You are on page 1of 9

PENGOBATAN MALARIA DENGAN KOMBINASI ARTEMISININ

Emiliana Tjitra1
.
ARTEMISININ COMBINATION THERAPY FOR MALARIA

Abstract. Previous approaches in malaria treatment are failing to reduce the morbidity and
mortality of malaria. Widespread overuse of antimalarial treatment of clinical malaria may
have contributed to development of drug resistance. Moreover, poor compliance or
inadequate dosage also selects for parasite resistance. The paradigm of radical treatment
using drug combinations may improve the cure rate and compliance, thereby preventing or
delaying the emergence of parasites resistant to antimalarial drugs. The ideal combined
antimalarial regimen in Indonesia should be safe and tolerated by all age groups, effective
and rapidly acting for both P.falciparum and P.vivax malaria, short course, good compliance
and acceptable, without resistance and/or cross-resistance or , not widely spread use, cost-
effective and affordable. Artemisinin derivatives are the best partner drug for combination,
with advantages that include: well absorbed, safe and well tolerated, rapidly converted to
active metabolite, having very short half-life, broad specificity of action, and extremely
potent. Current artemisinin-based combinations which are suitable for Indonesia include:
amodiaquine plus artesunate given as single daily dose for 3 days (AQ3+ATS3), mefloquine
plus artesunate given as single daily dose for 3 days (MQ3+ATS3), lumefantrine/benflumetol
plus artemether given as twice daily dose for 3 days (COARTEMETHER), piperaquine plus
dihydroartemisinin given as single daily dose for 2-3 days (PPQ2-3+DHA2-3), and
piperaquine plus artemisinin given as single daily dose for 2 days (PPQ2+ATM2). Given the
imbalance between rapid development of parasite resistance and slow availability of new
effective antimalarial drugs, research and development of antimalarial drugs must be
encouraged.

Keyword: malaria, combination therapy, artemisinin

1. Malaria di Indonesia Bukit Menoreh yang meliputi daerah


wilayah kerja dari dua kabupaten di Pro-
Malaria masih merupakan penyakit
vinsi Jawa Tengah yaitu Kabupaten Pur-
masyarakat Indonesia terutama di daerah
worejo dan Magelang, dan satu kabupaten
yang masih belum berkembang. Diperkira-
di provinsi Yogyakarta yaitu Kabupaten
kan 60% penduduk Indonesia tinggal di
Kulonprogo. Setelah dilakukan multi-inter-
daerah endemis malaria yang tingkat
vensi diantaranya menggunakan obat kom-
endemisitasnya beragam. Di Jawa-Bali,
binasi artemisinin (Coartem) untuk pe-
insiden malaria (annual parasite inci-
ngobatan kasus malaria, API tersebut
dence/API) pada tahun 1997 adalah 12 per
menurun menjadi 22 per 100.000 pendu-
100.000 penduduk, dan kemudian me-
duk pada akhir tahun 2003(1). Pengobatan
ningkat tajam (tujuh kali) pada masa krisis
ekonomi yaitu menjadi 81 per 100.000 dengan kombinasi artemisinin selama masa
penduduk pada tahun 2000. Peningkatan epidemik menunjukkan regimen tersebut
ini terutama karena terjadinya epidemi atau sukses menurunkan angka kesakitan di-
Kejadian Luar Biasa (KLB) di daerah samping faktor-faktor lain. Keberhasilan

1
Puslitbang Pemberantasan Penyakit,
Badan Litbangkes
1
yang sama juga dilaporkan dalam yang disesuaikan dengan kemampuan dan
penanggulangan KLB malaria di Halma- status malaria di Indonesia, serta per-
hera Selatan dengan pengobatan kombinasi kembangan ilmu. Departemen Kesehatan
artemisinin dengan bantuan salah satu sendiri mempunyai buku pedoman pe-
Lembaga Non Pemerintah pada tahun ngobatan malaria yang diperbaharui sesuai
2003(2). kebutuhan. Buku pedoman tersebut menca-
kup pengobatan untuk malaria tanpa
Di luar Jawa-Bali, insiden malaria
komplikasi maupun malaria berat(5).
klinis (annual malaria incidence/AMI) di-
laporkan jauh lebih tinggi dibandingkan Obat antimalaria yang tersedia di
malaria di Jawa-Bali yaitu 16 per 1.000 dunia umumnya dapat dikelompokkan se-
penduduk pada tahun 1997 dan cenderung bagai berikut: obat antimalaria kelompok
terus meningkat. Pada masa krisis ekono- kuinolin (klorokuin, kina, primakuin, amo-
mi tahun 2000, AMI meningkat hampir diakuin, meflokuin, dan halofantrin), obat
dua kali lipat yaitu menjadi 31 per 1.000 antimalaria kelompok anti-folat (sulfa-
penduduk, dan kemudian menurun per- doksin, pirimetamin, proguanil, klorpro-
lahan menjadi 22 per 1.000 penduduk pada guanil, dan dapson), dan kelompok obat
tahun 2003(3). Sebagian besar daerah luar antimalaria baru (artemisinin, lumefantrin,
Jawa-Bali merupakan daerah yang relatif atovakuon, tafenokuin, pironaridin, piper-
belum berkembang. Penggunaan obat se- akuin, artemison, WR99210 dan antibio-
ring kali tidak tepat karena keterbatasan tik)(6,7). Di Indonesia, saat ini selain ter-
kemampuan pemeriksaan hapusan darah sedia obat antimalaria standar (klorokuin,
malaria yang mengakibatkan berkembang- kina, primakuin dan sulfadoksin-pirimeta-
nya parasit resisten terhadap obat standar min), juga obat antimalaria artesunat dalam
yang dipakai dan memungkinan terjadinya kemasan kombinasi dengan amodiakuin di
KLB. Selama tahun 2003, telah terjadi beberapa daerah dengan jumlah yang ter-
KLB di beberapa daerah dan dilaporkan batas.
205 dari 3.069 penderita malaria mening-
gal dengan angka kematian 6,7%(4). 2.1 Pendekatan pengobatan di masa lalu
Selain itu beban penyakit malaria Keterbatasan fasilitas pemeriksaan
juga sangat besar. Malaria dapat meng- hapusan darah malaria di masa lalu, meng-
akibatkan anemia, aborsi, kematian janin, akibatkan pengobatan malaria sebagian
prematuritas, berat badan lahir rendah, dan besar berdasarkan diagnosis klinis. Pe-
economic loss yang cukup tinggi di daerah ngobatan dilaksanakan secara mono-
endemis. Oleh sebab itu, kasus malaria therapy dengan obat antimalaria standar
harus ditangani dengan cepat dan diberi yaitu klorokuin, sulfadoksin-pirimetamin
pengobatan yang tepat untuk menurunkan atau kina. Pengobatan radikal dengan pri-
angka kesakitan, mencegah menjadi berat makuin jarang sekali dilakukan. Selain
dan komplikasi, mencegah penularan, serta kendala kepatuhan minum obat dalam jum-
meminimalkan dampak dari penyakit ter- lah obat yang harus diminum cukup ba-
hadap kesehatan masyarakat. nyak pada hari pertama pengobatan untuk
malaria P. falciparum, atau pengobatan
2. Pengobatan malaria di Indonesia relatif lama selama 5 hari untuk malaria P.
vivax, juga disebabkan karena ketersediaan
Pengobatan malaria umumnya me-
primakuin yang terbatas. Masalah ini di-
ngacu pada rekomendasi Badan Kesehatan
persulit dengan cara berpikir yang keliru
Dunia (World Health Organization/WHO)

2
untuk tidak memberikan pengobatan secara genotyping dan analisis strain dengan
radikal karena dugaan kemungkinan besar menggunakan molecular markers (9).
mendapat infeksi baru atau infeksi ulang di
daerah endemis tersebut. 3. Efikasi obat antimalaria di Indonesia
Sehubungan dengan diagnosis u- Data efikasi obat antimalaria di
mumnya ditegakkan berdasarkan gejala Indonesia masih terbatas karena tidak mu-
klinis, maka tidak mengherankan luaran dah mendapatkannya, dan masih belum
dari hasil pengobatan terfokus pada ke- baku cara mengumpulkan data atau me-
sembuhan klinis. Sebaliknya, monitoring lakukan penilaian efikasi obat antimalaria.
efikasi obat berdasarkan pada sensitivitas Klorokuin sebagai obat antimalaria standar
parasit baik in-vivo (Sensitif atau Resisten dilaporkan sudah tidak efektif lagi untuk
1-3) dan/atau in-vitro (Sensitif atau Resis- pengobatan malaria falsiparum, sedangkan
ten)(8). sulfadoksin-pirimetamin masih relatif e-
fektif di beberapa daerah penelitian, dan
2.2 Pendekatan pengobatan di masa kina dilaporkan telah menunjukkan penu-
sekarang runan efikasi (10).
Di masa sekarang dengan berkem- Dalam rangka mendapatkan data efi-
bang dan membaiknya fasilitas peme- kasi obat antimalaria yang sahih, akurat,
riksaan laboratorium, diagnosis malaria di- dapat dipercaya, Departemen Kesehatan
usahakan ditegakkan berdasarkan peme- menggunakan protokol yang direkomen-
riksaan mikroskopi. Di daerah yang sulit dasikan oleh WHO (9). Penyeragaman pro-
terjangkau atau dalam keadaan darurat, tokol sangat penting untuk kesamaan inter-
diagnosis cepat malaria dapat dibantu pretasi data, dapat dibandingkan hasilnya
dengan alat diagnosis dipstick atau dikenal antar daerah dan atau negara, dan dilaku-
dengan Rapid Diagnostic Test (RDT) yang kan metaanalisis. Data efikasi ini berguna
mendeteksi antigen dari P. falciparum dan selain untuk mengetahui status efikasi obat
non P. falciparum (terutama P. vivax). Di antimalaria yang digunakan tetapi juga
daerah yang sudah mempunyai data efikasi sebagai bahan untuk perbaikan dan pe-
obat antimalaria standar, pengobatan ngembangan kebijakan pengobatan sehing-
dengan obat antimalaria kombinasi sangat ga dapat dikembangkan dan diperbaharui
direkomendasi dan harus diberikan dengan pedoman pengobatan malaria nasional.
pengobatan radikal(5).
Sesuai dengan membaiknya fasilitas 3.1 Strategi mencegah resistensi
diagnosis, dan perkembangan ilmu penge- Masalah resistensi parasit terhadap
tahuan (pengertian biologi dan patogenesis obat antimalaria merupakan tantangan
malaria), maka pengobatan malaria dapat besar yang dihadapi dalam upaya pem-
diberikan lebih tepat. Luaran dari hasil pe- berantasan malaria. Implikasi dari resis-
ngobatan tidak hanya berdasarkan respon tensi obat antimalaria adalah penyebaran
klinis, tetapi juga respon parasitologis ter- malaria ke daerah baru dan munculnya
masuk mencegah terjadinya penularan kembali malaria di daerah yang telah di-
sesuai dengan protokol untuk penilaian dan berantas. Resistensi obat juga mempunyai
monitoring efikasi terapeutik obat anti- peranan penting dalam terjadinya epidemi
malaria. Penilaian dapat atau tanpa di- atau KLB di Indonesia. Keadaan ini diper-
lengkapi atau disempurnakan dengan pe- berat dengan adanya perpindahan atau mo-
meriksaan tambahan antara lain kadar obat, bilitas penduduk yang besar dengan mem-

3
bawa dan memperkenalkan parasit yang penularan (11). Hal ini memungkinkan se-
resisten. makin banyak orang terinfeksi malaria,
bahkan seringkali mengakibatkan KLB
Selain faktor biologi parasit malaria,
bahkan epidemi.
upaya pemberantasan malaria juga mem-
pengaruhi terjadinya resistensi parasit. Kegagalan pengobatan yang ber-
Penggunaan obat yang berlebihan dan ulang akibat parasit resisten obat meng-
tidak tepat pada pengobatan malaria klinis akibatkan terjadinya anemia (12). Peningka-
memudahkan terjadinya resistensi obat. tan kasus malaria dan anemia menambah
Minum obat yang tidak benar antara lain beban biaya upaya pemberantasan malaria.
kepatuhan yang kurang baik atau dosis Disamping itu, kegagalan pengobatan ka-
obat yang tidak tepat menambah peluang rena parasit resisten sering kali mengaki-
berkembangnya parasit resistensi obat. batkan terjadinya komplikasi atau penyakit
Strategi mencegah resistensi sebaik- menjadi berat, dan bahkan tidak jarang
nya dimulai dengan memperbaiki protokol menimbulkan kematian.
pengobatan dengan memperhatikan per-
kembangan ilmu dan masyarakat oleh pe- 4. Pengobatan malaria dengan kombi-
merintah pusat. Protokol yang telah disepa- nasi obat
kati harus disosialisasi untuk memperbaiki Saat ini, pengobatan dengan meng-
tata laksana dan pemberian pengobatan. gunakan kombinasi obat merupakan pe-
Strategi lain adalah mencegah infeksi ma- ngobatan baku untuk pengobatan penyakit
laria antara lain dengan pencegahan per- kanker, tuberkulosis, kusta, HIV-AIDS,
orangan dan pemberantasan vektor. Pengo- dan infeksi pseudomonas.
batan yang diberikan mengikuti pardigma
pengobatan dengan kombinasi obat dan 4.1 Konsep kombinasi obat
harus merupakan pengobatan radikal. Sela-
Konsep pengobatan dengan kombi-
in itu perlu dipersiapkan obat-obat baru
nasi dari dua atau lebih obat antimalaria
untuk mengimbangi perkem-bangan para-
adalah berdasarkan potensi sinergistik atau
sit resistensi obat.
perbaikan efikasi pengobatan, dan juga
mencegah berkembangnya resistensi dari
3.2 Dampak resistensi masing-masing obat kombinasi tersebut
(13)
Kegagalan pengobatan karena parasit .
resistensi terhadap obat antimalaria yang
Pengobatan kombinasi adalah peng-
diberikan, ditandai dengan menetapnya
gunaan dua atau lebih obat antimalaria
atau timbulnya kembali parasit aseksual di
skizontosidal darah secara simultan dimana
darah perifer (rekrudesensi) yang dapat
masing-masing obat mempunyai cara kerja
atau tanpa disertai gejala klinis malaria.
yang independen dan mempunyai target
Apabila keadaan ini tidak diatasi, waktu
biokimia yang berbeda pada parasit. Kom-
rekrudesensi akan semakin pendek atau
binasi ini tidak termasuk pengobatan kom-
semakin cepat terdeteksi parasitemia asek-
binasi antimalaria skizontosidal darah
sualnya yang berarti semakin beratnya
dengan beberapa obat non antimalarial
derajat resistensi parasit tersebut. Semakin
yang bertujuan memperbaiki atau mening-
banyak kegagalan pengobatan atau ter-
katkan efek skizontosid darah dari obat
tundanya kesembuhan pada pengobatan
antimalaria tersebut (antara lain: klorokuin
awal, akan meningkatkan gametocyte car-
dan klorfeniramin). Walaupun sulfadoksin/
riage yang merupakan sumber (reservoir)

4
pirimetamin merupakan kombinasi dua 5.1 Kombinasi obat non artemisinin
obat antimalaria tetapi bukan merupakan Dari obat antimalaria skizontosidal
obat kombinasi yang dimaksud karena ke darah yang terbatas tersedia di Indonesia,
duanya merupakan obat antimalaria anti- dapat dikombinasikan sebagai berikut:
folat (13). Obat-obat yang dikombinasi juga kombinasi klorokuin dosis standar (25 mg
harus sesuai khasiat farmakokinetik dan basa/kg bb untuk 3 hari) dan sulfadok-
farmakodinamiknya, dapat menjamin ke- sin/pirimentamin dosis tunggal (25 mg/
patuhan minum obat yang baik, dan mam- 1,25 mg per kg bb) (CQ3+SP1), kombinasi
pu mengurangi penularan. sulfadoksin/pirimentamin dosis tunggal
(25 mg/1,25 mg per kg bb) dan kina (10
4.2 Tujuan kombinasi obat mg garam/kg/dosis) 3 kali sehari selama 3
Pengobatan dengan kombinasi obat hari (SP1+QN3), amodiakuin dosis stan-
antimalaria bertujuan dapat memperbaiki dar (25-35 mg basa/kg untuk 3 hari) dan
efikasi dari efikasi masing-masing obat sulfadoksin/pirimentamin dosis tunggal
antimalaria tersebut, meningkatkan angka (25 mg/1,25 mg per kg bb) (AQ3+SP1),
kesembuhan, dan mempercepat respon pe- kombinasi klorokuin dosis standar (25 mg
ngobatan. basa/kg bb untuk 3 hari) dan primakuin
dosis harian tunggal (0,25 mg basa/kg bb)
4.3 Obat antimalaria kombinasi di selama 14 hari untuk malaria vivaks
Indonesia (CQ3+PQ14), klorokuin dosis standar (25
mg basa/kg bb untuk 3 hari) dan dok-
Obat antimalaria kombinasi yang
sisiklin (2 mg/kg bb/dosis) 2 kali sehari
ideal dan sesuai dengan kondisi Indonesia
selama 7 hari (CQ3+DX7), kina (10 mg
adalah sebagai berikut:
garam/kg/dosis) 3 kali sehari selama 7 hari
Aman dan toleran untuk semua kelompok
dan doksisiklin (2 mg/kg bb/dosis) 2 kali
umur, efektif dan cepat respon pengo-
sehari selama 7 hari (QN7+DX7), atau ki-
batannya baik untuk malaria P. falciparum
na (10 mg garam/kg/dosis) 3 kali sehari se-
maupun untuk malaria P. vivax, singkat
lama 7 hari dan klindamisin (300mg/dosis)
waktu pengobatan dan baik kepatuhan
4 kali sehari selama 5 hari (QN7+KD5)
minum obat, belum terjadi resisten dan
atau resisten silang dan belum digunakan Efikasi obat kombinasi CQ3+SP1
secara luas serta cost-effective dan terjang- dengan atau tanpa PQ beragam untuk pe-
kau ngobatan malaria falsiparum, maupun
malaria campuran falsiparum dan vivaks
5. Efikasi obat kombinasi pada pe- yaitu antara 32% di Timika (Papua)
ngobatan malaria (unpublished data, 2004) dan 93,8% di
Bangka (14). Apabila kombinasi CQ3+SP1
Penelitian atau evaluasi beberapa
obat kombinasi untuk pengobatan malaria ditambah PQ 14 hari untuk pengobatan
falsiparum dan atau malaria vivaks telah malaria vivaks menunjukkan efikasi yang
dilakukan di Indonesia. Secara umum sangat baik yaitu menjadi 98,9%, sedang-
kombinasi obat antimalaria dikelompokkan kan kombinasi standar CQ3+PQ14 untuk
menjadi kombinasi obat antimalaria non pengobatan malaria vivaks juga menunjuk-
artemisinin dan kombinasi obat antimala- kan hasil yang serupa di Bangka yaitu
ria artemisinin. 95,3% (14) dan lebih rendah di Lampung
yaitu 84,0% (unpublished data, 2004).
Kombinasi lain CQ3+DX7 menunjukkan

5
efikasi 90,9% untuk pengobatan malaria kan dalam 5 tahun efikasi obat ini menurun
falsiparum dan 70,6% untuk malaria vi- drastis (17). Selain itu sulfadoksin/pirimeta-
vaks di Jayapura (Papua) (15). Efikasi obat min juga dilaporkan meningkatkan pro-
kombinasi SP1+QN3+PQ1 untuk pengo- duksi gametosit pada pengobatan malaria
batan malaria falsiparum adalah 88,3% di falsiparum yang memberi peluang ter-
Lampung (unpublished data, 2004). Dari jadinya penularan. Sulfadoksin/pirimeta-
data yang sangat terbatas ini, kombinasi min juga tidak direkomendasikan untuk
dari obat yang tersedia sudah tidak efektif pengobatan malaria vivaks, sehingga kom-
lagi di Papua baik untuk pengobatan ma- binasi dengan obat ini bukan merupakan
laria falsiparum maupun untuk malaria regimen yang praktis untuk dapat diguna-
vivaks, dan masih relatif cukup baik di kan pada ke dua jenis malaria yang domi-
Bangka dan Lampung walaupun masih be- nan di Indonesia. Kina, obat antimalaria
ragam hasilnya sehingga masih diperlukan lain yang tersedia di Indonesia adalah sa-
evaluasi yang lebih luas. ngat toksik dan merupakan regimen 7-hari,
sehingga kombinasi dengan kina tidak me-
5.2 Obat kombinasi artemisinin rupakan pilihan yang tepat.
Artemisinin atau Qinghaosu meru- Obat kombinasi artemisinin yang
pakan obat antimalaria kelompok seskui- sedang diuji coba atau dikembangkan dan
terpen lakton. Derivative artemisinin ini sangat menjanjikan adalah kombinasi amo-
merupakan obat partner pilihan untuk diakuin + artesunat (Artesdiaquine), arte-
kombinasi obat karena kelebihannya yaitu meter + lumefantrin/beflumetol (Coarte-
diabsorbsi baik, aman, cepat diubah menja- mether), artesunat plus atovakuon + pro-
di bentuk metabolit yang aktif, mempunyai guanil (Malarone), artesunat plus klorpro-
waktu paruh yang sangat pendek (2 jam), guanil+dapson (LapDap), piperakuin+
aktivitasnya luas dan sangat kuat. Kele- dihidroartemisinin (Artekin), piperaku-
mahan dari kelompok artemisinin ini ada- in+artemisinin (Artepie/Artequick ), dan
lah memerlukan waktu pengobatan lama pironaridin+artesunat.
apabila pengobatan hanya menggunakan
obat artemisinin saja (monotherapy). 6. Pengobatan malaria dengan kom-
Kombinasi arteminin dengan obat-obat binasi artemisinin
antimalaria yang tersedia di Indonesia
Obat kombinasi artemisinin umum-
yaitu antara lain dengan klorokuin, sudah
nya merupakan regimen 3-hari. Pengo-
tidak rationil lagi karena klorokuin secara
batan dengan kombinasi artemisinin untuk
umum sudah tidak efektif lagi. Walaupun
malaria falsiparum memberikan hasil yang
di beberapa daerah sulfadoksin/pirimeta-
cepat dan dapat dipercaya, aman, mence-
min masih cukup efektif dan uji klinik
gah terjadinya resistensi, dan mengurangi
kombinasi artemisinin dengan sulfadoksin/
penularan. Beberapa hal yang perlu di-
pirimetamin untuk pengobatan malaria fal-
perhatikan pada penggunaan kombinasi
siparum di Papua menunjukkan resiko ke-
obat artemisinin ini adalah efek samping
gagalan pengobatan dengan kombinasi
neurotoksik yang ditemui pada binatang
jauh lebih kecil (RR=0,3) dibandingkan
percobaan dengan dosis tinggi (tikus dan
dengan hanya sulfadoksin/pirimetamin (16),
anjing), keamanan obat pada kehamilan,
tetapi kombinasi ini bukan merupakan banyaknya beredar obat palsu dan har-
kombinasi yang terbaik. Pengalaman nega- ganya yang masih relatif mahal. Kombi-
ra tetangga (Thailand) menggunakan sulfa- nasi artemisinin yang ada saat ini dan
doksin/pirimetamin secara luas, menyebab-

6
mungkin sesuai dengan kondisi di Indo- Kombinasi lumefantrin/benflumetol
nesia adalah sebagai berikut: dan artemeter dengan dosis dua kali sehari
selama 3 hari (COARTEMETHER) di-
Kombinasi amodiakuin dan artesunat
laporkan juga cukup ditoleransi dengan
dengan dosis tunggal harian selama 3 hari
baik, efeknya cepat, mencegah terbentuk-
(AQ3+ATS3) dilaporkan cukup ditoleransi
nya gametosit, dan efektif untuk parasit
dengan baik, efeknya cepat, mencegah
yang resisten multidrug, tetapi harga obat
terbentuknya gametosit, dan efektif untuk
kombinasi cukup mahal (USD 2,40/dosis
parasit yang resisten multidrug, tetapi
dewasa). Regimen ini belum tersedia di
harga obat kombinasi relatif tidak terlalu
Indonesia, dan dikemas dalam bentuk fixed
mahal (USD 1,30/dosis dewasa). Regimen
dose. Hanya sebagian uji klinis kombinasi
ini tersedia terbatas di Indonesia dalam
obat ini yang sudah selesai dilakukan
kemasan masing-masing obat masih ter-
dengan hasil sementara yang beragam
pisah (combi pack). Hanya sebagian uji
yang mungkin berhubungan dengan pola
klinis kombinasi obat ini yang sudah
makan yang mengandung lemak. Data
selesai dilakukan dengan hasil sementara
keamanan obat ini pada kehamilan juga
yang beragam yang mungkin disebabkan
masih terbatas. Efek samping yang perlu
karena perbedaan dosis amodiakuin yang
diwaspadai adalah sifat kardiotoksik dari
dipakai dan kemungkinan adanya parasit
lumefantrin.
resistensi silang antara klorokuin dan
amodiakuin. Data keamanan obat ini pada Kombinasi piperakuin dan dihidro-
kehamilan masih terbatas. Efek samping artemisinin dengan dosis tunggal harian
yang banyak dilaporkan adalah keluhan selama 2-3 hari (PPQ2-3+DHA2-3) di-
gastrointestinal (mual dan muntah) yang laporkan juga cukup ditoleransi dengan
dapat disebabkan karena jumlah obat yang baik, efeknya cepat, mencegah terbentuk-
diminum cukup banyak. nya gametosit, dan efektif untuk parasit
yang resisten multidrug, tetapi harga obat
Kombinasi meflokuin dan artesunat
kombinasi relatif masih mahal. Regimen
dengan dosis tunggal harian selama 3 hari
ini belum tersedia di Indonesia, dan di-
(MQ3+ATS3) dilaporkan juga cukup di-
kemas dalam bentuk fixed dose. Uji klinis
toleransi dengan baik, efeknya cepat,
kombinasi obat ini belum banyak dila-
mencegah terbentuknya gametosit, dan
kukan, dan di Indonesia sedang dilaksa-
efektif untuk parasit yang resisten mul-
nakan di Papua. Data keamanan obat ini
tidrug, tetapi harga obat kombinasi mahal
pada kehamilan juga masih terbatas.
(USD 5,38/dosis dewasa). Regimen ini
belum tersedia di Indonesia. Uji klinis Kombinasi piperakuin dan artemi-
kombinasi obat ini belum dilakukan karena sinin dengan dosis tunggal harian selama 2
meflokuin mempunyai waktu paruh yang hari (PPQ2+ATM2) dilaporkan juga cukup
panjang sehingga hanya direkomendasikan ditoleransi dengan baik, efeknya cepat,
digunakan untuk daerah hipoendemik. mencegah terbentuknya gametosit, dan
Data keamanan obat ini pada kehamilan efektif untuk parasit yang resisten mul-
masih juga terbatas. Efek samping yang tidrug, tetapi harga obat kombinasi relatif
perlu diwaspadai adalah gangguan neuro- masih mahal. Regimen ini relatif masih
psikiatrik, dan efek samping yang banyak baru dan belum tersedia di Indonesia, dan
dilaporkan adalah keluhan gastrointestinal dikemas dalam bentuk fixed dose. Uji
(mual dan muntah). klinis kombinasi obat ini belum banyak
dilakukan, dan di Indonesia sedang di-

7
laksanakan di Pulau Bangka. Data ke- DAFTAR RUJUKAN
amanan obat ini pada kehamilan juga
masih terbatas. 1. Sub Direktorat Malaria. Keadaan malaria di
Jawa-Bali tahun: 1994 s/d 2003. Direktorat
Jendral Pencegahan Pemberantasan Penyakit
SIMPULAN Menular & Penyehatan Lingkungan Pemuki-
Diagnosis dini malaria dengan du- man. Jakarta. 2004a.
kungan pemeriksaan mikroskopi atau
dipstik harus dilakukan untuk dapat 2. Medecins Sans Frontieres. Pengalaman pengo-
batan P. falciparum tanpa komplikasi dengan
memberikan pengobatan radikal awal kombinasi artesunat-amodiakuin dan pengo-
yang tepat, sehingga dapat dicegah batan malaria berat dengan artemeter injeksi di
berkembangnya parasit resisten obat. Halmahera Selatan. Dipresentasikan pada
Workshop Pemberantasan Malaria di Daerah
P. falciparum resisten Klorokuin, Jakarta, 25-
Resistensi obat antimalaria menye- 27 April, 2004.
babkan banyak masalah, baik yang
jelas terlihat maupun yang tersem- 3. Sub Direktorat Malaria. Rekap malaria klinis,
sediaan darah diperiksa, positif dan spesies
bunyi di masyarakat. Plasmodium di Indonesia 2003. Direktorat
Jendral Pencegahan Pemberantasan Penyakit
Masalah resistensi ini harus disele- Menular & Penyehatan Lingkungan Pemuki-
saikan walaupun sulit untuk menen- man. Jakarta. 2004b.
tukan pilihan obat alternatif. 4. Sub Direktorat Malaria. Kejadian Luar Biasa
(KLB) malaria di Indonesia 1991-2003. Direk-
Pengobatan dengan menggunakan torat Jendral Pencegahan Pemberantasan Pe-
regimen kombinasi obat yang efektif nyakit Menular & Penyehatan Lingkungan
Pemukiman. Jakarta. 2004c.
harus diperkenalkan dan segera di-
laksanakan. 5. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Tata-
laksana Kasus Malaria. Direktorat Pemberan-
Sehubungan dengan cepatnya per- tasan Penyakit Bersumber Binatang, Direktorat
Jenderal PPM&PLP, Departemen Kesehatan
kembangan parasit resisten yang RI, 2003.
tidak diimbangi dengan tersedianya
obat antimalaria yang efektif, di- 6. Tjitra E. Obat Anti-Malaria (Antimalarial
butuhkan dukungan penelitian dan drugs). In Harijanto PN (ed). Malaria: Epide-
miologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis, &
pengembangan obat antimalaria Penanganan. 1st ed. EGC, Jakarta, 2000.
baru.
7. World Health.Organization. The use of anti-
UCAPAN TERIMA KASIH malarial drugs. Report of a WHO Informal
Consultation 13-17 November 2000. WHO/
CDS/RBM/2001.33. Geneva. 2001a.
Ucapan terima kasih kami sampaikan
kepada Kepala Pusat Penelitian dan Pe- 8. Departemen Kesehatan RI. Tes resistensi untuk
ngembangan Program Pemberantasan Pe- P. falciparum. Malaria: No. 9. Direktorat
Jenderal Pencegahan Pemberantasan Penyakit
nyakit, dr. Agus Suwandono, Dr PH yang Menular & Penyehatan Lingkungan Pemuki-
telah mengijinkan makalah ini dipresen- man, 1995.
tasikan dalam Simposium Nasional Pe-
ngendalian Malaria pada tanggal 29-30 9. World Health.Organization. Assessment and
monitoring of antimalarial drug efficacy for the
November 2004 di Surabaya, dan dipubli- treatment of uncomplicated falciparum malaria.
kasikan. WHO/HTM/RBM/2003.50. Geneva. 2003.

8
10.Tjitra E. Tinjauan Hasil Uji Coba Pengobatan
dan Pencegahan Malaria di Beberapa Tempat 15. Taylor WRJ, Widjaja H, Richie TL, Basri H,
Indonesia, 1986-1995. Bull Hlth Studies Ohrt C, Tjitra E, Taufik, Jones TR, Kain KC,
1997b;25(3&4):1-25. and Hoffman SL. Chloroquine/Doxycycline
combination versus chloroquine alone and
11. Price RN, Nosten F, Simpson JA, Luxemburger doxycycline alone for the treatment of Plas-
C, Phaipun L, ter Kuile FO, van Vugt M, modium falciparum and Plasmodium vivax
Chongsuphajaisiddhi T, White NJ. Risk factors malaria in northeastern Irian Jaya, Indonesia.
for gametocyte carriage in uncomplicated Am J Trop Med Hyg 2001;64(5,6):223-228.
falciparum malaria. Am J Trop Med Hyg 1999;
60(6): 1019-23. 16. Tjitra E, Suprianto S, Currie BJ, Morris PS,
Saunders JR, Anstey NM. Therapy of uncom-
12. Price RN, Simpson JA, Nosten F, Luxemburger plicated falciparum malaria: a randomized trial
C, Hkirjaroen L, ter Kuile FO, Chongsup- comparing artesunate plus sulfadoxine-pyri-
hajaisiddhi T and White NJ. Factors contri- methamine versus sulfadoxine-pyrimethamine
buting to anemia after uncomplicated falci- alone in Irian Jaya, Indonesia. Am J Trop Med
parum malaria. Am J Trop Med Hyg 2001; Hyg. 2001 Oct;65(4):309-317.
65(5): 614-22.
17. Pinichpongse S, Doberstyn EB, Cullen JR,
13. World Health.Organization. Antimalarial drug Yisunsri L, Thongsombun Y, Thimasarn K.
combination therapy. Report of a WHO Infor- An evaluation of five regimens for the
mal Consultation 4-5 April 2001. WHO/CDS/ outpatient therapy of falciparum malaria in
RBM/2001.35. Geneva. 2001b. Thailand 1980-81. Bull WHO 1982; 0(6): 907-
912.
14. Tjitra E. Randomised comparative study of the
therapeutic efficacy of sulphadoxine-pyri-
methamine plus primaquine versus combined
chloroquine plus sulphadoxine-pyrimethamine
and primaquine for the treatment of uncom-
plicated falciparum malaria, and chloroquine
plus primaquine versus combined chloroquine
plus sulphadoxine-pyrimethamine and prima-
quine for the treatment of vivax malaria in
Bangka island, Indonesia. (Report of the WHO
funded study). National Institute of Health
Research and Development, Ministry of Health,
Republic Indonesia, Jakarta, Indonesia: 2004.

You might also like