Professional Documents
Culture Documents
Sistem saraf
a. Klasifikasi
b. Fungsi
Talamus
a. Stasiun pemancar untuk semua masukan sinaps
b. Kesadaran kasar akan sensasi
c. Berperan dalam kesadaran
d. Berperan dalam kontrol motorik
Hipotalamus
a. Regulasi banyak fungsi homeostatik, misalnya kontrol suhu, haus,
pengeluaran urin dan asupan makan
b. Penghubung penting antara sistem saraf dan endokrin
c. Banyak terlibat dalam emosi dan pola perilaku dasar
Serebelum
a. Mempertahankan keseimbangan
b. Meningkatkan tonus otot
c. Mengoordinasikan dan merencanakan aktivitas otot sadar terampil
Batang otak (otak tengah, pons dan medula) :
a. Asal dari sebagian besar saraf kranialis perifer
b. Pusat kontrol kardiovaskular, respirasi dan pencernaan
c. Regulasi refleks otot yang berperan dalam keseimbangan dan postur
d. Penerimaan dan interaksi semua input sinaps dari medula spinalis;
pengaktifan korteks serebri dan keadaan terjaga
e. Peran dalam siklus tidur-bangun
a. Vena-vena Otak
Vena cerebri tidak mempunyai jaringan muscular pada dindingnya
yang sangat tipis dan tidak memiliki katup. Vena muncul dari dalam
otak dan terletak di spatium subarachnoideum. Vena ini menembus
arachnoidea mater dan lapisan meningeal dura serta mengalir kedalam
sinus venosus cranii.
Vena cerebri externa bercabang menjadi vena cerebri superior yang
berjalan keatas diatas permukaan lateral hemispherium cerebri dan
bermuara kedalam sinus sagittalis superior. Vena cerebri media
superficialis mengalirkan darah dari permukaan lateral hemispherium
cerebri, vena ini berjalan ke inferior didalam sulcus lateralis dan
bermuara kedalam sinus cavernosus. Vena cerebri media profunda
mengalirkan darah ke insula dan bergabung dengan vena cerebri
anterior dan vena striata untuk membentuk vena basalis. Vena basalis
akhirnya bergabung dengan vena cerebri magna, yang akan bermuara
ke dalam sinus rectus.
Vena cerebri interna ada dua dan vena-vena ini terbentuk dari
gabungan vena thalamo striata dengan vena choroidea di foramen
interventriculare. Kedua vena berjalan ke posterior didalam
telachoroidea ventriculitertii dan keduanya bergabung dibawah
splenium corporiscallosi untuk membentuk vena cerebri magna, yang
akan bermuara kedalam sinus rectus.
Snell RS. Clinical Neuroanatomy 7thed. New York: Lippincott Williams &
Wilkins; 2010.
3. Stroke hemoragik
a. Epidemiologi
Penelitian epidemiologi menunjukan bahwa stroke hemoragik
merupakan 8-13% dari semua stroke di USA, 20-30% stroke di jepang
dan cina sedangkan di asia teggara, kasus stroke hemoragik adalah
sebesar 26% dari semua kasus stroke.
b. Manifestasi klinis
4. Stroke iskemik
a. Patofisiologi
Pada stroke iskemik berkurangnya aliran darah ke otak
menyebabkan hipoksemia daerah regional otak dan menimbulkan
reaksi-reaksi berantai yang berakhir dengan kematian sel-sel otak dan
unsur-unsur pendukungnya. Secara umum daerah regional otak yang
iskemik terdiri dari bagian inti (core) dengan tingkat iskemia terberat
dan berlokasi di sentral. Daerah ini akan menjadi nekrotik dalam
waktu singkat jika tidak ada reperfusi. Di luar daerah coreiskemik
terdapat daerah penumbra iskemik. Sel-sel otak dan jaringan
pendukungnya belum mati akan tetapi sangat berkurang fungsi-
fungsinya dan menyebabkan juga defisit neurologik. Tingkat
iskeminya makin ke perifer makin ringan. Daerah penumbra iskemik,
di luarnya dapat dikelilingi oleh suatu daerah hyperemic akibat adanya
aliran darah kolateral (luxury perfusion area). Daerah penumbra
iskemik inilah yang menjadi sasaran terapi stroke iskemik akut supaya
dapat di reperfusi dan sel-sel otak berfungsi kembali. Reversibilitas
tergantung pada faktor waktu dan jika tak terjadi reperfusi, daerah
penumbra dapat berangsur-angsur mengalami kematian.
Dipandang dari segi biologi molekuler, ada dua mekanisme
kematian sel otak. Pertama proses nekrosis, suatu kematian berupa
ledakan sel akut akibat penghancuran sitoskeleton sel, yang berakibat
timbulnya reaksi inflamasi dan proses fagositosis debris nekrotik.
Proses kematian kedua adalah proses apoptosis atau silent death,
sitoskeleton sel neuron mengalami penciutan atau shrinkage tanpa
adanya reaksi inflamasi seluler. Nekrosis seluler dipicu oleh exitotoxic
injury dan free radical injury akibat bocornya neurotransmitter
glutamate dan aspartat yang sangat toksik terhadap struktur
sitoskeleton otak. Demikian pula lepasnya radikal bebas membakar
membran lipid sel dengan segala akibatnya. Kematian Apoptotic
mungkin lebih berkaitan dengan reaksi rantai kaskade iskemik yang
berlangsung lebih lambat melalui proses kelumpuhan pompa ion
Natrium dan Kalium, yang diikuti proses depolarisasi membran sel
yang berakibat hilangnya kontrol terhadap metabolisme Kalsium dan
Natrium intraseluler. Ini memicu mitokondria untuk melepaskan enzim
caspase-apoptosi.
b. Non neurologik
Pada beberapa proses penyakit yang mengganggu kesadaran,
dapat ditemukan gangguan langsung terhadap aktivitas metabolik sel
saraf di korteks serebri dan nukleus sentral otak. Hipoksia, iskemia
global, hipoglikemia, keadaan hiper dan hipoosmolar, asidosis,
alkalosis, hipokalemia, hiperamonemia, hiperkalsemia, hiperkarbia,
intoksikasi obat dan defisiensi vitamin berat merupakan beberapa
contoh yang telah dikenal. Secara umum, kehilangan kesadaran pada
beberapa keadaan ini sesuai dengan penurunan metabolisme atau aliran
darah serebral. Sebagai contoh, pada iskemia global penurunan aliran
darah otak (cerebral blood flow/CBF) sampai 25ml/menit/100g
jaringan dari keadaan normal 55ml/menit/100g jaringan otak
menyebabkan pelambatan EEG dan sinkop atau gangguan kesadaran;
penurunan CBF sampai di bawah 12-15ml/menit/100g jaringan otak
menyebabkan kesunyian aktivitas elektroserebral, koma dan
pengentian hampir semua fungsi metabolik dan sinaptik neuron. Kadar
yang lebih rendah dapat ditoleransi bila terjadi dalam laju yang lebih
lambat, namun pada dasarnya neuron tidak dapat bertahan bila aliran
darah menurun di bawah 8-10ml/menit/100g jaringan.
Toksin metabolik endogen yang bertanggung jawab terjadinya
koma tidak dapat selalu diindentifikasi. Pada diabetes, badan keton
dapat ditemukan dalam konsentrasi tinggi; pada uremia diduga terjadi
akumulasi toksin-toksin molekular kecil yang dapat didialisis, terutama
turunan asam amino fenolik. Pada koma hepatikum, peningkatan kadar
NH3 darah antara lima sampai enam kali normal berkaitan secara kasar
dengan tingkatan koma. Asidosis laktat dapat mempengaruhi otak
dengan menurunkan pH darat arterial sampai di bawah 7.0. Gangguan
kesadaran yang menyertai insufisiensi pulmonar biasanya terkait
dengan hiperkapnia. Pada hiponatremia (Na+<120 meq/L) oleh sebab
apapun dapat menyebabkan disfungsi neuronal oleh karena pergerakan
air ke dalam sel, sehingga menyebabkan edema neuron dan kehilangan
kalium klorida dari dalam sel. Mekanisme aksi toksin bakterial
terhadap koma masih belum diketahui.
Obat-obatan seperti anestesia umum, alkohol, opiat, barbiturat,
fenitoin, antidepresan dan diazepin dapat menginduksi koma dengan
efek langsung mereka kepada membran neuron di dalam serebrum dan
sistem aktivasi retikular atau kepada neurotransmiter-neurotransmiter
dan reseptor mereka. Zat lainnya, seperti metanol dan etilen glikol,
menyebabkan asidosis metabolik. Meskipun koma oleh karena
penyakit metabolik dan zat racun biasanya berevolusi melalui stadium
mengantuk, kebingungan, dan stupor (dengan urutan terbalik pada saat
pulih dari koma), tiap-tiap penyakit memberikan gambaran klinis yang
khas. Hal ini memberikan kemungkinan bahwa tiap penyakit
mempunyai mekanisme dan lokus spesifik untuk efek metabolik
mereka yang berbeda dari satu penyakit ke penyakit lainnya.
Sumantri S. Setiati S Pendekatan Diagnostik dan Tatalaksana Penurunan
Kesadaran. Jakarta. 2009