You are on page 1of 12

NASKAH PUBLIKASI

PENGARUH TERAPI BERMAIN TERHADAP PERKEMBANGAN


MOTORIK HALUS PADA ANAK RETARDASI MENTAL
DI SLB C NEGERI II GONDOMANAN YOGYAKARTA

ELFIRA PETRA BEREK


08130489

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS RESPATI
YOGYAKARTA
2011
NASKAH PUBLIKASI

PENGARUH TERAPI BERMAIN TERHADAP PERKEMBANGAN


MOTORIK HALUS PADA ANAK RETARDASI MENTAL
DI SLB C NEGERI II GONDOMANAN YOGYAKARTA

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana


Program Studi S1 Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Respati Yogyakarta

ELFIRA PETRA BEREK


08130489

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS RESPATI
YOGYAKARTA
2012
NASKAH PUBLIKASI

PENGARUH TERAPI BERMAIN TERHADAP PERKEMBANGAN


MOTORIK HALUS PADA ANAK RETARDASI MENTAL
DI SLB C NEGERI II GONDOMANAN YOGYAKARTA

ii
PENGARUH TERAPI BERMAIN TERHADAP
PERKEMBANGAN MOTORIK HALUS PADA ANAK
RETARDASI MENTAL DI SLB C NEGERI II GONDOMANAN
Elfira Petra Berek1, Atik Badiah2, Lala Budi Fitriana3

ABSTRACT

Background: Mentally retarded child has a weakness or a cognitive disability characterized by a


phase under normal intelligence (IQ of 70-75 or less) along with other limitations on at least two
areas. Play therapy is a process of psychological therapy in children using the play equipment.
Lack of fulfillment of play can affect the development of fine motor, and can inhibit the growth and
development.

Research objectives: Determine the effect of play therapy on the development of fine motor skills
in mentally retarded children SLB C District II Gondomanan Yogyakarta.

Research Methods: This study is a kind of analytical study with quantitative approach, this study
used a research design quasy experiments with pre test post test control group. The study
population was all mentally retarded children were in special schools Gondomanan C District II.
Sampling technique used is total sampling. measurement tool used is a test of visual-motor Gestalt
bender. The research was carried out for four weeks (March 2012 to April 2012), analysis of the
data used are paired samples t test and independent sample t test.

Results: The results of paired sample t test analysis of test obtained significance value 0.347

Conclusion: there is no effect of play therapy for fine motor development in children in special
schools rtardasi mental Affairs II C Gondomanan Yogyakarta.

Keywords: Children's mental retardation, play therapy, fine motor development.

Mahasiswa S I Ilmu Keperawatan Universitas Respati Yogyakarta


2
Dosen POLTEKES Negeri Yogyakarta
3
Dosen Universitas Respati Yogyakarta

iii
1

1. PENDAHULUAN
Setiap anak diharapkan tumbuh dan berkembang secara sehat baik fisik, mental, dan sosial
sesuai dengan bertambahnya usia. Tercapainya tumbuh kembang optimal tergantung pada potensi
biologiknya, yang merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang saling berkaitan yaitu faktor
genetik, lingkungan, bio-psiko-sosial dan perilaku. (Soetjiningsih, 2006). Namun pada
kenyataannya tidak semua anak dapat melalui masa tumbuh kembangnya dengan optimal karena
mengalami gangguan pada proses tumbuh kembangnya. Gangguan-gangguan tersebut berupa
gangguan bicara, gangguan pendengaran, keadaan cacat pada anak sindrom down, palsi serebralis,
autisme, retardasi mental, dan lain-lain.
Menurut WHO retardasi mental adalah kemampuan mental yang tidak mencukupi.
Sedangkan menurut American Association on Menthal Retardation (AAMR), retardasi mental
merupakan kelemahan atau ketidakmampuan kognitif muncul pada masa kanak-kanak (sebelum
18 tahun) ditandai dengan fase kecerdasan dibawah normal (IQ 70-75 atau kurang), dan disertai
keterbatasan lain pada sedikitnya dua area yaitu : berbicara dan berbahasa, ketrampilan merawat
diri, ketrampilan sosial, penggunaan sarana masyarakat, kesehatan dan keamanan, akademik
fungsional, bekerja dan rileks, dan lain-lain (Soetjiningsih, 2006).
Terapi bermain adalah proses terapi psikologik pada anak, dimana alat permainan menjadi
sarana utama untuk mencapai tujuannya. Bermain sangat penting bagi anak untuk melanjutkan
tumbuh kembang dan mengembangkan kreativitas (Yusuf, 2003). Kurangnya pemenuhan
kebutuhan bermain dapat berpengaruh pada perkembangan motorik dan berbahaya bagi
penyesuaian sosial dan pribadi anak. Kurangnya pemenuhan kebutuhan bermain dapat
menimbulkan akibat yang tidak menguntungkan konsep diri anak, akibatnya sering timbul
masalah perilaku dan emosi, selain itu dapat pula menyebabkan terjadi keterlambatan
perkembangan motorik berbahaya karena tidak menyediakan landasan bagi keterampilan motorik.
Bermain diharapkan dapat menimbulkan kematangan dalam pertumbuhan dan perkembangan.
Salah satu fungsi bermain adalah merangsang perkembangan sensori dan motorik, termasuk
didalamnya motorik halus (Murniari, 2005).
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal 12 Desember 2011 Di
SLB C Negeri II Gondomanan, terdapat 49 anak yang mengalami retardasi mental dan sebanyak
27 orang anak retardasi mental yang duduk dibangku SDLB C Negeri II Gondomanan. Anak yang
bersekolah di SLB ini adalah anak yang mengalami retardasi ringan dan sedang. Berdasarkan hasil
wawancara yang dilakukan pada guru di SLB C Negeri II Gondomanan, kegiatan yang dilakukan
untuk meningkatkan ketrampilan motorik halus pada siswa SLB yang mengalami retardasi mental
berupa permainan indoor seperti merangkai manik-manik, menggambar, mewarnai, dan lain-lain,
sedang permainan outdoor dalam bentuk olahraga seperti bermain bola.
2

Penelitian Retnaningsih di SLB Asih Manunggal tentang kemampuan bermain anak retardasi
mental didapati bahwa 17 anak retardasi mental sedang dari 30 orang anak retardasi mental yang
kurang mampu dalam melempar dan menangkap bola kecil. Hal ini disebabkan karena pada 17
anak ini terdapat kekurangan dalam koordinasi antara persepsi dan motorik, artinya terdapat
keterlambatan dalam kematangan motorik baik kasar maupun halus serta keseimbangan tubuh
pada 17 anak retardasi mental tersebut.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh terapi bermain terhadap
perkembangan motorik halus pada anak retardasi mental

2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan desain penelitian quasi eksperimen yaitu pretest posttest with
control group. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret sampai April 2012 di SLB C Negeri II
Gondomanan, Sleman Yogyakarta. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 49 orang yang
mengalami masalah retardasi mental yang bersekolah di SLB C Negeri II Gondomanan
Yogyakarta. Teknik sampling dalam penelitian ini menggunakan tehnik total sampling. Jumlah
sampel dalam penelitian ini ditetapkan sebanyak 26 anak yang duduk dibangku SDLB dan dibagi
menjadi dua kelompok yaitu 13 anak kelompok kontrol dan 13 anak kelompok eksperimen.
Analisis dalam penelitian ini adalah univariat dan bivariat menggunakan paired sample t-test
untuk membandingkan nilai mean antara perlakuan pre dan post pada responden yang sama.

3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Perkembangan Motorik Halus (pretest)
Anak Retardasi Mental Kelompok Eksperimen
N=9

Kategori Jumlah (n) Persentase (%)


Gagal 1 11,2 %
Lulus 8 88,8 %
Jumlah 9 100 %

Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa mayoritas responden yang berada dalam kelompok
eksperimen sebelum diberikan terapi bermain memiliki perkembangan motorik halus dalam
kategori lulus (88,8 %).
3

Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Perkembangan Motorik Halus (Posttest)
Anak Retardasi Mental Kelompok Eksperimen
n=9

Kategori Jumlah (n) Persentase (%)


Gagal 1 11,2 %
Lulus 8 88,8 %
Jumlah 9 100 %

Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa setelah dilakukan terapi bermain pada anak retardasi
mental kelompok eksperimen di SLB C Negeri II Gondomanan Yogyakarta, sebanyak 88,8 %
responden mengalami perkembangan motorik halus kategori lulus.
Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Perkembangan Motorik Halus (Pretest)
Anak Retardasi Mental Kelompok Kontrol
n=9

Kategori Jumlah (n) Persentase (%)


Gagal 5 55,5 %
Lulus 4 44,5 %
Jumlah 9 100 %

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa mayoritas responden kelompok kontrol sebelum dilakukan terapi
bermain memiliki perkembangan motorik halus kategori gagal 55,5%.

Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Perkembangan Motorik Halus (posttest)
Anak Retardasi Mental Kelompok Kontrol
N=9

Kategori Jumlah (n) Persentase (%)


Gagal 5 55,5 %
Lulus 4 44,5 %
Jumlah 9 100 %
Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa 55,5 % responden kelompok kontrol anak retardasi mental
di SLB C Negeri II Gondomanan memiliki perkembangan motorik halus kategori gagal.
4

Tabel 4.5
Pengaruh Terapi Bermain Terhadap Perkembangan Motorik Halus
Anak Retardasi Mental Kelompok Eksperimen
N=9
Perkembangan Perkembangan Motorik t P-Value
Motorik Halus Halus
PreTest PostTest
3,89 4,00 -1,000 0,347

Berdasarkan tabel 4.5 nilai P- Value 0,347 menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh
pemberian terapi bermain terhadap perkembangan motorik halus anak retardasi mental pada
kelompok eksperimen P- Value lebih dari 0,05.
Tabel 4.6
Pengaruh Terapi Bermain Terhadap Perkembangan Motorik Halus
Anak Retardasi Mental Kelompok Kontrol
N=9
Perkembangan Perkembangan t P- Value
motorik halus motorik halus
pretest posttest
2,44 2,78 -1,414 0,159

Kondisi tabel 4.6 diatas menunjukkan perbedaan skor tingkat perkembangan motorik halus
anak retardasi mental pada pretest yaitu sebesar 2,44 dan perkembangan motorik halus posttest
2,78 yang berarti ada kenaikan perkembangan motorik halus sebesar 0,34 %.
Terapi bermain adalah suatu kegiatan bermain yang diberikan peneliti kepada anak
retardasi mental klasifikasi sedang (IQ 35-49) kelompok eksperimen yang bersekolah di SLB C
Negeri II Gondomanan Yogyakarta disamping terapi bermain yang diberikan guru. Jumlah sampel
pada penelitian ini 18 orang yaitu 9 responden kelompok eksperimen (terdiri dari kelas III
sebanyak 5 orang, kelas V sebanyak 2 orang, kelas VI sebanyak 2 orang) dan 9 responden
kelompok kontrol (kelas I sebanyak 5 orang, kelas III sebanyak 2 orang, kelas V sebanyak 1 orang,
kelas VI sebanyak 1 orang). Hal ini berbeda dengan jumlah sampel yang direncanakan yaitu 26
orang karena 9 responden lainnya tidak hadir disekolah selama peneliti melakukan penelitian.
5

Sebelum dilakukan terapi bermain pada anak retardasi mental di SLB C Negeri II
Gondomanan Yogyakarta, peneliti terlebih dahulu melakukan uji perkembangan motorik halus
(pretest) pada minggu pertama penelitian untuk kelompok eksperimen yang berjumlah 9 orang.
Hasil pretest diketahui bahwa sebanyak 8 orang responden (88,8%) memiliki perkembangan
motorik halus kategori lulus.
Peneliti kemudian melakukan terapi bermain selama tiga minggu dari bulan maret sampai
april 2012. Jenis permainan yang diberikan seperti menggambar dengan pensil, mewarnai gambar
dengan menggunakan crayon. Hal ini bertujuan sebagai suatu aktivitas yang memberikan stimulasi
dalam ketrampilan, kognitif dan afektif. Pemberian terapi bermain perlu dilakukan bimbingan
mengingat bermain bagi anak merupakan suatu kebutuhan bagi diri anak sebagaimana kebutuhan
yang lain. Selain itu, terapi bermain ini dilakukan dengan tujuan melatih konsep-konsep dasar
seperti warna, ukuran, besaran, arah, ruang dan motorik halus (Halimul, 2008).
Terapi bermain di SLB C Negeri II Gondomanan, Yogyakarta diberikan enam kali dengan
masing-masing pertemuan membutuhkan waktu 10 menit. Terapi bermain dilakukan selama tiga
minggu berturut-turut pada bulan maret sampai dengan april 2012. Hal ini tidak sesuai dengan
rencana awal peneliti untuk melakukan terapi bermain yang rencananya dilakukan sebanyak 8
kali selama empat minggu berturut-turut. Hal ini sesuai dengan Fadhli (2001), bahwa jenis latihan
yang diberikan pada anak retardasi mental hendaknya adalah latihan dasar yang dilakukan secara
rutin. Berkurangnya waktu penelitian disebabkan karena anak retardasi mental mudah bosan dan
mood sering berubah serta gampang teralih perhatiannya.
Ditambahkan oleh Tedjasaputra (2001), intervensi yang dilakukan pada anak retardasi
mental perlu menggunakan tehnik-tehnik tertentu agar anak mau berespon terhadap rangsangan-
rangsangan yang diberikan, baik rangsang suara, rangsang cahaya, gerakan, dan sebagainya. Yang
penting saat melakukan latihan pada anak retardasi mental adalah pemberian latihan harus
menyenangkan dan menarik untuk anak sehingga ia akan melakukan dengan minat yang besar dan
perasaan senang dan tidak terpaksa.
Setelah terapi bermain dilakukan, peneliti mengadakan uji perkembangan motorik halus
(Posttest) dengan menggunakan tes Motor Bender Gestalt pada minggu keempat penelitian. Hasil
posttest diketahui sebanyak 88,8% responden mengalami perkembangan motorik halus lulus.
Hasil posttest ini sama dengan hasil pretest 88,8%. Hasil uji paired sample test diperoleh nilai
signifikansi 0,347 (P-value >0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh
pemberian terapi bermain terhadap perkembangan motorik halus anak retardasi mental di SLB C
Negeri II Gondomanan Yogyakarta. Tidak adanya pengaruh ini menjelaskan bahwa terapi bermain
yang telah dilaksanakan pada anak retardasi mental di SLB C Negeri II Gondomanan Yogyakarta
belum mencapai sasaran efektif.
6

Hal ini bertentangan dengan pendapat Yusuf (2003) yang mengatakan bahwa alat
permainan menjadi sarana utama untuk mencapai tujuannya, bermain sangat penting bagi anak
untuk melanjutkan tumbuh kembang dan mengembangkan kreativitas. Efektifitas bermain anak
sangat ditentukan oleh jenis permainan yang disesuaikan dengan usia anak. Selain itu, terapi
bermain yang telah dilaksanakan pada anak retardasi mental di SLB C Negeri II Gondomanan
Yogyakarta belum mencapai sasaran efektif karena peneliti sebagai pemberi terapi bermain belum
memiliki pengalaman dalam memberikan terapi bermain.
Menurut Hidayati (2010), perkembangan motorik halus anak retardasi mental dapat
dipengaruhi oleh kesempatan belajar dan berlatih. Anak retardasi mental kelompok eksperimen
hanya mendapat terapi bermain sebanyak enam kali sehingga pemberian terapi bermain disamping
intervensi yang diberikan guru tidak memiliki pengaruh terhadap perkembangan motorik halus
anak retadasi mental.
Menurut Mulyani (2007), perkembangan kesehatan fisik dan kematangan motorik pun turut
mempengaruhi perkembangan motorik anak retardasi mental. Anak retardasi mental biasanya
mengalami keterlambatan perkembangan dalam kecakapan motorik karena tingkat kematangan
susunan saraf, otot, bagian tubuh yang terlibat dalam gerak psikomotorik tidak dapat berkembang
secara sempurna seperti anak normal pada umumnya sehingga anak retardasi mental kurang
memiliki kesempatan untuk mengembangkan kemampuan motorik halus dengan lebih baik
(Tedjasaputra, 2001). Ditambahkan Yusuf (2003), perbaikan yang diharapkan pada anak yang
bermasalah pada umumnya dicapai setelah tiga bulan. Hasil uji perkembangan motorik halus
(pretest) pada kelompok kontrol sebanyak 55, 5% responden memiliki perkembangan motorik
halus kategori lulus. Kemudian tanpa pemberian terapi bermain, dilakukan lagi uji perkembangan
motorik halus (posttest). Hasil posttest diketahui bahwa sebanyak 55, 5 % responden memiliki
perkembangan motorik halus kategori lulus. Hasil posttest ini menyerupai hasil pretest.
Uji paired sample t-test menunjukkan perbedaan skor tingkat perkembangan motorik halus
anak retardasi mental pada pretest dan posttest yaitu sebesar 0,34. Nilai ini lebih besar
dibandingkan dengan skor perbandingan pretest dan posttest kelompok eksperimen yaitu 0,11. Hal
ini dipengaruhi oleh pengalaman pemberi terapi yaitu guru. Pengalaman guru sebagai pemberi
terapi di SLB C Negeri II Gondomanan Yogyakarta paling sedikit adalah satu tahun dan paling
banyak 15 tahun. Hal ini jauh berbeda jika dibandingkan peneliti yang belum mempunyai
pengalaman dalam pemberian terapi.
Hal ini didukung Tedjasaputra (2001), bahwa orang yang memberi intervensi perlu
mempunyai latar belakang pendidikan tertentu dan kepribadian yang matang sehingga mempunyai
perencanaan yang matang mengenai pemberian terapi bermain pada anak retardasi mental agar
tercapai kemajuan-kemajuan yang berarti.
7

4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak
ada pengaruh pemberian terapi bermain dan intervensi guru terhadap perkembangan motorik
halus anak retardasi mental kelompok eksperimen dan tidak ada pengaruh pemberian terapi
bermain dan intervensi guru terhadap perkembangan motorik halus anak retardasi mental
kelompok kontrol.

5. SARAN
Peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian serupa dengan waktu lebih dari
empat minggu secara rutin selain itu diharapkan peneliti selanjutnya telah mendapat pelatihan dan
memiliki sertifikat terapi bermain agar mendapat hasil yang lebih efektif.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi guru untuk membantu
meningkatkan ketrampilan motorik halus pada anak retardasi mental dengan memasukkan terapi
bermain sebagai salah satu mata pelajaran tetap di SLB C Negeri II Gondomanan Yogyakarta.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan pembelajaran agar disampaikan
kepada mahasiswa tentang perlunya terapi bermain dilakukan untuk mengembangkan motorik
halus pada anak retardasi mental.

6. DAFTAR PUSTAKA
Arikunto. (2006). Prosedur penelitian suatu pendekatan. Jakarta : PT. Rineka Cipta

Danun, Murniari. (2005). Upaya rehabilitasi komunitas dan institusional pada kelainan tumbuh
kembang. Jakarta : CV. Sagung Seto

Fadhli, Aulia. (2010). Buku pintar kesehatan anak. Yogyakarta : Penerbit Pustaka Anggrek

Hidayat, Alimul.(2008). Pengantar ilmu kesehatan anak untuk pendidikan kebidanan. Jakarta :
Salemba Medika

Hidayati, Zulaela.(2010). Anak saya tidak nakal, kok. Jakarta: PT. Bentang Pustaka

Mulyani, Yani.(2007). Mengembangkan kemampuan dasar anak di rumah. Jakarta: PT. Elex
Media Komputindo

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Retnaningsih. (2006). Kemampuan bermain anak retardasi mental sedang di sekolah luar biasa.
Jurnal : Medika Respati
8

Setiadi, (2007). Konsep dan penulisan riset keperawatan edisi pertama. Yogyakarta : Graha Ilmu

Soetjiningsih. (2006). Tumbuh kembang anak. Jakarta : EGC

Sugiyono. (2008). Metodologi penelitian kualitatif R&D. Bandung : Alfabeta

Tedjasaputra. (2001). Bermain, mainan dan permainan. Jakarta : Grasindo

Yusuf, S. (2010). Psikologi perkembangan anak dan remaja. Bandung : PT. Remaja Rodsakarya

You might also like