You are on page 1of 630

DR. WIDYA | DR. YOLINA | DR. RETNO | DR.

ORYZA
DR. REZA | DR. RESTHIE | DR. CEMARA

OFFICE ADDRESS:
Jl padang no 5, manggarai, setiabudi, jakarta selatan Medan :
(belakang pasaraya manggarai) Jl. Setiabudi no. 65 G, medan
phone number : 021 8317064 Phone number : 061 8229229
pin BB D3506D3E / 5F35C3C2 Pin BB : 24BF7CD2
WA 081380385694 / 081314412212 Www.Optimaprep.Com
ILMU
P E N YA K I T
DALAM
1. GI Bleeding
Bleeding from the gastrointestinal (GI) tract may present in 5 ways:
Hematemesis: vomitus of red blood or "coffee-grounds" material.
Melena: black, tarry, foul-smelling stool.
Hematochezia: the passage of bright red or maroon blood from the rectum.
Occult GI bleeding: may be identified in the absence of overt bleeding by a
fecal occult blood test or the presence of iron deficiency.
Present only with symptoms of blood loss or anemia such as lightheadedness,
syncope, angina, or dyspnea.

Harrisons principles of internal medicine


1. GI Bleeding
Specific causes of upper GI bleeding may be suggested
by the patient's symptoms:
Peptic ulcer:
epigastric or right upper quadrant pain
Esophageal ucer:
odynophagia, gastroesophageal reflux, dysphagia
Mallory-Weiss tear:
emesis, retching, or coughing prior to hematemesis
Variceal hemorrhage or portal hypertensive gastropathy:
jaundice, weakness, fatigue, anorexia, abdominal distention
Malignancy:
dysphagia, early satiety, involuntary weight loss, cachexia
Characteristics of DU and GU
Duodenal Ulcer Gastric Ulcer
May present < age 40 Usually seen in
50-60 year olds
Rarely associated with
NSAID use Strong relationship to
NSAID use
Pain often on empty Pain usually worse after
stomach, better with food meals
or antacids H. pylori in 70% to 90%
H. pylori in 90% to 100%
Both
most common symptom: diffuse epigastric pain
may be pain free
may be associated with dyspeptic symptoms
can lead to bleeding, perforation, or obstruction
GERD keluhan berupa heartburn, regurgitasi;
mual dan muntah merupakan keluhan negatif.
Pankreatitis inflamasi pada pankreas, keluhan
berupa nyeri abdomen menjalar ke punggung,
mual muntah, demam.
Crohn duodenum suatu IBD, biasanya terdapat
keluhan lain seperti nyeri abdomen, diare, dan
lain sebagainya. Pada endoskopi ditemukan
cobblestone atau skip lesion.
Zollinger Ellison syndrome suatu keadaan
dimana terdapat hipersekresi asam lambung.
Zollinger Ellison Syndrome
Zollinger-ellison syndrome (ZES) adalah kondisi
hipersekresi asam lambung yang dapat
menyebabkan ulkus peptik seringnya berat dan
refrakter, dan diare.
ZES terjadi akibat gastrinoma atau suatu tumor
endokrin pankreas yang mensekresi gastrin.
Hipergastrinemia kronik akan menyebabkan
hipersekresi asam lambung, hiperplasia mukosa
lambung dengan peningkatan jumlah sel parietal
lambung.
Zollinger Ellison Syndrome
Gejala klinis ZES:
sakit perut (70-100% kasus)
diare (37-73% kasus)
esofagitis (30-35% kasus).
Diagnosis:
Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan konsentrasi
gastrin serum puasa (biasanya kadarnya lebih dari 1000
pg/mL) disertai kenaikan basal gastric acid output (BAO).
70-90% gastrinoma terletak pada area segitiga Passaro
(kepala pankreas, duodenum, jaringan limfe posterior
dan superior duodenum)
Sekitar 50% gastrinoma adalah ganas.
Zollinger Ellison Syndrome
Sebagian besar gastrinoma dapat dikontrol
kenaikan asam lambung dengan PPI.
Tindakan bedah yang ideal adalah reseksi seluruh
tumor dan metastasisnya.
Pada pasien yang inoperable, dapat diberikan
terapi seperti kemoterapi, analog somatostatin,
interferon, kemoembolisasi.
Angka survival 15 tahun tanpa metastasis sebesar
85%.
Survival 5 tahun dengan metastasis hati adalah
20-50%.
2.Intoksikasi Organofosfat
Organophosphorus pesticides
inhibit esterase enzymes,
especially acetylcholinesterase in
synapses and on red-cell
membranes.

Acetylcholinesterase inhibition
accumulation of acetylcholine &
overstimulation of acetylcholine
receptors in synapses of the
autonomic nervous system, CNS,
and neuromuscular junctions
DUMBELS.

DUMBELS: diarrhea, urination,


miosis,
bradycardia/bronchorea/bronchos
pasm, emesis, lacrimation,
salivation.
2. Intoksikasi Organofosfat
2. Intoksikasi Organofosfat
Buku ajar IPD:
Sulfas atropin 1-2 mg IV, ulang 10-15 menit.

CDC:
Dosis awal atropin untuk dewasa 1-2 mg, untuk anak
0,01 mg/kg (minimum 0,01 mg), diberikan IV. Jika
tidak bisa IV, boleh via IM, SK, ETT.
Dosis diulang tiap 15 menit sampai sekret & keringat
berlebih terkontrol.
Dosis pralidoksim untuk dewasa 1 g, anak 25-
50mg/kg. Diberikan IV selama 30-60 menit.
3. Pneumonia
Cough, particularly cough productive of sputum,
is the most consistent presenting symptom of
bacterial pneumonia and may suggest a
particular pathogen, as follows:
Streptococcus pneumoniae (Pneumococcal): Rust-
colored sputum, dapat juga sputum berwarna hijau.
Pseudomonas, Haemophilus species: May produce
green sputum.
Klebsiella species pneumonia: Red currant-jelly
sputum
Anaerobic infections: Often produce foul-smelling or
bad-tasting sputum
4. Ikterik
PENYAKIT HEPATOBILIER
Kolelitiasis:
Nyeri kanan atas/epigastrik mendadak,
hilang dalam 30 menit-3 jam, setelah
makan berlemak.
Fat (ekskresi kolesterol ), female, fourty,
fertile (estrogen menghambat perubahan
kolesterol empedu, sehingga kolesterol
menjadi jenuh)

Kolesistitis:
Nyeri kanan atas bahu/punggung,
mual, muntah, demam
Nyeri tekan kanan atas (murphy sign)

Koledokolitiasis:
Nyeri kanan atas, ikterik, pruritis, mual.

Pathophysiology of disease. 2nd ed. Lange; 2006.


Kolangitis:
Triad Charcot: nyeri kanan atas, ikterik,
demam/menggigil
Reynold pentad: charcot + syok &
penurunan kesadaran
4. Cholecystitis
Cholecystitis is inflammation of the gallbladder that
occurs most commonly because of an obstruction of
the cystic duct by gallstones arising from the
gallbladder (cholelithiasis).
Clinical symptoms of acute cholecystitis include
abdominal pain (right upper abdominal pain), nausea,
vomiting, and fever
Murphys sign are the characteristic findings of acute
cholecystitis.
A positive Murphys sign has a specificity of 79%96%
for acute cholecystitis.
PENYAKIT HEPATOBILIER

Temuan USG kolesistitis: Hiperekoik


Sonographic Murphy sign Acoustic shadow
(nyeri tekan timbul ketika
probe USG ditekan ke arah
kandung empedu)
Penebalan dinding kandung
empedu (>4 mm)
Pembesaran kandung
empedu (long axis diameter
>8 cm, short axis diameter
>4 cm)
Impacted stone,
pericholecystic fluid
collection

Diagnostic criteria and severity assessment of acute cholecystitis: Tokyo Guidelines. J Hepatobiliary Pancreat Surg. 2007 Jan; 14(1): 7882.
PENYAKIT HEPATOBILIER
Lokasi Nyeri Anamnesis Pemeriksaan Pemeriksaan Diagnosis Terapi
Fisis Penunjang
Urea breath test (+): H.
pylori
Membaik dgn makan PPI: ome/lansoprazol
Endoskopi:
Nyeri epigastrik (ulkus duodenum), H. pylori:
Tidak spesifik eritema (gastritis akut) Dispepsia
Kembung Memburuk dgn makan klaritromisin+amoksili
atropi (gastritis kronik)
(ulkus gastrikum) n+PPI
luka sd submukosa
(ulkus)

Nyeri tekan & defans,


Gejala: mual &
perdarahan
muntah, Demam Peningkatan enzim Resusitasi cairan
Nyeri epigastrik retroperitoneal
Penyebab: alkohol amylase & lipase di Pankreatitis Nutrisi enteral
menjalar ke punggung (Cullen: periumbilikal,
(30%), batu empedu darah Analgesik
Gray Turner:
(35%)
pinggang), Hipotensi

Prodromal (demam,
Nyeri kanan atas/ Transaminase, Serologi
malaise, mual) Ikterus, Hepatomegali Hepatitis Akut Suportif
epigastrium HAV, HBSAg, Anti HBS
kuning.
Risk: Female, Fat,
Fourty, Hamil Nyeri tekan abdomen
Nyeri kanan atas/ USG: hiperekoik dgn Kolesistektomi
Prepitasi makanan Berlangsung 30-180 Kolelitiasis
epigastrium acoustic window Asam ursodeoksikolat
berlemak, Mual, TIDAK menit
Demam

Resusitasi cairan
Nyeri epigastrik/ USG: penebalan dinding
Mual/muntah, AB: sefalosporin gen.
kanan atas menjalar Murphy Sign kandung empedu Kolesistitis
Demam 3 + metronidazol
ke bahu/ punggung (double rims)
Kolesistektomi
5. Hipotensi Orthostatik
Orthostatic hypotension is defined as a decrease in
systolic blood pressure of 20 mmHg or a decrease in
diastolic blood pressure of 10 mmHg within three
minutes of standing when compared with blood
pressure from the sitting or supine position.
Common symptoms include dizziness,
lightheadedness, blurred vision, weakness, fatigue,
nausea, palpitations, and headache.
Causes include dehydration or blood loss; disorders
of the neurologic, cardiovascular, or endocrine
systems; and several classes of medications
Diagnosis perform head-up tilt table
Normal if heart rate increases by 10-15x/minute and
diastolic blood pressure increase by 10mmHg
Orthostatic hypotension diagnosed if systolic blood
pressure decreased by 20mmHg or diastolic blood
pressure decreased by 10mmHg.
5. Hipotensi Orthostatik
6. Hemostasis
Spontaneous bleeding
(without injury)

SUPERFICIAL, MULTIPLE DEEP, SOLITARY


petechiae, hematoma,
purpura, hemarthrosis
ecchymoses

platelet disorder coagulation disorder


Kuliah Hemostasis FKUI.
6. Idiopathic (Immune)
Thrombocytopenic Purpura
Purpura trombositopenia
penyakit autoimun yang ditandai dengan trombositopenia menetap (angka
trombosit darah tepi <150.000 ml/dl) akibat autoantibodi yang mengikat antigen
trombosit menyebabkan destruksi prematur trombosit dalam sistem
retikuloendotelial terutama di limpa
10% ITP + anemia hemolitik autoimun Evans syndrome
Etiologi
Primer: dx eksklusi
Sekunder: virus (HIV, HCV, HBV, EBV), H. Pylori, ANA
Anak: akut pasca infeksi
Dewasa: kronik
Manifestasi klinis: perdarahan mukokutan, petechiae, purpura.
Perdarahan spontan bila Tr <20,000/mm3
Pemeriksaan lab
BT, CT
Hapus darah tepi: megakariosit
Biopsi sumsum tulang: megakariosit
6. ITP
Diawali dari adanya autoantibodi (sebagian besar
merupakan IgG) melawan membran trombosit
glikoprotein IIb-IIIa atau Ib-IX.
Antibodi antiplatelet berkerja sebagai opsonin yang dikenali
oleh reseptor IgG Fc pada makrofag apabila ia melekat
pada trombosit, makrofag akan mengenali kompleks
tersebut sebagai substansi yang harus dihancurkan
terjadi peningkatan destruksi platelet.
ITP ringan:
hanya trombosit yang diserang
megakariosit mampu mengkompensasi kondisi itu dengan jalan
meningkatkan produksi trombosit.
ITP berat:
autoantibodi juga menyerang megakariosit, sehingga produksi
trombosit juga menurun.
6. ITP
ITP akut
umumnya ringan dan lebih dari 90% penderita sembuh
dalam 3-6 bulan karena merupakan self-limited disease
bentuk pendarahannya purpura pada kulit dan mukosa
(hidung, gusi, saluran cerna dan traktus urogenital).
ITP kronik
pendarahannya dapat berupa ekimosis, peteki, purpura;
umumnya berat
Traktus urogenital merupakan tempat pendarahan paling
sering.
Spleenomegali ringan tanpa limfadenopati dapat
dijumpai pada kedua ITP, namun hanya 10-20% kasus.
Manifestasi Klinis
Trombositopenia.
Morfologi eritrosit, leukosit, dan retikulosit biasanya
normal, kadang dapat dijumpai adanya megatrombosit
Bleeding time memanjang.
Pemeriksaan aspirasi sum-sum tulang
hanya dilakukan pada dewasa tua (>40 tahun), gambaran
klinis tidak khas, atau pasien yang tidak berespon baik
terhadap terapi.
Kecurigaan ITP sekunder pemeriksaan laboratoris
diperlukan untuk menginvestigasi penyakit dasarnya.
Tatalaksana
Pasien dengan angka trombosit (AT) >30.000/L, asimptomatik atau
purpura minimal
tidak diterapi rutin.
Pendarahan mukosa dengan AT <20.000/L atau pendarahan ringan
dengan AT <10.000/l
Pengobatan dengan kortikosteroid
Prednison 1-2 mg/kgBB/hari, dievaluasi 1-2 minggu
Bila responsif, dosis diturunkan perlahan hingga AT stabil atau dipertahankan
30.000-50.000/ L
Prednison juga dapat diberikan dosis tinggi 4 mg/kgBB/hari selama 4 hari, bila
tidak ada respon maka pengobatan yang diberikan hanya suportif.
Pemberian suspensi trombosit dilakukan bila
AT <20.000/L dengan pendarahan mukosa berulang
pendarahan retina
pendarahan berat
AT <50.000/L
kecurigaan pendarahan intrakranial
menjalani operasi dengan AT <150.000/L.
7. Ketoasidosis Diabetik
Pencetus KAD:
Insulin tidak
adekuat
Infeksi
Infark

Diagnosis KAD:
Kadar glukosa 250
mg/dL
pH <7,35
HCO3 rendah
Anion gap tinggi
Keton serum (+)
Harrisons principles of internal medicine
7. Ketoasidosis Diabetik

American Diabetes Association. Hyperglycemic Crises in Patients With Diabetes Mellitus.


Diabetes care, Vol 24, No 1, January 2001
7. Diabetes Mellitus
Prinsip pengobatan KAD:
1. Penggantian cairan dan garam yang hilang
2. Menekan lipolisis & glukoneogenesis dengan
pemberian insulin. Dimulai setelah diagnosis
KAD dan rehidrasi yang memadai.
3. Mengatasi stres pencetus KAD
4. Mengembalikan keadaan fisiologi normal,
pemantauan & penyesuaian terapi

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam


8. Gagal Jantung Kongestif
8. Gagal Jantung Kongestif
Adanya 2 kriteria mayor, atau 1 kriteria mayor
dan 2 kriteria minor
Kriteria minor dapat diterima bila tidak
disebabkan oleh kondisi medis lain seperti
hipertensi pulmonal, penyakit paru kronik,
asites, atau sindrom nefrotik
Kriteria Framingham Heart Study 100% sensitif
dan 78% spesifik untuk mendiagnosis
Sources: Heart Failure. Harrisons Principles of Internal Medicine 17th Edition.
Archives of Family Medicine 1999.
8. Gagal Jantung

Contoh aktivitas fisik biasa: berjalan cepat, naik tangga 2 lantai


Contoh aktivitas fisik ringan: berjalan 20-100 m, naik tangga 1 lantai
Pathobiology of Human Disease: A Dynamic Encyclopedia of Disease Mechanisms
8. Edema paru
Edema paru terjadi oleh karena adanya aliran
cairan dari darah ke ruang intersisial paru
yang selanjutnya ke alveoli paru, melebihi
aliran cairan kembali ke darah atau melalui
saluran limfatik.
Gejala dan tanda yang umumnya ditemukan
adalah sesak nafas, fatig, hypoxia dan rhonkie.
8. Edema paru

Dapat ditemukan gambaran batwing appereance pada


edema paru
Penanganan Edem Paru
Posisi duduk.
Oksigen (40 50%) sampai 8 liter/menit bila
perlu dengan masker. Jika memburuk (pasien
makin sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2
tidak bisa dipertahankan 60 mmHg dengan O2
konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2,
hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi
cairan edema secara adekuat), maka dilakukan
intubasi endotrakeal, suction, dan ventilator.
Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor
EKG, oksimetri bila ada.
Penanganan Edem Paru
Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin
peroral 0,4 0,6 mg tiap 5 10 menit. Jika tekanan
darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan Nitrogliserin
intravena mulai dosis 3 5 ug/kgBB.
Morfin sulfat 3 5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit,
total dosis 15 mg> pemberian ini bertujuan untuk
menenangkan pasien
Diuretik Furosemid 40 80 mg IV bolus.
Bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi) :
Dopamin 2 5 ug/kgBB/menit atau Dobutamin 2 10
ug/kgBB/menit untuk menstabilkan hemodinamik
8. Tata Laksana CHF

Sources: Heart Failure. Harrisons Principles of Internal Medicine 17th Edition.


MR antagonist
mineralocorticoid antagonist
or aldosteron antagonist (eg.
Spironolactone)
CRT-D
cardiac resynchronization
therapy-defibrillator
CRT-P
cardiac resynchronization
therapy-pacemaker
ICD
implantable cardioverter
defibrillator
LVAD
left ventricular assisting
device
Ivabradine
selective heart rate-lowering
agent in If current (sodium
and potassium current) in
pacemaker cells
ESC.2013
9. Uremia
Uremia describes the final stage of progressive
renal insufficiency and the resultant multiorgan
failure.
It results from accumulating metabolites of
proteins and amino acids and concomitant
failure of renal catabolic, metabolic, and
endocrinologic processes.
No single metabolite has been identified as the
sole cause of uremia.
Uremic encephalopathy (UE) is one of many
manifestations of renal failure (RF).
9. Uremic Encephalopathy
The exact cause of UE is unknown.
Accumulating metabolites of proteins and amino
acids affect the entire neuraxis.
Several organic substances accumulate, including urea,
guanidine compounds, uric acid, hippuric acid, various
amino acids, polypeptides, polyamines, phenols and
conjugates of phenols, phenolic and indolic acids,
acetoin, glucuronic acid, carnitine, myoinositol,
sulfates, phosphates, and middle molecules.
Endogenous guanidino compounds have been
identified to be neurotoxic
9. Uremic Encephalopathy
Abnormalities that may be associated with UE
include
acidosis,
hyponatremia,
hyperkalemia,
hypocalcemia,
hypermagnesemia,
overhydration, and
dehydration.
10. Syok
10. Syok hipovolemik

Diare dan muntah


penurunan
volume
intravaskular
cardiac output
turun perfusi
jaringan turun
metabolisme
seluler terganggu
11. Hipoparatiroid
Pada proses tiroidektomi
maka kelenjar paratiroid
dapat ikut terambil.
Terdapat 4 kelenjar paratiorid
yang terletak pada bagian
psoterior kelenjar tiroid
Kelenjar parathyorid
bertanggungjawab pada
menjada keseimbangan
kalsium:
Tulang: menstimulasi
pelepasan kalsium, resorpsi
kalsium oleh osteoklas
Ginjal: menstimulasi absorpsi
kalsium, meningkatkan
absorbsi kalsium di usus
Gejala Hipokalsemia
Sistemik Kardiak
Confusion Prolonged QT interval
kelemahan Perubahan gelombang T
Neuromuskular Okular
Paresthesia katarak
Psikosis Dental
Kejang Hipoplasia enamel gigi
Chovstek sign Pernafasan
Depresi
Laryngospasm
Bronkospasm
stridor
Hipokalsemia

Chvostek sign
Tap facial nerve
twitching of lip
and spasm of
facial muscles
Tatalaksana
Hipokalsemia ringan tanpa gejala
suplementasi kalsium oral dengan anjuran
sebanyak 1-3 g/hari.
Hipokalsemia berat dengan gejala
simptomatik
kalsium IV sebanyak 0,5-2 mg/kg per jam
Terapi parenteral biasanya hanya diberikans elama
beberapa hari dan selanjutnya diberikan terapi
oral.
12. Tipe-Tipe Demam
1. Continued fever: Suhu tubuh terus-menerus di atas normal

2. Remittent fever: Suhu tubuh tiap hari turun naik tanpa kembali ke
normal

3. Intermittent fever: Suhu tubuh tiap hari kembali ke (bawah)


normal, kemudian naik lagi

4. Hectic fever: Memiliki fluktuasi temperatur yang jauh lebih besar


daripada remittent fever, mencapai 2C - 4 C. Hal ini ditandai
dengan menurunnya temperatur dengan cepat ke normal atau di
bawah normal, biasanya disertai dengan pengeluaran keringat
yang berlebihan.
Munandar, A. dan Tjandra Leksana. 1979. Pedoman Pengobatan. cet. I .
Jakarta : Medipress, hal. 9-11.
12. Tipe-Tipe demam
5. Recurrent fever: Demam yang mengambuh.

6. Undulant fever: Kenaikan suhu tubuh secara berangsur yang diikuti


dengan penurunan suhu tubuh secara berangsur pula sampai normal

7. Irreguler fever: Variasi diurnal yang tidak teratur dalam selang waktu
yang berbeda

8. Inverted fever: Suhu tubuh pagi hari lebih tinggi daripada malam hari
TBC paru-paru, sepsis dan bruselosis.

9. Demam siklik : Kenaikan suhu badan selama beberapa hari, diikuti oleh
periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh
kenaikan suhu seperti semula.

10. Demam saddleback/ pelana (bifasik): Beberapa hari demam tinggi


disusul oleh penurunan suhu lebih kurang satu hari, dan kemudian
muncul demam tinggi kembali Sudoyo, dkk. 2009.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 5 Jilid 3
. Jakarta:Universitas Indonesia
Tipe demam
13. Glukoneogenesis
Definisi
Proses sintesis glukosa dari prekursor bukan karbohidrat, yang
terjadi terutama di hati pada keadaan puasa
Prekursor: Asam amino, laktat, dan gliserol

Glukoneogenesis berlangsung selama puasa, juga dapat


dirangsang olahraga yang lama, diet tinggi protein, dan
keadaan stres.

Sebagian besar langkah pada glukoneogenesis: kebalikan dari


reaksi pada glikolisis dan menggunakan enzim yang sama.

Reaksi glukoneogenesis sendiri menghasilkan ATP

(Cranmer H. et al., 2009)


(King M. W., 2010).
14. Rheumatoid Arthritis

Current diagnosis & treatment in rheumatology. 2nd ed. McGraw-Hill; 2007.


14. Rheumatoid Arthritis
Rheumatoid arthritis (RA)
Penyakit inflamasi kronik dengan penyebab yang belum diketahui,
ditandai oleh poliartritis perifer yang simetrik.
Merupakan penyakit sistemk dengan gejala ekstra-artikular.
14. Rheumatoid Arthritis

Current diagnosis & treatment in rheumatology. 2nd ed. McGraw-Hill; 2007.


Harrisons principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2011.
14. Rheumatoid Arthritis
Skor 6/lebih: definite RA.
Faktor reumatoid: autoantibodi terhadap IgG
Boutonnoere deformity caused by Swan neck deformity caused by
flexion of the PIP joint with Hyperextension of the PIP joint
hyperextension of the DIP joint. with flexion of the DIP joint .

Rheumatoid Arthritis
Ulnar deviation of the fingers with wasting
Rheumatoid nodules &
of the small muscles of the hands and
olecranon bursitis. synovial swelling at the wrists, the extensor
tendon sheaths, MCP & PIP.
Ciri OA RA Gout Spondilitis
Ankilosa
Prevalens Female>male, >50 Female>male Male>female, >30 Male>female,
tahun, obesitas 40-70 tahun thn, hiperurisemia dekade 2-3
Awitan
Inflamasi
gradual
-
Arthritis
gradual
+
akut
+
Variabel
+
Patologi Degenerasi Pannus Mikrotophi Enthesitis
Jumlah Sendi Poli Poli Mono-poli Oligo/poli
Tipe Sendi Kecil/besar Kecil Kecil-besar Besar

Predileksi Pinggul, lutut, MCP, PIP, MTP, kaki, Sacroiliac


punggung, 1st pergelangan pergelangan kaki & Spine
CMC, DIP, PIP tangan/kaki, kaki tangan Perifer besar
Temuan Sendi Bouchards nodes Ulnar dev, Swan Kristal urat En bloc spine
Heberdens nodes neck, Boutonniere enthesopathy
Perubahan Osteofit Osteopenia erosi Erosi
tulang erosi ankilosis

Temuan - Nodul subkutan, Tophi, Uveitis, IBD,


Extraartikular pulmonari cardiac olecranon bursitis, konjungtivitis,
splenomegaly batu ginjal insuf aorta,
psoriasis
Lab Normal RF +, anti CCP Asam urat
15. Asma
Definisi:
Gangguan inflamasi kronik
saluran napas yang melibatkan
banyak sel dan elemennya.
Inflamasi kronik mengakibatkan
hiperesponsif jalan napas yang
menimbulkan gejala episodik
berulang:
mengi, sesak napas, dada terasa
berat, dan batuk-batuk terutama
malam dan atau dini hari.
Episodik tersebut berhubungan
dengan obstruksi jalan napas yang
luas, bervariasi & seringkali
bersifat reversibel.
PDPI, Asma pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia.
GINA 2005
15. Asma
Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala batuk,
sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan
dengan cuaca.

Anamnesis yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah


dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru terutama
reversibiliti kelainan faal paru, akan lebih meningkatkan nilai diagnostik.

Riwayat penyakit / gejala :


Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan
Gejala berupa batuk , sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak
Gejala timbul/ memburuk terutama malam/ dini hari
Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu
Respons terhadap pemberian bronkodilator

Tanda klinis: sesak napas, mengi, & hiperinflasi. Serangan berat: sianosis,
gelisah, sukar bicara, takikardi, penggunaan otot bantu napas.

PDPI. Asma: pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indonesia. 2004


Terapi Maintenance Asma

Nilai selama 3 bulan, jika membaik step-down,


jika tidak terdapat perbaikan step-up
16. Management of Trauma Patient
16. Initial Assessment
Penderita trauma/multitrauma memerlukan penilaian dan pengelolaan
yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita. Waktu
berperan sangat penting, oleh karena itu diperlukan cara yang mudah,
cepat dan tepat. Proses awal ini dikenal dengan Initial assessment (
penilaian awal ).

Penilaian awal meliputi:


1. Persiapan
2. Triase
3. Primary survey (ABCDE)
4. Resusitasi
5. Tambahan terhadap primary survey dan resusitasi
6. Secondary survey
7. Tambahan terhadap secondary survey
8. Pemantauan dan re-evaluasi berkesinarnbungan
9. Transfer ke pusat rujukan yang lebih baik
ATLS Coursed 9th Edition
Primary Survey
A. Airway dengan kontrol servikal
1. Penilaian
a) Mengenal patensi airway ( inspeksi, auskultasi, palpasi)
b) Penilaian secara cepat dan tepat akan adanya obstruksi
2. Pengelolaan airway
a) Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol servikal in-line
immobilisasi
b) Bersihkan airway dari benda asing bila perlu suctioning dengan alat
yang rigid
c) Pasang pipa nasofaringeal atau orofaringeal
d) Pasang airway definitif sesuai indikasi ( lihat tabell )
3. Fiksasi leher
4. Anggaplah bahwa terdapat kemungkinan fraktur servikal pada
setiap penderita multi trauma, terlebih bila ada gangguan
kesadaran atau perlukaan diatas klavikula.
5. Evaluasi
ATLS Coursed 9th Edition
ATLS Coursed 9th Edition
Cervical in-lin immobilization
Indikasi Airway definitif
B. Breathing dan Ventilasi-Oksigenasi
1. Penilaian
a) Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan
kontrol servikal in-line immobilisasi
b) Tentukan laju dan dalamnya pernapasan
c) Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali
kemungkinan terdapat deviasi trakhea, ekspansi thoraks simetris
atau tidak, pemakaian otot-otot tambahan dan tanda-tanda cedera
lainnya.
d) Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonor
e) Auskultasi thoraks bilateral
2. Pengelolaan
a) Pemberian oksigen konsentrasi tinggi ( nonrebreather mask 11-12
liter/menit)
b) Ventilasi dengan Bag Valve Mask
c) Menghilangkan tension pneumothorax
d) Menutup open pneumothorax
e) Memasang pulse oxymeter
3. Evaluasi
ATLS Coursed 9th Edition
ATLS Coursed 9th Edition
C. Circulation dengan kontrol perdarahan
1. Penilaian
1. Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal
2. Mengetahui sumber perdarahan internal
3. Periksa nadi : kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus.
4. Tidak diketemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan pertanda diperlukannya
resusitasi masif segera.
5. Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis.
6. Periksa tekanan darah
2. Pengelolaan
1. Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal
2. Kenali perdarahan internal, kebutuhan untuk intervensi bedah serta konsultasi pada
ahli bedah.
3. Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampel darah untuk
pemeriksaan rutin, kimia darah, tes kehamilan (pada wanita usia subur), golongan
darah dan cross-match serta Analisis Gas Darah (BGA).
4. Beri cairan kristaloid yang sudah dihangatkan dengan tetesan cepat.
5. Pasang PSAG/bidai pneumatik untuk kontrol perdarahan pada pasienpasien fraktur
pelvis yang mengancam nyawa.
6. Cegah hipotermia
3. Evaluasi
Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah
D. Disability
1. Tentukan tingkat kesadaran memakai skor
GCS/PTS
2. Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, reflek
cahaya dan awasi tanda-tanda lateralisasi
3. Evaluasi dan Re-evaluasi aiway, oksigenasi,
ventilasi dan circulation.

E. Exposure/Environment
1.Buka pakaian penderita, periksa jejas
2.Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan
tempatkan pada ruangan yang cukup hangat.
ATLS Coursed 9th Edition
17. BPH
BPH

adalah pertumbuhan
berlebihan dari sel-sel
prostat yang tidak ganas.
Pembesaran prostat jinak
diakibatkan sel-sel prostat
memperbanyak diri
melebihi kondisi normal,
biasanya dialami laki-laki
berusia di atas 50 tahun
yang menyumbat saluran
kemih.
NORMAL TIDAK NORMAL
PATOFISIOLOGI

Kelenjar Prostat terdiri Mekanisme BPH secara umum


dari atas 3 jaringan : patofisiologi penyebab hasil dari faktor statik
BPH secara jelas (pelebaran prostat
Epitel atau secara berangsur-
glandular, stromal belum diketahui
dengan pasti. angsur) dan faktor
atau otot polos, dan dinamik (pemaparan
kapsul. Namun diduga terhadap agen atau
Jaringan stromal intaprostatik kondisi yang
dan kapsul dihidrosteron (DHT) menyebabkan
ditempeli dengan dan 5- reduktase tipe konstriksi otot polos
reseptor adrenergik II ikut terlibat. kelenjar.)
1.
TANDA DAN GEJALA
Ta n d a B P H :

Tanda klinis terpenting BPH


Sering kencing adalah ditemukannya
Sulit kencing pembesaran konsistensi
Nyeri saat berkemih kenyal, pool atas tidak teraba
Urin berdarah pada pemeriksaan colok
Nyeri saat ejakulasi dubur/ digital rectal
Cairan ejakulasi examination (DRE). Apabila
berdarah teraba indurasi atau terdapat
Gangguan ereksi bagian yang teraba keras,
Nyeri pinggul atau perlu dipikirkan kemungkinan
punggung prostat stadium 1 dan 2.
Manifestasi Klinis
Dapat dibagi ke dalam dua kategori :

Obstruktif :
terjadi ketika faktor
dinamik dan atau Iritatif :
faktor statik hasil dari obstruksi
mengurangi yang sudah
pengosongan berjalan lama pada
kandung kemih. leher kandung
kemih.
Pada USG (TRUS, Transrectal
Ultrasound)
Pembesaran kelenjar
pada zona sentral
Nodul hipoechoid atau
campuran echogenic
Kalsifikasi antara zona
sentral
Volume prostat > 30 ml 8

CT Scan:
Tampak ukuran prostat
membesar di atas ramus superior
simfisis pubis.
Gambaran BNO IVP
Pada BNO IVP dapat ditemukan:
Indentasi caudal buli-buli
Elevasi pada intraureter
menghasilkan bentuk J-ureter
(fish-hook appearance)
Divertikulasi dan trabekulasi
vesika urinaria

Fish Hook appearance(di tandai


dengan anak panah)

Indentasi caudal buli-buli


Derajat BPH, Dibedakan menjadi 4
Stadium :
Stadium 1 :
Obstruktif tetapi kandung kemih masih
mengeluarkan urin sampai habis.

Stadium 2 : masih tersisa urin 60-150 cc.

Stadium 3 : setiap BAK urin tersisa kira-kira 150 cc.

Stadium 4 :
retensi urin total, buli-buli penuh pasien tampak
kesakitan urin menetes secara periodik.
Diagnosis of BPH
Symptom assessment
the International Prostate Symptom Score (IPSS) is recommended as it is used
worldwide
IPSS is based on a survey and questionnaire developed by the American Urological
Association (AUA). It contains:
seven questions about the severity of symptoms; total score 07 (mild), 819 (moderate),
2035 (severe)
eighth standalone question on QoL
Digital rectal examination(DRE)
inaccurate for size but can detect shape and consistency
Prostat Volume determination- ultrasonography
Urodynamic analysis
Qmax >15mL/second is usual in asymptomatic men from 25 to more than 60 years of
age
Measurement of prostate-specific antigen (PSA)
high correlation between PSA and Prostat Volume, specifically Trantitional Zone
Volume
men with larger prostates have higher PSA levels 1

PSA is a predictor of disease progression and screening tool for CaP


as PSA values tend to increase with increasing PV and increasing age, PSA may be
used as a prognostic marker for BPH
Biopsi Prostat Diagnosis BPH
Hanya dilakukan bila PSA >3 Diagnosis BPH terutama
Skrinning PSA untuk Ca berdasarkan anamnesis dan
Prostat, tidak dapat pemeriksaan fisik
meningkatkan survival rate Anamnesis dilakukan dengan
USG Prostat IPSS Score
Hanya dapat melihat Uroflowmetripemeriksaan
pembesaran prostat penunjang yang digunakan
Tidak menunjukkan derajat untuk menilai derajat
obstruksinya keparahan obstruksi
http://www.cancer.gov/cancertopics/factsheet/detection/PSA

PSA Test
Tes yang mengukur kadar prostate specific
antigen (PSA) dalam darah
PSA protein yang dihasilkan oleh prostat
Laki-laki secara normal memiliki kadar PSA
rendah, dan kadarnya akan meningkat seiring
dengan usia
PSA juga meningkat pada:
Pembesaran prostat
inflammation or infection of the prostate called prostatitis
ISK tunggu 6 minggu setelah sembuh
Aktivitas fisik berlebih, terutama cycling dalam 48 jam
sebelum tes
Ejakulasi48 jam sebelum tes
Anal sex and prostate stimulation
RT sebelum PSA test
Biopsi prostat 6 minggu sebelum tes
Other investigations or operations on your bladder or
prostate, or a catheter
Algoritma manajemen terapi BPH
BPH

Menghilangkan gejala Menghilangkan gejala Menghilangkan gejala parah


ringan sedang dan komplikasi BPH

Watchful Operasi
waiting
-adrenergik -adrenergik
antagonis atau antagonis dan 5-
5- Reductace
Reductace inhibitor inhibitor

Jika respon Jika respon Jika respon Jika respon tidak


berlanjut tidak berlanjut, berlanjut berlanjut, operasi
operasi
18. Phimosis
Phimosis Paraphimosis
Prepusium tidak dapat Prepusium tidak dapat
ditarik kearah proksimal ditarik kembali dan
Fisiologis pada neonatus terjepit di sulkus
koronarius
Komplikasiinfeksi Gawat darurat bila
Balanitis
Obstruksi vena
Postitis superfisial edema dan
Balanopostitis nyeri Nekrosis glans
Treatment penis
Dexamethasone 0.1% (6 Treatment
weeks) for spontaneous Manual reposition
retraction Dorsum incision,
Dorsum incision, kemudian sirkumsisi
sirkumsisibila telah ada
komplikasi
Fimosis
Prepusium penis yang tidak
dapat diretraksi ke proksimal
sampai korona glandis.

Dialami sebagian besar bayi


karena terdapat adhesi
alamiah antara prepusium
dengan glans penis. Adhesi
tersebut mulai terpisah seiring
bertambah usia.

Bila tidak ada keluhan, masih


dapat dianggap fisiologis
hingga usia 3-4 tahun.
Komplikasi Fimosis &
Patofisiologinya
Tatalaksana Fimosis
Steroid topikal selama 1-2
Ujung prepusium bulan
menyempit, Dorsal slit (sudah tidak
Smegma >> benjolan banyak dipakai)
lunak di ujung penis. Sirkumsisi
Pancaran urin kecil urin
terkumpul di sakus
Retraksi paksa tidak
prepusium penis boleh dilakukan risiko
tampak menggelembung infeksi dan sikatriks
saat BAK.
Higiene berkurang
infeksi prepusium
(postitis), infeksi glans
(balanitis), balanopostitis.
Forceful Retraction
PAIN

Glans
becomes raw
with bleeding

NowMom has to retract


2-3/day to prevent adhesions

Real Adhesions will form


SoMom will stop retracting
Parafimosis
Prepusium yang diretraksi Tatalaksana Parafimosis
hingga sulkus koronarius Mengembalikan prepusium
tidak dapat dikembalikan secara manual dengan
pada posisi semula. memijat glans penis selama
3-5 menit untuk
Retraksi prepusium ke prox mengurangi edema.
secara berlebihan tidak Bila tidak berhasil, perlu
dapat dikembalikan seperti dilakukan dorsum insisi.
semula menjepit penis Setelah edema dan reaksi
obstruksi aliran balik inflamasi hilang
vena superfisial edema, sirkumsisi.
nyeri nekrosis glans
penis.
Paraphimosis
Tight preputial ring is
trapped behind the
glans after retraction
Very painful
Edematous preputial skin
and glans
Urinary retention
Requires immediate
attention
Pain
Possible necrosis
Management
Compression
Dorsal slit
Balanitis
Definisi
Balanitis adalah radang pada glans penis
Posthitis adalah radang pada kulup.
Radang pada kepala penis dan kulup (balanoposthitis) bisa juga terjadi.
Pria yang mengalami balanoposthitis mengalami peningkatan resiko
berkembangnya balanitis xerotica obliterans, phimosis, paraphimosis, dan
kanker di kemudian hari.
Etiologi
Penyebab paling umum dari balanitis
adalah kebersihan yang buruk.
Lebih sering pada pasien dengan fimosis
Gejala
Penderita merasa nyeri dan gatal, warna
kepala penis kemerahan dan bengkak.

Pengobatan
Salah satu pengobatan terbaik balanitis adalah
menjaga kebersihan di kepala penis dan antibiotik.
Saat fase akut tidak dilakukan tindakan operasi
Jika sudah terlanjur kulup menutup maka harus
dilakukan penyunatan.
Balanoposthitis
Balanitis (inflammation of
the glans)
Posthitis (inflammation of
the foreskin)
More likely to affect boys
under four years of age
Approximately 1 in every 25
boys and 1 in 30
uncircumcised males (at
some time in their life
Complication:
Often causes later adhesions
or phimosis
http://emedicine.medscape.com/article/ http://en.wikipedia.org/wiki/

Male Genital Disorders


Disorders Etiology Clinical
Testicular torsion Intra/extra-vaginal Sudden onset of severe testicular pain followed by
torsion inguinal and/or scrotal swelling. Gastrointestinal
upset with nausea and vomiting.
Hidrocele Congenital anomaly, accumulation of fluids around a testicle, swollen
blood blockage in the testicle,Transillumination +
spermatic cord
Inflammation or
injury

Varicocoele Vein insufficiency Scrotal pain or heaviness, swelling. Varicocele is


often described as feeling like a bag of worms
Hernia skrotalis persistent patency of Mass in scrotum when coughing or crying
the processus
vaginalis
Chriptorchimus Congenital anomaly Hypoplastic hemiscrotum, testis is found in other
area, hidden or palpated as a mass in inguinal.
Complication:testicular neoplasm, subfertility,
testicular torsion and inguinal hernia
19. Compartment Syndrome
20. Trauma buli
Kontusio buli
Cedera mukosa tanpa extravasasi urin
Ruptur interstisial
Robekan sebagian dinding buli tanpa extravasasi
Ruptur intraperitoneal
Tampak kontras mengisi rongga intraperitoneal
Ruptur extraperitoneal
Kontras mengisi ruang perivesika dibawah garis
asetabulum
Hematoma perivesika : tear drop appearance
MEKANISME CEDERA
Ruptur intraperitoneal terjadi akibat trauma pada abdomen
bagian bawah atau jg trauma pelvis pada saat buli2 penuh.
Ruptur extraperitoneal lbh sering berkaitan dg fraktur pelvis
Tanda dan gejala Pemeriksaan radiologis
Hematuria Cystography
dapat merupakan gejala Kontras > 300 cc
tunggal Foto pengosongan (drainase)
95% ruptur buli CT scan cystography
Nyeri perut bawah.
Kesulitan berkemih
Pruduksi urin menurun
Sistogram
Ruptur intraperitoneal Ruptur Ekstraperitoneal
Penatalaksanaan
Pada luka tembus buli2 explorasi + repair
Ruptur intraperitoneal explorasi + repair

Pada trauma tumpul yg hanya menimbulkan


trauma dinding buli yg tidak disertai
extravasasi urin tidak memerlukan tindakan
pembedahan.
21. Intususepsi
Sebagian usus masuk ke dalam bag. Usus yang lainobstruksi usus
Bayi sehat, tiba-tiba menangis kesakitan(crying spells), nyeri, Lethargy
Pada kuadran kanan atas teraba massa berbentuk sosis dan kekosongan
pada kuadran kanan bawah (Dance sign)
Usia 6 - 12 bulan
Biasanya jenis kelamin laki-laki
lethargy/irritability
Portio-like on DRE

Triad:
vomiting
abdominal pain
colicky, severe, and intermittent,drawing the legs up to the
abdomen,kicking the air, In between attacks, calm and relieved
blood per rectum /currant jelly stool

http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/679/highlights/overview.html
PART OF THE
INTESTINE FOLDS
ON ITSELF LIKE A
TELESCOPE
Etiologi
90% Idiopatik
Belum dapat dipastikan, namun diperkirakan
penyebabnya adalah virus ( Anomalies with
peristalsis)
10% Patologis
Polyp, tumour or other mass within the intestinal
tract is caught by the normal contractions,
creating a lead point which pushes along
causing the intussusception

Anne Connell
Radiologic signs
Ultrasound signs
include:
target sign /doughnut
sign)
pseudokidney sign
crescent in a doughnut
sign
Barium Enema
Barium Enema
pemeriksaan gold
standar
intussusception as an
occluding mass
prolapsing into the
lumen, giving the
"coiled spring
appearance
Diagnosis Banding
VOLVULUS
Obstruction caused by twisting
of the intestines more than 180
degrees about the axis of the
mesentery
1-5% of large bowel
obstructions
Sigmoid ~ 65%
Cecum ~25%
Transverse colon ~4%
Splenic Flexure
Plain Radiography

Volvulus

Gastric volvulus Midgut volvulus Colonic volvulus

Intrathoracic
Double
stomach with Sigmoid Cecal
bubble sign
air fluid level

Coffee bean Marked cecal


sign distension
Ultrasound Whirlpool sign
Contraindicated in patients with
Barium Meal free air on AXR, clinical signs of
peritonitis, or suspicion for
necrosed bowel

Volvulus

Gastric volvulus Midgut volvulus Colonic volvulus

Cork scerw
Organo-axial Mesentero-axial Sigmoid Cecal
duodenum

Greater Gastric antrum


curvature above above gastric Beak sign Beak sign
lesser curvature fundus
Sigmoid volvulus Midgut volvulus
bird beak sign Cork screw sign

R
Midgut volvulus
Klinis Abdominal Plain Film,
Children Upright
bilious emesis (93%) Dilated stomach
Malabsorption Distal paucity of gas
failure to thrive Coffee bean sign
biliary obstruction Contrast
GERD cork-screw appearance
Adults small bowel on the right
side of abdomen that does
intermittent abdominal not cross midline
pain (87%)
nausea (31%) USG
Whirlpool sign
22. Open Pneumothorax
Trauma Dada
Diagnosis Etiologi Tanda dan Gejala
Hemotoraks Laserasi Ansietas/ gelisah, takipneu, tanda-tanda syok,
pembuluh darah takikardia, Frothy/ bloody sputum.
di kavum toraks Suara napas menghilang pada tempat yang
terkena, vena leher mendatar, perkusi dada
pekak.

Simple Trauma tumpul Jejas di jaringan paru sehingga menyebabkan


pneumotoraks spontan udara bocor ke dalam rongga dada.
Nyeri dada, dispneu, takipneu.
Suara napas menurun/ menghilang, perkusi
dada hipersonor
Open Luka penetrasi di Luka penetrasi menyebabkan udara dari luar
pneumotoraks area toraks masuk ke rongga pleura.
Dispneu, nyeri tajam, empisema subkutis.
Suara napas menurun/menghilang
Red bubbles saat exhalasi dari luka penetrasi
Sucking chest wound
Diagnosis Etiologi Tanda dan Gejala
Tension Udara yg terkumpul Tampak sakit berat, ansietas/gelisah,
pneumotoraks di rongga pleura tidak Dispneu, takipneu, takikardia, distensi
dapat keluar lagi vena jugular, hipotensi, deviasi trakea.
(mekanisme pentil) Penggunaan otot-otot bantu napas,
suara napas menghilang, perkusi
hipersonor.
Flail chest Fraktur segmental Nyeri saat bernapas
tulang iga, Pernapasan paradoksal
melibatkan minimal 3
tulang iga.
Efusi pleura CHF, pneumonia, Sesak, batuk, nyeri dada, yang
keganasan, TB paru, disebabkan oleh iritasi pleura.
emboli paru Perkusi pekak, fremitus taktil menurun,
pergerakan dinding dada tertinggal
pada area yang terkena.
Pneumonia Infeksi, inflamasi Demam, dispneu, batuk, ronki
23. Urolithiasis
Urinary tract stone disease
Signs:
Flank pain
Irritative voiding symptom
Nausea
microscopic hematuria
Urinary crystals of calcium
oxalate, uric acid, or cystine
may occasionally be found
upon urinalysis
Diagnosis: IVP
Indication
Passing stone
hematuria
optimized by optima
Vesikolithiasis
Tanda & Gejala
Nyeri suprapubik
Penghentian miksi tiba
tiba
Poliuria
Disuria
Hematuria
PF: demam, conj
anemis/akral anemis, USG: gambaran objek hiperekoik
nyeri ketok CVA dapat (+). yang berbayang pada bagian
posterior
Tatalaksana Batu Ginjal
Batu Ureter
Percutaneus Nephrolithotomy
Tatalaksana Vesicolithiasis
24. Fraktur basis cranii :
Fraktur yg terjadi pd
tulang yg membentuk
dasar tengkorak.
Terbagi atas; fossa
anterior, fossa media dan
fossa posterior
Fraktur pd masing2 fossa
akan memberikan
manifestasi yg berbeda
Fr. basis cranii
(fossa anterior):

Dibatasi oleh; os.spenoid, procesus


clinoidalis anterior, dan jagum
spenoidalis.
Manifestasi / tanda gejalanya terjadi
perlahan 12-24 jam
tanda-tanda klinis :
Ekimosis periorbital (Racoon
Eyes/brill hematome),
Tidak disertai cedera lokal),
Hematome subconjungtiva;
anosmia (Gg. N.olfactorius),
Rhinorea (Kebocoran CSS) dg
tanda pemeriksaan trdpt
`Halo - sign` pd kertas tissue
Gangguan Visus (Gg.N.optikus)
Fraktur basis cranii
(fossa media) :

Dibatasi oleh; os.temporalis,


procesus clinoidalis posterior,
dan dorsum sella.
Tanda-gejala; echymosis mastoid
(battle sign), othorrea,
hematompanum, sakit kepala,
Gg.visus dan gerak bola mata.
25% Gg.N.VII, N.VIII.
Fraktur basis cranii
(fossa posterior) :
Merupakan dasar kompartemen
infratentorial
Sering tidak disertai tanda yg jelas
namun segera menimbulkan
kematian

Penekanan batang otak


Pemeriksaan Penunjang
Tes; Halo sign
CT Scan kepala
Mri (magnetik resonance imaging)
ECG
CT Fraktur Basis Cranii Anterior
CT Fraktur Basis Cranii Media
CT Fraktur Basis Cranii Posterior
25. Hernia
Tipe Hernia Definisi
Reponible Kantong hernia dapat dimasukan kembali ke dalam rongga
peritoneum secara manual atau spontan
Irreponible Kantong hernia tidak adapat masuk kembali ke rongga peritoneum

Inkarserata Obstruksi dari pasase usus halus yang terdapat di dalam kantong
hernia
Strangulata Obstruksi dari pasase usus dan obstruksi vaskular dari kantong
hernia tanda-tanda iskemik usus: bengkak, nyeri, merah,
demam
Test Keterangan
Finger test Untuk palpasi menggunakan jari telunjuk atau jari kelingking pada anak dapat
teraba isi dari kantong hernia, misalnya usus atau omentum (seperti karet). Dari
skrotum maka jari telunjuk ke arah lateral dari tuberkulum pubicum, mengikuti
fasikulus spermatikus sampai ke anulus inguinalis internus. Dapat dicoba
mendorong isi hernia dengan menonjolkan kulit skrotum melalui anulus
eksternus sehingga dapat ditentukan apakah isi hernia dapat direposisi atau
tidak. Pada keadaan normal jari tidak bisa masuk. Dalam hal hernia dapat
direposisi, pada waktu jari masih berada dalam anulus eksternus, pasien diminta
mengedan. Bila hernia menyentuh ujung jari berarti hernia inguinalis lateralis,
dan bila hernia menyentuh samping ujung jari berarti hernia inguinalis medialis.

Siemen test Dilakukan dengan meletakkan 3 jari di tengah-tengah SIAS dengan tuberculum
pubicum dan palpasi dilakukan di garis tengah, sedang untuk bagian medialis
dilakukan dengan jari telunjuk melalui skrotum. Kemudian pasien diminta
mengejan dan dilihat benjolan timbal di annulus inguinalis lateralis atau annulus
inguinalis medialis dan annulus inguinalis femoralis.
Thumb test Sama seperti siemen test, hanya saja yang diletakkan di annulus inguinalis
lateralis, annulus inguinalis medialis, dan annulus inguinalis femoralis adalah ibu
jari.
Valsava test Pasien dapat diperiksa dalam posisi berdiri. Pada saat itu benjolan bisa saja
sudah ada, atau dapat dicetuskan dengan meminta pasien batuk atau
melakukan manuver valsava.
26. Triage
27. Luka Bakar
Indikasi Resusitasi Cairan
Indikasi Rawat Inap Luka Bakar
28. Kista Dermoid
Disebut juga benign cystic teratoma
Sering muncul saat lahir atau anak-anak dalam usia muda.
Kista dermoid sering ditemukan di area superitemporal, sering pula
ditemukan di dasar mulut jika teratoma di rongga mulut.
Konsistensi seperti adonan ketika di palpasi
Temuan histologik
Dilapisi oleh sel epitel squamosa berkeratin yang di kelilingi oleh
jaringan ikat.
Lumen biasanya terisi oleh keratin
Folikel rambut, kelenjar sebasea, dan kelenjar keringat dapat terlihat
di dinding kista.
Terapi: eksisi
29. Fraktur Antebrachii
Fraktur Galeazzi: adalah fraktur radius distal disertai
dislokasi atau subluksasi sendi radioulnar distal.
Fraktur Monteggia: adalah fraktur ulna sepertiga
proksimal disertai dislokasi ke anterior dari kapitulum
radius.
Fraktur Colles: fraktur melintang pada radius tepat diatas
pergelangan tangan dengan pergeseran dorsal fragmen
distal.
Fraktur Smith: Fraktur smith merupakan fraktur dislokasi
ke arah anterior (volar), karena itu sering disebut reverse
Colles fracture.
Colles Fracture
Fraktur tersering pada tulang yang
mengalami osteoporosis
Extra-Articular : 1 inch of distal Radius
Mekanisme trauma: Jatuh pada pergelangan
tangan pada posisi dorsofleksi
Typical deformity : Dinner Fork
Deformity is : Impaction, dorsal
displacement and angulation, radial
displacement and angulation and avulsion of
ulnar styloid process

http://www.learningradiology.com
Colles Fracture

optimized by optima
http://www.learningradiology.com
Smith Fracture
Hampir kebalikan dari fraktur Colles
Lebih jarang terjadi dibandingkan fraktur
colles
Akibat terjatuh saat palmer flexed wrist
Typical deformity : Garden Spade
Tatalaksana konservatif: MUA and Above
Elbow POP
Smith Fracture
Smith Fracture

http://www.learningradiology.com
Fraktur Monteggia
Fraktur Galeazzi

Fraktur Colles
Fraktur Smith
30. Hemoroid
I L M U
P E N YA K I T
M ATA
31. Glaukoma
Glaukoma adalah penyakit
saraf mata yang berhubungan
dengan peningkatan tekanan
bola mata (TIO Normal : 10-
24mmHg)
Ditandai : meningkatnya
tekanan intraokuler yang
disertai oleh pencekungan
diskus optikus dan pengecilan
lapangan pandang
TIO tidak harus selalu tinggi,
Tetapi TIO relatif tinggi untuk
individu tersebut.
Vaughn DG, Oftalmologi Umum, ed.14
Glaukoma

glaucoma that develops after the


3rd year of life 186
Jenis Glaukoma
Causes Etiology Clinical
Acute Glaucoma Pupilllary block Acute onset of ocular pain, nausea, headache, vomitting, blurred vision,
haloes (+), palpable increased of IOP(>21 mm Hg), conjunctival injection,
corneal epithelial edema, mid-dilated nonreactive pupil, elderly, suffer
from hyperopia, and have no history of glaucoma
Open-angle Unknown History of eye pain or redness, Multicolored halos, Headache, IOP steadily
(chronic) glaucoma increase, Gonioscopy Open anterior chamber angles, Progressive visual
field loss

Congenital abnormal eye present at birth, epiphora, photophobia, and blepharospasm, buphtalmus
glaucoma development, (>12 mm)
congenital infection
Secondary Drugs (corticosteroids) Sign and symptoms like the primary one. Loss of vision
glaucoma Eye diseases (uveitis,
cataract)
Systemic diseases
Trauma
Absolute glaucoma end stage of all types of glaucoma, no vision, absence of pupillary light
reflex and pupillary response, stony appearance. Severe eye pain. The
treatment destructive procedure like cyclocryoapplication,
cyclophotocoagulation,injection of 100% alcohol

http://emedicine.medscape.com/articl e/1206147
Glaukoma Akut
http://emedicine.medscape.com/article/798811

Angle-closure (acute) glaucoma


The exit of the aqueous humor fluid is sud
At least 2 symptoms:
ocular pain
nausea/vomiting
history of intermittent blurring of vision with halos
AND at least 3 signs:
IOP greater than 21 mm Hg
conjunctival injection
corneal epithelial edema
mid-dilated nonreactive pupil
shallower chamber in the presence of occlusiondenly
blocked
Tatalaksana Glaukoma Akut
Tujuan : merendahkan tekanan bola mata secepatnya kemudian bila tekanan normal dan
mata tenang operasi
Supresi produksi aqueous humor
Beta bloker topikal: Timolol maleate 0.25% dan 0.5%, betaxolol 0.25% dan 0.5%,
levobunolol 0.25% dan 0.5%, metipranolol 0.3%, dan carteolol 1% dua kali sehari dan
timolol maleate 0.1%, 0.25%, dan 0.5% gel satu kali sehari (bekerja dalam 20 menit,
reduksi maksimum TIO 1-2 jam stlh diteteskan)
Pemberian timolol topikal tidak cukup efektif dalam menurunkan TIO glaukoma akut
sudut tertutup.
Apraclonidine: 0.5% tiga kali sehari
Brimonidine: 0.2% dua kali sehari
Inhibitor karbonat anhidrase:
Topikal: Dorzolamide hydrochloride 2% dan brinzolamide 1% (2-3 x/hari)
Sistemik: Acetazolamide 500 mg iv dan 4x125-250 mg oral (pada glaukoma akut
sudut tertutup harus segera diberikan, efek mulai bekerja 1 jam, puncak pada 4
jam)
Ilmu Penyakit Mata Ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006
Tatalaksana Glaukoma Akut
Fasilitasi aliran keluar aqueous humor
Analog prostaglandin: bimatoprost 0.003%, latanoprost 0.005%, dan travoprost 0.004%
(1x/hari), dan unoprostone 0.15% 2x/hari
Agen parasimpatomimetik: Pilocarpine
Epinefrin 0,25-2% 1-2x/hari
Pilokarpin 2% setiap menit selama 5 menit,lalu 1 jam selama 24 jam
Biasanya diberikan satu setengah jam pasca tatalaksana awal
Mata yang tidak dalam serangan juga diberikan miotik untuk mencegah serangan
Pengurangan volume vitreus
Agen hiperosmotik: Dapat juga diberikan Manitol 1.5-2MK/kgBB dalam larutan 20% atau urea
IV; Gliserol 1g/kgBB badan dalam larutan 50%
isosorbide oral, urea iv
Extraocular symptoms:
analgesics
antiemetics
Placing the patient in the supine position lens falls away from the iris decreasing pupillary
block
Pemakaian simpatomimetik yang melebarkan pupil berbahaya
Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asburys General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007.
32. KELAINAN REFRAKSI
ANAMNESIS

MATA MERAH MATA MERAH MATA TENANG


MATA TENANG VISUS
VISUS NORMAL VISUS TURUN VISUS TURUN
TURUN MENDADAK
struktur yang PERLAHAN
mengenai media
bervaskuler
refraksi (kornea, uveitis posterior Katarak
sklera konjungtiva
uvea, atau perdarahan vitreous Glaukoma
tidak Ablasio retina retinopati
seluruh mata)
menghalangi oklusi arteri atau vena penyakit sistemik
media refraksi retinal retinitis
neuritis optik pigmentosa
Keratitis
Konjungtivitis murni neuropati optik akut kelainan refraksi
Keratokonjungtivitis
karena obat (misalnya
Trakoma Ulkus Kornea
mata kering, etambutol), migrain,
Uveitis
tumor otak
xeroftalmia glaukoma akut
Pterigium Endoftalmitis
Pinguekula panoftalmitis
Episkleritis
skleritis
KELAINAN REFRAKSI -MIOPIA
MIOPIA bayangan difokuskan di Normal aksis mata 23 mm (untuk
depan retina, ketika mata tidak setiap milimeter tambahan
panjang sumbu, mata kira-kira
dalam kondisi berakomodasi
lebih miopik 3 dioptri)
(dalam kondisi cahaya atau benda
Normal kekuatan refraksi kornea
yang jauh) (+43 D) (setiap 1 mm penambahan
Etiologi: diameter kurvatura kornea, mata
Aksis bola mata terlalu panjang
lebih miopik 6D)
miopia aksial Normal kekuatan refraksi lensa
Miopia refraktif media refraksi yang (+18D)
lebih refraktif dari rata-rata: People with high myopia
kelengkungan kornea terlalu besar more likely to have retinal detachments
and primary open angle glaucoma
Dapat ditolong dengan
more likely to experience floaters
menggunakan kacamata negatif
(cekung)
KELAINAN REFRAKSI -MIOPIA
Miopia secara klinis :
Simpleks: kelainan fundus ringan, < -6D
Patologis: Disebut juga sebagai miopia degeneratif, miopia maligna atau
miopia progresif, adanya progresifitas kelainan fundus yang khas pada
pemeriksaan oftalmoskopik, > -6D
Miopia berdasarkan ukuran dioptri lensa :
Ringan (Lavior) : lensa koreksinya 0,25 s/d 3,00 Dioptri
Sedang(moderate) : lensa koreksinya 3,25 s/d 6,00 Dioptri.
Berat(grandior) : lensa koreksinya > 6,00 Dioptri.
Miopia berdasarkan umur :
Kongenital : sejak lahir dan menetap pada masa anak-anak.
Miopia onset anak-anak : di bawah umur 20 tahun.
Miopia onset awal dewasa : di antara umur 20 sampai 40 thn.
Miopia onset dewasa : di atas umur 40 tahun (> 40 tahun).
KELAINAN REFRAKSI KOREKSI MIOPIA
Pada miopia, pemilihan kekuatan
lensa untuk koreksi prinsipnya adalah
dengan dioptri yang terkecil dengan
visual acuity terbaik.
Pemberian lensa dgn kekuatan yg
lebih besar akan memecah berkas
cahaya terlalu kuat sehingga bayangan
jatuh di belakang retina, akibatnya
lensa mata harus berakomodasi agar
bayangan jatuh di retina.
Sedangkan lensa dgn kekuatan yg
lebih kecil akan memecah berkas
cahaya dan jatuh tepat di retina tanpa
lensa mata perlu berakomodasi lagi.
33. Konjungtivitis Virus
Pathology Etiology Feature Treatment
Bacterial staphylococci Acute onset of redness, grittiness, topical antibiotics
streptococci, burning sensation, usually bilateral Artificial tears
gonocci eyelids difficult to open on waking,
Corynebacter diffuse conjungtival injection,
ium strains mucopurulent discharge, Papillae
(+)
Viral Adenovirus Unilateral watery eye, redness, Days 3-5 of worst, clear
herpes discomfort, photophobia, eyelid up in 714 days without
simplex virus edema & pre-auricular treatment
or varicella- lymphadenopathy, follicular Artificial tears relieve
zoster virus conjungtivitis, pseudomembrane dryness and inflammation
(+/-) (swelling)
Antiviral herpes simplex
virus or varicella-zoster
virus
http://www.cdc.gov/conjunctivitis/about/treatment.html
Pathology Etiology Feature Treatment
Fungal Candida spp. can Not common, mostly occur in Topical antifungal
cause immunocompromised patient,
conjunctivitis after topical corticosteroid and
Blastomyces antibacterial therapy to an
dermatitidis inflamed eye
Sporothrix
schenckii
Vernal Allergy Chronic conjungtival bilateral Removal allergen
inflammation, associated atopic Topical antihistamine
family history, itching, Vasoconstrictors
photophobia, foreign body
sensation, blepharospasm,
cobblestone pappilae, Horner-
trantas dots
Inclusion Chlamydia several weeks/months of red, Doxycycline 100 mg PO
trachomatis irritable eye with mucopurulent bid for 21 days OR
sticky discharge, acute or Erythromycin 250 mg
subacute onset, ocular irritation, PO qid for 21 days
foreign body sensation, watering, Topical antibiotics
unilateral ,swollen lids,chemosis
,Follicles
34. ANATOMI DUKTUS LAKRIMALIS
DAKRIOSISTITIS
Partial or complete obstruction of the nasolacrimal duct
with inflammation due to infection (Staphylococcus aureus
or Streptococcus B-hemolyticus), tumor, foreign bodies,
after trauma or due to granulomatous diseases.
Clinical features : epiphora, acute, unilateral, painful
inflammation of lacrimal sac, pus from lacrimal punctum,
fever, general malaise, pain radiates to forehead and teeth
Diagnosis : Anel test(+) :not dacryocystitis, probably skin
abcess; (-) or regurgitation (+) : dacryocystitis. Swab and
culture
Treatment : Systemic and topical antibiotic, irrigation of
lacrimal sac, Dacryocystorhinotomy
Dakrioadenitis
Peradangan dari kelenjar Gejala: nyeri, kemerahan, dan
lakrimalis gejala penekanan pada unilateral
Kelenjar lakrimalis berada di supratemporal orbita
supratemporal orbita + lobus Tanda: Khemosis
palpebral Injeksi konjungtiva
Patofisiologi masih belum Sekret mukopurulent
dimengerti, diperkirakan akibat Kelopak merah
ascending infection kuman dari Limfadenopati submandibular
Bengkak pada 1/3 lateral kelopak
duktus lakrimalis ke dalam
mata (S-shaped lid)
kelenjar Proptosis
Lobus palpebral biasanya juga Gangguan gerak bola mata
ikut terkena Pembesaran kelenjar parotis
Penyebab: mumps, EBV, Demam
stafilokokus, GO ISPA
Malaise
Tatalaksana
Viral (paling sering) - Self-
limiting, tx suportif
(kompres hangat, NSAID
oral)
Bacterial 1st generation
cephalosporins
Protozoa / fungal
antiamoebic/ antifungal
Inflammatory
(noninfectious) cek
penyebab sistemik,
tatalaksana berdasarkan
penyebabnya.
http://sdhawan.com/ophthalmology/lens&cataract.pdf E-mail: sdhawan@sdhawan.com

35. Cataract
Any opacity of the lens or loss of transparency of the lens that causes
diminution or impairment of vision
Classification : based on etiological, morphological, stage of maturity
Etiological classification :
Senile
Traumatic (penetrating, concussion, infrared irradiation, electrocution)
Metabolic (diabetes, hypoglicemia, galactosemia, galactokinase deficiency,
hypocalcemia)
Toxic (corticosteroids, chlorpromazine, miotics, gold, amiodarone)
Complicated (anterior uveitis, hereditary retinal and vitreoretinal disorder, high myopia,
intraocular neoplasia
Maternal infections (rubella, toxoplasmosis, CMV)
Maternal drug ingestion (thalidomide, corticosteroids)
Presenile cataract (myotonic dystrophy, atopic dermatitis)
Syndromes with cataract (downs syndrome, werners syndrome, lowes syndrome)
Hereditary
Secondary cataract
Morphological classification : Sign & symptoms:
Capsular Near-sightedness (myopia
Subcapsular shift) Early in the
Nuclear development of age-related
cataract, the power of the
Cortical lens may be increased
Lamellar Reduce the perception of
Sutural blue colorsgradual
Chronological classification: yellowing and opacification of
Congenital (since birth) the lens
Infantile ( first year of life) Gradual vision loss
Juvenile (1-13years) Almost always one eye is
Presenile (13-35 years) affected earlier than the
other
Senile
Shadow test +
Klasifikasi morfologi katarak

Oxford American Handbook of Ophthalmology 2011


Oxford American Handbook of Ophthalmology 2011
Oxford American Handbook of Ophthalmology 2011
Oxford American Handbook of Ophthalmology 2011
Ilmu Penyakit Mata Ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006

KATARAK-SENILIS
Katarak senilis adalah kekeruhan lensa yang 4 stadium: insipien, imatur (In some patients, at
terdapat pada usia lanjut, yaitu usia di atas 50 this stage, lens may become swollen due to
tahun continued hydration intumescent cataract),
matur, hipermatur
Epidemiologi : 90% dari semua jenis katarak Gejala : distorsi penglihatan, penglihatan
Etiologi :belum diketahui secara pasti kabur/seperti berkabut/berasap, mata tenang
multifaktorial: Penyulit : Glaukoma, uveitis
Faktor biologi, yaitu karena usia tua dan Tatalaksana : operasi (ICCE/ECCE)
pengaruh genetik
Faktor fungsional, yaitu akibat akomodasi
yang sangat kuat mempunyai efek buruk
terhadap serabu-serabut lensa.
Faktor imunologik
Gangguan yang bersifat lokal pada lensa,
seperti gangguan nutrisi, gangguan
permeabilitas kapsul lensa, efek radiasi
cahaya matahari.
Gangguan metabolisme umum
Klasifikasi Katarak Senilis Berdasarkan
Lokasi
Katarak nuklear
kekeruhan terutama pada nukleus Akibat myiopic shift,individu dengan
dibagian sentral lensa. presbiopia dapat membaca tanpa
Terjadi akibat sklerosis nuklear; kacamata (disebut penglihatan
nukleus cenderung menjadi gelap kedua/second sight).
dan keras (sklerosis), berubah dari Menyebabkan gangguan yang lebih besar
jernih menjadi kuning sampai coklat. pada penglihatan jauh daripada
Biasanya mulai timbul sekitar usia 60- penglihatan dekat
70 tahun dan progresivitasnya Bisa terjadi pada pasien diabetes melitus
lambat. dan miopia tinggi
Pengerasan yang progresif dari Bisa timbul diplopia monokular (akbibat
nukleus lensa peningkatan indeks perubahan mendadak indeks refraksi
refraksi lensa terjadi perpindahan antara korteks dan nuklear) dan
miopik (myopic shift), dikenal sbg gangguan diskriminasi warna (terutama
miopia lentikularis. biru dan ungu, akibat kuningnya lensa)
Klasifikasi Katarak Senilis Berdasarkan
Lokasi
Katarak kortikal
Kekeruhan pada korteks lensa ( bisa di Gejala katarak kortikal adalah
daerah anterior, posterior dan equatorial fotofobia dari sumber cahaya
korteks) fokal yang terus-menerus dan
Muncul pada usia 40-60 tahun dan diplopia monokular
progresivitasnya lambat. Kekeruhan dimulai dari celah dan
Terdapat wedge-shape opacities/cortical vakoula antara serabut lensa oleh
spokes atau gambaran seperti ruji. karena hidrasi oleh korteks.
Efeknya terhadap fungsi penglihatan Disebabkan oleh berkurangnya
bervariasi, tergantung dari jarak protein total, asam amnio, dan
kekeruhan terhadap aksial penglihatan
kalium yang dihubungkan dengan
Katarak kortikal umumnya tidak memberi peningkatan konsentrasi natrium
gejala sampai tingkat progresifitas lanjut dan hidrasi lensa, diikuti oleh
ketika jari-jari korteks membahayakan axis koagulasi protein.
penglihatan (penglihatan dirasakan lebih
baik pada cahaya terang ketika pupil
miosis.)
Klasifikasi Katarak Senilis Berdasarkan
Lokasi
Katarak subkapsular posterior
(katarak cupuliformis)
Terdapat pada korteks di dekat kapsul Kadang mengalami diplopia
posterior bagian sentral dan biasanya di monokular.
aksial.
Sering terlihat pada pasien
Biasanya mulai timbul sekitar usia 40-60
tahun dan progresivitasnya cepat.
yang lebih muda dibandingkan
dengan pasien katarak nuklear
Sejak awal, menimbulkan gangguan
/ kortikal.
penglihatan karena adanya keterlibatan
sumbu penglihatan. Sering ditemukan pada pasien
Gejala yang timbul adalah fotofobia dan DM, miopia tinggi dan retinitis
penurunan visus dibawah kondisi cahaya pigmentosa, akibat trauma,
terang, akomodasi, atau miotikum. penggunaan kortikosteroid
Penglihatan dirasakan lebih baik ketika sistemik atau topikal,
pupil midriasis pada malam hari dengan inflamasi, dan paparan radiasi
cahaya yang suram (day blindness) ion.
Ketajaman penglihatan dekat menjadi
lebih berkurang daripada penglihatan
jauh.
BEDAH KATARAK
Lensa diangkat dari mata (ekstraksi lensa) dengan prosedur intrakapsular atau
ekstrakapsular:
Ekstraksi Katarak Intrakapsular (EKIK) :
Mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsulnya
Tidak boleh dilakukan pada pasien usia <40thn, yang masih mempunyai
ligamen hialoidea kapsular
Ekstraksi Katarak Ekstrakapsular (EKEK):
Dilakukan pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa
anterior sehingga massa lensa dapat keluar melalui robekan tersebut
Dilakukan pada pasien muda, dengan kelainan endotel, bersama-sama
keratoplasti, implantasi lensa intraokuler posterior, perencanaan implastasi
sekunder lensa intraokuler, kemungkinan akan dilakukan bedah glaukoma,
mata dengan predisposisi terjadinya prolaps badan kaca, sebelumnya pasien
mengalami ablasio retina, mata dengan makular edema, pasca bedah ablasi.
Fakofragmentasi dan Fakoemulsifikasi : teknik ekstrakapsular menggunakan
getaran ultrasonik untuk mengangkat nukleus dan korteks melalui insisi
lumbus yang kecil

Sidarta Ilyas, Ilmu Penyakit Mata


36. Cluster Type Headache
37. Meningitis Bakterialis
C ai ran Se r e b r o s p i n al Pad a I n fe k s i SSP

BACT.MEN VIRAL MEN TBC MEN ENCEPHALITIS ENCEPHALOPATHY

Tekanan Normal/

Makros. Keruh Jernih Xantokrom Jernih Jernih

Lekosit > 1000 10-1000 500-1000 10-500 < 10

PMN (%) +++ + + + +

MN (%) + +++ +++ ++ -

Protein Normal/ Normal Normal


Glukosa Normal Normal Normal

Gram
Positif Negatif Negatif Negatif Negatif
/Rapid T.
38. Stroke
Klasifikasi Stroke Non Haemoragik menurut Padila (2012)
Transient Ischemic Attack (TIA)
defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otaksepintas dan
menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat dalam waktu tidak lebihdari 24 jam.
Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND)
defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak berlangsung
lebih dair 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam waktu 72 jam.
Stroke in Evolution (Progressing Stroke)
deficit neurologik fokal akut karena
gangguan peredaran darah otak yang berlangsung progresif dan mencapai
maksimal dalam beberapa jam hingga beberapa hari4.
Stroke in ResolutionStroke in resolution:
deficit neurologik fokal akut karena
gangguan peredaran darah otak yang memperlihatkan perbaikan
dan mencapai maksimal dalam beberapa jam sampai bebrapa hari.
Completed Stroke (infark serebri):
defisit neurologi fokal akut karena oklusi atau gangguan peredaran darah otak
yang secara cepat menjadi stabil tanpamemburuk lagi
SUBTIPE STROKE ISKEMIK
Stroke Lakunar
Terjadi karena penyakit pembuluh halus hipersensitif dan menyebabkan
sindrom stroke yang biasanya muncul dalam beberapa jam atau kadang-
kadang lebih lama. Infark lakunar merupakan infark yang terjadi setelah
oklusi aterotrombotik atau hialin lipid salah satu dari cabang-cabang
penetrans sirkulus Willisi, arteria serebri media, atau arteri vertebralis dan
basilaris. Trombosis yang terjadi di dalam pembuluh-pembuluh ini
menyebabkan daerah-daerah infark yang kecil, lunak, dan disebut lacuna.
Gejala-gejala yang mungkin sangat berat, bergantung pada kedalaman
pembuluh yang terkena menembus jaringan sebelum mengalami trombosis.
Terdapat empat sindrom lakunar yang sering dijumpai :
Hemiparesis motorik murni akibat infark di kapsula interna posterior
Hemiparesis motorik murni akibat infark pars anterior kapsula interna
Stroke sensorik murni akibat infark thalamus
Hemiparesis ataksik atau disartria serta gerakan tangan atau lengan yang
canggung akibat infark pons basal
SUBTIPE STROKE ISKEMIK
Stroke Trombotik Pembuluh Besar
Sebagian besar dari stroke ini terjadi saat tidur, saat pasien relative mengalami
dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Gejala dan tanda akibat stroke iskemik
ini bergantung pada lokasi sumbatan dan tingkat aliran kolateral di jaringan yang
terkena. Stroke ini sering berkaitan dengan lesi aterosklerotik.
Hipertensi non simptomatik pada pasien berusia lanjut harus diterapi secara hati-
hati dan cermat, karena penurunan mendadak tekanan darah dapat memicu
stroke atau iskemia arteri koronaria atau keduanya.

Stroke Embolik
Asal stroke embolik dapat dari suatu arteri distal atau jantung. Stroke yang terjadi
akibat embolus biasanya menimbulkan deficit neurologik mendadak dengan efek
maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya serangan terjadi saat pasien
beraktivitas. Pasien dengan stroke kardioembolik memiliki risiko besar menderita
stroke hemoragik di kemudian hari.

Stroke Kriptogenik
Biasanya berupa oklusi mendadak pembuluh intrakranium besar tanpa penyebab
yang jelas walaupun telah dilakukan pemeriksaan diagnostic dan evaluasi klinis
yang ekstensif.
Jaras Motorik
Gejala klinis tersering yang terjadi yaitu hemiparese
Penderita stroke non hemoragik yang mengalami
infrak bagian hemisfer otak kiri akan
mengakibatkan terjadinya kelumpuhan pada
sebalah kanan, dan begitu pula sebaliknya
Hemiparese dupleks, penderita stroke non
hemoragik yang mengalami hemiparesesi dupleks
akan mengakibatkan terjadinya kelemahan pada
kedua bagian tubuh sekaligus bahkan dapat
sampai mengakibatkan kelumpuhan.
39. Guilian Barre-Syndrome
GBS adalah suatu sindroma neuropati perifer yang
dimediasi oleh imun
Infeksi saluran nafas oleh virus, infeksi saluran
cerna atau pembedahaan biasanya menjadi
pencetus GBS, 5 hari hingga 3 minggu sebelum
timbulnya gejala
Tanda dan Gejala :
Kelemahan tubuh simetris yang progresif
Hilangnya refleks tendon
Diplegia fasial
Parese otot orofaring dan respirasi
Parasthese pada tangan dan kaki
Gejala memburuk dalam hitungan hari hingga 3
minggu, diikuti periode stabil kemudian proses
penyembuhan ke fungsi normal atau mendekati
normal
Diagnosis GBS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan
pemeriksaan fisis.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan
Kadar elektrolit
Pemeriksaan fungsi hepar
Pemeriksaan kadar kreatin fosfokinase
Pemeriksaan EMG: adanya tanda demyelinisasi dari
perlambatan konduksi, perpanjangan latensi distal,
perpanjangan gelombang F, blok konduksi atau berkurangnya
respon terhadap rangsang.
Pemeriksaan penyulit: fungsi paru dan sistem saraf pusat
(LCS)
Pada pemeriksaan LCS akan ditemukan peningkatan protein
(peningkatan kurva disosiasi sitoalbumin) serta jumlah sel
<10 mononuclear cell/mm3
Tatalaksana GBS
Perawatan intensif diperlukan apabila didapatkan
gejala disautonomia, berkurangnya forced vital
capacity (< 20 mL/kg), kelemahan otot bulbar, dan
berkurangnya trigger napas.
Imunomodulasi dengan Intravenous Immunoglobulin
(IVIG) dan plasma exchange memiliki efektivitas yang
sama untuk memercepat proses penyembuhan
Terapi rehabilitasi untuk fisik, okupasi, dan wicara.

http://emedicine.medscape.com/article/315632 ; Harrison 18th Edition


40. SUBDURAL HEMATOM
Perdrhan yg mengumpul diantra korteks serebri dan
duramater regangan dan robekan vena-vena drainase
yg tdpt di rongga subdural ant. Permk. Otak dg sinus
duramater.
Gjl klinik biasany tdk terlalu hebat kecuali bila terdapat
efek massa.
Berdsrkan kronologis SDH dibagi mjd :
1. SDH akut : 1- 3 hr pasca trauma.
2. SDH subakut : 4-21 hr pasca trauma.
3. SDH khronis : > 21 hari.
gamb. CT scan kepala tdp lesi hiperdens bbtk bulan sabit yg
srg tjd pada daerah yg berseberangan dg trauma (Counter
Coup)

PERDOSSI. Trauma Kapitis. 2006


Tindakan op. dilakukan bila pdrh > 40 cc.
Bila komplikasi akut : gangg. Parenkim otak,
gangg. Pemb. Drh arteri.
Bila tidak ada komplikasi disebabkan : atrofi otak
mybbkan perdrhan dan putusnya vena jembatam,
gangg. Pembekuan.
Tindakan operasi dilakukan bila :
1. Perdarahan berulang.
2. Kapsulisasi.
3. Lobulat (multilobulat)
4. Kalsifikasi.
PERDOSSI. Trauma Kapitis. 2006
Subdural hematom
HEMATOM
HEMATOM EPIDURAL HEMATOM SUBDURAL
SUBARAKHNOID

Lucid interval SDH akut : 1- 3 hr Kaku kuduk


Kesadaran makin pasca trauma. Nyeri kepala
menurun SDH subakut : 4-21 hr Bisa didapati
Late hemiparesis pasca trauma. gangguan kesadaran
kontralateral lesi SDH khronis : > 21 Akibat pecah
Pupil anisokor hari. aneurisme berry
Babinsky (+) Gejala: sakit kepala
kontralateral lesi disertai /tidak disertai
Fraktur daerah penurunan kesadaran
temporal * akibat robekan
* akibat pecah a. bridging vein
meningea media
ILMU
P S I K I AT R I
41. ANSIETAS (GANGGUAN CEMAS)
Diagnosis Characteristic
Gangguan panik Serangan ansietas yang intens & akut disertai dengan perasaan akan datangnya
kejadian menakutkan.
Tanda utama: serangan panik yang tidak diduga tanpa adanya provokasi dari
stimulus apapun & ada keadaan yang relatif bebas dari gejala di antara serangan
panik.
Tanda fisis:Takikardia, palpitasi, dispnea, dan berkeringat.
Serangan umumnya berlangsung 20-30 menit, jarang melebihi 1 jam.
Tatalaksana: terapi kognitif perilaku + antidepresan.

Gangguan fobik Rasa takut yang kuat dan persisten terhadap suatu objek atau situasi, antara
lain: hewan, bencana, ketinggian, penyakit, cedera, dan kematian.
Gangguan penyesuaian Gejala emosional (ansietas/afek depresif ) atau perilaku dalam waktu <3 bulan
dari awitan stresor. Tidak berhubungan dengan duka cita akibat kematian orang
lain.

Gangguan cemas Ansietas berlebih terus menerus berlangsung setiap hari sampai bbrp minggu
menyeluruh disertai Kecemasan (khawatir akan nasib buruk), ketegangan motorik (gemetar,
sulit berdiam diri, dan sakit kepala), hiperaktivitas otonomik (sesak napas,
berkeringat, palpitasi, & gangguan gastrointestinal), kewaspadaan mental
(iritabilita).
Pedoman Diagnosis Fobia Spesifik

DSM-IV-TR
Beberapa Jenis Fobia Spesifik yang Sering
Ditemui
Fobia Fobia terhadap:
Arachnofobia Laba-laba

Aviatofobia Terbang

Klaustrofobia Ruang tertutup

Akrofobia Ketinggian

Astrafobia/ brontofobia Badai-Petir

Nekrofobia Kematian

Aichmofobia Jarum suntik atau benda tajam lainnya

Androfobia Laki-laki

Ginofobia Perempuan
Tatalaksana Fobia Spesifik
Medikamentosa
Tidak terlalu berperan
Obat yang digunakan: short actiing benzodiazepine pada
kondisi yang sudah dapat diduga akan terjadi fobia.
Contoh: pada pasien fobia ketinggian, dapat diberikan
diazepam sesaat sebelum akan naik pesawat.

Cognitive Behavior Therapy


Terapi kognitif: pasien fobia dibantu mengendalikan
pikiran negatifnya mengenai hal yang menjadi fobianya
dan dibantu melihat situasi sesuai dengan realita.
Terapi perilaku: dengan terapi desensitisasi

Terapi desensitisasi merupakan terapi paling spesifik dan


efektif untuk fobia spesifik.
Terapi Desensitisasi
Desentisasi yaitu suatu cara untuk mengurangi
rasa takut atau cemas pasien dengan jalan
memberikan rangsangan yang membuatnya takut
atau cemas sedikit demi sedikit rangsangan
tersebut diberikan terus, sampai pasien tidak
takut atau cemas lagi.

Menggunakan prinsip counterconditioning, yaitu


respons yang tidak diinginkan digantikan dengan
tingkah laku yang diinginkan sebagai hasil latihan
yang berulang-ulang.
42. WAHAM
Waham merupakan suatu perasaan keyakinan
atau kepercayaan yang keliru, berdasarkan
simpulan yang keliru tentang kenyataan
eksternal, tidak konsisten dengan intelegensia
dan latar belakang budaya pasien, dan tidak
bisa diubah lewat penalaran atau dengan jalan
penyajian fakta.
Jenis Waham
Waham Karakteristik
Bizzare keyakinan yang keliru, mustahil dan aneh
Sistematik keyakinan yang keliru atau keyakinan yang tergabung dengan satu
tema/kejadian.
Nihilistik perasaan yang keliru bahwa diri dan lingkungannya atau dunia tidak ada
atau menuju kiamat.
Somatik perasaan yang keliru yang melibatkan fungsi tubuh.
Paranoid termasuk didalamnya waham kebesaran, waham kejaran/presekutorik,
(curiga) waham rujukan (reference), dan waham dikendalikan.
Kebesaran/ keyakinan atau kepercayaan, biasanya psikotik sifatnya, bahwa dirinya
grandiosity adalah orang yang sangat kuat, sangat berkuasa atau sangat besar.
Kejar/ mengira bahwa dirinya adalah korban dari usaha untuk melukainya, atau
persekutorik yang mendorong agar dia gagal dalam tindakannya.
Rujukan/ selalu berprasangka bahwa orang lain sedang membicarakan dirinya dan
delusion of kejadian-kejadian yang alamiah pun memberi arti khusus/berhubungan
reference dengan dirinya
Jenis Waham
Waham Karakteristik
Kendali keyakinan yang keliru bahwa keinginan, pikiran, atau perasaannya
dikendalikan oleh kekuatan dari luar. Termasuk di dalamnya: thought
of withdrawal, thought of broadcasting, thought of insertion.
Thought of waham bahwa pikirannya ditarik oleh orang lain atau kekurangannya.
withdrawal
Thought of waham bahwa pikirannya disisipi oleh orang lain atau kekuatan lain.
insertion
Thought of waham bahwa pikirannya dapat diketahui oleh orang lain, tersiar
broadcasting diudara.
Cemburu keyakinan yang keliru yang berasal dari cemburu patologis tentang
pasangan yang tidak setia.
Erotomania keyakinan yang keliru, biasanya pada wanita, merasa yakin bahwa
seseorang sangat mencintainya.
Gangguan Mood
Jenis Karakteristik
Disforik Tidak menyenangkan
Eutimik Dalam rentang normal, tidak ada mood yang tertekan
atau melambung
Ekspansif (meluap-luap) Perasaan meluap berlebihan tanpa batasan
Iritabel Mudah diganggu atau dibuat marah
Pergeseran mood (labil) Osilasi antara euforia dan depresi atau iritabel
Meninggi (elasi) Suasana keyakinan dan kesenangan, lebih ceria dari
biasanya
Euforia Elasi yang kuat dengan perasaan kebesaran
Ecstasy Perasaan kegairahan yang kuat
Depresi Perasaan sedih yang psikopatologis
Anhedonia Kehilangan minat dan menarik diri dari aktivitas rutin
Aleksitimia Tidak mampu atau sulit digambarkan emosi atau
moodnya
43. NEUROTRANSMITER DALAM
GANGGUAN PSIKOTIK

Dari semua neurotransmitter yang terlibat, dopamin memiliki


peranan paling penting dalam menyebabkan gejala psikotik.
Peran Dopamin Dalam Gangguan Psikotik

Peningkatan aktivitas dopamin pada jaras


mesolimbik menyebabkan munculnya gejala
positif pada gangguan psikotik.
Sedangkan penurunan aktivitas dopamin pada
daerah korteks prefrontal menyebabkan
timbulnya gejala negatif.
Obat antipsikotik bekerja dengan menempati
reseptor dopamin D2 untuk mencegah terjadinya
peningkatan aktivitas dopamin.

Sharma & Antonova, 2003


44. GANGGUAN PROSES PIKIR

Gangguan
bentuk pikir
Gangguan Gangguan
proses pikir isi pikir
Gangguan
arus pikir
Gangguan Bentuk Pikir
Jenis Karakteristik

Derealistik Tidak sesuai dengan kenyataan tetapi masih mungkin terjadi,


misalnya: saya adalah seorang presiden

Dereistik Tidak sesuai dengan kenyataan, lebih didasarkan pada khayalan,


misal: saya adalah seorang malaikat

Autistik Pikiran yang timbul dari fantasi, berokupasi pada sebuah ide.
Secara emosional terlepas dari orang lain.

Tidak logis/ magical Berorientasi pada hal-hal yang bersifat magis


thought

Pikiran konkrit Pikiran terbatas pada satu dimensi arti, pasien mengartikan
kata/kalimat apa adanya, tidak mampu berpikir secara metafora.
Contoh: meja hijau = meja yang berwarna hijau.
Gangguan Isi Pikir
Jenis Karakteristik
Waham Keyakinan yang salah, tidak dapat dikoreksi, dihayati oleh penderita
sebagai hal yang nyata, tidak sesuai dengan sosiokultural di mana
penderita tinggal.

Obsesi Gagasan (ide), bayangan, atau impuls yang berulang dan persisten.
Kompulsi Perilaku/perbuatan berulang yang bersifat stereotipik, biasanya
menyertai obsesi.
Fobia Ketakutan irasional yang menetap dan tidak rasional terhadap suatu
objek, aktifitas, atau situasi spesifik yang menimbulkan keinginan yang
mendesak untuk menghindarinya.
Anosognosis Pasien menolak kenyataan bahwa ia mengalami gangguan fisik, hal ini
terjadi pada pasien yang mengalami luka/trauma dan kerusakan otak
yang luas. Contoh: penderita buta mengatakan bahwa ia dapat
melihat.
Gangguan Arus Pikir
Jenis Karakteristik
Neologisme Pembentukan kata-kata baru yang memiliki arti khusus bagi
penderita, sering terdapat pada pasien skizofrenia. Neologisme
dapat pula akibat halusinasi akustik sehingga sering merupakan
kata yang diulang
Sirkumstansial Gangguan asosiasi karena terlalu banyak ide yang disampaikan.
Pada umumnya pasien dapat mencapai tujuannya, tetapi harus
secara bertahap.
Tangensial Pembicaraan pasien terlepas sama sekali dari pokok pembicaraan
dan tidak kembali ke pokok pembicaraan tersebut, sehingga tujuan
tidak pernah tercapai
Asosiasi longgar Pasien berbicara dengan kalimat-kalimat yang tidak berhubungan,
namun masih dapat dimengerti.
Flight of ideas Melompat-lompat dari satu topik ke topik lain tanpa terputus,
dimana masih terdapat benang merah.
Inkoherensi/ asosiasi longgar yang berat, kata yang satu tidak berhubungan
word salad dengan kata yang lain.
Jenis Waham
Waham Karakteristik
Bizzare keyakinan yang keliru, mustahil dan aneh
Sistematik keyakinan yang keliru atau keyakinan yang tergabung dengan satu
tema/kejadian.
Nihilistik perasaan yang keliru bahwa diri dan lingkungannya atau dunia tidak ada
atau menuju kiamat.
Somatik perasaan yang keliru yang melibatkan fungsi tubuh.
Paranoid termasuk didalamnya waham kebesaran, waham kejaran/presekutorik,
(curiga) waham rujukan (reference), dan waham dikendalikan.
Kebesaran/ keyakinan atau kepercayaan, biasanya psikotik sifatnya, bahwa dirinya
grandiosity adalah orang yang sangat kuat, sangat berkuasa atau sangat besar.
Kejar/ mengira bahwa dirinya adalah korban dari usaha untuk melukainya, atau
persekutorik yang mendorong agar dia gagal dalam tindakannya.
Rujukan/ selalu berprasangka bahwa orang lain sedang membicarakan dirinya dan
delusion of kejadian-kejadian yang alamiah pun memberi arti khusus/berhubungan
reference dengan dirinya
Jenis Waham
Waham Karakteristik
Kendali keyakinan yang keliru bahwa keinginan, pikiran, atau perasaannya
dikendalikan oleh kekuatan dari luar. Termasuk di dalamnya: thought
of withdrawal, thought of broadcasting, thought of insertion.
Thought of waham bahwa pikirannya ditarik oleh orang lain atau kekurangannya.
withdrawal
Thought of waham bahwa pikirannya disisipi oleh orang lain atau kekuatan lain.
insertion
Thought of waham bahwa pikirannya dapat diketahui oleh orang lain, tersiar
broadcasting diudara.
Cemburu keyakinan yang keliru yang berasal dari cemburu patologis tentang
pasangan yang tidak setia.
Erotomania keyakinan yang keliru, biasanya pada wanita, merasa yakin bahwa
seseorang sangat mencintainya.
45. OBAT PSIKOAKTIF
Secara umum, sering dibagi menjadi 3
golongan utama berdasarkan gejalanya, yaitu:
Golongan depresan
Golongan stimulan
Golongan halusinogen
Depressant
Zat yang mensupresi, menghambat dan menurunkan aktivitas CNS.
Yang termasuk dalam golongan ini adalah sedatives/hypnotics,
opioids, and neuroleptics.
Medical uses sedation, sleep induction, hypnosis, and general
anaesthesia.
Contoh:
Alcohol dalam dosis rendah, anaesthetics, sleeping pills, and opioid
drugs such as heroin, morphine, and methadone.
Hipnotik (obat tidur), sedatif (penenang) benzodiazepin
Effects:
Relief of tension, mental stress and anxiety
Warmth, contentment, relaxed detachment from emotional as well
as physical distress
Positive feelings of calmness, relaxation and well being in anxious
individual
Relief from pain
Stimulants
Zat yang mengaktivkan dan meningkatkan aktivitas CNS
psychostimulants
Memiliki berbagai efek fisiologis
Perubahan denyut jantung, dilatasi pupil, peningkatan TD, banyak
berkeringat, mual dan muntah.
Menginduksi kewaspadaan, agitasi, dan mempengaruhi penilaian
Penyalahgunaan kronik akan menyebabkan perubahan kepribadian
dan perilaku seperti lebih impulsif, agresif, iritabilitas, dan mudah
curiga
Contoh:
Amphetamines, cocaine, caffeine, nicotine, and synthetic appetite
suppressants.
Effects:
feelings of physical and mental well being, exhilaration, euphoria,
elevation of mood
increased alertness, energy and motor activity
postponement of hunger and fatigue
Hallucinogens (psyche delics)
Zat yang merubah dan mempengaruhi persepsi, pikiran, perasaan, dan
orientasi waktu dan tempat.
Menginduksi delusi, halusinasi, dan paranoia.
Adverse effects sering terjadi
Halusinasi yang menakutkan dan tidak menyenangkan (bad trips)
Post-hallucinogen perception disorder or flashbacks
Delusional disorder persepsi bahwa halusinasi yang dialami nyata, setelah
gejala mereda
mood disorder (anxiety, depression, or mania).
Effects:
Perubahan mood, perasaan, dan pikiranmind expansion
Meningkatkan kepekaan sensorismore vivid sense of sight, smell, taste and
hearing
dissociation of body and mind
Contoh:
Mescaline (the hallucinogenic substance of the peyote cactus)
Ketamine
LSD
psilocybin (the hallucinogenic substance of the psilocybe mushroom)
phencyclidine (PCP)
marijuana and hashish
46. Infeksi Parasit: Cacing
Oksiuriasis (Cacing Kremi)
Nama lain
Enterobius vermicularis
Gejala
Gatal di sekitar dubur
(terutama pada malam hari
pada saat cacing betina
meletakkan telurnya), gelisah
dan sukar tidur
Pemeriksaan: perianal swab
dengan Scotch adhesive tape
Telur lonjong dan datar pada
satu sisi, bening
Askariasis (Cacing Gelang)
Gejala
Rasa tidak enak pada perut (gangguan
lambung); kejang perut, diselingi diare;
kehilangan berat badan; dan demam
Telur
Fertilized: bulat, bile stained (coklat),
dilapisi vitelin dan unstructured
albuminoid (tidak teratur), ukuran
diameter 50 dan 75 mcm
Unfertilized: lonjong, permukaan bisa
tidak teratur atau teratur (dekortikated),
dinding lebih tipis, ukuran diameter 43
dan 95 mcm
Nekatoriasis (Cacing Tambang)
Gejala
Mual, muntah, diare &
nyeri ulu hati; pusing, nyeri
kepala; lemas dan lelah;
anemia

Telur
Dinding tipis & transparan,
berisi 4-8 sel embrio atau
embrio cacing
Diameter 40 dan 55 mcm
Trikuriasis (Cacing Cambuk)
Gejala
nyeri ulu hati, kehilangan
nafsu makan, diare,
anemia, prolaps rektum
Telur
Seperti tempayan/ lemon,
memiliki dua kutub
Ukuran 20-25 mcm dan 50-
55 mcm
Taeniasis (Cacing Pita)
Gejala
mual, konstipasi, diare; sakit
perut; lemah; kehilangan nafsu
makan; sakit kepala; berat
badan turun, benjolan pada
jaringan tubuh (sistiserkosis)
Telur
Bulat dengan embrio berstria
radier tebal
Berisi onkosfer dengan 6 kait
Ukuran 31-34 mcm
Proglotid Gravid T. Solium vs T. Saginata

Taenia Saginata Taenia Solium


Folikel testis yang berjumlah 300-400 Serupa dengan proglotid T. Saginata
namun jumlah folikel testisnya lebih
buah, tersebar di bidang dorsal sedikit, yaitu 150-200 buah

Uterus tumbuh dari bagian anterior Proglotid gravid mempunyai ukuran


ootip dan menjulur kebagian anterior panjang hampir sama dengan lebarnya
proglotid
Jumlah cabang uterus: 7-12 buah pada
satu sisi
Jumlah cabang uterus: 15-30 buah pada
satu sisinya dan tidak memiliki lubang Lubang kelamin letaknya bergantian
uterus (porus uterinus) selang-seling pada sisi kanan atau kiri
strobila secara tidak beraturan
Proglotid yang sudah gravid letaknya Berisi kira-kira 30.000-50.000 buah
terminal dan sering terlepas dari telur.
strobila
Albendazole
Terapi cacing gelang, cacing cambuk, cacing kremi, cacing tambang

Cara kerja : membunuh cacing, menghancurkan telur & larva cacing dengan
jalan menghambat pengambilan glukosa oleh cacing produksi ATP
sebagai sumber energi << kematian cacing

Kontra Indikasi:
Ibu hamil (teratogenik), menyusui
Gangguan fungsi hati & ginjal, anak < 2 tahun

Dosis sediaan : 400 mg per tablet.


Dewasa dan anak diatas 2 tahun : 400 mg sehari sebagai dosis tunggal
Tablet dapat dikunyah, ditelan atau digerus lalu dicampur dengan
makanan

Efek samping : perasaan kurang nyaman pada saluran cerna dan sakit
kepala, mulut terasa kering
Mebendazole
Terapi cacing gelang, cacing cambuk, cacing kremi, cacing tambang

Cara kerja : membunuh cacing, menghancurkan telur & larva cacing dengan
jalan menghambat pengambilan glukosa oleh cacing produksi ATP sebagai
sumber energi << kematian cacing

Kontra Indikasi:
Ibu hamil (teratogenik), menyusui
Gangguan fungsi hati & ginjal, anak < 2 tahun

Dosis sediaan : 100 mg per tablet


Dewasa & anak diatas 2 tahun: 100 mg, 2x1 tab/hari, PO, selama 3 hari
Tablet dapat dikunyah, ditelan atau digerus lalu dicampur dengan makanan

Efek samping : perasaan kurang nyaman pada saluran cerna dan sakit kepala,
mulut terasa kering

http://reference.medscape.com/drug/emverm-mebendazole-342658#1
Pirantel Pamoat

Indikasi: cacing tambang, cacing gelang, dan cacing kremi

Cara kerja: Melumpuhkan cacing mudah keluar bersama tinja


Dapat diminum dalam keadaan perut kosong, atau diminum
bersama makanan, susu, atau jus

Dosis: Tunggal, sekali minum 10 mg/kg BB, tidak boleh


melebihi 1 gram
Jika berat badan 50 kg, dosisnya menjadi 500 mg.
Bentuk sediaannya adalah 125 mg per tablet, 250 mg per
tablet, dan 250 mg per ml sirup
Prazikuantel

Indikasi: Cacing pita, kista hidatid

Cara Kerja: Meningkatkan permeabilitas membrane sel


trematoda dan cestoda terhadap kalsium, yang
menyebabkan paralisis, pelepasan, dan kematian (Katzung,
2010).

Dosis: Dosis tunggal prazikuantel sebesar 5 10 mg/ kg

Efek samping: Nyeri kepala, pusing, mengantuk dan


kelelahan, efek lainnya meliputi mual, muntah, nyeri
abdomen, feses yang lembek, pruritus, urtikaria, artalgia,
myalgia, dan demam berderajat rendah
Nama cacing Cacing dewasa Telur Obat

Dinding tebal 2-3 lapis,


Ascaris bergerigi, berisi unsegmented Mebendazole,
lumbricoides ovum pirantel pamoat

kulit radial dan mempunyai 6 Albendazole,


Taenia solium kait didalamnya, berisi onkosfer prazikuantel,
dan embriofor bedah

Pirantel pamoat,
Enterobius ovale biconcave dengan dinding
mebendazole,
vermicularis asimetris berisi larva cacing
albendazole
Ancylostoma
ovale dengan sitoplasma jernih Mebendazole,
duodenale
berisi segmented ovum/ lobus 4- pirantel pamoat,
Necator
8 mengandung larva albendazole
americanus

coklat kekuningan, duri terminal,


Schistosoma
transparan, ukuran 112-170 x Prazikuantel
haematobium
40-70 m

Tempayan dengan 2 operkulum


Trichuris Mebendazole,
atas-bawah
trichiura Brooks GF. Jawetz, Melnick & Adelbergs medical microbiology, 23rd ed. McGraw-Hill; 2004. albendazole
DOC Antihelmintik
JENIS CACING DOC ANTIHELMINTIK Keterangan

Ascaris lumbricoides Mebendazol (95%)* Pada infeksi gabungan


Albendazol (88%)* askaris dan cacing tambang
DOC: Albendazol
Cacing Tambang Albendazol

Trichuris Trichiura Mebendazol

Scistosoma japonicum Prazikuantel

Enterobius vermicularis Mebendazol, albendazol,


pyrantel pamoat
Cacing pita Prazikuantel

http://emedicine.medscape.com/article/996482-medication#2
47. Penyakit Menular Seksual Akibat Virus

Kondiloma akuminata
HIV/AIDS
Hepatitis B dan Hepatitis C
Herpes Simpleks
Moluskum kontagiosum
PMS akibat Virus: Verucca Vulgaris
Verruca: hiperplasi epidermis akibat pertumbuhan epithel
yang disebabkan oleh Human Papilloma Virus (kutil atau
Warts)
Nama berdasarkan lokasinya
Verruca Vulgaris (Common Warts) dengan predileksi
khususnya di ekstremitas bagian ekstensor (paling sering sub
tipe HPV 2 dan 4)
Verruca Plantaris (Plantar Warts/myrmecia) dengan predileksi
pada telapak kaki (paling sering HPV tipe 1)
Verruca Plana (Flat Warts) dengan predileksi pada muka dan
leher
Akibat HPV tipe 3 dan 10
Biasanya tidak dijumpai parakeratosis rata
Condyloma Accuminata (Genital Warts)
(HPV tipe 6 & 11
Kondiloma Akuminatum
PMS akibat HPV, kelainan berupa fibroepitelioma pada
kulit dan mukosa

Gambaran klinis
Vegetasi bertangkai dengan permukaan berjonjot dan
bergabung membentuk seperti kembang kol

Pemeriksaan
Bubuhi asam asetat berubah putih

Terapi
tingtura podofilin 25%, kauterisasi
PMS akibat Virus: Herpes Simpleks
Ditandai dengan adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit yang
sembab dan eritematosa di daerah dekat mukokutan

Predileksi HSV tipe I di daerah pinggang ke atas, predileksi HSV tipe


II di daerah pinggang ke bawah terutama genital

Gejala klinis
Infeksi primer: vesikel berkelompok di atas kulit yang sembab &
eritematosa, berisi cairan jernih yang kemudian seropurulen, dapat
menjadi krusta dan kadang mengalami ulserasi dangkal, tidak terdapat
indurasi, sering disertai gejala sistemik
Fase laten: tidak ditemukan gejala klinis, HSV dapat ditemukan dalam
keadaan tidak aktif di ganglion dorsalis
Infeksi rekuren: gejala lebih ringan dari infeksi primer, akibat HSV yang
sebelumnya tidak aktif mencpai kulit dan menimbulkan gejala klinis

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Herpes Simpleks

Pemeriksaan Tipe I
Ditemukan pada sel dan dibiak,
antibodi, percobaan Tzanck
(ditemukan sel datia berinti
banyak dan badan inklusi
intranuklear)

Pengobatan
Doksuridin topikal (pada lesi Tipe II
dini), Asiklovir

Komplikasi
Meningkatkan
morbiditas/mortalitas pada
janin dengan ibu herpes
PMS akibat Virus:
Moluskum Kontagiosum
Penyakit yang disebabkan oleh poxvirus berupa papul-papul, pada
permukaannya terdapat lekukan, berisi massa yang mengandung badan
moluskum
Transmisi: kontak langsung, autoinokulasi
Gejala:
Masa inkubasi: satu hingga beberapa minggu
Papul miliar, kadang-kadang lentikular dan berwarna putih seperti lilin, berbentuk
kubah yang ditengahnya terdapat lekukan, jika dipijat keluar massa yang berwarna
putih seperti nasi
Predileksi: muka, badan, ekstremitas, pubis (hanya pada dewasa)
Pemeriksaan:
Sebagian besar berdasarkan klinis
Pemeriksaan mikroskopik badan moluskum (Henderson-Paterson bodies)
menggunakan pewarnaan Giemsa atau gram
Diagnosis pasti: biopsi kulit menggunakan pewarnaan HE
Tata laksana: mengeluarkan massa (manual, elektrokauterisasi, bedah beku)

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Bhatia AC. Molluscum contagiosum. http://emedicine.medscape.com/article/910570-overview
48. Schistosoma
Penyakit : skistosomiasis= bilharziasis

Spesies tersering: S. japonicum dan


S. haematobium

Morfologi dan Daur Hidup


Hidup in copula di dalam pembuluh darah vena-vena usus, vesikalis dan
prostatika
Di bagian ventral cacing jantan terdapat canalis gynaecophorus, tempat
cacing betina
Telur tidak mempunyai operkulum dan berisi mirasidium, mempunyai
duri dan letaknya tergantung spesies
Telur dapat menembus keluar dari pembuluh darah, bermigrasi di
jaringan dan akhirnya masuk ke lumen usus atau kandung kencing
Telur menetas di dalam air mengeluarkan mirasidium
Daur Hidup Schistosoma sp.
Schistosoma Haematobium
Tersebar terutama di Afrika dan Timur Tengah
Ukuran telur: panjang 110-170 m dan lebar 40-70
m, memiliki tonjolan spinal
Telur mengandung mirasidium matur yang tersebar
di urin
Schistosoma japonicum

Telur
Bentuk : bulat agak lonjong dng
tonjolan di bagian lateral dekat kutub
UKURAN : 100 x 65 m
Telur berisi embrio
Tanpa operkulum

Serkaria
Schistosoma sp
Ekor bercabang
Gejala Klinis & Pemeriksaan Penunjang
Efek patologis tergantung jumlah telur yang dikeluarkan
dan jumlah cacing
Keluhan
S. mansoni & japonicum: demam Katamaya, fibrosis periportal,
hipertensi portal, granuloma pada otak & spinal
S. haematobium: hematuria, skar, kalsifikasi, karsinoma sel
skuamosa, granuloma pada otak dan spinal
Pada infeksi berat Sindroma disentri
Hepatomegali timbul lebih dini disusul splenomegali;
terjadi 6-8 bulan setelah infeksi

Pemeriksaan Penunjang
Mikroskopik feses: semua spesies
Mikroskopik urin: spesies haematobium

Sumber: http://www.cdc.gov/dpdx/schistosomiasis/dx.html
Terapi Schistosomiasis

Sumber: http://www.cdc.gov/dpdx/schistosomiasis/dx.html
49. Tuberkulosis Kutis
Etiologi
M. tuberculosis (91,5%), M. Bovis, M. Marinum, dll

Klasifikasi
Rute Infeksi: Eksogen, endogen, limfogen, hematogen
Banyaknya BTA: Multibasiler dan Pausibasiler
Tuberkulosis Kulit: Gambaran Klinis
JENIS TB GAMBARAN KLINIS
KUTIS
TB Inokulasi Terjadi pada orang yang belum pernah terinfeksi TB sebelumnya inokulasi
Primer langsung melalui lesi mikro kulit
(Tuberculous Lokasi: wajah, tangan, kaki, ulkus gusi (primary gingivitis)
chancre) Lesi awal: papul/nodul ulkus dlm 2-3 minggu: keras, dangkal, tidak nyeri,
dasar granulasi + limfadenopati non nyeri (kompleks Ghon/primer)
Skrofuloderma Penyebaran infeksi pada struktur bawah kulit: kel. Limfe (tersering), sendi,
tulang, maupun epididimis
Predileksi: daerah dengan banyak kel. Limfe superfisial (leher dari , ketiak, lipat
paha)
Lesi awal: kel. Limfe mbesar & berkonfluensi perlunakan (abses dingin)
pecah: fistel ulkus memanjang dan tidak teratur, kulit sekitar merah kebiuran,
dasar jar. Granulasi, dinding bergaung, jembatan jaringan
Tuberkulosis TB kutis yang terjadi di sekitar orifisium
Orifisialis Ulkus di mulut, bibir, dan sekitarnya akibat kontak langsung dengan sputum.
Anus (kontak dengan feses) dan OUE (kontak dgn urin terinfeksi
Terutama pada pasien dengan imun rendah
Karakteristik ulkus: nyeri, tepi tak rata (punched out), dasar tertutup
pseudomembran fibrin dan mudah berdarah, ukosa sekitar edem dan inflamasi

Tuberkulosis Pada anak & dewasa dengan TB paru yang menyebar ke seluruh tubuh sampai
Miliaris Akut meningen
Lokasi paling sering: badan
Lesi: makula eritema dan papul multipel, ukuran kecil (< 5mm), meninggalkan
sikatriks. Pemeriksaan diaskopi: apple jelly colour
http://www.kalbemed.com/Portals/6/08_219Pendekatan%20Klinis%20Infeksi%20Tuberkulosis%20pada%20Kulit.pdf
Tuberkulosis Kulit: Gambaran Klinis
JENIS TB GAMBARAN KLINIS
KUTIS
TB Gumosa Infiltrasi subkutan, lunak, berbatas tegas, kronis, destruktif
Akibat penyebaran mikrobakteria yang dorman secara hematogen

TB Verukosa Infeksi eksogen pada individu yang pernah terinfeksi


Kutis Terjadi pada tempat yang mudah mengalami trauma
Plak hiperkeratosis atau plak verukosa dengan tepi inflamasi yang tidak nyeri
Meluas secara perlahan
Permukaan kulit mengalami fisura dengan eksudat & krusta
Bagian tepi tersusun serpiginosa, bagian tengah mengalami involusi

Lupus Vulgaris TB kutis paling sering


Hematogen atau limfogen
Papul/plak merah kecoklatan, batas tegas atau
Ulkus/nodul hiperkeratosis
Diaskopi: Aplle jelly colour
Kronis: skar, deformitas, KSS

Tuberkulid Reaksi hipersensitivitas terhadap bakteri


Terjadi pada host dengan imunitas baik, tes tuberkulin (+)
Varian: eritema induratum of Bazin (Nodular tuberculid), tuberkulid
papulonekrotik, Lichen Skrofulosorum
http://www.kalbemed.com/Portals/6/08_219Pendekatan%20Klinis%20Infeksi%20Tuberkulosis%20pada%20Kulit.pdf
Tuberkulosis Kutis: Pemeriksaan Penunjang

Tuberculin Skin Test (TST)


Tuberkulin 5U(0,1 ml) disuntikkan intradermal di bagian
anterior lengan reaksi maksimal setelah 48 jam
Positif: indurasi eritema batas tegas ukuran > 10 mm
Bila sudah BCG: lesi lebih dari >15 mm
(+)
Pemeriksaan histopatologi: biopsi lesi kulit (tabel
terlampir)
Mikroskopik: BTA (+) bila ditemukan 104 bakteri/mm
PCR
Serologi untuk mendeteksi antibodi
TB Kutis: Gambaran Histopatologi
Tuberkulosis Kutis: Terapi
Terapi tergantung status infeksi tuberkulosis pasien

Dosis dan cara pemberian obat pada dasarnya sama dengan infeksi
tuberkulosis lain

Pasien yang baru pertama kali terinfeksi mendapat regimen pengobatan


obat anti tuberkulosis (OAT) kategori 1
Regimen ini diberikan selama enam bulan, terdiri dari dua bulan fase intensif dan
empat bulan fase lanjutan
Pengobatan fase intensif adalah isoniazid (H), ethambutol (E), rimfapisin (R), dan
pirazinamid (Z)
Fase lanjutan diberikan isoniazid (H) dan rifampisin (R)

Apabila infeksi tuberkulosis merupakan kasus lama, diberikan regimen


pengobatan obat anti tuberkulosis (OAT) kategori 2
Regimen itu terdiri dari tiga bulan fase intensif, ditambah injeksi streptomisin
selama dua bulan pertama
Setelah fase intensif kemudian fase lanjutan selama lima bulan.

http://www.kalbemed.com/Portals/6/08_219Pendekatan%20Klinis%20Infeksi%20Tuberkulosis%20pada%20Kulit.pdf
50. Pitiriasis versikolor
Penyakit jamur superfisial yang kronik
disebabkan Malassezia furfur

Gejala
Bercak berskuama halus yang berwarna putih sampai coklat hitam, meliputi
badan, ketiak, lipat paha, lengan, tungkai atas, leher, muka, kulit kepala
yang berambut
Asimtomatik gatal ringan, berfluoresensi

Pemeriksaan
Lampu Wood (kuning keemasan), KOH 20% (hifa pendek, spora bulat:
meatball & spaghetti appearance)

Obat
Selenium sulfida (shampoo), azole, sulfur presipitat
Jika sulit disembuhkan atau generalisata, dapat diberikan ketokonazol
1x200mg selama 10 hari
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
ILMU
K E S E H ATA N
ANAK
51. Osmotic Diarrhea
IN THE SMALL INTESTINE
Ingestion of non-absorbable solutes

Fluid entry into the small bowel

Intraluminal solutions become iso-osmotic with the plasma

Intraluminal Na+ concentration drop below 80 ml osmol

Steep lumen to plasma gradient


Osmotic Diarrhea
IN THE COLON

Carbohydrate Non metabolizable substrates


Metabolized by Bacteria
Na+ and H2O
Short Chain fatty acids may be absorbed by colon
(Organic anions)

A linear relation between


Quadrupling the Osmolality ingested osmotic load &
stool water output
Osmotic Diarrhea
Short-Chain Fatty Acids
(Organic Anions)

Promote more fluid in the colon

Obligate retention of inorganic cations

Further increasing the osmotic load

More fluid in the colon


Some Causes of Osmotic Diarrhea
Exogenous Endogenous
Osmotic Laxatives Congenital
Specific Malabsorptive
Antacids containing MgO or Disorders e.g Disaccharidase
Mg(OH)2 deficiencies
Dietetic foods, candies and Generalized Malabsorptive
Diseases e.g
elixirs Abetalipoproteinemia
Drugs e.g.: Pancreatic insufficiency e.g
Colchicine cystic fibrosis
Cholestyramine Acquired
Specific Malabsorptive
Diseases
Generalized Malabsorptive
Diseases
Pancreatic insufficiency
Celiac disease
Infections
Intoleransi Laktosa
Laktosa diproduksi oleh kelenjar payudara dengan kadar
yang bervariasi diantara mamalia.
Susu sapi mengandung 4% laktosa, sedangkan ASI
mengandung 7% laktosa.
Laktosa adalah disakarida yang terdiri dari komponen
glukosa dan galaktosa.
Manusia normal tidak dapat menyerap laktosa, oleh karena
itu laktosa harus dipecah dulu menjadi komponen-
komponennya.
Hidrolisis laktosa memerlukan enzim laktase yang terdapat
di brush border sel epitel usus halus.
Tidak terdapatnya atau berkurangnya aktivitas laktase akan
menyebabkan terjadinya malabsorpsi laktosa.
Defisiensi Laktase
Defisiensi laktase dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu defisiensi
laktase primer dan defisiensi laktase sekunder
Terdapat 3 bentuk defisiensi laktase primer, yaitu
Developmental lactase deficiency
Terdapat pada bayi prematur dengan usia kehamilan 26-32 minggu. Kelainan
ini terjadi karena aktivitas laktase belum optimal.
Congenital lactase deficiency
Kelainan dasarnya adalah tidak terdapatnya enzim laktase pada brush border
epitel usus halus. Kelainan ini jarang ditemukan dan menetap seumur hidup
Genetical lactase deficiency
Kelainan ini timbul secara perlahan-lahan sejak anak berusia 2-5 tahun hingga
dewasa. Kelainan ini umumnya terjadi pada ras yang tidak mengkonsumsi susu
secara rutin dan diturunkan secara autosomal resesif
Defisiensi laktase sekunder
Akibat penyakit gastrointestinal yang menyebabkan kerusakan mukosa usus
halus, seperti infeksi saluran cerna.
umumnya bersifat sementara dan aktivitas laktase akan normal kembali
setelah penyakit dasarnya disembuhkan.
Patogenesis
Laktosa tidak dapat diabsorpsi sebagai disakarida,
tetapi harus dihidrolisis menjadi glukosa dan galaktosa
dengan bantuan enzim laktase di usus halus.
Bila aktivitas laktase turun atau tidak ada laktosa
tidak diabsorpsi dan mencapai usus bagian distal atau
kolon tekanan osmotik meningkat menarik air
dan elektrolit sehingga akan memperbesar volume di
dalam lumen usus diare osmotik
Keadaan ini akan merangsang peristaltik usus halus
sehingga waktu singgah dipercepat dan mengganggu
penyerapan.
Patogenesis
Di kolon, laktosa akan difermentasi oleh bakteri kolon
menghasilkan asam laktat dan asam lemak rantai pendek lainnya
seperti asam asetat, asam butirat, dan asam propionat
Fenomena ini menerangkan feses yang cair, asam, berbusa dan
kemerahan pada kulit di sekitar dubur (eritema natum).
Fermentasi laktosa oleh bakteri di kolon menghasilkan beberapa
gas seperti hidrogen, metan dan karbondioksida distensi
abdomen, nyeri perut, dan flatus.
Selanjutnya, 80% dari gas tersebut akan dikeluarkan melalui rektum
dan sisanya akan berdifusi ke dalam sistem portal dan dikeluarkan
melalui sistem pernapasan.
Feses sering mengapung karena kandungan gas yg tinggi dan juga
berbau busuk.
Gejala Klinis
Intoleransi laktosa dapat bersifat Gejala klinis yang diperlihatkan
asimtomatis atau dapat berupa rasa mual, muntah,
memperlihatkan berbagai gejala sakit perut, kembung dan sering
klinis flatus.
Berat atau ringan gejala klinis Rasa mual dan muntah
yang diperlihatkan tergantung merupakan gejala yang paling
dari aktivitas laktase di dalam sering ditemukan
usus halus, jumlah laktosa, cara Pada uji toleransi laktosa rasa
mengkonsumsi laktosa, waktu penuh di perut dan mual timbul
pengosongan lambung, waktu dalam waktu 30 menit,
singgah usus, flora kolon, dan sedangkan nyeri perut, flatus dan
sensitifitas kolon terhadap diare timbul dalam waktu 1-2 jam
asidifikasi. setelah mengkonsumsi larutan
laktosa
Pemeriksaan Penunjang
Analisis tinja, prinsipnya ditemukan asam dan bahan pereduksi
dalam tinja setelah makan yg mengandung laktosa, ada 3 metode:
Metode klini test (detects all reducing substances in stool; of primary
interest are glucose, lactose, fructose, galactose, maltose, and
pentose)
Kromatografi tinja
pH tinja tinja bersifat asam
Uji toleransi laktosa: merupakan uji kuantitatif; memeriksa kadar
gula darah setelah konsumsi laktosa
Pemeriksaan radiologis lactosa-barium meal
Ekskresi galaktos pada urin
Uji hidrogen napas metode pilihan pada intoleransi laktosa
karena bersifat noninvasif, memiliki sensitivitas dan efektivitas yang
tinggi
Biopsi usus dan pengukuran aktivitas laktase
Clinitest
Method Principle
Clinitest is a reagent tablet based on Copper sulfate in Clinitest reacts
the Benedict's copper reduction with reducing substances in
reaction, combining reactive urine/stools converting cupric
ingredients with an integral heat sulfate to cuprous oxide.
generating system. The resultant color, which varies
The test is used to determine the with the amount of reducing
amount of reducing substances substances present, ranges from
(generally glucose) in urine/stools. blue through green to orange.
Clinitest provides clinically useful
information on carbohydrate
metabolism.
Clinitest
The Clinitest reaction detects all Testing for reducing substances in
reducing substances in stool; of stool is used in diagnosing the cause
primary interest are glucose, lactose, of diarrhea in children.
fructose, galactose, maltose, and Increased reducing substances in
pentose. stool are consistent with primary or
Reference Range: secondary disaccharidase deficiency
Negative. A result of 0.25% to 0.5% is and intestinal monosaccharide
suspicious for a carbohydrate malabsorption.
absorption abnormality, >= 0.75% is Similar intestinal absorption
abnormal. deficiencies are associated with short
Test Limitations: bowel syndrome and necrotizing
Assay results have relevance for enterocolitis.
liquid stool samples; assay results Stool reducing substances is also
have little relevance for formed stool helpful in diagnosing between
samples. osmotic diarrhea caused by
abnormal excretion of various sugars
as opposed to diarrhea caused by
viruses and parasites.
Intoleransi Laktosa VS Milk Allergy
Intoleransi Laktosa Milk Allergy
Definisi Ketidakmampuan tubuh untuk reaksi hipersensitivitas terhadap
mencerna gula susu/laktosa protein susu sapi. Dapat melalui 2
akibat defisiensi enzim laktase. mekanisme : 1). Diperantarai IgE ; 2).
reaksi non imunologis Non IgE (rx hipersensitivitas tipe IV)

Manifestasi mual, keram perut, kembung, Manifestasi tidak hanya pada sal.
klinis nyeri perut, flatus dan diare cerna, tetapi juga pada mukosa, kulit,
gejala muncul dalam waktu 15 hingga saluran napas
menit hingga beberapa jam
setelah mengkonsumsi laktosa
Pemeriksaan Analisis tinja : Double blind placebo controlled food
Klinis Metode klini test challenge (DBPCFC) gold standar
Kromatografi tinja lebih banyak untuk riset
pH tinja tinja bersifat pemeriksaan lain yang resiko lebih
asam rendah namun memiliki efikasi yg
Pemeriksaan radiologis lactosa- sama
barium meal skin prick test, pengukuran
Ekskresi galaktos pada urin antibodi IgE spesifik terhadap
Uji hidrogen napas protein susu sapi, patch test
52. Indeks Eritrosit
Indeks eritrosit/ indeks mean corpuscular volume (MCV)
kospouskuleradalah batasan untuk
ukuran dan isi hemoglobin eritrosit. Volume/ ukuran eritrosit :
mikrositik (ukuran kecil),
terdiri atas : normositik (ukuran normal),
(MCV : mean corpuscular volume) dan makrositik (ukuran besar).
(MCH : mean corpuscular hemoglobin)
mean corpuscular hemoglobin
(MCHC : mean corpuscular hemoglobin)
(MCH)
(RDW : RBC distribution width atau luas
distribusi eritrosit) perbedaan bobot hemoglobin di dalam
ukuran eritrosit tanpa memperhatikan
Indeks eritrosit dipergunakan secara ukurannya.
luas dalam mengklasifikasi anemia atau mean corpuscular hemoglobin
sebagai penunjang dalam membedakan concentration (MCHC)
berbagai macam anemia.
konsentrasi hemoglobin per
unit volume eritrosit.
Retikulosit
Retikulosit : eritrosit muda yang sitoplasmanya masih
mengandung sejumlah besar sisa-sisa ribosome dan RNA
yang berasal dari sisa inti dari prekursornya (sel darah
muda).
Jumlah retikulosit yg meningkat menunjukkan kemampuan
respon sumsum tulang ketika anemia (misal perdarahan)
Indikator aktivitas sumsum tulang, banyaknya retikulosit
dalam darah tepi menggambarkan eritropoesis yang
hampir akurat.
Peningkatan jumlah retikulosit di darah tepi menggambarkan
akselerasi produksi eritrosit dalam sumsum tulang.
hitung retikulosit yang rendah dapat mengindikasikan keadan
hipofungsi sumsum tulang atau anemia aplastik.
Hipokrom: MCH normal Hiperkrom: MCH normal
Mikrositik: MCV normal Makrositik: MCV normal
THALASSEMIA
Penyakit genetik dgn supresi produksi hemoglobin karena defek
pada sintesis rantai globin (pada orang dewasa rantai globin terdiri
dari komponen alfa dan beta)
Diturunkan secara autosomal resesif
Secara fenotip: mayor (transfusion dependent), intermedia (gejala
klinis ringan, jarang butuh transfusi), minor/trait (asimtomatik)
Secara genotip:
Thalassemia beta yang mayoritas ditemukan di Indonesia
Tergantung tipe mutasi, bervariasi antara ringan (++, +) ke berat (0)
Thalassemia alfa
-thal 2 /silent carrier state: delesi 1 gen
-thal 1 / -thal carrier: delesi 2 gen: anemia ringan
Penyakit HbH: delesi 3 gen: anemia hemolitik sedang, splenomegali
Hydrops foetalis / Hb Barts: delesi 4 gen, mati dalam kandungan

Wahidiyat PA. Thalassemia and hemoglobinopathy.


PATHOPHYSIOLOGY OF THALASSEMIA
ANAMNESIS + TEMUAN KLINIS

Pucat kronik
Hepatosplenomegali
Ikterik
Perubahan penulangan
Perubahan bentuk wajah
facies cooley
Hiperpigmentasi kulit
akibat penimbunan besi
Riwayat keluarga +
Riwayat transfusi
Ruang traube terisi
Osteoporosis
Hair on end pd foto
kepala
Diagnosis thalassemia
(contd)
Pemeriksaan darah
CBC: Hb , MCV , MCH , MCHC , Rt ,
RDW
Apusan darah: mikrositik, hipokrom,
anisositosis, poikilositosis, sel target,
fragmented cell, normoblas +, nucleated
RBC, howell-Jelly body, basophilic
stippling
Hiperbilirubinemia
Tes Fungsi hati abnormal (late findings
krn overload Fe)
Tes fungsi tiroid abnormal (late findings
krn overload Fe)
Hiperglikemia (late findings krn overload
Fe) peripheral blood smear of patient with homozygous beta
thalassemia with target cells, hypochromia, Howell -Jolly bodies,
thrombocytosis, and nucleated RBCs.Image from Stanley Schrier@
2001 in ASH Image Bank 2001; doi:10.1182/ashimagebank-2001-
Analisis Hb 100208)

HbF , HbA2 n/, Tidak ditemukan HbA,


Hb abnormal (HbE, HbO, dll), Jenis Hb
kualitatif
Hepatosplenomegali & Ikterik

Pucat

Hair on End

Hair on End & Facies Skully

Excessive iron in a bone marrow preparation


Tata laksana thalassemia
Transfusi darah, indikasi pertama kali Splenektomi jika memenuhi
jika: kriteria
Hb<7 g/dL yg diperiksa 2x berurutan
dengan jarak 2 minggu Splenomegali masif
Hb>7 disertai gejala klinis spt facies Kebutuhan transfusi PRC > 200-220
cooley, gangguan tumbuh kembang ml/kg/tahun
Transfusi darah selanjutnya jika hb<8
g/dL SAMPAI kadar Hb 10-11 g/dL Transplantasi (sumsum tulang,
(dlm bentuk PRC rendah Leukosit) darah umbilikal)
Medikamentosa Fetal hemoglobin inducer
Asam folat (penting dalam
pembentukan sel) 2x 1mg/hari (meningkatkan Hgb F yg
Kelasi besi menurunkan kadar Fe membawa O2 lebih baik dari Hgb
bebas dan me<<< deposit hemosiderin).
Dilakukan Jika Ferritin level > 1000 A2)
ng/ul, atau 10-20xtransfusi, atau
menerima 5 L darah. Terapi gen
Vitamin E (antioksidan karena banyak
pemecahan eritrosit stress oksidatif
>>)
Vitamin C (dosis rendah, pada terapi
denga n deferoxamin)
Nutrisi: kurangi asupan besi
Support psikososial
KOMPLIKASI THALASSEMIA
Infection
chronic anemia iron overload deposisi iron pada miokardium
Kardiomiopati bermanifestasi sebagai CHF
Endokrinopati
Impaired carbohydrate metabolism
Pertumbuhan : short stature, slow growth rates
Delayed puberty & hypogonadism infertility
Hypothyroidism & hypoparathyroidism
osteoporosis
Liver:
cirrhosis due to infection and iron load
Bleeding: disturbances of coagulation factors
Gambar 8. metabolisme bilirubin dalam tubuh.
Perhatikan fungsi hepatosit yang melakukan
konjugasi bilirubin indirek menjadi bilirubin direk.
Adanya ikterik merupakan manifestasi gangguan di
prehepatik, intrahepatik atau ekstrahepatik.
(Chandrasoma P, Taylor CR. Concise Pathology.
3 rd edition. McGrawHill.
http://www.accessmedicine.com diunduh tanggal 25
Juli 2013)

53.Metabolisme
Bilirubin
Ikterus Neonatorum
Ikterus neonatorum: fisiologis vs non fisiologis.
Ikterus fisiologis:
Awitan terjadi setelah 24 jam
Memuncak dalam 3-5 hari, menurun dalam 7 hari (pada NCB)
Ikterus fisiologis berlebihan ketika bilirubin serum puncak adalah 7-15
mg/dl pada NCB
Ikterus non fisiologis:
Awitan terjadi sebelum usia 24 jam
Tingkat kenaikan > 0,5 mg/dl/jam
Tingkat cutoff > 15 mg/dl pada NCB
Ikterus bertahan > 8 hari pada NCB, > 14 hari pada NKB
Tanda penyakit lain
Gangguan obstruktif menyebabkan hiperbilirubinemia direk. Ditandai
bilirubin direk > 1 mg/dl jika bil tot <5 mg/dl atau bil direk >20% dr total
bilirubin. Penyebab: kolestasis, atresia bilier, kista duktus koledokus.

Indrasanto E. Hiperbilirubinemia pada neonatus.


Ikterus Neonatorum
Ikterus yang berkembang cepat pada hari ke-1
Kemungkinan besar: inkompatibilitas ABO, Rh,
penyakit hemolitik, atau sferositosis. Penyebab
lebih jarang: infeksi kongenital, defisiensi G6PD
Ikterus yang berkembang cepat setelah usia
48 jam
Kemungkinan besar: infeksi, defisiensi G6PD.
Penyebab lebih jarang: inkompatibilitas ABO, Rh,
sferositosis.
Kramers Rule

Daerah tubuh Kadar bilirubin mg/dl


Muka 4 -8
Dada/punggung 5 -12

Perut dan paha 8 -16


Tangan dan kaki 11-18
Telapak tangan/kaki >15
20
18
16
14
12
fisiologis
10
non- fisiologis
8
6
4
2
0
hari hari hari hari hari hari hari
1 2 3 4 5 6 7

Ikterus yang berkembang cepat pada hari ke-1


Kemungkinan besar: inkompatibilitas ABO, Rh, penyakit hemolitik,
atau sferositosis. Penyebab lebih jarang: infeksi kongenital,
defisiensi G6PD
Ikterus yang berkembang cepat setelah usia 48 jam
Kemungkinan besar: infeksi, defisiensi G6PD. Penyebab lebih
jarang: inkompatibilitas ABO, Rh, sferositosis.
Panduan foto terapi

AAP, 2004
Panduan transfusi tukar

AAP, 2004
54.Infeksi HIV pada bayi dan Anak
Infeksi pada bayi atau anak oleh HIV (Human
Immunodeficiency Virus) sebagian besar
ditransmisi secara vertikal dari ibu ke bayinya
pada saat proses kehamilan, persalinan, dan
melalui ASI.
Transmisi secara horizontal melalui transfusi
produk darah atau penularan lain seperti
kekerasan seksual pada anak jarang
Revisi stadium klinis WHO utk bayi & anak dgn
infeksi HIV/AIDS yang sudah terbukti (2006)

St ad i u m K l i n i s 1
Asimtomatik
Limfadenopa generalisata persisten

St ad i u m k l i n i s 2
Hepatosplenomegali persisten yang dak diketahui penyebabnya
Erupsi papular dengan pruritus
Infeksi wart virus luas
Molluscum contagiosum yang luas
Ulserasi oral berulang
Pembesaran paro s persisten yang dak diketahui penyebabnya
Eritema gusi linealis
Herpes zoster
Infeksi saluran napas atas berulang/kronik (otitis media, otorrhoea,
sinusitis, tonsilitis)
Infeksi kuku akibat jamur
St ad i u m k l i n i s 3
Malnutrisi sedang yang dak diketahui penyebabnya dan dak
memberikan respons adekuat terhadap terapi standar
Diare persisten yang dak diketahui penyebabnya (14 hari atau lebih)
Demam persisten yang dak diketahui penyebabnya (di atas 37,5oC,
hilang timbul atau terus-menerus, lebih dari 1 bulan)
Kandidiasis oral persisten (di luar usia 6-8 minggu pertama) Oral
hairy leukoplakiaGingivitis/periodontitis ulseratif nekrotik akutTB
kelenjar getah bening
TB paru
Dugaan pneumonia bakterialis berat dan berulang
Pneumonitis interstisial limfoid yang simtomatik
Penyakit paru-paru kronik yang berhubungan dengan HIV, termasuk
bronkiektasis
Anemia yang dak diketahui penyebabnya (<8g/dl ), neutropenia
(<500/mm3) atau trombositopenia kronik (<50.000/mm3)
Stadi um k l i ni s 4 Toksoplasmosis sistem saraf pusat (di
luar masa neonatal)
Wasting berat, stunting, atau Ensefalopa HIV
malnutrisi berat yang dak Infeksi sitomegalovirus (CMV);
diketahui penyebabnya dan dak retinitis atau infeksi CMV yang
mengenai organ lain, dengan awitan
berespons dengan terapi standar pada usia di atas 1 bulan .
Pneumonia pneumosistis Kriptokokosis ekstrapulmoner
Infeksi bakterial berat berulang termasuk meningitis
(empiema, piomiositis, infeksi Mikosis endemik diseminata
tulang atau sendi, meningitis, (histoplasmosis ekstrapulmoner,
tetapi dak termasuk pneumonia) koksidiomikosis, penisiliosis)
Infeksi herpes simpleks kronis Kriptosporidiosis kronik (dengan
(orolabial atau kutan selama lebih diare)
dari 1 bulan atau viseral di Isosporiasis kronikInfeksi
tempat manapun) mycobacteria non-tuberkelosa
diseminata
TB ekstrapulmoner/diseminata Limfoma non-Hodgkin serebral atau
Sarkoma Kaposi sel B
Kandidiasis esofagus (atau Leukoensefalopa multifokal progresif
kandidiasis trakea, bronkus atau Kardiomiopati atau nefropati yang
paru-paru) berhubungan dengan HIV
Diagnosis HIV
Anamnesis Pemeriksaan fisis
Ibu atau ayah memiliki risiko Demam berulang/berkepanjangan
untuk terinfeksi HIV (riwayat Berat badan turun secara progresif
narkoba suntik, promiskuitas,
Diare persisten
pasangan dari penderita HIV,
pernah mengalami operasi atau Kandidosis oral
prosedur transfusi produk darah) Otitis media kronik
Riwayat morbiditas yang khas Gagal tumbuh
maupun yang sering ditemukan Limfadenopati generalisata
pada penderita HIV. - Kelainan kulit
Riwayat kelahiran, ASI, - Pembengkakan parotis
pengobatan ibu, dan kondisi
Infeksi oportunistik yang dapat
neonatal
dijadikan dasar untuk pemeriksaan
laboratorium HIV:
Tuberkulosis
Herpes zoster generalisata
Pneumonia P. Jiroveci
Pneumonia berat
Bayi dan anak memerlukan tes HIV bila:
Anak sakit (jenis penyakit yang berhubungan dengan HIV seperti
TB berat atau mendapat OAT berulang, malnutrisi, atau
pneumonia berulang dan diare kronis atau berulang)
Bayi yang lahir dari ibu terinfeksi HIV dan sudah mendapatkan
perlakuan pencegahan penularan dari ibu ke anak
Untuk mengetahui status bayi/anak kandung dari ibu yang
didiagnosis terinfeksi HIV (pada umur berapa saja)
Untuk mengetahui status seorang anak setelah salah satu
saudara kandungnya didiagnosis HIV; atau salah satu atau kedua
orangtua meninggal oleh sebab yang tidak diketahui tetapi
masih mungkin karena HIV
Terpajan atau potensial terkena infeksi HIV melalui jarum suntik
yang terkontaminasi, menerima transfusi berulang dan sebab
lain
Anak yang mengalami kekerasan seksual
T E S YA N G
K AT E G O R I TUJUA N AKSI
D IP E R LU K A N
Bayi sehat, ibu PCR umur 4 -6
Mendiagnosis HIV Mulai ARV bila terinfeksi HIV
terinfeksi HIV minggu
Untuk identikasi
Bayi-pajanan HIV Serologi ibu atau Memerlukan tes virologi bila
atau memastikan
tidak diketahui bayi terpajan HIV
pajanan HIV
Hasil positif harus diiku dg
Untuk mengiden uji virologi dan pemantauan
Bayi sehat terpajan Serologi pd kasi bayi yg masih lanjut. Hasil negatif, harus
HIV, umur 9 bulan imunisasi 9 bulan memiliki antibodi dianggap dak terinfeksi,
ibu atau seroreversi ulangi test bila masih
mendapat ASI
Bayi atau anak dg
Lakukan uji virologi bila
gejala dan tanda Serologi Memastikan infeksi
umur < 18 bulan
sugestif infeksi HIV
Bayi umur > 9 - < 18 Bila positif terinfeksi segera
bulan dengan uji Uji virologi Mendiagnosis HIV masuk ke tatalaksana HIV
serologi positif dan terapi ARV
Ulangi uji (serologi Anak < 5thn terinfeksi HIV
Untuk mengeksklusi
Bayi yang sudah atau virologi) setelah harus segera mendapat
infeksi HIV setelah
berhenti ASI berhen minum ASI 6 tatalaksana HIV termasuk
pajanan dihen kan
minggu ARV
55. Anemia Defisiensi Besi
Anemia in Infant
Anemia (WHO):
A hemoglobin (Hb) concentration 2 SDs below the mean
Hb concentration for a normal population of the same
gender and age range
US National Health and Nutrition Examination Survey
(1999 2002) anemia:
Hb concentration of less than 11.0 g/dL for both male and
female children aged 12 through 35 months

Robert D. Barker, Frank R. Greer, and The Committee of Nutrition. Diagnosis and Prevention of Iron Defiency and Iron Anemia i n Infants and Young Children (0-3 years of Age.
Pediatrics 2010; 126; 1040.
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis
Tatalaksana Berdasarkan IDAI
Tatalaksana
Fe oral
Aman, murah, dan efektif
Enteric coated iron tablets tidak dianjurkan karena
penyerapan di duodenum dan jejunum
Beberapa makanan dan obat menghambat penyerapan
Jangan bersamaan dengan makanan, beberapa antibiotik, teh,
kopi, suplemen kalsium, susu. (besi diminum 1 jam sebelum atau 2
jam setelahnya)
Konsumsi suplemen besi 2 jam sebelum atau 4 jam setelah
antasida
Tablet besi paling baik diserap di kondisi asam konsumsi
bersama 250 mg tablet vit C atau jus jeruk meningkatkan
penyerapan
Tatalaksana
Absorbsi besi yang terbaik adalah pada saat
lambung kosong,
Jika terjadi efek samping GI, pemberian besi dapat
dilakukan pada saat makan atau segera setelah
makan meskipun akan mengurangi absorbsi obat
sekitar 40%-50%
Efek samping:
Mual, muntah, konstipasi, nyeri lambung
Warna feses menjadi hitam, gigi menghitam (reversibel)
Skrining
The American Academy of Pemeriksaan tersebut dilakukan
Pediatrics (AAP) dan CDC di pada populasi dengan risiko
tinggi:
Amerika menganjurkan kondisi prematur
melakukan pemeriksaan (Hb) dan berat lahir rendah
(Ht) setidaknya satu kali pada usia riwayat mendapat perawatan lama
9-12 bulan dan diulang 6 bulan di unit neonatologi
anak dengan riwayat perdarahan
kemudian pada usia 15-18 bulan infeksi kronis
atau pemeriksaan tambahan etnik tertentu dengan prevalens
setiap 1 tahun sekali pada usia 2- anemia yang tinggi
5 tahun. mendapat asi ekslusif tanpa
suplementasi
Pada bayi prematur atau dengan mendapat susu sapi segar pada
berat lahir rendah yang tidak usia dini
dan faktor risiko sosial lain.
mendapat formula yang
difortifikasi besi perlu
dipertimbangkan untuk
melakukan pemeriksaan Hb
sebelum usia 6 bulan

Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia


Suplemen Besi

Rekomendasi Ikatan Dokter Indonesia


Tekanan di dalam Jantung

56. Congenital Heart


Disease

Congenital HD

Acyanotic Cyanotic

With volume With With


load: With pressure pulmonary blood pulmonary blood
load: flow: flow:
- ASD
- Valve stenosis - ToF - Transposition of
- VSD - Coarctation of - Atresia the great vessels
- PDA aorta pulmonal - Truncus
- Valve - Atresia tricuspid arteriosus
regurgitation

1. Nelsons textbook of pediatrics. 18th ed.


2. Pathophysiology of heart disease. 5t ed.
Penyakit jantung kongenital
Asianotik: L-R shunt
ASD: fixed splitting S2,
murmur ejeksi sistolik
VSD: murmur pansistolik
PDA: continuous murmur
Sianotik: R-L shunt
TOF: AS, VSD, overriding
aorta, RVH. Boot like heart
pada radiografi
TGA

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0002103/
Park MK. Pediatric cardiology for practitioners. Mosby; 2008.
Acyanotic Congenital HD:
General Pathophysiology

With volume load Clinical Findings


The most common: left to right e.g. ASD, VSD, PDA
shunting

Blood back into the lungs compliance & work of breathing

Pulmonary edema, tachypnea, chest


Fluid leaks into the interstitial space &
alveoly retraction, wheezing

Heart rate & stroke volume


High level of ventricular output -> Oxygen consumption -> sweating,
sympathetic nervous system irritability, FTT
Remodelling: dilatation & hypertrophy

If left untreated, volume load will Eventually leads to Eisenmenger


increase pulmonary vascular resistance Syndrome

1. Nelsons textbook of pediatrics. 18th ed.


Acyanotic Congenital HD:
General Pathophysiology
With pressure load Clinical Findings

Obstruction to normal blood Murmur PS & PS: systolic


flow: pulmonic stenosis, aortic
stenosis, coarctation of aorta. murmur;

Hypertrophy & dilatation of


Dilatation happened in the later
ventricular wall
stage

Severe pulmonic stenosis in


Defect location determine newborn right-sided HF
the symptoms (hepatomegaly, peripheral
edema)

Severe aortic stenosis left-


sided (pumonary edema, poor
1. Nelsons textbook of pediatrics. 18th ed.
perfusion) & right-sided HF
Cyanotic Congenital HD
Cyanotic lesions with pulmonary blood flow must include both:
an obstruction to pulmonary blood flow & a shunt from R to L

Common lesions:
Tricuspid atresia, ToF, single ventricle with pulmonary stenosis

The degree of cyanosis depends on:


the degree of obstruction to pulmonary blood flow
If the obstruction is mild:
Cyanosis may be absent at rest
These patient may have hypercyanotic spells during condition of stress

If the obstruction is severe:


Pulmonary blood flow may be dependent on patency of the ductus arteriosus.
When the ductus closes hypoxemia & shock
Cyanotic Congenital HD
Cyanotic lesions with pulmonary blood flow is not associated
with obstruction to pulmonary blood flow

Cyanosis is caused by:


Total mixing of systemic venous &
Abnormal ventricular-arterial pulmonary venous within the heart:
connections: - Common atrium or ventricle
- Total anomolous pulmonary venous
- TGA return
- Truncus arteriosus

1. Nelsons textbook of pediatrics. 18th ed.


Tetralogi Fallot
Tet Spell/ Hypercyanotic Spell
serangan biru yang terjadi secara mendadak
Anak tampak lebih biru, pernapasan cepat, gelisah,
kesadaran menurun, kadang-kadang disertai kejang.
Serangan berlangsung 15-30 menit, biasanya teratasi secara
spontan, tetapi serangan yang hebat dapat berakhir dengan
koma, bahkan kematian
Biasanya muncul usia 6-12 bulan, tapi bisa muncul usia 2-4
bulan
ToF yang tipikal biasanya memiliki tekanan pada ventrikel
kiri dan kanan yang sama besar, sehinggan tingkat sianosis
dan terjadinya tet spell ditentukan dari systemic vascular
resistance dan derajat keparahan komponen stenosis
pulmonal.

PPM IDAI Jilid I


Pelepasan menangis, BAB, demam, VICIOUS
CYCLE
katekolamine aktivitas yg meningkat

takikardia aliran balik vena sistemik meningkat shg resistensi


vaskular pulmonal meningkat (afterload pulmonal
meningkat) + resistensi vaskular sistemik rendah

increased
myocardial
contractility + KEMATIAN
infundibular
stenosis.
Right-to-left shunt meningkat

aliran darah ke sianosis progresif


paru berkurang
secara tiba-tiba penurunan PO2 dan
peningkatan PCO2 arteri
penurunan pH darah

TET SPELL
Stimulasi pusat pernapasan di
HYPERCYANOTIC SPELL reseptor karotis + nucleus hiperpnoea
batang otak
Tatalaksana Tet Spell
Knee chest position/ squatting
Diharapkan aliran darah paru bertambah karena
peningkatan resistensi vaskular sistemik dan afterload
aorta akibat penekukan arteri femoralis
Morfin sulfat 0,1-0,2 mg/kgBB SC, IM, atau IV
untuk menekan pusat pernapasan dan mengatasi
takipnea
Natrium bikarbonat 1 mEq/kgBB IV untuk
mengatasi asidosis. Dosis yang sama dapat
diulang dalam 10-15 menit.

PPM IDAI Jilid I


ToF
57. Pneumonia
Tanda utama menurut WHO: fast breathing & lower chest indrawing
Signs and symptoms :
Non respiratory: fever, headache, fatigue, anorexia, lethargy, vomiting and
diarrhea, abdominal pain
Respiratory: cough, chest pain, tachypnea , grunting, nasal flaring,
subcostal retraction (chest indrawing), cyanosis, crackles and rales (ronchi)

Fast breathing (tachypnea)


Respiratory thresholds
Age Breaths/minute
< 2 months 60
2 - 12 months 50
1 - 5 years 40
AGE COMMON ETIOLOGIES (as in order) LESS COMMON ETIOLOGIES
2 to 24 RSV Streptococcus Mycoplasma pneumoniae
months Human metapneumovirus pneumoniae Haemophilus influenzae (type B
Parainfluenza viruses Chlamydia and nontypable)
Influenza A and B trachomatis Chlamydophila pneumoniae
Rhinovirus
Adenovirus
Enterovirus

2 to 5 years Respiratory syncytial virus S. pneumoniae Staphylococcus aureus (including


Human metapneumovirus M. pneumoniae methicillin-resistant S. aureus)
Parainfluenza viruses H. influenzae (B and Group A streptococcus
Influenza A and B nontypable)
Rhinovirus C. pneumoniae
Adenovirus
Enterovirus

Older than 5 Rhinovirus M. pneumoniae H. influenzae (B and nontypable)


years Adenovirus C. pneumoniae S. aureus (including methicillin-
Influenza A and B S. pneumoniae resistant S. aureus)
Group A streptococcus
Respiratory syncytial virus
Parainfluenza viruses
Human metapneumovirus
Enterovirus
Klasifikasi Pneumonia (WHO) dan kriteria rawat inap
Diagnosis Pneumonia (WHO)

SEVERE PNEUMONIA

VERY SEVERE PNEUMONIA


NO PNEUMONIA

No PNEUMONIA Di Batuk dan/atau dyspnea Dalam keadaan


tachypnea, ditambah min salah satu:
no chest
samping yang sangat berat
batuk Kepala terangguk-angguk dapat dijumpai:
indrawing
atau Pernapasan cuping
hidung Tidak dapat
kesulitan Tarikan dinding dada menyusu atau
bernapas, bagian bawah ke dalam minum/makan,
hanya Foto dada menunjukkan atau
terdapat infiltrat luas, konsolidasi memuntahkan
napas Selain itu bisa didapatkan semuanya
cepat pula tanda berikut ini:
Kejang, letargis
saja. takipnea
atau tidak
Suara merintih (grunting)
pada bayi muda sadar
Pada auskultasi Sianosis
terdengar: crackles Distres
(ronkii), Suara pernapasan
pernapasan menurun,
suara napas bronkial berat
Tatalaksana Pneumonia
PNEUMONIA
NO PNEUMONIA

SEVERE-VERY SEVERE PNEUMONIA


rawat jalan ampisilin/amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV atau
Do not Kotrimoksasol IM setiap 6 jam). Bila anak memberi respons yang
admini (4 mg TMP/kg baik dlm 24-72 jam, lanjutkan selama 5 hari.
ster an BB/kali) 2 kali Selanjutnya dilanjutkan dgn amoksisilin PO (15
antibio sehari selama 3 mg/ kgBB/kali tiga kali sehari) untuk 5 hari
tic hari atau berikutnya.
Amoksisilin (25
mg/kg BB/kali) Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam,
2 kali sehari atau terdapat keadaan yang berat (tidak dapat
selama 3 hari. menyusu atau minum/makan, atau
memuntahkan semuanya, kejang, letargis atau
tidak sadar, sianosis, distres pernapasan berat)
maka ditambahkan kloramfenikol (25
mg/kgBB/kali IM atau IV setiap 8 jam).
Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat,
segera berikan oksigen dan pengobatan
kombinasi ampilisin-kloramfenikol atau ampisilin-
gentamisin. Sebagai alternatif, beri seftriakson
(80-100 mg/kgBB IM atau IV sekali sehari).
Gunakan nasal prongs, kateter nasal, atau kateter
nasofaringeal.
58.DIABETES MELLITUS TYPE I
Autoimmune destruction of pancreatic islet
cells
Factors contribute to the pathogenesis DM
Type I:
Genetic provide both susceptibility to, and
protection from dm Type I
Environmental
Infections
Chemicals
Seasonality
geographic locations

Ramin Alemzadeh, David T. Wyat. Diabetes Mellitus in Children. Nelson Textbook of Pediatrics
Diabetes Melitus Tipe 1
(Insulin-dependent diabetes mellitus)
Merupakan kelainan sistemik akibat gangguan metabolisme glukosa
yang ditandai oleh hiperglikemia kronik.
Etiologi: Suatu proses autoimun yang merusak sel pankreas
sehingga produksi insulin berkurang, bahkan terhenti. Dipengaruhi
faktor genetik dan lingkungan.
Insidensi tertinggi pada usia 5-6 tahun dan 11 tahun
Komplikasi : Hipoglikemia, ketoasidosis diabetikum , retinopathy ,
nephropathy and hypertension, peripheral and autonomic
neuropathy, macrovascular disease
Manifestasi Klinik:
Poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan
Pada keadaan akut yang berat: muntah, nyeri perut, napas cepat dan
dalam, dehidrasi, gangguan kesadaran
PATHOGENESIS DM Tipe 1

http://www.msdlatinamerica.com/diabetes/files/5dd56fc20582fb58eef8a00bf267aa84.gif
Pemeriksaan Fisik dan Tanda Klinis
Pemeriksaan Penunjang
59. Gagal Ginjal Akut
Gagal ginjal akut (GGA) ialah penurunan fungsi ginjal mendadak
yang mengakibatkan hilangnya kemampuan ginjal untuk
mempertahankan homeostasis
Terdapat peningkatan kadar kreatinin darah secara progresif 0,5
mg/dL per hari dan peningkatan ureum sekitar 10-20 mg/dL per
hari.
GGA dapat bersifat oligurik dan non-oligurik.
Oliguria ialah produksi urin <1 ml/kgBB/ jam untuk neonatus dan <0,8
ml/kgBB/jam untuk bayi dan anak.
Jenis GGA
GGA prarenal: dehidrasi, syok, perdarahan, gagal jantung, sepsis
GGA renal: pielonefritis, glomerulonefritis, nefrotoksisitas karena obat
atau kemoterapi, lupus nefritis, nekrosis tubular akut, SHU, HSP
GGA pascarenal: keracunan jengkol, batu saluran kemih, obstruksi
saluran kemih, sindrom tumor lisis, buli-buli neurogenik
Patogenesis
The primary renal insult is a critical decrease in the
blood supply, which results in the desquamation of
tubular cells, tubular cast formation, intraluminal
tubular obstruction and back leakage of the glomerular
filtrate.
Consequently, retention of nitrogenous waste
products, an increase in the serum creatinine and
derangement of the fluid and electrolyte homeostasis
occurs.
Structural damage ensues, and neutrophils adhere to
the injured ischaemic endothelium in the kidney,
releasing substances which promote inflammation.
Tatalaksana Medikamentosa GGA
Terapi sesuai penyakit primer Pemberian diuretik pada GGA
Bila terdapat infeksi, dosis renal dengan furosemid 1-2
antibiotik disesuaikan dengan mg/kgBB dua kali sehari dan
beratnya penurunan fungsi dapat dinaikkan secara
ginjal bertahap sampai maksimum
Pemberian cairan disesuaikan 10 mg/kgBB/kali. (pastikan
dengan keadaan hidrasi kecukupan sirkulasi dan bukan
merupakan GGA pascarenal).
Koreksi gangguan Bila gagal dengan
ketidakseimbangan cairan medikamentosa, maka
elektrolit dilakukan dialisis peritoneal
Natrium bikarbonat untuk atau hemodialisis.
mengatasi asidosis metabolik
sebanyak 1-2 mEq/kgBB/ hari
sesuai dengan beratnya
asidosis
60. Sindrom Nefrotik
Spektrum gejala yang ditandai Di bawah mikroskop: Minimal change
dengan protein loss yang masif dari nephrotic syndrome (MCNS)/Nil
ginjal Lesions/Nil Disease (lipoid nephrosis)
Pada anak sindrom nefrotik mayoritas merupakan penyebab tersering dari
bersifat idiopatik, yang belum sindrom nefrotik pada anak,
diketahui patofisiologinya secara mencakup 90% kasus di bawah 10
jelas, namun diperkirakan terdapat tahun dan >50% pd anak yg lbh tua.
keterlibatan sistem imunitas tubuh, Faktor risiko kekambuhan: riwayat
terutama sel limfosit-T atopi, usia saat serangan pertama,
Gejala klasik: proteinuria, edema, jenis kelamin dan infeksi saluran
hiperlipidemia, hipoalbuminemia pernapasan akut akut (ISPA) bagian
Gejala lain : hipertensi, hematuria, atas yang menyertai atau mendahului
dan penurunan fungsi ginjal terjadinya kekambuhan, ISK

Lane JC. Pediatric nephrotic syndrome. http://emedicine.medscape.com/article/982920-overview


Sindrom Nefrotik
Sindrom nefrotik (SN) adalah suatu sindrom klinik
dengan gejala:
Proteinuria massif ( 40 mg/m2 LPB/jam atau rasio
protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg/mg atau
dipstik 2+)
Hipoalbuminemia 2,5 g/dL
Edema
Dapat disertai hiperkolesterolemia
Etiologi SN dibagi 3 yaitu kongenital, primer/idiopatik,
dan sekunder (mengikuti penyakit sistemik antara lain
lupus eritematosus sistemik (LES), purpura Henoch
Schonlein)

KONSENSUS TATA LAKSANA SINDROM NEFROTIK IDIOPATIK PADA ANAK.


Unit Kerja Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia
Starlings Law of the Capillary

Pc = hydrostatic pressure of capillary


c = protein (oncotic) pressure of capillary
Pi = hydrostatic pressure of interstitial fluid
i = protein osmotic (oncotic) pressure of the interstitial fluid

Net movement out of capillary into interstitium (ml/min)

FLOWnet = (Pc Pi) (c i)

Basically, movement is governed by (hydrostatic pressure protein (oncotic) pressure)


Capillary endothelium is permeable to
water
Water, ions, small molecules diffuse across A Pc c V
Capillaries are relatively impermeable to
proteins
Plasma protein remains in vascular system
to exert oncotic pressure
The oncotic pressure tends to cause fluid
to move from interstitial fluid to plasma Pi i
Capillary pressure tends to cause fluid to Filtration Absorption
move from plasma to interstitial fluid
Edema : Accumulation of fluid in interstitial space (due to filtration out of the capillaries)
Usually caused by a disruption in Starling forces, that exceeds the ability of lymphatic
system to return it to the circulation
Decreased plasma protein Increased capillary protein
osmotic pressure (severe permeability (due to release of
liver failure, nephrotic vasoactive substances) (e.g.
syndrome) burns, trauma, infection)

Increased capillary
parasitic infection of
pressure (failure of
lymph nodes
venous pumps, (filariasis)
heart failure)
EDEMA
Nefrotik vs Nefritik
Diagnosis
Anamnesis : Bengkak di kedua kelopak mata, perut,
tungkai atau seluruh tubuh. Penurunan jumlah urin.
Urin dapat keruh/kemerahan
Pemeriksaan Fisik : Edema palpebra, tungkai, ascites,
edema skrotum/labia. Terkadang ditemukan hipertensi
Pemeriksaan Penunjang : Proteinuria masif 2+, rasio
albumin kreatinin urin > 2, dapat disertai hematuria.
Hipoalbumin (<2.5g/dl), hiperkolesterolemia (>200
mg/dl). Penurunan fungsi ginjal dapat ditemukan.
Definisi pada Sindrom Nefrotik
Remisi : proteinuria negatif atau trace (proteinuria < 4
mg/m2 LPB/jam) 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu
Relaps : proteinuria 2+ (proteinuria 40 mg/m2
LPB/jam) 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu
Relaps jarang : relaps terjadi kurang dari 2 kali dalam 6
bulan pertama setelah respons awal atau kurang dari 4
kali per tahun pengamatan
Relaps sering (frequent relaps) : relaps terjadi 2 kali
dalam 6 bulan pertama setelah respons awal atau 4
kali dalam periode 1 tahun
Definisi pada Sindrom Nefrotik
Dependen steroid : relaps terjadi pada saat
dosis steroid diturunkan atau dalam 14 hari
setelah pengobatan dihentikan, dan hal ini
terjadi 2 kali berturut-turut
Resisten steroid : tidak terjadi remisi pada
pengobatan prednison dosis penuh (full dose)
2 mg/kgBB/hari selama 4 minggu.

KONSENSUS TATA LAKSANA SINDROM NEFROTIK IDIOPATIK PADA ANAK.


Unit Kerja Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia
Tatalaksana

KONSENSUS TATA LAKSANA SINDROM NEFROTIK IDIOPATIK PADA ANAK.


Unit Kerja Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia
61. Kejang demam
Kejang yang terjadi akibat kenaikan suhu tubuh di atas 38,4 C
tanpa adanya infeksi SSP atau gangguan elektrolit pada anak di atas
usia 1 bulan tanpa riwayat kejang tanpa demam sebelumnya (ILAE,
1993)
Umumnya berusia 6 bulan 5 tahun
Kejang demam sederhana (simpleks)
Berlangsung singkat, tonik klonik, umum, tidak berulang dalam 24 jam
Kejang demam kompleks
Lama kejang > 15 menit
Kejang fokal atau parsial menjadi umum
Berulang dalam 24 jam
Diagnosis banding: meningitis, ensefalitis, meningoensefalitis, APCD
(pada infant), epilepsi

Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. IDAI. 2006


Pemeriksaan Penunjang
Dilakukan sesuai indikasi untuk mencari penyebab demam/
kejang: DPL, GDS, elektrolit, urinalisis, kultur darah/urin/feses
Pungsi lumbal dilakukan utk menyingkirkan meningitis
sangat dianjurkan untuk usia < 12 bulan dan dianjurkan untuk usia 12-
18 bulan, > 18 bln tidak rutin dilakukan
Kontraindikasi mutlak : Terdapat gejala peningkatan tekanan
intrakranial
EEG tidak direkomendasikan, tetapi masih dapat dilakukan
pada kejang demam yang tidak khas, mis: KDK pada anak
berusia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal
CT scan/ MRI hanya jika ada indikasi, mis: kelainan neurologis
fokal yang menetap, edema papil, dst
Profilaksis Intermiten untuk
Pencegahan Kejang Demam
Faktor risiko berulangnya kejang demam:
Riwayat kejang demam dalam keluarga
Usia kurang dari 12 bulan
Temperatur yang rendah saat kejang
Cepatnya kejang setelah demam
Pada saat demam
Parasetamol 10-15 mg/kg diberikan 4 kali/hari
Diazepam oral 0,3 mg/kg setiap 8 jam, atau per rektal 0,5
mg/kg setiap 8 jam pada suhu >38,5:C
Pengobatan Jangka Panjang Kejang
Demam
Fenobarbital 3-6 mg/kg/hari atau asam valproat 15-40 mg/kg/hari
fenobarbital biasanya tidak digunakan krn terkait ES autisme
Dianjurkan pengobatan rumatan:
Kelainan neurologis nyata sebelum atau sesudah kejang (paresis Tods,
CP, hidrosefalus)
Kejang lama > 15 menit
Kejang fokal
Dipertimbangkan pengobatan rumatan :
Kejang berulang dalam 24 jam
Bayi usia < 12 bulan
Kejang demam kompleks berulang > 4 kali
Lama pengobatan rumatan 1 tahun bebas kejang, dihentikan bertahap
dalam 1-2 bulan
Generalized epilepsy with febrile Febrile seizures plus
seizures plus (GEFS+)
A syndromic autosomal dominant This is similar to febrile seizures,
disorder where afflicted individuals
can exhibit numerous epilepsy but the child has seizures beyond
phenotypes. the normal age range.
Generalised epilepsy with febrile The seizures are always
seizures plus (GEFS+) is an unusual
epilepsy syndrome. associated with a high
It describes families who have temperature.
several members from different The seizures usually stop by the
generations with epileptic seizures.
time the child reaches the age of
The epileptic seizures nearly always
start after a family member has had 10 or 12.
febrile convulsions.
In GEFS+ families, children may go
on to have febrile seizures well
beyond this age.
They may also develop other
seizure types not associated with a
high temperature.
Diagnosis diferensial infeksi SSP
Klinis/Lab. Ensefalitis Meningitis Mening.TBC Mening.viru Ensefalopati
bakterial s
Onset Akut Akut Kronik Akut Akut/kronik

Demam < 7 hari < 7 hari > 7 hari < 7 hari </> 7 hari/(-)

Kejang Umum/fo Umum Umum Umum Umum


kal
Penurunan Somnolen Apatis Variasi, apatis CM - Apatis Apatis -
kesadaran - sopor - sopor Somnolen
Paresis +/- +/- ++/- - -

Perbaikan Lambat Cepat Lambat Cepat Cepat/Lambat


kesadaran
Etiologi Tidak dpt ++/- TBC/riw. - Ekstra SSP
diidentifik kontak
asi
Terapi Simpt/ant Antibiotik Tuberkulostatik Simpt. Atasi penyakit
iviral primer
Status Epileptikus
Status epileptikus (SE) adalah bangkitan yang
berlangsung lebih dari 30 menit atau adanya
dua bangkitan atau lebih dimana diantara
bangkitan-bangkitan tersebut tadi tidak
terdapat pemulihan kesadaran.
Klasifikasi:
Konvulsif (bangkitan umum tonik klonik
Non-konvulsif (bangkitan bukan umum tonik-
klonik.
1. Stadium I (0-10 menit)
memperbaiki fungsi kardio dan Tatalaksana
respirasi
memperbaiki jalan nafas, oksigenasi
dan resusitasi bilama diperlukan. 3. Stadium III 90-60/90 menit)
menentukan etiologi
2. Stadium II (1-60 menit) bila kejang terus berkangsung
pemeriksaan status neurologik setekah pemberian
lorazepam/diazepam, beri phenitoin
pengukuran tekanan darah, nadi dan IV 15-20mg/kg dengan kecepatan
suhu kuranglebih 50mg/menit sambil
pemeriksaan EEG monitoring tekanan darah.
pasang infus Atau dapat pula diberikan
ambil 50-100cc darah untuk Phenobarbital 10mg/kg dengan
pemeriksaan laborat kecepatan kurang lebih 10mg/menit
pemberian OAE cito : diazepam (monitoring pernafasan saat
0.2mg/kg dengan kecepatan pemberian)
pemberian 5 mg/ menit IV dapat Terapi vasopresor (dopamin) bila
diulang lagi bila kejang masih diperlukan.
berlangsung setelah 5 menit Mongoreksi komplikasi
pemberian.
Beri 50cc glukosa 4. Stadium IV (30-90 menit)
Pemberian tiamin 250mg intravena Bila tetap kejang, pindah ke ICU
pada pasien alkoholisme
Beri propofol (2mg/kgBB bolus iv,
Menangani asidosis dengan diulang bila perlu)
bikarbonat.
62. HEMOSTASIS
Hemostasis (hemo=blood; ta=remain) is the
stoppage of bleeding, which is vitally important when
blood vessels are damaged.
Following an injury to blood vessels several actions
may help prevent blood loss, including:

Formation of a clot
Hemostasis
1. Fase vaskular: vasokonstriksi
2. Fase platelet: agregasi dan adhesi
trombosit
3. Fase koagulasi: ada jalur
ekstrinsik, jalur intrinsik dan
bersatu di common
pathway
4. Fase retraksi
5. Fase destruksi / fibrinolisis

http://www.bangkokhealth.com/index.php/health/health-
general/first-aid/451--hemostasis.html
Coagulation factors

Components of coagulation factor:


~ fibrinogen factor I
~ prothrombin factor II
~ tissue factor (thromboplastin) factor III
~ Ca-ion (Ca++) factor IV
~ pro-accelerin (labile factor) factor V
~ pro-convertin (stable factor) factor VII
~ anti-hemophilic factor factor VIII
~ Christmas-factor factor IX
~ Stuart-Prower factor factor X
~ plasma tromboplastin antecedent factor XI
~ Hageman factor factor XII
~ fibrin stabilizing factor(Laki-Roland) factor XIII

Kuliah Hemostasis FKUI.


Bleeding Time
It indicates how well platelets interact with blood vessel
walls to form blood clots.
BT is the interval between the moment when bleeding
starts and the moment when bleeding stops.
Used most often to detect qualitative defects of platelets.
BT is prolonged in purpuras, but normal in coagulation
disorders like haemophilia.
Purpuras can be due to
Platelet defects - Thrombocytopenic purpura (ITP & TTP)
Vascular defects - Senile purpura, Henoch Schonlein purpura
Platelets are important in preventing small vessel bleeding
by causing vasoconstriction and platelet plug formation.

http://www.indianmedicinalplants.info/articles/BLEEDING-TIME.html
Clotting Time
CT the interval between the moment when bleeding
starts and the moment when the fibrin thread is first
seen.
BT depends on the integrity of platelets and vessel
walls, whereas CT depends on the availability of
coagulation factors.
In coagulation disorders like haemophilia, CT is
prolonged but BT remains normal.
CT is also prolonged in conditions like vitamin K
deficiency, liver diseases, disseminated intravascular
coagulation, overdosage of anticoagulants etc.

http://www.indianmedicinalplants.info/articles/BLEEDING-TIME.html
PT & APTT
activated partial thromboplastin time (aPTT)
untuk mengevaluasi jalur intrinsik kaskade
koagulasi
prothrombin time (PT) untuk mengevaluasi
jalur ekstrinsik kaskade koagulasi
http://practical-haemostasis.com/Screening%20Tests/aptt.html
Bleeding

Mild Severe

intervention

stopped
continues

prolonged delayed

Platelet disorder Coagulation disorder


Kuliah Hemostasis FKUI.
Spontaneous bleeding
(without injury)

superficial, multiple deep, solitary


petechiae, hematoma,
purpura, hemarthrosis
ecchymoses

platelet disorder coagulation disorder


Kuliah Hemostasis FKUI.
Simple schematic diagram to diagnose hemostasic disorders

Kuliah Hemostasis FKUI.


Finding Disorders of Coagulation Disorders of Platelets or
Vessels
Petechiae Rare Characteristic
Deep dissecting Characteristic Rare
hematomas
Superficial ecchymoses Common; usually large Characteristic; usually
and small and
solitary multiple
Hemarthrosis Characteristic Rare
Delayed bleeding Common Rare
Bleeding from Minimal Persistent often profuse
superficial cuts and
scratches
Sex of patient 8090% of inherited forms Relatively more common
occur only in male patients in females
Positive family history Common Rare (exc. vWF , hereditary
hemorr.
telangiectasia)
Kelainan Pembekuan Darah

http://periobasics.com/wp-content/uploads/2013/01/Evaluation-of-bleeding-disorders.jpg
Bleeding Disorder
Liver disease: mengalami kelainan hemostasis primer berupa
trombositopenia dan juga kelainan hemostasis sekunder
(koagulopati) karena liver adalah tempat utama penghasil
prokoagulan dan antikoagulan
vWF disease terjadi akibat defisiensi faktor vWF yang bertugas
membangun jembatan adhesi platelet dengan dinding vaskular yang
terluka pada hemostasis primer dan memiliki tugas tambahan
mengikat dan menstabilisasi faktor VIII yang tidak stabil.
HSP (henoch schonlein purpura) kelainan vaskulitis yang diperantarai
oleh IgA pada pembuluh darah kecil, ditandai dengan adanya
purpura, kelainan ginjal, kelainan GI (melena), kelainan sendi
(atralgia/artritis)
Kawasaki disease: an acute febrile vasculitic syndrome of early
childhood Fever (Enanthem, Bulbar conjunctivitis, Rash, Internal
organ involvement, Lymphadenopathy, Extremity changes)
Palpable Purpura in HSP:
Symmetrical
Dependent areas
Pada soal, terdapat gejala berupa ekimosis
dan purpura, maka jawaban yang tepat adalah
pilihan penyakit hemostasis primer yang
disbabkan oleh kelainan vaskular dan
trombosit, seperti HSP, ITP, DHF, von
willebrand disease
63. Hepatitis Viral Akut
Hepatitis viral: Suatu proses peradangan pada hati atau kerusakan
dan nekrosis sel hepatosit akibat virus hepatotropik. Dapat
akut/kronik. Kronik jika berlangsung lebih dari 6 bulan
Perjalanan klasik hepatitis virus akut
Fase inkubasi
Stadium prodromal/ preikterik: flu like syndrome,
Stadium ikterik: gejala-gejala pada stadium prodromal berkurang
disertai munculnya ikterus, urin kuning tua
Stadium konvalesens/penyembuhan
Anamnesis Hepatitis A :
Manifestasi hepatitis A:
Anak dicurigai menderita hepatitis A jika ada gejala sistemik yang
berhubungan dengan saluran cerna (malaise, nausea, emesis, anorexia, rasa
tidak nyaman pada perut) dan ditemukan faktor risiko misalnya pada keadaan
adanya outbreak atau diketahui sumber penularan.

Pedoman Pelayanan Medis IDAI


Behrman RE. Nelsons textbook of pediatrics, 19th ed. McGraw-Hill; 2011.
Hepatitis A
Virus RNA (Picornavirus)
ukuran 27 nm
Kebanyakan kasus pada usia
<5 tahun asimtomatik atau
gejala nonspesifik
Rute penyebaran: fekal oral;
transmisi dari orang-orang
dengan memakan makanan
atau
minumanterkontaminasi,
kontak langsung.
Inkubasi: 2-6 minggu (rata-
rata 28 hari)

Behrman RE. Nelsons textbook of pediatrics, 19th ed. McGraw-Hill; 2011.


Hepatitis
Hepatitis Jenis virus Antigen Antibodi Keterangan
HAV RNA HAV Anti-HAV Ditularkan
secara fekal-
oral
HBV DNA HBsAg Anti-HBs Ditularkan
HBcAg Anti-HBc lewat darah
HBeAg Anti-HBe Karier
HCV RNA HCV Anti-HCV Ditularkan
C100-3 lewat darah
C33c
C22-3
NS5
HDV RNA HBsAg Anti-HBs Membutuhkan
HDV antigen Anti-HDV perantara HBV
(hepadnavirus)
HEV RNA HEV antigen Anti-HEV Ditularkan
secara fekal-
oral
Hepatitis A
Self limited disease dan Diagnosis
tidak menjadi infeksi kronis Deteksi antibodi IgM di darah
Gejala: Peningkatan ALT (enzim hati
Fatique Alanine Transferase)
Demam Pencegahan:
Mual Vaksinasi
Nafsu makan hilang Kebersihan yang baik
Jaundice karena Sanitasi yang baik
hiperbilirubin Tatalaksana:
Bile keluar dari peredaran Simptomatik
darah dan dieksresikan ke
urin warna urin gelap Istirahat, hindari makanan
berlemak dan alkohol
Feses warna dempul (clay-
coloured) Hidrasi yang baik
Diet
Profilaksis Hepatitis A
Imunoglobulin yang diberikan sebelum pajanan atau sewaktu masa
inkubasi awal efektif mencegah timbulnya gejala klinis hepatitis A.

Untuk profilaksis pascaterpajan orang dekat dengan hepatitis A (tinggal


serumah, pasangan seks), imunoglobulin segera diberikan dengan dosis
0,02 mL/kg.

Ig masih efektif bila diberikan paling lambat 2 minggu setelah terpajan.

Imunoglobulin profilaksis tidak diberikan untuk:


Orang yang sudah vaksin hepatitis A,
Kontak kasual di tempat kerja, sekolah, rumah sakit,
Lansia yang kemungkinan besar sudah imun,
Orang yang sudah anti-HAV (+).

Harrisons principles of internal medicine. 19th ed.


Profilaksis Hepatitis A
Profilaksis Hepatitis A

Vaksin diberikan dengan injeksi IM.


Proteksi anti-HAV pascavaksin mulai timbul 4 minggu setelah pemberian pertama.
Proteksi bertahan hingga 20 tahun.

Harrisons principles of internal medicine. 19th ed.


Jadwal Imunisasi Anak Umur 0 18 tahun
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Tahun 2014
Umur pemberian vaksin
Jenis vaksin Bulan Tahun
Lahir 1 2 3 4 5 6 9 12 15 18 24 3 5 6 7 8 10 12 18
Hepatit
i s B 1 2 3
Polio 0 1 2 3 4 5
BCG 1 kali
DTP 1 2 3 4 5 6 (Td) 7(Td)
Hib 1 2 3 4
PCV 1 2 3 4
Rotavirus
e 1 2 3
Influ nza Ulangan 1 kaliptia tpahun
Campak 1 2 3
MMR 1 2
Tifoid Ulangan tia 3 t ahun
Hepatit
i s A 2 kali, interval 6-12 bulan
Varisela 1 kali
HPV 3 kali

Keterangan 6. Vaksin pneumokokus (PCV). Apabila diberikan pada umur 7-12 bulan, PCV diberikan 2 kali
Cara membaca kolom umur: misal 2 u berarti mu r 2 bul an (60 har i) sd 2 bul an 29 har i (89 har i) dengan interval 2 bulan; pada umur lebih dari 1 tahun diberikan 1 kali, namun keduanya perlu
Rekomendasi imunisasi berlaku mulai 1 Januaril 2014 dan dapat diakses pada website IDAI (http : // booster 1 kali pada umur lebih dari 12 bulan atau minimal 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada
idai.or.id/public-artices/kl ini k/i mu ni sasi /j adw al-imunisasi-anak-idai.html) anak umur di atas 2 tahun PCV diberikan cukup satu kali.
7. Vaksin rotavirus. Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, vaksin rotavirus pentavalen
Untuk memahami tabel jadwal imunisasi perlu membaca keterangan tabel diberikan 3 kali. Vaksin rotavirus monovalen dosis I diberikan umur 6-14 minggu, dosis ke-2
1. Vaksin hepatit i s B. Paling baik diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir dan didahului diberikan dengan interval minimal 4 minggu. Sebaiknya vaksin rotavirus monovalen selesai
pemberian suntikan vitamin K1. Bayi lahir dari ibu HBsAg positif, diberikan vaksin hepatit i s B diberikan sebelum umur 16 minggu danatidk melampaui umur 24 minggu. Vaksin rotavirus
dan imunoglobulin hepatit i s B (HBIg) pada ekstremitas yang berbeda. Vaksinasi hepatit i s B pentavalen : dosis ke-1 diberikan umur 6-14 minggu, interval dosis ke-2 dan ke-3, 4-10 minggu;
selanjutnya dapat menggunakan vaksinihepatit Bs mon o valen atau vaksin kombinasi. dosis ke-3 diberikan pada umur kurang dari 32 minggu (interval minimal 4 minggu).
2. Vaksin polio. Pada saat lahir atau pada saat bayi dipulangkan harus diberikan vaksin polio oral 8. Vaksin varisela. Vaksin varisela dapat diberikan setelah umur 12 bulan, terbaik pada umur
(OPV-0). Selanjutnya, untuk polio-1, polio-2, polio-3 dan polio booster dapat diberikan vaksin sebelum masuk sekolah dasar. Apabila diberikan pada umur lebih dari 12 tahun, perlu 2 dosis
OPV atau IPV, namun sebaiknya paling sedikit mendapat satu dosis vaksin IPV. dengan interval minimal 4 minggu.
3. Vaksin BCG. Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum 3 bulan, a optiml umur 2 bulan. Apabila 9. Vaksineinflunz a. Vaksineinflunz a diberikan pada umur minimal 6 bulan, diulang
p setia tahun.
diberikan sesudah umur 3 bulan, perlu dilakukan uji tuberkulin. Untuk imunisasi pertama kali (primary immunizatio
n ) pada anak umur kurang dari 9 tahun
4. Vaksin DTP. Vaksin DTP pertama diberikan paling cepat pada umur 6 minggu. Dapat diberikan diberi dua kali dengan interval minimal 4 minggu. Untuk anak 6 - < 36 bulan, dosis 0,25 mL.
vaksin DTwP atau DTaP atau kombinasi dengan vaksin lain. Untuk anak umur lebih dari 7 tahun 10. Vaksin human papiloma virus (HPV). Vaksin HPV dapat diberikan mulai umur 10 tahun. Vaksin
diberikan vaksin Td, dibooster setia p 10 t ahun. HPV bivalen diberikan tiga kali dengan interval 0, 1, 6 bulan; vaksin HPV tetravalen dengan
5. Vaksin campak. Vaksin campak keduaa tidk perlu diberikan pada umur 24 bulan, apabila MMR interval 0,2,6 bulan.
sudah diberikan pada 15 bulan.
Serologi Hepatitis A, B, C
Penanda
Serologis
Hepatitis
Hepatitis relaps didefinisikan sebagai meningkatnya kembali konsentrasi aminotransferase dan
bilirubin yang sudah kembali normal dalam masa penyembuhan.
64. Mumps (Parotitis Epidemica)
Acute, self-limited, systemic
viral illness characterized by
the swelling of one or more
of the salivary glands,
typically the parotid glands.
Caused by a specific RNA
virus, known as Rubulavirus,
genus Paramyxovirus.
This Paramyxovirus is highly
infectious to nonimmune
individuals and is the only
cause of epidemic parotitis
Mumps (Parotitis Epidemica)
The transmission mode is person to person via
respiratory droplets and saliva, direct contact, or
fomites.
Incubation period of 16-18 days
Prodromal symptoms : low-grade fever, malaise,
myalgias, headache, and anorexia; these symptoms can
last 3-5 days.
After the prodromal period, one or both parotid glands
begin to enlarge. Initially, local parotid tenderness and
same-sided earache can occur
Approximately one third of postpubertal male patients
develop unilateral orchitis.
Mumps
Komplikasi : Meningitis/encephalitis,
Sensorineural hearing loss/deafness, Guillain-Barr
syndrome, Thyroiditis, Myocarditis, orchitis
(terjadi pada laki-laki usia postpubertal)
Treatment : Conservative, supportive (analgetics).
No antiviral agent is indicated for viral illness, as it
is a self-limited disease.
Prevention : Vaccinating children with MMR
should be established and maintained in all
communities
MMR
Merupakan vaksin kombinasi untuk Measles
(Campak), Mumps (Parotitis), dan Rubella
Vaksin kering, mengandung virus hidup, disimpan
pada temperatur 2-8:C, dan terlindung dari
cahaya
Pemberian dengan dosis tunggal 0.5 ml
intramuskular atau subkutan dalam
Harus diberikan sekalipun ada riwayat infeksi
campak, gondongan, dan rubella
Diberikan pada anak berusia >12 bulan
65. Difteri
Penyebab : toksin Corynebacterium diphteriae
Organisme:
Basil batang gram positif
Pembesaran ireguler pada salah satu ujung (club shaped)
Setelah pembelahan sel, membentuk formasi seperti huruf cina
atau palisade
Gejala:
Gejala awal nyeri tenggorok
Bull-neck (bengkak pada leher)
Pseudomembran purulen berwarna putih keabuan di faring,
tonsil, uvula, palatum. Pseudomembran sulit dilepaskan. Jaringan
sekitarnya edema.
Edema dapat menyebabkan stridor dan penyumbatan sal.napas

Todar K. Diphtheria. http://textbookofbacteriology.net/diphtheria.html


Demirci CS. Pediatric diphtheria. http://emedicine.medscape.com/article/963334-overview
http://4.bp.blogspot.com/
Difteri
Pemeriksaan :
Pemeriksaan Gram & Kultur; sediaan berasal dari swab
tenggorok, jika bisa diambil dibawah selaput
pseudomembran
Kultur bisa menggunakan medium cystine tellurite blood
agar (CTBA), medium hoyle dan medium tinsdale
medium selektif untuk kultur Corynebacterium diphtheriae
Untuk megisolasi Corynebacterium digunakan agar darah
telurit (Mc Leod), sebagai media selektif, setelah inkubasi
selama 24 jam koloni bakteri terlihat berwarna abu-abu tua-
hitam.
Selanjutnya untuk biakan murni Corynebacterium digunakan
media perbenihan Loeffler dalam tabung

Todar K. Diphtheria. http://textbookofbacteriology.net/diphtheria.html


Demirci CS. Pediatric diphtheria. http://emedicine.medscape.com/article/963334-overview
Pemeriksaan : Pemeriksaan Gram & Kultur;
sediaan berasal dari swab tenggorok, jika bisa
diambil dibawah selaput pseudomembran
Obat:
Antitoksin: 40.000 Unit ADS IM/IV, skin test
Anbiotik: Penisillin prokain 50.000 Unit/kgBB IM per
hari selama 7 hari atau eritromisin 25-50 kgBB dibagi
3 dosis selama 14 hari
Hindari oksigen kecuali jika terjadi obstruksi saluran
repirasi (Pemberian oksigen dengan nasal prongs
dapat membuat anak tidak nyaman dan mencetuskan
obstruksi)
oksigen harus diberikan, jika mulai terjadi obstruksi
saluran respiratorik dan perlu dipertimbangkan
tindakan trakeostomi.
Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO.
Difteri
Obat (cont)
Jika anak demam ( 39o C) beri parasetamol.
Jika sulit menelan, beri makanan melalui pipa nasogastrik.
Indikasi krikotirotomi/ trakeostomi/intubasi : Terdapat
tanda tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam yang
berat
Belum terdapat persamaan pendapat mengenai kegunaan
kortikosteroid pada difteri.
Dianjurkan pada kasus difteria yang disertai dengan gejala
obstruksi saluran nafas bagian atas (dapat disertai atau tidak
bullneck) dan bila terdapat penyulit miokarditis.
Pemberian kortikosteroid untuk mencegah miokarditis ternyata
tidak terbukti.
Dosis : Prednison 1,0-1,5 mg/kgBB/hari, po tiap 6-8 jam pada
kasus berat selama 14 hari.
Tindakan Kesehatan Masayarakat
Rawat anak di ruangan isolasi
Lakukan imunisasi pada anak serumah sesuai
dengan riwayat imunisasi
Berikan eritromisin pada kontak serumah
sebagai tindakan pencegahan (12.5 mg/kgBB,
4xsehari, selama 3 hari)
Lakukan biakan usap tenggorok pada keluarga
serumah

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO.


Jadwal Imunisasi Anak Umur 0 18 tahun
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Tahun 2014
Umur pemberian vaksin
Jenis vaksin Bulan Tahun
Lahir 1 2 3 4 5 6 9 12 15 18 24 3 5 6 7 8 10 12 18
Hepatit
i s B 1 2 3
Polio 0 1 2 3 4 5
BCG 1 kali
DTP 1 2 3 4 5 6 (Td) 7(Td)
Hib 1 2 3 4
PCV 1 2 3 4
Rotavirus
e 1 2 3
Influ nza Ulangan 1 kaliptia tpahun
Campak 1 2 3
MMR 1 2
Tifoid Ulangan tia 3 t ahun
Hepatit
i s A 2 kali, interval 6-12 bulan
Varisela 1 kali
HPV 3 kali

Keterangan 6. Vaksin pneumokokus (PCV). Apabila diberikan pada umur 7-12 bulan, PCV diberikan 2 kali
Cara membaca kolom umur: misal 2 u berarti mu r 2 bul an (60 har i) sd 2 bul an 29 har i (89 har i) dengan interval 2 bulan; pada umur lebih dari 1 tahun diberikan 1 kali, namun keduanya perlu
Rekomendasi imunisasi berlaku mulai 1 Januaril 2014 dan dapat diakses pada website IDAI (http : // booster 1 kali pada umur lebih dari 12 bulan atau minimal 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada
idai.or.id/public-artices/kl ini k/i mu ni sasi /j adw al-imunisasi-anak-idai.html) anak umur di atas 2 tahun PCV diberikan cukup satu kali.
7. Vaksin rotavirus. Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, vaksin rotavirus pentavalen
Untuk memahami tabel jadwal imunisasi perlu membaca keterangan tabel diberikan 3 kali. Vaksin rotavirus monovalen dosis I diberikan umur 6-14 minggu, dosis ke-2
1. Vaksin hepatit i s B. Paling baik diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir dan didahului diberikan dengan interval minimal 4 minggu. Sebaiknya vaksin rotavirus monovalen selesai
pemberian suntikan vitamin K1. Bayi lahir dari ibu HBsAg positif, diberikan vaksin hepatit i s B diberikan sebelum umur 16 minggu danatidk melampaui umur 24 minggu. Vaksin rotavirus
dan imunoglobulin hepatit i s B (HBIg) pada ekstremitas yang berbeda. Vaksinasi hepatit i s B pentavalen : dosis ke-1 diberikan umur 6-14 minggu, interval dosis ke-2 dan ke-3, 4-10 minggu;
selanjutnya dapat menggunakan vaksinihepatit Bs mon o valen atau vaksin kombinasi. dosis ke-3 diberikan pada umur kurang dari 32 minggu (interval minimal 4 minggu).
2. Vaksin polio. Pada saat lahir atau pada saat bayi dipulangkan harus diberikan vaksin polio oral 8. Vaksin varisela. Vaksin varisela dapat diberikan setelah umur 12 bulan, terbaik pada umur
(OPV-0). Selanjutnya, untuk polio-1, polio-2, polio-3 dan polio booster dapat diberikan vaksin sebelum masuk sekolah dasar. Apabila diberikan pada umur lebih dari 12 tahun, perlu 2 dosis
OPV atau IPV, namun sebaiknya paling sedikit mendapat satu dosis vaksin IPV. dengan interval minimal 4 minggu.
3. Vaksin BCG. Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum 3 bulan, a optiml umur 2 bulan. Apabila 9. Vaksineinflunz a. Vaksineinflunz a diberikan pada umur minimal 6 bulan, diulang
p setia tahun.
diberikan sesudah umur 3 bulan, perlu dilakukan uji tuberkulin. Untuk imunisasi pertama kali (primary immunizatio
n ) pada anak umur kurang dari 9 tahun
4. Vaksin DTP. Vaksin DTP pertama diberikan paling cepat pada umur 6 minggu. Dapat diberikan diberi dua kali dengan interval minimal 4 minggu. Untuk anak 6 - < 36 bulan, dosis 0,25 mL.
vaksin DTwP atau DTaP atau kombinasi dengan vaksin lain. Untuk anak umur lebih dari 7 tahun 10. Vaksin human papiloma virus (HPV). Vaksin HPV dapat diberikan mulai umur 10 tahun. Vaksin
diberikan vaksin Td, dibooster setia p 10 t ahun. HPV bivalen diberikan tiga kali dengan interval 0, 1, 6 bulan; vaksin HPV tetravalen dengan
5. Vaksin campak. Vaksin campak keduaa tidk perlu diberikan pada umur 24 bulan, apabila MMR interval 0,2,6 bulan.
sudah diberikan pada 15 bulan.
Imunisasi Difteria
Imunisasi DPT dasar diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan
dengan interval 4-6 minggu, DPT 1 diberikan pada umur 2-4
bulan, DPT 2 pada umur 3-5 bulan dan DPT 3 pada umur 4-
6 bulan.
Ulangan selanjutnya (DPT 4) diberikan satu tahun setelah
DPT 3 yaitu pada umur 18-24 bulan dan DPT 5 pada saat
masuk sekolah umur 5-7 tahun.
Sejak tahun 1998, DT 5 dapat diberikan pada kegiatan
imunisasi di sekolah dasar (BIAS).
Ulangan DT 6 diberikan pada 12 tahun, mengingat masih
dijumpai kasus difteria pada umur >10 tahun.
Dosis DPT/ DT adalah 0,5 ml, intramuskular, baik untuk
imunisasi dasar maupun ulangan.
66. Suplementasi dan Nutrisi Kehamilan
Suplementasi dan Medikamentosa
Asam Folat
Zat Besi
Kalsium
Aspirin
Tetanus Toxoid

Nutrisi
Penambahan kalori 300 kkal/hari (hamil) dan
500kkal/hari (menyusui)
Air 400 ml/hari

Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO


Suplementasi Kehamilan: Asam Folat
Kebutuhan Asam Folat
50-100 g/hari pada wanita normal
300-400 g/hari pada wanita hamil hamil kembar lebih
besar lagi

Dosis
Pencegahan defek pada tube neural: Min. 400 mcg/hari
Defisiensi asam folat: 250-1000 mcg/hari
Riwayat kehamilan sebelumnya memiliki komplikasi defek
tube neural atau riwayat anensefali: 4mg/hari pada sebulan
pertama sebelum kehamilan dan diteruskan hingga 3 bulan
setelah konsepsi

Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO


Anensefali, Spina Bifida dan Hidrosefalus
Anensefali termasuk kedalam neural tube defect
Hidrosefalus mengenai 15-25% anak dengan mielomeningokel
(suatu bentuk spina bifida)
Hidrosefalus dihubungkan dengan spina bifida dan stenosis
akuaduktal

http://emedicine.medscape.com/article/937979-overview
Suplementasi Kehamilan: Zat Besi
Tablet Tambah Daerah Generik dikemas dalam bungkus warna putih,
berisi 30 tab/bungkus

Memenuhi spesifikasi
Setiap tablet mengandung 200 mg Ferro Sulfat atau 60 mg besi elemental
dan 0,25 mg asam folat

Pemakaian dan Efek Samping


Minum dengan air putih, jangan minum dengan teh, susu atau kopi
mengurangi penyerapan zat besi dalam tubuh
Efek samping dari minum TTD adalah mual dan konstipasi, namun tidak
berbahaya
Untuk menghindari efek mual dan konstipasi, dianjurkan minum TTD
menjelang tidur malam
Lebih baik disertai makan buah dan sayur. Misalnya pepaya atau pisang

Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO


Suplementasi Kehamilan: Kalsium
Sasaran
Area dengan asupan kalsium rendah

Tujuan
Pencegahan preeklampsia bagi semua ibu hamil, terutama
yang memiliki risiko tinggi (riwayat preeklampsia di
kehamilan sebelumnya, diabetes, hipertensi kronik,
penyakit ginjal, penyakit autoimun, atau kehamilan ganda)

Dosis
1,5-2 g/ hari

Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO


Medikamentosa Kehamilan: Aspirin
Pemberian 75 mg aspirin tiap hari dianjurkan
untuk pencegahan preeklampsia bagi ibu
dengan risiko tinggi, dimulai dari usia
kehamilan 20 minggu

Aspirin juga digunakan pada ibu dengan hasil


pemeriksaan laboratorium menunjukkan
adanya pengentalan darah selama kehamilan

Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO


67. Medikamentosa Kehamilan: TT
Didahului dengan skrining untuk mengetahui jumlah dosis dan status) imunisasi TT
yang telah diperoleh selama hidupnya

Pemberian tidak ada interval maks, hanya terdapat interval min antar dosis TT

Jika ibu belum pernah imunisasi atau status imunisasinya tidak diketahui, berikan
dosis vaksin (0,5 ml IM di lengan atas) sesuai tabel berikut

Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO


Medikamentosa Kehamilan: TT
Dosis booster mungkin diperlukan pada ibu yang sudah
pernah diimunisasi. Pemberian dosis booster 0,5 ml IM
disesuaikan dengan jumlah vaksinasi yang pernah
diterima sebelumnya seperti pada tabel berikut:

Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO


68-69. Keluarga Berencana

Metode Kontrasepsi
Barrier
Hormonal
IUD
Operasi/ sterilisasi
Alami
Darurat
KB: Metode Barrier

Menghalangi bertemunya
sperma dan sel telur
Efektivitas: 98 %
Mencegah penularan PMS
Efek samping
Dapat memicu reaksi alergi
lateks, ISK dan keputihan
(diafragma)
Harus sedia sebelum
berhubungan
Kontrasepsi Barrier: Kondom
Terbuat dari karet sintetis yang tipis, berbentuk silinder, dengan muaranya
berpinggir tebal, yang digulung rata
Standar kondom: ketebalan 0,02 mm
Cara Kerja
Mencegah sperma masuk ke saluran reproduksi wanita
Sebagai alat kontrasepsi
Pelindung terhadap infeksi atau transmisi mikroorganisme penyebab PMS

Manfaat
Angka kegagalan rendah (2-12 kehamilan/100/tahun)
Tidak mengganggu ASI dan hormon lainnya
Mencegah penularan PMS
Mengurangi insiden kanker serviks
Mencegah ejakulasi dini dan imunoinfertiitas

Efek samping
Dapat memicu reaksi alergi lateks,
ISK dan keputihan (diafragma)
Harus sedia sebelum berhubungan
KB: Metode Hormonal
Kombinasi Progestin
Cara kerja Cara Kerja
ovulasi, mengentalkan lendir serviks Mencegah ovulasi, mengentalkan lendir
penetrasi sperma <<, atrofi endometrium serviks penetrasi sperma terganggu,
implantasi terganggu, dan menghambat menjadikan selaput rahim tipis & atrofi,
transportasi gamet oleh tuba menghambat transportasi gamet oleh tuba

Efek samping Efek Samping


Perubahan pola haid, sakit kepala, pusing, BB>>, Perubahan pola haid, sakit kepala, pusing,
perut kembung, perubahan suasana perasaan, perubahan suasana perasaan, nyeri
dan penurunan hasrat seksual payudara, nyeri perut, dan mual

Kontra Indikasi Kontra Indikasi


Gangguan KV, menyusui eksklusif, perdarahan Serupa dengan kombinasi
pervaginam idiopatik, hepatitis, perokok, Pil progestin dapat diminum saat
riwayat diabetes > 20 tahun, kanker payudara menyusui
atau dicurigai, migraine dan gejala neurologic
fokal (epilepsi/riwayat epilepsi), tidak dapat
menggunakan pil secara teratur setiap hari.
Metode Hormonal:
Pil & Suntikan Kombinasi
Jenis Pil Kombinasi
Monofasik (21 tab): E/P dalam dosis yang
sama, dengan 7 tablet tanpa hormon aktif
(placebo).
Bifasik (21 tab): E/P dengan dua dosis yang
berbeda, dengan 7 tablet tanpa hormon aktif.
Trifasik (21 tab) : E/P dengan tiga dosis yang
berbeda, dengan 7 tablet tanpa hormon aktif

Jenis Suntikan Kombinasi


25mg Depo Medroksiprogesteron Asetat + 5
mg Estradiol Sipionat, IM sebulan sekali
50mg Noretindron Enantat + 5 mg Estradiol
Valerat, IM sebulan sekali
Metode
Pil dan Hormonal:
Suntikan Progestin
Pil & Suntikan Progesteron
Pil Progestin
Isi 35 pil: 300 g levonorgestrel atau 350 g
noretindron
Isi 28 pil: 75 g norgestrel
Contoh
Micrinor, NOR-QD, noriday, norod (0,35 mg
noretindron)
Microval, noregeston, microlut (0,03 mg
levonogestrol)
Ourette, noegest (0,5 mg norgestrel)
Exluton (0,5 mg linestrenol)
Femulen (0,5 mg etinodial diassetat)

Suntikan Progestin
Depo Medroksiprogesteron Asetat (Depo Provera)
150mg DMPA, IM di bokong/ 3 bulan
Depo Norestisteron Enantat (Depo Norissterat)
200mg Noretdron Enantat,IM di bokong/ 2 bulan
Efek Samping KB Suntik
Depo provera (progesteron)

Medroxyprogesterone
Menghambat ovulasi, pengentalan mukus dan lapisan
uterus, dapat meringankan nyeri endometriosis
Efektivitas: 99%
Sebaiknya penggunaan tidak > 2 tahun
pengeroposan tulang
Diberikan IM/3 bulan

Efek samping
Siklus menstruasi iregular atau tidak haid (paling sering)
Sakit kepala, depresi, pusing, jerawat, perubahan napsu
makan, kenaikan BB
https://www.drugs.com/depo-provera.html
KB: Penanganan Efek Samping KB Suntik
Pusing dan sakit kepala
Anti prostaglandin untuk mengurangi keluhan, acetosal 500 mg
3 x 1 tablet/hari.

Hematoma
Kompres dingin pada daerah yang membiru selama 2 hari lalu
kompres hangat sehingga warna biru/kuning hilang.

Keputihan
Pengobatan medis biasanya tidak diperlukan. Bila cairan
berlebihan dapat diberikan preparat anti cholinergic seperti
extrabelladona 10 mg 2 x 1 tablet untuk mengurangi cairan
yang berlebihan. Perubahan warna dan bau biasanya
disebabkan oleh adanya infeksi.
Metode Hormonal: Implan
Implan (Saifuddin, 2006) Cara Kerja
Norplant: 36 mg levonorgestrel dan lama menekan ovulasi,
kerjanya 5 tahun. mengentalkan lendir
serviks, menjadikan
selaput rahim tipis dan
atrofi, dan mengurangi
Implanon: 68 mg ketodesogestrel dan lama transportasi sperma
kerjanya 3 tahun.
Efek Samping
Serupa dengan
hormonal pil dan
suntikan
Jadena dan Indoplant: 75 mg
levonorgestrel dengan lama kerja 3 tahun
Kontra Indikasi
Serupa dengan
hormonal pil dan
suntikan
KB: Metode IUD
Cara Kerja
Menghambat kemampuan sperma
untuk masuk ke tuba falopii
Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum
mencapai kavum uteri
Mencegah implantasi hasil konsepsi
kedalam rahim

Efek Samping
Nyeri perut, spotting, infeksi, gangguan
haid

Kontra Indikasi
Hamil, kelainan alat kandungan bagian dalam, perdarahan vagina yang tidak diketahui,
sedang menderita infeksi alat genital (vaginitis, servisitis), tiga bulan terakhir sedang
mengalami atau sering menderita PRP atau abortus septik, penyakit trofoblas yang
ganas, diketahui menderita TBC pelvik, kanker alat genital, ukuran rongga rahim
kurang dari 5 cm
EPO. (2008). Alat Kontrasepsi Dalam Rahim atau Intra Uterine Device (IUD). Diambil pada tanggal 20 Mei 2008 dari
http://pikas.bkkbn.go.id/jabar/program_detail.php?prgid=2
KB: Metode IUD
Definisi
Menutup tuba falopii (mengikat dan
memotong atau memasang cincin),
sehingga sperma tidak dapat bertemu
dengan ovum
oklusi vasa deferens sehingga alur
transportasi sperma terhambat dan
proses fertilisasi tidak terjadi

Efek Samping
Nyeri pasca operasi

Kerugian
Infertilitas bersifat permanen
KB: Metode Alami
Menghitung masa subur
Periode: (siklus menstruasi terpendek 18) dan (siklus menstruasi terpanjang -
11)
Menggunakan 3 6 bulan siklus menstruasi

Mengukur suhu basal


tubuh (pagi hari)
Saat ovulasi: suhu tubuh
akan meningkat 1-2 C
KB: Kontrasepsi Darurat
Fungsi
Mencegah kehamilan yang tidak diinginkan
Bukan sebagai pil penggugur kandungan
Cara kerja Kondar adalah fisiologis, sehingga tidak mempengaruhi kesuburan
dan siklus haid yang akan datang
Efek samping ringan dan berlangsung singkat
Tidak ada pengaruh buruk di kemudian hari pada organ sistem reproduksi dan
organ tubuh lainnya. (Hanafi, 2004)

Indikasi
Kesalahan penggunaan kontrasepsi
Wanita korban perkosaan kurang dari 72 jam

Metode Menggunakan Mini Pill


Dosis pertama diminum dalam kurang dari 72 jam minum 1 pil
Dilanjutkan dengan dosis kedua diminum 1 pil dari 12 jam setelah dosis awal
KB: Kontrasepsi Pasca Persalinan

Pada klien yang tidak menyusui, masa infertilitas


rata-rata sekitar 6 minggu
Pada klien yang menyusui, masa infertilitas lebih
lama, namun, kembalinya kesuburan tidak dapat
diperkirakan
Metode yang langsung dapat digunakan adalah :
Spermisida
Kondom
Koitus Interuptus
KB: Kontrasepsi Pasca Persalinan
Metode Waktu Pascapersalinan Ciri Khusus Catatan

MAL Mulai segera Manfaat kesehatan bagi ibu Harus benar-benar ASI eksklusif
dan bayi Efektivitas berkurang jika sudah
mulai suplementasi

Kontrasepsi Jangan sebelum 6-8mg Akan mengurangi ASI Merupakan pilihan terakhir bagi
Kombinasi pascapersalinan Selama 6-8mg pascapersalinan klien yang menyusui
Jika tidak menyusui mengganggu tumbuh Dapat diberikan pada klien dgn
dapat dimulai 3mg kembang bayi riw.preeklamsia
pascapersalinan Sesudah 3mg pascapersalinan
akan meningkatkan resiko
pembekuan darah

Kontrasepsi Bila menyusui, jangan Selama 6mg pertama Perdarahan ireguler dapat
Progestin mulai sebelum 6mg pascapersalinan, progestin terjadi
pascapersalinan mempengaruhi tumbuh
Bila tidak menyusui kembang bayi
dapat segera dimulai Tidak ada pengaruh pada ASI
AKDR Dapat dipasang Tidak ada pengaruh terhadap Insersi postplasental
langsung ASI memerlukan petugas terlatih
pascapersalinan Efek samping lebih sedikit khusus
pada klien yang menyusui
Kondom/Sper Dapat digunakan setiap Tidak pengaruh terhadap laktasi Sebaiknya dengan kondom dengan
misida saat pascapersalinan pelicin
KB: Kontrasepsi Pasca Persalinan

Metode Waktu Ciri Khusus Catatan


Pascapersalinan
Diafragma Tunggu sampai Tidak ada Perlu pemeriksaan
6mg pengaruh dalam oleh petugas
pascapersalinan terhadap laktasi

KB Tidak dianjurkan Tidak ada Suhu basal tubuh


Alamiah sampai siklus pengaruh kurang akurat jika
haid kembali terhadap laktasi klien sering
teratur terbangun malam
untuk menyusui
KB: Usia > 35 Tahun
Metode Catatan

Pil/suntik Tidak untuk perokok


Kombinasi Dapat digunakan sebagai terapi sulih hormon pada masa
perimenopause
Kontrasepsi Dapat digunakan pada masa perimenopause (40-50 tahun)
Progestin (implan, Dapat untuk perokok
pil, suntikan) Implan cocok untuk kontrasepsi jangka panjang yang belum
siap dengan kontap
AKDR Tidak terpapar pada infeksi saluran reproduksi dan IMS
Sangat efektif, tidak perlu tindak lanjut, efek jangka panjang
Kondom Satu-satunya metode kontrasepsi yang dapat mencegah
infeksi saluran reproduksi dan IMS
Perlu motivasi tinggi bagi pasangan untuk mencegah
kehamilan
Kontrasepsi Benar-benar tidak ingin tambahan anak lagi
Mantap
70. Abortus
Definisi: Ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup
di luar kandungan pada kehamilan < 20 minggu atau berat janin < 500 gram
Klasifikasi:

Diagnosis dengan bantuan USG


Perdarahan pervaginam (bercak hingga berjumlah banyak)
Perut nyeri & kaku
Pengeluaran sebagian produk konsepsi
Serviks dapat tertutup/ terbuka
Ukuran uterus lebih kecil dari yang seharusnya

Faktor Predisposisi Abortus Spontan


Faktor dari janin: kelainan genetik (kromosom)
Faktor dari ibu: infeksi, kelainan hormonal (hipotiroidisme, DM), malnutrisi, obat-
obatan, merokok, konsumsi alkohol, faktor immunologis & defek anatomis seperti
uterus didelfis, inkompetensia serviks, dan sinekhiae uteri karena sindrom
Asherman
Faktor dari ayah: Kelainan sperma

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Jenis Abortus
Dua jenis abortus
Abortus spontan dan abortus provokatus

Abortus spontan
terjadi tanpa tindakan mekanis atau medis, disebut juga
keguguran (miscarriage)

Abortus provokatus
Sengaja sengaja dilakukan tindakan (Cunningham
dkk.,2010)
Abortus Provokatus: Bentuk
Abortus provokatus medisinalis
Dilakukan atas dasar indikasi vital
Tindakan harus disetujui oleh tiga orang dokter yang merawat ibu
hamil (Dokter yang sesuai dengan indikasi penyakitnya, Dokter
anestesi, Dokter ahli Obstetri dan Ginekologi)
Indikasi vital
Penyakit ginjal, jantung, penyakit paru berat, DM berat,
karsinoma

Abortus provokatus kriminalis


Tenaga yang tidak terlatih sering menimbulkan trias
komplikasi: perdarahan, trauma alat genitalia/jalan lahir, infeksi
hingga syok sepsis
PERDARAHA BESAR
DIAGNOSIS SERVIKS GEJALA LAIN
N UTERUS
Tes kehamilan +
Sesuai usia
Abortus imminens Sedikit-sedang Tertutup lunak Nyeri perut
kehamilan
Uterus lunak

Sesuai atau lebih Nyeri perut >>


Abortus insipiens Sedang-banyak Terbuka lunak
kecil Uterus lunak

Nyeri perut >>


Lebih kecil dari usia
Abortus inkomplit Sedikit-banyak Terbuka lunak Jaringan +
kehamilan
Uterus lunak

Sedikit atau tanpa


Tertutup atau Lebih kecil dari usia nyeri perut
Abortus komplit Sedikit-tidak ada
terbuka lunak kehamilan Jaringan keluar
Uterus kenyal

Perdarahan Membesar, nyeri Demam


Abortus septik Lunak
berbau tekan leukositosis
Tidak terdapat gejala
nyeri perut
Lebih kecil dari usia
Missed abortion Tidak ada Tertutup Tidak disertai
kehamilan
ekspulsi jaringan
konsepsi
Abortus Imminens Abortus Insipiens Abortus Inkomplit

Abortus Komplit Missed Abortion


Abortus: Tatalaksana Umum
Bila terdapat tanda-tanda sepsis atau dugaan abortus
dengan komplikasi, berikan kombinasi antibiotika sampai
ibu bebas demam untuk 48 jam:

Ampicillin 2 g IV/IM kemudian 1 g diberikan setiap 6 jam


Gentamicin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam
Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam
Segera rujuk ibu ke rumah sakit
Semua ibu yang mengalami abortus perlu mendapat
dukungan emosional dan konseling kontrasepsi pasca
keguguran
Lakukan tatalaksana selanjutnya sesuai jenis abortus
Tatalaksana
Abortus Imminens Abortus Insipiens

Pertahankan kehamilan. Evakuasi isi uterus


Tidak perlu pengobatan khusus. Lakukan pemantauan pasca
Jangan melakukan aktivitas fisik tindakan/30 menit selama 2
berlebihan atau hubungan jam. Bila kondisi ibu baik,
seksual pindahkan ibu ke ruang rawat.
Jika perdarahan berhenti, Pemeriksaan PA jaringan
pantau kondisi ibu selanjutnya Evaluasi tanda vital, perdarahan
pada pemeriksaan antenatal pervaginam, tanda akut
(kadar Hb dan USG panggul abdomen, dan produksi urin
serial setiap 4 minggu) setiap 6 jam selama 24 jam.
Jika perdarahan tidak berhenti, Periksa kadar Hb setelah 24 jam.
nilai kondisi janin dengan USG. Bila hasil pemantauan baik dan
Nilai kemungkinan adanya kadar Hb >8 g/dl, ibu dapat
penyebab lain. diperbolehkan pulang.
Tatalaksana
Abortus Inkomplit Abortus Komplit
Evakuasi isi uterus (dengan jari atau Tidak diperlukan evakuasi lagi.
AVM)
Konseling untuk memberikan
Kehamilan > 16 minggu infus 40 IU
dukungan emosional dan
oksitosin dalam 1 liter NaCl 0,9% atau RL
dengan kecepatan 40 tpm untuk menawarkan KB pasca keguguran.
membantu pengeluaran hasil konsepsi. Observasi keadaan ibu.
Evaluasi tanda vital pasca tindakan Apabila terdapat anemia sedang,
setiap 30 menit selama 2 jam. Bila berikan tablet sulfas ferosus 600
kondisi ibu baik, pindahkan ibu ke ruang
rawat. mg/hari selama 2 minggu, jika
Pemeriksaan PA jaringan
anemia berat berikan transfusi darah.
Evaluasi tanda vital, perdarahan Evaluasi keadaan ibu setelah 2
pervaginam, tanda akut abdomen, dan minggu.
produksi urin/6 jam selama 24 jam.
Periksa kadar hemoglobin setelah 24
jam. BIla hasil pemantauan baik dan
kadar Hb >8 g/dl, ibu dapat
diperbolehkan pulang.
Missed Abortion: Tatalaksana
Usia Kehamilan:
<12 minggu: evakuasi dengan AVM atau sendok kuret.
Antara 12-16 minggu: pastikan serviks terbuka, bila perlu lakukan
pematangan serviks sebelum dilakukan dilatasi dan kuretase. Lakukan
evakuasi dengan tang abortus dan sendok kuret.
16-22 minggu: Lakukan pematangan serviks. Lakukan evakuasi dengan
infus oksitosin 20 U dalam 500 ml NaCl 0,9%/RL dengan kecepatan 40 tpm
hingga terjadi ekspulsi hasil konsepsi

Evaluasi tanda vital pasca tindakan setiap 30 menit selama 2 jam. Bila
kondisi ibu baik, pindahkan ibu ke ruang rawat

Pemeriksaan PA jaringan

Evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut abdomen, dan


produksi urin setiap 6 jam selama 24 jam. Periksa kadar Hb setelah 24
jam. Bila hasil pemantauan baik dan kadar Hb >8 g/dl, ibu dapat
diperbolehkan pulang.

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
71. Palpasi Leopold
1. Leopold I: Mengetahui letak fundus uteri dan bagian lain yang terdapat pada
bagian fundus uteri

2. Leopold II: Menentukan punggung dan bagian kecil janin di sepanjang sisi
maternal

3. Leopold III: Membedakan bagian persentasi dari janin dan sudah masuk dalam
pintu panggul

4. Leopold IV: Mengetahui sejauh mana bagian presentasi sudah masuk PAP dan
Memberikan informasi tentang bagian presentasi: bokong atau
kepala,sikap/attitude, (fleksi atau ekstensi), dan station (penurunan bagian
presentasi)
72. Hemorrhagia Post Partum

Etiologi (4T dan I) Pemeriksaan

Tone (tonus) atonia uteri Palpasi uterus


Bagaimana kontraksi uterus dan tinggi
fundus uterus.
Trauma trauma traktus Memeriksa plasenta dan ketuban:
lengkap atau tidak.
genital Melakukan eksplorasi kavum uteri
untuk mencari :
Sisa plasenta dan ketuban.
Tissue (jaringan)- retensi Robekan rahim.
plasenta Plasenta suksenturiata.
Inspekulo :
untuk melihat robekan pada serviks,
Thrombin koagulopati vagina dan varises yang pecah.
Pemeriksaan laboratorium :
periksa darah, hemoglobin, clot
Inversio Uteri observation test (COT), dan lain-lain.
Hemorrhagia Post Partum: Definisi
Definisi Lama
Kehilangan darah > 500 mL setelah persalinan pervaginam
Kehilangan darah > 1000 mL setelah persalinan sesar (SC)

Definisi Fungsional
Setiap kehilangan darah yang memiliki potensial untuk
menyebabkan gangguan hemodinamik

Insidens
5% dari semua persalinan
Hemorrhagia Post Partum: Diagnosis
G E J A L A D A N TA N D A G E J A L A & TA N D A Y A N G DIAGNOSIS
YA N G S E L A L U A D A KADANG-KADANG ADA
Uterus tidak berkontraksi dan lembek Syok Atonia uteri
Perdarahan setelah anak lahir (perdarahan
pascapersalinan primer)

Perdarahan segera Pucat Robekan jalan


Darah segar yang mengalir segera setelah bayi Lemah lahir
lahir Menggigil
Uterus kontraksi baik
Plasenta lengkap

Plasenta belum lahir setelah 30 menit Tali pusat putus akibat traksi Retensio plasenta
Perdarahan segera (P3) berlebihan
Uterus kontraksi baik Inversio uteri akibat tarikan
Perdarahan lanjutan

Plasenta atau sebagian selaput (mengandung Uterus berkontaksi tetapi tinggi Tertinggalnya
pembuluh darah) tidak lengkap fundus tidak berkurang sebagian plasenta
Perdarahan segera (kontraksi hilang-timbul)
Hemorrhagia Post Partum: Diagnosis
GEJALA DAN
G E J A L A D A N TA N D A TA N D A YA N G
DIAGNOSIS
YA N G S E L A L U A D A KADANG-KADANG
ADA
Uterus tidak teraba Syok neurogenik Inversio uteri
Lumen vagina terisi massa Pucat dan limbung
Tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir)
Perdarahan segera
Nyeri sedikit atau berat

Sub-involusi uterus Anemia Perdarahan


Nyeri tekan perut bawah Demam terlambat
Perdarahan > 24 jam setelah persalinan. Perdarahan Endometritis atau
sekunder atau P2S. Perdarahan bervariasi (ringan atau sisa plasenta
berat, terus menerus atau tidak teratur) dan berbau (terinfeksi atau
(jika disertai infeksi) tidak)

Perdarahan segera (Perdarahan intraabdominal dan / Syok Robekan dinding


atau pervaginam Nyeri tekan perut uterus (Ruptura
Nyeri perut berat atau akut abdomen Denyut nadi ibu cepat uteri
HPP: Tatalaksana

2 komponen utama:
1. Tatalaksana
perdarahan
obstetrik dan
kemungkinan syok
hipovolemik
2. Identifikasi dan
tatalaksana
penyebab utama
Atonia Uteri: Faktor Risiko
Uterus overdistensi (makrosomia, kehamilan kembar,
hidramnion atau bekuan darah)
Induksi persalinan
Penggunaan agen anestetik (agen halogen atau
anastesia dengan hipotensi)
Persalinan lama
Korioamnionitis
Persalinan terlalu cepat
Riwayat atonia uteri sebelumnya

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Masase uterus segera setelah plasenta lahir (15 detik) ATONIA
UTERI:
TATALAKSANA
kompresi bimanual interna maks 5 menit

Identifikasi sumber
Jika terus berdarah, Kompresi bimanual eksterna + perdarahan lain
infus 20 IU oksitosin dalam 500 ml NS/RL 40 tpm Laserasi jalan
Infus untuk restorasi cairan & jalur obat esensial, kemudian
lahir
lanjutkan KBI
Hematoma
parametrial
Tidak berhasil Ruptur uteri
Inversio uteri
Sisa fragmen
plasenta
Rujuk; Selama perjalanan Kompresi
bimanual eksterna
Berhasil Kompresi aorta abdominalis
Tekan segmen bawah atau aorta
abdominalis; lanjutkan infus infus 20 IU
oksitosin dalam 500 ml NS/RL/ jam

Terkontrol Ligasi a. uterina & ovarika Perdarahan masih

Transfusi Rawat & Observasi HISTEREKTOMI Transfusi


Atonia Uteri: Terapi
Atonia Uteri - Bimanual Massage
Hemorrhagia Post Partum: Inversio Uteri
Etiologi
Tonus otot rahim lemah
Tekanan/tarikan pada fundus (tekanan intraabdominal, tekanan
dengan tangan, tarikan pada tali pusat)
Kanalis servikalis yang longgar

Jenis
Complete: fundus uteri terdapat dalam vagina dengan selaput
lendirnya berada diluar
Incomplete: fundus hanya menekuk ke dalam dan tidak keluar
ostium uteri

Bila uterus yang berputar balik keluar dari vulva: inversio prolaps
Hemorrhagia Post Partum: Inversio Uteri
Gejala
Syok
Fundus uteri tidak teraba/ teraba lekukan
Kadang tampak massa merah di vulva atau teraba massa dalam
vagina dengan permukaan kasar
Perdarahan

Terapi
Atasi syok
Reposisi dalam anestesi
Bila plasenta belum lepas: reposisi uterus baru dilepaskan karena
dapat memicu perdarahan >>
Inversio Uteri: Terapi
Replacement of Inverted Uterus
Retensio plasenta
Plasenta atau bagian-
bagiannya dapat tetap
berada dalam uterus
setelah bayi lahir

Sebab: plasenta belum


lepas dari dinding uterus
atau plasenta sudah lepas
tetapi belum dilahirkan

Plasenta belum lepas:


kontraksi kurang kuat atau
plasenta adhesiva (akreta,
inkreta, perkreta)
Sisa Plasenta
Etiologi
His kurang baik, tindakan pelepasan
plasenta yang salah, plasenta akreta,
atonia uteri

Tanda dan Gejala


Perdarahan dari rongga rahim setelah
plasenta lahir, dapat segera atau
tertunda
Uterus tidak dapat berkontraksi
secara efektif
Plasenta yang keluar tidak
utuh/tercerai berai

Penanganan
Pengeluaran plasenta secara manual
Kuretase
Uterotonika
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/150/jtptunimus-gdl-fujifatmaw-7485-2-babii.pdf
Retensio plasenta: Terapi
Posisi Plasenta
Terlihat dalam vagina, minta ibu mengedan
Plasenta dapat teraba dalam vagina keluarkan

Pastikan kandung kemih kosong kateterisasi bila perlu

Jika plasenta belum keluar berikan oksitosin 10 unit IM

Jika plasenta belum dilahirkan setelah 30 menit pemberian


oksitosin dan uterus terasa berkontraksi, lakukan penarikan tali
pusat terkendali

Jika traksi tarikan tali pusat terkendali belum berhasil, cobalah


untuk mengeluarkan plasenta secara manual

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Hemorrhagia Post Partum: Medikamentosa
73. Hipertensi pada Kehamilan:
Patofisiologi
Faktor Risiko
Kehamilan pertama
Kehamilan dengan vili
korionik tinggi (kembar
atau mola)
Memiliki penyakit KV
sebelumnya
Terdapat riwayat
genetik hipertensi
dalam kehamilan

Cunningham FG, et al. Williams obstetrics. 22nd ed. McGraw-Hill.


Hipertensi pada Kehamilan: Jenis

Hipertensi Kronik
Hipertensi Gestasional
Pre Eklampsia Ringan
Pre Eklampsia Berat
Superimposed Pre Eklampsia
HELLP Syndrome
Eklampsia

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Hipertensi Kronik

Definisi
Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul dari sebelum
kehamilan dan menetap setelah persalinan

Diagnosis
Tekanan darah 140/90 mmHg
Sudah ada riwayat hipertensi sebelum hamil, atau
diketahui adanya hipertensi pada usia kehamilan <20
minggu
Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin)
Dapat disertai keterlibatan organ lain, seperti mata,
jantung, dan ginjal

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Hipertensi Kronik: Tatalaksana
Sebelum hamil sudah diterapi & terkontrol baik, lanjutkan pengobatan

Sistolik >160 mmHg/diastolik > 110 mmHg antihipertensi

Proteinuria/ tanda-tanda dan gejala lain, pikirkan superimposed


preeklampsia dan tangani seperti preeklampsia

Suplementasi kalsium 1,5-2 g/hari dan aspirin 75 mg/hari mulai dari usia
kehamilan 20 minggu

Pantau pertumbuhan dan kondisi janin


Jika tidak ada komplikasi, tunggu sampai aterm
Jika DJJ <100 kali/menit atau >180 kali/menit, tangani seperti gawat janin
Jika terdapat pertumbuhan janin terhambat, pertimbangkan terminasi
kehamilan

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Hipertensi Gestasional
Definisi
Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul setelah kehamilan 20 minggu dan
menghilang setelah persalinan
Diagnosis
TD 140/90 mmHg
Tidak ada riwayat hipertensi sebelum hamil, tekanan darah normal di
usia kehamilan <12 minggu
Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin)
Dapat disertai tanda dan gejala preeklampsia, seperti nyeri ulu hati dan
trombositopenia
Tatalaksana Umum
Pantau TD, urin (untuk proteinuria), dan kondisi janin setiap minggu.
Jika tekanan darah meningkat, tangani sebagai preeklampsia ringan
Jika kondisi janin memburuk atau terjadi pertumbuhan janin terhambat,
rawat untuk penilaian kesehatan janin.
Beri tahu pasien dan keluarga tanda bahaya dan gejala preeklampsia dan
eklampsia.
Jika tekanan darah stabil, janin dapat dilahirkan secara normal.

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Pre Eklampsia & Eklampsia
Preeklampsia Ringan
Tekanan darah 140/90 mmHg pada usia kehamilan > 20 minggu
Tes celup urin menunjukkan proteinuria 1+ atau pemeriksaan
protein kuantitatif menunjukkan hasil >300 mg/24 jam

Preeklampsia Berat
Tekanan darah >160/110 mmHg pada usia kehamilan >20 minggu
Tes celup urin menunjukkan proteinuria 2+ atau pemeriksaan
protein kuantitatif menunjukkan hasil >5 g/24 jam; atau disertai
keterlibatan organ lain:
Trombositopenia (<100.000 sel/uL), hemolisis mikroangiopati
Peningkatan SGOT/SGPT, nyeri abdomen kuadran kanan atas
Sakit kepala , skotoma penglihatan
Pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion
Edema paru dan/atau gagal jantung kongestif
Oliguria (< 500ml/24jam), kreatinin > 1,2 mg/dl

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Pre Eklampsia & Eklampsia
Superimposed preeklampsia pada hipertensi kronik
Ibu dengan riwayat hipertensi kronik (sudah ada sebelum
usia kehamilan 20 minggu)
Tes celup urin menunjukkan proteinuria >+1 atau
trombosit <100.000 sel/uL pada usia kehamilan > 20
minggu

Eklampsia
Kejang umum dan/atau koma
Ada tanda dan gejala preeklampsia
Tidak ada kemungkinan penyebab lain (misalnya epilepsi,
perdarahan subarakhnoid, dan meningitis)

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Pre Eklampsia & Eklampsia: Tatalaksana
Tatalaksana umum
Semua ibu dengan preeklampsia maupun eklampsia harus dirawat masuk
rumah sakit

Pertimbangkan persalinan atau terminasi kehamilan


PEB + janin belum viable/ tidak akan viable dalam 1-2 minggu induksi
PEB + janin sudah viable namun usia kehamilan < 34 minggu manajemen
ekspektan dianjurkan bila tidak ada KI
PEB 34 - 37 minggu manajemen ekspektan boleh dianjurkan, asal tidak
terdapat HT yang tidak terkontrol, disfungsi organ ibu, dan gawat janin +
pengawasan ketat
PEB dengan kehamilan aterm persalinan dini dianjurkan
PER atau HT gestasional ringan dengan kehamilan aterm induksi

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Pre Eklampsia & Eklampsia: Tatalaksana
Antihipertensi
Ibu dengan HT berat perlu mendapat terapi anti HT
Ibu dengan terapi anti HT saat antenatal lanjutkan hingga
persalinan
Anti HT dianjurkan untuk HT berat pasca persalinan
DOC: nifedipin, nikardipin, dan metildopa
Kontra Indikasi: ARB inhibitor, ACE inhibitor dan klortiazid

Pemeriksaan penunjang tambahan


Hitung darah perifer lengkap
Golongan darah ABO, Rh, dan uji pencocokan silang
Fungsi hati (LDH, SGOT, SGPT)
Fungsi ginjal (ureum, kreatinin serum)
Fungsi koagulasi (PT, APTT, fibrinogen)
USG (terutama jika ada indikasi gawat janin atau pertumbuhan
janin terhambat)

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Pre Eklampsia & Eklampsia: Tatalaksana Khusus

Edema paru
Edema paru: sesak napas, hipertensi, batuk berbusa, ronki basah
halus pada basal paru pada ibu dengan PEB
Tatalaksana
Posisikan ibu dalam posisi tegak
Oksigen
Furosemide 40 mg IV
Bila produksi urin masih rendah (<30 ml/jam dalam 4 jam) pemberian
furosemid dapat diulang.
Ukur Keseimbangan cairan. Batasi cairan yang masuk

Sindrom HELLP (hemolysis, elevated liver enzymes,


low platelets) terminasi kehamilan

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Pre Eklampsia & Eklampsia: Kejang
Pencegahan dan Tatalaksana Kejang
Bila terjadi kejang perhatikan prinsip ABCD
MgSO4
Eklampsia untuk tatalaksana kejang
PEB pencegahan kejang

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Syarat pemberian MgSO4: Terdapat refleks patella, tersedia
kalsium glukonas, napas> 16x/menit, dan jumlah urin
minimal 0,5 ml/kgBB/jam
74. Hipertensi pada Kehamilan: Kompikasi

Pada Ibu
Kejang (eklampsia)
HELLP Syndrome
Solusio plasenta

Pada Janin
PJT akibat penurunan perfusi ke uterus dan
plasenta
Oligohidramnion
Oksigenasi fetal rendah dampak neurologis

http://emedicine.medscape.com/article/253960-overview
75. Kala Persalinan
PERSALINAN dipengaruhi 3 PEMBAGIAN FASE / KALA
FAKTOR P UTAMA PERSALINAN
1. Power Kala 1
His (kontraksi ritmis otot polos Pematangan dan pembukaan
uterus), kekuatan mengejan ibu, serviks sampai lengkap (kala
keadaan kardiovaskular respirasi pembukaan)
metabolik ibu. Kala 2
2. Passage Pengeluaran bayi (kala
Keadaan jalan lahir pengeluaran)
Kala 3
3. Passanger Pengeluaran plasenta (kala uri)
Keadaan janin (letak, presentasi, Kala 4
ukuran/berat janin, ada/tidak Masa 1 jam setelah partus,
kelainan anatomik mayor) terutama untuk observasi
(++ faktor2 P lainnya :
psychology, physician, position)
Kala Persalinan: Sifat HIS
Kala 1 awal (fase laten)
Tiap 10 menit, amplitudo 40 mmHg, lama 20-30 detik. Serviks terbuka sampai 3 cm
Frekuensi dan amplitudo terus meningkat

Kala 1 lanjut (fase aktif) sampai kala 1 akhir


Terjadi peningkatan rasa nyeri, amplitudo makin kuat sampai 60 mmHg, frekuensi 2-4
kali / 10 menit, lama 60-90 detik (frekuensi setidaknya 2x/10 menit dan lama minimal
40 ). Serviks terbuka sampai lengkap (+10cm).

Kala 2
Amplitudo 60 mmHg, frekuensi 3-4 kali / 10 menit.
Refleks mengejan akibat stimulasi tekanan bagian terbawah menekan anus dan rektum

Kala 3
Amplitudo 60-80 mmHg, frekuensi kontraksi berkurang, aktifitas uterus menurun.
Plasenta dapat lepas spontan dari aktifitas uterus ini, namun dapat juga tetap
menempel (retensio) dan memerlukan tindakan aktif (manual aid).
Kala Persalinan: Kala I
Fase Laten
Pembukaan sampai mencapai 3 cm (8 jam)

Fase Aktif
Pembukaan dari 3 cm sampai lengkap (+ 10 cm), berlangsung
sekitar 6 jam
Fase aktif terbagi atas :
1. Fase akselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 3 cm sampai 4
cm.
2. Fase dilatasi maksimal (sekitar 2 jam), pembukaan 4 cm
sampai 9 cm.
3. Fase deselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 9 cm sampai
lengkap (+ 10 cm).
Kala Persalinan: Kala II
Dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan
berakhir dengan lahirnya bayi

Gejala dan tanda kala II persalinan


Dor-Ran Ibu merasakan ingin meneran bersamaan dengan
terjadinya kontraksi
Tek-Num Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada
rektum dan/atau vagina
Per-Jol Perineum menonjol
Vul-Ka Vulva-vagina dan sfingter ani membuka
Meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah

Tanda pasti kala II ditentukan melalui periksa dalam


(informasi objektif)
Pembukaan serviks telah lengkap, atau
Terlihatnya bagian kepala bayi melalui introitus vagina
Kala Persalinan: Kala III
Dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya
plasenta dan selaput ketuban

Tanda pelepasan plasenta


Semburan darah dengan tiba-tiba: Karena penyumbatan
retroplasenter pecah saat plasenta lepas
Pemanjangan tali pusat: Karena plasenta turun ke segmen
uterus yang lebih bawah atau rongga vagina
Perubahan bentuk uterus dari diskoid menjadi globular
(bulat): Disebabkan oleh kontraksi uterus
Perubahan dalam posisi uterus, yaitu uterus didalam
abdomen: Sesaat setelah plasenta lepas TFU akan naik, hal ini
disebabkan oleh adanya pergerakan plasenta ke segmen
uterus yang lebih bawah
(Depkes RI. 2004. Buku Acuan Persalinan Normal. Jakarta: Departemen Kesehatan)
Manajemen Aktif Kala III

Peregangan Tali Massase


Uterotonika Pusat Terkendali Uterus
1 menit setelah bayi Tegangkan tali pusat ke arah Letakkan telapak
lahir bawah sambil tangan yang tangan di fundus
Oksitosin 10 unit IM di lain mendorong uterus ke masase dengan
sepertiga paha atas arah dorso-kranial secara gerakan melingkar
bagian distal lateral hati-hati secara lembut hingga
Dapat diulangi setelah uterus berkontraksi
15 menit jika plasenta (fundus teraba keras).
belum lahir
Pelepasan Plasenta

Pelepasan mulai pada pinggir plasenta. Darah mengalir keluar


antara selaput janin dan dinding rahim, jadi perdarahan sudah ada
sejak sebagian dari placenta terlepas dan terus berlangsung sampai
seluruh placenta lepas.

Terutama terjadi pada placenta letak rendah


Pelepasan Plasenta

Pelepasan dimulai pada bagian tengah placenta hematoma retroplacenter


plasenta terangkat dari dasar Placenta dengan hematom di atasnya jatuh
ke bawah menarik lepas selaput janin.

Bagian placenta yang nampak dalam vulva: permukaan foetal tidak ada
perdarahan sebelum placenta lahir atau sekurang-kurangnya terlepas
seluruhnya plasenta terputar balik darah sekonyong-konyong mengalir.
76. Kriteria Diagnosis untuk Gangguan proses Persalinan
Friedman: membagi masalah pada fase aktif menjadi 2
protraction (perpanjangan) serta arrest (terhenti)

Protraction (perpanjangan) fase aktif


Laju yang lambat dari dilatasi serviks atau desensus; dimana pada
Nulipara : < 1,2 cm/jam atau desensus yang <1 cm/jam
Multipara: < 1,5 cm/jam atau desensus yang <2 cm/jam

Arrest: penghentian dari dilatasi maupun desensus


Arrest of dilatasi: 2 jam tanpa perubahan dilatasi serviks
Arrest of descent: 1 jam tanpa desensus
Gangguan Proses Persalinan:
Fase Aktif Memanjang
DE F I NI SI
Laju pembukaan yang tidak adekuat setelah
persalinan aktif didiagnosis

Diagnosis Laju Pembukaan Tidak Adekuat Bervariasi


< 1 cm/jam selama sekurang-kurangnya 2 jam setelah kemajuan
persalinan

< 1,2 cm/jam pada primigravida dan < 1,5 cm per jam pada
multipara

> 12 jam sejak pembukaan 4 cm sampai pembukaan lengkap


(rata-rata 0,5 cm per jam)
http://www.obgyn-rscmfkui.com/berita.php?id=234
Etiologi: Distosia ec. Kelainan Tenaga
His Normal: mulai dari fundus menjalar ke korpus, dominasi di fundus
dan disertai relaksasi yang merata

Jenis Kelainan His


Inersia Uteri (Kontraksi Uterus Hipotonik)
His lemah, pendek, jarang tidak adekuat untuk mebuka serviks dan mendorong
janin
His terlalu kuat (Kontraksi Uterus Hipertonik)
His terlalu kuat dan terlalu efisien sehingga persalinan terlalu cepat
Incoordinate uterine contraction
Tidak ada koordinasi antara kotraksi bagian atas, tengah dan bawah; tidak ada
dominasi fundus

Faktor predisposisi
Primigravida, terutama primi tua
Kelainan letak janin/disporposi fetopelviks
Peregangan rahim yang berlebihan: gemeli, hidramnion
HIS NORMAL
Selama kehamilan: kontraksi ringan (Braxton-Hicks)
Kehamilan > 30 minggu: kontraksi lebih sering
Kehamilan > 36 minggu: kontraksi lebih meningkat dan lebih kuat

Awal Kala I
Tiap 10 menit sekali, lama 20-40 detik
Selama Kala I
Meningkat 2-4 kali/10 menit, lama 60-90 detik
Kala II
4-5 kali/10 menit, lama 90 detik, disertai periode relaksasi

Pemantauan Manual
Pantau his selama 10 menit, telapak tangan ditelakkan di fundus untuk
mengetahui kekuatan dan lama kontraksi
Pantau DJJ dan lihat tanda-tanda hipoksia
Lakukan pencatatan pada partograf
Fase Aktif Memanjang: Gejala dan Tanda
Kontraksi melemah, sehingga menjadi kurang kuat, lebih
singkat dan/atau lebih jarang, atau

Kualitas kontraksi tetap sama seperti semula, tidak


mengalami kemajuan ataupun melemah

Wanita terus mengkoping dengan cara yang sama


selama berjam-jam, atau menyadari persalinan lebih
mudah untuk dikendalikan

Pada pemeriksaan vaginal, serviks tidak mengalami


perubahan

http://www.obgyn-rscmfkui.com/berita.php?id=234
Inersia Uteri: Tatalaksana
1. Periksa keadaan serviks, presentasi dan posisi janin, turunnya bagian
terbawah janin dan keadaan janin

2. Bila kepala sudah masuk PAP, anjurkan pasien untuk jalan-jalan

3. Buat rencana untuk menentukan sikap dan tindakan yang akan


dikerjakan misalnya pada letak kepala :
a. Oksitosin drips 5-10 IU dalam 500 cc dextrose 5%, dimulai dengan 12 tpm,
dinaikkan 10-15 menit sampai 40-50 tpm. Tujuan: agar serviks dapat
membuka
b. Bila his tidak >> kuat setelah pemberian oksitosin stop istirahat
Pada malam hari berikan obat penenang (valium 10 mg) ulang lagi
pemberian oksitosin drips
a. Bila inersia uteri + CPD seksio sesaria
b. Bila semula his kuat inersia uteri sekunder, ibu lemah, dan partus telah
berlangsung lebih dari 24 jam (primi) dan 18 jam (multi) oksitosin drips
tidak berguna Selesaikan partus sesuai dengan hasil pemeriksaan dan
indikasi obstetrik lainnya (Ekstrasi vakum, forcep dan seksio sesaria)
Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO
77. Induksi & Akselerasi Persalinan
Definisi
Induksi: upaya menstimulasi uterus untuk memulai persalinan
Augmentasi atau akselerasi: meningkatkan frekuensi, lama, dan
kekuatan kontraksi uterus dalam persalinan. (Saifuddin, 2002)

Indikasi (Oxford, 2013)


KPD, kehamilan lewat waktu, oligohidramnion, korioamnionitis,
PEB, hipertensi akibat kehamilan, IUFD) dan PJT, insufisiensi
plasenta, perdarahan antepartum, dan umbilical abnormal arteri
doppler

Kontraindikasi (Cunningham, 2013 & Winkjosastro, 2002)


CPD, plasenta previa, gamelli, polihidramnion, riwayat sectio
caesar klasik, malpresentasi atau kelainan letak, gawat janin, vasa
previa, hidrosefalus, dan infeksi herpes genital aktif
a
Proses Induksi/Akselerasi
Kimia
Prostaglandin E2 (PGE2) gel atau pesarium
Prostaglandin E1 (PGE1): misoprostol atau cytotec tab 100-
200 mcg
Oksitosin IV
Protokol dosis rendah (1 4 mU/menit) atau dosis tinggi (6 40
mU/menit)

Mekanik
Kateter Transservikal (Kateter Foley)
Dilator Servikal Higroskopik (Batang Laminaria)
Stripping membrane
Induksi Amniotomi
Stimulasi putting susu
Bishop Score
http://perinatology.com/calculators/Bishop%20Score%20Calculator.htm
Menilai kematangan serviks, keberhasilan induksi, kemungkinan persalinan
pervaginam, dan memperkirakan kapan terjadi persalinan (normal)

Dilatasi/Pembukaan seviks
Skor 0 (0 cm) 3 (> 6 cm)
Penipisan serviks
Skor 0(0%) 3 (80-100% setipis kertas)
Station/Penurunan Kepala (Hodge)
Skor 0 (-3) 3 (+1 atau +2)
Konsistensi serviks
Keras sedang - lunak
Posisi Serviks
Kebelakang Searah sumbu jalan lahir kedepan
Bishop Score: Keterangan

Metode ini telah digunakan selama beberapa


tahun dan telah terbukti memuaskan
Nilai Bishop 6 bisa berhasil induksi dan
persalinan pervaginam
Seleksi pasien untuk induksi persalianan
dengan letak verteks
Dipakai pada multiparitas dan kehamilan 36
minggu atau lebih
78. Penyakit Trofoblastik Gestasional

WHO Classification

Malformations of the
Benign entities that
Malignant neoplasms chorionic villi that are
can be confused with
of various types of predisposed to
with these other
trophoblats develop trophoblastic
lesions
malignacies

Choriocarcinoma Hydatidiform moles Exaggerated placental site

Placental site
Complete Partial Placental site nodule
trophoblastic tumor

Epithilioid trophoblastic
tumors Invasive
Mola Hidatidosa

Definisi
Latin: Hidatid tetesan air, Mola Bintik

Mola Hidatidosa menunjukkan plasenta dengan


pertumbuhan abnormal dari vili korionik
(membesar, edem, dan vili vesikular dengan
banyak trofoblas proliferatif)
Mola Hidatidosa: Faktor Risiko

Usia ibu < 20 tahun atau > 35 tahun


Pernah mengalami kehamilan mola
sebelumnya
Risiko meningkat sesuai dengan jumlah
abortus spontan
Wanita dengan golongan darah A lebih
berpotensi menderita koriokarsinoma, tapi
bukan mola hidatidosa
Mola Hidatidosa: Faktor Risiko

Usia ibu < 20 tahun atau > 35 tahun


Pernah mengalami kehamilan mola
sebelumnya
Risiko meningkat sesuai dengan jumlah
abortus spontan
Wanita dengan golongan darah A lebih
berpotensi menderita koriokarsinoma, tapi
bukan mola hidatidosa
Mola Hidatidosa: Patogenesis & Sitogenesis
Complete Partial

Genetic
Constitution
Diploid Triploid/ tetraploid
4% 90% 10%
96%
Fertilization Triploid Tetraploid
Fertilization
of an empty fertilization of fertilization of
of an empty
ovum by two a normal a normal
ovum by one
sperms Patho-genesis ovum by two ovum by
sperms that
Diandric sperms three sperms
undergoes
dispermy Dispermic
duplication Trispermic
triploidy
Diandric triploidy
diploidy

69XXX
46XX Karyotype
46XX 69YXX
46XY
69YYX
Mola Hidatidosa: Manifestasi Klinis

TIPE KOMPLIT T I P E PA R S I A L
Perdarahan pervaginam Seperti tipe komplit hanya
setelah amenorea lebih ringan
Uterus membesar secara Biasanya didiagnosis
abnormal dan menjadi lunak sebagai aborsi inkomplit/
Hipertiroidism missed abortion
Kista ovarium lutein Uterus kecil atau sesuai usia
Hiperemesis dan pregnancy kehamilan
induced hypertension
Tanpa kista lutein
Peningkatan hCG 100,000
mIU/mL
Mola Hidatidosa: Hubungan dengan Hipertiroid

Hydatidiform Mole

Extremely high hCG level mimic TSH

Hyperthyroidism
Mola Hidatidosa: Diagnosis
Pemeriksaan kadar hCG
sangat tinggi, tidak sesuai usia
kehamilan

Pemeriksaan USG ditemukan


adanya gambaran vesikuler atau
badai salju
Komplit: badai salju
Partial: terdapat bakal janin dan
plasenta

Pemeriksaan Doppler tidak


ditemukan adanya denyut
jantung janin
Mola Hidatidosa:
Tatalaksana
79. Ginekologi
Jenis Keterangan
Kista Bartholin Kista pada kelenjar bartholin yang terletak di kiri-kanan bawah vagina,di
belakang labium mayor. Terjadi karena sumbatan muara kelenjar e.c trauma
atau infeksi
Kista Nabothi Terbentuk karena proses metaplasia skuamosa, jaringan endoserviks diganti
(ovula) dengan epitel berlapis gepeng. Ukuran bbrp mm, sedikit menonjol dengan
permukaan licin (tampak spt beras)

Polip Serviks Tumor dari endoserviks yang tumbuh berlebihan dan bertangkai, ukuran
bbrp mm, kemerahan, rapuh. Kadang tangkai panjang sampai menonjol dari
kanalis servikalis ke vagina dan bahkan sampai introitus. Tangkai
mengandung jar.fibrovaskuler, sedangkan polip mengalami peradangan
dengan metaplasia skuamosa atau ulserasi dan perdarahan.

Karsinoma Tumor ganas dari jaringan serviks. Tampak massa yang berbenjol-benjol,
Serviks rapuh, mudah berdarah pada serviks. Pada tahap awal menunjukkan suatu
displasia atau lesi in-situ hingga invasif.

Mioma Geburt Mioma korpus uteri submukosa yang bertangkai, sering mengalami nekrosis
dan ulserasi.
Kista Gartner
Etiologi
Suatu kista vagina yang disebabkan oleh sisa jaringan embrional (duktus
Wolffian)

Letak & Ukuran


Biasanya didapatkan di dinding anterolateral superior vagina.
Ukuran pada umumnya < 2cm, namun dapat berkembang hingga lebih
besar

Gejala & tanda


Bila ukuran kista besar: disuria, gatal,
dispareunia, nyeri pelvis, protusi dari vagina

Pemeriksaan
PA: Didapatkan epitelial kuboid yang selapis/
epitel batang pendek

Terapi: Drainase
http://journals.lww.com/em-news/Fulltext/2011/05000/Case_Report__Gartner_s_Duct_Cyst.15.aspx
KISTA BARTHOLIN
Kelenjar Bartholin: Kista Duktus Bartholin:
Bulat, kelenjar seukuran kacang Kista yang paling sering
terletak didalam perineum pintu
masuk vagina arah jam 5 & jam 7 Disebabkan oleh obstruksi
Normal: tidak teraba sekunder pada duktus akibat
Duktus: panjang 2 cm & terbuka inflamasi nonspesifik atau
pada celah antara selaput himen trauma
& labia minora di dinding lateral
posterior vagina Kebanyakan asimptomatik
Kista & Abses Bartholin: Terapi
Pengobatan tidak diperlukan pada wanita usia
< 40 tahun kecuali terinfeksi atau simptomatik
Simptomatik
Kateter Word selama 4-6 minggu
Marsupialization: Alternatif kateter Word, biasanya
dilakukan jika rekuren tidak boleh dilakukan bila
masih terdapat abses obati dulu dengan antibiotik
spektrum luas Kateter Word
Eksisi: bila tidak respon terhadap terapi sebelumnya
dilakukan bila tidak ada infeksi aktif, jarang dilakukan
karena menyebabkan disfigurasi
anatomis serta nyeri

Pada wanita > 40 tahun


Biopsi dilakukan untuk
menyingkirkan adenocarcinoma
kelenjar Bartholin
http://www.aafp.org/afp/2003/0701/p135.html
Kista Nabothi
Etiologi
Terjadi bila kelenjar
penghasil mukus di
permukaan serviks
tersumbat epitel skuamosa

Gejala & Tanda


Berbentuk seperti beras
dengan permukaan licin

Pemeriksaan
- Pemeriksaan pelvis, kadang dengan kolposkopi

Terapi: Bila simptomatik drainase


https://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001514.htm
80. Gangguan Menstruasi
Disorder Definition
Amenorrhea Primer Tidak pernah menstruasi setelah berusia 16 tahun, atau
berusia 14 tahun tanpa menstruasi sebelumnya dan tidak
terdapat tanda-tanda perkembangan seksual sekunder

Amenorrhea Tidak terdapat menstruasi selama 3 bulan apda wanita


Sekunder dengan sklus haid teratur, atau 9 bulan pada wanita dengan
siklus menstruasi tidak teratur
Oligomenorea Menstruasi yang jarang atau dengan perdarahan yang sangat
sedikit
Menorrhagia Perdarahan yang banyak dan memanjang pada interval
menstruasi yang teratur
Metrorrhagia Perdarahan pada interval yang tidak teratur, biasanya diantara
siklus
Menometrorrhagia Perdarahan yang banyak dan memanjang, lebih sering
dibandingkan dengan siklus normal
Gangguan Menstruasi: Diagnosis
Amenore Primer: Etiologi
Tertundanya menarke (menstruasi pertama)
Kelainan bawaan pada sistem kelamin (misalnya tidak memiliki
rahim atau vagina, adanya sekat pada vagina, serviks yang sempit,
lubang pada selaput yang menutupi vagina terlalu sempit/himen
imperforata)
Penurunan BB yang drastis (kemiskinan, diet berlebihan,
anoreksia nervosa, bulimia, dll)
Kelainan kromosom (misalnya sindroma Turner atau sindroma
Swyer) dimana sel hanya mengandung 1 kromosom X)
Obesitas yang ekstrim
Hipoglikemia
Amenore Sekunder: Etiologi

Kehamilan
Kecemasan akan kehamilan
Penurunan berat badan yang drastis
Olah raga yang berlebihan
Lemak tubuh kurang dari 15-17%
Mengkonsumsi hormon tambahan
Obesitas
Stres emosional
Algoritma Amenore Primer
Algoritma Amenore Sekunder
IKM &
FORENSIK
81. PENGGALIAN MAYAT
(EKSHUMASI)
Ekshumasi adalah pemeriksaan terhadap mayat
yang sudah dikuburkan dari dalam kuburannya
yang telah disahkan oleh hukum untuk
membantu peradilan.

Ekshumasi dilakukan atas perintah penyidik untuk


membuat terang dan jelas suatu perkara,
khususnya perkara pidana.

Dasar hukum: KUHAP pasal 135 dan 136.


Alasan Penyidik Memerintahkan Ekshumasi

Pada kasus penguburan mayat secara ilegal untuk


menyembunyikan kematian seseorang.

Pada kasus di mana penyebab kematian yang


tertera dalam surat kematian tidak jelas dan
menimbulkan pertanyaan.

Pada kasus di mana identitas mayat yang dikubur


perlu dibuktikan kebenarannya atau sebaliknya.
Ekshumasi

Wewenang penyidik
Tertulis (resmi)
Terhadap korban, bukan tersangka
Ada dugaan akibat peristiwa pidana
Bila mayat :
Identitas pada label
Jenis pemeriksaan yang diminta
Ditujukan kepada : ahli kedokteran forensik
Disaksikan oleh penyidik dan keluarga

Pengantar Medikolegal, Budi Sampurna


82. INFORMED CONSENT
Informed Consent adalah persetujuan tindakan
kedokteran yang diberikan oleh pasien atau keluarga
terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara
lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan
dilakukan terhadap pasien tersebut.

Menurut Lampiran SKB IDI No. 319/P/BA./88 dan


Permenkes no 585/Men.Kes/Per/IX/1989 tentang
Persetujuan Tindakan Medis Pasal 4 ayat 2
menyebutkan dalam memberikan informasi kepada
pasien / keluarganya, kehadiran seorang perawat /
paramedik lainnya sebagai saksi adalah penting.
Yang Berhak Memberikan Informed Consent

Pasien yang telah dewasa (21 tahun atau


sudah menikah, menurut KUHP) dan dalam
keadaan sadar.
Bila tidak memenuhi syarat di atas, dapat
diwakilkan oleh keluarga/ wali dengan urutan:
Suami/ istri
Orang tua (pada pasien anak)
Anak kandung (bila anak kandung sudah dewasa)
Saudara kandung
Tujuan Informed Consent
Memberikan perlindungan kepada pasien terhadap
tindakan dokter yang sebenarnya tidak diperlukan dan
secara medik tidak ada dasar pembenarannya yang
dilakukan tanpa sepengetahuan pasiennya.
Memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap
suatu kegagalan dan bersifat negatif, karena prosedur
medik modern bukan tanpa resiko, dan pada setiap
tindakan medik ada melekat suatu resiko

( Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008 Pasal 3 )


Tindakan medis yang dilakukan tanpa izin pasien, dapat
digolongkan sebagai tindakan melakukan penganiayaan
berdasarkan KUHP Pasal 351 (trespass, battery, bodily
assault ). Menurut Pasal 5 Permenkes No 290 / Menkes /
PER / III / 2008, persetujuan tindakan kedokteran dapat
dibatalkan atau ditarik kembali oleh yang memberi
persetujuan, sebelum dimulainya tindakan ( Ayat 1 ).
Pembatalan persetujuan tindakan kedokteran harus
dilakukan secara tertulis oleh yang memberi persetujuan (
Ayat 2 ).

Pengecualian terhadap keharusan pemberian informasi


sebelum dimintakan persetujuan tindakan kedokteran
adalah:
Dalam keadaan gawat darurat ( emergensi ), dimana dokter
harus segera bertindak untuk menyelamatkan jiwa.
Keadaan emosi pasien yang sangat labil sehingga ia tidak bisa
menghadapi situasi dirinya.
83. KAIDAH DASAR MORAL

Hanafiah, J., Amri amir. 2009. Etika Kedokteran dan Hukum\Kesehatan (4th ed). Jakarta: EGC.
Berbuat baik (beneficence) Tidak berbuat yang merugikan
(nonmaleficence)
Selain menghormati martabat manusia,
dokter juga harus mengusahakan agar Praktik Kedokteran haruslah memilih
pasien yang dirawatnya terjaga keadaan pengobatan yang paling kecil risikonya dan
kesehatannya (patient welfare). paling besar manfaatnya. Pernyataan kuno:
Pengertian berbuat baik diartikan first, do no harm, tetap berlaku dan harus
bersikap ramah atau menolong, lebih diikuti.
dari sekedar memenuhi kewajiban.
Keadilan (justice)
Menghormati martabat manusia (respect
Perbedaan kedudukan sosial, tingkat
for person) / Autonomy ekonomi, pandangan politik, agama dan
faham kepercayaan, kebangsaan dan
Setiap individu (pasien) harus kewarganegaraan, status perkawinan,
diperlakukan sebagai manusia yang serta perbedaan jender tidak boleh dan
tidak dapat mengubah sikap dokter
memiliki otonomi (hak untuk menentukan terhadap pasiennya.
nasib diri sendiri), Tidak ada pertimbangan lain selain
Setiap manusia yang otonominya kesehatan pasien yang menjadi perhatian
berkurang atau hilang perlu mendapatkan utama dokter.
perlindungan. Prinsip dasar ini juga mengakui adanya
kepentingan masyarakat sekitar pasien
yang harus dipertimbangkan
Beneficence
Kriteria
1. Mengutamakan altruism (menolong tanpa pamrih, rela berkorban untuk kepentingan
orang lain)
2. Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia
3. Memandang pasien/keluarga sebagai sesuatu yang tak hanya menguntungkan dokter
4. Mengusahakan agar kebaikan lebih banyak dibandingkan keburukannya
5. Paternalisme bertanggungjawab/berkasih sayang
6. Menjamin kehidupan baik minimal manusia
7. Pembatasan goal based (sesuai tujuan/kebutuhan pasien)
8. Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan/preferensi pasien
9. Minimalisasi akibat buruk
10. Kewajiban menolong pasien gawat darurat
11. Menghargai hak-hak pasien secara keseluruhan
12. Tidak menarik honorarium di luar kewajaran
13. Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara keseluruhan
14. Mengembangkan profesi secara terus menerus
15. Memberikan obat berkhasiat namun murah
16. Menerapkan golden rule principle
Non-maleficence
Kriteria
1. Menolong pasien emergensi :
Dengan gambaran sbb :
- pasien dalam keadaan sangat berbahaya (darurat) / berisiko
kehilangan sesuatu yang penting (gawat)
- dokter sanggup mencegah bahaya/kehilangan tersebut
- tindakan kedokteran tadi terbukti efektif
- manfaat bagi pasien > kerugian dokter
2. Mengobati pasien yang luka
3. Tidak membunuh pasien ( euthanasia )
4. Tidak menghina/mencaci maki/ memanfaatkan pasien
5. Tidak memandang pasien hanya sebagai objek
6. Mengobati secara proporsional
7. Mencegah pasien dari bahaya
8. Menghindari misrepresentasi dari pasien
9. Tidak membahayakan pasien karena kelalaian
10. Memberikan semangat hidup
11. Melindungi pasien dari serangan
12. Tidak melakukan white collar crime dalam bidang kesehatan
Autonomy
Kriteria
1. Menghargai hak menentukan nasib sendiri, menghargai martabat pasien
2. Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan (kondisi elektif)
3. Berterus terang
4. Menghargai privasi
5. Menjaga rahasia pasien
6. Menghargai rasionalitas pasien
7. Melaksanakan informed consent
8. Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan sendiri
9. Tidak mengintervensi atau menghalangi otonomi pasien
10. Mencegah pihak lain mengintervensi pasien dalam mengambil keputusan
termasuk keluarga pasien sendiri
11. Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien pada kasus non
emergensi
12. Tidak berbohong ke pasien meskipun demi kebaikan pasien
13. Menjaga hubungan (kontrak)
Justice
Kriteria
1. Memberlakukan sesuatu secara universal
2. Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan
3. Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama
4. Menghargai hak sehat pasien
5. Menghargai hak hukum pasien
6. Menghargai hak orang lain
7. Menjaga kelompok yang rentan
8. Tidak melakukan penyalahgunaan
9. Bijak dalam makro alokasi
10. Memberikan kontribusi yang relative sama dengan kebutuhan pasien
11. Meminta partisipasi pasien sesuai kemampuannya
12. Kewajiban mendistribusikan keuntungan dan kerugian (biaya, beban, sanksi)
secara adil
13. Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan kompeten
14. Tidak memberi beban berat secara tidak merata tanpa alas an tepat/sah
15. Menghormati hak populasi yang sama-sama rentan penyakit/gangguan
kesehatan
16. Tidak membedakan pelayanan pasien atas dasar SARA, status social, dsb
84. ADVERSE EVENT
(KEJADIAN YANG TIDAK DIHARAPKAN/ KTD)

Near miss
Preventable
Error

Adverse event Acceptable


risk

Unforseeable
Unpreventable
risk

Complication
of disease
Adverse Event
(Kejadian Tidak Diharapkan/ KTD)
Near miss: Tindakan yg dapat mencederai pasien, tetapi tidak
mengakibatkan cedera karena faktor kebetulan, pencegahan atau
mitigasi. Contoh: perawat akan memberikan obat yang salah
kepada pasien. Tetapi sebelum obat diminum pasien, perawat
tersebut menyadarinya.

Error: Tindakan yang mencederai pasien dan sebenarnya dapat


dicegah. Contoh: salah memberikan obat kepada pasien.

Acceptable risk (risiko medis): Kejadian tidak diharapkan yang


merupakan risiko yang harus diterima dari pengobatan yang tidak
dapat dihindari. Contoh: Pasien Ca mammae muntah-muntah pasca
kemoterapi.
Adverse Event
(Kejadian Tidak Diharapkan/ KTD)
Unforseeable risk: Kejadian tidak diharapkan yang tidak dapat
diduga sebelumnya. Contoh: Terjadi Steven Johnson
Syndrome pasca pasien minum paracetamol, tanpa ada
riwayat alergi obat sebelumnya.

Complication of disease: Kejadian tidak diharapkan yang


merupakan bagian dari perjalanan penyakit atau komplikasi
penyakit. Contoh: Pasien luka bakar dalam perawatan
mengalami sepsis.

Kejadian sentinel: adverse event yang berakibat fatal


(kecacatan atau kematian). Contoh: salah pengaturan
tetesan cairan infus yang menyebabkan pasien edema paru.
Malpraktik/ Kelalaian Medis
Malpraktek pada prinsipnya merujuk pada suatu
praktek profesi yang buruk karena tidak sesuai standar
profesi yang telah ditetapkan sebelumnya.

Dapat berupa pelanggaran terhadap standar


kompetensi, standar perilaku, dan standar pelayanan.

Tidak semua kerugian yang timbul dalam pelayanan


kedokteran dapat dikategorikan malpraktek, karena
ada kerugian yang terjadi meski dokter telah
melakukan tindakan sesuai standar.
Unsur Yang Harus Dipenuhi Dalam
Malpraktek
Duty of care
Dokter telah menyatakan kesediaan untuk merawat pasien
tersebut. Harus ditinjau juga legalitas dari semua pihak
(dokter, pasien, RS).
Breach of duty
Ada kegagalan atau kelalaian dokter dalam memenuhi
kewajibannya dalam merawat atau mengobati pasien.
Injury
Ada kerusakan atau kerugian materi dan imateriil yang
timbul dari kelalaian tersebut, misalnya biaya, hilangnya
kesempatan mendapat penghasilan.
Proximated cause
Ada hubungan langsung atau sebab akibat yang jelas
antara tindakan dokter dengan kerugian yang dialami
pasien.
85. RAHASIA MEDIS
Segala temuan pada diri pasien dapat dikatakan sebagai
rahasia medik atau rahasia kedokteran dan rahasia ini
sepenuhnya milik pasien.

Dasar wajib simpan rahasia kedokteran:


Sumpah dokter (Sumpah Hipocrates)
KODEKI pasal 12
PP No. 10 tahun 1966
Permenkes No.269 tahun 2008; Permenkes no 36 thn 2012

Rahasia medis harus tetap dijaga, bahkan setelah pasien


meninggal dunia (KODEKI pasal 12; Permenkes no 36 th
2012 bab 3 pasal 4 ayat 3).
Siapa Saja Yang Wajib Menyimpan
Rahasia Medis?
Yang diwajibkan menyimpan rahasia medis
ialah:
Dokter/Dokter ahli
Mahasiswa Kedokteran
Perawat/Bidan
Petugas Administrasi Kedokteran
Forensik/kamar jenazah

Peraturan Pemerintah No.10 Tahun 1966


Kapan Rahasia Medis Dapat Dibuka?
Atas persetujuan/izin pasien
untuk kepentingan kesehatan pasien
Mendesak/membahayakan kepentingan umum atau
membahayakan orang lain
Memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam
rangka penegakan hukum atas perintah pengadilan;
Permintaan institusi/lembaga berdasarkan ketentuan
perundang-undangan; dan
Untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan audit medis,
sepanjang tidak menyebutkan identitas pasien.

Pasal 10 ayat (2) Permenkes No. 269/2008


UU No.36 Tahun 2009
86. VISUM ET REPERTUM (VER)
Suatu keterangan tertulis dari dokter dalam kapasitasnya
sebagai saksi ahli atas permintaan penegak hukum yang
berwenang tentang apa yang dilihat dan ditemukan dalam
pemeriksaan manusia ataupun bagian tubuh manusia, baik
dalam keadaan hidup maupun meninggal, sesuai dengan
sumpah jabatannya.

Permohonan VER:
Tertulis, oleh penyidik
Diserahkan langsung oleh petugas kepolisain
Untuk korban mati, permintaan diajukan kepada dokter ahli atau
dokter kedokteran kehakiman
Siapa Yang Berhak Membuat VER?
Dalam pasal 133 KUHAP disebutkan: penyidik berwenang
untuk mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli
kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya.

Sebenarnya boleh saja seorang dokter yang bukan dokter


spesialis forensik membuat dan mengeluarkan visum et
repertum.

Tetapi, di dalam penjelasan pasal 133 KUHAP dikatakan


bahwa keterangan ahli yang diberikan oleh dokter spesialis
forensik merupakan keterangan ahli, sedangkan yang
dibuat oleh dokter selain spesialis forensik disebut
keterangan.
Syarat Pembuatan Visum et Repertum
Syarat yang menyangkut prosedur yang harus dipenuhi dalam
pembuatannya, yaitu:
Permintaan visum et repertum haruslah secara tertulis (sesuai
dengan pasal 133 ayat 2 KUHAP)
Pemeriksaan atas mayat dilakukan dengan cara bedah, jika ada
keberatan dari pihak keluarga korban, maka pihak polisi atau
pemeriksa memberikan penjelasan tentang pentingnya dilakukan
bedah mayat.
Permintaan visum et repertum hanya dilakukan terhadap peristiwa
pidana yang baru terjadi, tidak dibenarkan permintaan atas
peristiwa yang telah lampau.
Polisi wajib menyaksikan dan mengikuti jalannya pemeriksaan.
Isi visum et repertum tidak bertentangan dengan ilmu kedokteran
yang telah teruji kebenarannya
Jenis Visum et Repertum Korban Hidup

Visum et repertum biasa/tetap. Visum et repertum ini


diberikan kepada pihak peminta (penyidik) untuk korban
yang tidak memerlukan perawatan lebih lanjut.

Visum et repertum sementara. Visum et


repertum sementara diberikan apabila korban memerlukan
perawatan lebih lanjut karena belum dapat membuat
diagnosis dan derajat lukanya. Apabila sembuh
dibuatkan visum et repertum lanjutan.

Visum et repertum lanjutan. Dalam hal ini korban tidak


memerlukan perawatan lebih lanjut karena sudah sembuh,
pindah dirawat dokter lain, atau meninggal dunia.
Visum et repertum untuk orang mati (jenazah)

Pada pembuatan visum et repertum ini, dalam


hal korban mati maka penyidik mengajukan
permintaan tertulis kepada pihak Kedokteran
Forensik untuk dilakukan bedah mayat
(outopsi).
Jenis VeR lainnya
Visum et repertum Tempat Kejadian Perkara (TKP). Visum ini dibuat
setelah dokter selesai melaksanakan pemeriksaan di TKP.

Visum et repertum penggalian jenazah. Visum ini dibuat setelah dokter


selesai melaksanakan penggalian jenazah.

Visum et repertum psikiatri . Visum pada terdakwa yang pada saat


pemeriksaan di sidang pengadilan menunjukkan gejala-gejala penyakit
jiwa.

Visum et repertum barang bukti. Misalnya visum terhadap barang bukti


yang ditemukan yang ada hubungannya dengan tindak pidana, contohnya
darah, bercak mani, selongsong peluru, pisau.
87. SEBAB-MEKANISME-CARA KEMATIAN

Untuk dapat menentukan sebab kematian,


secara mutlak harus dilakukan otopsi.

Sedangkan perkiraan sebab kematian dapat


diteliti dari kelainan yang ditemukan pada
pemeriksaan luar.

Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan, A. Munim Idris, 2011
Sebab Kematian
Sebab kematian lebih ditekankan pada alat atau
sarana yang dipakai untuk mematikan korban.
Contoh: karena tenggelam, karena terbakar, karena
tusukan benda tajam, karena pencekikan, karena
kekerasan benda tumpul.

Sebab kematian banyak membantu penyidik dalam


melaksanakan tugas, misalnya untuk mencari dan
menyita benda yang diperkirakan dipakai sebagai alat
pembunuh, sehingga sebab kematian seperti mati
lemas tidak tepat.

Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan, A. Munim Idris, 2011
Mekanisme Kematian
Mekanisme kematian menunjukkan bagaimana
korban itu mati setelah umpamanya tertembak atau
tenggelam.
Contoh: karena perdarahan, karena refleks vagal, karena
hancurnya jaringan otak

Mekanisme lebih bersifat teoritis dan tidak selalu


dapat diketahui pasti

Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan, A. Munim Idris, 2011
Cara Kematian
Dalam ilmu kedokteran forensik dikenal 3 cara
kematian, yaitu:
1. Wajar: kematian korban karena penyakit, bukan
karena kekerasan atau rudapaksa.
2. Tidak wajar, yang dibagi menjadi kecelakaan, bunuh
diri, dan pembunuhan.
3. Tidak dapat ditentukan, yang disebabkan karena
keadaan mayat telah sedemikian rusak atau busuk
sehingga luka atau penyakit tidak dapat ditemukan
lagi.

Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan, A. Munim Idris, 2011
GANTUNG DIRI VS PEMBUNUHAN
NO PENGGANTUNGAN PADA BUNUH DIRI PENGGANTUNGAN PADA PEMBUNUHAN

Usia. Gantung diri lebih sering terjadi pada


Tidak mengenal batas usia, karena tindakan
remaja dan orang dewasa. Anak-anak di bawah
1 pembunuhan dilakukan oleh musuh atau lawan dari
usia 10 tahun atau orang dewasa di atas usia 50
korban dan tidak bergantung pada usia
tahun jarang melakukan gantung diri

Tanda jejas jeratan, berupa lingkaran tidak terputus,


Tanda jejas jeratan, bentuknya miring, berupa
mendatar, dan letaknya di bagian tengah leher,
2 lingkaran terputus (non-continuous) dan
karena usaha pelaku pembunuhan untuk membuat
terletak pada bagian atas leher
simpul tali

Simpul tali, biasanya hanya satu simpul yang Simpul tali biasanya lebih dari satu pada bagian
3
letaknya pada bagian samping leher depan leher dan simpul tali tersebut terikat kuat

Riwayat korban. Biasanya korban mempunyai


Sebelumnya korban tidak mempunyai riwayat untuk
4 riwayat untuk mencoba bunuh diri dengan cara
bunuh diri
lain

Cedera. Luka-luka pada tubuh korban yang bisa


Cedera berupa luka-luka pada tubuh korban
5 menyebabkan kematian mendadak tidak
biasanya mengarah kepada pembunuhan
ditemukan pada kasus bunuh diri
GANTUNG DIRI VS PEMBUNUHAN
NO PENGGANTUNGAN PADA BUNUH DIRI PENGGANTUNGAN PADA PEMBUNUHAN

Racun. Adanya racun dalam lambung korban,


Terdapatnya racun berupa asam opium hidrosianat atau kalium
misalnya arsen, sublimat korosif, dll tidak
sianida tidak sesuai pada kasus pembunuhan, karena untuk hal ini
6 bertentangan dengan kasus gantung diri. Rasa
perlu waktu dan kemauan dari korban itu sendiri. Dengan demikian
nyeri yang disebabkan racun tersebut mungkin
maka kasus penggantungan tersebut adalah karena bunuh diri
mendorong korban untuk gantung diri

Tangan tidak dalam keadaan terikat, karena sulit Tangan yang dalam keadaan terikat mengarahkan dugaan pada
7
untuk gantung diri dalam keadaan tangan terikat kasus pembunuhan

Kemudahan. Pada kasus bunuhdiri, biasanya


tergantung pada tempat yang mudah dicapai Pada kasus pembunuhan, mayat ditemukan tergantung pada
8 oleh korban atau di sekitarnya ditemukan alat tempat yang sulit dicapai oleh korban dan alat yang digunakan
yang digunakan untuk mencapai tempat untuk mencapai tempat tersebut tidak ditemukan
tersebut

Tempat kejadian. Jika kejadian berlangsung di


dalam kamar, dimana pintu, jendela ditemukan
Tempat kejadian. Bila sebaliknya pada ruangan ditemukan terkunci
9 dalam keadaan tertutup dan terkunci dari
dari luar, maka penggantungan adalah kasus pembunuhan
dalam, maka kasusnya pasti merupakan bunuh
diri

Tanda-tanda perlawanan, tidak ditemukan pada Tanda-tanda perlawanan hampir selalu ada kecuali jika korban
10
kasus gantung diri sedang tidur, tidak sadar atau masih anak-anak.
PENGGANTUNGAN ANTEMORTEM VS POSTMORTEM
NO PENGGANTUNGAN ANTEMORTEM PENGGANTUNGAN POSTMORTEM

Tanda-tanda penggantungan ante-mortem


Tanda-tanda post-mortem menunjukkan kematian
1 bervariasi. Tergantung dari cara kematian
yang bukan disebabkan penggantungan
korban

Tanda jejas jeratan miring, berupa lingkaran Tanda jejas jeratan biasanya berbentuk lingkaran utuh
2 terputus (non-continuous) dan letaknya pada (continuous), agak sirkuler dan letaknya pada bagian
leher bagian atas leher tidak begitu tinggi

Simpul tali biasanya tunggal, terdapat pada Simpul tali biasanya lebih dari satu, diikatkan dengan
3
sisi leher kuat dan diletakkan pada bagian depan leher

Ekimosis pada salah satu sisi jejas penjeratan tidak


Ekimosis tampak jelas pada salah satu sisi dari
ada atau tidak jelas. Lebam mayat terdapat pada
4 jejas penjeratan. Lebam mayat tampak di atas
bagian tubuh yang menggantung sesuai dengan posisi
jejas jerat dan pada tungkai bawah
mayat setelah meninggal

Pada kulit di tempat jejas penjeratan teraba


5 seperti perabaan kertas perkamen, yaitu Tanda parchmentisasi tidak ada atau tidak begitu jelas
tanda parchmentisasi
PENGGANTUNGAN ANTEMORTEM VS POSTMORTEM
NO PENGGANTUNGAN ANTEMORTEM PENGGANTUNGAN POSTMORTEM

Sianosis pada wajah, bibir, telinga, dan lain-


Sianosis pada bagian wajah, bibir, telinga dan lain-lain
6 lain sangat jelas terlihat terutama jika
tergantung dari penyebab kematian
kematian karena asfiksia

Wajah membengkak dan mata mengalami


Tanda-tanda pada wajah dan mata tidak terdapat,
kongesti dan agak menonjol, disertai dengan
7 kecuali jika penyebab kematian adalah pencekikan
gambaran pembuluh dara vena yang jelas
(strangulasi) atau sufokasi
pada bagian dahi

Lidah tidak terjulur kecuali pada kasus kematian


8 Lidah bisa terjulur atau tidak sama sekali
akibat pencekikan
Penis. Ereksi penis disertai dengan keluarnya
cairan sperma sering terjadi pada korban pria. Penis. Ereksi penis dan cairan sperma tidak
9
Demikian juga sering ditemukan keluarnya ada.Pengeluaran feses juga tidak ada
feses

Air liur. Ditemukan menetes dari sudut mulut,


dengan arah yang vertikal menuju dada. Hal Air liur tidak ditemukan yang menetes pad kasus
10
ini merupakan pertanda pasti penggantungan selain kasus penggantungan.
ante-mortem
88. ASFIKSIA
Asfiksia atau mati lemas adalah suatu keadaan
berupa berkurangnya kadar oksigen (O2) dan
berlebihnya kadar karbon dioksida (CO2)
secara bersamaan dalam darah dan jaringan
tubuh akibat gangguan pertukaran antara
oksigen (udara) dalam alveoli paru-paru
dengan karbon dioksida dalam darah kapiler
paru-paru.
Pemeriksaan Luar Post Mortem
Luka dan ujung-ujung ekstremitas sianotik (warna biru keunguan)
yang disebabkan tubuh mayat lebih membutuhkan HbCO2 daripada
HbO2.

Tardieus spot pada konjungtiva bulbi dan palpebra. Tardieus spot


merupakan bintik-bintik perdarahan (petekie) akibat pelebaran
kapiler darah setempat.

Lebam mayat cepat timbul, luas, dan lebih gelap karena


terhambatnya pembekuan darah dan meningkatnya
fragilitas/permeabilitas kapiler. Hal ini akibat meningkatnya kadar
CO2 sehingga darah dalam keadaan lebih cair. Lebam mayat lebih
gelap karena meningkatnya kadar HbCO2..

Busa halus keluar dari hidung dan mulut. Busa halus ini disebabkan
adanya fenomena kocokan pada pernapasan kuat.
Pemeriksaan Dalam Post Mortem
Kongesti sistemik dan kongesti paru, serta dilatasi jantung
kanan merupakan tanda klasik kematian karena asfiksia.
Darah termasuk dalam jantung berwarna gelap dan lebih
cair.
Tardieus spot pada pielum ginjal, pleura, perikard, galea
apponeurotika, laring, kelenjar timus dan kelenjar tiroid.
Busa halus di saluran pernapasan.
Edema paru.
Sianosis yang dapat dilihat pada pembuluh darah kapiler,
seperti pada ujung jari dan bibir.
Kelainan lain yang berhubungan dengan kekerasan seperti
fraktur laring, fraktur tulang lidah dan resapan darah pada
luka.
89. ETIKA KLINIS
Medical Indication
(terkait prosedur diagnostik dan terapi yang sesuai dari sisi etik kaidah
yang digunakan adalah beneficence dan nonmaleficence)
Patient Preference
(terkait nilai dan penilaian pasien tentang manfaat dan beban yang akan
diterimanya cerminan kaidah otonomi)
Quality of Life
(aktualisasi salah satu tujuan kedokteran :memperbaiki, menjaga atau
meningkatkan kualitas hidup insani terkait dengan beneficence,
nonmaleficence & otonomi)
Contextual Features
(menyangkut aspek non medis yang mempengaruhi pembuatan
keputusan, spt faktor keluarga, ekonomi, budaya kaidah terkait justice)

Etika Klinis. (Jonsen, siegler & winslade, 2002)


90. PERSENTASE BALITA BGM
Anak balita di suatu desa populasi 220 jiwa. rutin
datang ke posyandu 195 jiwa. rutin ditimbang
175 jiwa. didapati balita dibawah garis merah 35
jiwa.

Persentase balita bawah garis merah (BGM):


jumlah balita BGM x 100%
jumlah semua balita
=35/220 x 100%
= 15,9%
91. LEVEL OF EVIDENCE

Penelitian yang
memiliki level
evidence paling
tinggi adalah
systematic review
dan meta analysis.
DESAIN PENELITIAN
Case report

Case series
Deskriptif

Memberi
Studi ekologi
deskripsi
tentang kejadian
Desain studi penyakit Cross sectional

Observasional Hanya melakukan pengamatan

Analitik
Memberikan perlakuan kepada
Mencari hubungan Eksperimental subyek penelitian (misalnya obat)
antara suatu pajanan
dengan penyakit
Desain Penelitian Analitik
92-93. MEDIA PROMOSI KESEHATAN
MEDIA PROMOSI KESEHATAN MASSAL
Ceramah umum (public speaking), misalnya pada hari kesehatan
nasional, menteri kesehatan atau pejabat kesehatan lainnya
berpidato dihadapan massa rakyat untuk menyampaikan pesan-
pesan kesehatan.
Diskusi tentang kesehatan melalui media elektronik, baik siaran TV
maupun radio.
Simulasi, dialog antara pasien dengan dokter atau petugas
kesehatan lainnya tentang suatu penyakit atau masalah kesehatan
disuatu media massa
Film
Tulisan-tulisan dimajalah atau Koran, baik dalam bentuk artikel
maupaun Tanya jawab/ konsultasi tentang kesehatan dan penyakit.
Billboard, yang dipasang dipinggir jalan, spanduk, poster, dsb.
Contoh : Billboard Ayo ke Posyandu.
Metode Promosi Kesehatan untuk Kelompok
(<15 orang)
Diskusi kelompok: dipimpin 1 pemimpin diskusi, pemimpin
memberi pertanyaan atau kasus sehubungan dengan topik yang
dibahas untuk memancing anggota untuk berpendapat.

Curah Pendapat (Brain Storming): Prinsipnya sama dengan metode


diskusi kelompok. Bedanya, pada permulaannya pemimpin
kelompok memancing dengan satu masalah dan kemudian tiap
peserta memberikan jawaban-jawaban atau tanggapan (curah
pendapat). Sebelum semua peserta mencurahkan pendapatnya,
tidak boleh diberikan komentar oleh siapapun. Harus setelah semua
mengeluarkan pendapatnya, tiap anggota dapat mengomentari,
dan akhirnya terjadi diskusi.
Metode Promosi Kesehatan untuk Kelompok
(<15 orang)
Bola salju (snowballing): Kelompok dibagi dalam pasangan-pasangan (1
pasang 2 orang) kemudian dilontarkan suatu pertanyaan atau masalah.
Setelah lebih kurang 5 menit maka tiap 2 pasang bergabung menjadi 1.
Mereka tetap mendiskusikan masalah tersebut, dan mencari
kesimpulannya. Kemudian tiap-tiap pasang yang sudah beranggotakan 4
orang ini bergabung lagi dengan pasangan lainnya dst, sampai akhirnya
akan terjadi diskusi seluruh anggota kelompok.

Kelompok kecil (buzz group): Kelompok langsung dibagi menjadi


kelompok-kelompok kecil (buzz group) yang kemudian diberi suatu
permasalahan yang sama atau tidak sama dengan kelompok lain. Masing-
masing kelompok mendiskusikan masalah tersebut. Selanjutnya hasil dari
tiap kelompok didiskusikan kembali dan dicari kesimpulannya.
Metode Promosi Kesehatan untuk Kelompok
(<15 orang)
Role play: Beberapa anggota kelompok diunjuk sebagai pemegang
peran tertentu untuk memainkan peranan, misalnya sebagai dokter
Puskesmas, sebagai perawat, atau bidan, dan sebagainya,
sedangkan anggota yang lain sebagai pasien atau anggota
masyarakat. Mereka memperagakan, misalnya bagaimana
komunikasi/interaksi sehari-hari dalam melaksanakan tugas.

Simulation game: Gabungan antara role play dengan diskusi


kelompok. Pesan-pesan kesehatan disajikan dalam beberapa bentuk
permainan seperti permainan monopoli. Cara memainkannya persis
seperti bermain monopoli dan menggunakan dadu, gaco (petunjuk
arah) selain papan main. Beberapa orang menjadi pemain dan
sebagian lagi berperan sebagai narasumber.
Alat Bantu Promosi Kesehatan
(Menurut Cone of Experience, Edgar Dale)
94. PENENTUAN PRIORITAS MASALAH DENGAN
PAHO (PAN-AMERICAN HEALTH ORGANIZATION)
Dipergunakan beberapa kriteria untuk menentukan prioritas
masalah kesehatan di suatu wilayah berdasarkan:
Luasnya masalah (magnitude)
Beratnya kemgian yang timbul (Severity)
Tersedianya sumberdaya untuk mengatasi masalah kesehatan tersebut
(Vulnerability)
Kepedulian/dukungan politis dan dukungan masyarakat (Community
andpolitical concern)
Ketersediaan data (Affordability)

Diberi skor antara 1-10 oleh panel expert yang memahami masalah
kesehatan dalam forum curah pendapat (brain storming). Setelah
diberi skor, masing-masing penyakit dihitung nilai skor dengan
perkalian.

Skor tertinggi prioritas masalah utama.


Cara Lain Dalam Menentukan
Prioritas Masalah
Teknik yang Digunakan Definisi

Metode Hanlon/ Sistem Dasar Penilaian Memperhitungkan Ukuran/Besarnya


Prioritas (BPRS) masalah, tingkat keseriusan masalah,
perkiraan efektivitas solusi, PEARL faktor
(propriety, economic feasibility,
acceptability, resource availability,
legality). Semua komponen tersebut
dirata-rata untuk memberikan prioritas
utama penyakit / kondisi dengan skor
tertinggi.
Fish-bone diagram Menganalisa cause-effect, dimana bagian
kepala (sebagai effect) dan bagian tubuh
ikan berupa rangka serta duri-durinya
digambarkan sebagai penyebab (cause)
suatu permasalahan yang timbul.
Brainstorming Metode curah pendapat yang digunakan yang
secara efektif melibatkan seluruh anggota kelompok untuk
menentukan priioritas masalah.
Metode Delpie Penetapan prioritas masalah dilakukan melalui kesepakatan
sekelompok orang yang sama keahliannya. Pemilihan prioritas
masalah dilakukan melalui pertemuan khusus. Setiap peserta
yang sama keahliannya dimintakan untuk mengemukakan
beberapa masalah pokok, masalah yang paling banyak
dikemukakan adalah prioritas masalah yang dicari.

Metode Delbecq Penetapan prioritas masalah dilakukan melalui kesepakatan


sekelompok orang yang tidak sama keahliannya. Sehingga
diperlukan penjelasan terlebih dahulu untuk meningkatkan
pengertian dan pemahaman peserta tanpa mempengaruhi
peserta. Lalu diminta untuk mengemukakan beberapa masalah.
Masalah yang banyak dikemukakan adalah prioritas.

Nominal group technique Suatu metode untuk mencapai konsensus dalam suatu
(NGT) kelompok, dengan cara mengumpulkan ide-ide dari tiap
peserta, yang kemudian memberikan voting dan ranking
terhadap ide-ide yang mereka pilih. Ide yang dipilih adalah yang
paling banyak skor-nya, yang berarti merupakan konsensus
bersama.
95. FIVE LEVEL OF PREVENTION
Dilakukan pada orang sehat
Health promotion Promosi kesehatan
Contoh: penyuluhan

Dilakukan pada orang sehat


Specific Mencegah terjadinya kesakitan
protection Contoh: vaksinasi, cuci tangan pakai sabun

Dilakukan pada orang sakit


Early diagnosis & Tujuannya kuratif
prompt treatment Contoh: Pengobatan yang tepat pada pasien TB

Dilakukan pada orang sakit


Disability Membatasi kecacatan
limitation Contoh: pasien neuropati DM latihan senam kaki

Dilakukan pada orang sakit dengan kecacatan


Rehabilitation Optimalisasi fungsi tubuh yang masih ada
Contoh: latihan berjalan pada pasien pasca stroke
Pencegahan Primer-Sekunder-Tersier
Pencegahan Primer-Sekunder-Tersier
96. Rhinitis
Rhinitis
Diagnosis Clinical Findings
Rinitis alergi Riwayat atopi. Gejala: bersin, gatal, rinorea, kongesti. Tanda: mukosa
edema, basah, pucat atau livid, sekret banyak.

Rinitis vasomotor Gejala: hidung tersumbar dipengaruhi posisi, rinorea, bersin. Pemicu:
asap/rokok, pedas, dingin, perubahan suhu, lelah, stres. Tanda: mukosa
edema, konka hipertrofi merah gelap.
Rinitis hipertrofi Hipertrofi konka inferior karena inflamasi kronis yang disebabkan oleh
infeksi bakteri, atau dapat juga akrena rinitis alergi & vasomotor. Gejala:
hidung tersumbat, mulut kering, sakit kepala. Sekret banyak &
mukopurulen.
Rinitis atrofi / Disebabkan Klesiella ozaena atau stafilokok, streptokok, P. Aeruginosa
ozaena pada pasien ekonomi/higiene kurang. Sekret hijau kental, napas bau,
hidung tersumbat, hiposmia, sefalgia. Rinoskopi: atrofi konka media &
inferior, sekret & krusta hijau.
Rinitis Hidung tersumbat yang memburuk terkait penggunaan vasokonstriktor
medikamentosa topikal. Perubahan: vasodilatasi, stroma edema,hipersekresi mukus.
Rinoskopi: edema/hipertrofi konka dengan sekret hidung yang
berlebihan.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
97. Laringitis TB
Infesi kuman ke laring dapat terjadi melalui udara
pernapasan, sputum yang mengandung kuman,
atau penyebaran melalui aliran darah atau limfa
Laringitis TB dapat menetap walaupun TB paru
telah dinyatakan sembuh
Struktur mukosa laring sangat lekat pada kartilago
serta vaskularisasi tidak sebaik paru
4 stadium laringitis tuberkuosis:
1. Stadium infiltrasi
2. Stadium ulserasi
3. Stadium perikondritis
4. Stadium pembentukan tumor
Laringitis TB
Stadium infiltrasi :
- Awalnya, mukosa laring posterior bengkak dan hiperemis. Kemudian
mukosa akan berwarna pucat
- Tuberkel terbentuk pada submukosa, bintik-bintik kebiruan, melekat
satu sama lain mukosa meregang pecah dan timbul ulkus
Stadium ulserasi :
- Ulkus dangkal, dasarnya ditutup perkijuan, terasa nyeri
Stadium perikondritis :
- Ulkus makin dalam mengenai kartilago aritenoid dan epiglotis
kerusakan tulang rawan nanah berbau
Stadium fibrotuberkulosis
- Terbentuk fibrotuberkulosis pada dinding posterior, pita suara, dan
subglotik
Laringitis TB
Gejala klinis
Rasa kering, tertekan, panas pada laring
Suara parau selama berminggu-minggu hingga afonia
Hemoptisis
Nyeri menelan
Keadaan umum buruk
Pada pemeriksaan paru (klinis dan radiologis) terdapat
proses aktif
Terapi:
OAT, istirahat suara
98. OTITIS MEDIA

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.


Tympanic Membrane Anatomy
Otitis Media
Otitis Media Akut
Etiologi:
Streptococcus pneumoniae 35%,
Haemophilus influenzae 25%,
Moraxella catarrhalis 15%.
Perjalanan penyakit otitis media akut:
1. Oklusi tuba: membran timpani retraksi atau suram.
2. Hiperemik/presupurasi: hiperemis & edema.
3. Supurasi: nyeri, demam, eksudat di telinga tengah, membran
timpani membonjol.
4. Perforasi: ruptur membran timpani, demam berkurang.
5. Resolusi: Jika tidak ada perforasi membran timpani kembali
normal. Jika perforasi sekret berkurang.
1) Lecture notes on diseases of the ear, nose, and throat. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Otitis Media
Otitis Media Akut
Th:
Oklusi tuba: dekongestan topikal
(ephedrin HCl) Hyperaemic stage
Presupurasi: AB minimal 7 hari
(ampicylin/amoxcylin/
erythromicin) & analgesik.
Supurasi: AB, miringotomi.
Perforasi: ear wash H2O2 3% & AB.
Resolusi: jika sekret tidak
berhenti AB dilanjutkan hingga 3
minggu.
Suppuration stage
1) Diagnostic handbook of otorhinolaryngology. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
OTITIS MEDIA
Otitis media supuratif kronik
Infeksi kronik dengan sekresi persisten/ hilang
timbul (> 2 bulan) melalui membran timpani
yang tidak intak.
Mekanisme perforasi kronik mengakibatkan
infeksi persisten:
Kontaminasi bakteri ke telinga tengah secara
langsung melalui celah
Tidak adanya membran timpani yang intak
menghilangkan efek "gas cushion" yang
normalnya mencegah refluks sekresi nasofaring.
Petunjuk diagnostik:
Otorea rekuren/kronik
Penurunan pendengaran
Perforasi membran timpani

1) Lecture notes on diseases of the ear, nose, & throat. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
99. Benda asing saluran nafas
Lokasi sumbatan Tanda dan Gejala
Laring Total: asfiksia karena spasme laring
Parsial: suara parau, disfonia, batuk yang disertai sesak (croupy cough),
odinofagia, mengi, sianosis, hemoptisis, rasa subjektif (pasien menunjuk
leher)
Trakea Batuk tiba-tiba dengan rasa tercekik (choking), tersumbat di
tenggorokan (gagging), sentuhan benda asing pada pita suara terasa
getaran di daerah tiroid (palpatory thud), atau didengar di stetoskop
(audible slap), mengi saat membuka mulut (asthmatoid wheeze)

Bronkus Lebih banyak bronkus kanan


Fase asimtomatik
Fase pulmonum: emfisema, atelektasis, drowned lung, abses paru
Hidung Hidung tersumbat, rinore unilateral dengan cairan kental, berbau, nyeri,
demam, bersin, epistaksis
Orofaring dan Nyeri menelan (odinofagia), Jacksons sign akumulasi ludah pada
hipofaring sinus piriformis tempat benda asing tersangkut,
100. Epistaksis
Penatalaksanaan
Perbaiki keadaan umum
Nadi, napas, tekanan darah

Hentikan perdarahan
Bersihkan hidung dari darah & bekuan
Pasang tampon sementara yang telah dibasahi adrenalin
1/5000-1/10000 atau lidokain 2%
Setelah 15 menit, lihat sumber perdarahan

Cari faktor penyebab untuk mencegah rekurensi


Trauma, infeksi, tumor, kelainan kardiovaskular, kelainan darah,
kelainan kongenital
Epistaksis
Epistaksis anterior:
Sumber: pleksus kisselbach plexus atau a. ethmoidalis
anterior
Dapat terjadi karena infeksi & trauma ringan, mudah
dihentikan.
Penekanan dengan jari selama 10-15 menit akan menekan
pembuluh darah & menghentikan perdarahan.
Jika sumber perdarahan terlihat kauter dengan AgNO3, jika
tidak berhenti tampon anterior 2 x 24 jam.

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.


Epistaksis
Epistaksis Posterior
Perdarahan berasal
dari a. ethmoidalis
posterior atau a.
sphenopalatina, sering
sulit dihentikan.
Terjadi pada pasien
dengan hipertensi
atau arteriosklerosis.
Terapi: tampon
bellocq/posterior
selama 2-3 hari.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

You might also like