Professional Documents
Culture Documents
BELLS PALSY
Disusun oleh :
dr. Putri Nahrisyah
Pendamping :
dr. Isma Ninda Ningsih
dr. Fitrika Rahmah Riasya
Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.
Pendamping I
Hasil Pembelajaran
1. Menegakkan Diagnosis Bells Palsy
2. Memberikan penatalaksanaan yang tepat terhadap kasus Bells Palsy
Ekstremitas
Superior: Akral dingin (-/-); Oedem (-/-), clubbing finger (+/+)
Inferior: Akral dingin (-/-); Oedem (-/-),
PEMERIKSAAN LAB :
Tidak dilakukan
ASSESMENT
Diagnosa: Bells Palsy
Bells Palsy (BP) adalah kelumpuhan nervus fasialis perifer yang terjadi secara akut
yang penyebabnya tidak diketahui. Penyakit ini dapat mengenai semua umur, namun
lebih sering pada usia 20 50 tahun. Angka kejadian antara pria dan wanita sama
besarnya.
Bells palsy hampir selalu terjadi unilateral, namun dapat terjadi paralysis
bilateral dalam 1 2 minggu kemudian. Penyakit ini dapat berulang.
Ada 4 teori yang dianggap sebagai penyebab terjadinya BP, yaitu
2. teori virus.
Penderita Bells palsy sering terjadi setelah infeksi virus, sehingga menurut
teori ini penyebab BP adalah virus. Perjalanan penyakit ini juga menyerupai
viral neuropathy pada saraf perifer lainnya.
3. teori herediter.
Menurut Willbrand (1974), mendapatka 6% penderita BP penyebabnya
adalah herditer, autosomal dominan. Keadaan ini mungkin karena kanalis
fallopii yang sempit pada keturunan tersebut sehingga menyebabkan
predisposisi untuk terjadinya BP.
4. teori imunologi.
Dikatakan bahwa BP terjadi akibat reaksi imunologi terhadap infeksi virus
yang timbul sebelumnya atau akibat dari pemberian imunisasi.
Gambaran klinis.
Pada awalnya, penderita akan merasakan kelainan pada mulut saat bangun
tidur, gosok gigi atau berkumur. Sudut bibir akan tampak jatuh dan kelopak mata
tidak dapat dipejamkan (lagoftalmos), bila penderita disuruh untuk menutup mata
maka bola mata akan tampak berputar keatas. Penderita akan sulit untuk bersiul atau
meniup, bila penderita berkumur atau minum maka air akan keluar dari sisi yang
sakit.
Diagnosis
Untuk menegakan diagnosis Bell Palsy, harus ditetapkan dulu adanya paralisis
fasialis tipe perifer.
Penatalaksanaan
1. Terapi medikamentosa.
Telah diteliti beberapa obat, antara lain kortikosteroid. Dari golongan ini telah
diteliti beberapa macam obat, antara lain prednison, prednisolon, ACTH,
kortison dan glukokortikoid. Dosis prednison 80 mg/hari selama 5 hari,
kemudian diturunkan secara bertahap sampai hari ke 11. Sedangkan
prednisolon dipakai dengan dosis 80 mg/hari dan diturunkan secara bertahap
sampai hari ke 10. Efek dari obat ini adalah untuk mengurangi edema saraf di
dalam kanali fasialis.
2. Fisioterapi
Fisioterapi diberikan terutama stimulasi listrik (faradisasi atau galvanisasi).
Terapi diberikan berdasarkan stadium dari penyakitnya. Pada stadium akut
dapat diberikan tindakan berupa pemanasan pada muka dan telinga atau
dengan penyinaran. Sedangkan setelah lewat fase akut dapat dilakukan
pemberian galvanisasi.
3. terapi operatif.
Terapi operatif diberikan berikan bila terjadi pengurangan produksi air mata
dan aliran saliva berkurang juga bila respon terhadap tes listrik antara sisi
sehat dan sakit berbeda 2,5 mA. Terapi ini masih kontroversial pada BP.
Prognosis
PLAN :
Diagnosis klinis : Bells Palsy
Pengobatan :
1. Farmakologis :
- Methyprednisolon 2x4mg tapering off
- B1,B6,B12 compeks 1x1
2. Non Farmakologis :
Edukasi :
- Menghindari faktor pencetus seperti menghindari kontak langsung
dengan udara diluar saat berkendaraan terutama dengan sepeda motor dan
menggunakan kipas angin
-menganjurkan untuk fisioterapi
-menganjurkan untuk mengunyah permen karet setiaap hari.
Konsultasi / Rujukan :
Pasien diharapkan konsul ke dokter spesialis Syaraf untuk penatalaksanaan
selanjutnya