You are on page 1of 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tumor pada kelenjar liur mewakili 3-6% dari seluruh tumor kepala-

leher. Dimana dari seluruh insiden tumor kelenjar liur, diperkirakan 80%

berasal dari kelenjar parotis, 10-15% dari kelenjar submandibula, sekitar 5-

8% dari kelenjar minor, dan <1% berasal dari kelenjar sublingual. Tumor

kelenjar liur yang paling umum adalah pleiomorphic adenoma yang

merupakan tumor jinak dan menempati sekitar 75-80% dari tumor kelenjar

parotis.1-3

Kanker kelenjar liur menempati 5-7% dari semua keganasan kepala-

leher. Jenis tersering di kelenjar parotis ialah mucoepidermoid carsinoma,

dimana menempati 10% dari seluruh tumor kelenjar liur dan juga menempati

35% dari seluruh keganasan kelenjar liur.2-4 Kelenjar submandibula

mempunyai insiden keganasan kurang lebih 50% dengan jenis tersering

adenoid cystic carcinoma yang juga menjadi tipe keganasan semua kelenjar

liur minor. Tumor pada kelenjar sublingual hampir selalu merupakan

keganasan atau kanker.1-3,5,6

Di Amerika, kanker kelenjar liur diperkirakan terdapat 2.000 sampai

2.500 kasus per tahun.1,2 Berdasarkan studi epidemiologi di beberapa rumah

sakit di Jefferson County, Alabama, pada tahun 1968-1989 dilaporkan 248

kasus tumor kelenjar liur dengan 84,3% adalah tumor jinak dan 15,7% dari

kasus adalah tumor ganas.7 Pada periode tahun 1972-2001, Londrina Cancer

Institute (Brazil) telah mencatat ada 496 kasus yang telah terdiagnosa sebagai

1
tumor kelenjar liur, dimana 335 kasus (67,5%) adalah jinak dan 161 kasus

(32,5%) merupakan keganasan.8 Sebuah studi retrospektif di sebuah rumah

sakit di Brazil pada Januari 1993 sampai Desember 1999 juga menemukan

124 kasus tumor kelenjar liur dengan 99 kasus (80%) jinak dan 25 kasus

(20%) ganas.9

Di Indonesia pada periode 1 Januari 2001 31 Desember 2005, telah

dilakukan penelitian insiden kanker kepala leher di Laboratorium Patologi

Anatomi RS Dr. Kariadi Semarang dimana terdapat 7 kasus kanker kelenjar

liur atau sebesar 2% dari 448 kasus kanker kepala-leher.10 Badan Registrasi

Kanker Indonesia mencatat ada 120 kasus tumor kelenjar liur pada tahun 2005

dari 13 pusat di Sumatra, Jawa, Bali, dan Kalimantan.11 Badan Registrasi

Kanker Indonesia juga melaporkan sepanjang tahun 2003 2007, di RS

Kanker Dharmais, ada total 82 kasus kanker kelenjar liur dengan jenis kanker

terbanyak adalah mucoepidermoid carsinoma sebanyak 16 kasus.12 Pada

penelitian di Departemen Patologi Anatomi FKUI/RSCM dari tahun 2005-

2009 ditemukan 65 kasus neoplastik atau tumor kelenjar liur.11 Indonesia

masih belum ada data lengkap tentang perkiraan insiden tumor kelenjar liur

baik jinak maupun ganas.2

Pemeriksaan histopatologi merupakan bakul emas dalam mendiagnosis

tumor kelenjar liur dan dapat menentukan klasifikasi maupun stadium

maupun prognosis dari tumor kelenjar liur. WHO/AJCC membagi stadium

tumor kelenjar liur menjadi 2 bagian besar yaitu Low grade dan High grade

dimana masing-masing stadium memiliki penanganan yang berbeda. Untuk

penanganan High grade tumor kelenjar liur, dibutuhkan terapi adjuvant yaitu

2
radioterapi, yang mana fasilitas tersebut perlu mendapat perhatian lebih dari

pihak manajemen RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou.2,3 Sehingga diharapkan data

yang diperoleh nanti dapat menjadi masukan bagi pihak manajemen RSUP

Prof. Dr. R.D. Kandou dalam penyediaan radioterapi.

Berdasarkan data di atas, penulis terdorong untuk mengumpulkan data

mengenai gambaran histopatologi tumor kelenjar liur di RSUP Prof. Dr. R.D.

Kandou periode Juli 2010 sampai Juli 2013.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana gambaran histopatologi tumor kelenjar liur di RSUP Prof. Dr.

R.D. Kandou periode Juli 2010 Juli 2013?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan umum : Mengetahui gambaran histopatologi tumor kelenjar liur di

RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou periode Juli 2010 Juli 2013.

Tujuan khusus :

1. Mengetahui jumlah penderita tumor kelenjar liur di RSUP Prof. DR. R.D.

Kandou periode Juli 2010 Juli 2013.

2. Mengetahui jenis histopatologi tumor kelenjar liur terbanyak.

3. Mengetahui jenis lokasi tumor kelenjar liur tersering.

4. Mengetahui jenis kelamin paling banyak menderita tumor kelenjar liur.

5. Mengetahui usia tersering terdiagnosisnya tumor kelenjar liur.

3
D. Manfaat Penelitian

1. Dengan didapatkan informasi tentang gambaran histopatologi tumor

kelenjar liur di RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou periode Juli 2010 Juli 2013

dapat menjadi masukan bagi pihak manajemen rumah sakit dalam

penyediaan fasilitas terapetik khususnya radioterapi.

2. Dapat digunakan sebagai bahan acuan, informasi dan perbandingan untuk

penelitian selanjutnya.

3. Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan penulis.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Kelenjar Liur

Kelenjar liur atau glandula saliva terdiri dari kelenjar liur mayor dan

kelenjar liur minor. Kelenjar liur mayor mencakup sepasang kelenjar parotis,

submandibula, dan sublingual. Sementara kelenjar liur minor mencakup

sekitar 600 sampai 1000 kelenjar yg tersebar di mukosa traktus aerodigestif

bagian atas (bukal, labial, palatum mole, palatum durum).5,13-15

Gambar 1. Kelenjar Liur Mayor16

Kelenjar parotis atau glandula parotidea merupakan kelenjar liur

terbesar yang pada umumnya berdiameter terpanjang 5-6cm dengan berat

rata-rata 22gr. Kelenjar ini terletak di bawah meatus acusticus externus dan di

dalam suatu lekukan di belakang ramus mandibula dan di depan m.

sternokleidomastoideus.2,15,17 Dilihat dari permukaan superfisial, kelenjar

5
parotis berbentuk baji, dengan n. fasialis berjalan di tengahnya sehingga

membagi menjadi 2 lobus, yaitu bagian atas disebut lobus superficialis dan

sisanya lobus profundus.1,2 Duktus Stensen atau duktus parotis merupakan

duktus ekskretorius kelenjar parotis. Duktus ini berjalan melewati anterior

dari m. masseter dan kemudian menembus m. buccinator yang bermuara ke

dalam mukosa pipi pada molar kedua superior.1,6 Inervasi motorik dari

kelenjar parotis adalah parasimpatik sekretomotor dan sensorik dari n.

trigeminal. Untuk sistem limfatik kelenjar parotis terdiri dari intraglandula

limfonodus dan ekstraglandula periparotis nodus.13

Gambar 2. Letak kelenjar parotis dan cabang-cabang n. fasialis18

Kelenjar submandibula atau submaxilla adalah kelenjar liur terbesar

kedua dengan ukuran kelenjar sepertiga dari kelenjar parotis dan berat rata-

6
rata 6,5gr. Terletak pada trigonum submandibular yang dibatasi oleh margo

inferior mandibulae dan m. digastrikus (anterior dan posterior bellies).

Kelenjar ini terbagi menjadi lobus superficial dan profundus berdasarkan

hubungannya dengan m. mylohyoid. Proses sekresi kelenjar ini yaitu duktus

Wharton yang bermuara pada ujung papila sublingualis pada dasar rongga

mulut dekat pada frenulum lidah, dibelakang gigi insisivus bawah. Kelenjar

submandibula menerima inervasi parasimpatik dari cabang n. fasialis.2,5,6,17

Kelenjar sublingual adalah kelenjar liur mayor terkecil yang terletak

antara m. mylohyoid dan m. hyoglossus, dapat dipalpasi di dasar mulut karena

letaknya yang agak superfisial. Pasokan darah dan nutrisi berasal dari a.

lingualis. Drainase limfatik ke kelenjar getah bening submental dan

submandibular. Inervasi kelenjar sublingual sama dengan inervasi dari

kelenjar submandibula. Duktus utama yang membantu sekresi adalah duktus

Bhartolin.3,5,6,19

Gambar 3. Kelenjar submandibula dan sublingual18

Kelenjar liur minor ada sekitar 600 sampai 1000 kelenjar kecil yg

tersebar di mukosa traktus aerodigestif bagian atas termasuk membran mukus,

7
lateral dari palatum durum, dasar mulut, bibir, bagian belakang dari lidah, dan

sekitar tonsil. Kelenjar ini terdiri dari beberapa unit sekresi kecil dan melewati

duktus yang berhubungan langsung dengan rongga mulut yang berdiameter 1-

2mm.5,19,20

B. Fisiologi Kelenjar Liur

Kelenjar liur berfungsi memproduksi cairan mulut yang dikenal dengan

saliva, liur, atau ludah yang berfungsi sebagai perlindungan mukosa mulut

maupun elemen gigi-geligi; pengaturan kandungan air; pengeluaran virus dan

produk metabolisme; pencernaan makanan dan kesadaran pengecapan;

deferensisasi dan pertumbuhan sel-sel kulit, epitel, dan saraf.15

Sekresi saliva normal harian berkisar 800 1500ml dengan sumbangan

terbanyak dari kelenjar submandibula yang merupakan kelenjar mukoserosa.

Kelenjar parotis menyumbangkan 25% dari saliva harian yang hasilnya

merupakan secret yang cair (serosa). Kelenjar sublingual menghasilkan sekret

yang mukus (kental), merupakan 5% dari air saliva manusia. Kelenjar liur

minor juga menyumbangkan 5% dari saliva harian yang produknya berupa

seromukus (agak kental).19,25

Pada malam hari sekresi saliva hampir berhenti ( 10ml/8jam). Kelenjar

parotis sama sekali tidak menghasilkan apa-apa. Sumbangan relatif kelenjar

submandibula adalah 70%, sedangkan kelenjar sublingualis dan kelenjar liur

minor 30%.15

8
Sumbangan setiap kelenjar kepada volume saliva sangat bergantung

pada sifat rangsangan (stimulus). Adapun rangsangan terhadap kelenjar liur

dengan cara-cara berikut:15

- mekanis, misalnya mengunyah makanan keras atau permen karet;

- kimiawi, oleh rangsangan rasa seperti asam, manis, asin, pahit,

pedas;

- neuronal, melalui sistem saraf otonom, baik simpatis maupun

parasimpatis;

- psikis, stress menghambat sekresi, ketegangan dan kemarahan dapat

bekerja sebagai stimulasi;

- rangsangan rasa sakit, misalnya oleh radang, gingivitis, protesa

dapat menstimulasi sekresi saliva.

Kelenjar parotis paling banyak menghasilkan sekret pada saat

distimulasi, sedangkan pada keadaan istirahat kelenjar submandibula yang

paling banyak menghasilkan sekretnya. Meskipun kelenjar sublingual dan

kelenjar liur minor menghasilkan sedikit sumbangan pada volume saliva,

tetapi sangat membantu penambahan jumlah sekresi protein tertentu, seperti

musin dan immunoglobulin.15

C. Histologi Kelenjar Liur

Setiap kelenjar liur tersusun dari unit sekretori seluler dan duktus

ekskretori. Dua jenis sel sekretorik yaitu serosa dan mukosa. Sel-sel serosa

biasanya berbentuk piramid dengan dasar lebar yang berada di atas lamina

basal dan menghadap lumen. (Gambar 5). Sel serous menghasilkan sekresi

9
yang kaya protein berupa liur encer yang jernih berisi enzim ptialin untuk

mencerna karbohidrat. Sel-sel sekresi di dekatnya diikat oleh komplek tautan

dan biasanya membentuk masssa bulat yang disebut asinus, dengan lumen di

pusat (Gambar 4). Sel-sel mukosa tersusun dari sel-sel kuboid sampai silindris

dengan inti yang lonjong dan terdesak ke basal sel. Hasil sekresinya adalah

musin (lendir) yang mengandung glikoprotein untuk tujuan pelumasan dan

perlindungan permukaan mukosa mulut. Sel-sel mukosa paling sering

tersusun sebagai tubulus yang terdiri atas deretan sel-sel sekresi silindris

yang mengelilingi sebuah lumen (Gambar 4).21,22

Duktus ekskretori sendiri ada duktus interkalata, duktus striata, duktus

interlobularis atau duktus ekskretorius. Ujung sekretori bermuara ke dalam

duktus interkalaris, yang dilapisi sel-sel epitel kuboid. Beberapa saluran

pendek ini bergabung memberntuk duktus striata (Gambar 4). Kedua duktus

ini disebut duktus intralobular karena letaknya di dalam lobulus. Duktus

striata setiap lobulus berkonvergensi dan mencurahkan isinya ke dalam duktus

yang terdapat di jaringan ikat septa pemisah lobulus, yaitu duktus

interlobularis atau duktus eksretorius.22

Sel-sel mioepitel ditemukan di dalam lamina basal dari ujung sekresi

dan duktus interkalaris (lebih sedikit), yang merupakan bagian awal sistem

saluran (Gambar 4). Sel-sel mioepitel yang mengelilingi bagian sekresi

berkembang baik dan bercabang, sedangkan yang berhubungan dengan duktus

interkalaris berbentuk kumparan dan terletak parallel dengan sumbu panjang

duktus. Fungsi utama sel-sel mioepitel adalah mencegah pelebaran bagian

ujung selama sekresi berlangsung.22

10
Tubulus mukosa

Gambar 4. Struktur kelenjar submandibula. Bagian sekresi terdiri


atas sel-sel serosa dan sel-sel mukosa. Duktus
interkalaris yang pendek dilapisi epitel kuboid
sedangkan duktus striata terdiri atas sel-sel silindris. Sel
mioepitel tampak pada bagian ujung sekretori serosa.16

Kelenjar parotis adalah kelenjar asinar bercabang dan bagian sekresinya

hanya terdiri atas sel-sel serosa (Gambar 5) yang mengandung granul

sekretori yang kaya akan protein dan memiliki amilase beraktivitas tinggi.22

11
Sel mioepitel

Gambar 5. Kelenjar parotis dengan pulasan H&E, x165. Bagian sekresi terdiri
atas asini serosa berbentuk pyramid yang dikelilingi sel mioepitel.
Duktus interkalaris mempunyai lumen yang lebih kecil dari lumen
duktus striata.21

Kelenjar submandibula adalah kelenjar tubuloasinar bercabang dengan

bagian sekresinya terdiri dari sel-sel mukosa dan serosa yang tersusun dengan

pola yang khas. Sel-sel mukosa membentuk tubulus, namun ujungnya ditutupi

sel-sel serosa, yang membentuk demilun serosa (Gambar 4 dan 6). Sel-sel

serosa adalah komponen utama kelenjar ini dan mudah dibedakan dari sel

mukosa oleh intinya yang bulat dan sitoplasmanya yang basofilik.22

12
Gambar 6. Kelenjar submandibula dengan pulasan H&E, x340. Sebuah
asinus campuran antara kelenjar serosa dan mukosa dengan
dominasi oleh asini serosa.16
Ket: Asini serosa (A), Sel mukus (M), Demilun serosa (S),
Duktus interkalaris (ID)

Kelenjar sublingual adalah kelenjar tubuloasinar bercabang yang terdiri

atas sel-sel serosa dan mukosa. Pada kelenjar ini terdapat lebih banyak sel

mukosa, sel serosa hanya terdapat pada demilun di tubulus mukosa (Gambar

7).22

Gambar 7. Kelenjar sublingual dengan pulasan H&E, x123. Sebuah


asinus campuran antara kelenjar serosa dan mukosa dengan
dominasi oleh sel mukosa.23

13
Kelenjar liur minor paling banyak terdapat pada persimpangan antara

palatum durum dan mole, dan mukosa bukal dan labia. Kelenjar liur dari

lidah, mukosa bukal dan labia merupakan kelenjar seromukosa, sedangkan

yang di ventral lidah, palatina, dan daerah glosofaringeal sebagian besar

merupakan kelenjar mukosa. Kelenjar liur minor pada papila sirkumvalata

(kelenjar von Ebner) adalah jenis serosa (Gambar 8).24

Gambar 8. Histologi papila sirkumvalata lidah dengan pulasan

H&E, x34. Terlihat kelenjar liur minor, von Ebner21

D. Klasifikasi Histopatologi Tumor Kelenjar Liur

Ada dua sistem klasifikasi untuk tumor kelenjar liur, World Health

Organization (WHO) dan Armed Forces Institute of Pathology (AFIP).

Klasifikasi WHO meliputi kategori berikut: adenoma, karsinoma, tumor

nonepithelial, limfoma ganas, tumor sekunder, unclassified tumors, dan

tumor-like lesions. Sedangkan klasifikasi AFIP memiliki kategori neoplasma

14
jinak epitel, neoplasma epitel ganas, neoplasma mesenkimal, limfoma ganas,

tumor metastasis, dan non-neoplastic tumor-like conditions.3

1. Tumor Jinak

a. Pleimorphic Adenoma atau Benign Mixed Tumor

Pada lesi jinak adenoma pleomorfik mempunyai gambaran

histologi yang bervariasi. Adenoma pleomorfik ditandai dengan

proliferasi sel epitel atau mioepitel dengan latar belakang stroma oleh

kondroid, miksoid, fibroid, dan elemen osteoid (Gambar 6). Tumor

ini dapat terjadi pada kelenjar liur mayor dan minor, namun paling

banyak pada kelenjar parotis.23

15
Gambar 9. Adenoma pleomorfik parotis dengan pulasan H&E, x55. Terlihat
sel mioepitel yang telah berproliferasi sehingga sel serosa sulit diklasifikasi
dan adanya latar belakang myxoid.23

b. Warthins Tumor (Papillary Cystadenoma Lymphomatosum)

Tumor ini dapat terjadi di semua lokasi, namun terbanyak pada

kelenjar parotis. Merupakan tumor jinak terbanyak kedua setelah

pleiomorphic adenoma. Histologinya memiliki proyeksi papiler ke

dalam ruang kistik, dikelilingi oleh stroma limfoid. Stroma terdiri

dari folikel limfoid dewasa dengan pusat-pusat germinal. Dilapisi

oleh sel epitel bilayer. Epitel torak yang mengarah ke lumen dengan

inti yang bulat dan monomorf dan tersusun palisade. Sedangkan epitel

kubis berada di basal sel.24,27

Dinding
epitel bilayer

Stroma limfoid

Gambar 10. Tumor Warthin pada kelenjar parotis.24

16
c. Canalicular Adenoma

Insiden tumor ini 1% dari tumor kelenjar liur dengan lokasi

tersering pada kelenjar liur minor khususnya mukosa labia atas dan

mukosa bukal. Jarang pada kelenjar mayor. Histologinya terdiri dari

sel epitel kolumnar atau kuboid yang sering beranastomosis seperti

beaded. Karateristik dari stroma adalah paucicellular dan banyak

vaskularisasi (Gambar 11).24

Gambar 11. Canalicular adenoma24

d. Basal Cell Adenoma

Basal cell adenoma jarang dan diperkirakan 1-3% dari tumor kelenjar liur.

Kelenjar parotis adalah kelenjar yang sering terkena. Basal cell adenoma

terdiri dari jaringan sel solid dengan sedikit sitoplasama dan nukelus

hiperkromatik. Sel ini cenderung membentuk palisade perifer

(Gambar 12).24

Gambar 12. Basal cell adenoma24

17
e. Oncocytoma

Sekitar 1% dari tumor kelenjar liur adalah oncocytoma dengan 84%

lokasinya terjadi di kelenjar parotis. Histologinya mengandung tali sel

seragam dan stroma fibrosa tipis. Sel epitelnya besar dan berbentuk

polihedral, dengan membran sel yang berbeda. Memiliki sitoplasma

eosinofilik, granular, dengan nukleus bulat di pusat yang bersivat

versikuler.24

Sel besar
polihedral

nukleus

Gambar 13. Oncocytoma.24

f. Myoepithelioma

Menempati 1,5% dari seluruh tumor kelenjar liur dengan lokasi

tersering pada kelenjar parotis. Myoepithelioma terdiri dari sel

berbentuk spindle (Gambar 14) dan memiliki sentral nuklei yang

seragam. Mioepitelioma memiliki granular sitoplasma dengan

eosinofil atau fibrilar. Beberapa mengandung plasmocytoid cell yang

bernukleus poligonal dan eksentrik.24

Gambar 14. Myoepithelioma dengan sel-sel yang berbentuk spindle.24

18
2. Tumor ganas

a. Mucoepidermoid Carcinoma

Mucoepidermoid carcinoma adalah tumor ganas tersering pada

kelenjar liur dapat timbul di kelenjar mayor dan minor, namun

tersering di kelenjar parotis. Gambaran mikroskopis menunjukkan

campulan sel skuamous, sel kelenjar penghasil mukus, dan tipe sel

intermediate.24

Gambar 15. Mucoepidermoid carcinoma.24

b. Adenoid Cystic Carcinoma

Adenoid cystic carsinoma terdiri sekitar 10% dari semua epitel

neoplasma saliva dan paling sering melibatkan kelenjar parotis. Tumor

ini terdiri atas sel-sel kecil seragam, hiperkromatik menyerupai sel

basal, tersusun dalam bentuk benang-benang yang saling

beranastomosis (berangkai) membentuk gambaran seperti sarang

tawon (honey comb atau Swiss cheese apperarance).28

19
Gambar 16. Adenoid cystic carcinoma dengan sel-sel tumor yang
hiperkromatik.28

c. Acinic Cell Carcinoma

Hampir 80% acinic cell carcinoma terjadi di kelenjar parotis dan

sekitar 17% pada kelenjar liur minor. Histologinya terlihat diferensiasi

dari sel asinus serous, yang ditandai dengan sitoplasma zymogen

beserta granul, sel duktus juga merupakan komponen dari tumor ini.24

Gambar 17. Acinic cell carcinoma.

E. Manfaat Evaluasi Histopatologi terhadap Diagnosa, Penatalaksanaan,

dan Prognosis Tumor Kelenjar Liur

Pemeriksaan histopatologi merupakan bakul emas dalam mendiagnosis

tumor kelenjar liur dan dapat menentukan klasifikasi maupun stadium

20
maupun prognosis dari tumor kelenjar liur. WHO/AJCC membagi stadium

tumor ganas kelenjar liur menjadi 2 bagian besar, yaitu Low grade dan High

grade.2

Low Grade
Acinic cell carcinoma
Mucoepidermoid carcinoma (grade I dan II)
High Grade
Mucoepidermoid carcinoma (grade III)
Adenocarcinoma (diferensiasi kurang, kanker anaplastic)
Squamous cell carcinoma
Malignant mixed tumor
Adenoid cystic carcinoma

Adapun klasifikasi stadium klinis yang dibuat berdasarkan TNM dari

AJCC (American Joint Comittee of Cancer) tahun 2002. Klasifikasi ini

digunakan pada tumor atau keganasan kelenjar liur mayor.2

T : berdasarkan ukuran tumor, ekstensi ekstraperenkim, infiltrasi n.


facialis, invasi dasar tengkorak
Tx : tumor primer tidak ditemukan
T0 : tidak ada tumor primer
T1 : ukuran 2cm, tanpa ekstensi ekstrakapsuler
T2 : ukuran 2-4cm, tanpa ekstensi ekstrakapsuler
T3 : ukuran > 4cm atau ekstensi ekstrakapsuler
T4a : tumor menginvasi kulit, madibula, saluran telinga atau n. facialis
T4b : tumor menginvasi dasar tengkorak atau plate pterigoid atau
melingkari a. carotis

N : KGB regional, ukuran, jumlah, level, invasi tumor menembus kapsul


Nx : metastasis tidak dapat ditentukan
N0 : tidak ada metastasis KGB

21
N1 : metastasis KGB tunggal 3cm
N2 : metastasis KGB tunggal/multiple > 3-6cm, ipsilateral,
bilateral/kontralateral
N2a : metastasis KGB tunggal > 3-6cm, ipsilateral
N2b : metastasis KGB multiple < 6cm
N2c : metastasis KGB < 6cm bilateral atau kontralateral
N3 : metastasis KGB > 6cm

M : metastasis jauh
Mx : metastasis jauh tidak dapat ditentukan
M0 : tidak ada metastasis jauh
M1 : metastasis jauh

Tabel 1. Stadium TNM tumor kelenjar liur berdasarkan AJCC 2002


Stadium I T1 N0 M0
Stadium II T2 N0 M0
Stadium III T3 N0 M0
T1 N1 M0
T2 N1 M0
T3 N1 M0
Stadium IVa T4a N0 M0
T4a N1 M0
T1 N2 M0
T2 N2 M0
T3 N2 M0
T4a N2 M0

Stadium IVb T4b Setiap N(0-3) M0


Setiap T(1-4) N3 M0

Stadium IVc Setiap T(1-4) Setiap N(0-3) M1

22
Adanya jenis tumor beserta sifat, stadium histopatologi, dan stadium

klinis akan menentukan tindakan penanganan para klinisi selanjutnya.

1. Terapi bedah tumor kelenjar parotis

- Pada lesi jinak dapat dilakukan superfisial parotidektomi

- Pada keganasan lobus profundus dapat dilakukan total

parotidektomi dan radiasi adjuvan

2. Terapi bedah tumor kelenjar submandibula

- Pada Low grade dilakukan eksisi daerah segitiga kelenjar

submandibula

- Pada High grade ditambah radiasi adjuvan

3. Terapi bedah tumor kelenjar sublingualis dan kelenjar liur minor

- Umumnya pembedahan dilakukan dengan eksisi luas dengan

menyertakan jaringan sehat di sekitar tumor

Radioterapi umumnya diberikan paska operasi (adjuvant). Indikasinya :

- High grade tumor, terlepas dari stadium ataupun status dari

surgical margin

- Close margin ( 5mm), ataupun pada margin + mikroskopis, dan

hampir pada semua keganasan yang mengenai lobus profundus,

terutama jika N. VII dipertahankan

- Tumor stadium lanjut (tumor T4), terlepas dari margin status

maupun grade tumor

- Tumor yang telah menginfiltrasi kulit, tulangm jaringan lunak,

ekstra ganduler, dan nervus (n. VII, n. XI, n. XII, n. lingualis)

23
- Pembedahan pada tumor rekuren, terlepas dari margin status atau

histologi dari tumor

- Adanya KGB yang positif paskadiseksi

- Paskabedah tumor rekuren

Pada kanker lanjut local yang inoperable, diberikan kemoterapi.

Prognosis tumor bergantung pada beberapa hal, antara lain:2

- Kepastian kelenjar liur yang terkena tumor

- Data histologi

- Data grading tumor (histopatologi, FNAB)

- Stadium dari tumor primer

- Fiksasi dan terkenanya nervus di sekitarnya, fiksasi jaringan lunak

sekitar, kulit, dan KGB

F. Insiden dan Epidemiologi Tumor Kelenjar Liur

Tumor pada kelenjar liur jarang dan hanya mewakili 3-6% dari seluruh

tumor kepala-leher dan untuk keganasannya 5-7% dari semua keganasan

kepala leher. Di Amerika, kanker kelenjar liur diperkirakan terdapat 2.000

sampai 2.500 kasus per tahun.1-3

Dari seluruh tumor kelenjar liur, diperkirakan 80% dari kelenjar parotis,

10-15% dari kelenjar submandibula, sekitar 5-8% dari kelenjar minor, dan

<1% berasal dari kelenjar sublingual. Tumor kelenjar liur yang paling umum

adalah pleiomorphic adenoma yang merupakan tumor jinak dan menempati

sekitar 75-80% dari tumor kelenjar parotis. Tumor jinak kedua terbanyak

adalah tumor Warthin. Keganasan tersering di kelenjar parotis ialah

24
mucoepidermoid carsinoma, dimana menempati 10% dari seluruh tumor

kelenjar liur dan 35% dari seluruh keganasan kelenjar liur. Kelenjar

submandibula mempunyai insiden keganasan kurang lebih 50% dengan jenis

tersering adenoid cystic carcinoma yang juga menjadi tipe keganasan semua

kelenjar liur minor. Tumor pada kelenjar sublingual hampir selalu merupakan

keganasan atau kanker. Semakin kecil kelenjar liur yang terkena tumor,

semakin besar kemungkinan terjadi keganasan.1-6

Insiden tumor atau kanker kelenjar liur meningkat terus sesuai dengan

peningkatan usia dimana kasus keganasan sering ditemukan pada dekade ke 5

dan ke 6. Rata-rata umur pasien dengan keganasan adalah 55 tahun, dan untuk

tumor jinak sekitar 40 tahun. Insiden keganasan pada penderita <16 tahun

adalah kurang dari 2%. Jika dikorelasikan dengan jenis kelamin, tidak ada

predileksi seksual kecuali pada Warthin tumor yang dijumpai 5 kali lebih

banyak dari perempuan.2,5,26

25
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian ini bersifat deskriptif retrospektif.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Bagian Patologi Anatomi Fakultas

Kedokteran Unsrat dan Laboratorium Patologi Anatomi Swasta di Manado

C. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam jangka waktu 3 bulan yaitu Oktober 2013

sampai dengan Desember 2013.

D. Subjek Penelitian

Seluruh data penderita tumor kelenjar liur yang ada di Bagian Patologi

Anatomi Fakultas Kedokteran Unsrat dan Laboratorium Patologi Anatomi

Swasta di Manado pada periode Juli 2010 sampai Juli 2013.

E. Variabel Penelitian

1. Distribusi menurut klasifikasi histopatologi tumor kelenjar liur

2. Distribusi menurut lokasi

3. Distribusi menurut jenis kelamin

4. Distribusi menurut umur

26
F. Definisi Operasional

1. Gambaran histopatologi : Gambaran berdasarkan klasifikasi histopatologi

tumor kelenjar liur dari WHO, yang berdasarkan sifatnya terbagi jinak dan

ganas.

2. Distribusi menurut lokasi : Lokasi yang tertulis di rekam medik. Terbagi menjadi

kelenjar parotis, submandibula, sublingual, dan kelenjar liur minor.

3. Distribusi menurut jenis kelamin : jenis kelamin pasien yang tertulis di rekam

medik. Terbagi menjadi laki-laki dan perempuan.

4. Distribusi menurut umur : umur pasien yang tertulis di rekam medik. Terbagi

menjadi 16 tahun, 17-30 tahun, 31-40 tahun, 41-50 tahun, 51-60 tahun, dan 61-

70 tahun, dan 71 tahun. Pembagian ini berdasarkan data epidemiologi yang

menunjukan bahwa pada dekade ke 5 dan 6 sering ditemukan kasus keganasan,

sedangkan pada usia 16 tahun insiden keganasan kurang dari 2%. Insiden

tertinggi untuk adenoma pleomorfik, mukoepidermoid karsinoma, dan asinik sel

karsinoma pada decade ke 3 dan 4.2,24

G. Instrumen Penelitian

1. Rekam medik penderita tumor kelenjar liur di Bagian Patologi Anatomi

Fakultas Kedokteran Unsrat dan Laboratorium Patologi Anatomi Swasta

di Manado periode Juli 2010 sampai Juli 2013.

2. Alat tulis-menulis

3. Bahan referensi

H. Cara Kerja

1. Mengumpulkan literatur tentang tumor kelenjar liur

27
2. Melakukan pengumpulan data dengan melihat rekam medik penderita

tumor kelenjar liur yang ada di Bagian Patologi Anatomi Fakultas

Kedokteran Unsrat dan Laboratorium Patologi Anatomi Swasta

3. Pengolahan data dilakukan secara manual dan menggunakan komputer,

data yang ada dihitung dalam bentuk tabel distribusi frekuensi

4. Melakukan konsultasi dengan dosen pembimbing

5. Penyajian data dalam bentuk tabel, diagram dan tulisan serta dinyatakan

dalam bentuk persentase

28
Daftar Pustaka

1. Kurnia A. Kanker kepala leher dan rekonstruksi. Jakarta: Balai


Penerbit FKUI; 2008. h. 73-94.

2. Manuaba TW. Panduan penatalaksanaan kanker solid PERABOI


2010. Sagung Seto; 2010. h. 74-97.

3. Futran ND, Parvathaneni U, Martins RG, Laramore GE. Malignant


salivary gland tumors. Dalam: Harrison LB, Sessions RB, Ki-Hong W,
editor. Head and neck cancer: a multidisciplinary approach. Ed. 3.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2009. h. 589-610.

4. Speight PM, Barrett AW. Salivary glands and saliva: salivary gland
tumors. Oral diseases. 2002;8:229-40.

5. Chahin F. Salivary gland tumors, major, benign. Medscape. 1


Desember 2011. [diakses 30 Agustus 2013]
Available from : http://emedicine.medscape.com/article/194357-
overview#a04

6. Lee SC. Salivary gland neoplasms. Medscape. 8 Maret 2013. [diakses


30 Agustus 2013]
Available from : http://emedicine.medscape.com/article/852373-
overview

7. Pinkston JA, Cole P. Incidens rates of salivary glands tumors: Result


from a population-based study. Otolaryngol Head Neck Surg.
1999;120:834-40.

8. Ito FA, Ito K, Vargas PA, et al. Salivary gland tumors in a Brazilian
population: a retrospective study of 496 cases. Int J Oral Maxillofac
Implants. 2005;34:533-36.

9. Vargas PA, Gerhard R, Filho VJFA, et al. Salivary gland tumors in a


Brazilian population: a retrospective study of 124 cases. Rev Hosp
Clin Fac Med S Paulo 57. 2002;6:271-6.

29
10. Wiliyanto O. Insidensi Kanker Kepala Leher Berdasarkan Diagnosis
Patologi Anatomi di RS Dr. Kariadi Semarang Periode 1 Januari 2001
31 Desember 2005 [Skripsi]. FK Undip; 2006.

11. Lisnawati, Stephanie M, Hamdani C. Diagnostic accuracy and


cytomporphology analysis of fine needle aspiration of salivary gland.
Med J Indones. 2012;21:92-6.

12. Sinuraya ES. Registrasi Kanker Berbasis Rumah Sakit di Rumah Sakit
Kanker Dharmais 2003-2007. Jakarta, Laporan Kerja Subbagian
Registrasi Kanker Bagian Penelitian dan Pengembangan Rumah Sakit
Kanker Dharmais Pusat Kanker Nasional Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. 2012: 27, 31, 33, 35, 37, 38 [diakses 10
September 2013]
Available from: http://www.scribd.com/doc/111890699/Registrasi-
Kanker-Berbasis-Rumah-Sakit-Di-RSKD-2003-2007

13. Eisele DW, Kleinberg LR. Management of malignant salivary gland


tumors. Dalam: Harrison LB, Sessions RB, Ki-Hong W, editor. Head
and neck cancer: a multidisciplinary approach. Edisi ke-2.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2004. h. 620-51.

14. Firdaus MA, Fitria H. Penatalaksanaan tumor Warthin parotis. Bagian


THT-KL FK Unand. 27 February 2012 [diakses 27 Agustus 2013]
Available from : http://tht.fk.unand.ac.id/makalah/119-
penatalaksanaan-tumor-warthin-parotis.html

15. Amerongan AVN, Michels LFE, Roukema PA, et al. Ludah dan
kelenjar ludah: arti bagi kesehatan gigi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press; 1992. h. 2-5.

16. Mescher AL. Junqueira's basic histology. Edisi ke-12. USA: The
McGraw-Hill Companies; 2010.

17. Snell RS. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi ke-6.
Jakarta: EGC; 2006. h. 722-5.

18. Drake RL, Wayne V, Mitchell AWM. Grays anatomy for student.
Philadelphia: Elsevier; 2007. h. 815-7, 996-9.

30
19. Akbarisyah T, Permata DT, Astuti DS, Sriwijayanti NW. Anatomi,
histologi, dan fisiologi dari kelenjar saliva [Makalah]. FK Unsri; 2011.
[diakses 17 September 2013]
Available from: http://www.scribd.com/doc/110398973/Anatomi-
Histologi-Dan-Fisiologi-Dari-Kelenjar-Saliva-kelompok-4

20. Murphy GP, Morris LB, Lange D. Informed decision: The complete
book of cancer diagnosis, treatment, and recovery. Viking; 1997. h.
618-21.

21. Eroschenko VP. DiFiore's atlas of histology with functional


correlations. Edisi ke-12. Philadelphia: Lippincot William & Wilkins;
2013. h. 301-11.

22. Junqueira LC, Carneiro J. Histologi dasar: teks dan atlas. Edisi ke-10.
Jakarta: EGC; 2004. h. 312-6.

23. Cui D. Atlas of histology with functional and clinical correlations.


Edisi pertama. Philadelphia: Lippincot William & Wilkins; 2011. h.
309-14.

24. Barnes L, Eveson JW, Reichart P, et al. World health organization


classification of tumours: pathology and genetics of head and neck
tumours. Lyon: IARCPress; 2005. h. 209-81.

25. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-11.
Jakarta: EGC; 2007. h. 835.

26. Million RR, Cassisi NJ, Mancuso AA. Major salivary gland tumors.
Management of head and neck cancer: A multidisclipinary approach.
Edisi ke-2. Philadelphia: J.B. Lippincott Company; 1994. h. 711-35.

27. Kumar, Abbas, Fausto, et al. Robbins and Cotran Pathologic Basis of
Disease. 8th edition. Philadelphia, Elsevier Inc. 2010.

28. Sudiono J, Kurniadhi B, Hendrawan A, et al. Penuntun praktikum


patologi anatomi. Edisi pertama. Jakarta: EGC; 2001. h. 77-8,

31

You might also like