You are on page 1of 29

MODUL BIMBINGAN DOKTER MUDA

PUSKESMAS SEMPAJA SAMARINDA

Disusun Oleh :
Dyah Anugrah Pratama 1610029021
Fanytha Libra Karmila 1610029003
Metyana Cahyaningtyas 1610029005
Yesiana Nikmatun Azalia 1610029007

Pembimbing :
dr. Siti Nuriyatus Zahra, MKM.

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


Laboratorium Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
Puskesmas Sempaja Samarinda
November
2017
1. Puskesmas (PMK No. 75 Tahun 2014)

a. Definisi

Pusat Kesehatan Masyarakat yang disebut juga Puskesmas adalah fasilitas


pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan
upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan
upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.

Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan untuk


mewujudkan masyarakat yang:

memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan dan kemampuan


hidup sehat;
mampu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu
hidup dalam lingkungan sehat; dan
memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga, kelompok
dan masyarakat.

b. Wilayah Kerja
Berdasarkan karakteristik wilayah kerjanya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 20 Permenkes no 75 tahun 2014, Puskesmas dikategorikan menjadi:

Puskesmas kawasan perkotaan;


Merupakan Puskesmas yang wilayah kerjanya meliputi kawasan yang
memenuhi paling sedikit 3 (tiga) dari 4 (empat) kriteria kawasan perkotaan
sebagai berikut:
a) aktivitas lebih dari 50% (lima puluh persen) penduduknya pada sektor
non agraris, terutama industri, perdagangan dan jasa;
b) memiliki fasilitas perkotaan antara lain sekolah radius 2,5 km, pasar
radius 2 km, memiliki rumah sakit radius kurang dari 5 km, bioskop, atau
hotel;
c) lebih dari 90% (sembilan puluh persen) rumah tangga memiliki listrik;
dan/atau
d) terdapat akses jalan raya dan transportasi menuju fasilitas perkotaan.

Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan oleh Puskesmas kawasan perkotaan


memiliki karakteristik sebagai berikut:

a) memprioritaskan pelayanan UKM;


b) pelayanan UKM dilaksanakan dengan melibatkan partisipasi masyarakat;
c) pelayanan UKP dilaksanakan oleh Puskesmas dan fasilitas pelayanan
kesehatan yang diselenggarakan oleh pemerintah atau masyarakat;
d) optimalisasi dan peningkatan kemampuan jaringan pelayanan
Puskesmas dan jejaring fasilitas pelayanan kesehatan; dan
e) pendekatan pelayanan yang diberikan berdasarkan kebutuhan dan
permasalahan yang sesuai dengan pola kehidupan masyarakat perkotaan.

Puskesmas kawasan pedesaan; dan

Merupakan Puskesmas yang wilayah kerjanya meliputi kawasan yang


memenuhi paling sedikit 3 (tiga) dari 4 (empat) kriteria kawasan pedesaan
sebagai berikut:

a) aktivitas lebih dari 50% (lima puluh persen) penduduk pada sektor
agraris;
b) memiliki fasilitas antara lain sekolah radius lebih dari 2,5 km, pasar dan
perkotaan radius lebih dari 2 km, rumah sakit radius lebih dari 5 km,
tidak memiliki fasilitas berupa bioskop atau hotel;
c) rumah tangga dengan listrik kurang dari 90% (Sembilan puluh persen;
dan
d) terdapat akses jalan dan transportasi menuju fasilitas.

Penyelenggaraan pelayanan kesehatan oleh Puskesmas kawasan pedesaan


memiliki karakteristik sebagai berikut:

a) pelayanan UKM dilaksanakan dengan melibatkan partisipasi masyarakat;


b) pelayanan UKP dilaksanakan oleh Puskesmas dan fasilitas pelayanan
kesehatan yang diselenggarakan oleh masyarakat;
c) optimalisasi dan peningkatan kemampuan jaringan pelayanan Puskesmas
dan jejaring fasilitas pelayanan kesehatan; dan
d) pendekatan pelayanan yang diberikan menyesuaikan dengan pola
kehidupan masyarakat perdesaan.

Puskesmas kawasan terpencil dan sangat terpencil.

Merupakan Puskesmas yang wilayah kerjanya meliputi kawasan dengan


karakteristik sebagai berikut:

a) berada di wilayah yang sulit dijangkau atau rawan bencana, pulau kecil,
gugus pulau, atau pesisir;
b) akses transportasi umum rutin 1 kali dalam 1 minggu, jarak tempuh
pulang pergi dari ibukota kabupaten memerlukan waktu lebih dari 6 jam,
dan transportasi yang ada sewaktu-waktu dapat terhalang iklim atau
cuaca; dan
c) kesulitan pemenuhan bahan pokok dan kondisi keamanan yang tidak
stabil.

Penyelenggaraan pelayanan kesehatan oleh Puskesmas kawasan terpencil dan


sangat terpencil memiliki karakteristik sebagai berikut:

a) memberikan pelayanan UKM dan UKP dengan penambahan kompetensi


tenaga kesehatan;
b) dalam pelayanan UKP dapat dilakukan penambahan kompetensi dan
kewenangan tertentu bagi dokter, perawat, dan bidan;
c) pelayanan UKM diselenggarakan dengan memperhatikan kearifan lokal;
d) pendekatan pelayanan yang diberikan menyesuaikan dengan pola
kehidupan masyarakat di kawasan terpencil dan sangat terpencil;
e) optimalisasi dan peningkatan kemampuan jaringan pelayanan Puskesmas
dan jejaring fasilitas pelayanan kesehatan; dan
f) pelayanan UKM dan UKP dapat dilaksanakan dengan pola gugus
pulau/cluster dan/atau pelayanan kesehatan bergerak untuk
meningkatkan aksesibilitas.

c. Fungsi Puskesmas menyelenggarakan fungsi

a) penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya; dan


b) penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya.

Dalam menyelenggarakan fungsi, Puskesmas berwenang untuk:

a) melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan


masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan;
b) melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan;
c) melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan
masyarakat dalam bidang kesehatan;
d) menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan
masalah kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang
bekerjasama dengan sektor lain terkait;
e) melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya
kesehatan berbasis masyarakat;
f) melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia
Puskesmas;
g) memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan;
h) melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses, mutu,
dan cakupan Pelayanan Kesehatan; dan
i) memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat,
termasuk dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon
penanggulangan penyakit

Dalam menyelenggarakan fungsi, Puskesmas berwenang untuk:

a) menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dasar secara komprehensif,


berkesinambungan dan bermutu;
b) menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan upaya
promotif dan preventif;
c) menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang berorientasi pada
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat;
d) menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan keamanan
dan keselamatan pasien, petugas dan pengunjung;
e) menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dengan prinsip koordinatif dan
kerja sama inter dan antar profesi;
f) melaksanakan rekam medis;
g) melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap mutu dan
akses Pelayanan Kesehatan;
h) melaksanakan peningkatan kompetensi Tenaga Kesehatan;
i) mengoordinasikan dan melaksanakan pembinaan fasilitas pelayanan
kesehatan tingkat pertama di wilayah kerjanya; dan
j) melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis dan
Sistem Rujukan.

Selain menyelenggarakan fungsi penyelenggaraan UKM dan UKP tingkat


pertama, Puskesmas dapat berfungsi sebagai wahana pendidikan Tenaga
Kesehatan.
d. Prinsip
Prinsip penyelenggaraan Puskesmas meliputi:
a) Paradigma sehat;
Puskesmas mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk
berkomitmen dalam upaya mencegah dan mengurangi resiko kesehatan
yang dihadapi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.
b) Pertanggungjawaban wilayah;
Puskesmas menggerakkan dan bertanggung jawab terhadap pembangunan
kesehatan di wilayah kerjanya.
c) kemandirian masyarakat;
Puskesmas mendorong kemandirian hidup sehat bagi individu, keluarga,
kelompok, dan masyarakat.
d) Pemerataan;
Puskesmas menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang dapat diakses
dan terjangkau oleh seluruh masyarakat di wilayah kerjanya secara adil
tanpa membedakan status sosial, ekonomi, agama, budaya dan
kepercayaan.
e) Teknologi tepat guna; dan
Puskesmas menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dengan
memanfaatkan teknologi tepat guna yang sesuai dengan kebutuhan
pelayanan, mudah dimanfaatkan dan tidak berdampak buruk bagi
lingkungan.
f) Keterpaduan dan kesinambungan.
Puskesmas mengintegrasikan dan mengoordinasikan penyelenggaraan
UKM dan UKP lintas program dan lintas sektor serta melaksanakan
Sistem Rujukan yang didukung dengan manajemen Puskesmas.
e. Program Esensial dan Pengembangan

1. Upaya kesehatan masyarakat esensial meliputi:


a) pelayanan promosi kesehatan;
b) pelayanan kesehatan lingkungan;
c) pelayanan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana;
d) pelayanan gizi; dan
e) pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit.

Upaya kesehatan masyarakat esensial harus diselenggarakan oleh setiap


Puskesmas untuk mendukung pencapaian standar pelayanan minimal
kabupaten/kota bidang kesehatan.

2. Upaya kesehatan masyarakat pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


merupakan upaya kesehatan masyarakat yang kegiatannya memerlukan upaya yang
sifatnya inovatif dan/atau bersifat ekstensifikasi dan intensifikasi pelayanan,
disesuaikan dengan prioritas masalah kesehatan, kekhususan wilayah kerja dan
potensi sumber daya yang tersedia di masing-masing Puskesmas.

3. Upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 35 dilaksanakan dalam bentuk:

a) rawat jalan;
b) pelayanan gawat darurat;
c) pelayanan satu hari (one day care);
d) home care; dan/atau
e) rawat inap berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan kesehatan.

Upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama dilaksanakan sesuai dengan standar


prosedur operasional dan standar pelayanan.
f. Data Demografi Puskesmas Sempaja

Puskesmas Sempaja merupakan salah satu dari dua puluh lima Puskesmas yang
ada di kota Samarinda. Puskesmas Sempaja terletak di Jl. KH. Wahid Hasyim RT. 24
Kecamatan Samarinda Utara. Adapun batas wilayah kerja Puskesmas Samarinda
Utara adalah sebagai berikut:

Sebelah Utara : Wilayah Kerja Puskesmas Bengkuring


Sebelah Selatan : Wilayah Kerja Puskesmas Segiri
SebelahTimur : Wilayah Kerja Puskesmas Lempake
Sebelah Barat : Wilayah Kerja Puskesmas Juanda
Luas Wilayah : 25,05 Km2

Puskesmas Sempaja sebagai salah satu unit pelayanan kesehatan tingkat


pertama di Samarinda memiliki wilayah kerja yang terdiri dari 2 kelurahan yakni
kelurahan Sempaja Barat dan kelurahan Sempaja Selatan.
Luas Kelurahan Sempaja Barat = 1.935 Km2.

Luas Kelurahan Sempaja Selatan = 13.240 Km2


Gambar 2.1 Peta Wilayah Kelurahan Sempaja Barat
Gambar 2.2 Peta Wilayah Kelurahan Sempaja Selatan

g. Visi dan misi puskesmas sempaja:


1. Visi
Mewujudkan masyarakat Sempaja Sehat, Mandiri, dan Berperilaku Hidup
Bersih dan Sehat
2. Misi
Misi pelayanan Puskesmas Sempaja adalah sebagai berikut :
a) Menciptakan manajemen kesehatan Bermutu
b) Meningkatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan standar
c) Mendorong terwujudnya kemandirian masyarakat untuk hidup sehat dan
mandiri
d) Menjadikan Puskesmas sebagai pusat pembangunan kesehatan
e) Mengembangkan sumberdaya manusia secara berkelanjutan
f) Menjalin kemitraan dengan seluruh masyarakat untuk menuju Samarinda
sehat
2. Teori Hendrik L. Blum tentang Faktor yang Mempengaruhi Status
Kesehatan Masyarakat dan Perorangan (Notoadmodjo, 2007)

Konsep hidup sehat H.L.Blum sampai saat ini masih relevan untuk
diterapkan.Kondisi sehat secara holistik bukan saja kondisi sehat secara fisik
melainkan jugaspiritual dan sosial dalam bermasyarakat. Untuk menciptakan
kondisi sehat seperti inidiperlukan suatu keharmonisan dalam menjaga kesehatan
tubuh. H.L Blum menjelaskanada empat faktor utama yang mempengaruhi
derajat kesehatan masyarakat.

Keempat faktor tersebut merupakan faktor determinan timbulnya masalah


kesehatan. Keempat faktor tersebut terdiri dari faktor perilaku/gaya hidup (life style),
faktorlingkungan (sosial, ekonomi, politik, budaya), faktor pelayanan kesehatan (jenis
cakupan dan kualitasnya) dan faktor genetik (keturunan). Keempat faktor tersebut
saling berinteraksi yang mempengaruhi kesehatan perorangan dan derajat kesehatan
masyarakat. Di antara faktor tersebut faktor perilaku manusia merupakan faktor
determinan yang paling besar dan paling sukar ditanggulangi, disusul dengan faktor
lingkungan. Hal ini disebabkan karena faktor perilaku yang lebih dominan
dibandingkan dengan faktor lingkungan karena lingkungan hidup manusia juga
sangat dipengaruhi oleh perilaku masyarakat.

1. Lingkungan
Lingkungan memiliki pengaruh yang dan peranan terbesar diikuti perilaku,
fasilitas kesehatan dan keturunan. Lingkungan sangat bervariasi, umumnya
digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu yang berhubungan dengan aspek fisik dan
sosial. Lingkungan yang berhubungan dengan aspek fisik contohnya sampah, air,
udara, tanah, ilkim, perumahan, dan sebagainya. Sedangkan lingkungan sosial
merupakan hasil interaksi antar manusia seperti kebudayaan, pendidikan, ekonomi,
dan sebagainya. Faktor lingkungan itu sendiri terbagi dalam beberapa bagian, yaitu:
a) Lingkungan fisik
Terdiri dari benda mati yang dapat dilihat, diraba, dirasakan antara lain;
bangunan, jalan, jembatan, kendaraan gunung, air dan tanah. Benda mati yang dapat
dilihat dan dirasakan tapi tidak dapat diraba; api, asap, kabut, dll. Benda mati yang
tidak dapat diraba, tidak dapat dilihat namun dapat dirasakan; udara, angin, gas, bau-
bauan, bunyi-bunyian/suara, dan lain-lain.
b) Lingkungan biologis.
Terdiri dari makhluk hidup yang bergerak, baik yang dapat dilihat maupun tidak;
manusia, hewan, kehidupan akuatik, amoeba, virus, plankton. Makhluk hidup tidak
bergerak; Tumbuhan, karang laut, bakteri, dan lain-lain.
c) Lingkungan sosial.
Lingkungan sosial adalah bentuk lain selain fisik dan biologis diatas. Lingkungan
sosial tidak berbentuk secara nyata namun ada dalam kehidupan di bumi ini.
Lingkungan sosial terdiri dari sosio-ekonomi, sosio-budaya, adat istiadat,
agam/kepercayaan, organisasi kemasyarakatan, dan lain-lain. Melalui lingkungan
sosial manusia melakukan interaksi dalam bentuk pengelolaan hubungan dengan alam
dan buatannya melalui pengembangan perangkat nilai, ideologi, sosial dan budaya
sehingga dapat menentukan arah pembangunan lingkungan yang selaras dan sesuai
dengan daya dukung lingkungan yang mana hal ini sering disebut dengan etika
lingkungan.

2. Perilaku
Perilaku merupakan faktor kedua yang mempengaruhi derajat kesehatan
masyarakat karena sehat atau tidak sehatnya lingkungan kesehatan individu, keluarga
dan masyarakat sangat tergantung pada perilaku manusia itu sendiri. Di samping itu,
juga dipengaruhi oleh kebiasaan, adat istiadat, kebiasaan, kepercayaan, pendidikan
sosial ekonomi, dan perilaku-perilaku lain yang melekat pada dirinya.
Faktor perilaku berhubungan dengan perilaku individu atau masyarakat,
perilaku petugas kesehatan dan perilaku para pejabat pengelola negeri ini (Pusat dan
daerah) serta perilaku pelaksana bisnis. Faktor perilaku juga mengambil peran yang
lumayan besar dengan 30% terhadap status kesehatan.
Perilaku individu atau masyarakt yang positif pada kehidupan sehari-hari
misalnya, membuang sampah/kotoran secara baik, minum air masak, saluran limbah
terpelihara, mandi setiap hari secara higienis, dan lain-lain.
Perilaku petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan yang baik antara
lain: ramah, cepat tanggap, disiplin tinggi, terapi yang tepat sesuai diagnosa, tidak
malpraktek, pemberian obat yang rasional, dan bekerja dengan penuh pengabdian.
Perilaku pemerintah pusat dan daerah dalam menyikapi suatu permasalahan
kesehatan masyarakat secara tanggap dan penuh kearifan misalnya: cepat tanggap
terhadap adanya penduduk yang gizinya buruk, adanya wabah penyakit, serta
menyediakan sarana dan prasarana kesehatan dan fasilitas umum (jalan, parit, tempat
pembuangan akhir, penyediaan air bersih, jalur hijau, pemukiman sehat) yang
didukung dengan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan
kesehatan dan lingkungan hidup dan menerapkan sanksi hukum yang tegas bagi para
pelanggarnya.

3. Pelayanan kesehatan.
Pelayanan kesehatan merupakan faktor ketiga yang mempengaruhi derajat
kesehatan masyarakat karena keberadaan fasilitas kesehatan sangat menentukan
dalam pelayanan pemulihan kesehatan, pencegahan terhadap penyakit, pengobatan
dan keperawatan serta kelompok dan masyarakat yang memerlukan pelayanan
kesehatan. Ketersediaan fasilitas dipengaruhi oleh lokasi, apakah dapat dijangkau
atau tidak. Yang kedua adalah tenaga kesehatan pemberi pelayanan, informasi dan
motivasi masyarakat untuk mendatangi fasilitas dalam memperoleh pelayanan serta
program pelayanan kesehatan itu sendiri apakah sesuai dengan kebutuhan masyarakat
yang memerlukan.
Faktor ini dipengaruhi oleh seberapa jauh pelayanan kesehatan yang
diberikan. Hal ini berhubungan dengan tersedianya sarana dan prasarana institusi
kesehatan antara lain: rumah sakit, puskesmas, laboratorium kesehatan, serta
tersedianya fasilitas pada institusi tersebut. Fasilitas tersebut antara lain, tenaga
kesehatan, obat-obatan alat-alat kesehatan yang kesemuanya tersedia dala kondisi
baik dan cukup serta siap pakai.

4. Genetik
Genetik merupakan faktor yang telah ada dalam diri manusia yang dibawa
sejak lahir, misalnya dari golongan penyakit keturunan seperti diabetes melitus dan
asma bronehial. Faktor ini lebih mengarah kepada kondisi individu yang berkaitan
dengan asal usul keluarga, ras dan jenis golongan darah. Beberapa penyakit tertentu
disebabkan oleh faktor keturunan antara lain: hemophila, hipertensi, kelainan bawaan,
albino, dll. Faktor keturunan mengambil peran 5 persen terhadap status kesehatan.
3. Posyandu
a. Definisi (Kemenkes RI, 2012)
Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) merupakan salah satu bentuk
Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang
dilaksanakan oleh, dari dan bersama masyarakat, untuk memberdayakan
dan memberikan kemudahan kepada masyarakat guna memperoleh
pelayanan kesehatan bagi ibu, bayi dan anak balita.
Upaya peningkatan peran dan fungsi Posyandu bukan semata-mata
tanggungjawab pemerintah saja, namun semua komponen yang ada di
masyarakat, termasuk kader. Peran kader dalam penyelenggaraan Posyandu
sangat besar karena selain sebagai pemberi informasi kesehatan kepada
masyarakat juga sebagai penggerak masyarakat untuk datang ke Posyandu
dan melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat.

b. Tujuan (Depkes, 2006)


Tujuan Posyandu terdiri atas :
1. Tujuan Umum :
Menunjang percepatan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan
Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia melalui upaya pemberdayaan
masyarakat.
2. Tujuan Khusus :
a. Meningkatnya peran masyarakat dalam penyelenggaraan upaya
kesehatan dasar, terutama yang berkaitan dengan penurunan AKI
dan AKB.
b. Meningkatnya peran lintas sektor dalam penyelenggaraan
Posyandu, terutama berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB.
c. Meningkatnya cakupan dan jangkauan pelayanan kesehatan dasar,
terutama yang berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB.
c. Strata (Depkes, 2006)
Posyandu secara umum dapat dibedakan menjadi 4 (empat) tingkat yaitu :
(1) Posyangu Pratama; (2) Posyandu Madya; (3) Posyandu Purnama dan
(4). Posyandu Mandiri.

1. Posyandu Pratama
Posyandu Pratama adalah Posyandu yang belum mantap, yang ditandai
oleh kegiatan bulanan Posyandu belum terlaksana secara rutin serta jumlah
kader terbatas yakni kurang dari 5 (lima) orang. Penyebab tidak
terlaksananya kegiatan rutin bulanan Posyandu, disamping jumlah kader
yang terbatas, dapat pula karena belum siapnya masyarakat. Intervensi
yang dapat dilakukan untuk perbaikan peringkat adalah memotivasi
masyarakat serta menambah jumlah kader.

2. Posyandu Madya
Posyandu Madya adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan
kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader
sebanyak 5 orang atau lebih, tetapi cakupan kelima kegiatan utamanya
masih rendah yaitu < 50%. Intervensi yang dapat dilakukan untuk
perbaikan peringkat adalah meningkat cakupan dengan mengikut sertakan
tokoh masyarakat sebagai motivator serta lebih menggiatkan kader dalam
mengelola kegiatan Posyandu.

3. Posyandu Purnama
Posyandu Purnama adalah Posyandu yang sudah melaksanakan kegiatan
lebih dari 8 kali per tahun dengan rata-rata jumlah kader sebanyak 5 (lima)
orang atau lebih. Cakupan utamanya > 50% serta mampu
menyelenggarakan program tambahan seta telah memperoleh sumber
pembiayaan dari dana sehat yang dikelola oleh masyarakat yang pesertanya
masih terbatas yakni kurang dari 50% KK di wilayah kerja Posyandu.
4. Posyandu Mandiri
Posyandu Mandiri adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan
lebih dari 8 kali per tahun dengan rata-rata kader sebanyak 5 (lima) orang atau
lebih. Cakupan dari kegiatan utamanya > 50%, mampu menyelenggarakan
program tambahan serta telah memperoleh sumber pembiayaan dari dana sehat
yang dikelola masyarakat yang pesertanya lebih dari 50% KK yang bertempat
tinggal di wilayah kerja Posyandu Intervensi yang dilakukan bersifat
pembinaan termasuk pembinaan dana sehat, sehingga terjamin
kesinambungannya.

d. Kegiatan (Kemenkes RI, 2012)

Kegiatan Posyandu terdiri dari kegiatan utama dan kegiatan


pengembangan/pilihan.

Kegiatan utama, mencakup;


o kesehatan ibu dan anak;
o keluarga berencana;
o imunisasi;
o gizi;
o pencegahan dan penanggulangan diare.

Kegiatan pengembangan/pilihan, masyarakat dapat menambah kegiatan baru


disamping lima kegiatan utama yang telah ditetapkan, dinamakan Posyandu
Terintegrasi. Kegiatan baru tersebut misalnya;

o Bina Keluarga Balita (BKB);


o Tanaman Obat Keluarga (TOGA);
o Bina Keluarga Lansia (BKL);
o Pos Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD);
o berbagai program pembangunan masyarakat desa lainnya.

Sasaran Posyandu adalah seluruh masyarakat, utamanya :


1. Bayi
2. Anak balita
3. Ibu hamil, ibu melahirkan, ibu nifas dan ibu menyusui
4. Pasangan usia subur (PUS)

e. SKDN (Depkes, 2002)

Penyelenggaraan kegiatan posyandu merupakan sesuatu kegiatan pemantauan.


Kegiatan ini dilakukan dengan melihat naik atau tidaknya berat badan anak, yang
dilakukan sebulan sekali dengan jalan penimbangan anak balita dan penggunaan
KMS. Sistem ini kemudian kemudian dikenal dengan SKDN dimana
1. S adalah jumlah seluruh balita yang ada dalam wilayah kerja posyandu
2. K adalah jumlah Balita yang ada di wilayah kerja posyandu yang mempunyai
KMS (Kartu Menujuh Sehat)
3. D adalah Jumlah Balita yang datang di posyandu atau dikunjungan rumah dan
menimbang berat badannya
4. N adalah jumlah balita yang ditimbang bebrat badannya mengalami peningkatan
bebrat badan dibanding bulannya sebelumnya. 2
Tabel SKDN

SDKN merupakan indikator pokok untuk mengukur keberhasilan kegiatan


penimbangan balita, khususnya dan bahkan pengukuran keberhasilan program
posyandu pada umumnya (BKKBN, 1985). Menurut Hartini (1985), SKDN dibuat
untuk suatu wilayah kerja. Wilayah kerja ini dapat berupa suatu daerah lingkungan
posyandu yang anggotanya terdiri dari 30-50 keluarga atau bahkan dalam satu
wilayah desa, kecamatan, kabupaten dan provinsi. Pada pelaksanaannya SKDN ini
dibuat seperti balok-balok yang dinamakan balok SKDN. Balok SKDN ini dibuat
diatas poster blangko yang tersedia (Tim Lintas Sektorial Pusat, 1985). SKDN
bermanfaat baik di tingkat bawah (tingkat desa) maupun pada tingkat yang lebih atas.
Biasanya setelah melakukan kegiatan di posyandu atau di pos penimbangan
petugas kesehatan dan kader Posyandu (Petugas sukarela) melakukan analisis SKDN.
Analisisnya terdiri dari:
1. Tingkat partisipasi masyarakat dalam penimbangan balita yaitu jumlah balita
yang ditimbang dibagi dengan jumlah balita yang ada diwilayah kerja posyandu
atau dengan menggunakan rumus (D/S x 100%), hasilnya minimal harus capai 80
% apabila dibawah 80 % maka dikatakan partisipasi mayarakat untuk kegiatan
pemantauan pertumbuhan dan perkembangan berat badan sangatlah rendah. Hal
ini akan berakibat pada balita tidak akan terpantau oleh petugas kesehatan
ataupun kader posyandu dan memungkinkan balita ini tidak diketahui
pertumbuhan berat badannya atau pola pertumbuhan berat badannya.
2. Tingkat Liputan Program yaitu Jumlah balita yang mempunyai KMS dibagi
dengan Jumlah seluruh balita yang ada di wilayah Posyandu atau dengan
menggunakan rumus (K/S x 100%), hasil yang ducapai harus 100 %. Alasannya
balita-balita yang telah mempunyai KMS (Kartu Menujuh Sehat ) telah
mempunyai alat instrumen untuk memantau berat badannya dan data pelayanan
kesehatan lainnya, Apabila tidak digunakan atau tidak dapat KMS maka pada
dasarnya program Posyandu tersebut mempunyai liputan yang sangat rendah atau
biasa juga dikatakan balita yang seharusnya mempunyai KMS karena memang
mereka (Balita) masih dalam fase pertumbuhan ini telah kehilangan kesempatan
untuk mendapat pelayanan sebagaimana yang terdapat dalam KMS tersebut.
Khusus untuk Tingkat Kehilangan Kesempatan ini menggunakan rumus {(S-K)/S
x 100%) yaitu jumlah balita yang ada diwilayah posyandu dikurangi jumlah balita
yang mempunyai KMS, hasilnya dibagi dengan jumlah balita yang ada, semakin
tinggi presentase kehilangan kesempatan maka semakin rendah kemauan orang
tua balita untuk dapat memanfaatkan KMS. Padahal KSM sangat baik untuk
memantau pertumbuhan Berat Badan Balita atau juga Pola Pertumbuhan Berat
Badan Balita.
3. Indikator-indikator lainnya adalah (N/D x 100%) yaitu jumlah balita yang Naik
Berat Badannya di bandingkan dengan jumlah seluruh balita yang ditimbang.
Sebaiknya semua balita yang ditimbang harus memgalami peningkatan berat-
badannya.
4. Indikator lainnya dalam SKDN adalah Indikator Drop Out yaitu balita yang
sudah mempunyai KMS dan pernah datang menimbang berat badannya tetapi
kemudian tidak pernah datang lagi di posyandu untuk selalu mendapatkan
pelayanan kesehatan rumusnya yaitu jumlah balita yang telah mendapat KMS
dibagi dengan Jumlah Balita ditimbang hasilnya dibagi dengan Balita yang
punya KMS atau rumusnya adalah (K-D)/K x 100%.
Dari kesemua indikator tersebut diatas. Indikator yang paling sederhana di
posyandu adalah Anak Sehat Bertambah Umur Bertambah Berat Badan. Dan ini
juga adalah yang menjadi ikon dari keberadaan posyandu (pos penimbangan),
sekaligus juga berlaku sebagai output untuk semua kegiatan di posyandu.
f. Imunisasi (PMK No. 42 Tahun 2013)

Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan


seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila suatu saat terpajan
dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan.
Berdasarkan sifat penyelenggaraannya, imunisasi dikelompokkan menjadi imunisasi
wajib dan imunisasi pilihan. Imunisasi wajibmerupakan imunisasi yang diwajibkan
oleh pemerintah untuk seseorang sesuai dengan kebutuhannya dalam rangka
melindungi yang bersangkutan dan masyarakat sekitarnya dari penyakit menular
tertentu.

Imunisasi wajib terdiri atas: a. Imunisasi rutin; b. Imunisasi tambahan; dan c.


Imunisasi khusus. (2) Imunisasi wajib diberikan sesuai jadwal sebagaimana
ditetapkan dalam pedoman penyelenggaraan imunisasi

Imunisasi rutin terdiri atas imunisasi dasar dan imunisasi lanjutan.

(1) Imunisasi dasar diberikan pada bayi sebelum berusia 1 (satu) tahun.

(2) Jenis imunisasi dasar terdiri atas:

a. Bacillus Calmette Guerin (BCG);


b. Diphtheria Pertusis Tetanus-Hepatitis B (DPT-HB) atau Diphtheria Pertusis
Tetanus-Hepatitis B-Hemophilus Influenza type B (DPT-HB-Hib);
c. Hepatitis B pada bayi baru lahir;
d. Polio; dan
e. Campak.

Imunisasi lanjutan merupakan imunisasi ulangan untuk mempertahankan tingkat


kekebalan atau untuk memperpanjang masa perlindungan.Imunisasi lanjutan
diberikan pada : a. anak usia bawah tiga tahun (Batita); b. anak usia sekolah dasar;
dan c. wanita usia subur.
Jenis imunisasi lanjutan yang diberikan pada anak usia bawah tiga tahun (Batita)
terdiri atas Diphtheria Pertusis Tetanus-Hepatitis B (DPT-HB) atau Diphtheria
Pertusis Tetanus-Hepatitis B-Hemophilus Influenza type B (DPT-HB-Hib) dan
Campak. Imunisasi lanjutan pada anak usia sekolah dasar diberikan pada Bulan
Imunisasi Anak Sekolah (BIAS). Jenis imunisasi lanjutan yang diberikan pada anak
usia sekolah dasar terdiri atas Diphtheria Tetanus (DT), Campak, dan Tetanus
diphteria (Td). Jenis imunisasi lanjutan yang diberikan pada wanita usia subur berupa
Tetanus Toxoid (TT).

Tabel Jadwal pemberian imunisasi dasar

Catatan:

- Bayi lahir di Institusi Rumah Sakit, Klinik dan Bidan Praktik Swasta, imunisasi
BCG dan Polio 1 diberikan sebelum dipulangkan.

- Bayi yang telah mendapatkan imunisasi dasar DPT-HB-Hib 1, DPT-HB-Hib 2, dan


DPT-HB-Hib 3, dinyatakan mempunyai status imunisasi T2.

Tabel Jadwal imunisasi lanjutan pada anak bawah tiga tahun


Tabel Jadwal imunisasi lanjutan pada anak usia sekolah dasar

Catatan:

- Batita yang telah mendapatkan imunisasi lanjutan DPT-HB-Hib dinyatakan


mempunyai status imunisasi T3.

- Anak usia sekolah dasar yang telah mendapatkan imunisasi DT dan Td dinyatakan
mempunyai status imunisasi T4 dan T5.

Tabel Imunisasi Lanjutan Pada Wanita Usia Subur (WUS)

Catatan:

- Sebelum imunisasi, dilakukan penentuan status imunisasi T (screening) terlebih


dahulu, terutama pada saat pelayanan antenatal.

- Pemberian imunisasi TT tidak perlu diberikan, apabila pemberian imunisasi TT


sudah lengkap (status T5) yang harus dibuktikan dengan buku Kesehatan Ibu dan
Anak, rekam medis, dan/atau kohort.
Jadwal Imuninasi Kemenkes
g. Vaksin dan Penyimpanan (Keputusan menteri kesehatan, 2004)

Vaksin adalah antigen berupa mikroorganisme yang sudah mati, masih


hidup tapi dilemahkan, masih utuh atau bagiannya, yang telah diolah, berupa
toksin mikroorganisme yang telah diolah menjadi toksoid, protein rekombinan
yang bila diberikan kepada seseorang akan menimbulkan kekebalan spesifik
secara aktif terhadap penyakit infeksi tertentu.
Cara penyimpanan untuk vaksin sangat penting karena menyangkut potensi
atau daya antigennya. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyimpanan vaksin
adalah suhu, sinar matahari, dan kelembaban.

Tabel penyimpanan vaksin


Provinsi dan
Vaksin Puskesmas Bidan di Desa
Kabupaten
Polio -250C s/d -150C 20C-80C
Campak
BCG
DPT
20C-80C 20C-80C
TT
DT
DPT/HB
Hepatitis B 20C-80C Tanpa cold chain

Vaksin yang berasal dari virus hidup (polio, campak) pada pedoman sebelumnya
harus disimpan pada suhu dibawah OoC. Dalam perkembangan selanjut, hanya vaksin
Polio yang masih memerlukan suhu dibawah OoC di provinsi dan kabupaten/kota,
sedangkan vaksin campak lebih baik disimpan di refrigerator pada suhu 2 8oC.
Adapun vaksin lainnya harus disimpan pada suhu 2 8oC. Vaksin Hepatitis B, DPT,
TT dan DT tidak boleh terpapar pada suhu beku karena vaksin akan rusak akibat
meningkatnya konsentrasi zat pengawet yang merusak antigen. Di Puskesmas yang
mempunyai freezer pembuat cold pack, bagian freezer dari lemari es tidakdipakai
untuk menyimpan vaksin. Dalam penyimpanan/pengangkutan vaksin, susunannya
harus diperhatikan. Karena suhu dingin dari lemari es/freezer diterima vaksin secara
konduksi, maka ketentuan tentang jarak antar kemasan vaksin harus dipenuhi.
Demikian pula letak vaksin menurut jenis antigennya mempunyai urutan tertentu
untuk menghindari penurunan potensi vaksin yang terlalu cepat.

You might also like