You are on page 1of 12

1.

Sistem saraf
a. Klasifikasi

b. Fungsi

Berikut fungsi utama dari komponen otak :


Korteks Serebri
a. Persepsi sensorik
b. Kontrol gerakan sadar
c. Bahasa
d. Sifat kepribadian
e. Proses mental canggih (fungsi luhur) misalnya berpikir, mengingat,
mengambil keputusan, kreativitas dan kesadaran
f. diri
Nukleus basal
a. Inhibisi tonus otot
b. Koordinasi gerakan lambat, menetap
c. Menekan pola gerakan yang tidak bermanfaat

Talamus
a. Stasiun pemancar untuk semua masukan sinaps
b. Kesadaran kasar akan sensasi
c. Berperan dalam kesadaran
d. Berperan dalam kontrol motorik
Hipotalamus
a. Regulasi banyak fungsi homeostatik, misalnya kontrol suhu, haus,
pengeluaran urin dan asupan makan
b. Penghubung penting antara sistem saraf dan endokrin
c. Banyak terlibat dalam emosi dan pola perilaku dasar
Serebelum
a. Mempertahankan keseimbangan
b. Meningkatkan tonus otot
c. Mengoordinasikan dan merencanakan aktivitas otot sadar terampil
Batang otak (otak tengah, pons dan medula) :
a. Asal dari sebagian besar saraf kranialis perifer
b. Pusat kontrol kardiovaskular, respirasi dan pencernaan
c. Regulasi refleks otot yang berperan dalam keseimbangan dan postur
d. Penerimaan dan interaksi semua input sinaps dari medula spinalis;
pengaktifan korteks serebri dan keadaan terjaga
e. Peran dalam siklus tidur-bangun

Gambar dibawah ini memperlihatkan fungsi bagian setiap korteks pada


otak.
Gambar 1.4. Fungsi korteks otak2

Gambar 1.5. Homunkulus sensorik dan motorik2


2. Vaskularisasi sistem saraf
a. Arteri otak
Otak diperdarahi oleh dua arteri karotis dan dua arteri vertebralis.
Keempat arteri terletak didalam spatium subarachnoideum, dan
cabang-cabangnya beranastomosis pada permukaan inferior otak untuk
membentuk ciculus willisi. Arteri karotis interna, setelah memisahkan
diri dari arteri karotis komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak
melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus kavernosus,
mempercabangkan arteri untuk nervus optikus dan retina, akhirnya
bercabang dua : arteri serebri anterior dan arteri serebri media.Arteri
karotis interna memberikan vaskularisasi pada regio sentral dan lateral
hemisfer. Cabang pars cerebralis :
a. Arteria oftalmika : memperdarahi mata dan struktur-
struktur orbitalainnya dan cabang-cabang terminalnya
memperdarahi daerah frontal kulitkepala, sinus ethmoidalis, sinus
frontalis dan dorsum nasi.
b. Arteria komunikans posterior :membentuk ciculus willisi.
c. Arteria koroidea : membentuk cabang-cabang kecil
seperti crus cerebri, corpus geniculatum laterale, tractus opticus
dan capsula interna.
d. Arteria serebri anterior : memberikan vaskularisasi pada
korteks frontalis, parietalis bagian tengah, korpus kalosum,
beberapa cabang sentral memperdarahi nucleus lentiformis,
capsula interna dan nukleus kaudatus.
e. Arterai serebri media : memberikan vaskularisasi pada
korteks lobus frontalis, parietalis dan temporalis.
Sistem vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri
yang berpangkal di arteri subklavia, menuju dasar tengkorak melalui
kanalis transversalis di kolumna vertebralis servikalis, masuk rongga
kranium melalui foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-
masing sepasang arteri serebeli inferior. Pada batas medula oblongata
dan pons, keduanya bersatumenjadi arteri basilaris dan setelah
mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada tingkat mesensefalon,
arteri basilaris berakhir sebagai sepasang cabang arteri serebri
posterior.Arteri vertebralis memberikan vaskularisasi pada batang otak
dan medula spinalis atas.
Cabang pars cranialis :
a. Rami meningei memperdarahi tulang serta dura di fossa cranii
posterior.
b. Arteria spinalis posterior memperdarahi sepertiga bagian posterior
medulla spinalis.
c. Arteria spinalis anterior memperdarahi dua pertiga bagian anterior
medulla spinalis
d. Arteria inferior posterior cerebelli memperdarahi permukaan
inferior vermis, nuclei centralescerebelli dan permukaan bawah
hemisferium cerebelli, serta memperdarahi medulla oblongata dan
plexus choroideus vebtriculiquarti.
e. Arteria medullaris memperdarahi medulla oblongata. Arteri
basilaris memberikan vaskularisasi pada pons. Arteri ini memiliki
cabang yaitu arteria pontis, arterialabyrinthi, arteria inferior
anterior cerebelli, arteria superior cerebelli, arteriaserebri posterior
yang memberikan vaskularisasi pada lobus temporalis, oksipitalis,
sebagian kapsula interna, talamus, hipokampus, korpus
genikulatum dan mamilaria, pleksus koroid dan batang otak bagian
atas.
Circulus Willisi dibentuk oleh kedua arteria carotis interna dan
kedua arteria vertebralis. Berikut yang membentuk sirkulus yaitu
arteria communicans anterior, arteria cerebri anterior, arteria carotis
interna, arteria communicans posterior, arteria cerebri posterior dan
arteria basilaris. Circulus Willisi memperdarahi kedua hemisferium
cerebri.
Corpus striatun dan capsula interna mendapat darah dari rami
centraless triatae mediales dan laterals arteriae cerebri mediae.
Thalamus diperdarahi oleh cabang arteria communicans posterior,
arteria basilaris dan arteria cerebri posterior. Mesencephalon
diperdarahi oleh arteriacerebri posterior, arteria superior cerebella dan
arteria basilaris. Pons diperdarahi arteria basilaris dan arteria anterior,
inferior dan superior cerebelli. Medulla oblongata diperdarahi oleh
arteria vertebralis, arteria spinalis anterior dan posterior, arteria inferior
posterior cerebella dan arteria basilaris. Cerebellum
diperdarahioleharteriacerebelli superior, inferior anterior cerebellidan
inferior posterior cerebelli.
Aliran darah cerebri dapat diukur melalui injeksi intracarotis atau
inhalasi krypton atau xenon radioaktif. Aliran darah otak 50-60 ml per
100 gram otak per menit dianggap normal.
Gambar 1. Arteri yang memperdarahi otak

a. Vena-vena Otak
Vena cerebri tidak mempunyai jaringan muscular pada dindingnya
yang sangat tipis dan tidak memiliki katup. Vena muncul dari dalam
otak dan terletak di spatium subarachnoideum. Vena ini menembus
arachnoidea mater dan lapisan meningeal dura serta mengalir kedalam
sinus venosus cranii.
Vena cerebri externa bercabang menjadi vena cerebri superior yang
berjalan keatas diatas permukaan lateral hemispherium cerebri dan
bermuara kedalam sinus sagittalis superior. Vena cerebri media
superficialis mengalirkan darah dari permukaan lateral hemispherium
cerebri, vena ini berjalan ke inferior didalam sulcus lateralis dan
bermuara kedalam sinus cavernosus. Vena cerebri media profunda
mengalirkan darah ke insula dan bergabung dengan vena cerebri
anterior dan vena striata untuk membentuk vena basalis. Vena basalis
akhirnya bergabung dengan vena cerebri magna, yang akan bermuara
ke dalam sinus rectus.
Vena cerebri interna ada dua dan vena-vena ini terbentuk dari
gabungan vena thalamo striata dengan vena choroidea di foramen
interventriculare. Kedua vena berjalan ke posterior didalam
telachoroidea ventriculitertii dan keduanya bergabung dibawah
splenium corporiscallosi untuk membentuk vena cerebri magna, yang
akan bermuara kedalam sinus rectus.
Snell RS. Clinical Neuroanatomy 7thed. New York: Lippincott Williams &
Wilkins; 2010.

3. Stroke hemoragik
a. Epidemiologi
Penelitian epidemiologi menunjukan bahwa stroke hemoragik
merupakan 8-13% dari semua stroke di USA, 20-30% stroke di jepang
dan cina sedangkan di asia teggara, kasus stroke hemoragik adalah
sebesar 26% dari semua kasus stroke.

Susilo, Hendro. Simposium Stroke, Patofisiologi Dan Penanganan Stroke,


Suatu Pendekatan Baru. Bangkalan.2007
Penelitian Kesehatan Dasar Indonesia 2007 di 33 provinsi
menunjukkan bahwa prevalensi stroke adalah 8,2 per 1000 penduduk,
dan prevalensi tertinggi berasal dari provinsi Aceh (16,6 / ). Stroke
juga merupakan pembunuh nomor 1 di Indonesia (15,4%), Metode:
Penelitian observasional prospektif dilakukan dari bulan Oktober 2012
sampai April 2013 dengan 11 rumah sakit terlibat dalam penelitian
epidemiologi ini. Hasil: 1807 pasien stroke yang dikumpulkan dari
Oktober 2012 - April 2013, stroke iskemik menyumbang sebagian
besar kasus (67,1%) dan hemoragik adalah 32,9%. dan hipertensi
merupakan faktor risiko yang paling umum untuk kedua perdarahan
(71,2%) dan stroke iskemik (63,4%), diikuti oleh diabetes melitus dan
dislipidemia. Kematian tercatat 20,3% kematian setelah 48 jam, 18,3%
48hours pada stroke hemoragik, dibandingkan dengan 8,3%
kematian pada stroke iskemik setelah 48 jam, dan 3,5% 48 jam

Karyana,M.et al. Indonesia Stroke Registry. Neurology. 82 (10). 2014

b. Manifestasi klinis

4. Stroke iskemik
a. Patofisiologi
Pada stroke iskemik berkurangnya aliran darah ke otak
menyebabkan hipoksemia daerah regional otak dan menimbulkan
reaksi-reaksi berantai yang berakhir dengan kematian sel-sel otak dan
unsur-unsur pendukungnya. Secara umum daerah regional otak yang
iskemik terdiri dari bagian inti (core) dengan tingkat iskemia terberat
dan berlokasi di sentral. Daerah ini akan menjadi nekrotik dalam
waktu singkat jika tidak ada reperfusi. Di luar daerah coreiskemik
terdapat daerah penumbra iskemik. Sel-sel otak dan jaringan
pendukungnya belum mati akan tetapi sangat berkurang fungsi-
fungsinya dan menyebabkan juga defisit neurologik. Tingkat
iskeminya makin ke perifer makin ringan. Daerah penumbra iskemik,
di luarnya dapat dikelilingi oleh suatu daerah hyperemic akibat adanya
aliran darah kolateral (luxury perfusion area). Daerah penumbra
iskemik inilah yang menjadi sasaran terapi stroke iskemik akut supaya
dapat di reperfusi dan sel-sel otak berfungsi kembali. Reversibilitas
tergantung pada faktor waktu dan jika tak terjadi reperfusi, daerah
penumbra dapat berangsur-angsur mengalami kematian.
Dipandang dari segi biologi molekuler, ada dua mekanisme
kematian sel otak. Pertama proses nekrosis, suatu kematian berupa
ledakan sel akut akibat penghancuran sitoskeleton sel, yang berakibat
timbulnya reaksi inflamasi dan proses fagositosis debris nekrotik.
Proses kematian kedua adalah proses apoptosis atau silent death,
sitoskeleton sel neuron mengalami penciutan atau shrinkage tanpa
adanya reaksi inflamasi seluler. Nekrosis seluler dipicu oleh exitotoxic
injury dan free radical injury akibat bocornya neurotransmitter
glutamate dan aspartat yang sangat toksik terhadap struktur
sitoskeleton otak. Demikian pula lepasnya radikal bebas membakar
membran lipid sel dengan segala akibatnya. Kematian Apoptotic
mungkin lebih berkaitan dengan reaksi rantai kaskade iskemik yang
berlangsung lebih lambat melalui proses kelumpuhan pompa ion
Natrium dan Kalium, yang diikuti proses depolarisasi membran sel
yang berakibat hilangnya kontrol terhadap metabolisme Kalsium dan
Natrium intraseluler. Ini memicu mitokondria untuk melepaskan enzim
caspase-apoptosi.

Misbach, J. Stroke, AspekDiagnostik, Patofisiologi, Manajemen, edisipertama,


BP FK Universitas Indonesia, Jakarta.2007

5. patofisiologi penurunan kesadaran dan gangguan nafas


patofisiologi penurunan kesadaran
a. Neurologik
1. Lesi Supratentorial
Pada lesi supratentorial terjadi kerusakan langsung pada
jaringan otak atau akibat penggeseran dan kompresi pada ascending
reticular activating system (ARAS) karena proses tersebut maupun
oleh gangguan vaskularisasi dan edema yang di akibatkannya.
Proses ini menjalar secara radial dari lokasi lesi kemudia kea rah
rostro-kaudal sepanjang batang otak.
2. Lesi Infratentorial
Pada lesi infratentorial, gangguan kesadaran dapat terjadi
karena kerusakan ARAS baik oleh proses intrinsik pada batang otak
maupun proses ekstrinsiknya.
Harsono. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press; 2011.

b. Non neurologik
Pada beberapa proses penyakit yang mengganggu kesadaran,
dapat ditemukan gangguan langsung terhadap aktivitas metabolik sel
saraf di korteks serebri dan nukleus sentral otak. Hipoksia, iskemia
global, hipoglikemia, keadaan hiper dan hipoosmolar, asidosis,
alkalosis, hipokalemia, hiperamonemia, hiperkalsemia, hiperkarbia,
intoksikasi obat dan defisiensi vitamin berat merupakan beberapa
contoh yang telah dikenal. Secara umum, kehilangan kesadaran pada
beberapa keadaan ini sesuai dengan penurunan metabolisme atau aliran
darah serebral. Sebagai contoh, pada iskemia global penurunan aliran
darah otak (cerebral blood flow/CBF) sampai 25ml/menit/100g
jaringan dari keadaan normal 55ml/menit/100g jaringan otak
menyebabkan pelambatan EEG dan sinkop atau gangguan kesadaran;
penurunan CBF sampai di bawah 12-15ml/menit/100g jaringan otak
menyebabkan kesunyian aktivitas elektroserebral, koma dan
pengentian hampir semua fungsi metabolik dan sinaptik neuron. Kadar
yang lebih rendah dapat ditoleransi bila terjadi dalam laju yang lebih
lambat, namun pada dasarnya neuron tidak dapat bertahan bila aliran
darah menurun di bawah 8-10ml/menit/100g jaringan.
Toksin metabolik endogen yang bertanggung jawab terjadinya
koma tidak dapat selalu diindentifikasi. Pada diabetes, badan keton
dapat ditemukan dalam konsentrasi tinggi; pada uremia diduga terjadi
akumulasi toksin-toksin molekular kecil yang dapat didialisis, terutama
turunan asam amino fenolik. Pada koma hepatikum, peningkatan kadar
NH3 darah antara lima sampai enam kali normal berkaitan secara kasar
dengan tingkatan koma. Asidosis laktat dapat mempengaruhi otak
dengan menurunkan pH darat arterial sampai di bawah 7.0. Gangguan
kesadaran yang menyertai insufisiensi pulmonar biasanya terkait
dengan hiperkapnia. Pada hiponatremia (Na+<120 meq/L) oleh sebab
apapun dapat menyebabkan disfungsi neuronal oleh karena pergerakan
air ke dalam sel, sehingga menyebabkan edema neuron dan kehilangan
kalium klorida dari dalam sel. Mekanisme aksi toksin bakterial
terhadap koma masih belum diketahui.
Obat-obatan seperti anestesia umum, alkohol, opiat, barbiturat,
fenitoin, antidepresan dan diazepin dapat menginduksi koma dengan
efek langsung mereka kepada membran neuron di dalam serebrum dan
sistem aktivasi retikular atau kepada neurotransmiter-neurotransmiter
dan reseptor mereka. Zat lainnya, seperti metanol dan etilen glikol,
menyebabkan asidosis metabolik. Meskipun koma oleh karena
penyakit metabolik dan zat racun biasanya berevolusi melalui stadium
mengantuk, kebingungan, dan stupor (dengan urutan terbalik pada saat
pulih dari koma), tiap-tiap penyakit memberikan gambaran klinis yang
khas. Hal ini memberikan kemungkinan bahwa tiap penyakit
mempunyai mekanisme dan lokus spesifik untuk efek metabolik
mereka yang berbeda dari satu penyakit ke penyakit lainnya.
Sumantri S. Setiati S Pendekatan Diagnostik dan Tatalaksana Penurunan
Kesadaran. Jakarta. 2009

You might also like