Professional Documents
Culture Documents
1102014035
Abstract
Introduction: The habit of doing physical activity and exercising can affect blood sugar levels in patients
with diabetes mellitus type II. Tn.N is elderly in Panti Werdha Budi Mulia 1 Cipayung has reached
controlled blood sugar after routine medication and gymnastics every Tuesday and Friday. Tn.N also has
a habit of walking around the orphanage.
Presentation Case: Tn.N 67 years old, weight 60 kg, height 163cm in the diagnosis of diabetes mellitus
type II since 2 years ago. However, the last month diabetes mellitus has been controlled. Ever had
lacerations in the posterior cervical area, wounds in the backs of the feet and ankles, the current
complaints of the skin of the right and left legs are peeling off. Additional complaints are itching. HR
80x/min, RR 18x / min, BP 120 / 70mmHg, last GDS Tn.N 89mg / dl with highest GDS during diagnosis
of diabetes melitus 380mg / dl. Tn.N regularly taking metormin, CTM, Vit.C, Vit.B12, Vit.Bkomplex and
Ca2 + supplements. Eat regularly 3x a day, regular gymnastics, every day physical activity by walking
around the orphanage, and follow the orphanage cleaning activities.
Discussion: Physical activity and exercise are key in the management of diabetes mellitus, especially as a
blood sugar controller and improve cardiovascular risk factors such as lowering hyperinsulinemia,
increasing insulin sensitivity, decreasing body fat, and lowering blood pressure. Physical activity
recommended for people with diabetes mellitus type II is regular physical activity (3-4 times a week) for
approximately 30 minutes. Examples of recommended sports are walking, cycling, jogging, and
swimming. Frequency is done at least 3-4 times a week.
Conclusions and Suggestions: The aging process in the elderly leads to anatomical, physiological,
biochemical, and life-quality changes that increase the body's susceptibility to diseases including diabetes
type II diabetes mellitus. So it takes regular exercise and physical activity so that the elderly blood sugar
is always controlled.
Keywords: Diabetes mellitus type II, Physical Activity and Sports, Elderly.
Abstrak
Pendahuluan: Kebiasaan melakukan aktivitas fisik dan berolahraga dapat memengaruhi kadar gula darah
pada pasien diabetes melitus tipe II. Tn.N lansia di panti werdha budi mulia 1 Cipayung telah mencapai
gula darah terkontrol setelah rutin minum obat dan mengikuti senam setiap selasa dan jumat. Tn.N juga
memiliki kebiasaan berjalan-jalan disekitar panti.
Presentasi Kasus: Tn.N berusia 67 tahun, BB 60 kg, TB 163kg di diagnosis diabetes melitus tipe II sejak
2 tahun yang lalu. Tetapi, satu bulan terakhir diabetes melitusnya telah terkontrol. Pernah memiliki
laserasi di bagian cervical posterior, luka di bagian punggung kaki dan pergelangan kaki, keluhan saat ini
kulit kaki kanan dan kiri yang mengelupas. keluhan tambahan yaitu gatal-gatal. Nadi 80/menit, RR
18x/menit, TD 120/70mmHg, GDS terakhir Tn.N 89mg/dl dengan GDS tertinggi selama terdiagnosis
diabetes melitus 380mg/dl. Tn.N teratur minum obat metormin, CTM, Vit.C, Vit.B12, Vit.Bkomplex dan
suplemen Ca2+. Makan teratur 3x sehari, teratur senam, setiap hari beraktivitas fisik dengan berjalan-
jalan disekitar panti, dan mengikuti kegiatan bersih-bersih panti.
Diskusi: Aktivitas fisik dan olahraga merupakan kunci dalam pengelolaan diabetes melitus terutama
sebagai pengontrol gula darah dan memperbaiki faktor resiko kardiovaskuler seperti menurunkan
hiperinsulinemia, meningkatkan sesnsitifitas insulin, menurunkan lemak tubuh, serta menurunkan tekanan
darah. Aktivitas fisik yang dianjurkan untuk para penderita diabetes melitus tipe 2 adalah aktivitas fisik
secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30 menit. Contoh olahraga yang dianjurkan adalah
jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Frekuensi yang dilakukan perminggu minimal
sebanyak 3-4 kali.
Kesimpulan dan Saran: Proses menua pada lansia mengakibatkan perubahan anatomis, fisiologis,
biokimiawi, dan penurunan kualitas hidup yang meningkatkan kerentanan tubuh terhadap penyakit tak
terkecuali diabetes melitus tipe II. Sehingga dibutuhkan olahraga dan aktivitas fisik yang rutin agar gula
darah lansia selalu terkontrol.
Kata kunci : Diabetes melitus tipe II, Aktivitas Fisik dan Olahraga, Lansia.
1
Annisa Yunita Rani
1102014035
Pendahuluan
Umumnya diabetes pada orang dewasa hampir 90% masuk diabetes tipe II dan
50% dari jumlah tersebut adalah pasien berumur 60 tahun. Dari beberapa hasil
penelitian yang pernah dilakukan, usia lanjut yang mengalami intoleransi glukosa
mencapai 50-92%. Dengan laju kenaikan jumlah penduduk usia lanjut yang semakin
cepat, maka prevalensi pasien dengan gangguan toleransi glukosa dan diabetes usia
lanjut akan lebih meningkat pula. Hal ini berkaitan dengan proses menua yang
berlangsung sesudah umur 30 tahun mengakibatkan perubahan anatomis, fisiologis,
biokimiawi, dan mengalami penurunan kualitas hidup sebesar 1% tiap tahunnya.
Penurunan ini akan meningkatkan kerentanan tubuh terhadap penyakit dan akhirnya
meninggal dunia(Sudoyo,2014).
2
Annisa Yunita Rani
1102014035
2002). Aktivitas fisik yang tidak ada (kurangnya aktivitas fisik) merupakan faktor risiko
independen untuk penyakit kronis, dan secara keseluruhan diperkirakan menyebabkan
kematian secara global ( WHO, 2010).
Agama islam dan olahraga memiliki korelasi atau hubungan dengan olahraga
dikarenakan setiap olahraga selalu mengedapankan sportifitas yang tak lain sangat
berhubungan erat dengan kejujuran. Nabi Muhammad saw menganjurkan agar mampu
menguasai bidang-bidang olahraga. Terutama berkuda, berenang, dan
memanah(Hashman,2009)
Penulisan laporan kasus ini membahas kebiasaan aktivitas fisik dan olahraga
terhadap lansia dengan diabetes melitus tipe II yang tinggal di Panti Sosial Tresna
Werdha Budi Mulia 1 Cipayung, dengan fokus pembahasan pada aktivitas fisik dan
olahraga lansia yang dapat menurunkan kadar gula darah lansia sehingga dapat
menurunkan resiko terjadinya komplikasi, gula darah dapat terkontrol dan lansia bisa
tetap hidup mandiri.
Presentasi Kasus
Tn.N berusia 67 tahun penghuni ruang Flamboyan, sudah berada di Panti Sosial
Tresna Werdha Budi Mulia 1 Cipayung selama kurang lebih 2 tahun. Berat badan 60
kg, tinggi badan 163kg, Sudah penah menikah, beragama kristen, suku bangsa betawi,
pekerjaan terakhir wiraswasta. Setelah dilakukan wawancara Tn.N sudah di diagnosis
diabetes melitus tipe II sejak 2 tahun saat dilakukan pemeriksaan oleh dokter di klinik
panti. Namun, satu bulan terakhir diabetes melitusnya telah terkontrol. Tn.N pernah
memiliki laserasi di bagian cervical posterior yang lama sembuh, luka di bagian
3
Annisa Yunita Rani
1102014035
punggung kaki dan pergelangan kaki dengan pus(+) yang lama sembuh. Keluhan yang
sampai saat ini dirasakan adalah kulit kaki kanan dan kiri yang mengelupas dan keluhan
tambahan yaitu gatal-gatal. Pada pemeriksaan terakhir, nadi 80/menit, RR 18x/menit,
tekanan darah Tn.N 120/70 dan tekanan darah tertinggi pada pemeriksaan beberapa
bulan terakhir 135/85. GDS rutin diperiksa sebulan sekali tetapi jika ada mahasiswa
kunjungan lapangan biasanya seminggu sekali. GDS terakhir Tn.N 89mg/dl dengan
GDS tertinggi selama terdiagnosis diabetes melitus 380mg/dl. Tn.N selama ini teratur
minum obat metformin dengan pengawasan petugas, CTM, Vit.C, Vit.B12,
Vit.Bkomplex dan suplemen Ca2+. Makan teratur 3x sehari dengan nasi, sayur dan lauk
pauk. Buah diberikan pada jam makan siang dan snack pada jam 11 pagi. Tn.N
mengikuti kegiatan senam setiap selasa dan jumat, mengikuti kegiatan TAK dan dikenal
sangat aktif karena tidak suka diam, selalu berjalan-jalan disekitar panti dan berinteraksi
dengan sesama penghuni panti juga dengan para petugas. Sesekali mengikuti kegiatan
bersih-bersih panti yang dilakukan 2 minggu sekali, kegiatan setiap hari rabu adalah
acara hiburan seperti bermain angklung, bernyanyi bersama, dan menari bersama.
Setiap bulan Tn.N menjalani pemeriksaan di RS.Duren Sawit. Tn.N terbiasa mandi
sendiri 2x sehari, selalu memakai sandal dan melakukan semuanya sendiri tanpa dibantu
oleh petugas.
Diskusi
Toleransi tubuh terhadap glukosa merupakan manifestasi dari tanggung jawab
beberapa komponen tubuh yang mengampu satu fungsi, yaitu fungsi ambilan glukosa.
Komponen yang dimaksud tersebut adalah sel-sel beta pankreas yang menghasilkan
hormon insulin, sel-sel jaringan target yang menggunakan glukosa, sistem lain seperti
sistem saraf dan peran hormon lain yang diproduksi seperti glukagon, kortikosteriod,
epinefrin dan lainnya. Gangguan toleransi glukosa pada lansia terjadi karena adanya
penurunan kemampuan ambilan glukosa oleh sel-sel jaringan sasaran, khususnya sel
otot rangka. Kemampuan ambilan glukosa tidak lepas dari peran mitokondria, yang
merupakan pusat metabolisme energi. Dampak dari penurunan kemampuan ambilan
glukosa adalah keterlambatan pembentukan molekul ATP (Adenosintriosfat) sebagai
energi siap pakai(Sudoyo,2014).
4
Annisa Yunita Rani
1102014035
Patofisiologi gangguan toleransi glukosa pada lansia sampai saat ini masih
belum jelas atau dapat dikatakan belum sepenuhnya dapat diketahui. Selain faktor
intrinsik, faktor ekstrinsik seperti menurunnya masa tubuh dan naiknya lemak tubuh
mengakibatkan kecenderungan timbulnya penurunan aksi insulin pada jaringan sasaran.
Timbulnya gangguan toleransi glukosa pada usia lanjut semula oleh sementara ahli
diduga karena menurunnya sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan karena resistensi
insulin. Terdapat empat faktor timbulnya resistensi. Pertama, penurunan masa otot dari
19% menjadi 12% dan peningkatan jumlah jaringan lemak dari 14% menjadi 30%
mengakibatkan menurunnya jumlah dan sensitivitas insulin. Kedua, penurunan aktivitas
fisik yang yang mengakibatkan penurunan jumlah reseptor insulin yang siap berikatan
dengan insulin sehingga kecepatan translokasi GLUT-4 juga menurun. Kedua hal
tersebut menurunkan kecepatan maupun jumlah ambilan glukosa. Ketiga, perubahan
pola makan lansia akibat berkurangnya jumlah gigi sehingga prosentase bahan
makananan karbohidrat akan meningkat. Keempat, perubahan neuro-hormonal
khususnya insuline growth factor-1(IGF-1) dan dehiroepandosteron(DHEAS) plasma.
IGF-1 serum turun 50% pada lansia. Penurunan hormon ini akan mengakibatkan
penurunan ambilan glukosa karena menurunnya sensitifitas reseptor insulin serta
menurunnya aksi insulin. Hal ini diadsakan pada percobaan invitro serta invivo bahwa
IGF-1 meningkatkan baik ambilan glukosa maupun kecepatan oksidasi. DHEAS ada
hubungannya dengan kenaikan lemak tubuh dan penurunan aktivitas fisik karena pada
hasil penelitian didapatkan hubungan terbalik dengan konsentrasi insulin plasma puasa.
Hasil tes klem euglikemik menunjukan bahwa kecepatan ambilan glukosa oleh sel
jaringan sasaran pada usia lanjut memang lebih rendah kecepatannya dibanding dengan
usia muda. Hasil studi tersebut memberikan kesan adanya suatu inefisiensi insulin
bukan reistensi insulin. Karena pada lansia fungsi homeostasis akhirnya selesai
walaupun selama 3 jam(Sudoyo,2014).
5
Annisa Yunita Rani
1102014035
Menurut Irawan (2007) di dalam berbagai jenis olahraga baik olahraga dengan
gerakan-gerakan yang bersifat konstan seperti jogging, marathon dan bersepeda atau
juga pada olahraga yang melibatkan gerakan-gerakan yang explosif seperti menendang
bola atau gerakan smash dalam olahraga tenis atau bulutangkis, jaringan otot hanya
akan memperoleh energi dari pemecahan molekul ATP. Melalui simpanan energi yang
terdapat di dalam tubuh yaitu simpanan phosphocreatine (PCr), karbohidrat, lemak dan
protein. Molekul ATP ini akan dihasilkan melalui metabolisme energi yang akan
melibatkan beberapa reaksi kimia yang kompleks. Penggunaan simpanan-simpanan
energi tersebut beserta jalur metabolisme energi yang akan digunakan untuk
menghasilkan molekul ATP ini juga akan bergantung terhadap jenis aktivitas serta
intensitas yang dilakukan saat berolahraga.
Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka
yang memerlukan energi. Kurangnya aktivitas fisik merupakan faktor risiko independen
untuk penyakit kronis dan secara keseluruhan diperkirakan menyebabkan kematian
secara global (WHO, 2013). Aktivitas fisik merupakan setiap gerakan tubuh yang
dihasilkan otot rangka dan memerlukan pengeluaran energi. Terdapat 3 macam aktivitas
fisik yang terkait dengan kesehatan tubuh yaitu ketahanan (endurance), kelenturan
(flexibility), kekuatan (strengh)(Warganegara,2015). Klasifikasi aktivitas fisik ringan,
sedang, dan berat mengacu pada Riskesdas 2013.
6
Annisa Yunita Rani
1102014035
fisik, terjadi peningkatan kepekaan reseptor insulin di otot yang aktif. Masalah utama
yang terjadi pada diabetes melitus tipe 2 adalah terjadinya resistensi insulin yang
menyebabkan glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel. Saat seseorang melakukan
aktivitas fisik, akan terjadi kontraksi otot yang pada akhirnya akan mempermudah
glukosa masuk ke dalam sel. Hal tersebut berarti saat seseorang beraktivitas fisik, akan
menurunkan resistensi insulin dan pada akhirnya akan menurunkan kadar gula darah
(Ilyas, 2011). Menurut Plotnikoff (2006) dalam Canadian Journal of Diabetes, aktivitas
fisik merupakan kunci dalam pengelolaan diabetes melitus terutama sebagai pengontrol
gula darah dan memperbaiki faktor resiko kardiovaskuler seperti menurunkan
hiperinsulinemia, meningkatkan sesnsitifitas insulin, menurunkan lemak tubuh, serta
menurunkan tekanan darah. Aktivitas fisik sedang yang teratur berhubungan dengan
penurunan angka mortalitas sekitar 45-70% pada populasi diabetes melitus tipe 2 serta
menurunkan kadar HbA1c ke level yang bisa mencegah terjadinya komplikasi.
Aktivitas fisik minimal 150 menit setiap minggu yang terdiri dari latihan aerobic,
latihan ketahanan maupun kombinasi keduanya berkaitan dengan penurunan kadar
HbA1c pada penderita diabetes melitus tipe 2 (Umpierre et al., 2011).
Aktivitas fisik berupa olahraga berguna sebagai kendali gula darah dan
penurunan berat badan pada diabetes melitus tipe 2 (Ilyas, 2011). Manfaat besar dari
beraktivitas fisik atau berolahraga pada diabetes melitus antara lain menurunkan kadar
glukosa darah, mencegah kegemukan, ikut berperan dalam mengatasi terjadinya
komplikasi, gangguan lipid darah dan peningkatan tekanan darah (Ilyas, 2011).
Aktivitas fisik yang dianjurkan untuk para penderita diabetes melitus tipe 2
adalah aktivitas fisik secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30 menit
dan sesuai dengan CRIPE (continuous, rhythmical, interval, progresive, endurance
training). Dan diusahakan mencapai 75-85% denyut nadi maksimal(Waspadji, 2011).
7
Annisa Yunita Rani
1102014035
Kesimpulan
8
Annisa Yunita Rani
1102014035
terhadap penyakit tak terkecuali diabetes melitus tipe II. Gangguan toleransi glukosa
pada lansia dapat disebabkan oleh resistensi perifer, menurunnya jumlah sekresi insulin,
dan inefesiensi insulin. Penyerapan glukosa oleh jaringan tubuh pada saat istirahat
membutuhkan insulin, sedangkan pada otot yang aktif contohnya saat olahraga dan
aktivitas fisik tidak disertai kenaikan kadar insulin karena terjadi peningkatan kepekaan
reseptor insulin sehingga akan mempermudah glukosa masuk ke dalam sel dan
menurunkan resistensi insulin yang pada akhirnya akan menurunkan kadar gula darah.
Olahraga berkaitan dengan ibadah karena olahraga menjadikan badan sehat sehingga
kita dapat menjalankan ibadah dengan baik. Dalam hadist riwayat Imam Bukhari Nabi
Muhammad saw menganjurkan sahabat dan umatnya agar mampu menguasai bidang
olahraga terutama berkuda, berenang dan memanah.
Saran
Diperlukan perhatian khusus untuk lansia dengan diabetes melitus tipe II di
Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 1 berupa aktivitas fisik dan olahraga yang lebih
rutin agar gula darah lansia di panti tetap terkontrol. Dengan di adakannya kegiatan
yang menggunakan aktivitas fisik atau olahraga lain selain senam yang biasa diadakan
di panti setiap hari selasa dan jumat mungkin dapat meningkatkan kualitas kesehatan
lansia di panti.
Ucapan Terimakasih
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan nikmatnya sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan kondisi sehat walafiat. Penulis
ucapkan terimakasih kepada dr. Yusnita M.Kes untuk bimbingan yang telah diberikan
kepada penulis dan kelompok 3 geriatri sehingga laporan kasus ini dapat terselesaikan.
Terimakasih kepada dr. Hj. RW. Susilowati selaku koordinator pelaksana blok elektif serta
kepada dr. Faisal, Sp.PD. selaku dosen pengampu bidang kepeminatan Geriatri yang
telah membimbing sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini.
Terimakasih untuk Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 1 yang telah memberikan
wadah penulis untuk melakukan kunjungan juga wawancara kepada penghuni panti dan
juga kepada para petugas panti. Terimakasih untuk teman-teman kelompok Geriatri 3
yang telah memberikan semangat. Semoga kita semua selalu diberikan kelancaran
dalam segala urusan kita.
9
Annisa Yunita Rani
1102014035
Daftar Pustaka
Barnes, D.E., 2011. Program Olahraga Diabetes. Yogyakarta: Citra Aji Parama
Ch.M.Kristanti. (2002). Kondisi Fisik Kurang Gerak dan Instrumen Pengukuran. Media
Litbang Kesehatan, XII, 1-5.
Hashman ade.2009. Rasulullah saw Tidak Pernah Sakit. Jakarta : Hikmah (PT Mizan
Publika),
Ilyas, E. I., 2011. Olahraga bagi Diabetesi dalam: Soegondo, S., Soewondo, P., Subekti,
I., Editor. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu bagi dokter maupun
edukator diabetes. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Irawan, M.A. 2007. Glukosa dan Metabolisme Energi. Sport Science Brief. 1(6):12-5.
Plotnikoff, R. C., 2006. Physical Activity in the Management of Diabetes: Population-
based Perspectives and Strategies. Canadian Journal of Diabetes.30: 52-62
Riset Kesehatan Dasar(Riskesdas).2013. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian RI tahun 2013.Diakses: 13 November 2017, dari
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%20
2013.pdf.
Umpierre et al., 2011. Physical Activity Adviced Only or Structured Excercise Training
and Association with HbA1C Levels in Type 2 Diabetes. American Medical
Association. 35:107
Waspadji, S., 2011. Diabetes Melitus: Mekanisme dan Dasar Pengelolaannya yang
Rasional dalam: Soegondo, S., Soewondo, P., Subekti, I., Editor.
Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu bagi dokter maupun edukator
diabetes. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
WHO, 2013. Physical Activity. Diakses 14 November 2017 dari : www.who.int
Wilya, veny.2016. Kebiasaan Aktivitas Fisik Pasien Diabetes Mellitus Terhadap Kadar
Gula Darah di Rumah Sakit Umum dr. Fauziah Bireuen.Vol.3,No.2,hal:41-48.
10