You are on page 1of 19

BAGIAN ILMU ANESTESI REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN NOVEMBER 2017


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

DIFFICULT AIRWAY

DISUSUN OLEH :
MUH. RACHMAD HABEL (111 2015 0142)

PEMBIMBING :
Dr. Gede Indra Jaya, Sp.An

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU ANESTESI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2017
PENDAHULUAN

Jalan napas merupakan hal penting yang harus dipertahankan dan paten dalam
anestesi. Dimulai dengan penilaian jalan napas untuk mengidentifikasi kesulitan jalan
nafas dan cara-cara untuk menanganinya.
Kesulitan jalan napas apabila tidak ditanggulangi dapat berujung pada brain injury
dan cardiopulmonary arrest.
ANATOMI AIRWAY
ANATOMI LARING
PERSARAFAN
DIFFICULT AIRWAY

Difficult airway atau kesulitan jalan nafas didefinisikan sebagai situasi


klinis di mana anestesi konvensional terlatih mengalami kesulitan dengan
ventilasi masker di saluran napas bagian atas, kesulitan intubasi trakea, atau
keduanya.
JENIS DIFFICULT AIRWAY

Kesulitan ventilasi dengan sungkup atau


supraglottic airway (SGA)

Kesulitan penempatan SGA

Kesulitan laringoskopi

Kesulitan intubasi trakea

Kegagalan intubasi
PENILAIAN DIFFICULT AIRWAY
Klasifikasi Mallampati Klinis
Kelas I Tampak uvula, pilar fausial dan palatum mole
Kelas II Pilar fausial dan palatum mole terlihat
Kelas III Palatum durum dan palatum mole masih terlihat
Kelas IV Palatum durum sulit terlihat 2,3

Klasifikasi Samsoon Young Klinis

Kelas I Visualisasi seluruh bukaan laring


Kelas II Visualisasi hanya komisura posterior dari bukaan laring
Kelas III Visualisasi hanya epiglotis

Kelas IV Visualisasi hanya soft palate


Measurements 3-3-2-1 or 1-2-3-3 Fingers
3 Jari. Bukaan mulut.
3 Jari. Jarak hypomental = dari mentum sampai leher
2 Jari antara thypiod sampai dasar dari mandibula
Movement of the neck

Malformation of the Skull (S), Teeth (T), Obstruction (O), Pathology (P)
Skull (Hidrocephalus dan mikrocephalus)
Teeth (Buck, protruded, & gigi ompong, makro dan mikro mandibula)
Obstruction (obesitas, leher pendek dan bengkak disekitar kepala and
leher)
Pathologi (kraniofacial abnormal & Syndromes: Treacher Collins,
Goldenhars, Pierre Robin, Waardenburg syndromes)
EVALUASI AIRWAY
Riwayat
Riwayat penyakit (kesulitan jalan napas) dapat membantu dalam cara menghadapi
kesulitan jalan nafas, riwayat operasi atau riwayat anestesi, jika ada kemudian
tanyakan waktu pelaksanaan.
Pemeriksaan fisik
Ciri-ciri anatomi tertentu (ciri-ciri fisik dari kepala dan leher) dan kemungkinan
dari kesulitan jalan nafas.
Evaluasi tambahan
Tes diagnostik tertentu (Radiografi , CT-scan , fluoroskopi ) dapat mengidentifikasi
berbagai keadaan yang didapat atau bawaan pada pasien dengan kesulitan jalan
napas
PERSIAPAN STANDAR
I. Tersedianya peralatan untuk pengelolaan kesulitan jalan napas
II. Menginformasikan kepada pasien atau keluarga tentang adanya atau dugaan
kesulitan jalan nafas, prosedur yang berkaitan dengan pengelolaan kesulitan jalan
nafas, dan risiko khusus yang kemungkinan dapat terjadi
III. Memastikan bahwa setidaknya ada satu orang tambahan sebagai asisten dalam
manajemen kesulitan jalan nafas,
IV. Melakukan preoksigenasi preanestesi dengan sungkup wajah sebelum memulai
manajemen kesulitan jalan nafas, kuran glebih selama 3 menit untuk mencapai
hasil saturasi oksigen yang baik
V. Secara aktif memberikan oksigen tambahan di seluruh proses manajemen
kesulitan jalan nafas. Dapat menggunakan nasal cannule, facemask, LMA.
STRATEGI INTUBASI

I. Intubasi sadar
II. Laringoskopi dengan bantuan video.
III. Intubasi stylets atau tube-changer.
IV. SGA untuk ventilasi (LMA, laringeal tube)
V. Intubating laryngeal mask airway (ILMA)
VI. Laryngoscopic berbagai desain dan ukuran
VII. Intubasi dengan bantuan fiberoptik
VIII.Stylets menyala atau Ligth Wand.
ALGORITMA DIFFICULT
AIRWAY
1.Menilai kemungkinan dan dampak klinis dari masalah pada penanganan dasar:
Kesulitan dengan kerjasama atau persetujuan pasien
Kesulitan ventilasi sungkup
Kesulitan penempatan Supraglottic Airway
Kesulitan laringoskopi
Kesulitan intubasi
Kesulitan akses bedah jalan napas
2.Aktif memberikan oksigen tambahan selama proses manajemen kesulitan jalan napas
3.Mempertimbangkan manfaat relatif dan kelayakan dari penanganan dasar
Awake intubation vs intubasi setelah induksi anestesi umum
Teknik non-invasif vs teknik invasif untuk pendekatan awal untuk intubasi
Video laringoskopi sebagai pendekatan awal untuk intubasi
Menjaga Ventilasi spontan vs pelepasan ventilasi spontan
4.Mengembangkan strategi primer dan strategi alternative
a) Pilihan lain termasuk: operasi menggunakan masker wajah atau supraglottic airway (SGA)
(Misalnya, LMA, ILMA, laringeal tube), infiltrasi anestesi lokal atau blokade saraf
regional.
b) Akses jalan napas invasif meliputi bedah atau jalan napas percutaneous, jet ventilation,
dan intubasi retrograde.
c) Pendekatan alternatif: laringoskopi dengan video, bilah laringoskop alternatif, SGA (LMA
atau ILMA) sebagai saluran intubasi (dengan atau tanpa bimbingan serat optik), intubasi
dengan serat optik , intubasi dengan stylet atau tabung changer, light wand, dan blind oral
or nasal intubation.
d) Pertimbangkan kembali persiapan pasien untuk intubasi sadar atau membatalkan operasi.
EKSTUBASI

Ekstubasi terbaik dilakukan ketika pasien sedang teranestesi dalam atau bangun. Ekstubasi
selama anestesi ringan (masa antara anestesi dalam dan bangun) harus dihindari karena
meningkatnya risiko laringospasme.
Sebelum ekstubasi, faring disuction terlebih dahulu untuk mengurangi risiko aspirasi atau
laringospasme. ETT dilepas dari plester dan balon dikempiskan. Pencabutan TT pada saat akhir
ekspirasi atau akhir inspirasi mungkin tidak terlalu penting. TT dicabut dengan satu gerakan
yang halus, dan sungkup wajah biasanya digunakan untuk menghantarkan oksigen 100%
sampai pasien menjadi cukup stabil untuk diantar ke ruang pemulihan.
THANK YOU

You might also like