You are on page 1of 42

MAKALAH AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK

Akuntansi Yayasan dan Pengelolaan Kebijakan,


Perencanaan dan Anggaran pada Kerangka Jangka
Menengah

Dosen Pengampu :
Dr. Warsito Kawedar, SE, M.Si, Akt

Disusun Oleh :
Nurma Gupita Dewi (12030117410028)
Rohma Septiawati (12030117410023)

PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS DIPONEGORO

1
2017

2
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb
Puji Syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
senantiasa memberikan rahmat serta karunian-Nya. Sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini.
Makalah yang berjudul Akuntansi Yayasan dan Pengelolaan
Kebijakan, Perencanaan dan Anggaran pada Kerangka Jangka
Menengah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Akuntansi
Sektor Publik yang diampu oleh Dr. Warsito Kawedar, SE, M.Si, Akt.
Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya.
Penulis juga menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari
sempurna, untuk itu penulis menerima saran dan kritik yang bersifat
membangun demi perbaikan kearah kesempurnaan.
Akhir kata, penulis mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada
semua pihak yang turut membantu dan menyelesaikan makalah ini.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Semarang, 04 Desember 2017

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman Judul ........... i


Kata Pengantar .................................................................................................................. ii
Daftar Isi . iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 1
C. Tujuan ........................................................................................................... 2
BAB II AKUNTANSI YAYASAN .................................................................................... 3
A. Sejarah Perundangan Yayasan ........................................................................ 3
B. Pengertian dan Ruang Lingkup Yayasan. ......................................................... 4
C. Sifat dan Karakteristik Yayasan ..................................................................... 4
D. Akuntabilitas Yayasan ................................................................................... 5
E. PSAK N. 45 tentang Laporan Keuangan Nonprofit ...................................... 9
F. Audit Yayasan ............................................................................................... 16
G. Perencanaan dan Pelaksanaan Audit Yayasan .............................................. 18
BAB III PENGELOLAAN KEBIJAKAN, PERENCANAAN DAN ANGGARAN
PADA KERANGKA JANGKA MENENGAH .................................................... 20
A. Kelemahan dalam Memproduksi Hasil Anggaran Buruk ............................. 22
B. Mengelola Kebijakan, Perencanaan dan Anggaran dalam Siklus Pengelolaan
Perencanaan dan Sumber Daya Manusia ....................................................... 23
C. Menghubungkan Kebijakan Level Sektor, Perencanaan dan Penganggaran ... 23
D. Mengelola Kebijakan, Perencanaan dan Anggaran di Tingkat Pemerintah
Kerangka Laporan Pengeluaran Medium Komprehensif ............................... 25
E. Program Investasi Publik .............................................................................. 32
BAB IV PENUTUP .......................................................................................................... 36
Kesimpulan ...................................................................................................................... 36
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 37

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Yayasan saat ini sulit dibedakan dengan lembaga lainnya yang berorientasi
pada laba. Bentuk hukum yayasan telah dijadikan payung untuk menyiasati
berbagai aktivitas diluar bidang sosial, keagamaan, kemanusiaan, kesehatan serta
pendidikan dan persoalan ini telah mendapat sorotan tajam dari berbagai pihak,
terutama pihak perpajakan.
Berbagi fakta yang ada menunjukan bahwa kecenderungan pendiriann
yayasan adalah untuk berlindung dibalik status badan hukum Yayasan, dan bukan
wadah pengembangan wadah sosial, keagamaan, dan kemanusiaan. Selain itu,
tujuan kecenderungan ini biasanya berakhir dengan interpretasi, memperkaya diri
para pendiri, pengurus, dan pengawas.
Sejalan dengan kecenderungan tersebut, berbagai masalah yayasan, mulai
muncul, seperti kegiatan yayasan yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan yang
tercantum dalam anggaran dasar, sengketa antara pengurus dengan pendiri atau
pihak lain, dan dugaan bahwa yayasan digunakan untuk menampung kekayan para
pendiri atau pihak lain yang diperoleh dengan cara melawan hukum. Banyaknya
masalah tersebut memunculkan kebutuhan akan hukum positif atau landasan
hukum yuridis.
Dalam rangka penerapan prinisp keterbukaan dan akuntbilitas pada
masyarakat, manajemen yayasan melakukan pembenahan administrasi, termasuk
publikasi pertanggungjawaban laporan keuangan setiap tahun.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian dan ruang lingkup yayasan?
2. Bagaimana sifat dan karakteristik yayasan?
3. Bagaimana penyusunan pelaporan yayasan?

1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dan ruang lingkup yayasan.
2. Untuk mengetahui sifat dan karakteristik yayasan..
3. Untuk mengetahuipenyusunan pelaporan yayasan.

2
BAB II
AKUNTANSI YAYASAN

A. Sejarah Perundang-Undangan tentang Yayasan


Sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang yayasan,
kedudukan yayasan sebagai badan hukum sudah diakui, dan diberlakukan
sebagai badan hukum, namun status yayasan sebagai badan hukum dipandang
masih lemah, karena tunduk pada aturan-aturan yang bersumber dari
kebiasaan dalam masyarakat atau yurisprudensi.
Pada saat itu masyarakat mendirikan yayasan dengan maksud untuk
berlindung dibalik status badan hukum yayasan, yang tidak hanya digunakan
sebagai wadah mengembangkan kegiatan sosial, keagamaan,
kemanusiaan, melainkan juga adakalanya bertujuan untuk memperkaya diri para
pendiri, pengurus, dan pengawas. Pada hal peranan yayasan disektor sosial,
pendididkan, dan agama sangat menonjol, tetapi tidak ada satu Undang-
Undang pun yang mengatur secara khusus tentang yayasan.
Dengan ketidak pastian hukum ini yayasan sering digunakan untuk
menampung kekayaan para pendiri atau pihak lain, bahkan yayasan dijadikan
tempat untuk memperkaya para pengelola yayasan. Yayasan tidak lagi bersifat
nirlaba, namun yayasan digunakan untuk usaha usaha bisnis dan komersial
dengan segala aspek manifestasinya.
Dalam rangka menjamin kepastian dan ketertiban hukum agar
yayasan berfungsi sesuai dengan maksud dan tujuannya berdasarkan prinsip
keterbukaan dan akuntabilitas kepada masyarakat, maka pada tanggal 6 Agustus
2001 disahkan Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 tentang yayasan yang
mulai berlaku 1 (satu) tahun kemudian terhitung sejak tanggal diundangkan
yaitu tanggal 6 Agustus 2002. Kemudian pada tanggal 6 Oktober 2004
disahkan Undang -Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang perubahan UUNomor
16 Tahun 2001 tentang yayasan.
UU No 28 Tahun 2004 ini tidak mengganti C. Perubahan ini hanya sekedar
mengubah sebagian Pasal-Pasal dari UU No. 16 Tahun 2001. Jadi UU No.28 Tahun

3
2004 tidak mengubah seluruh Pasal yang ada didalam UU No. 16 Tahun 2001.
Undang-Undang ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman yang benar
kepada masyarakat mengenai yayasan, menjamin kepastian dan ketertiban
hukum serta mengembalikan fungsi yayasan sebagai pranata hukum dalam
rangka mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan
berdasarkan prinsip keterbukaaan dan akuntabilitas.

B. Pengertian dan Ruang Lingkup Yayasan


Menurut UU No. 16 Tahun 2001, sebagai dasar hukum positif Yayasan,
pengertian yayasan adalah badan hukum yang kekayaannya terdiri dari kekayaan
yang dipisahkandan diperuntukan untuk mencapai tujuan tertentu dibidang social,
keagamaan, dan kemanusiaan.
Yayasan berbeda dengan perkumpulan karena perkumpulan pengertian yang
lebih luas, yaitu meliputi suatu persekutuan, koperasi, dan perkumpulan saling
menanggung. Selanjutnya, perkumpulan terbagi atas 2 jenis, yaitu:
a) Perkumpulan yang berbentuk badan hukum, seperti PT, Koperasi, dan
perkumpulan saling menanggung.
b) Perkumpulan yang tidak berbentuk badan hukum, seperti persekutuan perdata,
CV, dan Firma.
Dilain pihak, yayasan merupakan bagian dari perkumpulan yang berbentuk
badan hukum dengan pengertian yang dinyatakan dalam pasal 1 Butir 1 UU No 16
Tahun 2001 tentang yayasan, yaitu suatu badan hukum yang kekayaannya terdiri
dari kekayaan yang dipisahkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial,
keagamaan, dan kemanusiaan dengan tidak mempunyai anggota.
Sehingga berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di atas, maka perbedaan
antara perkumpulan dan yayasan adalah sebagai berikut:

4
Perkumpulan Yayasan
Bersifat dan bertujuan komersialBersifat dan bertujuan sosial,
keagamaan dan kemanusiaan
Mementingkan keuntungan (profit Tidak semata-mata mengutamakan
oriented) keuntungan atau mengejar/ mencari
keuntungan dan/atau penghasilan
yang sebesar-besarnya
Mempunyai anggota. Tidak mempunyai anggota.

Yayasan sebagai suatu badan hukum mampu dan berhak serta berwenang
untuk melakukan tindakan-tindakan perdata. Pada dasarnya keberadaan badan
hukum bersifat permanen, artinya badan hukum tidak dapat dibubarkan hanya
dengan persetujuan para pendiri atau anggotanya. Badan hukum hanya dapat
dibubarkan jika telah dipenuhi segala ketentuan dan persyaratan yang ditetapkan
dalam anggaran dasarnya. Hal tersebut sama kedudukannya dengan perkumpulan
yang berbentuk berbadan hukum, dimana dipandang sebagai subyek hukum karena
dapat melakukan perbuatan hukum, menyandang hak dan kewajiban, dapat digugat
maupun menggugat di Pengadilan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa yayasan dan perkumpulan yang berbentuk
Badan Hukum mempunyai kekuatan hukum yang sama, yaitu sama-sama dianggap
sebagai subyek hukum dan dapat melakukan perbuatan hukum. Tetapi antara
yayasan dan perkumpulan yang tidak berbentuk Badan Hukum, maka yayasan
kedudukan hukumnya lebih kuat daripada perkumpulan sebagaimana tersebut di
atas.

C. Sifat dan Karakteristik Yayasan


1. Tujuan Yayasan
Setiap organisasi, termasuk yayasan, memiliki tujuan yang spesifik dan unik
yang dapat bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Tujuan yang bersifat kuantitatif
mencakup pencapaian laba maksimum, penguasaan pangsa pasar, pertumbuhan
organisasi, dan produktifitas. Sementara tujuan kualitatif dapat di sebutkan
sebagai efensiensi dan efektivitas organisasi, manajemen organisasi yang

5
tangguh, moral karyawan yang tinggi, reputasi organisasi, stabilitas pelyanan
kepada masyarakat, dn citra perusahaan.
Menurut UU No. 16 Tahun 2001, yayasan mempunyai fungsi sebagai
pranata hukum dalam rangka mencapai tujuan tertentu di bidang sosial,
keagamaan, dan kemanusiaan. Undang-Undang tersebut menegaskan bahwa
yayasan adalah suatu badan hukum yang mempunyai maksut dan tujuan yang
bersifat sosial, keagamaan dan kemanusiaan yang didirikan dengan
memperhatikan persyaratan formal yang ditentukan berdasarkan undang-undang.
a) Visi
Visi merupakan pandangan kedepan dimana suatu organisasi akan
diarahkan. Dengan mmpunyai visi, yayasan dapat berkarya secara konsisten
dan tetap eksis, antisipatif, inovatif, serta produktif. Visi adalah suatu
gambaran yang menantang tentang keadaan masa depan yang berisikan cita
dan citra yang ingin diwujudkan suatu yayasan.
b) Misi
Misi adalah sesuatu yang diemban atau dilaksanakan oleh suatu yayasan
sebagai penjabaran atau visi yang telah ditetapkan. Dengan pernyataan misi,
seluruh unsur yayasan dan pihak yang berkepentingan dapat mengetahui serta
mengenal keberadaan dan peran yayasannya.
Misi harus jelas dan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi. Misi juga
terkait dengan kewenangan yang dimiliki oleh yayasan berdasarkan peraturan
perundangan atau kemampuan penguasaan teknologi sesuai strategi yang
dipilih.
c) Sumber Pembiayaan
Sumber pembiayaan yayasan berasal dari sejumlah kekayaan yang dipisahkan
dalam bentuk uang atau barang. Selain itu, yayasan juga memperoleh
sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat seperti berupa:
1) Wakaf,
2) Hibah,
3) Hibah Wasiat,

6
4) Perolehan lain yang tidak bertentanagn dengan anggaran dasar yayasan
atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.
d) Pola Pertanggungjawaban
Dalam yayasan, pengelola (pengurus dan pengawas) bertanggung jawab
kepada Pembina yang disampaikan dalam Rapat Pembina yang diadakan
setahun sekali. Pola pertanggungjawaban di yayasan bersifat vertikal dan
horizontal. Pertanggungjawaban vertikal adalah pertanggungjawaban atas
pengelolaan dana kepada otoritas yang lebih tinggi, seperti
pertanggungjawaban yayasan kepada pembina. Pertanggungjawaban
horizontal adalah pertanggungjawaban ke masyarakat luas. Kedua jenis
pertanggungjawaban sektor publik tersebut merupakan elemen penting dari
proses akuntabilitas publik. Pertanggungjawaban manajemen merupakan
bagian terpenting bagi kredibilitas manajemen di yayasan. Tidak
terpenuhinya prinsip pertanggungjawaban tersebut dapat menimbulkan
implikasi yang luas.
e) Struktur Organisasi
Menurut Undang-Undang No. 16 Tahun 2001, yayasan mempunyai
organ yang terdiri dari pembina, pengurus dan pengawas.Sebagaimana
disebutkan dalam pasal 28 ayat (1) UU No. 28 tahun 2004, yang dinamakan
Pembina adalah organ Yayasan yang mempunyai kewenangan yang tidak
diserahkan kepada Pengurus atau Pengawas oleh Undang-undang ini atau
Anggaran Dasar. Sedang yang dapat diangkat sebagai anggota Pembina
adalah adalah orang perseorangan sebagai pendiri Yayasan dan/atau mereka
yang berdasarkan keputusan rapat anggota Pembina dinilai mempunyai
dedikasi yang tinggi untuk mencapai maksud dan tujuan Yayasan.
Kewenangan Pembina menurut pasal 28 ayat (2) meliputi:
1) keputusan mengenai perubahan Anggaran Dasar;
2) pengangkatan dan pemberhentian anggota Pengurus dan anggota
Pengawas;
3) penetapan kebijakan umum Yayasan berdasarkan Anggaran Dasar
Yayasan;

7
4) pengesahan program kerja dan rancangan anggaran tahunan Yayasan;
dan
5) penetapan keputusan mengenai penggabungan atau pembubaran Yayasan
Pengurus adalah organ yayasan yang melaksanakan kepengurusan
yayasan baik didalam maupun di luar yayasan. Pengurus tidak boleh
merangkap sebagai Pembina atau Pengawas. Dalam pasal 32 ayat (1) UU No.
28 Tahun 2004 menjelaskan bahwa Pengurus yayasan diangkat oleh Pembina
berdasarkan keputusan rapat Pembina untuk jangka waktu selama 5 (lima)
tahun.
Susunan kepengurusan sebuah yayasan sendiri telah diatur didalam Pasal
32 ayat 3 (UU No. 28 Tahun 2004), dalam pasal tersebut telah disebutkan
mengenai susunan kepengurusan sebuah yayasan yang minimal ataupun
sekurang-kurangnya terdiri dari:
1) Seorang ketua;
2) Seorang sekretaris; dan
3) Seorang bendahara.
Sesuai dengan pasal 40 yang dimaksud dengan pengawas adalah
Pengawas adalah organ Yayasan yang bertugas melakukan pengawasan serta
memberi nasihat kepada Pengurus dalam menjalankan kegiatan
Yayasan.Yayasan memiliki Pengawas sekurang-kurangnya 1 (satu) orang
Pengawas yang wewenang, tugas, dan tanggung jawabnya diatur dalam
Anggaran Dasar.
f) Karateristik Anggaran
Dilihat karakteristik anggaran, rencana anggaran yayasan dipublikasikan
kepada masyarakat secara terbuka untuk dkritisi dan di diskusikan. Anggaran
tidak boleh menjadi rahasia internal yayasan yang bersangkutan dan harus di
informasikan kepada publik untuk di kritik, didiskusikan, dan diberi masukan.
Anggaran merupakan instrumen akuntabilitas atas pengelolaan dana publik
dan pelaksanaan program-program yang dibiayai dengan uang publik.

8
g) Sistem Akuntansi
Sistem akuntansi merupakan prinsip akuntansi yang menentukan kapan
transaksi keuangan harus diakui untuk tujuan laporan keuangan. System
akuntansi ini berhubungan dengan waktu/kapan pengukuran dilakuakan, dan
pada umumnya, bisa dipilih menjadi system akuntansi berbasis kas dan
berbasis akrual. Selain kedua system akuntansi tersebut, banyak variasi atau
modifikasi dari keduanya, yaitu modifikasi dari akuntansi berbasis kas dan
modifikasi dari akuntansi berbasis akrual.
Pada sebuah yayasan, penekanan di berikan pada penyediaan biaya data
yang disajikan dalam bentuk laporan keuangan yang menggunakan sisitem
akuntansi berbasis akrual yaitu akuntansi pendapatan biaya.

D. Akuntabilitas Yayasan
1. Karakteristik Laporan Keuangan Yayasan
Laporan keuangan yayasan memiliki karakteristik sebagai berikut:
a) Sumber daya yayasan bersal dari para penyumbang yang tidak
mengharapkan pembayaran kembali atau manfaat ekonomi yang sebanding
dengan jumlah sumber daya yang diberikan.
b) Menghasilkan barang dan jasa tanpa bertujuan memupuk laba dan kalau
suatu yayasan menghasilkan laba, maka jumlahnya tidak pernah dibagikan
kepada para pendiri atau pemilik yayasan tersebut.
c) Tidak ada kepemilikan dalam arti bahwa kepemilikan tidak dijual,
dialihkan, atau ditebus kembali, atau kepemilikan tersebut tidak
mencerminkan proporsi pembagian sumber daya yayasan pada sasat
likuidasi
Laporan keuangan yayasan terdiri dari laporan posisi keuangan, laporan
aktivitas, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. Laporan
keuangan yayasan berbeda dengan laporan keuangan swasta. Definisi istilah
dalam akuntansi yayasan

9
a) Pembatasan permanen adalah pembatasan penggunaan sumber daya yang
ditetapkan oleh penyumbang agar sumber daya tersebut dapat dipertahankan
secara permanen.
b) Pembatasan temporer adalah pembatsan penggunaan sumber daya oleh
penyumbang agar sumber daya tersebut dapat dipertahankan sampai dengan
periode tertentu atau sampai dengan terpenuhinya keadaan tertentu.
c) Sumangan terikat adalah sumber daya yang penggunaannya dibatasi unutk
tujuan tertentu oleh penyumbang.
d) Sumbangan tidak terikat adalah sumber daya yang penggunaannya tidak
dibatasi untuk tujuan tertentu oleh penyumbang

2. Laporan Keuangan Yayasan


a) Tujuan Laporan Keuangan
Yaitu menyediakan informasi yang releven untuk memenuhi
kepentingan para penyumbang, anggota pengelola, kreditor, dan pihak lain
yang menyediakan sumber daya bagi yayasan. Laporan keungan meyajikan
informasi mengenai :
1) Jumlah dan sifat aktiva, kewajiban, serta aktiva bersih suatu yayasan
2) Pengaruh trasaksi, peristiwa, dan situasi lainnya yang mengubah nilai
serta sifat aktiva bersih
3) Jenis dan jumlah arus masuk serta arus keluar sumber daya selama
periode dan hubungan diantara keduanya
4) Cara suatu yayasan mendapatkan dan membelanjakan kas, memperoleh
pinjaman, dan melunasi pinjaman serta faktor lainnya yang berpengaruh
terhadap likuiditasnya
5) Usaha jasa suatu yayasan.
b) Unsur unsur dalam sistem akuntansi
1) Bagan perkiraan /akun
Bagan perkiraan adalah daftar masing masing item, diman
pencatatannya dibagi kedalam lima kategori
Aktiva

10
Utang
Aktiva bersih
Pendapatan
Belanja
Contoh bagan akun yayasan

11
2) Buku besar
Buku besar mengklasifikasikan informasi pencatatan, dimana bagan
perkiraan atau akun bertindak sebagai daftar isi buku besar. Dalam
sisitem manual, ringkasan total dari seluruh jurnal dimasukkan kedalam
buku besar setiap bulannya. Dalam sistem terkomputerasi, data secara
khusus dimasukkan ke sistem sekali saja
3) Jurnal
Jurnal digunakan untuk mencatat semua transaksi akuntansi, sebelum
diklasifikasikan ke buku besar. Jurnal mengatur informasi secara
kronologis dan sesuai dengan jenis transaksi.
4) Buku cek
Pada yayasan berskala kecil, buku cek menyajikan kombinasi jurnal
dan buku besar. Sebagian besar transaksi keuangan akan dicatat melalui
buku cek, dimana tanda penerimaan yang disetor ke dan dari saldo
pembayaran akan dibuat.
5) Siklus akuntansi

Tahap 1. Kegiatan penidentifikasian dan pengukuran dalam


pencatatan bentuk bukti transaksi dan bukti pencatatan
2. Kegiatan pencatatan bukti transaksi ke dalam buku
harian atau jurnal
3. Memindahkanbukukan dari jurnal ke buku besar
Tahap 1. Penyusunan neraca saldo (trial balance) berdaasrkan
pengikhtisaran akun akun buku besar
2. Pembuatan ayat jurnal penyesuaian
3. Penyusunan kertas kerja (workshet)
4. Pembuatan ayat jurnal penutup
5. Pembuatan neraca saldo setelah penutupan
6. Pembuatan ayat jurnal pembalik
Tahap 1. Neraca
pelaporan 2. Laporan aktivitas
3. Laporan arus kas
4. Laporan perubahan aktiva bersih
5. Catatan atas laporan keuangan

12
3 Tahap Pengembangan Sistem Akuntansi
a) Akuntansi untuk sumbangan
Yayasan yang memenuhi syarat mendapat status bebas pajak akan
ditunjuk untuk menerima sumbangan. Prosedur yang ekuivalen untuk
menangani akuntansi sumbangan dalam yayasan adalah prosedur khusus,
yaitu :
Janji atau komitmen. Pada tahun 1993, Dewan Standar Akuntansi
Keuangan atau Financial Accounting Standart Board(FASB)
menerbitkan Standar Akuntansi Keuangan No. 116 tentang akuntansi
untuk sumbangan yang diterima dan sumbangan yang dibuat, di mana
pedoman pencatatan piutang, piutang yang tidak terikat, dan piutang
yang dapat dijalankan secara sah untuk dicatat akan diatur. Piutang
tanpa syarat merupakan piutang yang tidak tergantung pada kejadian
di masa depan.
Jasa dan Menteri yang didermakan. Pedoman pernyataan FASB
No.116 mensyaratkan akuntansi untuk sumbangan barang-barang
dalam suatu yayasan. Selain itu, waktu yang dimiliki sukarelawan
juga harus dilaporkan sebagai :
- Waktu yang dimiliki sukarelawan untuk menghasilkan kreasi atau
peningkatan aktiva nonkeuangan, seperti waktu tenaga
sukarelawan untuk memperbarui pusat perawatan anak.
- Jasa yang diberikan secara sukarela adalah keahlian khusus,
seperti akuntan, perawat, teknisi listrik, guru atau profesional
lainnya, dan tukang.
Kejadian-kejadian khusus dan Hak Keanggotaan Pembina. Orang
yang dibayar untuk menyelenggarakan suatu acara yang akan
menghadirkan para penyumbang sering kali menerima manfaat nyata.
Hak keanggotaan Pembina menandakan hak individu dalam
penggunaan fasilitas dan penerimaan jasa.
b) Kapitalisasi dan Penyusunan Aktiva

13
Yayasan perlu mencatat pembelian peralatan dan barang substansial
jangka panjang seperti komputer, mobil, dan bangunan, sebagai aktiva serta
menanggung porsi biaya per tahun untuk barang-barang yang masih
memiliki umur manfaat. Yayasan juga perlu mencatat aktiva. Namun ada
beberapa aktiva di sektor non profit yang menerima perlakuan khusus,
seperti koleksi museum, bangunan sejarah, buku perpustakaan, dan kebun
bianatang.
Item sumbangan yang ditambahkan untuk koleksi akan digunakan
dalam pameran publik, dilindungi, dan tetap tidak dibebani, dan jika dijual
hasil penjualan akan digunakan untuk mengganti item yang sepadan, di
mana transaksi tersebut tidak perlu dicatat dan tidak diakui sebagai aktiva.
c) Klasifikasi Pengeluaran Fungsional
Yayasan perlu melaporkan pengeluaran kas sesuai dengan klasifikasi
fungsinya. Dua klasifikasi pengeluaran fungsional primer adalah pelayanan
program dan aktivitas pendukung. Sementara itu klasifikasi aktivitas
pendukung meliputi pengelolaan dan aktivitas umum, penggalian dana, dan
pengembangan keanggotaan. Praktek tersebut sangat bervariasi dan satu
yayasan ke yayasan lainnya.
4. Penyusutan
Yayasan harus mencatat pembelian peralatan dan kekayaan substansialyang
bersifat jangka panjang, karena jenis aktiva tersebut menaggung biaya per tahun
sesuai dengan umur manfaatnya. Proses ini disebut sebagai kapitalisasi dan
penyusutan aktiva tetap. Untuk menghitung biaya penyusutan per aktiva tetap,
perlu diketahui seberapa banyak biaya aktiva (termasuk seluruh biaya yang
diperlukan untuk mengoperasionalkan aktiva), seberapa lama aktiva itu dapat
dapat diharapkan secara layak memberikan manfaat sebelum diganti, dan apakah
item tesebut akan memiliki beberapa nilai penyelamatan pada akhir umur
manfaatnya. Informasi mengenai besarnya penyusutan sangat penting dalam
perncanaan pergantian aktiva tetap. Akibatnya jmlah kas yang disisihkan sesuai
dengan jumlah biaya penyusutan. Jumlah kas tersebut setara dengan cadangan
pembelian aktiva baru.

14
5. Pajak Penghasilan dari Usaha yang Tidak Terkait
Pendapatan usaha yang tidak terkait adalah pendapatan yang dihasilkan dari
suatu perdagangan atau aktivitas usaha yang tidak terkait secara substansial
dengan tujuan yayasan. Aktivitas perdagangan atau aktivitas usaha adalah
aktivitas yang dilakukan untuk meraih pendapatan melalui aktivitas penjualan
barang dagangan atau jasa. Suatu aktivitas yang secara substansial terkait dengan
tujuan yayasan merupakan aktivitas yang mempunyai hubungan sebab-akibat
dan memberikan kontribusi penting bagi pemenuhan tujuan yayasan. Pajak yang
dibayar atas pendapatan lain-lain yang diperoleh yayasan dari usaha yang tidak
terkait ditetapkan sesuai dengan ketentuan pajak badan hukum. Tanpa pajak,
yayasan akan mendapatkan keuntungan yang substansial di pasar, jika dilihat
dalam konteks persaingan pasar.
Yayasan yang melakukan aktivitas nonusaha dapat dianggap bukan
merupakan subjek pajak penghasilan jika memenuhi kondisi sebagai berikut:
Semua pekerjaan dilakukan oleh sukarelawan.
Secara substansial, seluruh barang dagangan yang dijual didapatkan dari
pemberian.
Aktivitas yang dilakukan adalah untuk fasilitas kemudahan anggota,
pasien, dan karyawan yayasan.
6. Mencatat Akun Sumbangan
Komitmen untuk memberikan kontribusi secara tertulis bisa dijadikan dasar
untuk pencatatan transaksi utang sumbangan. Sebagai contoh, seorang donatur
berjanji secara tertulis akan memberikan sumbangan senilai Rp10,000 selama
tiga tahun mendatang. Dengan menyajikan piutang hibah dalam neraca, yayasan
memperlihatkan jumlah uang yang diharapkan akan diterima di masa mendatang
dalam bentuk sumbangan hibah.

Piutang hibah yang bisa dipercaya sebaiknya dicatat dalam system akutansi.
Indicator bahwa suatu piutang dianggap valid adalah apabila hal itu disertai
dengan bulti tertulis yang dibuat donatur dengan menggunakan kata seperti
sepakat, atau menyetujui, atau apakah piutang tersebut secara sah bisa

15
diwujudkan atau tidak.Terdapat dua jenis piutang, yaitu piutang yang mengikat
dan piutang yang tidak mengikat. Piutang yang tidak mengikat adalah piutang
yang dilakukan oleh donatur untuk memberikan hibah kepada yayasan dimasa
yang akan datang. Namun yayasan tersebut tidak perlu memenuhi beberapa
persyaratan khusus sebelum menerima hibah dan tidak ada kondisi lain yang
ditetapkan oleh donatur.
Piutang yang mengikat adalah kesatuan peristiwa yang tidak menentu di
masa mendatang. Misalnya, seorang donatur berniat untuk memberikan uang
sebesar Rp1.000 jika yayasan memperoleh hibah yang sesuai sebesar Rp2,000
dari sumber yang baru. Piutang yang mengikat ini hanya dicatat dalam buku
ketika kondisi tersebut terpenuhi, sehingga piutang ini tidak akan dicatat sebagai
penerimaan sebelum penyesuaian hibah diperoleh. (Saat kondisinya telah
terpenuhi, yaitu apabila hibah yang sesuai telah diperoleh, piutang tersebut
menjadi tidak mengikat dan dicatat). Sebelum memenuhi kondisi yang
ditentukan donatur, piutang yang mengikat dimasukkan dalam catatan kaki
laporan keuangan.

Bagaimana mencatat piutang yang tidak dapat terkumpul?

Akuntansi untuk piutang yang dapat terkumpul serupa dengan akuntansi


untuk piutang yang tidak dapat terkumpul. Misalnya, dana sebesar Rp. 20.000,-
berupa piutang (sumbangan) yang tidak terikat yang diberikan kepada yayasan
selama tahun berjalan, menunjukkan bahwa rata-rata 20% dari dana tersebut
tidak terkumpul. Akun pengeluaran yang dibuat dalam kasus ini disebut sebagai
cadangan untuk piutang yang tidak dapat terkumpul.

E. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 45 tentang Laporan


Keuangan Nonprofit
Laporan keuangan organisasi nonprofit seperti yayasan meliputi laporan posisi
keuangan pada akhir periode pelaporan, laporan aktivitas serta laporan arus kas
untuk suatu periode pelaporan dan catatan atas laporan keuangan.

16
1. Laporan Posisi Keuangan
a) Klasifikasi Aktiva dan Kewajiban
Informasi mengenai likuiditas diberikan dengan cara sebagai berikut :
1) Menyajikan aktiva berdasarkan urutan likuiditas dan kewajiban
berdasarkan tanggal jatuh tempo.
2) Mengelompokkan aktiva ke dalam bagan lancar dan tidak lancar, serta
kewajiban ke dalam bagian jangka pendek jangka panjang.
3) Mengungkapkan informasi mengenai likuiditas aktiva atau saat jatuh
tempo kewajiban termasuk pembatasan penggunaan aktiva pada catatan
atas laporan keuangan.
b) Klasifikasi Aktiva Bersih Terikat atau Tidak Terikat
Laporan posisi keuangan menyajikan jumlah setiap kelompok ativa
berdasarkan ada atau tidaknya pembatasan oleh penyumbang yaitu terikat
secara permanen terikat secara temporer dan tidak terikat.
Informasi mengenai sifat dan jumlah dari pembatasan permanen atau
temporer akan diungkapkan dengan cara menyajikan jumlah tersebut dalam
laporan keuangan atau catatan atas leporan keuangan.
2. Laporan Aktivitas
a) Tujuan dan fokus laporan aktivitas
Laporan aktivitas difokuskan pada yayasan secara keseluruhan dan
menyajikan perubahan jumlah aktiva bersih selama suatu periode. Perubahan
aktiva bersih dalam laporan aktivitas tercermin pada aktiva bersih dalam
laporan posisi keuangan.
b) Perubahan kelompok Aktiva Bersih
Laporan aktivitas menyajikan jumlah perubahan aktiva bersih yang
terikat permanen, terikat temporer, dan tidak terikat selama suatu periode.
c) Klasifikasi Pendapatan, beban, keuntungan, dan kerugian
Laporan aktivitas menyajikan pendapatan sebagai penambah aktiva
bersih tidak terikat, kecuali penggunaanya dibatasi oleh penyumbang, dan
menyajikan beban sebagai pengurang aktiva bersih tidak terikat. Sementara
itu, sumbangan disajikan sebagai penambah aktiva bersih tidak terikat, terikat

17
permanen, atau terikat temporer, tergantung pada ada tidak pembatasan.
Laporan aktivitas menyajikan keuntungan dan kerugian yang diakui dari
investasi dan aktiva lain sebagai penambah atau pengurang aktiva bersih tidak
terikat kecuali jika penggunaannya dibatasi.
d) Informasi mengenai Pendapatan dan Beban
Laporan aktivitas menyajikan jumlah pendapatan dan beban secara bruto.
Namun demikian, pendapatan investasi dapat disajikan secara neto dengan
syarat beban-beban terkait, seperti beban penitipan dan beban penasihat
investasi, diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.
e) Informasi mengenai Pemberian Jasa
Laporan aktivitas atau catatan atas laporan keuangan harus menyajikan
informasi mengenai beban menurut klasifikasi fungsional, seperti menurut
kelompok program jasa utama dan aktivitas pendukung.
3. Laporan Arus Kas
a) Tujuan Laporan Arus Kas
Tujuan utama laporan arus kas adalah menyajikan informasi mengenai
penerimaan dan pengeluaran kas dalam suatu periode.
b) Klaisifikasi Penerimaan dan Pengeluaran Kas
Laporan arus kas disajikan sesuai dengan PSAK 2 tentang laporan Arus
Kas dengan tambahan berikut ini :
1) Aktivitas pembiayaan
2) Penerimaan kas dari penyumbang yang penggunaannya dibatasi untuk
jangka panjang
3) Penerimaan kas dari sumbangan dan penghasilan investasi yang
penggunaanya dibatasi untuk perolehan, pembangunan, dan pemeliharaan
aktiva tetap, atau peningkatan dana abadi
4) Bunga dan dividen yang dibatasi penggunaannya untuk jangka panjang.
5) Pengungkapan informasi mengenai aktivitas investasi dan pendanaan
nonkas, seperti sumbangan berupa bangunan atau aktiva investasi.

18
F. Audit Yayasan
Audit adalah proses pengujian keakuratan dan kelengkapan informasi yang
disajikan dalam laporan keuangan yayasan. Proses pengujian ini akan memungkin
akuntan dalam laporan keuangan yayasan. Proses pengujian ini akan
memungkinkan akuntan public independent yang bersertifikasi mengeluarkan suatu
pendapat atau opini mengenai seberapa baik laporan keuangan yayasan mewakili
posisi keuangan yayasan, dan apakah laporan keuangan tersebut memenuhi prinsip
prinsip akuntansi yang berterima umum atau Generally Accepted Accounting
Principles (GAAP). GAAP ditetapkan oleh the American Institute of Certified
Publik Accountants (AICPA). Anggota dewan pengurus, staf dan sanak
keluarganya tidak dapat melakukan audit, karena hubungan kekeluargaan dengan
yayasan akan mempengaruhi independensi auditor.
Di, Indonesia permasalahan agen audit sektor public merupakan hal yang
serius. Ini berarti kejelasan tentang peristilahan perlu dilakukan sebelum membahas
audit dan pengawasan. Istilah auditor merupakan sebutan bagi seseorang yang
melakukan pemeriksaan eksternal di sektor public, seperti Badan Pemeriksa
Keuangan dan Kantor Akuntan Publik. Disisi lain, peristilahan pengawas
digunakan untuk sebutan auditor internal. Saat ini, auditor internal yang ada dalam
pemerintahan seperti Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan, Inspektur
Jenderal, dan Badan Pengawas Daerah, selalu dikaitkan dengan peristilahan
pengawas. Di Yayasan, pengawas ditunjuk oleh dewan pengurus, yang bisa berasal
dari staf bagian keuangan atau bendahara dewan pengurus.
Dalam audit, penetapan tujuan perlu dimulai untuk menentukan jenis audit
apa yang akan dilaksanakan serta standar audit apa yang harus diikuti oleh auditor.
Audit dapat mempunyai gabungan tujuan dari audit keuangan dan audit kinerja,
atau dapat juga mempunyai tujuan yang terbatas pada beberapa aspek dari masing
masing jenis audit. Misalnya, dalam pelaksanaan audit atas kontrak pemborongan
pekerjaan atau atas bantuan Pemerintah kepada yayasan atau badan hukum lainnya;
tujuan audit yang demikian sering kali mencakup baik tujuan audit keuangan
maupun tujuan audit kinerja. Audit semacam ini umumnya disebut audit kontrak,
yang contohnya adalah audit atas pelaksanaan sistem pengendalian internal, atas

19
masalah yang berkaitan dengan ketaatan pada peraturan perundang undangan,
atau atas suatu sistem berbasis komputer.

G. Perencanaan Dan Pelaksanaan Audit Yayasan


Terdapat banyak pendekatan yang dapat digunakan dalam melakukan
pekerjaan audit, dan tidak ada satu pendekatan pun yang paling tepat. Hal ini
mungkin akan menimbulkan kebingungan bagi pendatang baru dalam pekerjaan
audit. Sebagai suatu proses, audit berhubungan dengan prinsip dan prosedur
akuntansi yang digunakan oleh suatu yayasan. Auditor mengeluarkan suatu opini
atas laporan keuangan yayasan. Laporan keuangan merupakan hasil dari sebuah
sistem akuntansi dan diputuskan atau dibuat oleh pihak pengelola. Pengelola
yayasan menggunakan data data mentah akuntansi untuk kemudian dialokasika ke
masing masing laporan surplus deficit dan neraca serta menyajikan hasilnya
dalam bentuk laporan yang dipublikasikan.
Hubungan antara akuntansi dengan auditing bersifat tertutup. Auditor selalu
menggunakan data- data akuntansi dalam melaksanakan proses auditing. Lebih jauh
lagi auditor harus membuat suatu keputusan tentang pengalokasian data data
akuntansi yang dimiliki pihak manajemen. Auditor juga harus memutuskan apakah
laporan keuangan yang disajikan telah sesuai atau terdapat salah saji. Untuk
membuat semua keputusan tersebut, auditor tidak dapat membatasi dirinya hanya
dengan menggunakan perekaman bukti akuntansi dan rekening rekening yang ada
dalam yayasan. Dalam kenyataannya, auditor juga harus memperhatikan seluruh
hal yang ada dalam yayasan, karena perilaku yayasan tidak hanya akan
mempengaruhi data yang ada, tetapi juga, yang penting lagi, kebijakan pengelola
berkaitan dengan akuntansi dan pelaporan data.

20
BAB III
PENGELOLAAN KEBIJAKAN, PERENCANAAN DAN ANGGARAN PADA
KERANGKA JANGKA MENENGAH

A. Kelemahan dalam Memproduksi Hasil Anggaran Buruk


Kegagalan untuk menghubungkan kebijakan, perencanaan dan penganggaran
mungkinmerupakan satu-satunya faktor terpentingyang berkontribusi terhadap
hasilpenganggaran yang buruk pada tingkat makro, strategis dan operasional di
negara berkembang.Di banyak negara, sistem terfragmentasi. Pembuatan kebijakan,
perencanaan dan penganggaran dilakukan secara independen satu sama lain.
Perencanaan seringkali terbatas pada kegiatan investasi, yang di banyak negara
berkembang mengacu pada serangkaian proyek yang didanai sumbangan. Belanja
modal sudah banyak dicatat melalui proses perencanaan, dan sebagian besar
pengeluaran berulang sudah sesuai dengan tagihan upah. Untuk alasan ini,
penganggaran tahunan dikurangi untuk mengalokasikan sumber daya secara tipis di
seluruh proyek "investasi" baik berupa sumbangan dan yang didanai dalam negeri
dan ke bagian anggaran yang tidak terisi. Selain itu, agen lini cenderung
menganggarkan dan membelanjakannya secara ad hoc karena alokasi disresioner
keciljarang sekali dapat diprediksi.
Ketidakpastian pendanaan, dari satu tahun ke tahun berikutnya dan dalam
tahun anggaran, merupakan salah satu dari banyak faktor yang berkontribusi
terhadap kinerja sektor publik yang buruk (tingkat 3). Lainnya yang terkait dengan
anggaran adalah kegagalan mengarahkan sumber daya ke prioritas kebijakan -
sebagian karena penganggaran diperlakukan sebagai latihan pendanaan tahunan,
bukan latihan berbasis kebijakan - dan kurangnya wewenang dan tanggung jawab
yang diberikan kepada manajer lini untuk mengelola sumber daya yang mereka
miliki. Kelemahan lain sebagian besar berada di luar anggaran. Kotak 5.8 diBab 5
menguraikan berbagai disinsentif untuk kinerja operasional yang sehat.

21
(1)
KEBIJAKAN REVIEW
Tinjau kembali periode perencanaan
dan pelaksanaan sebelumnya

(6) (2)
EVALUASI DAN AUDIT MENETAPKAN KEBIJAKAN DAN
Efektivitas aktivitas kebijakan dan menjadikan AKTIVITAS PERENCANAAN
hasilnya untuk rencana masa depan Menetapkan kerangka sumber daya,
menetapkan tujuan, kebijakan,
strategi dan prioritas pengeluaran

(5) (3)
PENGAWASAN kegiatan dan MOBILISASI DAN ALOKASI
AKUN untuk pengeluaran SUMBER DAYA
Menyiapkan Anggaran

(4)
IMPLEMENTASI KEGIATAN PERENCANAAN
Mengumpulkan pendapatan,mengeluarkan dana,
menyebarkan personil, melakukan kegiatan

Dengan tidak adanya proses pengambilan keputusan yang efektif, pembuatan


kebijakan dan perencanaan diputuskan satu sama lain dan dari penganggaran, dan
tidak dibatasi oleh ketersediaan sumber daya atau prioritas strategis. Secara
keseluruhan, ini menyebabkan ketidakcocokan antara apa yang dijanjikan melalui
kebijakan pemerintah dan apa yang terjangkau. Oleh karena itu, proses pengarsipan
tahunan menjadi lebih sulit diacak untuk menjaga agar tetap berjalan, daripada
mengalokasikan sumber daya berdasarkan pilihan kebijakan yang jelas untuk
mencapai tujuan strategis.

22
B. Mengelola Kebijakan. Perencanaan dan Anggaran dalam Siklus Pengelolaan
Perencanaan dan Sumber Daya Manusia
Kebijakan terpadu, perencanaan dan penganggaran pada dasarnya adalah tentang
program pengeluaran yang didorong oleh prioritas kebijakan dan diatur oleh realitas
anggaran. Tantangannya adalah mengelola tekanan antara "kebutuhan" dan
"ketersediaan" lebih efektif (Kotak 3.1). Pendekatan jangka menengah menyediakan
kerangka keterkaitan seperti itu dan memfasilitasi pengelolaan tekanan antara realitas
kebijakan dan anggaran untuk mengurangi tekanan sepanjang siklus anggaran
keseluruhan.
Alokasi sumber daya masa depan berdasarkan campuran kebijakan tertentu akan
lebih mudah diprediksi dimana kerangka kerja jangka menengah memberlakukan
disiplin. Prediktabilitas memungkinkan departemen jalur untuk merencanakan dan
mengelola sumber daya secara lebih efisien dalam jangka waktu siklus anggaran
tahunan dan dalam jangka panjang. Hasilnya adalah kontrol yang lebih baik terhadap
pengeluaran publik dan value for money yang lebih baik.
Meningkatkan prediktabilitas arus sumber daya dan kriteria penetapan keputusan
pendanaan adalah tujuan pendekatan jangka menengah. Di banyak negara berkembang,
proses alokasi sumber daya diganggu oleh ketidakpastian, yang sebagian besar
disebabkan oleh dirinya sendiri. Kecenderungan umum untuk membuat proyeksi
pendapatan yang terlalu optimis adalah salah satu contoh bagaimana pemerintah sendiri
meningkatkan ketidakpastian arus sumber daya (Kotak 2.1 di Bab 2). Ketidakcocokan
antara keputusan kebijakan dan sumber daya yang ada adalah sumber ketidakpastian
yang lain, sekali lagi disebabkan sendiri karena itu dapat dihindari dengan menerapkan
proses yang ketat yang menghubungkan pembuatan kebijakan, perencanaan dan
penganggaran .
Kunci untuk meningkatkan prediktabilitas dan penguatan hubungan antara
kebijakan, perencanaan dan penganggaran merupakan forum yang efektif di pusat
pemerintahan dan mekanisme kelembagaan terkait yang memfasilitasi pembuatan dan
penegakan keputusan alokasi sumber daya strategis. Fitur utama MTEF ini diungkapkan
oleh Menteri Keuangan Afrika Selatan dalam pidato anggaran tahun l998.

23
Alokasi sumber daya strategis menggerakkan kebijakan, perencanaan dan
penganggaran ke dalam hubungan politik dan administrasi. Faktor penting dalam
memastikan bahwa kebijakan, perencanaan dan penganggaran terkait adalah forum yang
efektif di pusat pemerintahan untuk membuat keputusan strategis berdasarkan realitas
anggaran. Forum pengambilan keputusan yang efektif tidak hanya lebih cenderung
menghasilkan keputusan alokasi sumber daya yang baik secara fiskal, namun juga
memastikan bahwa keputusan tersebut memiliki legitimasi dan oleh karena itu lebih
mungkin diterapkan dengan benar. Forum pengambilan keputusan yang efektif
menuntut informasi untuk memfasilitasi proses pengambilan keputusan, yang
meningkatkan kualitas keputusan dan meningkatkan akuntabilitas terhadap hasil dan
transparansi. Di kebanyakan negara, forum pengambilan keputusan strategis ini adalah
Kabinet atau Dewan Menteri. Karena keputusan di tingkat atas pemerintahan ini dibuat
berdasarkan keharusan politik dan administratif, ini menjadi tingkat yang sulit untuk
dibatasi. Meskipun demikian, mekanisme kelembagaan yang ketat di pusat
pemerintahan dapat membantu mengendalikan pembuatan kebijakan di dalam wilayah
yang terjangkau dengan memberikan dukungan teknis dan informasi, dan menetapkan
dan menerapkan seperangkat prosedur yang meningkatkan ketepatan pengambilan
keputusan. Pengaturan kelembagaan serupa diperlukan di tingkat sektor serta untuk
menahan pengambilan keputusan strategis dan untuk mempromosikan pelaksanaan yang
efektif di tingkat operasional.
Mekanisme kuci yang mendorong pengambilan keputusan strategis oleh badan
pembuat keputusan utama adalah:
Mempromosikan konsultasi dan debat mengenai isu-isu kebijakan,
Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas;
Mempromosikan pengambilan keputusan yang didukung oleh ketersediaan
sumber daya;
Membantu mengelola dan mengurutkan proses pertimbangan kebijakan
oleh Kabinet

C. Menghubungakan Kebijakan Level Sektor, Perencanaan dan Penganggaran


Tahun perencanaan jangka pendek untuk anggaran tahunan dan penyesuaian dari
mulut ke mulut selama tahun anggaran telah menyebabkan akumulasi over

24
commitments dan inefisiensi di tingkat operasional. Pemisahan pembuatan kebijakan,
perencanaan dan penganggaran begitu sering dibuktikan di pusat pemerintahan dan
direplikasi di tingkat sektoral. Yang dibutuhkan, oleh karenanya, adalah untuk
menciptakan kepastian yang cukup sehingga jajaran kementerian dan lembaga dapat
merencanakan ke depan, memiliki insentif untuk melakukannya, dan memiliki
informasi yang lebih baik mengenai strategi dasar keputusan operasional, dengan kata
lain, pada intinya memerlukan pengembangan dan efektifitas implementasi KPJM yang
komprehensif. Namun, mengintegrasikan perencanaan, kebijakan dan penganggaran di
tingkat sektoral melalui KPJM sektoral dapat menghasilkan keuntungan yang signifikan
dan bisa jadi dasar dari KPJM yang komprehensif
1. Langkah Penting di Tingkat Sektor KPJM
Lakukan kajian sektor dan setujui tujuan serta kebijakan sektor. Ini adalah
tahap pengembangan KPJM sektoral. Pada awalnya, visi yang jelas untuk sektor ini
harus dilakukan kesepakatan Idealnya, ini harus diturunkan melalui kombinasi
bottom-up/top-down proses sehingga ada buy-in di tingkat politik maupun di semua
level teknis. Dengan visi sektoral di sudah di tangan, prioritas sektoral perlu
diidentifikasi dan/atau direvisi. Tinjauan sektoral sangat membantu dalam hal ini.
Mereka menilai kegiatan mana yang sesuai pencapaian tujuan sektoral. Titik awal
dari tinjauan sektor adalah mempertanyakan apakah pemerintah sangat memiliki
tanggung jawab kebijakan atau apakah kebijakan khusus dan kegiatan terkait harus
diserahkan kepada sektor swasta dan/atau masyarakat sipil. Jika pemerintah
memang memiliki tanggung jawab kebijakan, sebuah pertanyaan tindak lanjut yang
penting adalah apakah instrumen yang tepat untuk menerapkan kebijakan adalah
anggaran.
Berikutnya adalah definisi tujuan dan sasaran kementrian sektoral dan agensi,
termasuk output yang akan diproduksi dan kegiatan spesifik untuk mencapai
keluaran serta dengan demikian tujuannya. Namun, mendapatkan kesepakatan akhir
mengenai prioritas sektoral dapat dikatakan tugas yang sulit dan perlu ditangani
dengan hati-hati. Tak pelak lagi, masing-masing pengelompokan sub sektor di
dalam sektor ini cenderung melihat aktivitasnya sendiri sebagai sesuatu yang
penting, bahkan lebih penting dari yang lain. Karena itu mekanisme diperlukan

25
untuk diperdebatkan dan menyelesaikan perselisihan yang muncul di antara pemain
sektor yang berbeda mengenai prioritas relatif di antara kegiatan sektoral.

Entitas negara
lainnya

Berikan secara Perusahaan


langsung Pemerintah

Departemen

Pemerintah
subordinas
Mempertahankan
otoritas
Penyedia lainnya LSM

Jangan Intervensi
Perusahaan
Pilihan kebijakan Swasta
Dana
Intervensi
Dukuungan
Pendapatan
Mengatur
Konsumen

Dijamin
Spesifik tujuan
entitas
menyerahkan
otoritas
Pemerintah
Pilihan Kebijakan
subordinas

D. Mengelola Kebijakan, Perencanaan dan Anggaran di Tingkat Pemerintah :


Kerangka Laporan Pengeluaran Medium Komprehensif
KPJM adalah kerangka sdan pengeluaran strategis pemerintah secara
keseluruhan yang didalamnya terdapat menteri dan lini kementerian yang diberi
tanggung jawab lebih besar untuk keputusan alokasi dan penggunaan sumber daya.
Kunci suksesnya KPJM adalah mekanisme institusional yang membantu dan
meminta pengambil keputusan yang relevan untuk menyeimbangkan apa yang

26
terjangkau melawan prioritas kebijakan negara secara agregat. KPJM terdiri dari
top-down pos-pos sumber daya, estimasi bottom-up dari biaya saat ini dan jangka
menengah yang terdapat kebijakan, dan akhirnya, pencocokan biaya saat ini dengan
sumber daya yang tersedia. Pencocokan biaya biasanya harus terjadi dalam konteks
proses anggaran tahunan, yang harus fokus tentang perlunya perubahan kebijakan
untuk mencerminkan perubahan kondisi makroekonomi dan juga perubahan
prioritas strategis pemerintah. Secara konservatif mendefinisikan sumber pos-pos
jangka menengah keseluruhan harus membantu mengubah psikologi penganggaran
dari "kebutuhan" ke mentalitas "ketersediaan" serta meningkatkan prediktabilitas
arus dan kebijakan sumber daya selama jangka menengah dan pendek.
Tujuan dari KPJM adalah untuk:
Memperbaiki keseimbangan makroekonomi dengan berkembangnya kerangka
sumberdaya secara konsisten dan realistis;
Meningkatkan alokasi sumber daya ke prioritas strategis antara dan di dalam
sektor;
Meningkatkan komitmen terhadap prediktabilitas kebijakan dan pendanaan
sehingga kementerian dapat merencanakan ke depan dan program dapat
dipertahankan;
Menyediakan lini agen dengan batasan anggaran yang tegas dan otonomi yang
meningkat, sehingga meningkatkan insentif untuk penggunaan dana secara
efisien dan efektif.

Pendekatan untuk membangun KPJM akan tergantung pada kondisi negara di


bidang tertentu. Semakin tidak stabil kebijakan fiskal, maka semakin tidak
seimbang sumber daya yang ada dan tuntutan kebijakannya, serta permintaan
program dan proyek. Sedikitnya aturan yang terintegrasi dalam proses pembuatan,
perencanaan, dan penganggaran adalah, maka pembuatan anggaran lebih banyak
difokuskan pada pendanaan. Semakin tidak berkelanjutan kategori pengeluaran
tertentu (misalnya, upah dan gaji, pensiun, pembayaran bunga) maka semakin lama
waktu yang dibutuhkan untuk menerapkan KPJM yang kredibel. Sebenarnya, di
mana kondisi yang ada saat ini, memang begitu kemungkinan penyesuaian biaya

27
pengeluaran yang signifikan dilakukan satu kali mungkin diperlukan sebelum
KPJM diharapkan dapat diajukan.

1. Tahapan dalam sebuah KPJM Komprehensif


Tahap 1. Tahap ini melibatkan pengembangan kerangka kerja
makroekonomi, yang akan terjadi digunakan untuk membuat proyeksi
pendapatan dan pengeluaran selama tiga tahun. Aktivitas utama disini adalah
makroanalisis dan pemodelan, sebuah langkah penting dalam mencapai disiplin
fiskal secara keseluruhan. Informasi tentang apa yang terjangkau secara fiskal
dan suara (votting) diperlukan untuk pengambilan keputusan yang tertahan.
Dalam tahap ini, pentingnya menghubungkan proyeksi ekonomi dengan target
fiscal, serta persyaratan untuk membangun dan menggunakan model harus
selalu diingat.
Menghubungkan proyeksi ekonomi dengan target fiskal. Peralihan dari
perencanaan ke Penganggaran seringkali mengalami ketidakkonsistenan seperti
overcommitment. Ini terjadi ketika keputusan tidak mempertimbangkan batasan
sumber daya keseluruhan atau kelangsungannya biaya. Model dapat membantu
dalam mengidentifikasi masalah dengan memeriksa konsistensi proposal
internal dan dengan menghasilkan perkiraan yang akurat. Model juga bisa
menggambarkan trade-off antara penggunaan sumber daya alternatif dan dapat
membuat asumsi mendasar eksplisit tentang hubungan dan prioritas.
Membangun model dapat mengekspos perbedaan asumsi tentang apa yang
mendorong keputusan atau hubungan serta mengungkapkan kekurangan data.
Personal komputer dan perangkat lunak telah meningkatkan cakupan
penggunaan model untuk analisis dan penjelasan.
Membangun dan menggunakan model. Nilai model bangunan berasal dari
keterlibatan pihak yang berkepentingan dalam meninjau data, membahas
berbagai persepsi tentang hubungan yang relevan, dan identifikasi kebutuhan
data. Sebuah kelompok kerja pada model makroekonomi mungkin merupakan
alasan pertama bahwa staf teknis lembaga keuangan, perencanaan dan statistik,
bersama dengan bank sentral, telah berkolaborasi secara langsung. Hal ini

28
datang bersamaan, sehingga bisa digunakan sebagai dasar untuk koordinasi
yang lebih sistematis di masa depan.
Tahap 2. Tahap ini dapat dilanjutkan secara paralel dengan tahap pertama
dan melibatkan suatu sektor proses review melalui tujuan dan kegiatan
sektor/kementerian yang disepakati dan kemudian dibebankan. Proses tinjauan
sektoral terdiri dari tiga tahap (Tahap 2 dibahas lebih lanjut detail di awal bab
ini.):
Menyetujui tujuan, keluaran dan aktivitas;
Mengkaji/mengembangkan program dan subprogram yang disepakati; dan
Membandingkan program yang disepakati.
Ketika kementerian telah meninjau biaya program dan subprogram,
mereka juga butuh melalui proses prioritasisasi untuk membuat biaya program
sesuai dengan sumber daya yang ada. Ini termasuk menyetujui kegiatan mana
yang akan diskalakan kembali, ditunda sampai tahun berikutnya atau turun
sama sekali. Dampak penurunan ini terhadap target seperti rasio murid-guru
atau kilometer jalan yang direhabilitasi sehingga juga perlu diidentifikasi.
Informasi ini diberikan kepada Kementerian Keuangan dan digunakan untuk
mengembangkan kerangka pengeluaran dan batas atas. Selama tahap ini,
kementerian juga dapat mengembangkan indikator kinerja untuk disepakati
program dan subprogram, sehingga dari waktu ke waktu, ada penekanan lebih
besar pada apa yang kementerian capai dengan sumber daya yang mereka
berikan.
Tahap 3. Tahapan ini melibatkan serangkaian mendengarkan pendapat
antara kementerian keuangan dan kementerian sektoral untuk membahas hasil
tinjauan sektoral (Tahap 2).
Tahap 4. Dengan kerangka makroekonomi dan sektor review output yang
sudah ada, Kementerian Keuangan sekarang mengembangkan kerangka
pengeluaran strategis. Kerangka ini memungkinkan analisis trade-off antara
dan di dalam sektor keputusan pendanaan tertentu serta menjadi dasar
pembentukan batas atas belanja sektor untuk tahun anggaran mendatang
sekaligus juga tahun lainnya.

29
Kerangka ini harus digunakan untuk memandu musyawarah pengambilan
keputusan (biasanya Kabinet atau Dewan Menteri) yang membuat keputusan
alokasi sumber daya strategis. Kerangka kebijakan harus menerapkan disiplin
fiscal keseluruhan, yang menuntut consensus tingkat tinggi di antara pemain
kunci. Konsensus ini sangat penting untuk memastikan bahwa ada disiplin
dalam mengikuti target belanja dan prosedur yang telah disepakati
penyesuaiannya. Kerangka kerja ini perlu mencakup kerangka waktu jangka
menengah (tiga sampai lima tahun) dan harus menyertakan pernyataan yang
jelas mengenai hal berikut:
Tujuan kebijakan dan peran pemerintah dalam ekonomi secara luas;
Kebutuhan akan disiplin dalam pengelolaan ekonomi makro;
Target untuk keseluruhan pendapatan dan pengeluaran publik;
Prosedur untuk menetapkan dan merevisi kerangka pengeluaran;
Tanggung jawab badan-badan kunci.
Konsensus yang muncul harus mencakup tingkat politik dan teknis serta di
mana bantuan yang penting, terutama donatur. Namun, keputusan harus datang
dari dalam pemerintah jika perbaikan dalam perencanaan dan penganggaran
harus tertahan.
Tahap 5. Ini adalah tahap penting dari proses KPJM dan memerlukan
pengambilan keputusan utama badan di pemerintahan (Kabinet atau Dewan
Menteri) untuk membuat sektoral jangka menengah alokasi sumber daya
berdasarkan keterjangkauan dan prioritas lintas sektoral. Hal ini dilakukan
dengan mendefinisikan pos sumber daya sektor (batas atas anggaran) untuk
tiga tahun ke depan. Semakin banyak keseimbangan dalam kebijakan dan
sumber daya, maka indikasi pos sumberdaya mungkin berada di luar jangkauan
tahun anggaran akan sangat berharga. Namun, semakin miskin keseimbangan,
semakin sulit untuk menerapkan batas atas ini saat tahun depan menjadi tahun
anggaran. Tes pos ini adalah kredibilitas mereka, yaitu, mereka tidak banyak
berubah selama siklus yang menjadi tak berarti. Diharapkan bahwa mereka
akan menjadi lebih ketat melalui siklus, yaitu, dari menunjukkan di tahun-

30
tahun terluar, untuk cukup yakin dalam merumuskan anggaran tahunan, yang
sangat ketat selama pelaksanaan anggaran.
Pos sumber daya top-down dengan cakrawala jangka menengah adalah
dasar untuk prediktabilitas sehingga keputusan operasional strategis dan efisien
dapat dilakukan dan diimplementasikan. Pengendalian dan disiplin dalam
menentukan pos sektor sumber daya dapat meningkatkan prediktabilitas arus
sumber daya, sehingga meningkatkan efisiensi operasional, dan
memungkinkan fleksibilitas lebih besar dalam pengelolaan sumber daya yang
ditetapkan oleh sektor pos tertentu (mis, dalam menyerahkan wewenang untuk
menentukan alokasi sumber daya tingkat rendah secara keseluruhan secara
paksaan). Pos sumber daya sektor dapat diturunkan dengan membangun makro
yang berkelanjutan serta batas atas untuk pengeluaran pemerintah dalam
jangka menengah, lalu memecahnya. Sebuah divisi antara pengeluaran
discretionary dan nondiscretionary harus dibentuk. Perspektif jangka
menengah meningkatkan cakupan kebijaksanaan efektif, misalnya, melebihi
tingkat kewajiban kepegawaian dan gaji. Sebuah kontijensi yang tidak dapat
dialokasikan dapat ditahan untuk mengatasi ketidakpastian dan ketidakpastian
memungkinkan penyesuaian untuk pengeluaran yang tidak diantisipasi, namun
ini harus dijaga seminimal mungkin karena dengan mudah bisa menjadi dana
"lumpur".
Aspek politik dari alokasi sumber daya membuat kebijakan untuk
mencapai kesepakatan mengenai kriteria diterapkan pada alokasi. Kesepakatan
tentang kriteria memberikan panduan tentang cara menyesuaikan diri ke
keadaan baru atau berubah dan dapat meningkatkan kedisiplinan dan
prediktabilitas. Kotak 3.10 mengidentifikasi beberapa kriteria yang dapat
diterapkan dalam menurunkan alokasi pengeluaran yang luas. Daftar ini tidak
lengkap atau diprioritaskan, namun hanya memberikan contoh kriteria yang
telah ada diterapkan dalam berbagai pengalaman dengan alokasi belanja.
Tahap 6. Pada tahap ini, kementerian membuat revisi terhadap taksiran
anggaran agar sesuai di dalam plafon yang disetujui.

31
Tahap 7. Perkiraan anggaran menteri revisi direview kembali oleh
Kementerian Keuangan dan dipresentasikan kepada Kabinet dan Parlemen
untuk persetujuan akhir.
Seperti yang diilustrasikan di atas, menerapkan MTEF adalah tugas
kompleks yang memerlukan pergeseran radikal dalam perspektif dan cara
bisnis dilakukan. Kesuksesan bergantung pada berbagai faktor, antara lain:
Komitmen dan pengesahan politik pada tingkat tertinggi untuk membuat
dan mematuhi keputusan sulit yang terlibat dalam restrukturisasi
pengeluaran (Beberapa kementerian mungkin perlu untuk mengurangi
aktivitas mereka sehingga lebih banyak sumber daya dapat diarahkan ke
sektor dengan prioritas lebih tinggi);
Pengelolaan pembiayaan yang kuat untuk memastikan bahwa mereka
beroperasi dalam kerangka kerja KPJM;
Kesediaan untuk tunduk pada keputusan kebijakan dengan implikasi
finansial, dibuat di luar proses anggaran, hingga disiplin MTEF;
Pemahaman, dan komitmen terhadap, keputusan sulit di tingkat
kementerian sektor.
Komitmen di semua tingkat untuk mematuhi keputusan anggaran sehingga
keputusan pengeluaran baru tidak diperkenalkan selama pelaksanaan
anggaran yang memerlukan realokasi sumber daya (Keputusan baru ini
berarti bahwa prioritas yang ditetapkan ketika anggaran disetujui oleh
Parlemen sering dibatalkan);
Perbaikan dalam pengendalian pengeluaran sehingga keputusan tidak
dirusak oleh pengeluaran dan realokasi dana yang berlebihan selama
pelaksanaan anggaran;
Pengelolaan makro ekonomi dan pengumpulan pendapatan yang lebih baik
sehingga kekurangan pendapatan tidak memerlukan penyesuaian terhadap
taksiran anggaran;
Pengarahan dari politisi dan manajemen senior selama pelaksanaan;
Perbaikan terhadap pelaporan pengeluaran hasil;
Pengembangan sistem akuntansi terkomputerisasi.

32
E. Program Investasi Publik
Program Investasi Publik (PIP) sudah lama menjadi bahan pokok di negara
berkembang. Mereka berusaha menyediakan mekanisme untuk mengelola proyek
investasi secara lebih efektif baik secara strategis maupun operasional. Mereka
memiliki paralel dalam program kerja modal di negara maju. Di negara-negara
berkembang, mereka juga berperan dalam mengelola pembiayaan eksternal.
Terlepas dari tujuan ini, PIP memiliki, dalam praktiknya, dikaitkan dengan
banyak penganggaran, alokasi sumber daya, dan praktik manajemen keuangan yang
disfungsional di seluruh dunia. Secara khusus, PIP dikaitkan dengan penganggaran
ganda - pemisahan anggaran modal dari anggaran rutin berulang (Kotak 3.11).
Perhatian yang lebih besar lagi adalah bahwa PIP biasanya mendorong negara-
negara untuk fokus pada proyek, dengan kebijakan dan program seringkali
merupakan pemikiran setelahnya. Hasilnya adalah daya dorong ekspansif terhadap
pengeluaran, yang menyebabkan tidak tertahankannya kelebihan dana pemerintah
dan ketidakstabilan di ketiga tingkat penganggaran - makro, strategis dan
operasional (Kotak 3.12).
Dalam sistem yang berperforma baik, kebijakan akan dibatasi oleh realitas
anggaran, namun itu akan menjadi pendorong proyek. Akan ada pendekatan
terpadu untuk perencanaan modal dan pengeluaran berulang, dan untuk membantu
dan kegiatan yang dibiayai di dalam negeri. Akibatnya, menghubungkan
perencanaan, kebijakan dan penganggaran di dalam sektor dan di seluruh
pemerintah kemungkinan besar akan mengurangi alasan untuk perluasan PIP
pemerintahan tradisional.
Berikut ini adalah beberapa pendekatan praktik yang baik untuk memperbaiki
PIP dalam konteks di mana dianggap perlu dan pergeseran ke kerangka kerja
jangka menengah dianggap terlalu dini:
Mengakui bahwa persiapan PIP adalah proses politik dan teknis.
Mengembangkan rencana yang secara realistis dibatasi biaya, dengan
melanjutkan secara berurutan dari kerangka makro ke sumber daya sektor dan
kemudian memilih kebijakan dan program prioritas dalam batasan sektor.

33
Manfaatkan proses penyaringan dua tahap: berikan kriteria seleksi, dilanjutkan
dengan peninjauan di tahap penilaian ditambah identifikasi pendanaan untuk
penyelesaian proyek.
Memastikan bahwa tujuan, kebijakan dan pengeluaran terkait di masing-
masing sektor.
Bangun kapasitas lokal untuk persiapan PIP.
Pindahkan PIP dengan prosedur anggaran reguler dan mengkoordinasikan PIP
dengan anggaran dan reformasi akuntansi yang sedang berjalan.
Terapkan disiplin dalam penggunaan bantuan.
Tentukan proyek PIP secara lebih luas di sepanjang garis program.
Di negara berkembang, di mana anggaran pembangunan dan pengeluaran
berulang dipisahkan, Fokusnya harus dalam mengintegrasikan kebijakan dan
manajemen pengeluaran. Praktik bagus di atas adalah Masih relevan, tapi
masalahnya mungkin lebih sulit dipecahkan. Ini termasuk:
Memastikan bahwa PIP bersifat komprehensif;
Mengestimasi persyaratan pengeluaran untuk tahun-tahun depan;
Mengevaluasi relevansi proyek yang ada untuk mencapai pendanaan dan
penyelesaian penuh proyek prioritas;
Mengembangkan analisis bersama dan perencanaan pengeluaran modal /
rekuren.
Paradigma Baru PIP

Berpikir dan berlatih di PIP telah bergeser selama bertahun-tahun sebagai


reaksi terhadap kelemahan inheren. Misalnya, pembatasan IRR sebagai alat
perumusan PIP tersebut diakui. Peran analisis ekonomi sekarang didefinisikan lebih
sebagai ujian kelayakan proyek besar kontroversial dan sebagai mekanisme untuk
memudahkan pilihan antara yang serupa alternatif (yaitu, mengklarifikasi pilihan
kebijakan dan program) di suatu sektor. Konsekuensinya, itu umumnya dianggap
praktik yang lebih baik untuk membahas 10 proyek terbesar di PIP menjadi
ekonomi analisis daripada berusaha menutupi keseluruhan bidang.

34
Ada juga pengakuan yang lebih besar bahwa proyek harus dipilih dengan
mengacu pada aberbagai kriteria, baik ekonomi maupun non ekonomi dan,
khususnya, peran yang dipilih pemerintah dalam suatu sektor. Minta yang terakhir
diklarifikasi dan pilihan proyek yang baik akan lebih banyak jelas.
Hal ini terutama terlihat dalam ekonomi transisi dimana PIP terutama
menekankan dua hal: (a) skrining kejam dari proyek hang-over dari perencanaan
pusat menggunakan campuran kriteria "peran pemerintah" ekonomi dan non-
ekonomi; dan (b) di mana modal besar. Investasi diperlukan untuk mengulang
kembali sektor publik, mekanisme disiapkan untuk memastikannya bahwa investasi
tertanam kuat dalam peran pemerintah yang berubah. Ada juga perubahan dalam
ekonomi transisi dalam jenis proyek di PIP. Terutama di sana kurang
mengandalkan parameter teknis dalam menentukan investasi baru dan lebih banyak
lagi pertimbangan efisiensi - proses manajemen yang berubah ditambah dengan
reequipment terpilihdi fasilitas pemerintah yang ada.
Ada juga penekanan yang lebih besar sekarang pada anggaran berulang (RB)
sebagai titik awal. Terkait hal tersebut, ada pengakuan bahwa PIP, DB dan BPR
harus diintegrasikan semacam kerangka keuangan jangka menengah di mana
sumber daya didefinisikan oleh pemerintah pusat, bukan donor. Ini akan memberi
PIP lebih dari rasa top-down, kepada mengimbangi proyek bottom-up yang
didorong oleh model tradisional. Letakkan program dan kebijakan dulu Pendekatan
ini juga memberi penekanan lebih pada pentingnya dan manfaat suara manajemen
bantuan oleh pemerintah pusat.
Lebih banyak penekanan cenderung ditempatkan sekarang untuk
mengklarifikasi apa yang seharusnya dan tidak boleh dilakukan PIP (mis.,
keputusan mengenai apakah akan menyertakan: proyek TA, proyek yang didanai
donor langsung,proyek yang didanai pemerintah, proyek pemerintah daerah, proyek
parastatal, dll.). Memutuskan apa yang harus disertakan, kriteria telah bergeser dari
pandangan ekonom tentang apa yang dimaksud dengan investasi publik untuk
interpretasi lebih manajerial PIP sebagai alat untuk mengelola publik pengeluaran
dan, khususnya, pembiayaan eksternal.

35
Ada juga peningkatan upaya untuk membatasi karakteristik perencanaan
sentral yang merugikan PIP, dengan penggunaan lebih besar dari amplop sektor di
mana kementerian lini memiliki keleluasaan untuk memilihproyek sampai bagian
tertentu dari PIP. Proyek besar, bagaimanapun, masih membutuhkan pusatpenilaian
dan keputusan kolektif.

36
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Karakteristik utama organisasi nonprofit seperti yayasan dapat dibedakan
dengan yayasan bisnis. Perbedaannya terletak pada mekanisme organisasi
bersangkutan dalam memperoleh sumber daya awal yang dibutuhkan, yang
umumnya diperoleh dari sumbangan. Berbagai transaksi yayasan dapat dibedakan
dengan jenis transaksi swasta. Kemampuan yayasan dalam mengelola jasa
dikomunikasikan melalui laporan posisi keuangan dimana informasi mengenai
aktiva, kewajiban, aktiva bersih, dan informasi mengenai hubungan di antara
unsur-unsur tersebut disampaikan. Laporan ini harus menyajikan secara terpisah
aktiva bersih. Pertanggungjawaban pengelola yayasan atas hasil pengelolaan
sumber daya yayasan akan disajikan melalui laporan aktivitas dan laporan arus
kas. Dengan adanya standar pelaporan tersebut laporan keuangan yayasan dapat
lebih mudah dipahami, memiliki relevansi, dan memiliki daya banding yang
tinggi.
Kegagalan untuk menghubungkan kebijakan, perencanaan dan
penganggaran mungkin merupakan satu-satunya faktor terpenting yang
berkontribusi terhadap hasil penganggaran yang buruk pada tingkat makro,
strategis dan operasional di negara berkembang. Meningkatkan prediktabilitas
arus sumber daya dan kriteria penetapan keputusan pendanaan adalah tujuan
pendekatan jangka menengah. Ketidakpastian pendanaan, dari satu tahun ke tahun
berikutnya dan dalam tahun anggaran, merupakan salah satu dari banyak faktor
yang berkontribusi terhadap kinerja sektor publik yang buruk

37
DAFTAR PUSTAKA

Bastian, Indra. 2007. Akuntansi Yayasan dan Lembaga Publik. Jakarta : Erlangga

PP RI No. 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Undang-undang Tentang Yayasan

UU No. 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan UU No.16 Tahun 2001

UU No. 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan

Inpres No. 20 Tahun 1998 Tentang Penertiban Sumber-sumber Dana Yayasan

https://id.wikipedia.org/wiki/Yayasan diakses pada 28 November 2017 pukul 13.00

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/21727/Chapter%20II.pdf;jsessionid=
86ECC1B59CB353B165FED3EF7DEE650B?sequence=3 diakses pada 28 November
2017 pukul 13.50

http://shinraemun.blogspot.co.id/2013/01/akuntansi-yayasan-akuntansi-sektor.html

38

You might also like