You are on page 1of 27

BAB I

PENDAHULUAN

Limfoma maligna adalah tumor ganas primer dari kelenjar limfe dan jaringan
limfatik di organ lainnya. Penyakit ini dibagi dalam 2 golongan besar, yaitu penyakit Hodgkin
dan limfoma non Hodgkin (LNH). Sel ganas pada penyakit Hodgkin berasal dari sel retikulum.
Limfosit yang merupakan bagian integral proliferasi sel pada penyakit ini diduga merupakan
manifestasi reaksi kekebalan seluler terhadap sel ganas tersebut. Limfoma non Hodgkin pada
dasarnya merupakan keganasan sel limfosit.2,3 Kedua penyakit tersebut dibedakan secara
histopatologis, di maria pada limfoma Hodgkin ditemukan sei Reed- Sternberg.1

Belakangan ini insiden limfoma meningkat relatif cepat di Amerika Serikat terdapat 7500
kasus baru Penyakit Hodgkin setiap tahunnya, rasio kekerapan antara laki-laki dan perempuan
adalah 1,3-1,4 berbanding 1. Terdapat distribusi umur bimodal,yaitu pada usia 15-34 tahun dan
usia di atas 55 tahun. 1 dan merupakan penyebab kematian utama pada kanker pada pria usia 20-
39 tahun. Di Indonesia, LNH bersama-sama dengan limfoma Hodgkin dan leukemia menduduki
urutan peringkat keganasan ke-6. (PPKL)
Sampai saat ini belum dikatahui sepenuhnya mengapa angka kejadian LNH terus
meningkat. Adanya hubungan yang erat antara penyakit AIDS dan LNH kiranya memperkuat
dugaan adanya hubungan antara LNH dengan infeksi. 1
Belakangan ini insiden limfoma meningkat relatif cepat. Sekitar 90% limfoma Hodgkin
timbul dari kelenjar limfe, hanya 10% timbul dari jaringan limfatik di luar kelenjar limfe.
Sedangkan limfoma non Hodgkin 60% timbul dari kelenjar limfe, 40% dari jaringan limfatik di
luar kelenjar. Jika diberikan terapi segera dan tepat, angka kesembuhan limfoma Hodgkin
dapat mencapai 80% lebih. Prognosis limfoma non Hodgkin lebih buruk, tapi sebagian dapat
disembuhkan. Dengan semakin mendalam riset atas limfoma maligna, kini dalam hal klasifikasi
jenis patologik, klasifikasi stadium, metode terapi, diagnosis dan penilaian atas lesi residif dan
berbagai aspek lain limfoma telah mengalami kemajuan pesat, hal ini sangat membantu dalam
meningkatkan ratio kesembuhan limfoma.4,5
Dalam makalah ini akan dibahas secara terpisah antara penyakit Hodgkin dan limfoma non
Hodgkin.

1
BAB II
LIMFOMA MALIGNA

2.1 DEFINISI
Limfoma Maligna adalah keganasan primer jaringan limfoid yang bersifat padat. Penyakit ini
dibagi dalam 2 golongan besar, yaitu penyakit Hodgkin dan limfoma non Hodgkin (LNH).1

2.2 ANATOMI DAN PATOFISIOLOGI

Kelenjar Limfe

Arsitektur kelenjar limfe, yaitu organisasi struktur, asal dan migrasi limfosit, serta
transforrnasi limfosit. Sistem limfa adalah jaringan tubuli yang amat tipis dan bercabang-cabang
seperti pembuluh darah. Pembuluh limfe berisi cairan bening yang barisi sel limfusit dan
merupakan sarana yang mengalirkan sel limfosit keseluruh tubuh.

Gambar 1. Strukturr kelenjar getah bening. Folikel-folikel dihuni padat oleh sel-sel B
yang rnembenruk pusat germinal. Sal B juga menghuni daerah madula sedangkan daerah
parakorteks terutama mengandung sel T.

Gambar 1 memperlihatkan bagan struktur kelenjar limfe, yang terbagi dalam tiga bagian utama
yaitu: korteks, parakorteks dan medula. Di dalam korteks didapati folikel-folikel yang berbentuk
sferis, yang terisi penuh limfosit B. Di tengah folikel-folikel ini dapat ditemukan daerah yang
berwarna agak pucat yang dinamakan pusat germinal (centrum germinativum) yang di dalamnya
dapat ditemukan sel blast. sel besar dan makrofag; yang mamberi ambaran seperti langit

2
berbintang. Daerah parakorteks berisi limfosit T, sedang daerah medula pada dasamya dihuni
oleh sel B.

Patogenesis Transformasi Dan Migrasi Limfosit

Berbeda dengan sel hematopoietik yang lain, limfosit kecil (matang/tua) bukanlah
merupakan sel tahap akhir dari perkembangannya. tetapi dapat merupakan permulaan
limfopoiesis baru yang timbul sebagat reaksi terhadap rangsangan antigen yang tepat. Hal ini
dibuktikan oleh Nowell pada tahun 1960 dan penaliti Iain yang mernperlihatkan sel limfosit kecil
(matang) mampu mengadakan perubahan morfologi (transformasi) dan berproliferasi Sebagai
reaksi terhadap rangsangan lektin nabati (plant lectin) 1

Seperti sel darah lainnya, sel limfosit dalam keienjar Iimfe juga berasal dari sel-sel induk
multipotensial di dalam sumsum tulang. Sel induk < multipotensiai pada tahap awat
bertransformasi menjadi sel progenitor limfosit yang kemudian berdiferensiasi melalui dua jalur.
Sebagian mengalami pematangan dalam kelenjar timus untuk menjacli sel limfosit T, dan
sebagian lagi menuju kelenjar limfe atau tetap berada dalam surnsum tulang dan berdiferensiasi
menjadi sel limfosit B. 1

Apabila ada rangsangan oleh antigen yang sesuai rnaka limfosit T maupun B akan
bertransformasi menjadi bentuk aktif dan berproliferasi. Limfosit T aktif menjalankan fungsi

3
respon imunitas selular sedangkan limfosit B aktif menjadi imunobtas yang kemudian menjadi
sel plasma yang rnembentuk imunoglobulin. Terjadi perubahan morfologi yang mencolok pada
perubahan ini, dimana sitoplasma yang sedikit kecil pada limfosit B "tua" menjadi bersitoplasma
banyak/ luas pada sel plasma. perubahan ini terjadi pada sel iirniosit B disekitar atau di dalam
cenrrum germinativum; Sedangkan limfosit T aktif berukuran lebih besar dibanding lirnfosit T
"tua'. (Gambar 2 )

Perubahan sel limfosit normal menjadi sel limfoma merupakan akibat terjadinya mutasi
gen pada salah satu sel dari sekelompok sel limfosit tua yang tengah berada dalam proses
transformasi menjadi imunoblas {terjadi akibat adanya rangsangan imunogen). Hal yang perlu
diketahui adalah proses ini terjadi di dalam kelenjar getah bening, dimana sel lirnfosit tua berada
diluar centrum germinavum sedangkan imunoblas berada di bagian paling sentral dari centrum
germfnativum Beberapa perubahan yang terjadi pada lirnfosit tua antara lain: 1). Ukurannya
makin besar; 2). Kromatin inti menjadi lebih halus; 3). Nukleolinya terlihat; 4). Protein
permukaan sel mengalami perubahan (reseptor ?).1

Hal mendasar lain yang per1u diingat adalah bahwa sel yang berubah menjadi sel kanker
seringkali tetap mempertahankan sifat dasarnya. Misalnya sel kanker dari limfosit tua tetap
mempertahankan sifat mudah masuk aliran darah namun dengan tingkat mitosis yang randah,
sedangkan sel kanker dari imunoblas amat jarang masuk kedalam aliran darah, namun dengan
tingkat mitosis yang inggi.1

2.3 LIMFOMA NON HODGKIN

2.3.1 Definisi

Limfoma Non-Hodgkin (LNH}adalah kelompok keganasan primer lirnfosit yang dapat


berasal dari limfosit B, limfosit T dan kadang (amat jarang} berasal dari sel NK ("natural killer")
yang berada dalam sistem limfe; yang sangat heterogen, baik tipe histologis, gejala, penjalanan
klinis. respon terhadap pengobatan, maupun prognosis. Pada LNH sebuah sel limfosit
berproliferasi secara tak terkandali yang mengakibatkan terbentuknya tumor. Seluruh sel LNH
berasal dari satu sel limfosit. sehingga semua sel dalam tumor pasien LNH sel B memiliki
imunoglobulin yang sama pada permukaan selnya.1

2.3.2 Epidemiologi

4
Pada tahun 2000 di Amerika Serikat diperkirakan terdapat 54.900 kasus baru, dan 26.100
orang meninggal karena LNH dan dilaporkan sebagai penyebab kematian akibat kanker utama
pada pria usia 20-39 tahun. LNH secara umum lebih sering terjadi pada pria. lnsidensi LNH
meningkat seiring dengan bertarnbahnya usia dan mencapai puncak pada kelompok usia 80-84
tahun. Di Indonesia sendiri LNH bersama sama dengan penyakit Hodgkin dan leukemia
menduduki urutan ke enam tersering. (papdi)

2.3.3 Etiologi Dan Faktor Risiko

Etiologi sebagian hesar LNH tidak diketahui. Namun tardapat beberapa faktor risiko terjadinya
LNH, antara lain:

lmunodefisiensi: 25% kelainan herediter langka yang berhubungan dengan terjadinya


LNH antara lain adalah: severe combined immunodeficiency, hypogamma globulinemia,
common variable immunodeciency; Wiskott Aldrich syndrome, dan ataxia-
telangiectasia. Limfoma yang berhubungan dengan kelainan-kelainan tersebut seringkali
dihubungkan pula dengan Virus Epstein-Barr (EBV) dan jenisnya beragam, mulai dari
hiperplasia poliklonal sel B hingga limfoma monoklonal.
Agen lnfeksius: EBV DNA ditemukan pada 95% limfoma Burkit endemik, dan lebih
jarang ditemukan pada limfoma Burkit sporadik. Karena tidak pada semua kasus limfoma
Burkit ditemukan EBV, hubungan dan mekanisme EBV terhadap terjadinya limforna
Burkit belum diketahui. Sebuah hipotesis menyatakan bahwa infeksi awal EBV dan
faktor lingkungan dapat meningkatkan jumlah prekursor yang terinfeksi EBV dan
rneningkatkan risiko terjadinya kerusakan genetik. Hal ini berhubungan dengan
kemampuan virus dalam menginduksi stimulasi antigen kronik dan disregulasi sitokin
yang menyebabkan stimulasi, proliferasi, dan limfomagenesis yang tidak terkontrol dari
sel B dan sel T.3 Beberapa virus tersebut antara lain: Human immunodeficiency virus
(HIV/AIDS), Human T cell leukemia-lymphoma virus-1 (HTLV-1), Epstein-Barr virus
(EBV). Translokasi kromosom dan perubahan molekular sangat berperan penting dalam
patogenesis limfoma, dan berhubungan dengan histologi dan imunofenotiping.
Translokasi t(14;18)(q32;q21) adalah translokasi kromosomal abnormal yang paling
sering dihubungkan dengan LNH.1
Paparan lingkungan dan Pekerkerjaan : Beberapa perkerjaan yang sering dihubungkan
dengan risiko tinggi adalah peternak serta pekerja hutan dan pertanian. Hal ini disebabkan
adanya paparan herbisida dan pelarut organik.

5
Diet dan Paparan Lainnya: risiko LNH meningkat pada orang yang mengonsumsi
rnakanan tinggi lemak hewani, merokok, dan yang terkena paparan ultraviolet.

2.3.4 Gambaran Histologik


Anggapan pertama adalah bahwa status diferensiasi limfosit dapat dilihat dari ukuran dan
konfigurasi intinya, sel-sel limfoid yang kecil dan bulat dianggap sebagai sel-sel yang
berdiferensiasi baik, dan sel-sel limfoid kecil yang tidak beraturan bentuknya dianggap sebagai
limfosit yang berdiferensiasi buruk. Anggapan kedua adalah sel-sel limfoid besar dengan inti
vesikular dan mempunyai banyak sitoplasma yang biasanya berwarna pucat dianggap berasal
dari golongan monosit makrofag (histiosit). 2,4,7

Limfosit B mengandung imunoglobulin permukaan (surface immunoglobulins )


yang dapat diwarnai dan menampilkan reseptor-reseptor untuk komplemen dan fraksi Fc
dari imunoglobulin. Limfosit T tidak mempunyai imunoglobulin permukaan yang dapat
diwarnai tetapi mempunyai kemampuan membentuk ikatan dengan sel-sel darah merah
biri-biri. Dengan demikian limfosit B dan T dapat dikenal dan ditetapkan jumlahnya
naik dalam darah tepi maupun dalam suspensi sel yang berasal dari jaringan limfoid.
Pendekatan ini telah membuktikan bahwa sebagian besar LNH berasal dari sel B dan
bahwa sel yang berproliferasi biasanya monoklonal.
2.3.5 Klasifikasi

Perkembangan terakhir klasifikasi yang banyak dipakai dan diterima dibanyak pusat
kesehatan adalah formulasi praktis (Working Formulotion/WF) dan REAL; WHO. Working
Formulation menjabarkan karakteristik klinis dengan deskriptif histopatologis, namun belum
menginformasikan jenis sel limfosit B atau T, maupun berbagai patologis klinis yang baru. WP
membagi LNH atas derajat keganasan rendah, menengah dan tinggi yang mencerminkan sifat
agresifitas mereka. Klasifikasi WHO/REAL beranjak dari karakter imunofenotip {sel B, sel T
dan sel NK) dan analisa lineage sel limfoma. Klasikasi terakhir ini diharapkan menjadi
patokan baku dan cara berkomunikasi di antara ahli hematologi-onkologi medik. 1

Hal yang perlu dicatat adalah 25% pasien LNH menunjukkan gambaran sel lirnforna
yang bermacam macarn pada satu lokasi yang sama; maka dalam hal ini pengobatannya harus
berdasarkan gambaran histologis yang paling dominan. Oleh karena itu diagnosis klasifikasi

6
LNH harus selalu berdasarkan biopsi KGB dan bukan evaluasi sitologi atau biopsi sumsum
tulang semata.1

Formulasi Kerja (Working Formulation) membagi limfoma non-hodgkin menjadi tiga


kelompok utama, antara lain:
Limfoma Derajat Rendah

7
Kelompok ini meliputi tiga tumor, yaitu limfoma limfositik kecil, limfoma
folikuler dengan sel belah kecil, dan limfoma folikuler campuran sel belah besar
dan kecil.
Limfoma Derajat Menengah
Ada empat tumor dalam kategori ini, yaitu limfoma folikuler sel besar, limfoma
difus sel belah kecil, limfoma difus campuran sel besar dan kecil, dan limfoma
difus sel besar.
Limfoma Derajat Tinggi
Terdapat tiga tumor dalam kelompok ini, yaitu limfoma imunoblastik sel besar,
limfoma limfoblastik, dan limfoma sel tidak belah kecil.

Perbedaan antara LH dengan LNH ditandai dengan adanya sel Reed-Sternberg yang
bercampur dengan infiltrat sel radang yang bervariasi. Sel Reed-Sternberg adalah suatu sel besar
berdiameter 15-45 mm, sering berinti ganda (binucleated), berlobus dua (bilobed), atau berinti
banyak (multinucleated) dengan sitoplasma amfofilik yang sangat banyak. Tampak jelas di
dalam inti sel adanya anak inti yang besar seperti inklusi dan seperti mata burung hantu (owl-
eyes), yang biasanya dikelilingi suatu halo yang bening.6

8
(a) (b)
Gambar 1. Gambaran histopatologis (a) Limfoma Hodgkin dengan Sel Reed Sternberg dan (b) Limfoma
Non Hodgkin

2.3.6 Sitogenetik dan Biologi Molekuler2


Pemeriksaan sitogenetik dan biologi molekuler saat ini sangat berarti dalam membantu
kita mengetahui proses limfoma non Hodgkin lebih mendalam tetapi belum dapat dipergunakan
untuk tindakan terapi.

2.3.7 Perjalanan alamiah penyakit


Limfoma non Hodgkin indolen kadang-kadang dikenal sebagai limfoma non Hodgkin
tumbuh lambat atau level rendah. Sesuai dengan namanya, limfoma non Hodgkin indolen
tumbuh sangat lambat. Secara tipikal ia pada awalnya tidak menimbulkan gejala, dan mereka
sering tetap tidak terdeteksi untuk beberapa saat. Tentunya, mereka sering ditemukan secara
kebetulan, seperti ketika pasien mengunjungi dokter untuk sebab lainnya. Dalam hal ini, dokter
mungkin menemukan pembesaran kelenjar getah bening pada pemeriksaan fisik rutin.
Kadangkala, suatu pemeriksaan, seperti pemeriksaan darah, atau suatu sinar-X, dada, mungkin
menunjukkan sesuatu yang abnormal, kemudian diperiksa lebih lanjut dan ditemukan terjadi
akibat limfoma non Hodgkin. Akan tetapi, beberapa pasien limfoma non Hodgkin indolen
berobat ke dokter karena gejalanya.4
Gejala yang paling sering adalah pembesaran kelenjar getah bening, yang kelihatan sebagai
benjolan, biasanya di leher, ketiak dan lipat paha. Pada saat diagnosis pasien juga mungkin
mempunyai gejala lain dari limfoma non Hodgkin. Limfoma non Hodgkin indolen tumbuh
lambat dan sering tanpa menyebabkan stadium banyak diantaranya sudah dalam stadium lanjut
saat pertama terdiagnosis.4

2.3.8 Manifestasi Klinik

9
Gejala awal yang dapat dikenali adalah pembesaran kelenjar getah bening di suatu tempat
(misalnya leher atau selangkangan) atau di seluruh tubuh. Kelenjar membesar secara perlahan
dan biasanya tidak menyebabkan nyeri. Kadang pembesaran kelenjar getah bening di tonsil
menyebabkan gangguan menelan. Pembesaran kelenjar getah bening jauh di dalam dada atau
perut bisa menekan berbagai organ dan menyebabkan: 1,2,3
-gangguan pernapasan
- berkurangnya nafsu makan
- sembelit berat
- nyeri perut
- pembengkakan tungkai.
Jika limfoma menyebar ke dalam darah bisa terjadi leukemia. Limfoma dan leukemia
memiliki banyak kemiripan. Limfoma non-Hodgkin lebih mungkin menyebar ke sumsum tulang,
saluran pencernaan dan kulit.
Tabel 1. Manifestasi Klinis dari Limfoma
Limfoma Hodgkin Limfoma Non-Hodgkin
Asimtomatik limfadenopati Asimtomatik limfadenopati
Gejala sistemik (demam Gejala sistemik (demam
intermitten, keringat malam, intermitten 1 minggu tanpa
BB turun) sebab, keringat malam, BB
Anamnesis Nyeri dada, batuk, napas turun 10% dalam 6 bulan)
pendek Mudah lelah (keluhan anemia)
Pruritus Gejala obstruksi GI tract dan
Nyeri tulang atau nyeri Urinary tract.
punggung
Teraba pembesaran limonodi Melibatkan banyak kelenjar
pada satu kelompok kelenjar perifer
(cervix, axilla, inguinal) Cincin Waldeyer dan kelenjar
Cincin Waldeyer & kelenjar mesenterik sering terkena
Pemeriksaan Fisik
mesenterik jarang terkena Hepatomegali &
Hepatomegali & Splenomegali
Splenomegali Massa di abdomen dan testis
Sindrom Vena Cava Superior

10
Gejala susunan saraf pusat
(degenerasi serebral dan
neuropati)

Selain tanda dan gejala di atas, stadium limfoma maligna secara klinis juga dapat
ditentukan berdasarkan klasifikasi Ann Arbor yang telah dimodifikasi Costwell.2,4,7

2.3.9 Stadium Limfoma Non Hodgkin


Tabel 2. Klasifikasi Limfoma Menurut Ann Arbor yang telah dimodifikasi oleh Costwell

Keterlibatan/Penampakan

Stadium

I Kanker mengenai 1 regio kelenjar getah bening atau 1 organ ekstralimfatik


tidak difus / batas tegas (IE)

II Kanker mengenai lebih dari 2 regio yang berdekatan atau ll Pembesaran 2


regio KGB atau lebih, tetapi masih satu sisi diafragma.

II 2: pambesaran 2 regio KGB dalam 1 sisi diafragma.

II 3: pernbesaran 3 regio KGB dalam 1 sisi diafragma.

II E :pembesaran1 regio atau lebih KGB dalam 1 sisi diafragma dan 1 organ
ekstra limfatik tidak difus / batas

III Pembesaran KGB di 2 sisi diafragma

IV Jika mengenai 1 Organ ekstra limfatik atau lebih tetapi secara difus

Suffix

A Tanpa gejala B

B Terdapat salah satu gejala di bawah ini:

Penurunan BB lebih dari 10% dalam kurun waktu 6 bulan sebelum


diagnosis ditegakkan yang tidak diketahui penyebabnya
Demam intermitten > 38 C

11
Berkeringat di malam hari
X Bulky tumor yang merupakan massa tunggal dengan diameter > 10 cm, atau ,
1
massa mediastinum dengan ukuran > /3 dari diameter transthoracal
maximum pada foto polos dada PA

Gambar 4. Penentuan Stadium Limfoma berdasarkan Klasifikasi Ann Arbor

2.3.10 Diagnosis
Diagnosis limfoma hodgkin maupun non-hodgkin dapat ditegakkan melalui prosedur-
prosedur di bawah ini.1,9
1. Anamnesis lengkap yang mencakup pajanan, infeksi, demam, keringat malam, berat
badan turun lebih dari 10 % dalam waktu kurang dari 6 bulan.
2. Pemeriksaan fisik dengan perhatian khusus pada sistem limfatik (kelenjar getah bening,
hati, dan lien dengan dokumentasi ukuran), infiltrasi kulit atau infeksi.
3. Hitung sel darah lengkap, pemeriksaan differensiasi sel darah putih, gambaran darah tepi
dan hitung trombosit.
4. Pemeriksaan kimia darah, mencakup tes faal hati dan ginjal, protein total, albuin, asam
urat, laktat dehidrogenase (LDH), serta alkali fosfatase, gula puasa dan 2 jam pp,
Elektrolit Na, K,Cl, Ca, P
5. Aspirasi sumsum tulang (BMP) dan biopsi sumsum tulang dari 2 sisi spina iliaka dengan
hasil spesirnen sepanjang 2 cm Pembuatan radiogram dada untuk melihat adanya
adenopati di hilus (pembesaran kelenjar getah bening bronkus, efusi pleura, dan
penebalan dinding dada.

12
6. Radiologi :
A.Rutin, Foto toraks PA dan lateral, CT scan seluruh abdomen (atas dan bawah)

B.Khusus : CT scan toraks, USG Abdomen, Limfogra, limfosintigra


7. Biopsi dan aspirasi sumsum tulang pada limfoma stadium III dan IV. Biopsi KGB
dilakukan hanya 1 kelenjar yang paling representatif, supersial. dan perifer. Jika
terdapat kelenjar perifer/supersial yang representatif. maka tidak perlu biopsi intra
abdominal atau intratorakal. Spesimen kelenjar diperiksa: Rutin, Histopatologi: REAL-
WHO dan Working Formulation, Khusus, lmunoglobulin permukaan, Histo/sitokimia
dan sitologi. FNAB dilakukan atas indikasi tertentu, tidak diperlukan penentuan stadium
laparatomi. Evaluasi sitogenetik dan sitometri aliran.
8. Konsuitasi THT: Biia cincin Waideyer terkena. Dilakukan gastroskopi atau foto saluran
cerna ates dengan kontras. Cairan tubuh lain: cairan pleura, asites, cairan serebrospinal
jika dilakukan punksi aspirasi diperiksa sitologi dengan cara qrtospin, di samping
pemeriksaan rutin lainnya.lmmunophenotyping: Paran panel: CD 20, CD 3

2.3.11 Tata Laksana

Terapi yang dapat dilakukan adalah:1,9


1. Derajat Keganasan Rendah (DKR)/indolen:
Pada prinsipnya simtomatik:
A.LNH indolen stadium I atau stadium II:
1) Radioterapi 2). Kemoterapi dengan radioterapi 3). Radioterapi Extended (regional).
untuk mencapai nodal yang bersebelahan, 4). Kemoterapi saja atau Wait and see jika
radioterapi tidak dapat dilakukan. 5). Radioterapi limfoid subtotal/ total (jarang)
- Kemoterapi: obat tunggal atau ganda (per oral), jika dianggap perlu: COP
(Cyclophosphamide, Oncovin, dan Prednisone)
- Radioterapi: LNH sangat radiosensitif. dengan menggunakan dosis radiasi 2500-
4000 cGy pada lokasi yang terlibat, Radioterapi: Low Dose TOI + Involved
Field Radiotherapy
B. Stadium II/III/IV. Pengelolaan optimal LNH indolen stadium lanjut masih
kontroversial dan masih melalui berbagai penelitian klinis. Pilihan terapi standar: -
Tanpa terapi / wait and see and pada pasien asimtomatik

2. Derajat Keganasan Menengah (DKM) / agresif limfoma:

13
-Stadium I: Kemoterapi (CHOP/CHVMP/BU) + radioterapi CHOP
(Cyclophosphamide, Hydroxydouhomycin,Oncovin, Prednisone)
- Stadium II - IV: kemoterapi parenteral kombinasi, radioterapi berperan untuk
tujuan paliasi.
Pengobatan yang biasa diberikan untuk pasien dengan limfoma non
Hodgkin agresif stadium dini adalah beberapa jadwal kemoterapi, kombinasi,
dengan lebih dari satu obat kemoterapi yang diberikan, biasanya bersama dengan
steroid, seperti prednisolon (contohnya, CHOP). Di kebanyakan negara,
diberikan antibodi monoklonal rituximab dalam kombinasi dengan kemoterapi
CHOP sebagai terapi standar. Antibodi monoklonal meningkatkan efektivitas
pengobatan bermakna, tanpa meningkatkan efek samping.3,4,7
Radioterapi terkadang diberikan setelah kemoterapi. Jarang kedua
pengobatan diberikan pada saat yang sama. Radioterapi ditujukan secara spesifik
terhadap kelenjar getah bening yang terkena. Pengobatan stadium dini (stadium I
dan II) limfoma non Hodgkin agresif dapat mencapai kesembuhan atau remisi
pada sekitar 80% pasien. Beberapa pasien tidak memberikan respon terhadap
terapi standar. Pada pasien-pasien ini, dan pada mereka yang mengalami
kekambuhan, diperlukan pengobatan lebih lanjut. 3,4,7
Pasien yang didiagnosis dengan limfoma non Hodgkin agresif pada
stadium lanjut (stadium III atau IV) diberi kemoterapi kombinasi dengan ataupun
tanpa antibodi monoklonal. Meski demikian, kemoterapi kadang-kadang
diberikan lebih lama daripada pada penyakit stadium awal dan mungkin juga
diberikan radioterapi. Secara keseluruhan, antara 40% dan 70% pasien dengan
limfoma non Hodgkin agresif dapat disembuhkan dengan pengobatan pertama.
3. Derajat Keganasan Tinggi (DKT)
DKT Limfoblastik (LNH-Limfoblastik)
- Selalu diberikan pengobatan seperti Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)
- Re-evaluasi hasil pengobatan dilakukan pada:
a. Setelah siklus kemoterapi keempat
b. Setelah siklus pengobatan lengkap

2.3.12 Prognosis
LNH dapat dibagi kedalam 2 kelompok prognostik: Limfoma indolen dan Limfoma
agresif. LNH lndolen memiliki prognosis yang relatif baik, dengan median kesintasan 10 tahun,

14
tetapi biasanya tidak dapat disembuhkan pada stadium lanjut. Sebagian besar tipe lndolen adalah
noduler atau folikuler. Tipe limfoma agresif memiliki perjalanan alamiah yang lebih pendek.
namun lebih dapat disembuhkan secara signikan dengan kemoterapi kombinasi intensif. Risiko
karnbuh lebih tinggi pada pasien dengan gambaran histologis divergen baik pada kelompok
indolen maupun agresif. International Prognostik index (IPII digunakan untuk memprediksi
luaran pasien dengan LNH agresif difus yang rnendapatkan kemoterapi regimen kombinasi yang
mengandung Antrasiklin. namun dapat pula digunakan pada hampir semua subtipe LNH.
Terdapat 5 prediktor yang mernpengaruhi prognosis. yaitu usia. LDH serum. status performa,
stadium anatomis, dan jumlah lokasi ekstra nodal. Tiap Faktor memiliki efek yang sama terhadap
luaran, sehingga abnormalitas dijumlahkan untuk mendapatkan indeks prognostik. Skor yang
didapat antara 0-5. Pada pasien usia kurang dari 60 tahun, indeks yang digunakan lebih sederhana
yaitu hanya meliputi faktor stadium anatomis, serum LDH, dan status "performance". tanpa
status ekstra nodal.(papdi)

Banyak pasien yang dapat mencapai respons sempurna, sebagian diantaranya dengan
limfoma sel besar difus, dapat berada dalam keadaan bebas gejala dalam periode waktu yang
lama dan dapat pula disembuhkan. Pemberian regimen kombinasi kemoterapi agresif berisi
doksorubisin mempunyai respons sempurna yang tinggi berkisar 40-80%.

15
BAB IV
PENYAKIT HODGKIN

3.1 Definisi
Penyakit Hodgkin adalah kanker yang berawal dari sel-sel sistem imun. Penyakit Hodgkin
berawal saat sel limfosit yang biasanya adalah sel B (sel T sangat jarang) menjadi abnormal. Sel
limfosit yang abnormal tersebut dinamakan sel Reed Sternberg.8
Sel Reed Sternberg tersebut membelah untuk memperbanyak dirinya. Sel Reed Sternberg
yang terus membelah membentuk begitu banyak sel limfosit abnormal. Sel-sel abnormal ini
tidak mati saat waktunya tiba dan mereka juga tidak melindungi tubuh dari infeksi maupun
penyakit lainnya. Pembelahan sel abnormal yang terus menerus ini menyebabkan terbentuknya
massa dari jaringan yang disebut tumor. 8
Jaringan limfatik banyak terdapat dalam banyak bagian tubuh, sehingga penyakit Hodgkin
dapat berawal dari mana saja. Biasanya penyakit Hodgkin pertama kali ditemukan pada nodus
limfatikus di atas diafragma, pada otot tipis yang memisahkan rongga thoraks dan rongga
abdomen. Tetapi penyakit Hodgkin mungkin juga dapat ditemukan di kumpulan nodus
limfatikus.

3.2 Epidemiologi2
Di Amerika Serikat terdapat 7500 kasus baru Penyakit Hodgkin setiap tahunnya,rasio
kekerapan antara laki-laki dan perempuan adalah 1,3-1,4 berbanding 1. Terdapat distribusi umur
bimodal,yaitu pada usia 15-34 tahun dan usia di atas 55 tahun. Angka kejadian penyakit Hodgkin
mempunyai kurva bimodal yang khas baik pada laki-laki maupun pada perempuan, dengan salah
satu puncaknya pada usia 15-30 tahun yang diikuti dengan puncak lainnya pada usia 45-55 tahun.
Di negara-negara industri umur puncak pertama dicapai pada umur 20 tahun dan puncak
kedua pada umur 55 tahun. Sementara di negara sedang berkembang seperti Indonesia, umur
puncak terjadi pada umur sebelum remaja.
3.3 Faktor Risiko
Beberapa penelitian menunjukkan faktor-faktor tertentu yang dapat meningkatkan kemungkinan
seseorang dapat mengidap penyakit Hodgkins: 7
1) Virus tertentu
Faktor risiko untuk penyakit ini adalah infeksi virus infeksi virus onkogenik diduga
berperan dalam menimbulkan iesi genetik.virus rnemperkenalkan gen asing ke daiarn
sel target. Virus-virus tersebut adalah virus Epstein-Barr, Sitomegalovirus, HIV dan

16
Human Herpes Virus-6 {HHV6). Bagaimanapun juga, limfoma tidak menular,
sehingga tidak mungkin mendapatkan limfoma dari orang lain.
2) Sistem imun lemah
Risiko mengidap penyakit Hodgkin meningkat dengan sistem imun yang lemah
(misalnya pada pasien transplantasi organ dengan pemberian obat imuno supresif atau
pada pasien cangkok surnsum tulang).
3) Usia
Penyakit Hodgkin umumnya terdapat pada usia remaja dan dewasa muda berumur 15-
35 tahun, juga pada dewasa berumur 55 tahun.
4) Riwayat keluarga
Keluarga dari pasien Hodgkin (adik-kakak juga mempunyai risiko untuk terjadi
penyakit Hodgkin, dapat meningkatkan kemungkinan seseorang mengidap penyakit
Hodgkin.

3.4 Gambaran Patologik dan Klasifikasi


Ketepatan diagnosis hanya mungkin dilakukan dengan pemeriksaan patologi yang benar,
bahan pemeriksaan yang berasal dari biopsi jarum dan irisan beku segar pada jaringan kurang
dapat menggambarkan struktur dan stroma sel secara baik. Untuk itu dibutuhkan pemeriksaan
jaringan limfonodi secara mikroskopis dan ditemukan adanya sel Reed Sternberg yang spesifik.
Sel Reed Sternberg merupakan sel limfoid yang besar dengan banyak nukleus yang mengelilingi
nuklei sehingga memberikan gambaran seperti halo.1 Sel Reed Sternberg secara konsisten
menghasilkan antigen CD15 dan CD30. CD15 adalah marker dari sel granulosit, monosit, dan
sel T teraktifasi yang normalnya tidak dihasilkan oleh garis keturunan sel B. CD30 adalah marker
dari aktifasi limfosit yang dihasilkan oleh sel limfosit reaktif dan malignan dan pada awalnya
diidentifikasi sebagai antigen permukaan sel-sel Reed Sternberg.
Klasifikasi patologi yang diterima secara umum adalah klasifikasi dari Rye yang membagi
penyakit Hodgkin menjadi 4 subtipe:1
1) Limfositik predominan/LP
2) Sel campur/MC
3) Deplesi limfositik/LD
4) Nodul sklerosis/NS
Prognosis dari tiga yang pertama berhubungan dengan perbandingan antara sel limfosit
abnormal dengan sel normal.1

17
Penyakit Hodgkin merupakan suatu tumor ganas yang berhubungan erat dengan limfoma
malignum. Oleh karena itu untuk membahas mengenai patologi dari penyakit Hodgkin ada
baiknya kita mengetahui tentang klasifikasi dari penyakit-penyakit tersebut.
Klasifikasi patologis yang sering dipakai sekarang ini adalah menurut Lukas dan Butler
sesuai keputusan simposium penyakit Hodgkin dan Ann Arbor. Menurut klasifikasi ini penyakit
Hodgkin dibagi menjadi 4 tipe, yaitu: 7

1. Tipe Lymphocyte Predominant


Pada tipe ini gambaran patologis kelenjar getah bening terutama terdiri dari sel-sel limfosit
yang dewasa, beberapa sel Reed Sternberg. Biasanya didapatkan pada anak muda.
Prognosisnya baik.

2. Tipe Mixed Cellularity


Mempunyai gambaran patologis yang pleimorfik dengan sel plasma, eosinofil, neutrofil,
limfosit dan banyak didapatkan sel Reed Sternberg. Dan merupakan penyakit yang luas
dan mengenai organ ekstra nodul. Sering pula disertai gejala sistemik seperti demam, berat
badan menurun dan berkeringat. Prognosisnya lebih buruk.

3. Tipe Lymphocyte Depleted


Gambaran patologis mirip diffuse histiocytic lymphoma, sel Reed Sternberg banyak sekali
dan hanya ada sedikit sel jenis lain. Biasanya pada orang tua dan cenderung merupakan
proses yang luas (agresif) dengan gejala sistemik. Prognosis buruk.

4. Tipe Nodular Sclerosis


Kelenjar mengandung nodul-nodul yang dipisahkan oleh serat kolagen. Sering dilaporkan
sel Reed Sternberg yang atipik yang disebut sel Hodgkin. Sering didapatkan pada wanita
muda/remaja. Sering menyerang kelenjar mediastinum.
Namun ada bentuk-bentuk yang tumpang tindih (campuran), misalnya golongan
Nodular Sclerosis (NS) ada yang limfositnya banyak (Lymphocyte Predominant NS=LP-
NS), ada yang limfositnya sedikit (Lymphocyte-Depleted NS=LD-NS) dan sebagainya.
Demikian pula golongan Mixed Cellularity (MC), ada yang limfositnya banyak (LP-MC),
ada yang sedikit (LD-MC). Penyakit ini mula-mula terlokalisasi pada daerah limfonodus
perifer tunggal dan perkembangan selanjutnya dengan penjalaran di dalam sistem limfatik.
Mungkin bahwa sel Reed Sternberg yang khas dan sel lebih kecil, abnormal, bersifat
neoplastik dan mungkin bahwa sel radang yang terdapat bersamaan menunjukkan respon
hipersensitivitas untuk hospes. Setelah tersimpan dalam limfonodus untuk jangka waktu

18
yang bervariasi, perkembangan alamiah penyakit ini adalah menyebar ke jaringan non
limfatik.7
Berdasarkan klasifikasi dari WHO penyakit Hodgkin dibagi menjadi 5 tipe, 4 tipe
merupakan tipe-tipe seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, keempat tipe ini sering
disebut sebagai penyakit Hodgkin klasik, sedangkan tipe ke-5 adalah nodular lymphocyte
predominant Hodgkins disease (NLPHD).

5. Tipe Nodular lymphocyte predominant Hodgkin disease (NLPHD)


Nodular lymphocyte predominant Hodgkin disease (NLPHD) menyumbang 5% dari kasus
penyakit Hodgkin. Berbeda dengan subtipe histologis lain, sel Reed Sternberg yang khas
jarang atau bahkan tidak ada pada NLPHD. Sebaliknya yang paling banyak justru adalah
sel limfositik atau histiositik (L&H), atau yang sering disebut sel popcorn karena inti
mereka yang berbentuk menyerupai jagung meledak, yang terlihat sebagai latar belakang
sel-sel inflamasi, terutama sel limfosit yang jinak. Tidak seperti sel Reed Sternberg, sel
L&H positif untuk antigen sel B, seperti CD19 dan CD20, dan negatif untuk CD15 dan
CD30. 7

3.5 Manifestasi Klinik


Terdapat pembesaran kelenjar getah bening dengan konsistensi rubbery yang tidak nyeri.
Gejala sisternik yaitu demam (tipe Pel-Ebstein), berkeringat malam hari,penurunan berat badan,
lemah badan dan pruritus terutama padajenis Nodular Sklerosis. Selain itu terdapat nyeri di
daerah abdomen akibat splenomegali atau pernbesaran keienjar yang masif, Hepaomegali, nyeri
tulang akibat destruksi lokal atau inltrasi sumsum tulang, kompresi medula spinalis tanda-tanda
obstruksi seperti edema ekstremitas, sindrom vena kava, disfungsi hollow viscera.papdi

3.6 Stadium Penyakit Hodgkin


Penentuan staging sangat penting untuk terapi dan menilai prognosis. Staging dilakukan
menurut Cotswolds (1990) yang merupakan modikasi dari klasikasi Ann Arbor (1971). 1

Stadium I ketenibatan satu regio keienjar getah bening atau struktur jaringan rimfoid
(lirnpa, tirnus, cincin Waideyer) atau keteriibatan 1 organ ekstralimfatik
Stadium II Keterlibatan 32 regio kelenjar getah bening pada sisi diafragma yang sama
(kelenjar hilus bila terkena pada kedua sisi termasuk stadium ll); keterlibatan Jokal 1

19
organ ekstranodal atau 1 tempatdan kelenjar getah bening pada sisi diafragma yang sama
(HE). Jumlah regio anatomik yang terlibat ditulis dengan angka (contoh :II3].
Stadium III Keterlibatan regio kelenjar getah bening pada kedua sisi diafragma (III),
dapat disertai lien IIIs}, atau keterlibatan 1 organ ekstranodal (IIIE) atau keduanya.
IIIISE). Ill Dengan atau tanpa keterlibatan keienjar getah bening splenik, hilanseliak atau
portal. III1 Dengan keterlibatan kelenjar gelah bening paraaorta. iliaka dan mesenterika.
Stadium IV Keterlibatan difus/diseminata padal atau lebih organ ekstranodal atau
jaringan dengan atau tanpa keterlibatan kelenjar getah bening.
Keterangan yang dicantumkan pada setiap stadium:
A Tanpa gejala
B Demam [suhu >33 0
C keringat malam, penurunan berat badan >10 % dalarn waktu 6 bulan
sebelumnya)
X Bulky disease (pembesaran mediastiurn >1,/3, adanya massa kelenjar denga
diameter rnaksirnal 10 cm)

Pada penyakit ini dibedakan 2 macam staging:6


Clinical staging
Staging dilakukan secara klinis saja tentang ada tidaknya kelainan organ tubuh.
Pathological staging
Penentuan stadium juga didukung dengan adanya kelainan histopatologis pada jaringan
yang abnormal. Pathological staging ini dinyatakan pula pada hasil biopsi organ, yaitu:
hepar, paru, sumsum tulang, kelenjar, limpa, pleura, tulang, kulit. Staging yang dianut
saat ini adalah staging menurut Ann Arbor yang di modifikasi sesuai

20
Gambar 4.6.2 Penentuan stadium penyakit Hodgkin.6

Penentuan stadium ini menggunakan klasifikasi AnnArbor yang berdasarkan anatomis.1


Tabel II.4.Staging menurut Ann Arbor berdasarkan anatomis.1
I Pembesaran kelenjar limfe regional tunggal atau pembesaran organ ekstra limfatik
tunggal atau sesisi.
II Pembesaran kelenjar limfe regional dua atau lebih yang masih sesisi dengan
diafragma atau pembesaran organ ekstralimfatik satu sisi atau lebih yang masih
sesisi dengan diafragma
III Pembesaran kelenjar limfe pada kedua sisi diafragma disertai dengan pembesaran
limpa atau pembesaran organ ekstra limfatik sesisi atau kedua sisi
IV Pembesaran organ ekstra limfatik dengan atau tanpa pembesaran kelenjar limfe

4.7 Diagnosis
Untuk membuat diagnosis penyakit Hodgkin dibutuhkan beberapa tahap pemeriksaan
diantaranya adalah:2
a. Pemeriksaan fisik ditemukan adanya pembesaran kelenjar limfe dengan berbagai
ukuran.
b. Pemeriksaan darah lengkap dengan hitung jenis sel, laju endap darah, tes fungsi hati
dan ginjal, kelenjar alkali fosfatase.
c. Biopsi kelenjar limfe
d. Foto polos dada maupun scanning

21
e. Scanning abdomen dan pelvis atau MRI
f. Limfogram
g. Laparatomi
h. Aspirasi sumsum tulang
i. Scanning tulang
Tidak semua tahap pemeriksaan dikerjakan untuk membuat diagnosis penyakit Hodgkin
pada anak tergantung dari kasus serta fasilitas yang ada.

Klinis (anamnesis)
Keluhan penderita terbanyak adalah pembesaran kelenjar getah bening di leher, aksila ataupun
lipatan paha, berat badan semakin menurun dan kadang-kadang disertai demam, keringat dan
gatal. 1,7,8

Pemeriksaan Fisik
Palpasi pembesaran kelenjar getah bening yang tidak nyeri dapat ditemukan di leher terutama
supraklavikular (60-80%), aksiler (6-20%), dan yang paling jarang adalah di daerah inguinal (6-
20%) dengan konsistensi kenyal sepert karet. Mungkin lien dan hati teraba membesar.
Pemeriksaan THT perlu dilakukan untuk menentukan kemungkinan cincin Waldeyer ikut
terlibat. Sindrom vena cava superior mungkin didapatkan pada pasien dengan masif limfa
adenopati mediastinal. 1,7,8

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah: Gambaran laboratorium pada umumnya tidak spesifik anemi,
eosinolia , diantaranya adalah leukositosis, limfopenia, peningkatan laju endap darah
eosinofilia, dan monositosis. Eosinofilia absolut perifer ringan tidak jarang ditemukan, terutama
pada pasien yang menderita pruritus. Juga dijumpai monositosis absolut, limfositopenia absolut
(<1000 sel per millimeter kubik) biasanya terjadi pada pasien dengan penyakit stadium lanjut.
Gambaran laboratorium ini merupakan refleksi dari aktifitas yang meningkat di sistem
retikuloendotelial (misalnya meningkatnya laju endap darah, kadar serum feritin, dan kadar
serum tembaga) dipergunakan untuk mengevaluasi perjalanan penyakit setelah terdiagnosis,
pada flow cytometry dapat terdeteksi limfosit abnormal atau limfositosis dalam sirkulasi.papdi 7
Sampai saat ini, laju endap darah masih merupakan pemantau terbaik, tetapi pemeriksaan
ini tidak spesifik dan dapat kembali ke normal walaupun masih terdapat penyakit residual. Uji
lain yang abnormal adalah peningkatan kadar tembaga, kalsium, asam laktat, fosfatase alkali,
lisozim, globulin, protein C-reaktif dan reaktan fase akut lain dalam serum. 7

22
Pada pasien penyakit Hodgkin serta pada penyakit neoplastik atau kronik lainnya
mungkin ditemukan anemia normokromik normositik derajat sedang yang berkaitan dengan
penurunan kadar besi dan kapasitas ikat besi, tetapi dengan simpanan besi yang normal atau
meningkat di sumsum tulang sering terjadi reaksi leukomoid sedang sampai berat, terutama pada
pasien dengan gejala dan biasanya menghilang dengan pengobatan. 8

Pemeriksaan darah rutin, uji fungsi hati dan uji fungsi ginjal merupakan bagian penting
dalam pemeriksaan medis, tetapi tidak memberi keterangan tentang luas penyakit, atau
keterlibatan organ spesifik.
Pada pemeriksaan faal hati terdapat gangguan faal hati yang tidak sejalan dengan
keterlihatan lirnfoma pada hati. Peningkatan alkali fosfatase dan adanya ikterus kolestatik dapat
merupakan gejala paraneoplastik tanpa keterlibatan hati. Dapat terjadi obstruksi biliaris
ekstrahepatik karena pembesaran kelenjar getah bening porta hepatis. Anemia yang timbul
merupakan deplesi dari imobilisasi zat besi yang terhambat ini menunjukkan adanya penyakit
yang telah meluas. Anemia hemolitik pada penyakit Hodgkin menggambarkan tes Coomb positif
menunjukkan adanya retikulosis dan normoblastik hiperplasia dari sumsum tulang.1
Pemeriksaan faal ginjal: peningkatan kreatinin dan ureum dapat diakibatkan obstruksi
ureter. Adanya nefropati urat dan hiperkalsemi dapat memperberat fungsi ginjal. Sindroma
nefrotik sebagai fenomena paraneoplastik dapat terjadi pada limfoma Hodgkin. Hiperurisemi
merupakan manifestasi penfngkatan turn-over akibat limfoma. Hiperkalsemi dapat disebabkan
sekunder karena produksi limfotoksin (osteoclast activating factor) oleh jaringan limfoma.Kadar
LDH darah yang meningkat dapat menggambarkan massa tumor dan turn-over. Poliklonal
hipergamaglobulinemi sering didapatkan pada limfoma Hodgkin dan Non Hodgkin. 1,7,8

Sitologi Biopsi Aspirasi


Biopsi Aspirasi Jarum Halus (BAJAH) sering digunakan pada diagnosis dan staging
limfadenopati dan untuk identifikasi penyebab kelainan tersebut seperti reaksi hiperplastik
kelenjar getah bening, metastasis karsinoma dan limfoma malignum.
Penyulit lain dalam diagnosis sitologi biopsi aspirasi LH ataupun LNH adalah adanya
negatif palsu, dianjurkan melakukan biopsi aspirasi multiple hole di beberapa tempat permukaan
tumor. Apabila ditemukan juga sitologi negatif dan tidak sesuai dengan gambaran klinis, maka
pilihan terbaik adalah biopsi insisi atau eksisi.6

Histopatologi

23
Biopsi tumor sangat penting, selain untuk diagnosis juga untuk identifikasi subtipe histopatologi
LH ataupun LNH. Biopsi dilakukan bukan sekedar mengambil jaringan, namun harus
diperhatikan apakah jaringan biopsi tersebut dapat memberi informasi yang adekuat. Biopsi
biasanya dipilih pada rantai KGB di leher. Kelenjar getah bening di inguinal, leher bagian
belakang dan submandibular tidak dipilih disebabkan proses radang, dianjurkan agar biopsi
dilakukan dibawah anestesi umum untuk mencegah pengaruh cairan obat suntik lokal terhadap
arsitektur jaringan yang dapat mengacaukan pemeriksaan jaringan. 6

Radiologi
Termasuk didalamnya: 7
Foto toraks untuk menentukan keterlibatan KGB mediastinal
Limfangiografi untuk menentukan keterlibatan KGB di daerah iliaka dan pasca aortal
USG banyak digunakan melihat pembesaran KGB di paraaortal dan sekaligus menuntun
biopsi aspirasi jarum halus untuk konfirmasi sitologi
CT-Scan sering dipergunakan untuk diagnosa dan evaluasi pertumbuhan LH

Pemeriksaan foto toraks untuk melihat limfodenopati hilar dan mediastinai, efusi pleura atau
lesi parenkim paru. Obstruksi aliran lirnfotik mediastinal dapat menyebabkan efusi chylous
(seperti susu).
USG abdomen kurang sensitif dalam mendiagnosis adanya limfodenopati. Pemeriksaan CT
Scan toraks untuk mendeteksi abnorrnalitas parenkim paru dan rnediastinal sedangkan CT Scan
abdomen mernberi jawaban limfodenopati retro peritoneal, mesenterik, portal,
hepatosplenomegali atau lesi di ginjal.
Laparatomi
Laparotomi abdomen sering dilakukan untuk melihat kondisi KGB pada iliaka, para aortal dan
mesenterium dengan tujuan menentukan stadium. Berkat kemajuan teknologi radiologi seperti
USG dan CT-Scan ditambah sitologi biopsi aspirasi jarum halus, tindakan laparotomi dapat
dihindari atau sekurang-kurangnya diminimalisasi.7

Diagnosis Banding
Diagnosis banding serupa dengan yang dijelaskan untuk limfoma non Hodgkin pada pasien
dengan limfadenopati di leher, infeksi misalnya faringitis bakteri atau virus, mononucleosis
infeksiosa dan toksoplasmosis harus disingkirkan. Keganasan lain, misalnya limfoma non
Hodgkin, kanker nasofaring dan kanker tiroid dapat menimbulkan adenopati leher local.
Adenopati ketiak harus dibedakan dengan limfoma non Hodgkin dan kanker payudara. 7

24
Adenopati mediastinum harus dibedakan dengan infeksi, sarkoid dan tumor lain. Pada
pasien tua, diagnosis banding mencakup tumor paru dan mediastinum, terutama karsinoma sel
kecil dan non sel kecil. Mediastinitis reaktif dan adenopati hilus akibat histoplasmosis dapat
mirip dengan limfoma, karena penyakit tersebut timbul pada pasien asimtomatik. Penyakit
abdomen primer dengan hepatomegali, splenomegali dan adenopati massif jarang ditemukan,
dan penyakit neoplastik lain, terutama limfoma non Hodgkin harus disingkirkan dalam keadaan
ini. Beberapa diagnosis banding lainnya sebagai berikut: 8

Cytomegalovirus

Infectious Mononucleosis
Kanker paru

Lymphoma, Non-Hodgkin
Sarcoidosis

Serum Sickness
Syphilis

Systemic Lupus Erythematosus


Toxoplasmosis

Tuberculosis

4.8 Tatalaksana 1

Pengobatan limfoma Hodgkin adalah radioterapi ditambah kemoterapi, tergantung dari


staging {Clinical stage = CS) dan faktor risiko. Radioterapi meliputi extended eld radiotherapy
(EFRT}, involved eld radiotherapy IIFRT) clan radioterapi (RT) pada Limfoma Residual atau
Bulky Disease. Faktar risiko untuk terapi menurut German Hodgkin's :

- Massa mediastinal yang besar

- Ekstranodal

- Peningkatan laju endap darah, 50 untuk tanpa gejala atau 30 untuk dengan gejala (B)

- Tiga atau lebih regio yang terkena

Menurut EORTC/GELA [European Organization for Research and Treatment of


Carcinoma,/Graupe d'Etude des Lymphomas de Adulte) faktor risika yaitu:

- Massa mediastinal yang besar

25
- Usia 50 tahun atau lebih

- Peningkatan laju endap darah

- Katerlibatan 4 regio atau lebih

Dalam guideline yang dikeluarkan oleh National Comprehensive Cancer Network (2004)
regiman kemoterapi yang direkomendasikan adalah ABVD dan Stanford V sebagai kemoterapi
terpilih.

Terapi lain Penyakit Hodgkin yang rnasih diteliti adalah: lmunoterapi dengan antibodi
monoklonal anti CD 20, imunotoksin anti CD 25, bispesik monoklonal antibodi CD 16;CD 30
bispesik antibodi dan radio immunoconjugates.

4.9 Prognosis
Prognosis penyakit Hodgkin ini relatif baik. Penyakit ini dapat sembuh atau hidup lama dengan
pengobatan meskipun tidak 100%. Tetapi oleh karena dapat hidup lama, kemungkinan
mendapatkan late complication makin besar. Late complication itu antara lain:5

1. Timbulnya keganasan kedua atau sekunder


2. Disfungsi endokrin yang kebanyakan adalah tiroid dan gonadal
3. Penyakit CVS terutama mereka yang mendapat kombinasi radiasi dan pemberian
antrasiklin terutama yang dosisnya banyak (dose related)
4. Penyakit pada paru pada mereka yang mendapat radiasi dan bleomisin yang juga dose
related

26
DAFTAR PUSTAKA
1. papdi
2. Sudarmanto M, Sumantri AG. Limfoma Maligna. Dalam: Buku Ajar Hematologi
Onkologi. IDAI. Ed-3. Jakarta: 2012. h. 248-54.
3. Hudson MM. Limfoma Non Hodgkin. Dalam: Ilmu Kesehatan Anak Nelson. 15th ed.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2012.h. 1780-83.
4. Ballentine JR. Non Hodgkin Lymphoma. Jan 20, 2012 (Cited May 17th, 2012). Available
at http://emedicine.medscape.com/article/203399-overview
5. Alarcone P. Hodgkin Lymphoma.Oct 11,2011 (Cited May 17th,2012). Available at
http://emedicine.medscape.com/article/987101-overview#a0101
6. Hudson MM. Penyakit Hodgkin. Dalam: Ilmu Kesehatan Anak Nelson. 15th ed. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.2012.h. 1777-83.
7. Gillchrist G. Lymphoma. Dalam: Nelson Textbook of Pediatrics. 17th ed. Wisconsin:
Elsevier. 2007.h. 1701-6.
8. Stoppler MC. Hodgkin Lymphoma. May 1st2011 (Cited May 17th,2012) .Available at
(http://www.medicinenet.com/Hodgkins disease/article.htm)
9. Price, S.A dan Wilson, L.M. 2005. Pathophysiology: Clinical Concepts of Disease
Processes, Sixth Edition. Alih bahasa Pendit, Hartanto, Wulansari dan Mahanani.
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6. Jakarta: EGC)

27

You might also like