You are on page 1of 23

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN

HIPOGLIKEMIA

KELOMPOK : 1

PSIK 3.1

ADEK IRAWAN RAMBE

AGNES MARGARETHA SITUMEANG

JAMIDAN

LICY WARMAN MANALU

ULFA LIANA

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
TA 2017
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan kesehatan pada penulis, dan atas berkat rahmat dan karuniaNya sehingga penulis
dapat menyelesaikan Makalah ini dengan judul Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Tiroid : Tiroiditis .
Penulisan makalah ini merupakan salah satu syarat untuk memenuhi tugas Endokrin I.
Makalah ini dapat diselesaikan berkat bantuan pihak terkait. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pihak yang membantu baik secara
moral maupun material, terutama kepada :
1. Dr. Ivan Elisabeth Purba, M.Kes, selaku Rektor Universitas Sari Mutiara Indonesia
2. Taruli Yohana Sinaga, M.KM, selaku Dekan Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan
Universitas Sari Mutiara Indonesia
3. Ns. Rinco Siregar, S.Kep, MNS, selaku ketua Program Studi Ners Fakultas Farmasi
dan Ilmu Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia
4. Ns. Jek Amidos Pardede, M.kep, Sp. Kep.J, selaku Koordinator Profesi Ners
Universitas Sari Mutiara Indonesia
5. Ns. Agnes Marbun, S.Kep, Selaku Dosen pengajar Endokrin I Universitas Sari
Mutiara Indonesia
6. Ns. Laura Siregar, M. Kep, Selaku Dosen pengajar Endokrin I Universitas Sari
Mutiara Indonesia
7. Ns. Galvani Volta, M.Kep, , Selaku Dosen pengajar Endokrin I Universitas Sari
Mutiara Indonesia
8. Seluruh Dosen Program Studi Ners Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan Universitas
Sari Mutiara Indonesia
9. Seluruh staff Program Studi Ners Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan Universitas
Sari Mutiara Indonesia.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, dengan demikian penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka
penyempurnaan makalah ini, sehingga dapat bermanfaat bagi seluruh pihak, akhir kata
penulis mengucapkan terimah kasih.

Medan, 27 Oktober 2017


Penulis Kelompok 1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


DAFTAR ISI................................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2 Tujuan....................................................................................... 1
1.2.1. Tujuan Umum ................................................................. 1
1.2.2. Tujuan Khusus ................................................................ 1
1.3 Manfaat ....................................................................................... 1

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS MEDIS7


2.1 Definisi .................................................................................... 7
2.2 Anatomi Fisiologi ...................................................................... 10
2.3 Etiologi ..................................................................................... 10
2.4 Manifestasi Klinis .................................................................... 12
2.5 Klasifikasi .................................................................................. 13
2.6 Komplikasi ................................................................................ 14
2.7 Patofisiologi............................................................................... 15
2.8 Pathway ..................................................................................... 16
2.9 Pemeriksaan Diagnostik ............................................................ 16
2.10 Penatalaksanaan....................................................................... 16

BAB 3 TINJAUAN TEORITIS KEPERAWATAN


3.1 Pengkajian ................................................................................ 19
3.2 Diagnosa keperawatan.............................................................. 22
3.3 Intervensi .................................................................................. 22
BAB 4 PENUTUP
5.1 Kesimpulan............................................................................... 31
5.2 Saran ......................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 latar Belakang

Hipoglikemia adalah keadaan kadar gula darah di bawah nilai normal ( < 45 50 mg /
dL). Hipoglikemia perlu dicegah pada pasien diabetes yang mendapatkan terapi pengendalian
kadar glukosa darah karena dapat menyebabkan kematian apabila kadar gula darah tidak
segera ditingkatkan. 1 Hipoglikemia adalah salah satu komplikasi yang dihadapi oleh
penderita diabetes melitus. Tidak seperti nefropati diabetik ataupun retinopati diabetik yang
berlangsung secara kronis, hipoglikemia dapat terjadi secara akut dan tiba tiba dan dapat
mengancam nyawa.2 Hal tersebut disebabkan karena glukosa adalah satu satunya sumber
energi otak dan hanya dapat diperoleh dari sirkulasi darah karena jaringan otak tidak
memiliki cadangan glukosa. Kadar gula darah yang rendah pada kondisi hipoglikemia dapat
menyebabkan kerusakan sel sel otak. Kondisi inilah yang menyebabkan hipoglikemia
memiliki efek yang fatal bagi penyandang diabetes melitus, di mana 2% 4% kematian
penderita diabetes melitus disebabkan oleh hipoglikemia. 2,3 Gejala yang muncul saat terjadi
hipoglikemia dapat dikategorikan sebagai gejala neuroglikopenik dan neurogenik (otonom).
Gejala neuroglikopenik merupakan dampak langsung dari defisit glukosa pada sel sel
neuron sistem saraf pusat, meliputi perubahan perilaku, pusing, lemas, kejang, kehilangan
kesadaran, dan apabila hipoglikemia berlangsung lebih lama dapat mengakibatkan terjadinya
kematian. Gejala neurogenik (otonom) meliputi berdebar debar, tremor, dan anxietas (gejala
adrenergik) dan berkeringat, rasa lapar, dan paresthesia (gejala kolinergik).

Gejala gejala yang dialami pada kejadian hipoglikemia pada penderita diabetes bukan hanya
mengganggu kesehatan pasien, namun juga mengganggu kehidupan psikososial dari pasien tersebut
2,3 Hipoglikemia dapat dialami oleh semua penderita diabetes melitus (DM) dalam terapi
pengendalian kadar gula darah, di mana pasien DM tipe 1 dapat lebih sering mengalami hipoglikemia
dibandingkan dengan pasien DM tipe 2. Pasien DM Tipe 1 dapat mengalami 2 episode hipoglikemia
asimptomatis dalam 1 minggu dan mengalami 1 kali serangan hipoglikemia berat setiap tahun. Pada
DM tipe 2 didapatkan kejadian hipoglikemia berat terjadi 3 72 episode per 100 pasien per tahun 2,4
Hipoglikemia merupakan faktor penyulit dalam pengendalian kadar gula darah penderita diabetes
melitus 2 Jumlah penderita hipoglikemia pada diabetes di Indonesia senada dengan prevalensi
diabetes di Indonesia yaitu 1,1% secara nasional dan 5,7% pada penduduk perkotaan di Indonesia.
Prevalensi diabetes tersebut berbeda beda di berbagai provinsi dan prevalensi diabetes di daerah
perkotaan di Jawa Tengah sebesar 7,8%.5
1.2 Tujuan
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Endokrin I, untuk
mengeksplorasi secara lebih dalam tentang Asuhan keperawatan pada Klien
Hipoglikemia.

1.3 Manfaat
Memahami defenisi Hipoglikemia
Mengetahui anatomi fisiologis Hipoglikemia
Mengetahui etiologi dari Hipoglikemia
Mengetahui manifestasi klinis pada Hipoglikemia
Mengetahui apa saja klasifikasi dari Hipoglikemia
Mengetahui komplikasi dari Hipoglikemia
Mengetahui bagaimana patofisiologi dari Hipoglikemia
Mengetahui bagaimana pathway dari Hipoglikemia
Mengetahui bagaimana pemeriksaan diagnostik dalam menangani kasus
Hipoglikemia
Mengetahui bagaimana penatalaksanaan dalam menangani kasus Hipoglikemia
Memahami asuhan keperawatan dengan diagnosa medis Hipoglikemia
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS MEDIS

2.1 Defenisi Hipoglikemia

Hipoglikemia didefinisikan sebagai keadaan di mana kadar glukosa plasma lebih


rendah dari 45 mg/dl 50 mg/dl.2 Bauduceau, dkk mendefinisikan hipoglikemia sebagai
keadaan di mana kadar gula darah di bawah 60 mg/dl disertai adanya gelaja klinis pada
penderita. 7 Pasien diabetes yang tidak terkontrol dapat mengalami gejala hipoglikemia pada
kadar gula darah yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang normal, sedangkan pada
pasien diabetes dengan pengendalian gula darah yang ketat (sering mengalami hipoglikemia)
dapat mentoleransi kadar gula darah yang rendah tanpa mengalami gejala hipoglikemia.2
Pendekatan diagnosis kejadian hipoglikemia juga dilakukan dengan bantuan Whipples Triad
yang meliputi: keluhan yang berhubungan dengan hipoglikemia, kadar glukosa plasma yang
rendah, dan perbaikan kondisi setelah perbaikan kadar gula darah.

2.2 Anatomi dan Fisiologi

a. Pengaturan Kadar Glukosa Darah

Peristiwa glukoneogenesis berperan penting dalam penyediaan energi bagi kebutuhan tubuh,
khususnya sistem saraf dan peredaran darah (eritrosit). Kegagalan glukoneogenesis berakibat
FATAL, yaitu terjadinya DISFUNGSI OTAK yang berakibat KOMA dan kematian. Hal ini
terjadi bilamana kadar glukosa darah berada di bawah nilai kritis. Nilai normal laboratoris
dari glukosa dalam darah ialah : 65 110 ml/dL atau 3.6 6.1 mmol/L. Setelah penyerapan
makanan kadar glukosa darah pada manusia berkisar antara 4.5 5.5 mmol/L. Jika orang
tersebut makan karbohidrat kadarnya akan naik menjadi sekitar 6.5 7.2 mmol/L. Saat puasa
kadar glukosa darah turun berkisar 3.3 3.9 mmol/L.

Pengaturan kadar glukosa darah dilakukan melalui mekanisme metabolik dan hormonal.
pengaturan tersebut termasuk bagian dari homeostatik. Aktivitas metabolik yang mengatur
kadar glukosa darah dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain : (1) Mutu dan Jumlah
Glikolisis dan glukoneogenesis, (2) Aktivitas enzim-enzim, seperti glukokinase dan
heksokinase.hormon penting yang memainkan peranan sentral dalam pengaturan kadar
glukosa darah adalah insulin. insulin dihasilkan dari sel-sel b dari pulau-pulau langerhans
pankreas dan disekresikan langsung ke dalam darah sebagai reaksi langsung bila keadaan
hiperglikemia.
Proses pelepasan insulin dari sel B pulau Langerhans Pankreas dijelaskan sebagi berikut :
Glukosa dengan bebas dapat memasuki sel-sel B Langerhans karena adanya Transporter
glut 2. glukosa kemudian difosforilasi oleh enzim glukokinase yang kadarnya tinggi.
Konsentrasi glukosa darah mempengaruhi kecepatan pembentukan ATP dari proses
glikolisis, glukoneogenesis, siklus Kreb dan Electron Transport System di mitokondria.
Peningkatan produksi ATP akan menghambat pompa kalium ( K+ pump) sehingga
membran sel-sel B mengalami depolarisasi sehingga ion-ion Kalsium ( Ca2+ ) masuk ke
dalam membran dan mendorong terjadinya eksositosis insulin. Selanjutnya insulin dibawa
darah dan mengubah glukosa yang kadarnya tinggi menjadi glikogen.
Enzim yang kerjanya berlawanan dengan insulin adalah glukagon. glukoagon dihasilkan
oleh sel-sel a langerhans pankreas. sekresi hormon ini distimulasi oleh keadaan hipoglikemia.
bila glukoagon yang dibawa darah sampai di hepar maka akan mengaktifkan kerja enzim
fosforilase sehingga mendorong terjadinya glukoneogenesis.

2.3 Etiologi Hipoglikemia

Dosis pemberian insulin yang kurang tepat, kurangnya asupan karbohidrat karena
menunda atau melewatkan makan, konsumsi alkohol, peningkatan pemanfaatan karbohidrat
karena latihan atau penurunan berat badan (Kedia, 2011).

Menurut Sabatine (2006),Hipoglikemia dapat terjadi pada penderita Diabetes dan Non
Diabetes dengan etiologi sebagai berikut :

1. Pada Diabetes
Dosis insulin atau obat lainnya yang terlalu tinggi, yang diberikan kepada
penderita diabetes untuk menurunkan kadar gula darahnya (Overdose insulin)
Asupan makan yang lebih dari kurang (tertunda atau lupa, terlalu sedikit,
output yang berlebihan seperti adanya gejala muntah dan diare, serta diet
yang berlebih).
Kelainan pada kelenjar hipofisa atau kelenjar adrenal (mis. Hipotiroid)
Aktivitas berlebih
Gagal ginjal

2. Pada Non Diabetes


Kelainan pada penyimpanan karbohidrat atau pembentukan glukosa di hati
Pelepasan insulin yang berlebihan oleh pancreas
Paska aktivitas
Konsumsi makanan yang sedikit kalori
Konsumsi alcohol
Paska melahirkan
Post gastrectomy
Penggunaan obat dalam jumlah yang berlebih (mis. Salisilat, sulfonamide)

2.4 Faktor Resiko Hipoglikemia

Terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko hipoglikemia pada


penderita diabetes (kedia 2011), yaitu

Gangguan kesadaran hipoglikemi, merupakan faktor resiko utama,


ketidaksadarantersebut berarti ada ketidakmampuan untuk mendeteksi terjadinya
hipoglikemia dan akibatnya, indivdu cenderung kurang untuk memulai tindakan
korektif cepat dan lebih cenderung menderita episode parah.
Usia muda, karena kesadaran tentang tanda-tanda dan gejala yang lebih rendah

Faktor predisposisi terjadinya hipoglikemia pada pasien yang mendapat pengobatan insulin
atau sulfonylure (Mansjoer A, 1999), yaitu :

a. Pengurangan/keterlambatan makan
b. Kesalalahan dosis obat
c. Latihan jasmani yang berlebihan
d. Penurunan kebutuhan insulin
e. Penyembuhan dari penyakit
f. Nefropati diabetic
g. Hipotiroidisme
h. Penyakit Addison
i. Hipopituitarisme
j. Hari-hari pertama persalinan
k. Penyakit hati berat

2.5 Klasifikasi Hipoglikemia

Hipoglikemia menurut Setyohadi (2012) dan Thompson (2011) diklasifikasikan


sebagai berikut :
1. Ringan (glukosa darah 50-60 mg/Terjadi jika kadar glukosa darah menurun dan
sistem saraf simpatik akan terangsang, pelimpahan adrenalin ke darah menyebabkan
gejala : tumor, kegelisahan, rasa lapar, dll.
2. Sedang (glukosa darah <50 mg/dL
Penurunan kadar glukosa dapat menyebakan sel2 otak tidak memperoleh bahan bakar
untuk bekerja dengan baik. Tanda-tanda gangguan fungsi sistem saraf pusat
mencakup ketidakmampuan berkonsentrasi, penurunan daya ingat, penglihatan
ganda, peasaan ingin pingsan.
3. Berat (glukosa darah < 35 mg/dL)
Terjadi gangguan pada sistem saraf pusat, sehingga pasien memerlukan pertolongan
orang lain untuk mengatasi hipoglikemia. Gejalanya : serangan kejang, sulit
dibangunkan bahkan kehilangan kesadaran.

Hipoglikemia spontan pada orang dewasa dibedakan atas dua tipe, yaitu :

1. Hipoglikemia puasa
Hipoglikemia puasa biasanya timbul menyertai penyakit endokrin tertentu, seperti
hipopituitarisme, penyakit Addison, atau mixedema; terkait dengan malfungsi hepar,
seperti alkoholisme akut dan gagal hati; pada orang dengan penyakit ginjal, terutama
pada pasien yang memerlukan dialisis. Pada keadaan ini hipoglikemia nyata tampilan
sekunder. Jika hipoglikemia puasa ini merupakan manifestasi primer, maka
penyebabnya mungkin a) hiperinsulinemia akibat tumor sel b pankreas atau karena
pemberian insulin atau pobat sulfonilurea dosis berlebihan; b) akibat sekresi insulin
tumor ekstra-pankreatik.

2. Hipoglikemia pasca-sarapan (postprandial)


Hipoglikemia reaktif dapat dibagi menjadi awal (2-3 jam sesudah makan) dan lambat
(35 jam pasca-sarapan). Hipoglikemia awal (alimentary) timbul jika ada pengeluaran
KH yang cepat dari lambung kedalam usus halus, diikuti dengan peninggian absorpsi
glukosa dan hiperinsulinemia. Hal ini terlihat pada pasien pasca-gastrektomi
(sindroma dumping). Ada pula yang bersifat fungsional sebagai tanda adanya
overaktivitas saraf parasimpatik yang dimediasi saraf vagus. Pada beberapa keadaan
yang jarang dijumpai adanya defek pada hormon kontra-regulasi, seperti pada
defisiensi growth hormone, glukagon, kortisol, atau respon autonomik.
2.6 Manifestasi Klinis Hipoglikemia

Gejala dan tanda dari hipoglikemia merupakan akibat dari aktivasi sistem saraf
otonom dan neuroglikopenia. Pada pasien dengan usia lajut dan pasien yang mengalami
hipoglikemia berulang, respon sistem saraf otonom dapat berkurang sehingga pasien yang
mengalami hipoglikemia tidak menyadari kalau kadar gula darahnya rendah (hypoglycemia
unawareness). Kejadian ini dapat memperberat akibat dari hipoglikemia karena penderita
terlambat untuk mengkonsumsi glukosa untuk meningkatkan kadar gula darahnya.

Gejala umum penderita Hipoglikemia :


1. Keringat dingin
2. Letih
3. Sakit kepala
4. Lapar
5. Iritabilitas
6. Tidak enak badan
7. Denyut nadi cepat
8. Menggigil
9. Mual-muntah
10. Hipotensi
11. Pucat dan kulit dingin
12. Pandangan kabur
13. Keluar banyak keringat
14. Tremor

2.7 Patofisiologi Hipoglikemia

Dalam diabetes, hipoglikemia terjadi akibat kelebihan insulin relative ataupun absolute dan
juga gangguan pertahanan fisiologis yaitu penurunan plasma glukosa. Mekanisme pertahanan
fisiologis dapat menjaga keseimbangan kadar glukosa darah, baik pada penderita diabetes
tipe I ataupun pada penderita diabetes tipe II. Glukosa sendiri merupakan bahan bakar
metabolisme yang harus ada untuk otak. Efek hipoglikemia terutama berkaitan dengan sistem
saraf pusat, sistem pencernaan dan sistem peredaran darah (Kedia, 2011).

Glukosa merupakan bahan bakar metabolisme yang utama untuk otak. Selain itu otak tidak
dapat mensintesis glukosa dan hanyamenyimpan cadangan glukosa (dalam bentuk glikogen)
dalam jumlah yang sangat sedikit. Oleh karena itu, fungsi otak yang normal sangat
tergantung pada konsentrasi asupan glukosa dan sirkulasi. Gangguan pasokan glukosa dapat
menimbulkan disfungsi sistem saraf pusat sehingga terjadi penurunan suplai glukosa ke otak.
Karena terjadi penurunan suplay glukosa ke otak dapat menyebabkan terjadinya penurunan
suplay oksigen ke otak sehingga akan menyebabkan pusing,bingung, lemah (Kedia, 2011).

Konsentrasi glukosa darah normal, sekitar 70 110 mg/dL. Penurunan kosentrasi glukosa
darah akan memicu respon tubuh, yaitu penurunan kosentrasi insulin secara fisiologis seiring
dengan turunnya kosentrasi glukosa darah, peningkatan kosentrasi glucagon dan epineprin
sebagai respon neuroendokrin pada kosentrasi glukosa darah di bawah batas normal, dan
timbulnya gejala gejala neurologic (autonom) dan penurunan kesadaran pada kosentrasi
glukosa darah di bawah batas normal(Setyohadi, 2012). Penurunan kesadaran akan
mengakibatkan depresan pusat pernapasan sehingga akan mengakibatkan pola nafas tidak
efektif(Carpenito, 2007)

Kosentrasi glukosa darah, peningkatan kosentrasi glucagon dan epineprinsebagai respon


neuroendokrin pada kosentrasi glukosa darah di bawahbatas normal, dan timbulnya
gejala gejala neurologic (autonom) danpenurunan kesadaran pada kosentrasi glukosa darah di
bawah batas normal(Setyohadi, 2012).

Penurunan kesadaran akan mengakibatkan depresan pusat pernapasan sehingga akan


mengakibatkan pola nafas tidak efektif (Carpenito, 2007).Batas kosentrasi glukosa
darah berkaitan erat dengan system hormonal, persyarafan dan pengaturan produksi glukosa
endogen serta penggunaan glukosa oleh organ perifer. Insulin memegang peranan
utama dalam pengaturan kosentrasi glukosa darah. Apabila konsentrasi glukosa darah
menurun melewati batas bawah konsentrasi normal, hormon-hormonkonstraregulasi akan
melepaskan. Dalam hal ini, glucagon yang diproduksioleh sel pankreas berperan
penting sebagai pertahanan utama terhadaphipoglikemia. Selanjutnya epinefrin, kortisol dan
hormon pertumbuhan jugaberperan meningkatkan produksi dan mengurangi penggunaan
glukosa.Glukagon dan epinefrin merupakan dua hormon yang disekresi pada
kejadian hipoglikemia akut. Glukagon hanya bekerja dalam hati. Glukagon mula-mula
meningkatkan glikogenolisis dan kemudian glukoneogenesis, sehingga terjadi penurunan
energi akan menyebabkan ketidakstabilan kadar glukosa darah (Herdman, 2010),

Penurunan kadar glukosa darah juga menyebabkan terjadi penurunan perfusi jaringan perifer,
sehingga epineprin juga merangsang lipolisis di jaringan lemak serta proteolisis di otot yang
biasanya ditandai dengan berkeringat, gemetaran, akral dingin, klien pingsan dan
lemah (Setyohadi, 2012).

Pelepasan epinefrin, yang cenderung menyebabkan rasa lapar karena rendahnya kadar
glukosa darah akan menyebabkan suplai glukosa ke jaringan menurun sehingga masalah
keperawatan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dapat muncul (Carpenito, 2007).
2.8 Pemeriksaan Penunjang Hipoglikemia

1. Gula darah puasa


Diperiksa untuk mengetahui kadar gula darah puasa (sebelum diberi glukosa 75 gram
oral) dan nilai normalnya antara 70- 110 mg/dl.
2. Gula darah 2 jam post pradial
Diperiksa 2 jam setelah diberi glukosa dengan nilai normal < 140 mg/dl/2 jam
3. Pemeriksaan HBA1c
Pemeriksaan dengan menggunakan bahan darah untuk memperoleh kadar gula darah
yang sesungguhnya karena pasien tidak dapat mengontrol hasil tes dalam waktu 2- 3
bulan. HBA1c menunjukkan kadar hemoglobin terglikosilasi yang pada orang normal
antara 4- 6%. Semakin tinggi maka akan menunjukkan bahwa orang tersebut
menderita DM dan beresiko terjadinya komplikasi.
4. Pemeriksaan elektrolit, Terjadi peningkatan creatinin jika fungsi ginjalnya telah
tergangg
5. Pemeriksaan Leukosit, terjadi peningkatan jika sampai terjadi infeksi

2.9 Penatalaksanaan Hipoglikemia

Tujuan dilakukan tatalaksana Hipoglikemia yaitu :

1. Memenuhi kadar gula darah dalam otak agar tidak terjadi kerusakan irreversibel.
2. Tidak mengganggu regulasi DM.

Pedoman tatalaksana Hipoglikemia menurut PERKENI (2006) pedoman sebagai berikut :

1. Glukosa diarahkan pada kadar glukosa puasa yaitu 120 mg/dl.


2. Bila diperlukan pemberian glukosa cepat (IV) satu flakon (25 cc) Dex 40% (10 gr
Dex) dapat menaikkan kadar glukosa kurang lebih 25-30 mg/dl.

Manajemen Hipoglikemi menurut Soemadji (2006); Rush & Louise (2004) ; Smeltzer & Bare
(2003) sebagai berikut:

Tergantung derajat hipoglikemi:

1. Hipoglikemi ringan:
Diberikan 150-200 ml teh manis atau jus buah atau 6 -10 butir permen atau 2-
3 sendok teh sirup atau madu.
Bila gejala tidak berkurang dalam 15 menitulangi pemberiannya
Tidak dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan tinggi kalori coklat, kue,
donat, ice cream, cake
2. Hipoglikemi berat:
Tergantung pada tingkat kesadaran pasie
Bila klien dalam keadaan tidak sadar, Jangan memberikan makanan atau
minuman

Pada hipoglikemia berat, membutuhkan bantuan eksternal (obat) :

1. Dekstrosa
Untuk pasien yang tidak mampu menelan glukosaoral karena pingsan, kejang, atau
perubahan status mental. Pada keadaan darurat dapat pemberian dekstorsa dalam air
pada konsentrasi 50% adalah dosis biasanya diberikan kepada orang dewasa,

sedangkan konsentrasi 25% biasanya diberikan kepada anak anak.


2. Glukagon
Sebagai hormon kontra regulasi utama terhadap insulin, glukagon adalah
pengobatan pertama yang dapat dilakukan untuk hipoglikemia berat. Tidak seperti
dekstrosa, yang harus diberikan secara IV dengan perawatan kesehatan yang
berkualitas profesional, glukagon dapat diberikan oleh subcutan atau intramuskular.

2.10 Komplikasi Hipoglikemia

Komplikasi dari hipoglikemia pada gangguan tingkat kesadaran yang berubah selalu dapat
menyebabkan gangguan pernafasan. Selain itu hipoglikemia juga dapat mengakibatkan
kerusakan otak akut. Hipoglikemia berkepanjangan parah bahkan dapat menyebabkan
gangguan neuropsikologis sedang sampai dengan gangguan neuropsikologis berat karena
efek hipoglikemia berkaitan dengan system saraf pusat yang biasanya ditandai oleh perilaku
dan pola bicara yang abnormal (Jevon, 2010) . Menurut Kedia (2011), hipoglikemia yang
berlangsung lama bisa menyebabkan kerusakan otak yang permanen, hipoglikemia juga dapat
menyebabkan koma sampai kematian.
BAB 3
TINJAUAN TEORITIS KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
A. Pengkajian Primer (Primary Survey)
a. Pemeriksaan fisik berdasarkan prinsip ABCD
1. A (Airway)
Kaji adanya sumbatan jalan nafas dan tanda-tanda bila terjadi hambatan jalan nafas
2. B (Breathing)
Kaji pernafasan klien dengan cara Look, Listen and Feel
Look : lihat ada pergerakan dada atau tidak
Listen : dengar jika ada suara nafas tambahan (snoring, gargling, crowing)
Feel : rasakan hembusan nafas klien
3. C (Circulation)
Pada pemeriksaan fisik circulation data yang diperoleh adalah detak jantung
meningkat serta akral dingin dan pucat
4. D (Disability)
Kesadaran menurun sampai koma karena otak kekurangan suplai glukosa. Untuk
menilai kesadaran kita juga dapat menggunakan metode AVPU (Alert, Verbal, Pain,
Unresponsive) dengan cara :
A : Korban sadar, jika tidak segera lanjutkan dengan Verbal
V : Coba memanggil klien dengan keras di dekat telinga klien, jika tidak ada
respon lanjut ke Pain
P : Cobalah beri rangsang nyeri pada pasien, yang paling mudah adalah
menekan bagian putih dari kuku tangan (di pangkal kuku), selain itu dapat
juga dengan menekan bagian tengah tulang dada (sternum) dan juga areal
diatas mata (supra orbital).
U : Setelah diberi rangsang nyeri tapi pasien masih tidak bereaksi maka pasien
berada dalam keadaan unresponsive
5. E (Exposure)
Pada exposure kita melakukan pengkajian secara menyeluruh, hipoglikemia lebih
sering terjadi pada klien dengan riwayat diabetes mellitus kita harus mengkaji apakah
ada luka/infeksi pada tubuh klien

b. Pemeriksaan fisik Review of System (ROS)


a. Pernafasan (B1)
b. Kardiovaskuler (B2)
Palpitasi, Akral dingin dan pucat, berkeringat meski suhu normal
c. Persyarafan (B3)
Agresif, emosi labil, pusing, penglihatan kabur/ganda, parestesia bibir dan jari,
kejang, penurunan kesadaran-koma
d. Perkemihan (B4)
Poliuria pada kasus hipoglikemi akibat diabetes mellitus
e. Pencernaan (B5)
Rasa lapar timbul akibat efek pelepasan epinefrin(adrenalin)
f. Muskuloskeletal dan integument (B6)
Kelemahan dan mudah capek saat melakukan aktivitas

B. Secondary Survey
Primary survey dan resusitasi harus terselesaikan sebelum dilakukan secondary survey. Jika,
selesai dilakukan primary survey kondisi pasien tidak stabil maka harus dilakukan tahap
pengulangan sampai kondisi pasien stabil.
Riwayat AMPLE membantu rencana perawatan pasien :
Allergies
Medication
Past illness/pregnancy
Late Ate or drank
Events/ Environment related to the injury
a. Anamnesa
1. Identitas
Identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan penanggung biaya.
2. Keluhan Utama
Biasanya pasien mengeluh pusing, lemah dan penurunan konsentrasi.
3. Riwayat penyakit saat ini
Berisi tentang kapan terjadinya hipoglikemia, apa yang dirasakan klien dan apa saja
yang sudah dilakukan untuk mengatasi sakitnya.
4. Riwayat penyakit dahulu
Kaji adanya penyakit yag diderita seperti diabetes mellitus, hepatitis, sirosis hepatis,
gagal ginjal dan penyakit lainnya yang berhubungan dengan hipoglikemia. Kaji
riwayat penggunaan obat, konsumsi alcohol, aktivitas fisik yang dilakukan dan asupan
makanan.
5. Riwayat penyakit keluarga
Kaji adanya penyakit keluarga yang bisa menimbulkan hipoglikemia seperti diabetes
mellitus, hepatitis
6. Pengkajian bio-psiko-sosio-spiritual
Berhubungan dengan perasaan dan emosi yang di alami pasien mengenai kondisinya

b. Pemeriksaan Diagnostik
Pada pemeriksaan kadar glukosa darah rendah adalah 60mg/dl atau kurang

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Resiko aspirasi b.d penurunan kesadaran
2. Resiko cidera b.d penurunan kesadaran dan gangguan penglihatan
3. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan volume cairan berlebih
4. Nyeri akut b.d vasodilatasi pembuluh darah intracranial
5. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan
6. Hambatan komunikasi verbal b.d efek adregenic: parestesia bibir
3.3 Intervensi Keperawatan
1. Resiko aspirasi b.d penurunan kesadaran
Tujuan : Tidak terjadi aspirasi
Kriteria Hasil : Kesadaran meningkat, toleransi pemberian makanan per oral tanpa
aspirasi

No. Intervensi Rasional

1 Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk Menentukan tindakan keperawatan


dan kemampuan menelan selanjutnya

2 Tempatkan pasien pada posisi semi fowler Untuk mencegah aspirasi


atau posisi kepala lebih tinggi

3 Hindari pemberian cairan atau makanan per Untuk mencegah aspirasi


oral jika kesadaran klien rendah

4 Monitor status paru Evaluasi ada aspirasi atau tidak

2. Resiko cidera b.d penurunan kesadaran dan gangguan penglihatan


Tujuan : Tidak terjadi cidera
Kriteria Hasil : Resiko cidera berkurang/hilang

No Intervensi Rasional

1 Ciptakan lingkungan yang aman bagi klien, Menguangi resiko cidera


pidahkan perabotan yang dapat
membahayakan klien

2 Pasang pengaman pada sisi tempat tidur Mengamankan klien saat berada di tempat
klien dan turunkan tinggi tempat tidur klien tidur

3 Berikan penerangan yang adekuat Mengurangi resiko cidera

4 Bantu klien dalam ambulasi Mengurangi resiko cidera

3. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan volume cairan berlebih


Tujuan : Kebutuhan cairan seimbang
Kriteria Hasil : intake-output cairan seimbang, membrane mukosa lembab, turgor kulit baik,
tanda vital stabil

No Intervensi Rasional
1 Anjurkan pasien mengkonsumsi ciran Untuk pemenuhan kebutuhan dasar cairan
sedikitnya 2500ml/hari atau disesuaikan dan menurunkan resiko dehidrasi
dengan kebutuhan cairan klien

2 Pantau masukan dan haluaran, pantau Memberikan informasi keadekuatan


keseimbangan cairan volume cairan dan kebutuhan cairan

3 Evaluasi perubahan membran mukosa dan Indikator langsung status cairan


turgor kulit

4 Monitoring perubahan tanda-tanda vital Peningkatn suhu meningkatkan laju


metabolik dan kehilangan cairan melalui
evaporasi. Dehidrasi juga ditandai dengan
perubahan suhu dan tekanan darah

5 Kolaborasi untuk pemberian cairan Intake cairan parenteral dapat memperbaiki


tambahan melalui IV sesuai keperluan kekurangan cairan

4. Nyeri akut b.d vasodilatasi pembuluh darah intracranial


Tujuan : Nyeri berkurang/hilang
Kriteria Hasil : Skala nyeri berkurang, nyeri dapat dikontrol

No. Intervensi Rasional

Istirahatkan klien di lingkungan yang Menurunkan stimulasi yang berlebih dapat


tenang mengurangisakit kepala

Observasi tanda-tanda nyeri non-verbal Menilai derajat nyeri yang tidak langsung
seperti ekspresi wajah, posisi tubuh dan
gelisah

Berikan kompres hangat pada kepala Meningkatkan sirkulasi dan memberikan


efek relaksasi

Kolaborasi pemberian analgesic Analgesik mengurangi nyeri

5. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan


Tujuan : Toleransi aktivitas yang biasa dilakukan
Kriteria Hasil : Peningkatan toleransi aktivitas

No Intervensi Rasional
Identifikasi dan minimalkan factor-faktor Membantu meningkatkan aktivitas
yang dapat menurunkan toleransi aktivitas

Ajarkan klien metode penghematan energy Memberikan bantuan sesuai kebutuhan


untuk aktivitas akan mendorong kemandirian dalam
melakukan aktivitas

Berikan bantuan sesuai kebutuhan

3.4 Implementasi

Setelah intervensi yang dibuat berdasarkan pengkajian, diagnosa keperawatan dengan tujuan
dan kriteria hasil diagnosa secara rasional, maka seorang perawat dapat langsung melakukan
tindakan yang telah di rencakan antara lain :

Resiko aspirasi b.d penurunan kesadaran

1. Memonitor tingkat kesadaran, reflek batuk dan kemampuan menelan


2. Menempatkan pasien pada posisi semi fowler atau posisi kepala lebih tinggi
3. Menghindari pemberian cairan atau makanan per oral jika kesadaran klien rendah
4. Memonitor status paru
Resiko cidera b.d penurunan kesadaran dan gangguan penglihatan
1. Menciiptakan lingkungan yang aman bagi klien, pidahkan perabotan yang dapat
membahayakan klien
2. memasang pengaman pada sisi tempat tidur klien dan turunkan tinggi tempat tidur
klien
3. Memberikan penerangan yang adekuat
4. Membantu klien dalam ambulasi
Kekurangan volume cairan b.d kehilangan volume cairan berlebih
1. Menganjurkan pasien mengkonsumsi ciran sedikitnya 2500ml/hari atau disesuaikan
dengan kebutuhan cairan klien
2. Memantau masukan dan haluaran, pantau keseimbangan cairan
3. Mengevaluasi perubahan membran mukosa dan turgor kulit
4. Memonitoring perubahan tanda-tanda vital
5. Berkolaborasi untuk pemberian cairan tambahan melalui IV sesuai keperluan
Nyeri akut b.d vasodilatasi pembuluh darah intracranial
1. Istirahatkan klien di lingkungan yang tenang
2. Observasi tanda-tanda nyeri non-verbal seperti ekspresi wajah, posisi tubuh dan
gelisah
3. Berikan kompres hangat pada kepala
4. Kolaborasi pemberian analgesic
Intoleransi aktivitas b.d kelemahan
1. Identifikasi dan minimalkan factor-faktor yang dapat menurunkan toleransi aktivitas
2. Ajarkan klien metode penghematan energy untuk aktivitas
3. Berikan bantuan sesuai kebutuhan

3.5 Evaluasi
Hasil yang di harapkan :
Dx 1 : Kesadaran meningkat, toleransi pemberian makanan per oral tanpa aspirasi
Dx 2 : Resiko cidera berkurang/hilang
Dx 3 : intake-output cairan seimbang, membrane mukosa lembab, turgor kulit baik, tanda
vital stabil
Dx 4 : Skala nyeri berkurang, nyeri dapat dikontrol
Dx 5 : Peningkatan toleransi aktivitas
BAB 4
KESIMPULAN
A.Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah Hipoglikemia merupakan salah satu kegawatan
diabetic yang mengancam, sebagai akibat dari menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg/dl.
Tanda dan gejala hipoglikemia terdiri dari Fase I,gejala gejala akibat aktivasi pusat autonom
di hipotalamus sehingga hormon epinefrin di lepaskan.Gejala awal ini merupakan peringatan
karna saat itu pasien masih sadar sehingga dapat di ambil tindakan yang perlu untuk
mengatasi hipoglikemia lanjut.Fase II,gejala-gejala yang terjadi akibat mulai terganggunya
fungsi otak , karna itu dinamakan gejala neurologis.
Pengkajian khusus paha hipoglikemia adalah Airway: Tidak ada gangguan; Breathing:
Merasa kekurangan oksige dan napas tersengal-sengal dan Circulation: Kebas,kesemutan di
bagian ekstremitas,keringat dingin,hipotermi, dan penurunan kesadaran

B.Saran
Untuk memudahkan pemberian tindakan keperawatan dalam keadaan darurat secara cepat
dan tepat, mungkin perlu dilakukan prosedur tetap/protokol yang dapat digunakan setiap hari.
Bila memungkinkan , sangat tepat apabila pada setiap unit keperawatan di lengkapi dengan
buku-buku yang di perlukan baik untuk perawat maupun untuk klien.
DAFTAR PUSTAKA

NANDA International. 2012. Nurses Diagnosis : Definition and Classification 2012-2014.


Jakarta : ECG
Lynda dan Carpenito. 2008 . Nursing Diagnosis: Application to Clinical Practice. Jakarta:
ECG
Keperawatan Unair. t.t. Manual Prosedur Tatalaksana Hipoglikemia dan Hiperglikemia
(Online). (http://ners.unair.ac.id/materikuliah.ners.php, diakses pada hari Minggu, 5 Oktober
2012, pukul 11.00 WIB)
Carpenito (1997), L.J Nursing Diagnosis, Lippincott , New Yor
Marino (1991), ICU Book, Lea & Febiger, London
Nelson (1993), Ilmu Kesehatan Anak, EGC, Jakarta
Suparman (1988), Ilmu Penyakit Dalam , Universitas Indonesia, Jakarta.
Wong and Whaley (1996) Peiatric Nursing ; Clinical Manual, Morsby, Philadelpia
Waspadji S. Kegawatan pada diabetes melitus. Dalam: Prosiding simposium:
penatalaksanaan kedaruratan di bidang ilmu penyakit dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan
Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2000. hal.83-4

You might also like