You are on page 1of 27

DRAFT

SOOCA II
Selasa, 6 Juni 2017

KESULITAN MENAKSIR TAKSIRAN BERAT


BADAN JANIN PADA KASUS YANG
DIDUGA SUSPEK MAKROSOMIA

Oleh:
dr. Feny Renita

Moderator:
dr. Akbar

Narasumber :
dr. Dini Pusianawati, SpOG(K), MKes

DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
RUMAH SAKIT DR. HASAN SADIKIN
BANDUNG
2017
I. PENDAHULUAN
Pemeriksaan taksiran berat badan janin penting dilakukan untuk memantau
pertumbuhan janin intrauterus. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi
dini apabila ada ketidaksesuaian antara berat badan janin dengan usia
kehamilan.1 Selain itu, pertumbuhan janin yang berlebihan atau disebut juga
makrosomia dapat dideteksi dengan pemeriksaan taksiran berat badan janin.
Makrosomia merupakan neonatus yang memiliki berat badan lahir lebih dari
atau sama dengan 4000 g atau 4500 g. Makrosomia juga dapat didefinisikan
sebagai bayi dengan berat badan lahir lebih dari persentil ke-90 pada populasi
tertentu. Makrosomia ditemukan pada 10% kehamilan. Insidensi makrosomia
meningkat pada ibu yang mengidap diabetes tipe 2 maupun diabetes
gestasional, serta ibu yang obesitas.2-4
Makrosomia dapat meningkatkan angka morbiditas pada ibu dan
morbiditas serta mortalitas pada janin, seperti meningkatkan angka persalinan
dengan seksio sesarea, angka kejadian distosia, perawatan NICU pasca salin,
fraktur klavikula, Erb palsy, bahkan kematian neonatus. Insidensi perdarahan
postpartum, laserasi perineum dan infeksi maternal juga meningkat pada ibu
yang melahirkan bayi makrosomia. 3-6 Makrosomia dapat diperkirakan dengan
melihat pertumbuhan janin dengan pemeriksaan fisik sederhana (penilaian
tinggi fundus uteri), maupun pemeriksaan penunjang lain (ultrasonografi)
untuk mengestimasi berat badan lahir. Sehingga, berat badan lahir bayi
seharusnya dapat diprediksi pada fasilitas pelayanan kesehatan primer.
Makrosomia disarankan dideteksi dini selambat-lambatnya 2 minggu sebelum
tanggal taksiran persalinan untuk mencegah terjadinya komplikasi.7-10
Oleh karena itu, pemeriksaan taksiran berat badan janin harus dilakukan
sebagai salah satu pemeriksaan antenatal secara berkala dengan teknik yang
tepat.8 Laporan kasus ini akan membahas tentang cara pemeriksaan taksiran
berat badan janin yang tepat dan faktor yang memengaruhinya, sehingga dapat
meningkatkan akurasi dalam mendeteksi terjadinya gangguan pertumbuhan
janin, seperti makrosomia.

1
II. LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien
Nama : Ny. R
Usia : 17 tahun
Alamat : Pangalengan
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Rekam Medis : 0001606xxx
Masuk Rumah Sakit : 2 Mei 2017 Jam 17.00

2.2 Anamnesis
Dikirim oleh : Puskesmas warnasari
Keluhan utama : G1P0A0 gravida 41 minggu parturien aterm kala I fase
laten dengan makrosomia

Anamnesa Khusus:
G1P0A0 merasa hamil 9 bulan datang mengeluh mules mules yang semakin
sering dan bertambah kuat sejak 3 jam SMRS, disertai keluar lendir bercampur
sedikit darah dari jalan lahir. Keluar cairan banyak dari jalan lahir belum
dirasakan ibu. Gerak anak masih dirasakan ibu . Karena keluhannya ibu berobat
ke puskesmas pangalengan lalu dirujuk ke RSUD Soreang namun karena ruangan
penuh ibu dirujuk ke RSHS.

2.3 Riwayat Obstetri


Kehamilan Penolong / Hasil Jenis Jenis Sekarang
Tempat Kehamilan Persalinan Kelamin Hidup /
Mati
1 Hamil ini

2
Keterangan Tambahan
Menikah : , 15 tahun, SD, IRT
, 19 tahun, SD, Buruh
Kontrasepsi yang lalu : Pil (2013 2016 )
Haid terakhir : 28/07/2016 (Haid teratur, 28 hari)
Taksiran persalinan : 5/05/2017
Prenatal care : Bidan 9 x

2.4 Tanda-tanda vital:


Keadaan Umum : Sakit sedang, compos mentis
Tensi : 120/70 mmHg
Nadi : 90 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,7oC
Jantung : BJ I BJ II murni regular
Paru : VBS kanan=kiri, Rh -/-, Wh -/-
Refleks : Fisiologis (+/+)
Edema : -/-
Hati dan Limpa : sulit dinilai
Berat badan : 85 kg
Berat badan sebelum hamil : 69 kg
Tinggi badan : 153 cm
Indeks massa tubuh : 36.31
Indeks massa tubuh sebelum hamil:29.47

2.5 Pemeriksaan Luar


Fundus uteri : 34 cm
Lingkaran perut : 108 cm
Letak anak : Kepala 2/5 punggung kiri
Bunyi jantung anak : 136 140 x/menit
His : 1-2x/10/30 KK

3
Taksiran berat anak : 3300 gr

2.6 Pemeriksaan Dalam


Vulva dan vagina : tidak ada kelainan
Portio : tebal, lunak
Pembukaan : 1-2 cm
Ketuban : (+)
Kepala : station 0 , sutura sagitalis melintang

2.7 Hasil pemeriksaan penunjang:


Hematologi
Hb : 13.2 gr/dL
Ht : 39 %
Lekosit : 9.800 /mm3
Trombosit : 339.000/mm3

2.8. USG Emergensi


Hamil tunggal hidup, letak kepala, sesuai dengan usia kehamilan 39- 40 minggu;
ketuban cukup; plasenta di corpus anterior, TBBA 3400 gram.

2.9 Diagnosis:
G1P0A0 parturien aterm kala I fase laten

2.10 Rencana Tindakan:


- NST
- Cek darah rutin
- Rencana partus pervaginam
- Inform consent pada pasien dan keluarga
- Observasi Keadaan umum, tanda vital, His
- Lapor DPJP: advis setuju diagnosis dan tindakan

4
Observasi
BJA T N R
Jam His Keterangan
(x/mnt) (mmHg) (x/mnt) (x/mnt)
17.00- 1-2x/10/30KK 136-140 120/70 80 20 -Admission
18.00 test
18.00- 1-2x/10/30KK 140-144 110/70 88 20 Baseline: 130
19.00 -140 bpm
19.00- 2-3x/10/30KK 140-144 110/70 90 20 Variavilitas >
20.00 5 bpm
20.00- 3-4x/10/40K 136-140 110/70 84 20 Akselerasi
21.00 (+)
Deselerasi (-)
Kategori I
Jam 21.00 dilakukan pemeriksaan dalam: Vulva/ vagina: tidak ada kelainan
Portio : tebal, lunak
Pembukaan: 2-3 cm
Ketuban: (+)
Kepala : Station 0 ,SS melintang
Diagnosis Kerja : G1P0A0 paturien aterm kala I fase laten
Terapi: Observasi ku, tanda vital, his, bja,kemajuan persalinan

5
Observasi
BJA T N R
Jam His Keterangan
(x/mnt) (mmHg) (x/mnt) (x/mnt)
21.00- 3-4x/10/40K 140-144 120/80 84 20 -
22.00
22.00- 3-4x/10/40K 144-148 110/70 88 20
23.00
23.00- 3-4x/10/40K 140-144 120/80 80 20
24.00
24.00- 3-4x/10/40K 140-144 120/80 84 20
01.00
Jam 01.00 dilakukan pemeriksaan dalam : Vulva/ vagina: tidak ada kelainan
Portio : tipis, lunak
Pembukaan: 5-6 cm
Ketuban: (+)
Kepala : Station 0, ubun ubun
kecil kiri depan
Diagnosis Kerja : G1P0A0 paturien aterm kala I fase aktif
Terapi: Observasi ku, tanda vital, his, bja,kemajuan persalinan
Observasi
BJA T N R
Jam His Keterangan
(x/mnt) (mmHg) (x/mnt) (x/mnt)
01.00- 3-4x/10/40K 140-144 120/80 80 20 -
02.00
02.00- 3-4x/10/40K 144-148 110/70 84 20
03.00
03..00- 3-4x/10/40K 140-144 120/80 84 20
04.00
04..00- 3-4x/10/40K 140-144 120/70 84 20
05.00

6
Jam 05.00 dilakukan pemeriksaan dalam : Vulva/ vagina: tidak ada kelainan
Portio : tipis, lunak
Pembukaan: 7-8 cm
Ketuban: (+)
Kepala : Station 0, ubun ubun
kecil kiri depan
Diagnosis Kerja : G1P0A0 paturien aterm kala I fase altif
Terapi: Observasi ku, tanda vital, his, bja,kemajuan persalinan
Observasi
BJA T N R
Jam His Keterangan
(x/mnt) (mmHg) (x/mnt) (x/mnt)
05.00- 3-4x/10/40K 140-144 120/80 80 20 -
06.00
06.00- 3-4x/10/40K 144-148 110/70 84 20
07.00
07..00- 3-4x/10/40K 140-144 120/80 84 20
07.35
Jam 07.35 ibu gelisah ingin meneran
Ketuban pecah spontan ; keluar cairan jernih sebanyak 60 cc
dilakukan pemeriksaan dalam : Vulva/ vagina: tidak ada kelainan
Pembukaan: lengkap
Ketuban: (-)sisa cairan jernih
Kepala : Station +2, ubun ubun
kecil kiri depan
Diagnosis Kerja : G1P0A0 paturien aterm kala II
Terapi: Rencana partus
Jam 07.35 Ibu dipimpin meneran setiap ada his
Dilakukan episiotomi mediolateral
Jam 07.45 Lahir bayi perempuan spontan
BB: 3100 gram; PB: 47 cm; Apgar 1: 7 5:9
Dilakukan manajeman aktif kala III

7
Disuntikkan oksitosin 10 IU intramural, kontraksi baik
Dilakukan PL : FU setinggi pusat, kontraksi baik
Dilakukan peregangan tali pusat terkendali
Jam 07.50 Lahir plasenta dengan peregangan pada tali pusat
Berat 500 gr, ukuran 20 x 20 x 2 cm
Dilakukan penjahitan luka episiotomi
Perdarahan 150 cc
Dk: P1A0 partus maturus spontan

KUNJUNGAN RUMAH

Pada saat dilakukan kunjungan rumah, pasien diketahui tinggal bersama suami
dan anaknya. Pasien menepati rumah permanen berukuran 10 x 10 m2 dengan 2
kamar tidur di daerah Pangalengan, Kabupaten Bandung. Pekerjaan suami sebagai
buruh dengan penghasilan berkisar antara Rp. 1.000.000 1.500.000 per bulan.
Pasien memeriksakan kehamilan di bidan yang berjarak 5 km dari rumah sejak
usia kehamilan 2 bulan.. Ibu bekerja sebagai ibu rumah tangga, aktivitas fisik
dilakukan sebatas yang berkaitan dengan kegiatan rumah tangga. Olahraga diakui
tidak pernah dilakukan pasien sebelum maupun selama kehamilan. Sewaktu
dilakukan kunjungan rumah, pasien dalam kondisi baik, tanda vital dalam batas
normal, luka operasi kering. Pasien telah kontrol 2 kali ke pasca kehamilan ke
bidan. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit kronis seperti darah tinggi, kencing
manis, dan hipertiroid. Riwayat penyakit kronis pada keluarga disangkal.

LAPORAN PERINATOLOGI
Pada pukul 07.45 di ruang bersalin RSHS, lahir bayi perempuan dari
seorang ibu G1P0A0 dari ibu yang merasa hamil cukup bulan. Bayi lahir dengan
spontan. Bayi lahir menangis, tonus otot lemah, segera setelah lahir bayi
diletakan diatas meja resusitasi yang telah dihangatkan, diposisikan, lalu
dibersihkan jalan nafasnya. Bayi dikeringkan dan distimulasi, kemudian

8
diposisikan kembali, kemudian dievaluasi. Didapatkan HR: 110x/ menit, RR:
30x.menit. APGAR 1 : 7, 5:9
Pemeriksaan fisik
S : bayi aktif, BAK (-), BAB (-)
O : KU: sesak (-), merintih (-)
HR : 120x/menit R : 40 x/menit adekuat
S: 36,50C SpO2: 98 %
Kepala : UUB datar lembut, belum menutup
Rambut hitam, konjungtiva tak anemis, sklera tak ikterik
PCH -/-, POC(-),Celah bibir tidak ada
Leher : Retraksi suprasternal (-)
Thorax : C: BJ murni reguler, murmur (+)
P: VBS ka=ki sonor
Abdomen :Datar lembut ,
Ekstremitas : Akral hangat
Akrosianosis -/-, digiti lengkap, CRT < 3
Anus : BAB mekoneal (+)
Genitalia :
DK/ TI; AGA; letak kepala; spontan

Terapi :
- Vitamin K 0,1 mg im
- Stabilisasi
Sugar
Temperature : Pertahankan suhu optimal 36o
Airway : 40x/ menit
Blood pressure : crt <3
Laboratorium : Cek darah hb/ht/l/tr/ GDS/ DC
Emotional support

Follow Up Ruangan

9
Tanggal/
CATATAN INSTRUKSI
Jam
3/5/2017 Follow Up P:
06.00 S : mules - mules - Rencana partus pervaginam
O : KU : Compos mentis - Observasi KU, TTV, his, bja,
TD : 120/80 mmHg R : 20 x/mnt kemajuan persalinan
N : 80 x/mnt S : 36.5oC
Abdomen: Cembung lembut
Bja : 148 152x/menit
His: 3-4x/10/40K
A : G1P0A0 parturien aterm kala I fase aktif
3/5/2017 Follow Up Stase P:
09.40 S: - - Cefadroksil 2x 500 mg
O : KU : Compos mentis - Asam mefenamat 3x 500 mg
TD : 120/80 mmHg R : 20 x/mnt - Observasi KU, TTV,
N : 80 x/mnt S : 36.5oC perdarahan
ASI -/- - Cek HB post partum jika
Abdomen: Datar lembut Hb< 8 gr dl, transfusi darah.
TFU 2 jari bawah pusat
kontraksi baik
Perdarahan
Bab/Bak (-/-)
A : P1A0 partus maturus spontan
4/5/2017 Follow Up Stase P:
05.00 S: - - Cefadroksil 2x 500 mg
O : KU : Compos mentis - Asam mefenamat 3x 500 mg
TD : 120/80 mmHg R : 20 x/mnt
N : 80 x/mnt S : 36.5oC
ASI -/-
Abdomen: Datar lembut

10
Tanggal/
CATATAN INSTRUKSI
Jam
TFU 2 jari bawah pusat
kontraksi baik
Perdarahan
Bab/Bak (-/-)
A : P1A0 partus maturus spontan

III. PERMASALAHAN

1. Bagaimana penilaian dari fasilitas kesehatan sebelumnya sehingga


dirujuk dengan makrosomia?
2. Bagaimana cara pemeriksaan yang tepat pada ibu hamil, terutama taksiran
berat badan janin?
3. Bagaimana penegakan diagnosis dan tatalaksana pada persalinan pada
makrosomia?

IV. PEMBAHASAN
1. Bagaimana penilaian dari fasilitas kesehatan sebelumnya sehingga
dirujuk dengan makrosomia?
Makrosomia merupakan istilah yang menyatakan neonatus yang sangat besar,
namun belum ada batas berat badan minimal yang jelas untuk mendiagnosisnya.
Walaupun begitu, beberapa dokter obstetri menyatakan bahwa neonatus dengan
berat < 4000 g tidak dikatakan sangat besar atau disebut juga batas berat badan
lahir empiris.2 Ada juga yang menggunakan batas berat badan lahir 4500 g, seperti
The American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) dan Royal
College of Obtetricians (RCOG).3, 11
Selain itu, definisi makrosomia yang juga
umum digunakan adalah berdasarkan distribusi berat badan lahir, yaitu yang
melewati persentil ke-90 pada suatu populasi.2, 3
Insidensi makrosomia berkisar
antara 1-16 per 10.000 kelahiran hidup.3, 11
Makrosomia berkaitan dengan
obesitas
11
dan diabetes. Cochrane Database melaporkan peningkatan prevalensi makrosomia
pada populasi ibu yang obesitas dan mengalami diabetes tipe 2.12
Pemantauan berat badan janin secara berkala selama kehamilan penting untuk
mendeteksi dini apabila terdapat kelainan pada pertumbuhan janin. Pada fasilitas
pelayanan kesehatan primer, penilaian taksiran berat badan janin dapat dilakukan
dengan mengukur tinggi fundus uteri dari simfisis pubis untuk mendeteksi dini
kecurigaan terjadinya makrosomia pada janin.6, 8-12
Perkembangan teknologi menjadikan alat penunjang pemeriksaan kehamilan,
seperti ultrasonografi, dapat ditemukan pada fasilitas pelayanan kesehatan primer.
Makrosomia dapat dideteksi dengan pemeriksaan ultrasonografi dengan cara
melakukan pengukuran diameter biparietal, lingkar kepala, lingkar abdomen dan
panjang femur yang kemudian dihitung menggunakan rumus untuk mendapatkan
taksiran berat badan janin.6, 8-10, 12 Rumus yang dapat digunakan beraneka ragam,
bahkan suatu penelitian menyebutkan bahwa terdapat 31 rumus untuk
mengestimasi berat badan janin. Pengukuran yang paling akurat dalam
mendeteksi makrosomia adalah dengan ukuran lingkar abdomen.9, 10 Pemeriksaan
ultrasonografi serial dapat menjadi alat ukur yang akurat dalam mendeteksi
pertumbuhan janin terhambat (sensitivitas 93%) maupun makrosomia (sensitivitas
90%) dengan biaya yang tidak murah.7, 13
Sehingga, pemeriksaan tinggi fundus
uteri lebih dipilih karena tidak membutuhkan banyak biaya dan akurasi hasil
pemeriksaannya cenderung sama saja.6, 8, 12
Akan tetapi, apabila ibu memiliki
faktor-faktor seperti obesitas dan massa intrauterus seperti mioma, maka
pemeriksaan tinggi fundus dapat mengurangi akurasi dalam mengestimasi berat
badan janin. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemeriksaan penunjang juga seperti
pemeriksaan ultrasonografi pada ibu dengan faktor-faktor tersebut.3, 9, 14
Sebuah penelitian menyatakan bahwa probabilitas deteksi dini janin
makrosomia sangat bervariasi, yaitu 15-79% dalam mengestimasi berat badan
lahir. Sedangkan probabilitas dengan pemeriksaan klinis (tinggi fundus uteri)
adalah 40-52%. Akan tetapi, pada pasien dengan diabetes, probabilitas deteksi
dini makrosomia meningkat hingga 60%.4
Tenaga kesehatan juga sebaiknya dapat menegakkan atau menyingkirkan

12
diagnosis diabetes pada saat kehamilan. Jika terdapat diabetes, maka perlu
dilakukan kontrol glukosa darah dengan diet, olahraga maupun obat-obatan.
Selain itu, perlu diketahui BMI pasien sebelum hamil dan peningkatan berat
badan ibu selama kehamilan karena obesitas merupakan faktor yang penting
dalam terjadinya makrosomia.11, 13, 15-17
Pada kasus ini dilakukan pemeriksaan kehamilan, hasil pemeriksaan pada saat
di puskesmas tinggi fundus uteri 41 cm. sehingga dicurigai makrosomia. Selain
itu, ibu juga memiliki faktor risiko makrosomia berupa obesitas pada masa
kehamilan. Pada saat pengukuran di puskesmas, sebaiknya dilakukan pemeriksaan
tinggi fundus berulang serta pengecekan pada buku pemeriksaan kehamilan
berkala ada atau tidaknya riwayat faktor resiko makrosomia.
Indeks Massa Tubuh (IMT) pasien pada kasus ini mencapai 36.31 kg/m2
dengan BMI sebelum hamil overweight dan peningkatan berat badan sebesar 16
kg, sehingga dapat mengurangi akurasi pemeriksaan taksiran berat badan janin
dengan pengukuran tinggi fundus uteri. Sehingga, pada saat penanganan di PPK
tingkat II, pasien sebaiknya diperiksa ulang pengukuran tinggi fundus dan
pemeriksaan ultrasonografi untuk membantu penegakan diagnosis makrosomia.
Namun pada kasus ini pasien tidak dilakukan pengulangan pengukuran tinggi
fundus dan pemeriksaan ultrasonografi, serta anamnesis tentang faktor risiko
makrosomia untuk menentukan taksiran berat badan janin dengan lebih akurat.

2. Bagaimana cara pemeriksaan yang tepat pada ibu hamil?


Pemeriksaan antenatal yang baik merupakan kunci untuk menurunkan
angka morbiditas dan mortalitas ibu yang memiliki diabetes melitus pada
kehamilan dan juga untuk janin. Pelayanan antenatal yang bermutu pada
hakekatnya merupakan suatu pelayanan medik dasar dalam upaya meningkatkan
derajat kesehatan ibu.18-20
Pendekatan pelayanan obstetri dan neonatal kepada setiap ibu hamil sesuai
dengan pendekatan Making Pregnancy Safer (MPS) mempunyai 3 pesan kunci
yaitu20:
1. Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih

13
2. Setiap komplikasi obsetetri dan neonatal mendapat pelayanan yang
adekuat
3. Setiap perempuan dalam usia subur mempunyai akses pencegahan dan
penatalaksanaa kehamilan yang diinginkan dan penanganan komplikasi
keguguran.
Kebijakan program pelayanan antenatal menetapkan frekuensi kunjungan
antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit 4 (empat) kali selama kehamilan
(minimal 1 kali pada trimester pertama, satu kali pada trimester kedua dan 2 kali
pada trimester ketiga).18
Pada kasus ini ibu sudah melakukan pemerriksaan antenatal sebanyak 9
kali, secara kuantitatif terpenuhi. Namun tidak dilakukan skrining kehamilan. Jika
dicurigai adanya makrosomia, dapat terdeteksi lebih awal. Sehingga ibu dapat
dirujuk lebih awal untuk dilakukan pemeriksaan ultrasonografi untuk penegakan
diagnosis makrosomia.

Tabel 1. Tatalaksana asuhan antenatal pertrimester20


Pemeriksaan dan Tindakan I II III
Anamnesis
Riwayat medis lengkap (tabel 2.1.2)
Catatan pada kunjungan sebelumnya
Keluhan yang mungkin dialami selama hamil
Pemeriksaan Fisik Umum
Pemeriksaan fisik umum lengkap
Keadaan umum
Tekanan darah
Suhu tubuh
Tinggi badan
Berat badan
LILA
Gejala Anemia (pucat, nadi cepat)

14
Edema
Tanda bahaya lainnya (sesak, perdarahan, dll)
Pemeriksaan terkait masalah yang ditemukan pada kunjungan
sebelumnya
Pemeriksaan Fisik Obstetrik
Vulva/Perineum
Pemeriksaan Inspekulo
Tinggi fundus
Pemeriksaan obstetric dengan maneuver leopold
Denyut jantung janin
Pemeriksaan Penunjang
Golongan darah ABO dan rhesus
Kadar glukosa darah + + +
Kadar Hb +
Kadar protein urine + + +
Tes BTA + + +
Tes HIV + + +
Tes Malaria + + +
Tes Sifilis + + +
USG + + +
Imunisasi, Suplementasi, dan KIE
Skrining status TT dan Vaksinasi sesuai status
Zat besi dan asam folat
Aspirin + + +
Kalsium + + +
KIE (sesuai materi)
Sumber: WHO19

Taksiran berat badan janin merupakan pemeriksaan obstetri yang paling


penting untuk mendeteksi dini apabila terdapat kelainan pada pertumbuhan janin

15
maupun volume cairan amnion, yaitu pada trimester kedua dan ketiga. Penilaian
taksiran berat badan janin dapat dilakukan dengan mengukur tinggi fundus uteri
untuk mendeteksi dini kecurigaan terjadinya makrosomia pada janin.9, 10, 12

Fundus dapat teraba di atas simfisis pubis sejak usia kehamilan 12 minggu.
Sebelum pengukuran, kandung kemih harus dikosongkan dan pasien berbaring
dalam posisi supinasi dan kaki lurus menempel pada tempat tidur.3, 21 Pengukuran
juga didahului dengan melakukan koreksi dekstro-rotasi. Kemudian pengukuran
dilakukan dengan cara meletakkan tangan pada fundus uteri dan jari telunjuk dan
jari tengah memegang pita ukur, ukuran yang diambil adalah titik dari interseksi
garis tegak lurus pita ukur dengan jari.22 Tinggi fundus uteri disesuaikan dengan
landmark tertentu atau menggunakan pita ukur untuk mengukur jarak simfisis
pubis dengan fundus uteri (pengukuran McDonald), kemudian dikonversi menjadi
usia kehamilan dengan menggunakan rule of thumb dan dibandingkan dengan
berat badan janin normal pada populasi tertentu. Selain itu, hasil pengukuran
tinggi fundus juga dapat dimasukkan ke dalam grafik berbasis individu dan
dilakukan pada trimester akhir untuk meningkatkan akurasi, sehingga pasien dapat
ditangani dengan tepat.12
Untuk mengestimasi berat badan janin dengan pengukuran tinggi fundus uteri,
perlu menggunakan rumus-rumus tertentu. Rumus-rumus yang dapat digunakan,
antara lain1, 23:
1. Rumus Insler. Tinggi Simfisis fundus (TSF) x Lingkar Perut (LP). LP
diukur setinggi umbilikus. Sedangkan TSF pengukuran McDonald dapat
diukur dari batas atas simfisis sampai fundus uteri. Taksiran berat badan
janin adalah hasil perkalian TSF dengan LP yang dihasilkan dalam
gram.1, 23
Pada kasus ini didapatkan hasil pengukuran RSHS: 34 x 108: 3672 gram
2. Rumus Johnson. (Pengukuran McDonald dalam cm X) x 155.
Sedangkan X merupakan nilai yang berbeda tergantung tingkat
penurunan bagian presentasi janin. Jika bagian presentasi janin belum
engaged, maka X = 13. Jika bagian presentasi berada pada stasiun 0,
maka X = 12. Jika bagian presentasi pada stasiun +1, maka nilai X = 11.

16
Taksiran berat badan janin yang didapat dalam bentuk gram.1, 23
Pada kasus ini didapatkan hasil pengukuran RSHS: (34-12) x 155: 3410
gram
Dari hasil pengukuran yang dilakukan di RSHS, hasil taksiran berat badan
janin yang didapatkan tidak memenuhi kriteria makrosomia. Oleh karena itu
pasien tidak didiagnosis makrosomia saat di RSHS.
Estimasi berat badan janin dengan pengukuran tinggi fundus uteri dapat
memiliki tingkat akurasi yang sama dengan pemeriksaan ultrasonografi jika
menggunakan rumus yang tepat dan dilakukan oleh tenaga kesehatan yang terlatih
dan berpengalaman.22 Walaupun begitu, terdapat beberapa faktor yang dapat
menurunkan akurasi dalam pengukuran tinggi fundus uteri, yaitu obesitas dan
adanya massa intrauterus seperti mioma.3
Pemeriksaan taksiran berat badan janin juga dapat dilakukan dengan bantuan
alat pemeriksaan penunjang berupa ultrasonografi maupun MRI.24, 25 Sama halnya
dengan pengukuran tinggi fundus uteri, pengukuran dengan ultrasonografi juga
perlu menggunakan rumus tertentu untuk menentukan taksiran berat badan janin.
Salah satu rumus yang dapat digunakan adalah Rumus Hadlock, yaitu dengan
menggunakan hasil pengukuran lingkar kepala (LK), lingkar perut (LP) dan
panjang femur (PF).1 Walaupun beberapa penelitian melaporkan tidak ada
perbedaan yang signifikan terkait akurasi pemeriksaan taksiran berat badan janin
jika dibandingkan antara pemeriksaan tinggu fundus uteri dengan pemeriksaan
penunjang ultrasonografi, sebaiknya pengukuran taksiran berat badan janin tetap
dikombinasikan dengan pemeriksaan penunjang. 7, 9, 12
Pemeriksaan pada ibu hamil yang penting apabila janin dicurigai mengalami
makrosomia, antara lain pemeriksaan gula darah, indeks massa tubuh ibu dan
kenaikan berat badan selama hamil karena diabetes dalam kehamilan dan obesitas
merupakan faktor utama dalam terjadinya makrosomia.8, 11, 15
Penatalaksanaan
makrosomia pada ibu dengan diabetes akan berbeda dengan ibu tanpa diabetes.12
Selain itu, apabila diabetes dalam kehamilan dapat dideteksi sedini mungkin,
kejadian makrosomia dapat dicegah dengan mengontrol gula darah ibu secara
ketat dan melakukan pemeriksaan-pemeriksaan lain secara berkala untuk

17
mencegah komplikasi lainnya. Apabila ditemukan kelebihan dalam pemeriksaan
indeks massa tubuh ibu dan pemantauan kenaikan berat badan ibu selama hamil,
maka dapat dilakukan intervensi langsung sejak dini untuk mengatasi hal tersebut
agar tidak terjadi makrosomia pada saat mendekati masa persalinan. Pemeriksaan
tersebut dilakukan sejak trimester pertama sampai trimester terakhir.8, 16, 17
3. Bagaimana penegakan diagnosis dan tatalaksana pada persalinan
pada makrosomia?
Diagnosis
Tidak ada metode yang dapat mengestimasi ukuran atau berat badan janin
secara akurat, sehingga diagnosis makrosomia hanya dapat ditegakkan setelah
persalinan. Pengukuran estimasi berat badan janin yang tidak akurat sering
ditemukan dengan pemeriksaan fisik, terutama pada ibu yang obesitas. Akurasi
estimasi berat badan janin dengan pemeriksaan ultrasonografi juga masih terus
dikembangkan. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan dua kali, yaitu pada usia
kehamilan 32-34 minggu untuk mengidentifikasi kelompok risiko tinggi, serta
pemeriksaan detail pada usia kehamilan 39 minggu apabila terdapat kecurigaan
pada pemeriksaan pertama.2-4, 13
Ditambah lagi, masih terdapat banyak perbedaan dalam definisi makrosomia
itu sendiri. Secara pengukuran empiris, beberapa dokter obstetri menyatakan
bahwa neonatus dengan berat < 4000 g tidak dikatakan sangat besar. Sedangkan
ACOG dan RCOG menggunakan batas berat badan lahir 4500 g. Makrosomia
yang juga dapat didefinisikan berdasarkan distribusi berat badan lahir, yaitu
sebagian mengatakan melewati persentil ke-90, sedangkan sebagian lain
mengatakan lebih dari persentil ke-95 atau lebih dari 2 standar deviasi pada
populasi tertentu. Terdapat beberapa metode dalam mengestimasi berat badan
janin, antara lain2-4, 13:
1. Estimasi klinis
Estimasi klinis meliputi pengukuran tinggi fundus uteri dari simfisis pubis
dan palpasi abdomen dengan menggunakan manuver Leopold. Teknik ini
dapat ditingkatkan akurasinya dengan pelatihan dan pengalaman dari
pemeriksa karena pemeriksaan ini bersifat subjektif. Tinggi fundus uteri

18
diukur dalam sentimeter dan harus berada 2 sampai 3 cm dari angka usia
kehamilan pada usia kehamilan 20-32 minggu, sedangkan pada usia
kehamilan di atas 32 minggu harus berada pada 3 sampai cm dari angka usia
kehamilan dalam minggu.2-4
2. Ultrasonografi
Beberapa rumus dengan menggunakan diameter biparietal, lingkar kepala,
panjang femur dan lingkar abdomen dimasukkan ke dalam suatu rumus agar
dapat mengestimasi berat badan janin. Pengukuran yang paling akurat adalah
yang menggunakan ukuran lingkar abdomen. Akan tetapi, rumus-rumus
tersebut dinyatakan akurat hanya dalam memprediksi bayi kecil untuk usia
kehamilan serta janin prematur, tidak dalam memprediksi janin yang besar.
Sebuah penelitian menyatakan bahwa pemeriksaan ultrasonografi untuk
mendeteksi makrosomia memilik sensitivitas 60% dan spesifisitas 90%.
Terdapat dua komponen penting yang menyebabkan prediksi ultrasonografi
tidak akurat, antara lain eror sistematis yang berasal dari rumus prediksi yang
tidak sesuai dan eror acak, berupa obesitas maternal, oligohidramnion, kualitas
alat ultrasonografi yang kurang baik, yang dapat diminimalisasi dengan
melakukan pemeriksaan serial. Cara lain untuk meningkatkan akurasi adalah
dengan mengkombinasikan pengukuran diameter biparietal, lingkar abdomen
dan panjang femur menggunakan ultrasonografi 2D dan ultrasonografi 3D.
Sebuah penelitian menyatakan bahwa cara tersebut dapat mengidentifikasi
makrosomia hingga 93%, akan tetapi tingkat false-positive-nya mencapai
38%. Perkembangan volumetri 3D dapat mengestimasi volume secara
otomatis, sehingga dapat meningkatkan presisi pemeriksaan ultrasonografi.7, 8,
10, 24

Oleh karena itu, pemeriksaan ultrasonografi tidak bagus dalam mendeteksi


makrosomia. Bahkan terdapat sebuah penelitian yang melaporkan bahwa
akurasi mengestimasi berat badan janin dengan pemeriksaan fisik sama saja
dibandingkan dengan pemeriksaan ultrasonografi.8, 9
Selain mengestimasi berat badan janin, pemeriksaan ultrasonografi dapat
memprediksi distosia bahu dari pengukuran lingkar perut yang besar dan

19
disproporsional yang biasa terjadi pada bayi ibu yang diabetes. Pengukuran
yang digunakan biasanya adalah selisih ukuran diameter abdomen dan
diameter biparietal yang lebih dari 26 mm. Penilaian taksiran berat badan
janin dapat dilakukan dengan menggunakan MRI juga.7, 17, 25
Keuntungan lain dalam pemeriksaan pada awal trimester ketiga adalah
dapat mengidentifikasi toleransi glukosa dan masalah terkait obesitas
sekaligus. Pemeriksaan tersebut juga dapat menunjukkan adanya peningkatan
volume cairan amnion yang berhubungan juga dengan kejadian makrosomia.4,
24

Faktor risiko makrosomia juga perlu dipertimbangkan dalam membantu


menegakkan diagnosis. Ibu dengan diabetes tipe 2 maupun diabetes
gestasional merupakan faktor risiko penting untuk makrosomia. Faktor risiko
lain yang dapat meningkatkan insidensi makrosomia, antara lain adalah
obesitas, kehamilan lebih bulan, multiparitas, orang tua yang besar, ibu
dengan usia lanjut, riwayat bayi makrosomia sebelumnya, serta faktor-faktor
terkait etnis dan ras.11, 15, 16

Penatalaksanaan
Bayi makrosomik dari ibu diabetik secara antropometris berbeda dari bayi
besar untuk usia kehamilan lainnya. Apabila bayi cenderung besar, persalinan
pervaginam akan lebih menyebabkan komplikasi yaitu: persalinan yang
memanjang, kepala fetus yang dapat terjepit di jalan lahir, peningkatan pengunaan
alat obstetrik (forceps atau vakum), laserasi dan robekan pada jaringan perineum,
atoni uteri juga tinggi. Risiko perdarahan pasca salin meningkat 3-5 kali lebih
tinggi pada persalinan makrosomia.3, 5, 11, 13, 26-28
Kasus makrosomia dapat ditangani dengan induksi persalinan profilaksis untuk
pasien yang berpotensi mengalami makrosomia atau persalinan dengan seksio
sesarea untuk menghindari kesulitan pada persalinan pervaginam dan distosia
bahu. Ibu dengan diabetes pada kehamilan perlu mendapatkan terapi insulin dan
pemantauan glukosa darah secara berkala untuk mencegah berat badan lahir janin.

20
Selain itu, dapat dicegah dengan mengurangi obesitas dan membatasi peningkatan
berat badan ibu saat hamil agar tidak berlebihan.5, 6, 26, 27
Induksi Persalinan Profilaksis
Beberapa dokter obstetri menyarankan untuk melakukan induksi persalinan
pada pasien nondiabetes dengan suspek makrosomia. Pendekatan ini mencegah
pertumbuhan janin menjadi lebih besar lagi, sehingga dapat mengurangi potensi
komplikasi persalinan. Induksi persalinan diharapkan dapat mengurangi angka
kejadian distosia bahu dan persalinan dengan seksio sesarea. Akan tetapi,
beberapa penelitian melaporkan bahwa induksi pesalinan pada kasus makrosomia
tidak mengurangi tingkat persalinan dengan seksio sesarea, angka kejadian
distosia bahu, serta tidak memperbaiki keadaan perinatal. ACOG juga tidak
menyarankan dilakukannya induksi persalinan sebelum usia kehamilan 39 minggu
atau persalinan pada kasus suspek makrosomia.3, 5, 29

Persalinan dengan Seksio Sesarea Elektif


ACOG tidak merekomendasikan persalinan seksio sesarea rutin pada pasien
tanpa diabetes dengan taksiran berat badan janin < 5000 g. Sedangkan pada pasien
dengan diabetes dan janin yang besar, direkomendasikan untuk dilakukan
persalinan seksio sesarea. ACOG juga menyarankan sebuah protocol untuk
melakukan persalinan seksio sesarea rutin pada janin dengan taksiran berat badan
4500 g pada pasien dengan diabetes karena dapat mengurangi angka kejadian
distosia bahu.3, 4, 13
Oleh karena itu, dokter kandungan harus mempertimbangkan risiko dan
keuntungan setiap pendekatan persalinan, baik secara pervaginam maupun seksio
sesarea agar tidak terjadi komplikasi-komplikasi pada bayi.6, 26-28

V. KESIMPULAN
1. Hasil pemeriksaan tinggi fundus uteri di Puskesmas adalah 41 cm
sehingga dicurigai mikrosomia. Diperlukan pemeriksaan ulang dan
ultrasonografi karena pasien mengalami obesitas, tetapi tidak
dilakukan kembali pemeriksaan di RSUD Soreang sebelum dirujuk ke

21
RSHS.
2. Penilaian taksiran berat badan janin dengan pengukuran tinggi fundus
uteri dari simfisis pubis untuk menentukan taksiran berat badan janin
bersifat subjektif dan terdapat faktor-faktor yang dapat mengurangi
akurasinya pada kasus ini.
3. Pasien ini tidak mengalami makrosomia berdasarkan pemeriksaan
estimasi klinis maupun pemeriksaan ultrasonografi. Karena tidak
mengalami makrosomia, penatalaksaan berupa persalinan normal
pervaginam adalah tepat.

VI. SARAN
1. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan taksiran berat badan janin dengan
pemeriksaan ultrasonografi pada PPK II karena pada kasus ini terdapat
faktor yang dapat mengurangi akurasi pengukuran tinggi fundus uteri.
2. Sebaiknya tenaga kesehatan juga mendapatkan pelatihan tambahan dan
menambah pengalamannya dalam menilai tinggi fundus uteri supaya
akurasi dari pemeriksaan taksiran berat badan janin meningkat.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Tushar Raghuvanshi MP, Amol Patil. Comparative Study of Fetal Weight


Estimation by Various Methods among Term Pregnancies at Rural Tertiary Care
Centre, Maharashtra. Journal of Evolution of Medical and Dental Sciences 2014.
2014;3(41):10291-96.
2. Araujo Junior E, Peixoto AB, Zamarian AC, Elito Junior J, Tonni G.
Macrosomia. Best practice & research Clinical obstetrics & gynaecology.
2017;38:83-96.
3. Cunningham F KL, Bloom S, Spong C. Macrosomia. Williams Obstetrics.
24th ed: McGraw-Hill; 2014.
4. Campbell S. Fetal macrosomia: a problem in need of a policy. Ultrasound
in obstetrics & gynecology : the official journal of the International Society of
Ultrasound in Obstetrics and Gynecology. 2014;43(1):3-10.
5. Boulvain M, Jastrow N, Irion O. Fetal macrosomia: induction of labour or
expectant management? - Authors' reply. Lancet. 2015;386(10004):1629-30.
6. Ray EM, Alhusen JL. The Suspected Macrosomic Fetus at Term: A
Clinical Dilemma. Journal of midwifery & women's health. 2016;61(2):263-9.
7. Canavan TP, Hill LM. Sonographic biometry in the early third trimester:
A comparison of parameters to predict macrosomia at birth. Journal of clinical
ultrasound : JCU. 2014.
8. Curti A, Zanello M, De Maggio I, Moro E, Simonazzi G, et al.
Multivariable evaluation of term birth weight: a comparison between ultrasound
biometry and symphysis-fundal height. The journal of maternal-fetal & neonatal
medicine : the official journal of the European Association of Perinatal Medicine,
the Federation of Asia and Oceania Perinatal Societies, the International Society
of Perinatal Obstet. 2014;27(13):1328-32.
9. Haragan AF, Hulsey TC, Hawk AF, Newman RB, Chang EY. Diagnostic
accuracy of fundal height and handheld ultrasound-measured abdominal

23
circumference to screen for fetal growth abnormalities. American journal of
obstetrics and gynecology. 2015;212(6):820 e1-8.
10. Phillips AM, Galdamez AB, Ounpraseuth ST, Magann EF. Estimate of
fetal weight by ultrasound within two weeks of delivery in the detection of fetal
macrosomia. The Australian & New Zealand journal of obstetrics & gynaecology.
2014;54(5):441-4.
11. Said AS, Manji KP. Risk factors and outcomes of fetal macrosomia in a
tertiary centre in Tanzania: a case-control study. BMC pregnancy and childbirth.
2016;16:243.
12. Robert Peter J, Ho JJ, Valliapan J, Sivasangari S. Symphysial fundal
height (SFH) measurement in pregnancy for detecting abnormal fetal growth. The
Cochrane database of systematic reviews. 2015(9):CD008136.
13. American College of O, Gynecologists' Committee on Practice B-O.
Practice Bulletin No. 173: Fetal Macrosomia. Obstetrics and gynecology.
2016;128(5):e195-e209.
14. Gardosi J, Madurasinghe V, Williams M, Malik A, Francis A. Maternal
and fetal risk factors for stillbirth: population based study. Bmj. 2013;346:f108.
15. Tian C, Hu C, He X, Zhu M, Qin F, et al. Excessive weight gain during
pregnancy and risk of macrosomia: a meta-analysis. Archives of gynecology and
obstetrics. 2016;293(1):29-35.
16. Vinturache AE, Chaput KH, Tough SC. Pre-pregnancy body mass index
(BMI) and macrosomia in a Canadian birth cohort. The journal of maternal-fetal
& neonatal medicine : the official journal of the European Association of Perinatal
Medicine, the Federation of Asia and Oceania Perinatal Societies, the
International Society of Perinatal Obstet. 2017;30(1):109-16.
17. Wang D, Zhu L, Zhang S, Wu X, Wang X, et al. Predictive macrosomia
birthweight thresholds for adverse maternal and neonatal outcomes. The journal
of maternal-fetal & neonatal medicine : the official journal of the European
Association of Perinatal Medicine, the Federation of Asia and Oceania Perinatal
Societies, the International Society of Perinatal Obstet. 2016;29(23):3745-50.

24
18. WHO KKR. Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan
Rujukan. 1 ed2013.
19. Organization WH. WHO Recommendation on Antenatal Care for Positive
Pregnancy Experience. 2016.
20. Pedoman Pelayanan Antenatal. In: RI DK, editor. Jakarta: Direktorat Bina
Pelayanan Medik Dasar; 2007.
21. Kelly EA. Prenatal Care. In: Arthur T. Evans ED, editor. Manual of
Obstetrics. 8 ed. Philadelphia: Wolters Kluwer Health; 2014.
22. Ruby Yadav BKS, Ritu Nath Deokota, Hafizur Rahman. Assessment of
clinical methods and ultrasound in predicting fetal birth

weight in term pregnant women. International Journal of Reproduction,


Contraception, Obstetrics and Gynecology. 2016;5(8):2775-79.
23. Anup Ramrao Patil MSA, Deepti Sandeep Shrivastava. A clinical study of
association of maternal height and estimated foetal weight on mode of delivery.
International Journal of Reproduction, Contraception, Obstetrics and Gynecology.
2015;4(4):1020-24.
24. El Khouly NI, Elkelani OA, Saleh SA. Amniotic fluid index and estimated
fetal weight for prediction of fetal macrosomia: a prospective observational study.
The journal of maternal-fetal & neonatal medicine : the official journal of the
European Association of Perinatal Medicine, the Federation of Asia and Oceania
Perinatal Societies, the International Society of Perinatal Obstet. 2016:1-5.
25. Malin GL, Bugg GJ, Takwoingi Y, Thornton JG, Jones NW. Antenatal
magnetic resonance imaging versus ultrasound for predicting neonatal
macrosomia: a systematic review and meta-analysis. BJOG : an international
journal of obstetrics and gynaecology. 2016;123(1):77-88.
26. Aberg K, Norman M, Pettersson K, Ekeus C. Vacuum extraction in fetal
macrosomia and risk of neonatal complications: a population-based cohort study.
Acta obstetricia et gynecologica Scandinavica. 2016;95(10):1089-96.
27. Herzberg S, Kabiri D, Mordechai T, Haj Yahya R, Chill H, et al. Fetal
macrosomia as a risk factor for shoulder dystocia during vacuum extraction. The

25
journal of maternal-fetal & neonatal medicine : the official journal of the
European Association of Perinatal Medicine, the Federation of Asia and Oceania
Perinatal Societies, the International Society of Perinatal Obstet. 2016:1-4.
28. Debenham JJ, Bettembourg V, Ostevik L, Modig M, Jaderlund KH,
Lervik A. Temporary hindlimb paresis following dystocia due to foetal
macrosomia in a Celebes crested macaque (Macaca nigra). Journal of medical
primatology. 2017;46(2):56-58.
29. Magro-Malosso ER, Saccone G, Chen M, Navathe R, Di Tommaso M,
Berghella V. Induction of labour for suspected macrosomia at term in non-
diabetic women: a systematic review and meta-analysis of randomized controlled
trials. BJOG : an international journal of obstetrics and gynaecology.
2017;124(3):414-21.

26

You might also like