You are on page 1of 8
PEMANFAATAN ANTIBODI DALAM DIAGNOSIS DEMAM BERDARAH DENGUE ‘The Use of Antibody For Dengue Hemorrhagic Fever Diagnosis Basundari Sri Utami* “Abstract. Dengue Hemorthagie Fever (DHF) is caused by a virus belongs to Flavivirus group; the disease is transected by mosquito bites (Ae. aegyti and Ac. elbopictus). There are four dengue virus serotypes (engue-1, Dengue-2, dengue-3 and Dengue4), these all 4 serotypes were found in Indonesia. The majority of the mortality cases were due to the serious manifestation of the infections, such as DHF and Deague ‘Shock Syndrome (DSS). In genera, the case fatality rates (CFR) of the disease are about 5 % for DHF and 40% for DSS. In Indonesia 2006, even though the morbidity was increased, but the CFR was decreased. However, the CFR is sil higher than the national contro! program target which is < 196. The symptom of illnesses are very non specific as flulike mild undifferentiated fever, it was hard to differentiate the fever of dengue from others. Diagnosis of dengue virus infection on the basis of clinical syndromes i not reliable, and the diagnosis should be confirmed by laboratory studies. [Laboratory diagnosis of dengue virus infection can be made by the detection of specific vinis, virus isolation and identification, or anti vicus ‘antibody detection, Virus isolation and identification was more proper for virology study, molecular ‘epidemiology study ot for pathogenesis study than for diagnosis, The HI test even though this test was ve, but time consuming need more than 24 hours io performed. ELISA test was sensitive and specific for IgM and IgG identification, but need special place (serology laboratory) and reagent to performed, Rapid Diggrostic test based on IgM or IgG identification, the test was practiced no need special equipment or place to performed, with good sensitivity and specivicity. The recent advance for dengue diagnosis is SI detection, the glyco protein produce by infected cells from day 1 to 9 after the onset of fever. Keywords: Dengue Hemorrhagic Fever, diagnosis, antibody PENDAHULVAN Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh virus kelompok Flavivirus, yang ditularkan melalui nyamuk (Aedes aegypti dan Aedes aibopictus), virus ini terutama terdapat di daerah tropis dan subtropis dan tersebar di dunia. Penyebab DBD adalah virus Dengue yang sampai saat ini dikenal 4 serotipe (Deneue-1, Dengue-2, Dengue-3 dan Dengue-4), termasuk dalam kelompok Arthropode Borne Virus. Ke 4 serotipe ini ada di indonesia (Depkes, 2005). Pada saat ini DBD menjadi endemis pada lebih dari 100 negara-negara di Afrika, Amerika, Mediterania timur, Asia Tenggara, dan Pasifik barat, dan merupakan ancaman bagi lebih dari 2.5 milyar orang (Gubler, 1998). WHO memperkirakan kemungkinan tetjadi infeksi DBD pada 50 juta sampai 100 juta di seluruh dunia setiap tahun, dimana 250.000 sampai 500.000 merupakan kasus DHF dengan kematian sebanyak 24,000 setiap tahun (Gibbons, 2002; WHO, 1997). Kasus kematian pada DBD terutama terjadi pada kasus Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) dan Dengue Shock Syndrome (DSS). Disebutkan bahwa penderite dengan DHF angka mortality rate sebesar 5%, bila penderita dengan DSS angka mortality rate sebesar 40% (Kautner, 1997; Rigau-Perez, 1998. Di_ Indonesia _penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) sampai saat masih merupakan masalah, sejak tahun 1986 penyakit ini penyebarannya cenderung meluas dan jumiah asus cenderung meningkat dari tahun ke tahun, berjangkitnya DBD terutama di kota-kota besar seperti Jakarta. Jumlah kasus DBD secare nasional pada tahun 2000 sampai 2006 terus -meningkat, namun CFR cenderung menurun, Angka Kesakitan dan kematian (CFR) pada tahun 2000, 2005 dan 2006 ber turut-turut 33.443 dengan 472 kematian (CFR = 1,41%), 80.837 pendetita dengan Kematian 1.099 (CFR = 1,35%) dan 121.730. penderita dengan jumiah kematian 1.162 (CFR = 1,04%). Berdasarkan data tersebut + Peneliti pads Pusithang Biomedis dan Farmasi, Badan Litbang Kesehatan Jurnal Exologi Kesehatan Vol. 7 No.3, Desember 2008 : 795 - 802 terlihat bahwa angka CFR sampai dengan tahun 2006 masih di atas standar nasional yaitu < 1% (Depkes, 2006). Dari hasil penelitian virus Dengue-3 sangat berkaitan dengan kasus DBD berat dan merupakan serotipe yang paling luas distribusinya disusul dengan Dengue-2, Dengue-1 dan Dengue-4 (Corwin, 2001). Dewasa ini dilaporkan bahwa penyebab dominan DBD di Indonesia adalah virus Dengue-3 genotip lokal. Observasi ini ‘mengindikasikan bahwa kemungkinan terjadi evolusi genetik viris yang dapat menghasilkan varian-varian yang lebit, virulen (strain epidemik). Keadaan ini kerungkinan dapat menyebabkan adanya variasi_sifat imunogenik ataupun virulensi virus (Suwandono, 2004). Gejala yang ditunjukkan pada infeksi DBD sangat beragam dan tidak spesifik, ‘mulai dari geiala demam ringan seperti gejaia flu pada umumnya (dengue fever) demam 3 sampai 5 hari, sakit kepale dan sebagainya, jala ini biasanya dapat sembuh dengan sendirinya; sampai dengan gejala berat DHF/ DSS (Dengue Haemorrhagic Fever/ Dengue ‘Shock Syndrome), yang diawali dengan gejala seperti DF tetapi diikuti dengan meningkatnya permiabilitas sistem vasku- larisasi dan diikuti dengan _perdarahan, kkeadaan ini seringkali diakhiri dengan kematian. Permasalahan dalam DBD adaiah gejala yang tidak spesifik dari DBD, mirip dengan demam seperti pada infeksi lain Cnfluenza, Chikungunya, demam Typhoid dll.), sehingga untuk menegakan diagnosa DBD dengan membedaka dengan infeks! lain sangat sulit. Untuk menegakkan diagnosa DBD bila hanya dengan gejala klinis saja sangat tidak bisa dipercaya, diperluken dukungan uji laboratorium untuk Kepastian penyebab (Burke, 1988; Endy, 1988). Kejian ini dilakukan untuk mendapatkan pemahaman dafam diagnosis demam berdarah dengue, seberapa besar eran antibedi dalam diagnosis demam berdarah dengue. BAHAN DAN CARA Kajian dilokukan dengan melakukan telaah artikel dalam dan luar negeri sebanyak 31 artikel. Secara garis besar artikel dikelompokkan menjadi 4 bagian yaitu; artikel-artikel tentang informasi umum dan permasalahan dalam —demam —berdarah dengue; tentang patofisiologis dan respon imun infeksi demam berdarah dengue; tentang pengembangan diagnosis dan pemanfaatan antibod anti virus DBD dan autikel-artikel tentang diagnosis klinis dan laboratoris saat ini. HASIL DAN PEMBAHASAN Patofisiologi Demam Dengue Manifestasiklinis demam dengue ‘timbul akibat reaksi tubuh — terhadap masuknya virus Pada saat terjadi viremia, virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan akan ditangkap oleh sel makrofag, Peran sel makrofag dalam infeksi DBD adalah sebagai APC (Antigen Presenting Cell) kepada sel limfosit. Limfosit (T-helper cell) akan teraktifasi dan menarik makrofag, Jain untuk memfagosit lebih banyak virus, disamping itu juga akan mengaktifasi sel T- sitotoksik (T-cytotoxic cell) yang akan melisis makrofag dan mengaktifkan sel B (B cell lymphocyte) untuk memproduksi_ dan melepas antibodi. Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenal antibodi _netralisasi, antibodi hemagglutinasi, antibodi fiksasi komplemen. Rangkaian proses _tersebut menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang merangsang terjadinya gejala sistemik ‘seperti demam, nyeri sendi, otot, malaise dan gejala lainnya, manifetasi perdarahan terjadi arena aggregasi_—trombosit. yang menyebabkan terjadinya trombositopenia (Harikushartono, 2002). DHF dan DSS mash merupakan masalah yang Kontroversial. Dua teori yang digunakan untuk menjelaskan _perubahan patogenesis pada DHF dan DSS yaitu hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan hypothesis antibodi dependent enhancement ( ADE ). Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapatkan —infeksi primer dengan satu jenis virus, akan terjadi proses Kekebalan terhadap infeksi jenis virus fersebut untuk jangka waktu yang. lama. Seseorang yang perah mendapat infeksi primer virus dengue, akan mempunyai antibodi yang dapat menetralisasi_virus yang sama (homologous). Tetapi orang, tersebut_ mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis serotipe virus yang lain (heterolog), maka terjadi infeksi yang berat. Oleh karena pada infeksi selanjutnya, antibodi heterologous yang telah terbentuk pada infeksi primer akan membentuk Ag-Ab kompleks dengan infeksi virus dengue bart dari serotipe berbeda; tetapi virus baru tidak dapat dinetralisasi —bahkan_membentuk kompleks yang infeksius. Karena adanya non neutralizing antibodi maka partikel kompleks Ag-Ab (virus DEN-[gG) akan berikatan dengan reseptor Fc gama pada sel makrofag melalui bagian Fe dari IgG. Hal ini akan menarik sel-sel_makrofag yang lain, oleh Karena antibodi yang ada tidak dapat menginaktifasi virus, sehingga dengan mudah akan masuk ke sel-sel makrofag yang Jain, dan makrofag akan teraktivasi dan akan ‘memproduksi IL-1, IL-6 dan TNF alpha dan juga “Platelet Activating Faktor” (PAF). Selanjuinya akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah, —merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endothel pembuluh darah yang mekanismenya sampai saat ini belum jeias, dimana hal tersebut akan mengakibatkan syok. Kompleks Ag-Ab 3 DEN-IgG) juga akan merangsang komplemen, yang bersifat vasoaktif dan prokoagulan schingga_—_-menimbulkan kebocoran plasma (syok hipovolemik) dan perdarahan (Soegijanto, 2006), Perubahan dalam sistem respon imun Setelah virus dengue masuk dalam tubuh manusia, virus berkembang biak dalam sel retikuloendotelial yang selanjutnya dizkuti dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari. ‘Akibat infeksi virus ini muncut respon imun baik humoral maupuo sefular. Antibodi yang diproduksi oleh sel limfosit B pada umumnya adalah IgG dan IgM, meskipun imunogiobulin lain juga akan tetapi dalam Jumlah yang tidak terlaiu banyak. Pada infeksi “dengue primer _antibodi_mulai terbentuk, dan pada infeksi sekunder kadar antibodi yang telah ada menjadi meningkat (efek booster). Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar antibodi IgM, oleh karena itu antibodi IgG dapat untuk membedakan antarainfeksi primer dan sekunder. Pada infeksi primer IgM muncul Pemanfesatan Antibodi...(Basundari) sangat awal dibandingkan IgG, pada hari 3 — 5 pasca infeksi IgM sudah dapat dideteksi, dan kadar tertinggi sekitar 2 minggu, IgM tidak dapat dideteksi lagi sekitar 2-3 bulan pasca infeksi (WHO, 1997; Innis, 1989). Pada saat titer mulai IgM turun, IgG meningkat sekitar demam hari ke-I4 dan akan bertahan lama (Innis, 1989). Pada kejadian infeksisekunder meskipun IgM muncul lebih cepat dari IgG, tetapi dalam jumlah sedikit dan sangat cepat menghilang, hal sebaliknya IgG sudah meningkat pada hari kedua. Oleh Karena itu IgM_ lebih ‘mempunyai nilai diagnostic dibandingkan IgG. Diagnosa dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan mendeteksi antibodi IgM mulai hari 3-5, diagnosis infeksi sekunder dapat ditegakkan lebib dini dengan melihat rasio Kadar IgM dan IgG (1 1989). Diagnosis Ada 2 hal_yang dapat dilakukan untuk diagnosis DBD; yang pertama adalah ‘menemukan virus (agen) penyebab, atau memanfaatkan antibodi anti virus. Berikut ini adalah beberapa uji yang dilakukan untuk memastikan seseorang terinfeksi_ demam berdarah Isolasi dan identifikasi Virus DBD Kultur virus dapat difakukan dengan mengambil isolat darah penderita positif demam berdarah dengue. Metode ini memerlakan waktu yang relatif lama, paling cepat_memerlukan waktu 7 hari sampai jumiah koloni biakan memenuhi syarat untuk a dibawah mikroskop. Pada saat ini lebih banyak dilakukan uji RT-PCR pada hhasil Kultur, ji PCR hanya memerlukan waktu | hari. Tetapi_uji diatas biasanya diperlukan untuk studi dasar virologi, sudi epidemiologi molekuler atau untuk ‘mempelajari patogenesis infeksi virus dengue. Untuk pemeriksaan rutin saat ini dilakukan isolasi dan kultur virus dengue yang berasal dari serum atau plasma akut penderita DBD, dengan menggunakan galur sel C6/36 (Gentry, 1982; WHO, 1997). 197 198, Jumal Ekologi Kesehatan Vol. 7 No. 3, Desember 2008 : 795 - 802 Uji serologi Tajuan dari uji serologi adalah usaha untuk menemukan atau identifikasi virus penyebab atau jejak yang ditinggalkan virus dengue didalam serum atau plasma penderita DBD. Metode yang dikembangkan untuk ji serologi pada umumnyz dengan memanfaatkan reaksi antigen antibodi, hasil akhir dari uji serologi tergantung target yang akan diidentifikasi a. deteksi antigen virus dengue ‘Virus dengue adalah virus RNA yang berpolaritas positif —_(Muhareya, ‘tp/mikrobia.wordpres, com), yang terdiri dari 3 struktur gen protein yang mengkode nucleocapsid atau protein. cor (C), ‘membrane-assoviated protein (M), envelope protein (E) dan gen protein yang mengkode 7 nonstructural protein (NS). Urutan gett tersebut seperti pada flavivirus pada umumnya, yaitu 5'-C-pM(M)-E- NS1-NS2A-NS2B-NS3-NS4A-NS4B-NSS- 4 (Leyssen, 2000; Patarapotikul, 1993). Uji serologi_ yang sudah dikembangkan seperti ELISA, uji dot blot, adalah untuk mendeteksi antigen E/M Pei- Yun Shu, 2004) dan NS? (Alcon, 2002; Koraka, 2003). Deteksi antigen tersebut dengan’ menggunakan antibodi monoklonal yang dikembangkan secara khusus dan spesifik untuk antigen E/M atau NSI. Dari penelitian yang dilakukan antigen NSt berpotensi untuk digunakan sebagai target penentu seseorang terinfeksi atau tidak terinfeksi oleb virus dengue. NSI_ disekresi oleh sef yang terinfeksi virus dengue dan bersirkulasi dalam darah penderita demam berdarah fase akut (Kumarasamy, 2006), dapat dideteksi pada hari 1 sampai hari 9 pada saat onset demam baik pada infeksi primer maupun sekunder, ofeh karena itu deteksi NS1 merupakan pendekatan terbaru dalam pengembangan diagnosa_ DBD. Kelemahan pada deteksi antigen adalah hadimya 1G anti virus dengue pada penderita DBD —sekunder dapat mempengaruhi hasil akhit, sebagian dari antigen target yang ada diam sera atau plasma penderita sudah dalam bentuk ikatan dengan IgG spesifik tethadap antigen target virus dengue, dan menyebabkan berkurangnya jumtah antigen bebas, hal ini dapat _menurunkan sensitifitas uji (Alcon, 2002; Koraka, 2003) . b. deteksi antibodi anti virus dengue (pemanfaatan antibodi dalam diagnosis) Disamping deteksi antigen, untuk menigetahui seseorang terinfeksi atau tidak terinfeksi virus dengue, dapat dilakukan juga dengan deteksi antibodi anti virus dengue. Beberapa metode yang sudah dikembangkan antara lain, uji HI (Hemaglutination Inhibition, wii neutralisasi, ji IFAT Gnumuno Fluorescent Antibody Test), ELISA. (Enzyme Link Immunosorbent Assay), Complement fexation, dot blotting, western blotting dan rapid immunochromatographye test, Diantara uji tersebut diatas uji HI dan ELISA adalah umum dipakai untuk konfirmasi infeksi virus dengue dengan afasan kemudahan operasional. Uji HI adalah deteksi ada tidaknya hambatan ikatan antara hemagglutinin yang ada pada dinding virus dengan reseptor yang ‘ada pada dinding sel dara merah angsa, ji ini sederhana, sensitit dan relatif murah, karena dapat’ menggunakan reagen-1 lokal (WHO, 1997). Tetapi pada ‘memeriukan beberapa tahap penanganan sampel untuk menghilangkan inhibitor dan ‘aglutinin non spesifik terlebih dehutu, disamping itu membutubken waktu kurang lebih 24 jam dan membutubkan 2 jenis sampet darah fase akut dan Konvalesen, yang diperoleh antara 1-2 minggu setelah hari pertama demam, sehingga konfirmasi_hasi didapat setelah penderita sembuh. Uji HI dapat digunakan untuk membedakan kejadian penderita dengan Klasifikasi infeksi_ primer atau sekunder; penderita dianggep positif bila terjadi peningkatan titer antibodi sebanyak 4 kali atau lebih pada sera fase konvalesen, pada infeksi primer titer antibodi kurang dari 1:2560, dan pada penderita infeksi sekunder iter antibodi 1:2560 atau lebih (WHO, 997), Deteksi anti peningkatan titer antibodi secara kuantitatif, tetapi tidak dapat untuk mengetahui ada tidaknya IgM atau IgG anti-dengue. Dengan adanya kekurangan-kekurangan tersebut, saat ini uji HI menjadi kurang diminat Deteksi IgM dan IgG _spesifik terhadap antigen E/M dengan ELISA saat merupakan uji yang sering dipakai. Studi yang sudah dilakukan dalam mempelajari inamika kadar IgM dan IgG spesifik anti virus dengue pada serum penderita DBD akut dan konvalesen, dapat untuk memperkirakan seseorang —mengalami infeksi virus dengue primer atau sekunder (Innis, 1989). Uji ELISA untuk deteksi IgM dan IgG spesifik terhadap antigen E/M dari virus dengue dilakukan dengan prinsip ikatan antigen-antibodi, IgM atau IgG spesifik penderita positi€ dengue (antibodi 1) akan berikatan dengan antigen concentrate dengue serotipe 1- serotipe 4 yang ada pada pelarut antigen, ikatan [gM atau IgG dengan antigen spesifik tersebut kemudian akan berikatan dengan anti-human IgM atau IgG (antiboci 2) yang ada pada permukaan polystyrene sumur micro plate, yang telah di label dengan enzim peroxidase, schingga akan terbentuk ikatan sandwich (antigen — antibodi | — antibodi 2=peroxidase), dengan penambahan substrat maka akan terjadi perubahan warna yang disebabkan reaksi substrat dengan enzim peroxidase. Kekuatan wara akan dibaca dengan ELISA reader dengan panjang gelombang 450 nm dengan menggunakan enapis cahaya 600 ~ 650 nm. Pada penderita tidak akan terjadi iketan antara ant 1 dengan antigen concentrate dengue serotipe \- serotipe 4, sehingga tidak akan terbentuk ikatan sandwich, sehingea meskipun ada penambahan substrat maka akan terjadi perubahari wama, Antigen EM pada uji ELISA diisolasi melalui kutturisasi. dan dirmurnikan dengan menggunakan antibodi_monoklonal_ seperti pada teknik hibridoma (Basundari, 2004). Untuk membedakan kejadian infeksi primer atau sekunder Innis membuat Klasifikasi, apabila pada uji ELISA rasio kadar IgM/IgG tinggi (IgM lebih tinggi dibandingkan IgG) adalah merupakan indikasi infeksi primer; dan bila rasio kadar IgM/IgG_rendah (IgM lebih rendah dibandingkan IgG) adalah indikasi infeksi sekunder (Innis, 1989). Pei mempertajam indikator tersebut, yaitu bila rasio IgM/IgG 21,2 atau <1,2/ masing-masing adalah indikasi kejadian infeksi primer atau sekunder (Pei-Yun Shu, 2004). Untuk para klinisi kejadian infeksi primer atau sekunder penderita DBD tidak terlalu berpengaruh tethadap tindakan yang diambil, bagi para klinisi lebih diperiukan Pemanfasatan Antibodi...(Basundari) informasi bahwa penderita adalah positif demam berdarah atau tidak, karena tindakan yang akan diambil adalah untuk mencegah kejadian fatal. Informasi kejadian infeksi primer atau sekunder lebih memberikan informasi tentang situasi epidemiologi di daerah dimana penderita ditemukan, Persyaratan ELISA masin dirasakan terlalu rumit, Karena harus dilakukan di tempat” yang — Khusus (laboratorium serologi), memerlukan reagen dan peralatan khusus. Dengan alasan kemudahan, sederhana dan cepat, saat ini sudah dikembangkan rapid diagnostic test (tes cepat) untuk DBD. Rapid Diagnostic Test (Immunochromatographic test) untuk dengue merupakan salah satu cara yang praktis untuk deteksi antibodi (IgM dan IgG) anti dengue, pada serum akut dan tidak memerlukan pasangan sera fase akut dan konvalesen. lat ini_—-merupakan pengembangan uji ELISA, bedanya dengan ELISA adalah ikatan sandwich (antigen — antibodi 1 — antibodi 2=peroxidase) terjadi in situ diatas kertas strip nitrosetulose, dan perubahan wama yang ferjadi dapat dilihat dengan mata biasa, tidak memerlukan alat bantu baca khusus; alat ini lebih mudah, lebih cepat dibandingkan ELISA (Basundari, 2004), dan dapat dilakukan pada semua situasi dan tempat. Sebagian besar dari immunochromatographic test adalah deteksi IgM dan IgG anti virus dengue didalam serum, plasma atau darah penderita DBD dalam 5-30 menit. Dapat dideteksinya IgM ddan IgG secara simultan, atau secara send sendiri, dapat diperkirakan sebagai kejadian infeksi sekunder atau primer, sehingge alat ini lebih tepat digunakan untuk para Klinisi Saat ini banyak merek komersial yang tersedia, dari uji validitas yang sudah dilakukan di laboratorium Biomedis dan pada 3 merek rdt untuk menentukan penderita positif atau negatif DBD menunjukkan hasil sebagai berikut; untuk Den-l, sensitifitas berkisar 92,9% - 95,7%, spesifisitas berkisar 67,8% - 78,5%, nilai duga positif berkisar 88% - 91,9%, nilai duga negatif berkisar 79,16% - 88% dan akurasi_berkisar 85,8% - 90,9% (tabel 1 Untuk serotipe Den-2, sensitifitas berkisar 98,2% - 100%, spesi berkisar 48,8% - $3,4%, nilai duga positif berkisar 199, 800 Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 7 No.3, Desember 2008 : 795 - 802 71,8% - 73,3%, nilai duga negatif berkisar 95,8% - 100% dan akurasi berkisar 77,7% - 78,8% (tabel 1)", Untuk serotips Den-3 sensitiftas 16.9% - 92,15%, spesifisitas berkisar berkisar 37,5% - 77,7%, nilai duga positif berkisar 60% - 95,2%, nitai duga negatif berkisar 36,8% - 84% dan akurasi berkisar 63,6% - 77,05% (tabel 1). Tabel 2. Kisaran sensitifitas, spesifisitas, nilai duga positif,nilai duga negatif dan akurasi beberapa immunochromatographic test untuk menentukan positif atau negative penderita DBD (serotype Dengue-1, Dengue-2 Dengue-3) pada sampel akut Sensitifites _Spesifsitas NDP NDN Akurasi (ila duga posit) (nila duga negative) Dengue 529% -95,7% — 67 83%-78,I% BBY 9IIM% TBAB OM Dengue-2 982% 100% —48,%- 534% 48,896- 594% 95.8% = JOR 77,7 - TH. Dengue-3 76,9%- 92.15% 3S 7. 60% - 95,2% 363% - 84% 63,6%- é 7105% Pada umumnya ujivaliditas yang sera, plasma atau darah fase akut; sedangkan dilakukan mengacu pada hasil uji HI, dimana prinsip pada uji HY dan immunochromatographic test berbeda, hal ‘yang membedakan immunochromatographic test dengan uji HI adalah antigen yang dikembangkan pada —_immunochroma- tographic test adalah spesifik dan telah dimumikan untuk serotipe De-1, Den-2, Den- 3 dan Den-4, dilain pihak antigen pada HI adalah crude ‘antigen yang tidak dimurnikan, meskipun kita ketahui bahwa antigen untuk jimmunochromatographic rest dan Fil. sama- sama berasal dari bagian envelope virus. Dengan demikian epitop sasaran_ pada uji HI berdeda dengan epitop pada ji immunochromatographic zest, disamping itu antibodi target untuk Hil adalah semua kelas, sedangkan immunochromatographic test hanya untuk Kelas IgM dan IgG, dengan demikian vengerti _apabita immunockromatographic test menunjukkan sensitifitas yang tinggi. Rendahnya spesifisitas berhubungan dengan kesalahan negatif palsu yang isebabkan Karena pada saat pengambilan darah dilakukan antibodi —masih rendah, sehingga tidak cukup banyok untuk ditangkap antigen, seperti kita ketahui pede jimmunochromatographic test menggunakan pada uji HI Keputusan positif atau negetit dengan melihat peningkatan kadar antibodi pada sera konvalesen, KESIMPULAN Permasalahan dalam DBD adalah gejala yang tidak spesifik, mirip dengan demam seperti pada infeksi lain (influenza, Chikungunya, demam Typhoid dl.) sehingga untuk menegakan diagnosa DBD dengan membedaka dengan infeksi lain sangat sulit. Untuk menegakkan diagnosis DBD dapat dilakukan 2 hal yaitu menemukan virus (agen) penyebab, atau memanfaatkan antibodi anti virus. Isolasi dan identifikasi virus lebih tepat dilakukan untuk studi dasar virologi, sudi epidemiologi molekuler atau untuk mempelajari patogenesis infeksi viris dengue dari pada untuk _menegakkan diagnosa. Uji HI meskipun —sensitif membutubkan waktu Kurang lebih 24 jam dan stembutuhkan 2 jenis sampel darah fase akut dan konvalesen, yang diperoleh antara 1-2. minggu setelah’ hari pertama demam, schingga konfirmasi hasil didapat setelah penderita sembuh.Uji ELISA meskipun sensitif dan spesifik tetapi_memerlukan persyaratan tertentu, memerlukan tempat (laboratorium serologi) dan peralatan dan reagen Khusus. Rapid Diagnostic Test (mmunochromatographic test) untuk dengue merupakan salah satu cara yang praktis untuk deteksi antibodi (IgM dan igG) anti dengue hanya pada serum akut dan _ tidak memerlukan peralatan khusus dengan sensitfitas dan spesifisitas yang baik. Pendekstan terbaru dalam diagnosa DBD adalah deteksi NSI_yaitu gliko protein yang disekresi oleh sel yang terinfeksi virus dengue, bersirkulasi dan dapat dideteksi dalam serum penderita pada hari) sampai bari 9 onset demam. UCAPAN TERIMA KASIM Ucapan

You might also like