Professional Documents
Culture Documents
08 Kamin Sumardi Final PDF
08 Kamin Sumardi Final PDF
kepercayaan dan sikap (Kusnadi et. al. 2005:16). dasar dan keterampilan yang diperlukan oleh semua
Apabila semuanya digabungkan akan membentuk di dalam dunia yang berubah cepat, merupakan
pandangan hidup masyarakat terhadap keaksaraan. hak azasi manusia. Sedangkan menurut Kusnadi
Ideologi tersebut akan mempengaruhi setiap orang et al. (2003:53), keaksaraan fungsional merupakan
dalam suatu komunitas yang dapat berpartisipasi salah satu bentuk layanan Pendidikan Luar Sekolah
sepenuh hati dalam gerakan keaksaraan. Oleh bagi masyarakat yang belum dan ingin memiliki
karena itu, ideologi yang digunakan dalam program kemampuan membaca, menulis dan berhitung
keaksaraan adalah ideologi warga belajar. dan setelah itu menggunakannya serta berfungsi
Selama ini, pendidikan keaksaraan bagi kehidupannya. Mereka tidak hanya memiliki
dilaksanakan hanya memberikan pelajaran kemampuan membaca, menulis dan berhitung serta
membaca, menulis dan berhitung saja. Selan keterampilan berusaha atau bermata pencaharian
itu, pendidikan keaksaraan dilaksanakan hanya saja, tetapi juga dapat bertahan dalam dunia
menggunakan metode tunggal dengan tutor kehidupannya.
sebagai pusat belajar (teacher centre). Pendidikan Keaksaraan adalah katalisator untuk
keaksaraan masih menggunakan sumber belajar berperanserta dalam kegiatan sosial, kebudayaan,
dari buku paket dan referensi lainnya. Setelah politik, ekonomi dan pemberdayaan masyarakat,
belajar keaksaraan berakhir, banyak warga belajar serta merupakan arena untuk belajar sepanjang
yang menjadi buta huruf kembali. Hasil belajar hayat. Keaksaraan fungsional menekankan
yang telah diperoleh belum dapat digunakan dalam pada suatu kemampuan untuk dapat mengatasi
kehidupan sehari-hari warga belajar. Sehingga suatu kondisi baru yang tercipta oleh lingkungan
belajar belum dapat menumbuhkan kesadaran, masyarakat, agar warga belajar dapat memiliki
jiwa berdaya (Kindervater, 1989), mandiri dalam kemampuan fungsional yaitu berfungsi bagi diri
masyarakat. dan masyarakatnya. Tujuan keaksaraan fungsional
Berdasarkan kajian di atas, maka diperlukan adalah bagaimana mengupayakan kemampuan,
suatu alternatif pembelajaran keaksaraan yang pemahaman dan penyesuaian diri guna mengatasi
efektif, efisien dan akuntabel. Pembelajaran kondisi hidup dan pekerjaannya. Lebih luas,
keaksaraan harus dirancang untuk membantu keaksaraan berusaha untuk membangun
warga belajar dalam memperoleh kemampuan masyarakat, melalui perubahan pada level individu
membaca, menulis dan berhitung sesuai dengan dan masyarakat, dengan adanya persamaan
kebutuhannya. Oleh karena itu, belajar harus (equity), kesempatan dan pemahaman global.
mengsinergikan berbagai seluruh sumber daya Menurut Coombs and Manzoor (1994), terdapat
yang ada di lingkungan warga belajar. Untuk tiga kategori besar tentang definisi keaksaraan,
mencapai kondisi di atas diperlukan suatu alternatif dimana setiap kategori didasari oleh asumsi yang
pembelajaran keaksaraan dasar. Pembelajaran sangat berbeda dari peran keaksaraan dalam
keaksaraan dasar yang akan dikembangkan yaitu kehidupan setiap individu dan dalam kehidupan
dengan menggabungkan atau mengkobinasikan masyarakat. Kategori yang dimaksud, yaitu:
metode REFLECT, LEA dan PRA. Penelitian 1. Keaksaraan merupakan seperangkat
difokuskan pada pembelajaran keaksaraan tingkat keterampilan dan kemampuan dasar.
dasar, dimana sasaran warga belajarnya yaitu
2. Keaksaraan sebagai dasar untuk
berusia antara 15 tahun dan 44 tahun. Pembelajaran
meningkatkan kualitas kehidupan yang lebih
akan diberikan bagi warga masyarakat yang belum
baik.
bisa membaca, menulis dan berhitung atau warga
masyarakat yang masih setengah buta aksara. 3. Keaksaraan merupakan refleksi dari
Penelitian ini bertujuan untuk menyusun model kenyataan politik dan struktur.
pembelajaran keaksaraan dasar berdasarkan Konsep keaksaraan terus berkembang
kombinasi metode REFLECT, LEA dan PRA yang dan harus memiliki pendekatan yang lebih baik
efektif dalam membelajarkan warga yang buta dari program sebelumnya. Pendekatan dalam
aksara. keaksaraan antara lain: (1) menekankan menulis
Keaksaraan fungsional (Functional Literacy) dan membaca pasif dari teks yang sudah ada, (2)
dapat diartikan sebagai kemampuan untuk membaca menekankan keterlibatan warga belajar secara
dan menulis. Menurut Arief dan Napitupulu (1997), aktif dan kreatif, (3) membangun pengetahuan,
keaksaraan didefinisikan sebagai pengetahuan pengalaman dan memperhatikan tradisi lisan warga
belajar dan keaksaraan lain, (4) memusatkan pada untuk bertahan hidup adalah dengan menjalankan
bahan belajar yang dihasilkan oleh wajib belajar kehidupan itu sendiri. Buta aksara merupakan
sendiri, (5) menjamin proses belajar yang responsif salah satu bentuk ekspresi konkrit, tidak hanya
dan relevan dengan konteks sosial, (6) tempat dari sebuah realitas sosial masyarakat, tetapi
belajar berada dilingkungan warga belajar bukan juga politis serta merupakan proses pencarian
dikelas. dan perbuatan yang harus dikembangkan sesuai
Gagasan Freire yang berhubungan denga kesadaran akan hak mereka. Atas dasar itu,
keaksaraan yaitu dengan memunculkan konsep pengintegrasian realitas sosial dalam pendidikan
Conscientization. Conscienzation mempunyai keaksaraan merupakan salah satu upaya untuk
makna yaitu proses penyadaran orang dewasa membebaskan diri dari masalah-masalah tersebut.
melalui pembelajaran untuk mengembangkan Integrasi itu bisa muncul dari kemampuan untuk
potensi kebebasan berpikir dan berbuat di dalam menyesuaikan diri dengan realitas, ditambah
dan terhadap dunia kehidupannnya (Freire, 2000). dengan kemampuan kritis untuk membuat pilihan-
Conscientization merupakan proses pemahaman pilihan dan mengubah realitas.
situasi yang sedang terjadi sehubungan dengan Pendidikan keasaraan dilandasi oleh
hubungan ekonomi, politis dan sosial yang tidak pendidikan sepanjang hayat (lifelong education)
dapat dipaksakan dari luar. Penyelenggaran dan belajar sepanjang hayat (lifelong learning).
pendidikan yang berjalan dengan pola vertikal dari Tujuan pendidikan sepanjang hayat adalah tidak
hubungan tradisional antara fasilitator dan warga sekedar perubahan melainkan untuk tercapainya
belajar harus didobrak dengan penyelenggaraan kepuasan setiap orang yang melakukannya.
dialog horizontal. Prinsip-prinsip dalam Fungsi pendidikan sepanjang hayat adalah
Conscientization, sebagai berikut: (1) Tak seorang sebagai kekuatan motivasi bagi peserta warga
pun yang dapat mengajar siapa pun; (2) Tak belajar agar ia dapat melakukan kegiatan belajar
seorang pun yang belajar sendiri; dan (3) Orang- berdasarkan dorongan dan diarahkan oleh dirinya
orang harus belajar bersama, bertindak di dalam sendiri dengan cara berpikir dan berbuat di dalam
dan pada dunia mereka. dan terhadap dunia kehidupannya (Hatten, 1996).
Bagi Freire, keaksaraan bukan sekedar Penerapan azas pendidikan sepanjang hayat
tahu baca-tulis-hitung, tetapi harus lebih dari itu. dalam pembelajaran keaksaraan harus dilakukan
Keaksaraan hendaknya mampu menimbulkan secara pragmatis. Melalui cara itu pembelajaran
proses yang melandasi dan mencakup nilai-nilai keaksaraan dirancang dan dilaksanakan untuk
yang menjurus pada tindakan sosial dan politik. mendukung upaya peningkatan kualitas hidup
Melalui proses pendidikan keaksaraan, Freire dan kehidupan warga belajar dan masyarakat.
merancang situasi belajar berpengalaman yang Konsekuensi logis dari penerapan azas pendidikan
memungkinkan warga belajar merefleksikan sepanjang hayat adalah pembelajaran keaksaraan
pengalaman mereka dalam lingkungan sosio- menempatkan para warga belajar sebagai titik
budaya mereka sendiri. Kombinasi dari tindakan sentral dalam setiap program pendidikan. Warga
dan refleksi dinamakan Praxis, yaitu perbedaan belajar dipandang sebagai insan yang harus
antara manusia dengan mahluk lainnya dalam hal dan dapat berkembang kemampuannya untuk
memproses dan merefleksikan pengalamannya. mengaktualisasikan dirinya.
Freire memandang bahwa, keaksaraan Sasaran pembelajaran keaksaraan adalah
dapat ditransformasikan bukan hanya sekedar warga masyarakat yang telah dewasa. Kelompok
keterampilan teknis sederhana ke suatu komponen belajar dewasa tentu saja mempunyai perbedaan
proses yang mencakup nilai pengembangan dengan kelompok belajar pada usia remaja
mentalitas yang dapat mengarahkan ke konsekuensi atau anak-anak. Oleh karena itu, pembelajaran
sosial dan politis. Fasilitator dan warga belajar keaksaraan menerapkan konsep andragogi
hendaknya bersama-sama bertanggung jawab sebagai konsep dasar dalam dalam proses
terhadap berlangsungnya proses pengembangan pembelajarannya. Andragogi menurut Knowles
fasilitator dan warga belajar. Freire mengemukakan (1997) dapat dirumuskan sebagai suatu ilmu dan
bahwa buku, kata-kata, kodifikasi dengan visual seni dalam membantu orang dewasa belajar.
tidak akan mampu membangunkan masyarakat dari Andragogi mempunyai beberapa asumsi dalam
kebudayaan bisu (silence culture) dan keyakinan proses pembelajaran orang dewasa, antara lain:
diri mereka. Kebudayaan bisu memandang bahwa (1) orang dewasa mempunyai pendangan terhadap
nilai-nilai hidup, minat, kebutuhan, gagasan, hasrat untuk menghasilkan produk pendidikan, yaitu
dan dorongan untuk melakukan suatu perbuatan, model pembelajaran keaksaraan. Model
(2) orang dewasa telah memiliki pengalaman pembelajaran keaksaraan yang dihasilkan yaitu
hidup, sehingga untuk merubahnya agak sulit, (3) model pembelajaran keaksaraan dasar yang
orang dewasa memiliki konsep diri yang kuat dan menggunakan kombinasi metode REFLECT, LEA
mempunyai kebutuhan untuk mengatur dirinya dan PRA.
sendiri, (4) pengalaman orang dewasa sangat Penelitian dilakukan dalam dua tahap, yaitu:
kaya dapat digunakan sebagai sumber belajar, (5) tahap pertama: studi pendahuluan dalam rangka
kecerdasan orang dewasa sama dengan anak-anak, menggali fokus dan data awal penelitian baik
(6) memberikan kesadaran pada orang dewasa empiris maupun teoritis. Merumuskan model
bahwa pelajaran dan belajar sangat penting untuk konseptual program keaksaraan fungsional secara
kehidupan mereka, (7) menggunakan seluruh indra teoritik. Kemudian model konseptual divalidasi
sebagai alat untuk belajar pada orang dewasa. melalui diskusi, expert judgment dan konsultasi
Metode REFLECT (Regenerated Frerian dengan pembimbing. Tahap kedua, menguji
Literacy through Empowering Community efektivitas model pembelajaran keaksaraan dasar
Techniques) yaitu pengembangan kembali teori dengan kombinasi metode REFLECT, LEA dan
keaksaraan fungsional Paulo Freire melalui PRA melalui uji coba di lapangan. Uji coba model
teknik pemberdayaan masyarakat oleh tutor digunakan metode one group posttest only design
yang memperlihatkan adanya proses penyatuan (McMillan & Schumacher, 2001:330). Model hasil
antara kegiatan keaksaraan dan pemberdayaan uji coba divalidasi, direvisi dan dirumuskan menjadi
masyarakat. Archer dan Cottingham (1995:6) model akhir. Pendekatan yang digunakan yaitu
menyatakan bahwa: REFLECT merupakan metode pendekatan kualitatif. Instrumen yang digunakan
baru untuk pendidikan keaksaraan orang dewasa yaitu observasi, wawancara, dokumentasi dan tes.
yang menggabungkan teori Paulo Freire dan Subyek penelitian adalah warga buta aksara di
praktek atau pelaksanaan metode pembelajaran Desa Kertasari Kecamatan Pebayuran Kabupaten
partisipatif yang memfasilitasi analitis kritis warga Bekasi. Subyek penelitian dibagi ke dalam dua
belajar terhadap lingkungannya. Metode Language kelompok, setiap kelompok berjumlah 30 orang
Experience Approach (LEA) atau metode yang semuanya berjenis kelamin perempuan.
pendekatan pengalaman berbahasa yang digunakan
untuk memotivasi warga belajar membuat bahan
Proses dan hasil pembelajaran membaca
belajar sendiri sesuai dengan materi yang ingin
dipelajarinya. Alasan digunakan metode LEA yaitu Sebagai pembelajaran tahap dasar mereka
untuk menghindari ketergantungan terhadap buku diperkenalkan dengan huruf dan angka. Pada
atau modul yang diterbitkan. Efektivitas metode proses ini, warga belajar diberikan kartu huruf dan
ini tergantung pada kemampuan tutor dalam angka untuk berlatih mengenal dan memahami.
mengarahkan dan membimbing warga belajar Selain itu, diberikan buku tugas untuk berlatih
dalam kegiatan belajarnya. Metode Participatory menulis. Untuk mencari huruf dalam satu kata,
Rural Appraisal (PRA) merupakan suatu metode mereka menggunakan kata sendiri yang biasa
pengkajian pedesaan secara partisipatif yang digunakan sehari-hari (Robinson, 2006). Untuk
memungkinkan masyarakat desa saling berbagi, berlatih membaca dan menulis diberikan buku paket
menambah dan menganalisis pengetahuan tentang untuk dikerjakan di rumah dan tugas terstruktur
kondisi kehidupan dalam rangka untuk membuat untuk dikerjakan di rumah.
perencanaan dan tindakan (Chamber,1995:5). Setiap pertemuan, selalu diberikan waktu untuk
Metode PRA sebagai sarana untuk memberdayakan diskusi dalam kelompok kecil untuk membahas
warga masyarakat melalui pengkajian terhadap materi yang diberikan. Setiap pertemuan, selalu
masalah yang muncul di lingkungan tempat warga menggunakan kata atau kalimat baru dari bahasa
belajar tinggal. mereka sendiri. Kata atau kalimat tersebut
berhubungan dengan pekerjaan dan kebiasaan
warga belajar dalam kehidupan sehari-hari.
Metode
Hasil belajar membaca yang telah dicapai
Metode yang digunakan dalam penelitian
oleh WB sesuai dengan kompetensi yang
ini yaitu metode penelitian dan pengembangan
dipersyaratkan dan waktu yang dialokasikan yaitu
(Borg dan Gall, 1979:626). Penilitian ini bertujuan
dan Standar Kompetensi Keaksaraan (SKK). menulis. Sebagai akibat dari telah meningkatnya
SKL adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang kemampuan membaca, menulis dan berhitung,
mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan. juga berpengaruh pada sikap dan pola pikir. Hasil
Tes Kompetensi Keaksaraan merupakan pengamatan selama proses pembelajaran dapat
seperangkat kompetensi keaksaraan baku yang dilihat dampak yang positif pada kehidupan WB.
harus ditunjukkan oleh warga belajar melalui
hasil belajarnya dalam setiap sub kemampuan
Pembahasan
keaksaraan (membaca, menulis, berhitung dan
berkomunikasi dalam bahasa Indonesia) pada tiap Pembelajaran keaksaraan merupakan
tingkatan. Jumlah warga belajar yang aktif dan bagian terpenting dalam pendidikan keaksaraan
sampai menuntaskan pembelajaran berjumlah 23 fungsional. Untuk memperoleh suatu pembelajaran
orang. Nilai yang diperoleh merupakan indikator keaksaraan dasar yang efektif, terus dikembangkan
keberhasilan warga belajar dalam memperoleh dengan menggunakan berbagai metode. Salah satu
kemampuan membaca, menulis dan berhitung. upaya tersebut dengan menerapkan kombinasi tiga
Hasil tes kompetensi yang telah diperoleh warga metode. Penerapan kombinasi metode REFLECT,
belajar setelah mengikuti pembelajaran keaksaraan LEA dan PRA dalam pembelajaran keaksaraan
dasar dengan kombinasi metode REFLECT, LEA disusun berdasarkan kajian empirik dan teoritis.
dan PRA sebagai berikut: Kombinasi ketiga metode tersebut disusun sesuai
dengan karakteristik warga belajar dan kerakteristik
Tabel 1: Hasil Tes Kompetensi metode itu sendiri.
No. Komponen Penilaian Nilai Metode pembelajaran merupakan faktor
1 Nilai Rata-rata Mata Pelajaran Membaca 232 penting dalam menyampaikan materi pembelajaran.
2 Nilai Rata-rata Mata Pelajaran Menulis 159 Melalui metode pembelajaran diharapkan materi
3 Nilai Rata-rata Mata Pelajaran Berhitung 132 belajar dapat disampaikan dengan jelas dan mudah
4 Nilai Rata-rata Tiga Mata Pelajaran 524 dipahami oleh warga belajar. Tentu saja, metode
5 Nilai Rata-rata Kemampuan Awal 49 pembelajaran tidak berdiri sendiri dalam setiap
6 Nilai Rata-rata Kemampuan Akhir 524
proses pembelajaran keaksaraan. Komponen
pembelajaran yang lain harus bersinergi untuk
7 Nilai Rata-rata Peningkatan Kemampuan 475
mencapai pembelajaran yang efektif. Komponen
Dampak (Fungsionalisasi) Hasil Pembelajaran pembelajaran lain yang harus disesuaikan, antara
Keaksaraan lain: tujuan, kurikulum, tutor, materi, metode, teknik,
media dan evaluasi (output dan outcomes).
Dampak pembelajaran dapat dikelompokan
menjadi dua, yaitu pertama dampak terhadap Pengembangan metode pembelajaran dengan
pengetahuan dan keterampilan, kedua dampak kombinasi metode REFLECT, LEA dan PRA akan
terhadap penggunaan hasil belajar dalam dilakukan dengan menyusun skenario yang sesuai
kehidupan sehari-hari. Pengaruh dari hasil dengan kondisi warga belajar yang mengacu
pembelajaran keaksaraan dasar pada pengetahuan pada pembelajaran orang dewasa (Knowles,
dan keterampilan dapat dilihat pada hasil tes 1997). Skenario pengembangan didasarkan
pembelajaran. Sedangkan dampak pengunaan pada karakteristik warga belajar dan karateristik
hasil belajar pada kehidupan lebih mengarah metode pembelajaran itu sendiri. Setelah skenario
pada sikap dan pola pikir WB. Pengaruh tersebut pengembangan metode ditetapkan disusun
sangat terasa ketika WB bercerita dalam kegiatan selanjutnya proses pembelajaran dilaksanakan
sehari-hari pada pelajaran membaca dan sesuai dengan skenario tersebut. Di dalam
pelaksanaanya skenario dapat mengalami
Tabel 2: Fungsionalisasi Hasil Belajar Keaksaraan perubahan atau penyesuaian sesuai dengan kondisi
No Kelompok Pekerjaan Penggunaan Hasil di lapangan. Penyesuaian hanya bersifat teknis
Warga Belajar Belajar (%) agar pembelajaran dapat berjalan dengan baik
dan lancar. Selanjutnya, skenario pengembangan
1 Petani 85%
pembelajaran keaksaraan dasar yang menerapkan
2 Pedagang (Memiliki warung 90%
kecil)
kombinasi tiga metode disusun seperti terlihat pada
3 Ibu Rumah Tangga (Tidak 70%
gambar 1.
bekerja) Setelah hasil penelitian didapatkan,
selanjutnya dikaji dan dianalisis tiap tahap proses
pembelajaran dengan menggunakan analisis Selain itu, para tokoh masyarakat juga mendorong
SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, and warga belajar secara moril untuk mau belajar.
Threat) yang dipaparkan pada bagian berikut. Aparat pemerintahan desa dan UPTD Pendidikan
turut pula membantu sebagai motivator bagi
terselenggaranya pembelajaran keaksaraan.
Strength (Kekuatan)
Relawan warga sekitar untuk menjadi tutor telah
Kekuatan yang dimaksudkan yaitu segala ada dan memiliki pengalaman dalam mengajar.
sesuatu keunggulan yang merupakan sumber daya Pengajar atau tutor yang mereka sukai dan dikenal
internal untuk menyelenggarakan pembelajaran merupakan daya dukung yang potensial untuk
keaksaraan. Sumber daya internal tersebut meliputi: dikembangkan melalui pelatihan tutor.
organisasi, SDM, sarana dan prasarana belajar.
Potensi lain yaitu sarana fisik berupa ruang
Masyarakat desa Kertasari merupakan masyarakat
belajar yang digunakan dalam pembelajaran
yang bersahaja dengan mata pencaharian
keaksaraan. Ruang Taman Bacaan Masyarakat
sebagian besar petani. Setelah melihat dari dekat
(TBM) telah tersedia walaupun buku yang miliki
kehidupan masyarakat dan warga belajar, maka
sangat terbatas. Penggunaan administrasi dalam
dapat diidentifikasi kekuatan yang dimiliki oleh
mengelola potensi tersebut telah dilakukan
warga belajar dan masyarakatnya.
walaupun masih sangat sederhana dan ringkas.
Silent culture yang dikemukakan oleh Paulo
Kekuatan lain yaitu penyelenggaraan
Freire (1972) memang terjadi pada warga belajar.
pembelajaran mengunakan menggabungkan
Fatalisme, yaitu pasrah dengan keadaan menjadi
metode REFLECT, LEA dan PRA. Kombinasi tiga
sumber munculnya budaya diam tersebut. Namun,
metode ini melahirkan kekuatan, karena dirancang
jauh dilubuk hati para warga belajar mereka
sesuai dengan karakteristik warga belajar. Urutan
memiliki energi potensial yang besar untuk keluar
penerapan metode menjadi kekuatan dalam
dari kebutaaksaraan. Hanya saja, mereka belum
mempercepat penyerapan materi dan internalisasi
diberdayakan sebagai insan yang mempunyai
oleh warga belajar. Waktu pencapaian kompetensi
potensi dan harapan untuk berkembang.
telah sesuai dengan waktu yang dialokasikan
Potensi yang patut diberdayakan yaitu tokoh- sehingga belajar menjadi efektif dan efisien.
tokoh masyarakat yang mendukung pembelajaran Tahapan penerapan metode sejalan dengan
dengan memberikan tempat dan sarana belajar. tahapan perkembangan kemampuan WB (Stang,
2007). Tahapan perkembangan pembelajaran pembelajar keaksaraan yang efektif. Tutor yang
didukung dengan penggunaan media pembelajaran telah ada diberikan pelatihan pembelajaran KF
yang sesuai dengan tema dan diminati oleh WB. dan jumlahnya ditingkatkan. Pemanfaatan fasilitas
fisik untuk belajar dengan menambah frekuensi
belajar dan melengkapi sarana pembelajaran.
Weakness (Kelemahan)
Penambahan buku bacaan untuk WB agar mereka
Kelemahan yaitu setiap keterbatasan tidak kembali lagi menjadi buta aksara.
atau kekurangan yang meliputi sumber daya,
Warga masyarakat seperti tokoh agama, tokoh
keterampilan dan kemampuan yang secara nyata
pemuda dan tokoh kaum ibu dalam pengajian dapat
mengambat kinerja efektif proses pembelajaran
dilibatkan dalam kegiatan pembelajaran KF. Mereka
keaksaraan. Kelemahan yang selalu menjadi
dijadikan change agent atau motivator bagi warga
kendala utama yaitu masalah dana. Namun
yang masih buta aksara untuk mau belajar. Sumber
masalah tersebut telah diatasi dengan cara gotong
belajar dan bahan belajar dengan memanfaatkan
rotong atau iuran. Fasilitas fisik yang telah ada
dari lingkungan sekitar dengan bantuan tutor. Selan
seperti ruangan kelas dan ruang TBM belum
itu, PKBM Ikhlas Bersama merupakan peluang
digunakan secara optimal. Fasilitas tersebut masih
yang sangat besar untuk dikembangkan menjadi
sering mengganggur dan isinya belum lengkap.
lembaga belajar yang efektif. WB dapat melanjutkan
Apalagi untuk TBM masih belum meiliki sama
pembelajaran ke tingkat lanjutan dengan bantuan
sekali buku bacaan. Secara pengelolaan masih
PKBM untuk menambah kemampuan calistungnya.
menjadi kendala misalnya pengadminitrasian yang
Selain itu, WB juga berpeluang untuk memperoleh
masih seadanya.
keterampilan yang diinginkan dan diharapkan
Dukungan dari tokoh masyarakat sudah dapat membantu perekonomian keluarga.
ada, namun baru sebatas wacana. Mereka belum Keterampilan tersebut akan menambah motivasi
mampu merealisasikan dalam bentuk pembelajaran belajar dan menjadikan mereka berdaya dan
karena keterbatasan kemampuan. Dukungan mandiri. Pada setiap pertemuan permintaan WB
tersebut masih harus terus dikembangkan dengan untuk memperoleh keterampilan selalu tercetus.
kegiatan nyata dan berkelanjutan. Oleh karena
Peluang tersebut dapat menjadi kenyataan
itu, diperlukan change agent (Havelock, 1995)
apabila semua komponen masyarakat dapat
dari luar untuk dapat membantu pembelajaran di
bersinergi. Peluang lain akan muncul apabila WB
masyarakat. Motivator dari luar sangat dibutuhkan
sudah memiliki kemampuan dasar membaca,
untuk memberikan semangat dalam belajar dan
menulis dan berhitung. Oleh karena itu, taman
menebalkan kesadaran tentang pentingnya
bacaan sebagai sarana belajar sepanjang hanyat
belajar.
menjadi sarana yang baik. Selain itu, belajar dengan
Tutor yang ada belum mendapatkan pelatihan tema yang disesuaikan dengan keseharian mereka.
pembelajaran keaksaraan sehingga kemampuan Tema pembelajaran selalu dihubungkan dengan
mereka tidak optimal. Jumlah tutor juga sangat kehidupan, misalnya: urusan rumah tangga, sanitasi
terbatas dan belum memenuhi syarat seorang keluarga, kesehatan rumah, kesehatan reproduksi,
tutor yang baik. Kelemahan lain yaitu jumlah cara bertani, tentang pengolahan hasil pertanian.
warga masyarakat yang buta aksara masih banyak Tema pembelajaran bersifat up to date atau yang
dan usia mereka sudah tidak muda lagi. Dengan sedang menjadi perbincangan masyarakat (Bartle,
demikian, faktor intelegensia, daya ingat dan 2004). Tema tersebut, misalnya: flu burung,
penglihatan (mata plus) menjadi faktor kelemahan demam berdarah dengue (DBD), campak, polio,
lainnya. TBC, sampah, pupuk, kelangkaan beras dan
sebagainya.
Opportunity (Kesempatan)
Peluang merupakan setiap faktor yang ada Threat (Ancaman)
di lingkungan luar yang menguntungkan dan Ancaman merupakan faktor yang ada
memperlancar serta meningkatkan efektivitas lingkungan luar yang dapat menjadi penghambat
proses pembelajaran keaksaraan. Peluang untuk kelancaran dan menurunkan efektivitas proses
mengurangi jumlah warga yang buta aksara masih pembelajaran keaksaraan. Namun demikian,
terbuka lebar. Peluang tersebut dapat dilihat dari ancaman bukan merupakan halangan untuk
hal-hal yang dapat membantu terselenggaranya
tetap terus berusaha. Pada proses pembelajaran Uraian analisis di atas menunjukkan bahwa
keaksaraan ancaman yang muncul adalah dari kelebihan dari penerapan metode gabungan
dalam diri WB itu sendiri. sangat terlihat dengan jelas. Kelemahan yang
Warga masyarakat yang buta aksara bersifat biasa dijumpai ketika menggunakan metode
pasif dan cenderung pasrah dengan keadaannya. tunggal sudah dapat di atasi. Walaupun masih ada
Warga yang demikian jumlahnya masih banyak beberapa hal yang harus terus disempurnakan.
sehingga diperlukan beberapa kelompok belajar. Ancaman yang masih menghadang yaitu
Waktu untuk belajar cenderung sedikit kerena bagaimana setiap penyelenggaraan pembelajaran
mereka disibukan untuk mencari nafkah bagi keaksaraan menggunakan gabungan tiga metode
keluarga. Oleh karena itu, WB pada penelitian ini ini. Masih terbatasnya jumlah tutor yang menguasai
semuanya perempuan, kerena mereka masih bisa konsep pembelajaran keaksaraan. Tutor juga harus
menyisihkan waktu untuk belajar. Sementara kaum memahami strategi penerapan gabungan tiga
laki-laki, hampir tidak ada waktu untuk belajar, siang metode dalam proses pembelajaran keaksaraan.
bekerja dan malam kecapaian sehingga digunakan Selain itu, tutor harus mampu menjabarkannya
untuk istirahat. ke dalam skenario pembelajaran keaksaraan di
dalam kelas. Tentu saja skenario yang disusun
Ancaman yang masih berat yaitu tidak adanya
harus disusun berdasarkan rencana pembelajaran
change agent atau motivator. Walaupun WB telah
yang disusun bersama warga belajar. Gambaran
memiliki motivasi dan kesadaran, namun mereka
singkat dari pemaparan analisis di atas disajikan
masih memerlukan bimbingan dan petunjuk
pada Tabel 3.
dalam belajar (Adimihadja dan Hikmat, 2004).
Sementara itu, Tutor yang memiliki kemampuan
pembelajaran keaksaraan sangat terbatas. Belum Kesimpulan
ada yang mampu mengelola potensi alam menjadi Kesimpulan penelitian ini yaitu: model
sumber dan bahan belajar. Potensi alam belum pembelajaran keaksaraan dasar berdasarkan
dianalisis dan diidentifikasi sehingga memiliki nilai kombinasi metode REFLECT, LEA dan PRA efektif
tambah baik dalam proses belajar maupun secara membelajarkan warga yang buta aksara. Warga
ekonomi. Keterampilan warga masyarakat masih belajar telah memperoleh kemampuan keaksaraan
sangat kurang sebagai bekal untuk menggali dasar yaitu membaca, menulis dan berhitung.
potensi diri dan lingkungannya. Keterampilan yang Pencapaian kemampuan calistung tersebut sesuai
diinginkan oleh WB belum bisa membantu dalam dengan standar kompetensi lulusan dan waktu
meningkatkan perekonomian keluarga. WB juga yang telah dialokasikan. Hasil belajar yang telah
belum memanfaatkan semua fasilitas belajar untuk diperoleh tersebut dapat diaplikasikan dalam
terus meningkatkan kemampuannya (Suryadi, kehidupan sehari-hari warga belajar. Hasil peneltian
2006). Sementara itu, PKBM yang ada belum dapat pula dirumuskan sebagai berikut:
sanggup untuk melanjutkan pembelajaran ke tahap
1. Warga belajar telah memiliki kesadaran
lanjutan karena berbagai faktor.
terhadap belajar, memahami arti penting
Pekerjaan WB sebagian besar petani, maka dan manfaat belajar membaca, menulis dan
dalam proses pembelajaran sering terganggu. berhitung. Sedangkan kebutuhan belajar WB
Pada musim tanam mereka bekerja sebagai yaitu pembelajaran yang melibatkan mereka
buruh untuk menanam padi (Tandur). Pada musin yang sesuai dengan kegiatan keseharian,
tersebut proses belajar sering terganggu, karena menggunakan media pembelajaran yang
WB banyak yang tidak hadir. Gangguan tersebut atraktif, menarik, praktis, banyak latihan,
kemudian berlanjut dengan kegiatan menyiangi dan materi yang dapat dimanfaatkan dalam
(ngarambet) tanaman padi. Pada musim panen pekerjaan serta kehidupan.
padi, proses kegiatan belajar juga terganggu
2. Model pembelajaran keaksaraan dasar
karena sebagian besar WB memanen padi. Oleh
berdasarkan kombinasi metode REFLECT,
karena itu, kegiatan pembelajaran diharapkan agar
LEA dan PRA efektif dalam membantu
memperhatikan jadwal musim tanam dan panen
warga belajar memperoleh kemampuan
padi. Dengan demikian, pengaturan jadwal antara
membaca, menulis dan berhitung serta telah
kegiatan belajar harus disesuaikan dengan jadwal
mengsinergikan komponen pembelajaran,
pekerjaan WB.
antara lain: warga belajar, kurikulum,
kemampuan WB, kegiatan keseharian WB, Chambers, R. 1996. Participatory Rural Appraisal:
partisipasi aktif, materi, potensi alam, hasil Memahami Desa Secara Partisipatif.
belajar dan dampaknya dalam kehidupan. Yogyakarta: Kanisius.
Pembelajaran mendapat dukungan dari Direktorat Pendidikan Masyarakat. 2006. Standar
Kompetensi Keaksaraan. Jakarta: Ditjen PLS
tokoh masyarakat, agama, pemuda, dan
Depdiknas.
tokoh wanita, serta PKBM.
Freire, P. 1972. Pedagogy of the Oppressed. New
3. Model pembelajaran dengan metode York: Penguin Book.
gabungan efektif dalam meningkatkan _______. 2000. Politik Pendidikan, Kebudayaan,
kemampuan membaca, menulis dan Kekuasaan dan Pembebasan. Yogyakarta:
berhitung dengan waktu 114 jam pelajaran REaD kerjasama dengan Pustaka Pelajar.
dan semuanya lulus sesuai dengan Standar Hatten, M.J. 1996. Lifelong Learning: Policies,
Kompetensi Lulusan (SKL) Nasional. Practies and Programs. Toronto: APEC
Hasil pembelajaran keaksaraan dasar Publications
berdasarkan kombinasi metode REFLECT, Havelock, R.G. 1995. The Change Agents Guide
2nd Ed. New Jersey: Education Technology
LEA dan PRA telah membantu warga belajar
Publications.
memperoleh pengetahuan dan keterampilan
Jalal, F. & Sardjunani, N. 2006. Increasing
untuk kehidupan mereka. Literacy in Indonesia in Adult Education and
Development. Vol. 67, 131-154.
References Kindervater, S. 1989. Non Formal Education as
Empowering Process. Massachusetts: Center
for International Education University of
Adimihardja, K. & Hikmat, H. 2004. Participatory Massachussetts.
Research Appraisal: Pengabdian dan Knowles, M.S. 1997. The Modern Practice of Adult
Pemberdayaan Masyarakat. Bandung: Education, Andragogy Versus Pedagogy.
Humaniora. New York: Association Press.
Archer, D. & Cottingham, S. 1995. Reflect Mother Kusnadi, et. al. 2005. Pendidikan Keaksaraan:
Manual: Regenerated Freirean Literacy Filosofi, Strategi dan Implementasi. Jakarta:
Through Empowering Community Techniques. Ditjen PLS.
London: ACTIONAID.
______, et al. 2003. Keaksaraan Fungsional di
Arief, Z. & Napitupulu, W.P. 1997. Pedoman Baru Indonesia: Konsep, Strategi dan Implementasi.
Menyusun Bahan Belajar. Jakarta: Grasindo. Jakarta: Mustika Aksara.
Bartle, P. 2004. Literacy and Empowerment McMillan, J.H. & Schumacher, S. 2001. Research
Functional Literacy Methods for Community in Education: A Conceptual Introduction 5th
Mobilisers. [Online]. Tersedia: www.scn.org/ Edition. New York: Addison Wesley Longman
cmp/. [30 Nopember 2006]. Inc.
Biro Pusat Statisik & Ditjen PLSP Depdiknas. 2004. Robinson, C. 2006. Languages and Literacies in
Jumlah dan Persentase Penduduk Buta Huruf Adult Education and Development. Vol. 66,
Per Kecamatan Hasil Pendataan/Pemetaan 167-202.
Buta Huruf Tahun 2003. Jakarta: BPS dan
Ditjen PLSP Depdiknas. Stang, B. 2007. Capacity Building in Adult
Education and Development. Vol. 68, 27-44.
Borg, W. B. & Gall, M. D. 1979. Educational
Research: An Introduction. New York: Sudjana, D. 2001. Pendidikan Luar Sekolah.
Longman Inc. Bandung: Falah Production.
Coombs, P. & Manzoor, H.A. 1994. Memerangi Suryadi, A. 2006. Buta Aksara Penyakit Sosial Mesti
Kemiskinan di Pedesaan Melalui Pendidikan Diberantas. [Online]. Tersedia: www.jurnalnet.
Non-Formal. Jakarta: Rajawali. com [diakses di Bandung, 18 Februari 2008].