Professional Documents
Culture Documents
Analis Pengembangan Sains Di SD PDF
Analis Pengembangan Sains Di SD PDF
I Wayan Suja
Abstract: The Need Analysis in Developing Science Textbook Based on Balinese Cultural
Paedagogy. The aim of the research was to analyze the need for developing science textbook for
primary students, which accommodate indigenous science content and pedagogical context Catur
Pramana. The research subjects were science curriculum of primary school, characteristics of
Balinese indigenous science concepts, and the condition of the carrying capacity of the school to
science learning based on content and pedagogical context Catur Pramana. The data were
collected by interview, questionnaire, and check list, and were analyzed descriptively. The result
showed that: 1) the entire competency standard and 99.16% of its basic competencies were strategic
to be taught by learning circle of Catur Pramana; 2) the relevant indigenous science concepts that
were integrated to the science curriculum of primary school, involved local wisdom about
environmental arrangement, animals classification, health care, the use of matter properties for
making traditional equipment, Balinese space and time conception, use and thrifty of energy, and so
on; 3) the capacity support of human resources and learning facilities need to be improved for the
implementation of science learning based on indigenous science concepts and pedagogical context
of Catur Pramana.
Kata-kata Kunci: pedagogi budaya Bali, sains asli, dan catur pramana
Sampai sekarang, kurikulum Sains yang pendidikan Sains dalam pendidikan nasional. Di
diberlakukan di sekolah-sekolah formal, mulai Barat, sains dipandang sebagai subkultur, dan
dari Taman Kanak-kanak (TK) sampai dengan menjadi faktor penentu perkembangan budaya-
Perguruan Tinggi, cenderung diadopsi dari Barat. nya. Atas dasar itu, secara tidak sadar guru telah
Ini adalah salah satu bukti ketidakmandirian memperkenalkan siswa dengan budaya Barat
84
Suja, Analisis Kebutuhan Pengembangan Buku Ajar Sains SD 85
dalam mengajarkan Sains. Selain itu, model- termasuk mengintegrasikan konten sains asli dan
model pembelajaran Sains yang diterapkan oleh melakukan pembelajaran sesuai dengan budaya
guru-guru juga dikembangkan dari tradisi Barat. belajar siswa. Penelitian yang dilakukan oleh
Mengingat budaya Barat yang mendasari Suja, dkk. (2009b) menunjukkan, bahwa Bali
pengembangan sains, dan pembelajarannya memiliki banyak konsep tentang sains yang
berbeda dengan budaya siswa, maka pembelajar- layak diintegrasikan ke dalam pembelajaran
an Sains di sekolah berpotensi menimbulkan karena diperlukan oleh siswa untuk kehidupan
ketidakcocokan (clash) dan konflik (conflict) bermasyarakat. Selanjutnya, berkaitan dengan
pada diri siswa (Retug, dkk., 2010). pembelajaran yang tidak bisa lepas dari latar
Jegede dan Aikenhead (2002) telah mela- belakang budaya siswa dan karakteristik materi
kukan review terhadap beberapa penelitian ajar, masyarakat Bali telah memiliki cara untuk
berkaitan dengan keterkaitan budaya terhadap memperoleh ilmu pengetahuan, yang dikenal
pembelajaran Sains di beberapa negara non sebagai Catur Pramana (Suja, dkk., 2009a).
Barat. Hasil penelitian-penelitian itu secara Catur Pramana mencakup pengamatan (pratyak-
umum menunjukkan bahwa siswa pribumi cen- sa), penalaran (anumana), pemodelan dan
derung tidak mampu melintasi batas budayanya. analogi (upamana), serta kesaksian (sabda) dari
Dengan perkataan lain, latar belakang budaya orang yang dapat dipercaya.
siswa menjadi salah satu faktor pembatas bagi Mengingat dalam pembelajaran guru
siswa untuk memahami konsep-konsep sains cenderung mengacu pada buku sumber, maka
sekolah (Barat). Sehubungan dengan itu, Stanley dalam penelitian ini akan dilakukan analisis
& Brickhouse (2001) menyarankan agar pem- kebutuhan untuk selanjutnya dijadikan pijakan
belajaran Sains di sekolah (perguruan tinggi) pengembangan buku ajar sains SD bermuatan
menyeimbangkan antara sains Barat (sains konten sains asli Bali dan konteks pedagogi
modern) dengan sains asli (sains tradisional) Catur Pramana. Agar dapat memberikan perla-
menggunakan pendekatan lintas budaya (cross- kuan secara cermat dan tepat, penelitian ini
culture). Pendapat senada juga disampaikan oleh diawali dengan analisis isi kurikulum, serta
Cobern dan Aikenhead (dalam Suastra, 2005), kebutuhan dan potensi yang dimiliki masing-
yang menyatakan jika subkultur sains sekolah masing sekolah untuk mengimplementasikan
harmonis dengan kehidupan sehari-hari siswa, amanat kurikulum. Secara umum, tujuan peneli-
maka pengajaran Sains akan memperkuat tian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.
pandangan siswa tentang alam semesta. Pertama, menentukan profil standar kompetensi
Untuk mencegah ketercerabutan siswa (SK) dan kompetensi dasar (KD) Sains SD yang
dari akar budayanya sebagai efek samping dari strategis diajarkan dengan siklus belajar Catur
pembelajaran Sains sekolah, Sardjiyo & Pannen Pramana. Kedua, mengidentifikasi karakteristik
(2005) menyarankan agar lingkungan budaya konsep-konsep sains asli Bali yang relevan
siswa bisa dibawa ke dalam pembelajaran. diintegasikan ke dalam kurikulum Pendidikan
Menurut mereka, lingkungan belajar yang sesuai Sains SD. Ketiga, memaparkan kondisi daya
dengan latar belakang budaya siswa akan dukung sekolah terhadap pembelajaran Sains
membuatnya lebih nyaman, lebih menyenang- dengan mengintegrasikan konten sains asli dan
kan, dan lebih memungkinkan untuk berperan konteks pedagogi Catur Pramana.
aktif dalam pembelajaran yang pada akhirnya
akan bermuara pada hasil belajarnya. Hal senada
METODE
juga disampaikan oleh Mlcek (2011), berdasar-
kan penelitiannya di kalangan siswa pribumi Fokus penelitian ini adalah analisis potensi
Australia dan Selandia Baru, bahwa pembel- dan kebutuhan pembelajaran Sains yang akan
ajaran yang efektif memberikan ruang bagi siswa digunakan sebagai landasan dalam pengembang-
untuk mempelajari dan mengerjakan sesuatu an buku ajar sains SD bermuatan konten sains
menurut tatacaranya sendiri. asli dan konteks pedagogi Catur Pramana.
Seiring dengan pemberlakuan Kurikulum Subjek penelitian adalah kurikulum Sains SD
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), setiap satuan dan seluruh SD di kota Singaraja pada tahun
pendidikan berhak untuk mengembangkan kuri- ajaran 2010/2011. Objek penelitiannya menca-
kulum sesuai dengan potensi dan kebutuhan kup profil standar kompetensi dan kompetensi
lingkungannya. Dengan demikian, terbukalah dasar sains SD yang strategis diajarkan dengan
peluang bagi guru untuk melakukan inovasi siklus belajar Catur Pramana, karakteristik
pembelajaran Sains berbasis kearifan lokal, konsep-konsep sains asli Bali yang relevan
86 Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, Jilid 44, Nomor 1-3, April 2011, hlm.84-92
mandala), pelestarian lingkungan fisik (tri semprong. Selain bentuk dan strukturnya, pemi-
bhuwana), serta penggolongan makhluk hidup lihan bahan-bahan untuk alat-alat dapur memper-
secara tradisional, yang meliputi manusia timbangkan daya hantar panasnya. Alat-alat
(wong), binatang (sato), ikan (mina), burung ritual selain dibuat dari kayu, bambu, dan tanah,
(manuk), pohon (taru), dan tumbuhan berbuku ada juga dibuat dari logam, misalnya bokor
(buku). (perak), sangku (tembaga), genta (kuningan), dan
Untuk keperluan ritual dan kegiatan adat, gong (perunggu). Lima unsur atau campuran
masyarakat Bali menggunakan klasifikasi yang logam yang banyak digunakan dalam ritual di
lebih rinci. Sebagai contoh, jenis ayam yang Bali, meliputi: perak, tembaga, emas, besi, dan
akan digunakan bahan banten caru (sesaji) timah.
digolongkan berdasarkan warna bulu, warna kulit Selain berkaitan dengan produk sains, ada
kaki, serta bentuk jengger dan cakarnya. beberapa proses sains asli layak diperkenalkan
Berdasarkan variabel-variabel tersebut muncul kepada siswa. Berbagai proses sains yang biasa
berbagai jenis ayam, seperti ayam putih dilakukan masyarakat dan perlu diketahui siswa,
siungan, ayam buik dimpil lima, dan lain- seperti upacara ngaben untuk mengembalikan
lainnya. Selain itu, juga perlu diperkenalkan cara badan kasar menuju Panca Mahabhuta dengan
pelestarian berbagai jenis hewan dan tumbuhan proses pembakaran. Proses lain, misalnya, pem-
dengan model sakralisasi hewan duwe dan alas buatan minyak kelapa dengan pemanasan
angker (hutan larangan). Beberapa hewan duwe (nandusin) untuk merusak lapisan protein yang
(milik penguasa alam niskala), misalnya kera di membungkus minyak dan air dalam santan;
Pura Pulaki dan lembu (sapi putih) di Taro bisa pembuatan tuak, cuka, berem, dan tape melalui
lestari sampai sekarang karena dilindungi dengan proses fermentasi; serta pembuatan arak dari tuak
ancaman niskala bagi mereka yang berani dengan distilasi (penyulingan). Selain itu, juga
mengganggunya. Selain itu, ada beberapa pohon perlu diperkenalkan berbagai bahan-bahan aditif
dikeramatkan jika tumbuh di tempat-tempat alami yang biasa digunakan masyarakat dalam
angker, apalagi di kuburan, misalnya pohon pembuatan masakan tradisional, misalnya daun
beringin, pule, kepah, dan kepuh. Lebih lanjut, salam (penyedap), garam dapur (pengawet), gula
perlu juga disampaikan berbagai penggunaan (pemanis), dan daun suji (pewarna hijau). Peng-
bagian tumbuhan dan hewan untuk keperluan gunaan bahan-bahan aditif tersebut tidak berba-
ritual, pengelompokan dan kastanisasi kayu haya bagi kesehatan manusia.
bahan bangunan tradisional, pemeliharaan kese- Berbagai kearifan lokal yang strategis
hatan dengan yoga dan pengaturan pernafasan diperkenalkan dalam pembelajaran bahan kajian
(pranayama), serta pengobatan tradisional energi dan perubahannya mencakup penggunaan
dengan obat herbal (usadha). energi untuk menggerakkan peralatan tradisional.
Pada bahan kajian benda dan sifatnya Misalnya, alat-alat transportasi menggunakan
strategis diajarkan berbagai konsep sains asli tenaga kuda, air, dan angin; alat-alat pembajak
Bali tentang bahan-bahan peralatan tradisional, sawah menggunakan tenaga sapi dan kerbau;
mulai dari bahan bangunan, alat-alat dapur, dan penggunaan angin untuk menggerakkan alat-alat
berbagai peralatan ritual. Konstruksi bangunan hiburan dan alat-alat musik alam, seperti layang-
tradisional Bali dibuat dari kayu, seseh (batang layang, baling-baling tradisional (pinekan) dan
kelapa), dan bambu, sedangkan atapnya dibuat sunari. Selain itu, juga dapat diajarkan berbagai
dari alang-alang, genteng, ijuk, dan bambu. aplikasi sifat cahaya untuk kehidupan tradisional,
Lebih lanjut, dinding rumah dibuat dari tanah seperti pembuatan aungan (terowongan) agar
(tembok popolan), citakan (bata mentah), bata, tetap lurus dengan bantuan cahaya lampu sentir,
dan dinding bedeg bambu. Pemilihan bahan- pertunjukan wayang kulit menggunakan lampu
bahan tersebut sebagai bahan rumah tradisional blencong, dan ngidu (memanaskan badan)
Bali mempertimbangkan struktur dan sifat dengan api unggun. Lebih lanjut, diperkenalkan
fisikanya. penyimpanan energi kimia dalam adeng (briket),
Alat-alat dapur tradisional dibuat dari tanah dan penghematan penggunaan energi dalam
liat, seperti genduk (gentong), jun, payuk sistem pengungkit. Terakhir, dalam mengajar-
(periuk), cobek (belanga), dan caratan (teko air). kan bahan kajian energi dan sifatnya, kepada
Selain dari tanah, ada juga dibuat dari tempurung siswa juga diinformasikan kearifan lokal Bali
kelapa, seperti: cedok (gayung), sinduk (sendok), dalam menghemat energi dan menjaga kelestari-
dan kau jukut (mangkok). Alat-alat dapur yang an lingkungan dengan melaksanakan Catur
dibuat dari bambu, meliputi kukusan, sepit, dan Brata Panyepian.
88 Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, Jilid 44, Nomor 1-3, April 2011, hlm.84-92
Dalam mengajarkan bahan kajian bumi dan juga dapat dijadikan media untuk menanamkan
alam semesta dapat diperkenalkan sistem wariga kearifan lokal (local wisdom) pada diri siswa.
yang digunakan oleh masyarakat Bali dalam Sebagai contoh, pada saat menjelaskan daur
menentukan waktu; pembabakan waktu dalam hidup beberapa hewan di lingkungan sekitar,
satu hari berdasarkan posisi matahari, seperti misalnya daur hidup kupu-kupu, kepada siswa
ngedaslemahang, tengai tepet, sandikala, dan bisa diajarkan tentang pentingnya pengendalian
sarumua. Selajutnya, berkaitan dengan posisi diri untuk berubah menjadi lebih bermakna
bulan diperkenalkan istilah purnama, pangelong, dibandingkan sebelumnya. Lewat pengendalian
tilem, dan penanggal. Selain itu, juga dapat diri dalam proses metamorfosis, seekor ulat yang
diperkenalkan istilah kala rahu untuk gerhana penampilannya menjijikkan, bulu-bulunya
matahari dan bulan. Perlu juga disampaikan mengandung racun, dan perilakunya merusak
perhitungan kalender Bali menggunakan perpa- tanaman, dapat berubah menjadi seekor kupu-
duan sistem surya pramana (pergerakan mataha- kupu yang cantik, menarik dan berperan mem-
ri) dan candra pramana (pergerakan bulan). bantu penyerbukan pada tanaman. Contoh per-
Berbagai fenomena alam yang juga penting kembangan tersebut, bukan sekedar perubahan
diperkenalkan kepada siswa, meliputi rasi bin- fisik, tetapi evolusi spiritual yang perlu dijadikan
tang untuk kehidupan para petani, fenomena cermin oleh umat manusia dalam berperilaku.
ucur (angin puting beliung), aad dan ebek segara
(pasang surut air laut), gempa besar disertai
Kondisi Daya Dukung Sekolah
surutnya air laut, beserta dampak dan cara
penyelamatan diri dari bencana yang dapat Daya dukung sekolah terhadap pembel-
ditimbulkannya. ajaran Sains bermuatan konten sains asli Bali dan
Siswa juga sangat perlu diberikan atau konteks pedagogi Catur Pramana ditinjau dari
disuruh mencari informasi berkaitan dengan tiga aspek, yaitu: managemen sekolah, sumber
perilaku hewan atau gejala alam tertentu yang daya manusia (SDM), dan sumber daya pendu-
biasa muncul sebelum terjadinya bencana, seperti kung (SDP). Manajemen sekolah secara umum
pergerakan hewan liar turun gunung sebagai terbuka terhadap pembaharuan pendidikan dan
indikator alam menjelang terjadinya letusan aktif mengikuti perkembangan inovasi dalam
gunung berapi. Perlu juga disampaikan jenis- pembelajaran, termasuk siap menerima berbagai
jenis tanah dan penggunaannya bagi masyarakat, informasi yang digali dari budaya lokal. SDM
seperti: tanah legit, tanah ampo, tanah barak, dan guru Sains yang dimiliki oleh masing-masing
tanah pere. Selain itu, dapat juga diperkenalkan sekolah sudah cukup memadai, kecuali satu
berbagai kearifan lokal dalam masyarakat agra- sekolah yang masih meminjam guru Sains ke
ris, seperti sistem teras sering (nyabuk gunung) sekolah lain. Dari enam sekolah sampel, hanya
untuk menghindari erosi, pengaturan irigasi satu sekolah (SD Negeri 3 Banjar Jawa) yang
dengan sistem subak, serta pencegahan hama dan seluruh guru sainsnya sudah tersertifikasi sebagai
menjaga kesuburan tanah dengan sistem kerta- guru profesional, sedangkan di sekolah lain
masa (pengaturan masa tanam). belum tersertifikasi. Kemampuan guru-guru
Setelah dikaji dan disisipi dengan konsep- tersebut untuk mengajarkan sains tergolong
konsep sains asli Bali, ditemukan seluruh standar cukup variatif.
kompetensi yang tercantum dalam kurikulum Walaupun kurikulum sains yang diterapkan
Sains SD memberikan peluang untuk memper- di sekolah mengacu pada penguasaan kompe-
kenalkan konsep-konsep sains asli yang dimiliki tensi, guru masih cenderung mengajarkan sains
oleh masyarakat sebagai latar belakang lingkung- berorientasi pada penguasaan materi (subject
an belajar siswa. Peluang tersebut disebabkan oriented). Dari enam sekolah sampel, materi
kurikulum yang berlaku tidak lagi berorientasi sains yang memiliki prioritas tertinggi diajarkan
pada materi (content oriented), tetapi kompetensi kepada siswa adalah penguasaan fakta, kemudian
(competency oriented). Penjabaran standar kom- secara berturut-turut disusul dengan pengajaran
petensi ke dalam kompetensi dasar menemukan konsep, teori, perhitungan, dan terakhir aplikasi
konsep-konsep sains asli Bali relevan diintegra- konsep/prinsip. Dengan demikian, pengajaran
sikan ke dalam pembelajaran untuk mencapai Sains di SD menurut pandangan siswa didomi-
102 (85,71%) dari 119 kompetensi dasar yang nasi dengan pengenalan fakta dan konsep, serta
disasar dalam pembelajaran Sains SD. jarang dikaitkan dengan penerapannya dalam
Selain sebagai wahana pewarisan konsep- kehidupan nyata. Di sisi lain, menurut guru,
konsep sains asli, pembelajaran Sains sekolah
Suja, Analisis Kebutuhan Pengembangan Buku Ajar Sains SD 89
prioritas pertama yang mereka ajarkan adalah mengajarkan Sains guru sudah berusaha mem-
pemahaman konsep, disusul dengan fakta, dan buat perencanaan pembelajaran yang berpusat
penguasaan teori. Dengan demikian, dapat di- pada siswa, dengan menerapkan pembelajaran
simpulkan bahwa pembelajaran Sains di SD sesuai dengan karakteristik materi ajarnya.
kurang memberikan penekanan pada penggunaan Namun, evaluasi yang diberikan hanya meng-
pengetahuan sains tersebut, termasuk untuk ukur penguasaan konsep, yang bisa dipahami
menyelesaikan permasalahan yang ada dalam siswa hanya dengan membaca buku, tanpa perlu
kehidupan sehari-hari siswa. melakukan praktikum. Selain itu, ada kecen-
Lebih lanjut, berkaitan dengan pembel- derungan guru-guru hanya menggunakan RPP
ajaran Sains sebagai proses, jenis-jenis keteram- yang dibuat bersama oleh Musyawarah Guru
pilan proses sains (KPS) yang umum diajarkan Mata Pelajaran (MGMP), kecuali guru yang
kepada siswa, menurut pandangan siswa mulai bertugas di sekolah RSBI dan SDN 4 Kampung
dari prioritas pertama adalah melakukan peng- Baru. Format RPP versi MGMP yang masih
amatan (observing), disusul dengan menyimpul- dijadikan pegangan oleh guru-guru Sains belum
kan hasil pengamatan (inferring), dan menggo- disesuaikan dengan Permendiknas No. 41 Tahun
longkan data (classifying). Di sisi lain, 2007, sehingga tidak mencerminkan adanya
keterampilan mengkomunikasikan hasil peng- proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.
amatan (communicating), keterampilan meng- Sumber daya pendukung (SDP) yang
ajukan pertanyaan cenderung kurang mendapat- diselidiki dalam penelitian ini mencakup
kan penekanan. Menurut pengakuan guru-guru keberadaan kit IPA dan media pembelajaran,
Sains, jenis keterampilan proses yang diajarkan serta buku pegangan guru dan siswa yang ada di
kepada siswa cukup bervariasi, namun ada masing-masing sekolah. Ketersediaan jenis alat
kecenderungan melakukan pengamatan sebagai dalam kit IPA pada masing-masing sekolah
prioritas pertama, selanjutnya disusul dengan sampel berkisar antara 13,2% sampai dengan
merancang dan melakukan percobaan. Agak 100%, dengan kondisi dari rusak sampai baik.
berbeda dengan pandangan siswa, menyimpul- Selanjutnya, sumber belajar utama yang dipakai
kan hasil pengamatan cenderung kurang diprior- adalah salah satu buku sains yang diterbitkan
itaskan. Selanjutnya, kembali sejalan dengan oleh suatu penerbit. Buku tersebut diadakan
pandangan siswa, kemampuan mengkomunika- lewat dana BOS. Walaupun disusun untuk
sikan hasil penyelidikan dan kemampuan memenuhi tuntutan KTSP, isinya sangat sarat
mengajukan pertanyaan cenderung jarang dengan konsep-konsep sains yang harus dihafal-
mendapatkan penekanan. Di sisi lain, kemampu- kan oleh siswa, sehingga tidak berbeda dengan
an menyusun hipotesis tidak banyak dilatihkan. buku-buku sains yang ditulis untuk memenuhi
Sumber belajar utama yang digunakan guru tuntutan kurikulum sebelumnya yang berorien-
dan siswa adalah buku-buku sains yang diadakan tasi pada penguasaan materi. Kegiatan perco-
lewat dana BOS dan dikenal sebagai buku paket, baan yang diberikan hanya untuk memperkuat
disusul dengan buku-buku suplemen yang penguasaan konsep, sehingga bersifat deduktif.
diadakan oleh penerbit swasta dan Lembar Kerja Soal-soal yang diberikan pada Uji Kompetensi
Siswa (LKS). Sementara itu, fasilitas e-books hanya mengukur penguasaan konsep sains,
yang disediakan oleh Kementerian Pendidikan bersifat hafalan, tidak banyak menuntut pena-
Nasional (Kemdiknas) belum banyak dimanfaat- laran; serta kurang mengukur penguasaan
kan oleh guru dan siswa. Guru juga jarang keterampilan proses sains siswa.
menggunakan informasi dari media massa dan Selain buku paket, di sekolah juga terse-
lingkungan sebagai sumber belajar. Selain itu, dia buku Panduan Praktis Permata yang dikenal
dalam pembelajaran, guru kurang mengaitkan sebagai Lembar Kerja Siswa (LKS). Sistematika
materi pelajaran dengan konsep-konsep sains asli buku tersebut mencakup rangkuman materi,
dan kearifan lokal karena mereka masih awam lembar tugas siswa, pekerjaan rumah, uji kompe-
terhadap model-model pembelajaran inovatif tensi, perbaikan dan pengayaan. Selain itu,
yang di dalamnya memuat konten dan konteks dilengkapi pula dengan ulangan blok atau
budaya lokal. Model-model pembelajaran yang ulangan tengah semester (UTS), dan di bagian
mereka dengar selama ini adalah model-model akhirnya dilengkapi dengan ulangan umum akhir
pembelajaran yang didatangkan dari Barat. semester (UAS). Walaupun buku tersebut disu-
Analisis terhadap sampel Rencana sun berpedoman pada KTSP, isinya secara
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dibuat keseluruhan sarat dengan materi sains sebagai
oleh guru-guru sains menunjukkan bahwa dalam produk (fakta, konsep, dan teori), dan tidak
90 Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, Jilid 44, Nomor 1-3, April 2011, hlm.84-92
melatih penguasaan keterampilan proses sains. khususnya penguasaan hafalan dan sedikit
Materi uji kompetensinya juga hanya mengukur penalaran. Prioritas pembelajaran dengan meto-
penguasaan kognitif, terutama berkaitan pengeta- de ceramah menyebabkan kit IPA dan media
huan ingatan, dan sedikit pemahaman. pembelajaran lainnya jarang digunakan, bahkan
ada yang sampai rusak dalam tempat penyim-
Pembahasan panan. Selain faktor guru, isi buku sains yang
digunakan sebagai sumber belajar utama bagi
Analisis dokumen kurikulum Sains SD, siswa, apalagi yang dilabel sebagai LKS, tidak
khususnya standar kompetensi dan kompetensi jauh berbeda dengan buku-buku sains yang
dasarnya memberikan peluang besar bagi digunakan untuk mendukung pelaksanaan Kuri-
pengembang dan pelaksana kurikulum di tingkat kulum 1994. Buku-buku tersebut sarat dengan
satuan pendidikan untuk memberdayakan peserta pengetahuan deklaratif, yang meliputi fakta,
didik sesuai dengan potensi serta kebutuhan diri konsep, dan prinsip sains, dengan tambahan
dan lingkungannya. Sebagaimana dinyatakan dukungan gambar-gambar berwarna untuk
oleh Muslich (2007), KTSP memberikan meningkatkan motivasi dan pemahaman siswa.
kesempatan dan wewenang kepada pengelola Selain tujuan fragmatis untuk menyiapkan
pendidikan untuk melakukan adaptasi, modifika- siswa agar sukses dalam menempuh ujian,
si, dan kontekstualisasi kurikulum sesuai dengan keengganan guru melakukan proses inkuiri juga
potensi dan kebutuhan lapangan, termasuk disebabkan oleh padatnya materi yang mesti
melakukan integrasi konsep-konsep sains asli ke disampaikan kepada siswa, dan keterbatasan
dalam pembelajaran Sains sekolah. waktu efektif yang tersedia untuk mengajarkan
Rambu-rambu pelaksanaan pembelajaran materi tersebut. Di samping itu, keterbatasan
Sains sesuai KTSP mengedepankan proses peralatan dan bahan-bahan praktikum juga
inkuiri untuk memahami alam. Peluang juga menjadi faktor pembatas bagi guru untuk
terbuka untuk mengadopsi cara-cara tradisional melaksanakan pembelajaran Sains dengan meto-
masyarakat untuk mengenal alam. Dalam kon- de inkuiri.
teks masyarakat Bali, yang secara filosofis Jika guru sempat mengajak siswa
menyebut diri sebagai bagian dari alam, dikenal melakukan praktikum, jenis keterampilan proses
berbagai cara untuk memperoleh pengetahuan, di sains (KPS) yang diajarkan adalah melakukan
antaranya ada yang mengelompokkan menjadi pengamatan (observing), menggolongkan data
empat, sehingga dinamakan Catur Pramana (classifiying), dan menyimpulkan hasil penyeli-
(Pendit, 2007). Suja, dkk. (2009a) telah meng- dikan (inferring). Ketiga jenis KPS tersebut
adaptasi keempat cara tersebut menjadi Siklus merupakan keterampilan dasar (basic skills) yang
Belajar Catur Pramana. Dari beberapa model secara alami bisa berkembang dalam praktek
siklus belajar berbasis Catur Pramana yang telah hidup keseharian siswa sebagai makhluk
dikembangkan, yang paling relevan dengan individu, makhluk sosial, dan sebagai bagian dari
proses inkuiri adalah siklus belajar PAUS. alam (Suja, 2006). Implementasi siklus belajar
Siklus PAUS secara berturut-turut terdiri dari Catur Pramana akan memperkenalkan siswa
empat tahap, yaitu: melakukan pengamat- dengan jenis-jenis KPS yang lebih tinggi. Siswa
an/praktikum (pratyaksa pramana), melakukan bisa berlatih menyusun hipotesis sederhana
analisis data (anumana pramana), membuat (anumana pramana), merancang dan melakukan
analogi, model, atau simbol (upamana pramana), percobaan sederhana (pratyaksa pramana),
dan terakhir melakukan verifikasi data berda- mengkomunikasikan hasil penyelidikannya
sarkan kajian teori yang telah ada (sabda dalam bentuk uraian atau simbol/gambar
pramana). Proses inkuiri dan siklus belajar (upamana pramana), serta berlatih mengajukan
PAUS sama-sama menggunakan pendekatan pertanyaan kritis atas gejala yang diamatinya
induktif. dalam melakukan penyelidikan (sabda prama-
Walaupun kurikulum menuntut proses na). Dengan demikian, jenis-jenis KPS yang
inkuiri, dalam kenyataannya pembelajaran Sains dilatihkan dalam pembelajaran tidak hanya
di sekolah dikelola secara konvensional dengan menyasar ketiga keterampilan dasar tersebut,
dominasi metode ceramah, diselingi tanya jawab tetapi lebih komprehensif dan tetap relevan
dan diskusi. Kondisi itu disebabkan guru dengan tahap perkembangan kognitif siswa yang
cenderung melakukan pembelajaran dengan ada pada fase operasional konkret.
berorientasi pada materi Ujian Nasional yang Lebih lanjut, RPP yang dibuat oleh guru-
hanya mengukur kemampuan kognitif siswa, guru dalam kelompok MGMP bersifat seragam,
Suja, Analisis Kebutuhan Pengembangan Buku Ajar Sains SD 91
serta belum mempertimbangkan potensi dan kehidupan sehari-hari siswa, termasuk dengan
lingkungan sekolah sebagaimana diharapkan pengetahuan sains aslinya, maka pengajaran
dalam KTSP. Selain itu, format RPP tersebut Sains yang demikian cenderung akan dapat
sudah tergolong usang karena belum disesuaikan memperkuat pandangan siswa tentang alam
dengan Permendiknas No. 41 Tahun 2007 semesta dan meningkatkan prestasi belajarnya.
tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Sebaliknya, jika berbeda, apalagi bertentangan,
Dasar dan Menengah (BNSP, 2007). Ditemukan maka pengajaran Sains akan cenderung meng-
pula, ketidakkonsistenan antara tujuan pembel- hancurkan atau memisahkan siswa dengan
ajaran dengan metode pembelajarannya. Sebagai budayanya sendiri (Suastra, 2005). Hal itu kono-
contoh, rumusan tujuannya: Melalui percobaan tasinya sangat negatif karena melibatkan
siswa dapat membedakan bahan yang bersifat hegemoni pendidikan atau imperialisme budaya
konduktor dan isolator panas. Namun, metode Barat (Jegede & Aikenhead, 2002).
pembelajaran yang diterapkan guru adalah Temuan dalam penelitian ini secara praktis
ceramah, diskusi, dan tanya jawab. Rumusan dapat ditindaklanjuti oleh pihak sekolah untuk
tujuan seperti itu semestinya diwujudkan lewat membenahi pelaksanaan KTSP. Misalnya, dalam
kegiatan percobaan (metode eksperimen). Selain membuat RPP ditegaskan agar guru mengikuti
itu, pada bagian apersepsi untuk melakukan standar proses sesuai Permendiknas No. 41 tahun
pengamatan, banyak RPP memuat adanya 2007, termasuk mencantumkan proses eksplor-
penugasan kepada siswa untuk merumuskan asi, elaborasi, dan konfirmasi dalam kegiatan inti
hipotesis. Namun, data yang diperoleh lewat pembelajarannya. Guru juga harus berusaha
angket dan wawancara tidak menunjukkan melepaskan dirinya dari hambatan psikologis
adanya ruang bagi siswa untuk berlatih meru- yang merasa tidak puas mengajar sebelum
muskan hipotesis. Hal itu menunjukkan, apa memberikan banyak informasi kepada siswa
yang tertulis dalam dokumen RPP tidak dengan metode ceramah. Sebaliknya, mulai
seutuhnya dapat dipentaskan di depan kelas. menerapkan pembelajaran menurut proses inkuiri
Apresiasi positif guru-guru Sains terhadap ilmiah serta melakukan evaluasi proses dan
konsep-konsep sains asli merupakan modal awal produk sesuai dengan tuntutan kurikulum. Guru
untuk meremidiasi pemahaman siswa tentang juga harus terus menggali potensi dan kebutuhan
kearifan lokal, yang sekarang tidak banyak lokal yang layak diintegrasikan dalam pem-
dikenal oleh masyarakat, khususnya di kalangan belajaran Sains, sehingga pembelajaran menjadi
generasi muda perkotaan. Tanpa disadari, pem- kontekstual, bermakna, menyenangkan, dan
berlakuan kurikulum sains di sekolah formal berkelanjutan. Tanpa adanya perubahan sikap di
selama ini telah mencerabut siswa dari akar kalangan guru-guru, implementasi KTSP di
budayanya, khususnya yang berkaitan dengan tingkat kelas akan mengalami kegagalan.
budaya sains asli, sehingga mereka menjadi
terasing dalam habitatnya sendiri. Sebagai
SIMPULAN
contoh, berbagai sistem satuan tradisional yang
bersifat relatif dan subyektif, serta klasifikasi Berdasarkan hasil penelitian dan
hewan dan tumbuhan yang digunakan untuk pembahasan di depan dapat diambil simpulan
mendukung kegiatan ritual keagamaan tidak sebagai berikut. Pertama, kurikulum Sains SD
banyak dikenal oleh anak-anak muda. Hal yang mencakup 42 standar kompetensi (SK), yang
sama juga terjadi pada penentuan mulainya hari. lebih lanjut dideskripsikan ke dalam 119
Masyarakat Barat lewat sains menetapkan kompetensi dasar (KD). Seluruh SK tersebut
mulainya hari pada jam 00.00 tengah malam, strategis diajarkan dengan siklus belajar Catur
sedangkan masyarakat Bali tradisional (masih Pramana, dan dari 119 KD hanya 1 (0,84%)
berlaku sampai sekarang) menghitungnya sejak kurang relevan diajarkan di SD dengan siklus
matahari terbit sekitar jam 06.00 pagi. belajar Catur Pramana, yaitu perhitungan
Sesuai dengan saran Stanley dan kalender Masehi dan kalender Hijriah. Kedua,
Brickhouse (2001) dan juga Sardjiyo dan Pannen konsep-konsep sains asli yang relevan
(2005), pembelajaran sains di sekolah semestinya diintegrasikan ke dalam kurikulum Sains SD,
dapat menyeimbangkan sains Barat (sains meliputi kearifan lokal tentang penataan ling-
modern) dengan sains asli (sains tradisional) kungan, klasifikasi hewan, pemeliharaan kese-
dengan menggunakan pendekatan lintas budaya hatan, pemanfaatan sifat bahan untuk pembuatan
(cross-culture). Jika subkultur sains modern yang alat-alat tradisional, konsepsi ruang dan waktu,
diajarkan di sekolah harmonis dengan subkultur serta penggunaan dan penghematan energi secara
92 Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, Jilid 44, Nomor 1-3, April 2011, hlm.84-92
tradisional. Ketiga, daya dukung SDM dan Retug, I N., Suja, I W., & Nurlita, F., 2010.
fasilitas pembelajaran yang ada di sekolah masih Analisis Kebutuhan Pengembangan
perlu ditingkatkan untuk penerapan pembelajaran Perangkat dan Asesmen Pembelajaran
Sains bermuatan konten sains asli dan konteks Kimia Menurut Siklus Belajar Catur
pedagogi Catur Pramana. Buku-buku sains yang Pramana. Jurnal Penelitian dan
ada dan cara mengajar yang diterapkan guru Pengembangan Pendidikan, 4(1): 106
lebih menekankan pada penguasaan konsep sains 119.
dibandingkan pencapaian kompetensi. Sardjiyo, & Pannen, P., 2005. Pembelajaran
Berbasis Budaya: Model Inovasi
Sejalan dengan temuan dalam penelitian ini,
Pembelajaran dan Implementasi
guru-guru Sains harus berani meninggalkan
Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jurnal
zone nyaman dari melakukan pembelajaran
Pendidikan, 6(2): 83 98.
berorientasi materi menuju zone tantangan
Stanley, W. B. & Brickhouse, N. W., 2001. The
yang menargetkan penguasaan kompetensi. Jika
Multicultural Question Revisited.
tidak dilakukan, maka pelaksanaan KTSP akan
Science Education. 85(1): 35 48.
mengalami kegagalan sebagaimana nasib
Suastra, I W., 2005. Merekonstruksi Sains Asli
kurikulum sebelumnya. Dalam pembelajaran
(Indigenous Science) dalam Rangka
guru hanya perlu memperkenalkan konsep-
Mengembangkan Pendidikan Sains
konsep esensial saja, sedangkan konsep-konsep
Berbasis Budaya Lokal di Sekolah: Studi
sains yang lainnya dapat dikembangkan sendiri
Etnosains pada Masyarakat Penglipuran
oleh siswa.
Bali. Disertasi tidak dipublikasikan.
Bandung: Program Pasca Sarjana
DAFTAR RUJUKAN Universitas Pendidikan Indonesia.
Suja, I W., 2006. Profil Kompetensi
BNSP, 2007. Peraturan Menteri Pendidikan Keterampilan Proses Sains Siswa
Nasional Republik Indonesia No. 41 Sekolah Dasar di Kecamatan Buleleng.
Tahun 2007 tentang Standar Proses Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP
untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Negeri Singaraja, 39(4): 204 218.
Menengah. Jakarta: BNSP Depdiknas. Suja, I W., Nurlita, F., Retug, N., 2009a.
Jegede, O. J., & Aikenhead, G. S. 2002. Pengembangan Model Pembelajaran
Trancending Cultural Borders: Kimia Berbasis Siklus Belajar Catur
Implications for Science Teaching. Pramana. Jurnal Pendidikan dan
(Online), Pengajaran 42(1): 30 36.
(http://www.ouhk.edu.hk/cridal/misc/jeg Suja, I W., Sudria, I B. N., & Anggreni, N. K.,
ede.htm. diakses 23 Mei 2002. 2009b. Eksplorasi dan Integrasi Konsep-
Mlcek, S. H., 2011. Competing knowledges in konsep Sains Kimia Asli (Indigenous
lifelong education. Int. J. of Lifelong Chemistry) ke dalam Pembelajaran Sains
Education, 30(6): 815829. SMP. Jurnal IKA. 7(1): 45 56.
Pendit, N. S., 2007. Filsafat Hindu Dharma Sad
Darsana. Denpasar: Pustaka Bali Post.