PEMANFAATAN ANTIBODI DALAM DIAGNOSIS
DEMAM BERDARAH DENGUE
‘The Use of Antibody For
Dengue Hemorrhagic Fever Diagnosis
Basundari Sri Utami*
“Abstract. Dengue Hemorthagie Fever (DHF) is caused by a virus belongs to Flavivirus group; the disease
is transected by mosquito bites (Ae. aegyti and Ac. elbopictus). There are four dengue virus serotypes
(engue-1, Dengue-2, dengue-3 and Dengue4), these all 4 serotypes were found in Indonesia. The majority
of the mortality cases were due to the serious manifestation of the infections, such as DHF and Deague
‘Shock Syndrome (DSS). In genera, the case fatality rates (CFR) of the disease are about 5 % for DHF and
40% for DSS. In Indonesia 2006, even though the morbidity was increased, but the CFR was decreased.
However, the CFR is sil higher than the national contro! program target which is < 196. The symptom of
illnesses are very non specific as flulike mild undifferentiated fever, it was hard to differentiate the fever of
dengue from others. Diagnosis of dengue virus infection on the basis of clinical syndromes i not reliable,
and the diagnosis should be confirmed by laboratory studies. [Laboratory diagnosis of dengue virus
infection can be made by the detection of specific vinis, virus isolation and identification, or anti vicus
‘antibody detection, Virus isolation and identification was more proper for virology study, molecular
‘epidemiology study ot for pathogenesis study than for diagnosis, The HI test even though this test was
ve, but time consuming need more than 24 hours io performed. ELISA test was sensitive and specific
for IgM and IgG identification, but need special place (serology laboratory) and reagent to performed,
Rapid Diggrostic test based on IgM or IgG identification, the test was practiced no need special equipment
or place to performed, with good sensitivity and specivicity. The recent advance for dengue diagnosis is
SI detection, the glyco protein produce by infected cells from day 1 to 9 after the onset of fever.
Keywords: Dengue Hemorrhagic Fever, diagnosis, antibody
PENDAHULVAN
Penyakit Demam Berdarah Dengue
(DBD) disebabkan oleh virus kelompok
Flavivirus, yang ditularkan melalui nyamuk
(Aedes aegypti dan Aedes aibopictus), virus
ini terutama terdapat di daerah tropis dan
subtropis dan tersebar di dunia. Penyebab
DBD adalah virus Dengue yang sampai saat
ini dikenal 4 serotipe (Deneue-1, Dengue-2,
Dengue-3 dan Dengue-4), termasuk dalam
kelompok Arthropode Borne Virus. Ke 4
serotipe ini ada di indonesia (Depkes, 2005).
Pada saat ini DBD menjadi endemis pada
lebih dari 100 negara-negara di Afrika,
Amerika, Mediterania timur, Asia Tenggara,
dan Pasifik barat, dan merupakan ancaman
bagi lebih dari 2.5 milyar orang (Gubler,
1998). WHO memperkirakan kemungkinan
tetjadi infeksi DBD pada 50 juta sampai 100
juta di seluruh dunia setiap tahun, dimana
250.000 sampai 500.000 merupakan kasus
DHF dengan kematian sebanyak 24,000
setiap tahun (Gibbons, 2002; WHO, 1997).
Kasus kematian pada DBD terutama terjadi
pada kasus Dengue Hemorrhagic Fever
(DHF) dan Dengue Shock Syndrome (DSS).
Disebutkan bahwa penderite dengan DHF
angka mortality rate sebesar 5%, bila
penderita dengan DSS angka mortality rate
sebesar 40% (Kautner, 1997; Rigau-Perez,
1998.
Di_ Indonesia _penyakit Demam
Berdarah Dengue (DBD) sampai saat
masih merupakan masalah, sejak tahun 1986
penyakit ini penyebarannya cenderung
meluas dan jumiah asus cenderung
meningkat dari tahun ke tahun, berjangkitnya
DBD terutama di kota-kota besar seperti
Jakarta. Jumlah kasus DBD secare nasional
pada tahun 2000 sampai 2006 terus
-meningkat, namun CFR cenderung menurun,
Angka Kesakitan dan kematian (CFR) pada
tahun 2000, 2005 dan 2006 ber turut-turut
33.443 dengan 472 kematian (CFR = 1,41%),
80.837 pendetita dengan Kematian 1.099
(CFR = 1,35%) dan 121.730. penderita
dengan jumiah kematian 1.162 (CFR =
1,04%). Berdasarkan data tersebut
+ Peneliti pads Pusithang Biomedis dan Farmasi, Badan Litbang KesehatanJurnal Exologi Kesehatan Vol. 7 No.3, Desember 2008 : 795 - 802
terlihat bahwa angka CFR sampai dengan
tahun 2006 masih di atas standar nasional
yaitu < 1% (Depkes, 2006).
Dari hasil penelitian virus Dengue-3
sangat berkaitan dengan kasus DBD berat
dan merupakan serotipe yang paling luas
distribusinya disusul dengan Dengue-2,
Dengue-1 dan Dengue-4 (Corwin, 2001).
Dewasa ini dilaporkan bahwa penyebab
dominan DBD di Indonesia adalah virus
Dengue-3 genotip lokal. Observasi ini
‘mengindikasikan bahwa kemungkinan terjadi
evolusi genetik viris yang dapat
menghasilkan varian-varian yang lebit,
virulen (strain epidemik). Keadaan ini
kerungkinan dapat menyebabkan adanya
variasi_sifat imunogenik ataupun virulensi
virus (Suwandono, 2004).
Gejala yang ditunjukkan pada infeksi
DBD sangat beragam dan tidak spesifik,
‘mulai dari geiala demam ringan seperti gejaia
flu pada umumnya (dengue fever) demam 3
sampai 5 hari, sakit kepale dan sebagainya,
jala ini biasanya dapat sembuh dengan
sendirinya; sampai dengan gejala berat DHF/
DSS (Dengue Haemorrhagic Fever/ Dengue
‘Shock Syndrome), yang diawali dengan
gejala seperti DF tetapi diikuti dengan
meningkatnya permiabilitas sistem vasku-
larisasi dan diikuti dengan _perdarahan,
kkeadaan ini seringkali diakhiri dengan
kematian. Permasalahan dalam DBD adaiah
gejala yang tidak spesifik dari DBD, mirip
dengan demam seperti pada infeksi lain
Cnfluenza, Chikungunya, demam Typhoid
dll.), sehingga untuk menegakan diagnosa
DBD dengan membedaka dengan infeks! lain
sangat sulit. Untuk menegakkan diagnosa
DBD bila hanya dengan gejala klinis saja
sangat tidak bisa dipercaya, diperluken
dukungan uji laboratorium untuk Kepastian
penyebab (Burke, 1988; Endy, 1988).
Kejian ini dilakukan untuk
mendapatkan pemahaman dafam diagnosis
demam berdarah dengue, seberapa besar
eran antibedi dalam diagnosis demam
berdarah dengue.
BAHAN DAN CARA
Kajian dilokukan dengan melakukan
telaah artikel dalam dan luar negeri sebanyak
31 artikel. Secara garis besar artikel
dikelompokkan menjadi 4 bagian yaitu;
artikel-artikel tentang informasi umum dan
permasalahan dalam —demam —berdarah
dengue; tentang patofisiologis dan respon
imun infeksi demam berdarah dengue;
tentang pengembangan diagnosis dan
pemanfaatan antibod anti virus DBD dan
autikel-artikel tentang diagnosis klinis dan
laboratoris saat ini.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Patofisiologi Demam Dengue
Manifestasiklinis demam dengue
‘timbul akibat reaksi tubuh — terhadap
masuknya virus Pada saat terjadi viremia,
virus akan berkembang di dalam peredaran
darah dan akan ditangkap oleh sel makrofag,
Peran sel makrofag dalam infeksi DBD
adalah sebagai APC (Antigen Presenting
Cell) kepada sel limfosit. Limfosit (T-helper
cell) akan teraktifasi dan menarik makrofag,
Jain untuk memfagosit lebih banyak virus,
disamping itu juga akan mengaktifasi sel T-
sitotoksik (T-cytotoxic cell) yang akan
melisis makrofag dan mengaktifkan sel B (B
cell lymphocyte) untuk memproduksi_ dan
melepas antibodi. Ada 3 jenis antibodi yang
telah dikenal antibodi _netralisasi,
antibodi hemagglutinasi, antibodi fiksasi
komplemen. Rangkaian proses _tersebut
menyebabkan terlepasnya mediator-mediator
yang merangsang terjadinya gejala sistemik
‘seperti demam, nyeri sendi, otot, malaise dan
gejala lainnya, manifetasi perdarahan terjadi
arena aggregasi_—trombosit. yang
menyebabkan terjadinya trombositopenia
(Harikushartono, 2002).
DHF dan DSS mash merupakan
masalah yang Kontroversial. Dua teori yang
digunakan untuk menjelaskan _perubahan
patogenesis pada DHF dan DSS yaitu
hipotesis infeksi sekunder (teori secondary
heterologous infection) dan hypothesis
antibodi dependent enhancement ( ADE ).
Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa
apabila seseorang mendapatkan —infeksi
primer dengan satu jenis virus, akan terjadi
proses Kekebalan terhadap infeksi jenis virus
fersebut untuk jangka waktu yang. lama.
Seseorang yang perah mendapat infeksi
primer virus dengue, akan mempunyaiantibodi yang dapat menetralisasi_virus yang
sama (homologous). Tetapi orang,
tersebut_ mendapatkan infeksi sekunder
dengan jenis serotipe virus yang lain
(heterolog), maka terjadi infeksi yang berat.
Oleh karena pada infeksi selanjutnya,
antibodi heterologous yang telah terbentuk
pada infeksi primer akan membentuk Ag-Ab
kompleks dengan infeksi virus dengue bart
dari serotipe berbeda; tetapi virus baru tidak
dapat dinetralisasi —bahkan_membentuk
kompleks yang infeksius. Karena adanya non
neutralizing antibodi maka partikel kompleks
Ag-Ab (virus DEN-[gG) akan berikatan
dengan reseptor Fc gama pada sel makrofag
melalui bagian Fe dari IgG. Hal ini akan
menarik sel-sel_makrofag yang lain, oleh
Karena antibodi yang ada tidak dapat
menginaktifasi virus, sehingga dengan
mudah akan masuk ke sel-sel makrofag yang
Jain, dan makrofag akan teraktivasi dan akan
‘memproduksi IL-1, IL-6 dan TNF alpha dan
juga “Platelet Activating Faktor” (PAF).
Selanjuinya akan menyebabkan kebocoran
dinding pembuluh darah, —merembesnya
cairan plasma ke jaringan tubuh yang
disebabkan kerusakan endothel pembuluh
darah yang mekanismenya sampai saat ini
belum jeias, dimana hal tersebut akan
mengakibatkan syok. Kompleks Ag-Ab
3 DEN-IgG) juga akan merangsang
komplemen, yang bersifat vasoaktif dan
prokoagulan schingga_—_-menimbulkan
kebocoran plasma (syok hipovolemik) dan
perdarahan (Soegijanto, 2006),
Perubahan dalam sistem respon imun
Setelah virus dengue masuk dalam
tubuh manusia, virus berkembang biak dalam
sel retikuloendotelial yang selanjutnya dizkuti
dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari.
‘Akibat infeksi virus ini muncut respon imun
baik humoral maupuo sefular. Antibodi yang
diproduksi oleh sel limfosit B pada
umumnya adalah IgG dan IgM, meskipun
imunogiobulin lain juga akan tetapi dalam
Jumlah yang tidak terlaiu banyak. Pada
infeksi “dengue primer _antibodi_mulai
terbentuk, dan pada infeksi sekunder kadar
antibodi yang telah ada menjadi meningkat
(efek booster). Kinetik kadar IgG berbeda
dengan kinetik kadar antibodi IgM, oleh
karena itu antibodi IgG dapat untuk
membedakan antarainfeksi primer dan
sekunder. Pada infeksi primer IgM muncul
Pemanfesatan Antibodi...(Basundari)
sangat awal dibandingkan IgG, pada hari 3 —
5 pasca infeksi IgM sudah dapat dideteksi,
dan kadar tertinggi sekitar 2 minggu, IgM
tidak dapat dideteksi lagi sekitar 2-3 bulan
pasca infeksi (WHO, 1997; Innis, 1989).
Pada saat titer mulai IgM turun, IgG
meningkat sekitar demam hari ke-I4 dan
akan bertahan lama (Innis, 1989). Pada
kejadian infeksisekunder meskipun IgM
muncul lebih cepat dari IgG, tetapi dalam
jumlah sedikit dan sangat cepat menghilang,
hal sebaliknya IgG sudah meningkat pada
hari kedua. Oleh Karena itu IgM_ lebih
‘mempunyai nilai diagnostic dibandingkan
IgG. Diagnosa dini infeksi primer hanya
dapat ditegakkan dengan mendeteksi antibodi
IgM mulai hari 3-5, diagnosis infeksi
sekunder dapat ditegakkan lebib dini dengan
melihat rasio Kadar IgM dan IgG (1
1989).
Diagnosis
Ada 2 hal_yang dapat dilakukan
untuk diagnosis DBD; yang pertama adalah
‘menemukan virus (agen) penyebab, atau
memanfaatkan antibodi anti virus. Berikut ini
adalah beberapa uji yang dilakukan untuk
memastikan seseorang terinfeksi_ demam
berdarah
Isolasi dan identifikasi Virus DBD
Kultur virus dapat difakukan dengan
mengambil isolat darah penderita positif
demam berdarah dengue. Metode ini
memerlakan waktu yang relatif lama, paling
cepat_memerlukan waktu 7 hari sampai
jumiah koloni biakan memenuhi syarat untuk
a dibawah mikroskop. Pada saat ini
lebih banyak dilakukan uji RT-PCR pada
hhasil Kultur, ji PCR hanya memerlukan
waktu | hari. Tetapi_uji diatas biasanya
diperlukan untuk studi dasar virologi, sudi
epidemiologi molekuler atau untuk
‘mempelajari patogenesis infeksi virus
dengue. Untuk pemeriksaan rutin saat ini
dilakukan isolasi dan kultur virus dengue
yang berasal dari serum atau plasma akut
penderita DBD, dengan menggunakan galur
sel C6/36 (Gentry, 1982; WHO, 1997).
197198,
Jumal Ekologi Kesehatan Vol. 7 No. 3, Desember 2008 : 795 - 802
Uji serologi
Tajuan dari uji serologi adalah usaha
untuk menemukan atau identifikasi virus
penyebab atau jejak yang ditinggalkan virus
dengue didalam serum atau plasma penderita
DBD. Metode yang dikembangkan untuk ji
serologi pada umumnyz dengan
memanfaatkan reaksi antigen antibodi, hasil
akhir dari uji serologi tergantung target yang
akan diidentifikasi
a. deteksi antigen virus dengue
‘Virus dengue adalah virus RNA yang
berpolaritas positif —_(Muhareya,
‘tp/mikrobia.wordpres, com), yang terdiri dari 3
struktur gen protein yang mengkode
nucleocapsid atau protein. cor (C),
‘membrane-assoviated protein (M), envelope
protein (E) dan gen protein yang mengkode 7
nonstructural protein (NS). Urutan gett
tersebut seperti pada flavivirus pada
umumnya, yaitu 5'-C-pM(M)-E-
NS1-NS2A-NS2B-NS3-NS4A-NS4B-NSS-
4 (Leyssen, 2000; Patarapotikul, 1993).
Uji serologi_ yang sudah
dikembangkan seperti ELISA, uji dot blot,
adalah untuk mendeteksi antigen E/M Pei-
Yun Shu, 2004) dan NS? (Alcon, 2002;
Koraka, 2003). Deteksi antigen tersebut
dengan’ menggunakan antibodi monoklonal
yang dikembangkan secara khusus dan
spesifik untuk antigen E/M atau NSI. Dari
penelitian yang dilakukan antigen NSt
berpotensi untuk digunakan sebagai target
penentu seseorang terinfeksi atau tidak
terinfeksi oleb virus dengue. NSI_ disekresi
oleh sef yang terinfeksi virus dengue dan
bersirkulasi dalam darah penderita demam
berdarah fase akut (Kumarasamy, 2006),
dapat dideteksi pada hari 1 sampai hari 9
pada saat onset demam baik pada infeksi
primer maupun sekunder, ofeh karena itu
deteksi NS1 merupakan pendekatan terbaru
dalam pengembangan diagnosa_ DBD.
Kelemahan pada deteksi antigen adalah
hadimya 1G anti virus dengue pada
penderita DBD —sekunder dapat
mempengaruhi hasil akhit, sebagian dari
antigen target yang ada diam sera atau
plasma penderita sudah dalam bentuk ikatan
dengan IgG spesifik tethadap antigen target
virus dengue, dan menyebabkan
berkurangnya jumtah antigen bebas, hal ini
dapat _menurunkan sensitifitas uji (Alcon,
2002; Koraka, 2003) .
b. deteksi antibodi anti virus dengue
(pemanfaatan antibodi dalam diagnosis)
Disamping deteksi antigen, untuk
menigetahui seseorang terinfeksi atau tidak
terinfeksi virus dengue, dapat dilakukan juga
dengan deteksi antibodi anti virus dengue.
Beberapa metode yang sudah dikembangkan
antara lain, uji HI (Hemaglutination
Inhibition, wii neutralisasi, ji IFAT
Gnumuno Fluorescent Antibody Test), ELISA.
(Enzyme Link Immunosorbent Assay),
Complement fexation, dot blotting, western
blotting dan rapid immunochromatographye
test, Diantara uji tersebut diatas uji HI dan
ELISA adalah umum dipakai untuk
konfirmasi infeksi virus dengue dengan
afasan kemudahan operasional.
Uji HI adalah deteksi ada tidaknya
hambatan ikatan antara hemagglutinin yang
ada pada dinding virus dengan reseptor yang
‘ada pada dinding sel dara merah angsa, ji
ini sederhana, sensitit dan relatif murah,
karena dapat’ menggunakan reagen-1
lokal (WHO, 1997). Tetapi pada
‘memeriukan beberapa tahap penanganan
sampel untuk menghilangkan inhibitor dan
‘aglutinin non spesifik terlebih dehutu,
disamping itu membutubken waktu kurang
lebih 24 jam dan membutubkan 2 jenis
sampet darah fase akut dan Konvalesen, yang
diperoleh antara 1-2 minggu setelah hari
pertama demam, sehingga konfirmasi_hasi
didapat setelah penderita sembuh. Uji HI
dapat digunakan untuk membedakan kejadian
penderita dengan Klasifikasi infeksi_ primer
atau sekunder; penderita dianggep positif bila
terjadi peningkatan titer antibodi sebanyak 4
kali atau lebih pada sera fase konvalesen,
pada infeksi primer titer antibodi kurang dari
1:2560, dan pada penderita infeksi sekunder
iter antibodi 1:2560 atau lebih (WHO,
997), Deteksi anti
peningkatan titer antibodi secara kuantitatif,
tetapi tidak dapat untuk mengetahui ada
tidaknya IgM atau IgG anti-dengue. Dengan
adanya kekurangan-kekurangan tersebut, saat
ini uji HI menjadi kurang diminat
Deteksi IgM dan IgG _spesifik
terhadap antigen E/M dengan ELISA saat
merupakan uji yang sering dipakai. Studiyang sudah dilakukan dalam mempelajari
inamika kadar IgM dan IgG spesifik anti
virus dengue pada serum penderita DBD
akut dan konvalesen, dapat untuk
memperkirakan seseorang —mengalami
infeksi virus dengue primer atau sekunder
(Innis, 1989). Uji ELISA untuk deteksi IgM
dan IgG spesifik terhadap antigen E/M dari
virus dengue dilakukan dengan prinsip ikatan
antigen-antibodi, IgM atau IgG spesifik
penderita positi€ dengue (antibodi 1) akan
berikatan dengan antigen concentrate dengue
serotipe 1- serotipe 4 yang ada pada pelarut
antigen, ikatan [gM atau IgG dengan antigen
spesifik tersebut kemudian akan berikatan
dengan anti-human IgM atau IgG (antiboci
2) yang ada pada permukaan polystyrene
sumur micro plate, yang telah di label dengan
enzim peroxidase, schingga akan terbentuk
ikatan sandwich (antigen — antibodi | —
antibodi 2=peroxidase), dengan penambahan
substrat maka akan terjadi perubahan warna
yang disebabkan reaksi substrat dengan
enzim peroxidase. Kekuatan wara akan
dibaca dengan ELISA reader dengan panjang
gelombang 450 nm dengan menggunakan
enapis cahaya 600 ~ 650 nm. Pada penderita
tidak akan terjadi iketan antara
ant 1 dengan antigen concentrate
dengue serotipe \- serotipe 4, sehingga tidak
akan terbentuk ikatan sandwich, sehingea
meskipun ada penambahan substrat maka
akan terjadi perubahari wama, Antigen
EM pada uji ELISA diisolasi melalui
kutturisasi. dan dirmurnikan dengan
menggunakan antibodi_monoklonal_ seperti
pada teknik hibridoma (Basundari, 2004).
Untuk membedakan kejadian infeksi
primer atau sekunder Innis membuat
Klasifikasi, apabila pada uji ELISA rasio
kadar IgM/IgG tinggi (IgM lebih tinggi
dibandingkan IgG) adalah merupakan
indikasi infeksi primer; dan bila rasio kadar
IgM/IgG_rendah (IgM lebih rendah
dibandingkan IgG) adalah indikasi infeksi
sekunder (Innis, 1989). Pei mempertajam
indikator tersebut, yaitu bila rasio IgM/IgG
21,2 atau <1,2/ masing-masing adalah
indikasi kejadian infeksi primer atau
sekunder (Pei-Yun Shu, 2004).
Untuk para klinisi kejadian infeksi
primer atau sekunder penderita DBD tidak
terlalu berpengaruh tethadap tindakan yang
diambil, bagi para klinisi lebih diperiukan
Pemanfasatan Antibodi...(Basundari)
informasi bahwa penderita adalah positif
demam berdarah atau tidak, karena tindakan
yang akan diambil adalah untuk mencegah
kejadian fatal. Informasi kejadian infeksi
primer atau sekunder lebih memberikan
informasi tentang situasi epidemiologi di
daerah dimana penderita ditemukan,
Persyaratan ELISA masin
dirasakan terlalu rumit, Karena harus
dilakukan di tempat” yang — Khusus
(laboratorium serologi), memerlukan reagen
dan peralatan khusus. Dengan alasan
kemudahan, sederhana dan cepat, saat ini
sudah dikembangkan rapid diagnostic test
(tes cepat) untuk DBD. Rapid Diagnostic
Test (Immunochromatographic test) untuk
dengue merupakan salah satu cara yang
praktis untuk deteksi antibodi (IgM dan IgG)
anti dengue, pada serum akut dan tidak
memerlukan pasangan sera fase akut dan
konvalesen. lat ini_—-merupakan
pengembangan uji ELISA, bedanya dengan
ELISA adalah ikatan sandwich (antigen —
antibodi 1 — antibodi 2=peroxidase) terjadi
in situ diatas kertas strip nitrosetulose, dan
perubahan wama yang ferjadi dapat dilihat
dengan mata biasa, tidak memerlukan alat
bantu baca khusus; alat ini lebih mudah,
lebih cepat dibandingkan ELISA (Basundari,
2004), dan dapat dilakukan pada semua
situasi dan tempat. Sebagian besar dari
immunochromatographic test adalah deteksi
IgM dan IgG anti virus dengue didalam
serum, plasma atau darah penderita DBD
dalam 5-30 menit. Dapat dideteksinya IgM
ddan IgG secara simultan, atau secara send
sendiri, dapat diperkirakan sebagai kejadian
infeksi sekunder atau primer, sehingge alat
ini lebih tepat digunakan untuk para Klinisi
Saat ini banyak merek komersial yang
tersedia, dari uji validitas yang sudah
dilakukan di laboratorium Biomedis dan
pada 3 merek rdt untuk menentukan
penderita positif atau negatif DBD
menunjukkan hasil sebagai berikut; untuk
Den-l, sensitifitas berkisar 92,9% -
95,7%, spesifisitas berkisar 67,8% - 78,5%,
nilai duga positif berkisar 88% - 91,9%,
nilai duga negatif berkisar 79,16% - 88%
dan akurasi_berkisar 85,8% - 90,9% (tabel
1
Untuk serotipe Den-2, sensitifitas
berkisar 98,2% - 100%, spesi berkisar
48,8% - $3,4%, nilai duga positif berkisar
199,800
Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 7 No.3, Desember 2008 : 795 - 802
71,8% - 73,3%, nilai duga negatif berkisar
95,8% - 100% dan akurasi berkisar 77,7% -
78,8% (tabel 1)",
Untuk serotips Den-3 sensitiftas
16.9% - 92,15%, spesifisitas
berkisar
berkisar 37,5% - 77,7%, nilai duga positif
berkisar 60% - 95,2%, nitai duga negatif
berkisar 36,8% - 84% dan akurasi berkisar
63,6% - 77,05% (tabel 1).
Tabel 2. Kisaran sensitifitas, spesifisitas, nilai duga positif,nilai duga negatif dan
akurasi beberapa immunochromatographic test untuk menentukan positif atau
negative penderita DBD (serotype Dengue-1, Dengue-2 Dengue-3)
pada sampel akut
Sensitifites _Spesifsitas NDP NDN Akurasi
(ila duga posit) (nila duga
negative)
Dengue 529% -95,7% — 67 83%-78,I% BBY 9IIM% TBAB OM
Dengue-2 982% 100% —48,%- 534% 48,896- 594% 95.8% = JOR 77,7 - TH.
Dengue-3 76,9%- 92.15% 3S 7. 60% - 95,2% 363% - 84% 63,6%-
é 7105%
Pada umumnya ujivaliditas yang sera, plasma atau darah fase akut; sedangkan
dilakukan mengacu pada hasil uji HI, dimana
prinsip pada uji HY dan
immunochromatographic test berbeda, hal
‘yang membedakan immunochromatographic
test dengan uji HI adalah antigen yang
dikembangkan pada —_immunochroma-
tographic test adalah spesifik dan telah
dimumikan untuk serotipe De-1, Den-2, Den-
3 dan Den-4, dilain pihak antigen pada HI
adalah crude ‘antigen yang tidak dimurnikan,
meskipun kita ketahui bahwa antigen untuk
jimmunochromatographic rest dan Fil. sama-
sama berasal dari bagian envelope virus.
Dengan demikian epitop sasaran_ pada uji HI
berdeda dengan epitop pada ji
immunochromatographic zest, disamping itu
antibodi target untuk Hil adalah semua kelas,
sedangkan immunochromatographic test
hanya untuk Kelas IgM dan IgG, dengan
demikian vengerti _apabita
immunockromatographic test menunjukkan
sensitifitas yang tinggi.
Rendahnya spesifisitas berhubungan
dengan kesalahan negatif palsu yang
isebabkan Karena pada saat pengambilan
darah dilakukan antibodi —masih rendah,
sehingga tidak cukup banyok untuk
ditangkap antigen, seperti kita ketahui pede
jimmunochromatographic test menggunakan
pada uji HI Keputusan positif atau negetit
dengan melihat peningkatan kadar antibodi
pada sera konvalesen,
KESIMPULAN
Permasalahan dalam DBD adalah
gejala yang tidak spesifik, mirip dengan
demam seperti pada infeksi lain (influenza,
Chikungunya, demam Typhoid dl.) sehingga
untuk menegakan diagnosa DBD dengan
membedaka dengan infeksi lain sangat sulit.
Untuk menegakkan diagnosis DBD
dapat dilakukan 2 hal yaitu menemukan virus
(agen) penyebab, atau memanfaatkan
antibodi anti virus. Isolasi dan identifikasi
virus lebih tepat dilakukan untuk studi dasar
virologi, sudi epidemiologi molekuler atau
untuk mempelajari patogenesis infeksi viris
dengue dari pada untuk _menegakkan
diagnosa. Uji HI meskipun —sensitif
membutubkan waktu Kurang lebih 24 jam
dan stembutuhkan 2 jenis sampel darah fase
akut dan konvalesen, yang diperoleh antara
1-2. minggu setelah’ hari pertama demam,
schingga konfirmasi hasil didapat setelah
penderita sembuh.Uji ELISA meskipun
sensitif dan spesifik tetapi_memerlukan
persyaratan tertentu, memerlukan tempat(laboratorium serologi) dan peralatan dan
reagen Khusus. Rapid Diagnostic Test
(mmunochromatographic test) untuk dengue
merupakan salah satu cara yang praktis untuk
deteksi antibodi (IgM dan igG) anti dengue
hanya pada serum akut dan _ tidak
memerlukan peralatan khusus dengan
sensitfitas dan spesifisitas yang baik.
Pendekstan terbaru dalam diagnosa DBD
adalah deteksi NSI_yaitu gliko protein yang
disekresi oleh sel yang terinfeksi virus
dengue, bersirkulasi dan dapat dideteksi
dalam serum penderita pada hari) sampai
bari 9 onset demam.
UCAPAN TERIMA KASIM
Ucapan