You are on page 1of 11

Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu anhu

berkata:










Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengajari kami istikharah dalam setiap urusan
yan kami hadapi sebagaimana beliau mengajarkan kami suatu surah dari Al-Quran. Beliau
shallallahu alaihi wasallam bersabda: Jika seorang dari kalian menghadapi masalah
maka rukulah (shalat) dua rakaat yang bukan shalat wajib kemudian berdoalah:

Allahumma inniy astakhiiruka bi ilmika wa astaqdiruka biqudratika wa as-aluka min


fadhlikal azhim, fainnaka taqdiru wa laa aqdiru wa talamu wa laa Abdullahlamu wa
anta allaamul ghuyuub. Allahumma in kunta talamu anna haadzal amru khairul liy fiy
diiniy wa maaasyiy wa aaqibati amriy atau; Aajili amriy wa aajilihi faqdurhu liy wa
yassirhu liy tsumma baarik liy fiihi. Wa in kunta talamu anna haadzal amru syarrul liy fiy
diiniy wa maaasyiy wa aaqibati amriy aw qaola; fiy aajili amriy wa aajilihi fashrifhu
anniy washrifniy anhu waqdurliyl khaira haitsu kaana tsummar dhiniy.

(Ya Allah aku memohon pilihan kepada-Mu dengan ilmuMu dan memohon kemampuan
dengan kekuasaan-Mu dan aku memohon karunia-Mu yang Agung. Karena Engkau Maha
Mampu sedang aku tidak mampu, Engkau Maha Mengetahui sedang aku tidak mengetahui,
Engkaulah yang Maha Mengetahui perkara yang gaib. Ya Allah bila Engkau mengetahui
bahwa urusan ini baik untukku, bagi agamaku, kehidupanku dan kesudahan urusanku ini -
atau beliau bersabda: di waktu dekat atau di masa nanti- maka takdirkanlah buatku dan
mudahkanlah kemudian berikanlah berkah padanya. Namun sebaliknya ya Allah, bila
Engkau mengetahui bahwa urusan ini buruk untukku, bagi agamaku, kehidupanku dan
kesudahan urusanku ini -atau beliau bersabda: di waktu dekat atau di masa nanti- maka
jauhkanlah urusan dariku dan jauhkanlah aku darinya. Dan tetapkanlah buatku urusan yang
baik saja dimanapun adanya kemudian jadikanlah aku ridha dengan ketetapan-Mu itu.
Beliau bersabda: Dia sebutkan urusan yang sedang diminta pilihannya itu. (HR. Al-
Bukhari no. 1162)
Cara menyebutkan urusannya misalnya: Ya Allah, jika engkau mengetahui bahwa safar
ini atau pernikahan ini atau usaha ini atau mobil ini baik bagiku , dan seterusnya.

Penjelasan ringkas:

Sesungguhnya manusia adalah makhluk yang sangat lemah, mereka sangat membutuhkan
bantuan dari Allah Taala dalam semua urusan mereka. Hal itu karena dia tidak mengetahui
hal yang ghaib sehingga dia tidak bisa mengetahui mana amalan yang akan mendatangkan
kebaikan dan mana yang akan mendatangkan kejelekan bagi dirinya. Karenanya, terkadang
seseorang hendak mengerjakan suatu perkara dalam keadaan dia tidak mengetahui akibat
yang akan lahir dari perkara tersebut atau hasilnya mungkin akan meleset dari perkiraannya.

Oleh karena itulah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mensyariatkan adanya istikharah,
yaitu permintaan kepada Allah agar Dia berkenan memberikan hidayah kepadanya menuju
kepada kebaikan. Yang mana doa istikharah ini dipanjatkan kepada Allah setelah dia
mengerjakan shalat sunnah dua rakaat.
Allah Taala berfirman:


.


.

Dan Rabbmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali tidak ada
pilihan bagi mereka. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan
(dengan Dia). Dan Tuhanmu mengetahui apa yang disembunyikan (dalam) dada mereka dan
apa yang mereka nyatakan. Dan Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah)
melainkan Dia, bagi-Nyalah segala puji di dunia dan di akhirat, dan bagi-Nyalah segala
penentuan dan hanya kepada-Nyalah kalian dikembalikan. (QS. Al-Qashash: 68-70)
Imam Muhammad bin Ahmad Al-Qurthuby rahimahullah berkata, Sebagian ulama
mengatakan: Tidak sepantasnya bagi seseorang untuk mengerjakan suatu urusan dari urusan-
urusan dunia kecuali setelah dia meminta pilihan kepada Allah dalam urusan tersebut. Yaitu
dengan dia shalat dua rakaat shalat istikharah. (Al-Jami li Ahkam Al-Qur`an: 13/202)

Shalat istikharah termasuk dari shalat-shalat sunnah berdasarkan kesepakatan para ulama. Al-
Hafizh Al-Iraqi berkata -sebagaimana dalam Fath Al-Bari (11/221-222), Saya tidak
mengetahui ada ulama yang berpendapat wajibnya shalat istikharah.

Faidah:
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam Al-Fath (11/220), Ibnu Abi Hamzah berkata: Amalan
yang wajib dan yang sunnah tidak perlu melakukan istikharah dalam melakukannya,
sebagaimana yang haram dan makruh tidak perlu melakukan istikharah dalam
meninggalkannya.

Maka urusan yang butuh istikharah hanya terbatas pada perkara yang mubah dan dalam
urusan yang sunnah jika di depannya ada dua amalan sunnah yang hanya bisa dikerjakan
salah satunya, mana yang dia kerjakan lebih dahulu dan yang dia mencukupkan diri
dengannya. Maka janganlah sekali-kali kamu meremehkan suatu urusan, akan tetapi
hendaknya kamu beristikharah kepada Allah dalam urusan yang kecil dan yang besar, yang
mulia atau yang rendah, dan pada semua amalan yang disyariatkan istikharah padanya.
Karena terkadang ada amalan yang dianggap remeh akan tetapi lahir darinya perkara yang
mulia.

Berikut beberapa permasalahan yang sering ditanyakan berkenaan dengan istikharah:

1. Apakah boleh istikharah dengan doa selain doa di atas atau dengan bahasa
Indonesia?

Jawab: Jabir bin Abdillah radhiallahu anhu berkata dalam hadits di atas, Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam mengajari kami istikharah dalam setiap urusan yang kami
hadapi sebagaimana beliau mengajarkan kami suatu surah dari Al-Quran.
Ucapan ini menunjukkan bahwa dalam istikharah seseorang hanya boleh membaca doa di
atas sesuai dengan konteks aslinya, tidak boleh ada penambahan dan tidak boleh juga
ada pengurangan. Hal itu karena Nabi shallallahu alaihi wasallam menyerupakan
pengajaran istikharah seperti pengajaran surah Al-Qur`an. Maka sebagaimana suatu ayat
dalam Al-Qur`an tidak boleh ditambah atau dikurangi atau dirubah maka demikian halnya
dengan doa istikharah. Karenanya tidak boleh berdoa dengan membaca terjemahannya
semata, tapi dia harus membacanya sebagaimana Nabi mengajarkannya.

Barangsiapa yang berdoa dengan terjemahannya maka dia tidak teranggap melakukan
istikharah, akan tetapi dia hanya dianggap sedang berdoa kepada Allah. Hal ini telah
diisyaratkan oleh Muhammad bin Abdillah bin Al-Haaj Al-Maliki rahimahullah dalam Al-
Madkhal (4/37-38)

2. Apakah boleh langsung berdoa dengan doa di atas tanpa melakukan shalat
sebelumnya?

Jawab: Wallahu alam, yang nampak bahwa 2 rakaat dengan doa ini merupakan satu
kesatuan dalam istikharah. Karenanya barangsiapa yang hanya berdoa tanpa mengerjakan
shalat maka dia tidak dianggap mengerjakan istikharah yang tersebut dalam hadits ini.
Walaupun dia tetap dianggap sebagai orang yang berdoa kepada Allah.
Akan tetapi jika dia ada uzur dalam mengerjakan shalat -misalnya wanita yang tengah haid
atau nifas-, maka dia boleh langsung berdoa dan itu sudah dianggap sebagai istikharah
karenanya adanya uzur untuk tidak mengerjakan shalat. Ini merupakan mazhab Al-Hanafiah,
Al-Malikiah, dan Asy-Syafiiyah.

Imam An-Nawawi berkata dalam Al-Adzkar hal. 112, Jika dia tidak bisa mengerjakan
shalat karena ada uzur, maka hendaknya dia cukup beristikharah dengan doa.

3. Apakah dua rakaat ini merupakan shalat khusus, ataukah berlaku untuk semua
shalat sunnah dua rakaat?

Jawab: Lahiriah hadits menunjukkan ini merupakan shalat dua rakaat khusus dengan niat
untuk istikharah. Hanya saja jika seseorang shalat sunnah rawatib dengan niat rawatib
sekaligus niat istikharah (menggabungkan niat), maka itu sudah cukup baginya dan dia sudah
boleh langsung berdoa setelahnya.

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, Jika dia meniatkan shalat itu dengan niatnya dan dengan niat
shalat istikharah secara bersamaan (menggabungkan niatnya, pent.) maka shalatnya itu sudah
syah dianggap sebagai istikharah, berbeda halnya jika dia tidak meniatkannya (sebagai shalat
istikharah). (Fath Al-Bari: 11/221)
Sekedar menguatkan isi hadits, bahwa dua rakaat yang dimaksud haruslah merupakan shalat
sunnah. Karenanya shalat subuh tidak bisa diniatkan sebagai shalat istikharah karena dia
merupakan shalat wajib.

4. Adakah surah khusus yang disunnahkan untuk dibaca dalam shalat istikharah?

Jawab: Al-Hafizh Al-Iraqi rahimahullah berkata, Saya tidak menemukan sedikitpun


dalam jalan-jalan hadits istikharah adanya penentuan surah tertentu yang dibaca di
dalamnya. (Umdah Al-Qari`: 7/235)
Inilah pendapat yang benar karena tidak ada satupun dalil yang menunjukkan adanya surah
tertentu yang lebih utama dibaca dalam shalat istikharah. Sementara tidak boleh menentukan
lebih utamanya suatu surah dibandingkan yang lainnya dari sisi bacaan kecuali dengan dalil
yang shahih.

5. Bagi yang tidak menghafal doanya, apakah dia bisa membacanya dari sebuah
buku?

Jawab: Yang jelas, yang pertama kita katakan: Hendaknya dia berusaha semaksimal
mungkin untuk menghafalnya.
Jika dia tidak sanggup, maka Allah tidak membebani seseorang kecuali dengan
kemampuannya. Dalam keadaan seperti ini dia diperbolehkan membaca doa ini dengan
melihat kepada kitab atau catatannya. Al-Lajnah Ad-Da`imah menjawab ketika diajukan
pertanyaan yang senada dengan di atas, Jika engkau menghafal doa istikharah atau engkau
membacanya dari kitab, maka tidak ada masalah. Hanya saja kamu wajib bersungguh-
sungguh dalam berkonsentrasi dan khusyu kepada Allah serta jujur dalam berdoa. (Fatawa
Al-Lajnah Ad-Da`imah: 8/161)

6. Bolehkah shalat istikharah pada waktu yang terlarang shalat?

Jawab: Jika shalat istikharahnya masih bisa ditunda hingga keluar dari waktu yang terlarang
maka inilah yang lebih utama dia kerjakan. Akan tetapi shalat istikharah ini jika tidak
bisa diundur atau dia butuhkan saat itu juga, maka dia boleh mengerjakannya saat itu
juga walaupun pada waktu yang terlarang. Karena jika shalat istikharah itu dibutuhkan
secepatnya, maka jadilah dia shalat sunnah yang disyariatkan karena adanya sebab, sementara
sudah dimaklumi bahwa waktu-waktu terlarang shalat ini tidak berlaku pada shalat-shalat
sunnah yang mempunyai sebab, seperti tahiyatul masjid, shalat sunnah wudhu, dan
semacamnya.
Bolehnya shalat sunnah yang mempunyai sebab dikerjakan pada waktu-waktu terlarang
merupakan mazhab Imam Asy-Syafii dan sebuah riwayat dari Imam Ahmad, serta pendapat
yang dikuatkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiah. (Lihat Majmu Al-Fatawa: 23/210-215)

7. Apa yang dia lakukan setelah istikharah?

Jawab: Sebelumnya butuh diingatkan bahwa sebelum melakukan istikharah hendaknya


dia mengosongkan hatinya dari kecondongan kepada salah satu urusan dari dua
urusan yang dia akan mintai pilihan (tidak berpihak kepada satu pilihan). Akan tetapi
hendaknya dia melepaskan diri dari semua pilihan tersebut dan betul-betul pasrah
menyerahkan nasibnya dan pilihannya kepada Allah Taala.
Imam Al-Qurthuby berkata, Para ulama menyatakan: Hendaknya dia mengosongkan hatinya
dari semua pikiran (berkenaan dengan urusan yang akan dia hadapi) agar hatinya tidak
condong kepada salah satu urusan (sebelum dia istikharah). (Al-Jami li Ahkam Al-Qur`an:
13/206)
Kemudian, setelah dia melakukan istikharah, maka hendaknya dia memilih untuk
mengerjakan apa yang hendak dia lakukan dari urusan yang tadinya dia minta pilihan
padanya. Jika urusan itu merupakan kebaikan maka insya Allah Allah akan memudahkannya
dan jika itu merupakan kejelekan maka insya Allah Allah akan memalingkannya dari urusan
tersebut.
Muhammad bin Ali Az-Zamlakani rahimahullah berkata,

Jika seseorang sudah shalat istikharah dua rakaat untuk suatu urusan, maka setelah itu
hendaknya dia mengerjakan urusan yang dia ingin kerjakan, baik hatinya lapang/tenang
dalam mengerjakan urusan itu ataukah tidak, karena pada urusan tersebut terdapat kebaikan
walaupun mungkin hatinya tidak tenang dalam mengerjakannya. Dan beliau juga berkata,
Karena dalam hadits (Jabir) tersebut tidak disebutkan adanya kelapangan/ketenangan jiwa.
(Thabaqat Asy-Syafiiah Al-Kubra: 9/206) Maksudnya: Dalam hadits Jabir di atas tidak
disebutkan bahwa hendaknya dia mengerjakan apa yang hatinya tenang dalam
mengerjakannya, wallahu alam.

Karenanya, termasuk khurafat adalah apa yang diyakini oleh sebagian orang bahwa:
Siapa yang sudah melakukan istikharah maka dia tidak melakukan apa-apa hingga
mendapatkan mimpi yang baik atau mimpi yang akan mengarahkannya dan
seterusnya. Ini sungguh merupakan perbuatan orang yang jahil tatkala dia menyandarkan
urusannya pada sebuah mimpi, wallahul mustaan.

8. Jika hatinya masih ragu-ragu atau hatinya belum mantap dalam mengerjakan
urusan yang tadinya dia sudah beristikharah untuknya. Apakah dia boleh mengulangi
shalat istikharahnya?

Jawab: Boleh berdasarkan beberapa dalil di antaranya:


1. Istikharah merupakan doa, dan di antara kebiasaan Nabi shallallahu alaihi wasallam
dalam berdoa adalah mengulanginya sebanyak tiga kali.
Hadits ini kami bawakan bukan untuk menunjukkan shalat istikharah diulang sebanyak tiga
kali, akan tetapi hanya untuk menunjukkan bolehnya mengulangi doa.
2. Shalat istikharah adalah shalat yang disyariatkan karena adanya sebab. Karenanya,
selama sebab itu masih ada dan belum hilang maka tetap disyariatkan mengerjakan shalat ini.
Inilah yang dipilih oleh sejumlah ulama di antanya: Imam Badruddin Al-Aini dalam Umdah
Al-Qari` (7/235), Ali Al-Qari dalam Mirqah Al-Mafatih (3/406), dan Imam Asy-Syaukani
dalam Nailul Authar (3/89).

9. Haruskah shalat istikharah dikerjakan di malam hari?

Jawab: Dalam hadits di atas tidak ada keterangan waktu pengerjaannya. Karena shalat ini
bisa dikerjakan kapan saja baik siang maupun malam hari. Barangsiapa yang
meyakini shalat ini hanya bisa dikerjakan di malam hari maka keyakinannya ini keliru.
Walaupun tentunya jika dia mengerjakannya pada waktu-waktu dimana doa mustajabah -
seperti antara azan dan iqamah, sepertiga malam terakhir, dan seterusnya-, maka itu lebih
utama.
Demikian beberapa pertanyaan yang sempat hadir dalam ingatan kami, jika ada pertanyaan
lain silakan dituliskan pada kolom komentar.

[Rujukan utama: Kasyf As-Sitarah 'an Shalah Al-Istikharah]

Oleh Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal

Sesungguhnya manusia adalah makhluk yang lemah dan sangat butuh pada pertolongan Allah
dalam setiap urusan-Nya. Yang mesti diyakini bahwa manusia tidak mengetahui perkara yang
ghoib. Manusia tidak mengetahui manakah yang baik dan buruk pada kejadian pada masa
akan datang. Oleh karena itu, di antara hikmah Allah Taala kepada hamba-Nya, Dia
mensyariatkan doa supaya seorang hamba dapat bertawasul pada Rabbnya untuk dihilangkan
kesulitan dan diperolehnya kebaikan.

Seorang muslim sangat yakin dan tidak ada keraguan sedikit pun bahwa yang mengatur
segala urusan adalah Allah Taala. Dialah yang menakdirkan dan menentukan segala sesuatu
sesuai yang Dia kehendaki pada hamba-Nya.

Allah Taala berfirman,


) 68(


)70(
) 69(

Dan Rabbmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali tidak ada
pilihan bagi mereka. Maha suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan
(dengan Dia). Dan Tuhanmu mengetahui apa yang disembunyikan (dalam) dada mereka dan
apa yang mereka nyatakan. Dan Dialah Allah, tidak ada Rabb (yang berhak disembah)
melainkan Dia, bagi-Nyalah segala puji di dunia dan di akhirat, dan bagi-Nyalah segala
penentuan dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan. (QS. Al Qashash: 68-70)

Al Allamah Al Qurthubi rahimahullah mengatakan, Sebagian ulama menjelaskan: tidak


sepantasnya bagi orang yang ingin menjalankan di antara urusan dunianya sampai ia
meminta pada Allah pilihan dalam urusannya tersebut yaitu dengan melaksanakan shalat
istikhoroh.[1]

Yang dimaksud istikhoroh adalah memohon kepada Allah manakah yang terbaik dari urusan
yang mesti dipilih salah satunya.[2]

Dalil Disyariatkannya Shalat Istikhoroh

Dari Jabir bin Abdillah, beliau berkata,















Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam biasa mengajari para sahabatnya shalat istikhoroh
dalam setiap urusan. Beliau mengajari shalat ini sebagaimana beliau mengajari surat dari Al
Quran. Kemudian beliau bersabda, Jika salah seorang di antara kalian bertekad untuk
melakukan suatu urusan, maka kerjakanlah shalat dua rakaat selain shalat fardhu, lalu
hendaklah ia berdoa: Allahumma inni astakhiruka bi ilmika, wa astaqdiruka bi qudratika,
wa as-aluka min fadhlika, fa innaka taqdiru wa laa aqdiru, wa talamu wa laa alamu, wa
anta allaamul ghuyub. Allahumma fa-in kunta talamu hadzal amro (sebut nama urusan
tersebut) khoiron lii fii aajili amrii wa aajilih (aw fii diinii wa maaasyi wa aqibati amrii)
faqdur lii, wa yassirhu lii, tsumma baarik lii fiihi. Allahumma in kunta talamu annahu
syarrun lii fii diini wa maaasyi wa aqibati amrii (fii aajili amri wa aajilih) fash-rifnii
anhu, waqdur liil khoiro haitsu kaana tsumma rodh-dhinii bih

Ya Allah, sesungguhnya aku beristikhoroh pada-Mu dengan ilmu-Mu, aku memohon kepada-
Mu kekuatan dengan kekuatan-Mu, aku meminta kepada-Mu dengan kemuliaan-Mu.
Sesungguhnya Engkau yang menakdirkan dan aku tidaklah mampu melakukannya. Engkau
yang Maha Tahu, sedangkan aku tidak. Engkaulah yang mengetahui perkara yang ghoib. Ya
Allah, jika Engkau mengetahui bahwa perkara ini (sebut urusan tersebut) baik bagiku dalam
urusanku di dunia dan di akhirat, (atau baik bagi agama, penghidupan, dan akhir urusanku),
maka takdirkanlah hal tersebut untukku, mudahkanlah untukku dan berkahilah ia untukku. Ya
Allah, jika Engkau mengetahui bahwa perkara tersebut jelek bagi agama, penghidupan, dan
akhir urusanku (baik bagiku dalam urusanku di dunia dan akhirat), maka palingkanlah ia
dariku, takdirkanlah yang terbaik bagiku di mana pun itu sehingga aku pun ridho
dengannya.[3]

Faedah Mengenai Shalat Istikhoroh

Pertama: Hukum shalat istikhoroh adalah sunnah dan bukan wajib. Dalil dari hal ini adalah
sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam,

Jika salah seorang di antara kalian bertekad untuk melakukan suatu urusan, maka
kerjakanlah shalat dua rakaat selain shalat fardhu

Begitu pula Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah didatangi seseorang, lalu ia bertanya
mengenai Islam. Kemudian Nabi shallallahu alaihi wa sallam menjawab, Shalat lima
waktu sehari semalam. Lalu ia tanyakan pada Nabi shallallahu alaihi wa sallam,

Apakah aku memiliki kewajiban shalat lainnya? Nabi shallallahu alaihi wa sallam pun
menjawab, Tidak ada, kecuali jika engkau ingin menambah dengan shalat sunnah.[4]

Kedua: Dari hadits di atas, shalat istikhoroh boleh dilakukan setelah shalat tahiyatul masjid,
setelah shalat rawatib, setelah shalat tahajud, setelah shalat Dhuha dan shalat lainnya.[5]
Bahkan jika shalat istikhoroh dilakukan dengan niat shalat sunnah rawatib atau shalat sunnah
lainnya, lalu berdoa istikhoroh setelah itu, maka itu juga dibolehkan. Artinya di sini, dia
mengerjakan shalat rawatib satu niat dengan shalat istikhoroh karena Nabi shallallahu alaihi
wa sallam bersabda,

Jika salah seorang di antara kalian bertekad untuk melakukan suatu urusan, maka
kerjakanlah shalat dua rakaat selain shalat fardhu. Di sini cuma dikatakan, yang penting
lakukan shalat dua rakaat apa saja selain shalat wajib. [6]

Al Iroqi mengatakan, Jika ia bertekad melakukan suatu perkara sebelum ia menunaikan


shalat rawatib atau shalat sunnah lainnya, lalu ia shalat tanpa niat shalat istikhoroh, lalu
setelah shalat dua rakaat tersebut ia membaca doa istikhoroh, maka ini juga dibolehkan.[7]

Ketiga: Istikhoroh hanya dilakukan untuk perkara-perkara yang mubah (hukum asalnya
boleh), bukan pada perkara yang wajib dan sunnah, begitu pula bukan pada perkara makruh
dan haram. Alasannya karena Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam biasa mengajari para sahabatnya shalat istikhoroh
dalam setiap urusan. Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Abi Jamroh bahwa yang
dimaksudkan dalam hadits ini adalah khusus walaupun lafazhnya umum.[8] Ibnu Hajar Al
Asqolani rahimahullah mengatakan, Yang dimaksud dengan hadits tersebut bahwa
istikhoroh hanya khusus untuk perkara mubah atau dalam perkara sunnah (mustahab) jika ada
dua perkara sunnah yang bertabrakan, lalu memilih manakah yang mesti didahulukan.[9]

Contohnya, seseorang tidak perlu istikhoroh untuk melaksanakan shalat Zhuhur, shalat
rawatib, puasa Ramadhan, puasa Senin Kamis, atau mungkin dia istikhoroh untuk minum
sambil berdiri ataukah tidak, atau mungkin ia ingin istikhoroh untuk mencuri. Semua contoh
ini tidak perlu lewat jalan istikhoroh.

Begitu pula tidak perlu istikhoroh dalam perkara apakah dia harus menikah ataukah tidak.
Karena asal menikah itu diperintahkan sebagaimana dalam firman Allah Taala,

Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak
(berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang
perempuan. (QS. An Nur: 32)

Begitu pula Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

Wahai para pemuda, jika salah seorang di antara kalian telah mampu untuk memberi
nafkah, maka menikahlah.[10] Namun dalam urusan memilih pasangan dan kapan tanggal
nikah, maka ini bisa dilakukan dengan istikhoroh.

Sedangkan dalam perkara sunnah yang bertabrakan dalam satu waktu, maka boleh dilakukan
istikhoroh. Misalnya seseorang ingin melakukan umroh yang sunnah, sedangkan ketika itu ia
harus mengajarkan ilmu di negerinya. Maka pada saat ini, ia boleh istikhoroh.
Bahkan ada keterangan lain bahwa perkara wajib yang masih longgar waktu untuk
menunaikannya, maka ini juga bisa dilakukan istikhoroh. Semacam jika seseorang ingin
menunaikan haji dan hendak memilih di tahun manakah ia harus menunaikannya. Ini jika kita
memilih pendapat bahwa menunaikan haji adalah wajib tarokhi (perkara wajib yang boleh
diakhirkan).[11]

Keempat: Istikhoroh boleh dilakukan berulang kali jika kita ingin istikhoroh pada Allah
dalam suatu perkara. Karena istikhoroh adalah doa dan tentu saja boleh berulang kali. Ibnu
Az Zubair sampai-sampai mengulang istikhorohnya tiga kali. Dalam shahih Muslim, Ibnu Az
Zubair mengatakan,

Aku melakukan istikhoroh pada Rabbku sebanyak tiga kali, kemudian aku pun bertekad
menjalankan urusanku tersebut.[12]

Kelima: Doa shalat istikhoroh yang lebih tepat dibaca setelah shalat dan bukan di dalam
shalat. Alasannya adalah sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam,

Jika salah seorang di antara kalian bertekad untuk melakukan suatu urusan, maka
kerjakanlah shalat dua rakaat selain shalat fardhu, lalu hendaklah ia berdoa: Allahumma
inni astakhiruka bi ilmika [13]

Syaikh Musthofa Al Adawi hafizhohullah mengatakan, Aku tidak mengetahui dalil yang
shahih yang menyatakan bahwa doa istikhoroh dibaca ketika sujud atau setelah tasyahud
(sebelum salam) kecuali landasannya adalah dalil yang sifatnya umum yang menyatakan
bahwa ketika sujud dan tasyahud akhir adalah tempat terbaik untuk berdoa. Akan tetapi,
hadits ini sudah cukup sebagai dalil tegas bahwa doa istikhoroh adalah setelah shalat. [14]

Keenam: Istikhoroh dilakukan bukan dalam kondisi ragu-ragu dalam satu perkara karena
Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

Jika salah seorang di antara kalian bertekad untuk melakukan suatu urusan, maka
kerjakanlah shalat dua rakaat selain shalat fardhu. Begitu pula isi doa istikhoroh
menunjukkan seperti ini. Oleh karena itu, jika ada beberapa pilihan, hendaklah dipilih, lalu
lakukanlah istikhoroh. Setelah istikhoroh, lakukanlah sesuai yang dipilih tadi. Jika memang
pilihan itu baik, maka pasti Allah mudahkan. Jika itu jelek, maka nanti akan dipersulit.[15]

Ketujuh: Sebagian ulama menganjurkan ketika rakaat pertama setelah Al Fatihah membaca
surat Al Kafirun dan di rakaat kedua membaca surat Al Ikhlas. Sebenarnya hal semacam ini
tidak ada landasannya. Jadi terserah membaca surat apa saja ketika itu, itu diperbolehkan.[16]

Kedelepan: Melihat dalam mimpi mengenai pilihannya bukanlah syarat dalam istikhoroh
karena tidak ada dalil yang menunjukkan hal ini. Namun orang-0rang awam masih banyak
yang memiliki pemahaman semacam ini. Yang tepat, istikhoroh tidak mesti menunggu
mimpi. Yang jadi pilihan dan sudah jadi tekad untuk dilakukan, maka itulah yang
dilakukan.[17] Terserah apa yang ia pilih tadi, mantap bagi hatinya atau pun tidak, maka
itulah yang ia lakukan karena tidak dipersyaratkan dalam hadits bahwa ia harus mantap
dalam hati.[18] Jika memang yang jadi pilihannya tadi dipersulit, maka berarti pilihan
tersebut tidak baik untuknya. Namun jika memang pilihannya tadi adalah baik untuknya,
pasti akan Allah mudahkan.

Tata Cara Istikhoroh

Pertama: Ketika ingin melakukan suatu urusan yang mesti dipilih salah satunya, maka
terlebih dahulu ia pilih di antara pilihan-pilihan yang ada.

Kedua: Jika sudah bertekad melakukan pilihan tersebut, maka kerjakanlah shalat dua rakaat
(terserah shalat sunnah apa saja sebagaimana dijelaskan di awal).

Ketiga: Setelah shalat dua rakaat, lalu berdoa dengan doa istikhoroh:

Allahumma inni astakhiruka bi ilmika, wa astaqdiruka bi qudratika, wa as-aluka min


fadhlika, fa innaka taqdiru wa laa aqdiru, wa talamu wa laa alamu, wa anta allaamul
ghuyub. Allahumma fa-in kunta talamu hadzal amro (sebut nama urusan tersebut) khoiron
lii fii aajili amrii wa aajilih (aw fii diini wa maaasyi wa aqibati amrii) faqdur lii, wa
yassirhu lii, tsumma baarik lii fiihi. Allahumma in kunta talamu annahu syarrun lii fii diini
wa maaasyi wa aqibati amrii (fii aajili amri wa aajilih) fash-rifnii anhu, waqdur liil
khoiro haitsu kaana tsumma rodh-dhinii bih.

[Artinya: Ya Allah, sesungguhnya aku beristikhoroh pada-Mu dengan ilmu-Mu, aku


memohon kepada-Mu kekuatan dengan kekuatan-Mu, aku meminta kepada-Mu dengan
kemuliaan-Mu. Sesungguhnya Engkau yang menakdirkan dan aku tidaklah mampu
melakukannya. Engkau yang Maha Tahu, sedangkan aku tidak. Engkaulah yang mengetahui
perkara yang ghoib. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa perkara ini (sebut urusan
tersebut) baik bagiku dalam urusanku di dunia dan di akhirat, (atau baik bagi agama,
penghidupan, dan akhir urusanku), maka takdirkanlah hal tersebut untukku, mudahkanlah
untukku dan berkahilah ia untukku. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa perkara
tersebut jelek bagi agama, penghidupan, dan akhir urusanku (baik bagiku dalam urusanku di
dunia dan akhirat), maka palingkanlah ia dariku, takdirkanlah yang terbaik bagiku di mana
pun itu sehingga aku pun ridho dengannya]

Keempat: Lakukanlah pilihan yang sudah dipilih di awal tadi, terserah ia merasa mantap atau
pun tidak dan tanpa harus menunggu mimpi. Jika itu baik baginya, maka pasti Allah
mudahkan. Jika itu jelek, maka pasti ia akan palingkan ia dari pilihan tersebut.

Demikian penjelasan kami mengenai panduan shalat istikhoroh. Semoga bermanfaat.

Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.
Diselesaikan di Pangukan-Sleman, di sore hari menjelang Maghrib, 15 Rabiul Awwal 1431
H (01/03/2010)

You might also like