Professional Documents
Culture Documents
Sopanah
Isa Wahyudi
Abstract
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah pernyataan
tentang rencana pendapatan dan belanja daerah dalam periode tertentu (1 tahun). Pada
awalnya fungsi APBD adalah sebagai pedoman pemerintah daerah dalam mengelola
keuangan daerah untuk satu periode. Sebelum anggaran dijalankan harus mendapat
persetujuan dari DPRD sebagai wakil rakyat maka fungsi anggaran juga sebagai alat
pengawasan dan pertanggungjawaban terhadap kebijakan publik. Dengan melihat fungsi
anggaran tersebut maka seharusnya anggaran merupakan power relation antara eksekutif,
legislatif dan rakyat itu sendiri (Sopanah, 2004).
Realitasnya, peranan dewan ketika menyusun anggaran dimasa orde baru sangat kecil
bahkan tidak ada, apalagi peran masyarakat. Dewan terkesan hanya memberikan
pengesahan atas RAPBD yang diajukan eksekutif dan praktis tidak diberi wewenang
untuk mengubahnya (fungsi legislasi). Dengan adanya UU No. 22/1999 sebagai dampak
positif dari reformasi, telah terjadi perubahan signifikan mengenai hubungan legislaif dan
eksekutif di daerah, karena kedua lembaga tersebut sama-sama memiliki power. Dewan
tidak hanya diberi kekuasaan untuk bersama-sama dengan eksekutif menyusun anggaran
(fungsi budgeting), eksekutif juga bertanggungjawab terhadap DPRD (fungsi controling).
Pengawasan anggaran yang dilakukan oleh dewan dipengaruhi oleh faktor internal
dan faktor eksternal (Pramono, 2002). Faktor internal adalah faktor yang dimiliki oleh
dewan yang berpengaruh secara langsung terhadap pengawasan yang dilakukan oleh
dewan, salah satunya adalah pengetahuan tentang anggaran. Sedangkan faktor eksternal
adalah pengaruh dari pihak luar terhadap fungsi pengawasan yang akan memperkuat atau
memperlemah fungsi pengawasan yang dilakukan oleh dewan, diantaranya adalah
akuntabillitas publik, partisipasi masyarakat dan transparansi kebijakan publik.
Penelitian ini merupakkan lanjutan dari penelitian Sopanah dan Mardiasmo (2003)
dengan menambah variabel akuntabilitas publik dan memperbandingkan analisis menurut
sampel dewan seperti yang dilakukan pada penelitian sebelumnya dengan analisis
menurut sampel masyarakat. Disamping itu, peneliti juga akan membandingkan apakah
terdapat perbedaan fungsi pengawasan keuangan daerah (APBD) menurut dewan dan
masyarakat?.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian
adalah sebagai berikut:
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai
berikut:
D. Manfaat Penelitian
Dalam pasal 1 PP. No. 105/ 2000 pengertian keuangan negara adalah semua hak
&kewajiban daerah dalam kerangka penyelenggaraan pemerintahan yang dapat dinilai
dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan
hak dan kewajiban daerah tersebut. Pengertian keuangan negara adalah semua hak
&kewajiban negara serta segala sesuatu yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban
tersebut yang dapat dinilai dengan uang (Baswir,1999:13). Bertolak dari pengertian
keuangan negara tersebut diatas, maka pengertian keuangan daerah pada dasarnya sama
dengan pengertian keuangan daerah.
Pengawasan melekat adalah pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan atau atasan
langsung suatu organisasi terhadap kinerja bawahan dengan tujuan untuk mengetahui
atau menilai apakah kerja yang ditetapkan telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan pengawasan fungsional
adalah pengawasan internal yang dilakukan oleh aparat fungsional baik yang berasal dari
lingkungan internal depertemen, lembaga negara atau BUMN termasuk pengawasan dari
lembaga khusus pengawasan.
Pengawasan yang dilakukan oleh Dewan dapat berupa pengawasan secara langsung
dan tidak langsung serta preventif dan represif. Pengawasan langsung dilakukan secara
pribadi dengan cara mengamati, meneliti, memeriksa, mengecek sendiri di tempat
pekerjaan dan meminta secara langsung dari pelaksana dengan cara inspeksi. Sedangkan
pengawasan tidak langsung dilakukan dengan cara mempelajari laporan yang diterima
dari pelaksana. Pengawasan preventif dilakukan melalui pre-audit yaitu sebelum
pekerjaan dimulai. Pengawasan represif dilakukan melalui post audit dengan
pemeriksaan terhadap pelaksanaan ditempat (inspeksi).
Beberapa penelitian yang menguji hubungan antara kualitas anggota Dewan dengan
kinerjanya diantaranya dilakukan oleh (Indradi, 2001; Syamsiar, 2001; 2002; Sutarnoto,
2002). Hasil penelitiannya membuktikan bahwa kualitas Dewan yang diukur dengan
pendidikan, pengetahuan, pengalaman, dan keahlian berpengaruh terhadap kinerja Dewan
yang salah satunya adalah kinerja pada saat melakukan fungsi pengawasan. Pendidikan
dan pelatihan berkaitan dengan pengetahuan untuk masa yang akan datang.
Azas akuntabilitas adalah azas yang menentukan bahwa setiap kegaitan dan hasil
akhir dari kegiatan penyelenggaraan negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada
rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi. Akuntabilitas bersumber kepada adanya
pengendalian dari luar (external control) yang mendorong aparat untuk bekerja keras.
Birokrasi dikatakan accountable apabila dinilai secara objektif oleh masyarakat luas.
Akuntabilitas publik akan tercapai jika pengawasan yang dilakukan oleh dewan dan
masyarakat berjalan secara efektif. Hal ini juga di dukung oleh pendapatnya Rubin
(1996) yang menyatakan bahwa untuk menciptakan akuntabilitas kepada publik
diperlukan partisipasi pimpinan instansi dan warga masyarakat dalam penyusunan dan
pengawasan keuangan daerah (APBD). Sehingga akuntabilitas publik yang tinggi akan
memperkuat fungsi pengawasan yang dilakukan oleh dewan, sehingga hipotesis
utamanya dirumuskan sebagai berikut:
Achmadi dkk. (2002) menyebutkan bahwa partisipasi merupakan kunci sukses dari
pelaksanaan otonomi daerah karena dalam partisipasi menyangkut aspek pengawasan dan
aspirasi. Pengawasan yang dimaksud disini termasuk pengawasan terhadap pihak
eksekutif melalui pihak legislatif. Semakin aktif masyarakat dalam proses
penyelenggaraan pemerintahan akan berarti semakin sukses pelakasanaan otonomi
daerah. Namun kenyataan dilapangan tidak selalu masyarakat berpartisipasi secara aktif
dalam proses penyelenggaraan pemerintahan khususnya pada saat penyusunan anggaran
(APBD). Menyadari pentingnya aspirasi masyarakat, maka diperlukan langkah startegis
agar partisipasi masyarakat bisa berjalan secara kondusif. Salah satu upaya yang bisa
dilakukan adalah mengoptimalkan peran dari lembaga institusi lokal non pemerintahan
seperti lembaga swadaya masyarakt (LSM), media masa, organisasi kemasyarakatan dan
partai politik.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa adanya partisipasi masyarakat akan
memperkuat proses penyelenggaraan pemerintah, maka peranan Dewan dalam
melakukan pengawasan keuangan daerah akan dipengaruhi oleh keterlibatan masyarakat
dalam advokasi anggaran. Jadi, selain pengetahuan tentang anggaran yang mempengaruhi
pengawasan yang dilakukan oleh Dewan, partisipasi masyarakat diharapkan akan
meningkatkan fungsi pengawasan. Sehingga hipotesis utamanya dirumuskan sebagai
berikut:
Menurut Sopanah dan Mardiasmo (2003) Anggaran yang disusun oleh pihak
eksekutif dikatakan transparansi jika memenuhi beberapa kriteria berikut: (1) Terdapat
pengumuman kebijakan anggaran, (2) Tersedia dokumen anggaran dan mudah diakses,
(3) Tersedia laporan pertanggungjawaban yang tepat waktu, (4) Terakomodasinya
suara/usulan rakyat, (4), Terdapat sistem pemberian informasi kepada pubik.Transparansi
merupakan prasyarat untuk terjadinya partisipasi masyarakat yang semakin sehat karena
(Sulistoni, 2003): (a) Tanpa informasi yang memadai tentang penganggaran, masyarakat
tidak punya kesempatan untuk mengetahui, menganalisis, dan mempengaruhi kebijakan,
(b) Transparansi memberi kesempatan aktor diluar eksekutif untuk mempengaruhi
kebijakan dan alokasi anggaran dengan memberi perspektif berbeda dan kreatif dalam
debat anggaran, (c) Melalui informasi, legislatif dan masyarakat dapat melakukan
monitoring terhadap keputusan dan kinerja pemerintah. Tanpa kebebasan informasi
fungsi pengawasan tidak akan efektif, (d) Berdasarkan teori yang ada menunjukkan
bahwa semakin transparan sebuah kebijakan publik maka pengawasan yang dilakukan
oleh dewan akan semakin meningkat karena masyarakat juga terlibat dalam mengawasi
kebijakan publik tersebut. Sehingga hipotesis utama penelitiannya adalah:
Berdasarkan hipotesis yang telah dikembangkan maka model penelitian yang berjudul
Pengaruh Akuntabilitas Publik, Partisipasi Masyarakat dan Transparansi Kebijakan
Publik terhadap Hubungan antara Pengetahuan Anggaran dengan Pengawasan Keuangan
Daerah ditunjukan oleh gambar 1 dibawah ini:
A. Desain Penelitian
Desain penelitian ini adalah survei. Data penelitian yang dibutuhkan adalah data
primer dalam bentuk persepsi responden (subjek) penelitian. Pengambilan data
menggunakan survei langsung dan instrumen yang digunakan adalah kuesioner (angket).
Kuesioner yang digunakan disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan teori yang terkait.
B. Pemilihan Sampel dan Pengumpulan Data
Populasi dalam penelitian ini ada dua yaitu semua anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) yang berada di wilayah Malang Raya Jawa Timur yang terdiri dari Kota
Malang, Kabupaten Malang, dan Kota Batu serta masyarakat yang terdiri dari Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM), tokoh masyarakat, organisasi masyarakat, akademisi,
mahasiswa dan media masa.
D. Pengukuran Variabel
Masing-masing variabel diukur dengan model Skala Likert yaitu mengukur sikap
dengan menyatakan setuju atau ketidaksetujuannya terhadap pertanyaan yang diajukan
dengan skor 5 (SS=Sangat Setuju), 4 (S=Setuju), 3 (TT=Tidak Tahu), 2 (TS=Tidak
Setuju), dan 1 (STS=Sangat Tidak Setuju).
E. Pengujian Reliabilitas dan Validitas
Hipotesis dalam penelitian ini akan diuji dengan menggunakan multiple regression
untuk masing-masing sampel, yaitu berdasarkan nilai p value, dan R square dan
menggunakan chow test. Untuk menganalisis data, digunakan software SPSS for window
realesed 10.05 programe. Adapun persamaan regresi dalam penelitian ini adalah:
Y= a + b1X1 + e ..(1)
Keterangan:
a : Konstanta
X2 : Akuntabilitas Publik
X3 : Partisipasi Masyarakat
e : Eror
A. Profil Responden
B. Pengujian Hipotesis
Penelitian ini mengunakan tingkat keyakinan 95% yang berarti yang digunakan
sebesar 0,05. Hal ini berarti menunjukkan bahwa, jika nilai p atau p value < 0,05 berarti
variabel independen berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen.
Disamping p value peneliti juga menggunakan uji t, uji F, dan nilai R square. Untuk
mengetahui apakah fungsi pengawasan keuangan daerah (APBD) apakah berbeda secara
signifikan maka dilakukan uji chow (chow test).
Hasil analisis regresi dengan sampel masyarakat terhadap hipotesis 1 dapat dilihat
bahwa pengetahuan anggaran berpengaruh secara signifikan terhadap pengawasan
keuangan daerah (APBD) dengan melihat taraf signifikansinya yaitu sebesar 0.014.
Hubungan yang ditunjukan oleh koefisien regresi adalah positif 0,334, artinya semakin
tinggi pengetahuan anggaran yang dimiliki oleh dewan maka pengawasan yang dilakukan
akan semakin meningkat. Nilai t hitung dari hasil regresi adalah 2,555, dimana t hitung
ini lebih besar dari t tabel (2,015), artinya hipotesis pertama didukung. Dilihat dari F
hitung sebesar 6,527 sedangkan F tabel sebesar 3,23, sehingga F hitung > dari F tabel,
sementara nilai sig sebesar 0,014 adalah < dari 0,05 sehingga model regresi dapat
digunakan untuk memprediksi pengaruh variabel pengetahuan terhadap variabel
pengawasan keuangan daerah.
Sementara, hasil analisis regresi dengan sampel dewan terhadap hipotesis 1 dapat
dilihat bahwa pengetahuan anggaran juga berpengaruh secara signifikan terhadap
pengawasan keuangan daerah (APBD) dengan melihat taraf signifikansinya yaitu sebesar
0.045. Hubungan yang ditunjukkan oleh koefisien regresi adalah positif 0,176, artinya
semakin tinggi pengetahuan anggaran yang dimiliki oleh Dewan maka pengawasan yang
dilakukan akan semakin meningkat. Nilai t hitung dari hasil regresi adalah 2,062, dimana
t hitung ini lebih besar dari t tabel (2,015), artinya hipotesis pertama didukung. Dilihat
dari F hitung sebesar 4,253 sedangkan F tabel sebesar 3,23, sehingga F hitung > dari F
tabel, nilai sig sebesar 0, 045 adalah < dari 0,05 sehingga model regresi dapat digunakan
untuk memprediksi pengaruh variabel pengetahuan terhadap variabel pengawasan
keuangan daerah. Hasil ini konsisten dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Andriani (2002). Berdasarkan hasil statistik dapat disimpulkan bahwa hipotesis 1 dapat
diterima. Hasil penelitian ini juga mendukung penelitian yang dilakukan oleh (Indradi,
2001; Syamsiar, 2001; 2002; dan Sutarnoto, 2002).
Hasil analisis regresi dengan sampel masyarakat terhadap hipotesis 2 dapat dilihat
bahwa interaksi pengetahuan anggaran dengan akutabilitas publik berpengaruh signifikan
terhadap pengawasan APBD dengan melihat taraf signifikansinya sebesar 0.015.
Hubungan yang ditunjukan oleh koefisien regresi adalah negatif -0,318 artinya semakin
tinggi akuntabilitas publik maka pengawasan yang dilakukan juga akan semakin
menurun. Nilai t hitung dari hasil regresi adalah 1,710 dimana t hitung ini lebih kecil dari
t tabel (2,015), artinya hipotesis 2 diterima. Dilihat dari F hitung sebesar 2,860,
sedangkan F tabel sebesar 2,45 sehingga F hitung > dari F tabel, sementara nilai sig
sebesar 0,027 adalah < dari 0,05 sehingga model regresi dapat digunakan untuk
memprediksi pengaruh interaksi pengetahuan dewan tentang anggaran dengan partisipasi
masyarakat terhadap variabel pengawasan keuangan daerah.
Sementara hasil analisis regresi dengan sampel dewan terhadap hipotesis kedua dapat
dilihat bahwa interaksi pengetahuan anggaran dengan akuntabilitas publik berpengaruh
signifikan terhadap pengawasan APBD dengan melihat taraf signifikansinya sebesar
0.036. Hubungan yang ditunjukkan oleh koefisien regresi adalah negatif -0,187 artinya
semakin tinggi akuntabilitas publik maka pengawasan yang dilakukan oleh dewan akan
semakin menurun. Nilai t hitung dari hasil regresi adalah 0,319 dimana t hitung ini lebih
besar dari t tabel (2,015), artinya hipotesis kedua diterima. Dilihat dari F hitung sebesar
4,587, sedangkan F tabel sebesar 2,45 sehingga F hitung > dari F tabel, sementara nilai
sig sebesar 0,002 adalah < dari 0,05 sehingga model regresi dapat digunakan untuk
memprediksi pengaruh interaksi pengetahuan anggaran dengan akuntabilitas publik
terhadap variabel pengawasan keuangan daerah. Dengan demikian hipotesis 2 yang
diajukan oleh peneliti dapat diterima. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang
mendukung bahwa jika akuntabilitas publik semakin tinggi maka tingkat pengawasan
yang dilakukan oleh dewan juga akan semakin menurun.
Hasil analisis regresi dengan sampel masyarakat terhadap hipotesis ketiga dapat
dilihat bahwa interaksi pengetahuan anggaran dengan partisipasi masyarakat tidak
berpengaruh signifikan terhadap pengawasan APBD dengan melihat taraf signifikansinya
sebesar 0.095. Partisipasi masyarakat akan berpengaruh signifikan jika = 0,1 atau 10%.
Hubungan yang ditunjukan oleh koefisien regresi adalah negatif -0,618 artinya semakin
tinggi partisipasi masyarakat maka pengawasan yang dilakukan justru akan semakin
menurun. Nilai t hitung dari hasil regresi adalah -1,710 dimana t hitung ini lebih kecil
dari t tabel (2,015), artinya hipotesis kedua di tolak. Dilihat dari F hitung sebesar 2,860,
sedangkan F tabel sebesar 2,45 sehingga F hitung > dari F tabel, sementara nilai sig
sebesar 0,027 adalah < dari 0,05 sehingga model regresi dapat digunakan untuk
memprediksi pengaruh interaksi pengetahuan dewan tentang anggaran dengan partisipasi
masyarakat terhadap variabel pengawasan keuangan daerah.
Sementara hasil analisis regresi dengan sampel dewan terhadap hipotesis ketiga dapat
dilihat bahwa interaksi pengetahuan anggaran dengan partisipasi masyarakat berpengaruh
signifikan terhadap pengawasan APBD dengan melihat taraf signifikansinya sebesar
0.016. Hubungan yang ditunjukkan oleh koefisien regresi adalah positif 0,787 artinya
semakin tinggi partisipasi masyarakat maka pengawasan yang dilakukan oleh Dewan
akan semakin meningkat. Nilai t hitung dari hasil regresi adalah 2,519 dimana t hitung ini
lebih besar dari t tabel (2,015), artinya hipotesis kedua diterima . Dilihat dari F hitung
sebesar 4,587, sedangkan F tabel sebesar 2,45 sehingga F hitung > dari F tabel, sementara
nilai sig sebesar 0,002 adalah < dari 0,05 sehingga model regresi dapat digunakan untuk
memprediksi pengaruh interaksi pengetahuan dewan tentang anggaran dengan partisipasi
masyarakat terhadap variabel pengawasan keuangan daerah.
Hasil analisis regresi dengan sampel masyarakat terhadap hipotesis yang keempat
dapat dilihat bahwa interaksi antara pengetahuan anggaran dengan transparansi kebijakan
publik tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pengawasan APBD. Hal ini
ditunjukan dengan nilai signifikansinya sebesar 0.495 > 0.05. Nilai t hitung dari hasil
regresi adalah 0,689 dimana t hitung ini lebih kecil dari t tabel (2,015), artinya hipotesis
keempat ditolak. Dilihat dari F hitung sebesar 2,860 sedangkan F tabel sebesar 2,45
sehingga F hitung > dari F tabel, sementara nilai sig sebesar 0,027 adalah < dari 0,05
sehingga model regresi dapat digunakan untuk memprediksi pengaruh interaksi
pengetahuan dewan tentang anggaran dengan transparansi kebijakan publik terhadap
variabel pengawasan keuangan daerah.
Hasil analisis regresi dengan sampel dewan terhadap hipotesis yang keempat dapat
dilihat bahwa interaksi antara pengetahuan anggaran dengan transparansi kebijakan
publik tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pengawasan APBD. Hal ini
ditunjukan dengan nilai signifikansinya sebesar 0.528 > 0.05. Nilai t hitung dari hasil
regresi adalah 0,689 dimana t hitung ini lebih kecil dari t tabel (2,015), artinya hipotesis
keempat ditolak. Dilihat dari F hitung sebesar 4,587 sedangkan F tabel sebesar 2,45
sehingga F hitung > dari F tabel, sementara nilai sig sebesar 0,027 adalah < dari 0,05
sehingga model regresi dapat digunakan untuk memprediksi pengaruh interaksi
pengetahuan anggaran dengan transparansi kebijakan publik terhadap variabel
pengawasan keuangan daerah.
Berdasarkan hasil regresi dengan sampel total yaitu sampel masyarakat dan sampel
Dewan, regresi dengan sampel masyarakat dan regresi dengan sampel Dewan, maka
dapat dihitung beberapa hal sebagai berikut:
=2,988+2,737 = 5,725
r (jumlah parameter yang diestimasi pada RR) = 5 parameter
k (jumlah parameter yang diestimasi pada UR) = 5 (masy.) + 5 (dewan)
n (jumlah observasi) = 44
Jadi Besarnya F hitung adalah sebagai berikut:
(SSRr-SSRu)/r (173,225-5,725) / 5 = 199,404
F= =
5.1.Simpulan
Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh akuntabilitas publik, partisipasi
masyarakat dan transparansi kebijakan publik terhadap hubungan antara pengetahuan
anggaran dengan pengawasan APBD. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pertama,
pengetahuan anggaran berpengaruh signifikan terhadap pengawasan APBD baik menurut
sample dewan maupun masyarakat. Pengaruh yang ditunjukan adalah positif artinya
semakin tinggi pengetahuan dewan tentang anggaran maka pengawasan yang dilakukan
semakin meningkat. Kedua, interaksi pengetahuan anggaran dengan akuntabilitas publik
berpengaruh signifikan terhadap pengawasan APBD baik menurut sampel dewan maupun
sample masyarakat. Hubungan yang di tunjukan adalah negatif artinya semakin tinggi
akuntabilitas maka pengawasan yang dilakukan oleh dewan semakin menurun. Ketiga,
interaksi pengetahuan anggaran dengan partisipasi masyarakat berpengaruh signifikan
terhadap pengawasan APBD menurut dewan, sedangkan menurut masyarakat tidak
signifikan. Keempat, interaksi pengetahuan anggaran dengan transparansi kebijakan
publik tidak berpengaruh signifikan terhadap pengawasan APBD baik menurut dewan
maupun masyarakat. Terakhir, terdapat perbedaan signifikan antara fungsi pengawasan
APBD menurut dewan dan masyarakat.
5.2.Keterbatasan
Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah hanya anggota DPRD se-
Malang Raya yang terdiri dari Kota Malang, Kabupaten Malang dan Kota Batu. Hal ini
menyebabkan kesimpulan dari hasil penelitian tidak dapat mengeneralisir untuk setting
yang lain. Kelemahan lain, pada saat penyampelan peneliti mengambil semua sampel
anggota dewan, tidak spesifik kepada Komisi C (Keuangan) dan Panitia Anggaran yang
terlibat secara langsung dalam mekanisme anggaran. Sementara untuk sampel
masyarakat, peneliti tidak menyeleksi secara ketat karena keterbatasan waktu.
5.3.Implikasi
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan literatur akuntansi
khususnya akuntansi sektor publik dalam hal sistem pengendalian manajemen. Implikasi
bagi penelitian selanjutnya mengembangkan sampel yang lebih luas untuk anggota
DPRD Propinsi atau bahkan DPRD Pusat. Diharapkan sampel yang diambil hanya
anggota dewan pada Komisi C (Keuangan) dan Panitia Anggaran. Kemudian untuk
sampel masyarakat diharapkan responden benar-benar di seleksi secara ketat sehingga
didapatkan responden yang tepat. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengontrol
variabel pengetahuan dengan cara membedakan anggota dewan yang mempunyai masa
jabatan lebih dari satu periode. Variabel lain yang dapat diteliti adalah kualitas SDM yang
dapat diidentifikasi dalam bentuk pendidikan & pelatihan dan variabel-variabel lain yang
berhubungan dengan prinsip-prinsip penyusunan anggaran seperti anggaran kinerja,
prinsip value for money, prinsip disiplin anggran dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, A., Muslim, M. dkk, 2002, Good governance dan Penguatan Institusi
Daerah, Masyarakat Transparansi Indonesia, Jakarta.
Andriani, Rini, 2002, Pengaruh Pengetahuan dan RPPs terhadap peranan DPRD
dalam Pengawasan Anggaran (Studi Kasus pada DPRD se-Propinsi Bengkulu,
Tesis Program Pasca Sarjana UGM, Jogjakarta.
Halim, Abdul, 2003, Bunga Rampai Keuangan Daerah, UPP AMP YKPN,
Jogjakarta.
Luthfi, JK., 2003, Diskusi Anggaran Publik, 2 Agustus 2003, Malang Coruption
Watch, Malang
Rubin, Irene, 1996, Budgetting for Accountability: Municipal Budgeting for the
1990s, Jurnal Public Budgeting & Finance, Summer, hal. 112-132.
Sopanah, 2004, Menyoal Anggaran Publik, dalam Pesangon Gate, Bulletin Suara
Korban, Malang Corruption Watch (MCW), Edisi 1 Maret 2004
Lampiran-Lampiran
Variabel Independen
Variabel Dependen
Variabel Moderating
Akuntabilitas Publik
Partisipasi Masyarakat
Pengetahuan Anggaran
No Jumlah Prosentase
Keterangan
1.Daerah Kota Malang 22 50 %
Kabupaten Malang 11 25 %
Kota Batu 11 25 %
2.Jenis Kelamin Laki-laki 40 91 %
Perempuan 4 9%
3.Usia 30-39 Tahun 11 25 %
40-49 Tahun 22 50 %
50-59 Tahun 11 25 %
4.Pendidikan SLTA 8 18 %
D1 1 2,5 %
D3 1 2,5 %
S1 24 55 %
S2 10 22 %
5.Pekerjaan Wiraswasta 26 59 %
Swasta 2 5%
TNI/POLRI 4 9%
Pengajar 8 18 %
PNS 4 9%
6.Jabatan di DPRD Ketua 3 6%
Wakil Ketua 9 21 %
Anggota 32 73 %
7.Lama menjadi Anggota DPRD 1 Periode 6 14 %
> 1 Periode 38 86 %
8.Fraksi TNI/ POLRI 3 7%
GOLKAR 8 18 %
PDI-P 15 34 %
PKB 12 27 %
Gabungan (PAN-PBB-PK-PPP) 6 14 %
9.Komisi Komisi A 7 16%
Komisi B 4 9%
Komisi C 13 29%
Komisi D 11 25%
Komisi E 9 21%
Ormas 6 14%
Akademisi 11 25%
Mahasiswa 7 16%
D3 2 5%
S1 27 61%
S2 8 18%
S3 2 5%
5. Pengalaman Organisasi 1 Organisasi 4 9%
2 Organisasi 13 30%
Lampiran Kuesioner