
tetangganya. Disamping itu lonjakan peningkatan pelaksanaan kegiatan-kegiatan untuk penanganan
jumlah penduduk tersebut terjadi karena adanya permasalahan terkait lingkungan permukiman
arus pengungsi dari daerah konflik di Maluku dan kumuh (Pedoman Umum NUSSP, 2006).
pengungsi dari Timor Timur yang masuk ke Kota Sanoff (1990) mendefenisikan arti partispasi
Bau-Bau. Persebaran penduduk di Kota Bau-Bau sebagai suatu interaksi langsung dari individu-
penduduk terbanyak Tahun 2008 adalah di individu dalam membahas dan memahami sejumlah
Kecamatan Murhum yaitu sebesar 33,41%, hal atau nilai-nilai yang dianggap penting bagi
menyusul Kecamatan Wolio sebesar 29,08%, semua. Dua hal penting dalam pendekatan
Konsentrasi penduduk yang tinggi dikedua partisipasi yakni individu-individu yangterlibat
kecamatan tersebut merupakan konsekwensi yang atau dilibatkan serta kesepakatan bersama atas
diembannya sebagai pusat aktifitas perkotaan di substansi yang dibahas dan dipahami. Sementara
Kota Bau-Bau. Tingkat kepadatan penduduk Walt dalam Parwoto (1997) merumuskan partisipasi
tertinggi terdapat di Kecamatan Murhum danWolio sebagai keterlibatan masyarakat tanpa dipaksa
yaitu masing-masing 7.348 jiwa/km2 dan 2.410 untuk mengambil dan melaksanakan keputusan
jiwa/km2. Sementara Kecamatan Bungi dan yang langsung menyangkut kehidupan mereka.
Sorawolio relatif masih rendah yaitu masing-
masing 174 jiwa/km2 dan 78 jiwa/km2. Olehnya itu, METODE PENELITIAN
Kota Bau-Bau memiliki permasalahan permukiman Kajian karaktersitik terhadap kawasan kumuh
yang sama dengan kota-kota lainnya yang ada di Kota Bau-Bau ini merupakan penelitian dengan
Indonesia yakni Kawasan kumuh (slums area) dan pendekatan deskrtiptif-kualitatif yang didasarkan
Kota Bau-Bau merupakan salah satu lokasi sasaran atas penelitian yang bersifat eksploratif rasionalistik
penanganan kawasan kumuh melalui Program dengan menggali informasi dari masyarakat tanpa
NUSSP (Neigborhood Upgrading and Shelter menentukan batas variabel maupun indikator yang
Sector Project). secara partisipatif bertujuan deskriptif. Pencarian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk data bukan dimaksudkan untuk membuktikan
menemukan karakteristik kawasan kumuh yang ada hipotesis, tetapi lebih merupakan pembentukan
di Kota Bau-Bau dan mencoba memberikan abstraksi berdasarkan bagian-bagian yang lebih
rekomendasi sebagai upaya penanganan terhadap dikumpulkan dan kemudian dikelompokkan dalam
permasalahan tersebut. unit-unit. Proses analisis data dimulai dengan
Konsep dasar dalam Program Penanganan mempelajari data yang tersedia dari berbagai
Perumahan dan Permukiman Kumuh di Perkotaan sumber atau dokumen yang berkaitan. Analisis dan
adalah, pelaksanaan pengelolaan seluruh kegiatan penyusunan data dibantu dengan teknik
diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat dan Kategorisasi. Tipologi dan Deskripsi. Hasil
didampingi oleh konsultan. Jadi tidak diserahkan ke penelitian yang berupa karakteristik kawasan
birokrasi pemerintahan, fungsi birokrasi hanya kumuh di Kota Bau-Bau kemudian dikategorikan
memfasilitasi agar terjadi situsi yang kondusif menjadi beberapa kelompok dan. Analisis interaksi
sehingga masyarakat dapat berpartisipasi dalam antar komponen yang akan menjadi temuan-temuan
mengelola program secara maksimal. Dengan penelitian, serta beberapa rekomendasi untuk
demikian NUSSP bukanlah program yang semata- penanganannya.
mata menyalurkan dana ke masyarakat melainkan
juga mendorong pemberdayaan masyarakat itu
HASIL DAN PEMBAHASAN
sendiri untuk dapat berdiri sendiri dalam
menyelesaikan berbagai persoalan lingkungan
Kawasan Padat dan Kumuh Pusat Kota
permukiman yang dihadapinya. Sesuai dengan
Sesuai dengan karakteristik wilayah kota Bau-
paradigma keberlanjutan dalam prinsip-prinsip
Bau, serta mempertimbangkan defenisi kumuh
pemberdayaan komunitas, maka NUSSP akan

Fakultas Teknik Universitas Haluoleo 252


Metropilar Volume 8 Nomor 2 April 2010

perkotaan dan ketersediaan data pendukung, maka Kawasan Wolio


penentuan kawasan kumuh Kota Bau-Bau dengan Kecamatan Wolio meliputi : Kelurahan
memperhatikan 2 elemen, yaitu elemen non fisik Bataraguru, Kelurahan Tomba, Kelurahan Wale,
yang terdiri dari parameter: i) Tingkat kepadatan Kelurahan Batulo, Kelurahan Wangkanapi,
penduduk; ii) Jumlah KK miskin; iii) Jumlah Kelurahan Bukit Wolio Indah dan Kelurahan
Tenaga Kerja; iv) Legalitas Kepemilikan lahan; v) Kadolokatapi. Dari 7 kelurahan tersebut 2
Tingkat kesesuaian lahan dan Elemen Fisik yang kelurahan memiliki tingkat kekumuhan tinggi
terdiri dari parameter-parameter : i) Konstruksi (Bataraguru dan Tomba), 3 kelurahan memiliki
Rumah; ii) Kerapatan Rumah Tangga; iii) tingkat kekumuhan sedang (Wale, Batulo,
Pelayanan Air Bersih; iv) Ketersediaan MCK; v) Kadolokatapi) dan 2 kelurahan memiliki tingkat
Ketersediaan listrik; vi) Ketersediaan TPS. kekumuhan rendah (Wangkanapi dan Bukit Wolio
Kawasan padat dan kumuh pusat Kota Bau-Bau Indah). Data mengenai tingkat kekumuhan
yang membutuhkan prioritas penanganan antara Kelurahan Bataraguru dan Tomba dapat dilihat
lain : pada tabel 1.

Tabel 1. Tingkat Kekumuhan Kelurahan Bataraguru dan Kelurahan Tomba


Kelurahan
No. Indikator
Bataraguru Tomba
1. Luas Wilayah Kelurahan 21 Ha 19 Ha
2. Jumlah Penduduk 7.713 Jiwa 3.942 Jiwa
3. Luas Kawasan Kumuh 4 Ha 6 Ha
4. Jumlah KK 858 KK 821 KK
5. Jumlah RT/RW 30/9 14/4
6. Tingkat Kepadatan 367,3 Ha 207,5 Ha
7. Mata Pencaharian :
Formal 680 jiwa 189 Jiwa
Informal 1,224 jiwa 126 Jiwa
8. Kerawanan Sosial 10 10
9. Status RT
Sejahtera 1 191 KK 254 KK
Prasejahtera 267 KK 140 KK
10. Prasarana Umum :
Kondisi jalan (baik) 0,275 Km 3,151 Km
MCK 3 Unit 1Unit
Air Bersih 1.244 KK 780 KK
Listrik 494 KK 475 KK
TPS 12 Unit 3 Unit
11. Konstruksi Rumah:
Permanen 525 Unit 115 Unit
Semi Permanen 102 Unit 204 Unit
Non Permanen 145 Unit 221 Unit
12. Status Lahan :
IMB/HGB 158 Unit 157 Unit
Tidak punya Izin 132 Unit 353 Unit
13. Kepadatan tingkat hunian :
1 KK/Rumah 10 Unit 32 Unit
2 s/d 3 KK/Rumah - -
> 3KK/Rumah - -
14. Kerapatan 75 90
15. Kesesuaian Fungsi dengan RDTRK 3 3
Sumber : Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Bau-Bau, 2006

Kondisi Permukiman pertumbuhan berkisar 1,40% per tahun dan


Berdasarkan RTRW Kota Bau-Bau, BWK I kepadatan pada kelurahan Bataraguru, Tomba,
ini dibatasi pertumbuhannya dengan menekan Batulo dan Wale tersebut sejak tahun 2001 telah

Fakultas Teknik Universitas Haluoleo 253


Metropilar Volume 8 Nomor 2 April 2010

mencapai lebih dari 100 jiwa/Ha. Kondisi perkantoran lainnya. Kawasan permukiman padat
permukiman di wilayah pelabuhan Murhum hingga dan kumuh juga terdapat di bantaran sungai Bau-
Kelurahan Bataraguru dan Tomba terdiri dari Bau yang memisahkan antara Kawasan Wolio
bangunan ruko yang sangat padat dan diantarai dengan Kawasan Murhum.
dengan bangunan rumah tinggal serta fasilitas

Gambar 1. Permukiman padat tanpa memperhatikan garis sempadan

Berdasarkan survei primer yang dilakukan, penyediaan air bersih. Kawasan dapat
pada umumnya rumah di kawasan ini merupakan difungsikan sebagai asset ekonomi Kota Bau-
hak milik dengan kondisi permanen dan semi Bau; Image Kota Bau-Bau Water Front City.
permanen. Namun di beberapa titik lokasi juga b. Penataan dan pembangunan rumah dengan
terdapat bangunan non permanen/temporer. memanfaatkan Program Perumahan Swadaya.
Permasalahan permukiman lainnya adalah terdapat c. Peningkatan infrastruktur menitikberatkan pada
lahan-lahan yang disewakan kepada masyarakat rehabilitasi dan peningkatan kualitas jalan
pendatang yang belum memiliki tempat tinggal. lingkungan, saluran drainase, pengelolaan
Selain itu, juga terdapat bangunan rumah tinggal sampah dan penyediaan air bersih. Penataan dan
non permanen dibangun oleh masyarakat kemudian Restrukturisasi kawasan dengan pola Land
dipersewakan ke masyarakat pendatang. Consolidation (LC) atau Land Sharing (LS).
d. Penetapan Garis Sempadan Pantai dan Sungai.
Penyediaan Air Bersih
Kawasan Wolio mendapatkan pasokan air bersih
Pengembangan Perumahan bagi Masyarakat
dari Zona Wilayah Pelayanan II menggunakan
Berpenghasilan Rendah (MBR)
Mata air Kasombu dengan debit 80 100 liter/detik
Kawasan ini dapat dikembangkan untuk
yang dikelola oleh PDAM Kota Bau-Bau. Cakupan
perumahan MBR bagi masyarakat setempat.
pelayanan zona ini meliputi Kecamatan Wolio yang
Berbagai pilihan desain rumah termasuk rumah
terlayani baru sekitar 2,41 %. Namun dibeberapa
susun (rusun). Rencana alokasi ruang untuk
lokasi di kawasan ini Air bersih agak sulit
pembangunan rumah vertikal (Rusun) memang
didapatkan, karena pembuatan sumur agak sulit
diarahkan pada wilayah-wilayah yang sudah padat
disebabkan oleh struktur tanah yang berbatu dan
dan pada wilayah-wilayah dengan kebutuhan rumah
membutuhkan dana yang cukup besar.
sewa tinggi atau sebagai alternatif revitalisasi
Sistem Pembuangan Limbah kawasan kumuh dan padat perkotaan.
Pengelolaan air limbah di Kota Bau-Bau
Ruang Terbuka Hijau
dilaksanakan dengan sistem pengumpulan dan
Ruang terbuka hijau dapat disediakan dengan
pembuangan. Setiap tahapan dilakukan secara
memanfaatkan kawasan pinggir pantai yang
terstruktur dan berkesinambungan. Kebutuhan
menghadap pada kawasan komersial dan Kawasan
prasarana pengolahan air limbah sebagai bagian
sekitar Pantai Kamali. Kawasan Pantai Kamali
dari sistem pengumpulan ditentukan berdasarkan
merupakan kawasan reklamasi pantai yang menjadi
masing-masing sumber.
bagian dari penataan pantai. Kawasan tersebut
Penanganan Kawasan Wolio selain berfungsi sebagai public space juga berfungsi
Peningkatan Kualitas Lingkungan sebagai ruang terbuka hijau. Kawasan Hijau juga
a. Peremajaan Kawasan (Urban Renewal) adalah dapat ditetapkan sepanjang Sungai Bau-Bau yang
pengembangan rumah bagi masyarakat setempat akan berfungsi sebagai buffer zone dari kawasan
dengan memperbaiki infrastruktur jalan lokal, terbangun.
drainase, pembuangan sampah, sanitasi dan

Fakultas Teknik Universitas Haluoleo 254


Metropilar Volume 8 Nomor 2 April 2010

Kawasan Pantai Kamali berfungsi Kawasan Hijau di sepanjang Sungai


sebagai public space dan Ruang Terbuka Bau-Bau
HIjau

Gambar 2. Ruang Terbuka Hijau Kawasan Wolio

Kawasan Murhum Hirarki kepadatan terjadi dari kawasan pesisir


Kecamatan Murhum yang merupakan pantai arah Utara menuju Selatan. Hal ini
pemekaran dari kecamatan Betoambari merupakan disebabkan oleh karena sejak belum dimekarkan
kecamatan yang terpadat penduduknya dibanding 5 wilayah ini merupakan pusat permukiman sebagian
(lima) kecamatan lainnya dalam wilayah Kota Bau- besar penduduk Kota Bau-Bau.
Bau dengan tingkat kepadatan 6.523 jiwa/Km2.

Tabel 2. Tingkat Kekumuhan Kelurahan Wameo dan Nganganaumala


Kelurahan
No. Indikator
Wameo Nganganaumala
1. Luas Wilayah Kelurahan 18 Ha 19 Ha
2. Jumlah Penduduk 4.333 Jiwa 5.359 Jiwa
3. Luas Kawasan Kumuh 2 Ha 4 Ha
4. Jumlah KK 935 714
5. Jumlah RT/RW 20/7 13/4
6. Tingkat Kepadatan 240,7 Ha 282,1 Ha
7. Mata Pencaharian :
Formal 363 Jiwa 226 Jiwa
Informal 97 Jiwa 264 Jiwa
8. Kerawanan Sosial 10 10
9. Status RT
Sejahtera 1 116 KK -
Prasejahtera 376 KK 90 KK
10. Prasarana Umum :
Kondisi jalan (baik) 1,373 Km 0,765 Km
MCK 3 unit 3 Unit
Air Bersih 948 KK 667 KK
Listrik 213 KK 380 KK
TPS 2 Unit 2 Unit
11. Konstruksi Rumah:
Permanen 348 Unit 160 Unit
Semi Permanen 231 Unit 175 Unit
Non Permanen 169 Unit 90 Unit
12. Status Lahan :
IMB/HGB 151 KK 438 Unit
Tidak punya Izin - 205 Unit
13. Kepadatan tingkat hunian :
1 KK/Rumah - 190 Unit
2 s/d 3 KK/Rumah - 185 Unit
> 3KK/Rumah - 77 Unit
14. Kerapatan 90 80
15. Kesesuaian Fungsi dengan RDTRK 2 2
Sumber : Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Bau-Bau, 2006

Fakultas Teknik Universitas Haluoleo 255


Metropilar Volume 8 Nomor 2 April 2010

Kecamatan Murhum meliputi : Kelurahan padatnya permukiman di wilayah Barat dan Timur
Baadia, Melai, Wajo, Lamangga, Tanganapada, kecamatan ini. Tingkat kepadatan bangunan arah
Bone-Bone, Tarafu, Wameo, Kaobula, Lanto dan selatan sangat rendah dan akses ke arah Selatan
Nganganaumala. Dari 11 kelurahan tersebut 2 sudah sangat mudah dalam hal ini pemerintah telah
kelurahan memiliki tingkat kekumuhan tinggi membuka akses jalan kearah Selatan Kecamatan
(Wameo dan Nanganaumala), 5 kelurahan memiliki Murhum.
tingkat kekumuhan sedang (Baadia, Melai, Bone-
Bone, Kaobula, dan Lanto) dan 4 kelurahan Penyediaan Air Bersih
memiliki tingkat kekumuhan rendah (Wajo, Kawasan Murhum mendapatkan pasokan air
Lamangga, Tanganapada dan Tarafu) Data bersih dari Zona Wilayah Pelayanan I
mengenai tingkat kekumuhan Kelurahan Wameo menggunakan sumber air permukaan kali
dan Nganganaumala dapat dilihat pada tabel 2. balanga/Kali Ambon dengan kapasitas debit 100
120 l/s. Beberapa lokasi di wilayah ini masih
Kondisi Permukiman kesulitan mendapatkan air bersih, masyarakat
Pola permukiman yang tejadi mengikuti pola mendapatkan air bersih dengan membeli di tempat-
jalan dan kondisi topografi setempat sehingga pola tempat penampungan yang telah disiapkan yang
pengembangan cendrung berbentuk grid dan linier. dikelola oleh masyarakat berupa tandon air yang
Kecenderungan perkembangan perumahan dan ditempatkan pada lokasi yang strategis untuk
pemurkiman di kecamatan Murhum cendrung ke dijangkau oleh masyarakat.
arah selatan . Hal ini disebakan sudah sangat

Gambar 3. Rumah Tinggal di atas lahan sewa milik masyarakat Kel.


Nganganaumala

Sistem Pembuangan Limbah kerjasama dengan pemilik lahan dan


Sama dengan Kawasan Wolio, kebutuhan pemerintah.
prasarana pengolahan air limbah sebagai bagian b. Penataan dan pembangunan rumah dengan
dari sistem pengumpulan ditentukan berdasarkan memanfaatkan Program Perumahan Swadaya
masing-masing sumber. Dari dua sumber utama pada rumah inti.
yaitu industri dan domestik maka prasarana c. Peningkatan infrastruktur menitikberatkan pada
pengolahan ditetapkan berupa IPAL untuk industri rehabilitasi dan peningkatan kualitas jalan
dan septic tank maupun IPLT untuk limbah tinja lingkungan, saluran drainase, pengelolaan
dari rumah tangga. sampah dan penyediaan air bersih. Penataan dan
Restrukturisasi kawasan dengan pola Land
Penanganan Kawasan Murhum Consolidation (LC) atau Land Sharing (LS).
Peningkatan Kualitas Lingkungan d. Penetapan Garis Sempadan Pantai dan Sungai
a. Peremajaan Kawasan (Urban Renewal), hampir
sama dengan Kawasan Wolio terutama pada Pengembangan Perumahan bagi Masyarakat
kawasan padat dan kumuh yaitu pengembangan Berpenghasilan Rendah (MBR) dan Menengah
rumah bagi masyarakat setempat dengan Kawasan Murhum telah dikembangkan untuk
memperbaiki infrastruktur jalan lokal, drainase, perumahan MBR bagi masyarakat setempat.
pembuangan sampah, sanitasi dan penyediaan Berbagai pilihan desain rumah termasuk rumah
air bersih. Kawasan dapat difungsikan sebagai susun (rusun). Salah satu lokasi Rusunawa yang
asset ekonomi Kota Bau-Bau; Image Kota Bau- sementara dibangun adalah di Kelurahan Wameo
Bau Water Front City; Kawasan ini dapat yang diperuntukkan bagi masyarakat
dikembangkan oleh pihak swasta melalui berpenghasilan rendah (MBR).

Fakultas Teknik Universitas Haluoleo 256


Metropilar Volume 8 Nomor 2 April 2010

Kawasan Pembangunan Rumah Susun Kawasan Pengembangan Rusunawa


Sewa Kel. Wameo
Gambar 4. Rumah Susun Sewa Kota Bau-Bau
Ruang Terbuka Hijau Kota Bau-Bau. Kelurahan-kelurahan yang terletak
Penataan kawasan hijau hampir sama dengan pada bantaran Sungai Bau-Bau antara lain :
Kawasan Wolio yaitu Ruang terbuka hijau dapat Kelurahan Tomba, Kelurahan Bataraguru, dan
disediakan dengan memanfaatkan kawasan pinggir Kelurahan Wale. Sedangkan di seberang Sungai
pantai sebagai kelanjutan dari pengembangan Bau-Bau antara lain : Kelurahan Wajo dan
Kawasanm Pantai Kamali. Selain itu juga dapat Kelurahan Nganganaumala. Jumlah Unit rumah
memanfaatkan kawasan hijau sepanjang Sungai yang berada di bantaran sungai Bau-Bau
Bau-Bau yang akan berfungsi sebagai buffer zone Kecamatan Murhum sebanyak 225 unit, sedangkan
dari kawasan terbangun. rumah diseberang sungai Bau-Bau Kecamatan
Wolio sebanyak 241 unit. Luas Daerah Aliran
Kawasan Padat dan Kumuh Bantaran Sungai Sungai (DAS) Sungai Bau-Bau sekitar 6.159,80 Ha
Kawasan Bantaran Sungai Bau-Bau dengan proporsi penggunaan lahan terbesar untuk
Lokasi kawasan kumuh di daerah perkotaan permukiman yaitu sebesar 1.808,07 Ha atau sekitar
khususnya daerah kumuh Bantaran sungai yaitu 29,42% dari luas DAS Sungai Bau-Bau.
kawasan sekitar sungai Bau-Bau yang membelah

Gambar 5. Kondisi Permukiman di sekitar Bantaran Sungai


Bau-Bau

Penanganan Kawasan Bantaran Sungai Bau- 3. Ketegasan Pemerintah Daerah dalam


Bau Pemanfaatan Ruang dan status lahan terutama
Untuk menangani permasalahan yang lahan bantaran sungai.
mendesak di bantaran sungai Bau-Bau dapat 4. Pengembalian aturan sempadan Sungai Bau-Bau
direkomendasikan antara lain : dengan penetapan aturan Garis Sempadan
1. Pemindahan (relokasi) dari sempadan sungai ke Sungai (GSS) dan pembuatan batas GSS dan
housing stock terdekat, dengan menetapkan jalan inspeksi dengan penetapan sempadan
kawasan sempadan sungai merupakan Kawasan sungai 15 meter (termasuk kategori sungai
lindung yang tidak boleh dibanguni perumahan. sedang berdasarkan Keppres No. 32 tahun
2. Pendekatan penanganan pada rumah bantaran 1990).
sungai ini adalah berupa urban renewal atau
peremajaan kawasan permukiman.

Fakultas Teknik Universitas Haluoleo 257


Metropilar Volume 8 Nomor 2 April 2010

Kawasan Padat dan Kumuh Pesisir Pantai Kadolokatapi, dan Kalia-lia. Karakter kedua berupa
Kawasan Pesisir pantai/Nelayan (Murhum dan kawasan pantai yang landai sehingga memiliki
Wolio) wilayah peralihan daratan ke lautan yang khas.
Melihat kondisi karakter pantai di Kota Bau- Zona ini sebagian ditumbuhi berbagai vegetasi
bau sebenarnya terdapat dua karakter yang berbeda. peralihan terdiri dari berbagai spesies Mangrove
Karakter pertama, kawasan pantai dengan batas dari jenis Nypah, Avicenea, maupun Rhyzophora.
pantai berupa tebing sehingga tidak memiliki Kawasan ini antara lain tersebar di beberapa titik di
wilayah peralihan. Kawasan ini terdapat di garis Desa Palabusa, Kolese, Lowu-Lowu, sepanjang
pantai sepanjang pantai Desa Katobengke, pantai pusat kota, dan Sulaa.

Gambar 6. Kondisi Permukiman kel. Bone-Bone di pesisir pantai

Penanganan Kawasan Pesisir/Nelayan Pusat dikawasan pesisir ini. Pulau Makassar memiliki
Kota potensi untuk dikembangkan menjadi area wisata
Beberapa hal yang direkomendasikan untuk pantai, karena letaknya yang strategis dengan
menangani permasalahan kumuh di wilayah nuansa pesisir yang cukup baik secara estetika.
pesisir/nelayan antara lain : Topografi Pulau Makassar cenderung datar dengan
1. Redefinisi kawasan pada lokasi kumuh dengan kelerengan lahan berkisar antara 0 8 %,
prioritas kawasan khusus pesisir melaui pola berpotensi untuk dikembangkan permukiman
KIP. dengan dominasi type biasa. Namun perlu
2. Penegasan pemanfaatan ruang khususnya dizonasi perbandingannya dengan baik persentai
wilayah pesisir. built of area permukiman dengan Open Space
3. Pengaturan sempadan pantai. sebagai area resapan dan perkebunan masyarakat .
4. Pembangunan coastal road yang berfungsi Kepadatan bangunan yang paling tinggi terjadi pada
sebagai jaringan jalan dan juga sebagai batas radius dermaga dan pusat pelayanan pemerintah.
terluar yang memisahkan antara fungsi perairan Empat akses Jalan yang menghubungkan kelurahan
dan fungsi perumahan. Sukanayo dan Liwotu berpotensi linier untuk
5. Peningkatan kualitas prasarana dan sarana menjadi area permukiman dengan Fungsi
lingkungan permukiman pesisir Perdagangan. Oleh karena itu dibutuhkan
6. Peningkatan Kualitas perumahan pesisir. pengendalian berupa peraturan daerah yang
7. Penataan pantai untuk menambah daya tarik mengatur arah dan perkembangan perkim di Pulau
wisata. Makassar. Kawasan Pulau Makassar memiliki
8. Relokasi penduduk dari kawasan kumuh pesisir beberapa potensi terutama kaitannya dengan
pantai ke rumah susun yang telah dibangun. pengembangan kawasan wisata bahari ke depan,
9. Bantuan usaha ekonomi kawasan nelayan antara lain : (1) Kawasan Rekreasi pantai bagi
(perdesaan) seperti dana bergulir yang bersifat penduduk lokal; (2) Pasir yang indah dan halus; (3)
stimulatif. Kekerabatan masyarakat yang sangat tinggi; (3)
10. Pendampingan untuk penanganan. Keamanan lingkungan yang baik.

Kawasan Pulau Makassar Penanganan Kawasan Pesisir/Nelayan Pulau


Pulau Makassar merupakan bagian wilayah Makassar
kecamatan Kokalukuna, yang terbagi atas dua Beberapa hal yang direkomendasikan untuk
Kelurahan yaitu Kelurahan Sukanayo dan menangani permasalahan kumuh di wilayah
Kelurahan Liwuto. dengan luas 2,43 Km2. Jumlah pesisir/nelayan antara lain :
penduduk Pulau Makassar sebanyak 4.547 Jiwa 1. Penegasan pemanfaatan ruang khususnya
dengan 1.065 KK. Jumlah Rumah 627 Unit., wilayah pesisir pantai.
typologi permukiman Nelayan yang berkembang 2. Pengaturan sempadan pantai.

Fakultas Teknik Universitas Haluoleo 258


Metropilar Volume 8 Nomor 2 April 2010

3. Pembangunan coastal road yang berfungsi DAFTAR PUSTAKA


sebagai jaringan jalan dan juga sebagai batas
terluar yang memisahkan antara fungsi perairan
dan fungsi perumahan. Anonim, 2006. Buku Pedoman Umum NUSSP,
4. Peningkatan kualitas prasarana dan sarana versi-2, Dirjen Cipta Karya Departemen
lingkungan permukiman pesisir Pekerjaan Umum RI, Jakarta.
5. Penataan perumahan nelayan.
6. Penataan pantai untuk menambah daya tarik Anonim, 2006. Buku Pedoman Teknis NUSSP,
wisata terutama ciri arsitektur rumah tradisional versi-2, Dirjen Cipta Karya Departemen
lokal. Pekerjaan Umum RI, Jakarta.

KESIMPULAN Anonim, 2009. Laporan Akhir RP4D Kota Bau-


Bau, Bappeda Kota Bau-Bau, Bau-Bau.
Berdasarkan analisis, maka karakteristik
Budihardjo, Eko. (1984), Sejumlah Masalah
kawasan kumuh Kota Bau-Bau antara lain : (1)
Permukiman Kota, Alumni, Bandung.
Kawasan padat dan kumuh pusat kota; (2) Kawasan
padat dan kumuh bantaran Sungai; (3) Kawasan Parwoto. (1997), Pembangunan Partisipatif,
padat dan kumuh pesisir pantai . Berdasarkan makalah pada Lokakarya Penerapan Strategy
karakteristik lokasi dan tingkat kekumuhannya, Pemberdayaan Masyarakat dalam
maka lokasi yang mendesak untuk segera ditangani Pembangunan Perumahan dan Permukiman,
antara lain : (1) Kawasan Wolio meliputi : 15-16 Juli 1997, BKP4N, jakarta.
Kelurahan Bataraguru, Tomba dan Wale, dan
meliputi Kawasan Bantaran Sungai Bau-Bau; (2)
Kawasan Murhum meliputi : Kelurahan Lanto,
Nganganaumala, Wameo, Tarafu dan Bone-Bone,
dan meliputi Kawasan Bantaran Sungai Bau-Bau;
(3) Kawasan Pulau Makassar Kecamatan
Kokalukuna, sebagai kawasan permukiman nelayan
dan memiliki potensi wisata bahari.

Fakultas Teknik Universitas Haluoleo 259

You might also like