You are on page 1of 14

PERMODELAN SAMPAH PEMUKIMAN

BERBASIS MANAJEMEN KOLABORASI


(Studi Kasus di Desa Palimanan Barat Kabupaten Cirebon)

The Model of Collaborative Management Based Settlement Waste


(A Case Study in West Palimanan Village, Cirebon Regency)

Slamet Rosyadi1*, Erna Lestianingrum1


1
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas JEnderal Soedirman
*
slametrosyadi@yahoo.com
(Diterima:5 Juni 2013, disetujui: 11 September 2013)

ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pola kolaborasi antara pihak
swasta dan masyarakat dalam membantu pemerintah untuk mengatasi permasalahan sampah
yang dihasilkan di wilayah permukiman warga. Penelitian ini memadukan pendekatan
kuantitatif dan kualitatif untuk mendapatkan deskripsi yang lengkap mengenai pola kolaborasi
dalam pengelolaan sampah permukiman. Sumber data diperoleh dari data sekunder, studi
literature, wawancara dan kunjungan lapangan. Informan diambal dari unsur-unsur masyarakat
desa Palimanan Barat, pengurus pengelola sampah desa, dan pihak swasta pemanfaat sampah.
Data sekunder dikumpulkan dari catatan yang dilakukan oleh badan usaha milik desa (bumdes)
dan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk sebagai pemanfaat sampah olahan. Data dianalisis
secara deskriptif, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Penelitian ini menunjukkan bahwa
kolaborasi antara masyarakat dan sektor swasta dalam pengelolaan sampah dapat dilakukan
dengan baik. Faktor-faktor yang berperan penting dalam membangun kolaborasi public-private
ini diantaranya komitmen, partisipasi aktif semua aktor, profesionalisme dan transparansi.
Hasil-hasil yang diperoleh dari kolabarasi public-private ini adalah peningkatan pendapatan
masyarakat melalui BUMDES, peningkatan kapasitas institusi local, dan perbaikan lingkungan
permukiman.
Kata-kata kunci: kolaborasi, masyarakat, pengelolaan sampah, permukiman, swasta.

ABSTRACT
Basically every living thing will always produce the residue of metabolic processes. In humans is not
only a waste materials derived from the metabolism of the body, but also of his living activities. Residual
material that has been un used it will be a waste and further the material will become an environmental
pollutant swhich will never last as long as human life exist. In order to take the benef it sit is necessary
to manage so the pollutant material can be converted into economi cally valuable material or as an
alternative fuel. To transform waste into use ful materials, it is necessary to form a collaborative
cooperation of various parties, ranging from policy makers, producers, collectors, processors to be
neficiaries.Advantages that can be gained through this collaboration is in addition to management can
reduce waste generation, reduce environ mental pollution, as an alternative to fossil fuel energy and at
last is expected to gradually change the bad perception of waste into valuable material economy.
Key words: waste, collaboration management, economic value, alternative fuels

PENDAHULUAN dampak pemanasan global, dilakukan upaya


Pemanasan global yang berlangsung mengurangi atau menghentikan proses yang
beberapa dekade terakhir telah mengakibatkan berpengaruh dalam memicu timbulnya efek gas
adanya perubahan iklim dan juga peningkatan rumah kaca (GRK). Beberapa sumber yang
temperatur udara. Untuk mencegah berbagai menimbulkan GRK adalah lepasnya gas metan
112
(CH4) dari hasil degradasi unsur organik yang
terdapat dalam timbulan sampah dan lepasnya gas
karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan dari
penggunaan energi fosil, terutama yang berasal
dari kegiatan industri. Semakin tinggi tingkat
kepadatan penduduk, semakin besar pula volume
sampah yang dihasilkan. Kebutuhan energi fosil
Sumber : BPS Prov Jabar & Komponen Persampahan
untuk memutar roda perekonomian semakin Cirebon, 2004
meningkat sementara cadangan yang tersedia di Gambar 1. Pertumbuhan Penduduk vs
dunia semakin menurun. Sampah Terangkut
Untuk menghadapi kondisi yang Berdasarkan data statistik kementrian
kontradiktif ini dibutuhkan solusi agar bisa Lingkungan Hidup, sampah di Indonesia
mengurangi pelepasan gas metan dan karbon umumnya diangkut ke TPA/dump area (60%)
dioksida Selain itu dibutuhkan solusi mengatasi untuk kota-kota besar dan 30% di kota
material pencemar sampah di lingkungan agar kecil/rural), sisanya dibuat kompos, dibakar
dapat dimanfaatkan menjadi barang yang bernilai (open burning bukan menggunakan insinerator),
ekonomi atau diproses menjadi bahan bakar dibuang ke sungai, tidak terangkut dan lain-lain
alternatif yang ramah lingkungan. Dengan (BPS 2000 2007). jumlah penduduk yang
demikian diharapkan kesejahteraan hidup manusia besar, minimnya kesadaran masyarakat akan
dapat ditingkatkan dan kualitas makhluk hidup pentingnya pengelolaan sampah secara baik dan
serta lingkungan sekitarnya menjadi lebih baik. benar, serta peran pemerintah yang pada
Pengelolaan sampah pemukiman di akhirnya menyebabkan menjadi tak kunjung
Kabupaten Cirebon sampai saat ini belum selesai. Untuk mengatasinya perlu dilakukan
dilakukan secara efektif. Adanya tempat upaya pengelol melalui kerja sama antar
pembuangan akhir (TPA) dengan sistem open stakeholder yang melibatkan masyarakat,
dumping (penimbunan bebas) yang semakin pemerintah, akademisi, lembaga swadaya
bertambah di beberapa wilayah dapat berakibat masyarakat, dan swasta.
pada terganggunya kesehatan masyarakat dan Sistem sanitary landfill hanyalah salah
keberlangsungan ekosistem lingkungan. Kondisi satu metode yang diterapkan untuk
ini diperparah lagi dengan pertumbuhan meminimalkan timbulan sampah beserta beban
penduduk yang terus meningkat dari tahun ke pencemar ikutannya. Namun demikian hal itu
sampah yang dihasilkan juga bergerak meningkat belum dapat memaksimalkan secara efektif yang
secara linear. Berikut grafik pertumbuhan mengarah pada penerapan konsep zero waste.
penduduk Kabupaten Cirebon dengan jumlah Salah satu masalah utama dalam pengelolaan
sampah yang dapat terangkut ke TPA: sampah di Indonesia adalah pemilahan jenis
sampah. Hingga saat ini, masyarakat belum
terbiasa untuk melakukan pemilahan jenis
sampah, padahal hal ini akan berpengaruh pada

Permodelan Sampah Permukiman Berbasis Manajemen... (Rosyadi dan Lestiningrum)


113

saat diproses menggunakan peralatan incinerator profesional. Dalam posisi inilah peran industri
(pembakar sampah). Mengubah atau pengolahan limbah menjadi vital dan
meningkatkan kesadaran masyarakat pun bukan menentukan.
perkara mudah, karena berkaitan erat dengan pola Paradigma pembangunan saat ini tidak lagi
pikir dan kebiasaan yang sudah turun temurun. bergantung pada peran pemerintah (government)
Untuk memperoleh hasil yang optimal semata, tetapi berkembang menjadi
dalam penanganan masalah sampah ini maka pembangunan yang melibatkan stakeholders
dibutuhkan pengelolaan yang efektif dan (governance). Yang dimaksud stakeholders (para
terencana. Pemerintah bisa berperan melalui pemangku kepentingan) adalah: pihak yang
kebijakan yang dikeluarkannya dan swasta dipengaruhi oleh kebijakan, pihak yang dapat
berperan melalui kemampuan teknis maupun mempengaruhi kebijakan dan pihak yang
pendanaan yang dimilikinya. Hasil yang diperoleh memiliki sumber daya dan atau kewenangan
dari pengelolaan bersama itu tentu tidak akan untuk melaksanakan kebijakan (Smutko, 2006).
memiliki nilai tambah apabila tidak dimanfaatkan. Keterlibatan mereka diharapkan akan
Dalam hal ini peran dunia industri dibutuhkan mengakomodasi nilai dan kepentingan publik
untuk bisa memanfaatkannya. dalam pengambilan keputusan, meningkatkan
Sampah pada dasarnya memiliki nilai kualitas keputusan publik, meningkatkan
panas yang cukup baik apabila dibakar. Melalui kapasitas masyarakat, serta menghindari konflik.
proses yang tepat sampah dapat dimanfaatkan Keterlibatan pemangku kepentingan pada tiap
menjadi sumber energi alternatif. Industri dalam program pembangunan berbeda. Mereka
kegiatan operasional sehari-harinya mutlak umumnya dapat dikelompokkan sesuai
membutuhkan energi dalam jumlah yang cukup kepentingan dan perannya. Dalam governance
besar, dan sebagian besar kebutuhan energi ini terjadi proses interaksi yang berkesinambungan
berasal dari bahan bakar fosil. Hal inilah yang antara masyarakat dan negara dalam
mendasari pemikiran peneliti untuk memaparkan pembangunan, Sebagaimana diutarakan oleh
konsep dan praktik perencanaan kolaborasi dalam McCarney, Halfani,dan Rodriguez (1996),
pengelolaan sampah menuju konsep zero waste. bahwa governance merupakan the relationship
Salah satu industri yang menggunakan between civil society and the state, between
energi fosil yang cukup besar adalah industri rulers and the ruled, the government and the
semen. Kebutuhan energi panas digunakan untuk governed.
membakar material sehingga menghasilkan Dalam konteks partisipasi, tanda adanya
produk semen sangat tinggi. Dengan kebutuhan partisipasi muncul ketika kepercayaan (trust) dan
energi yang tinggi sementara ketersediaan energi keterlibatan (engagement) menguasai sistem.
fosil yang ada semakin terbatas, menjadi kendala Perencanaan yang co-exist dengan konsep
bagi perkembangan industri semen. Pemanfaatan governance adalah perencanaan kolaborasi
energi alternatif untuk menunjang kegiatan (Healey, 2006) karena pendekatannya
operasionalnya dituntut untuk dikelola secara melibatkan berbagai pemangku kepentingan.
Perencanaan kolaborasi saat ini mendominasi

Jurnal Pembangunan Pedesaan Volume 13 Nomor 2, Desember 2013, hal 111 - 123
114
urban planning (Allmendinger, P. and Mark Beberapa upaya sudah dilakukan untuk
Tewdwr-Jones, 2002: 216). Dengan melihat mengatasi permasalahan ini, namun belum
karakteristiknya, pendekatan kolaborasi ini dapat mampu memberikan hasil yang optimal. Semua
digunakan pihak yang terlibat, baik yang menghasilkan,
sebagai upaya mengatasi masalah-masalah yang terkena dampak, maupun yang mengelola
pembangunan, termasuk di antaranya masalah sampah, seyogyanya bekerja sama melalui suatu
lingkungan. Salah satu masalah lingkungan yang mekanisme. Mekanisme itu bisa dilakukan mulai
sulit dipecahkan dewasa ini adalah sampah. dari proses perencanaan di tingkat pemangku
Sumbernya bisa berasal dari produk sampah skala kepentingan, implementasi hingga evaluasi hasil
individu, rumah tangga, industri, pertanian atau akhir pengelolaan sampah. Dengan keterlibatan
perkantoran. Menurut jenisnya, sampah terbagi pihak-pihak terkait dan kompeten, maka
dalam beberapa variasi :padat/cair/gas, pendekatan kolaborasi pengelolaan sampah bisa
basah/kering, atau organik/anorganik. Proses dipertimbangkan menjadi salah satu alternatif
produksinya berjalan setiap saat dan selalu dalam pemecahan masalah sampah.
bergulir sehingga volumenya bertambah seiring Meski terlihat ideal, masih banyak yang
dengan laju pertambahan jumlah penduduk dan meragukan efektivitas proses kolaboratif ini
aktivitasnya. dalam hal proses maupun landasan ideologinya.
Beberapa masalah yang diakibatkan oleh Menyatukan beberapa pendapat yang berbeda
adanya timbulan sampah telah banyak terjadi di kemudian menyimpulkannya menjadi suatu
beberapa daerah. Sampah sudah menjadi masalah, kesepakatan bukan pekerjaan yang mudah.
mulai dari proses pengangkutan sampai Proses kolaborasi menjadi sulit diterapkan
pengolahannya. Oleh karenanya diperlukan karena dalam proses ini memiliki banyak
penanganan yang baik dan benar karena sampah tuntutan, membutuhkan banyak waktu,
juga memiliki dampak eksternalitas. Menurut memberikan hasil yang kepastiannya rendah.
pengertian ekonomi, eksternalitas adalah kerugian Kurangnya komitmen dari para pemangku
atau keuntungan yang diderita atau dinikmati kepentingan bias menyebabkan perselisihan
pelaku ekonomi karena tindakan pelaku ekonomi dalam kelompok (Johnston, 2010). Selain itu,
lain yang tidak tercermin dalam harga pasar. keterlibatan publik yang bebas dan tanpa
Dampak eksternalitas sampah adalah sampah telah hambatan untuk mengatasi masalah bersama
memberi pengaruh negative terhadap pihak lain merupakan ketidak-mungkinan secara konseptual
yang tidak membuangnya tapi harus (Mouffe, 1999).
membayarnya, masalah sampah adalah masalah Manajemen kolaborasi dilakukan melalui
bersama, masalah rumah tangga, instansi beberapa tahapan, yaitu :
pemerintah, sektor swasta, karena sampah a. Perencanaan kolaborasi yang ditetapkan
dihasilkan oleh kita semua. Penanganannya pun melalui suatu konsensus bersama
harus dilakukan bersama, tidak bisa hanya b. Pelaksanaan yang dilandasi dengan
dilakukan oleh satu pihak. kepercayaan (trust) berbagai pihak

Permodelan Sampah Permukiman Berbasis Manajemen... (Rosyadi dan Lestiningrum)


115

c. Pengawasan bersama dalam setiap kegiatan, sekunder, wawancara dan kunjungan lapangan.
untuk menghindari perselisihan Wawancara, dilakukan terhadap masyarakat
d. Evaluasi hasil yang didapat dari kegiatan yang Desa Palimanan Barat, pengurus pengolah
dilaksanakan. sampah desa, dan pihak swasta pemanfaat
Pengelolaan sampah melalui kolaborasi sampah. Kunjungan lapangan dilaksanakan ke
dimungkinkan untuk bisa dilaksanakan, walaupun beberapa sumber sampah, TPS/TPA, Badan
dalam kenyataannya membutuhkan waktu, tenaga usaha milik desa (Bumdes) selaku pengolah
dan pendanaan yang tidak sedikit. sampah Desa Palimanan Barat, dan PT
Tahapan di atas merupakan upaya pengelolaan Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. (PT ITP
sampah terpadu yang melibatkan tiga unsur yaitu Tbk.) selaku pemanfaat sampah olahan. TPA
: yang dikunjungi adalah TPA Kepuh Kabupaten
a. Pemerintah daerah melalui pengelola dan Cirebon. Data sekunder yang digunakan adalah
pemilik TPA salah satunya adalah DKP data yang berasal dari hasil pengolahan sampah
b. Pengelola limbah swasta yang kompeten di bumdes dan pemanfaatan sampah olahan di
c. Industri yang telah menerapkan konsep co- PT ITP Tbk.
processing HASIL DAN PEMBAHASAN
Kombinasi ketiga pihak yang potensial ini 1. Sistem Pengelolaan Sampah di Kabupaten
apabila disinergikan akan menjadi suatu kekuatan Cirebon
sistem yang unggul karena masing-masing Pemerintah Daerah Cirebon melakukan
memiliki kelebihan dan pengaruh komparatif pengelolaan sampah berdasarkan pada rencana
terhadap kelangsungan proses kolaborasi. Apabila sistem jaringan persampahan Kabupaten Cirebon
kerja sama di antara ketiga unsur tersebut berhasil yang tertuang dalam Perda Kabupaten Cirebon
dan berkelanjutan, maka masalah timbulan No. 17 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang
sampah tidak akan menjadi momok yang Wilayah (RTRW) tahun 2011 2031, yang
menakutkan bagi generasi saat ini maupun dalam pasal 23 kegiatannya meliputi :
generasi mendatang. Pada sisi lain hal ini bisa a. Penyusunan rencana induk pengelolaan
menciptakan paradigma baru. Sampah yang persampahan kabupaten;
semula dipandang sebagai barang yang harus b. Pengembangan teknologi komposing sampah
dihindari kemudian dipandang sebagai barang organik pada kawasan permukiman pedesaan
yang berpotensi dan memiliki nilai ekonomi. dan perkotaan;
Harapan baru yang menjanjikan ini selanjutnya c. Pengembangan tempat penampungan
bisa menjadi salah satu solusi dalam pengelolaan sementara (TPS) diletakkan pada pusat
lingkungan hidup yang berkelanjutan. kegiatan masyarakat, meliputi pasar,
permukiman, perkantoran, dan fasilitas sosial
METODE PENELITIAN yang berada di setiap kecamatan;
Metode dalam penelitian ini menggunakan
metode kombinasi pendekatan kuantitatif dan
kualitatif meliputi studi literatur, analisis data

Jurnal Pembangunan Pedesaan Volume 13 Nomor 2, Desember 2013, hal 111 - 123
116
f. Persiapan pembangunan tempat pengelolaan
dan pemrosesan akhir sampah (TPPAS)
Regional di kabupaten.
Tingkat pelayanan persampahan di
Kabupaten Cirebon secara umum masih sangat
rendah. Cakupan pelayanan persampahan hingga
akhir tahun 2007 sebesar 23 persen dan sekitar

Tabel 1. Rasio Jumlah Daya Tampung TPS Per 50 persen pengolahan sampah di TPA masih

Satuan Penduduk. dilakukan secara open dumping. Selain itu

d. Peningkatan pemanfaatan tempat pengelolaan kondisi sarana angkutan persampahan saat ini

dan pemrosesan akhir sampah (TPPAS) yang masih belum memadai.

ada dengan sistem pengelolaan sampah Data menunjukkan bahwa pada tahun

sanitary landfill meliputi : 2003 dari setiap sampah yang dihasilkan oleh

TTPAS Gunung Santri di Desa Kepuh 1000 penduduk hanya dapat ditampung oleh TPS

Kecamatan Palimanan seluas + 4 ha; sebanyak 47,76 meter kubik. Sedangkan pada
Tahun 2007 kemampuan TPS sebanyak 88,17
TTPAS Ciawi Japura di Desa Ciawi Japura
meter kubik. Sementara itu rencana pemerintah
Kecamatan Susukan Lebak seluas + 2 ha;
untuk meningkatkan pelayanan persampahan
TTPAS Ciledug di Desa Ciledug Wetan
menetapkan target pada tahun 2014 rasio
Kecamatan Ciledug seluas + 4 ha.
kemampuan TPS akan dinaikkan menjadi 157,97
(naik 79 persen). Dengan harapan skala kepuasan
pelanggan naik pada tahun 2007 sebesar 2,75
pada tahun 2014 menjadi 3,5 (naik 27 persen).
Beberapa rencana kegiatan yang akan
digunakan dalam pengelolaan sampah di
Kabupaten Cirebon adalah :
a. Penyusunan kebijakan manajemen
pengelolaan sampah
b. Penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan
Gambar 2. Peta TPPAS Kabupaten Cirebon persampahan
2012 (Sumber data : RTRW c. Penyusunan kebijakan kerja sama
Kabupaten Cirebon 2011 2013)
pengelolaan persampahan
e. Pembangunan TPPAS dengan sistem d. Peningkatan operasi dan pemeliharaan
pengelolaan sampah sanitary landfill berada di prasarana dan sarana persampahan
Desa Cikeusal Kecamatan Gempol seluas + 7 e. Pengembangan teknologi pengolahan
ha; dan persampahan
f. Bimbingan teknis persampahan

Permodelan Sampah Permukiman Berbasis Manajemen... (Rosyadi dan Lestiningrum)


117

g. Peningkatan kemampuan aparat pengelolaan b. Kapasitas pelayanan terbatas


persampahan Paradigma lama pengelolaan sampah
h. Kerja sama pengelolaan persampahan mengandalkan proses kumpul-angkut-
i. Kerja sama pengelolaan sampah antar daerah buang.
j. Sosialisasi kebijakan pengelolaan persampahan Prioritas pendanaan sangat rendah dan
k. Peningkatan peran serta masyarakat dalam tidak sebanding dengan kebutuhan
pengelolaan persampahan pelayanan
l. Monitoring, evaluasi dan pelaporan Kapasitas kelembagaan belum memadai
Konsep pengelolaan sampah yang (status, kewenangan, perencanaan,
direncanakan oleh Pemda tersebut apabila berhasil pengawasan SDM, dll)
dilaksanakan tentu akan berdampak positif c. Kapasitas masyarakat dan swasta sebagai
terhadap lingkungan. Namun dalam RTRW mitra belum dibangun dan dikembangkan
maupun RJMD (rencana jangka menengah Perhatian untuk sosialisasi, pembinaan,
daerah) titik berat pengelolaan hanya bertumpu pendidikan, masyarakat sangat rendah
pada pembangunan infrastruktur dan metode Iklim dan birokrasi kemitraan belum
pengelolaan sanitary landfill. Hal ini kondusif dan menarik bagi swasta untuk
menunjukkan bahwa masih ada potensi masalah berinvestasi
yang ditimbulkan. Pada penggunaan metode Berdasarkan kondisi di atas, dapat
sanitary landfill, masalah sampah bisa dipastikan masih banyak kendala dalam sistem
diselesaikan dalam jangka pendek, namun pada pengelolaan sampah di Kabupaten Cirebon
masa mendatang metode ini bisa berpotensi karena secara umum terpola pada sistem kumpul
mencemari lingkungan. Jika tidak dikelola dengan - angkut -buang. Karena belum mendapatkan
baik dan berkelanjutan maka kerusakan solusi yang tepat maka dibangun TPA-TPA baru
lingkungan yang ditimbulkan hanya tinggal dengan sistem sanitary landfill. Kondisi ini
menunggu waktu. menunjukkan bahwa pengelolaan sampah yang
Beberapa kondisi dan permasalahan yang dilakukan saat ini belum memberikan solusi yang
dihadapi dalam pengelolaan persampahan saat ini, memadai , bahkan cenderung menimbulkan
di antaranya : masalah di masyarakat akibat keberadaan TPA
a. Volume timbulan sampah semakin besar di lingkungannya. Adanya perubahan pada
lahan semakin sempit fungsi lahan lambat laun akan berakibat pada
Jumlah populasi terus bertambah perubahan ekosistem setempat.
(alami/urbanisasi) 2. Manajemen Kolaborasi Pengelolaan
Meningkatnya kemampuan ekonomi, Sampah
produksi, dan konsumerisme Gambaran kondisi pengelolaan sampah
Peran masyarakat dan dunia usaha sangat secara umum dan rencana pemerintah daerah
rendah dalam upaya meminimalisasi dalam pengelolaan persampahan belum bisa
sampah memberikan solusi bagi masalah persampahan.
Ada beberapa pihak lain yang memiliki kekuatan

Jurnal Pembangunan Pedesaan Volume 13 Nomor 2, Desember 2013, hal 111 - 123
118
dan berpotensi untuk diajak bekerja sama dalam Penerapan konsep zero waste harus selalu
pengelolaan persampahan secara kolaboratif , di diperhatikan.
antaranya : c. Peran pemanfaat sampah (industri) :
a. Peran penghasil sampah (masyarakat) : Saat ini banyak bermunculan pihak swasta
Mampu bekerja sama dengan secara tertib yang bergiat dalam pengelolaan limbah. Ini
membuang sampah pada tempatnya. Mulai bisa menjadi suatu kekuatan baru apabila
belajar untuk memilah sampah sesuai dengan diikutsertakan dalam kerja sama dengan
karakteristiknya, sehingga memudahkan pemerintah daerah. Selain itu terdapat pula
dalam pengangkutan. Mengubah kebiasaan beberapa industri yang membutuhkan
membuang sampah ke sungai dan membakar energi dalam skala cukup besar yang dapat
sampah sendiri (open burning). pula menerapkan proses co-processing
b. Peran pengolah sampah (industri pengolah dalam kegiatan operasionalnya, di
limbah) : antaranya adalah:
Pengolah sampah harus mampu secara terus Pabrik semen (cement
menerus melakukan improvement dalam manufacturing)
segala hal, mulai dari sistem pengumpulan, Industrik pembangkit panas
teknologi pengolahan, jenis produk, hingga (thermal power industry)
pendistribusian produk. Pengolah sampah Industri baja (steel industry)
selain memiliki teknologi yang ramah Produksi batu kapur (lime
lingkungan juga harus memiliki dana yang production)
memadai. Dalam daur ulang, sampah organik Ketiga unsur di atas apabila digabungkan
menjadi kompos, sebagian akan menjadi dalam satu kerangka kerja sama, maka akan
RDF (refuse drived fuel) yang selanjutnya menjadi salah satu solusi dalam pengelolaan
dikirim ke industri sebagai bahan bakar persampahan seperti terlihat pada ilustrasi
alternatif. Pengolah sampah juga harus berikut ini :
mempersiapkan program pengelolaan
lingkungan, di antaranya mampu melakukan
kerja sama dengan para pemulung dan perajin
agar bisa lebih meningkatkan profit dan
menghindari timbulnya timbulan sampah
dalam kurun waktu yang panjang sebelum
diproses. Hal ini untuk menghindari
terjadinya dampak negatif yang mungkin
timbul karena perkembangan
mikroorganisme yang berlebihan bisa Gambar 3. Hubungan Pemerintah dengan
memberikan dampak buruk terhadap Industri Pemanfaat dan
lingkungan sekitar pengolahan sampah. Pengelola Sampah.

Permodelan Sampah Permukiman Berbasis Manajemen... (Rosyadi dan Lestiningrum)


119

Co-processing adalah penggunaan limbah


Proses co-processing mampu
sebagai bahan baku, atau sebagai sumber energi,
memberikan kontribusi terhadap daya saing
atau keduanya, untuk menggantikan sumber daya
industri elalui penerapan teknologi tinggi. Selain
alam mineral (daur ulang material) dan bahan
menghasilkan konsep produksi bersih pada
bakar fosil seperti batu bara, minyak bumi dan gas
industri, juga bisa dipertimbangkan sebagai
(pemulihan energi) dalam proses industri. Limbah
solusi alternatif dalam konsep pengelolaan
bahan yang digunakan untuk co-processing
sampah terpadu dan berkelanjutan. Hal ini lebih
disebut sebagai bahan bakar dan bahan baku
efektif membangun kapasitas pengolahan limbah
alternatif.
baru sehingga mengurangi biaya pengelolaan
Saat ini di seluruh dunia, limbah yang
sampah kepada masyarakat. Akan tetapi dalam
cocok untuk co-processing memiliki potensi
proses co-processing dibutuhkan faktor lain yang
energi setara dengan hampir 20 persen dari
harus dipertimbangkan meliputi standar kualitas
energi bahan bakar fosil yang digunakan dalam
produk, aspek perizinan, dan komunikasi yang
industri dan pembangkit listrik tenaga batu bara.
transparan dalam rangka mendapatkan
Sekitar 60 persen dari sampah dapat digunakan
penerimaan publik. Oleh karena itu dibutuhkan
untuk co-processing karena bersifat menetralkan
pengolahan terlebih dahulu sebelum sampah
karbon. Dengan cara ini co-processing
masuk dalam proses co-processing. Pengolahan
menawarkan potensi yang signifikan untuk
bisa dilakukan oleh pihak swasta yang khusus
mengurangi emisi gas rumah kaca dari bahan
bergerak dalam industri pengolah limbah.
bakar fosil. Selanjutnya, mengalihkan aliran
Potensi sampah di Kabupaten Cirebon
limbah industri dari landfill dan insinerator
cukup besar, sementara itu di kabupaten ini
tanpa pemulihan energi memberikan kontribusi
terdapat beberapa pabrik industri yang mampu
untuk mengurangi CO2 emisi keseluruhan bila
memanfaatkan sampah tersebut yaitu industri
digunakan untuk menggantikan bahan bakar
semen, pembangkit listrik dan pabrik kapur
fosil melalui co-processing. Berikut contoh
rakyat. Juga terdapat industri pengolah limbah.
ilustrasi manfaat co-processing terhadap
Ketiga unsur proses kolaborasi telah terpenuhi
pengurangan emisi di industri semen:
yaitu pemda/DKP sebagai pihak pengelola
sampah (waste generator), industri pengolah
sampah (waste platform) dan industri pemanfaat
sampah (co-processing). Berikut adalah potensi
sampah yang dimiliki Kabupaten Cirebon :

Gambar 4. Pengurangan emisi dari aplikasi co-


processing

Jurnal Pembangunan Pedesaan Volume 13 Nomor 2, Desember 2013, hal 111 - 123
111

Tabel 2. Data Potensi Sampah Kabupaten Cirebon

DATA POTENSI SAMPAH KABUPATEN CIREBON


ASUMSI ASUMSI JUMLAH
JUMLAH PERSENTASE ASUMSI
JUMLAH TOTAL TOTAL PRODUKSI POTENSI ASUMSI NILAI
SAMPAH SELISIH PERTUMBUHAN VOLUME
TAHUN PENDUDUK TIMBULAN TIMBULAN AKTUAL BIOMASS JUAL
TERANGKUT (M3/HR) TIMBULAN 2M3=1TON
(JIWA) SAMPAH SAMPAH SAMPAH (M3/HR) (RUPIAH/HR)
(M3/HR) SAMPAH (TON/HR)
(LT/ORG/HR) (M3/HR) (M3/HR)
KABUPATEN CIREBON
1980 1,331,690 3 3,995 3,196 2,940 1,055 - 1,470 735 73,509,288
1990 1,649,483 3 4,948 3,959 3,642 1,306 23.86% 1,821 911 91,051,462
2000 1,931,066 3 5,793 4,635 4,264 1,529 17.07% 2,132 1,066 106,594,843
2010 2,067,196 3 6,202 4,961 4,564 1,637 7.05% 2,282 1,141 114,109,219

Sumber data penduduk : BPS Provinsi Jawa Barat


Rumus :
Asumsi timbulan sampah = (Jumlah penduduk x 3) / 1000 Tidak terangkut Diperkirakan : Nilai rupiah belum
Aktual sampah = Asumsi - (Asumsi x 20%) (diolah sendiri 50% digunakan untuk dikurangi kadar
Sampah terangkut = Aktual - (Aktual x 8%) oleh masyarakat, kompos air (MC)
Selisih = Asumsi - Sampah terangkut misalnya dibakar/
Sumber Rumusan : Komponen Persampahan Kota Cirebon, 2004 ditimbun dll)

Potensi Biomass = Sampah terangkut x 50% Persentase dari


Sumber Rumusan : Analisa potensi sampah terangkut

LOKASI TPAS :
Kabupaten Cirebon : Kepu

Data beserta ilustrasi nilai ekonomi yang beberapa jenis sampah yang tidak dapat terurai
akan didapat, jelas tergambar bahwa akan ada dengan cepat selain itu, kebutuhan akan
sumber ekonomi baru bagi pemerintah, industri keberadaan TPA beserta besarnya operasional
dan masyarakat secara umum sehingga skema sanitary landfill dapat ditekan seminimal
kolaborasi dapat digunakan sebagai salah satu mungkin.
upaya pengendalian tata kelola lingkungan di Evaluasi dampak yang ditimbulkan dari
bidang persampahan. Berikut model manajemen implementasi proses kolaborasi pengelolaan
kolaborasi yang bisa dilakukan : sampah dapat dilihat dari beberapa aspek, di
antaranya adalah :
a. Aspek ekonomi, dapat menjadi produk baru
yang bernilai ekonomi,
b. Aspek sosial, dapat membuka lapangan kerja
baru,
c. Aspek kesehatan, dapat menurunkan potensi
penurunan kesehatan masyarakat,
d. Aspek teknis, dapat menjadi alternatif
pemanfaatan energi baru,
Gambar 5. Model Manajemen Kolaborasi e. Aspek lingkungan, dapat membantu
Proses kolaborasi dapat dilakukan pada menurunkan terjadinya penurunan kualitas
tahapan sampah berada di TPA. Jika skema lingkungan, akibat buruknya sanitasi dan
pengelolaan kolaborasi ini dijalankan, maka beban pencemaran yang masuk dalam
pengelolaan sampah menuju konsep zero waste lingkungan TPA dan sekitarnya,
dapat diwujudkan karena yang tersisa hanyalah

Jurnal Pembangunan Pedesaan Volume 13 Nomor 2, Desember 2013, hal 111 - 123
121

f. Aspek organisasi dan institusi, dapat pelatihan dari PT Indocement Tbk. Dalam
membantu pemerintah mengendalikan pengelolaan hariannya dilakukan oleh BUMDES
permasalahan persampahan. dengan pembinaan terpadu dari PT ITP Tbk.
Dengan demikian jelaslah, bahwa proses Pembentukan BUMDES ini merupakan salah
kolaborasi dapat menjadi salah satu model dalam satu upaya agar pengelolaan sampah dapat
mengatasi masalah persampahan di Kabupaten berlangsung secara berkelanjutan, dan memiliki
Cirebon. Keberhasilan proses kolaborasi ini akan hasil yang dapat meningkatkan pendapatan
sangat dipengaruhi oleh kondisi di lapangan. masyarakat sekitar.
Perubahan dan penyesuaian tergantung dinamika
yag terjadi. Proses kolaborasi tidak hanya
dipengaruhi oleh hal-hal yang terjadi pada saat
proses perencanaan, tetapi juga karakteristik dan
kebiasaan masyarakat serta pihak-pihak lain yang
terlibat. Peran pemerintah sebagai pemangku
kekuasaan akan sangat menentukan keberhasilan
proses kolaborasi ini.
3. Hasil Manajemen Kolaborasi Pengelolaan
Sampah Indocement
Manajemen kolaborasi pengelolaan sampah Gambar 6. Tempat Pengolahan Sampah
yang dilakukan oleh PT Indocement bekerja sama Investasi infrastruktur dan pembekalan
dengan badan usaha milik desa (Bumdes), dapat pengolahan sampah diberikan oleh Indocement,
dijadikan salah satu model dalam implementasi melalui pendanaan dan berbagai pelatihan yang
manajemen kolaborasi pengelolaan sampah untuk dijembatani oleh pihak perusahaan. Sosialisasi
wilayah Kabupaten Cirebon. terhadap pelaksanaan usaha ini menjadi
Pada saat ini, desa pengelola sampah yang rangkaian dalam kegiatan CSR perusahaan,
dijadikan pilot project di lingkungan desa binaan dengan demikian masyarakat yang menjadi
PT Indocement adalah Desa Palimanan Barat, penghasil sampah bisa berperan serta membantu
yang memiliki jumlah penduduk terbesar di antara dengan membuang sampah pada tempat yang
desa binaan lainnya. Sampah yang digunakan telah disediakan.
tidak hanya berasal sampah domestik yang telah Sampah yang dikumpulkan oleh
diolah (RDF/municipal waste), tetapi juga berasal BUMDES, selanjutnya dibawa ke tempat
dari limbah pertanian/perkebunan di antaranya pengolahan untuk dipilah sesuai jenis dan
sekam padi (rice husk), kertas bekas (used paper), karakter sampah yang masuk sampah organik
serbuk gergaji (saw dust), dan jerami padi (rice dihancurkan dan difermentasi untuk dijadikan
straw). Pengolahan sampah ini dilakukan dengan kompos kemudian dijual. Sampah anorganik
membentuk suatu badan usaha milik desa dihancurkan secara mekanis menjadi ukuran
(Bumdes) pada tahun 2008 dengan pembiayaan tertentu dan dikirim/dijual ke Indocement untuk
pendirian, teknologi, pengoperasian maupun dijadikan bahan bakar alternatif. Jenis sampah

Jurnal Pembangunan Pedesaan Volume 13 Nomor 2, Desember 2013, hal 111 - 123
122
lain yang masih memiliki nilai ekonomi, sebelum KESIMPULAN
diolah dikelola masyarakat, khususnya ibu ibu rt Manajemen kolaborasi merupakan
melalui proses daur ulang menjadi bentuk barang proses yang memerlukan keterlibatan aktif para
kreatif yang memiliki nilai jual sementara sampah pemangku kepentingan dan proses ini bisa
yang mengandung B3 diserahkan kepada pihak diterapkan dalam pengelolaan lingkungan. Di
ketiga yang berijin untuk diolah sesuai peraturan negara-negara maju, penerapan pendekatan ini
perundangan yang berlaku. telah menunjukan keberhasilan. Di negara-
Walaupun awalnya dibiayai oleh PT ITP negara berkembang pun masih terdapat peluang
Tbk., proses pengolahan sampah selanjutnya keberhasilannya, meski memerlukan upaya yang
secara bertahap mampu dioperasikan oleh lebih keras, karena karakteristik masyararakat
masyarakat sendiri. Pemberdayaan melalui yang secara demokrasi masih berkembang.
pengelolaan sampah menjadi barang yang bernilai Melihat keberhasilan proses kolaborasi pada
ekonomi menjadi salah satu bukti bahwa.kuncinya pengelolaan lingkungan, maka pendekatan ini
adalah peran serta aktif dan komitmen tidak mustahil dilakukan dalam pengelolaan
tinggi.Semua pihak Sebagai catatan, sampah yang sampah. Keterlibatan dan komitmen para
dimanfaatkan di PT Indocement sebelumnya telah pemangku kepentingan mulai dari masyarakat,
melalui uji analisa laboratorium sesuai peraturan perguruan tinggi, LSM, pengusaha, dan
perundangan yang berlaku. Dengan demikian pemerintah sangat diperlukan. Keterlibatan ini
masalah sampah yang dihasilkan oleh kegiatan bisa diakomodasi dalam suatu bentuk proses
masyarakat maupun industri dapat diselesaikan kolaborasi untuk menghasilkan keputusan yang
dengan baik, karena sampah dapat dimanfaatkan akan dilaksanakan bersama.
secara optimal tanpa mengganggu lingkungan. Kekuatan proses kolaborasi sangat
Berikut adalah grafik perkembangan ditentukan oleh komitmen, partisipasi aktif dan
pengelolaan sampah yang dikelola oleh kerja sama seluruh pihak yang terlibat di
BUMDES. dalamnya. Komitmen yang kuat dan transparansi
dalam pelaksanaan sangat menentukan sukses
atau tidaknya proses ini. Pelaksanaan secara
profesional sangat dibutuhkan mulai dari
perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi
menjadi kunci keberhasilan proses ini. Terdapat
tiga unsur yang harus terlibat pada proses ini
yaitu pemerintah daerah sebagai pengelola
sampah, pihak industri sebagai pengolah sampah
dan pihak industri sebagai pemanfaat sampah.
Apabila salah satu dari ketiga unsur ini tidak ada
Gambar 7. Grafik Perkembangan Pengelolaan
maka keberhasilan skema proses kolaborasi
Sampah BUMDES
pengelolaan sampah tidak akan bisa berjalan
secara berkelanjutan.

Permodelan Sampah Permukiman Berbasis Manajemen... (Rosyadi dan Lestiningrum)


123

Manfaat implementasi kolaborasi and Theory. first published online August


19, 2010 doi:<10.1093/jopart/muq045>
pengelolaan sampah dengan penerapan proses co-
McCarney, PL 1996, Considerations on the
processing menuju konsep menuju zero waste di
Notion of Governance New Direction
antaranya adalah : for cities in the Developing World In
McCarney, P.L. (Ed.). Cities and
a. Dapat menghemat ruang TPA dan mengurangi
Governance, New Direction in Latin
polusi yang disebabkan oleh pembuangan America, Asia, and Africa, pp 3-20. Center
for Urban and Community Studies.
limbah yang dihasilkan terus menerus,
Toronto: Univ. of Toronto Press
b. Mampu menghancurkan dan memanfaatkan Incorporated.
sampah menjadi sumber energi alternatif, dan Mouffe, C 1999, Deliberative Democracy or
Agonistic Pluralism, Social Research,
mengurangi dampak negatif terhadap
Vol. 66, No. 3, pp.745-758.
kelestarian lingkungan hidup di masa depan, Pemerintah Kab Cirebon 2012, Peraturan
c. Mampu memberikan keuntungan ekonomi Daerah Kabupaten Cirebon Nomor 17
Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang
serta membantu meningkatkan kesehatan Wilayah Kabupaten Cirebon Tahun 2011
masyarakat. 2031. Diunduh pada tanggal 25
November 2012.
Melalui kolaborasi dalam proses co-processing
Pemerintah Kabupaten Cirebon 2013, Profil
diharapkan pembangunan berkelanjutan dapat Kabupaten/Kota Cirebon, Komponen
dilaksanakan, karena dapat mengurangi tuntutan Persampahan Kota Cirebon, 2004.
Diunduh pada tanggal 7 Juni 2013.
eksploitasi sumber daya alam, mengurangi polusi
Pemerintah Kabupaten Cirebon 2012, Rencana
dan ruang TPA, sehingga memberikan kontribusi Pembangunan Jangka Menengah Daerah
untuk mengurangi jejak lingkunga (RPJMD) Kabupaten Cirebon Tahun
2009-2014. Diunduh pada tanggal 25
November 2012.
DAFTAR PUSTAKA Pemerintah Kabupaten Cirebon 2012, Rencana
Allmendinger, P and Tewdwr-Jones, M 2002, Pembangunan Jangka Panjang Daerah
Planning Futures; New Directions for (RPJPD) Kabupaten Cirebon Tahun 2005-
Planning Theory, London: Routledge 2025. Diunduh pada tanggal 25 November
2012.
BPS Cirebon, Cirebon Dalam Angka 2010, Badan
Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat, 2010. Smutko, LS 2008. Managing Stakeholder
<www.bps.go.id> Diunduh pada tanggal 15 Involvement in Three Ordinance
Mei 2013. Development. Powerpoint slide
presentation presented at: 2008 North
Ely S 2013, Perencanaan Kolaborasi Dalam Carolina Urban Forestry Conference,
Pengelolaan Sampah Sebagai Upaya September 20, 2008 Grensboro, NC.
Pembangunan Lingkungan Yang
Berkelanjutan, Jurnal Ilmu Administrasi, Christian Z 2012, Determinants of sustainability
Volume VIII, No. 3, Desember 2011. in solid waste management The Gianyar
Diunduh pada 7 Juni 2013. Waste Recovery Project in Indonesia.
Diunduh pada tanggal 9 Juni 2013.
Gunton & Day. 2003. The Theory and Practice of
Collaborative Planning in Resource and
Environmental Management.
Healey, P 2006, Collaborative Planning, Shaping
Places in Fragmented Societies. 2nd ed.
New York. Palgrave Macmillan.
Johnston, E 2010, Managing the Inclusion
Process in Collaborative Governance,
Journal of Publik Administrastion Research

Jurnal Pembangunan Pedesaan Volume 13 Nomor 2, Desember 2013, hal 111 - 123

You might also like