You are on page 1of 9

Abstrak tujuan dari penelitian observasional ini adalah untuk mengevaluasi efikasi dan

tolerabilitas obat semprot mulut dan tenggorokan yang mengandung ectoine pada
terapi faringitis dan atau laringitis. Hasil dari penelitian dibandingkan dengan terapi
kontrol yang menggunakan tablet hisap Saline. Penelitian ini didesain sebagai
percobaan prospektif, kontrol, non-randomized, observasional klinik multicenter dan
dilakukan di Jerman. Populasi penelitian terdiri dari 95 pasien. Pemilihan terapi dengan
obat semprot atau tablet hisap didasari oleh keadaan pasien pada pemakaian oral atau
faring. Peneliti menilai gejala spesifik pada faringitis atau laringitis akut dan
menghitung skor gejala faringitis. Kedua pasien dan peneliti mengevaluasi tolerabilitas
dan efikasi terapi yang digunakan. Terapi dengan obat semprot menujukan efikasi
yang lebih tinggi, 1.95 0.81 versus 1.68 0.67 (peneliti) dan 1.97 0.88 versus 1.57
0.69 (pasien, p < 0.05). Terapi dengan obat semprot mendapatkan penurunan
pembesaran kelenjar getah bening lebih besar secara signifikan (p < 0.05). obat
semprot = 0.44 0.62, tablet hisap = 0.21 0.62. Tablet hisap mendapatkan beberapa
keuntungan dalam menyembuhkan batuk, tablet hisap = 0.62 0.94 versus obat
semprot = 0.44 0.85. Kedua pasien dan peneliti menilai tolerabilitas kedua alat medis
sebagai baik menjadi sangat baik. Kejadian keparahan yang ringan sampai moderat
yang tidak merugikan mungkin berhubungan atau tidak berhubungan dengan alat
medis yang digunakan. Tidak ada kejadian yang merugikan yang terjadi. Di saat yang
bersamaan tolerabilitas konsisten pada kedua kelompok terapi, obat semprot ectoine
menujukan efikasi yang superior dalam mengobati faringitis dan atau laryngitis akut.
Kata kunci obat semprot mulut dan tenggorokan ectoine . tablet hisap Saline .
laryngitis akut . terapi oral . terapi faring.
Pendahuluan
Faringitis atau radang tenggorokan sering menyebabkan kondisi yang disertai infeksi
pada sistem respirasi, seperti tonsillitis, rhinofaringitis, dan tonsilofaringitis. Ini adalah
contoh yang khas pada kondisi dimana tanda dan gejala dibagi oleh macam-macam
disorder lainnya. Mereka sering dikombinasikan sebagai faringitis. Gejala yang
paling sering adalah demam, nyeri tenggorokan, nyeri kepala dan mulut kering, sering
juga disertai sulit menelan. Bentuk lebih ringan dan moderat dari faringitis diterapi
sesuai gejala dengan menggunakan analgetik, solusio disinfeksi, atau tablet hisap yang
mengandung anestesi. Jika infeksi bakteri tidak dapat disingkirkan, terapi antibiotic
diindikasikan, dimana dapat menurunkan lamanya gejala.
Berdasarkan penelitian Jerman tahun 1989, faringitis mencapai 2% pasien yang
berkonsultasi pada praktek dokter umum. Penelitian ini dilakukan selama 10 tahun
dimana radang tenggorokan didiagnosis pada 1.1% dari semua konsultasi yang
dilakukan di praktek dokter umum. Selama waktu penelitian, peneliti mengobservasi
peningkatan prevalensi faringitis, yang membuatnya menjadi alasan kedelapan
tersering pasien mencari perhatian medis hanya jika mereka menderita nyeri yang hebat
atau, misalnya, karena penyakit mereka juga mempengaruhi keluarga mereka. Hal ini
sebagai perkiraan jumlah kasus faringitis yang jauh lebih tinggi, karena sebagian besar
pasien tidak berobat dokter umur ataupun dokter spesialis THT. Pasien-pasien ini
sebagian besar menanganinya sendiri dengan pengobatan over-the-counter (OTC).
Akhir-akhir ini, khasiat anti inflamasi dari ectoine telah mendemonstrasikan beberapa
penelitian preklinik dan klinik yang melibatkan indikasi yang berbeda. Ectoine
meningkatkan stabilitas dan fluiditas lapisan biomembran seperti yang ditunjukan pada
percobaan biofisika, menyebabkan peningkatan stabilisasi barrier epitel, penurunan
lebih lanjut dari inflamasi, dan proteksi terhadap tekanan. Efek stabilisasi pada fungsi
barrier jaringan epitel telah membuat hipotesis bahwa ectoine meningkatkan resistensi
mukosa faring dan meningkatkan penyembuhannya. Pada decade terakhir, ectoine
telah digunakan sebagai terapi rhinitis alergi, rhinokonjungtivitis, dan penyakit-
penyakit lainnya.
Penelitian sebelumnya meneliti penggunaan ectoine pada pasien rhinosinusitis akut
menghasilkan hasil yang positif. Tujuan dari percobaan observasional ini adalah untuk
mengevaluasi efikasi dan tolerabilitas obat semprot ectoine untuk kondisi faring yang
dibandingkan dengan pastillen Emser sebagai kontrol aktif.
Pada OTC market, tablet hisap Saline digunakan untuk mengobati nyeri tenggorokan
yang akut, radang tenggorokan, batuk, dan suara serak. Satu jenis tablet hisap
mengandung Ems salt. Kandungan ini untuk memfasilitasi penyembuhan dan untuk
meningkatkan fungsi sel secara umum.
Metode
Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan studi prospektif, observasional terkontrol yang melibatkan 95
pasien antara bulan Maret hingga Juni 2014. Pasien tidak disebar secara acak
berdasarkan kelompok terapi. Namun, pasien yang menentukan memilih pengobatan
dengan obat semprot atau lozenges. Semua pasien yang terlibat dalam tujuh tempat
penelitian berusia 10 tahun atau lebih. Pasien memenuhi syarat jika sedang mengalami
faringitis atau laryngitis akut pada hari pertama atau kedua sebelum dilakukan
penelitian. Periode observasi terapi berlangsung maksimal hingga 10 hari yang
termasuk dengan kunjungan pertama (V1), kunjungan di tengah periode terapi (V2)
dan kunjungan akhir setelah 1 minggu (V3).
Penelitian ini dilakukan berdasarkan prinsip Good Clinical Practice. Karena obat
semprot dan lozenges dapat ditemui di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep, maka
persetujuan dari komisi etik tidak dibutuhkan.
Pengobatan
Terapi diberikan di bawah ketentuan dan instruksi pakai. Ectoine [(S)-2-methyl-
1,4,5,6 tetrahydropyrimidine-4-carboxylic acid (CAS 96702-03-3)] merupakan
osmolit dengan masa molekul yang rendah dan termasuk dalam grup ekstremolit.
Berdasarkan instruksi pakai untuk Ectoin Spray 1% untuk Mulut dan Tenggorokan,
satu atau dua semprotan pada tenggorokan diberikan beberapa kali dalam sehari. Emser
Pastillen mengandung beberapa macam ion. Berdasarkan aturan pakai Emser
Pastillen, satu hingga dua lozenges dapat dikonsumsi sesuai kebutuhan, hingga enam
kali per hari.
Assesmen Klinik
Pada V1, riwayat pasien secara umum didokumentasikan, yang memuat tentang
penyakit penyerta serta reaksi alergi yang terkait dengan pengobatan.
Pada semua kunjungan, kondisi pasien dinilai dengan ada atau tidaknya suara serak
dan kesulitan menelan. Investigator juga menilai skor gejala faringitis yang terdiri atas
gejala pembesaran tonsil palatine, pembesaran kelenjaran limfonodi, demam dan
batuk. Skor dinyatakan sebagai berikut: tidak ada gejala=0, ringan=1, sedang=2,
berat=3.
Terlebih lagi, pasien diminta untuk mengisi catatan harian selama minimal tujuh hari
untuk mendokumentasikan keparahan gejala. Kondisi kesehatan secara umum dan
skala nyeri terkait dengan sakit tenggorokan didokumentasikan dengan visual analog
scale (VAS) dan gejala faringitis juga disebutkan. Penggunaan alat medis, penyakit
penyerta dan pengobatan darurat (paracetamol) juga harus dicatat.
Efikasi dievaluasi oleh investigator dan pasien pada V2 dan V3 pada 4 skala poin (skor
3 = sangat baik, skor 2= baik, skor 1= cukup , skor 0= buruk)
Tingkat toleransi dievaluasi analog dengan skor efikasi pada V2 dan V3 oleh
investigator dan pasien. Untuk mengevaluasi pengaruh sensorik dan kemungkinan
iritasi, obat semprot juga dievaluasi pada V1 dengan menggunakan skala sensorik.
Kuesioner diadaptasi berdasarkan skala sensori semprot hidung.
Keamanan
Untuk menjamin keamanan penggunaan medis, pasien diminta untuk melaporkan
setiap kejadian buruk(adverse events/AE). Terjadinya semua AE harus
didokumentasikan. Pasien dengan kontraindikasi yang tertera pada aturan pakai obat
dieksklusi dari penelitian. Jika dicurigai adanya infeksi bakteri, investigator akan
meresepkan terapi antibiotik.
Analisis statistik
Penelitian ini dianalisis menggunakan perangkat lunak statistic SPSS 22. Data
dimasukkan dua kali ke dalam data base untuk menghindari kesalahan entri data dan
pemeriksaan ulang dilakukan. Data yang tidak tersedia dijadikan sebagai missing
values atau untuk analisis hasil akhir primer, digantikan dengan metode last-value-
carried-forward. Hasil akhir primer antara kelompok terapi dibandingkan
menggunakan uji nonparametric Wilcoxon. Tingkat signifikan diatur menjadi = 5%
untuk semua uji statistik. Demograrfi, anamnesis dan data diagnostic dievaluasi secara
deskriptif. Data disajikan dalam bentuk frekuensi, nilai rata- rata, standar deviasi,
median, minimum, dan maksimum untuk tiap kelompok terapi.
Uji Wilcoxon digunakan untuk mendeteksi perbedaan yang signifikan antara jumlah
skor pada baseline dan jumlah skor akhir selama dan sesudah pemberian terapi
Hasil
Populasi penelitian
Secara keseluruhan 95 pasien yang berpartisipasi pada penelitian ini: 64 pasien
menggunakan obat semprot dan 31 pasien menggunakan tablet hisap. Kelompok obat
semprot terdiri dari 46 pasien wanita dan 19 laki-laki. Kelompok tablet hisap terdiri
dari 17 wanita dan 12 pria; jenis kelamin dari dua pasien tidak terdokumentasikan.
(Tabel 1).

Pasien yang mengaplikasikan obat semprot memiliki rata-rata usia 50,3 18,39
tahun; pasien yang mengkonsumsi tablet hisap memiliki rata-rata usia 47,1 19,87
tahun. Secara keseluruhan, usia pasien memiliki rentan 10 hingga 90 tahun.
Pada kelompok obat semprot, peneliti mendiagnksis faringitia akut pada 42
pasien, laringitis akut pada enam pasien, dan keduanya pada 11 pasien diagnosis dari
faringitis dan/atau laringitis akut tidak terdokumentasikan pasa lima pasien dalam
kelompok obat semprot. Pada kelompok yang mengkonsumsi tablet hisap, didapatkan
pasien dengan diagnosis faringitis akut sebanyak 14 pasien, laringitis akut pada 6
pasien, dan kedua diagnosis pada 11 pasien.
Selain itu, penhakit yang biasanya menyertai faringitis dan/atau laringitis akut
seperti tonsilitis, rhinitis, reflaks esofagofaringeal, bronkitis, dan flu dicatat untuk
semua pasien.
Tujuh dari 95 pasien dikeluarkan dari penelitian (7,4%). Karena penelitian
menggunakan metode last value carried forward untuk data yang hilanh, namun, data
dari pasien-pasien ini masih dapat diikutkan dalam analisis. Alasan untuk penghentian
awal bervariasi (lihat Tabel Tambahan 1).

Keadaan umum
Peneliti mengevaluasi keadaan umum dari pasien pada masing-masing
kunjungan menggunakan skala 4 poin dari 0 (=kondisi sangat buruk) hingga 3
(=kondisi baik). Keadaan umum pasien dengan terapi semprot menunjukan perbaikan
lebih awal dari kelompok kontrol. Pada kelompok obat semprot, rerata perbaikan
meninhkat dari 0,23 0,57 pada V2 hingga 0,35 0,65 pada V3 kelompok kontrol
menunjukkan tidak ada perbaikan pada V2 (rerata = 0,0 0,76) atau pada V3 (0,25
0,70). Keadaan umum dari semua pasien membaik hingga mencapai skor rerata yanh
identik yaitu 2,71 pada kedua kelompok di V3, sesuai dengan keadaan baik.
Dibandingkan dengan V1, pasien yang di terapi dengan obat semprot membaik
sebanyak 14,8%, pasien yang diterapi dengan tablet hisap membaim sebanyak 10,1%.
Tingkatan keseharian pasien berdasar kondisi keadaan umum pasien
menunjukan babwa pasien yang diobati dengan obat semprot membaik secara
signifikan dari hari ke 3 pengobatan (p < 0,01). Pada hari ke 3, rerata perbaikannya
adalah 0,76 1,90 dan lebih tinggi dari rerata perbaikan dari pasien yang diobati
dengan tablet hisap (0,08 1,28). Pada hari ke 7, kelompok obat semprot menunjukan
rerata perbaikan yang lebih tinggi 1,60 2,13 daripada kelompok tablet hisap (0,68
1,91). Perbaikan pada kelompok tablet hisap menjadi signifikan setelah enam hari
pengobatan ( p < 0,05). Namun, tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua
kelompok pengobatan yang dapat diamati.
Obat semprot menunjukkan beberapa manfaat pada kesulitan menelan setelah
pengobatan hari ke tujuh dan juga saat di amati oleh peneliti: rerata perbaikan pada
kelompok semprot 0,75 0,95 (V2) dan 1,07 1,02 (V3) lebih tinggi dari perbaikan
pada kelompok tablet hisap 0,48 0,83 (V2) dan 0,93 0,55 (V3).
Gejala sakit tenggorok mereda dengan kedua pengobatan. Pasien dievaluasi
keparahan dari nyeri tenggoroknya menggunakan skala kontinyu dengan rentang nilai
0 sampai 10, 0 berarti tidak nyeri dan 10 berarti merasakan nyeri yang sangat parah.
Melalui pengobatan selama tujuh hari, obat semprot menunjukkan sejumlah kegunaan
dalam menghilangkan gejala. Pada hari ketiga, kelompok obat semprot menunjukkan
rerata perbaikan 1,01 1,71 dan pada hari ke 7 hal ini meningkat menjadi 1,92 2,37.
Sebagai perbandingan, pasien yang diobati dengan tablet hisap memiliki rerata
perbaikan yang lebih rendah yaitu 0,82 1,45 pada hari ke 3 dan 1,89 1,81 pada hari
ke 7.

Skor gejala faringitis

Pada awal penelitian, pasien pada kedua kelompok mempunyai gejala ringan,
seperti yang telah dihitung oleh para peneliti. Derajat keparahan pada V1 dalam
kelompok tidak berbeda secara signifikan satu dengan lainnya. Kedua kelompok
pengobatan menunjukkan perbaikan yang serupa baik pada V1 maupun V2. Pada V1
dan V3 juga didapatkan perbaikan yang hampir serupa, yaitu: 54,9% pada kelompok
lozenges dan 54,8% pada kelompok obat semprot. Secara keseluruhan, perbaikan
gejala dari gejala ringan pada V1 hingga sangat ringan atau hampir tak ada gejala pada
V3 (tabel 2 dan Tabel 3), tanpa adanya perbedaan bermakna pada kedua kelompok.

Derajat perbaikan skor gejala faringitis yang didapatkan dari catatan harian juga
tidak menunjukkan adanya perbedaan pada kedua kelompok pengobatan. Kelompok
pengobatan obat semprot menunjukkan perbaikan yang signifikan pada hari ke-4
(p<0,01), menunjukkan rerata perbaikan 0.80 1.94, jika dibandingkan dengan
kelompok lozenges dengan rerata perbaikan 0.44 2.10. Pasien yang diberikan
lozenges menunjukkan perbaikan yang signifikan pada hari ke-6 (p<0,05) dengan
rerata 0.89 1.97. Pada hari ke-7, kelompok obat semprot mengalami perbaikan
sebanyak 51,4% dan kelompok lozenges sebanyak 50,7%.

Tolak ukur individu pada skor gejala faringitis adalah sebagai berikut:

Penilaian dari pembengkakan tonsil palatina secara subjektif dari para peneliti
menunjukkan hasil yang serupa baik pada kelompok obat semprot dan lozenges (tabel
2). Perbaikan dari pembengkakan tonsil palatina yang diperoleh dari penatalaksanaan
pasien juga didaptkan hasil yang serupa (data tidak ditunjukkan).

Pasien yang diberikan dengan obat semprot menunjukkan perbaikan pembengakan


nodul limfatisi servikal yang lebih signifikan dari V1 hingga V2 seperti yang
dilaporkan oleh pada peneliti (p<0,05; tabel 2 dan tabel 2 suplementaris). Rerata
perbaikan pada kelompok obat semprot sebesar 0.34 0.66 pada V2 dan 0.44 0.62
pada V3. Sedangkan pada kelompok lozenges, didapatkan tingkat rerata perbaikan
yang lebih rendah yaitu 0.03 0.62 pada V2 dan 0.21 0.62 padaV3.

Evaluasi pada penatalaksanaan pasien dalam kelompok pengobatan menujukkan


perbaikan yang signifikan pada pembengkakan nodul limfatisi servikal pada hari ke-5
pengobatan dengan obat semprot (*p<0,01) dan setelah hari ke-6 pengobatan dengan
lozenges (^p<0.05). Setelah tujuh hari, gejala menunjukkan perbaikan yang lebih pada
pengobatan obat semprot (56,2%) dibandingkan pada lozenges (33%) (data tidak
ditunjukkan). Tidak ditemukan adanya perbedaaan yang signifikan pada kedua
kelompok.

Gejala demam mengalami perbaikan yang serupa baik antara V1 dan V2 maupun
antara V2 dan V3 pada kedua kelompok. Tidak didapatkan perubahan yang signifikan
yang ditemukan sepanjang pengobatan (tabel 2). Hal ini sesuai baik dari evaluasi
peneliti maupun pasien.
Lozenges memiliki keuntungan numerikal meredakan batuk selama apengobatan
berlangsung (tabel 2). Hasil yang sama juga didapatkan dari evaluasi pasien. Pada hari
ke-7, gejala batuk mengalami perbaikan dengan rerata 0.34 1.01 pada pasien dengan
lozenges, sedangkan pasien dengan obat semprot menujukkan rerata perbaikan 0.02
1.04. Namun, tidak didapatkan hasil yang berbeda secara signifikan satu sama lain.

Derajat efikasi oleh peneliti dan pasien

Efikasi dari obat semprot mempunyai rerata 1.75 0.73 (V2) dan 1.95 0.81 (V3) saat
dievaluasi oleh para peneliti serta 1.66 0.82 (V2) dan 1.97 0.88 (V3) saat dievaluasi
oleh pasien (gambar. 1) yang sesuai dengan penilaian penatalaksanaan yang baik.
Pada evaluasi kelompok lozenges berdasarkan para peneliti didapatkan rerata sebesar
1.59 0.83 (V2) dan 1.68 0.67 (V3), serta 1.45 0.74 (V2) dan 1.57 0.69 (V3)
pada evaluasi oleh pasiem. Hal ini diindikasikan dengan tanggapan puas dan baik.
Pada V3, penatalaksanaan pasien dengan obat semprot berbeda secara signifikan dari
pasien dengan lozenges. (p<0.05, Gambar. 1b).

Tingkat toleransi dan sensasi rasa obat semprot

Baik para peneliti maupun pasien menilai tingkat toleransi dari obat semprot dan
lozenges sebagai baik hingga sangat baik. Tingkat kepuasan pasien terhadap kesan
sensoris obat semprot keseluruhan sebesar 76%. Pasien juga merasa puas dengan
tingkat iritasi secara umum (tingakat kepuasan 90,6%) atau iritasi tusif (tingkat
kepuasan 87.3 %) segera setelah pengaplikasian obat semprot. Pasien juga merasa puas
dengan bau dan rasa dari obat semprot, seperti yang ditunjukkan pada tingkat kepuasan
antara 73.1-87.7 %. Hasil dari keseluruhan kuesioner menujukkan tingkat kepuasan
keseluruhan sebesar 81,6%.

...............
-Bagus-

You might also like