You are on page 1of 33

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat tuhan yang maha esa, dimana atas segala rahmat dan
izin-nya, saya dapat menyelesaikan tugas PBL scenario 1. Salam tak lupa penulis haturkan
kepada keluarga, sahabat dan yang lainnya sekalian.

Puji syukur, saya dapat menyelesaikan makalah ini, walaupun penulis menyadari
bahwa masih banyak kekurangan dan kesalahan didalam tugas ini. Untuk itu saya
berharap adanya kritik dan saran yang membangun guna keberhasilan penulisan yang akan
datang.

Akhir kata, saya mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu hingga terselesainya makalah ini semoga segala upaya yang telah dicurahkan
mendapat berkah dari tuhan yang maha esa. Amin.

Surabaya, 16 Oktober 2017

Penulis

1
DAFTAR ISI

I. SKENARIO
II. KATA KUNCI
III. PROBLEM
IV. PEMBAHASAN
1. BATASAN
2. ANATOMI/HISTOLOGI/FISIOLOGI/PATOFISIOLOGI/PATOMEKANISME
(Dapat berupa bagan atau skema)
3. JENIS-JENIS PENYAKIT YANG BERHUBUNGAN
4. GEJALA KELINIS
5. PEMERIKSAAN FISIK PENYAKIT
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG PENYAKIT
V. HIPOTESIS AWAL (DIFFERENTIAL DIAGNOSIS)
VI. ANALISIS DARI DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
1. GEJALA KLINIS
2. PEMERIKSAAN FISIK
3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
VII. HIPOTESIS AKHIR (DIAGNOSA)
VIII. MEKANISME DIAGNOSIS
1. MEKANISME BERUPA BAGAN SAMPAI TERCAPAINYA
DIAGNOSIS
IX. STRATEGI MENYELESAIKAN MASALAH
1. PENATALAKSANAAN
2. PRINSIP TINDAKAN MEDIS
X. PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI
1. CARA PENYAMPAIAN PROGNOSIS KEPADA PASIEN /
KELUARGA PASIEN
2. TANDA UNTUK MERUJUK PASIEN
3. PERAN PASIEN / KELUARGA UNTUK PENYEMBUHAN
4. PENCEGAHAN PENYAKIT

2
BAB I

SKENARIO 1

Seorang laki laki berumur 50 tahun datang bersama istrinya ke tempat praktek
dokter umum dengan keluhan rasa haus yang berlebihan, banyak minum air serta banyak
kencing sejak 1 minggu yang lalu. pada saat kencing tidak didapatkan rasa nyeri, tidak terasa
panas pada daerah kemaluan, kencingnya tidak disertai darah. Apa yang terjadi pada laki-laki
tersebut?

3
BAB II

KATA KUNCI

1. Laki laki berumur 50 tahun

2. Rasa Haus yang berlebihan

3. Banyak Minum Air

4. Banyak kencing

5. Kencing tidak terasa Nyeri

6. kencingnya tidak disertai darah

4
BAB III

PROBLEM

1. apa yang menyebabkan laki laki berusia 50 tahun tersebut mengalami rasa haus yang
berlebihan, banyak minum serta banyak kencing ?
2. Bagaimana cara mendiagnosis ?
3. Bagaimana penatalaksanaan pengobatannya ?
4. Apakah penyakit ini bisa dicegah ?

5
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Batasan

Pada organ Pancreas dan berhubungan dengan struktur pada kulit manusia

4.2 Anatomi fisiologi

a. Anatomi Fisiologi Pankreas

Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira-kira 15 cm, lebar 5


cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata-rata 60-90 gram. Terbentang
pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung. Pankreas merupakan kelenjar
endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan
(kepala) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian
pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama dari organ ini merentang
ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi
perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan
epitel yang membentuk usus. Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu Asini sekresi
getah pencernaan ke dalam duodenum, pulau Langerhans yang tidak mengeluarkan sekretnya
keluar, tetapi menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah. Pulau-pulau Langerhans
yang menjadi sistem endokrinologis dari pamkreas tersebar di seluruh pankreas dengan berat
hanya 1-3 % dari berat total pankreas. Pulau langerhans berbentuk ovoid dengan besar
masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang terkecil adalah 50 m, sedangkan
yang terbesar 300 m, terbanyak adalah yang besarnya 100-225 m. Jumlah semua pulau
langerhans di pancreas diperkirakan antara 1-2 juta.

Pankreas adalah suatu organ yang berbentuk pipih terletak di belakang rongga
abdomen dan di bawah lambung yang terdiri dari jaringan eksokrin dan endokrin (Sloane,
2004). Bagian eksokrin pankreas mengeluarkan larutan basa encer dan enzim-enzim
pencernaan melalui duktus pankreatikus kedalam lumen saluran pencernaan tepatnya di
ampula vateri. Diantara sel-sel eksokrin pankreas tersebar kelompok-kelompok atau pulau-
pulau sel endokrin yang juga dikenal sebagai pulau-pulau langherhans (islets of langerhans).

6
Jenis sel endokrin pankreas yang paling banyak dijumpai adalah sel beta dimana pada sel beta
ini merupakan tempat sintesis dari hormon insulin. Selain itu terdapat juga sel alfa yang
menghasilkan glukagon dan sel delta adalah sel untuk mensintesis somatostatin sedangkan sel
endokrin yang paling jarang yang ada pada pankreas adalah sel PP ,sel ini berfungsi untuk
mengeluarkan polipeptida pankreas. Hormon pankreas yang paling penting untuk mengatur
metabolisme tubuh adalah insulin dan glukagon (Sherwood, 2007). fungsi fisiologis hormon
insulin adalah sebagai berikut :

1. Insulin menyediakan glukosa untuk sebagian besar sel tubuh, terutama untuk otot dan
adiposa, melalui peningkatan aliran glukosa yang melewati membrane sel dalam
mekanisme carier.
2. Insulin memperbesar simpanan lemak dan protein dalam tubuh pertama dengan cara
meningkatkan transport asam amino dan asam lemak dari darah kedalam sel yang
kedua meningkatkan sintesis protein dan lemak, serta menurunkan katabolisme
protein dan lemak.
3. Insulin meningkatkan penggunaaan karbohidrat untuk energy (Sloane, 2004).

Gambar 1. 1 anatomi fisiologi pankreas

b. Anatomi Fisiologi Kulit

Kulit merupakan pembungkus yang elastis yang melindungi tubuh dari pengaruh
lingkungan kulit juga merupakan alat tubuh yang terberat dan terluas ukurannya, yaitu
15%dari berat tubuh dan luasnya 1,50-1,75 m2. Rata-rata tebal kulit 1-2 mm. paling tebal
(6mm) terdapat di telapak tangan dan kaki dan yang paling tipis (0,5mm) terdapat di penis.

Bagian-bagian kulit manusia sebagai berikut :

1) Epidermis

7
Epidermis terbagi dalam empat bagian yaitu lapisan basal atau stratum
germinativium, lapisan malphigi atau stratum spinosum, lapisan glanular atau stratum
gronulosum lapisan tanduk atau stratum korneum. Epidermis mengandung juga: kelenjar
ekrin, kelenjar apokrin, kelenjar sebaseus, rambut dan kuku. Kelenjar keringat ada dua jenis,
ekrin dan apokrin. Fungsinya mengatur suhu, menyebabkan panas dilepaskan dengan cara
penguapan. Kelenjar ekrin terdapat disemua daerah kulit, tetapi tidak terdapat diselaput
lendir. Seluruhnya berjulah antara 2 sampai 5 juta yang terbanyak ditelapak tangan. Kelenjar
apokrin adalah kelenjar keringat besar yang bermuara ke folikel rambut, terdapat diketiak,
daerah anogenital. Puting susu dan areola. Kelenjar sebaseus terdapat diseluruh tubuh,
kecuali di telapak tangan, tapak kaki dan punggung kaki. Terdapat banyak di kulit kepala,
muka, kening, dan dagu. Sekretnya berupa sebum dan mengandung asam lemak, kolesterol
dan zat lain.

2) Dermis

Dermis atau korium merupakan lapisan bawah epidermis dan diatas jaringan sukutan.
Dermis terdiri dari jaringan ikat yang dilapisan atas terjalin rapat (pars papilaris), sedangkan
dibagian bawah terjalin lebih longgar (pars reticularis). Lapisan pars tetucularis mengandung
pembuluh darah, saraf, rambut, kelenjar keringat dan kelenjar sebaseus.

3) Jaringan subkutan

Merupakan lapisan yang langsung dibawah dermis. Batas antara jaringan subkutan
dan dermis tidak tegas. Sel-sel yang terbanyak adalah limposit yang menghasilkan banyak
lemak. Jaringan sebkutan mengandung saraf, pembuluh darah limfe. Kandungan rambut dan
di lapisan atas jaringan subkutan terdapat kelenjar keringan. Fungsi dari jaringan subkutan
adalah penyekat panas, bantalan terhadap trauma dan tempat penumpukan energy.

8
Gambar 1.2 Struktur Kulit Manusia Gambar 1.3 Ulkus kaki Diabetik

4.3 Histologi Pankreas

Pankreas terdiri dari kelompok-kelompok kecil sel epitel kelenjar. Sekitar 99% dari
kelompok yang disebut asini (AS-i-n), merupakan bagian eksokrin organ pankreas (Tortora
& Derrickson, 2012). Organ pankreas memiliki 2 fungsi, yaitu fungsi endokrin dan fungsi
eksokrin. Bagian eksokrin dari pankreas berfungsi sebagai sel asinar pankreas, memproduksi
cairan pankreas yang disekresi melalui duktus pankreas ke dalam usus halus. Sel endokrin
dapat ditemukan dalam pulau-pulau langerhans, yaitu kumpulan kecil sel yang tersebar di
seluruh organ (Sloane, 2003).

Gambar 2.1 Pulau Langerhans dan Asini Sekitar (Sumber: Tortora & Derrickson, 2012 :
Principles of Anatomy & Physiology 13th Edition)

Menurut Tortora dan Derrickson (2012), setiap pulau pankreas meliputi empat jenis
sel yang mensekresi hormon :

1. Alpha atau sel A merupakan sekitar 17% dari sel-sel islet pankreas dan mengeluarkan
glukagon (Gloo-ka-gon).
2. Beta atau sel B merupakan sekitar 70% dari sel-sel islet pankreas dan mensekresi
insulin (IN-soo-lin).
3. Delta atau sel D merupakan sekitar 7% dari sel islet pankreas dan mengeluarkan
somatostatin (SO-ma ke-STAT in).
4. Sel F merupakan sisa sel islet pankreas dan mensekresi polipeptida pankreas.

9
4.4 Etiologi

Etiologi atau factor penyebab penyakit Diabetes Melitus bersifat heterogen, akan
tetapi dominan genetik atau keturunan biasanya menjanai peran utama dalam mayoritas
Diabetes Melitus (Riyadi, 2011). Adapun faktor factor lain sebagai kemungkinan etiologi
penyakit Diabetus Melitus antara lain :

a. Kelainan pada sel B pancreas. Berkisar dari hilangnya sel B sampai dengan terjadinya
kegagalan pada sel B melepas insulin.
b. Factor lingkungan sekitar yang mampu mengubah fungsi sel, antara lain agen yang
mampu menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat serta gula yang
diproses secara berlebih, obesitas dan kehamilan.
c. Adanya gangguan system imunitas pada penderita/gangguan system imunologi
d. Adanya kelainan insulin
e. Pola hidup yang tidak sehat

Klasifikasi Diabetes melitus berdasarkan etiologi (ADA, 2014a; Powers, 2012) adalah
sebagai berikut :

1. Diabetes Melitus tipe 1

Kehancuran sel , biasanya menyebabkan defisiensi insulin yang absolut

a. Melalui proses imunologik


b. Idiopatik

2. Diabetes Melitus tipe 2

Bervariasi mulai yang dominan resistensi insulin disertai kekurangan insulin relatif
sampai yang dominan gangguan sekresi insulin disertai resistensi insulin

3. Diabetes Melitus Kehamilan

4. Tipe spesifik lainnya

a. Gangguan genetik fungsi sel


1. Kromosom 12, HNF-1 3. Kromosom 20, HNF-4
(MODY3) (MODY1)
2. Kromosom 7, glukokinase
(MODY2)

10
4. Kromosom 13, insulin 6. Kromosom 2, NeuroD1
promoter factor-1 (IPF-1; (MODY6)
MODY4) 7. DNA mitokondria
5. Kromosom 17, HNF-1 8. Lainnya
(MODY5)
b. Gangguan genetik dalam kerja/aksi insulin
1. Insulin resisten tipe A 4. Diabetes Lipoatrofik
2. Leprechaunism 5. Lainnya
3. Sindrom Rabson-Mendenhall
c. Penyakit eksokrin pankreas
1. Pankreatitis 4. Fibro kistik
2. Trauma/Pankreatektomi 5. Hemokromatosis
3. Neoplasia 6. Fibrokalkulus-pankreatopati
d. Endokrinopati
1. Akromegali 5. Hipertiroidisme
2. Sindroma Cushing 6. Somatostatinoma
3. Glukagonoma 7. Aldosteronoma
4. Feokromasitoma 8. Lainnya
e. Induksi obat atau bahan kimia
1. Vacor 7. Agonist -adrenergik
2. Pentamidin 8. Thiazides
3. Asam Nikotinat 9. Dilantin
4. Glukokortikoid 10. G-interferon
5. Hormon tiroid 11. Lainnya
6. Diazoxide
f. Infeksi
1. Rubella kongenital
2. Cytomegalovirus
3. Lainnya
g. Bentuk jarang dari diabetes yang diperantarai imun
1. Stiff-man sindrom
2. Antibodi anti reseptor insulin
3. Lainnya
h. Sindroma genetik lainnya yang kadang dihubungkan dengan diabetes
11
1. Sindroma Down 7. Sindroma Laurence-Moon-
2. Sindroma Klinefelter Biedl
3. Sindroma Turner 8. Distrofi miotonik
4. Sindroma Wolframs 9. Porfiria
5. Friedreich ataksia 10. Sindroma Prader-Willi
6. Huntington chorea 11. Lainnya

4.5 Patogenesis

Pada diabetes tipe II (non-insulin dependent diabetes-mellitus [NIDDM]), pasien


tidak selalu tergantung pada pasokan insulin eksogen. Pelepasan insulin bisa normal atau
bahkan meningkat, namun sensitivitas organ sasaran telah berkurang terhadap insulin yang
disebut resistensi insulin (Lang, 2000). Kunci dari penyakit diabetes melitus tipe 2 adalah
adanya resistensi terhadap aksi insulin dan ketidakmampuan dalam memproduksi insulin
yang cukup untuk menanggulangi resistensi insulin tersebut (Pearson & McCrimmon, 2014).
Sebagian besar pasien dengan diabetes tipe II kelebihan berat badan. Obesitas adalah hasil
dari disposisi genetik, asupan makanan terlalu banyak, dan aktivitas fisik terlalu sedikit.
Obesitas merupakan pemicu penting, tetapi bukan satusatunya penyebab diabetes tipe II.
Yang lebih penting adalah disposisi genetik yang sudah ada untuk membuat sensitivitas
insulin berkurang, Seringkali pelepasan insulin selalu normal. Beberapa gen telah ditetapkan
yang mempromosikan pengembangan obesitas dan diabetes tipe II. Di antara faktorfaktor
lainnya, cacat genetik dari protein decoupling mitokondria membatasi konsumsi substrat. Jika
ada disposisi genetik yang kuat diabetes tipe II sudah bisa terjadi pada usia muda (maturity-
onset diabetes of the young [MODY]) (Lang, 2000).

Pada obesitas ketidakseimbangan antara pasokan dan pengeluaran energi


meningkatkan konsentrasi asam lemak dalam darah. Hal ini pada gilirannya akan mengurangi
penggunaan glukosa dalam jaringan otot dan lemak (Lang, 2000). Pada tahap awal, toleransi
glukosa hampir normal karena sel-sel beta pankreas mengkompensasi dengan meningkatkan
produksi insulin (Powers, 2012). Terjadinya resistensi insulin menyebabkan peningkatan
sekresi insulin untuk mempertahankan kadar glukosa darah yang normal (Pearson &
McCrimmon, 2014). Akibatnya terjadi down-regulation reseptor lebih lanjut yang semakin
meningkatkan resistensi insulin (Lang, 2000). Seiring dengan meningkatnya resistensi
insulin, sel beta pankreas menjadi lelah dan dan hal ini memicu terjadinya kegagalan fungsi

12
sel beta pankreas. Pulau polipeptida amiloid atau amilin yang disekresikan oleh sel beta akan
membentuk deposit amiloid fibrilar. Deposit ini dapat ditemukan pada pasien yang telah lama
menderita diabetes melitus tipe 2 (Powers, 2012). Massa sel beta pankreas yang menurun dan
tidak tergantikan serta peningkatan sekresi glukagon menyebabkan kondisi hiperglikemia
(Pearson & McCrimmon, 2014), yang ditandai dengan peningkatan glukosa postprandial
serta peningkatan kadar glukosa darah puasa (Marieb & Hoehn, 2010).

Gambar 2.3. Patogenesis Diabetes Melitus Tipe 2 (Sumber : Stefan Silbernagl & Flor Ian
Lang, 2000 : Color Atlas of Pathophysiology)

Menurut Manaf (2009), dapat disimpulkan perjalanan penyakit DMT2, pada awalnya
ditentukan oleh kinerja fase 1 yang kemudian memberi dampak negatif terhadap kinerja fase
2, dan berakibat langsung terhadap peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia).
Hiperglikemia terjadi tidak hanya disebabkan oleh gangguan sekresi insulin (defisiensi
insulin), tapi pada saat bersamaan juga oleh rendahnya respons jaringan tubuh terhadap
insulin (resistensi insulin). Gangguan atau pengaruh lingkungan seperti gaya hidup atau
obesitas akan mempercepat progresivitas perjalanan penyakit. Gangguan metabolisme
glukosa akan berlanjut pada gangguan metabolisme lemak dan protein serta proses kerusakan
berbagai jaringan tubuh. Rangkaian kelainan yang dilatarbelakangi oleh resistensi insulin,
selain daripada intoleransi terhadap glukosa beserta berbagai akibatnya, sering menimbulkan
kumpulan gejala yang dinamakan sindroma metabolik.

13
4.6 Patofisiologi

Menurut Smeltzer dan Bare (2001: 1223), patofisiologi dari diabetes mellitus adalah :

1. Diabetes tipe I

Pada Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-
sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat
produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa yang berasal dari
makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan
menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam
darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring
keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (Glukosuria). Ketika glukosa yang
berlebih dieksresikan dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit
yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan
cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan
rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak
yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori.

Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.Proses ini akan terjadi tanpa
hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi
pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan
produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang mengganggu
keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetik yang
diakibatkannya dapat menyebabkan tandatanda dan gejala seperti nyeri abdominal, mual,
muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan
perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.

2. Diabetes tipe II

Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan dengan insulin, yaitu
resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan
reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor
tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi
insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian
insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Akibat

14
intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif maka awitan diabetes tipe II dapat
berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan
dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, 16 polidipsia, luka yang lama sembuh,
infeksi vagina atau pandangan yang kabur ( jika kadar glukosanya sangat tinggi).

Penyakit Diabetes membuat gangguan/komplikasi melalui kerusakan pada pembuluh


darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan kronis dan terbagi
dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskular) disebut makroangiopati, dan
pada pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut mikroangiopati. Ulkus Diabetikum
terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar dibanding pintu masuknya, dikelilingi kalus
keras dan tebal. Awalnya proses pembentukan ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang
berefek terhadap saraf perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan
mekanik terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati
sensoris perifer memungkinkan terjadinya trauma berulang mengakibatkan terjadinya
kerusakan jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan
akhirnya ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan
penyembuhan luka abnormal manghalangi resolusi. Mikroorganisme yang masuk
mengadakan kolonisasi didaerah ini. Drainase yang inadekuat menimbulkan closed space
infection. Akhirnya sebagai konsekuensi sistem imun yang abnormal, bakteria sulit
dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya, (Anonim 2009).

4.7 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis pada tipe I yaitu antara lain :

a. Polipagia, poliura, berat badan menurun, polidipsia, lemah, dan somnolen yang
berlangsung agak lama, beberapa hari atau seminggu.
b. Timbulnya ketoadosis dibetikum dan dapat berakibat meninggal jika tidak segera
mendapat penanganan atau tidak diobati segera.
c. Pada diabetes mellitus tipe ini memerlukan adnaya terapi insulin untuk mengontrol
karbohidrat di dalam sel.

Sedangkan manifestasi klinis untuk diabetes tipe II antara lain : Jarang adanya gejala
klinis yamg muncul, diagnose untuk diabetes tipe II ini dibuat setelah adanya pemeriksaan
darah serta tes toleransi glukosa di didalam laboratorium, keadaan hiperglikemi berat,

15
kemudian timbulnya gejala polidipsia, poliuria, lemah dan somnolen, ketoadosis jarang
menyerang pada penderita diabetes mellitus tipe II ini. Ulkus Diabetikum akibat
mikriangiopatik disebut juga ulkus panas walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah
dan terasa hangat oleh peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal. Proses
mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut emboli
memberikan gejala klinis 5 P yaitu :

a. Pain (nyeri).

b. Paleness (kepucatan).

c. Paresthesia (kesemutan).

d. Pulselessness (denyut nadi hilang)

e. Paralysis (lumpuh).

Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari fontaine:

a. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).

b. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten

c Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.

d. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus).

Smeltzer dan Bare (2001: 1220). Klasifikasi : Wagner (1983). membagi gangren kaki
diabetik menjadi enam tingkatan, yaitu:

Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai kelainan
bentuk kaki seperti claw,callus . 18

Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.

Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.

Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.

Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.

Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.

16
4.8 Komplikasi

Ulkus diabetik merupakan salah satu komplikasi akut yang terjadi pada penderita
Diabetes Mellitus tapi selain ulkus diabetik antara lain :

a. Komplikasi Akut.
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka pendek
dari glukosa darah. Hipoglikemik dan ketoadosis diabetik masuk ke dalam komplikasi
akut.
b. Komplikasi kronik.
Yang termasuk dalam komplikasi kronik ini adalah makrovaskuler dimana
komplikasi ini menyerang pembuluh darah besar, kemudian mikrovaskuler yang
menyerang ke pembuuluh darah kecil bisa menyerang mata(retinopati), dan ginjal.
Komplikasi kronik yang ketiga yaitu neuropati yang mengenai saraf. Dan yang
terakhir menimbulkan gangren.
c. Komplikasi jangka panjang
Dapat menyebabkan penyakit jantung dan gagal ginjal, impotensi dan infeksi,
gangguan penglihatan (mata kabur bahkan kebutaan), luka infesi dalam ,
penyembuhan luka yang jelek.
d. Komplikasi pembedahan
Dalam perawatan pasien post debridement komplikasi dapat terjadi seperti
infeksi jika perawatan luka tidak ditangani dengan prinsip steril.

17
BAB V

HIPOTESIS AWAL

5.1 Ketoasidosis
Ketoasidosis adalah salah satu komplikasi akut Diabetes Melitus yang terjadi
disebabkan karena kadar glukosa pada darah sangat tinggi. Keadaan tersebut merupakan
keadaan serius yang dapat mengancam jiwa. Kondisi ketoasidosis dapat terjadi kapan saja
terutama pada penderita Diabetes Melitus tipe 1. Berbeda dengan Diabetes Melitus tipe 1,
pada Diabetes Melitus tipe 2, ketoasidosis terjadi pada keadaan-keadaan tertentu. Hal ini
karena biasanya penderita Diabetes Melitus tipe 2 lebih sering mengalami koma hiperosmolar
non ketotik.
Gejala-gejala yang pertama kali timbul sama seperti gejala-gejala Diabetes Melitus
yang tidak diobati. Yakni, mulut kering, rasa haus, intensitas buang air kecil jadi lebih sering
(poliuria). Gejala lainnya seperti mual, muntah, dan nyeri perut bisa juga terjadi. Gejala-
gejala selanjutnya dapat berupa seperti kesulitan bernafas, rasa dehidrasi, rasa mengantuk dan
yang paling berat keadaan koma.

Penyebab terjadinya ketoasidosis dikaitkan dengan kadar hormon insulin pada darah
yang rendah. Keadaaan kadar insulin pada darah yang rendah menyebabkan kadar glukosa
pada darah menjadi tinggi.

5.2 Hipertensi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah kondisi umum di mana kekuatan aliran
dari darah terhadap dinding arteri Anda cukup tinggi. Hipertensi akan meningkatkan risiko
penyakit jantung dan stroke. Hipertensi termasuk obesitas, terlalu banyak minum alkohol,
merokok, dan riwayat keluarga. Salah satu aspek yang paling berbahaya dari hipertensi
adalah bahwa setiap individu mungkin tidak tahu bahwa memilikinya karena tidak pernah
memeriksakan tekanan darahnya. Hampir sepertiga dari orang-orang yang memiliki tekanan
darah tinggi tidak tahu itu. Satu-satunya cara untuk mengetahui apakah tekanan darah tinggi
adalah melalui pemeriksaan tekanan darah yang teratur. Hal ini terutama penting jika kita
memiliki saudara atau keturunan tekanan darah tinggi.

18
BAB VI

ANALISIS DARI DIFIRERENTIAL DIAGNOSIS

6.1 Gejala Klinis

Gejala diabetes dapat dikelompokkan menjadi dua,yaitu :

1. Gejala Akut

Pada permulaan gejala yang ditunjukkan meliputi tiga serba banyak yaitu:

a. Banyak makan (polifagia)


b. Banyak minum (polidipsi)
c. Banyak kencing (poliuria)

Dalam fase ini biasanya penderita menunjukkan berat badan yang terus bertambah,
karena pada saat itu jumlah insulin masih mencukupi. Apabila keadaan ini tidak segera
diobati maka akan timbul keluhan lain yang disebabkan oleh kurangnya insulin. Keluhan
tersebut diantaranya:

a. nafsu makan berkurang


b. banyak minum
c. banyak kencing
d. berat badan turun dengan cepat
e. mudah lelah

bila tidak segera diobati,penderita akan merasa mual bahkan penderita akan jatuh
koma (koma diabetik).

2. Gejala Kronik

Gejala kronik akan timbul setelah beberapa bulan atau beberapa tahun setelah penderita
menderita diabetes. Gejala kronik yang sering dikeluhkan oleh penderita, yaitu:

a. Kesemutan dan kram


b. Kulit terasa panas dan Terasa tebal dikulit
c. Lelah dan Mudah mengantuk
d. Mata kabur
e. Gatal disekitar kemaluan
19
f. Gigi mudah goyah dan mudah lepas
g. Kemampuan seksual menurun
h. bagi penderita yang sedang hamil akan mengalami keguguran atau kematian janin
dalam kandungan atau berat bayi lahir lebih dari 4 kg.

6.2 Pemeriksan Fisik

Pada pemeriksaan fisik penderita DM tipe II sering tidak ditemukan gambaran khas.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi pengukuran tinggi badan dan berat badan,
pengukuran tekanan darah termasuk tekanan darah posisi berdiri dan tidur untuk mengetahui
kemungkinan hipotensi ortostatis. Pemeriksaan palpasi nadi, pemeriksaan kulit apakah
ditemukan acantosis nigricans dan bekas penyuntikan insulin, apakah ditemukan kelainan
neuropati dan kelainan kulit akibat komplikasi mikrovaskuler DM tipe II. Dan perlu
dilakukan pemeriksaan neurologis.

6.3 Pemeriksaan Penunjang

Untuk penegakan diagnosis DM tipe II yaitu dengan pemeriksaan glukosa darah dan
pemeriksaan glukosa peroral (TTGO). Sedangkan untuk membedakan DM tipe II dan DM
tipe I dengan pemeriksaan C-peptide.

1. Pemeriksaan glukosa darah

a) Glukosa Plasma Vena Sewaktu

Pemeriksaan gula darah vena sewaktu pada pasien DM tipe II dilakukanpada pasien
DM tipe II dengan gejala klasik seprti poliuria, polidipsia dan polifagia. Gula darah sewaktu
diartikan kapanpun tanpa memandang terakhir kali makan. Dengan pemeriksaan gula darah
sewaktu sudah dapat menegakan diagnosis DM tipe II. Apabila kadar glukosa darah sewaktu
200 mg/dl (plasma vena) maka penderita tersebut sudah dapat disebut DM. Pada penderita
ini tidak perlu dilakukan pemeriksaan tes toleransi glukosa.

b) Glukosa Plasma Vena Puasa

Pada pemeriksaan glukosa plasma vena puasa, penderita dipuasakan 8-12 jam
sebelum tes dengan menghentikan semua obat yang digunakan, bila ada obat yang harus

20
diberikan perlu ditulis dalam formulir. Intepretasi pemeriksan gula darah puasa sebagai
berikut : kadar glukosa plasma puasa < 110 mg/dl dinyatakan normal, 126 mg/dl adalah
diabetes melitus, sedangkan antara 110-126 mg/dl disebut glukosa darah puasa terganggu
(GDPT). Pemeriksaan gula darah puasa lebih efektif dibandingkan dengan pemeriksaan tes
toleransi glukosa oral.

c) Glukosa 2 jam Post Prandial (GD2PP)

Tes dilakukan bila ada kecurigaan DM. Pasien makan makanan yang mengandung
100gr karbohidrat sebelum puasa dan menghentikan merokok serta berolahraga. Glukosa 2
jam Post Prandial menunjukkan DM bila kadar glukosa darah 200 mg/dl, sedangkan nilai
normalnya 140. Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) apabila kadar glukosa > 140 mg/dl
tetapi < 200 mg/dl.

d) Glukosa jam ke-2 pada Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)

Pemeriksan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) dilakukan apabila pada pemeriksaan
glukosa sewaktu kadar gula darah berkisar 140-200 mg/dl untuk memastikan diabetes atau
tidak. Sesuai kesepakatan WHO tahun 2006,tatacara tes TTGO dengan cara melarutkan
75gram glukosa pada dewasa, dan 1,25 mg pada anak-anak kemudian dilarutkan dalam air
250-300 ml dan dihabiskan dalam waktu 5 menit.TTGO dilakukan minimal pasien telah
berpuasa selama minimal 8 jam. Penilaian adalah sebagai berikut;

a. Toleransi glukosa normal apabila 140 mg/dl.


b. Toleransi glukosa terganggu (TGT) apabila kadar glukosa > 140 mg/dl tetapi < 200
mg/dl.
c. Toleransi glukosa 200 mg/dl disebut diabetes melitus.

2. Pemeriksaan HbA1c

HbA1c merupakan reaksi antara glukosa dengan hemoglobin, yang tersimpan dan
bertahan dalam sel darah merah selama 120 hari sesuai dengan umur eritrosit. Kadar HbA1c
bergantung dengan kadar glukosa dalam darah, sehingga HbA1c menggambarkan rata-rata
kadar gula darah selama 3 bulan. Sedangkan pemeriksaan gula darah hanya mencerminkan
saat diperiksa, dan tidak menggambarkan pengendalian jangka panjang. Pemeriksaan gula
darah diperlukan untuk pengelolaaan diabetes terutama untuk mengatasi komplikasi akibat
perubahan kadar glukosa yang berubah mendadak.

21
BAB VII
HIPOTESIS AKHIR

7.1 Diagnosis
Keluhan dan gejala yang khas (trio-P, yaitu meliputi Poliuria ( banyak kencing),
Polidipsi (banyak minum) dan Polipagio ( banyak makan)) ditambah hasil pemeriksaan
glukosa acak 550 mg/dl, dan urine glukosa: +++ sudah cukup untuk menegakkan diagnosis
DM. Untuk diagnosis DM dan gangguan toleransi glukosa lainnya diperiksa glukosa darah 2
jam setelah beban glukosa. Sekurang-kurangnya diperlukan kadar glukosa darah 2 kali
abnormal untuk konfirmasi diagnosis DM pada hari yang lain atau Tes Toleransi Glukosa
Oral (TTGO) yang abnormal. Konfirmasi tidak diperlukan pada keadaan khas hiperglikemia
dengan dekompensasi metabolik akut, seperti ketoasidosis, berat badan yang menurun cepat .
Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik
dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala DM, sedangkan pemeriksaan penyaring
bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, tetapi punya resiko DM (usia
> 45 tahun, berat badan lebih, hipertensi, riwayat keluarga DM, riwayat abortus berulang,
melahirkan bayi > 4000 gr, kolesterol HDL <= 35 mg/dl, atau trigliserida 250 mg/dl). Uji
diagnostik dilakukan pada mereka yang positif uji penyaring.
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah
sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi glukosa
oral (TTGO) standar.

22
BAB VIII
MEKANISME DIAGNOSIS

IDENTITAS PASIEN PEMERIKSAAN FISIK

Nama :Tn.AndiWijaya Keadaan Umum: lemas


Umur :50 tahun Kesadaran: komposmentis
Alamat :Kedondong Kidul II/17 Berat Badan:90 kg
Surabaya Tinggi Badan:160 cm
Pekerjaan :Salesman Vital Sign:
- Tensi: 140/90 mmHg
- Nadi: 80 x/menit
ANAMNESA
- RR: 24 x/menit
Keluhan utama: rasa haus yang berlebihan. - Suhu: 37C
Riwayat penyakit sekarang: Hasil Pemeriksaan:
- Rasa haus yang berlebihan sejak kurang Kepala/Leher:
lebih 1 minggu yang lalu. Anemi:-/-,Ikterus:-/-,Sianosis:-/-,Dispnea:-/-
- Sudah banyak minum tetap saja Lain-lain:dalam batas normal.
dirasakan haus. Thorak:
- Bolak-balik kencing. Cor: S1-S2 tunggal, murmur-
- Saat kencing tidak dirasakan nyeri,tidak Pulmo:
terasa panas,dan air kencingnya tidak Gerak nafas simestris, bentuk normal, suara nafas
merah. vesikuler pada semua lapang dada ronkhi-/-, wheezing-/-
- Dalam sehari bisa kencing tiap 1 jam. Abdomen:
- Sering merasa lapar,walaupun sudah Supel, nyeri tekan negatif, Hepar/Lien/Renal: tidak
makan banyak. teraba
- Berat badannya dalam 1 bulan ini turun 5 Ekstrimitas: Edema:-/-, lain-lain: dalam batas normal
kg.
Riwayat penyakit dahulu :
- Tidak memiliki riwayat tekanan darah
tinggi
- Tidak pernah sakit kencing manis. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Riwayat penyakit keluarga: Hasil Pemeriksaan Laboratorium :
- Ayah usia 71 tahun menderita kencing - Glukosa acak = 550 mg/dl
manis. - Urine : glukosa : +++
- Ibu sudah meninggal memiliki riwayat
kencing manis.
Riwayat pengobatan :
- Belum pernah berobat.
DIAGNOSIS AKHIR
Riwayat sosial :
- Merokok 1 pak/hari dan jarang berolah
DIABETES MELITUS TIPE 2
raga.

23
BAB IX

STRATEGI PENYELESAIAN MASALAH

9.1 Penatalaksanaan

Tujuan utama dari pengobatan diabetes adalah untuk mempertahankan kadar gula
darah dalam kisaran yang normal. Namun, kadar gula darah yang benar-benar normal sulit
untuk dipertahankan. Meskipun demikian, semakin mendekati kisaran yang normal, maka
kemungkinan terjadinya komplikasi sementara maupun jangka panjang menjadi semakin
berkurang. Untuk itu diperlukan pemantauan kadar gula darah secara teratur baik dilakukan
secara mandiri dengan alat tes kadar gula darah sendiri di rumah atau dilakukan di
laboratorium terdekat. Pengobatan diabetes meliputi pengendalian berat badan, olah raga dan
diet. Seseorang yang obesitas dan menderita diabetes tipe 2 tidak akan memerlukan
pengobatan jika mereka menurunkan berat badannya dan berolah raga secara teratur. Namun,
sebagian besar penderita merasa kesulitan menurunkan berat badan dan melakukan olah raga
yang teratur. Karena itu biasanya diberikan terapi sulih insulin atau obat hipoglikemik
(penurun kadar gula darah) per-oral.

Diabetes tipe 1 hanya bisa diobati dengan insulin tetapi tipe 2 dapat diobati dengan
obat oral. Jika pengendalian berat badan dan berolahraga tidak berhasil maka dokter
kemudian memberikan obat yang dapat diminum (oral = mulut) atau menggunakan insulin.
Berikut ini pembagian terapi farmakologi untuk diabetes, yaitu:

1. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)

Golongan sulfonilurea seringkali dapat menurunkan kadar gula darah secara adekuat
pada penderita diabetes tipe II, tetapi tidak efektif pada diabetes tipe I. Contohnya adalah
glipizid, gliburid, tolbutamid dan klorpropamid. Obat ini menurunkan kadar gula darah
dengan cara merangsang pelepasan insulin oleh pankreas dan meningkatkan
efektivitasnya.

Obat lainnya, yaitu metformin, tidak mempengaruhi pelepasan insulin tetapi


meningkatkan respon tubuh terhadap insulinnya sendiri. Akarbos bekerja dengan cara
menunda penyerapan glukosa di dalam usus. Obat hipoglikemik per-oral biasanya

24
diberikan pada penderita diabetes tipe II jika diet dan oleh raga gagal menurunkan kadar
gula darah dengan cukup. Obat ini kadang bisa diberikan hanya satu kali (pagi hari),
meskipun beberapa penderita memerlukan 2-3 kali pemberian. Jika obat hipoglikemik
per-oral tidak dapat mengontrol kadar gula darah dengan baik, mungkinperlu diberikan
suntikan insulin.

2. Terapi Sulih Insulin


Pada diabetes tipe 1, pankreas tidak dapat menghasilkan insulin sehingga harus
diberikan insulin pengganti. Pemberian insulin hanya dapat dilakukan melalui suntikan,
insulin dihancurkan di dalam lambung sehingga tidak dapat diberikan per-oral (ditelan).
Bentuk insulin yang baru (semprot hidung) sedang dalam penelitian. Pada saat ini, bentuk
insulin yang baru ini belum dapat bekerja dengan baik karena laju penyerapannya yang
berbeda menimbulkan masalah dalam penentuan dosisnya.
Insulin disuntikkan dibawah kulit ke dalam lapisan lemak, biasanya di lengan, paha
atau dinding perut. Digunakan jarum yang sangat kecil agar tidak terasa terlalu nyeri.
Insulin terdapat dalam 3 bentuk dasar, masing-masing memiliki kecepatan dan lama kerja
yang berbeda:

1. Insulin kerja cepat.

Contohnya adalah insulin reguler, yang bekerja paling cepat dan paling
sebentar. Insulin ini seringkali mulai menurunkan kadar gula dalam waktu 20
menit, mencapai puncaknya dalam waktu 2-4 jam dan bekerja selama 6-8 jam.
Insulin kerja cepat seringkali digunakan oleh penderita yang menjalani beberapa
kali suntikan setiap harinya dan disutikkan 15-20 menit sebelum makan.

2. Insulin kerja sedang.

Contohnya adalah insulin suspensi seng atau suspensi insulin isofan.


Mulai bekerja dalam waktu 1-3 jam, mencapai puncak maksimun dalam waktu 6-
10 jam dan bekerja selama 18-26 jam. Insulin ini bisa disuntikkan pada pagi hari
untuk memenuhi kebutuhan selama sehari dan dapat disuntikkan pada malam hari
untuk memenuhi kebutuhan sepanjang malam.

3. Insulin kerja lambat.

25
Contohnya adalah insulin suspensi seng yang telah dikembangkan.
Efeknya baru timbul setelah 6 jam dan bekerja selama 28-36 jam.

Sediaan insulin stabil dalam suhu ruangan selama berbulan-bulan sehingga bisa
dibawa kemana-mana. Pemilihan insulin yang akan digunakan tergantung kepada:

o Keinginan penderita untuk mengontrol diabetesnya


o Keinginan penderita untuk memantau kadar gula darah dan menyesuaikan
dosisnya
o Aktivitas harian penderita
o Kecekatan penderita dalam mempelajari dan memahami penyakitnya
o Kestabilan kadar gula darah sepanjang hari dan dari hari ke hari

Sediaan yang paling mudah digunakan adalah suntikan sehari sekali dari insulin kerja
sedang. Tetapi sediaan ini memberikan kontrol gula darah yang paling minimal.
Kontrol yang lebih ketat bisa diperoleh dengan menggabungkan 2 jenis insulin, yaitu insulin
kerja cepat dan insulin kerja sedang. Suntikan kedua diberikan pada saat makan malam atau
ketika hendak tidur malam. Kontrol yang paling ketat diperoleh dengan menyuntikkan insulin
kerja cepat dan insulin kerja sedang pada pagi dan malam hari disertai suntikan insulin kerja
cepat tambahan pada siang hari. Beberapa penderita usia lanjut memerlukan sejumlah insulin
yang sama setiap harinya; penderita lainnya perlu menyesuaikan dosis insulinnya tergantung
kepada makanan, olah raga dan pola kadar gula darahnya. Kebutuhan akan insulin bervariasi
sesuai dengan perubahan dalam makanan dan olah raga.

Beberapa penderita mengalami resistensi terhadap insulin. Insulin tidak sepenuhnya


sama dengan insulin yang dihasilkan oleh tubuh, karena itu tubuh bisa membentuk
antibodi terhadap insulin pengganti. Antibodi ini mempengaruhi aktivitas insulin
sehingga penderita dengan resistansi terhadap insulin harus meningkatkan dosisnya.
Penyuntikan insulin dapat mempengaruhi kulit dan jaringan dibawahnya pada tempat
suntikan. Kadang terjadi reaksi alergi yang menyebabkan nyeri dan rasa terbakar, diikuti
kemerahan, gatal dan pembengkakan di sekitar tempat penyuntikan selama beberapa jam.
Suntikan sering menyebabkan terbentuknya endapan lemak (sehingga kulit tampak
berbenjol-benjol) atau merusak lemak (sehingga kulit berlekuk-lekuk). Komplikasi
tersebut bisa dicegah dengan cara mengganti tempat penyuntikan dan mengganti jenis
insulin. Pada pemakaian insulin manusia sintetis jarang terjadi resistensi dan alergi.

26
Pengaturan diet sangat penting. Biasanya penderita tidak boleh terlalu banyak makan
makanan manis dan harus makan dalam jadwal yang teratur. Penderita diabetes
cenderung memiliki kadar kolesterol yang tinggi, karena itu dianjurkan untuk membatasi
jumlah lemak jenuh dalam makanannya. Tetapi cara terbaik untuk menurunkan kadar
kolesterol adalah mengontrol kadar gula darah dan berat badan. Semua penderita
hendaknya memahami bagaimana menjalani diet dan olah raga untuk mengontrol
penyakitnya. Mereka harus memahami bagaimana cara menghindari terjadinya
komplikasi. Penderita juga harus memberikan perhatian khusus terhadap infeksi kaki
sehingga kukunya harus dipotong secara teratur. Penting untuk memeriksakan matanya
supaya bisa diketahui perubahan yang terjadi pada pembuluh darah di mata.

9.2 Keperawatan dan Penatalaksanaan Medis

1. Medis

Menurut Soegondo (2006: 14), penatalaksanaan Medis pada pasien dengan Diabetes
Mellitus meliputi:

a. Obat hiperglikemik oral (OHO).

Berdasarkan cara kerjanya OHO dibagi menjadi 4 golongan :

1. Pemicu sekresi insulin.


2. Penambah sensitivitas terhadap insulin.
3. Penghambat glukoneogenesis.
4. Penghambat glukosidase alfa.

b. Insulin Insulin diperlukan pada keadaan :

1. Penurunan berat badan yang cepat.


2. Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.
3. Ketoasidosis diabetik.

c. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.

Terapi Kombinasi Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis
rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa
darah.

27
2. Keperawatanan

Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadap ulkus antara lain dengan
antibiotika atau kemoterapi. Perawatan luka dengan 20 mengompreskan ulkus dengan larutan
klorida atau larutan antiseptic ringan. Misalnya rivanol dan larutan kalium permanganate 1 :
500 mg dan penutupan ulkus dengan kassa steril. Alat-alat ortopedi yang secara mekanik
yang dapat merata tekanan tubuh terhadap kaki yang luka amputasi mungkin diperlukan
untuk kasus DM. Menurut Smeltzer dan Bare (2001: 1226), tujuan utama penatalaksanaan
terapi pada Diabetes Mellitus adalah menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa darah,
sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk menghindari terjadinya komplikasi. Ada
beberapa komponen dalam penatalaksanaan Ulkus Diabetik:

a. Diet

Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk memberikan semua unsur
makanan esensial, memenuhi kebutuhan energi, mencegah kadar glukosa darah yang tinggi
dan menurunkan kadar lemak.

b. Latihan

Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan menurunkan kadar
glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki
pemakaian kadar insulin.

c. Pemantauan

Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa darah secara mandiri diharapkan pada
penderita diabetes dapat mengatur terapinya secara optimal.

d. Terapi (jika diperlukan)

Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk mengendalikan kenaikan
kadar glukosa darah sesudah makan dan pada malam hari.

e. Pendidikan

Tujuan dari pendidikan ini adalah supaya pasien dapat mempelajari keterampilan
dalam melakukan penatalaksanaan diabetes yang mandiri dan mampu menghindari
komplikasi dari diabetes itu sendiri.

f. Kontrol nutrisi dan metabolik

28
Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyembuhan luka.
Adanya anemia dan hipoalbuminemia akan berpengaruh dalam proses penyembuhan. Perlu
memonitor Hb diatas 12 gram/dl dan pertahankan albumin diatas 3,5 gram/dl. Diet pada
penderita DM dengan selulitis atau gangren diperlukan protein tinggi yaitu dengan komposisi
protein 20%, lemak 20% dan karbohidrat 60%. Infeksi atau inflamasi dapat mengakibatkan
fluktuasi kadar gula darah yang besar. Pembedahan dan pemberian antibiotika pada abses
atau infeksi dapat membantu mengontrol gula darah. Sebaliknya penderita dengan
hiperglikemia yang tinggi, kemampuan melawan infeksi turun sehingga kontrol gula darah
yang baik harus diupayakan sebagai perawatan pasien secara total.

g. Stres Mekanik

Perlu meminimalkan beban berat (weight bearing) pada ulkus. 22 Modifikasi weight
bearing meliputi bedrest, memakai crutch, kursi roda, sepatu yang tertutup dan sepatu khusus.
Semua pasien yang istirahat ditempat tidur, tumit dan mata kaki harus dilindungi serta kedua
tungkai harus diinspeksi tiap hari. Hal ini diperlukan karena kaki pasien sudah tidak peka lagi
terhadap rasa nyeri, sehingga akan terjadi trauma berulang ditempat yang sama menyebabkan
bakteri masuk pada tempat luka.

h. Tindakan Bedah

Berdasarkan berat ringannya penyakit menurut Wagner maka tindakan pengobatan


atau pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut:

a. Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada.


b. Derajat I - V : pengelolaan medik dan bedah minor.

29
BAB X

PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI

10.1 Prognosis

Prognosis Diabetes Melitus usia lanjut tergantung pada beberapa hal dan tidak
selamanya buruk, pasien usia lanjut dengan Diabetes Melitus tri II (Diabetes Melitus III)
yang terawat baik prognosisnya baik pada pasien Diabetes Melitus usia lanjut yang jatuh
dalam keadaan koma hipoklikemik atau hiperosmolas, prognosisnya kurang baik.
Hipoklikemik pada pasien usia lanjut biasanya berlangsung lama dan serius dengan akibat
kerusakan otak yang permanen. Karena hiporesmolas adalah komplikasi yang sering
ditemukan pada usia lanjut dan angka kematiannya tinggi.

10.2 Komplikasi

Beberapa komplikasi dari Diabetes Mellitus (Mansjoer dkk, 1999) adalah :

a) Akut

- Hipoglikemia dan hiperglikemia

b) Komplikasi menahun Diabetes Mellitus

1) Penyakit makrovaskuler : mengenai pembuluh darah besar, penyakit jantung koroner


(cerebrovaskuler, penyakit pembuluh darah kapiler).

2) Penyakit mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah kecil, retinopati, nefropati.

3) Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstrimitas), saraf otonom berpengaruh pada
gastro intestinal, kardiovaskuler (Suddarth and Brunner, 1990).

4) Proteinuria

5) Kelainan coroner

6) Ulkus/gangren

Adapun grade ulkus diabetikum antara lain:

(a) Grade 0 : tidak ada luka

30
(b) Grade I : kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit

(c) Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang

(d) Grade III : terjadi abses

(e) Grade IV : Gangren pada kaki bagian distal

(f) Grade V : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai bawah distal

Komplikasi Diabetes Melitus dapat dibagi 2 yaitu :

a. Komplikasi metabolik akut

Komplikasi metabolik diabetes merupakan akibat perubahan yang relatif akut dari
kadar glukosa plasma. Komplikasi metabolik yang paling serius adalah ketoadosis diabetik.
Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemia dan glukosuria berat,
penurunan lipognesis, peningkatan liposis dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas
disertai pembentukan benda keton (asetosetat, hidroksibutirat, dan aseton). Peningkatan keton
dalam plasma mengakibatkan ketosis, peningkatan beban ion hidrogen dan asidosis
metabolik. Glukosuria dan ketonuria yang jelas juga dapat mengakibatkan diuresis osmotik
dengan hasil akhir dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Pasien dapat menjadi hipotensi dan
mengalami syok. Akhirnya, akibat penurunan penggunaan oksigen otak, pasien akan
mengalami koma dan meninggal.

b. Komplikasi vaskular jangka panjang

Yang termasuk komplikasi vaskular jangka panjang adalah:

a. Nefropati Diabetik

Keluhan yang tersering adalah rasa kesemutan, rasa lemah dan baal. Manifertasi lain
dari nenropati diabetik adalah adanya hiportensi aotostatik serta gangguan pengeluaran
keringat. Terkadang dapat pula terjadi inkontinensia fekal dan urin.

b. Retinopati Diabetik

Manifertasi diri metinupati berupa mikronenrisma dari areriola retina. Akibatnya


terjadi perdarahan, neovaskularisasi dan jaringan pant retina yang dapat mengakibatkan
kebutaan. Selain itu katarak pada pasien diabetes melitus dapat terjadi lebih dini.

31
c. Nefrotika Diabetik

Pasien dengan nefrotik diabetik dapat menunjukkan gambaran gagal ginjal menahun
seperti lemas, mual, pucat sampai keluhan sesak nafas akibat penimbungan cairan.
Menifertasi dini dari nefrotik diabetik juga berupa hipertensi dan proteinia.

d. Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah terjadinya kekurangan glukosa dalam tubuh sehingga kan


menimbulkan gangguan fungsi otak, kerusakan jaringan atau mungkin kematian apabila
berkepanjangan. Hipoglikemia pada pasien Diabetes Melitus kadang dihubungkan dengan
gangguan pengguanaan obat-obatan sulfonslurea dan insulin. Hipomerupakan salah satu
komplikasi Diabetes Melitus yang sering terjadi.

32
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. BAB II Tinjauan Pustaka. http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/3/jtptunimus-


gdl-s1-2007-aniknimatu-101-2-bab2.pdf diakses pada tanggal 10 Oktober 2017 pukul 15.00
WIB

Handayani, A Nur. 2015. BAB II. http://eprints.ums.ac.id/33983/11/BAB%20II.pdf diakses


pada tanggal 10 Oktober 2017 pukul 13.00 WIB

Permatasari, AA. 2014. BAB II Kajian Pustaka. http://etheses.uin-


malang.ac.id/1190/6/08620015_Bab_2.pdf diakses pada tanggal 11 Oktober 2017 pukul
14.00 WIB

Anonim. BAB II Tinjauan Pustaka Pancreas.


http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/56361/Chapter%20II.pdf?sequence=4
&isAllowed=y diakses pada tangga; 12 Oktober 2017 pukul 16.00 WIB

Anonim. Diabetes Mellitus Gejala Klinis Dan Komplikasi.


http://rajawana.com/artikel/kesehatan/368-diabetes-mellitus-gejala-klinis-dan-komplikasi.pdf
diakses pada tanggal 12 Oktober 2017 pukul 19.00 WIB

33

You might also like