Professional Documents
Culture Documents
Fajriyati Masud
Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang (fajri888@yahoo.com)
Andi Saleha Baharuddin
Akademi Ilmu Gizi (AIGI), YPAG Makassar
Suhardi
Program Studi Teknik Pertanian, Universitas Hasanuddin Makassar
Abstract
Carrot (Daucus carota) contains carotenoid pigment in the form of vitamin A of about
12.000 S.I/100 gram. Epidemiology studies show that carotenoid has many benefits for
health. Carotenoid is affected by temperature during thermal process. Therefore carrot
processing must be controlled to minimize carotenoid destruction during process. The aims
of this research were to optimize temperature processing, time, and ratio of carrot-tapioca
flour. It was assumed that carotenoid destruction can be minimized by using appropriate
carrot-tapioca flour ratio, controlled temperature, and controlled time of process. This
research was conducted in two steps. The first step was carried out to determine appropriate
process condition by using 3 variables: (1) time of process, (2) temperature, and (3) carrot-
tapioca flour ratio. Indicators used to determine optimum condition from those variables
were: total carotenoid and water content. The second step was carried out to optimize
processing condition by using Central Composite Design (CCD). Response Surface
Methodology (RSM) was used to analyze total carotenoid and water content of chips. This
research showed that the optimum conditions for carrot processing were reached at the
temperature of 45oC, processing time 16 minutes, and ratio of carrot-tapioca flour 1:8.1.
Under these conditions, the carrot chips produced contained total carotenoid 345.82 ppm.
On the other hand, the optimum processing conditions for optimum water content of 3% was
obtained at temperature 520C, processing time 29 minutes, and ratio of carrot-tapioca flour
1:9.4.
9
Linder MC. 1991. Nutritional
Biochemistry and Metabolism with
Clinical Applications. Ed 2nd.
Pretice-Hall International Inc.
California.
10
ISSN: 1979-7362
I. Widyastuti
Universitas Kristen Indonesia Paulus, Makassar
L. Samangi
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin, Makassar
A. Munir
Jurusan Keteknikan Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar
Abstract
Jenis Data
Input data Sekunder: Input data Primer:
Data data yang diperlukan dalam Peta Topografi & Pengukuran debit
penelitian : bathimetri waduk Pengukuran sample
Data Curah hujan sedimen layang
a. Data Sedimen Data Sedimen dasar
Data Inflow (Debit)
b. Peta topografi DPS Mamasa Pengolahan data
c. Peta Bathimetri Waduk
d. Data Curah Hujan harian/bulanan/tahunan Analisis Hidrologi Analisis Sedimen
e. Data inflow maksimum pengoperasian
waduk
Analisis Numerik Analisis Empirik
Metode Pengumpulan Data
Hidrograf Pemodelan
Data Primer meliputi data pengukuran debit Debit Sedimen Debit Sedimen
rancangan Melayang Melayang
dan data pengukuran sedimen melayang kondisi
SMS 8.1 Ex.
SED2D-WES
(Januari, 2010). Data Sekunder meliputi peta banjir
Debit Debit Cubic
Bangkitan Spiline
topografi DPS Mamasa, peta bathimetri Harian Interpolation
Waduk Bakaru, data curah hujan, dan data Thomas
Pola Sebaran Fiering Kurva debit-sedimen
inflow standar pengoperasian infrastruktur Sedimen Melayang
Selesai
Pengukuran sedimen.
Debit
Data debit tahunan (1985 - 2009)
diketahui debit rata-rata bulanan
maksimum 181.42 m3/det dan minimum
sebesar 20.01 m3/det. Debit bulanan
minimum sebesar 31.67 m3/det (2006)
sedangkan debit tahunan maksimum
sebesar 84.76 m3/det (1998).
15
Analisis Curah Hujan Program Havara memberikan hasil
distribusi yang sesuai dengan daerah
Curah Hujan Maksimum Rata-rata Daerah studi adalah LOG PEARSON III. Dengan
Curah hujan rata-rata daerah pada studi ini detailnya memberikan hasil uji
dihitung dengan metode rata-rata polygon kesesuaian untuk Uji Chi-square dan Uji
thiessen. Smirnov-Kormogolov ditunjukkan pada
tabel 5 dan tabel 6.
Dari metode rata-rata Polygon Thiessen
Tabel 5. Hasil Chi-square untuk distribusi
terlihat hujan harian maksimum rata-rata Log Pearson III
terjadi hampir disemua daerah tangkapannya. Jumlah P
EF OF
EF - (EF -
Kelas (x<=xm) OF OF)2 / EF
Tabel 3. Curah hujan harian maksimum rata-rata
Mamasa Sumarorong Mesawa 5 0,200 3 3 0 0,013
Tahun Rerata
0.42 % 0.28 % 0.29 % 0,400 3 3 0 0,013
16
Hujan Rencana Hujan Efektif
Tabel diatas merupakan hasil hujan rencana Tabel 10. Hasil Perhitungan Hujan Efektif Jam-
yang menggambarkan hujan dalam 1 hari (24 jaman
Hujan Netto (Rn, mm) dengan Kala Ulang
jam) dengan masa ulang tertentu, misalnya 2 t Rt (Tahun)
2 5 10 20 50
tahun, 5 tahun, 5 tahun dan seterusnya.
(Jam) (%) 41.111 52.127 57.890 62.650 68.004
dan selanjutnya dapat diketahui pula Hujan 4 7.988% 3.284 4.164 4.624 5.004 5.432
Dari lengkung hidrograf terlihat pula air 85.265 52.809 1.615 2.250 88.029
30.855 47.020 0.656 2.200 17.478
menjadi normal kembali dari permulaan banjir
28.433 45.281 0.628 2.120 15.640
3 hari lamanya. Ini bisa dikarenakan air
19.268 42.901 0.449 2.090 8.477
hujan yang jatuh di suatu tempat di daerah
16.739 41.646 0.402 2.030 6.839
aliran sungai memerlukan waktu untuk 15.530 39.518 0.393 1.920 6.251
mengalir dan mencapai waduk atau hilir aliran 14.385 37.389 0.385 1.870 5.708
sungai. Waktu tersebut merupakan lamanya air 13.665 35.302 0.387 1.820 5.444
hujan yang jatuh dan berasal dari daerah 12.650 33.171 0.381 1.790 4.991
tangkapan air yang berada di hulu mengalir 12.005 31.083 0.386 1.740 4.776
19
d. Selanjutnya dari perhitungan debit dan
tinggi muka air yang tetap.
Dari grafik hubungan debit (Q) dan
Sedimen Melayang (Qs) didapatkan
hubungan dalam bentuk persamaan :
Qs = 0.177 Q 2.237
Qtr = Qb + 0.3829 . Qs
7 2006 160949.57 91566.93 252516.50 95289.24 a) Data debit banjir rancangan, dipilih
8 2007 407860.53 321665.10 729525.63 275292.69
debit banjir dengan kala ulang 2
9 2008 470828.21 399780.45 870608.66 328531.57
tahun
10 2009 235148.19 167582.12 402730.30 151973.70
b) Register peta bathimetri
11 2010 362734.63 245293.64 608028.27 229444.63
Peta bathimetri yang digunakan
Jumlah 4142282.67 3369542.53 7511825.19 2834651.02
adalah peta kondisi existing
Total/tahun 376571.15 306322.05 682893.20 257695.55 sedimentasi tahun 2008. (PT. PLN
(PERSERO) Sektor Bakaru)
21
Input data SED2-D Tabel 14. Kosentrasi sedimen dan perubahan
dasar waduk
Jarak Cs Perubahan Jarak Cs Perubahan
a) Nilai Kosentrasi awal sedimen melayang Dasar Dasar
adalah 0.578 g/l, nilai kosentrasi ini (m) (g/l) (m) (m) (g/l) (m)
merupakan kosentrasi awal pengambilan 0.00 0.578 0,165 1535.21 0,013 0,024
sample sedimen (hasil Laboratorium 115.47 0,389 0.158 1625.30 0,013 0,021
Pertanian, UNHAS, 2010) 217.39 0,305 0.152 1837.06 0,013 0,014
b) faktor bentuk dari sedimen layang, yang 348.96 0,239 0,145 2364.25 0,004 0,011
ditentukan 0.7 (Sedimentation Engineering, 504.96 0,145 0,125 2444.14 0,004 0,011
Vanoni V. A, 2006) 589.58 0,128 0,108 2780.20 0,004 0,008
c) Dalam penelitian ini, sedimen layang 656.02 0.107 0,098 3100.29 0,004 0,008
adalah pasir dengan ukuran minimum 707.10 0,098 0,076 3236.61 0,004 0,004
0.0750 mm dan maksimum 1.270 (hasil 909.53 0,051 0,065 3417.54 0,004 0,004
laboratorium PT. PLN,1996)
1013.03 0,042 0,051 3864.26 0,004 0,004
d) Berat jenis material tanah adalah 2.65,
1102.12 0,032 0,041 4218.41 0,004 0,004
(Linsley K.R dalam Teknik Sumber Daya
1147.63 0,023 0,034 4493.07 0,004 0,004
Air)
1225.23 0,013 0,031 4818.78 0,004 0,004
e) Simulasi Model SED2D
1367.56 0,013 0,028 5293.35 0,004 0,004
Tujuan simulasi model dalam bentuk 1428.01 0,013 0,028 5531.00 0,004 0,004
24
BAPEDALDA PROP. SULSEL, 2002, Setiawan B I, 1997, Perbaikan Metode
Analisis Sumber Sedimentasi Dan Upaya Pengukuran Debit Sungai
Penanggulangan Pendangkalan DAM Menggunakan Cubic Spline
Bakaru Prop. Sulawesi Selatan, Interpolation, Jurnal Teknik
Makassar Pertanian
Badan Standar Nasional, 2008, Tata Cara Selintung Mary, 2008, Sumber Daya Air
Pengambilan Contoh Muatan Sedimen Berbasis Konservasi Daerah Aliran
Melayang Di Sungai Dengan Cara Sungai, Makassar, (Seminar Sehari)
Integrasi Kedalaman Berdasarkan
Pembagian Debit, Revisi SNI 03-3414- Soebarkah, I, 1980, Hidrologi untuk
1994, Bangunan Air, Erlangga, Jakarta.
PT. PLN (PERSERO), Wilayah VIII, 1996, Sugiyono, 2007, Statistik untuk
Studi Karakteristik Aliran Sungai Penelitian, Alfabeta, Bandung
Mamasa Dan Angkutan Sedimen Yangg
Masuk Ke Wadukk PLTA Bakaru, ujung Supriatin, S, 2004, Dampak Sedimen
pandang : Dept. Pertambangan Dan Pada Waduk Saguling, Tesis
Energy. Magister, Ilmu Lingkungan,
Universitas Indonesia (Email UI
PT. PLN (PERSERO), Wilayah VIII, 2004, Library)
Pengukuran / Penelitian Pendangkalan
Sedimentasi Dan Kualitas Air Waduk Tanan B, 1998, Pengukuran dan
PLTA Bakaru, Lembaga Pengabdian Estimasi Angkutan Sedimen,
Pada Masyarakat, Universitas Fakultas Teknik Sipil Universitas
Hasanuddin Kristen Indonesia Paulus, Makassar
(Seminar Sehari)
PT. PLN (PERSERO), Wilayah VIII, 2005,
Pengukuran / Penelitian Pendangkalan Vinoni V. A, 2006, Sedimentation
Sedimentasi Dan Kualitas Air Waduk Engineering, Processes,
PLTA Bakaru, Lembaga Pengabdian Measurements, Modelling, and
Pada Masyarakat, Universitas Practice,
Hasanuddin http://search.barnesandnoble.com/s
edimentation-
Raharjo P, 2008, Simulasi Sedimentasi Dan engineering/American-Society-
Umur Waduk Studi Kasus Waduk of.Civil-
Saguling, Tugas Akhir Strata I, Fakultas Engineeringstaff/e/9780784408148,
Teknik Sipil, Institut Teknologi Bandung diakses 6 Juli 2010.
(ITB) (Email ITB Library)
25
Wahid, A, 2008, Indentifikasi Kondisi
Sedimentasi Di Waduk PLTA Bakaru
Dalam Upaya Menanggulangi Krisis
Energi Listrik Di Propinsi Sulawesi
Selatan Dan Sulawesi Barat. Tesis
Doctor, Fakultas Pertanian, Universitas
Hasanuddin (jurnal)
26
Perancangan Sensor Kandungan Sedimen Terlarut Dengan
Metode Optik
Mursalim, Abd Waris dan Daniel
Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin Kampus Unhas Tamalanrea Km. 10
Makassar 90245.
Abstrak
Pengukuran atau pendugaan erosi menjadi suatu hal yang sangat penting untuk
mengetahui erosi yang telah, sekarang dan yang akan terjadi. Dengan mengetahui besar erosi
yang terjadi, kita dapat menganalisa peristiwa erosi sehingga menjadi pertimbangan untuk
mencegah dan mengatasi masalah erosi tersebut. Pengukuran dengan Sensor kandungan
sedimen (bahan terlarut) yang menggunakan prinsip Instrumentasi merupakan salah satu
alternatif yang mampu mengetahui atau menduga sedimentasi akibat erosi yang terjadi dengan
lebih cepat dan mudah. Sensor ini mampu dengan cepat memberikan informasi tentang
sedimentasi yang terjadi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan sensor untuk
mengukur kandungan sedimen (bahan terlarut) dalam cairan dan kegunaannya adalah sebagai
metode alternatif yang dapat mengukur kandungan sedimen dalam cairan dalam bentuk besaran
listrik sehingga dapat diterapkan dalam monitoring sedimentasi akibat erosi tanah dengan cepat
dan mudah. Metode yang digunakan adalah metode perancangan dengan menggunakan
pendekatan fungsional dan struktural, hasil rancangan kemudian di uji. Pengujian yang
dilakukan meliputi uji kemampuan sensor mendeteksi konsentrasi kandungan sedimen. Indikator
keberhasilan bahwa perubahan konsentrasi sedimen secara langsung sebanding dengan
perubahan nilai ukur sensor pada avometer secara linear. Dari hasil uji kinerja sensor dengan
perlakuan konsentrasi sedimen dari 0 mg/cm3 sampai 16 mg/cm3 menunjukkan bahwa
kandungan konsentrasi sedimen akan mempengaruhi intensitas cahaya yang tertangkap oleh
sensor di mana semakin tinggi konsentrasi sedimen maka semakin tinggi pula tahanan ataupun
tegangan keluaran. Keluaran sensor adalah linear pada kandungan konsentrasi sedimen dari 0
mg/cm3 sampai 16 mg/cm3. Dan nilai respon sensor yang diperoleh juga memiliki waktu hingga
6 detik untuk menjadi lebih stabil. Sensor hasil rancangan ini juga memiliki sensitifitas yang
tinggi berdasarkan persamaan y = 0,1658x + 0,0457 di mana sensor memberi tanggapan meski
perubahan sedimennya sangat kecil. Berdasarkan kriteria tersebut maka sensor hasil
rancangan ini telah memenuhi kriteria sensor yang baik.
27
ISSN: 1979-7362
Prosedur Penelitian
Mulai
29
ke pengkonversi. Wadah kalibrasi berfungsi
sebagai pengkalibrasi sehingga tegangan
keluaran menjadi 0 V ketika tidak ada
perlakukan sedimen yang diberikan.
Pengkonversi akan mengubah sinyal dari LDR
menjadi Tegangan (V) sedangkan Penguat
digunakan ketika sinyal sensor yang
dihasilkan lemah. Sensor akan menghasilkan
keluaran tegangan yang nilainya dapat dilihat
dengan menghubungkannya dengan Voltmeter.
30
6. R4( R2 R1) R1 (persamaan 6) Wadah Sampel dan Kalibrasi
Vo .V 2 V1
R2( R3 R4) R2
Vx
7. A (persamaan 7)
Vy Rancangan Sensor kandungan
sedimen ini menggunakan dua jenis
Di mana : V adalah tegangan (V), I wadah yang memiliki bahan, bentuk dan
adalah arus listrik (A), P adalah daya (watt), R ukuran yang sama yakni wadah sampel
adalah Resistansi (ohm), C adalah Kapasitansi dan wadah kalibrasi. Wadah sampel
(farad), T adalah periode (s), f adalah frekuensi sedimen berfungsi sebagai tempat untuk
(Hz), dan A adalah besar penguatan. melakukan pengamatan terhadap
sedimen. Sedangkan wadah kalibrasi
HASIL DAN PEMBAHASAN
berfungsi sebagai bagian sistem yang
Hasil perancangan sistem sensor menjadi pengkalibrasi. Kotak kaca yang
kandungan sedimen pada penelitian ini adalah dirancang memiliki ukuran dimensi 2 cm
seperti gambar di bawah ini: x 4 cm x 5 cm dengan pertimbangan agar
pergerakan sedimen lebih mudah, ukuran
wadah relatif kecil dan berdasarkan
kemampuan pencahayaan lampu LED.
31
ditengahnya terdapat sekat pemisah serta Transformator
bagian atasnya dapat tertutup bila digunakan.
Tujuannnya adalah untuk melakukan isolasi Transformator atau trafo digunakan
terhadap lingkungan luar utamanya pengaruh untuk menaikkan atau menurunkan
cahaya lain. Sehingga hasil yang diperoleh tegangan sesuai dengan tegangan beban
lebih akurat. yang diperlukan (Malvino,1995). Nilai
tegangan beban yang dibutuhkan pada
Pengkonversi dan Penguat alat adalah 12 volt. Jadi nilai tegangan
trafo yang digunakan harus minimal 12
Pengkonversi adalah mengubah bentuk volt.
besaran listrik (resistansi atau kapasitansi)
menjadi tegangan. Jadi tahanan listrik akan Nilai trafo yang digunakan jika
diubah oleh jembatan IC menjadi tegangan
merujuk pada data book minimal 45,6
pada keluaran sensor (Tompkins dan Webster,
1988). mA akan tetapi dalam penelitian ini
menggunakan I trafo yang digunakan
adalah 500mA dengan tujuan
pengembangan.
Dioda
32
murah, muda diperoleh dan cukup stabil untuk Pada grafik tersebut di atas dapat
digunakan pada rangkaian catu daya adalah IC kita simpulkan bahwa respon yang
AN 78XX, karena pada rangkaian catudaya diberikan oleh sensor untuk melakukan
membutuhkan tegangan 12 volt maka pada tindakan terhadap perubahan sekitar 6
penelitian ini digunakan IC AN 7812. detik (sekon). Hal ini menujukkan bahwa
kemampuan respon sensor sangat cepat
Kapasitor karena memiliki tingkat sensitivitas yang
Kapasitor yang biasa digunakan pada sangat tinggi terhadap perubahan
rangkaian catu daya adalah kapasitor yang perlakuan dengan bertambahnya nilai
memiliki nilai yang relatif besar dan memiliki tegangan melalui penambahan
bentuk fisik yang relatif kecil sehingga jenis konsentrasi kandungan sedimen. Hal ini
kapasitor yang memenuhi adalah kapasitor elco menunjukkan bahwa sensor rancangan
dengan pertimbangan tersebut maka pada ini memenuhi standar kriteria suatu
perancangan catu daya ini menggunkan sensor yang mesti memilki respon atau
kapasitor Elco atau Elektronic Condensator. sensitivitas yang sangat tinggi terhadap
Menurut Wasito nilai C tanpa melihat R beban adanya perubahan dalam sistim.
berkisar antara 100-1000 mikrofarad, nilai
Pengamatan Kandungan Sedimen
kapasitor yang digunakan pada penelitian ini
dengan Sensor Hasil Rancangan
dalah 1000 mikrofarad.
Pengukuran kandungan sedimen
Uji Pendahuluan Respon Dinamika sensor dengan mengunakan hasil sensor
Berdasarkan grafik di bawah ini tampak rancangan dihubungkan dengan
bahwa sensor membutuhkan waktu sekitar 6 avometer untuk mengetahui besar
detik (sekon) untuk mencapai keadaan stabil, keluaran tegangan (volt) untuk tiap
ini menunjukkan bahwa sensor sangat cepat sampel yang akan diukur.
memberikan tanggapan, sifat ini memenuhi
syarat sensor yakni bahwa suatu sensor mesti Hasil Pengukuran Konsentrasi Sedimen (mg/cm3)
memiliki respon yang cepat terhadap adanya 3,5
perubahan terhadap objek yang diamati. 3
y = 0,134x + 0,2636
Tegangan (V)
2,5
R2 = 0,9246 Hasil Pengukuran
2 sensor
Hasil Pengukuran Respon Sensor tehadap Tegangan yang Dihasilkan
1,5
Linear (Hasil
7 1
Pengukuran
Waktu Respon (sekon)
6 0,5 sensor)
5 0
4
Waktu Respon (s) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
3
2 Sedimen (mg/cm3)
1
0
2,6
0,34
0,36
0,43
0,53
0,82
1,06
1,14
1,35
1,56
1,88
2,04
2,15
2,34
2,44
2,54
2,59
33
Grafik tersebut menunjukkan bahwa sehingga jika pengukuran diteruskan
hubungan antara kandungan sedimen dengan dengan pertambahan konsentrasi maka
tegangan cukup erat yakni memiliki hubungan hasilnya tetap saja seperti hasil yang
berbanding lurus, di mana jika kandungan diperoleh ketika mengukur konsentrasi
sedimen semakin tinggi maka nilai tegangan 15 mg/cm3. Hal ini menunjukkan bahwa
juga semakin tinggi. Kandungan sedimen yang hasil pengukuran dengan sensor
terletak pada wadah akan menjadi penghambat rancangan ini menunjukkan hasil linier di
untuk jatuhnya cahaya yang dipancarkan oleh mana pada nilai regresi adalah sebesar
lampu LED (Light Emitting Dioda) pada LDR 0,9246 sehingga berdasarkan data yang
(Light Dependent Resistor) sebagai komponen diperoleh dapat dinyatakan bahwa sensor
sensor utama. Kandungan sedimen dalam rancangan ini memenuhi syarat sensor
cairan akan menghambat gelombang cahaya yakni mesti memiliki hasil pengukuran
yang terpancar dari LED sehingga yang linear.
mempengaruhi intensitas cahaya yang dapat
diteruskan untuk melalui wadah sampel. Berdasarkan grafik juga diperoleh
Semakin tinggi konsentrasi sedimen maka daya hasil yang menunjukkan tingkat
hambatnya terhadap cahaya yang terpancar sensitifitas sensor yang sangat tinggi
juga semakin tinggi. Sisa cahaya yang berhasil dalam mengukur kandungan sedimen ke
melewati wadah sampel setelah mengalami dalam bentuk tegangan (Volt) melalui
hambatan dari kandungan sedimen inilah yang persamaan y = 0,134x + 0,2636 jika
ditangkap oleh LDR sebagai komponen sensor dilakukan subtitusi besarnya kandungan
cahaya yang akan memproses intensitas cahaya sedimen pada persamaan akan diperoleh
yang jatuh kepadanya. LDR memiliki besar tegangan yang dihasilkan pada
karakteristik utama yakni bila cahaya yang pengukuran tersebut dengan lebih
jatuh pada LDR lebih tinggi atau terang maka mudah. Adanya hubungan ini
nilai keluarannya akan semakin rendah, menunjukkan sensor memiliki sensitifitas
sebaliknya jika cahaya yang jatuh kurang atau yang sangat tinggi terhadap perubahan
gelap maka keluaran pada LDR akan semakin jumlah kandungan sedimen di mana
tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Bishop sensor memberi tanggapan meski
(2001) yang menyatakan bahwa LDR atau perubahan kandungan sedimen sangat
Light Dependent Resistor memiliki kecil.
karakteristik yaitu bila cahaya yang jatuh pada
LDR lebih tinggi atau terang maka nilai Pengamatan Kandungan Sedimen
keluarannya akan semakin rendah, sebaliknya Beberapa Sungai atau saluran Irigasi
jika cahaya yang jatuh kurang atau gelap maka Dengan Menggunakan Sensor Hasil
keluaran pada LDR akan semakin tinggi. Hal
Rancangan.
ini membuat LDR sangat layak digunakan
sebagai komponen utama dalam perancangan Berikut ini adalah beberapa hasil
sensor kandungan sedimen ini dengan
pengukuran sampel sedimen untuk
menerapkan prinsip cahaya atau optik.
beberapa sungai atau saluran irigasi yang
Pada grafik nampak jelas terlihat hasil diteliti sebagai aplikasi penggunaan
linear pada pengukuran konsentrasi sedimen sensor kandungan sedimen yang telah
dari 0 mg/cm3 sampai dengan 16 mg/cm3. dirancang:
Pengukuran konsentrasi sedimen hanya sampai
pada 16 mg/cm3 karena telah mencapai batas
maksimal kemampuan sensor dalam
mendeteksi kandungan sedimen, hal ini
ditunjukkan oleh nilai antara 15 mg/cm3 dan
16 mg/cm3 memiliki kesamaan yakni 2,95 volt
34
Tabel 1. Hasil pengukuran sedimen pada pengukuran sedimen dengan hasil linear
beberapa sungai/saluran irigasi dan telah memenuhi persyaratan utama
dengan menggunakan sensor sebagai sensor yang memiliki respon
kandungan sedimen hasil rancangan cepat, sensitivitas cukup tinggi, serta
linear terhadap perubahan konsentrasi
N Hasil ukur Nilai Nilai sedimen.
Sampel
O sensor sedimen konversi
Sedimen
(volt) (mg/cm3) (mg/liter) Saran
Sungai
1 0,37 1 1000 Kemampuan sensor ini dapat lebih
Saddang
ditingkatkan dengan penggunaan bahan-
Sungai bahan perancangan yang lebih
2 0,42 2 2000
Maros berkualitas namun karena terkendala
pada ketersediaan bahan dipasaran maka
Saluran
3 0,36 1 1000
bahan yang digunakan terkadang mesti
irigasi
Mandai mengikuti bahan yang tersedia.
Saluran 1500- DAFTAR PUSTAKA
4 Irigasi 0,40 1,5-2
2000
Maccopa
Anonim I, 2009a.
Sumber : Data primer hasil pengukuran http://elektrokita.blogspot.com/200
sensor, Desember 2009 8/10/sensor.html
Hughes, FW, 1986. OP-Amp. Dalam Ignatius Suripin, 2001. Pelestarian Sumber
Hartono, 1994. Panduan Op-Amp. Daya Tanah dan Air. Andi
Penerbit PT Elex Media Komputindo Yogyakarta: Yogyakarta
Kelompok Gramedia, Jakarta.
Sutedjo, M.M dan Kartasapoetro, A.G,
Ilyas, M.A., 1987. Pemantauan kondisi 1988. Pengantar Ilmu tanah dan
Suatu DAS berdasarkan Terbentuknya tanah Pertanian.
Erosi/Sedimen. JLP,No.5Th 2 KWI:29- Bina Aksara, Jakarta.
38.
Wollard,B.G, 1996. Practical
Malvino,A.P., 1995. Prinsip-Prinsip Electronics. Dalam Kristino, 2006.
Elektronika. Penerbit Erlangga, Jakarta. Elektonika Praktis. PT. Pradya
Paramitha, Jakarta.
Malvino,A.P., 1996. Electronics Principles.
Dalam Joko Santoso, 2004. Prinsip-
Prinsip Elektronika. Penerbit Salemba
Teknika, Jakarta.
Erlangga. Jakarta
36
Pendugaan Debit Aliran Sungai Menggunakan Model Watershed Modelling System Pada Das
Maros-Sub Das Tanralili
Abstrak
Air sangat penting bagi kehidupan sehingga masalah yang berhubungan dengan sumber
daya air menjadi hal yang penting. Kebutuhan suatu model pengelolaan DAS makin lama makin
dirasakan. Salah satu komponen hidrologi yang merupakan data yang sangat penting dalam
penyelesaian masalah hidrologi suatu DAS adalah data tentang debit sungai. Namun dilain
pihak, pencatatan debit sungai yang teratur dan cukup panjang masih sangat kurang dan belum
merata. Salah satu model yang digunakan untuk menduga aliran sungai adalah Watershed
Modelling system (WMS) dimana dalam software ini memiliki banyak model hidrologi yang
dapat digunakan. Salah satunya adalah Metode Rasional yang digunakan untuk memprediksi
debit puncak suatu DAS. Data yang diperoleh, diolah kemudian diinput kedalam metode
rasional Watershed Modelling System untuk mendapatkan debit puncak (peak flow). Hasil
simulasi model diperoleh dengan Koefisien DAS (0,7) dan Tc = 290 menitan untuk periode
ulang 2 tahun = 37,70 m3/dtk, 5 tahun = 44,31 m3/dtk, 10 tahun = 49,61 m3/dtk, 25 tahun =
57,78m3/dtk, 50tahun = 64,42m3/dtk, 100 tahun = 71,23m3/dtk.
Penelitian ini menggunakan data curah Curah hujan maksimum harian rata-
hujan mulai tahun 2000-hingga 2009, peta rata daerah diperoleh dengan langkah-
penggunaan/penutupan lahan, peta jenis langkah sebagai berikut :
tanah 1. Menentukan di salah satu pos hujan saat
Alat yang digunakan adalah seperangkat terjadi curah hujan harian maksimum
komputer dengan menggunakan program 2. Mencari besarnya curahhujan pada
Watershed Modelling System 7.0 dan tanggal yang sama untuk stasiun yang lain
ArcView 3.2. 3. Menghitung rata-rata curah hujan dengan
metode thieesen
4. Menghitung curah hujan maksimum rata-
rata (seperti langkah 1) pada tahun yang
sama untuk pos lain
5. Mengulangi langkah 2 dan 3 untuk seriap
tahun
38
6. Mengambil salah satu data tertinggi pada Waktu Konsentrasi dihitung dengan
setiap tahun dari data Thiessen persamaan ( Arsyad, 1989):
7. Data hujan yang terpilih merupakan basin Tc 0,0195L0,77 S 0.385
rain fall
Koefisien DAS dihitung dengan
Menghitung Hujan Rencana persamaan
39
Jenis Tanah Tabel 2. Curah Hujan Harian Maksimum
Rata-Rata Daerah
Jenis tanah yang mendominasi di sub-
DAS Tanralili adalah jenis tanah Litosol
seluas 22.516 ha. CH Maksimum
No Tahun Tanggal
(mm)
Tabel 1. Jenis Tanah di Sub DAS Tanralili 1 2000 30 Januari 149.27
Jenis 2 2001 4 Maret 190.66
No Luas (Ha) %
Tanah 3 2002 4 Januari 155.13
1 Andosol 3419.824 10.63 4 2003 19 Februari 145.11
2 Litosol 22516.84 69.98
5 2004 9 Maret 88.05
3 Mediteran 6238.734 19.39
6 2005 20 Desember 130.05
Jumlah 32175.4 100
7 2006 30 Maret 197.08
Sumber: Data Sekunder setelah diolah, 2010
8 2007 1 Februari 138.91
Curah Hujan Wilayah 9 2008 13 Desember 166.71
10 2009 19 Mei 165.02
Curah hujan daerah diperoleh dari Sumber: Data Sekunder setelah diolah, 2010
pengolahan data curah hujan harian dari 2
stasiun pencatat yaitu stasiun Batu Bassi dan Berdasarkan data diatas terlihat bahwa
stasiun Lekopaccing. Karena titik curah hujan maksimum rata-rata daerah
pengamatan (stasiun pencatat) tersebar tidak terjadi pada 30 Maret 2006 sebesar 197.08
merata, maka cara perhitungan curah hujan mm dan minimum pada 9 Maret 2004
daerah dilakukan dengan menggunakan sebesar 88.05 mm, hal ini disebabkan oleh
metode Polygon Thieesen (Sosrosarsono, adanya perbedaan intensitas curah hujan
1987). Masing-masing luas efektif yang setiap tahunnya.
terwakili untuk tiap stasiun pencatat adalah
Stasiun Batu Bassi 5363.07 ha dengan nilai Curah Hujan Rencana
KT= 0.17 dan Stasiun Lekopancing
26812.33 ha dengan nilai KT=0.83. Nilai ini Perhitungan curah hujan rencana
akan dikalikan dengan curah hujan dilakukan dengan metode distribusi curah
maksimum dari tiap stasiun pada setiap hujan metode Gumbel dan Log Person Type
tahunnya untuk mendapatkan curah hujan III, kemudian Hasil distribusi tersebut diuji
harian rata-rata. Hasil perhitungan curah menggunakan Uji Chi-Kuadrat untuk
hujan harian maksimum rata-rata daerah mengetahui data tersebut dapat diterima atau
dapat dilihat pada Tabel 2 : tidak.
Tabel 3. Analisis Kesesuaian Distribusi
Frekuensi dengan Uji Chi-
Kuadrat
No Metode Distribusi Peluang (%)
1 Gumbel 0, 55
2 Log PersonType III 56,33
Sumber : Data Sekunder Setelah Diolah,
2010
40
Berdasarkan interpretasi hasi bahwa Tabel 6. Intensitas Hujan Rencana Kala
apabila peluang lebih dari 5% maka Ulang Metode Mononabe
persamaan distribusi dapat diterima periode ulang
Perhitungan curah hujan rencana dengan min
metode Log Person Type III dapat dilihat 2 5 10 25 50 100
pada Tabel berikut:
5 364.08 260.11 343.18 377.55 392.42 364.08
Tabel 4: Curah Hujan Rencana
dengan metode Log Person Type III 10 160.54 163.48 215.69 237.29 246.64 228.82
15 122.35 124.59 164.38 180.84 187.97 174.39
Periode
G Log Xt Xt 20 100.90 102.75 135.56 149.14 155.01 143.82
Ulang
25 86.89 88.48 116.74 133.49 133.49 123.85
2 -0.3500 2.140 137.944
30 76.90 78.31 103.32 113.66 118.14 109.61
5 -0.2700 2.148 140.474
60 48.33 49.22 64.93 71.44 74.25 68.89
10 0.9500 2.268 185.336 Sumber: Data Sekunder setelah diolah, 2010
25 1.3700 2.309 203.890
50 1.5400 2.326 211.918 Hasil Simulasi Debit Puncak Metode
Rasional Watershed Modelling System dapat
100 1.2100 2.294 196.612
dilihat pada tabel berikut :
Sumber: Data Sekunder Setelah Diolah, 2010
Tabel 7. Debit Puncak pada Berbagai Kala
Ulang Metode Rasional
Debit Puncak Metode Rasional Watershed Periode Debit puncak
Modelling System (WMS) No
Ulang (m3/s)
1 2 37,70
Debit puncak dihitung dengan 2 5 44,31
menggunakan metode rasional yang terdapat
3 10 49,61
dalam Watershed Modelling System.
4 25 57,78
Parameter Metode Rasional pada WMS
5 50 64,42
diperoleh dengan hasil sebagai berikut :
6 100 71,23
Nilai Waktu Konsentrasi diperoleh
dengan panjang aliran (I) 48.481, 49 m, Sumber: Data Sekunder setelah diolah, 2010
dengan kemiringan (S) 0,034 sehingga
KESIMPULAN
dapat diketahui nilai Tc = 267 menit
Nilai Koefisien Daerah Aliran Sungai
adalah 0,78.
1. Model Watershed Modelling System
Nilai Intensitas Curah hujan (I) rencana
selain dapat mensimulasikan kejadian
dengan menggunakan Distribusi Log
alam seperti debit puncak, juga dapat
Person Type III yang sebelumnya telah
menduga karakteristik DAS karena
diuji dengan menggunakan Uji Chi
model bekerja berbasis DAS seperti
Kuadrat. Hasil Intensitas Hujan (I) yang
panjang aliran dan kemiringan wilayah.
dihitung dengan metode Mononabe
2. Kondisi Sub-DAS Tanralili masih
adalah sebagai berikut :
relative baik, dimana dapat dicerminkan
dari waktu konsentrasi (Tc) yang masih
relative lama, Hal ini disebabkan karena
41
kondisi tutupan lahan masih Sri Harto. 1993. Analisi Hidrologi. PT.
didominasioleh hutan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
42
LAMPIRAN GAMBAR
43
DIAGRAM ALIR PENELITIAN
Mulai
Curah Hujan
Maks
Penggambaran
DAS Koefisien
Distribusi Hujan DAS
kala ulang
Konversi
DEM ke TIN
Intensitas Hujan
METODE RASIONAL
Hydrograph Debit
Puncak
SELESAI
44
Kajian Pengurangan Gejala Chilling Injury Tomat Yang Disimpan Pada Suhu Rendah
(Study On the Alleviation of Chilling Injury Symptoms of Tomato fruits Stored under Low
Temperature)
Abstract
Tomato fruits (Lycopersicon esculentum Mill) are sensitive to low temperature and
develop chilling injury. Understanding the physiological properties of tomato fruits stored
under low temperature is important to find better storage method. The objective of this
research was examine the effect of low temperature, heat shock treatment and aloe vera
coating treatment was carried out at 420C during 20, 40 and 60 minutes. During storage, the
changes of quality i.e. ion leakage, pH, soluble solid content, firmness, weight loss,
respiration rate as well as visible appearance were evaluated. The results showed that the
heat shock treatment and aloe vera coating reduced the chilling injury symptoms which
indicated by the reduction of ion leakage.
Keywords: chilling injury, heat shock, ion leakage ,tomato, Aloe vera.
meningkatnya kerusakan membran 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300
Waktu (m enit)
permeabel karena penyimpanan dingin HST 20 HST 40 HST 60 Aloe Kontrol
sehingga ion calsium (Ca 2+) di dalam Gam bar 2. Perubahan ion leakage HST 20, 40, 60 m nt, aloe dan
kontrol hari ke-20 suhu 5 0C
menyesuaikan diri dengan mengikat dan HST 20 HST 40 HST 60 Aloe Kontrol
Gam bar 3. Perubahan ion leakage HST 20, 40, 60, aloe, kontrol
melepaskan protein. Pernyataan ini juga hari ke-20 suhu 100C
3.0
2.8
dalam sitosol diketahui sebagai penghalang 2.6
2.4
transport masuk dan keluar zat melalui 2.2
2.0
Waktu (hari)
80
70
60
50
2003). Pernyataan yang sama didukung
40
30 oleh Schirra (1992) dalam Purwanto (2005)
20
10
0 menyebutkan bahwa gejala kerusakan
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300
Waktu (hari)
dingin pada buah anggur dapat diketahui
HST 40 T5 HST 40 T10 HST 40 TR
Gambar 1. Perubahan ion leakage HST 40 menit hari ke-20
dari akumulasi etanol yang berkaitan erat
salah satunya dengan pH. Kenaikan pH
pada pada suhu 50C, diakibatkan oleh 10
2
kerusakan dingin (Purwanto, 2005). 0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
3.80
3.60 meningkatkan atau menurunkan laju
3.40
3.20
3.00
respirasi. Klein dan Lurie (1990),
2.80
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
melaporkan bahwa perlakuan panas dapat
Waktu (hari)
meningkatkan atau menurunkan puncak
HST 20 HST 40 HST 60 Aloe Kontrol
Gam bar 6. Perubahan TPT HST 20, 40, 60, aloe, kontrol suhu 5 0C respirasi buah-buahan klimakterik
tergantung seberapa lama penundaan yang
5. Kekerasan terjadi setelah perlakuan. Menurut (Jacobi
et al, 1995), perlakuan panas tidak
Nilai kekerasan relatif lebih besar
mempengaruhi waktu klimakterik.
dengan perlakuan heat shock 20 menit
Terjadinya peningkatan atau penurunan laju
dibandingkan perlakuan lain. Hal tersebut
respirasi setelah perlakuan panas erat
sangat mungkin terjadi karena dengan
kaitannya dengan kerusakan sel yang
sedikitnya persentase perubahan ion
terjadi. Hal ini sangat mungkin terjadi karen
leakage pada perlakuan heat shock 20 menit
lipid dan protein sebagai penyusun dinding
mengindikasikan bahwa dinding sel cukup
sel mengalami ketegangan plastis akibat
mampu mempertahankan dinding sel yang
pendinginan. Kerusakan membran sel ini
tersusun dari senyawa senyawa seperti
terjadi karena lipid dan protein sebagai
selulosa, pektin, hemiselulosa dan lignin
penyusun dinding sel mengalami
yang berpengaruh terhadap kekerasan.
ketegangan plastis akibat pendinginan.
(Winarno dan Aman, 1981). Pernyataan
Hasil serupa dilaporkan oleh Salveit (2002)
yang sama didukung oleh Muchtadi (1992),
dimana pada suhu rendah di bawah suhu
perubahan turgor sel disebabkan karena
optimum penyimpanan tomat, terjadi
komposisi dinding sel buah berubah, dan
kerusakan membran sel sebagai akibat
perubahan tersebut mempengaruhi
kerusakan dingin. Laju produksi CO2
kekerasan (firmness) buah, yang biasanya
dengan perlakuan heat shock 20, 40, 60
menjadi lunak apabila telah matang.
menit dan Aloe vera coating pada suhu
11
ruang lebih tinggi dibandingkan pada suhu
10
simpan 5, 100C. Hal ini disebabkan pada
Kekerasan (Newton)
9
8
7
6
penyimpanan dingin proses respirasi
5
4 dihambat sehingga produksi CO2 dan
3
2
1
konsumsi O2 rendah. Menurut Muchtadi
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
dan Sugiyono (1989), suhu yang rendah
Waktu (hari) akan menghambat proses respirasi, aktifitas
HST 20 HST 40 HST 60 Aloe Kontrol
Gam bar 7.Perubahan kekerasan perlakuan HST 20, 40, 60 aloe
mikroorganisme dan enzim. Dikatakan
dan kontrol suhu 5C
pula bahwa makin tinggi suhu maka
respirasi makin cepat, hal ini berlaku
6. Respirasi sampai suhu optimum, apabila melewati
suhu optimum kecepatan respirasi menurun.
Selama penyimpanan terjadi
peningkatan konsumsi O2 dan produksi Pantastico (1986) melaporkan
CO2. Pada gambar 8 menunjukkan laju respirasi dapat meningkat atau menurun
respirasi pada suhu simpan 50 C selama tergantung pada kerentanan buah terhadap
suhu dingin. Pada Gambar 8 di bawah ini merah dan a dari 0 sampai -80 untuk
dapat dilihat bahwa laju respirasi perlakuan warna hijau. Nilai b* menyatakan warna
heat shock 20, 40 menit dan kontrol pada kromatik campuran kuning biru dengan
suhu simpan 50C mengalami puncak nilai +b dari 0 sampai +70 untuk warna
klimakterik berturut-turut pada hari ke-4 kuning dan nilai b dari 0 sampai -70 untuk
dan ke-5 penyimpanan, sedangkan pada warna biru (Soekarto, 1985).
perlakuan Aloe vera coating puncak
klimakterik terjadi pada hari ke-6. Pada Pada penelitian ini menunjukkan
kondisi penyimpanan suhu 5 dan 100C bahwa penyimpanan pada suhu rendah
perlakuan Aloe vera coating dapat menunda dapat memperlambat proses perombakan
atau menekan kenaikan klimakterik buah klorofil dan sekaligus memperlambat pula
tomat. Pernyataan ini didukung oleh proses pembentukan likopen. Hal ini
Valverde et al. (2005) yang menyatakan didukung pendapat Winarno dan
bahwa Aloe vera coating dapat berperan Wirakartakusumah (1981) yang
baik menahan laju respirasi selama menyatakan bahwa suhu mempunyai
penyimpanan disebabkan gel Aloe vera peranan yang penting dalam pembentukan
bersifat higroskopis dan bersifat permeable pigmen. Rendahnya nilai warna pada
terhadap transfer gas dan air. perlakuan suhu penyimpanan 5 0C
disebabkan oleh suhu yang terlalu rendah
sehingga degradasi klorofil dihambat dan
5.0
penyimpanan pada suhu ruang (28-300C)
Laju respirasi CO2
4.0
(ml/kg/jam)
3.0
nilai warnanya tidak bisa menjadi jingga
2.0
1.0 karena sintesa likopen terhambat pada suhu
0.0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
tinggi. Pada penelitian ini perlakuan heat
Waktu (hari) shock treatment tidak berpengaruh terhadap
HST 20 HST 40 HST 60 Aloe Kontrol
perubahan warna dibanding dengan yang
Gambar 8. Produksi CO HST 20,40, 60, aloe dan kontro pada
suhu 50C
tidak diberi perlakuan/kontrol.
52
mengalami penurunan mutu lebih
lambat dibanding pada suhu ruang,
b
50
48
46
sedangkan tomat yang diberi perlakuan
44
42 heat shock dan Aloe vera coating lebih
40
-40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40
kecil penurunan mutunya dibanding
a
HST 20 HST 40 HST 60 Aloe Kontrol dengan tomat tanpa perlakuan.
0
Gambar 9. warna a, b HST 20, 40, 60, aloe, kontrol suhu 5 C
2. Tomat yang diberi perlakuan heat shock
pada suhu simpan 50C menunjukkan
Nilai a* menyatakan warna
gejala kerusakan dingin (chilling
kromatik campuran merah hijau dengan
injury) yang terjadi pada hari pertama
nilai +a dari 0 sampai100 untuk warna
dengan meningkatnya ion leakage.
Tomat dengan perlakuan heat shock 20 salicylate. Plant Science. 161(2001)
menit pada suhu 5 dan 100C dapat 1153-1159.
memperkecil kenaikan persentase ion
leakage dibanding perlakuan lain dan Fallik, E., S. Grinberg, S. Alkaka, S.
kontrol. Lurie 1996. The effectiveness of
postharvest hot water dipping on the
3. Aloe vera coating efektif mengurangi control of grey and black moulds in
peningkatan susut bobot dan menjaga sweet red Pepper (Capsicum annum).
kekerasan buah tomat, tetapi tidak Plant Phatology 45:644-649.
berpengaruh terhadap pengurangan
chilling injury karena sifat Aloe vera Jacobi, K.K. Giles, E. Macrae and T.
coating hanya ke bagian permukaan Wegrzyn. 1995. Conditioning
buah dan tidak terjadi ke bagian dalam Kensington mango with hot air
buah. Susut bobot tertinggi terdapat alleviates hot water desinfestation
pada perlakuan heat shock 60 menit . injuries. HortScience 30, 562-65.
4. Aloe vera coating pada suhu simpan 5 Klein, J. D., Lurie, S., 1990. Prestorage
dan 100C dapat menunda dan menekan heat treatment as a means of
puncak klimakterik tomat sampai hari improving poststorage quality of
ke-6, sedangkan perlakuan heat shock apples. J. Am. Soc. Hort. Sci.
20, 40, 60 menit dan kontrol mengalami 115:265-269.
puncak klimakterik pada hari ke2, 3 dan Muchtadi, T.R. dan Sugiyono. 1989. Ilmu
ke-4 penyimpanan. Pengetahuan Bahan Pangan. IPB,
Bogor.
B. SARAN
1. Perlu dilakukan penelitian lanjut untuk Naruke, T., Oshita S., Kuroki S., Seo Y.
melihat pengaruh suhu perlakuan panas And Kayagoe., 2003. Relaxation time
(heat shock) yang lebih bervariasi dan and other properties of cucumber in
lama perlakuan heat shock terhadap relation to chilling injury. Hort., 599,
perubahan mutu. 265-271.
Abstrak
Kopi merupakan salah satu komoditas utama Sulawesi Selatan. Desa Bt. Alla
Utara adalah salah satu pemasok terbesar untuk kopi arabika dengan kualitas rasa
yang khas. Pengolahan kopi yang masih sederhana menyebabkan kualitasnya kalah
bersaing di pasaran. Oleh karena itu koperasi tani desa Bt. Alla Utara mengambil
langkah inisiatif untuk mengolah hasil pertanian supaya memiliki nilai yang dapat
bersaing dipasaran. Penelitian ini menggunakan metode pengujian langsung terhadap
kinerja mesin menggunakan kopi jenis Arabika terhadap waktu pengilingan kopi
kemudian dilakukan perhitungan terhadap efisiensi penggilingan. Kapasitas
pengilingan, indeks kinerja mesin dan menghitung kelayakan ekonomi dari mesin
tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efisiensi pengupasan 0,998%, kapasitas
pengupasan 327,6 (kg/jam), kualitas pengupasan biji utuh sebesar 97,86%, dan indeks
kinerja 0,989(%) serta analisis biaya mesin untuk Break Even point (BEP) sebesar Rp.
259.742.000,-/tahun atau 9058 kg/tahun dan nilai Benefit Cost Ratio sebesar 1,723
menunjukkan mesin ini layak untuk beroperasi.
53
petani Desa Benteng Alla. Hal ini 2. Stopwatch untuk mengukur waktu
masih sangat mahal dan prosesnya dibutuhkan dalam membersihkan
membutuhkan waktu yang lebih lama. bahan.
3. Timbangan digital untuk
Mereka hanya mengolah kopinya
menimbang berat bahan.
dengan mesin pulling, difermentasi 4. Motor bakar solar penggerak huller.
selama semalam lalu dicuci setelah itu 5. Ember, karung, terpal untuk
dijual dengan harga dibawah standar. menampung bahan yang telah
Mutu kopi petani dinilai dengan harga dibersihkan.
yang relatif murah karena proses Bahan yang digunakan adalah
pengolahannya yang tidak maksimal. kopi jenis Arabika
54
Keterangan : Analisi ekonomi alat
55
Biaya Perawatan (Bpw) = (5% x P) 3. Menghitung Break Even Point
Keterangan : (BEP) dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut (Riyanti,
BPw = Biaya Perawatan ( Rp/jam) 2001) :
BEP (Rp/tahun) =
P = Harga awal (Rp)
Biaya Bahan Bakar (Bb) = Hb x Kb BiayaTetap
1 BiayaTidak Tetap
Keterangan :
Bb = Biaya bahan bakar (Rp/jam) Penjualan
BEP (Kg/tahun) =
Hb = Harga Bahan bakar (Rp/l) BiayaTetap
Kb = Konsumsi bahan bakar h arg aJual BiayaOlah
(L/jam) BiayaOlah=
TotalBiaya
Biaya Pelumas (Bp) = Hp x Kp totalMassabhnyngtero lah(Kg )
keterangan :
Bs = Biaya Sortasi
56
HASIL DAN PEMBAHASAN
Mulai
Kinerja mesin
Menyiapkan bahan Efisiensi Pengupasan
Selesai
57
saat pengupasan pertama sebsar 5,43 Sedangkan untuk BEP (kg/tahun)
kg/menit. sebesar 10.727 kg/tahun, jadi titik impas
mesin Huller pengupas biji kopi varietas
Kualitas Pengupasan Arabika diperoleh jika telah
Kualitas pembersihan yang menghasilkan 10.727 kg/tahun kopi.
dihasilkan saat uji kinerja mesin huller Jika dibandingkan dengan total biji kopi
biji kopi varietas arabika seberat 50 kg yang bisa diolah selama setahun yaitu
dengan tiga kali ulangan memiliki rata- sebesar 80.000,4 kg maka masih ada
rata biji utuh sebesar 97,86%, rata-rata kelebihan total produksi sebesar 69.273
biji pecah sebesar 0.907% dan rata-rata kg/tahun.
kotoran sebesar 0,173%. Benefit Cost Ratio (B/C ratio)
Indeks Kinerja Alat (%) untuk mesin huller pengupas biji kopi
varietas Arabika adalah 1,715 yang
Indeks kinerja alat yang dihasilkan berarti bahwa mesin ini layak
saat uji kinerja memiliki rata-rata digunakan karena untuk Rp.1,00,-biaya
0,989%. Indek kinerja mesin pengupas yang dikeluarkan akan diperoleh
biji kering kopi arabika mengalami keuntungan sebesar Rp. 1,715,-. Hal ini
perbedan yang sedikit hal ini sesuai dengan pendapat Riyanto (2001),
dipengaruhi oleh sortasi biji rusak, bahwa kelayakan suatu alat dan mesin
pembagian massa bahan dengan kotoran pertanian ditentukan oleh beberapa
yang tidak seimbang. faktor antara lain dari segi biaya
produksi, nilai dan peningkatan
Analisa Ekonomi
penjualan serta hasil perhitungan
Total biaya tetap yang dikeluarkan kelayakan usaha melalui metode Break
selama setahun sebesar Rp. even Point (BEP) dan B/C Ratio. Jadi
24.647.500,-/tahun dan total biaya tidak berdasarkan dari analisis ekonomi
tetap sebesar Rp. 118.500.200,-/tahun mesin huller ini membawa keuntungan
sehingga total biaya pengeluaran adalah karena B/C rationya 1 yang artinya
Rp.143.147.700,-/tahun jumlah keuntungan (benefit) yang
diperoleh selama umur teknis-
Nilai Break Even Point (BEP) Rp. ekonomisnya lebih besar dari total biaya
306.975.100,-/tahun, artinya titik impas yang digunakan.
pada mesin pengupas Huller biji kopi
varietas Arabika ini tercapai bila
pendapatan mencapai Rp. 306.975.100,-
/tahun. Bila dibandingkan dengan
pendapatan yang diperoleh yaitu sebesar
Rp. 2.172.973.860/tahun, ini berarti
masih terdapat kelebihan nilai
pendapatan sebesar Rp. 1.052.968.260,-
/tahun.
58
Tabel 1. Hasil perhitungan Biaya mesin Marappung, Muslimin., 1979. Teknik
huller Pengupas biji kering Tenaga Listrik. Armico, Bandung
kopi varietas Arabika
Najiyati. Sri, dan Danarti, 2001. Kopi:
Rp. 600.000,-/thn
59
Srivastava, Ajit K,. Goering, Caroll E.
And Rohrbach, Roger P., 1993.
Enginering Principles Of
Agricultural Machines. Pamela
DeVore-Hansen, Editor Books &
Journals, USA.
60
Studi Tingkat Kepadatan Tanah Pada Daerah Sawah Baru Darmaga Bogor
Iqbal
Abstrak
Keadaan dan kondisi tanah akan sangat mempengruhi proses pengolahan lahan
yang menggunakan alat pertanian baik yang tradisional maupun modern. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui sifat fisika dan mekanika tanah pada daerah
sawah baru Darmaga Bogor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanah yang terdiri
dari tiga fase yaitu fase udara, air dan padatan dan ketiga fase tersebut memiliki nilai
yang berbeda. Nilai bulk density (kepadatan) tanah semakin kebawah akan semakin
besar dengan nilai porositas tanah semakin ke atas akan semakin besar.
61
- Batang penekan ring sampel menentukan kadar air dalam tanah,
dimana kadar air tanah banyak
Prosedur Penelitian mempengaruhi sifat fisik tanah seperti
mengembang, menyusut, disversi,
- Mengambil sampel tanah di agregasi dan adhesi tanah.
sawah
- Mengukur kekuatan tanah Tingkat kepadatan tanah dihitung
dengan pengukuran geseran dari nilai bulk density, dimana bulk
pada permukaan tanah dan density dipengaruhi oleh struktur tanah.
pengujian penetrasi. Nilai bulk density ditentukan dari
- Analisa tanah di laboratorium perhitungan berat kering dan berat
untuk mencari nilai kadar air, basah sampel tanah dari. Pada table
bulk density, dan porositas Lampiran 1menunjukkan bahwa nilai
tanah. bulk density rata-rata lapisan 0 - 10 cm
- Uji proctor dan Direct shear di adalah 1,08 gram/cc, lapisan 10 - 20
laboratorium. cm = 1,11 gram/cc dan lapisan 20 - 30
cm = 1,12 gram/cc. Terlihat bahwa
HASIL DAN PEMBAHASAN semakin ke bawah lapisan tanah maka
nilai bulk densitynya semakin tinggi ini
Tanah terdiri dari tiga fase yaitu dipengaruhi oleh kegiatan
fase udara, fase air dan padatan. Ketiga mikroorganisme dan pengaruh
fase tersebut berbeda tapi saling perakaran tanaman. Semakin dalam
berhubungan. Hubungan ini dapat tanah pengaruh kegiatan
menyebabkan absorbsi, tegangan mikroorganisme dan perakaran akan
permukaan, dan gesekan. Hubungan berkurang. Nilai porositas rata-rata
yang terpenting dari ketiga fase tersebut pada lapisan 0 - 10 cm adalah 60,7 %,
yaitu perbandingan ukuran luas per lapisan antara 10 - 20 cm = 59,83 % dan
volume. Dimana dalam satu sampel lapisan antara 20 - 30 cm = 59,47 %.
tanah terdapat volume udara (Va), Terlihat bahwa porositas tanah semakin
volume air (Vw) dan volume padatan ke atas akan semakin besar karena
(Vs). dipengaruhi kegiatan mikroorganisme
dan perakaran tanaman serta
Berdasarkan hasil perhitungan dipengaruhi strukutur tanah yang
yang dilakukan, diperoleh bahwa ketiga semakin ke bawah semakin padat
fase tersebut menunjukkan nilai yang karena belum mengalami pelapukan
tidak sama, pada lapisan 0 - 10 cm serta tekstur tanah yang semakin ke
volume udara rata-rata = 4,04 cc dan bawah semakin halus.
pada lapisan 10 - 20 cm = 1,04 cc serta
lapisan 20 - 30 cm = 0,23 cc. Volume Nilai kadar air tanah rata-rata pada
air rata-rata lapisan 0 - 10 cm = 56,88 lapisan 0 - 10 cm , lapisan antara 10 -
cc, lapisan 10 - 20 cm = 58,98 cc dan 20 cm dan lapisan 20 - 30 cm adalah
lapisan 20 - 30 cm = 59,43 cc. Volume sama yaitu sekitar 53 %. Terlihat
padatan rata-rata pada lapisan 0 - 10 cm bahwa kadar air dari ketiga lapisan
= 39,41 cc, lapisan antara 10 - 20 cm = adalah sama, hal ini disebabkan karena
40,30 cc dan lapisan antara 20 - 30 cm sampel tanah berasal dari satu lokasi
= 40,67 cc. Dari ketiga nilai tersebut berupa sawah yang masih berair
volume air memiliki nilai volume sehingga kadar air tanah ketiga lapisan
terbesar. Besarnya volume air relatif sama. Tingkat kedalaman dari
62
pengambilan tanah juga mempengaruhi Mekanika Tanah (Prinsip-Prinsip
banyaknya volume air yang Rekayasa Geoteknis), Erlangga,
dikandungnya, hal ini dapat terjadi Surabaya.
karena pada permukaan tanah tingkat
penguapan yang dapat mengurangi Mandang, Tineke dan Nishimura, Isao.,
volume air terjadi lebih intensif 1991, Hubungan Tanah dan Alat
dibanding tanah yang terletak agak Pertanian, IPB, Bogor.
dalam dari permukan tanah. Sehingga
tanah permukaan dapat dikatakan
memiliki padatan yang lebih banyak
disbanding tanah agak dalam dari
permukaan tanah.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
63
Lampiran 1. Tabel Nilai Bulk density, Kadar air dan Porositas Tanah pad Sawah Baru Darmaga
Bogor
NO BB BK KA Vt BD P e Vw Vs Va PD Ket
Sampel (gram) (gram) (%) (cc) (gram/cc) (%) (cc) (cc) (cc) (gram/cc)
A 30 169.29 110.16 0.54 100.5 1.10 59.40 1.463 59.13 40.80 0.57 2.7 P50
A 20 161.39 103.57 0.56 100.5 1.03 59.70 1.484 57.82 40.46 2.22 2.56 P52
A 10 161.07 104.47 0.54 100.5 1.04 60.30 1.520 56.60 39.88 4.02 2.62 P49
B 30 176.23 116.07 0.52 100.5 1.15 59.90 1.494 60.16 40.30 0.04 2.88 P51
B 20 180.49 119.69 0.51 100.5 1.19 60.60 1.536 60.80 39.63 0.07 3.02 P53
B 10 175.09 118.55 0.48 100 1.19 60.60 1.539 56.54 39.39 4.08 3.01 J13
C 30 170.29 111.30 0.53 100 1.11 59.10 1.444 58.99 40.92 0.09 2.72 J1
C 20 168.54 110.21 0.53 100 1.10 59.20 1.450 58.33 40.82 0.85 2.7 J14
C 10 158.06 100.56 0.57 100.5 1.00 61.20 1.578 57.50 38.98 4.03 2.58 P54
Keterangan :
BB = Berat basah tanah (gram)
BK = Berat Kering tanah (gram)
KA = Kadar air tanah (%) = (BB - BK)/BB
Vt = Vulume total tanah (cc)
BD = Bulk density (gram/cc) = Ws/Vt
P = Porositas (%) = Vv/Vt
Vw = Volume air (cc)
Vs = Volume padata (cc)
Va = Volume udara (cc)
64
Analisis Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman KentangBerbasis Sistem Informasi Geografis
Studi Kasus: Kecamatan Tinggimoncong Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan
(The Analyse of Land Suitability for Potatoes Plant Based on Geographic Information System A
Case Study of Tinggimoncong District, Gowa Regency South Sulawesi)
Abstract
65
kentang yang mengacu pada kesesuaian Bahan dan Alat
lahan untuk tanaman kentang, produksi
dapat ditingkatkan, sehingga pada akhirnya Bahan yang digunakan di dalam
kesejahteraan petani dan pendapatan asli penelitian ini adalah:
daerah dapat meningkat.
1. Sampel Tanah
Sistem Informasi Geografis (SIG) 2. Data curah hujan tahun 1998 sampai
merupakan teknologi yang mempunyai 2008 (dari Dinas Pengelolaan Sumber
kemampuan luas dalam proses pemetaan Daya Air Propinsi Sulawesi Selatan).
dan analisis, sehingga teknologi ini sering 3. Data suhu, kelembapan dari tahun 2005
digunakan dalam proses pemwilayahan sampai 2009 (dari Dinas Pengelolaan
komoditi. Teknologi SIG akan Sumber Daya Air Propinsi Sulawesi
meningkatkan efisiensi waktu perencanaan Selatan).
dengan tingkat ketelitian yang baik di dalam 4. Peta rupa bumi skala 1: 50.000 (dari
penataan pengelolaan suatu kawasan lahan Bakosurtanal Propinsi Sulawesi Selatan)
permukaan. Salah satu bentuk penggunaan 5. Peta Iklim skala 1:100.000
SIG adalah pemetaan tanaman kentang 6. Peta Jenis tanah Land System skala
berdasakan beberapa keadaan biofisiknya. 1:250.000
7. Peta Lereng skala 1:100.000
Berdasarkan uraian diatas, maka 8. Peta Penggunaan lahan skala 1:100.000
perlu dilakukan penelitian analisis 9. Peta Administrasi desa di Kabupaten
kesesuaian lahan untuk tanaman kentang di Gowa skala 1:50.000.
kecamatan Tinggimoncong kabupaten
Gowa.Penelitian ini bertujuan untuk Alat yang digunakan dalam
menentukankesesuaian lahan berdasarkan penelitian ini adalah:
beberapa persyaratan biofisik tanaman
kentang dengan menggunakan teknologi 1. Meteran, Ring Sampel, Kantong plastik,
SIG di kecamatan Tinggimoncong cutter,camera digital
kabupaten Gowa.Hasil penelitian ini dapat 2. Satu unit GPS (Global Position System)
dijadikan sebagai informasi untuk 3. Perangkat keras (hardware) terdiri dari
pengembangan tanaman kentang di wilayah seperangkat unit komputer.
tersebut. 4. Perangkat lunak (software) yang terdiri
dari Data Base, Arc View 3.2, Microsoft
BAHAN DAN METODE Excel.
66
tanah, dan peta administrasi. Peta kerja Setelah data terkumpul, penentuan
menghasilkan unit-unit lahan yang klasifikasi kesesuaian lahan menggunakan
digunakan sebagai acuan dalam melakukan acuan kerangka dasar FAO(1976) yang
pengambilan sampel tanah, survei lapangan mengelompokkan kelas kesesuaian lahan ke
dan wawancara dengan petani.Pengamatan dalam kelas S1 (sangat sesuai), S2 (cukup
lapangan dilakukan di seluruh unit lahan sesuai), S3 (sesuai marginal), dan N (tidak
yang ditemukan dengan menggunakan sesuai) berdasarkan besarnya jumlah
survei tanah tingkat semi detail, setiap unit pembatas pada masing-masing unit lahan
lahan diwakili oleh satu sampel tanah untuk dengan menggunakan aplikasi software
setiap profil.Selain itu dilakukan ArcView.Data-data yang meliputi parameter
pengamatan medan penelitian meliputi iklim dan parameter biofisik digunakan
bentuk wilayah, lereng, drainase, kondisi sebagai acuan penentuan kelas kesesuaian
batuan, vegetasi, dan batas administrasi. lahan dengan membandingkannya dengan
Analisis sampel tanah di laboratorium persyaratan penggunaan lahan untuk
meliputi parameter: kentang yang ditetapkan oleh Djaenuddin, et
al (2003). Parameter iklim ini meliputi
- keasaman tanah (pH) dengan temperatur dan ketersediaan air (curah hujan
menggunakan pH meter dalam H2O dan kelembaban (Rh)). Sementara itu,
(1:2,5) parameter biofisik meliputi media perakaran
- C-organik tanah dengan metode Walkley (drainase, tekstur, dan kedalaman tanah);
dan Black retensi hara (Kapasitas Tukar Kation (KTK),
- Kejenuhan basa (Kb) diperoleh dari kejenuhan basa (Kb), Keasaman tanah (pH0,
basa-basa yang terekstrak oleh dan bahan C-organik tanah); dan bahaya
Ammonium Asetat (NH4OAc) 1 N erosi (lereng).Secara lengkap bagan alir
- Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah penelitian dapat dilihat pada Gambar 1
dengan metode penjenuhan Amonium berikut ini.
asetat (NH4OAc) 1 N pH 7.
67
Peta Kab.Gowa
Survei Lapangan
Pengolahan Data
PETA KELAS
KESESUAIAN LAHAN AKTUAL
Usaha Perbaikan
PETA KELAS
KESESUAIAN LAHAN POTENSIAL
S1 S2 S3 N
% Kesesuaian lahan yang sesuai dengan tanaman % Kesesuaian lahan yang tidak sesuai tanaman
Kentang Kentang
68
HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelah Timur : Kabupaten Sinjai
Sebelah Selatan: Kecamatan Bongaya,
Letak Geografis dan Administrasi Kecamatan Bontolempangan dan
Kecamatan Tompobulu
Tinggi Moncong merupakan salah Sebelah Barat :Kecamatan Parangloedan
satu kecamatan yang terletak di dataran Kecamatan Manuju
tinggi di Kabupaten Gowa. Secara geografis
terletak antara 5o215E 5o117 S dan Luas wilayah Kecamatan
antara 119o4500E 190o5635S. Secara Tinggimoncong adalah 25.301,029 ha
administrasi, Kecamatan Tinggimoncong (253,01 km2) yang meliputi 7desa
berbatasn dengan: (Bilarengi, Bulutana, Jonjo, Majanang,
Manimbahoi, Parigi, dan Sicini) dan 2
Sebelah utara : Kabupaten Maros dan kelurahan (Gatarang dan Malino). Gambar 2
Kecamatan Tombolopao menunjukkan Peta Administrasi
.
69
Alfisols), Tropofluvents (untuk Entisols),
Jenis Tanah Dystrandepst dan Hunitropepts (untuk
Inseptisols), Haplorthox (untuk Oxixols),
Berdasarkan hasil interpretasi peta dan Tropohumults dan Tropudults (untuk
jenis tanah Kecamatan Tinggimoncong skala Ultisols). Luasan area untuk masing-masing
1:50.000, terdapat 5 jenis tanah pada daerah jenis tanah disajikan pada Tabel 1 berikut
penelitian, yaitu Alfisols, Entisols, ini. Jenis tanah dominan adalah Inseptisols
Inseptisols, Oxixols dan Ultisols.Great (43,23 % dari luas area keseluruhan),
group yang terbentuk untuk kelima jenis sementara itu yang terendah adalah Entisols
tanah tersebut adalah Tropudalfs (untuk (2,90% dari luas area keseluruhan)
70
Tabel 2. Penggunaan lahan di Kecamatan Tinggimoncong
Luas
Penggunaan Lahan
(ha) (%)
3.272,386
Hutan Sekunder 12,93
Semak Belukar 11.648,806 46,04
Tanah Terbuka 1.412,849 5,58
Tubuh Air 337,074 1,33
Sawah 456,776 1,80
Pertanian lahan kering 8173,138 32,3
Total 25.301,029 100
Sumber: Peta landsystem, 1989.
71
Gambar 3. Peta Unit Lahan (Peta Kerja) Kecamatan Tinggimoncong
Tabel 3. Karakteristik Unit Lahan pada Lokasi Penelitian
Unit Luas
Kelas lereng Jenis tanah
lahan (ha) (%)
1 0-3 % Alfisols 27.280 0.11
2 0-3 % Ultisols 257.445 1.02
3 3-8 % Alfisols 198.172 0.78
4 3-8 % Entisols 142.942 0.56
5 3-8 % Inseptisols 77.765 0.31
6 3-8 % Oxixols 204.709 0.81
7 3-8 % Ultisols 190.837 0.75
8 8 - 15 % Alfisols 1156.451 4.57
9 8 - 15 % Entisols 48.674 0.19
10 8 - 15 % Inseptisols 954.538 3.77
11 8 - 15 % Oxixols 720.561 2.85
12 8 - 15 % Ultisols 991.279 3.92
13 > 15 % Alfisols 2185.375 8.64
14 > 15 % Entisols 561.100 2.22
15 > 15 % Inseptisols 9904.562 39.15
16 > 15 % Oxixols 2546.507 10.06
17 > 15 % Ultisols 5132.832 20.29
Total 25301.029 100.00
Sumber: Peta Unit Lahan, 2010
72
Zona B tipe iklim Basah (Wet) dengan total
Curah hujan dan temperatur curah hujan sebesar2.945,83 mm/tahun.
Sedangkan untuk temperatur rerata tahunan
Data curah hujan selama 10 tahun terakhir sebesar 27.94C dengan kelembapan rerata
(1998 sampai 2008) diperoleh dari stasiun tahunan sebesar 70,51. Rata-rata curah hujan
Klimatologi Malino, stasiun inimewakili dan tipe iklim disajikan pada Tabel
seluruh daerah penelitian.Berdasarkan data 4.Ditinjau dari segi kesesuaian iklim pada
curah hujan ini, diperolehhasil bahwa tipe daerah penelitian, maka kelas kesesuaian
iklim di daerah penelitian berdasarkan iklim untuk tanaman kentang pada daerah
klasifikasi iklim Schmidt-Fergusson adalah penelitian ini tergolong sesuai (S1).
73
Tabel 5.Bentuk Wilayah dan Kemiringan Lereng di Kec.Tinggimoncong
Selang Luas
Bentuk Wilayah
Lereng (%) (ha) (%)
Datar 03 286,292 1,13
Berbukit s/d
Bergunung > 15 20,347,334 80,4
sangat curam
Tabel 6. Penilaian Kelas Kesesuaian Lahan Aktual (KKLA) pada Tanaman Kentang
Unit Luasan
KKLA Faktor Pembatas
Lahan (ha) (%)
1. Media Perakaran: Tekstur
1,2,3,8 S3rc2,S2nr2 1639.348 6,47
2. Retensi Hara: KB
1. Media Perakaran: Tekstur
4 S3nr2,S2rc2nr2 142.942 0,56
2. Retensi Hara: KB, pH H20
1. Media Perakaran:
5,6 S3rc2,S2rc4nr23 Tekstur, Kedalaman tanah 282.474 1,11
2. Retensi Hara: KB, pH H20
74
2. Retensi Hara: KB, pH H20
75
Kesesuaian Lahan Potensial umumnya masalah kelerengan, dan tekstur
tanah menjadi faktor penghambat yang
Setelah dilakukan berbagai usaha harus di perhatikan.Asumsi tingkat
perbaikan pada beberapa faktor pembatas perbaikaan kelas kesesuaian lahan aktual
yang menjadi kendala menunjukkan bahwa untuk menjadi potensial disertai usaha
kelas kesesuaian pada beberapa unit lahan perbaikannya disajikan pada tabel 7 berikut
dapat meningkat satu kelas, namun ini.
Tabel 7. Penilaian Kelas Kesesuaian Lahan Aktual (KKLA) dan Potensial (KKLP) pada
Tanaman Kentang
Unit
KKLA Faktor Pembatas Usaha Perbaikan KKLP
Lahan
1. Media Perakaran: Tidak dapat dilakukan
Tekstur perbaikan
1,2,3,8 S3rc2,S2nr2 S3rc2
Penambahan BO atau
2. Retensi Hara: KB
pengapuran
1. Media Perakaran: Tidak dapat dilakukan
Tekstur perbaikan
4 S3nr3,S2rc2nr2 S2nr3rc2
2. Retensi Hara: KB, pH Penambahan BO atau
H20 pengapuran
1. Media Perakaran:
Tekstur, Kedalaman Tidak dapat dilakukan
5,6 S3rc2,S2rc4nr23 tanah perbaikan S3rc2,S2rc4
2. Retensi Hara: KB, pH Penambahan BO atau
H20 pengapuran
76
Pembuatan teras, Strip
cropping, penanaman
3. Bahaya Erosi: Lereng
tanaman penutup
tanah
1. Media Perakaran:
Tekstur, Kedalaman Tidak dapat dilakukan
tanah perbaikan
77
Pembuatan teras, Strip
cropping, penanaman
3. Bahaya Erosi: Lereng
tanaman penutup
tanah
Sumber: Data Primer, 2011
Tabel 7 menunjukkan besarnya kelas N atau S3, sedangkan areal unit lahan
potensi pengembangan lahan dari kesesuaian yang memiliki faktor pembatas sedang atau
lahan aktual ke kesesuaian lahan sedikit atau tidak memiliki faktor pembatas
potensial.17 unit lahan diklasifikasikan di golongkan ke dalam kelas S2 dan S1.Hal
berdasarkan kesesuaian lahan potensial ini dapat di lihat pada Tabel 8 yang
ini.Unit lahan yang memiliki tingkat faktor memperlihatkan kesesuaian lahan S3
pembatas terbanyak di golongkan menjadi mendominasi daerah Tinggimoncong.
10 S1 954,5 3,73
1,2,3,8,9,16 S2 4.234,5 16,79
4,5,6,7,11,12,13,17 S3 9.646,3 38,13
14, 15 N 10.465.7 41,4
Total 25,301.9 100
Sumber: Data Primer, 2011
78
KESIMPULAN FAO (Food and Agriculture Organization),
1976.A Framework for Land
Berdasarkan hasil penelitian, maka Evaluation. Soil Resources
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Management and Conservation
ServiceLand and Water
1. Kondisi bentuk wilayah yang beraneka Development Division. FAO Soil
ragam yang menyebabkan variasi satuan Bulletin No.32. FAO-UNO, Rome.
lahan yang terdiri dari 17 satuan lahan.
2. Analisis kesesuaian lahan menggunakan Hardjowigeno, S., 1992. Ilmu Tanah.
aplikasi SIG memperlihatkan transisi Gadjah Mada University
kelas kesesuaian lahan aktual (yang Press.Yogyakarta.
sebenarnya) ke kelas kesesuaian lahan
potensial (usaha perbaikan). PPTA (Pusat Penelitian dan Pengembangan
3. Dari luas total lahan yang dianalisis Tanah dan Agroklimat). 1991.
(25.301,029 Ha), 3,7% diantaranya Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan
(954,5 ha) memiliki kesesuaian lahan S1 Untuk Komoditas Pertanian. Badan
untuk pengembangan kentang. Litbang Pertanian Departemen
Sementara itu, kesesuaian lahan S2 Pertanian.
sebanyak 16,74% (4.234,5 ha),
kesesuaian lahan S3 sebanyak 38,13% Rayes, M. L. 2007. Metode Inventarisasi
(9.646,3 ha), dan dengan kesesuaian Sumber Daya Lahan. Penerbit Andi
lahan N sebanyak 41,4% (10.465,6 ha). Yogyakarta.Yogyakarta
4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pengembangan tanaman kentang di
Kecamatan Tinggimoncong memiliki
prospek yang cukup baik menurut
parameter karakteristik yang digunakan
di penelitian ini. Adanya wilayah yang
kurang sesuai untuk pengembangan
tanaman kentang dikarenakan adanya
faktor pembatas yang masih mungkin
untuk diperbaharui karena hanya bersifat
sementara
Daftar Pustaka
79
80