You are on page 1of 69

Tugas Tutorial Kelompok

Module I

“ORAL AND UPPER GASTROINTESTINAL TRACT”

Disusun Oleh :

Kelompok II

Ketua : Bacharuddin Jusuf A. (G 501 08 038)

Irwan Muhaemin (G 501 08 008)Nurfitriani Juraij


(G 501 08 020)
Furqan (G 501 08 009) Asti Mayang P. (G 501 08 025)
Melkisedek (G 501 08 012) Victor William K. (G 501 08 031)
Garti Hapsari K. (G 501 08 014)Irma Fitriani (G
501 08 033)
Yuli Fitriana (G 501 08 015) Janet angriani K. (G 501 08 035)
Reny Kurniaty (G 501 08 019)Dian Simon Liem
(G 501 08 037)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS MIPA

UNIVERSITAS TADULAKO
PALU

1
2010 / 2011
BAB I

EsoPHagus

1.1 Anatomi Esophagus

A. Letak

Oesophagus merupakan salah satu organ dari sistem pencernaan. Fungsi oesophagus
yaitu berkaitan dengan proses menelan atau deglutition. Oesophagus adalah saluran
berotot yang relatif lurus seperti tabung yang menghubungkan pharynx dan gaster.

Gambar 1.1. Oesophagus

2
Sebagian besar oesophagus terletak didalam rongga thorax dan menembus
diaphragma melalui foramen oesophagicum lalu masuk ke dalam cavitas abdominalis.
Selanjutnya, oesophagus menyatu dengan gaster beberapa sentimeter dibawah
diaphragma.

B. Hubungan dengan Organ Sekitar

Ditempat peralihan oesophagus dari rongga thorax ke cavitas abdominalis, disebelah


kanan oesophagus terdapat lobus hepatis sinister dan posteriornya terdapat cruss
sinistrum dari diaphragma. Disebelah anterior dan posteriornya terdapat nevus vagus
yang mempersarafi oesophagus.

C. Struktur

Gambar 1.2. Lapisan-lapisan dinding

Oesophagus :

Dinding oesophagus terdiri dari beberpa bagian, yaitu;

1. Lumen

3
2. Tunica mukosa

a. Membran mukosa

b. Lamina Propria

c. Muskularis mukosa

3. Tunica submukosa

4. Musulari eksterna

a. Otot sirkuler dalam

b. Otot longitudinal luar

5. Tunica serosa

D. Pembuluh darah

Suplai darah aretria untuk oeshophagus bagian atas, tengah, dan bawah berturut-turut
oleh cabang dari:

1. A. thyroidea inferior

2. A. oesophhagica

3. A. brochialis

4. A.gastrica sinistra

Sedangkan venanya mengikuti arterinya

E. Pembuluh Getah Bening

4
Pembuluh getah bening pada oesophagus mengikuti perjalanan pembuluh darah.
Catatan klinis: pembuluh getah bening juga dapat menjadi jalan untuk penyebarab
carcinoma oesophagus menuju nodi cervicales, nodi mediastinalis, dan nodi coeliaci.

F. Persarafan Oeshophagus

Untuk persarafan parasimpatis yaitu nervus vagus (plexus oesophageus). Sedangkan


untuk persarafan simpatis oleh rami oesophageales dari ganglia thoracica dan nervus
splanchinicus major.

Gambar 1.3. Persarafan Oesophagus

1.2 Fisiologi Esofagus

Esofagus adalah suatu saluran muscular yang akan menyalurkan makanan dari faring
menuju lambung ; proses pencernaan tidak terjadi pada tempat ini. Gerak peristaltik
esofagus akan mendorong makanan dalam satu arah dan memastikan makanan masuk
kelambung walaupun tubuh dalam posisi horizontal ataupun terbalik. Proses pengantaran
makanan dari mulut ke lambung di kenal dengan istilah deglutisi.

5
Proses deglutisi ini terbagi atas 3 tahap, yaitu :

1. Tahap volunter, tahap ini yang menimbulkan proses menelan. Bila makanan siap untuk di
relan, secara sadar makanan ditekan atau di dorong ke bagian belakang mulut oleh
tekanan lidah ke atas dan belakang terhadap palatum. Jadi, lidah memaksa bolus makanan
masuk ke dalam pharynx. Dari sini, proses menelan seluruhnya menjadi otomatis dan
biasanya tidak dapat dihentikan.

2. Tahap pharyngeal, merupakan tahap involunter serta jalan masuknya makanan dari faring
ke esophagus. Bila bolus makanan didorong ke belakang mulut, ia merangsang reseptor
menelan yang semuanya terletak disekitar pintu pharynx, khususnya tonsila pilaris, dan
impuls dari sini berjalan ke batang otak untuk menimbulkan serangkaian kontraksi otot
pharynx otomatis sebagai berikut : (1) Pallatum molle didorong ke atas untuk menutup
nares posterior (untuk mencegah refluks makanan ke rongga hidung). (2) Lipatan
palatopharyngeal pada setiap sisi phatinx satu sama lain saling mendorong ke medial.
Dengan cara lipatan-lipatan ini membentuk celah sagital tempat untuk makanan lewat ke
pharynx posterior. (3) Pita suara larynx sangat berdekatan, dan epiglotis mengayun
melalui pintu posterior larynx. Kedua efek ini mencegah masuknya makanan ke dalam
trakea. (4) Perpindahan ke atas depan dari larynx membuat pintu esophagus merenggang
dan melebar. Pada saat yang sama, 3-4 cm di atas esophagus (Sfingter esophagus atas/
sfingter faringoesofagus) melemas sehingga memungkinkan makanan berjalan dengan
mudah dan bebas dari pharynx posterior ke dalam esophagus. Pergerakan ini juga
menggeser glottis dari arus aliran utama makanan sehingga makanan biasanya melewati
pinggir-pinggir epiglottis bukan melewati atasnya ; hal ini membantu perlindungan jalan
makanan agar tidak masuk ke trakea. (5) Pada saat larynx terangkat dan sfingter
faringeosophageal relaksasi, m. konstriktor pharynx superior berkontraksi, menambah
timbulnya gelombang peristaltic dengan cepat yang berjalan ke bawah melewati otot-otot
pharynx dan masuk ke esophagus, yang juga mendorong makanan ke dalam esophagus.
Secara ringkas mekanismenya – trakea tertutup, esophagus terbuka, dan gelombang
peristaltic cepat yang berasal dalam pharynx kemudian memaksa bolus makanan masuk
ke esophagus bagian atas, kira-kira berlangsung kurang lebih selama 2 detik.

6
3. Tahap eshophageal, tahap yang mengantarkan makanan dari faring ke lambung. Tidak
seperti bagian esophagus lain, otot pada perbatasan lambung dengan esophagus (sfingter
eshophagus bawah) bersifat tonik aktif tetapi melemas sewaktu menelan. Sfingter ini
merupakan otot polos sirkular. Ketika sfingter esophagus bawah relaksasi makanan akan
memasuki lambung, dan ketika berkontraksi akan mencegah masuknya isi lambung ke
dalam esophagus. Jika SEB tidak menutup secara sempurna, adonan makanan dalam
lambung dapat terdorong ke atas ke dalam esophagus, keadaan ini sangat menyakitkan
dan disebut nyeri ulu hati (heart burn).

Gejala-gejala yang biasa terjadi pada gangguan esofagus, diantaranya:

a. Disfagia
Atau kesadaran subjektif akan adanya gangguan tansfor aktif zat yang dimakan
dari faring, merupakan gejala utama penyakit faring / esofagus. Disfagia terjadi pada
gangguan non esofagus yang merupakan akibat penyakit otot atau neurologis
(gangguan peredaran darah otak, miatenia gravis : distropi otot dan polio bulbaris).
Sebab-sebab motorik disfagia dapat berupa ganguan peristaltik yang dapat berkurang,
tidak ada atau terganggu atau akibat difungsi sfingter atas atau bawah.

b. Pirosis (Nyeri ulu hati )


Adalah gejala penyakit esofagus lain yang sering terjadi. Pirosis ditandai oleh
sensasi panas, terbakar yang biasanya terasa di epigastrium atas atau di belakang
prosesus xipoideus dan menyebar ke atas. Nyeri ulu hati dapat disebabkan oleh refluks
asam lambung atau sekret empedu ke dalam esofagus bagian bawah, keduanya sangat
mengiritasi mukosa. Refluks yang menetap disebabkan oleh inkompetensi sfingter
esofagus bagian bawah dan dapat terjadi dengan atau tanpa hernia hiatus atau
esofogitis.

c. Odinofagia
Merupakan nyeri menelan dan dapat terjadi bersama disfagia, dapat dirasakan
sebagai sensasi ketat atau nyeri membakar, tidak dapat dibedakan dengan nyeri ulu
hati di bagian tengah dada. Dapat disebabkan oleh spasme esofagus yang diakibatkan
oleh peragangan akut, atau peradangan mukosa esofagus.

7
d. Waterbrash
Merupakan regurgitasi isi lambung ke dalam rongga mulut, tanpa tenaga dan
diikuti oleh mukosa. Dirasakan pada tenggorokan sebagai rasa asam atau cairan panas
yang pahit.

1.3 Kelainan Kongenital Esofagus pada Bayi

A. Atresia Esofagus

1. Pengertian
Athresia Esophagus adalah perkembangan embrionik abnormal esophagus yang
menghasilkan pembentukan suatu kantong (blind pouch), atau lumen berkurang tidak
memadai yang mecegah perjalanan makanan / sekresi dari faring ke perut.
Atresia berarti buntu, atresia esofagus adalah suatu keadaan tidak adanya lubang
atau muara (buntu), pada esofagus (+). Pada sebagian besar kasus atresia esofagus
ujung esofagus buntu, sedangkan pada ¼ -1/3 kasus lainnya esophagus bagian bawah
berhubungan dengan trakea setinggi karina (disebut sebagai atresia esophagus dengan
fistula). Kelainan lumen esophagus ini biasanya disertai dengan fistula trakeoesofagus.
Atresia esofagus sering disertai kelainan bawaan lain, seperti kelainan jantung,
kelainan gastrointestinal (atresia duodeni atresiasani), kelainan tulang
(hemivertebrata).
Atresia Esofagus termasuk kelompok kelainan kongenital terdiri dari gangguan
kontuinitas esofagus dengan atau tanpa hubungan persisten dengan trachea.

2. Epidemiologi
Atresia esofagus pertama kali dikemukakan oleh Hirscprung seorang ahli anak
dari Copenhagen pada abad 17 tepatnya pada tahun 1862 dengan adanya lebih kurang
14 kasus atresia esofagus, kelainan ini sudah di duga sebagai suatu malformasi dari
traktus gastrointestinal.
Di Amerika Utara insiden dari Atresia Esofagus berkisar 1:3000-4500 dari
kelahiran hidup, angka ini makin lama makin menurun dengan sebab yang belum
diketahui. Secara Internasional angka kejadian paling tinggi terdapat di Finlandia yaitu

8
1:2500 kelahiran hidup. Atresia Esofagus 2-3 kali lebih sering pada janin yang
kembar.

3. Etiologi
Sampai saat ini belum diketahui zat teratogen apa yang bisa menyebabkan
terjadinya kelainan Atresia Esofagus, hanya dilaporkan angka rekuren sekitar 2 % jika
salah satu dari saudara kandung yang terkena. Atresia Esofagus lebih berhubungan
dengan sindroma trisomi 21,13 dan 18 dengan dugaan penyebab genetik.

4. Patofisiologi
Janin dengan atresia esofagus tidak dapat menelan cairan amnion dengan efektif.
Pada janin dengan atresia esofagus dan TEF distal, cairan amnion akan mengalir
menuju trakea, ke fistula kemudian menuju usus.
Neonatus dengan atresia esofagus tidak dapat menelan dan menghasilkan banyak
air liur. Pneumonia aspirasi dapat terjadi bila terjadi aspirasi susu, atau liur. Apabila
terdapat TEF distal, paru-paru dapat terpapar asam lambung. Udara dari trakea juga
dapat mengalir ke bawah fistula ketika bayi menangis, atau menerima ventilasi. Hal ini
dapat menyebabkan perforasi gaster akut yang sering kali mematikan. Trakea juga
dipengaruh oleh gangguan embriologenesis pada atresia esofagus. Membran trakea
seringkali melebar dengan bentuk D, bukan C seperti biasa. Perubahan ini
menyebabkan kelemahan sekunder pada stuktur anteroposterior trakea atau
trakeomalacia. Kelemahan ini akan menyebabkan gejala batuk kering dan dapat terjadi
kolaps parsial pada eksirasi penuh. Sekret sulit untuk dibersihkan dan dapat menjurus
ke pneumonia berulang. Trakea juga dapat kolaps secara parsial ketika makan, setelah
manipulasi, atau ketika terjadi refluks gastroesofagus; yang dapat menjurus ke
kegagalan nafas; hipoksia, bahkan apnea.

5. Manifestasi Klinik
Ada beberapa keadaan yang merupakan gejala dan tanda atresia esofagus, antara lain:

• Mulut berbuih (gelembung udara dari hidung dan mulut) dan liur selalu meleleh
dari mulut bayi
• Sianosis

9
• Batuk dan sesak napas
• Gejala pneumonia akibat regurgitasi air ludah dari esofagus yang buntu dan
regurgitasi cairan lambung melalui fistel ke jalan napas
• Perut kembung atau membuncit, karena udara melalui fistel masuk kedalam
lambung dan usus
• Oliguria, karena tidak ada cairan yang masuk
• Biasanya juga disertai dengan kelainan bawaan yang lain, seperti kelainan jantung,
atresia rectum atau anus.

6. Diagnosis
Diagnosa dari atresia esofagus / fistula trakheoesofagus bisa ditegakkan sebelum
bayi lahir. Salah satu tanda awal dari atresia esofagus diketahui dari pemeriksaan USG
prenatal yaitu polihidramnion, dimana terdapat jumlah cairan amnion yang sangat
banyak. Tanda ini bukanlah diagnosa pasti tetapi jika ditemukan harus dipikirkan
kemungkinan atresia esofagus.
Diagnosa Atresia Esofagus dicurigai pada masa prenatal dengan penemuan
gelembung perut (bubble stomach) yang kecil atau tidak ada pada USG setelah
kehamilan 18 minggu. Secara keseluruhan sensifitas dari USG sekitar 42 %.
Polihidraminon sendiri merupakan indikasi yang lemah dari Atresia Esofagus (insiden
1%). Metoda yang tersedia untung meningkatkan angka diagnostik prenatal termasuk
pemeriksaan ultrasound pada leher janin untuk menggambarkan “ujung buntu”
kantong atas dan menilai proses menelan janin dari MRI

7. Penatalaksanaan
Atresia merupakan kasus gawat darurat. Prabedah, penderita seharusnya
ditengkurapkan untuk mengurangi kemungkinan isi lambung masuk ke paru-paru.
Kantong esofagus harus secara teratur dikosongkan dengan pompa untuk mencegah
aspirasi sekret. Perhatian yang cermat harus diberikan terhadap pengendalian suhu,
fungsi respirasi, dan pengelolaan anomali penyerta.

 Penatalaksanaan Medis

10
Pengobatan dilakukan dengan operasi.

 Penatalaksanaan Keperawatan

Sebelum dilakukan operasi, bayi diletakkan setengah duduk untuk mencegah


terjadinya regurgitasi cairan lambung kedalam paru. Cairan lambung harus sering
diisap untuk mencegah aspirasi. Untuk mencegah terjadinya hipotermia, bayi
hendaknya dirawat dalam incubator agar mendapatkan lingkungan yang cukup
hangat. Posisinya sering di ubah-ubah, pengisapan lender harus sering dilakukan.
Bayi hendaknya dirangsang untuk menangis agar paru berkembang.

 Pendekatan Post Operasi

Segera setelah operasi pasien dirawat di NICU dengan perawatan sebagai berikut

• Monitor pernafasan ,suhu tubuh, fungsi jantung dan ginjal


• Oksigen perlu diberikan dan ventilator pernafasan dapat diberi jika dibutuhkan.
• Analgetik diberi jika dibutuhkan
• Pemeriksaan darah dan urin dilakukan guna mengevaluasi keadaan janin secara
keseluruhan
• Pemeriksaan scaning dilakukan untuk mengevalausi fungsi esofagus
• Bayi diberikan makanan melalui tube yang terpasang lansung ke lambung
(gastrostomi) atau cukup dengan pemberian melalui intravena sampai bayi sudah
bisa menelan makanan sendiri.
• Sekret dihisap melalui tenggorokan dengan selang nasogastrik.

Perawatan di rumah sakit lebih kurang 2 minggu atau lebih, tergantung pada
terjadinya komplikasi yang bisa timbul pada kondisi ini. Pemeriksaan esofagografi
dilakukan pada bulan kedua, ke enam, setahun setelah operasi untuk monitor fungsi
esophagus.

8. Komplikasi

11
Komplikasi-komplikasi yang bisa timbul setelah operasi perbaikan pada atresia
esofagus dan fistula atresia esophagus adalah sebagai berikut :

a. Dismotilitas esophagus.
Dismotilitas terjadi karena kelemahan otot dingin esophagus. Berbagai
tingkat dismotilitas bisa terjadi setelah operasi ini. Komplikasi ini terlihat saat
bayi sudah mulai makan dan minum.

b. Gastroesofagus refluk
Kira-kira 50 % bayi yang menjalani operasi ini kana mengalami
gastroesofagus refluk pada saat kanak-kanak atau dewasa, dimana asam lambung
naik atau refluk ke esophagus. Kondisi ini dapat diperbaiki dengan obat (medical)
atau pembedahan.

c. Trakeo esogfagus fistula berulang

Pembedahan ulang adalah terapi untuk keadaan seperti ini.

d. Disfagia atau kesulitan menelan

Disfagia adalah tertahannya makanan pada tempat esophagus yang


diperbaiki. Keadaan ini dapat diatasi dengan menelan air untuk tertelannya
makanan dan mencegah terjadinya ulkus.

e. Kesulitan bernafas dan tersedak

Komplikasi ini berhubungan dengan proses menelan makanan, tertaannya


makanan dan saspirasi makanan ke dalam trakea.

f. Batuk kronis
Batuk merupakan gejala yang umum setelah operasi perbaikan atresia
esophagus, hal ini disebabkan kelemahan dari trakea.

12
g. Meningkatnya infeksi saluran pernafasan
Pencegahan keadaan ini adalah dengan mencegah kontakk dengan orang
yang menderita flu, dan meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi
vitamin dan suplemen.

1.4 Kelainan dan Gangguan Esofagus pada Orang Dewasa

A. Akalasia

1. Pengertian
Merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan peristaltik yang lemah dan
tidak teratur, atau aperistaltis korpus esofagus. Kegagalan sfingter esofagus bawah
untuk berelaksi secara sempurna sewaktu menelan. Akibatnya, makanan dan cairan
tertimbun dalam esofagus bagian bawah dan kemudian dikosongkan dengan lambat
bila tekanan hidrostatik meningkat. Korpus esofagus kehilangan tonusnya dan dapat
sangat melebar. Akalasia lebihs ering terjadi pada orang dewasa dari pada anak-anak
dan sering pada individu usia 40 tahun atau lebih tua. (Chudahman Manan, 1990)

2. Etilogi

Penyebab penyakit ini sampai sekarang belum diketahui, para ahli menganggap
penyakit ini merupakan disfungsi neuromuskuler dengan lesi primer mungkin
terletak di dinding esofagus, nervus vagus atau batang otak. Secara histoligik,
ditemukan kelainan berupa degenarasi sel ganglian plexus averbach sepanjang
torakal esofagus. Hal ini juga diduga sebagai penyebab gangguan peristaltik
esofagus. Gangguan emosi dan trauma psikis dapat menyebabkan bagian distal
esofagus dalam keadaan kontraksi. Selain itu juga dapat disebabakan oleh karsinoma
lambung yang menginvasi esofagus, penyinaran serta toksin atau obat tertentu.

Bila ditinjau dari etiologi akalasia, dapat dibagi menjadi :


a. Akalasia primer

13
Diduga disebabkan oleh virus neurotropik yang berakibat lesi pada nukleus
dorsalis vagus pada batang otak dan ganglia miyenterikus pada esofagus, faktor
keturunan juga cukup berpengaruh.

b. Akalasia sekunder
Disebabkan oleh infeksi (penyakit chagas). Tumor intra luminer seperti tumor
caralia atau pendorongan ekstra luminer, kemungkinan lain disebabkan obat anti
koligergik / pasca vagotomi.

3. Patofisiologi

Pada akalasia terdapat gangguan peristaltik pada daerah dua pertiga bagia
bawah esofagus. Tegangan sfingter bagian bawah lebih tinggi dari normal dan proses
relaksasi pada gerakan menelan tidak sempurna. Akibatnya esofagus bagian bawah
mengalami dilatasi hebat dan makanan tertimbum di bagian bawah esofagus.

4. Manifestasi Klinik
• Gangguan Motilitas
Gejala utamanya adalah kesulitan menelan, baik cairan maupun padat,
regurgitasi pada malam hari, batuk pada malam hari atau adanya pneumonia, nyeri
dada.

• Spasme esofagus difus

Biasanya tanpa gejala, tetapi pada beberapa kasus yang dapat menimbulkan
gejala, gejala yang paling sering timbul adalah dispagia intermiten dan odinofagia,
yang diperberat oleh menelan makanan yang dingin, bolus yang besar dan
ketegangan saraf.

• Skleroderma

Disfagia menjadi gejala yang menyolok bila esofagitis mengakibatkan


perubahan struktur.

14
5. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan radiologik
Gambaran radiologik memperlihatkan gelombang peristaltik yang hanya
terlihat pada daerah sepertiga proksimal esofagus, tampak dilatasi pada daerah
dua pertiga distal esofagus dengan gambaran peristaltik yang abnormal atau
hilang sama sekali, serta gambaran penyempitan di bagian distal esofagus
menyerupai ekor tikus (mouse tall appearance).

 Pemeriksaan Esofagoskopi

Tampak pelebaran lumen esofagus dengan bagian distal yang menyempit,


terdapat sisa-sisa makanan dan cairan ini di bagian proksimal dari daerah
penyempitan. Mukosa esofagus berwarna pucat, edema dan kadang-kadang
terdapat tanda-tanda esofagitis akibat retensi makanan.

 Pemeriksaan Manometrik

Gambaran manometrik yang khas adalah tekanan istirahat badan esofagus


meningkat, tidak terdapat gerakan peristaltik sepanjang esofagus sebagai reaksi
proses menelan. Tekanan sfingter esofagus bagian bawah normal atau meninggi
dan tidak terjadi relaksasi sfingter pada waktu menelan.

6. Penatalaksanaan

Sifat terapi akalasia banyak paliatif, karena fungsi peristaltik esofagus tidak
dapat dipulihkan kembali. Terapi dapat dilakukan dengan memberi diet tinggi kalori,
medikamentosa, tindakan dilatasi, psikoterapi, dan operasi esofago kardiomiotomi
(operasi heller).

B. Esofagitis

1. Pengertian

15
Suatu keadaan dimana mukosa esofagus mengalami peradangan, dapat terjadi
secara akut maupun kronik. (Widaryati Sudiarto, 1994)

2. Etiologi
Etiologinya yaitu menelan air panas, refluks asam lambung, infeksi virus
herves, menelan basa atau asam kuat. Esofagitis dapat dibedakan menjadi :

i. Esofagitis Peptik (Refluks)


Inflamasi mukosa esofagus yang disebabkan oleh refluks cairan lambung
atau duodenum esofagus. Cairan ini mengandung asam, pepsinatau cairan
empedu.

ii. Esofagitis Refluks basa


Terjadinya refluks cairan dari duodenum langsung ke esofagus, misalnya
pada pos gastrekstomi total dengan esofagoduodenostomi atau
esofagojejenostomi. Disebabkan oleh adanya enzim proteolitik dari pankreas,
garam-garam empedu atau campuran dari kedua zat tersebut, atau adanya asam
hidroklorid yang masuk dan kontak dengan mukosa esofagus.

iii. Esofagitis karena infeksi


· Esofagitis Candida (monialisis)
Terjadi karena gangguan sistem kekebalan motilitas esofagus, metabolisme
hidrat arang terutama pada proses menua.
· Esofagitis herpes
Disebabkan oleh infeksi virus herpes zoster / herpes simpleks.

iv. Esofagitis yang disebabkan oleh bahan kimia

· Esofagitis korosif
Masuknya bahan kimia yang korosif ke dalam esofagus. Hal ini biasanya
terjadi karena kecelakaan atau dalam usaha bunuh diri. Disebabkan oleh luka
bakar karena zat kimia yang bersifat korosif, misalnya asam kuat, basa kuat

16
dan zat organik (cair, pasta, bubuk dan zat padat), juga bahan alkali (detergent /
NaOH murni).

· Esofagitis karena obat (pil esofagitis)

Disebabkan oleh pil atau kapsul yang ditekan karena tertahan di esofagus
dan kemudian mengakibatkan timbulnya iritasi dan inflamasi. Contohnya :
tetrasiklin, klindamisin, deoksitetrasiklin, quinidine, glukonat, empronium
bromid, sulfas ferosus, asam askorbat (Vit E) dan KCl.

v. Esofagitis karena radiasi, akibat terkena penyinaran 2500 - 6000 Rad.

3. Patofisiologi

 Esofagitis Refluks (Esofagitis Peptik)


Inflamasi terjadi pada epitel skuamosa di esofagus distal, disebabkan oleh
kontak berulang dan dalam waktu yang cukup lama dengan asam yang
mengandung pepsin ataupun asam empedu. Kelainan yang terjadi dapat sangat
ringan, sehingga tidak menimbulkan cacat, dapat pula berupa mukosa mudah
berdarah, pada kelainan yang lebih berat terlihat adanya lesi erosif, berwarna
merah terang. Hal ini menunjukkan esofagitis peptik.

 Esofagitis refluks basa

Peradangan terjadi karena adanya enzim proteolitik dari pankreas, garam-


garam empedu, atau campuran dari kedua zat tersebut, atau adanya asam
hidroklond yang masuk dan kontak dengan mukosa esofagus sehingga terjadi
esofagitis basa.

 Esofagitis Kandida

Pada stadium awal tampak mukosa yang irreguler dan granuler, pada
keadaan lebih berat mukosa menjadi edema dan tampak beberapa tukak. Bila

17
infestasi jamur masuk ke lapisan sub mukosa, maka edema akan bertambah parah,
tukak yang kecil makin besar dan banyak sampai terlihat gambaran divertikel,
sehingga terjadi esofagitis Kandida (Moniliasis).

 Esofagitis Herpes

Seseorang dengan daya tahan tubuh menurun seperti pada penderita yang
lama dirawat di RS, pengobatan dengan imunosupresor. Penderita dengan
penyakit stadium terminal yang terkena virus herpes zoster dengan lesi pada
mukosa mulut dan kulit, mengakibatkan esofagitis herpes, dimana lesi awal yang
klasik berupa popula atau vesikel atau tukak yang kecil kurang dari 5 mm dengan
mukosa di sekitarnya hiperemis. Dasar tukak berisi eksudat yang berwarna putih
kekuningan, jika tukak melebar akan bergabung dengan tukak di dekatnya
menjadi tukak yang besar.

 Esofagitis Korosif

Basa kuat menyebabkan terjadinya nekrosis mencair. Secara histologik


dinding esofagus sampai lapisan otot seolah-olah mencair. Asam kuat yang
tertelan akan menyebabkan nekrosis menggumpal secara histologik dinding
esofagus sampai lapisan otot seolah-olah menggumpal. Zat organik (lisol, karbol)
menyebabkan edema di mukosa atau sub mukosa. Asam kuat menyebabkan
kerusakan pada lambung lebih berat dibandingkan dengan kerusakan di esofagus.
Sedangkan basa kuat menimbulkan kerusakan di esofagus lebih berat dari pada
lambung.

 Esofagitis Karena Obat

RL atau kapsul yang ditelan kemungkinan tertahan di esofagus


mengakibatkan timbulnya iritasi dan inflamasi yang disebabkan oleh penyempitan
lumen esofagus oleh desakan organ-organ di luar esofagus. Obstruksi oleh karena

18
peradangan, tumor atau akalasia, menelan pil dalam posisi tidaur dapat
menyebabkan esofagitis karena obat.

 Esofagitis Radiasi

Pengobatan dengan radiasi di daerah toraksm dengan dosis penyinaran


22500 - 6000 Rad, dapat mengakibatkan peradangan pada mukosa esofagus.

4. Manifestasi Klinik
Gejala-gejala yang segera timbul adalah adinofagia berat, demam, keracunan
dan kemungkinan perforasi esofagus disertai infeksi mediastinum dan kematian.

 Esofagitis Peptik (Refluks)

Gejala klinik yangnyata misalnya rasa terbakar di dada (heart burn) nyeri di
daerah ulu hati, rasa mual, dll.

 Esofagitis refluks basa

Gejala klinik berupa pirosis, rasa sakit di retrosternal. Regurgitasi yang terasa
sangat pahit, disfagia, adinofagia dan anemia defisiensi besi kadang-kadang
terjadi hematemesis berat.

 Esofagitis Kandida

Gejala klinis yang sering adalah disfagia, adinofagia. Pada beberapa penderita
mengeluh dapat merasakan jalannya makanan yang ditelan dari kerongkongan ke
lambung, rasa nyeri retrosternal yang menyebar sampai ke daerah skapula atau
terasa disepanjang vertebra torakalis, sinistra.

 Esofagitis Herpes

19
Gejala klinik berupa disfagia, odinofagia, dan rasa sakit retrosternal yang tidak
membaik setelah pengobatan dengan nyastin atau anti fungal lain.

 Esofagitis Korosif

Gejala yang sering timbul adalah disfagia / kesulitan menelan, odinofagia dan
adanya rasa sakit retrosternal.

 Esofagitis karena obat

Gejala yang timbul berupa odinofagia, rasa sakit retrosternal yang terus-menerus,
disfagia atau kombinasi dari ketiga gejala ini.

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Esofagitis Peptik (Refluks)
Pemeriksaan esofagoskopi : tidak didapatkan kelainan yang jelas
(blackstone), ciri khas dari esofagitis peptik yaitu peradangan mulai dari daerah
perbatasan esofagus gaster (garisz) ke proksimal daerah esofagus.

b. Esofagitis Refluks basa


- Pemeriksaan radiologic
Dengan kontras barium dapat menunjukkan kelainan yang terjadi pada keadaan
pasca operasi.
- Pemeriksaan endoskopi
Terlihat lesi di mukosa esofagus, mukosa hipermis, rapuh, erosif, eksudat dan
pada kasus yang berat terdapat striktur dan stenosis.

c. Esofagitis kandida
- Pemeriksaan endoskopi

20
Tampak mukosa rapuh, eritemateus, mukosa sembab, berlapiskan selaput tebal
dan berwarna putih seperti susu kental tersebar di seluruh esofagus, terutama
pada 2/3 distal.
- Pemeriksaan Titer aglutinin serum : hasil > 1 : 160

d. Esofagitis Herpes
- Pemeriksaan klinik
Terdapat lesi herpes zooster dimukosa mulut atau di kulit.

- Pemeriksaan endoskopi

Terlihat lesi berupa papula, mukosa hipermesis, tukak berisi eksudat.

- Pemeriksaan radiologik

Menunjukkan kelainan yang tidak spesifik.

e. Esofagitis korosif
- Pemeriksaan esofagogram
Adanya perforasi atau mediastinitis.

- Pemeriksaan endoskopi

Kerusakan mukosa :
• Derajat I : Fribialitis mukosa, hiperemis, edema. Meskipun ada beberapa
lesi erosif, tetapi secara keseluruhan mukosa masih baik.
• Derajat II : Keadaan sudah lebih berat, dengan mukosa yang pariable, erosif,
banyak terdapat tukak dengan eksudat, sering ada spasme dan perdarahan di
mukosa esofagus.
• Derajat III : derajat II + perforasi

f. Esofagitis karena obat


- Pemeriksaan esofagoskopi

21
Terdapat edema lokal dengan eritem, lesi erosif dengan pseudomembran atau
eksudat.

g. Esofagitis Radiasi
- Pemeriksaan endoskopi
Ditemukan jamur kandida.

6. Penatalaksanaan

 Esofagitis Peptik

Pengobatan untuk esofagitis refluks antasida dengan atau tanpa antagonis H2,
receptor. Tindakan pembedahan untuk menghilangkan refluks hnya dilakukan
pada mereka dengan gejala refluks menetap walaupun telah memberikan
pengobatan optimal.

 Esofagitis refluks basa

Pengobatan esofagitis refluks basa harus cepat dan intensif, antara lain pemberian
antibiotika, steroid, cairan intravena dan kemungkinan dilakukan pembedahan,
apabila penyakit ini telah memetasfase (menyebar) di sekitarnya.

 Esofagitis kandida

Nystatin diberikan sebagai obat kumur yang ditelan maupun yang dimakan setiap
2 jam pada saat pasien tidak sedang tidur, merupakan pengobatan standar, cukup
efektif dan hampir tidak ada efek sampingnya. Bila pasien resisten terhadap
Nystatin, maka pilihan kedua adalah Flusitosine 100 mg per Kg BB, tiap hari
dibagi dalam 3 kali pemberian setiap sesudah makan, selama 4-6 minggu. Obat-
obat antifungal lain yang dinyatakan efektif yaitu Imidazole, Ketoconazole,
Amphotericine dan Miconazole.

 Esofagitis Herpes

22
Pengobatan suporatif yaitu dengan memberikan makanan lunak dan cair, anastesi
lokaldiberikan adalah antibiotik selama 2-3 minggu atau 5 hari bebas demam.
Kartikosteroid untuk mencegah terjadinya pembentukan fibrosis yang berlebihan
dan Analgetik. Selain itu yang dilakukan esofagoskopi pada hari ke-3 setelah
kejadian atau bila luka di bibir, mulut dan faring sudah tenang.

 Esofagitis karena obat

Dengan menghentikan pemakaian obat-obat yang dicurigai lesi esofagus dapat


sembuh, dan mengajarkan kepada penderita untuk minum obat dalam posisi tegak
(tidak berbaring) dan disertai air yang cukup banyak.

 Esofagitis radiasi

Pada keadaan akut, pengobatan dilakukan dengan memodifikasi jenis penyinaran,


diit cair dan pemberian analgesik dan anastetik lokal sebelum tidur atau sebelum
makan. Striktur yang terjadi diatasi dengan dilatasi peroral.

C. Karsinoma Esofagus
1. Pengertian
Merupakan pertumbuhan baru yang ganas terdiri dari sel-sel epitel yang
cenderung menginfiltrasi jaringan sekitar esofagus dan menimbulkan metastafe pada
saluran esofagus. (Dorland : 349, 2002)

2. Etiologi
Etiologi karsinoma esofagus amat kompleks dan multifaktorial, contohnya
alkohol dan tembakau, merupakan faktor penyebab yang paling besar. Faktor
makanan memegang peranan penting, berupa defisiensi Vit A, Vit C dan Riboflavin.

3. Patofisilogi
Karsinoma sel skuamosa biasanya menyebabkan ulserasi pada stadium dini dan
menyebabkan nyeri, metastasi dini menuju ke nodus lempatikus servikalis dan seng

23
mula-mula timbul sebagai tumor di leher. Disfagia mungkin suatu gejala ringan yang
tidak nyata dan tampak menyertai pembersihan tenggorokan. Tumor di tenggorokan
ini dengan sensitifitas bila menelan cairan asam dapat menyebabkan karsinoma
esofagus.

4. Manifestasi Klinik
- Disfagi
- Sakit dada bagian depan maupun belakang yang menetap walaupun tidak makan
- Berat badan merosot
- Suara serak
- Hematemesis
5. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan radiologik

Esofagogram : kanker pdipoid dapat membentuk gambaran seperti


cendawan, bentuk ulserasi menyebabkan gambaran iregularitas dan lumen
menjadi sempit. Bentuk kanker berinfiltrasi biasanya menunjukkan gambaran
kontruksi, mukosa pada daerah kontriksi menjadi hilang.

 Pemeriksaan Sineradiografi

Menunjukkan kekakuan esofagus dan hilangnya peristaltik yang normal.

 Pemeriksaan USG dan CT Scan

Metastosis ke hati, paru-paru, kelenjar mediastinum menunjukkan tumor


tidak resektabel.

 Pemeriksaan endoskopi

24
Gambarannya dapat berupa "massa" polipoid atau ulserasi ± 60-70 % adalah
bentuk polipoid, bentuknya ireguler, keras dan rapuh serta menonjol ke lumen,
terdapat juga ulserasi, warnanya keabu-abuan, cokelat, merah muda, atau merah
rapuh.

6. Penatalaksanaan
 Terapi umum
1. Istirahat
2. Diet
3. Medikamentosa
4. Pemasangan pipa plastic (Celestine tube) : makanan cair
5. Operasi

 Terapi komplikasi
1. Kemoterapi
2. Radiasi

D. Gastroesofagus Refluks (GER)

1. Pengertian
Merupakan aliran balik isi lambung atau duodenum ke dalam esofagus adalah
normal, baik pada orang dewasa dan anak-anak, refluks berlebihan dapat terjadi
karena sfingter esofagus tidak kompeten, stenosis, pilorik atau gangguan motilitas
kekambuhan refluks tampak meningkat sesuai penambahan usia.

2. Etiologi
Disebabkan oleh proses yang multifaktor, maka untuk melakukan evaluasi
terhadap penderita yang diduga GER patologik, perlu dinilai faktor-faktor yang
berperan dalam patogenesis GER.

25
Pada orang dewasa faktor-faktor yang menurunkan tekanan sfingter esofagus
bawah, sehingga terjadi GER antara lain cokelat, obat-obatan, rokok, alkohol dan
kehamilan. Faktor anatomi, seperti niatus hernia, tindakan bedah, obesitas dapat
menyebabkan hipotensi sfingter esofagus bawah dan pengosongan lambung yang
terlambat, sehingga menimbulkan GER. faktor asam, pepsin, garam empedu, tripsin
yang meningkat akan menimbulkan perubahan materi refluks fisiologik.

3. Patofisiologi
a. Tekanan sfingter esofagus bawah yang lebih rendah dari 6 mmHg → GER.

b. Isi lambung yang penuh terutama setelah makan → refluks

c. Pengosongan lambung yang terlambat → GER

d. Bahan refluks yang mengandung asam, pepsin, garam empedu, tripsin → merusak
mukosa esofagus.

4. Manifestasi Klinik
Gejala-gejalanya dapat mencakup prosis (sensasi terbakar pada esofagus),
dispepsia (indigesti), regurgitasi, disfagia, atau osinofagia (kesulitan menelan / nyeri
saat menelan), hipersalivasi, atau esofagitis. Gejala-gejala ini dapat menyerupai
serangan jantung.

5. Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan radiologi
Menunjukkan refluks barium secara spontan pada pemeriksaan fluoroskopi.
• Pemeriksaan manometri
Tekanan sfingter esofagus bagian bawah > 20 mmHg. Penyakit GER dapat
disingkirkan.

• Pemeriksaan endoskopi

Untuk melihat kelainan mukosa esofagus

26
• Pemeriksaan provokatif
Jika timbul gejala heart burn setelah pemberian asam yang dirasakan sama dengan
gejala menghilang setelah pemberian garam (NaCl) atau antasida, maka tes ini
positif.
• Pengukuran pH dan tekanan esofagus
Bila pH ≤ 4, dianggap ada penyakit GER

6. Penatalaksanaan

a. Terapi medik fase I :


 Posisi kepala / tempat tidur ditinggikan 6-8 inchi.
 Diet dengan menghindari makanan tertentu (makanan berlemak,
berbumbu,asam, cokelat, kopi, alkohol).
 Menurunkan BB bagi yang gemuk.
 Jangan makan terlalu kenyang, jangan segera tidur setelah makan.
 Sebaiknya makan sedikit-sedikit tapi sering.
 Hindari hal : seperti merokok, pakaian ketat, mengangkat barang berat.

b. Terapi medik fase II :


 Obat prokinetik : Betanekol 0,1 mg / kg / dosis 2x sehari sebelum makan dan
tidur.
 Obat anti sekrotik : Simetidin 10-15 mg/kg/dosis 2x sehari ½ jam sebelum
makan.
 Antasida dan As. Algnik dimakan secara teratur.

c. Terapi medik fase III :


Pembedahan antara refluks dengan indikasi GER per sistem, malnutrisi serat, ISP
berulang, striktur esofagus.

E. Komplikasi Pada Gangguan Esofagus

27
 Syok
 Koma
 Edema laring
 Perforasi esophagus
 Aspirasi pneumonia
 Peradangan
 Pembentukan tukak
 Perdarahan
 Pembentukan jaringan parut.

1.5 Kelainan Vaskularisasi Esofagus

Permasalahan mengenai pembuluh darah yang sering terjadi pada esophagus ialah
varises esophageal. Pendarahan varises merupakan komplikasi hipertensi portal. Hipertensi
portal ialah peningkatan tekanan vena portal (vena yang membawa darah dari organ
pencernaan ke hati) karena penyumbatan aliran darah ke seluruh hati. Varises esophagus
merupakan komplikasi dari penyakit hati serius seperti serosis. Varises esophageal
berkembang ketika aliran darah normal di hati di blokir.

Sekitar sepertiga orang dengan varises esofagus akan mengembangkan pendarahan.


Tanda-tanda dan gejala dari jangkauan perdarahan esophageal dari ringan sampai parah dan
mencakup:

• Muntah darah
• Hitam, tinggal atau tinja berdarah
• Penurunan buang air kecil dari tekanan darah sangat rendah
• Haus yang berlebihan
• Ringan
• Shock, dalam kasus-kasus yang parah

28
Biasanya darah dari usus, limpa dan pancreas memasuki hati melalui pembuluh darah
besar yang disebut vena portal. Tapi jika bekas luka jaringan memblokir sirkulasi ini
sehingga terjadi hipertensi portal. Serosis merupakan penyebab utama adanya varises
esophagus. Namun hal-hal di bawah ini dapat menyebabkan varises eshophagus pula :
Schistosomiasis, Sindrom Budd-Chiari dll.

1.6 Persarafan Motorik Esofagus

Normalnya esophagus memperlihatkan 2 tipe gerakan peristaltic : peristaltic primer

dan sekunder. Peristaltik perimer hanya merupakan kelanjutan dari gelombang peristaltic

yang dimulai di faring dan menyebar ke esophagus selama tahap pharyngeal dari proses

menelan. Gelombang ini berjalan dari faring ke lambung dalam waktu sekitar 8-10 detik.

Makanan yag ditelan seseorang pada posisi tegak biasanya diantarkan ke ujung bawah

esophagus bahkan lebih cepat daripada gelombang peristaltic itu sendiri, sekitar 5-8 detik

akibat adanya efek grafitasi tambahan yang menarik makanan ke bawah.

Jika gelombang peristaltic primer gagal mendorong semua makanan yang telah

nasuk ke esophagus ke dalam lambung, terjadi gelombang peristaltic sekunder yang

dihasilkan dari peregangan esophagus oleh makanan yang tertahan. Gelombang ini terus

berlanjut sampai semua makanan dikosongkan ke dalam lambung. Gelombang peristaltic

sekunder ini sebagian dimulai oleh sirkuit saraf intrinsic dalam system saraf mieterikus dan

sebagian oleh reflex-refleks yang dimulai pada faring lalu dihantarkan ke atas melalui

serabut-serabut aferen vagus ke medulla dan kembali lagi ke esophagus melalui serabut-

serabut saraf eferen glossofaringeal dan vagus.

29
Susunan otot dinding faring dan sepertiga bagian atas esophagus adalah otot lurik.

Karena itu gelombang peristaltic di daerah ini diatur oleh sinyal saraf rangka dari saraf

glossofaringeal dan saraf vagus. Pada dua per tiga bagian bawah esophagus, susunan ototnya

merupakan otot polos namun bagian esophagus ini juga secara kuat di atur oleh saraf vagus

yang bekerja melalui perhubungan dengan system saraf mienterikus esophageal. Sewaktu

saraf vagus dipotong, setelah beberapa hari pleksus saraf mienterikus esophagus menjadi

cukup terangsang untuk menimbulkan gelombang peristaltic sekunder yang kuat bahkan

tanpa bantuan dari reflex vagal. Karena itu bahkan sesudah paralisis reflex penelanan batang

otak, makanan yang dimasukkan melalui selang atau dengan cara lain ke dalam esophagus

tetap siap memasuki lambung. ( Guyton and Hall, 2007 )

Proses menelan secara otomatis diatur dalam urutan yang teratur oleh daerah-daerah

neuron di batang otak yang didistribusikan ke seluruh substansia retikularis medulla dan

bagian bawah pons. Impuls motorik dari pusat menelan ke faring dan esophagus bagian atas

yang menyebabkan penelanan dijalarkan oleh sarah cranial ke-5, ke-9, ke-10, dan ke-12

serta bahkan beberapa saraf servikal superior.

Sewaktu gelombang peristaltic esophagus berjalan ke arah lambung, timbul suatu

gelombang relaksasi, yang dihantarkan melalui neuron penghambat mienterikus, mendahului

peristaltik, selanjutnya seluruh lambung dan sedikit lebih luas, bahkan duodenum menjadi

terelaksasi sewaktu gelombang ini mencapai bagian akhir esophagus dan dengan demikian

mempersiapkan lebih awal mempersiapkan lebih awal untuk menerima makanan yang

didorong ke bawah esophagus selama proses menelan. ( Almaycano Ginting, 2008 )

30
1.7 GER dan GERD

A.Perbedaan GER dan GERD


Refluks gastroesofagus (GER) merupakan fenomena fisiologis yang dapat terjadi
pada setiap bayi dan anak. Prevalens GER sulit ditentukan, karena selain merupakan
fenomena normal, keadaan ini sulit diidentifikasikan dengan alat diagnostik non-invasif.
Tetapi GER fisiologis ini dapat menjadi GER patologis jika muncul dengan intensitas
dan frekuensi yang berlebihan sehingga timbul gejala atau gangguan (GER disease).
Gejala ini dapat berupa mual, muntah, regurgitasi, sakit ulu hati, gangguan pada saluran
pernafasan dan lain–lain.

Tabel 1. Perbedaan gambaran klinis GER dan GERD pada bayi dan anak.
GER GERD
1. Regurgitasi dengan BB normal 1. Regurgitasi dengan penurunan BB
2. Gejala dan tanda esofagitis tidak ada Gelisah persiste, bayi terlihat kesakitan,
sakit dada bawah, sakit menelan, pirosis
pada anak, hematemesis, anemia
3. Gejala gangguan pernafasan tidak ada defisiensi besi
2. Apneu, sianosis pada bayi, mengi,
pneumonia aspirasi dan berulang, batuk

4. Gejala gangguan neurologis tidak ada kronis, stridor, Posisi leher menjadi
miring
* GER = gastroeophageal reflux * GERD=gastroesophageal reflux disease

1.8 Prosedur Penegakan Diagnosis GERD


A. Gejala Penyakit Asam reflux
Orang dengan penyakit asam surutnya sering memiliki beberapa atau semua gejala
berikut:
- Nyeri saat menelan
- Buruk napas dan / atau rasa tidak enak di mulut
- Burping

31
- Dada sakit
- Mulas
- Suara serak
- Regurgitasi
- Sakit tenggorokan
Untuk mendiagnosa penyakit asam surutnya, gejala harus ada sedikitnya dua kali
seminggu secara teratur.

B. Penegakkan Diagnosis GERD :

 Mendiagnosis reflux esofageal Asam Dengan Endoscopy


Umumnya pada bayi dan anak dilakukan dengan anestesi sehingga bayi/anak
akan tertidur. Dari mulut akan dimasukkan alat endoskopi berupa pipa yang
mempunyai kamera di ujungnya. Dokter yang melakukan endoskopi dapat melihat
permukaan esofagus, lambung, dan usus halus melalui gambaran yang ditampilkan di
monitor tv. Selain itu dokter dapat mengambil conthoh jaringan untuk dilihat lebih
lanjut menggunakan mikroskop, sehingga dapat diketahui beratnya kerusakan yang
ditimbulkan oleh asam lambung.

 Mendiagnosis reflux esofageal Asam Dengan manometri

Dokter Anda mungkin menjalankan manometri kerongkongan untuk


mendiagnosis refluks asam. Ini adalah tes untuk menilai fungsi kerongkongan Anda.
Hal ini juga memeriksa untuk melihat apakah esophageal sphincter - katup antara
perut dan kerongkongan - juga bekerja sebagaimana mestinya.

Setelah menerapkan agen mati rasa ke bagian dalam hidung Anda, dokter akan
meminta Anda untuk tetap duduk. Kemudian tabung, sempit fleksibel akan
diteruskan melalui hidung, melalui kerongkongan Anda, dan masuk ke perut Anda.

Ketika tabung berada dalam posisi yang benar, dokter akan Anda berbaring di
sebelah kiri Anda. Bila Anda melakukannya, sensor pada tabung akan mengukur
tekanan yang diberikan di berbagai lokasi di dalam kerongkongan dan perut Anda.

32
Untuk menilai fungsi kerongkongan Anda lebih jauh, Anda mungkin akan diminta
untuk mengambil beberapa teguk air. Sensor di tabung akan mencatat kontraksi otot
di kerongkongan Anda sebagai air melewati ke dalam perut Anda. Ujian ini biasanya
membutuhkan waktu 20 sampai 30 menit.

 Mendiagnosis Asam Reflux Esofageal Dengan Monitoring Impedansi


Untuk mendapatkan gambaran yang lebih rinci tentang bagaimana fungsi
kerongkongan Anda, pencernaan dapat merekomendasikan pemantauan impedansi
kerongkongan. Jika demikian, hal ini akan dilakukan bersama dengan manometri.
Tes ini menggunakan tabung manometri dengan elektroda ditempatkan pada
berbagai titik di sepanjang panjangnya. Mengukur tingkat di mana cairan dan gas
melewati kerongkongan Anda. Bila hasil analisis dibandingkan dengan temuan
manometri Anda, dokter Anda akan dapat menilai seberapa efektif kontraksi
kerongkongan Anda bergerak zat melalui kerongkongan Anda ke dalam perut Anda.

• Mendiagnosis reflux Asam Dengan pH Metri

pH metri, dengan pemeriksaan ini akan dipasang kabel yang halus dan ringan
masuk melalui lubang hidung ke esofagus bagian bawah. Pada ujung kabel terdapat
sensor. Sensor ini akan mendeteksi dan mencatat jumlah cairan lambung yang naik
ke esophagus dan menunjukkan apakah kembalinya asam lambung ini berhubungan
dengan bayi / anak menangis, batuk, atau gerakan melengkungkan tulang
belakangnya.

33
BAB II
GASTER DAN DUODENUM

2.1 Anatomi Dan Fisiologi


A. Lambung / Gaster
Secara anatomis, lambung terbagi menjadi dua bagian besar, yakni :
1. Kardia
2. Fundus
3. Korpus
4. Lekukan angular
5. Rugae
6. Antrum
7. Sfingter pilorus
8. Pilorus

34
Akan tetapi secara fisiologis, lebih tepat dibagi menjadi dua, yakni :
1. Bagian “oral” yang merupakan sekitar dua pertiga pertama dari korpus, dan
2. Bagian “caudal” yang merupakan sisa dari korpus ditambah antrum ( Guyton & Hall ;
2007).

 Kardia :
o Bagian lambung yang langsung menempel pada dan mengelilingi ostium cardiacum
oesophagus.
 Fundus :
o Bagian lambung disebelah kiri dan atas hiatus esofagus.
 Korpus :
o Bagian dari perut antara fundus dan bagian pilorik.
 Rugae :
o Lipatan-lipatan selaput lendir lambung yang besar, terutama terdapat pada korpus,
yang tampak pada waktu lambung kosong dan tidak teregang.
 Antrum :
o Bagian yang melebar pada bagian pilorus lambung, terlrtak antara corpus lambung
dan canalis pilorus
 Sfingter Pilorus :
o Penebalan otot sirkular lambung disekitar muaranya ke dalam duodenum.
 Pilorus :
o Apertura distal lambung yang dikelilingi oleh pita otot sirkular yang kuat ( Dorland;
2002 ).

35
Secara fisiologi, fungsi motorik dari lambung ada tiga, yaitu :
1. Penyimpanan sejumlah besar makanan sampai makanan dapat diproses di dalam
lambung, duodenum, dan traktus intestinal bawah.
2. Pencampuran makanan ini dengan sekresi dari lambung sampai membentuk cairan
setengah cair yang disebut kimus.
3. Pengosongan kimus dengan lambat dari lambung ke dalam usus halus pada kecepatan
yang sesuai untuk pencernaan dan absorpsi yang tepat oleh usus.

B. DUODENUM
Duodenum merupakan bagian awal atau bagian proksimal usus halus yang
memanjangdari pilorus ke jejunum ( Dorland; 2002 ).
Secara anatomi usus halus merupakan tabung kompleks, berlipat-lipat yang
membentang dari pilorus sampai katup ileosekal. Usus halus dibagi menjadi duodenum,
jejunum, dan ileum. Duodenum panjangnya sekitar 25 cm, mulai dari pilorus sampai
jejunum. Pemisahan duodenum dan jejunum ditandai oleh ligamentum Treitz, yaitu suatu
pita muskulofibrosa yang berorigo pada krus dekstra diafragma dekat hiatus esofagus dan
berinsersio pada perbatasan duodenum dan jejunum.

Secara fisiologi usus halus mempunyai dua fungsi utama, yaitu :


• Pencernaan dan absorpsi bahan-bahan nutrisi dan air. Semua aktivitas lainnya
mengatur atau mempermudah berlangsungnya proses ini. Proses pencernaan dimulai
dari mulut dan lambung oleh kerja ptialin, asam klorida, dan pepsin terhadap makanan
yang masuk. Proses dilanjutkan didalam duodenum terutama oleh kerja enzim
pankreas yang menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan protein menjadi zat-zat yang
sederhana. Adanya bikarbonat dalam sekret pankreas membantu menetralkan asam
dan memberikan pH optimal untuk kerja enzim. Sekresi empedu dari hati membantu
proses pencernaan dengan mengemulsi lemak sehingga memberikan permukaan yang
lebih luas bagi kerja lipase pankreas.

36
• Kerja empedu terjadi sebagai akibat dari sifat detergen asam-asam empedu yang dapat
melarutkan zat-zat lemak dengan membentuk misel yang merupakan agregat asam-
asam empedu dan molekul-molekul lemak. Lemak membentuk inti hidrofobik,
sementara asam empedu merupakan molekul polar sehingga membentuk permukaan
misel dengan ujung hidrofobik yang mengarah ke dalam dan ke ujung hidrofilik
menghadap keluar menuju medium cair. Bagian sentral misel juga melarutkan
vitamin-vitamin larut lemak dan kolesterol sehingga asam-asam lemak bebas,
gliserida, dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak dipertahankan dalam larutan
sampai dapat diabsorbsi oleh permukaan sel epitel.

Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumlah enzim usus atau sulkus enterikus.
Pada umumnya, enzim-enzim ini terdapat pada brush border vili dan mencernakan zat-
zat makanan sambil diabsorpsi.
Lemak yang bersentuhan dengan mukosa duodenum menyebabkan kontraksi
kantong empedu yang diperantarai oleh kerja kolesistokinin. Hasil-hasil pencernaan
protein tak lengkap yang bersentuhan dengan mukosa duodenum merangsang sekresi
getah pankreas yang kayak akan enzim. Hal ini diperantarai oleh kerja pankreozimin dan
kolesistokinin dengan efek berbeda, yang menyatu atau CCK. Beberapa buku menyebut
hormon ini CCK-PZ yang dihasilkan oleh mukosa duodenum.
Asam yang bersentuhan dengan mukosa usus menyebabkan dikeluarkannya
sekretin dengan jumlah yang sebanding dengan jumlah asam yang mengalir di
duodenum. Sekretin merangsang sekresi getah yang mengandung bikarbonat dari
pankreas dan empedu dari hati serta memperbesar kerja CCK.
Pergerakan segmental usus halus mencampur zat-zat yang dimakan dengan sekret
pankreas, hepatobiliar, dan sekresi usus serta gerakan peristaltik mendorong isi dari salah
satu ujung ke ujung lain dengan kecepatan yang sesuai untuk absorpsi optimal dan suplai
kontinyu isi lambung ( Price, A. Sylvia ; 1995 ).

2.2 Sekresi Pada lambung, Mekanisme, dan Fungsinya


Zat-zat yang disekresi oleh lambung adalah:
A. Sekresi kelenjar oksintik (Gastrik)

37
Kelenjar ini terdiri dari 3 tipe sel, yaitu sel leher mukus yang menyekresi mukus,
sel peptik yang menyekresi sejumlah besar pepsinogen, dan sel parietal atau sel oksintik
yang menyekresi asam hidroklorida dan faktor intrinsik.
Mekanisme dasar sekresi asam hidroklorida terdiri atas beberapa pendapat. Salah satunya
yaitu:
1. Ion klorida ditranspor secara aktif dari sitoplasma sel parietal ke dalam lumen
kanalikulus, dan ion-ion natrium ditranpor secara aktif keluar dari kanalikulus ke
dalam sitoplasma sel parietal. Kedua efek ini bersama-sama menciptakan suatu
potensial negatif -40 sampai -70 milivolt di dalam kanalikulus yang kemudian
mengakibatkan difusi ion-ion kalium bermuatan positif dan sejumlah kecil ion-ion
natrium dari sitoplasma sel ke dalam kanalikulus. Jadi akibatnya, terutama kalium
klorida dan natrium klorida dalam jumlah lebih kecil akan masuk ke dalam
kanalikulus.
2. Air berdisasosiasi menjadi ion-ion hidrogen dan hidroksil di dalam sitoplasma sel.
Ion-ion hidrogen kemudian secara aktif disekresi ke dalam kanalikulus sebagai
pertukaran terhadap ion-ion kalium: proses pertukaran aktif ini dikatalisis oleh H+,
K+-ATPase. Selain itu, ion-ion natrium secara aktif direabsorbsi oleh pompa natrium
yang terpisah. Jadi, kebanyakan ion kalium dan natrium yang terlah berdifusi ke
dalam kanalikulus akan direabsorbsi ke dalam sitoplasma sel dan ion-ion hidrogen
menempati kanalikulus, memberi suatu larutan asam hidroklorida yang kuat di dalam
kanalikulus. Asam hidroklorida tersebut kemudian disekresikan ke dalam lumen-
lumen kelenjar melalui ujung kanalikulus yang terbuka.
3. Air masuk ke dalam kanalikulus secara osmosis akibat sekresi ion-ion tambahan ke
dalam kanalikulus. Jadi, sekresi akhir dari kanalikulus mengandung air, asam
hidroklorida pada konsentrasi sekitar 150-160 mEq/L, kalium klorida pada
konsentrasi 15 mEq/L, dan sejumlah kecil natrium klorida.
4. Akhirnya, karbon dioksida, baik yang terbentuk selama metabolisme sel ataupun yang
memasuki sel dari darah bergabung dengan ion-ion hidroksil di bawah pengaruh
karbonik anhidrase untuk membentuk ion bikarbonat (dari langkah kedua). Ion
bikarbonat kemudian berdifusi keluar dari sitolasma sel masuk ke dalam cairan ekstra
sel sebagai pertukaran dengan ion klorida yang masuk ke dalam sel dari cairan ekstra

38
sel yang kemudian nantinya disekresi ke dalam kanalikulus. (Guyton & Hall, 2007
hal.838)

Fungsi dari asam hidroklorida adalah:


a. Membunuh bakteri dan kuman yang sensitif terhadap lingkungan asam.
b. Merangsang pengeluaran pepsinogen dan mengubahnya menjadi bentuk aktif yaitu
pepsin.

B. Mekanisme sekresi pepsinogen oleh sel peptik


Ketika pepsinogen pertama kali disekresi, pepsinogen ini tidak memiliki aktivitas
pencernaan, namun segera setelah berkontak dengan HCl, pepsinogen akan segera
diaktifkan dan membentuk pepsin yang aktif. Pepsin berfungsi sebagai enzim proteolitik
aktif dalam medium yang sangat asam (pH optimal 1,8-3,5), namun di atas pH 5 pepsin
hampir tidak memiliki aktivitas proteolitik dan menjadi tidak aktif dalam waktu yang
singkat.
Pengaturan sekresi pepsinogen oleh sel peptik terjadi sebagai respon terhadap dua jenis
sinyal yaitu :
1. Perangsangan sel-sel peptik oleh asetilkolin yang dilepaskan oleh nervus vagus atau
oleh plexus saraf enterik gastrik, dan
2. Perangsangan sekresi sel peptik sebagai respon terhadap adanya asam di dalam
lambung. Asam kemungkinan tidak merangsang sel-sel peptik secara langsung tetapi
justru menimbulkan refleks-refleks saraf enterik tambahan yang mendukung saraf asli
pemberi sinyal ke sel-sel peptik. Oleh karena itu, kecepatan sekresi pepsinogen,
prekursor enzim pepsin yang menyebabkan pencernaan protein dipengaruhi kuat oleh
jumlah asam di dalam lambung.

Faktor intrinsik merupakan salah satu hasil sekresi dari sel parietal. Subtansi faktor
intrinsik yang sangat penting untuk absorbsi vitamin B12 di dalam ileum, disekresi oleh
sel parietal bersama dengan sekresi asam hidroklorida. Oleh karena itu, jika sel parietal
lambung pembentuk asam rusak, yang sering terjadi pada gastritis kronis, orang tersebut
tidak hanya mengalami aklorhidria tetapi juga sering mengalami anemia penisiosa akibat

39
kegagalan maturasi sel-sel darah merah pada keadaan tidak adanya rangsangan vitamin
B12 dari sum-sum tulang.

C. Sekresi kelenjar pilorus


Kelenjar pilorus banyak mengandung sel-sel mukus yang identik dengan sel-sel
leher mukus pada kelenjar opsintik. Kelenjar pilorus mensekresi sejumlah kecil
pepsinogen dan terutama sejumlah besar mukus encer. Mukus berfungsi untuk membantu
melumasi pergerakan makanan dan melindungi dinding lambung dari kerja enzim-enzim
lambung. Selain itu, kelenjar pilorus juga menghasilkan hormon gastrin yang berperan
penting dalam mengatur sekresi gastrik.
1. Sel-sel mukus permukaan menyekresi sejumlah besar mukus yang kental yang
melapisi mukosa lambung dengan suatu lapisan gel mukus hingga lebih dari 1
milimeter. Lapisan ini membentuk suatu cangkang proteksi utama bagi dinding
lambung dan juga untuk melumaskan transpor makanan. Ciri lain dari mukus adalah
alkalis sehingga dinding lambung tidak langsung terpapar oleh sekresi lambung yang
sangat asam dan proteolitik.

2. Sekresi asam lambung dilakukan oleh sel parietal. Sel parietal berhubungan dengan sel
jenis lain yang disebut sel mirip enterokromafin untuk mensekresi histamin atau sel
ECL. Sel ECL berada dalam bagian resesus kelenjar opsintik yang selanjutnya
melepaskan histamin kemudian secara langsung berhubungan dengan sel parietal
kelenjar opsintik.

3. Sekresi asam oleh gastrin dilakukan oleh sel-sel gastrin atau sel-sel G yang berada di
dalam kelenjar pilorik ujung distal lambung. Gastrin terbagi atas satu bentuk besar
yang disebut G-34 dengan 34 asam amino dan 1 bentuk yang lebih kecil yaitu G-17
dengan 17 asam amino. Walaupun keduanya penting yang dalam bentuk lebih kecil
disekresi lebih banyak. Ketika makanan berprotein mencapai ujung antrum lambung
makanan tersebut merangsang sel gastrin di dalam kelenjar pilorus untuk melepaskan

40
gastrin ke dalam getah pencernaan lambung. Pencampuran ini membawa gastrin
dengan cepat ke sel ECL yang berada dalam korpus lambung sehingga menyebabkan
pelepasan histamin. Histamin ini kemudian merangsang sekresi asam hidroklorida
lambung.

 Secara umum fase sekresi lambung dibagi dalam tiga fase yaitu :
a. Fase sefalik dari sekresi lambung berlangsung bahkan sebelum makanan masuk ke
lambung. Fase ini timbul akibat melihat, membaui, membayangkan atau mencicipi
makanan. Semakin besar nafsu makan semakin kuat rangsangan itu timbul. Sinyal
neurogenik yang menyebabkan fase ini berasal dari korteks serebri dan pada pusat
nafsu makan yaitu amigdala dan hipothalamus. Sinyal melalui nukleus motorik
dorsalis nervus vagus dan dari tempat sebelumnya melalui saraf vagus ke lambung.
Fase sefalik menghasilkan sekitar 20% sekresi lambung yang berkaitan dengan
konsumsi makanan.

b. Fase gastrik. Setiap makanan masuk ke lambung makanan akan :


1. Refleks vagovagal yang panjang dari lambung ke otak dan kembali ke lambung
2. Refleks enterik setempat
3. Mekanisme gastrin
Semua ini menyebabkan terjadinya sekresi getah lambung selama beberapa jam
ketika makanan mencapai lambung dan merupakan 70% total sekresi getah lambung
sebanyak 1500 ml.

c. Fase intestinal khususnya bekerja pada duodenum yang masih mengakibatkan


lambung menyekresi sejumlah kecil enzim pencernaan. Hal ini mungkin
diakibatkan sejumlah kecil gastrin yang dilepaskan oleh mukosa duodenum
(Guyton & Hall ; 2007).

2.3 Ulcer Peptikum

41
Ulser peptikum ialah ulserasi selaput lendir esofagus, lambung, dan duodenum yang
disebabkan oleh kerja oleh kerja getah lambung yang bersifat asam ( Dorland; 2002 ).
Ulser peptikum merupakan keadaan dimana kontinuitas mukosa lambung terputus
dan meluas sampai ke bawah epitel. Menurut definisinya Ulser peptikum dapat ditemukan
pada setiap bagian saluran cerna yang terkena getah asam lambung , seperti ; esofagus,
lambung, duodenum, juga jejunum. Akan tetapi infeksi juga merupakan salah satu faktor
pencetus Ulser peptikum.
Gambaran klinis ulcer peptikum adalah kronik, nyeri epigastrium intermiten yang
secara khas akan mereda setelah menelan makanan atau antasid. Nyeri biasanya timbul
sampai 2 hingga 3 jam setelah makan atau pada malam hari sewaktu lambung kosong.
Biasanya penderita mengalami penurunan berat badan jika terjadi pada lambung akan tetapi
pada ulcer peptikum di duodenum berat badan penderita akan relatif tetap.
Diagnosis : kriteria terpenting pada diagnosis ulcer peptikum duodenum adalah nyri
yang khas yang hilang setelah makan. Anamnesis tidak begitu informatif seperti penderita
tukak lambung, sebab gejala tidak enak pada epigastrium lebih sering timbul. Biasanya tidak
mungkin untuk membedakan antara ulcer peptikum duodenum dan ulcer peptikum lambung
dari anamnesis saja.

Patognesis Ulser peptikum ialah sebagai berikut :


Asam dalam lumen + empedu + ASA + Alkohol + infeksi + dll

penghancuran epitel sawar

asam kembali berdifusi ke mukosa

Penghancuran sel mukosa

naiknya pepsinogen pepsin Peningkatan asam peningkatan histamin

42
perangsangan kolinergik

fungsi sawar menurun peningkatan motilitas vasodilatasi meningkat


peningkatan pepsinogen permeabilitas terhadap protein
plasma bocor ke
interstisium edema
penghancuran kapiler dan vena kecil plasma bocor ke lumen lambung

perdarahan

ulcer peptikum

Diagnosis ulcer peptikum biasanya dipastikan dengan pemeriksaan barium


radiogram. Bila barium radiogram tidak berhasil membuktikan adanya ulcer peptikum pada
lambung atau duodenum tetapi gejala-gejala masih ada, maka ada indikasi untuk melakukan
pemeriksaan endoskopi. Perhitungan kadar serum gastrin dapat dilakukan jika diduga ada
karsinoma lambung atau sindrom Zollinger-Ellison.

Sasaran utama pengobatan ulcer peptikum atau penghambatannya atau pengobatan


simtomatiknya adalah dengan:
1. Pemberian antasida
2. Penatalaksanaan diet
3. Antikolinergik
4. Penghambat H2 seperti simetidin, ranitidin dan famotidin
5. Istirahat secara fisik dan emosi
Komplikasi ulcer peptikum adalah tukak yang membandel atau intraktibilitas,
perdarahan, perforasi, dan obstruksi pilorus. Setiap komplikasi yang terjadi membutuhkan
peninjauan lebih lanjut ( Price, A. Sylvia ; 1995 ).

2.4 Vomitus
Vomitus atau vomiting yaitu semburan dengan paksa isi lambung melalui mulut,
disebut juga emesis atau regurgitasi ( Dorland; 2002 ).

43
Dalam bahasa indonesia vomitus disebut juga muntah. Muntah merupakan suatu cara
traktus gastrointestinal membersihkan dirinya sendiri dari isinya ketika hampir semua bagian
atas traktus gastrointestinal teriritasi secara luas, sangat mengembang, atau bahkan sangat
terangsang. Sinyal sensori yang mencetuskan muntah terutama berasal dari faring, esofagus,
lambung, dan bagian atas usus halus. Impuls saraf kemudian ditransmisikan baik oleh
serabut saraf aferen vagal maupun oleh saraf simpatis ke berbagai nukleus yang tersebar di
batang otak yang semuanya bersama-sama disebut “pusat muntah”. Dari sini, impuls-impuls
motorik yang menyebabkan muntah sesungguhnya ditransmisikan dari pusat muntah melalui
jalur saraf kranialis V, VII, IX, X, dan XII ke traktus gastrointestinal bagian atas, melalui
saraf vagus dan simpatis ke traktus yang lebih bawah, dan melalui saraf spinalis ke
diafragma dan otot abdomen.
Muntah dapat juga bermakna adanya gangguan metabolisme seperti, kelainan
metabolisme karbohidrat (galaktosemia), kelainan metabolisme asam amino (gangguan
siklus urea), gangguan pada sistem saraf yang bisa terjadi karena gangguan pada struktur
(hidrosefalus, infeksi meningitis, dan ensefalitis), ataupun karena keracunan (asidosis
ataupun hasil samping metabolisme lainnya).
Muntah juga bisa bermakna fisiologis pada anak-anak yang sering mengkorek-korek
kerongkongannya.
Penyakit gasrtoenteritis akut merupakan penyebab muntah yang paling sering terjadi
pada anak-anak yang biasanya terjadi bersama dengan diare disertai denga rasa sakit pada
perut.
Virus utama penyebab muntah adalah rotavirus sementara bakteri patogen muntah
adalah salmonella dan shigella kadang-kadang juga campylobacter dan E. Coli.
Pusat-pusat koordinasi muntah dapat diaktifkan melalui berbagai cara. Muntah dapat
terjadi karena stres fisiologis dan berlangsung karena adanya sinyal yang dikirimkan melalui
lapisan otak luar dan sistem limbik ke pusat muntah yaitu kemoreseptor atau chemoreceptor
trigger zone (CTZ) yang berada di sistem saraf pusat. Muntah juga dapat terjadi akibat
gerakan apabila pusat muntah di stimulasi melaui sistem pengaturan otot dari labirin yang
terdapat pada telinga dalam. Sinyal kimia dari aliran darah dan cairan serebrospinal dapat di
deteksi oleh CTZ. Ujung saraf dan saraf-saraf di dalam saluran pencernaan merupakan

44
penstimulir muntah jika terjadi iritasi saluran pencernaan, kembung, dan tertundanya proses
pengosongan lambung.

BAB III
USUS HALUS

3.1 Anatomi Usus Halus

45
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di
antara lambung dan usus besar. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara, saluran usus
halus merupakan kelanjutan dari lambung. Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua
belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).Usus halus
memiliki panjang sekitar 6-8 meter. Usus halus terbagi menjadi 3 bagian yaitu duodenum (±
25 cm), jejunum (± 2,5 m), serta ileum (± 3,6 m). Pada usus halus hanya terjadi pencernaan
secara kimiawi saja, dengan bantuan senyawa kimia yang dihasilkan oleh usus halus serta
senyawa kimia dari kelenjar pankreas yang dilepaskan ke usus halus.

Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong
(jejunum), dan usus penyerapan (ileum).

A. Usus dua belas jari (Duodenum)


Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak
setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian usus dua
belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan
berakhir di ligamentum Treitz.

46
Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus
seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada
derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas
dan kantung empedu. Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum digitorum,
yang berarti dua belas jari.
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang
merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui
sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum
akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan

B. Usus Kosong (jejenum)


Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian kedua
dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum).
Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah
bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh
dengan mesenterium.
Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus
(vili), yang memperluas permukaan dari usus. Secara histologis dapat dibedakan dengan
usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner. Secara hitologis pula dapat

47
dibedakan dengan usus penyerapan, yakni sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri. Sedikit
sulit untuk membedakan usus kosong dan usus penyerapan secara makroskopis.
Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang berarti "lapar" dalam bahasa Inggris
modern. Arti aslinya berasal dari bahasa Laton, jejunus, yang berarti "kosong".
C. Usus Penyerapan (illeum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem
pencernaan manusia, ) ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah duodenum
dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral
atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.

3.2 Fisiologi Dari Dasar Mekanisme Absorpsi

Absorpsi melalui mukosa gastrointestinal terjadi melalui transport aktif, melalui difusi
dan kemungkinan melalui solvent drag. Secara singkat, transport aktif memberikan tenaga
terhadap zat sewaktu zat dihantarkan untuk kepentingan pemekatan pada sisi lain membrane

48
atau menggerakkan zat berlawanan dengan potensial listriknya. Sebaliknya, transport
melalui “difusi” berarti transport zat secara sederhana melalui membrane sebagai suatu hasil
pergerakan molekul bersama, dan bukan melawan, suatu gradient elektrokimia. Transport
melalui solvent drug berarti bahwa kapan pun suatu zat pelarut diserap akibat tenaga fisik
penyerapan, pergerakan pelarut akan “menarik” zat-zat yang terlarut pada saat bersamaan.

Absopsi dari usus halus setiap hari terdiri atas beberapa ratus gram karnohidrat, 100
gram atau lebih lemak, 50 – 100 gram asam amino, 50-100 gram ion, 7 – 8 liter air.
Kapasitas absorpsi normal usus halus jauh lebih besar dari nilai ini : sebanyak beberapa
kilogram karbohidrat per hari, 500 gram lemak per hari, 500-700 gram asam amino per hari,
dan 20 liter air atau lebih per hari. Usus besar masih dapat mengabsorpsi lebih banyak air
dan ion, walaupun hampir tidak mengandung nutrient.

 Sekresi Yang Dihasilkan Oleh Usus Halus (Intestinum Tenue) Dan Fungsinya Untuk
Digesti Serta Absorpsi

Senyawa yang dihasilkan oleh usus halus adalah :


• Disakaridase Menguraikan disakarida menjadi monosakarida
• Erepsinogen Erepsin yang belum aktif yang akan diubah menjadi erepsin. Erepsin
mengubah pepton menjadi asam amino.
• Hormon Sekretin Merangsang kelenjar pancreas mengeluarkan senyawa kimia yang
dihasilkan ke usus halus
• Hormon CCK (Kolesistokinin) Merangsang hati untuk mengeluarkan cairan empedu
ke dalam usus halus.

3.3 Kelainan Kongenital Pada Anak

Kelainan kongenital sistem gastrointestinal yang termasuk dalam kelainan


kelompok ini adalah atresia ant, diafragmatika, omfalokel, megacolon kongenital,
hepatomegali. Dari 16 yang termasuk dalam kelompok ini, 8 diantaranya lahir melalui
bedah (43,7% ). Dilihat dari keadaan Iahirnya 3 kasus lahir mati, 6 kasus mati dalai
minggu perawatan, Kematian perinatal untuk kelompok kelainan ini < (56,3%).

49
A. Omfalokel

Merupakan kelainan berupa protusi isi rongga perut keluar dinding perul
disekitar umbilikus, benjolan terbungkus dalam suatu kantong. Protusi ini dilapisi kantong
transparan yang terdiri atas lapisan bagian dalam peritonium dan lapisan luar
amnion. Angka kejadiannya I per 5000-10000 persalinan. Kelainan lain dalam
kelompok ini adalah megakolon kongenital atau disebut "Hirschsprung's
Disease" adalah kelainan yang disebabkan oleh atresi atau agenesis dari kolon bagian
bawah, tidak terdapat saraf parasimpatik pada dinding usus. Pada kelainan ini 80%
mengenai kolon sigmoid. Angka kejadian pada penelitian ini adalah 3 per 10000
persalinan.

B. Atresia ani.

Pada penelitian ini didapatkan 6kasus (37,5%) dengan angka kejadian 0,3
perseribu persalinan. Pada kepustakaan didapatkan angka 1 setiap 5000
persalinan. Nawir mendapatkan angka kejadian sebesar 0,29 per seribu
persalinan.

C Hernia diafragmatika kongenital,

Suatu kelainan dimana adanya lubang pada diafragma yang hanya ditutupi
noleh pleura dan peritoneum sehingga memungkinkan sebagian isi rongga perut
masuk kedalam rongga dada. Pada penelitian ini didapatkan 2 kasus (12,5%)
dengan angka kejadian sebesar 0,1 per 1000 persalinan. Pada kepustakaan
didapatkan angka kejadian 1 per 4000 kelahiran hidup

D. Atresia atau stenosis

Atresia adalah kegagalan total terbentuknya lumen usus dan stenosis


hanya mencerminkan penyempitan. Kedua defek biasanya hanya mengenai
satu segmen usus

50
E. Duplikasi biasanya mengambil bentuk struktur kistik tubular atau sakular yang
terbentuk sempurna, yang mungkin berkomunikasi dengan lumen usus halus
mungkin juga tidak

F. Divertikulum meckel

Adalah anomaly yang tersering dan tidak berbahaya. Kelainan ini terjadi
akibat kegagalan involusi duktus omfalomesenterikus sehingga terbentuk
penonjolan tubular buntu yang menetap dengan panjang hingga 5-6 cm.
diameter bervariasi, kadang-kadang mendekati garis tengahusus halus itu
sendiri. Divertikulum ini biasanya terletak di ileum sekitar 2 kaki dari sekum
dan terdiri ats ketiga lapisan usus halus normal. Kelainan ini umumnya tidak
menimbulkan gejala, kecuali bila terjadi pertumbuhan berlebihan bakteri yang
menyebabkan berkurangnya vitamin B12 dan sindrom yang mirip dengan
anemia pernisiosa. Ulkus peptic di mukosa usus di dekatnya kadang-kadang
menjadi penyebab perdarahan usus misterius atau gejala mirip apejdiksistis

3.4 Kelainan Malabsorpsi Pada Intestinum Tenue

Diare adalah suatu keadaan meningkatnya berat dari fases (>200 mg/hari) yang dapat
dihubungkan dengan meningkatnya cairan, frekuensi BAB, tidak enak pada perinal, dan rasa
terdesak untuk BAB dengan atau tanpa inkontinensia fekal. Diare terbagi menjadi diare
Akut dan Kronik.Diare akut berdurasi 2 minggu atau kurang, sedangkan diare kronis
lamanya lebih dari 2 minggu. Selanjutnya pembahasan dikhususkan mengenai diare kronis.
Diare menetap selama beberapa minggu atau bulan,baik yang menetap atau
intermitten, memerlukan evaluasi.Meskipun pada umumnya sebagian besar kasus
disebabkan oleh Iritable Bowel Syndrome (IBS), diare dapat mewakili manifestasi dari
penyakit serius yang mendasarinya. Pencarian yang seksama terhadap penyakit ini harus
dilakukan.

3.5 Patofisiologi

Beberapa hal yang dapat menebabkan diare adalah :

51
(1) Menurunnya absorbs normal larutan dalam air,
(2) Meningkatnya sekresi elektrolit kedalam lumen intestinal,
(3) Adanya absorbsi yang buruk secara osmosis larutan aktif di lumen usus,
(4) Meningkatnya motilitas intestinal,
(5) Penyakit Inflamasi yang menghasilkan darah,pus dan mucus.2-3
Diare sekretori biasanya disebabkan abnormalitas baik absorbsi maupun sekresi
elektrolit. Diare Sekretori secara normal berhubungan dengan meningkatnya camp
inttraselular. Meningkatnya camp disebabkan oleh rangkaian kejadian yang dimulai dengan
adanya molekukl penanda. Sesudah molekul penanda mengkomplekskan permukaan
reseptor sel, suatu G-protein diaktivasi kedalam membran sel dan menstimulasi
produksicAMP.
Meningkatnya camp menghambatabsorbsi NaCL dan menstimulasi sekresi klorida
tanpa merubah mekanisme transport lainnya. Hal ini membuat toksin yang labil dalam
keadaan panas seperti basil kolera, menyebabkan diare dengan meningkatnya camp
intraseluler tanpa merusak permukaan mukosa. Jalur penanda melalui protein spesifik
sangatlan spesifik sehingga hidrasi dapat dipertahankan dengan pemberian larutan Natrium
Glukosa, dimana melalui jalan lain hal ini tidak dipengaruhi. Diare sekretori mempunyai
penyebablain, tetapi sebagian besar sedikit dimengerti. Meningkatnya cGNP atau kalsium
intrasel juga menyebabkan sekresi. Kelainan Usus Halus yang menyebabkan atrofi villi
seperti celiacsprue sering dihubungkan dengan sekresi yang abnormal dari elektrolit.
Agaknya hal ini disebabkan tidak memadainya permukaan absortif dari sekresi kripta
normal.
Kelainan yang berhubungan dengan malabsorbsi pada diare osmotic dapat berkaitan
dengan komponen sekretori, tetapi mekanismenya sampai saat ini kurang dipahami. Asam
empedu yang tidak diabsorbsi dan asam-asam lemak dapat menstimulasi sekresi ion dalam
kolon, menyebabkan diare massif yang berlanjut walaupun dalam keadaan puasa. Pada
diare ini yang menoonjol adalah air dan elektrolit. Osmolalitas fecal secara keseluruhan
dapat dihitung dengan mengukur Na+,K+,CL, dan HCO 3- dengan ‘gap” larutan fecal
(osmolalitas plasma –2(Na+ + K+) mendekati nol.
Diare osmotic disebabkan oleh akumulasi larutan yang sulit diserap dalam lumen
intestinal. Terdapat tiga mekanisme utama yang menyebabkan hal ini. (1) Makan larutan

52
yang sulit diabsorbsi seperti laktulosa,SO4-2,PO4-3atau Mg2+, (2) Malabsorbsi secara
menyeluruh, (3) Kegagalan mengabsorbsi komponen diet yang spesifik seperti lactose.
Diare osmotic dapat dicegah secara sempurna melalui puasa dengan mengeliminasi
intake larutan yang menyebabkan diare. Kolon tidak dapat mempertahankan gradien air,
konsentrasi Natrium dan Kalium akan turun dengan adanya larutan aktif secara osmotic
abnormal. Pengukuran elektrolit feses [2(Na++ K+)] tidak dapat menilai osmolalitas cairan
faeces. Osmolalitas cairan feses diperkirakan sama dengan osmolalitas serum. Pada kasus
intake makanan yang sulit diabsorbsi, anion seperti SO4 2- dan PO4 -3, diare osmotic
mungkin akan memiliki gap larutan normal sebab perhitungan dengan kation lebih baik dari
pada anion.
Malabsorbsi Karbohidrat menyebabkan diare osmotic, menghasilan fases yang asam
karena fermentasi bakteri terhadap karbohidrat. Perubahan elektrolit yang cepat pada lumen
selama memproses makanan normal dan memproses makanan yang menyebabkan diare
osmotic diperlihatkan pada skema dibawah ini :

A. Klasifikasi Dan Gambaran Medis


Klasifikasi Diare Kronik berdasarkan penyebabnya terdiri dari : proses inflamasi, osmotic
(malabsorbsi), sekretori dan dismotilitas.
Diare Inflamasi :
Diare Inflamasi ditandai dengan adanya demam, nyeri perut, fases yang berdarah
dan berisi lekosit serta lesi inflamasi pada biopsy mukosa intestinal. Pada beberapa kasus
terdapat hipoalbuminemia, hipoglobulinemia, protein losing enterophaty. Mekanisme
inflamasi ini dapat bersamaan dengan malabsorbsi dan meningkatnya sekresi intestinal.
Pada pasien tanpa penyakitsistemik, adanya fases yang berisi cairan atau darah
tersamar kemungkinan suatu neoplasma kolon atau proktitis ulcerative. Terjadinya diare
kronik yang berdarah dapat disebabkan oleh Collitis Ulcerativa atau Chron’s Disease.
Manisfestasi ekstraintestinal yang timbul arthritis, lesi pada kulit, uveitis atau vaskulitis.
Diare yang terjadi pada IBD penyebabnya adalah kerusakan absorbs permukaan
epitel dan pelepasan kedalam sirkulasi oleh sekretagogue seperti leukotriens,
prostaglandins, histamin dan sitoksin lain yang merangsang sekresi intestinal atau system
saraf enteric.

53
Diare inflamasi dapat dilihat pada pasien dengan enterokolitis radiasi kronik akibat
iradasi malignansi terhadap tractus urogenital wanita atau prostat pria. Sekmen yang
biasanya terlihat adalah ileum terminal, caecum dan rektosigmoid. Kolonoskopi dapat
melihat menyempitnya lumen, ulcerasi, perubahan inflamasi difus dan karakteristik
mukosa telengiektasi yang dapat menyebabkan perdarahan berat.
Diare juga terjadi sebagai hasil malabsorbsi asam empedu yang disebabkan oleh
inflamasi ileal atau pertumbuhan bakteri dari striktur instestinal atau stasis.
Gastroentroenteritis Eosinophilic ditandai oleh infiltrasi beberapa bagian traktus
gastrointestinal oleh eosinophil. Gambaran klinik berupa : diare, nyeri abdomen, neusea,
muntah, penurunan berat badan, eosinophilia perifer, steatorea dan protein losing
enterophaty. Pada protein losing enterophaty berat, dapat terjadi edema ferofer, asites dan
anasaarka. Penyakit ini merupakan variasi penyakit termasuk infeksi,IBD, kondisi yang
berhubungan dengan abstruksi limfatik dan akhir-akhir ini terkait dengan infeksi yang
disebabkan oleh HIV/AIDS.

Diare Osmotik :
Diare osmotic terjadi jika cairan yang dicerna tidak seluruhnya aiabsorbsi oleh usus
halus akibat tekanan osmotic yang mendesak cairan kedalam lumen intestinal.
Peningkatan volume cairan lumen tersebut meliputi kapasitas kolon untuk reabsorbsi,
nutrien dan obat sebagai cairan yang aggal dicerna dan diabsorbsi.
Pada umumnya penyebab diare osmotic adalah malabsorbsi lemak atau karbohidrat.
Malabsorbsi protein secara klinik sulit diketahui namun dapat menyebabkan malnutrisi
atau berakibat kepada defisiensi spesifik asam amino. Variasi kelainan ini dihubungkan
dengan malabsorbsi dan maldigesti. Maldigesti intraluminal terjadi oleh karena
insufisiensi eksoktrin pancreas jika kapasitas sekresi berkurang sampai 90%. Keadaan ini
terjadi pada pankreatitis kronik, obstruksi duktus pancreas, somastostaninoma, kolestasis
dan bacterial overgrowth.
Diare osmotic dapat terjadi akibat gangguan pencernaan kronik terhadap makanan
tertentu seperti buah,gula/manisan, permen karet,makanan diet dan pemanis obat berupa
karbohidrat yang tidak ddiabsorbsi seperti sorbitol atau fruktosa. Kelainan congenital
spesifik seperti tidak adanya hidrolase karbohidrat atau defisiensi lactase pada laktosa
intolerans dapat juga menyebabkan diare kronik. Malabsorbsi mukosa terjadi pada celiac

54
sprue atau enteropati sensitive glutein. Pasien dengan celiac sprue memiliki presentasi
atipik yaitu gangguan pertumbuhan, otot kecil, distensi abdomen, defisiensi besi, retardasi
dan anoreksia. Pada tropical sprue ditandai dengan malabsorbsi dan perubahan histologik
usus halus berupa atrofi villus, hiperplasia kripta, kerusakan epitel permukaan dan in
filtrasi mononuclear ke lamina propria.
Malabsorbsi Intestinal (Whipple’s Disease) disebabkan tropehyma whippeli,
umumnya terjadi pada usia dewasa. Manisfestasi berupa artralgia, demam, menggigil,
hipotensi, limfadenopati dan keterlibatan system saraf. A betalipoproteinemia disebabkan
karena tidak adanya Apo B akibat defek formasi kilomikron. Pada anak-anak dengan
kelainan ini ditandai dengan steatore, sel darah merah akantositik, ataksia, pigmentosa
retinitis. Steatore disebabkan juga oleh Giardia, Isospora, Strogyloides dan kompleks
mycobacterium avium. Steatore yang disebabkan oleh obat terjadi kerusakan pada
enterosit misalnya kolkisine, neomisin dan paraaminosalisilic acid. Limpangiektasia
menyebabkan protein losing enterophaty dengan steatorea, tetapi absorbsi karbohidrat
tetap baik misalnya pada post mukosal obstruction of lymphatic channels. Penyakit ini
dapat congenital atau didapat misalnya trauma, limfoma, karsinoma atau Penyakit
whipple.
Reseksi Intestinal yang luas dapat menyebabkan short bowel syndrome berupa
steatore akibat tidak adekuatnya absorbsi, menurunnya transit time, dan menurunnya pool
garam empedu. Faktor lain yang mungkin mendukung diare dan short bowel syndrome
adalah efek osmotic cairan non absorbsi, hipersekresi gaster dan beberapa penyebab dari
pertumbuhan bakteri.

Diare Sekretori :
Diare Sekretori ditandai oleh volume feses yang besar oleh karena abnormalita
cairan dan transport elektrolit yang tidak selalu berhubungan dengan makanan yang
dimakan. Diare ini biasanya menetap dengan puasa. Pada keadaan ini tidak ada
malabsorbsi larutan. Osmolalitas feses dapat diukur dengan unsure ion normal tanpa
adanya osmotic gap pada feses.
Diare sekretori terjadi pada Carcinoid tumor traktus gastrointestinal sebagai suatu :
Sndrom Carcinoid yaitu : episodic flushing, telangiectatic skin lesions, sianosis, pellagra
like skin lesions, bronchospasm dan cardiac murmur yang disebabkan right sided valvular

55
lesions. Sindrom ini terjadi akibat substans vasoaktif sebagai secretagogue poten
intestinal, misalnya seratonin, histamin, katekolamin, prostaglandin dan kinin.
Sepertiga kasus diare ini adalah Sindroma Zollinger Ellison dan simtom ini terjadi
10% kasus. Diare terjadi karena sekresi dengan volume tinggi asam hidroklorik,
maldigesti lemak akibat inaktivasi lipase pancreas dan rendahnya pH asam empedu. Pada
adenoma pankreatik sel non beta, diare ini terjadi akibat sekresi vasoaktif intestinal
polypeptide(VIP) dihubungkan dengan Watery Diarrhea Hypoklemia Achlorhydria
(WDHA) yang sering terjadi diare massif, akhlohidria,
hipokalemia,hipomagnesemia,hiperkalsemia tanpa hiperparatiroidisme. Beberapa kasus
dijumpai adanya flushing, miopati atau nefropati.
Carcinoma Medular pada thyroid mungkin sekali menggambarkan sindrom
multiple neoplasia endokrin type II a dengan feokromositoma dan hiperparatiroidisme.
Diare ini dimediasi oleh kalsitonin yang dihasilkan oleh tumor. Adanya diare pada
medullari tumor menunjukkan suatu prognostic yang buruk.
Mastosiosis Sistemik diare terjadi akibat mediasi histamin atau amalabsorbsi yang
disebabkan oleh infiltrasi mukosa intestinal oleh sel mast. Diare yang disebabkan oleh
Adenoma Villous pada rectum atau rektosigmoid biasanya terjadi pada tumor yang besar
dengan diameter 3-4 cm. Sering juga disertai dengan hipokalemia. Kolitis limfositik dan
Kolitis kollagenous, karakteristik penyakit ini ditandai lesi histologik berupa infiltrasi sel
inflamasi dan limfosit intraepithelial ke lamina propria dan adanya subepitelial kolagen
band pada colitis kolagen.
Diare Sekretori berat dapat terjadi pada reseksi atau bypass dari ileum distal
sedikitnya 100 cm. Diare terjadi akibat stimulasi sekresi kolon oleh garam empedu
dihidroksi yang absorbsinya pada illeum terminal (diare kolerik). Dengan mencegah
kontraksi kandung empedu dan membawa sejumlah besar empedu ke intestine melalui
puasa dapat mengeliminasi diare ini. Jika lebih dari 100 cm direksesi, sintesis hepatic
tidak dapat mempertahankan pool asam empedu intraluminal secara memadai daan
steatore terjadi. Asam empedu yang menyebabkan diare dapat terjadi sesudah
kolisistektomi karena kehilangan kapasitas penyimpanan dari kandung empedu.
Kasus yang jarang adalah malabsorbsi primer asam empedu idiopatik (primer) dari
Illeium terminal. Terjadinya diare sekretorik ini dapat diterangkan. Transit usus halus

56
yang cepat meningkatkan asam empedu kolon. Kejadian ini dapat juga terjadi pada diare
post vogotomi pada 30% pasien yang menjalani prosedur drainase vagotomi trunkal
untuk ulkus peptikum. Diare ini berkurang pada vogotomi gaster proksimal.

B. Perubahan Motilitas Intestinal (Altered Intestinal Motility)

Diare ini disebabkan oleh kelainan yang menyebabkan perubahan motilitas


intestinal. Kasus paling sering adalah Irritable Bowel Syndrome. Diare ini ditandai
dengan adanya konstipasi, nyeri abdomen, passase mucus dan rasa tidak sempurna dalam
defaksi. Pada beberapa pasien dijumpai konstipasi dengan kejang perut yang berkurang
dengan diare, kemungkinan disebabkan kelainan motilitas intestinal. Diare terjadi akibat
pengaruh fekal atau obstruksi tumor dengan melimpahnya cairan kolon diantara feses
atau obstruksi.
Penyakit Neurologi sering dihubungkan dengan diare, disebabkan perubahan
kontrol otonom dari fungsi defekasi. Diare yang banyak dan inkontinen sering terjadi
pada pasien Diabetes tipe I yang dihibungkan dengan neuropati berat, nefropati dan
ertinopati. Faktor tambahan termasuk pertumbuhan sekunder bakteri terhadap dismotilitas
intestinal, insufisiensi eksokrin pancreas, celiac sprue(jarang), traumatic neuriphaty, the
shy Drager Syndrome atau lesi pada cauda equina.

Diare Factitia (Factitious Diarrhea)

Diare ini terjadi pada pasien yang diduga memiliki riwayat penyakit psikiatrik
atau tanpa riwayat penyakit diare sebelumnya. Penyebabnya dapat berupa infeksi
intestinal, penggunaan yang salah terhadap laktsantia. Pasien ini umumnya wanita dengan
diare kronik berat, nyeri abdomen, berat badan menurun, oedem perifer dan hipokalemia.
Kejadian ini terjadi pada sekitar 15 % pasien diare kronik, 5,6,9

C. Pemeriksaan Laboratorium Dan Penunjang Lainnya


Pemeriksaan Laboratorium yang dapat dilakukan pada diare kronik adalah sebagai
berikut :

57
1. Lekosit Feses (Stool Leukocytes) : Merupakan pemeriksaan awal terhadap diare
kronik. Lekosit dalan feses menunjukkan adanya inflamasi intestinal. Kultur Bacteri
dan pemeriksaan parasit diindikasikan untuk menentukan adanya infeksi. Jika pasien
dalam keadaan immunocompromisedd, penting sekali kultur organisma yang tidak
biasa seperti Kriptokokus,Isospora dan M.Avium Intracellulare. Pada pasien yang
sudah mendapat antibiotik, toksin C difficle harus diperiksa.
2. Volume Feses : Jika cairan diare tidak terdapat lekosit atau eritrosit, infeksienteric atau
imfalasi sedikit kemungkinannya sebagai penyebab diare. Feses 24 jam harus
dikumpulkan untuk mengukur output harian. Sekali diare harus dicatat (>250 ml/day),
kemudian perlu juga ditentukan apakah terjadi steatore atau diare tanpa malabsorbsi
lemak.
3. Mengukur Berat dan Kuantitatif fecal fat pada feses 24 jam : Jika berat feses >
300/g24jam mengkonfirmasikan adanya diare. Berat lebih dari 1000-1500 gr
mengesankan proses sektori. Jika fecal fat lebih dari 10g/24h menunjukkan proses
malabsorbstif.
4. Lemak Feses : Sekresi lemak feses harian < 6g/hari. Untuk menetapkan suatu steatore,
lemak feses kualitatif dapat menolong yaitu >100 bercak merak orange per ½ lapang
pandang dari sample noda sudan adalah positif. False negatif dapat terjadi jika pasien
diet rendah lemak. Test standard untuk mengumpulkan feses selama 72 jam biasanya
dilakukan pada tahap akhir. Eksresi yang banyak dari lemak dapat disebabkan
malabsorbsi mukosa intestinal sekunder atau insufisiensi pancreas.
5. Osmolalitas Feses : Dipeerlukan dalam evaluasi untuk menentukan diare osmotic atau
diare sekretori. Elekrolit feses Na,K dan Osmolalitas harus diperiksa. Osmolalitas
feses normal adalah –290 mosm. Osmotic gap feses adalah 290 mosm dikurangi 2 kali
konsentrasi elektrolit faeces (Na&K) dimana nilai normalnya <50 mosm. Anion
organic yang tidak dapat diukur, metabolit karbohidrat primer (asetat,propionat dan
butirat) yang bernilai untuk anion gap, terjadi dari degradasi bakteri terhadap
karbohidrat di kolon kedalam asam lemak rantai pendek. Selanjutnya bakteri fecal
mendegradasi yang terkumpul dalamsuatu tempat. Jika feses bertahan beberapa jam
sebelum osmolalitas diperiksa, osmotic gap seperti tinggi. Diare dengan normal atau

58
osmotic gap yang rendah biasanya menunjukkan diare sekretori. Sebalinya osmotic
gap tinggi menunjukkan suatu diare osmotic.
6. Pemeriksaan parasit atau telur pada feses : Untuk menunjukkan adanya Giardia E
Histolitika pada pemeriksaan rutin. Cristosporidium dan cyclospora yang dideteksi
dengan modifikasi noda asam.
7. Pemeriksaan darah : Pada diare inflamasi ditemukan lekositosis, LED yang meningkat
dan hipoproteinemia. Albumin dan globulin rendah akan mengesankansuatu protein
losing enteropathy akibat inflamasi intestinal. Skrining awal CBC,protrombin time,
kalsium dan karotin akan menunjukkan abnormalitas absorbsi. Fe,VitB12, asam folat
dan vitamin yang larut dalam lemak (ADK). Pemeriksaan darah tepi menjadi penunjuk
defak absorbsi lemak pada stadium luminal, apakah pada mukosa, atau hasil dari
obstruksi limfatik postmukosa. Protombin time,karotin dan kolesterol mungkin turun
tetapi Fe,folat dan albumin mengkin sekali rendaah jika penyakit adalah mukosa
primer dan normal jika malabsorbsi akibat penyakit mukosa atau obstruksi limfatik.
8. Tes Laboratorium lainnya : Pada pasien yang diduga sekretori maka dapat diperiksa
seperti serum VIP (VIPoma), gastrin (Zollinger-Ellison Syndrome), calcitonin
(medullary thyroid carcinoma), cortisol (Addison’s disease), anda urinary 5-HIAA
(carcinoid syndrome).
9. Diare Factitia : Phenolptalein laxatives dapat dideteksi dengan alkalinisasi feses
dengan NaOH yang kan berubah warna menjadi merah. Skrining laksatif feses
terhadap penyebab lain dapat dilakukan pemeriksaan analisa feses lainnya.
Diantaranya Mg,SO4 dan PO4 dapat mendeteksi katartik osmotic seperti
MgSO4,mgcitrat Na2 SO4 dan Na2 PO4.

 Biopsi Usus Halus

Biopsi usus halus diindikasikan pada (a) pasien dengan diare yang tidak dapat
dijelaskan atau steatore, (b) anemia defisiensi Fe yang tidak dapat dijelaskan yang
mungkin menggambarkan absorbsi Fe yang buruk pada celiac spure dan (c)
Osteoporosis idiopatik yang menggambarkan defisiensi terisolasi terhadap absorbs
kalsium.

 Enteroskopi Usus Halus

59
Memerlukan keterampilan khusus yang dapat membantu menidentifikasi lesi
pada usus halus.
Protosigmoidoskopi dengan Biopsi Mukosa : Pemeriksaan ini dapat membantu
dalam mendeteksi IBD termasuk colitus mikroskopik,melanosis coli dan indikasi
penggunaan kronis anthraguinone laksatif.

 Rangkaian Pemeriksaan Usus Halus

Pemeriksaan yang optimal diperlukan bagi klinisi untuk mengetahui segala


sesuatu ayng terjadi di abdomen. Radiologis dapat melakukan flouroskopi dalam
memeriksa keseluruhan bagian usus halus atau enteroclysis yang dapat menjelaskan
dalam 6 jam pemeriksaan dengan interval 30 menit. Tube dimasukkan ke usus halus
melewati ligamentum treitz, kemudian diijeksikan suspensi barium melalui tube dan
sesudah itu 1-2 liter 0,5% metil selulosa diinjeksikan.

 Imaging

Penyebab diare dapat secara tepat dan jelas melalui pemeriksaan imaging jika
diindikasikan. Klasifikasi pada radiografi plain abdominal dapat mengkonfirmasi
pankreatitis kronis. Studi Seri Gastrointestinal aatas atau enterokolosis dapat
membantu dalam mengevaluasi Chron’s disease, Limfoma atau sindroma carcinoid.
Kolososkopi dapat membantu mengevaluasi IBD. Endoskopi dengan biopsy usus
halus berguna dalam mendiagnosa dugaan malabsorbsi akibat penyakit pada mukosa.
Endoskopi dengan aspirasi duodenum dan biopsy usus halus berguna pada pasien
AIDS, Cryptosporidium, Mccrosporida, Infeksi M Avium Intraseluler. CT Abdpminal
dapat menolong dalam mendeteksi pankreatitis kronis atau endokrin pancreas.

Beberapa Tes Untuk Malabsorbsi

 Tes Untuk Menilai Abnormalitas Mukosa


1. The d-xylose absorption test : Absorbsi xylose tidak lengkap dimetabolisme di usus
halus bagian proksimal, Abnormalitas ini ditandai jika eksresi pada ginjal rendah

60
kurang dari 4 gram urine setelah pemberian 25 gr dosis oral. False positif terjadi
pada renal insufisiensi, hipertensi portal dan penggunaan NSAID.
2. Breath Hidrogen Test : Hidrogen dihasilkan dari fermentasi bakteri dari karbohidrat,
dimana akan meningkat pada pertumbuhan bakteri dan intolerans laktosa. Hidrogen
Breath Test akan mencapai pucaknya 2 jam setelah pertumbuhan bakteri dan 3-6
jam pada pasien dengan defisiensi lactase atau insufisiensi pancreas. Membedakan
defisiensi lactase dan insufisiensi pancreas, pemberian enzim pancreas akan
menurunkan Breath hydrogen.
 Test Menilai Pertumbuhan Bakreri4
Kultur bakteri kuantitatif : Dilakukan intubasi pada duodenum atau jejunum
proksimal kemudian diinjeksikan NaCl steril kedalam lumen dan kemudian
ddiaspirasi. Terdapatnya >105 bakteri/ml menunjukkan pertumbuhan bakteri.

D. Pengobatan
Pengobatan diare kronik ditujuan terhadap penyakit yang mendasari. Sejumlah agen
anti diare dapat digunakan pada diare kronik. Opiat mungkin dapat digunakan dengan
aman pada keadaan gejala stabil.

1. Loperamid : 4 mg dosis awal, kemudian 2 mg setiap mencret. Dosis maksimum 16


mg/hari.
2. Dhypenoxylat dengan atropin : diberikan 3-4 kali per hari.
3. Kodein, paregoric : Disebabkan memiliki potensi additif, obat ini sebaiknya dihindari.
Kecuali pada keadaan diare yang intractable. Kodein dapat diberikan dengan dosis 15-
60 mg setiap 4 jam. Paregoric diberikan 4-8 ml.
4. Klonidin : 2 adrenergic agonis yang menghambat sekresi elektrolit intestinal.
Diberikan 0,1-0,2 mg/hariselama 7 hari. Bermanfaat pada pasien dengan diare
sekretori, kriptospdidiosis dan diabetes.
5. Octreotide : Suatu analog somatostatin yang menstimulasi cairan instestinal dan
absorbsi elektrolit dan menghambat sekresi melalui pelepasan peptide gastrointestinal.
Berguna pada pengobatan diare sekretori yang disebabkan oleh VIPoma dan tumor
carcinoid dan pada beberapa kasus diare kronik yang berkaitan dengan AIDS. Dosis
efektif 50mg –250mg sub kutan tiga kali sehari.

61
6. Cholestiramin : Garam empedu yang mengikat resin, berguna pada pasien diare
sekunder karena garam empedu akibat reseksi intestinal atau penyakit ileum. Dosis 4
gr 1 s/d 3 kali sehari.

3.4 Infeksi Yang Terjadi Pada Intestinum Tenue

A. Obstruksi

Obstruksi lumen intestinal sehingga aliran bahan makanan terganggu sering terjadi
pada anjing atau kucing. Obstruksi yang terjadi bisa bersifat parsial atau komplet. Pada
obstruksi yang bersifat parsial gejala yang ditimbulkan tidak begitu nyata dan sebaliknya
pada obstruksi komplet akan menimbulkan gejala-gejala yang nyata dan serius.
Penyebab
• Kongenital
Stenosis, atresia, anomali ligamen pankreatikomesojejenunal
• Kompresi ekstramural
Adesi, hernia, strangulasi, intususepsi, volvulus, tumor (Lymphoma,
adenocarcinoma, Leiomyosarcoma), Inflamasi granulomatus, Phycomycosis, Striktura,
Abses dan Hematoma.
• Obstruksi intraluminal
Polyps (pada kucing), Benda asing
• Obstruksi fungsional
Hambatan syaraf simpatik, infiltrasi, penyakir neuromuskular, peritonitis,
hipokalemia.

 Patofisiologi
Obstruksi intestinal akan menyebabkan gangguan terutama adalah cairan,
elektrolit dan endotoksik shock atau septik shock. Distensi cairan dan gas akan segera
terbentuk pada daerah proksimal obstruksi. Perubahan aliran darah bagian proksimal
obstruksi intestinal akan menurunkan absorbsi cairan dan meningkatkan sekresi
intestinal, sehingga terjadi akumulasi cairan di dalam lumen intestinal. Pertumbuhan
bakteri dengan toksin yang dilepaskan juga akan memicu terjadi akumulasi sekresi di

62
lumen intestinal. Akumulasi cairan sekresi ini akan hilang bila hewan mengalami
vomit. Selanjutnya akan memicu terjadi akumulasi cairan dan gas, sehingga terjadi
distensi yang lebih besar pada bagian proksimal daerah obstruksi. Gejala yang terjadi
bergantung tingkat dan durasi kehilangan cairan serta kerapatan dan letak obstruksi
obstruksi.

 Gejala klinis
Gejala klinis berkaitan dengan obstruksi intestinal bergantung pada lokasi
obatruksi dan tipe obstruksi. Pada obstruksi akut atau obstruksi bagian distal intestinal,
gejala klinis tidak begitu tampak. Namun semakin lama hewan mengalami anoreksia
dan mengalami kondisi yang semakin buruk. Vomit yang terjadi semula intermiten
namun berkembang menjadi parah dengan semakin besarnya distensi akibat akumulasi
gas dan cairan. Sedangkan pada obstruksi intestinal yang lebih proksimal, hewan
umumnya mengalami anoreksia. Tapi gejala yang paling nyata adalah vomit. Hewan
akan mengalami dehidrasi dengan gejala endotoksik shock. Sedangkan pada obstruksi
akibat strangulasi, gejala yang muncul sangat hebat, cepat dan progresif. Hewan akan
mengalami gejala-gejala hipovolemik dan endotoksik shock.

 Diagnosis
Palpasi daerah abdomen harus dilakukan dengan hati-hati. Dengan palpasi akan
ditemukan adanya massa pada usus halus, namun kadang terjadi vomit dan rasa sakit
akibat palpasi. Pada kasus intususepsi akan terasa massa tubular yang keras dengan
bentukan usus halus normal yang masih teraba. Pemeriksaan rektal pada pasien
obstruksi komplet akan ditemukan feses yang normal, namun umumnya ditemukan
feses kering dan keras dan mukosa rektal kering kesat.
Pemeriksaan radiografi sangat membantu untuk melihat adanya benda asing,
dugaan intususepsi, tampak adanya distensi dengan adanya akumulasi gas atau cairan
di depan daerah obstruksi
Pemeriksaan laboratorium tidak banyak berubah, kecuali adanya
hemokonsentrasi akibat dehidrasi, leukositosis akibat inflamasi dan gangguan
elektrolit. Namum leukopenia akan ditemukan bila mengalami strangulasi atau

63
nekrosis intestinal. Hewan kan mengalami hipokalemia, hiponatremia, hipokloremia
dan metabolic alkalosis. Peningkatan konsentrasi serum folat juga membantu
mengeakkan diagnosis obstruksi parsial karena berkaitan dengan bacterial overgrowth
pada usus halus.

 Terapi
Terapi utama pada kondisi obstruksi intestinal adalah melakukan tindakan
operasi, dengan mengambil benda asing, atau memperbaiki intususepsi. Keputusan ini
harus segera dilakukan segera setelah diagnosis ditegakkan. Sebelum tindakan operasi
perlu dilakukan terapi cairan, normal saline merupakan pilihan pada penderita yang
mengalami vomit. Pemberian antibiotika spektrum luas diperlukan untuk mengatasi
endotoksemia.

B. Bakteri Shigella

Infeksi Shigella hampir selalu terbatas pada saluran pencernaan : invasi ke aliran
darah sangat jarang. Shigela sangat menular, untuk menimbulkan infeksi diperlukan dosis
kurang 10 ribu organism. Proses patologik yang penting adalah invasi epitel mukosa,
mikroabses pada dinding usus besar dan ileum terminal yang mengakibatkan nekrosis
selaput mukosa, ulserasi superficial, perdarahan dan pembentukan “pseudomembran”
pada daerah ulkus. Pseudomembran ini terdiri atas fibrin, leukosit, sisa sel, selaput
mukosa yang nekrotik dan bakteri. Bila proses mulai membaik, jaringan granulasi
mengisi ulkus dan terbentuk jaringan parut.

C. Bakteri Aeromonas

Spesies ini merupakan batang gram-negatif yang hidup di air segar, spesies ini
menyebabkan diare dan kadang-kadang menginfeksi luka yang terkena air segar atai
menginfeksi penderita yang fungsi imunnya terganggu dan jarang menyebabkan infeksi
non-intestinal.

Secara khas, aeromonas menghasilkan hemolisisn. Beberapa strain menghasilkan


enterotoksin. Telah diketahui juga mengenai sitotoksin berikut kemampuannya dalam

64
menyerang sel pada pada biakan jaringan. Tetapi, tak satupun dari sifat-sifat ini yang
terbukti berhubungan dengan penyakit diare pada manusia. Postulat Koch tidak terpenuhi,
sebagian besar karena tidak adanya model hewan yang menimbulkan diare manusia yang
berhubungan dengan Aeoromonas.

D. Virus Sitomegalovirus

Infeksi sitomegalovirus primer pada inang dengan fungsi imun tertekan terrjadi
jauh lebih berat dibandingkan pada inang normal. Orang-orang yang berada pada resiko
tertinggi untuk penyakit sitomegalovirus aalah mereka yang menerima transplantasi
organ, mereka dengan tumor ganas yang menerima kemoterapi, dan terutama mereka
penderita AIDS. Eksresi virus meningkat dan lebih lama, dan infeksi lebih condong
menjadi tersebar. Pneumonia dan gangguan saluran pencernaan adalah komplikasi yang
paling terjadi.
Respon imun inang diduga mempertahankan sitomegalovirus dalam keadaan laten
pada orang dengan seopositif. Reaktivasi infeksi sehubungan dengan penyakit, terjadi
jauh lebih sering pada pasien dengan fungsi imun terganggu dibandingkan pada orang
normal. Walaupun biasanya lebih ringan, infeksi yang teraktivasi ulang mungkin menjadi
infeksi primer, bergantung pada lingkungan sekitar dari pasien dengan fungsi imun yang
tertekan tersebut.
Keterlibatan sitomegalovirus dapat dideteksi pada banyak system organ pada
penyeakit tersebar yang berat, berdasarkan pada penyebaran sel inklusi sitomegalik yang
khas. Namun sejumlah sel sitomegalik tidak mencerminkan luasnya gangguan fungsional
pada orang yang sakit. Sel epitel duktus biasanya lebih sering terinfeksi dari pada
fibroblast.

E. Parasit Candidiasis Usus

Penyebab penyakit ialah jamur Candida yang bersifat menyerupai ragi. Walaupun
ada 7 spesies yang diketahui dapat menyebabkan penyakit pada manusia, namun spesies
utama ialah Candida albicans. Spesies ini, juga spesies-spesies lainnya, dapat ditemukan
di dalam berbagai alat tubuh manusia sehat sebagai saprofit tanpa menimbulkan suatu
kelainan. Alat tubuh terbanyak yang mengandung jamur ialah usus. Usus merupakan

65
sumber infeksi endogen untuk timbulnya candidiasis, karma candida telah terdapat
sebelumnya di dalamnya. Pada keadaan tertentu ialah bila ada faktor predisposisi, maka
jamur menimbulkan kelainan. Faktor ini diantaranya ialah kelemahan tubuh, misalnya
pada bayi barn lahir atau orang tua renta dan mereka yang menderita penyakit menahun.
Pada keadaan yang lemah jamur mudah menginvasi jaringan. Obat kortikosteroid dan
sitostatik mempunyai pengaruh yang sama. Obat antibiotik menekan kuman-kuman yang
semula hidup bersama dengan jamur di dalam usus, sehingga jamur dapat tumbuh dengan
subur. Jamur dapat berubah dari sifat saprofit menjadi patogen.
Gejala utama candidiasis usus akut ialah diare, tinja lembek hingga cair, biasanya
tanpa lendir dan darah. Gejala candidiasis usus menahun tidak menentu. Pada
kebanyakan keadaan, timbulnya penyakit ini dikaitkan dengan adanya factor predisposisi
pada penderita yang mempermudah timbulnya penyakit tsb.
Penderita malnutrisi, biasanya anak-anak, mudah menderita candidiasis usus karena
tidak mempunyai daya tahan cukup terhadap jamur itu. Adanya candida di dalam usus
menghambat absorbsi zat-zat makanan, terutama hidrat arang, elektrolit serta cairan,
dengan demikian terjadi diare. Maka terjadilah lingkaran tanpa akhir.2 Fungsi vili usus
yang kurang baik juga dapat menjadi dasar timbulnya candidiasis, yang sebetunya
berdasarkan pada hambatan absorbsi bahan makanan sehingga menimbulkan malnutrisi
juga. Sebaliknya invasi candida pada vili mengakibatkan fungsi vili terganggu. Sebagai
telah disebut di atas maka sumber utama infeksi endogen ialah usus. Di samping infeksi
endogen dapat terjadi infeksi eksogen. Cara infeksi ini terjadi misalnya waktu bayi
dilahirkan. Bila vagina ibunya mengandung Candida, maka jamur dapat tertelan dan
masuk ke dalam usus. Cara lain ialah melalui alat minum dan makan yang tercemar,
misalnya di dalam tempat perawatan bayi yang baru lahir atau tempat-tempat perawatan
anak yang tidak memperhatikan kebersihan dengan baik.

66
DAFTAR PUSTAKA

Almaycano Ginting, 2008, Pengaturan Proses Sistem Gastrointestinal, Universitas


Sumatra Utara, Medan.

Brunner and Sudarth. 1996. Buku Ajar Keperawatan medikal Bedah. Buku Kedokteran
EGC : Jakarta.

Dr . S. Dumilah Suprihatin (Alm). 1983. Cermin Dunia Kedokteran, Masalah Saluran


Cerna. CDK. Jakarta.

Ester Monica. 2001. Keperawatab Medikal Bedah : Pendekatan Sistem Gastrointestinal.


Buku Kedokteran EGC : Jakarta.

Guyton and Hall. 2007. Fisiologi Kedokteran edisi 11, Bab Sistem Pencernaan. EGC.
Jakarta.

Jawetz, Melnick, and Adelberg. 2008. Mikrobiologi Kedokteran. EGC. Jakarta.

Jayve M. Black and Esther Matassarin Jacob. 1997. Medical Surgical Nursing : Clinical
Management for Continuty of Care, fifth edition. WB. Sounders : Campani

Made Prabawa. 1998. Tesis: Kejadian Bayi Lahir Dengan Kelainan Kongenital. Undip.
Semarang.

Mansjoer Arif, dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Media Aesculapius FKUI :
Jakarta.

67
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. EGC. Jakarta.

Nusdianto Triakoso. 2006. Bahan Ajar Ilmu Penyakit Dalam Veteriner II. Unair.
Surabaya.

Price, Sylvia, dkk. 1994. Patofisiologi Konsep Klinik, Proses-Proses Penyakit. Buku
Kedokteran EGC . Jakarta.

Robbin, Kumar, dan Cotran. 2007. Buku Ajar Patologi Edisi 7, Volume 2, Bab Sistem
Pencernaan. EGC. Jakarta.

Sacharin, Rosa M.1996. Prinsip Keperawatan Pediatrik. EGC: Jakata.

Sherwood Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia ed.2. Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.

Sri Maryani Sutadi. 2003. Diare Kronik. USU. Medan

Sulaiman, Ali, dkk. 1990. Gastroentorologi Hepatologi. CV. Agung : Jakarta.

Suprianto, 2003, Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Gejala Refluks


Gastroesofagus Pada Anak Usia Sekolah Dasar, Universitas Sumatera Utara,
Medan.

S. Wibowo Daniel & Paryana Widjaya. 2007. Anatomi Tubuh Manusia. Elsevier,
Bandung.

Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatn Pediatrik. EGC: Jakarta.

Website :

http://www.anatomi-sistem-pencernaan.html

http://www.baktiindonesia.net63.net/index.php?pilih=hal&id=10

http://www.drhanifah.wordpress.com

http://www.fkunhas.co.cc

http://www.infokedokteran.com/info-obat/diagnosis-dan-penatalaksanaan-pada-
karsinoma-esofagus.html

68
69

You might also like