Professional Documents
Culture Documents
Gerakan Mahasiswa Indonesia 1998 adalah puncak gerakan mahasiswa dan gerakan
rakyat pro-demokrasi pada akhir dasawarsa 1990-an. Gerakan ini menjadi monumental
karena dianggap berhasil memaksa Soeharto berhenti dari jabatan Presiden Republik
Indonesia pada tangal 21 Mei 1998, setelah 32 tahun menjadi Presiden Republik
Indonesia sejak dikeluarkannya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) pada tanggal
11 Maret 1966 hingga tahun 1998. Pada April 1998, Soeharto terpilih kembali menjadi
Presiden Republik Indonesia untuk ketujuh kalinya (tanpa wakil presiden), setelah
didampingi Try Soetrisno (1993-1997) dan Baharuddin Jusuf Habibie (Oktober 1997-
Maret 1998). Namun, mereka tidak mengakui Soeharto dan melaksanakan pemilu
kembali. Pada saat itu, hingga 1999, dan selama 29 tahun, Partai Golkar merupakan partai
yang menguasai Indonesia selama hampir 30 tahun, melebihi rejim PNI yang menguasai
Indonesia selama 25 tahun. Namun, terpliihnya Soeharto untuk terakhir kalinya ini
ternyata mendapatkan kecaman dari mahasiswa karena krisis ekonomi yang membuat
hampir setengah dari seluruh penduduk Indonesia mengalami kemiskinan.
Gerakan ini mendapatkan momentumnya saat terjadinya krisis moneter pada pertengahan
tahun 1997. Namun para analis asing kerap menyoroti percepatan gerakan pro-demokrasi
pasca Peristiwa 27 Juli 1996 yang terjadi 27 Juli 1996. Harga-harga kebutuhan
melambung tinggi, daya beli masyarakat pun berkurang. Tuntutan
mundurnya Soeharto menjadi agenda nasional gerakan mahasiswa. Ibarat gayung
bersambut, gerakan mahasiswa dengan agenda reformasi mendapat simpati dan dukungan
dari rakyat.
Demonstrasi bertambah gencar dilaksanakan oleh para mahasiswa, terutama setelah
pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM dan ongkos angkutan pada tanggal 4
Mei 1998. Agenda reformasi yang menjadi tuntutan para mahasiswa mencakup beberapa
tuntutan, seperti:
Adili Soeharto dan kroni-kroninya,
Laksanakan amandemen UUD 1945,
Hapuskan Dwi Fungsi ABRI,
Pelaksanaan otonomi daerah yang seluas-luasnya,
Tegakkan supremasi hukum,
Ciptakan pemerintahan yang bersih dari KKN
Gedung parlemen, yaitu Gedung Nusantara dan gedung-gedung DPRD di daerah, menjadi
tujuan utama mahasiswa dari berbagai kota di Indonesia. Seluruh elemen mahasiswa yang
berbeda paham dan aliran dapat bersatu dengan satu tujuan untuk menurunkan Soeharto.
Organisasi mahasiswa yang mencuat pada saat itu antara lain adalah FKSMJ dan Forum
Kota karena mempelopori pendudukan gedung DPR/MPR.
Meski salah satu agenda perjuangan mahasiswa yaitu menuntut lengsernya sang Presiden
tercapai, namun banyak yang menilai agenda reformasi belum tercapai atau malah
gagal. Gerakan Mahasiswa Indonesia 1998 juga mencuatkan tragedi Trisakti yang
menewaskan empat orang Pahlawan Reformasi. Pasca Soeharto mundur, nyatanya masih
terjadi kekerasan terhadap rakyat dan mahasiswa, yang antara lain mengakibatkan tragedi
Semanggi yang berlangsung hingga dua kali. Gerakan Mahasiswa Indonesia 1998 juga
memulai babak baru dalam kehidupan bangsa Indonesia, yaitu era Reformasi.
Sampai saat ini, masih ada unjuk rasa untuk menuntut keadilan akibat pelanggaran HAM
berupa pembunuhan besar-besaran yang dilakukan oleh aparat terhadap keempat orang
mahasiswa.
Latar belakang[sunting | sunting sumber]
Pembentukan (Krisis keuangan Asia)[sunting | sunting sumber]
Pada bulan Mei 1998, Indonesia mengalami pukulan terberat krisis ekonomi 1997-1999,
yang menerpa kawasan Asia Timur, Asia Selatan, dan Asia Tenggara.
Meningkatnya inflasi dan pengangguran menciptakan penderitaan di mana-mana.
Ketidak-puasan terhadap pemerintahan zaman Orde Baru (Kabinet Pembangunan) dan
merajalelanya korupsi juga meningkat.
Pada bulan April 1998, ketika Soeharto untuk terakhir kalinya terpilih kembali menjadi
Presiden Republik Indonesia, setelah masa bakti 1993-1998 bersama Try Soetrisno,
mahasiswa dari berbagai universitas di seluruh Indonesia menyelenggarakan demonstrasi
besar-besaran. Mereka menuntut pemilu kembali diadakan dan tindakan efektif
pemerintah untuk mengatasi krisis.
Ini adalah insiden terbaru, ketika mahasiswa Indonesia meneriakkan aspirasi rakyat dan
dipukuli karena dianggap akan menimbulkan gangguan.
Tragedi Trisakti[sunting | sunting sumber]
Gerakan Mahasiswa Indonesia 1998 adalah puncak gerakan mahasiswa dan gerakan
rakyat pro-demokrasi pada akhir dasawarsa 1990-an. Gerakan ini menjadi monumental
karena dianggap berhasil memaksa Soeharto berhenti dari jabatan Presiden Republik
Indonesia pada tangal 21 Mei 1998, setelah 32 tahun menjadi Presiden Republik
Indonesia sejak dikeluarkannya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) pada tanggal
11 Maret 1966 hingga tahun 1998.
Pada April 1998, Soeharto terpilih kembali menjadi Presiden Republik Indonesia untuk
ketujuh kalinya (tanpa wakil presiden), setelah didampingi Try Soetrisno (1993-1997)
dan Baharuddin Jusuf Habibie (Oktober 1997-Maret 1998). Namun, mereka tidak
mengakui Soeharto dan melaksanakan pemilu kembali. Pada saat itu, hingga 1999, dan
selama 29 tahun, Partai Golkar merupakan partai yang menguasai Indonesia selama
hampir 30 tahun, melebihi rejim PNI yang menguasai Indonesia selama 25 tahun.
Namun, terpliihnya Soeharto untuk terakhir kalinya ini ternyata mendapatkan kecaman
dari mahasiswa karena krisis ekonomi yang membuat hampir setengah dari seluruh
penduduk Indonesia mengalami kemiskinan. Gerakan ini mendapatkan momentumnya
saat terjadinya krisis moneter pada pertengahan tahun 1997. Namun para analis asing
kerap menyoroti percepatan gerakan pro-demokrasi pasca Peristiwa 27 Juli 1996 yang
terjadi 27 Juli 1996. Harga-harga kebutuhan melambung tinggi, daya beli masyarakat pun
berkurang.
Agenda reformasi yang disuarakan oleh para mahasiswa angkatan 1998 meliputi :
Adili Soeharto dan kroni-kroninya,
Laksanakan amandemen UUD 1945,
Hapuskan Dwi Fungsi ABRI,
Pelaksanaan otonomi daerah yang seluas-luasnya,
Tegakkan supremasi hukum,
Ciptakan pemerintahan yang bersih dari KKN
Gedung parlemen, yaitu Gedung Nusantara dan gedung-gedung DPRD di daerah, menjadi
tujuan utama mahasiswa dari berbagai kota di Indonesia. Seluruh elemen mahasiswa yang
berbeda paham dan aliran dapat bersatu dengan satu tujuan untuk menurunkan Soeharto.
Organisasi mahasiswa yang mencuat pada saat itu antara lain adalah FKSMJ dan Forum
Kota karena mempelopori pendudukan gedung DPR/MPR. Meski salah satu agenda
perjuangan mahasiswa yaitu menuntut lengsernya sang Presiden tercapai, namun banyak
yang menilai agenda reformasi belum tercapai atau malah gagal.
Gerakan Mahasiswa Indonesia 1998 juga mencuatkan tragedi Trisakti yang menewaskan
empat orang Pahlawan Reformasi. Pasca Soeharto mundur, nyatanya masih terjadi
kekerasan terhadap rakyat dan mahasiswa, yang antara lain mengakibatkan tragedi
Semanggi yang berlangsung hingga dua kali. Gerakan Mahasiswa Indonesia 1998 juga
memulai babak baru dalam kehidupan bangsa Indonesia, yaitu era Reformasi. Sampai
saat ini, masih ada unjuk rasa untuk menuntut keadilan akibat pelanggaran HAM berupa
pembunuhan besar-besaran yang dilakukan oleh aparat terhadap keempat orang
mahasiswa.