You are on page 1of 42

Analytical Hierarchy Process (AHP)

Analytical Hierarchy Process


DR. Bambang Widjanarko Otok, M.Si

1. Pendahuluan
Salah satu kesulitan yang terjadi pada pengambilan keputusan
adalah beragamnya kriteria pemilihan. Metode yang dapat digunakan
untuk pengambilan keputusan, di mana kriteria pengambilan
keputusan sangat beragam, adalah Analytical Hierarchy Process
(AHP). Untuk pertama kali, metode ini diperkenalkan oleh Thomas L.
Saaty pada tahun 1971 1975 di Wharton School. Saat ini, AHP tidak
hanya digunakan untuk pengambilan keputusan dengan kriteria yang
beragam, tetapi juga digunakan untuk memecahkan masalah seperti
memilih portfolio, analisis manfaat biaya, peramalan, dan sebagainya.

bambang_wo@statistika.its.ac.id 1
Analytical Hierarchy Process (AHP)

AHP juga dimungkinkan untuk pengambilan keputusan yang


mengandalkan intuisi sebagai input utamanya. Untuk hal ini, perlu
diperhatikan bahwa intuisi harus datang dari pengambil keputusan
yang cukup informasi, pengetahuan, dan pengalaman, serta
memahami masalah keputusan yang dihadapi.
AHP merupakan metode pengukuran yang digunakan untuk
menentukan skala rasio dari perbandingan pasangan yang diskrit
maupun kontinu. Perbandingan ini dapat diambil dari ukuran aktual
ataupun dari skala dasar yang mencerminkan kekuatan perasaan dan
prefensi relatif.

2. Dasar-Dasar AHP
Skala ukuran yang lazim digunakan adalah skala ukuran
panjang (meter), suhu (derajat), waktu (detik), dsb. Untuk bermacam-
macam kejadian yang bersifat fisik, maka skala pengukuran di atas
masih dapat diterima. Sedangkan, untuk kejadian-kejadian yang
mencerminkan perasaan-perasaan kita pada bermacam-macam
persoalan sosial, ekonomi, politik, dsb akan menjadi sulit untuk
diterapkan. Yang bisa kita gunakan adalah skala pengukuran lain
yaitu persentase.
Selain itu, kadang-kadang variabel-variabel sosial, ekonomi, dan
politik juga sulit diukur, misalnya, bagaimana mengukur rasa aman,
rasa senang, rasa sedih, dsb. Juga, sering ditemui bahwa tindakan
yang dilakukan oleh suatu organisasi mempengaruhi banyak segi
kehidupan, sehingga sangat sulit untuk menentukan suatu tindakan
lebih baik dari tindakan yang lain. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu
skala yang disebut dengan prioritas.
Pada dasarnya formulasi matematis pada metode AHP
dinyatakan dengan suatu matriks. Misalkan elemen yang
dibandingkan adalah r1, r2, ...., rm dengan bobot masing-masing w1, w2,
....., wm dan kemudian dibentuk matriks perbandingan berpasangan

bambang_wo@statistika.its.ac.id 2
Analytical Hierarchy Process (AHP)

dimana kolom-kolomnya merupakan rasio bobot masing-masing


elemen terhadap elemen lain.

Jadi nilai perbandingan berpasangannya adalah:


wi
rij = (2.1)
wj

merupakan perbandingan bobot elemen i terhadap elemen j untuk i, j


= 1,2,3,.....,m. Matriks perbandingan berpasangan bersifat resiprokal
(berkebalikan) sehingga dapat ditulis sebagai berikut
w1 w1 L w1
w1 w2 wm
w2 w2
L w2 (2.2)
R = w1 w2 wm
M M L M

wm wm
L
wm
w1 w2 wm

Bila kedua elemen matriks yang dibandingkan memiliki bobot yang


sama, maka nilai rij = 1. Berdasarkan Persamaan (2.1) dapat
dinyatakan bahwa
wj
rij =1 (2.3)
wi

dimana : i ,j = 1,2,3, ..., m.


Dengan demikian diperoleh (Saaty, 1994)
m wj m

r
i , j =1
ij
wi
=m atau r w
j =1
ij j = mwi (2.4)

dimana : rij = elemen matriks perbandingan


Persamaan (2.4) ekuivalen dengan persamaan
Rw=mw
Dalam bentuk matriks, persamaan tersebut menjadi :
w1 w1
L
w1
w1 w2 wm w1 w1
w2 w2 w w
w L w2 2 =m 2 (2.5)
w2 wm
M 1 M L M M M

wm wm
L
wm wm wm
w1 w2 wm

bambang_wo@statistika.its.ac.id 3
Analytical Hierarchy Process (AHP)

Bila matriks R diketahui dan ingin diperoleh nilai w, maka dapat


diselesaikan dengan mencari solusi (R - m I) w = 0, dimana nilai I
merupakan matriks identitas, dan nilai 0 merupakan vektor nol.
Supaya w memiliki solusi tidak nol maka m adalah eigenvalue ( )
matriks R dan w merupakan eigenvektornya.
Sehingga persamaan menjadi (Saaty,1994) :
Rw= w (2.6)
Dimana didapatkan dari :

R- I =0 (2.7)

Setelah eigenvalue matriks R tersebut diperoleh, misalnya 1 , 2 ,

3 ,...., m dengan i = 1, 2, ...., m, maka :


m


i =1
i =m (2.8)

kemudian diambil satu eigenvalue terbesar ( max ).

Untuk mendapatkan nilai w, maka dapat dilakukan dengan


mensubstitusi harga max yaitu eigenvalue terbesar dari hasil (2.7) ke

dalam
R w = max w (2.9)

yang selanjutnya dapat diubah menjadi :


( R - max I ) w = 0 (2.10)
m
kemudian dilakukan normalisasi w
i =1
2
i = 1 sehingga jumlah bobot (w)

yang didapat sama dengan satu.

3. Penilaian Perbandingan Multi Partisipan (Responden)


Penilaian dilakukan oleh banyak partisipan (responden) akan
menghasilkan pendapat yang berbeda satu sama lain. Metode AHP
hanya membutuhkan satu jawaban untuk satu matriks perbandingan.
Jadi semua jawaban dari partisipan (responden) harus dirata-ratakan.

bambang_wo@statistika.its.ac.id 4
Analytical Hierarchy Process (AHP)

Untuk itu, Saaty (1991) menggunakan metode perataan Geometric


Mean (GM).
GM theory menyatakan bahwa jika terdapat n partisipan melakukan
perbandingan berpasangan, maka terdapat n jawaban atau nilai
numerik untuk setiap pasangan. Untuk mendapatkan nilai tertentu
dari semua nilai tersebut, masing-masing nilai harus dikalikan satu
sama lain. Kemudian hasil perkalian tersebut dipangkatkan dengan
1/n (Saaty, 1991). Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:
g ij = ( z1 * z 2 * ...* zn )
1/ n
(2.11)

dimana :
g ij = nilai rata-rata perbandingan antara kriteria i dengan j untuk n

partisipan
zi = nilai perbandingan pada kuesioner dengan i = 1,2...n
n = jumlah partisipan (responden)

4. Perhitungan Konsistensi
Matriks bobot yang diperoleh dari hasil perbandingan secara
berpasangan tersebut harus mempunyai hubungan kardinal dan
ordinal, sebagai berikut:
a. Hubungan kardinal : rij . rjk = rik, misalnya terdapat matriks
perbandingan sebagai berikut
1 a b

1 a 1 c
1 b 1 c 1

maka dikatakan mempunyai hubungan kardinal jika nilai b = nilai
a x nilai c.
b. Hubungan ordinal : Ri > Rj, Rj > Rk, maka Ri > Rk. Secara umum
dapat dinyatakan misalnya variabel A lebih penting dari variabel
B, variabel B lebih penting dari variabel C, maka variabel A lebih
penting dari variabel C.

bambang_wo@statistika.its.ac.id 5
Analytical Hierarchy Process (AHP)

Pada keadaan sebenarnya akan terjadi beberapa penyimpangan dari


hubungan tersebut, sehingga matriks perbandingan tidak konsisten
sempurna.
Konsistensi merupakan hal yang sangat penting dalam
pengambilan keputusan. Metode AHP mengukur konsistensi
menyeluruh dari berbagai pertimbangan pengambil keputusan melalui
rasio konsistensi. Rasio konsistensi merupakan nilai yang mengukur
tingkat ketidakkonsistenan (inkonsistensi) pengambil keputusan.
Nilai rasio konsistensi harus 0,1 atau kurang (CR 10%). Jika rasio
konsistensi lebih besar dari 0,1, maka hal ini mengindikasikan bahwa
pertimbangan yang diberikan mungkin agak acak dan perlu
diperbaiki.
Pengukuran inkonsistensi matriks perbandingan AHP
dilakukan dalam dua tahap, yaitu :
1. Tahap mengukur inkonsistensi setiap matriks perbandingan
Pengukuran ini didasarkan pada eigenvalue maksimum (Saaty,
1991).
Consistency Index (CI) = ( max m ) / (m 1) (2.12)

m = jumlah variabel yang dibandingkan (ukuran matriks R)


Makin dekat eigenvalue dengan jumlah variabel yang dibandingkan
(m), makin konsisten matriks tersebut. Nilai CI=0 mencerminkan
perbandingan berpasangan yang konsisten sempurna.
Dengan melakukan simulasi bilangan random, Saaty (1991)
menghasilkan indeks CI untuk respons random judgement.
Kemudian dikembangkan CR (Consistency Rasio) yang merupakan
perbandingan CI untuk suatu judgement tertentu dengan CI dari
random judgement.

Consistency Rasio (CR) = CI / RI (2.13)


dimana
RI = Random Index

bambang_wo@statistika.its.ac.id 6
Analytical Hierarchy Process (AHP)

2. Tahap mengukur konsistensi seluruh hierarki (Saaty,1991)


CRH = CIH / RIH (2.14)
dimana :
CRH = konsistensi rasio hierarki
CIH = konsistensi indeks hierarki
RIH = random indeks hierarki
Batasan diterima tidaknya konsistensi suatu hierarki sama halnya
dengan konsistensi matriks, yaitu inkonsistensi sebesar 0,1
kebawah ialah tingkat inkonsistensi yang masih bisa diterima,
nilai ini juga didapat dari penelitian berulang-ulang dengan
menggunakan simulasi bilangan random (Saaty,1991).

Berikut ini Random Index untuk beberapa ukuran matriks (m).

Tabel 2.2 Random Index

m 3 4 5 6 7 8 9 10

RI 0.58 0.9 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49


Sumber : Saaty (1991)

Beberapa prinsip yang digunakan untuk menyelesaikan suatu


masalah dengan menggunakan metode AHP adalah :
Decomposition
Setelah persoalan didefinisikan, maka dilakukan tahap
decomposition yaitu memecah persoalan yang utuh menjadi unsur-
unsur dibawahnya. Hal ini yang menjadi alasan proses ini
dinamakan hirarki.
Contoh:

Tingkat 1: Tujuan (Goal)

Tingkat 2: Kriteria 1 Kriteria 2 Kriteria 3

Tingkat 3: Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3

bambang_wo@statistika.its.ac.id 7
Analytical Hierarchy Process (AHP)

Comparative Judgement
Prinsip ini dilakukan dengan membuat penilaian tentang
kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam
kaitannya dengan tingkat diatasnya. Penilaian ini sangat penting
karena akan berpengaruh terhadap prioritas dari elemen-elemen
yang ada.
Hasil dari penilaian ini dituliskan dalam matriks yang disebut
dengan matriks pairwise comparison.
Pertanyaan yang biasa diajukan dalam penyusunan skala
kepentingan adalah :
- Elemen mana yang lebih (penting/disukai/mungkin/dsb)?
- Berapa kali lebih (penting / disukai / mungkin / .dsb)?
Patokan (skala dasar) yang dapat digunakan dalam penyusunan
skala kepentingan ini adalah :
Tingkat Definisi
Kepentingan
1 Sama pentingnya dibanding yang lain
3 Moderat pentingnya dibanding yang lain
5 Kuat pentingnya dibanding yang lain
7 Sangat kuat pentingnya dibanding yang lain
9 Ekstrim pentingnya dibanding yang lain
2,4,6,8 Nilai diantara dua penilaian yang berdekatan
Jika elemen i memiliki salah satu angka diatas
ketika dibandingkan dengan j, maka j memiliki
Reciprocal
nilai kebalikannya ketika dibandingkan
dengan elemen i.
Catatan :
9 Perbandingan dua elemen yang sama akan menghasilkan angka
1 artinya sama pentingnya.
9 Dua elemen yang berlainan dapat saja dinilai sama penting.
Contoh :
Matriks pairwise comparisons untuk tujuan (goal)
Tujuan/Goal Kriteria 1 Kriteria 2 Kriteria 3 Kriteria 4
Kriteria 1 1 5 2 4
Kriteria 2 1/5 1 1/2 1/2
Kriteria 3 1/2 2 1 2
Kriteria 4 1/4 2 1/2 1

Synthesis Of Priority
Dari setiap matriks pairwise comparison kemudian dicari local
priority. Matriks-matriks pairwise comparison terdapat pada setiap

bambang_wo@statistika.its.ac.id 8
Analytical Hierarchy Process (AHP)

tingkat, sehingga untuk mendapatkan global priority harus


dilakukan sintesis di antara local priority.
Contoh :
Matriks pairwise comparisons untuk tujuan (goal)
Tujuan/Goal Kriteria 1 Kriteria 2 Kriteria 3 Kriteria 4
Kriteria 1 1 5 2 4
Kriteria 2 1/5 1 1/2 1/2
Kriteria 3 1/2 2 1 2
Kriteria 4 1/4 2 1/2 1
Jumlah 1,95 10 4 7,5

Matriks yang dinormalisasi:


Tujuan/Goal Kriteria 1 Kriteria 2 Kriteria 3 Kriteria 4
Kriteria 1 0,5128 0,5 0,5 0,5333
Kriteria 2 0,1025 0,1 0,125 0,0667
Kriteria 3 0,2564 0,2 0,25 0,2667
Kriteria 4 0,1282 0,2 0,125 0,1333

Sehingga diperoleh local priority untuk Tujuan adalah :


Tujuan/Goal Kriteria 1 Kriteria 2 Kriteria 3 Kriteria 4 local priority
Kriteria 1 0,5128 0,5 0,5 0,5333 0,5115
Kriteria 2 0,1025 0,1 0,125 0,0667 0,0986
Kriteria 3 0,2564 0,2 0,25 0,2667 0,2433
Kriteria 4 0,1282 0,2 0,125 0,1333 0,1466
Catatan :
Local priority dihitung dengan cara mencari rata-rata dari tiap kriteria.

Logical Consistency
Konsistensi memiliki 2 makna, yaitu :
- Obyek-obyek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai dengan
keseragaman dan relevansi.
- Menyangkut tingkat hubungan antara obyek-obyek yang didasarkan pada
kriteria tertentu.

bambang_wo@statistika.its.ac.id 9
Analytical Hierarchy Process (AHP)

Bila diketahui A adalah matriks pairwise comparisons dimana penilaian kita


sempurna pada setiap perbandingan, maka berlaku aij.ajk = aik untuk semua i, j, k.
dan selanjutnya matriks A dikatakan konsisten.
AHP mengukur seluruh konsistensi penilaian dengan menggunakan
CI
Consistency Ratio (CR), yang dirumuskan : CR = , di mana : Consistency
RI
( Z maks n)
Index (CI) adalah CI = , dengan Zmaks adalah nilai eigen maksimum
n 1
dari matriks pairwise comparisons.

Nilai Random Consistency Index (RI) dapat digunakan patokan tabel berikut
(Mulyono, 2003) :
n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
RI 0 0 0,58 0,9 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49

Perlu diingat bahwa nilai CR (Consistency Ratio) semestinya tidak boleh


lebih dari 10%. Jika tidak, maka penilaian yang telah dibuat mungkin dilakukan
secara random dan perlu direvisi.

5. Penggunaan AHP
5.1. Contoh 1
Masalah yang diberikan adalah pemilihan rumah untuk tempat tinggal,
dimana masalah ini disebabkan karena melambungnya harga tanah disekitar kota.
Sehingga pilihan-pilihan yang tersisa bagi keluarga baru dengan kemampuan beli
yang terbatas adalah membeli rumah yang didasarkan pada lingkungannya, waktu
tempuh ke tempat kerja, harga jual rumah, serta biaya transpor yang harus
dikeluarkan. Misalkan, tersedia 3 alternatif pilihan, yaitu perumahan A, B, dan C
dengan kriteria pilihan adalah lingkungan, waktu tempuh, biaya transpor, dan
harga. Tentukan skala prioritas yang dapat menjadi dasar dalam pemilihan rumah
tinggal berdasar 3 kriteria tersebut.
Penyelesaian :
Langkah 1:

bambang_wo@statistika.its.ac.id 10
Analytical Hierarchy Process (AHP)

Membuat hirarki dari masalah di atas.

Tingkat 1: Pemilihan rumah tinggal


Tujuan / Goal

Tingkat 2:
Kriteria Lingkungan Wkt tempuh Harga Jual Biaya trasport

Tingkat 3:
Alternatif A B C
Langkah 2 :
Membuat penilaian tentang kepentingan relatif antara dua elemen pada suatu
tingkat tertentu. Hasil dari penilaian ini dituliskan dalam matriks pairwise
comparison.
Misal ditentukan waktu tempuh 2 kali lebih disukai dibanding lingkungan, maka
angka 2 diisikan pada sel (2,1). Dan berdasar pada aksioma reciprocal, maka sel
(1,2) diisi dengan yang artinya lingkungan 1/2 kali lebih disukai dibanding
waktu tempuh. Sel yang lain dapat diisi dengan cara yang sama.
Diperoleh hasil penilaian, yaitu:
Tujuan/Goal
L W T G
Lingkungan (L) 1 5 2 4
Waktu tempuh (W) 1/5 1
Biaya transp. (T) 2 1 2
Harga (G) 2 1

Matriks pairwise comparison nya adalah :

1 5 2 4
1 / 5 1 1 / 2 1 / 2

A1 =
1 / 2 2 1 2

1 / 4 2 1/ 2 1
Lingkungan
A B C
A 1 2 4
B 1/2 1 2
C 1/4 1/2 1

bambang_wo@statistika.its.ac.id 11
Analytical Hierarchy Process (AHP)

Matriks pairwise comparison nya adalah :

1 2 4
1 / 2 1 2
A=
1 / 4 1 / 2 1

Waktu Tempuh
A B C
A 1 1/2 1/3
B 2 1 1/3
C 3 3 1

Matriks pairwise comparison nya adalah :

1 1 / 2 1 / 3
1 1 / 3
A = 2
3 3 1

Biaya Transport
A B C
A 1 1/7 1/3
B 7 1 3
C 3 1/3 1

Matriks pairwise comparison nya adalah :

1 1 / 7 1 / 3
3
A = 7 1
3 1 / 3 1

Harga
A B C
A 1 1/4 1/7
B 4 1 1/2
C 7 2 1

Matriks pairwise comparison nya adalah :

1 1 / 2 1 / 4

A = 2 1 1 / 2
4 2 1

bambang_wo@statistika.its.ac.id 12
Analytical Hierarchy Process (AHP)

Langkah 3 : Menentukan local priority


Tujuan/Goal
L W T G
L 1 5 2 4
W 1/5 1
T 2 1 2
G 2 1
Jml 1,95 10 4 7,5

Normalisasi = Matriks pairwise/Jml


L W T G local priority
L 0,5128 0,5000 0,5000 0,5333 0,5115
W 0,1026 0,1000 0,1250 0,0667 0,0986
T 0,2564 0,2000 0,2500 0,2667 0,2433
G 0,1282 0,2000 0,1250 0,1333 0,1466
Catatan : Local priority dihitung dengan cara mencari rata-rata dari tiap kriteria.

Lingkungan
A B C
A 1 2 4
B 1/2 1 2
C 1/4 1/2 1

Normalisasi = Matriks pairwise/Jml


A B C local priority
A 0,5714 0,5714 0,5714 0,5714
B 0,2857 0,2857 0,2857 0,2857
C 0,1429 0,1429 0,1429 0,1429
Catatan : Local priority dihitung dengan cara mencari rata-rata dari tiap kriteria.

Waktu Tempuh
A B C
A 1 1/2 1/3
B 2 1 1/3
C 3 3 1

Normalisasi = Matriks pairwise/Jml


A B C local priority
A 0,1667 0,1111 0,2000 0,1593
B 0,3333 0,2222 0,2000 0,2519
C 0,5000 0,6667 0,6000 0,5889
Catatan : Local priority dihitung dengan cara mencari rata-rata dari tiap kriteria.

bambang_wo@statistika.its.ac.id 13
Analytical Hierarchy Process (AHP)

Biaya Transport
A B C
A 1 1/7 1/3
B 7 1 3
C 3 1/3 1

Normalisasi = Matriks pairwise/Jml


A B C local priority
A 0,0909 0,0968 0,0769 0,0882
B 0,6364 0,6774 0,6923 0,6687
C 0,2727 0,2258 0,2308 0,2431
Catatan : Local priority dihitung dengan cara mencari rata-rata dari tiap kriteria.

Harga
A B C
A 1 1/4 1/7
B 4 1 1/2
C 7 2 1

Normalisasi = Matriks pairwise/Jml


A B C local priority
A 0,0833 0,0769 0,0870 0,0824
B 0,3333 0,3077 0,3043 0,3151
C 0,5833 0,6154 0,6087 0,6025
Catatan : Local priority dihitung dengan cara mencari rata-rata dari tiap kriteria.

Langkah 4 : Menentukan maks , CI

Tujuan/Goal
L W T G Eigen e-vektor
(0,5115) (0,0986) (0,2433) (0,1466) vektor /l_priority
L 1 5 2 4 2.07741 4.06109
W 1/5 1 0.39582 4.01610
T 2 1 2 0.98942 4.06720
G 2 1 0.59327 4.04591
maks =rata-rata pada (e-vektor /l_priority) = (4.06109++4.04591)/4=4.04757

CI =
( max m ) = (4.04757-4) = 0.0158567
( m 1) (4 1)

bambang_wo@statistika.its.ac.id 14
Analytical Hierarchy Process (AHP)

Lingkungan
A B C Eigen e-vektor
(0,5714) (0,2857) (0,1429) vektor /l_priority
A 1 2 4
B 1/2 1 2
C 1/4 1/2 1

Waktu Tempuh
A B C Eigen e-vektor
(0,1593) (0,2519) (0,5889) vektor /l_priority
A 1 1/2 1/3
B 2 1 1/3
C 3 3 1

Biaya Transport
A B C Eigen e-vektor
(0,0882) (0,6687) (0,2431) vektor /l_priority
A 1 1/7 1/3
B 7 1 3
C 3 1/3 1

Harga
A B C Eigen e-vektor
(0,0824) (0,3151) (0,6025) vektor /l_priority
A 1 1/4 1/7
B 4 1 1/2
C 7 2 1

bambang_wo@statistika.its.ac.id 15
Analytical Hierarchy Process (AHP)

Langkah 5 : Menentukan CR (Consistency Ratio)


Nilai Random Consistency Index (RI)
n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
RI 0 0 0,58 0,9 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49

Tujuan (4 Kriteria lihat table RI = 0,9)


CI 0,0158
CR = = = 0,0175 100% = 1,75%
RI 0,9
Karena CR < 10%, maka matriks pairwise comparison A dikatakan konsisten.
Lingkungan (3 Alternatif lihat table RI = 0,58)
CI 0
CR = = = 0 100% = 0%
RI 0,58
Karena CR < 10%, maka matriks pairwise comparison A dikatakan konsisten.
Waktu tempuh (3 Alternatif lihat table RI = 0,58)
CI 0,0268
CR = = = 0,0462 100% = 4,62%
RI 0,58
Karena CR < 10%, maka matriks pairwise comparison A dikatakan konsisten.
Biaya transport (3 Alternatif lihat table RI = 0,58)
CI 0,0035
CR = = = 0,006 100% = 0,6%
RI 0,58
Karena CR < 10%, maka matriks pairwise comparison A dikatakan konsisten.
Harga (3 Alternatif lihat table RI = 0,58)
CI 0,0010
CR = = = 0,002 100% = 0,2%
RI 0,58
Karena CR < 10%, maka matriks pairwise comparison A dikatakan konsisten.
Langkah 6 : Menentukan global priority
0.5115
0.5714 0.1593 0.0882 0.0824 0.3415
0.2857 0.2519 0.6687 0.3151 x 0.0986 = 0.3799
0.2433
0.1429 0.5889 0.2431 0.6025 0.2786
0.1466

bambang_wo@statistika.its.ac.id 16
Analytical Hierarchy Process (AHP)

atau dapat juga dibuat dalam bentuk tabel, yaitu :


L W T G Global priority
0,5115 0,0986 0,2433 0,1466
A 0,5714 0,1593 0,0882 0,0824 0,3415
B 0,2857 0,2519 0,6687 0,3151 0,3799
C 0,1429 0,5889 0,2431 0,6025 0,2786

Langkah 7 : Kesimpulan
a. Lingkungan merupakan kriteria terpenting, karena prioritasnya tertinggi yaitu
0,5115. Diikuti biaya transpor (0,2433), harga (0,1466), dan terakhir waktu
tempuh (0,0986)
b. Berdasarkan ke-4 kriteria secara bersama, pilihan yang paling diinginkan
adalah perumahan B (0,3799), diikuti perumahan A (0,3415) dan C (0,2786).

5.2. Contoh 2.
Andaikan kita ingin memutuskan harus membeli yang mana dari tiga
mobil baru sebuah chevrolet, Thunderbird dan Lincoln atas dasar
kenyamanan.
Matriks banding berpasangan dari kasus tersebut adalah:
kenyamanan C L T
C 1 1/2 1/4
L 2 1 1/2
T 4 2 1

Kemudian, misalnya kita pertahankan baris pertama dari matriks


tersebut, tetapi tak begitu menghiraukan konsistensi terhadap
pertimbangan terdahulu. Dalam membandingkan Thunderbird dengan
Lincoln, kita masukkan nilai pada baris ke-2 kolom ke-3 dan
memasukkan kebalikkannya 4 di baris ke-3 kolom ke-2 (tabel 2). Dari
perubahan yang dilakukan, kita akan memperoleh matriks yang
dinormalisasi, jumlah barisnya. Persentase-persentase prioritas
relative menyeluruh (tabel 3). Persentase itu 13, 21 dan 66 persen,
membentuk vector prioritas ketiga mobil tersebut berkenaan dengan

bambang_wo@statistika.its.ac.id 17
Analytical Hierarchy Process (AHP)

kenyamanan. Nilai vector prioritas itu hanyalah perkiraan. (kita dapat


menentukan nilai tepatnya, tetapi pemecahannya rumit. Selain itu,
bila semua pertimbangan konsistensi sempurna, kedua nilai itu akan
identik; bila hampir konsisten, nilai-nilai itu hampir sama). Meskipun
kedudukan Chevrolet itu tak banyak berubah, kedua yang lainnya
telah berubah oleh pengurangan kita terhadap nilai thunderbird yang
penaikan kita terhadap nilai Lincoln.
Tabel 2
kenyamanan C L T
C 1 1/2 1/4
L 2 1 1/4
T 4 4 1
Jumlah 7 5.5 1.5

Dengan ketidakkonsistenan, semua nilai itu jadi berubah. Yang


menjadi pertanyaan adalah: berapakah signifikansi perubahan ini?
Misalkan kita ingin membandingkan ketakkonsistenan kita dengan
nilai yang akan diperolehnya jika pertimbangan-pertimbangan itu
acak. Untuk itu, kalikan kolom pertama dari matriks yang tak
konsisten itu (tabel 2), yang telah diubah menjadi bentuk decimal,
dengan prioritas relative dari Chevrolet (0.13), kolom kedua dengan
prioritas relative thunderbird (0.12) dan kolom ketiga dengan prioritas
relative dari Lincoln (0.66) lalu jumlahkan entri dalam baris-baris
(tabel 4).
Tabel 3.
jumlah rata-rata jumlah
kenyamanan C L T baris baris
C 1/7 1/11 1/6 0.4 0.40/3 = 0.13
L 2/7 2/11 1/6 0.63 0.63/3 = 0.21
T 4/7 8/11 4/6 1.97 1.97/3 = 0.66

Tabel 4
kenyamanan C(0.13) L(0.21) T(0.66) kenyamanan C L T Jumlah
C 1 0.5 0.25 C 0.13 0.11 0.17 0.41
L 2 1 0.25 L 0.26 0.21 0.17 0.64
T 4 4 1 T 0.52 0.84 0.66 2.02

bambang_wo@statistika.its.ac.id 18
Analytical Hierarchy Process (AHP)

Sekarang ambil kolom jumlah baris dan bagi setiap entrinya


dengan entri yang sesuai dari vector prioritas (Gambar 5.1). Kita
sekarang dapat menemukan rata-rata dari ketiga entri dalam kolom
terakhir dari Gambar 5.1.
3.15 + 3.05 + 3.06 9.26
= = 3.09
3 3
Menurut perjanjian, lambing untuk bilangan ini adalah maks
(lambda maksimum). Indeks konsistensi (IK = CI = Consistency Index)
adalah:
3.15 + 3.05 + 3.06 0.09
= = 0.045
2 2
Nilai acak CI untuk n = 3 adalah 0.58*. Rasio Konsistensi (RK = CR =
Consistency Ratio) adalah 0.045/0.058 = 0.08, yang menunjukkan
bahwa konsistensi baik.
0.41 0.13 3.15
0.64 : 0.21 = 3.05

2.02 0.66 3.06

Prosedur ancangan kedua adalah dengan menghitung rata-rata


geometric elemen-elemen dalam setiap baris, yaitu mengalikan
elemen-elemen itu, lalu menarik akar pangkat n darinya. Langkah ini
diikuti dengan menormalisasi vector yang dihasilkan sehingga
komponen-komponennya, bila dijumlahkan, sama dengan satu.
Umumnya rata-rata geometrik merupakan ancangan yang baik,
terutama bila konsistensi tinggi. Perhitungan maks dapat dilakukan
seperti sebelumnya. Rata-rata geometrik untuk matriks tak konsisten
mengenai mobil berkenaan dengan kenyamanan menghasilkan 0.16,
0.20, dan 0.64. Pemecahan yang tepat dengan computer adalah 0.13,
0.21 dan 0.66, dengan maks = 3.05 yang hampir sama dengan hasil
dari proses normalisasi kolom yang diuraikan sebelumnya. Perhatikan
bahwa merata-rata baris diikuti dengan menormalisasi vector yang
dihasilkan, memberi hasil 0.13, 0,23 dan 0.64.

bambang_wo@statistika.its.ac.id 19
Analytical Hierarchy Process (AHP)

Latihan soal
1. Rina, seorang mahasiswi, sedang mempertimbangkan untuk
menentukan calon suami bagi dirinya. Ada 3 pria yang menjadi
pilihannya, yaitu Adi (A), Budi (B), dan Coki (C).
Dalam memilih suami, Rina mempertimbangkan 3 hal yaitu
kepandaian (P), ketampanan (T), dan kekayaan (K).
Rina beranggapan bahwa kepandaian 3 kali lebih penting dari
ketampanan dan 4 kali lebih penting dari kekayaan.
Menurut kriteria kepandaian, Rina beranggapan bahwa Coki 4
kali lebih disukai dibanding Budi, sedangkan Adi 3 kali lebih
disukai dibanding Budi.
Untuk ketampanan, Rina beranggapan bahwa Budi 3 kali lebih
disukai dibanding Adi, dan Coki 2 kali lebih disukai dibanding Adi.
Sedangkan untuk kekayaan, Rina menganggap bahwa Adi 2 kali
lebih disukai dibanding Budi, dan Coki 3 kali lebih disukai
dibanding Budi.
Dengan AHP, berilah rekomendasi pada Rina manakah yang dapat
diprioritaskan untuk dapat dijadikan suami? Bagaimanakah
perbandingan prioritas untuk masing-masing pria pilihan?

2. Amir, seorang mahasiswa, sedang mempertimbangkan untuk


menentukan topik penelitian bagi Tugas Akhirnya. Ada 3 topik
penelitian yang menjadi pilihannya, yaitu Sistem Informasi
Akuntansi (A), Sistem Informasi Manufaktur (M), dan Sistem
Informasi Sumber Daya Manusia (S).
Dalam memilih topik penelitian, Amir mempertimbangkan 3 hal
yaitu ketersediaan bahan pustaka (P), dosen pembimbing sesuai
kompetensi (D), dan perusahaan tempat penelitian (T).
Amir beranggapan bahwa ketersediaan bahan pustaka 3 kali lebih
penting dari ketersediaan dosen pembimbing dan 4 kali lebih
penting dari ketersediaan perusahaan tempat penelitian.

bambang_wo@statistika.its.ac.id 20
Analytical Hierarchy Process (AHP)

Menurut kriteria ketersediaan bahan pustaka, Amir beranggapan


bahwa Sistem Informasi SDM 4 kali lebih disukai dibanding
Sistem Informasi Manufaktur, sedangkan Sistem Informasi
Akuntansi 3 kali lebih disukai dibanding Sistem Informasi
Manufaktur.
Untuk kriteria ketersediaan dosen pembimbing, Amir
beranggapan bahwa Sistem Informasi Manufaktur 3 kali lebih
disukai dibanding Sistem Informasi Akuntansi, dan Sistem
Informasi SDM 2 kali lebih disukai dibanding Sistem Informasi
Akuntansi.
Sedangkan untuk kriteria ketersediaan perusahaan tempat
penelitian, Amir menganggap bahwa Sistem Informasi Akuntansi
2 kali lebih disukai dibanding Sistem Informasi Manufaktur, dan
Sistem Informasi SDM 3 kali lebih disukai dibanding Sistem
Informasi Manufaktur.
Dengan AHP, berilah rekomendasi pada Amir manakah yang
dapat diprioritaskan untuk dapat dijadikan topik Tugas Akhirnya?
Bagaimanakah perbandingan prioritas untuk masing-masing
pilihan?
Catatan : diasumsikan bahwa setiap matrik yang ada telah
konsisten.

----------)))oo000oo(((--------

bambang_wo@statistika.its.ac.id 21
Analytical Hierarchy Process (AHP)

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS


dengan EXPERT CHOICE
DR. Bambang Widjanarko Otok, M.Si

Memulai Expert Choice


Start Expert Choice Professional (Klik) Evaluation and Choice seperti
pada Gambar berikut.

Klik, tampak Kotak dialog sebagai berikut:

bambang_wo@statistika.its.ac.id 22
Analytical Hierarchy Process (AHP)

Selanjutnya, Pilih File New

Klik, tampak Kotak dialog sebagai berikut. Selanjutnya pada File name: Isikan
lat1_08, pada List files of type: pilih *.EC* , pada Folder (biarkan aja atau
simpan di folder lain) pada Drives: (biarkan aja atau simpan di drives lain)

bambang_wo@statistika.its.ac.id 23
Analytical Hierarchy Process (AHP)

Selanjutnya, Klik OK tampak Kotak dialog sebagai berikut:

Pilih Direct tampak Kotak dialog sebagai berikut, dan pada Enter Goal
Definition ketik PEMILIHAN RUMAH TINGGAL

Selanjutnya, Klik OK tampak Kotak dialog sebagai berikut:

bambang_wo@statistika.its.ac.id 24
Analytical Hierarchy Process (AHP)

Klik GOAL, tulis LINGKGN, pada Kotak Dialog Definition ketik LINGKUNGAN

Klik OK, selanjutnya pilih Gambar dan Ketik W_TMPH, pada Kotak Dialog
Definition ketik WAKTU TEMPUH

bambang_wo@statistika.its.ac.id 25
Analytical Hierarchy Process (AHP)

Klik OK, selanjutnya pilih Gambar dan Ketik HARGA_J, pada Kotak Dialog
Definition ketik HARGA JUAL

Klik OK, selanjutnya pilih Gambar dan Ketik BIAYA_T, pada Kotak Dialog
Definition ketik BIAYA TRANSPORT

bambang_wo@statistika.its.ac.id 26
Analytical Hierarchy Process (AHP)

Klik OK tampak Kotak dialog sebagai berikut:

Selanjutnya Klik LINGKGN, kemudian pilih Assessment Pairwise Klik.


Selanjutnya tulis A, pada Kotak Dialog Definition ketik RUMAH A

bambang_wo@statistika.its.ac.id 27
Analytical Hierarchy Process (AHP)

Klik OK, selanjutnya pilih Gambar dan Ketik B, pada Kotak Dialog Definition
ketik Rumah B

Klik OK, selanjutnya pilih Gambar dan Ketik C, pada Kotak Dialog Definition
ketik Rumah C

bambang_wo@statistika.its.ac.id 28
Analytical Hierarchy Process (AHP)

Klik OK tampak Kotak dialog sebagai berikut:

Ulangi langkah tersebut di atas pada W_TMPH

bambang_wo@statistika.its.ac.id 29
Analytical Hierarchy Process (AHP)

Ulangi langkah tersebut di atas pada HARGA_J

Ulangi langkah tersebut di atas pada BIAYA_T

bambang_wo@statistika.its.ac.id 30
Analytical Hierarchy Process (AHP)

Klik OK tampak Kotak dialog sebagai berikut:

Selanjutnya Klik GOAL (1.000), kemudian pilih Assessment Pairwise Klik.

bambang_wo@statistika.its.ac.id 31
Analytical Hierarchy Process (AHP)

Klik, Pilih Importance pada Type dan Numerical pada Mode

Klik OK, tampak kotak dialog sebagai berikut.

bambang_wo@statistika.its.ac.id 32
Analytical Hierarchy Process (AHP)

Selanjutnya lihat data, dan isikan seperti pada kotak Dialog berikut.

KLik Calculate, maka tampak kotak Dialog sebagai berikut:

bambang_wo@statistika.its.ac.id 33
Analytical Hierarchy Process (AHP)

Klik Record, pilih LINGKGN

Klik, Selanjutnya lihat data, dan isikan seperti pada kotak Dialog berikut.

bambang_wo@statistika.its.ac.id 34
Analytical Hierarchy Process (AHP)

KLik Calculate, maka tampak kotak Dialog sebagai berikut:

Klik Record, pilih W_TMPH

bambang_wo@statistika.its.ac.id 35
Analytical Hierarchy Process (AHP)

Klik, Selanjutnya lihat data, dan isikan seperti pada kotak Dialog berikut.

KLik Calculate, maka tampak kotak Dialog sebagai berikut:

bambang_wo@statistika.its.ac.id 36
Analytical Hierarchy Process (AHP)

Klik Record, pilih HARGA_J

Klik, Selanjutnya lihat data, dan isikan seperti pada kotak Dialog berikut.

bambang_wo@statistika.its.ac.id 37
Analytical Hierarchy Process (AHP)

KLik Calculate, maka tampak kotak Dialog sebagai berikut:

Klik Record, pilih BIAYA_T

bambang_wo@statistika.its.ac.id 38
Analytical Hierarchy Process (AHP)

Klik, Selanjutnya lihat data, dan isikan seperti pada kotak Dialog berikut.

KLik Calculate, maka tampak kotak Dialog sebagai berikut:

bambang_wo@statistika.its.ac.id 39
Analytical Hierarchy Process (AHP)

Klik Record

Selanjutnya untuk melihat Goal: Pilih Synthesis From Goal

Klik, tampak Kotak Dialog sebagai berikut.

bambang_wo@statistika.its.ac.id 40
Analytical Hierarchy Process (AHP)

Pada Display, Pilih Details, tampak kotak Dialog sebagai berikut.

bambang_wo@statistika.its.ac.id 41
Analytical Hierarchy Process (AHP)

Klik, Print Preview, tampal kotak dialog sebagai berikut.

Selamat Mencoba & Sukses Untuk ANDA

bambang_wo@statistika.its.ac.id 42

You might also like