You are on page 1of 80

ISSN: 1979-7362

Optimasi Proses Pemanasan Pada Pembuatan Chips Wortel Kaya Karotenoid


Menggunakan Renponse Surface Methodology)
(Optimization Of Heating Process In Carrot Chips Hight Carotenoids By Response Surface
Methodology)

Fajriyati Masud
Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang (fajri888@yahoo.com)
Andi Saleha Baharuddin
Akademi Ilmu Gizi (AIGI), YPAG Makassar
Suhardi
Program Studi Teknik Pertanian, Universitas Hasanuddin Makassar

Abstract

Carrot (Daucus carota) contains carotenoid pigment in the form of vitamin A of about
12.000 S.I/100 gram. Epidemiology studies show that carotenoid has many benefits for
health. Carotenoid is affected by temperature during thermal process. Therefore carrot
processing must be controlled to minimize carotenoid destruction during process. The aims
of this research were to optimize temperature processing, time, and ratio of carrot-tapioca
flour. It was assumed that carotenoid destruction can be minimized by using appropriate
carrot-tapioca flour ratio, controlled temperature, and controlled time of process. This
research was conducted in two steps. The first step was carried out to determine appropriate
process condition by using 3 variables: (1) time of process, (2) temperature, and (3) carrot-
tapioca flour ratio. Indicators used to determine optimum condition from those variables
were: total carotenoid and water content. The second step was carried out to optimize
processing condition by using Central Composite Design (CCD). Response Surface
Methodology (RSM) was used to analyze total carotenoid and water content of chips. This
research showed that the optimum conditions for carrot processing were reached at the
temperature of 45oC, processing time 16 minutes, and ratio of carrot-tapioca flour 1:8.1.
Under these conditions, the carrot chips produced contained total carotenoid 345.82 ppm.
On the other hand, the optimum processing conditions for optimum water content of 3% was
obtained at temperature 520C, processing time 29 minutes, and ratio of carrot-tapioca flour
1:9.4.

Keywords: carrot, chips, carotenoid.

kuning dan orange pada buah dan sayur


PENDAHULUAN (Kumalaningsih 2006).

Wortel merupakan tanaman jenis Karotenoid merupakan pigmen


umbi-umbian yang tumbuh dengan baik di alami yang berwarna kuning sampai
dataran tinggi beriklim dingin. Wortel merah, ditemukan pada tanaman,
menghasilkan umbi berwarna orange dan ganggang, hewan vertebrata dan
terasa agak manis. Warna orange tersebut mikroorganisme (Linder, 1991).
diakibatkan oleh pigmen karotenoid Karotenoid hanya bisa disintesa oleh
yang dikandungnya. Kata karoten tanaman dan alga, sedangkan karotenoid
berasal dari bahasa Latin carrot yang yang terdapat di dalam tubuh hewan dan
berarti wortel, yaitu pigmen warna manusia berasal dari tanaman yang
dikonsumsinya (Nishigaki dan Waspodo,

Jurnal AgriTechno (Vol. 4, No. 1, September 2011)


2007). Karena warnanya mempunyai dimana 1 g retinol = 1 RE = 6 g
kisaran dari kuning sampai merah, maka -karoten = 12 g karotenoid = 10 IU
deteksi panjang gelombangnya (International Unit) atau SI (Satuan
diperkirakan antara 430 480 nm (Delia Internasional) (Winarno 1991). Umbi
dan Kimura 2004). wortel segar mengandung vitamin
A = 12.000 SI/100 gram (Direktorat Gizi
Pigmen Karotenoid merupakan zat Depkes RI, 2008) dan karotenoid 400 mg
gizi yang sangat penting sebab merupakan RE/g (Hariyadi, 2006). Hal ini berarti
pro-vitamin A. Karotenoid yang wortel sangat potensial untuk
dikonsumsi akan menjadi vitamin A aktif dikembangkan menjadi berbagai produk
dalam tubuh. Efek fisiologis vitamin A makanan kaya karotenoid.
antara lain adalah menjaga sistem
penglihatan, pendengaran dan reproduksi, Hingga saat ini konsentrat
menjaga kondisi biologis kulit dan karotenoid masih merupakan produk
mukosa, serta merupakan zat anti kanker. impor, dan umumnya karotenoid yang
Fungsi utama vitamin A selain menunjang digunakan merupakan senyawa sintetik.
dalam proses penglihatan, juga diperlukan Demikian pula kapsul vitamin A yang
untuk pertumbuhan yang normal (Linder tersedia saat ini umumnya diolah dari
1991), sehingga vitamin A sangat minyak ikan dan masih merupakan produk
dibutuhkan khususnya oleh balita dan impor (Elisabeth et al. 2003), sehingga
anak-anak guna mencegah defisiensi pengembangan wortel sebagai sumber
vitamin A. Menurut Arnelia (2002), - karotenoid sangat diperlukan.
karoten mempunyai beberapa aktivitas
biologis yang bermanfaat bagi tubuh Melihat manfaat besar karotenoid
antara lain untuk menanggulangi kebutaan bagi tubuh, maka penelitian diarahkan
akibat xeropthalmia, meningkatkan untuk memperoleh karotenoid dari sumber
imunitas tubuh, mencegah proses penuaan alaminya, misalnya dari wortel yang telah
dini, dan menunjang reproduksi. dikenal merupakan sayuran sumber
karotenoid yang tinggi. Hal tersebut dapat
Mengkonsumsi -karoten jauh dilakukan dengan mengolah wortel
lebih aman dari pada mengkonsumsi menjadi berbagai jenis produk pangan
vitamin A yang dibuat secara sintesis dan kaya karotenoid.
difortifikasi ke dalam makanan (Linder
1991). Tubuh akan mengkonversi - Pada proses pengolahan wortel,
karoten menjadi vitamin A dalam jumlah tidak dapat dihindari proses pemanasan
secukupnya saja, selebihnya akan tetap yang umum dilakukan dalam pengolahan
tersimpan sebagai -karoten. Sifat inilah pangan. Namun beberapa hasil penelitian
yang menyebabkan -karoten berperan menunjukkan bahwa karotenoid tidak
sebagai sumber vitamin A yang aman tahan terhadap suhu tinggi di atas 60oC,
(Kumalaningsih, 2006). sehingga dibutuhkan optimasi proses
selama pengolahan wortel guna
Kebutuhan tubuh akan vitamin A menyelamatkan karotenoid yang
untuk orang dewasa adalah sekitar 5.000 dikandungnya.
SI per hari, wanita hamil perlu mendapat
tambahan sekitar 1.000 SI dan 3.000 SI Salah satu olahan wortel yang
untuk wanita menyusui. Anak-anak sangat potensial dikembangkan adalah
membutuhkan sekitar 200 4.000 SI per chips wortel yang dalam pengolahannya
hari (Muchtadi TR, 1996). Vitamin A membutuhkan proses pemanasan. Untuk
diukur dalam retinol equivalent (RE), itu penelitian ini dilakukan dengan tujuan
2
untuk mengoptimasi suhu dan waktu kondisi operasi yang optimum sehingga
pemanasan adonan chips wortel hingga dapat menghemat biaya, waktu dan tenaga
diperoleh adonan yang sempurna dan tidak (Gaspersz, 1995).
lengket dengan kandungan karotenoid
yang tinggi dan mutu yang memenuhi SNI. METODOLOGI
Selain itu, untuk memperoleh chips wortel
juga digunakan tepung tapioka, sehingga Bahan baku berupa umbi wortel
ratio wortel-tapioka yang terbaik penting segar diperoleh dari Kabupaten Enrekang,
diketahui untuk memperoleh produk yang Sulawesi Selatan. Bahan-bahan lainnya
disukai. adalah tepung tapioka, plastik, ketumbar,
bawang putih, bawang merah, garam, serta
Optimasi proses pada pengolahan hexan untuk analisa. Adapun alat-alat yang
pangan sangat penting dilakukan sebab digunakan adalah spektrofometer
sangat terkait dengan biaya produksi serta (Spectronic 20 genesys), dan oven (type
mutu produk, utamanya mutu sensorik dan Venticell 111).
kandungan gizi. Untuk itu, adanya
optimasi proses memungkinkan produk Analisis Bahan Baku
dapat diproduksi secara komersial hingga
ke tingkat industri dengan biaya produksi Analisis kandungan umbi wortel
yang rendah. Disamping itu mutu sensorik dilakukan untuk mengetahui kadar
produk dan kandungan gizinya lebih dapat karotenoid wortel segar. Hal ini dilakukan
dipertahankan. untuk mengetahui seberapa besar
kerusakan karotenoid selama pengolahan.
Response Surface Methodology
(RSM) merupakan suatu kumpulan teknik- Penelitian Tahap I
teknik statistik dan matematika yang
berguna untuk menganalisis permasalahan Pada penelitian tahap I dilakukan
tentang beberapa variabel bebas yang penentuan lama dan suhu proses
mempengaruhi variabel tak bebas, serta pemanasan adonan, serta rasio wortel-
bertujuan mengoptimumkan respon tapioka yang dapat menghasilkan adonan
tersebut. RSM dapat digunakan oleh yang tidak lengket dengan kandungan
peneliti untuk (1) mencari suatu fungsi karotenoid produk yang tinggi serta kadar
pendekatan yang cocok untuk meramalkan air produk yang memenuhi SNI. Lama
respon yang akan datang, (2) proses pemanasan adonan yang dicobakan
menentukan nilai-nilai dari variabel bebas adalah 15, 20, 25, 30, dan 35 menit, pada
yang mengoptimumkan respons yang suhu 60oC dengan rasio wortel-tapioka
dipelajari (Gaspersz, 1995). 1:9.

Seringkali dalam suatu percobaan Penentuan suhu dan rasio wortel-


peneliti tidak tahu pasti dimana lokasi titik tapioka dilakukan dengan
maksimum berada, dengan demikian dapat mengkombinasikan 3 (tiga) level
saja terjadi bahwa dugaan awal tentang perlakuan suhu, yaitu 50, 60, dan 70oC,
kondisi proses (operasi) yang optimum dengan menggunakan lama proses terbaik
dari sistem akan berbeda jauh dari kondisi dari perlakuan sebelumnya serta rasio
optimum yang aktual, sehingga dengan wortel-tapioka 1:9.
RSM ini peneliti dapat dibantu untuk
mengetahui lokasi titik maksimum dengan Penentuan rasio wortel-tapioka
tepat. Dengan kata lain, RSM dapat dilakukan dengan mengkombinasikan 3
membantu peneliti untuk menentukan (tiga) perlakuan yaitu rasio wortel-tapioka
3
1:8, 1:9, dan 1:10, dengan menggunakan variabel yaitu lama proses pemanasan
lama dan suhu proses pemanasan terbaik adonan, suhu proses pemanasan adonan,
dari perlakuan sebelumnya. dan rasio wortel-tapioka. Titik tengah
perancangan penelitian diambil dari lama
Perlakuan lama dan suhu proses proses pemanasan, suhu, dan rasio wortel-
pemanasan adonan serta rasio tapioka terbaik dari penelitian tahap I.
wortel-tapioka terbaik digunakan sebagai Perlakuan dan kode perlakuan untuk 3
titik tengah perancangan tahap II. variabel dapat dilihat pada Tebel 1.
Indikator penentuan perlakuan terbaik Rancangan percobaan dapat dilihat pada
adalah kadar karotenoid produk yang Tabel 2. Model umum rancangan yang
tinggi serta kadar air yang memenuhi SNI. digunakan adalah :
Kadar air penting menjadi indikator sebab k k k 1, k

berpengaruh terhadap daya tahan produk Y 0 i X i ii X i2 i, j Xi X j


i 1 i 1 i 1, j 2
selama penyimpanan. Kadar air kerupuk
berdasarkan SNI maksimal 3% . Pada Dimana Y = Respon pengamatan,
kadar air tersebut produk-produk 0 = Intersep, i = Koefisien linier, ii =
kelompok kerupuk aman selama Koefisien kuadratik, ij = Koefisien
penyimpanan. interaksi perlakuan, Xi = Kode
perlakuan untuk faktor ke-i, Xj = Kode
Proses pembuatan chips wortel perlakuan untuk faktor ke-j, k = Jumlah
adalah sebagai berikut: dipilih wortel faktor yang dicobakan. Data yang
yang baik dan segar, kulit dikupas dan diperoleh dianalisis menggunakan
dicuci dengan air bersih, di blanching software SAS v6.12, dan untuk
hingga strukturnya lunak, diblender hingga memperoleh bentuk permukaan respon
menjadi bubur wortel yang selanjutnya menggunakan software SURFER 32.
dicampurkan dengan tapioka dengan
perbandingan sesuai perlakuan, dan juga Parameter
dicampur dengan bumbu yang telah
dihaluskan hingga menjadi adonan, adonan Parameter yang diukur adalah kadar
dipanaskan dengan suhu dan waktu sesuai air (Metode Oven, AOAC 1995), dan
perlakuan hingga menjadi adonan yang kadar karotenoid (Metode
tidak lengket, adonan dicetak dengan cara Spektrofotometri, PORIM 1998). Prinsip
dibungkus plastik berdiameter 3 cm, pengukuran kadar air metode oven adalah
adonan diris dengan ketebalan 2-3 mm pengeringan sampel dalam oven pada suhu
hingga menjadi chips mentah, selanjutnya di atas titik didih air hingga diperoleh berat
dikeringkan hingga kadar air maksimum yang tetap. Cawan kosong dan tutupnya
3%. dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC
selama 1 jam, didinginkan dalam desikator
Penelitian Tahap II lalu ditimbang, kemudian ditimbang 5
gram sampel dan dimasukkan ke dalam
Penelitian tahap II dilakukan untuk cawan, tutup cawan diangkat dan
memperoleh kondisi proses pemanasan tempatkan cawan dan tutupnya beserta
adonan chips wortel yang optimum untuk sampel di dalam oven selama 6 jam,
menghasilkan chips wortel yang kontak antara cawan dengan dinding oven
mengandung karotenoid tinggi dan kadar dihindari. Selanjutnya cawan dipindahkan
air yang memenuhi SNI. Penelitian ke dalam desikator, ditutup dengan
mengikuti rancangan Central Composite penutup cawan lalu didinginkan. Setelah
Design (CCD) dari Response Surface dingin, ditimbang kembali, lalu
Methodology (RSM) dengan 3 (tiga) dikeringkan kembali di dalam oven sampai
4
diperoleh berat yang tetap. Perhitungan Hasil penentuan lama proses
kadar air menggunakan rumus: pemanasan adonan chips wortel dapat
dilihat pada Gambar 1. Berdasarkan kadar
karotenoid dan kadar air produk chips
wortel yang dihasilkan dari masing-masing
Kadar air (%) = x 100% waktu yang dicobakan, maka perlakuan
ke-3 yaitu lama pemanasan 25 menit,
suhu 60oC, dan rasio wortel-tapioka 1:9
Keterangan : memberikan hasil yang terbaik dengan
m1 = berat sampel kadar karotenoid 284 ppm dan kadar air
m2= berat sampel setelah pengeringan 3%. Dengan demikian maka lama
pemanasan 25 menit dipilih menjadi titik
Prinsip pengukuran kadar tengah perancangan tahap II.
karotenoid metode spektrofotometri adalah
pengukuran karotenoid dengan absorbsi Pemanasan adonan chips wortel
pada panjang gelombang dengan kisaran selama 15 dan 20 menit sebenarnya
430 480 nm. Sebanyak 0,1 gram sampel mengandung karotenoid yang lebih tinggi,
yang telah dihaluskan dilarutkan dengan namun kadar airnya di atas 3%. Selama
hexan dalam labu ukur 25 ml sampai tanda proses pemanasan, kadar air akan
tera, lalu dikocok hingga homogen. berkurang seiring dengan semakin
Selanjutnya absorbansi diukur dengan lamanya proses berlangsung akibat
spektrofotometer pada panjang gelombang penguapan. Hal serupa juga terjadi pada
446 nm. Total karotenoid menggunakan karotenoid dimana degradasi karotenoid
rumus : terjadi akibat paparan suhu tinggi.

Total karotenoid (ppm) =

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Bahan Baku

Hasil yang diperoleh dari analisis


bahan baku umbi wortel dapat dilihat pada
Tabel 1. Umbi wortel yang diperoleh dari
Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan
mengandung karotenoid rata-rata 420
ppm.
Gambar 1. Hubungan antara lama
pemanasan (menit) adonan
Tabel 1. Hasil analisis bahan baku umbi wortel chips wortel dengan kadar
Ulangan Karotenoid (ppm)
air (%) dan kadar
1 420 karotenoid (ppm) produk
2 418
chips wortel pada suhu
60C dan rasio wortel-
3 421
tapioka 1:9.
Rata-rata 420

Hasil yang diperoleh dari


Penelitian Tahap I penentuan perkiraan suhu dan rasio
wortel-tapioka dapat dilihat pada Gambar
5
2. Grafik pada Gambar 2 memperlihatkan kombinasi lama pemanasan, suhu, dan
bahwa pada suhu 60oC, rasio wortel- rasio wortel-tapioka berpengaruh
tapioka 1:9, dan lama pemanasan 25 menurunkan kadar karotenoid produk.
menit, chips yang dihasilkan memiliki Visualisasi permukaan respon dari data
kadar karotenoid 283 ppm dan kadar air kadar karotenoid chips wortel yang
3%. Dengan demikian maka suhu 60oC dihasilkan dari keduapuluh perlakuan
dipilih menjadi titik tengah perancangan (Tabel 3) yang menggunakan uji RSM
penelitian tahap II. dapat dilihat pada Gambar 3. Persamaan
RSM dari proses pemanasan adonan chips
Hasil penelitian di atas sesuai wortel untuk memperoleh kadar
dengan pendapat Fennema (1985), bahwa karotenoid yang maksimum adalah:
karotenoid tidak mengalami kerusakan
pada pemanasan 60oC. Lebih lanjut Y = -1028.948469 + 16.933710X1 +
Iwasaki dan Murakhosi (1992) 3,709748X2 + 15592X3 -
2
mengatakan bahwa bila suhu lebih tinggi 0.180536X1 - 0.048611X1X2
akan terjadi oksidasi karotenoid terutama 0.075536X22 + 1.060606X1X3 +
jika terdapat prooksidan. Bila teroksidasi, 7.181818X2X3 - 63754X32
aktivitas karotenoid akan menurun karena
terjadinya perubahan isomer dari bentuk ..(Persamaan 1)
trans menjadi cis. Aktivitas biologis
isomer cis karotenoid ini sekitar 15-75% Dimana Y adalah kadar karotenoid,
(Onyewu 1985). X1 adalah suhu pemanasan, X2 adalah
lama pemanasan, dan X3 adalah rasio
wortel-tapioka. Hasil analisis statistik
menunjukkan bahwa model permukaaan
respon memiliki nilai R2 = 0,75 atau
koefisien korelasi (r) yang cukup besar
yaitu 0,86. Hal ini berarti variabilitas data
dapat dijelaskan oleh model, sehingga
model persamaan tersebut dapat digunakan
sebagai model dalam menentukan optimasi
terhadap kadar karotenoid chips wortel
yang maksimum.

Tabel 2. Perlakuan dan kode perlakuan untuk 3 variabel


Gambar 2. Hubungan antara suhu (C) dan
rasio wortel-tapioka dengan Perlakuan Perlakuan dan Kode Perlakuan
kadar karotenoid (ppm) dan -
1,682 -1 0 1 1,682
kadar air (%) produk chips
Suhu pemanasan (0C) 50 54 60 66 70
wortel pada t=25 menit
Lama pemanasan (menit) 15 19 25 31 35

Penelitian Tahap II Rasio wortel-tapioka 1:8.0 1:8.4 1:9.0 1:9.6 1:10

a. Hasil optimasi kadar karotenoid

Hasil optimasi kondisi proses


pemanasan adonan chips wortel untuk
memperoleh produk yang mengandung
karotenoid tinggi menunjukkan terjadinya
penurunan, hal ini berarti bahwa
6
Tabel 3. Rancangan percobaan dengan
sistem pengkodean

No Suhu Lama Rasio wortel-


pemanasan(0C) pemanasan tapioka
(menit) Gambar 3. Permukaaan tanggap (response
1 -1 -1 -1 surface) kadar karotenoid
2 1 -1 -1 chips wortel
3 -1 1 -1
4 1 1 -1
5 -1 -1 1 Berdasarkan analisis kanonik
6 1 -1 1 (canonical analysis) untuk menentukan
7 -1 1 1
kondisi optimum respon yaitu kadar
8 1 1 1
9 -1,682 0 0 karotenoid, diketahui bahwa nilai kritis
10 1,682 0 0 untuk suhu adalah 45oC, lama
11 0 -1,682 0 pemanasan 16 menit, dan rasio
12 0 1,682 0
13 0 0 -1,682
wortel-tapioka 1:8,1. Pada titik-titik
14 0 0 1,682 tersebut nilai kadar karotenoid yang
15 0 0 0 diperkirakan pada titik stasioner adalah
16 0 0 0 345,82 ppm.
17 0 0 0
18 0 0 0
19 0 0 0 Gambar 3 memperlihatkan
20 0 0 0 permukaaan tanggap (response surface)
No Suhu Lama Rasio kadar karotenoid chips wortel pada kondisi
pemanasa pemanasan wortel- pemanasan adonan yang optimum.
n(0C) (menit) tapioka
1 54 19 1:8.4
Tampak bahwa pengaruh suhu lebih kuat
2 66 19 1:8.4 terhadap degradasi karotenoid
3 54 31 1:8.4 dibandingkan pengaruh lama pemanasan.
4 66 31 1:8.4
Degradasi karotenoid lebih besar dengan
5 54 19 1:9.6
6 66 19 1:9.6 meningkatnya suhu pada lama proses
7 54 31 1:9.6 pemanasan yang sama (konstan)
8 66 31 1:9.6 dibandingkan dengan degradasi karotenoid
9 50 25 1:9.0
10 70 25 1:9.0
dengan semakin lamanya pemanasan pada
11 60 15 1:9.0 suhu yang sama (konstan). Kurva pada
12 60 35 1:9.0 sumbu x (suhu) lebih cembung dibanding
13 60 25 1:8.0 kurva pada sumbu y (waktu), artinya
14 60 25 1:10
15 60 25 1:9.0
degradasi karotenoid lebih besar apabila
16 60 25 1:9.0 suhu meningkat dibanding degradasi
17 60 25 1:9.0 karotenoid apabila waku pemanasan
18 60 25 1:9.0
semakin lama.
19 60 25 1:9.0
20 60 25 1:9.0
Hasil penelitian Sahidin et al. (2000)
menunjukkan bahwa degradasi -
Tabel 3. Lanjutan karoten sangat dipengaruhi oleh suhu dan
lamanya pemanasan. Semakin tinggi suhu
dan semakin lama pemanasan
7
mengakibatkan degradasi -karoten Y = 3.852345 + 0.153893X1 -
semakin besar. Struktur senyawa - 0.080613X2 66.906330X3 -
karoten yang mempunyai 11 ikatan 0.001666X12 - 0.000455X1X2 +
rangkap yang terkonyugasi mengakibatkan 0.001134X22 + 0.293394X1X3 +
-karoten mudah terdegradasi oleh panas. 0.361758X2X3 + 194.166397X32
Rianto (1995) melaporkan bahwa terdapat ..
interaksi yang nyata antara suhu .(Persamaan 2)
pemanasan dan lama pemanasan terhadap
penurunan karoten total. Artinya, semakin Dimana Y adalah kadar air, X1
tinggi suhu pemanasan maka semakin adalah suhu pemanasan, X2 adalah lama
besar penurunan karoten total dengan pemanasan, dan X3 adalah rasio wortel-
waktu pemanasan yang sama, dan juga tapioka. Hasil analisis statistik
semakin lama pemanasan maka semakin menunjukkan bahwa model permukaaan
besar penurunan karoten total dengan suhu respon memiliki nilai R2 = 0,87 atau
pemanasan yang sama. Penurunan karoten koefisien korelasi (r) yang besar yaitu
total tersebut semakin besar bila 0,93. Hal ini berarti variabilitas data dapat
pemanasan dilakukan pada suhu tinggi dijelaskan oleh model, sehingga model
persamaan tersebut dapat digunakan
Eskin (1989) mengemukakan sebagai model dalam menentukan optimasi
pengaruh suhu terhadap karotenoid. terhadap kadar air chips wortel yang
Karotenoid akan mengalami kerusakan minimum.
pada suhu tinggi sehingga terjadi
dekomposisi karotenoid yang
mengakibatkan turunnya intensitas warna
karotenoid atau terjadi pemucatan. Lebih
lanjut Priata (1997) menjelaskan bahwa
degradasi thermal yang terjadi pada -
karoten dipengaruhi oleh cahaya, suhu,
dan oksigen.

b. Hasil optimasi kadar air

Hasil optimasi kondisi proses


pemanasan adonan chips wortel untuk Gambar 4. Response surface kadar air
memperoleh produk chips wortel dengan chips wortel pada kondisi
kadar air yang rendah menunjukkan pemanasan adonan yang
terjadinya penurunan, hal ini berarti bahwa optimum
kombinasi lama pemanasan, suhu, dan
rasio wortel-tapioka berpengaruh Berdasarkan analisis kanonik untuk
menurunkan kadar air produk chips wortel. menentukan kondisi optimum respon yaitu
Visualisasi permukaan respon dari data kadar air diketahui bahwa nilai kritis
kadar air chips wortel yang dihasilkan dari untuk suhu adalah 52oC, lama proses 29
keduapuluh kondisi proses pemanasan menit, dan rasio wortel-tapioka 1:9,4.
adonan chips wortel yang menggunakan Pada titik-titik tersebut nilai kadar air
uji RSM dapat dilihat pada Gambar 4. chips wortel yang diperkirakan pada titik
Persamaan RSM dari proses pemanasan stasioner adalah 3%.
adonan chips wortel untuk memperoleh
kadar air yang minimum adalah: Gambar 4 memperlihatkan response
surface kadar air chips wortel pada kondisi
8
pemanasan adonan yang optimum. Dapat DAFTAR PUSTAKA
dilihat bahwa pengaruh suhu lebih kuat
terhadap penurunan kadar air Arnelia. 2002. Fito-kimia komponen
dibandingkan pengaruh lama pemanasan. ajaib cegah penyakit jantung koroner
Penurunan kadar air lebih besar dengan dan kanker.
semakin meningkatnya suhu pada lama http://www.kimianet.lipi.go.id. [3
pemanasan yang sama (konstan), September 2006].
dibanding dengan penurunan kadar air
dengan semakin lamanya pemanasan pada [AOAC] Association of Official
suhu yang sama (konstan). Kurva pada Analytical Chemist. 1995. Official
sumbu x (suhu) lebih cembung dibanding Methods of Analysis. Vol IIA.
kurva pada sumbu y (waktu), artinya AOAC Inc. 4: 17 19. Washington.
penurunan kadar air lebih besar apabila
suhu meningkat dibanding penurunan Delia, Kimura M. 2004. HarvestPlus
kadar air apabila waku pemanasan Handbook for Carotenoid Analysis.
semakin lama. 2nd edition. HarvestPlus Technical
Monograph. Washington.
KESIMPULAN
Elisabeth J, Siahaan D, Andarwulan N.
Kondisi proses pemanasan adonan 2003. Mikroenkapsulasi minyak
chips wortel yang optimum untuk makan merah untuk produk
memperoleh produk chips wortel yang suplemen dan fortifikan pangan.
mengandung karotenoid tinggi dilakukan J. Penelitian Kelapa Sawit. Vol 11.
pada suhu 45oC, lama pemanasan 16 No 3:143 157.
menit, dan rasio wortel-tapioka 1:8,1.
Pada titik-titik tersebut nilai kadar Eskin. 1989. Plant Pigment, Flavor and
karotenoid yang diperkirakan pada titik Texture. Academic Press. New York.
stasioner adalah 345,82 ppm. Sedangkan
kondisi proses pemanasan adonan chips Fennema . 1985. Food Chemistry. Marcel
wortel yang optimum untuk memperoleh Dekker, Inc., New York.
produk chips wortel yang mengandung
kadar air maksimum 3% dilakukan pada Gaspersz V. 1995. Teknik Analisis dalam
suhu 52oC, lama pemanasan 29 menit, Penelitian Percobaan. Tarsito.
dan rasio wortel-tapioka 1:9,4. Pada titik- Bandung.
titik tersebut nilai kadar air chips wortel
yang diperkirakan pada titik stasioner Hariyadi, P. 2006. Minyak sawit
adalah 3%. ingridien pangan potensial. Bogor:
Food Review Indonesia. PT. Media
UCAPAN TERIMA KASIH Pangan Indonesia. Jakarta.

Terimakasih kepada pimpinan dan Iwasaki R, Murakoshi M. 1992. Palm oil


segenap staf Akademi Ilmu Gizi (AIGI), yields carotene for world market.
Yayasan Perguruan Amanna Gappa Oleochemicals, inform, Vol. 3, No.
(YPAG) Makassar, yang telah membantu 2: 210 217.
terlaksananya penelitian ini.
Kumalaningsih S. 2006. Antioksidan
alami. Trubus Agrisana, Surabaya.

9
Linder MC. 1991. Nutritional
Biochemistry and Metabolism with
Clinical Applications. Ed 2nd.
Pretice-Hall International Inc.
California.

Muchtadi TR. 1996. Peranan teknologi


pangan dalam rangka peningkatan
nilai tambah produk minyak sawit
Indonesia. Orasi Ilmiah Guru Besar
Tetap Ilmu dan Teknologi Pangan.
Bogor:Institut Pertanian Bogor.

Nishigaki, Waspodo IS. 2007. Khasiat


Buah Merah Sebuah Kajian di
Jepang. Cindy Printing. Jakarta.

Onyewu PN. 1985. Thermal Degradation


of -carotene Under Simulated Time
and Temperatures Conditions of
Various Food Processes. UMI
Dessertation Services. Michigan.

PORIM. 1995. PORIM Test Methods.


Palm Oil Research Institute of
Malaysia; Ministry of Primary
Industries. Malaysia.

Priata A. 1997. Karakteristik senyawa non


volatil produk degradasi thermal
beta-karoten. [Skripsi]. Bogor:
FATETA-IPB.

Rianto D. 1995. Sifat fisiko-kimia dan


stabilitas panas minyak sawit
merah. [Skripsi]. Bogor: FATETA-
IPB.

Sahidin, Sabirin M, Eka N. 2000.


Degradasi -karoten dari minyak
sawit mentah oleh panas. J.
Penelitian Kelapa Sawit Vol. 8.
No. 1: 39-49.

Winarno FG. 1991. Kimia Pangan dan


Gizi. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.

10
ISSN: 1979-7362

Studi Degradasi Fungsi Infrastruktur Waduk Bakaru dengan Pemodelan Suspended


Load DPS Mamasa Kabupaten Pinrang
(Infrastructure Degradation Function Study of Bakaru Resevoir by Suspended Load
Modeling on Mamasa River Watershed Pinrag Regency)

I. Widyastuti
Universitas Kristen Indonesia Paulus, Makassar
L. Samangi
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin, Makassar
A. Munir
Jurusan Keteknikan Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar

Abstract

The main function of Bakaru Resevoir is degradating as a hydroelectrical resource


(PLTA) to supply SULSEL, SULBAR, and SULTRA area. This research aims to I) analyze
Mamasa River water resources that influence the sedimentation rate and volume deposit in
the reservoir, II) inflow suspended load disperse pattern in the reservoir that influence the
water quality standard to turbine movement. Hydrology data obtained from three rainfall
hydrologic Station Mamasa, Sumarorong and Sikuku and daily flowrate data from AWLR
Dam Bakaru Station. Resevoir capacity degradation analysis utilized two approaches. 1)
Numeric analysis by Surface water Modelling System Version 8.1 that shown the suspended
load disperse pattern in the reservoir and the input data using Nakayasu Method flood. 2)
Empirical analysis for reservoir capacity estimation by a) flow-sediment curve using Cubic
Spline Interpolation Method and sediment sample measurement. B) Generation flow by
Thomas Fiering Method. The result showed that Mamasa River is in critical condition
criteria 90, maximum specific discharge is 17.24 m3/det/100 Km2 and minimum 1.9
m3/det/100 Km2. Sediment rate of 406.991 m3/year and deposite sedimentation volume of
4,997,360 m3 with reservoir effective volume 1,92,640 m3 till 2010 year. Analyses result
showed reservoir effective capacity decrease 9% per year. Suspended load dispersion paterrn
showed that sediment consentration is 0.578 g/l at the upper reservoir stream and 0.004 g/l
at the lower reservoir stream with alteration base line 0.165 m at the upper reservoir stream
and 0.004 m at the lower reservoir stream.

Keywords : reservoir, suspended sediment, effective capacity, degradation.

PENDAHULUAN terbentang dari utara (Kab. Mamasa)


menuju ke selatan (Kab. Pinrang). S.
Infrastruktur Waduk Bakaru secara Mamasa merupakan media untuk
geografis terletak pada 119o 35 50 BT dan 3o mengalirkan air sekaligus mengangkut
26 53 LS. Infrastruktur ini merupakan sedimen yang tersuspensi dari hasil erosi.
bangunan penting yang berada di Wilayah hilir Infrastruktur Waduk yang berada pada
DPS Mamasa dengan wilayah administrasi DPS Mamasa atau yang dikenal dengan
Kabupaten Mamasa seluas 83.352 ha (79%), Waduk Bakaru memiliki fungsi utama
wilayah Kabupaten Pinrang seluas 21.160 ha yaitu sebagai Pembangkit Listrik Tenaga
(20%), dan wilayah Kabupaten Tana Toraja Air (PLTA). Infrastruktur ini merupakan
seluas 705 ha (1%). Luas total DAS Mamasa salah satu infrastruktur terbesar di
105.217 ha memiliki S. Mamasa sebagai Sulawesi Selatan yag terletak di
sungai utama dengan panjang 117 km Kabupaten Pinrang memiliki luas waduk

Jurnal AgriTechno (Vol. 4, No. 1, September 2011)


199,85 ha dengan kapasitas tampungan 8,38 x geografis terletak antara 3o 30 2o 51
106 m3 dan kapasitas efektif sebesar 2 X 106 LS dan 119o 15 119o 45 BT. Khusus
m3, selain itu Waduk Bakaru memiliki 2 (dua) pengambilan sample sedimen dilakukan
buah turbin yang memiliki tenaga mekanik di hilir Sungai Mamasa, berjarak 5 Km
sebesar 126 MW dan untuk menggerakkan ke dari Waduk Bakaru (sumber : observasi
dua turbin tersebut dibutuhkan debit air normal awal) tepatnya di Dusun Silei, Kelurahan
sebesar 45 m3/detik. Lembang, Kecamatan Ulu Saddang,
Kemampuan produksi kWh listrik tahunan Kabupaten Pinrang.
turbin PLTA Bakaru sangat dipengaruhi oleh
kemampuan infrastruktur dalam menyimpan Kerangka Konseptual
air. Ada beberapa parameter yang
mempengaruhi kemampuan waduk dalam Penelitian degradasi fungsi
menyimpan air, satu diantaranya adalah laju infrastruktur waduk yang dilakukan pada
sedimentasi waduk. Berdasarkan hasil DPS Mamasa memiliki kerangka
pengukuran dan penelitian kondisi existing
infrastruktur Waduk Bakaru yang dilakukan konseptual sebagai berikut:
oleh PT. PLN (Persero) wil. XIII Sektor
Isu Degradasi Kondisi
Bakaru,2005, menunjukkan kondisi Pengaliran Waduk
infrastruktur sangat memprihatinkan, dimana
volume air di waduk cenderung menurun dari
kapasitas tampung 6.919.900 m3 pada tahun
Sedimentasi Erosi Daerah
1990 menjadi 588.500 m3 pada tahun 2005, berlebihan di Sungai Aliran Sungai
sedangkan volume sedimentasi menunjukkan atau Tampungan
peningkatan yang signifikan yaitu 0 m3 pada (Sedimen di Hilir) Laju Sedimen (Erosi di
tahun 1990 menjadi 6.331.400 m3. (Hasil Hulu)
laporan pengukuran/penelitian PT. PLN Sektor
Bakaru, 2005)
Studi Dampak Studi
Dalam upaya memperbaiki dan memulihkan
Karakteristik terhadap Karakteristik
kondisi infrastruktur waduk diperlukan DAS Keseimbangan Sedimen
identifikasi dan pemetaaan masalah secara Air Waduk (Lab./Observa
tepat. Salah satu upaya yang dilakukan melalui Kese si)
imba Debit dan kosentrasi Kurva
penelitian ini, yakni bagaimana ngan Debit-
Suspended Load
mengidentifikasi laju sedimen, volume dan Air sedimen
pola sebaran sedimen melayang. Topo
grafi Simulasi Pola Aliran Sedimen
Penelitian ini menitikberatkan pada studi
Melayang Pada Waduk SMS
pengurangan fungsi infrastruktur untuk Ex.SED2D-WES
kapasitas tampungan dan pengurangan debit
berdasarkan kapasitas efektif, sehingga studi
Kapasitas
ini dapat memberikan masukan bagi pihak-
Waduk
pihak yang terkait dalam pengelolaan
Tindakan
infrastruktur Waduk pada khususnya serta Tindakan
Mitigasi
keberadaan infrastruktur tersebut bisa Mitigasi Degradasi Fungsi
Jangka
Jangka Waduk
memberikan manfaat bagi masyarakat pada Panjang
Pendek /
umumnya. Menengah
Gambar 1. Diagram Kerangka Konseptual
METODOLOGI
Rancangan Penelitian
Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan pada Daerah Penelitian ini merupakan penelitian


Pengaliran sungai Mamasa yang secara eksploratif dengan menganalisis data
12
primer dan sekunder. Dalam penelitian Metode Analisis Data
dilakukan beberapa analisis yaitu : 1. Dalam menganalisis data curah hujan
1. Analisis data curah hujan, akan menggunakan metode analisis
menghasilkan debit rancangan banjir hidrograf satuan sintetik.
2. Analisis data sedimen melayang 2. Untuk menganalisis sedimen
menggunakan percobaan laboratorium dan melayang menggunakan hasil
akan menghasilkan nilai konsentrasi laboratorium dan pengolahan data
sedimen (Cs), hubungan dengan debit (Qw), pengukuran debit menggunakan
dan akhirnya akan menghasilkan hubungan metode Cubic Spilne Interpolation.
antara sedimen melayang dan debit dalam 3. Analisis Estimasi laju sedimen yang
bentuk lengkung debit-sedimen melayang. masuk ke infrastruktur waduk
3. Untuk menentukan banyaknya sedimen
menggunakan metode lengkung
yang masuk sampai saat ini, digunakan debit debit. Untuk sedimen melayang
bangkitan harian guna mendapatkan data menggunakan persamaan empiris dan
debit bulanan selama 1 tahun. Pembangkitan untuk sedimen dasar menggunakan
data debit menggunakan Metode Thomas hasil penelitian terdahulu.
Fiering.
4. Dari analisis volume waduk
4. Analisis Selanjutnya untuk menentukan laju
numerik sedimen melayang waduk selanjutnya diketahui besarnya
menggunakan alat bantu Model SMS tingkat degradasi fungsi infrastruktur
(Surface Water Modelling System) versi 8.1 waduk yang mempengaruhi inflow
berdasarkan debit rancangan. standar waduk.
5. Setelah mengetahui besarnya sedimen yang
masuk ke waduk maka ditentukan Diagram Alir Penelitian
penurunan fungsi infrastruktur terhadap
kapasitas efektif waduk. Identifikasi Masalah Sedimentasi

Jenis Data
Input data Sekunder: Input data Primer:
Data data yang diperlukan dalam Peta Topografi & Pengukuran debit
penelitian : bathimetri waduk Pengukuran sample
Data Curah hujan sedimen layang
a. Data Sedimen Data Sedimen dasar
Data Inflow (Debit)
b. Peta topografi DPS Mamasa Pengolahan data
c. Peta Bathimetri Waduk
d. Data Curah Hujan harian/bulanan/tahunan Analisis Hidrologi Analisis Sedimen
e. Data inflow maksimum pengoperasian
waduk
Analisis Numerik Analisis Empirik
Metode Pengumpulan Data
Hidrograf Pemodelan
Data Primer meliputi data pengukuran debit Debit Sedimen Debit Sedimen
rancangan Melayang Melayang
dan data pengukuran sedimen melayang kondisi
SMS 8.1 Ex.
SED2D-WES
(Januari, 2010). Data Sekunder meliputi peta banjir
Debit Debit Cubic
Bangkitan Spiline
topografi DPS Mamasa, peta bathimetri Harian Interpolation
Waduk Bakaru, data curah hujan, dan data Thomas
Pola Sebaran Fiering Kurva debit-sedimen
inflow standar pengoperasian infrastruktur Sedimen Melayang

waduk diperoleh dari PT. PLN (PERSERO)


Estimasi Kapasitas
Sektor Bakaru serta data Pengukuran Sedimen Degradasi Kapasitas Waduk
dan Inflow
dasar, dari tahun 1985 s/d 1996 Infrastruktur

Selesai

Gambar 2. Diagram Alir Penelitian 13


Pengukuran Debit dan Angkutan Sedimen. System (SMS) Versi 8.1 extension
SED2D-WES, dimana data debit
Pengukuran debit dan angkutan sedimen rancangan (Q) dan kosentrasi sedimen
yang masuk ke waduk PLTA Bakaru dilakukan (Cs) sebagai masukan untuk melihat laju
dengan cara dan prosedur sebagai berikut: sedimen (Qs) sehingga volume sedimen
di waduk dapat dipetakan.
Pengukuran debit

Sebagaimana lazimnya, pengukuran debit HASIL DAN PEMBAHASAN


dengan cara langsung dilakukan dengan Karakteristik Lingkungan Fisik
mengukur profil melintang sungai/saluran dan Wilayah
kecepatan aliran secara periodik pada lokasi
yang sama. Dengan menggunakan sejumlah PLTA Bakaru adalah infrastruktur
data pengukuran tersebut, digambarkan waduk dengan type run off river, salah
hubungan antara debit dengan kedalaman, satu pembangkit hidro dalam system
kecepatan atau parameter lainnya yang kelistrikan Sulawesi Selatan dan
diperlukan. Pada penelitian ini pengukuran Sulawesi Barat dengan kapasitas 2 x 63
debit menggunakan Metode Cubic-Spline MW. Saat ini PLTA Bakaru
Interpolation. Budi I (2009) dalam Perbaikan menyumbang tidak kurang dari 30 % dari
Metode Pengukuran Debit Sungai kebutuhan daya total system sebesar 530
menggunakan Metode Cubic-Spline MW.
Interpolation, mengatakan fungsi ini
digunakan untuk menggambarkan profil sungai
secara kontinyu yang terbentuk atas hasil
pengukuran jarak dan kedalaman sungai.

Pengukuran sedimen.

Pengukuran sedimen dilakukan dengan


mengambil sampel sedimen, baik sampel
sedimen layang maupun sedimen dasar pada
saat yang sama dengan pengukuran debit.
Sampel sedimen tersebut dianalisa di Gambar 3. Kondisi Waduk PLTA Bakaru, 2010
laboratorium untuk mendapatkan parameter
fisik sedimen yang dibutuhkan untuk estimasi Keadaan Umum DPS Mamasa
selanjutnya.
Secara geografis, daerah aliran sungai
Estimasi Pola Sebaran Sedimen. Mamasa terletak antara 2o51 - 3o30 LS
dan 119o15 - 119o45 BT. Secara
Dengan menggunakan data-data hidrologi, administratif, DPS Mamasa mencakup
selanjutnya diestimasi debit sedimen, dimana tiga wilayah kabupaten di Propinsi
untuk sedimen layang dapat diestimasi secara Sulawesi Selatan, yaitu Kabupaten
langsung dari debit aliran dan konsentrasi Polmas, Kabupaten Pinrang dan
sedimen didalam debit aliran tersebut. Analisis Kabupaten Enrekang. Bentuk DPS
pola sebaran sedimen dilakukan menggunakan menyerupai bulu burung yang
bantuan pemodelan Surface Water Modelling
14
memanjang dari utara ke selatan dengan luas Pada tabel 1, curah hujan yang tercatat
DPS 1052,41 km2 dan panjang sungai utama pada 3 stasiun hujan (1991 2009)
117 km. didalam wilayah DPS Mamasa
menunjukkan bahwa curah hujan rata-
rata pada DPS tersebut lebih dari 1500-
2000 mm pertahun dan distribusinya
hampir merata sepanjang tahun.

Debit
Data debit tahunan (1985 - 2009)
diketahui debit rata-rata bulanan
maksimum 181.42 m3/det dan minimum
sebesar 20.01 m3/det. Debit bulanan
minimum sebesar 31.67 m3/det (2006)
sedangkan debit tahunan maksimum
sebesar 84.76 m3/det (1998).

Tabel 2. Debit rata-rata bulanan S. Mamasa Stas.


AWLR DAM Bakaru (1985-2009)

No Bulan Debit (M3/det)


Maks Min
1 Jan 158.12 36.61
Gambar 4. DPS Mamasa
2 Feb 162.39 38.03
3 Mar 145.47 36.38
Keadaan topografi DAS Mamasa pada 4 Apr 181.42 52.21
umumnya berbukit dan bergunung dengan 5 Mei 178.70 44.76
ketinggian lebih dari 600 m diatas permukaan 6 Jun 124.52 37.78
laut. Kemiringan lereng pada umumnya lebih 7 Jul 98.29 30.94
besar dari 15%. 8 August 64.12 24.34
9 Sept 63.06 20.01
Hidrologi. . 10 Okt 84.39 22.50
11 Nov 120.72 32.04
Tabel 1. Curah hujan rata-rata (mm) DPS Mamasa
12 Des 173.95 35.70
Bulan Stasiun Stasiun Stasiun
Mamasa Sumarorong Mesawa
Jan 167.2 277.6 243.5
Feb 168.7 250.3 206.9 Hidrograph Pengaliran Sungai
Mar 196.7 266.9 219.8 Mamasa
Apr 260.9 332.8 216.4
May 162.1 247.8 188.6
Besarnya aliran di dalam sungai
Jun 131.3 182.3 146.9
Jul 86.7 113.9 99.3 ditentukan terutama oleh besarnya
August 55.7 73.5 52.2 intensitas hujan, luas daerah hujan, lama
Sept 55.6 81.3 81.9 waktu hujan, luas daerah aliran sungai
Okt 117.2 176.9 178.9
Nov 157.7 239.7 200.0
dan ciri-ciri daerah aliran itu.
Des 166.1 235.9 208.6
Jumlah 1,725.9 2,478.8 2,042.9

15
Analisis Curah Hujan Program Havara memberikan hasil
distribusi yang sesuai dengan daerah
Curah Hujan Maksimum Rata-rata Daerah studi adalah LOG PEARSON III. Dengan
Curah hujan rata-rata daerah pada studi ini detailnya memberikan hasil uji
dihitung dengan metode rata-rata polygon kesesuaian untuk Uji Chi-square dan Uji
thiessen. Smirnov-Kormogolov ditunjukkan pada
tabel 5 dan tabel 6.
Dari metode rata-rata Polygon Thiessen
Tabel 5. Hasil Chi-square untuk distribusi
terlihat hujan harian maksimum rata-rata Log Pearson III
terjadi hampir disemua daerah tangkapannya. Jumlah P
EF OF
EF - (EF -
Kelas (x<=xm) OF OF)2 / EF
Tabel 3. Curah hujan harian maksimum rata-rata
Mamasa Sumarorong Mesawa 5 0,200 3 3 0 0,013
Tahun Rerata
0.42 % 0.28 % 0.29 % 0,400 3 3 0 0,013

1994 0 89 42 50 0,600 3 3 0 0,013

1995 89 92 60 91 0,800 3 4 -1 0,200

1996 49 61 78 56 0,999 3 3 0 0,013

1997 48 76 77 64 Dengan Chi-square : 0.250 ; Derajat Kebebasan :


1998 87 65 47 75 1 ; dan Chi-Kritik : 3.8415 Karena Chi-square
1999 77 86 95 82 (X2hit) < Chi-Kritik (X2cr), maka distribusi
2000 85 70 104 76 frekuensi dapat diterima.
2001 56 84 80.2 72
Tabel 6. Hasil Smirnov-Kormogolov untuk
2002 65 66 60 66 distribusi Log Pearson III
2003 52 41 77 46
2004 60 53 150 56 Data m P = m / (N + P (x > = Do
1) xm)
2005 65 48 53 55
103,00 1 0,059 0,070 0,011
2006 80 45 90 60
91,00 2 0,118 0,127 0,010
2007 180 45 15 103
82,00 3 0,176 0,196 0,019
2008 38.6 10.2 150 22
76,00 4 0,235 0,257 0,022
2009 86.89 41 37 38
75,00 5 0,294 0,269 0,025
72,00 6 0,353 0,306 0,047
66,00 7 0,412 0,393 0,018
Uji Distribusi Frekuensi 64,00 8 0,471 0,426 0,045
60,00 9 0,529 0,495 0,034
Dalam penentuan metode curah hujan 56,00 10 0,588 0,569 0,019
rencana dan uji kesesuaian pada daerah studi 56,00 11 0,647 0,569 0,078
ini, digunakan Program Havara. 55,00 12 0,706 0,588 0,118
50,00 13 0,765 0,685 0,080
Tabel 4. Statistik dasar analisis frekuensi
46,00 14 0,824 0,760 0,064
No. Keterangan Nilai
38,00 15 0,882 0,888 0,006
1 Jumlah Data 16.000
22,00 16 0,941 0,995 0,054
2 Nilai Rerata (Mean) 63,250
3 Standar Deviasi 20,138
Dengan D Kritik : 0.330 D Maks : 0.117
4 Koefisien Skewness 0,000
Karena. D Maks. < D Kritis maka
5 Koefisien Kurtosis 0,348
distribusi teoritis yang digunakan untuk
6 Koefisien Variasi 0,318
menentukan persamaan distribusi dapat
diterima.

16
Hujan Rencana Hujan Efektif

Kalau banjir rencana di tentukan Hasil perhitungan Hujan Efektif dan


berdasarkan hujan, dengan sendirinya perlu Hujan Efektif jam-jaman beserta grafik
ditetapkan besarnya hujan rencana. Setelah distribusi hujan jam-jaman pada daerah
mendapatkan hasil uji kesesuaian, maka studi, disajikan seperti pada tabel 9, tabel
Program Havara memberikan hasil dari kala 10.
ulang hujan seperti tersaji pada tabel 7.
Tabel 9. Hasil perhitungan hujan efektif
Tabel 7. Hasil hujan rancangan distribusi Log Pearson Curah Hujan
Kala Koef.
Hujan Netto
III Ulang Pengaliran
Rancangan Rn
No Probabilitas Kala Ulang LOG PEARSON
(%) (Tahun) III (Tahun) (mm) (C ) (mm)
1 0.500 2 63,248 2 63.248 0.65 41.11
2 0.200 5 80,195 5 80.195 0.65 52.13
3 0.100 10 89,062 10 89.062 0.65 57.89
4 0.050 20 96,384 20 96.384 0.65 62.65
5 0.020 50 104,622 50 104.622 0.65 68.00

Tabel diatas merupakan hasil hujan rencana Tabel 10. Hasil Perhitungan Hujan Efektif Jam-
yang menggambarkan hujan dalam 1 hari (24 jaman
Hujan Netto (Rn, mm) dengan Kala Ulang
jam) dengan masa ulang tertentu, misalnya 2 t Rt (Tahun)
2 5 10 20 50
tahun, 5 tahun, 5 tahun dan seterusnya.
(Jam) (%) 41.111 52.127 57.890 62.650 68.004

Intensitas Hujan dan Hujan Efektif Hujan Netto Jam-jaman = Rn x Rt


1 55.032% 22.624 28.686 31.858 34.477 37.424
Dalam menentukan debit rancangan yang 2 14.304% 5.881 7.456 8.281 8.961 9.727
perlu diketahui adalah Intensitas Curah Hujan 3 10.034% 4.125 5.230 5.809 6.286 6.824

dan selanjutnya dapat diketahui pula Hujan 4 7.988% 3.284 4.164 4.624 5.004 5.432

Efektif. 5 6.746% 2.773 3.516 3.905 4.226 4.587


6 5.896% 2.424 3.074 3.413 3.694 4.010
Intensitas Curah Hujan
Hidrograf Debit Satuan
Intensitas curah hujan dapat di hitung Hidrograf satuan dapat kita susun
berdasarkan formula dari dr. Mononbe apabila tersedia hidrograf aliran yang
(Sasdorsono-Takeda, 1983 dalam Panggih R, telah disusun menurut pengamatan
2008). sebenarnya. Karena data yang
Tabel 8. Persentase intensitas hujan rata-rata (t jam) dibutuhkan tidak ada , maka dapat dibuat
No. t (jam) Rt satuan hidrograf sintetik.
A. 1 0.55032
B. 2 0.14304 Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu
C. 3 0.10034 (UH)
D. 4 0.07988
E. 5 0.06746 Data Daerah Pengaliran Sungai yang
F. 6 0.05896 diperlukan untuk analisis debit rancangan
untuk Satuan Sintetik Nakayasu (UH)
adalah sebagai berikut
17
Tabel 11. Parameter DPS Mamasa analisis tersebut menunjukkan
No. Keterangan Besaran Satuan
perbandingan debit max/min sebesar
1 Nama Sungai Sungai -
2 Panjang Sungai Utama Mamasa
112.00 km
90, maka kondisi DPS Mamasa bisa
3 Luas DAS 1010.95 km2 dikatakan sudah mengalami kekritisan.
4 Waktu Kelambatan (tg) 6.90 jam (Pawitan dalam Selintung, Makalah
5 Waktu Lama Hujan (tr) 6.90 jam 2008)
6 Waktu O,3 (t0,3) 20.69 jam
7 Waktu Puncak (tp) 12.41 jam Penggunaan debit jenis (specific
8 Debit Puncak Qp 11.50 m3/dt discharge) atau debit persatuan luas
dapat juga dipakai sebagai indikator
Analisis Hidrograf Debit Rancangan dalam menilai karakteristik hidrologi
Dari hasil perhitungan Debit Rancangan banji dari suatu sungai. Hasil studi
pada DPS Mamasa didapatkan Hidrograf Debit Pawitan menemukan bahwa specific
Rancangan untuk kala ulang 2 tahun seperti di discharge sungai yang diteliti (sepuluh
tunjuk pada Gambar 5. sungai besar di Indonesia) berkisar antara
10-80 m3/det/100Km2, delapan sungai
masih termasuk moderate dan untuk
ketersediaan air terutama pada musim
kering dapat dinyatakan dengan specific
discharge sungai dengan besaran 4-10
m3/det/100Km2. Sedangkan hasil
penelitian debit pada musim kering di
Sungai Mamasa terjadi di bulan
september 20,00 m3/det (tabel 2), dengan
specific discharge adalah 1,90
Gambar 5. Hidrograf Banjir S. Mamasa 3 2
m /det/100Km dan debit pada musim
hujan terjadi dibulan april 181,42 m3/det
Hasil Analisis dan Pembahasan (tabel 2) dan specific discharge adalah
17,24 m3/det/100Km2. Kondisi ini
Untuk mengukur tingkat degradasi sebuah
memperlihatkan bahwa ketersediaan air
DPS dapat digunakan perbandingan debit
Sungai Mamasa sangat kurang, baik pada
maksimum dan debit minimum. Debit
musim kering maupun musim hujan.
maksimum terjadi pada musim hujan dan debit
minimum terjadi pada musim kemarau.Bila Walaupun ketersediaan air pada
fluktuasi debit maksimum dan debit minimum Sungai Mamasa sangat kurang, namun
menunjukkan perbandingan debit max/min 50, fluktuasi debit (1985-2009) yang terjadi
maka kondisi DPS tersebut sudah kritis, dan di S. Mamasa sangat besar. Dari rencana
bila angka tersebut lebih kecil dari 15 maka debit yang di tetapkan untuk
DPS masih dianggap bagus. Hasil analisis menggerakkan turbin adalah 45 m3/det,
terhadap kondisi DPS Mamasa diperoleh debit maka persentase debit dibawah 45 m3/det
bulanan tertinggi sebesar 181,42 m3/det (tabel sebesar 44 %, sedangkan persentase debit
1) yang terjadi pada bulan april dan debit diatas 45 m3/det sebesar 66%.
terendah sebesar 20,00 m3/det (tabel 2) terjadi
pada bulan September. Berdasarkan hasil
18
Selain itu parameter lain yang dapat Pengolahan Data Debit.
menggambarkan kondisi S. Mamasa yaitu
berdasarkan hasil analisis lengkung debit Adapun pengolahan data yang
hidrograf banjir (gambar 5). Hidrograph banjir dimaksudkan antara lain
menunjukkan kenaikan laju debit mulai terjadi a. Pengolahan data pengukuran
pada jam ketujuh hingga puncak banjir terjadi penampang sungai dan data
pada jam keempatbelas. Kondisi ini pengukuran kecepatan aliran menjadi
menggambaran waktu kosentrasi untuk kurva lengkung debit (Gambar 6).
tercapainya banjir maksimum membutuhkan
waktu selama tujuh jam. Akumulasi kosentrasi
untuk terjadinya banjir maksimum akibat
kontribusi pengaliran dari sub-sub DPS yang
memiliki intensitas hujan yang besar dan dekat
dengan lokasi pengamatan. Selain itu bisa
digambarkan meningkatnya kecepatan air
dipermukaan diakibatkan tutupan lahan yang
tidak mampu lagi menampung laju air larian
Gambar 6. Penampang Sungai Mamasa
sehingga mempercepat proses terjadinya banjir
di Sungai Mamasa. Tabel 12. Data Cubic Spline Interpolation
A (m2) P (m) R (m) H (m) Q (m3/s)

Dari lengkung hidrograf terlihat pula air 85.265 52.809 1.615 2.250 88.029
30.855 47.020 0.656 2.200 17.478
menjadi normal kembali dari permulaan banjir
28.433 45.281 0.628 2.120 15.640
3 hari lamanya. Ini bisa dikarenakan air
19.268 42.901 0.449 2.090 8.477
hujan yang jatuh di suatu tempat di daerah
16.739 41.646 0.402 2.030 6.839
aliran sungai memerlukan waktu untuk 15.530 39.518 0.393 1.920 6.251
mengalir dan mencapai waduk atau hilir aliran 14.385 37.389 0.385 1.870 5.708
sungai. Waktu tersebut merupakan lamanya air 13.665 35.302 0.387 1.820 5.444
hujan yang jatuh dan berasal dari daerah 12.650 33.171 0.381 1.790 4.991
tangkapan air yang berada di hulu mengalir 12.005 31.083 0.386 1.740 4.776

menuju ke hilir. 12.027 29.082 0.414 1.550 5.008


6.857 26.191 0.262 1.550 2.105
Estimasi Empirik Volume Angkutan 5.604 23.939 0.234 1.530 1.597
Sedimen 4.940 21.781 0.227 1.500 1.378
3.956 18.970 0.209 1.480 1.044
Pengukuran Debit, Sedimen Melayang dan 3.111 15.647 0.199 1.450 0.795
Lengkung Sedimen 1.552 12.852 0.121 1.420 0.284
0.846 10.344 0.082 1.360 0.120
Pengukuran Debit 0.597 7.057 0.085 1.150 0.086
0.154 4.377 0.035 1.100 0.012
Pengukuran laju angkutan sedimen pada
-0.010 -1.750 0.005 0.000 0.000
prinsipnya mencakup dua hal, yaitu
pengukuran debit aliran dan pengukuran
muatan sedimen pada waktu yang bersamaan.

19
d. Selanjutnya dari perhitungan debit dan
tinggi muka air yang tetap.
Dari grafik hubungan debit (Q) dan
Sedimen Melayang (Qs) didapatkan
hubungan dalam bentuk persamaan :
Qs = 0.177 Q 2.237

Bangkitan Inflow Waduk

Data debit Harian yang disediakan


adalah data debit Stasiun DAM Bakaru
Gambar 7. Grafik hubungan Debit (Q) dan TMA
tahun 2000 2009. Bangkitan data harian
Pada tabel 12, menunjukkan pengukuran yang menghasilkan 12 bulan (satu
sesaat dan menghasilkan lebar sungai sekitar tahun). Proses pembangkitan data
60 meter, kedalaman 3 meter, luas penampang dilakukan dengan Metode Thomas
basah 93,46 m2, perimeter 54,21 m, radius Fiering dan untuk uji validasi data dapat
hidrolika 1,72, debit sungai 95,13 m3/det, dilihat dari pola aliran antara debit
dengan kemiringan hidrolikanya 1,1 X 10-1 historis dan debit bangkitan pada gambar
serta kurva debitnya mengikuti formula Q = 9.
15,82 X H 3.67.

Pengukuran Sedimen Melayang dan


Lengkung Sedimen

a. Pengukuran Sedimen Melayang dilakukan


bersamaan dengan pengukuran debit banjir
b. Waktu pengukuran debit dilakukan pada Gambar 9. Pola aliran debit asli dan debit hasil
saat banjir, dimana periode waktu transformasi.
pengukuran pada ketinggian muka air
tertentu, untuk kemudian dilaksanakan Estimasi Total Angkutan Sedimen
pengukuran debit apabila selama banjir yang Masuk dan yang Tertahan di
tersebut telah terjadi perubahan tinggi muka Daerah Genangan Waduk
air.
c. Kemudian dibuat grafik hubungan sedimen Hubungan antara Laju Sedimen
melayang dan debit dalam bentuk lengkung melayang (Qs) dan Laju sedimen dasar
sedimen, lihat gambar 8.
(Qb) terhadap debit (Q) sebesar Qs =
0.177 Q 2.237 dan Qb = 1.40 Q 1.613(Tanan.
B, 1998)

Hasil pengukuran konsentrasi sedimen


layang (PT. PLN PERSERO Wil. VIII,
1996) diketahui bahwa rata-rata sedimen
layang yang mengendap di daerah
genangan bendung adalah sebesar 38.29
%.Berdasarkan persentase rata-rata
Gambar 8. Grafik Hubungan Qs dan Q angkutan sedimen layang yang tertahan
serta asumsi bahwa seluruh angkutan
20
sedimen dasar akan tertahan di daerah
genangan sebagaimana telah dikemukakan di
atas, maka laju sedimentasi di daerah genangan
bendung PLTA Bakaru dapat diestimasi
dengan persamaan :

Qtr = Qb + 0.3829 . Qs

dimana : Qtr = debit total sedimen yang


terendapkan (ton/hari)
Gambar 10. Grafik volume sedimen di
3 waduk PLTABakaru tahun
Q = debit aliran (m /det)
2000 2010
Hasil analisis pada tabel 13, sedimen yang
Estimasi Numerik Laju Sedimen
mengendap dari tahun 2000-2010 di daerah
Melayang
genangan bertambah menjadi 2.786.007,77m3
sehingga perkiraan total yang mengendap dari Simulasi Model SMS (Surface Water
tahun 2000 sampai tahun 2010 sebesar Modelling System) Versi 8.1
8.803.642,8 m3. Adapun grafik volume
sedimen tahunan dapat dilihat pada gambar 9. Pada penelitian ini, dilakukan simulasi
sedimen untuk mengetahui pola sebaran
sedimen berdasarkan kondisi banjir kala
Tabel 13. Estimasi angkutan sedimen yang masuk dan ulang 2 tahun. Analisis dilakukan dengan
yang tertahan di daerah genangan Waduk bantuan Model Laju Sedimen SMS
PLTA Bakaru (2000 - 2010) (Surface Modelling System) versi 8.1.
Sedimen Mengendap
Untuk melakukan simulasi pola sebaran
No THN
Qb Qs ton m3 sedimen melayang menggunakan TABS
1 2000 476079.04 459077.39 935156.43 352889.22 SED2D, maka sebelumnya dilakukan
2 2001 415735.74 318146.92 733882.66 276936.85 solusi hidrodinamika menggunakan
3 2002 474285.36 458224.66 932510.02 351890.58 TABS RMA 2.
4 2003 387617.71 309978.38 697596.08 263243.81

5 2004 382154.51 314671.20 696825.71 262953.10 Input data RMA 2:


6 2005 368889.18 283555.75 652444.93 246205.63

7 2006 160949.57 91566.93 252516.50 95289.24 a) Data debit banjir rancangan, dipilih
8 2007 407860.53 321665.10 729525.63 275292.69
debit banjir dengan kala ulang 2
9 2008 470828.21 399780.45 870608.66 328531.57
tahun
10 2009 235148.19 167582.12 402730.30 151973.70
b) Register peta bathimetri
11 2010 362734.63 245293.64 608028.27 229444.63
Peta bathimetri yang digunakan
Jumlah 4142282.67 3369542.53 7511825.19 2834651.02
adalah peta kondisi existing
Total/tahun 376571.15 306322.05 682893.20 257695.55 sedimentasi tahun 2008. (PT. PLN
(PERSERO) Sektor Bakaru)

c) Pembuatan Map Modul.


d) Pembuatan Mesh Modul
e) Simulasi Model

21
Input data SED2-D Tabel 14. Kosentrasi sedimen dan perubahan
dasar waduk
Jarak Cs Perubahan Jarak Cs Perubahan
a) Nilai Kosentrasi awal sedimen melayang Dasar Dasar
adalah 0.578 g/l, nilai kosentrasi ini (m) (g/l) (m) (m) (g/l) (m)
merupakan kosentrasi awal pengambilan 0.00 0.578 0,165 1535.21 0,013 0,024
sample sedimen (hasil Laboratorium 115.47 0,389 0.158 1625.30 0,013 0,021
Pertanian, UNHAS, 2010) 217.39 0,305 0.152 1837.06 0,013 0,014
b) faktor bentuk dari sedimen layang, yang 348.96 0,239 0,145 2364.25 0,004 0,011
ditentukan 0.7 (Sedimentation Engineering, 504.96 0,145 0,125 2444.14 0,004 0,011
Vanoni V. A, 2006) 589.58 0,128 0,108 2780.20 0,004 0,008
c) Dalam penelitian ini, sedimen layang 656.02 0.107 0,098 3100.29 0,004 0,008
adalah pasir dengan ukuran minimum 707.10 0,098 0,076 3236.61 0,004 0,004
0.0750 mm dan maksimum 1.270 (hasil 909.53 0,051 0,065 3417.54 0,004 0,004
laboratorium PT. PLN,1996)
1013.03 0,042 0,051 3864.26 0,004 0,004
d) Berat jenis material tanah adalah 2.65,
1102.12 0,032 0,041 4218.41 0,004 0,004
(Linsley K.R dalam Teknik Sumber Daya
1147.63 0,023 0,034 4493.07 0,004 0,004
Air)
1225.23 0,013 0,031 4818.78 0,004 0,004
e) Simulasi Model SED2D
1367.56 0,013 0,028 5293.35 0,004 0,004

Tujuan simulasi model dalam bentuk 1428.01 0,013 0,028 5531.00 0,004 0,004

animasi untuk mengetahui pola sebaran


sedimen melayang pada daerah genangan.
Hasil Analisis dan Pembahasan.

Hasil simulasi sedimen pada tabel 26,


dengan model SMS 8.1 (Surface water
Modeling System) memperlihatkan hasil
sedimen melayang yang terjadi memiliki
kosentrasi sedimen di hulu waduk
sebesar 0,578 g/l dan perubahan dasar
sebesar 0,165 m sedangkan kosentrasi
yang menuju ke daerah hilir waduk
semakin kecil sebesar 0,004 g/l dan
perubahan dasar sebesar 0,004 m, hal ini
Gambar 11. Sebaran kosentrasi sedimen melayang berarti sedimen yang masuk langsung
terdeposisi di daerah genangan.
Pada gambar 11, terlihat pola sebaran
Perubahan berdasarkan degradasi warna,
sedimen melayang berdasarkan degradasi
juga menunjukkan kosentrasi yang kecil
warna, dimana hasil simulasi menggambarkan
terjadi pada daerah pinggiran sungai
kosentrasi yang terjadi di daerah genangan
karena inflow air cenderung melambat
makin kecil karena inflow yang masuk ke
karena telah terjadi penumpukkan
waduk makin lambat.
sedimen di sepanjang pinggir sungai
menuju hilir waduk.

Dengan besarnya erosi yang


dihasilkan, maka meningkat pula
sedimen yang tersuspensi ke badan
22
sungai. Bila air yang mengandung sedimen infrastruktur waduk pada elevasi 615.50
mencapai suatu waduk, maka partikel-partikel adalah 6.919.000 m3, maka estimasi
terapung yang agak kasar serta sebagian sedimentasi yang mengendap di waduk
muatan dasar akan mengendap membentuk telah merubah tampungan efektif waduk
delta di hulu waduk sedangkan partikel- dari 2 juta m3 menjadi 1.921.639,23 m3
partikel yang lebih kecil akan terapung lebih hingga tahun 2010.
lama dan akan mengendap di bagian hilir
waduk dan pada akhirnya akan mempengaruhi
efesiensi operasional waduk.

Degradasi Kapasitas Infrastruktur


Degradasi Kapasitas Tampungan Waduk
Tabel 15. Estimasi volume sedimen yang mengendap

Volume Gambar 12. Grafik pengurangan kapasitas waduk


Volume air
sedimen
No Uraian el. 615.5 el. 615.50 Degradasi Kapasitas Inflow
(m3) (m3) Hidropower Infrastruktur Waduk
Penggelontoran PLN
1 SBKR, Feb. 2000 1.795.765,00 5.124.135,00
Laju sedimen yang masuk ke waduk
2 Estimasi Volume, 2000 1.442.875,80 5.477.024,20
Penggelontoran PLN dengan sendirinya mengurangi kapasitas
3 SBKR, Apr 2001 1.699.715,80 5.220.184,20
tampungan waduk karena terjadi
4 Estimasi Volume, 2001 1.422.778,90 5.497.121,10
Penggelontoran PLN
sedimentasi yang memperlambat inflow
5 SBKR, Sept. 2001 1.610.500,90 5.309.399,10 yang masuk ke waduk dan mengganggu
6 Estimasi Volume, 2002 1.258.610,30 5.661.289,70 inflow normal untuk menggerakkan
7 Estimasi Volume, 2003 995.366,50 5.924.533,50 turbin sebesar 45 m3/de
8 Estimasi Volume, 2004 732.413,40 6.187.486,60
Penggelontoran PLN Gambar 13, menunjukkan pola aliran
9 SBKR, Mei 2005 894.413,40 6.025.486,60
air yang masuk ke waduk tiap tahunnya
10 Estimasi Volume, 2005 648.207,80 6.271.692,20 dengan rata-rata persentase penurunan
Pengerukan PLN SBKR,
11 Nov 2005 728.207,80 6.191.692,20 sebesar 9,09%. Penurun dikarenakan
12 Estimasi Volume, 2006 632.918,60 6.286.981,40 adanya sedimentasi didaerah genangan.
Pengerukan PLN SBKR,
13 Nov 2006 1.329.138,60 5.590.761,40
Hal ini terjadi karena inflow air ke dalam
14 Estimasi Volume, 2007 1.053.845,90 5.866.054,10
waduk diperlambat oleh penumpukan
sedimen di sepanjang daerah masuknya
15 Estimasi Volume, 2008 725.314,30 6.194.585,70
Pengerukan PLN SBKR, inflow air.
16 Nov. 2008 1.425.314,30 5.494.585,70

17 Estimasi Volume, 2009 1.273.340,60 5.646.559,40


Pengerukan PLN SBKR,
18 2009 2.103.340,60 4.816.559,40

19 Estimasi Volume, 2010 1.921.639,23 4.997.360,77

Tabel 15, menunjukkan estimasi rata-rata


volume sedimen yang mengendap 257.695,547
m3/tahun. Karena kapasitas tampungan
23
ketersediaan air yang dinyatakan
dengan specific discharge pada
musim hujan sebesar 17,24
3 2
m /det/100Km sedangkan pada
musim kering 1,90 m /det/100Km2,
3

sehingga kondisi DPS Mamasa


termasuk kategori DPS yang sudah
kritis.

Gambar 13. Grafik Inflow waduk 2000 2010


2. Hasil analisis menunjukkan rata-rata
laju sedimen yang masuk ke
Hasil Analisis dan Pembahasan infrastruktur sebesar 443.990
3
m /tahun dan volume sedimen
Mekanisme terjadinya sedimentasi di
mengendap sampai dengan tahun
Sungai Mamasa berlangsung diruas aliran yang
2010 adalah sebesar 4.997.360,77 m3.
berada dekat dengan Waduk Bakaru sehingga
hal ini mengganggu inflow yang masuk ke 3. Dari hasil pemetaan sedimen
waduk. Operasional Waduk Bakaru untuk melayang yang di buat oleh model,
menggerakkan turbin 126 MW bergantung menunjukkan pola sebaran dimulai
pada inflow yang masuk ke intake sebesar 45 dengan terbentuknya delta di hulu
m3/det. Pada tabel 29, menunjukkan rata-rata waduk. Partikel sedimen yang lebih
inflow maksimum yang masuk di Waduk besar akan terangkut selanjutnya
Bakaru antara 30-15 m3/det terjadi dalam bulan mengikuti pola
agustus dan september, yaitu di bawah inflow penimbunan.kosentrasi sedimen di
standar waduk. daerah hulu waduk 5 Km sebesar
0,578 g/l dengan perubahan dasar
Pihak PLTA Bakaru telah melakukan
sebesar 0,165 m dan kosentrasi
penggelontoran sedimen yang berada dekat
sedimen di daerah hilir waduk sebesar
dengan waduk namun tidak mampu membuang
0,004 g/l dengan perubahan dasar
semua hasil sedimen yang berada jauh dari
yang langsung terdeposisi sebesar
waduk sehingga penumpukan sedimen dari
0,004 m.
tahun ketahun makin meningkat dan
mengganggu inflow air yang masuk ke waduk. 4. Hasil analisis menunjukkan degradasi
fungsi infrastruktur yaitu
Sebenarnya pengendapan di waduk tidak
berkurangnya kapasitas efektif tiap
dapat dicegah, tetapi dapat dihambat. Upaya-
tahun menurun sebesar 9% akibat
upaya yang dilakukan dapat berupa mitigasi
sedimen yang mengendap di dalam
jangka pendek maupun jangka panjang.
daeranh genangan.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Berdasarkan hasil penelitian, sumber daya
air Sungai Mamasa menunjukkan Asdak Chay, 2007, Hidrologi dan
Pengelolaan Daerah Aliran
perbandingan debit maksimum dan debit
Sungai, Gadjah Mada University
minimum sebesar 90:1, dan ukuran Press, Jakarta

24
BAPEDALDA PROP. SULSEL, 2002, Setiawan B I, 1997, Perbaikan Metode
Analisis Sumber Sedimentasi Dan Upaya Pengukuran Debit Sungai
Penanggulangan Pendangkalan DAM Menggunakan Cubic Spline
Bakaru Prop. Sulawesi Selatan, Interpolation, Jurnal Teknik
Makassar Pertanian

Badan Standar Nasional, 2008, Tata Cara Selintung Mary, 2008, Sumber Daya Air
Pengambilan Contoh Muatan Sedimen Berbasis Konservasi Daerah Aliran
Melayang Di Sungai Dengan Cara Sungai, Makassar, (Seminar Sehari)
Integrasi Kedalaman Berdasarkan
Pembagian Debit, Revisi SNI 03-3414- Soebarkah, I, 1980, Hidrologi untuk
1994, Bangunan Air, Erlangga, Jakarta.

Jayadi R, 2000, Pengenalan Hidrologi, Soewarno, 1991, Hidrologi Pengukuran


Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta dan Pengolahan Data Aliran
Sungai (Hidrometri), NOVA,
Linsley R. K, 1986, Hidrologi untuk Insinyur, Bandung
Erlangga, Jakarta
Soewarno, 1995, Hidrologi, Aplikasi
Linsley R. K, 1994, Teknik Sumber Daya Air, Metode Statistik untuk Analisa
Erlangga, Jakarta Data, NOVA, Bandung

PT. PLN (PERSERO), Wilayah VIII, 1996, Sugiyono, 2007, Statistik untuk
Studi Karakteristik Aliran Sungai Penelitian, Alfabeta, Bandung
Mamasa Dan Angkutan Sedimen Yangg
Masuk Ke Wadukk PLTA Bakaru, ujung Supriatin, S, 2004, Dampak Sedimen
pandang : Dept. Pertambangan Dan Pada Waduk Saguling, Tesis
Energy. Magister, Ilmu Lingkungan,
Universitas Indonesia (Email UI
PT. PLN (PERSERO), Wilayah VIII, 2004, Library)
Pengukuran / Penelitian Pendangkalan
Sedimentasi Dan Kualitas Air Waduk Tanan B, 1998, Pengukuran dan
PLTA Bakaru, Lembaga Pengabdian Estimasi Angkutan Sedimen,
Pada Masyarakat, Universitas Fakultas Teknik Sipil Universitas
Hasanuddin Kristen Indonesia Paulus, Makassar
(Seminar Sehari)
PT. PLN (PERSERO), Wilayah VIII, 2005,
Pengukuran / Penelitian Pendangkalan Vinoni V. A, 2006, Sedimentation
Sedimentasi Dan Kualitas Air Waduk Engineering, Processes,
PLTA Bakaru, Lembaga Pengabdian Measurements, Modelling, and
Pada Masyarakat, Universitas Practice,
Hasanuddin http://search.barnesandnoble.com/s
edimentation-
Raharjo P, 2008, Simulasi Sedimentasi Dan engineering/American-Society-
Umur Waduk Studi Kasus Waduk of.Civil-
Saguling, Tugas Akhir Strata I, Fakultas Engineeringstaff/e/9780784408148,
Teknik Sipil, Institut Teknologi Bandung diakses 6 Juli 2010.
(ITB) (Email ITB Library)

25
Wahid, A, 2008, Indentifikasi Kondisi
Sedimentasi Di Waduk PLTA Bakaru
Dalam Upaya Menanggulangi Krisis
Energi Listrik Di Propinsi Sulawesi
Selatan Dan Sulawesi Barat. Tesis
Doctor, Fakultas Pertanian, Universitas
Hasanuddin (jurnal)

26
Perancangan Sensor Kandungan Sedimen Terlarut Dengan
Metode Optik
Mursalim, Abd Waris dan Daniel
Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin Kampus Unhas Tamalanrea Km. 10
Makassar 90245.

Abstrak

Pengukuran atau pendugaan erosi menjadi suatu hal yang sangat penting untuk
mengetahui erosi yang telah, sekarang dan yang akan terjadi. Dengan mengetahui besar erosi
yang terjadi, kita dapat menganalisa peristiwa erosi sehingga menjadi pertimbangan untuk
mencegah dan mengatasi masalah erosi tersebut. Pengukuran dengan Sensor kandungan
sedimen (bahan terlarut) yang menggunakan prinsip Instrumentasi merupakan salah satu
alternatif yang mampu mengetahui atau menduga sedimentasi akibat erosi yang terjadi dengan
lebih cepat dan mudah. Sensor ini mampu dengan cepat memberikan informasi tentang
sedimentasi yang terjadi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan sensor untuk
mengukur kandungan sedimen (bahan terlarut) dalam cairan dan kegunaannya adalah sebagai
metode alternatif yang dapat mengukur kandungan sedimen dalam cairan dalam bentuk besaran
listrik sehingga dapat diterapkan dalam monitoring sedimentasi akibat erosi tanah dengan cepat
dan mudah. Metode yang digunakan adalah metode perancangan dengan menggunakan
pendekatan fungsional dan struktural, hasil rancangan kemudian di uji. Pengujian yang
dilakukan meliputi uji kemampuan sensor mendeteksi konsentrasi kandungan sedimen. Indikator
keberhasilan bahwa perubahan konsentrasi sedimen secara langsung sebanding dengan
perubahan nilai ukur sensor pada avometer secara linear. Dari hasil uji kinerja sensor dengan
perlakuan konsentrasi sedimen dari 0 mg/cm3 sampai 16 mg/cm3 menunjukkan bahwa
kandungan konsentrasi sedimen akan mempengaruhi intensitas cahaya yang tertangkap oleh
sensor di mana semakin tinggi konsentrasi sedimen maka semakin tinggi pula tahanan ataupun
tegangan keluaran. Keluaran sensor adalah linear pada kandungan konsentrasi sedimen dari 0
mg/cm3 sampai 16 mg/cm3. Dan nilai respon sensor yang diperoleh juga memiliki waktu hingga
6 detik untuk menjadi lebih stabil. Sensor hasil rancangan ini juga memiliki sensitifitas yang
tinggi berdasarkan persamaan y = 0,1658x + 0,0457 di mana sensor memberi tanggapan meski
perubahan sedimennya sangat kecil. Berdasarkan kriteria tersebut maka sensor hasil
rancangan ini telah memenuhi kriteria sensor yang baik.

Kata Kunci : Sensor, sedimen, optik

27
ISSN: 1979-7362

PENDAHULUAN erosi yang terjadi dengan lebih cepat dan


mudah. Sensor ini mampu dengan cepat
Latar Belakang memberikan informasi tentang
Permasalahan sedimentasi merupakan sedimentasi yang terjadi.
peristiwa yang sering dihadapi oleh manusia
Rumusan Masalah
yang melakukan berbagai kegiatan di muka
bumi terutama bagi mereka yang Berdasarkan pengukuran
berkecimpung dalam dunia pertanian. kandungan sedimen dengan
Sedimentasi mempunyai dampak yang sangat menggunakan cara evaporasi maka perlu
luas. Kerusakan dan kerugian tidak saja untuk merancang alat sensor Sedimentasi
dialami oleh daerah di mana erosi terjadi Tanah yang bersifat elektrik dengan
(daerah hulu) tetapi juga oleh daerah yang perumusan masalah sebagai berikut:
dilewati oleh aliran endapan(daerah tengah),
a. Membuktikan bahwa kandungan
dan di bagian hilir. Secara spesifik kerugian
sedimen (bahan terlarut) dapat
erosi di daerah hulu antara lain mengakibatkan dideteksi dengan menggunakan
menurunnya kualitas lahan pertanian, sensor optik berupa komponen LDR
perkebunan dan padang pengembalaan. b. Adanya hubungan antara tegangan
keluaran dengan kandungan bahan
Di banyak tempat di Indonesia telah terlarut dalam bahan sampel sedimen
dapat kita lihat bukti otentik bahwa
Tujuan dan Kegunaan
sedimentasi ataupun sedimentasi yang terjadi
berlangsung hebat dan ditunjukkan oleh Tujuan dari penelitian ini adalah
perilaku-perilaku sungai di negara kita. menghasilkan sensor untuk mengukur
Umumnya sungai-sungai di negara kita kandungan sedimen (bahan terlarut)
sepanjang tahun keruh. Tidak hanya itu saja dalam cairan.
sungai-sungai di negara kita mengalami Kegunaan hasil penelitian ini
pendangkalan yang sangat hebat. Tidak adalah sebagai metode alternatif yang
menherankan bila sungai-sungai di negara kita dapat mengukur kandungan sedimen
banjir bandang pada musim penghujan dan dalam cairan dalam bentuk besaran
kekeringan di musim kemarau (Suripin, 2001). listrik sehingga dapat diterapkan dalam
Pengukuran atau pendugaan sedimentasi monitoring sedimentasi akibat erosi
menjadi suatu hal yang sangat penting untuk tanah dengan cepat dan mudah.
mengetahui erosi yang telah, sekarang dan METODOLOGI PENELITIAN
yang akan terjadi. Dengan mengetahui besar
sedimentasi yang terjadi, kita dapat Alat dan Bahan
menganalisa peristiwa erosi sehingga menjadi
Alat yang digunakan pada
pertimbangan untuk mencegah dan mengatasi
penelitian ini adalah Multimeter digital,
masalah sedimentasi tersebut.
solder, gergaji. Palu, pemotong kaca,
Sensor kandungan sedimen (bahan cutter, gunting, bor, pahat, obeng, pensil,
terlarut) yang menggunakan metode optik mistar, timbangan analitik, dan wadah
merupakan salah satu alternatif yang mampu sampel tanah. Sedangkan bahan yang
mengetahui atau menduga sedimentasi akibat digunakan adalah kaca, papan, papan

Jurnal AgriTechno (Vol. 4, No. 1, September 2011)


rangkaian (PCB), kabel, LDR (Light Pendekatan Fungsional
Dependent Resistor), LED (Light Emitting
Dioda), Kapasitor, Transformator, IC Pendekatan Fungsional yang
Regulator, IC LM 324, Resistor 10 K, dioda, ditempuh adalah dengan merancang
timah, lem kayu, paku, sekrup, lem kaca dan sistim. Perancangan sistim pada
plastik. rancangan sensor kandungan sedimen
dapat dilihat pada skema sebagai berikut:
Penelitian ini menggunakan software
Elektronik Work Bech (EWB) untuk simulasi Wadah Sensor
Penembak
Sampel Pengkonversi
rangkaian pada komputer. dan Penguat
Wadah Sensor
Penembak
Tempat Dan Waktu Kalibrasi

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Gambar 2. Merancang sistim pada


Elektronika dan Instrumentasi, Program Studi Sensor Kandungan Sedimen
Keteknikan Pertanian, Jurusan Teknologi
Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Prinsip sederhana dari sistim yang
Hasanuddin Makassar. Pada Bulan September dibuat adalah sebagai berikut:
sampai Desember 2009.

Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang dilakukan


secara umum dapat dilihat pada bagan alir
berikut:

Mulai

Merancang dengan pendekatan fungsional Gambar 3. Prinsip kerja sensor


kandungan sedimen.
Merancang dengan pendekatan Struktural
Prinsip kerja alat dapat dijelaskan
Sensor berdasarkan Gambar 3, Penembak
cahaya yang digunalkan adalah LED
Uji Fungsional yang memiliki spesifikasi yang sama,
LED 1 menembakkan cahaya ke wadah
Uji Kinerja
sampel yang terbuat dari kaca berbentuk
kotak. Cahaya LED akan menembus
Pengamatan dan Pembahasan
wadah sampel sesuai dengan material
sedimen yang diamati. Bersamaan
Gambar 1. Bagan Alir Sensor Kandungan dengan LED 1, LED 2 menembakkan
Sedimen cahaya ke wadah kalibrasi yang sama
dengan wadah sampel. Cahaya LED 1
dan LED 2 akan tertangkap oleh sensor
LDR, kemudian sinyal akan diteruskan

29
ke pengkonversi. Wadah kalibrasi berfungsi
sebagai pengkalibrasi sehingga tegangan
keluaran menjadi 0 V ketika tidak ada
perlakukan sedimen yang diberikan.
Pengkonversi akan mengubah sinyal dari LDR
menjadi Tegangan (V) sedangkan Penguat
digunakan ketika sinyal sensor yang
dihasilkan lemah. Sensor akan menghasilkan
keluaran tegangan yang nilainya dapat dilihat
dengan menghubungkannya dengan Voltmeter.

Pendekatan Struktural Gamba 5. Rangkaian Sensor Kandungan


Sedimen
Pendekatan struktural perancangan
sensor kandungan sedimen dalam cairan Uji Kinerja Alat
sebagai berikut:
Uji kinerja dilakukan dengan tahap
o Melakukan pembuatan struktur rancangan sebagai berikut:
sensor kandungan sedimen, hal ini dapat
dilihat pada gambar di bawah ini: Memberikan perlakuan dengan
berbagai besar kandungan sedimen
yang telah diayak untuk mendapatkan
tekstur sedimen melayang yang
seragam pada sensor.
Membuat konsentrasi sedimen mulai
dari 0 mg/cm3 hingga konsentrasi
maksimal yang dapat diukur sensor.
Bila volume air pelarut 35 cm3 maka
untuk mendapatkan konsentrasi 1
mg/cm3 diperlukan sampel tanah
sedimen sebanyak 35 mg. Sampel
selanjutnya merupakan kelipatan 35
mg.
Mengamati tingkat
Gambar 4. Struktur Rancangan Sensor sensitivitas/respon sensor dengan
Kandungan Sedimen menggunakan alat ukur waktu.
Mengamati tingkat kelinieran sensor
Adapun struktur rangkaian sensor melalui perlakuan pertambahan
kandungan sedimen dapat dilihat pada gambar konsentrasi kandungan sedimen.
Rumus yang Akan Digunakan
berikut:
1. V = V -V ....... (persamaan 1)
r M L
2. I trafo Ib1 + Ib2 +..+ Ibn.. .(Persamaan 2)
P V
3. I atau (persamaan 3)
V R
4. RLC > T ............ (persamaan 4)
5. 1 1
T 8,33ms ...(persamaan 5)
2 f 2 x60

30
6. R4( R2 R1) R1 (persamaan 6) Wadah Sampel dan Kalibrasi
Vo .V 2 V1
R2( R3 R4) R2
Vx
7. A (persamaan 7)
Vy Rancangan Sensor kandungan
sedimen ini menggunakan dua jenis
Di mana : V adalah tegangan (V), I wadah yang memiliki bahan, bentuk dan
adalah arus listrik (A), P adalah daya (watt), R ukuran yang sama yakni wadah sampel
adalah Resistansi (ohm), C adalah Kapasitansi dan wadah kalibrasi. Wadah sampel
(farad), T adalah periode (s), f adalah frekuensi sedimen berfungsi sebagai tempat untuk
(Hz), dan A adalah besar penguatan. melakukan pengamatan terhadap
sedimen. Sedangkan wadah kalibrasi
HASIL DAN PEMBAHASAN
berfungsi sebagai bagian sistem yang
Hasil perancangan sistem sensor menjadi pengkalibrasi. Kotak kaca yang
kandungan sedimen pada penelitian ini adalah dirancang memiliki ukuran dimensi 2 cm
seperti gambar di bawah ini: x 4 cm x 5 cm dengan pertimbangan agar
pergerakan sedimen lebih mudah, ukuran
wadah relatif kecil dan berdasarkan
kemampuan pencahayaan lampu LED.

Gambar 6. Hasil Rancangan Sensor


Kandungan Sedimen

Sensor kandungan sedimen ini terdiri dari


beberapa unit yaitu wadah sampel dan
Gambar 7. Wadah sampel dan kalibrasi
kalibrasi, pengkonversi, penguat dan catu daya.
Komponen tersebut memiliki fungsi masing- Lampu LED diletakkan disisi kotak
masing terhadap sistem yaitu wadah sampel kaca yang sejajar secara vertikal
sebagai wadah untuk meletakkan sampel diletakkan pula LDR disisi kotak kaca
sedimen yang ingin diteliti, wadah kalibrasi tersebut sehingga posisi LED dan LDR
sebagai wadah pengkalibrasi sistem sehingga saling berhadapan dengan diantarai oleh
masukan awal mendekati 0. pengkonversi kotak kaca. LED yang digunakan adalah
digunakan sebagai pengubah tahanan menjadi jenis LED fokus yang berwarna bening.
tegangan, dan penguat berfungsi untuk Sedangkan LDR yang digunakan
menguatkan sinyal, serta catu daya berfungsi memiliki diameter 1 cm agar dapat
sebagai sumber tegangan pada sistem. menangkap cahaya yang berhasil
melewati kotak kaca. Kotak kaca untuk
wadah sampel dan kalibrasi kemudian
ditempatkan ke dalam kotak kayu yang

31
ditengahnya terdapat sekat pemisah serta Transformator
bagian atasnya dapat tertutup bila digunakan.
Tujuannnya adalah untuk melakukan isolasi Transformator atau trafo digunakan
terhadap lingkungan luar utamanya pengaruh untuk menaikkan atau menurunkan
cahaya lain. Sehingga hasil yang diperoleh tegangan sesuai dengan tegangan beban
lebih akurat. yang diperlukan (Malvino,1995). Nilai
tegangan beban yang dibutuhkan pada
Pengkonversi dan Penguat alat adalah 12 volt. Jadi nilai tegangan
trafo yang digunakan harus minimal 12
Pengkonversi adalah mengubah bentuk volt.
besaran listrik (resistansi atau kapasitansi)
menjadi tegangan. Jadi tahanan listrik akan Nilai trafo yang digunakan jika
diubah oleh jembatan IC menjadi tegangan
merujuk pada data book minimal 45,6
pada keluaran sensor (Tompkins dan Webster,
1988). mA akan tetapi dalam penelitian ini
menggunakan I trafo yang digunakan
adalah 500mA dengan tujuan
pengembangan.

Dioda

Dioda digunakan untuk mengubah


Gambar 8. Penguat Differensial tegangan AC menjadi tegangan DC.
Nilai dioda ditentukan berdasarkan
arusnya (I). Dioda yang digunakan harus
Dalam penelitian ini rangkaian memiliki arus yang lebih besar dari arus
pengkonversi dibuat dengan memasukkan (I) beban, berdasarkan hasil perhitungan
persyaratan Vout = 5volt, Vref = 12volt, nilai pada lampiran 1, I beban yang diperoleh
R1=R2+R3=R4, jika salah satu R nya diganti adalah sebesar 0,3 mA maka nilai dioda
dengan sensor (R1=Rt) maka diperoleh yang digunakan minimal 0,3mA, pada
rangkaian pengkonversi teoritis dan rumus penelitian ini menggunakan dioda 1A.
pada lampiran 2. Hal ini sesuai dengan dengan maksud agar pemakaian dioda
pendapat Tompkins dan Webster (1988). lebih aman dan tidak mudah terbakar
terutama jika terjadi usaha
Catu Daya
pengembangan sistem. Hal ini sesuai
Komponen utama catu daya yang dengan pendapat Malvino (1996) yang
digunakan pada alat ini adalah sebagai berikut: menyatakan bahwa apabila dioda
melampaui batas maksimun dayanya
maka komponen tersebut akan terbakar.

Integrated Circuit (IC)

Integrated Circuit atau IC yang


digunakan sebagai pengatur tegangan
agar tegangan menjadi stabil (Malvino,
Gambar 9. Hasil Rancangan catu daya 1995). Salah satu IC stabilisator yang

32
murah, muda diperoleh dan cukup stabil untuk Pada grafik tersebut di atas dapat
digunakan pada rangkaian catu daya adalah IC kita simpulkan bahwa respon yang
AN 78XX, karena pada rangkaian catudaya diberikan oleh sensor untuk melakukan
membutuhkan tegangan 12 volt maka pada tindakan terhadap perubahan sekitar 6
penelitian ini digunakan IC AN 7812. detik (sekon). Hal ini menujukkan bahwa
kemampuan respon sensor sangat cepat
Kapasitor karena memiliki tingkat sensitivitas yang
Kapasitor yang biasa digunakan pada sangat tinggi terhadap perubahan
rangkaian catu daya adalah kapasitor yang perlakuan dengan bertambahnya nilai
memiliki nilai yang relatif besar dan memiliki tegangan melalui penambahan
bentuk fisik yang relatif kecil sehingga jenis konsentrasi kandungan sedimen. Hal ini
kapasitor yang memenuhi adalah kapasitor elco menunjukkan bahwa sensor rancangan
dengan pertimbangan tersebut maka pada ini memenuhi standar kriteria suatu
perancangan catu daya ini menggunkan sensor yang mesti memilki respon atau
kapasitor Elco atau Elektronic Condensator. sensitivitas yang sangat tinggi terhadap
Menurut Wasito nilai C tanpa melihat R beban adanya perubahan dalam sistim.
berkisar antara 100-1000 mikrofarad, nilai
Pengamatan Kandungan Sedimen
kapasitor yang digunakan pada penelitian ini
dengan Sensor Hasil Rancangan
dalah 1000 mikrofarad.
Pengukuran kandungan sedimen
Uji Pendahuluan Respon Dinamika sensor dengan mengunakan hasil sensor
Berdasarkan grafik di bawah ini tampak rancangan dihubungkan dengan
bahwa sensor membutuhkan waktu sekitar 6 avometer untuk mengetahui besar
detik (sekon) untuk mencapai keadaan stabil, keluaran tegangan (volt) untuk tiap
ini menunjukkan bahwa sensor sangat cepat sampel yang akan diukur.
memberikan tanggapan, sifat ini memenuhi
syarat sensor yakni bahwa suatu sensor mesti Hasil Pengukuran Konsentrasi Sedimen (mg/cm3)
memiliki respon yang cepat terhadap adanya 3,5
perubahan terhadap objek yang diamati. 3
y = 0,134x + 0,2636
Tegangan (V)

2,5
R2 = 0,9246 Hasil Pengukuran
2 sensor
Hasil Pengukuran Respon Sensor tehadap Tegangan yang Dihasilkan
1,5
Linear (Hasil
7 1
Pengukuran
Waktu Respon (sekon)

6 0,5 sensor)
5 0
4
Waktu Respon (s) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
3
2 Sedimen (mg/cm3)
1
0
2,6
0,34
0,36
0,43
0,53
0,82
1,06
1,14
1,35
1,56
1,88
2,04
2,15
2,34
2,44
2,54

2,59

Grafik 2. Hasil Pengukuran Kandungan


Tegangan (V)
sedimen dengan sensor
menggunakan Sesnsol Hasil
Grafik 1. Hasil Pengukuran Respon sensor Rancangan
terhadap Tegangan yang dihasilkan

33
Grafik tersebut menunjukkan bahwa sehingga jika pengukuran diteruskan
hubungan antara kandungan sedimen dengan dengan pertambahan konsentrasi maka
tegangan cukup erat yakni memiliki hubungan hasilnya tetap saja seperti hasil yang
berbanding lurus, di mana jika kandungan diperoleh ketika mengukur konsentrasi
sedimen semakin tinggi maka nilai tegangan 15 mg/cm3. Hal ini menunjukkan bahwa
juga semakin tinggi. Kandungan sedimen yang hasil pengukuran dengan sensor
terletak pada wadah akan menjadi penghambat rancangan ini menunjukkan hasil linier di
untuk jatuhnya cahaya yang dipancarkan oleh mana pada nilai regresi adalah sebesar
lampu LED (Light Emitting Dioda) pada LDR 0,9246 sehingga berdasarkan data yang
(Light Dependent Resistor) sebagai komponen diperoleh dapat dinyatakan bahwa sensor
sensor utama. Kandungan sedimen dalam rancangan ini memenuhi syarat sensor
cairan akan menghambat gelombang cahaya yakni mesti memiliki hasil pengukuran
yang terpancar dari LED sehingga yang linear.
mempengaruhi intensitas cahaya yang dapat
diteruskan untuk melalui wadah sampel. Berdasarkan grafik juga diperoleh
Semakin tinggi konsentrasi sedimen maka daya hasil yang menunjukkan tingkat
hambatnya terhadap cahaya yang terpancar sensitifitas sensor yang sangat tinggi
juga semakin tinggi. Sisa cahaya yang berhasil dalam mengukur kandungan sedimen ke
melewati wadah sampel setelah mengalami dalam bentuk tegangan (Volt) melalui
hambatan dari kandungan sedimen inilah yang persamaan y = 0,134x + 0,2636 jika
ditangkap oleh LDR sebagai komponen sensor dilakukan subtitusi besarnya kandungan
cahaya yang akan memproses intensitas cahaya sedimen pada persamaan akan diperoleh
yang jatuh kepadanya. LDR memiliki besar tegangan yang dihasilkan pada
karakteristik utama yakni bila cahaya yang pengukuran tersebut dengan lebih
jatuh pada LDR lebih tinggi atau terang maka mudah. Adanya hubungan ini
nilai keluarannya akan semakin rendah, menunjukkan sensor memiliki sensitifitas
sebaliknya jika cahaya yang jatuh kurang atau yang sangat tinggi terhadap perubahan
gelap maka keluaran pada LDR akan semakin jumlah kandungan sedimen di mana
tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Bishop sensor memberi tanggapan meski
(2001) yang menyatakan bahwa LDR atau perubahan kandungan sedimen sangat
Light Dependent Resistor memiliki kecil.
karakteristik yaitu bila cahaya yang jatuh pada
LDR lebih tinggi atau terang maka nilai Pengamatan Kandungan Sedimen
keluarannya akan semakin rendah, sebaliknya Beberapa Sungai atau saluran Irigasi
jika cahaya yang jatuh kurang atau gelap maka Dengan Menggunakan Sensor Hasil
keluaran pada LDR akan semakin tinggi. Hal
Rancangan.
ini membuat LDR sangat layak digunakan
sebagai komponen utama dalam perancangan Berikut ini adalah beberapa hasil
sensor kandungan sedimen ini dengan
pengukuran sampel sedimen untuk
menerapkan prinsip cahaya atau optik.
beberapa sungai atau saluran irigasi yang
Pada grafik nampak jelas terlihat hasil diteliti sebagai aplikasi penggunaan
linear pada pengukuran konsentrasi sedimen sensor kandungan sedimen yang telah
dari 0 mg/cm3 sampai dengan 16 mg/cm3. dirancang:
Pengukuran konsentrasi sedimen hanya sampai
pada 16 mg/cm3 karena telah mencapai batas
maksimal kemampuan sensor dalam
mendeteksi kandungan sedimen, hal ini
ditunjukkan oleh nilai antara 15 mg/cm3 dan
16 mg/cm3 memiliki kesamaan yakni 2,95 volt
34
Tabel 1. Hasil pengukuran sedimen pada pengukuran sedimen dengan hasil linear
beberapa sungai/saluran irigasi dan telah memenuhi persyaratan utama
dengan menggunakan sensor sebagai sensor yang memiliki respon
kandungan sedimen hasil rancangan cepat, sensitivitas cukup tinggi, serta
linear terhadap perubahan konsentrasi
N Hasil ukur Nilai Nilai sedimen.
Sampel
O sensor sedimen konversi
Sedimen
(volt) (mg/cm3) (mg/liter) Saran
Sungai
1 0,37 1 1000 Kemampuan sensor ini dapat lebih
Saddang
ditingkatkan dengan penggunaan bahan-
Sungai bahan perancangan yang lebih
2 0,42 2 2000
Maros berkualitas namun karena terkendala
pada ketersediaan bahan dipasaran maka
Saluran
3 0,36 1 1000
bahan yang digunakan terkadang mesti
irigasi
Mandai mengikuti bahan yang tersedia.
Saluran 1500- DAFTAR PUSTAKA
4 Irigasi 0,40 1,5-2
2000
Maccopa
Anonim I, 2009a.
Sumber : Data primer hasil pengukuran http://elektrokita.blogspot.com/200
sensor, Desember 2009 8/10/sensor.html

Berdasarkan data hasil pengukuran Anonim II, 2009b.


sensor kandungan sedimen pada tabel di atas http://indomicron.co.cc/elektronika/
dapat diperoleh informasi bahwa rata-rata analog/sensor-cahaya-ldr-light-
kandungan sedimen pada lokasi yang diteliti dependent-resistor/. Diakses
berkisar antara 0,37 sampai dengan 0,42 volt tanggal 10 Juli 2009.
atau jika dikonversikan dalam satuan sedimen
berdasarkan data yang diperoleh pada saat uji Anonim III, 2009c.
kinerja adalah setara dengan 1 mg/cm3 atau http://elektrokita.blogspot.com/200
1000-2000 mg/liter. Hasil pengukuran tertinggi 8/10/catudaya.html. Diakses
diperoleh pada lokasi sungai Maros yaitu tanggal 10 Juli 2009
sebesar 0,42 volt atau setara dengan 2000
mg/liter. Sehingga dengan melihat data yang Anonim V. 2009d. Komponen IC.
diperoleh dari hasil pengukuran sensor maka http://teknikelectronika.blogspot.co
alat sensor ini telah dapat digunakan untuk m/2009/02/ komponen-ic-
melakukan pengukuran sedimen sekaligus intregated-circuit.html. diakses
untuk kepentingan monitoring kandungan tanggal 7 Juni 2009.
sedimen pada berbagai lokasi yang akan
dijadikan objek penelitian. Anonim VI, 2009e. Penguat
Operasional.
KESIMPULAN DAN SARAN http://www.ilmu.8k.com/pengetahu
an/Diakses tanggal 10 Juli 2009
Kesimpulan
Arsyad, 1989. Konservasi Tanah dan
Kesimpulan yang dapat diambil pada Air. IPB, Bogor.
penelitian ini adalah sensor yang telah
dirancang dapat digunakan untuk melakukan
35
Asdak, 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Nurhayati, 2004, Studi Persamaan
Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada Fresnel Pada Cover Glass Dan
University Press, Yogyakarta. Mika Dengan Menghitung Dan
Mengukur Reflektansi Dan
Bishop, Owen, 2004. Dasar-Dasar Transmitansinya, Universitas
elektronika. Penerbit Erlangga. Diponegoro, Semarang.
Jakarta.
Tomkins and Webster, 1998. Interfacing
Borgardi, J., 1987. Sediment transport in Sensors, to The IMB
Alluvial Streams. Akademi kaido,
Budapest, Hungaria. PC. University of Wisconsin
Madison.
Chow, V.T, 1964. Hand Book Applied
Hydrology. Mc Graw Hill Book Co inc, Soemarto, C.D., 1995. Hidrologi
New York. Teknik. Penerbit Erlangga, Jakarta.

Hughes, FW, 1986. OP-Amp. Dalam Ignatius Suripin, 2001. Pelestarian Sumber
Hartono, 1994. Panduan Op-Amp. Daya Tanah dan Air. Andi
Penerbit PT Elex Media Komputindo Yogyakarta: Yogyakarta
Kelompok Gramedia, Jakarta.
Sutedjo, M.M dan Kartasapoetro, A.G,
Ilyas, M.A., 1987. Pemantauan kondisi 1988. Pengantar Ilmu tanah dan
Suatu DAS berdasarkan Terbentuknya tanah Pertanian.
Erosi/Sedimen. JLP,No.5Th 2 KWI:29- Bina Aksara, Jakarta.
38.
Wollard,B.G, 1996. Practical
Malvino,A.P., 1995. Prinsip-Prinsip Electronics. Dalam Kristino, 2006.
Elektronika. Penerbit Erlangga, Jakarta. Elektonika Praktis. PT. Pradya
Paramitha, Jakarta.
Malvino,A.P., 1996. Electronics Principles.
Dalam Joko Santoso, 2004. Prinsip-
Prinsip Elektronika. Penerbit Salemba
Teknika, Jakarta.

Manan, S., 1979. Pengaruh Hutan dan


Manajemen Daerah Aliran Sungai.
Departemen Manajemen Hutan Fahutan
IPB, Bogor.

Milman dan Halkias, 1993. Elektronika


Terpadu Linear.

Erlangga. Jakarta

Muawanah, Umi dan Supangat, Agus. 1998.


Pengantar Kimia dan Sedimen Dasar
Laut. Badan Riset Kelautan Dan
Perikanan: Jakarta.

36
Pendugaan Debit Aliran Sungai Menggunakan Model Watershed Modelling System Pada Das
Maros-Sub Das Tanralili

Suhardi, Totok Prawitosari, dan Nhaisya Dewi Purnama

Abstrak

Air sangat penting bagi kehidupan sehingga masalah yang berhubungan dengan sumber
daya air menjadi hal yang penting. Kebutuhan suatu model pengelolaan DAS makin lama makin
dirasakan. Salah satu komponen hidrologi yang merupakan data yang sangat penting dalam
penyelesaian masalah hidrologi suatu DAS adalah data tentang debit sungai. Namun dilain
pihak, pencatatan debit sungai yang teratur dan cukup panjang masih sangat kurang dan belum
merata. Salah satu model yang digunakan untuk menduga aliran sungai adalah Watershed
Modelling system (WMS) dimana dalam software ini memiliki banyak model hidrologi yang
dapat digunakan. Salah satunya adalah Metode Rasional yang digunakan untuk memprediksi
debit puncak suatu DAS. Data yang diperoleh, diolah kemudian diinput kedalam metode
rasional Watershed Modelling System untuk mendapatkan debit puncak (peak flow). Hasil
simulasi model diperoleh dengan Koefisien DAS (0,7) dan Tc = 290 menitan untuk periode
ulang 2 tahun = 37,70 m3/dtk, 5 tahun = 44,31 m3/dtk, 10 tahun = 49,61 m3/dtk, 25 tahun =
57,78m3/dtk, 50tahun = 64,42m3/dtk, 100 tahun = 71,23m3/dtk.

Kata kunci : Debit, model WMS, DAS

PENDAHULUAN adalah data debit sungai. Namun dilain


pihak, pencatatan debit sungai yang teratur
Air merupakan kebutuhan pokok yang dan cukup panjang masih sangat kurang dan
sangat penting bagi kehidupan sehingga belum merata. Untuk mengatasi kekurangan
masalah yang berhubungan dengan sumber data pengukuran ini maka debit air sungai
daya air menjadi sorotan penting untuk dapat diperkirakan menggunakan berbagai
dikaji. Di Indonesia bidang hidrologi model hidrologi yang telah ada.
semakin berkembang sejalan dengan Berdasarkan peta rawan banjir
semakin meningkatnya proyek-proyek kabupaten Maros, Sub-DAS Tanralili
pengembangan sumber daya air seperti merupakan salah satu lokasi yang rawan
pengendalian banjir, pengendalian erosi dan banjir (BAPPEDA MAROS, 2008). Sub-
sedimentasi, penyediaan air DAS Tanralili merupakan sub-DAS yang
irigasi,penyediaan air bersih, Pembangkit memberikan pengaruh (kontribusi) yang
Listrik Tenaga Air (PLTA) dan sebagainya. besar terhadap banjir yang terjadi di
Sejalan dengan itu maka keinginan untuk Kabupaten Maros, karena Outlet dari Sub-
mengembangkan model-model hidrologi DAS Tanralili menuju ke DAS Maros. Sub-
semakin terasa kepentingannya terutama DAS Tanralili juga merupakan aliran yang
dalam system analisis hidrologi pada suatu banyak dimanfaatkan oleh masyarakat untuk
DAS (Sjarief Roestam, et all., 2008). berbagai keperluan, Namun pada Sub-DAS
Salah satu komponen hidrologi yang ini sulit diperoleh data mengenai debit air,
merupakan data yang sangat penting dalam sehingga digunakan model Watershed
penyelesaian masalah hidrologi suatu DAS
37
Modelling System untuk mensimulasikan Prosedur Penelitian
debit aliran pada Sub-DAS ini.
Pengumpulan Data
Tujuan dan Kegunaan
Data yang dibutuhkan berupa data
Penelitian ini bertujuan untuk curah hujan diperoleh di Dinas
memprediksi besarnya debit air sungai PengelolaSumber Daya Air Sulawesi
berdasarkan pada curah hujan dan penutupan Selatan, sedangkan Peta Jenis tanah dan peta
lahan dengan menggunakan model penggunaan Lahan, DEM Maros diperoleh
Watershead Modelling System (WMS) pada dari Badan Pengelolaan DAS Jeneberang-
Daerah Aliran Sungai Maros. Walanae.
Kegunaan dari penelitian ini yaitu
dapat dijadikan sebagai dasar dalam Menghitung curah hujan wilayah
perencanaan, pengembangan, terutama untuk
pengembangan jaringan irigasi dan drainase. Curah hujan harian maksimum rata-rata
wilayah dari dua stasiun pengamat curah
METODOLOGI PENELITIAN hujan, yaitu Stasiun Lekopancing dan
Stasiun Batu Bassi, yang kemudian dihitung
Tempat dan Waktu dengan metode polygon Thiessen

Penelitian Pendugaan Debit Aliran R = RA.KTA + RB.KTB,.+ RN.KTN


Sungai Menggunakan Model Watershed
Modelling System (WMS) dilakukan pada Ai
bulan Maret - April 2010, di Laboratorium
KT n
....
Komputer dan Sistem Informasi, Program A
n 1
Studi Keteknikan Pertanian, Jurusan
Teknologi Pertanian, Universitas Dimana :
Hasanuddin. R = Hujan rata-rata (mm/jam)
KT = koefisien Thiessen
Ai = Luas Daerah (ha)
Alat dan Bahan

Penelitian ini menggunakan data curah Curah hujan maksimum harian rata-
hujan mulai tahun 2000-hingga 2009, peta rata daerah diperoleh dengan langkah-
penggunaan/penutupan lahan, peta jenis langkah sebagai berikut :
tanah 1. Menentukan di salah satu pos hujan saat
Alat yang digunakan adalah seperangkat terjadi curah hujan harian maksimum
komputer dengan menggunakan program 2. Mencari besarnya curahhujan pada
Watershed Modelling System 7.0 dan tanggal yang sama untuk stasiun yang lain
ArcView 3.2. 3. Menghitung rata-rata curah hujan dengan
metode thieesen
4. Menghitung curah hujan maksimum rata-
rata (seperti langkah 1) pada tahun yang
sama untuk pos lain
5. Mengulangi langkah 2 dan 3 untuk seriap
tahun

38
6. Mengambil salah satu data tertinggi pada Waktu Konsentrasi dihitung dengan
setiap tahun dari data Thiessen persamaan ( Arsyad, 1989):
7. Data hujan yang terpilih merupakan basin Tc 0,0195L0,77 S 0.385
rain fall
Koefisien DAS dihitung dengan
Menghitung Hujan Rencana persamaan

Curah hujan rencana diperoleh C1 L1 C 2 L2 ............. C n Ln


C DAS
dengan: Ltot
1. Melakukan Uji kesesuaian distribusi Intensitas Curah hujan dihitung dengan
dengan parameter penguji Chi-Kuadrat persamaan Mononobe (Joesron Loebis,
G
(Oi Ei ) 2 1992 dalam Suroso, 2006):
Xn 2 2
i 1 Ei R 24 3
2. Menghitung curah hujan rencana dengan I 24
analisis frekuensi berdasarkan metode 24 t
distribusi terpilih.
8. Melihat hasil simulasi dari Metode
Menghitung Debit Banjir Rasional berupa Hydrograph Debit
Puncak Banjir.
Debit banjir dihitung dengan
persamaan metode Rasional yang terdapat HASIL DAN PEMBAHASAN
dalam Watershed Modelling System (WMS).
Q= CIA Letak dan luas
Dimana:
Q = debit puncak (m3/s) Kabupaten Maros memiliki luas
C = Koefisien Limpasan wilayah sekitae 1.619.12 km2, yang secara
I = Intensitas Hujan (mm) administratif terdiri dari 14 kecamatan,
A = Luas Area (ha) 23 Kelurahan dan 80 desa. Kabupaten maros
1. Membuka WMS Software memiliki batas-batas sebagai berikut Sebelah
2. Membuka data DEM (Digital Elevation Utara berbatasan dengan Pangkep, sebelah
Map) Sub-DAS Tanralili pada WMS timur berbatasan dengan kabupaten bone,
3. Memilih Drainage Module, kemudian sebelah selatan berbatasan dengan kota
menjalankan TOPAZ untuk melihat alur Makassar, dan sebelah barat berbatasan
aliran sungai. dengan Selat Makassar.
4. Menentukan Outlet pada DAS, kemudian Secara geografis Sub-DAS Tanralili
memilih Delianate Basins Wizard untuk terletak pada posisi 11903441.133-
penggambaran DAS 119o411.52952BT dan 50238.50548-
5. Mengkonversi data DEM ke TIN 50937.569996LU dengan luas daerah
6. Memilih modul Hydraulogy Modelling aliran 32.175,4 ha. Terletak di Kecamatan
kemudian memilih antar muka Metode Tanralili Kabupaten Maros.
Rasional
7. Memasukkan parameter Metode
Rasional

39
Jenis Tanah Tabel 2. Curah Hujan Harian Maksimum
Rata-Rata Daerah
Jenis tanah yang mendominasi di sub-
DAS Tanralili adalah jenis tanah Litosol
seluas 22.516 ha. CH Maksimum
No Tahun Tanggal
(mm)
Tabel 1. Jenis Tanah di Sub DAS Tanralili 1 2000 30 Januari 149.27
Jenis 2 2001 4 Maret 190.66
No Luas (Ha) %
Tanah 3 2002 4 Januari 155.13
1 Andosol 3419.824 10.63 4 2003 19 Februari 145.11
2 Litosol 22516.84 69.98
5 2004 9 Maret 88.05
3 Mediteran 6238.734 19.39
6 2005 20 Desember 130.05
Jumlah 32175.4 100
7 2006 30 Maret 197.08
Sumber: Data Sekunder setelah diolah, 2010
8 2007 1 Februari 138.91
Curah Hujan Wilayah 9 2008 13 Desember 166.71
10 2009 19 Mei 165.02
Curah hujan daerah diperoleh dari Sumber: Data Sekunder setelah diolah, 2010
pengolahan data curah hujan harian dari 2
stasiun pencatat yaitu stasiun Batu Bassi dan Berdasarkan data diatas terlihat bahwa
stasiun Lekopaccing. Karena titik curah hujan maksimum rata-rata daerah
pengamatan (stasiun pencatat) tersebar tidak terjadi pada 30 Maret 2006 sebesar 197.08
merata, maka cara perhitungan curah hujan mm dan minimum pada 9 Maret 2004
daerah dilakukan dengan menggunakan sebesar 88.05 mm, hal ini disebabkan oleh
metode Polygon Thieesen (Sosrosarsono, adanya perbedaan intensitas curah hujan
1987). Masing-masing luas efektif yang setiap tahunnya.
terwakili untuk tiap stasiun pencatat adalah
Stasiun Batu Bassi 5363.07 ha dengan nilai Curah Hujan Rencana
KT= 0.17 dan Stasiun Lekopancing
26812.33 ha dengan nilai KT=0.83. Nilai ini Perhitungan curah hujan rencana
akan dikalikan dengan curah hujan dilakukan dengan metode distribusi curah
maksimum dari tiap stasiun pada setiap hujan metode Gumbel dan Log Person Type
tahunnya untuk mendapatkan curah hujan III, kemudian Hasil distribusi tersebut diuji
harian rata-rata. Hasil perhitungan curah menggunakan Uji Chi-Kuadrat untuk
hujan harian maksimum rata-rata daerah mengetahui data tersebut dapat diterima atau
dapat dilihat pada Tabel 2 : tidak.
Tabel 3. Analisis Kesesuaian Distribusi
Frekuensi dengan Uji Chi-
Kuadrat
No Metode Distribusi Peluang (%)
1 Gumbel 0, 55
2 Log PersonType III 56,33
Sumber : Data Sekunder Setelah Diolah,
2010

40
Berdasarkan interpretasi hasi bahwa Tabel 6. Intensitas Hujan Rencana Kala
apabila peluang lebih dari 5% maka Ulang Metode Mononabe
persamaan distribusi dapat diterima periode ulang
Perhitungan curah hujan rencana dengan min
metode Log Person Type III dapat dilihat 2 5 10 25 50 100
pada Tabel berikut:
5 364.08 260.11 343.18 377.55 392.42 364.08
Tabel 4: Curah Hujan Rencana
dengan metode Log Person Type III 10 160.54 163.48 215.69 237.29 246.64 228.82
15 122.35 124.59 164.38 180.84 187.97 174.39
Periode
G Log Xt Xt 20 100.90 102.75 135.56 149.14 155.01 143.82
Ulang
25 86.89 88.48 116.74 133.49 133.49 123.85
2 -0.3500 2.140 137.944
30 76.90 78.31 103.32 113.66 118.14 109.61
5 -0.2700 2.148 140.474
60 48.33 49.22 64.93 71.44 74.25 68.89
10 0.9500 2.268 185.336 Sumber: Data Sekunder setelah diolah, 2010
25 1.3700 2.309 203.890
50 1.5400 2.326 211.918 Hasil Simulasi Debit Puncak Metode
Rasional Watershed Modelling System dapat
100 1.2100 2.294 196.612
dilihat pada tabel berikut :
Sumber: Data Sekunder Setelah Diolah, 2010
Tabel 7. Debit Puncak pada Berbagai Kala
Ulang Metode Rasional
Debit Puncak Metode Rasional Watershed Periode Debit puncak
Modelling System (WMS) No
Ulang (m3/s)
1 2 37,70
Debit puncak dihitung dengan 2 5 44,31
menggunakan metode rasional yang terdapat
3 10 49,61
dalam Watershed Modelling System.
4 25 57,78
Parameter Metode Rasional pada WMS
5 50 64,42
diperoleh dengan hasil sebagai berikut :
6 100 71,23
Nilai Waktu Konsentrasi diperoleh
dengan panjang aliran (I) 48.481, 49 m, Sumber: Data Sekunder setelah diolah, 2010
dengan kemiringan (S) 0,034 sehingga
KESIMPULAN
dapat diketahui nilai Tc = 267 menit
Nilai Koefisien Daerah Aliran Sungai
adalah 0,78.
1. Model Watershed Modelling System
Nilai Intensitas Curah hujan (I) rencana
selain dapat mensimulasikan kejadian
dengan menggunakan Distribusi Log
alam seperti debit puncak, juga dapat
Person Type III yang sebelumnya telah
menduga karakteristik DAS karena
diuji dengan menggunakan Uji Chi
model bekerja berbasis DAS seperti
Kuadrat. Hasil Intensitas Hujan (I) yang
panjang aliran dan kemiringan wilayah.
dihitung dengan metode Mononabe
2. Kondisi Sub-DAS Tanralili masih
adalah sebagai berikut :
relative baik, dimana dapat dicerminkan
dari waktu konsentrasi (Tc) yang masih
relative lama, Hal ini disebabkan karena

41
kondisi tutupan lahan masih Sri Harto. 1993. Analisi Hidrologi. PT.
didominasioleh hutan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

DAFTAR PUSTAKA Soemarto, C.D., 1987. Hidrologi Teknik.


Usaha Nasional. Surabaya.
Anonim. 2009a. Watershed Modelling
System. www.emrl.byu.edu/wms.htm. Suripin, Dr.Ir., 2003. Sistem Drainase
Akses tanggal 6 Februari 2010. Perkotaan yang Berkelanjutan.
Andi. Yogyakarta
Anonim. 2009b. Integrated Modelling for
Flood HazardMapping Using Suripin., 2004. Pelestarian Sumberdaya
Watershed Modelling System. Tanah dan Air. ANDI. Yogyakarta
University of Tehran. Iran.
Susanto, S., 1995. Model Produksi Air dan
c
Anonim. 2009 . Peran Civil Engineering. Pengembangan Penyediaan Air.
www.yogiocxtavianto.ngeblos.com. Akses Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta
tanggal 14 Februari 2010.

Kodoatie, Robert J dan Sjarief Roestam.,


2008. Pengelolaan Sumber Daya Air
Terpadu. Andi. Yogyakarta.

42
LAMPIRAN GAMBAR

Tampilan Metode Rasional

Hasil Simulasi Metode Rasional pada WMS

Hasil running TOPAZ, penentuan Outlet,


penggambaran DAS menggunakan DEM

Hasil Konversi DEM ke TIN, kemudian


memilih AntarMuka Metode Rasional

43
DIAGRAM ALIR PENELITIAN

Mulai

Data Curah Hujan DEM Peta Jenis Tanah,


(Digital Elevation Peta Penggunaan
Map) Lahan

Curah Hujan
Maks
Penggambaran
DAS Koefisien
Distribusi Hujan DAS
kala ulang

Konversi
DEM ke TIN
Intensitas Hujan

METODE RASIONAL

Hydrograph Debit
Puncak

SELESAI

44
Kajian Pengurangan Gejala Chilling Injury Tomat Yang Disimpan Pada Suhu Rendah
(Study On the Alleviation of Chilling Injury Symptoms of Tomato fruits Stored under Low
Temperature)

Olly Sanny Hutabarat1, Sutrisno2, Y. aris Purwanto2


1
Dosen Program Studi Keteknikan Pertanian UNHAS Makassar
2
Dosen Departemen Keteknikan Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Abstract

Tomato fruits (Lycopersicon esculentum Mill) are sensitive to low temperature and
develop chilling injury. Understanding the physiological properties of tomato fruits stored
under low temperature is important to find better storage method. The objective of this
research was examine the effect of low temperature, heat shock treatment and aloe vera
coating treatment was carried out at 420C during 20, 40 and 60 minutes. During storage, the
changes of quality i.e. ion leakage, pH, soluble solid content, firmness, weight loss,
respiration rate as well as visible appearance were evaluated. The results showed that the
heat shock treatment and aloe vera coating reduced the chilling injury symptoms which
indicated by the reduction of ion leakage.

Keywords: chilling injury, heat shock, ion leakage ,tomato, Aloe vera.

PENDAHULUAN kadar air dan komposisi nilai gizi). Untuk


mengatasi masalah penurunan mutu buah
Penanganan pasca panen produk tomat selama penyimpanan, salah satunya
hortikultura sangat berpengaruh terhadap adalah dengan penyimpanan dingin.
mutu produk. Mutu produk dapat
dipertahankan sebaik mungkin dengan Penyimpanan dingin dimaksudkan
penanganan lanjutan yang tepat. Pada untuk menurunkan suhu produk sehingga
prinsipnya suhu tinggi bersifat merusak akan memperlambat laju respirasi sebelum
mutu simpan sayur-sayuran dan buah- dilakukan penanganan pasca panen
buahan, akan tetapi kenaikan suhu ini tidak lanjutan. Beberapa produk hortikultura
dapat dihindarkan terutama apabila panen mempunyai sifat sensitif terhadap suhu
dilakukan pada hari yang panas. Laju dingin sehingga penyimpanan di bawah
respirasi dan kegiatan lainnya akan suhu optimum dapat mengakibatkan
meningkat dengan semakin tinggi suhu chilling injury. Heat shock treatment dan
sehingga akan mempercepat laju kerusakan coating aloe vera pada pasca panen tomat
mutu produk pasca panen (Pantastico, dapat menurunkan peningkatan ion leakage
1986). yang menyebabkan kerusakan serta dapat
mengurangi chilling injury (Saltveit, 2004).
Tomat tergolong sayuran buah yang
mudah rusak (perishable). Mutu tomat saat Tujuan penelitian ini secara umum
panen dapat dinilai berdasarkan sifat fisik adalah untuk mengkaji perubahan mutu
(bentuk/kebulatan, warna, kekerasan, tomat yang disimpan pada suhu dingin.
kelicinan kulit, ketebalan daging buah, Secara khusus tujuan penelitian ini adalah
tekstur) dan sifat kimia (vitamin C/ asam untuk menganalisis parameter mutu tomat
askorbat, total padatan terlarut, kadar asam,
dengan perlakuan heat shock dan coating HASIL DAN PEMBAHASAN
aloe vera.
1. Ion leakage
METODELOGI PENELITIAN
Gambar 1 menunjukkan perubahan
1. Waktu dan Tempat Penelitian ion leakage pada hari ke-20 dengan
perlakuan heat shock 40 menit. Dalam
Penelitian dilaksanakan pada bulan
grafik kenaikan persentase ion leakage
April Juli 2007 di Laboratorium AP4,
dengan perlakuan heat shock 40 menit pada
TPPHP dan EEP, Fakultas Teknologi
hari ke-20 suhu 50 C lebih tinggi daripada
Pertanian Institut Pertanian Bogor..
penyimpanan pada suhu 100 C dan suhu
ruang. Selama penyimpanan terjadi
2. Bahan dan Alat
kenaikan persentase ion leakage pada
Bahan utama yang digunakan adalah tomat yang mengindikasikan terjadinya
tomat varietas arthaloka, aloe vera dan kerusakan membran sel sebagai akibat
aquabidest. Tomat diperoleh dari petani penyimpanan dingin. Kerusakan membran
tomat di Goalpara, Sukabumi. sel ini terjadi karena lipid dan protein
sebagai penyusun dinding sel mengalami
Peralatan yang digunakan adalah ketegangan plastis akibat pendinginan.
HST chamber, electricity conduktivity Hasil serupa dilaporkan oleh Salveit (2002)
meter (D-24 Horiba), Refraktometer (PR- dimana pada suhu rendah di bawah suhu
201 ATAGO), rheometer (CR-300 Sun- optimum penyimpanan tomat, terjadi
KAGAKU), gas analyzer Shimadzu, lemari kerusakan membran sel sebagai akibat
pendingin, blender dan lain-lain. kerusakan dingin. Nobel (1991)
menyebutkan bahwa ketegangan
3. Metode Penelitian disebabkan oleh tekanan isi sel pada
dinding sel dan bergantung pada
Tomat diberi perlakuan heat shock konsentrasi zat-zat osmotik aktif dalam
0
42 C selama 20, 40, 60 menit dan aloe vera vakuola, permeabilitas protoplasma dan
coating kemudian disimpan pada suhu 50, elastisitas dinding sel.
100C dan suhu ruang. Pengukuran
dilakukan pada suhu ruang dengan selang Gambar 2 dan 3 menunjukkan
waktu pengukuran mula-mula 20, 40, 60 perubahan ion leakage pada penyimpanan
menit selama 5 jam. Setelah 5 jam dengan suhu 50C dan 100C dengan perlakuan heat
menggunakan blender, tomat dihancurkan shock 20, 40, 60 menit dan Aloe vera pada
supaya semua ion terlarut dalam aquabides hari ke-20. Pada gambar 2 dan 3
dan nilai konduktivitas listrik totalnya menunjukkan kenaikan persentase ion
diukur. Parameter mutu yang diamati leakage dengan perlakuan heat shock 20
antara lain : Ion leakage, pH, susut bobot, menit lebih kecil dibanding perlakuan lain.
total padatan terlarut, kekerasan, respirasi Dari grafik terlihat bahwa penyimpanan
dan warna. tomat yang diberi perlakuan heat shock
mengalami kenaikan persentase ion leakage
yang lebih kecil daripada tanpa heat shock
dan Aloe vera. Hal ini disebabkan
perlakuan heat shock meningkatkan 100
90

Ion leakage (%)


80
fospolipid, dapat memulihkan transpor 70
60
50
membran yang rusak diakibatkan 40
30
2+ 20
meningkatnya ion Ca yang disebabkan 10
0

meningkatnya kerusakan membran 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300
Waktu (m enit)
permeabel karena penyimpanan dingin HST 20 HST 40 HST 60 Aloe Kontrol

sehingga ion calsium (Ca 2+) di dalam Gam bar 2. Perubahan ion leakage HST 20, 40, 60 m nt, aloe dan
kontrol hari ke-20 suhu 5 0C

maupun di luar sel sama. Chang (2001)


melaporkan heat shock protein dengan
methyl jasmonate dan methyl salicylate 100
90

Ion leakage (%)


80
dapat meningkatkan ketahanan tomat 70
60
50
terhadap chilling injury karena dapat 40
30
20
mengontrol protein dalam intrasel dan 10
0
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300
meningkatkan transport membran dengan Waktu (m enit)

menyesuaikan diri dengan mengikat dan HST 20 HST 40 HST 60 Aloe Kontrol

Gam bar 3. Perubahan ion leakage HST 20, 40, 60, aloe, kontrol
melepaskan protein. Pernyataan ini juga hari ke-20 suhu 100C

didukung oleh Saltveit (2003) heat shock 2. pH


dengan suhu 450 selama 30 menit dapat
4.0
mengurangi chilling injury pada Saintpaulia 3.8
3.6

ionantha. Ion calsium (Ca 2+) yang tinggi


3.4
3.2
pH

3.0
2.8
dalam sitosol diketahui sebagai penghalang 2.6
2.4
transport masuk dan keluar zat melalui 2.2
2.0

membran. Peningkatan ion calsium (Ca 2+)


0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Waktu (hari)

secara langsung disebabkan meningkatnya HST 20 HST 40 HST 60 Aloe Kontrol

Gambar 4.Perubahan pH selama penyimpanan pada suhu 5 C


kerusakan membran yang disebabkan oleh
penyimpanan dingin sehingga ion calsium
Gambar 4 menunjukkan perubahan
(Ca 2+) di dalam sel lebih besar daripada di
pH pada suhu 50C selama penyimpanan.
luar sel. Secara physiologi heat shock dapat
Perubahan pH pada suhu simpan 50C
mengontrol konsentrasi calsium dalam
menunjukkan berkurang atau meningkatnya
sitosol pada saat disimpan pada suhu kritis.
konsentrasi H+. Pada awal sampai akhir
Saltveit (2003) juga melaporkan chilling
penyimpanan, pH tomat relatif berubah.
injury disebabkan phase transisi membran
Perubahan pH disebabkan mitokondria
atau kerusakan oksidatif yang berhubungan
tidak mampu mempertahankan ion hidrogen
dengan disfungsi metabolik, meningkatkan
dan perubahan komposisi protein dalam
konsentrasi ion calsium (Ca 2+) intraseluler.
membran sebagai akibat kerusakan dingin.
Perubahan pH dapat dijadikan petunjuk
100
90 terjadinya kerusakan dingin (Naruke et al.,
ion leakage (%)

80
70
60
50
2003). Pernyataan yang sama didukung
40
30 oleh Schirra (1992) dalam Purwanto (2005)
20
10
0 menyebutkan bahwa gejala kerusakan
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300

Waktu (hari)
dingin pada buah anggur dapat diketahui
HST 40 T5 HST 40 T10 HST 40 TR
Gambar 1. Perubahan ion leakage HST 40 menit hari ke-20
dari akumulasi etanol yang berkaitan erat
salah satunya dengan pH. Kenaikan pH
pada pada suhu 50C, diakibatkan oleh 10

Susut bobot (%)


8
perubahan kandungan asam pada mentimun 6

yang menunjukkan terjadinya gejala 4

2
kerusakan dingin (Purwanto, 2005). 0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

3. Susut bobot HST 20 HST 40


waktu (hari)
HST 60 Aloe kontrol
Gam bar 5.Perubahan susut bobot HST 20, 40, 60, aloe, kontrol
suhu 50C
Susut bobot terbesar terjadi pada
suhu simpan 50 Cdengan perlakuan heat
shock 60 menit. Perlakuan heat shock 4. Total Padatan Terlarut (TPT)
diduga menyebabkan stomata terbuka lebar Selama penyimpanan selain terjadi
sehingga transpirasi meningkat dan perubahan fisik juga terjadi perubahan
mengakibatkan hilangnya air dalam jumlah kimia pada rasa manis buah yang
banyak dalam buah. Purwanto (2005) ditunjukkan melalui total padatan terlarut
menyebutkan terjadinya susut bobot pada (TPT). Sebagian besar total padatan terlarut
pada suhu 50C, meskipun proses respirasi berupa gula yang terdapat pada buah .
berkurang tetapi terjadinya kerusakan Gambar 6 menunjukkan perubahan TPT
dingin telah menyebabkan timbulnya dengan perlakuan heat shock 20, 40, 60
bintik-bintik lubang kecil dari pengerutan menit, coating aloe vera dan kontrol pada
kulit permukaan yang mengakibatkan suhu 50 C selama penyimpanan. Pada
keluarnya air dari dalam mentimun. Fallik penyimpanan 50 C dengan perlakuan heat
(1996) melaporkan bahwa paprika yang shock 20 menit menunjukkan total padatan
direndam pada suhu 500 C selama 1, 3 terlarut relatif lebih tinggi dibanding
menit dan 5 menit mengalami susut bobot perlakuan lain. Perlakuan heat shock cukup
yang lebih besar dibandingkan dengan mampu mempertahankan kandungan kimia
paprika yang tidak dipanaskan. Susut bobot di dalam sel. Hal tersebut sangat mungkin
terendah terdapat pada perlakuan coating terjadi karena dengan sedikitnya persentase
aloe vera, hal ini disebabkan kemampuan perubahan ion leakage mengindikasikan
gel lidah buaya sebagai pelembab kerena bahwa dinding sel cukup mampu
mengandung glukomanan dan bahan-bahan mempertahankan kandungan kimia di
yang bersifat hidrofilik seperti gula, asam dalam sel. Hal serupa dilaporkan Saltveit
amino khususnya glutamat dan arginin dan (2003) yang menyatakan perlakuan heat
asam organik lainnya yang secara sinergis shock mampu menjaga fospolipid tetap
dapat mempertahankan kelembaban. dalam jumlah besar, memulihkan transport
Pernyataan ini didukung oleh Turner (2004) membran yang rusak diakibatkan
melaporkan penambahan gel sebanyak 10 meningkatnya ion Ca 2+
sehingga ion
% ke dalam larutan dapat menahan 2+
calsium (Ca ) di dalam maupun sel di luar
kecepatan penguapan sebesar 10 % atau sel sama sehingga interaksi aktin-miosin
persentase kehilangan berat lebih rendah dan distribusi materi di dalam sel normal
dibandingkan tanpa penambahan gel. kembali.
4.40
penyimpanan. pada grafik dapat dilihat
4.20
4.00 bahwa perlakuan heat shock dapat
TPT ( 0Brix)

3.80
3.60 meningkatkan atau menurunkan laju
3.40
3.20
3.00
respirasi. Klein dan Lurie (1990),
2.80
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
melaporkan bahwa perlakuan panas dapat
Waktu (hari)
meningkatkan atau menurunkan puncak
HST 20 HST 40 HST 60 Aloe Kontrol

Gam bar 6. Perubahan TPT HST 20, 40, 60, aloe, kontrol suhu 5 0C respirasi buah-buahan klimakterik
tergantung seberapa lama penundaan yang
5. Kekerasan terjadi setelah perlakuan. Menurut (Jacobi
et al, 1995), perlakuan panas tidak
Nilai kekerasan relatif lebih besar
mempengaruhi waktu klimakterik.
dengan perlakuan heat shock 20 menit
Terjadinya peningkatan atau penurunan laju
dibandingkan perlakuan lain. Hal tersebut
respirasi setelah perlakuan panas erat
sangat mungkin terjadi karena dengan
kaitannya dengan kerusakan sel yang
sedikitnya persentase perubahan ion
terjadi. Hal ini sangat mungkin terjadi karen
leakage pada perlakuan heat shock 20 menit
lipid dan protein sebagai penyusun dinding
mengindikasikan bahwa dinding sel cukup
sel mengalami ketegangan plastis akibat
mampu mempertahankan dinding sel yang
pendinginan. Kerusakan membran sel ini
tersusun dari senyawa senyawa seperti
terjadi karena lipid dan protein sebagai
selulosa, pektin, hemiselulosa dan lignin
penyusun dinding sel mengalami
yang berpengaruh terhadap kekerasan.
ketegangan plastis akibat pendinginan.
(Winarno dan Aman, 1981). Pernyataan
Hasil serupa dilaporkan oleh Salveit (2002)
yang sama didukung oleh Muchtadi (1992),
dimana pada suhu rendah di bawah suhu
perubahan turgor sel disebabkan karena
optimum penyimpanan tomat, terjadi
komposisi dinding sel buah berubah, dan
kerusakan membran sel sebagai akibat
perubahan tersebut mempengaruhi
kerusakan dingin. Laju produksi CO2
kekerasan (firmness) buah, yang biasanya
dengan perlakuan heat shock 20, 40, 60
menjadi lunak apabila telah matang.
menit dan Aloe vera coating pada suhu
11
ruang lebih tinggi dibandingkan pada suhu
10
simpan 5, 100C. Hal ini disebabkan pada
Kekerasan (Newton)

9
8
7
6
penyimpanan dingin proses respirasi
5
4 dihambat sehingga produksi CO2 dan
3
2
1
konsumsi O2 rendah. Menurut Muchtadi
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
dan Sugiyono (1989), suhu yang rendah
Waktu (hari) akan menghambat proses respirasi, aktifitas
HST 20 HST 40 HST 60 Aloe Kontrol
Gam bar 7.Perubahan kekerasan perlakuan HST 20, 40, 60 aloe
mikroorganisme dan enzim. Dikatakan
dan kontrol suhu 5C
pula bahwa makin tinggi suhu maka
respirasi makin cepat, hal ini berlaku
6. Respirasi sampai suhu optimum, apabila melewati
suhu optimum kecepatan respirasi menurun.
Selama penyimpanan terjadi
peningkatan konsumsi O2 dan produksi Pantastico (1986) melaporkan
CO2. Pada gambar 8 menunjukkan laju respirasi dapat meningkat atau menurun
respirasi pada suhu simpan 50 C selama tergantung pada kerentanan buah terhadap
suhu dingin. Pada Gambar 8 di bawah ini merah dan a dari 0 sampai -80 untuk
dapat dilihat bahwa laju respirasi perlakuan warna hijau. Nilai b* menyatakan warna
heat shock 20, 40 menit dan kontrol pada kromatik campuran kuning biru dengan
suhu simpan 50C mengalami puncak nilai +b dari 0 sampai +70 untuk warna
klimakterik berturut-turut pada hari ke-4 kuning dan nilai b dari 0 sampai -70 untuk
dan ke-5 penyimpanan, sedangkan pada warna biru (Soekarto, 1985).
perlakuan Aloe vera coating puncak
klimakterik terjadi pada hari ke-6. Pada Pada penelitian ini menunjukkan
kondisi penyimpanan suhu 5 dan 100C bahwa penyimpanan pada suhu rendah
perlakuan Aloe vera coating dapat menunda dapat memperlambat proses perombakan
atau menekan kenaikan klimakterik buah klorofil dan sekaligus memperlambat pula
tomat. Pernyataan ini didukung oleh proses pembentukan likopen. Hal ini
Valverde et al. (2005) yang menyatakan didukung pendapat Winarno dan
bahwa Aloe vera coating dapat berperan Wirakartakusumah (1981) yang
baik menahan laju respirasi selama menyatakan bahwa suhu mempunyai
penyimpanan disebabkan gel Aloe vera peranan yang penting dalam pembentukan
bersifat higroskopis dan bersifat permeable pigmen. Rendahnya nilai warna pada
terhadap transfer gas dan air. perlakuan suhu penyimpanan 5 0C
disebabkan oleh suhu yang terlalu rendah
sehingga degradasi klorofil dihambat dan
5.0
penyimpanan pada suhu ruang (28-300C)
Laju respirasi CO2

4.0
(ml/kg/jam)

3.0
nilai warnanya tidak bisa menjadi jingga
2.0
1.0 karena sintesa likopen terhambat pada suhu
0.0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
tinggi. Pada penelitian ini perlakuan heat
Waktu (hari) shock treatment tidak berpengaruh terhadap
HST 20 HST 40 HST 60 Aloe Kontrol
perubahan warna dibanding dengan yang
Gambar 8. Produksi CO HST 20,40, 60, aloe dan kontro pada
suhu 50C
tidak diberi perlakuan/kontrol.

SIMPULAN DAN SARAN


7. Warna
A. SIMPULAN
60
58
56
1. Tomat yang disimpan pada suhu dingin
54

52
mengalami penurunan mutu lebih
lambat dibanding pada suhu ruang,
b

50
48

46
sedangkan tomat yang diberi perlakuan
44
42 heat shock dan Aloe vera coating lebih
40
-40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40
kecil penurunan mutunya dibanding
a
HST 20 HST 40 HST 60 Aloe Kontrol dengan tomat tanpa perlakuan.
0
Gambar 9. warna a, b HST 20, 40, 60, aloe, kontrol suhu 5 C
2. Tomat yang diberi perlakuan heat shock
pada suhu simpan 50C menunjukkan
Nilai a* menyatakan warna
gejala kerusakan dingin (chilling
kromatik campuran merah hijau dengan
injury) yang terjadi pada hari pertama
nilai +a dari 0 sampai100 untuk warna
dengan meningkatnya ion leakage.
Tomat dengan perlakuan heat shock 20 salicylate. Plant Science. 161(2001)
menit pada suhu 5 dan 100C dapat 1153-1159.
memperkecil kenaikan persentase ion
leakage dibanding perlakuan lain dan Fallik, E., S. Grinberg, S. Alkaka, S.
kontrol. Lurie 1996. The effectiveness of
postharvest hot water dipping on the
3. Aloe vera coating efektif mengurangi control of grey and black moulds in
peningkatan susut bobot dan menjaga sweet red Pepper (Capsicum annum).
kekerasan buah tomat, tetapi tidak Plant Phatology 45:644-649.
berpengaruh terhadap pengurangan
chilling injury karena sifat Aloe vera Jacobi, K.K. Giles, E. Macrae and T.
coating hanya ke bagian permukaan Wegrzyn. 1995. Conditioning
buah dan tidak terjadi ke bagian dalam Kensington mango with hot air
buah. Susut bobot tertinggi terdapat alleviates hot water desinfestation
pada perlakuan heat shock 60 menit . injuries. HortScience 30, 562-65.

4. Aloe vera coating pada suhu simpan 5 Klein, J. D., Lurie, S., 1990. Prestorage
dan 100C dapat menunda dan menekan heat treatment as a means of
puncak klimakterik tomat sampai hari improving poststorage quality of
ke-6, sedangkan perlakuan heat shock apples. J. Am. Soc. Hort. Sci.
20, 40, 60 menit dan kontrol mengalami 115:265-269.
puncak klimakterik pada hari ke2, 3 dan Muchtadi, T.R. dan Sugiyono. 1989. Ilmu
ke-4 penyimpanan. Pengetahuan Bahan Pangan. IPB,
Bogor.
B. SARAN
1. Perlu dilakukan penelitian lanjut untuk Naruke, T., Oshita S., Kuroki S., Seo Y.
melihat pengaruh suhu perlakuan panas And Kayagoe., 2003. Relaxation time
(heat shock) yang lebih bervariasi dan and other properties of cucumber in
lama perlakuan heat shock terhadap relation to chilling injury. Hort., 599,
perubahan mutu. 265-271.

2. Perlu dilakukan penelitian lanjut Nobel, P.S. 1991 Physicochemical and


perlakuan heat shock 20 menit yang Enviromental Plant Physiology.
dilanjutkan dengan Aloe vera coating University of Calofornia, Los
untuk mendapatkan mutu tomat yang Angeles, California.
lebih baik selama penyimpanan pada
suhu rendah. Pantastico,Er. B., A.K.Matto, T. Murata
dan K. Ogata. 1986. Kerusakan-
DAFTAR PUSTAKA Kerusakan Karena Pendinginan.
Dalam Er. B. Pantastico (ed).
Chang, K.D. 2001. Reduction of chilling Fisilogi Pascapanen Penanganan dan
injury and transcript accumulation of Pemanfaatan Buah-buahan dan
heat shock protein in tomato fruit by Sayur-sayuran Tropika dan
Methyl jasmonate and Methyl Subtropika terjemahan. Gadjah Mada
University, Yogyakarta.
Purwanto, Y. A. 2005. Penentuan indeks
kerusakan dingin berdasarkan
perubahan Ion leakage dan pH pada
produk pertanian. Fateta. IPB, Bogor.

Saltveit, M. E., 2002. The rate or ion


leakage lrom chilling-sensitive tissues
does not immediately increase upon
exposure to chilling temperatures.
Postharvest Biology and Technology.
26:295-304.

_______, 2003. Effect of heat shock on the


chilling sensitivity of trichomes and
Petioles of African Violet (Saintpaulia
ionantha). Phisiology Plantarum 121:
35-43.

Soekarto, S.T 1985. Penilaian


organoleptik untuk industri pangan
dan hasil pertanian. Bharata Karya
Aksara, Jakarta).

Turner, D. 2004. Isolation and


characterization of structural
components of Aloe vera .
International Immunopharmacology
4(2004) 1745-1755.

Winarno, F.G. dan M.A.


Wirakartakusumah. 1981. Fisiologi
Pasca Panen. PT. Sastra Hudaya,
Jakarta.

Winarno, F.G. dan Aman, S. 1981.


Fisiologi Lepas Panen. IPB. PT.
Sastra Hudaya, Jakarta.
Uji Kinerja dan Analisis Ekonomi Mesin Pengupas Kopi Tipe Huller pada
Koperasi Tani Desa Bt. Alla Utara Kab. Enrekang

Herman Saleh1, Mar Karmah Badruddin2, dan Abdul Waris2


1
Alumni Program Studi Keteknikan Pertanian UNHAS Makassar
2
Dosen Program Studi Keteknikan Pertanian UNHAS Makassar

Abstrak

Kopi merupakan salah satu komoditas utama Sulawesi Selatan. Desa Bt. Alla
Utara adalah salah satu pemasok terbesar untuk kopi arabika dengan kualitas rasa
yang khas. Pengolahan kopi yang masih sederhana menyebabkan kualitasnya kalah
bersaing di pasaran. Oleh karena itu koperasi tani desa Bt. Alla Utara mengambil
langkah inisiatif untuk mengolah hasil pertanian supaya memiliki nilai yang dapat
bersaing dipasaran. Penelitian ini menggunakan metode pengujian langsung terhadap
kinerja mesin menggunakan kopi jenis Arabika terhadap waktu pengilingan kopi
kemudian dilakukan perhitungan terhadap efisiensi penggilingan. Kapasitas
pengilingan, indeks kinerja mesin dan menghitung kelayakan ekonomi dari mesin
tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efisiensi pengupasan 0,998%, kapasitas
pengupasan 327,6 (kg/jam), kualitas pengupasan biji utuh sebesar 97,86%, dan indeks
kinerja 0,989(%) serta analisis biaya mesin untuk Break Even point (BEP) sebesar Rp.
259.742.000,-/tahun atau 9058 kg/tahun dan nilai Benefit Cost Ratio sebesar 1,723
menunjukkan mesin ini layak untuk beroperasi.

Kata kunci : Kinerja, analisis, ekonomi, pengupas kopi

PENDAHULUAN menghasilkan kopi yang bermutu tinggi


secara berkelanjutan.
Latar Belakang
Mesin huller milik Koptan
Kopi merupakan salah satu produk Makmur Desa Benteng Alla Utara
komoditas utama sulawesi selatan yang adalah bantuan dari pemerintah. Modal
mempunyai nilai ekonomis tinggi. Kopi dikembalikan secara angsur. Mesin
dapat dikonsumsi dalam negeri dan huller mulai beroperasi pada bulan juni
dapat pula diekspor. Hal ini perlu 2007, pengolahan kopi dimulai antara
dikembangkan guna menambah dan bulan Mei sampai September. Mesin
penghasilan petani untuk meningkatkan langsung dioperasikan tanpa menguji
pendapatan negara. Produksi biji kopi kinerjanya sebelumnya. Koperasi ini
Indonesia secara signifikan terus sudah bekerjasama dengan perusahaan
meningkat, namun mutu yang pengeskpor kopi PT Mega Putra
dihasilkan umumnya masih rendah dan Sejahtera (MPS). Hal ini dapat
beragam khususnya hasil perkebunan menambah pendapatan daerah, serta
kopi rakyat. Oleh karena itu, teknologi memberi peluang kerja bagi masyarakat
pengolahan kopi pada tingkat petani
perlu ditingkatkan agar mampu Pengupasan kulit biji kopi dengan
huller belum berkembang dikalangan

53
petani Desa Benteng Alla. Hal ini 2. Stopwatch untuk mengukur waktu
masih sangat mahal dan prosesnya dibutuhkan dalam membersihkan
membutuhkan waktu yang lebih lama. bahan.
3. Timbangan digital untuk
Mereka hanya mengolah kopinya
menimbang berat bahan.
dengan mesin pulling, difermentasi 4. Motor bakar solar penggerak huller.
selama semalam lalu dicuci setelah itu 5. Ember, karung, terpal untuk
dijual dengan harga dibawah standar. menampung bahan yang telah
Mutu kopi petani dinilai dengan harga dibersihkan.
yang relatif murah karena proses Bahan yang digunakan adalah
pengolahannya yang tidak maksimal. kopi jenis Arabika

Penggilingan kopi dengan huller Metode Penelitian


masih meninggalkan kotoran yang
Metode yang digunakan pada
bercampur dengan biji, kotoran tersebut
penelitian ini yaitu uji kinerja mesin
berasal dari tanaman berupa kulit buah
dengan menggunakan kopi jenis
dan kulit ari, daun tanaman, biji rusak
Arabika sebanyak 50 kg dengan
dan biji pecah, sedangkan kotoran yang
ulangan sebanyak tiga kali.
berasal dari benda-benda asing lainnya
berupa kerikil, pasir dan partikel Prosedur Analisi Data
lainnya. Keberadaan kotoran-kotoran
tersebut dapat merugikan. Uji Kinerja Mesin

Tujuan dan Kegunaan 1. Menghitung efisiensi penggilingan


dengan persamaan sebagai berikut (
Tujuan penelitian adalah untuk Destra dan Mishra, 1990) :
Bk
mengetahui kinerja mesin penggiling = 1 x 100%
kopi huller dalam menggiling kopi serta BK
menghitung biaya operasional mesin
Keterangan :
tersebut.
= Efisiensi penggilingan (%).
Kegunaan penelitian ini adalah
sebagai bahan informasi dalam BK = Berat kopi yang dikupas
operasional penggiling kopi huller (Kg).
untuk konsumsi dan komoditi ekspor.
Bk =Berat kotoran dan benda-benda
METODOLOGI PENELITIAN asing lainnya yang keluar melalui
pengeluaran (kg).
Alat dan bahan

Alat yang digunakan pada 2. Menghitung kapasitas penggiling


dengan persamaan sebagai berikut
penelitian ini adalah : (Destra dan Mishra, 1990) :
1. Mesin Penggiling Kopi Huller. BK
Kp =
T

54
Keterangan : Analisi ekonomi alat

Kp = kapasitas penggilingan 1. Menghitung Biaya Tetap (FC)


(Kg/jam) dengan menggunakan persamaan:
PS
Biaya Penyusutan (D) =
BK = Berat Kopi yang dikupas N
(Kg) Keterangan :

T = waktu penggilingan (Jam) D = Biaya penyusutan (Rp/tahun)

3. Menghitung biji utuh, biji pecah, P = Harga Pembelian alat (Rp)


biji tercecer dan kotoran sebagai
berikut (Destra dan Mishra, 1990). S = Nilai akhir (10% dari P) (Rp)
berat biji utuh
Biji utuh = x N = Umur ekonomis (tahun)
Berat awal bahan
100% iP ( N 1)
BM =
2N
berat biji pecah Keterangan :
Biji pecah = x
Berat awal bahan
100% BM = Bunga Modal dan
Asuransi (Rp/tahun)
berat biji tercecer
Biji tercecer = i = Tingakt suku Bunga bank
Berat awal bahan
(%/tahun)
x 100%
P = Harga awal Alat (Rp)
berat kotoran
Kotoran = x
Berat awal bahan N = Umur Ekonomis Alat (tahun)
100%
PBB/thn
4. Menghitung indeks kinerja dengan 2. Menghitung Biaya Tidak Tetap
persamaan sebagai berikut (Destra (VC) dengan mengggunakan
dan Mishra, 1990) : persamaan sebagai berikut
(Pramudia dan Dewi) :
Bt Bp Bk
IK = 1 1 1 Biaya Operator (Bo) = Btk x Op x
BK BK BK Hk
Keterangan :
Keterangan :
Bo = Biaya Operator (Rp/tahun)
IK = Indeks kinerja mesin
Btk = Biaya tenaga kerja
Bt = Berat biji tercecer (Kg)
(Rpxhari/orang)
Bp = Berat biji pecah (Kg)
Op = Jumlah operator yang
Bk = Berat kotoran (Kg) digunakan (orang)

BK = Berat kopi yang Hk = Jumlah hari kerja (hari/tahun)


dikupas (Kg)

55
Biaya Perawatan (Bpw) = (5% x P) 3. Menghitung Break Even Point
Keterangan : (BEP) dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut (Riyanti,
BPw = Biaya Perawatan ( Rp/jam) 2001) :
BEP (Rp/tahun) =
P = Harga awal (Rp)


Biaya Bahan Bakar (Bb) = Hb x Kb BiayaTetap

1 BiayaTidak Tetap
Keterangan :

Bb = Biaya bahan bakar (Rp/jam) Penjualan
BEP (Kg/tahun) =
Hb = Harga Bahan bakar (Rp/l) BiayaTetap

Kb = Konsumsi bahan bakar h arg aJual BiayaOlah
(L/jam) BiayaOlah=
TotalBiaya

Biaya Pelumas (Bp) = Hp x Kp totalMassabhnyngtero lah(Kg )
keterangan :

Bp = Biaya Pelumas (Rp/jam)

Hp = Harga pelumas (Rp/l) 4. Menghitung Benefit Cost Ratio


(B/C Ratio) dengan menggunakan
Kp = Konsumsi pelumas persamaan sebagai berikut (Riyanto,
(L/jam) 2001) :
BiayaPemas ukan
Biaya Transportasi (Bt) = Kef x B/C ratio =
Bt/kg BiayaPenge luaran
Keterangan : Jika B/C ratio > 1, maka proyek
layak untuk dilaksanakan. Jika B/C
Bt = Biaya tranportasi Ratio < 1, maka proyek tidak layak
Kef = kapasitas efektif untuk dilaksanakan.
pengupasan Berikut adalah alur dari proses
Bt/kg = biaya transportasi pengupasan kopi dengan menggunakan
perkilogram mesin huller :

Biaya Sortasi (Bt) = Kef x Bs/kg


Keterangan

Bs = Biaya Sortasi

Kef = kapasitas efektif


pengupasan

Bt/kg = biaya transportasi


perkilogram

56
HASIL DAN PEMBAHASAN
Mulai
Kinerja mesin
Menyiapkan bahan Efisiensi Pengupasan

Efisiensi mesin yang dihasilkan


Menyalakan mesin
saat uji kinerja dengan menggunakan
tiga kali pengulangan memiliki rata-rata
Memasukkan bahan ke mesin sebesar 0,998%. Berdasarkan hasil
perhitungan (Lampiran 1) diketahui
bahwa efisiensi pengupasan untuk
Mengukur lamanya waktu penggilingan setiap kali ulangan bahan mendekati
efisiensi yang maksimum hal ini
Menimbang bahan yang telah digiling
disebabkan karena jumlah biji yang
patah kotaran yang ikut bersama dengan
biji kopi sedikit.
Menghitung kapasitas penggilingan, kualitas
penggilingan, dan indeks kinerja mesin

Selesai

Gambar 1. Bagan Alir Prosedur Uji


Kinerja Mesin Penggiling
Kopi Huller
Data Btk, Op, Hlk, P, i, N, Hd,
Data P, S, N dll
Gambar 5. Mesin Huller Pengupas Kopi
Menghitung Biaya Menghitung Biaya Tidak Kapasitas Pengupasan (kg/menit)
Tetap Tetap

Kapasitas pengupasan yang


dihasilkan saat uji kinerja dengan
Menghitung BEP
menggunakan kopi jenis Arabika untuk
tiga kali ulangan memiliki rata-rata
sebesar 5,46kg/menit. Berdasarkan hasil
Menghitung B/C
perhitungan Lampiran 2 diketahui
Ratio bahwa kapasitas pengupasaan untuk
tiap kali ulangan menunjukkan bahwa
Gambar 2. Bagan Alir Prosedur Analisa hasil yang paling besar diperoleh pada
Ekonomi Mesin Penggiling ulangan ketiga sebesar 5,49 Kg/menit,
Kopi Huller sedangkan yang terkesil diperoleh pada

57
saat pengupasan pertama sebsar 5,43 Sedangkan untuk BEP (kg/tahun)
kg/menit. sebesar 10.727 kg/tahun, jadi titik impas
mesin Huller pengupas biji kopi varietas
Kualitas Pengupasan Arabika diperoleh jika telah
Kualitas pembersihan yang menghasilkan 10.727 kg/tahun kopi.
dihasilkan saat uji kinerja mesin huller Jika dibandingkan dengan total biji kopi
biji kopi varietas arabika seberat 50 kg yang bisa diolah selama setahun yaitu
dengan tiga kali ulangan memiliki rata- sebesar 80.000,4 kg maka masih ada
rata biji utuh sebesar 97,86%, rata-rata kelebihan total produksi sebesar 69.273
biji pecah sebesar 0.907% dan rata-rata kg/tahun.
kotoran sebesar 0,173%. Benefit Cost Ratio (B/C ratio)
Indeks Kinerja Alat (%) untuk mesin huller pengupas biji kopi
varietas Arabika adalah 1,715 yang
Indeks kinerja alat yang dihasilkan berarti bahwa mesin ini layak
saat uji kinerja memiliki rata-rata digunakan karena untuk Rp.1,00,-biaya
0,989%. Indek kinerja mesin pengupas yang dikeluarkan akan diperoleh
biji kering kopi arabika mengalami keuntungan sebesar Rp. 1,715,-. Hal ini
perbedan yang sedikit hal ini sesuai dengan pendapat Riyanto (2001),
dipengaruhi oleh sortasi biji rusak, bahwa kelayakan suatu alat dan mesin
pembagian massa bahan dengan kotoran pertanian ditentukan oleh beberapa
yang tidak seimbang. faktor antara lain dari segi biaya
produksi, nilai dan peningkatan
Analisa Ekonomi
penjualan serta hasil perhitungan
Total biaya tetap yang dikeluarkan kelayakan usaha melalui metode Break
selama setahun sebesar Rp. even Point (BEP) dan B/C Ratio. Jadi
24.647.500,-/tahun dan total biaya tidak berdasarkan dari analisis ekonomi
tetap sebesar Rp. 118.500.200,-/tahun mesin huller ini membawa keuntungan
sehingga total biaya pengeluaran adalah karena B/C rationya 1 yang artinya
Rp.143.147.700,-/tahun jumlah keuntungan (benefit) yang
diperoleh selama umur teknis-
Nilai Break Even Point (BEP) Rp. ekonomisnya lebih besar dari total biaya
306.975.100,-/tahun, artinya titik impas yang digunakan.
pada mesin pengupas Huller biji kopi
varietas Arabika ini tercapai bila
pendapatan mencapai Rp. 306.975.100,-
/tahun. Bila dibandingkan dengan
pendapatan yang diperoleh yaitu sebesar
Rp. 2.172.973.860/tahun, ini berarti
masih terdapat kelebihan nilai
pendapatan sebesar Rp. 1.052.968.260,-
/tahun.

58
Tabel 1. Hasil perhitungan Biaya mesin Marappung, Muslimin., 1979. Teknik
huller Pengupas biji kering Tenaga Listrik. Armico, Bandung
kopi varietas Arabika
Najiyati. Sri, dan Danarti, 2001. Kopi:

No Komponen Biaya Nilai

KESIMPULAN 1 Biaya Tetap

Berdasarkan hasil yang diperoleh Biaya Penyusutan (D) Rp. 13.500.000,-/thn


Biaya BM
maka dapa disimpulkan bahwa : PBB Rp. 11.137.500,-/thn
Total Biaya Tetap
1. Setelah melakukan uji kinerja Rp. 10.000,-/thn

diketahui efisiensi 99,8%, kapasitas Rp. 24.647.500,-thn


pengupasan 327,6 kg/jam, kualitas
pengupasan biji utuh 97,86% dan 2 Biaya Tidak Tetap
indeks kinerja 0,989% maka mesin Biaya Operator Rp. 7.200.000,-/thn
ini masi layak untuk beroperasi . Biaya Perawatan
2. Analisis ekonomi pengoperasian Biaya Bahan Bakar Rp. 7.500.000,-/thn
Biaya Pelumas
mesin huller menghasilkan break Biaya Tranportasi Rp. 36.000.000,-/thn
even point Rp. 259.742.000,-/tahun Biaya Sortasi
Biaya Listrik
dan B/C ratio 1.715 maka mesin Total Biaya Tidak Tetap
Rp. 14.400.000,-/thn

huller pengupas biji kering kopi Rp. 40.000.200,-/thn


varietas Arabika masih layak
digunakan. Rp. 8.000.000,-/thn

Rp. 600.000,-/thn

DAFTAR PUSTAKA Rp. 118.500.200,-/thn

3 Biaya Total Rp. 143.147.700,-/thn


Anonim,1995. Kopi Arabika. Dinas
Perkebunan provinsi sulawesi 4 Break even point Rp. 259.742.000,-/thn

selatan. Ujung pandang 5 B/C ratio 1,723

Anonim,2009. Standar Nasional Budidaya Dan Penanganan Lepas


Indonesia, biji kopi.http // Panen. Penebar Swadaya. Jakarta
www.bsn.or.id.pdf. Tgl akses
7/04/2009 Purba, Radiks,. 1997. Analisis Biaya
Dan Manfaat (Cost nad benfit
Bambang, Riyanto,. 2001. Dasar-Dasar Analysis). Rineka Cipta, Jakarta.
Manajemen Pembelanjaan
Perusahaan Edisi ke-4. BPEF, Randi Sumitro, 2006. Kebijakan
Yogyakarta. Pengembangan Industri
Pengolahan dan Pemasaran Kopi.
Kodoatie,J., 1997. Analisa Ekonomi Bina Pengolahan dan Pemasaran
Teknik. Penerbit Andi Offset, Hasil Pertanian, Departemen
Yogyakarta Pertanian. Jakarta

59
Srivastava, Ajit K,. Goering, Caroll E.
And Rohrbach, Roger P., 1993.
Enginering Principles Of
Agricultural Machines. Pamela
DeVore-Hansen, Editor Books &
Journals, USA.

Sularso dan Suga, Kiyatsu., 1997 Dasar


Perencanaan Dan Pemilihan
Elemen Mesin. Liberti,
Yogyakarta

60
Studi Tingkat Kepadatan Tanah Pada Daerah Sawah Baru Darmaga Bogor

Iqbal

Program Studi Keteknikan Pertanian Unhas Makassar

Abstrak

Keadaan dan kondisi tanah akan sangat mempengruhi proses pengolahan lahan
yang menggunakan alat pertanian baik yang tradisional maupun modern. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui sifat fisika dan mekanika tanah pada daerah
sawah baru Darmaga Bogor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanah yang terdiri
dari tiga fase yaitu fase udara, air dan padatan dan ketiga fase tersebut memiliki nilai
yang berbeda. Nilai bulk density (kepadatan) tanah semakin kebawah akan semakin
besar dengan nilai porositas tanah semakin ke atas akan semakin besar.

Kata kunci : Tanah, kepadatan, bulk density

PENDAHULUAN mekanika tanah pada daerah sawah baru


Darmaga Bogor..
Tanah untuk pertama kalinya
dipelajari oleh para ahli tanah dari BAHAN DAN METODE
bidang pertanian, yang hanya terbatas
pada tanah lapisan atas, yang Lokasi Penelitian
berhubungan langsung dengan
kesuburan tanah dan penyiapan tanah Penelitian ini dilakukan di lokasi
bagi tanaman. Dari hasil tersebut orang sawah baru, Bubulak Darmaga Bogor
sudah mulai mengerti tentang dasar sifat dan analisa tanah dilakukan di
fisika tanah, sifat kimia tanah, proses laboratorium Mekanika Tanah Fakultas
penghancuran tanah, proses pencucian Teknologi Pertanian,
tanah, proses pembentukan tanah dan
faktor-faktor yang menentukan seperti Bahan dan Alat
pengaruh iklim, vegetasi, dan bahan
induk/batuan. Keadaan dan kondisi Bahan yang digunakan dalam
tanah akan sangat mempengruhi proses penelitian ini adalah sampel tanah
pengolahan lahan yang menggunakan sekitar 10 Kg
alat pertanian baik yang tradisional
maupun modern. Alat - alat yang digunakan dalam
penelitian ini adalah :
Hubungan tanah dan alat pertanian
melibatkan dua aspek yang sangat - Ring sampel
berbeda tetapi hubungannya dengan - Pisau
pertanian, keterkaitannya sangat - Isolasi
menentukan hasil akhir baik secara - Karung/wadah tanah
langsung maupun tidak langsung. - Penetrometer
- Timbangan
Tujuan penelitian ini adalah - Oven
untuk mengetahui sifat fisika dan - Meteran

61
- Batang penekan ring sampel menentukan kadar air dalam tanah,
dimana kadar air tanah banyak
Prosedur Penelitian mempengaruhi sifat fisik tanah seperti
mengembang, menyusut, disversi,
- Mengambil sampel tanah di agregasi dan adhesi tanah.
sawah
- Mengukur kekuatan tanah Tingkat kepadatan tanah dihitung
dengan pengukuran geseran dari nilai bulk density, dimana bulk
pada permukaan tanah dan density dipengaruhi oleh struktur tanah.
pengujian penetrasi. Nilai bulk density ditentukan dari
- Analisa tanah di laboratorium perhitungan berat kering dan berat
untuk mencari nilai kadar air, basah sampel tanah dari. Pada table
bulk density, dan porositas Lampiran 1menunjukkan bahwa nilai
tanah. bulk density rata-rata lapisan 0 - 10 cm
- Uji proctor dan Direct shear di adalah 1,08 gram/cc, lapisan 10 - 20
laboratorium. cm = 1,11 gram/cc dan lapisan 20 - 30
cm = 1,12 gram/cc. Terlihat bahwa
HASIL DAN PEMBAHASAN semakin ke bawah lapisan tanah maka
nilai bulk densitynya semakin tinggi ini
Tanah terdiri dari tiga fase yaitu dipengaruhi oleh kegiatan
fase udara, fase air dan padatan. Ketiga mikroorganisme dan pengaruh
fase tersebut berbeda tapi saling perakaran tanaman. Semakin dalam
berhubungan. Hubungan ini dapat tanah pengaruh kegiatan
menyebabkan absorbsi, tegangan mikroorganisme dan perakaran akan
permukaan, dan gesekan. Hubungan berkurang. Nilai porositas rata-rata
yang terpenting dari ketiga fase tersebut pada lapisan 0 - 10 cm adalah 60,7 %,
yaitu perbandingan ukuran luas per lapisan antara 10 - 20 cm = 59,83 % dan
volume. Dimana dalam satu sampel lapisan antara 20 - 30 cm = 59,47 %.
tanah terdapat volume udara (Va), Terlihat bahwa porositas tanah semakin
volume air (Vw) dan volume padatan ke atas akan semakin besar karena
(Vs). dipengaruhi kegiatan mikroorganisme
dan perakaran tanaman serta
Berdasarkan hasil perhitungan dipengaruhi strukutur tanah yang
yang dilakukan, diperoleh bahwa ketiga semakin ke bawah semakin padat
fase tersebut menunjukkan nilai yang karena belum mengalami pelapukan
tidak sama, pada lapisan 0 - 10 cm serta tekstur tanah yang semakin ke
volume udara rata-rata = 4,04 cc dan bawah semakin halus.
pada lapisan 10 - 20 cm = 1,04 cc serta
lapisan 20 - 30 cm = 0,23 cc. Volume Nilai kadar air tanah rata-rata pada
air rata-rata lapisan 0 - 10 cm = 56,88 lapisan 0 - 10 cm , lapisan antara 10 -
cc, lapisan 10 - 20 cm = 58,98 cc dan 20 cm dan lapisan 20 - 30 cm adalah
lapisan 20 - 30 cm = 59,43 cc. Volume sama yaitu sekitar 53 %. Terlihat
padatan rata-rata pada lapisan 0 - 10 cm bahwa kadar air dari ketiga lapisan
= 39,41 cc, lapisan antara 10 - 20 cm = adalah sama, hal ini disebabkan karena
40,30 cc dan lapisan antara 20 - 30 cm sampel tanah berasal dari satu lokasi
= 40,67 cc. Dari ketiga nilai tersebut berupa sawah yang masih berair
volume air memiliki nilai volume sehingga kadar air tanah ketiga lapisan
terbesar. Besarnya volume air relatif sama. Tingkat kedalaman dari

62
pengambilan tanah juga mempengaruhi Mekanika Tanah (Prinsip-Prinsip
banyaknya volume air yang Rekayasa Geoteknis), Erlangga,
dikandungnya, hal ini dapat terjadi Surabaya.
karena pada permukaan tanah tingkat
penguapan yang dapat mengurangi Mandang, Tineke dan Nishimura, Isao.,
volume air terjadi lebih intensif 1991, Hubungan Tanah dan Alat
dibanding tanah yang terletak agak Pertanian, IPB, Bogor.
dalam dari permukan tanah. Sehingga
tanah permukaan dapat dikatakan
memiliki padatan yang lebih banyak
disbanding tanah agak dalam dari
permukaan tanah.

Nilai kadar air, bulk density, dan


porositas sangat dipengaruhi oleh
tekstur tanah, warna tanah dan benda-
benda lain seperti akar tanaman dan
batu kecil yang terikut saat pengambilan
sampel tanah dengan ring, sehingga
dalam analisa sifat fisika tanah sangat
mempengaruhi nilai kadar air, bulk
density dan porositas tanah.

KESIMPULAN

Kesimpulan yang diperoleh dari


penelitian ini adalah :

1. Tanah terdiri dari tiga fase yaitu fase


udara, air dan padatan dan ketiga
fase tersebut memiliki nilai yang
berbeda.
2. Nilai bulk density (kepadatan) tanah
semakin kebawah akan semakin
besar.
3. Nilai porositas tanah semakin keatas
akan semakin besar.
4. Nilai kadar air tanah dari tiga
lapisan tanah sama.

DAFTAR PUSTAKA

Ariyono S.S, dan Soetoto, 1980,


Mekanika Tanah 1, Depdikbud,
Jakarta.

Das M Braja ., Noor endah dan


Indrasurya B. Mochtar, 1993.

63
Lampiran 1. Tabel Nilai Bulk density, Kadar air dan Porositas Tanah pad Sawah Baru Darmaga
Bogor
NO BB BK KA Vt BD P e Vw Vs Va PD Ket
Sampel (gram) (gram) (%) (cc) (gram/cc) (%) (cc) (cc) (cc) (gram/cc)
A 30 169.29 110.16 0.54 100.5 1.10 59.40 1.463 59.13 40.80 0.57 2.7 P50
A 20 161.39 103.57 0.56 100.5 1.03 59.70 1.484 57.82 40.46 2.22 2.56 P52
A 10 161.07 104.47 0.54 100.5 1.04 60.30 1.520 56.60 39.88 4.02 2.62 P49
B 30 176.23 116.07 0.52 100.5 1.15 59.90 1.494 60.16 40.30 0.04 2.88 P51
B 20 180.49 119.69 0.51 100.5 1.19 60.60 1.536 60.80 39.63 0.07 3.02 P53
B 10 175.09 118.55 0.48 100 1.19 60.60 1.539 56.54 39.39 4.08 3.01 J13
C 30 170.29 111.30 0.53 100 1.11 59.10 1.444 58.99 40.92 0.09 2.72 J1
C 20 168.54 110.21 0.53 100 1.10 59.20 1.450 58.33 40.82 0.85 2.7 J14
C 10 158.06 100.56 0.57 100.5 1.00 61.20 1.578 57.50 38.98 4.03 2.58 P54

Keterangan :
BB = Berat basah tanah (gram)
BK = Berat Kering tanah (gram)
KA = Kadar air tanah (%) = (BB - BK)/BB
Vt = Vulume total tanah (cc)
BD = Bulk density (gram/cc) = Ws/Vt
P = Porositas (%) = Vv/Vt
Vw = Volume air (cc)
Vs = Volume padata (cc)
Va = Volume udara (cc)

64
Analisis Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman KentangBerbasis Sistem Informasi Geografis
Studi Kasus: Kecamatan Tinggimoncong Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan

(The Analyse of Land Suitability for Potatoes Plant Based on Geographic Information System A
Case Study of Tinggimoncong District, Gowa Regency South Sulawesi)

Vicha Prabowo Lamoki, Totok Parwitosari, dan Haerani


Program Studi Keteknikan Pertanian Universitas Hasanuddin
Kampus Unhas Tamalanrea Km 10 Makassar 90245
haeranimks@yahoo.com

Abstract

Land variety is a huge resouce to achieve a sustainable agriculture production, both in


quality and quantity. Therefore, the use of land resources in agriculture development needs to
pay attion in land suitability to achieve an optimum result. Tinggimoncong distric in Gowa
regency is a potential area to develop agroindustry for potatoes. Geographic Information System
(GIS) can cover large area in mapping and system analyses. Therefore GIS is used inagriculture
commodity divisions. The study aim was to determine the land suitability for potatoes plant
based on potato plant biophysic requirements by using GIS, in Tinggimoncong district, Gowa
regency. The study consisted of preparation phase, work map development to produce land unit,
field work and farmer survey, land sample analysis in laboratory, and land suitability analysis
for potato plants by using Arcview software. Field work was carried out in every land units by
using semi detail land survey. The land suitability classification used FAO based framework
(1976) which divided land suitability into clases of S1, S2, S3, and N based on limiting factors in
each unit. The study results showed that from 25,301 hectares study area, 3.7% (954.5 ha) was
included in S1 class classification, 16.74% (4,234.5 ha) was S2 class classification, 38.13%
(9,646.3 ha) was included in S3 class classification, and 41.4% (10,465.6 ha) was N class
classification.

Key words: Land suitability, Potatoes, Tinggimoncong, GIS, Land

PENDAHULUAN penggunaan tertentu.Kesesuaian lahan


Indonesia memiliki keragaman jenis tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini
tanah, iklim, bahan induk, relief/topografi, (kesesuaian lahan aktual) atau setelah
dan elevasi.Keragaman tanah ini merupakan diadakan perbaikan (kesesuaian lahan
salah satu modal besar dalammemproduksi potensial).
berbagai komoditas pertanian secara
berkelanjutan baik dari segi kualitas maupun Kecamatan Tinggimoncong
kuantitasnya.Oleh karena itu, pemanfaatan Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan
potensi sumberdaya lahan untuk merupakan daerah potensial pengembangan
pengembangan pertanian perlu agribisnis tanaman kentang, oleh karenanya
memperhatikan kesesuaian lahan, agar perlu mendapat perhatian khusus.Kecamatan
diperoleh hasil yang optimal.Kesesuaian ini memiliki kondisi iklim yang sesuai untuk
lahan (land suitability) adalah tingkat pengembangan komoditas tanaman kentang.
kecocokan sebidang lahan untuk Dengan pengembangan lahan penanaman

65
kentang yang mengacu pada kesesuaian Bahan dan Alat
lahan untuk tanaman kentang, produksi
dapat ditingkatkan, sehingga pada akhirnya Bahan yang digunakan di dalam
kesejahteraan petani dan pendapatan asli penelitian ini adalah:
daerah dapat meningkat.
1. Sampel Tanah
Sistem Informasi Geografis (SIG) 2. Data curah hujan tahun 1998 sampai
merupakan teknologi yang mempunyai 2008 (dari Dinas Pengelolaan Sumber
kemampuan luas dalam proses pemetaan Daya Air Propinsi Sulawesi Selatan).
dan analisis, sehingga teknologi ini sering 3. Data suhu, kelembapan dari tahun 2005
digunakan dalam proses pemwilayahan sampai 2009 (dari Dinas Pengelolaan
komoditi. Teknologi SIG akan Sumber Daya Air Propinsi Sulawesi
meningkatkan efisiensi waktu perencanaan Selatan).
dengan tingkat ketelitian yang baik di dalam 4. Peta rupa bumi skala 1: 50.000 (dari
penataan pengelolaan suatu kawasan lahan Bakosurtanal Propinsi Sulawesi Selatan)
permukaan. Salah satu bentuk penggunaan 5. Peta Iklim skala 1:100.000
SIG adalah pemetaan tanaman kentang 6. Peta Jenis tanah Land System skala
berdasakan beberapa keadaan biofisiknya. 1:250.000
7. Peta Lereng skala 1:100.000
Berdasarkan uraian diatas, maka 8. Peta Penggunaan lahan skala 1:100.000
perlu dilakukan penelitian analisis 9. Peta Administrasi desa di Kabupaten
kesesuaian lahan untuk tanaman kentang di Gowa skala 1:50.000.
kecamatan Tinggimoncong kabupaten
Gowa.Penelitian ini bertujuan untuk Alat yang digunakan dalam
menentukankesesuaian lahan berdasarkan penelitian ini adalah:
beberapa persyaratan biofisik tanaman
kentang dengan menggunakan teknologi 1. Meteran, Ring Sampel, Kantong plastik,
SIG di kecamatan Tinggimoncong cutter,camera digital
kabupaten Gowa.Hasil penelitian ini dapat 2. Satu unit GPS (Global Position System)
dijadikan sebagai informasi untuk 3. Perangkat keras (hardware) terdiri dari
pengembangan tanaman kentang di wilayah seperangkat unit komputer.
tersebut. 4. Perangkat lunak (software) yang terdiri
dari Data Base, Arc View 3.2, Microsoft
BAHAN DAN METODE Excel.

Waktu dan Tempat Penelitian Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada Tahapan penelitian ini meliputi tahap


bulan Agustus hingga Desember 2010. pengumpulan data sekunder, pembuatan
Lokasi penelitian di Laboratorium Ilmu peta kerja, survei lapangan dan wawancara
Tanah Universitas Hasanuddin dan di dengan petani, analisis sampel tanah di
kecamatan Tinggimoncong kabupaten laboratorium, dan analisis kesesuaian lahan
Gowa, Sulawesi Selatan. tanaman kentang menggunakan Software
Arcview.Peta kerja dibuat dengan
melakukan tumpang tindih (overlay) tiga
jenis peta dasar yaitu peta lereng, peta jenis

66
tanah, dan peta administrasi. Peta kerja Setelah data terkumpul, penentuan
menghasilkan unit-unit lahan yang klasifikasi kesesuaian lahan menggunakan
digunakan sebagai acuan dalam melakukan acuan kerangka dasar FAO(1976) yang
pengambilan sampel tanah, survei lapangan mengelompokkan kelas kesesuaian lahan ke
dan wawancara dengan petani.Pengamatan dalam kelas S1 (sangat sesuai), S2 (cukup
lapangan dilakukan di seluruh unit lahan sesuai), S3 (sesuai marginal), dan N (tidak
yang ditemukan dengan menggunakan sesuai) berdasarkan besarnya jumlah
survei tanah tingkat semi detail, setiap unit pembatas pada masing-masing unit lahan
lahan diwakili oleh satu sampel tanah untuk dengan menggunakan aplikasi software
setiap profil.Selain itu dilakukan ArcView.Data-data yang meliputi parameter
pengamatan medan penelitian meliputi iklim dan parameter biofisik digunakan
bentuk wilayah, lereng, drainase, kondisi sebagai acuan penentuan kelas kesesuaian
batuan, vegetasi, dan batas administrasi. lahan dengan membandingkannya dengan
Analisis sampel tanah di laboratorium persyaratan penggunaan lahan untuk
meliputi parameter: kentang yang ditetapkan oleh Djaenuddin, et
al (2003). Parameter iklim ini meliputi
- keasaman tanah (pH) dengan temperatur dan ketersediaan air (curah hujan
menggunakan pH meter dalam H2O dan kelembaban (Rh)). Sementara itu,
(1:2,5) parameter biofisik meliputi media perakaran
- C-organik tanah dengan metode Walkley (drainase, tekstur, dan kedalaman tanah);
dan Black retensi hara (Kapasitas Tukar Kation (KTK),
- Kejenuhan basa (Kb) diperoleh dari kejenuhan basa (Kb), Keasaman tanah (pH0,
basa-basa yang terekstrak oleh dan bahan C-organik tanah); dan bahaya
Ammonium Asetat (NH4OAc) 1 N erosi (lereng).Secara lengkap bagan alir
- Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah penelitian dapat dilihat pada Gambar 1
dengan metode penjenuhan Amonium berikut ini.
asetat (NH4OAc) 1 N pH 7.

67
Peta Kab.Gowa

Peta Peta Peta Peta Peta


Administrasi Lereng Jenis tanah Curah Hujan Penggunaan Lahan

Peta Unit Lahan

Survei Lapangan

Analisis Sampel Tanah

Pengolahan Data

PETA KELAS
KESESUAIAN LAHAN AKTUAL

Usaha Perbaikan

PETA KELAS
KESESUAIAN LAHAN POTENSIAL

S1 S2 S3 N

% Kesesuaian lahan yang sesuai dengan tanaman % Kesesuaian lahan yang tidak sesuai tanaman
Kentang Kentang

Gambar 1. Bagan Alir Penelitian

68
HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelah Timur : Kabupaten Sinjai
Sebelah Selatan: Kecamatan Bongaya,
Letak Geografis dan Administrasi Kecamatan Bontolempangan dan
Kecamatan Tompobulu
Tinggi Moncong merupakan salah Sebelah Barat :Kecamatan Parangloedan
satu kecamatan yang terletak di dataran Kecamatan Manuju
tinggi di Kabupaten Gowa. Secara geografis
terletak antara 5o215E 5o117 S dan Luas wilayah Kecamatan
antara 119o4500E 190o5635S. Secara Tinggimoncong adalah 25.301,029 ha
administrasi, Kecamatan Tinggimoncong (253,01 km2) yang meliputi 7desa
berbatasn dengan: (Bilarengi, Bulutana, Jonjo, Majanang,
Manimbahoi, Parigi, dan Sicini) dan 2
Sebelah utara : Kabupaten Maros dan kelurahan (Gatarang dan Malino). Gambar 2
Kecamatan Tombolopao menunjukkan Peta Administrasi
.

Gambar 2. Peta Administrasi Kecamatan Tinggimoncong

69
Alfisols), Tropofluvents (untuk Entisols),
Jenis Tanah Dystrandepst dan Hunitropepts (untuk
Inseptisols), Haplorthox (untuk Oxixols),
Berdasarkan hasil interpretasi peta dan Tropohumults dan Tropudults (untuk
jenis tanah Kecamatan Tinggimoncong skala Ultisols). Luasan area untuk masing-masing
1:50.000, terdapat 5 jenis tanah pada daerah jenis tanah disajikan pada Tabel 1 berikut
penelitian, yaitu Alfisols, Entisols, ini. Jenis tanah dominan adalah Inseptisols
Inseptisols, Oxixols dan Ultisols.Great (43,23 % dari luas area keseluruhan),
group yang terbentuk untuk kelima jenis sementara itu yang terendah adalah Entisols
tanah tersebut adalah Tropudalfs (untuk (2,90% dari luas area keseluruhan)

Tabel 1.Jenis Tanah di Kecamatan Tinggimoncong


Luas
Great Group (ha) (%)
Alfisols 3.567,026 14,1
Entisols 734,191 2,90
Inseptisols 10.936,867 43,23
Oxixols 3.488,742 13,79
Utisols 6.574,203 25,98
Total 25.301,029 100
Sumber: Peta landsystem, 1989.

lahan paling sedikit adalah tubuh air seluas


Penutupan Lahan 1,33% dari total luas keseluruhan.Vegetasi
yang mendominasi yaitu tanaman
Berdasarkan peta penggunaan lahan hortikultura seperti kol, tomat, wortel,
yang di interpretasi melalui Peta Rupa bawang, kacang panjang, kentang, dan
Bumiterdapat enam penutupan lahan yaitu ditambah juga dengan tanaman pangan
semak belukar, pertanian lahan kering, hutan seperti jagung serta umbi-umbian.Pada
sekunder, tanah terbuka, sawah, dan tubuh beberapa tempat banyak dijumpai vegetasi
air. Penutupan lahan yang paling dominan hutan seperti pinus, jati, dan
adalah semak belukar sebesar 40,04% dari sebagainya.Secara lengkap dapat dilihat
luas area keseluruhan, sedangkan penutupan pada Tabel 2 berikut ini.

70
Tabel 2. Penggunaan lahan di Kecamatan Tinggimoncong
Luas
Penggunaan Lahan
(ha) (%)

3.272,386
Hutan Sekunder 12,93
Semak Belukar 11.648,806 46,04
Tanah Terbuka 1.412,849 5,58
Tubuh Air 337,074 1,33
Sawah 456,776 1,80
Pertanian lahan kering 8173,138 32,3
Total 25.301,029 100
Sumber: Peta landsystem, 1989.

Peta unit lahan (peta kerja)


Peta penggunaan lahan digunakan
sebagai acuan dalam penentuan lahan Peta unit lahan atau peta kerja
perkebunan kentang pada setiap unit penelitian ini digunakan sebagai acuan
lahan.Pada penentuan lokasi perkebunan dalam penentuan posisi pengamatan profil
kentang di 17 unit lahan, enam jenis tanah yang diperoleh dari hasil tumpang
penutupan lahan diatas diperkecil tindih (overlay)tiga jenis peta, yaitu peta
menjadiempat penutupan lahan. Penutupan lereng, peta jenis tanah, dan peta
lahan tubuh air, hutan sekunder, dan sawah administrasi Kecamatan Tinggimoncong.
digabungkam menjadi satu, yaitu lahan yang Berdasarkan hasil tumpang tindih ini
tidak digunakan.Sehingga, penutupan lahan diperoleh 17 unit lahan (Gambar 3) dengan
yang digunakan untuk penentuan lahan karakteristik unit lahan yang dapat dilihat
perkebunan kentang hanya meliputi pada Tabel 3 berikut ini.
pertanian lahan kering, semak belukar, tanah
terbuka dan lahan tidak dipergunakan.

71
Gambar 3. Peta Unit Lahan (Peta Kerja) Kecamatan Tinggimoncong
Tabel 3. Karakteristik Unit Lahan pada Lokasi Penelitian

Unit Luas
Kelas lereng Jenis tanah
lahan (ha) (%)
1 0-3 % Alfisols 27.280 0.11
2 0-3 % Ultisols 257.445 1.02
3 3-8 % Alfisols 198.172 0.78
4 3-8 % Entisols 142.942 0.56
5 3-8 % Inseptisols 77.765 0.31
6 3-8 % Oxixols 204.709 0.81
7 3-8 % Ultisols 190.837 0.75
8 8 - 15 % Alfisols 1156.451 4.57
9 8 - 15 % Entisols 48.674 0.19
10 8 - 15 % Inseptisols 954.538 3.77
11 8 - 15 % Oxixols 720.561 2.85
12 8 - 15 % Ultisols 991.279 3.92
13 > 15 % Alfisols 2185.375 8.64
14 > 15 % Entisols 561.100 2.22
15 > 15 % Inseptisols 9904.562 39.15
16 > 15 % Oxixols 2546.507 10.06
17 > 15 % Ultisols 5132.832 20.29
Total 25301.029 100.00
Sumber: Peta Unit Lahan, 2010

72
Zona B tipe iklim Basah (Wet) dengan total
Curah hujan dan temperatur curah hujan sebesar2.945,83 mm/tahun.
Sedangkan untuk temperatur rerata tahunan
Data curah hujan selama 10 tahun terakhir sebesar 27.94C dengan kelembapan rerata
(1998 sampai 2008) diperoleh dari stasiun tahunan sebesar 70,51. Rata-rata curah hujan
Klimatologi Malino, stasiun inimewakili dan tipe iklim disajikan pada Tabel
seluruh daerah penelitian.Berdasarkan data 4.Ditinjau dari segi kesesuaian iklim pada
curah hujan ini, diperolehhasil bahwa tipe daerah penelitian, maka kelas kesesuaian
iklim di daerah penelitian berdasarkan iklim untuk tanaman kentang pada daerah
klasifikasi iklim Schmidt-Fergusson adalah penelitian ini tergolong sesuai (S1).

Tabel 4. Rata-Rata Curah Hujan Selama 10 Tahun Terakhir Periode 1998-2008


Stasiun Curah Hujan Malino
No Bulan Rata-Rata Curah Hujan Bulanan (mm)
1 Januari 755,0
2 Februari 708,1
3 Maret 470,9
4 April 346,9
5 Mei 173,5
6 Juni 130,6
7 Juli 73,6
8 Agustus 35,3
9 September 39,8
10 Oktober 136,3
11 November 311,2
12 Desember 744,8
Total 3.925,9
Zona Iklim
B (BASAH)
(Schmidt-Ferguson)
Sumber: Sub bagian Hidrologi, pengelolaan Sumber Daya Air, Makassar, 2010

dan yang terendah adalah bentuk wilayah


Lereng datar dengan selang lereng (0-3%).

Berdasarkan hasil interpretasi peta


rupa bumi skala 1:50.000 lembar Tanete,
terlihatkeadaan topografi pada daerah
penelitian umumnya mempunyai
bentukwilayah berbukit sampai dengan
bergunung sangat curam (Tabel 5).Bentuk
wilayah dan kemiringan lereng paling
dominan di kecamatan Tinggimoncong
adalah berbukit sampai dengan bergunung
sampai curam dengan selang lereng (>15%)

73
Tabel 5.Bentuk Wilayah dan Kemiringan Lereng di Kec.Tinggimoncong

Selang Luas
Bentuk Wilayah
Lereng (%) (ha) (%)
Datar 03 286,292 1,13

Berombak 38 814,425 3,22

Bergelombang 8 15 3,852,978 15,2

Berbukit s/d
Bergunung > 15 20,347,334 80,4
sangat curam

TOTAL 25,301,029 100


Sumber: Peta RBI lembar Tanete, 1999

lahan adalah sebagai berikut: kelas


Penentuan Kesesuaian Lahan Aktual kesesuiaan lahan aktual yang umumnya
terdapat pada lokasi penelitian tergolong
Berdasarkan persyaratan kelas sesuai marginal (S3) dan kelas cukup
penggunaan/karaakteristik lahan yang sesuai (S2), namun faktor pembatas masing-
diperlukan untuk pengembangan tanaman masing unit lahan berbeda. Penilaian kelas
kentang, maka hasil evaluasi kelas kesesuian lahan aktual dan luasannya pada
kesesuaian lahan aktual pada setiap unit lokasi penelitian disajikan pada tabel 6
berikut:

Tabel 6. Penilaian Kelas Kesesuaian Lahan Aktual (KKLA) pada Tanaman Kentang

Unit Luasan
KKLA Faktor Pembatas
Lahan (ha) (%)
1. Media Perakaran: Tekstur
1,2,3,8 S3rc2,S2nr2 1639.348 6,47
2. Retensi Hara: KB
1. Media Perakaran: Tekstur
4 S3nr2,S2rc2nr2 142.942 0,56
2. Retensi Hara: KB, pH H20
1. Media Perakaran:
5,6 S3rc2,S2rc4nr23 Tekstur, Kedalaman tanah 282.474 1,11
2. Retensi Hara: KB, pH H20

7 S3rc2nr3,S2nr2 1. Media Perakaran:Tekstur 190.837 0,75

74
2. Retensi Hara: KB, pH H20

1. Media Perakaran: Tekstur

9 S3rc2,S2nr23eh1 2. Retensi Hara: KB, pH H20 48.674 0,19

3. Bahaya Erosi: Lereng

1. Retensi Hara: KB, C-org


10 S2nr24eh1 954.538 3,77
2. Bahaya Erosi: Lereng
1. Media Perakaran: Tekstur
11 S3rc2nr3,S2nr2eh1 2. Retensi Hara: KB, pH H20 720.561 2,84
3. Bahaya Erosi: Lereng
1. Media Perakaran:
Tekstur, Kedalaman tanah
12 S3rc2,S2rc4nr2eh1 991.279 3,91
2. Retensi Hara: KB
3. Bahaya Erosi: Lereng
1. Bahaya Erosi: Lereng

13 S3eh1,S2rc4nr24 2. Media Perakaran: Kedalaman tanah 2185.375 8,63

3. Retensi Hara: KB, C-org


1. Media Perakaran:
Tekstur, Kedalaman Tanah
14 S3rc2eh1,S2rc4nr23 561.100 2,21
2. Retensi Hara: KB, pH H20
3. Bahaya Erosi: Lereng
1. Retensi Hara: KB, pH H20
2. Media Perakaran:
15 S3nr3eh1,S2rc24nr2 9904.562 39,14
Tekstur, Kedalaman Tanah
3. Bahaya Erosi: Lereng
1. Bahaya Erosi: Lereng
16 S3eh1,S2nr2 2546.507 10,06
2. Retensi Hara: KB

1. Media Perakaran: Tekstur


17 S3rc2eh1,S2nr2 2. Retensi Hara: KB 5132.832 20,28

3. Bahaya Erosi: Lereng


Total 25301.029 100
Sumber: Data Primer, 2011 mempertimbangkan masukan-masukan yang
diperlukan untuk mengatasi kendala atau
faktor pembatas yang berupa sifat fisik
Kelas kesesuaian lahan pada kondisi
lingkungan termasuk sifat-sifat tanah dalam
aktual akan menyatakan kesesuaian lahan
hubungannya dengan persyaratan tumbuh
berdasarkan data dari hasil survei tanah atau
tanaman yang dievaluasi (Rayes, 2007 dan
sumber daya lahan yang belum
PPTA, 1991)

75
Kesesuaian Lahan Potensial umumnya masalah kelerengan, dan tekstur
tanah menjadi faktor penghambat yang
Setelah dilakukan berbagai usaha harus di perhatikan.Asumsi tingkat
perbaikan pada beberapa faktor pembatas perbaikaan kelas kesesuaian lahan aktual
yang menjadi kendala menunjukkan bahwa untuk menjadi potensial disertai usaha
kelas kesesuaian pada beberapa unit lahan perbaikannya disajikan pada tabel 7 berikut
dapat meningkat satu kelas, namun ini.

Tabel 7. Penilaian Kelas Kesesuaian Lahan Aktual (KKLA) dan Potensial (KKLP) pada
Tanaman Kentang
Unit
KKLA Faktor Pembatas Usaha Perbaikan KKLP
Lahan
1. Media Perakaran: Tidak dapat dilakukan
Tekstur perbaikan
1,2,3,8 S3rc2,S2nr2 S3rc2
Penambahan BO atau
2. Retensi Hara: KB
pengapuran
1. Media Perakaran: Tidak dapat dilakukan
Tekstur perbaikan
4 S3nr3,S2rc2nr2 S2nr3rc2
2. Retensi Hara: KB, pH Penambahan BO atau
H20 pengapuran
1. Media Perakaran:
Tekstur, Kedalaman Tidak dapat dilakukan
5,6 S3rc2,S2rc4nr23 tanah perbaikan S3rc2,S2rc4
2. Retensi Hara: KB, pH Penambahan BO atau
H20 pengapuran

1. Media Perakaran:Tekstur Tidak dapat dilakukan


perbaikan
7 S3rc2nr3,S2nr2 S3rc2,S2nr3
2. Retensi Hara: KB, pH Penambahan BO atau
H20 pengapuran

1. Media Perakaran: Tekstur Tidak dapat dilakukan


perbaikan
2. Retensi Hara: KB, pH Penambahan BO atau
9 S3rc2,S2nr23eh1 H20 pengapuran S3rc2
Pembuatan teras, Strip
cropping, penanaman
3. Bahaya Erosi: Lereng
tanaman penutup
tanah
1. Retensi Hara: KB, C-org Penambahan BO atau
pengapuran
10 S2nr24eh1 Pembuatan teras, Strip S1
cropping, penanaman
2. Bahaya Erosi: Lereng
tanaman penutup
tanah
1. Media Perakaran: Tidak dapat dilakukan
Tekstur perbaikan
11 S3rc2nr3,S2nr2eh1 S3rc2,S2nr3
2. Retensi Hara: KB, pH Penambahan BO atau
H20 pengapuran

76
Pembuatan teras, Strip
cropping, penanaman
3. Bahaya Erosi: Lereng
tanaman penutup
tanah
1. Media Perakaran:
Tekstur, Kedalaman Tidak dapat dilakukan
tanah perbaikan

2. Retensi Hara: KB Penambahan BO atau


12 S3rc2,S2rc4nr2eh1 pengapuran S3rc2,S2rc4
Pembuatan teras, Strip
cropping, penanaman
3. Bahaya Erosi: Lereng
tanaman penutup
tanah
Pembuatan teras, Strip
cropping, penanaman
1. Bahaya Erosi: Lereng
tanaman penutup
tanah
13 S3eh1,S2rc4nr24 2. Media Perakaran: S2rc4eh1
Penambahan Solum
Kedalaman tanah Tanah
3. Retensi Hara: KB, C-org Penambahan BO atau
pengapuran
1. Media Perakaran:
Tekstur, Kedalaman Tidak dapat dilakukan
Tanah perbaikan
2. Retensi Hara: KB, Penambahan BO atau
14 S3rc2eh1,S2rc4nr23 pH H20 pengapuran S3rc2,S2rc4eh1
Pembuatan teras, Strip
cropping, penanaman
3. Bahaya Erosi: Lereng
tanaman penutup
tanah
1. Retensi Hara: KB, Penambahan BO atau
pH H20 pengapuran
2. Media Perakaran:
Tekstur, Kedalaman Tidak dapat dilakukan
15 S3nr3eh1,S2rc24nr2 Tanah perbaikan S2rc24nr3eh1
Pembuatan teras, Strip
cropping, penanaman
3. Bahaya Erosi: Lereng
tanaman penutup
tanah
Pembuatan teras, Strip
cropping, penanaman
1. Bahaya Erosi: Lereng
tanaman penutup
16 S3eh1,S2nr2 tanah S2eh1

2. Retensi Hara: KB Penambahan BO atau


pengapuran
1. Media Perakaran: Tidak dapat dilakukan
Tekstur perbaikan
17 S3rc2eh1,S2nr2 S3rc2,S2eh1
2. Retensi Hara: KB Penambahan BO atau
pengapuran

77
Pembuatan teras, Strip
cropping, penanaman
3. Bahaya Erosi: Lereng
tanaman penutup
tanah
Sumber: Data Primer, 2011

Tabel 7 menunjukkan besarnya kelas N atau S3, sedangkan areal unit lahan
potensi pengembangan lahan dari kesesuaian yang memiliki faktor pembatas sedang atau
lahan aktual ke kesesuaian lahan sedikit atau tidak memiliki faktor pembatas
potensial.17 unit lahan diklasifikasikan di golongkan ke dalam kelas S2 dan S1.Hal
berdasarkan kesesuaian lahan potensial ini dapat di lihat pada Tabel 8 yang
ini.Unit lahan yang memiliki tingkat faktor memperlihatkan kesesuaian lahan S3
pembatas terbanyak di golongkan menjadi mendominasi daerah Tinggimoncong.

Tabel 8. Luas Lahan Kelas Kesesuaian Lahan Tanaman Kentang

Unit Kelas Kesesuaian Luasan


Lahan
Lahan (ha) (%)

10 S1 954,5 3,73
1,2,3,8,9,16 S2 4.234,5 16,79
4,5,6,7,11,12,13,17 S3 9.646,3 38,13
14, 15 N 10.465.7 41,4
Total 25,301.9 100
Sumber: Data Primer, 2011

unsur Ca dan Mg, menambah ketersediaan


Berdasarkan hasil penilaian kelas unsur unsur P dan Mo, mengurangi
kesesuaian lahan aktual sebelumnya, keracunan Fe, Mn, Al serta memperbaiki
menunjukkan bahwa faktor pembatas yang kehidupan mikroorganisme.
paling tingi pada seluruh unit lahan adalah
retensi hara yaitu tingkat Kejenuhan Basa Faktor pembatas berupa kelerengan
(KB) yang rendah serta pH yang masam terdapat pada semua unit lahan.Tidak ada
hingga agak masam. Persyaratan tumbuh usaha perbaikan yang dapat
tanaman kentang kisaran untuk KB yang direkomendasikan sebab ini merupakan
sesuai yaitu 35%,namun KB pada setiap faktor alam. Kelerengan ini sendiri jika
unit lahan berkisar <35%. Sementara persentasenya sudah sangat tinggi, maka
itu,persyaratan tumbuh tanaman kentang akanmenyebabkan tingginya kejadian
kisaran untuk pH yang sesuai yaitu 5,6-7,0, erosi.Namun terdapat berbagai cara
namun pH pada setiap unit lahan berkisar perbaikan yang dapat dilakukan untuk
5,0-6,40. Kendala tersebut masih dapat mencegah bahaya erosi, misalnya
diatasi, salah satunya dengan cara pemberian pembuatan teras, penanaman sejajar kontur,
bahan organik dengan melakukan dan penanaman tanaman penutup tanah
pengapuran. Pengapuran bertujuan untuk (Hardjowigeno, 1992)
menaikkan pH tanah, menambah unsur

78
KESIMPULAN FAO (Food and Agriculture Organization),
1976.A Framework for Land
Berdasarkan hasil penelitian, maka Evaluation. Soil Resources
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Management and Conservation
ServiceLand and Water
1. Kondisi bentuk wilayah yang beraneka Development Division. FAO Soil
ragam yang menyebabkan variasi satuan Bulletin No.32. FAO-UNO, Rome.
lahan yang terdiri dari 17 satuan lahan.
2. Analisis kesesuaian lahan menggunakan Hardjowigeno, S., 1992. Ilmu Tanah.
aplikasi SIG memperlihatkan transisi Gadjah Mada University
kelas kesesuaian lahan aktual (yang Press.Yogyakarta.
sebenarnya) ke kelas kesesuaian lahan
potensial (usaha perbaikan). PPTA (Pusat Penelitian dan Pengembangan
3. Dari luas total lahan yang dianalisis Tanah dan Agroklimat). 1991.
(25.301,029 Ha), 3,7% diantaranya Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan
(954,5 ha) memiliki kesesuaian lahan S1 Untuk Komoditas Pertanian. Badan
untuk pengembangan kentang. Litbang Pertanian Departemen
Sementara itu, kesesuaian lahan S2 Pertanian.
sebanyak 16,74% (4.234,5 ha),
kesesuaian lahan S3 sebanyak 38,13% Rayes, M. L. 2007. Metode Inventarisasi
(9.646,3 ha), dan dengan kesesuaian Sumber Daya Lahan. Penerbit Andi
lahan N sebanyak 41,4% (10.465,6 ha). Yogyakarta.Yogyakarta
4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pengembangan tanaman kentang di
Kecamatan Tinggimoncong memiliki
prospek yang cukup baik menurut
parameter karakteristik yang digunakan
di penelitian ini. Adanya wilayah yang
kurang sesuai untuk pengembangan
tanaman kentang dikarenakan adanya
faktor pembatas yang masih mungkin
untuk diperbaharui karena hanya bersifat
sementara

Daftar Pustaka

Djaenuddin, D., H. Marwan, H. Subagjo,


dan A. Hidayat. 2003. Petunjuk
Teknis Evaluasi Lahan untuk
Komoditas Pertanian. Balai
Penelitian Tanah. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Agroklimat.
Badan Litbang Pertanian.

79
80

You might also like