You are on page 1of 121

85

LAMPIRAN 1.

Universitas Sumatera Utara


86

LAMPIRAN 2.

Universitas Sumatera Utara


87

Universitas Sumatera Utara


88

LAMPIRAN 3.

Kuesioner Penelitian

Hubungan Konsumsi Makanan dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di


Desa Mekar Bahalat, Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi, Kabupaten
Simalungun Tahun 2016

Nomor Kode Responden :


Tanggal Wawancara :
Petunjuk Pengisian :
1) Mohon bantuan dan kesediaan Saudara untuk menjawab seluruh pertanyaan
yang ada.
2) Mohon menjawab pertanyaan dengan jujur dan sesuai hati nurani.
Karakteristik Responden
1. Nama :
2. Umur :
3. Jenis Kelamin :
4. Riwayat Hipertensi pada Keluarga : Ada/Tidak
Status Responden
1. Tekanan Darah : mmHg

Universitas Sumatera Utara


89

FORMULIR FOOD RECALL 24 JAM

Hari/Tanggal :
Hari Ke :
Bahan Makanan Konversi
Waktu Nama
Banyaknya KH Protein Lemak Natrium Serat
Makan Masakan Jenis
URT Gr (gr) (gr) (gr) (mg) (gr)

Universitas Sumatera Utara


90

FORMULIR METODE FOOD FREQUENCY


(Makanan Pencegah Hipertensi)

No.Responden:
Frekuensi Konsumsi
Nama Bahan
Tidak Ket
Makanan >1/hr 1/hr 4-6/minggu 1-3/minggu 1/bln 1/thn
Pernah
1. Makanan Pokok
a. Beras merah
b. Jagung

2. Lauk Hewani
a. Ikan air tawar
b. Ikan tongkol
c. Ayam tanpa
kulit

3. Lauk Nabati
a. Tahu
b. Tempe

4. Sayur-sayuran
a. Tomat
b. Kentang
c. Daun Singkong
d. Buncis
e. Wortel
f. Sawi

5. Buah-buahan
a. Pisang
b. Semangka
c. Jeruk
d. Nenas
e. Pepaya

6. Kacang-kacangan
a. Kacang tanah
b. Kacang hijau

Universitas Sumatera Utara


91

FORMULIR METODE FOOD FREQUENCY


(Makanan Pemicu Hipertensi)

No.Responden:
Frekuensi Konsumsi
Nama Bahan
Tidak Ket
Makanan >1/hr 1/hr 4-6/minggu 1-3/minggu 1/bln 1/thn
pernah

5. Makanan Tinggi
Kolesterol
a. Daging sapi
b. Daging kambing
c. Daging babi
d. Udang

6. Makanan yang
Diawetkan
a. Ikan asin
b. Telur asin
c. Teri kering

7. Makanan Tinggi
Natrium
a. Biskuit
b. Keripik

Universitas Sumatera Utara


92

LAMPIRAN 4 .

MASTER DATA PENELITIAN

No Sex Genetik HT KH Protein Lemak Natrium Serat


1 2 2 1 2 1 1 1 2
2 1 2 1 3 3 2 3 3
3 2 2 1 1 2 1 3 2
4 2 1 2 3 1 1 3 1
5 2 1 1 3 2 1 3 2
6 1 2 2 1 3 1 2 1
7 2 2 1 3 1 1 1 3
8 2 2 1 1 2 3 1 3
9 2 2 2 1 2 1 2 2
10 1 2 1 3 2 3 2 3
11 2 2 1 1 3 3 2 3
12 2 2 2 1 1 1 3 1
13 2 2 1 3 3 3 2 1
14 1 2 1 1 3 3 2 3
15 1 1 2 3 3 1 3 3
16 2 2 1 1 2 2 1 2
17 2 1 1 3 2 3 1 3
18 1 2 2 1 2 2 3 2
19 2 2 2 3 2 1 2 3
20 1 2 1 1 2 2 1 1
21 2 2 2 1 1 1 3 1
22 2 1 2 3 1 2 1 3
23 2 2 2 3 1 1 1 3
24 2 2 2 1 3 2 1 2
25 1 2 1 3 3 1 1 2
26 2 2 2 1 3 2 2 3
27 1 1 1 1 3 1 1 3
28 1 2 2 2 1 2 2 1
29 2 2 1 3 1 1 1 3
30 2 2 1 1 1 2 1 1
31 2 1 1 3 2 1 1 3
32 2 1 1 2 1 1 2 3
33 1 2 2 2 2 1 1 2
34 2 2 2 2 3 1 1 1
35 2 1 2 3 1 2 1 3
36 2 2 1 1 2 1 1 3
37 1 2 1 3 3 2 2 3
38 2 1 1 1 2 1 1 3

Universitas Sumatera Utara


93

39 2 1 2 3 1 1 1 1
40 1 2 1 3 1 1 1 2
41 2 2 1 1 2 2 2 3
42 1 1 2 3 2 1 1 2
43 2 2 1 3 2 1 2 3
44 1 2 1 2 2 2 1 3
45 1 2 2 3 2 1 3 1
46 2 1 1 2 2 3 1 3
47 2 2 1 3 2 3 1 3
48 2 2 1 3 2 1 2 1
49 2 1 2 3 1 1 2 1
50 1 2 1 3 1 1 1 3
51 2 2 2 2 2 1 3 3
52 2 1 1 3 1 2 1 2
53 2 2 2 3 1 1 3 1
54 2 1 1 3 2 3 1 1
55 2 1 1 3 2 1 2 3

Universitas Sumatera Utara


94

LAMPIRAN 5.

TABEL HASIL UJI STATISTIK

1. Karakteristik Responden
Statistics
Jenis Riwayat Hipertensi
Kelamin pada Keluarga
N Valid 55 55
Missing 0 0

Jenis Kelamin
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Laki-laki 17 30,9 30,9 30,9
Perempuan 38 69,1 69,1 100,0
Total 55 100,0 100,0

Riwayat Hipertensi pada Keluarga


Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Ada 17 30,9 30,9 30,9
Tidak 38 69,1 69,1 100,0
Total 55 100,0 100,0

2. Kejadian Hipertensi pada Responden


Kejadian Hipertensi
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Hipertensi (TDS >=
140 mmHg dan atau 33 60,0 60,0 60,0
TDD >=90 mmHg)
Tidak Hipertensi (TDS
< 140 mmHg dan atau 22 40,0 40,0 100,0
TDD < 90 mmHg)
Total 55 100,0 100,0

3. Tingkat Konsumsi Karbohidrat, Protein, Lemak, Natrium, Serat


Statistics
Tingkat Tingkat Tingkat Tingkat Tingkat
Konsumsi Konsumsi Konsumsi Konsumsi Konsumsi
Karbohidrat (gr) Protein (gr) Lemak (gr) Natrium (mg) Serat (gr)
N Valid 55 55 55 55 55
Missing 0 0 0 0 0

Universitas Sumatera Utara


95

Tingkat Konsumsi Karbohidrat (gr)


Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Lebih 18 32,7 32,7 32,7
Baik 8 14,5 14,5 47,3
Kurang 29 52,7 52,7 100,0
Total 55 100,0 100,0

Tingkat Konsumsi Protein (gr)


Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Lebih 18 32,7 32,7 32,7
Baik 25 45,5 45,5 78,2
Kurang 12 21,8 21,8 100,0
Total 55 100,0 100,0

Tingkat Konsumsi Lemak (gr)


Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Lebih 32 58,2 58,2 58,2
Baik 14 25,5 25,5 83,6
Kurang 9 16,4 16,4 100,0
Total 55 100,0 100,0

Tingkat Konsumsi Natrium (mg)


Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Lebih 28 50,9 50,9 50,9
Baik 16 29,1 29,1 80,0
Kurang 11 20,0 20,0 100,0
Total 55 100,0 100,0

Tingkat Konsumsi Serat (gr)


Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Lebih 15 27,3 27,3 27,3
Baik 12 21,8 21,8 49,1
Kurang 28 50,9 50,9 100,0
Total 55 100,0 100,0

Universitas Sumatera Utara


96

4. Hubungan Tingkat Konsumsi Karbohidrat dengan Kejadian Hipertensi


pada Lansia

Tingkat Konsumsi Karbohidrat (gr) * Kejadian Hipertensi Crosstabulation

Kejadian Hipertensi Total


Tidak
Hipertensi Hipertensi
Hipertensi (TDS (TDS < 140 (TDS >= 140
>= 140 mmHg mmHg dan mmHg dan
dan atau TDD atau TDD < 90 atau TDD
>=90 mmHg) mmHg) >=90 mmHg)

Lebih Count 11 7 18
Expected Count 10,8 7,2 18,0
Tingkat % within Tingkat
Konsumsi Konsumsi
61,1% 38,9% 100,0%
Karbohidrat Karbohidrat (gr)
(gr)
Baik Count 4 4 8
Expected Count 4,8 3,2 8,0
% within Tingkat
Konsumsi 50,0% 50,0% 100,0%
Karbohidrat (gr)
Kurang Count 18 11 29
Expected Count 17,4 11,6 29,0
% within Tingkat
Konsumsi 62,1% 37,9% 100,0%
Karbohidrat (gr)
Total Count 33 22 55
Expected Count 33,0 22,0 55,0
% within Tingkat
Konsumsi 60,0% 40,0% 100,0%
Karbohidrat (gr)

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)


Pearson Chi-Square ,394(a) 2 ,821
Likelihood Ratio ,388 2 ,824
Linear-by-Linear
,015 1 ,904
Association
N of Valid Cases
55
a 2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,20.

Universitas Sumatera Utara


97

5. Hubungan Tingkat Konsumsi Protein dengan Kejadian Hipertensi pada


Lansia

Tingkat Konsumsi Protein (gr) * Kejadian Hipertensi Crosstabulation

Kejadian Hipertensi Total


Hipertensi Tidak Hipertensi Hipertensi
(TDS >= 140 (TDS < 140 (TDS >= 140
mmHg dan mmHg dan atau mmHg dan
atau TDD TDD < 90 atau TDD
>=90 mmHg) mmHg) >=90 mmHg)
Tingkat Lebih Count 8 10 18
Konsumsi Expected Count 10,8 7,2 18,0
Protein (gr)
% within Tingkat
Konsumsi Protein (gr) 44,4% 55,6% 100,0%
Baik Count 18 7 25
Expected Count 15,0 10,0 25,0
% within Tingkat
Konsumsi Protein (gr) 72,0% 28,0% 100,0%
Kurang Count 7 5 12
Expected Count 7,2 4,8 12,0
% within Tingkat
Konsumsi Protein (gr) 58,3% 41,7% 100,0%
Total Count 33 22 55
Expected Count 33,0 22,0 55,0
% within Tingkat
Konsumsi Protein (gr) 60,0% 40,0% 100,0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)


Pearson Chi-Square 3,329(a) 2 ,189
Likelihood Ratio 3,352 2 ,187
Linear-by-Linear
,942 1 ,332
Association
N of Valid Cases 55
a 1 cells (16,7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,80.

Universitas Sumatera Utara


98

6. Hubungan Tingkat Konsumsi Lemak dengan Kejadian Hipertensi pada


Lansia

Tingkat Konsumsi Lemak (gr) * Kejadian Hipertensi Crosstabulation

Kejadian Hipertensi Total


Tidak
Hipertensi Hipertensi Hipertensi
(TDS >= 140 (TDS < 140 (TDS >= 140
mmHg dan mmHg dan mmHg dan
atau TDD >=90 atau TDD < 90 atau TDD
mmHg) mmHg) >=90 mmHg)
Tingkat Lebih Count 16 16 32
Konsumsi Expected Count 19,2 12,8 32,0
Lemak (gr)
% within Tingkat
Konsumsi Lemak 50,0% 50,0% 100,0%
(gr)
Baik Count 8 6 14
Expected Count 8,4 5,6 14,0
% within Tingkat
Konsumsi Lemak 57,1% 42,9% 100,0%
(gr)
Kurang Count 9 0 9
Expected Count 5,4 3,6 9,0
% within Tingkat
Konsumsi Lemak 100,0% ,0% 100,0%
(gr)
Total Count 33 22 55
Expected Count 33,0 22,0 55,0
% within Tingkat
Konsumsi Lemak 60,0% 40,0% 100,0%
(gr)

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)


Pearson Chi-Square 7,381(a) 2 ,025
Likelihood Ratio 10,548 2 ,005
Linear-by-Linear
6,028 1 ,014
Association
N of Valid Cases 55
a 1 cells (16,7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,60.

Universitas Sumatera Utara


99

7. Hubungan Tingkat Konsumsi Natrium dengan Kejadian Hipertensi pada


Lansia

Tingkat Konsumsi Natrium (mg) * Kejadian Hipertensi Crosstabulation

Kejadian Hipertensi Total


Tidak
Hipertensi Hipertensi Hipertensi
(TDS >= 140 (TDS < 140 (TDS >= 140
mmHg dan mmHg dan mmHg dan
atau TDD atau TDD < 90 atau TDD
>=90 mmHg) mmHg) >=90 mmHg)
Tingkat Lebih Count 20 8 28
Konsumsi Expected Count 16,8 11,2 28,0
Natrium (mg)
% within Tingkat
Konsumsi Natrium 71,4% 28,6% 100,0%
(mg)
Baik Count 10 6 16
Expected Count 9,6 6,4 16,0
% within Tingkat
Konsumsi Natrium 62,5% 37,5% 100,0%
(mg)
Kurang Count 3 8 11
Expected Count 6,6 4,4 11,0
% within Tingkat
Konsumsi Natrium 27,3% 72,7% 100,0%
(mg)
Total Count 33 22 55
Expected Count 33,0 22,0 55,0
% within Tingkat
Konsumsi Natrium 60,0% 40,0% 100,0%
(mg)

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)


Pearson Chi-Square 6,475(a) 2 ,039
Likelihood Ratio 6,467 2 ,039
Linear-by-Linear
5,606 1 ,018
Association
N of Valid Cases 55
a 1 cells (16,7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,40.

Universitas Sumatera Utara


100

8. Hubungan Tingkat Konsumsi Serat dengan Kejadian Hipertensi pada


Lansia

Tingkat Konsumsi Serat (gr) * Kejadian Hipertensi Crosstabulation

Kejadian Hipertensi Total


Tidak Hipertensi
Hipertensi Hipertensi (TDS >= 140
(TDS >= 140 (TDS < 140 mmHg dan
mmHg dan mmHg dan atau TDD
atau TDD atau TDD < 90 >=90
>=90 mmHg) mmHg) mmHg)
Tingkat Lebih Count 5 10 15
Konsumsi Serat Expected Count 9,0 6,0 15,0
(gr)
% within Tingkat
Konsumsi Serat 33,3% 66,7% 100,0%
(gr)
Baik Count 7 5 12
Expected Count 7,2 4,8 12,0
% within Tingkat
Konsumsi Serat 58,3% 41,7% 100,0%
(gr)
Kurang Count 21 7 28
Expected Count 16,8 11,2 28,0
% within Tingkat
Konsumsi Serat 75,0% 25,0% 100,0%
(gr)
Total Count 33 22 55
Expected Count 33,0 22,0 55,0
% within Tingkat
Konsumsi Serat 60,0% 40,0% 100,0%
(gr)

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)


Pearson Chi-Square 7,083(a) 2 ,029
Likelihood Ratio 7,144 2 ,028
Linear-by-Linear
6,889 1 ,009
Association
N of Valid Cases 55
a 1 cells (16,7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,80.

Universitas Sumatera Utara


101

LAMPIRAN 6.

Gambar 1. Puskesmas Jawa Maraja Bah Jambi

Gambar 2. Pengukuran tekanan darah oleh petugas kesehatan

Universitas Sumatera Utara


102

Gambar 3. Wawancara dengan Lansia

Gambar 4. Wawancara dengan Lansia

Universitas Sumatera Utara


103

Gambar 5. Foto Bersama dengan Lansia

Gambar 6. Foto Bersama dengan Lansia

Universitas Sumatera Utara


82

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita., 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.

Almatsier, Sunita. 2005. Penuntun Gizi Diet Edisi Baru. Jakarta: PT. Ikrar
Mandiri Abadi.

Amran, Yuli., Febrianti., Irawanti, Lies., 2010. Pengaruh Tambahan Asupan


Kalium dari Diet terhadap Penurunan Hipertensi Sistolik Tingkat Sedang
pada Lanjut Usia. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional 5(3):125-130.

Arisman, 2009. Gizi Dalam Daur Hidup.Edisi II. Jakarta: EGC

Aritonang, Evawany., Siregar, Emi Inayah Sari., Nasution, Ernawati., 2016. The
Relationship of Food Consumption and Nutritional Status on Employee
of Health Polytechnic Directorate Health Ministry Medan. International
Jornal on Advanced Science Engineering Information Technology 6 (1).

Badan Pusat Statistik Kabupaten Simalungun, 2014. Statistik Daerah Kecamatan


Jawa Maraja Bah Jambi Tahun 2014. Simalungun: BPS.

Baliwati, Yayuk Farida., Khomsan, Ali., Dwiriani, Meti., 2010. Pengantar Pangan
dan Gizi. Jakarta: PT Penebar Swadaya.

Budianto, H., Agus Krisno., 2009. Dasar-dasar Ilmu Gizi. Malang: UMM Press.

Depkes, 2013. Diakses dari http://gizi.depkes.go.id/download/Kebijakan%20Gizi/


PMK%2075-2013. pdf, diakses pada 3 Maret 2016.

Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA, 2012. Pedoman Pelayanan Gizi Lanjut
Usia. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA, 2011. Strategi Nasional Penerapan Pola
Konsumsi Makanan dan Aktivitas Fisik untuk Mencegah Penyakit Tidak
Menular. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Universitas Sumatera Utara


83

Emiria, Rista., 2012. Asupan Protein, Lemak Jenuh, Natrium, Serat dan IMT
Terkait dengan Tekanan Darah Pasien Hipertensi di RSUD Tugurejo
Semarang. Skripsi, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro,
Semarang.

Fatmah, Dr.,SKM., MSc., 2010. Gizi Usia Lanjut. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Feryadi, Rahmat., Sulastri, Delmi., Kadri, Husnil. 2014. Hubungan Kadar Profil
Lipid dengan Kejadian Hipertensi pada Masyarakat Etnik Minangkabau
di Kota Padang Tahun 2012. Jurnal Kesehatan Andalas 3(2):206-211.

Frilyan, Rinawang., 2011. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Hipertensi


pada Kelompok Lanjut Usia di Kelurahan Sawah Baru Kecamatan
Ciputat Kota Tangerang Selatan. Skripsi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Ftrina, Yossi. 2014. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Hipertensi


pada Usia Lanjut di Wilayah Kerja Puskesmas Kebun Sikolos Kecamatan
Padang Panjang Barat Tahun 2014. Skripsi, Program Studi D3
Keperawatan, STIKes Yarsi Sumbar, Bukittingi.

Irianto, Koes., 2014. Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular Panduan
Klinis. Bandung: Penerbit Alfabeta.

Konita, Saskia., Azmi, Syaiful., Erkadius., 2015. Pola Tekanan Darah pada Lansia
di Posyandu Lansia Kelurahan Padang Pasir Padang Januari 2014. Jurnal
Kesehatan Andalas 4(1):269-273.

Korneliani, K., Meida, D., 2012. Obesitas dan Stress dengan Kejadian Hipertensi.
Jurnal Kesehatan Masyarakat: 117-121

Lewa, Abdul Farid., Pramantara, I Dewa Putu., Rahayujati, Baning., 2010. Faktor-
faktor Risiko Hipertensi Sistolik Terisolasi pada Lanjut Usia. Berita
Kedokteran Masyarakat 26 (4):171-178.

Manawan, Anggun A., Rattu, A J M., Punuh, Maureen I., 2016. Hubungan Antara
Konsumsi Makanan dengan Kejadian Hipertensi di Desa Tandengan Satu
Kecamatan Eris Kabupaten Minahasa. Jurnal Ilmiah Farmasi 5(1):340-
347.

Notoatmodjo, S., 2010. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Universitas Sumatera Utara


84

Oktariyani, 2012. Gambaran Status Gizi pada Lanjut Usia di Panti Sosial Tresna
Werdha (PSTW) Budi Mulya 01 dan 03 Jakarta Timur. Skripsi, Fakultas
Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, Depok.

Rahayu, Hesti., 2012. Faktor Risiko Hipertensi pada Masyarakat RW 01


Srengseng Sawah Kecamatan Jagakarsa Kota Jakarta Selatan. Skripsi,
Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, Depok.

Ratnaningrum, Denny,. 2015. Hubungan Asupan Serat dan Status Gizi dengan
Tekanan Darah pada Wanita Menopause di Desa Kuwiran Kecamatan
Banyudono Kabupaten Boyolali. Skripsi, Fakultas Ilmu Kesehatan,
Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Rawasiah A.B., Wahiduddin., Rismayanti., 2014. Hubungan Faktor Konsumsi


Makanan Dengan Kejadian Hipertensi Pada Lansia di Puskesmas
Pattingallong. http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/
10836/A.BESSE%20RAWASIAH%20M.%20MAPPAGILING%20K11
112616.pdf?sequence=1 (Jurnal online. Diakses pada tanggal 21 Agustus
2015).

Sediaoetama, A. D., 2004. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid II.
Jakarta: Dian Rakyat.

Sekretariat Tim Penyusunan Grand Design Pembangunan Kependudukan. 2012.


Grand Design Pembangunan Kependudukan Tahun 2011-2035. Jakarta:
Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat.

Suoth, M., Bidjuni, H., Malara, R., 2014. Hubungan Gaya Hidup dengan Kejadian
Hipertensi di Puskesmas Kolongan Kecamatan Kalawat Kabupaten
Minahasa Utara. Jurnal Keperawatan 2 (1).

Supariasa., Bakri, Bachyar., Fajar, Ibnu., 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta:
EGC.

Widyaningrum, Siti., 2012. Hubungan antara Konsumsi Makanan dengan


Kejadian Hipertensi Pada Lansia (Studi Di UPT Pelayanan Sosial Lanjut
Usia Jember). Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas
Jember.

Universitas Sumatera Utara


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian yang bersifat analitik

observasional dengan jenis rancangan penelitian cross sectional. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui konsumsi makanan yang berhubungan dengan

kejadian hipertensi pada lansia di Desa Mekar Bahalat, Kecamatan Jawa Maraja

Bah Jambi, Kabupaten Simalungun.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Mekar Bahalat, Kecamatan Jawa Maraja

Bah Jambi, Kabupaten Simalungun.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan selama Bulan September 2015 hingga Mei

2016.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia usia 60 tahun di Desa

Mekar Bahalat, Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi, Kabupaten Simalungun yang

berjumlah 120 orang.

Universitas Sumatera Utara


38

3.3.2 Sampel Penelitian

Besarnya sampel dihitung berdasarkan rumus penentuan besar sampel yaitu

rumus Slovin sebagai berikut:

n=

Keterangan:
N = Besar populasi (120)
n = Jumlah sampel minimal yang akan diteliti
d = Penyimpangan statistik dari sampel terhadap populasi, yang ditetapkan 0,1.

Sehingga :

120
n=
1 + 120 (0,1)2

= 54,54 55 orang

Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah bagian dari populasi lansia

yang memiliki kriteria:

1) Lansia yang masih tinggal di Desa Mekar Bahalat

2) Lansia yang tidak mengalami cacat fisik dan gangguan demensia

Besar sampel dan responden dalam penelitian ini sebanyak 55 orang lansia

yang bersedia untuk diwawancarai. Pengambilan sampel untuk masing-masing

dusun dilakukan secara sebanding yaitu dengan menggunakan rumus Sugiyono

(2007), yaitu: n = (populasi lansia tiap dusun)/(jumlah populasi keseluruhan) x

jumlah sampel yang ditentukan. Setelah itu, dilakukan teknik simple random

sampling untuk mengambil sampel disetiap wilayah.

Universitas Sumatera Utara


39

Dari rumus tersebut diperoleh sampel per dusun, yaitu:

Setelah dilakukan perhitungan, jumlah sampel yang dibutuhkan sebesar 55

orang. Jumlah sampel masing-masing dusun yaitu pada Dusun Korem Luar

sebanyak 13 orang, Dusun Korem Dalam sebanyak 10 orang, Dusun Siabarta

sebanyak 7 orang, Dusun Bahalat I sebanyak 10 orang, Dusun Bahalat II sebanyak

11 orang dan Dusun Ranto sebanyak 4 orang.

3.4 Metode Pengumpulan Data

3.4.1 Sumber Data

1. Data Primer

Data primer merupakan data yang didapatkan dari pengumpulan data secara

langsung oleh peneliti terhadap sasaran. Data primer pada penelitian ini adalah

tekanan darah lansia, jenis, frekuensi dan tingkat konsumsi makanan pada lansia.

Universitas Sumatera Utara


40

2. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang didapatkan dengan cara pengumpulan data

yang diperoleh dari orang lain atau tempat lain dan bukan dilakukan oleh peneliti

sendiri. Data sekunder dalam penelitian ini adalah jumlah lansia dan profil Desa

Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi sebagai tempat penelitian.

3.4.2 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data primer yang terdiri dari tingkat konsumsi (karbohidrat,

protein, lemak, natrium, serat), jenis dan frekuensi makanan pemicu dan

pencegah hipertensi diperoleh melalui wawancara, pengisian formulir food

frequency dan food recall 24 jam, dan untuk data tekanan darah diperoleh melalui

pengukuran langsung oleh bidan desa setempat dengan alat sphygmomanometer

bersamaan dengan wawancara dan pengisian kuesioner berlangsung.

3.5 Definisi Operasional

1. Hipertensi adalah tekanan darah tinggi berlaku apabila tekanan darah sistolik

melebihi 140 mmHg dan tekanan diastolik melebihi 90 mmHg.

2. Konsumsi makanan adalah gambaran jenis dan frekuensi makanan pemicu dan

pencegah hipertensi, serta tingkat konsumsi makanan yang mengandung

karbohidrat, protein, lemak, natrium, serat yang dikonsumsi lansia.

Universitas Sumatera Utara


41

3. Jenis dan frekuensi makanan pemicu hipertensi adalah gambaran jenis dan

frekuensi makanan yang dapat menjadi penyebab tingginya tekanan darah atau

hipertensi yang dikonsumsi lansia dalam periode harian, mingguan, bulanan

atau tahunan.

4. Jenis dan frekuensi makanan pencegah hipertensi adalah gambaran jenis dan

frekuensi makanan-makanan yang dapat menurunkan tekanan darah sehingga

dapat mencegah terjadinya hipertensi yang dikonsumsi lansia dalam periode

harian, mingguan, bulanan atau tahunan.

5. Tingkat konsumsi karbohidrat adalah jumlah rata-rata konsumsi karbohidrat

yang didapat dari hasil konversi semua makanan yang dikonsumsi responden

per hari, yang diukur dengan menggunakan metode food recall dan

dibandingkan dengan nilai % AKG.

6. Tingkat konsumsi protein adalah jumlah rata-rata konsumsi protein yang

didapat dari hasil konversi semua makanan yang dikonsumsi responden per

hari, yang diukur dengan menggunakan metode food recall dan dibandingkan

dengan nilai % AKG.

7. Tingkat konsumsi lemak adalah jumlah rata-rata konsumsi lemak yang didapat

dari hasil konversi semua makanan yang dikonsumsi responden per hari, yang

diukur dengan menggunakan metode food recall dan dibandingkan dengan

nilai % AKG.

Universitas Sumatera Utara


42

8. Tingkat konsumsi natrium adalah jumlah rata-rata konsumsi natrium yang

didapat dari hasil konversi semua makanan yang dikonsumsi responden per

hari, yang diukur dengan menggunakan metode food recall dan dibandingkan

dengan nilai % AKG.

9. Tingkat konsumsi serat adalah jumlah rata-rata konsumsi serat yang didapat

dari hasil konversi semua makanan yang dikonsumsi responden per hari, yang

diukur dengan menggunakan metode food recall dan dibandingkan dengan

nilai % AKG.

3.6 Metode Pengukuran

3.6.1 Hipertensi

Pengukuran tekanan darah dilakukan oleh petugas kesehatan atau bidan desa

setempat dengan menggunakan alat sphygmomanometer yang mempunyai

ketelitian milimeter air raksa (mmHg).

Hasil pengukuran tekanan darah dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1) Hipertensi (TDS 140 mmHg dan atau TDD 90 mmHg)

2) Tidak hipertensi (TDS <140 mmHg) dan atau TDD <90 mmHg)

3.6.2 Konsumsi Makanan

1. Jenis dan Frekuensi Makanan

Pengukuran ini dilakukan untuk melihat jenis dan frekuensi makanan

pemicu dan pencegah hipertensi yang dikonsumsi lansia. Pengukuran dilakukan

Universitas Sumatera Utara


43

dengan wawancara secara mendalam dan menggunakan metode frekuensi

makanan.

Jenis makanan dikategorikan sebagai berikut:

1) Makanan pencegah hipertensi, yaitu sayuran (tomat, kentang, wortel, dll),

buah-buahan (pisang, jeruk, nenas, dll), ikan air tawar, kacang tanah, dsb.

2) Makanan pemicu hipertensi, yaitu makanan tinggi kolesterol (daging sapi,

daging kambing), makanan tinggi natrium, makanan yang diawetkan (ikan

asin, telur asin), dsb.

Jenis makanan pencegah dan pemicu hipertensi tersebut diukur bersamaan

dengan mengukur frekuensi makanan, sehingga dapat diketahui seberapa sering

atau frekuensi masyarakat lansia mengonsumsi makanan-makanan tersebut sehari-

harinya.

Untuk frekuensi makanan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1) > 1 kali/hari

2) 1 kali/hari

3) 4-6 kali/minggu

4) 1-3 kali/minggu

5) 1 kali/bulan

6) 1 kali/tahun

7) Tidak pernah

Kategori:

a) Sering, jika frekuensi konsumsi makanan >1 kali/hari, 1 kali/hari dan 4-6

kali/minggu

Universitas Sumatera Utara


44

b) Jarang, jika frekuensi konsumsi makanan 1-3 kali/minggu, 1 kali/bulan dan 1

kali/tahun

c) Tidak pernah

2. Tingkat Konsumsi Makanan

Pengukuran tingkat konsumsi makanan yaitu dengan cara menghitung

jumlah rata-rata konsumsi karbohidrat, protein, lemak, natrium dan serat yang

didapat dari hasil konversi semua makanan yang dikonsumsi responden per hari,

yang diukur dengan menggunakan metode food recall 24 jam.

Langkah-langkah metode pengukurannya adalah sebagai berikut:

1) Data tingkat konsumsi makanan diperoleh dengan menggunakan metode food

recall 24 jam yang dilakukan sebanyak dua kali dan harinya tidak berurutan.

2) Lalu setelah data konsumsi diperoleh, maka dilakukan konversi dari Ukuran

Rumah Tangga ke dalam Ukuran berat (gram) atau dari satuan berat.

3) Setelah diketahui jumlah bahan makanan dan makanan yang dikonsumsi oleh

responden, maka dilakukan perhitungan nilai gizi dan bahan makanan tersebut.

Analisis kandungan zat gizi dilakukan dengan menggunakan Daftar Konsumsi

Bahan Makanan (DKBM) atau dengan bantuan software nutrisurvey

4) Lalu hasil tiap zat gizi dihitung rata-ratanya dari kedua pengukuran (hari

pertama dan hari kedua) dan dibandingkan dengan nilai % AKG menggunakan

rumus sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


45

Angka Kecukupan Gizi (AKG) pada usia lanjut dapat dilihat seperti dalam

tabel 3.1 berikut:

Tabel 3.1 Angka Kecukupan Gizi Usia Lanjut

Umur Energi Karbohidrat Protein Lemak Natrium Serat


(tahun) (kkal) (gr) (gr) (gr) (mg) (gr)
Pria
50-64 2325 349 65 65 1300 33
65-80 1900 309 62 53 1200 27
80+ 1525 248 60 42 1200 21
Wanita
50-64 1900 285 57 53 1300 27
65-80 1550 252 56 43 1200 22
80+ 1425 232 52 40 1200 20
Sumber : Permenkes RI No 75Tahun 2013

Setelah jumlah makanan yang dikonsumsi diperoleh dalam bentuk persen,

hasil persen tersebut lalu dikategorikan sebagai berikut (WNPG, 2004):

a. Lebih : > 110 % AKG

b. Baik : 80-110 % AKG

c. Kurang : < 80 % AKG

3.7 Teknik Penyajian dan Analisis Data

3.7.1 Teknik Penyajian Data

Teknik penyajian data yang dilakukan dalam penelitian ini sebagai berikut:

a. Pemeriksaan Data (editing)

Editing dimaksudkan agar sebelum diolah, data sudah tertata dan terinci

dengan baik. Editing dilakukan sebelum pengolahan data. Data yang dikumpulkan

dari kuesioner dibaca dan diperbaiki, apabila terdapat hal-hal yang salah atau

meragukan.

Universitas Sumatera Utara


46

b. Pemeriksaan Kode (Coding)

Pemberian kode pada setiap atribut dari setiap variabel yang diteliti untuk

mempermudah waktu saat mengadakan tabulasi dan analisis.

c. Entry Data

Melakukan pemindahan atau pemasukan data dari formulir dan hasil

pengukuran ke dalam komputer untuk diproses. Data yang didapat dimasukkan ke

dalam komputer dengan menggunakan nutrisurvey dan program SPSS untuk

dianalisis.

d. Cleaning Data

Memeriksa kembali data yang telah masuk dalam komputer, apakah ada

kesalahan-kesalahan yang terjadi didalamnya, pemeriksaan data tetap diperlukan

dan harus dilakukan meskipun dalam memasukkan data telah menggunakan atau

memperhatikan kaidah-kaidah yang benar.

3.7.2 Analisis Data

Analisis data yang digunakan mencakup univariat dan bivariat. Analisis data

univariat untuk melihat frekuensi dari variabel-variabel yang diteliti yaitu

konsumsi makanan yang meliputi tingkat konsumsi karbohidrat, protein, lemak,

natrium, serat, dan jenis, frekuensi makanan pemicu dan pencegah hipertensi dan

penyakit hipertensi. Analisis data bivariat bertujuan untuk melihat hubungan

antara variabel independent dengan variabel dependent yaitu hubungan antara

konsumsi makanan terhadap hipertensi pada lansia. Analisis ini menggunakan

program SPSS for windows dengan menggunakan uji chi-square.

Universitas Sumatera Utara


BAB IV
HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Desa Mekar Bahalat merupakan salah satu desa/nagori di Kecamatan Jawa

Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun yang memiliki jumlah penduduk

terkecil dari keseluruhan desa di Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi yaitu

sejumlah 1583 jiwa, dengan kepadatan 179 jiwa/km2. Jika dibandingkan dengan

kepadatan penduduk rata-rata di Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi, maka

kepadatan penduduk di Desa Mekar Bahalat jauh lebih rendah.

Desa Mekar Bahalat memiliki jumlah KK sebanyak 440 KK dengan jumlah

penduduk sebanyak 1583 jiwa yang terdiri dari 770 laki-laki dan 813 perempuan.

Jumlah penduduk usia produktif (45-59 tahun) sebanyak 389 orang dan jumlah

penduduk lansia sebanyak 120 orang.

Mata pencaharian sebagian besar penduduk di Desa Mekar Bahalat adalah

bertani, sebagian lagi buruh tani, pegawai negeri, pedagang/wiraswasta dan buruh

bangunan. Sebagian besar lansia masih aktif bekerja sebagai petani ataupun buruh

tani setiap hari untuk memenuhi kebutuhan ekonomis keluarga karena beberapa

lansia di Desa Mekar Bahalat sudah hidup sendiri.

Pola makan lansia sehari-hari masih dalam kategori yang kurang karena

tidak ada yang memerhatikan pola makan lansia itu sendiri. Di usia yang sudah

tua seharusnya ada yang memerhatikan pola makan lansia sehingga dapat

menjamin kesehatan lansia di masa tua dan dapat mengurangi terjadinya penyakit

degeneratif pada lansia yang umumnya sering terjadi, termasuk hipertensi.

Universitas Sumatera Utara


48

Salah satu program kerja dinas kesehatan untuk meningkatkan kualitas

kesehatan masyarakat di Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi adalah dengan

digalakkannya program pemerintah daerah Kabupaten Simalungun yang

menetapkan Puskesmas harus siap melayani masyarakat selama 24 jam setiap

hari. Puskesmas Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi berlokasi di pekan Jawa

Maraja yang juga merupakan ibukota Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi. Di

setiap desa di Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi terdapat minimal satu fasilits

kesehatan/tempat berobat yang setingkat di bawah Puskesmas.

Sarana pelayanan kesehatan yang ada di wilayah Desa Mekar Bahalat yaitu

satu unit Puskesmas Pembantu (Pustu) dengan adanya dua bidan desa. Di Desa

Mekar Bahalat hanya terdapat posyandu bayi dan balita yaitu Posyandu Sedap

Malam, Posyandu Supur dan Posyandu Serimipi yang dilaksanakan setiap

bulannya. Lain halnya dengan Posyandu Lansia yang belum tersedia di Desa

Mekar Bahalat sehingga belum ada pemeriksaan kesehatan rutin yang dilakukan

terkhusus untuk para lansia.

4.2 Karakteristik Responden

Berdasarkan pengambilan data di lapangan diperoleh jumlah responden

sebanyak 55 responden dengan usia 60 tahun. Karakteristik lansia yang dikaji

dalam penelitian ini meliputi jenis kelamin dan riwayat keluarga dengan

hipertensi. Distribusi lansia berdasarkan jenis kelamin di Desa Mekar Bahalat

Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun menunjukkan bahwa

sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan (69,1%). Distribusi lansia

Universitas Sumatera Utara


49

berdasarkan riwayat keluarga dengan hipertensi di Desa Mekar Bahalat

Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun menunjukkan bahwa

sebagian besar responden tidak ada riwayat keluarga dengan hipertensi (69,1%).

Distribusi karakteristik lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa

Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016 selengkapnya dapat dilihat

pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa
Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016

No Karakteristik Lansia N %
1 Jenis Kelamin
Laki-laki 17 30,9
Perempuan 38 69,1
Total 55 100,0
Riwayat Keluarga dengan Hipertensi
2
(Penderita Hipertensi)
Ada riwayat keluarga dengan hipertensi 17 30,9
Tidak ada riwayat keluarga dengan hipertensi 38 69,1
Total 55 100,0

4.3 Kejadian Hipertensi

Status lansia yang dikaji dalam penelitian ini hanya meliputi tekanan darah

pada lansia yang terdiri dari tekanan sistolik dan diastolik yang diukur melalui

sphygmomanometer yang dikaitkan dengan kejadian hipertensi pada lansia yang

meliputi hipertensi apabila TD 140/90 mmHg dan tidak hipertensi apabila TD <

140/90 mmHg.

Berdasarkan kejadian hipertensi responden diperoleh hasil bahwa ada

sebanyak 33 orang lansia (60,0 %) yang memiliki tekanan darah tinggi atau

hipertensi dan sebanyak 22 orang lansia (40,0%) yang tidak hipertensi pada saat

Universitas Sumatera Utara


50

pengukuran dilakukan di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi

Kabupaten Simalungun.

Distribusi kejadian hipertensi pada lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan

Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016 selengkapnya dapat

dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2 Distribusi Kejadian Hipertensi pada Lansia di Desa Mekar Bahalat
Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun
2016

No Kejadian Hipertensi N %
1 Hipertensi 33 60,0
2 Tidak Hipertensi 22 40,0
Total 55 100,0

4.4 Jenis dan Frekuensi Konsumsi Makanan Pencegah dan Pemicu


Hipertensi pada Lansia
4.4.1 Jenis dan Frekuensi Konsumsi Makanan Pencegah Hipertensi pada Lansia

Berdasarkan jenis dan frekuensi konsumsi makanan pencegah hipertensi

diperoleh hasil bahwa jenis makanan yang sering dikonsumsi oleh sebagian besar

responden yaitu: untuk jenis makanan pokok adalah jagung sebanyak 5,5%, untuk

jenis lauk hewani adalah ikan air tawar sebanyak 47,3%, untuk jenis lauk nabati

adalah tempe sebanyak 65,5%, untuk jenis sayur-sayuran adalah tomat sebanyak

98,2%, untuk jenis buah-buahan adalah pisang sebanyak 70,9% dan untuk jenis

kacang-kacangan adalah kacang hijau sebanyak 16,4%.

Distribusi lansia berdasarkan jenis dan frekuensi konsumsi makanan

pencegah hipertensi di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi

Kabupaten Simalungun selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.3.

Universitas Sumatera Utara


51

Tabel 4.3 Distribusi Jenis dan Frekuensi Konsumsi Makanan Pencegah Hipertensi
pada Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi
Kabupaten Simalungun Tahun 2016

Sering Jarang Tidak Pernah


Jenis Makanan
N % N % N %
1. Makanan Pokok
a. Beras merah 0 0 20 36,4 35 63,6
b. Jagung 3 5,5 40 72,7 12 21,8
2. Lauk Hewani
a. Ikan air tawar 26 47,3 29 52,7 0 0
b. Ikan tongkol 4 7,3 41 74,5 10 18,2
c. Ayam tanpa kulit 17 30,9 36 65,5 2 3,6
3. Lauk Nabati
a. Tahu 33 60,0 22 40,0 0 0
b. Tempe 36 65,5 19 34,5 0 0
4. Sayur-sayuran
a. Tomat 54 98,2 1 1,8 0 0
b. Kentang 48 87,3 7 12,7 0 0
c. Daun singkong 38 69,1 17 30,9 0 0
d. Buncis 22 40,0 32 58,2 1 1,8
e. Wortel 27 49,1 28 50,9 0 0
f. Sawi 25 45,5 30 54,5 0 0
5. Buah-buahan
a. Pisang 39 70,9 16 29,1 0 0
b. Semangka 15 27,3 40 72,7 0 0
c. Jeruk 19 34,5 36 65,5 0 0
d. Nenas 5 9,1 50 90,9 0 0
e. Pepaya 37 67,3 18 32,7 0 0
6. Kacang-kacangan
a. Kacang tanah 1 1,8 49 89,1 5 9,1
b. Kacang hijau 9 16,4 46 83,6 0 0

4.4.2 Jenis dan Frekuensi Konsumsi Makanan Pemicu Hipertensi pada Lansia

Berdasarkan jenis dan frekuensi konsumsi makanan pemicu hipertensi

diperoleh hasil bahwa jenis makanan yang sering dikonsumsi oleh sebagian besar

responden yaitu: untuk makanan tinggi kolesterol adalah daging babi sebanyak

60,0%, untuk jenis makanan yang diawetkan adalah ikan asin sebanyak 94,5%

dan untuk jenis makanan tinggi natrium adalah biskuit sebanyak 50,9%.

Universitas Sumatera Utara


52

Distribusi lansia berdasarkan jenis dan frekuensi konsumsi makanan pemicu

hipertensi di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten

Simalungun selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.4.

Tabel 4.4 Distribusi Pola Konsumsi Makanan Pemicu Hipertensi pada Lansia di
Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten
Simalungun Tahun 2016

Sering Jarang Tidak Pernah


Jenis Makanan
N % N % N %
1. Makanan Tinggi Kolesterol
a. Daging sapi 0 0 54 98,2 1 1,8
b. Daging kambing 1 1,8 52 94,6 2 3,6
c. Daging babi 33 60,0 8 14,5 14 25,5
d. Udang 3 5,5 51 92,7 1 1,8
2. Makanan yang Diawetkan
a. Ikan asin 52 94,5 3 5,5 0 0
b. Telur asin 39 70,9 16 29,1 0 0
c. Teri kering 51 92,7 3 5,5 1 1,8
3. Makanan Tinggi Natrium
a. Biskuit 28 50,9 27 49,1 0 0
b. Keripik 12 21,8 43 78,2 0 0

4.5 Tingkat Konsumsi Karbohidrat, Protein, Lemak, Natrium dan Serat

Tingkat konsumsi karbohidrat, protein, lemak, natrium dan serat pada

responden merupakan jumlah rata-rata karbohidrat, protein, lemak, natrium dan

serat harian yang didapat dari hasil konversi semua makanan yang dikonsumsi

responden per hari, yang diukur dengan menggunakan metode food recall 2x24

jam, dan dibandingkan dengan nilai % AKG.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki

tingkat konsumsi karbohidrat berdasarkan Angka Kecukupan Gizi dalam kategori

kurang, yaitu sebanyak 52,7%, tingkat konsumsi protein berdasarkan Angka

Kecukupan Gizi sebagian besar responden dalam kategori baik, yaitu sebanyak

Universitas Sumatera Utara


53

45,5%, tingkat konsumsi lemak berdasarkan Angka Kecukupan Gizi sebagian

besar responden dalam kategori lebih, yaitu sebanyak 58,2%, tingkat konsumsi

natrium berdasarkan Angka Kecukupan Gizi sebagian besar responden dalam

kategori lebih, yaitu sebanyak 50,9% dan tingkat konsumsi serat berdasarkan

Angka Kecukupan Gizi sebagian besar responden termasuk dalam kategori

kurang, yaitu sebanyak 50,9%.

Distribusi lansia berdasarkan tingkat konsumsi karbohidrat, protein, lemak,

natrium dan serat pada Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja

Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016 selengkapnya dapat dilihat pada

tabel 4.5.

Tabel 4.5 Distribusi Tingkat Konsumsi Karbohidrat, Protein, Lemak, Natrium dan
Serat pada Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah
Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016

Kategori
Total
No Tingkat Konsumsi Lebih Baik Kurang
N % N % N % N %
1 Karbohidrat 18 32,7 8 14,5 29 52,7 55 100,0
2 Protein 18 32,7 25 45,5 12 21,8 55 100,0
3 Lemak 32 58,2 14 25,5 9 16,4 55 100,0
4 Natrium 28 50,9 16 29,1 11 20,0 55 100,0
5 Serat 15 27,3 12 21,8 28 50,9 55 100,0

4.6 Hubungan Tingkat Konsumsi Karbohidrat, Protein, Lemak, Natrium


dan Serat dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia

Hubungan antara tingkat konsumsi karbohidrat, protein, lemak, natrium dan

serat dengan kejadian hipertensi dianalisis menggunakan uji chi square dengan

= 0,05. Dikatakan memiliki hubungan yang bermakna jika nilai p 0,05 dan tidak

memiliki hubungan yang bermakna jika nilai p > 0,05.

Universitas Sumatera Utara


54

4.6.1 Hubungan Tingkat Konsumsi Karbohidrat dengan Kejadian Hipertensi pada


Lansia
Hasil analisis hubungan tingkat konsumsi karbohidrat dengan kejadian

hipertensi pada lansia diketahui bahwa diantara 18 orang yang konsumsi

karbohidratnya lebih, terdapat 11 orang (61,1%) yang mengalami hipertensi dan 7

orang (38,9%) yang tidak hipertensi. Diantara 8 orang yang konsumsi

karbohidratnya baik, terdapat 4 orang (50,0%) yang mengalami hipertensi dan 4

orang (50,0%) juga yang tidak hipertensi. Diantara 29 orang yang konsumsi

karbohidratnya kurang, terdapat 18 orang (62,1%) yang mengalami hipertensi dan

11 orang (37,9%) yang tidak hipertensi. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p

value sebesar 0,821, artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat

konsumsi karbohidrat dengan kejadian hipertensi pada lansia di Desa Mekar

Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun.

Hasil analisis hubungan tingkat konsumsi karbohidrat dengan kejadian

hipertensi pada lansia selengkapnya disajikan pada tabel 4.6.

Tabel 4.6 Hubungan Tingkat Konsumsi Karbohidrat dengan Kejadian Hipertensi


pada Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi
Kabupaten Simalungun Tahun 2016

No Tingkat Kejadian Hipertensi Total P


Konsumsi Hipertensi Tidak Hipertensi
Karbohidrat n % n % n %
1 Lebih 11 61,1 7 38,9 18 100,0
2 Baik 4 50,0 4 50,0 8 100,0 0,821
3 Kurang 18 62,1 11 37,9 29 100,0

Universitas Sumatera Utara


55

4.6.2 Hubungan Tingkat Konsumsi Protein dengan Kejadian Hipertensi pada


Lansia
Hasil analisis hubungan tingkat konsumsi protein dengan kejadian

hipertensi pada lansia diketahui bahwa diantara 18 orang yang konsumsi

proteinnya lebih, terdapat 8 orang (44,4%) yang mengalami hipertensi dan 10

orang (55,6%) yang tidak hipertensi. Diantara 25 orang yang konsumsi proteinnya

baik, terdapat 18 orang (72,0%) yang mengalami hipertensi dan 7 orang (28,0%)

yang tidak hipertensi. Diantara 12 orang yang konsumsi proteinnya kurang,

terdapat 7 orang (58,3%) yang mengalami hipertensi dan 5 orang (41,7%) yang

tidak hipertensi. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p value sebesar 0,189,

artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat konsumsi protein

dengan kejadian hipertensi pada lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa

Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun.

Hasil analisis hubungan tingkat konsumsi protein dengan kejadian

hipertensi pada lansia selengkapnya disajikan pada tabel 4.7.

Tabel 4.7 Hubungan Tingkat Konsumsi Protein dengan Kejadian Hipertensi pada
Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi
Kabupaten Simalungun Tahun 2016

No Tingkat Kejadian Hipertensi Total P


Konsumsi Hipertensi Tidak Hipertensi
Protein n % n % N %
1 Lebih 8 44,4 10 55,6 18 100,0
2 Baik 18 72,0 7 28,0 25 100,0 0,189
3 Kurang 7 58,3 5 41,7 12 100,0

Universitas Sumatera Utara


56

4.6.3 Hubungan Tingkat Konsumsi Lemak dengan Kejadian Hipertensi pada


Lansia
Hasil analisis hubungan tingkat konsumsi lemak dengan kejadian hipertensi

pada lansia diketahui bahwa diantara 32 orang yang konsumsi lemaknya lebih,

terdapat 16 orang (50,0%) yang mengalami hipertensi dan 15 orang (50,0%) juga

yang tidak hipertensi. Diantara 14 orang yang konsumsi lemaknya baik, terdapat 8

orang (57,1%) yang mengalami hipertensi dan 6 orang (42,9%) yang tidak

hipertensi. Diantara 9 orang yang konsumsi lemaknya kurang, terdapat 9 orang

(100,0%) yang mengalami hipertensi. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p

value sebesar 0,025, artinya ada hubungan yang bermakna antara tingkat

konsumsi lemak dengan kejadian hipertensi pada lansia di Desa Mekar Bahalat

Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun.

Hasil analisis hubungan tingkat konsumsi lemak dengan kejadian hipertensi

pada lansia selengkapnya disajikan pada tabel 4.8.

Tabel 4.8 Hubungan Tingkat Konsumsi Lemak dengan Kejadian Hipertensi pada
Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi
Kabupaten Simalungun Tahun 2016

No Tingkat Kejadian Hipertensi Total P


Konsumsi Hipertensi Tidak Hipertensi
Lemak n % n % n %
1 Lebih 16 50,0 16 50,0 32 100,0
2 Baik 8 57,1 6 42,9 14 100,0 0,025
3 Kurang 9 100,0 0 0,0 9 100,0

4.6.4 Hubungan Tingkat Konsumsi Natrium dengan Kejadian Hipertensi pada


Lansia
Hasil analisis hubungan tingkat konsumsi natrium dengan kejadian

hipertensi diketahui bahwa diantara 28 orang yang konsumsi natriumnya lebih,

terdapat 20 orang (71,4%) yang mengalami hipertensi dan 8 orang (28,6%) yang

Universitas Sumatera Utara


57

tidak hipertensi. Diantara 16 orang yang konsumsi natriumnya baik, terdapat 10

orang (62,5%) yang mengalami hipertensi dan 6 orang (37,5%) yang tidak

hipertensi. Diantara 11 orang yang konsumsi natriumnya kurang, terdapat 3 orang

(27,3%) yang mengalami hipertensi dan 8 orang (72,7%) yang tidak hipertensi.

Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p value sebesar 0,039, artinya ada hubungan

yang bermakna antara tingkat konsumsi natrium dengan kejadian hipertensi pada

lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten

Simalungun.

Hasil analisis hubungan tingkat konsumsi natrium dengan kejadian

hipertensi pada lansia selengkapnya disajikan pada tabel 4.9.

Tabel 4.9 Hubungan Tingkat Konsumsi Natrium dengan Kejadian Hipertensi


pada Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi
Kabupaten Simalungun Tahun 2016

No Tingkat Kejadian Hipertensi Total P


Konsumsi Hipertensi Tidak Hipertensi
Natrium n % n % n %
1 Lebih 20 71,4 8 28,6 28 100,0
2 Baik 10 62,5 6 37,5 16 100,0 0,039
3 Kurang 3 27,3 8 72,7 11 100,0

4.6.5 Hubungan Tingkat Konsumsi Serat dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia

Hasil analisis hubungan tingkat konsumsi serat dengan kejadian hipertensi

diketahui bahwa diantara 15 orang yang konsumsi seratnya lebih, terdapat 5 orang

(33,3%) yang mengalami hipertensi dan 10 orang (66,7%) yang tidak hipertensi.

Diantara 12 orang yang konsumsi seratnya baik, terdapat 7 orang (58,3%) yang

mengalami hipertensi dan 5 orang (41,7%) yang tidak hipertensi. Diantara 28

orang yang konsumsi seratnya kurang, terdapat 21 orang (75,0%) yang mengalami

Universitas Sumatera Utara


58

hipertensi dan 7 orang (25,0%) yang tidak hipertensi. Dari hasil uji statistik

diperoleh nilai p value sebesar 0,029, artinya ada hubungan yang bermakna antara

tingkat konsumsi serat dengan kejadian hipertensi pada lansia di Desa Mekar

Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun.

Hasil analisis hubungan tingkat konsumsi serat dengan kejadian hipertensi

pada lansia selengkapnya disajikan pada tabel 4.10.

Tabel 4.10 Hubungan Tingkat Konsumsi Serat dengan Kejadian Hipertensi pada
Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi
Kabupaten Simalungun Tahun 2016

No Tingkat Kejadian Hipertensi Total P


Konsumsi Hipertensi Tidak Hipertensi
Serat n % n % n %
1 Lebih 5 33,3 10 66,7 15 100,0
2 Baik 7 58,3 5 41,7 12 100,0 0,029
3 Kurang 21 75,0 7 25,0 28 100,0

Universitas Sumatera Utara


BAB V
PEMBAHASAN

5.1 Kejadian Hipertensi pada Lansia

Di negara maju saat ini hanya sedikit pasien hipertensi dengan tekanan

darah yang terkontrol (TDS <140, TDD <90 mmHg), hal ini disebabkan oleh

pengobatan yang tidak maksimal pada lansia (Suhardjono, 2006). Hipertensi

adalah peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik yang menetap.

Peninggian tekanan sistolik tanpa diikuti oleh peninggian tekanan diastolik

disebut hipertensi sistolik terisolasi (isolated sytolic hypertension). Hipertensi

sistolik terisolasi umumnya dijumpai pada usia lanjut, jika keadaan ini dijumpai

pada masa dewasa muda lebih banyak dihubungkan sirkulasi hiperkinetik dan

diramalkan dikemudian hari tekanan diastoliknya juga ikut. Hipertensi sistolik

adalah jantung berdenyut terlalu kuat sehingga dapat meningkatkan angka sistolik.

Tekanan sistolik berkaitan dengan tingginya tekanan pada arteri bila jantung

berkontraksi (denyut jantung) (Soeharto, 2004).

Penentuan hipertensi baik sistolik maupun distolik responden diukur melalui

sphygmomanometer. Hasil penelitian berdasarkan tabel 4.2 di Desa Mekar

Bahalat diketahui bahwa proporsi lansia yang menderita hipertensi (60,0%)

jumlahnya lebih banyak daripada lansia yang tidak menderita hipertensi (40,0%).

Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa kejadian hipertensi pada

kelompok lanjut usia (60 tahun keatas) di Desa Mekar Bahalat lebih tinggi

dibandingkan dengan hasil penelitian Siti Widyaningrum (2012) pada lansia (55

tahun keatas) di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jember, yaitu sebesar 48%.

Universitas Sumatera Utara


60

Selain itu, angka prevalensi hipertensi di Desa Mekar Bahalat tersebut sudah

termasuk dalam kategori tinggi menurut batas yang ditetapkan oleh Depkes RI

(2000) untuk usia 50 tahun keatas yaitu melebihi 20-30%. Hal ini sudah termasuk

dalam masalah kesehatan masyarakat yang tinggi maka itu diperlukan adanya

penanggulangan yang baik dalam mengurangi kejadian hipertensi pada lansia di

Desa Mekar Bahalat.

5.2 Konsumsi Makanan

Penyakit tidak menular seperti halnya hipertensi sangat dipengaruhi oleh

makanan yang dikonsumsi masyarakat setiap harinya. Konsumsi makanan dalam

hal ini meliputi jenis dan frekuensi konsumsi makanan pencegah dan pemicu

hipertensi dan tingkat konsumsi karbohidrat, protein, lemak, natrium, serat.

5.2.1 Jenis dan Frekuensi Konsumsi Makanan Pencegah Hipertensi

Jenis makanan pokok pencegah hipertensi yang paling sering dikonsumsi

lansia di Desa Mekar Bahalat adalah jagung (5,5%). Jenis makanan pokok yang

termasuk dalam makanan pencegah hipertensi menurut beberapa sumber adalah

beras merah dan jagung. Namun, yang paling sering dikonsumsi adalah jagung

karena jagung lebih mudah didapat di Desa Mekar Bahalat ini daripada beras

merah. Kandungan yang terdapat dalam tanaman jagung sangat banyak mulai dari

karbohidrat, serat, vitamin, kalium, asam linoleat, asam folat, beta karoten,

mineral, protein dan lain-lain. Di dalam jagung terdapat zat gizi kalium yang

dapat membantu mengatasi kelebihan natrium, sehingga dengan volume darah

yang ideal dapat dicapai kembali tekanan darah yang normal.

Universitas Sumatera Utara


61

Jenis lauk hewani pencegah hipertensi yang sering dikonsumsi lansia di

Desa Mekar Bahalat adalah ikan air tawar (47,3%). Ikan air tawar yang sering

dikonsumsi lansia adalah ikan nila dan ikan mas. Manfaat ikan air tawar bagi

kesehatan yaitu memiliki kandungan zat besi yang tinggi. Manfaat zat besi ini

yaitu untuk membantu memperlancar peredaran darah. Peredaran darah yang

lancar akan membuat tubuh menjadi lebih segar dan organ tubuh tidak akan

kekurangan pasokan darah. Hal ini dapat mencegah terjadinya berbagai macam

gangguan kesehatan, seperti jantung, penyumbatan pembuluh darah dan juga

serangan stroke. Ikan air tawar seperti ikan nila dan ikan mas lebih sering

dikonsumsi masyarakat di Desa Mekar Bahalat karena mudah diperoleh dan

beberapa masyarakat juga memiliki kolam ikan air tawar yang dipelihara untuk

dapat dijual dan dikonsumsi oleh masyarakat itu sendiri.

Jenis lauk nabati pencegah hipertensi yang sering dikonsumsi lansia di Desa

Mekar Bahalat adalah tempe (65,5%). Selain mudah didapat dan dengan harga

yang terjangkau, tempe juga lebih disukai dan sering dikonsumsi oleh masyarakat

di Desa Mekar Bahalat. Kandungan gizi dalam tempe diperkaya dengan vitamin B

kompleks yang terdiri dari B12 atau sianokobalamin, B1 atau tiamin, B2 atau

riboflavin, B6 atau piridoksin dan lain-lain. Yang unik, kandungan vitamin B12

tempe sangat tinggi dan mampu mencukupi kebutuhan vitamin tubuh. Selain

vitamin dan asam lemak, tempe juga diperkaya dengan mineral antara lain

kalsium, Fe atau zat besi, mangan, zink, fosfor, inositol, magnesium dan lain-lain.

Hal lain yang penting dari tempe adalah keberadaan zat anti-oksidan yang populer

disebut isoflavon. Zat ini mampu melawan pengaruh radikal bebas yang merusak

Universitas Sumatera Utara


62

sel-sel tubuh. Beberapa penelitian juga menyatakan bahwa tempe mampu

mencegah timbulnya hipertensi.

Jenis sayur-sayuran pencegah hipertensi yang sering dikonsumsi lansia di

Desa Mekar Bahalat adalah tomat (98,2%). Di dalam tomat (solanum

lycopersicum syn. Lycopersicum esculentum) terdapat kandungan alkaloid slonain

(0,007%), sapinin, asam folat, asam malat, asam sitrat, bioflavonoid, protein,

lemak, gula, adenin, trigolin, holin, tomatin, mineral, vitamin, dan histamin.

Penelitian dari Rowett Research Institute di Aberdeen, Skotlandia, menemukan

bahwa gel berwarna kuning yang menyelubungi biji tomat dapat mencegah

penggumpalan dan pembekuan darah yang dapat menyebabkan penyakit

hipertensi, jantung, dan stroke. Warna merah pada tomat banyak mengandung

lycopene, yaitu suatu zat antioksidan yang dapat menghancurkan radikal bebas

dalam tubuh akibat rokok, polusi dan sinar ultraviolet.

Konsumsi tomat disarankan untuk memilih yang berwarna merah daripada

yang hijau. Hal ini didasarkan bahwa, kandungan lycopene dalam tomat merah 5

(lima) kali lebih banyak dari pada yang berawrna hjau. Berbeda dengan sayur

lainnya yang lebih bermanfaat jika dimakan mentah-mentah, ternyata tomat lebih

baik dicampur dengan masakan atau dihancurkan dahulu sebelum dimakan. Para

peneliti menemukan lycopene yang dkeluarkan pada tomat tersebut lebih banyak

dibandingkan dengan tomat yang langsung dimakan tanpa diolah terlebih dahulu.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Monika (2013) di Bandung

bahwa pemberian jus tomat secara signifikan dapat menurunkan tekanan darah

sistolik dan diastolik pada wanita dewasa hipertensi.

Universitas Sumatera Utara


63

Selain tomat, banyak sayuran yang direkomendasikan oleh DASH untuk

sering dikonsumsi bagi penderita hipertensi, diantaranya kol, brokoli, kentang,

dan bayam. Walaupun harga yang ditawarkan relatif terjangkau dan mudah untuk

mendapatkannya, tetapi konsumsi di masyarakat berbeda-beda. Hal ini disebabkan

rasa suka akan jenis makanan tersebut atau kebiasaan makan yang ada di

masyarakat, serta tingkat pengetahuan akan kandungan dalam makanan tersebut

yang membuat tiap masyarakat berbeda-beda dalam mengkonsumsinya.

Jenis buah-buahan pencegah hipertensi yang sering dikonsumsi lansia di

Desa Mekar Bahalat adalah pisang (70,9%). Pisang mengandung bioflavonoid

(termasuk rutin), protein, lemak, gula (glukosa, fruktosa), adenin, trigonelin,

kholin, mineral (Ca, Mg, P, K, Na, Fe, sulfur, klorin), vitamin (B1, B2, B6, C, E,

likopen, niasin), dan histamin. Rutin mengonsumsi pisang dapat memperkuat

dinding kapiler pembuluh darah. Klorin dan sulfur adalah trace element yang

berkhasiat detoksikan. Klorin alamiah menstimulir kerja hati untuk membuang

racun tubuh dan sulfur melindungi hati dari terjadinya sirosis hati dan penyakit

hati lainnya.

Pisang banyak terdapat di masyarakat, khususnya di wilayah Desa Mekar

Bahalat. Selain bergizi tinggi, harga yang ditawarkan juga terjangkau. Pengolahan

pisang menjadi makanan olahan lain juga mudah, misalnya: digoreng, direbus,

ataupun dibakar. Oleh karena itu, pisang tidak cepat membuat jenuh atau bosan

untuk dikonsumsi dalam masyarakat. Jenis buah-buahan lain yang

direkomendasikan oleh DASH tetapi jarang dikonsumsi responden diantaranya

strawberry dan anggur. Jenis buah ini jarang dikonsumsi oleh masyarakat di desa

Universitas Sumatera Utara


64

ini karena harganya jauh lebih mahal dibandingkan buah-buahan lain seperti

pisang dan selera di mayarakat yang mungkin sebagian besar kurang suka untuk

mengkonsumsi buah ini.

Jenis kacang-kacangan pencegah hipertensi yang sering dikonsumsi lansia

di Desa Mekar Bahalat adalah kacang hijau (16,4%). Kacang hijau memiliki

banyak kandungan gizi nutrisi didalamnya seperti vitamin, protein, fosfor,

kalsium, lemak dan serat yang sangat bagus untuk kesehatan tubuh. Kacang hijau

juga diperkaya dengan Omega-3 sebesar 0,9 mg/100gr dan Omega-6 sebesar 119

mg/100gr yang berguna untuk menurunkan hipertensi, kolesterol dan menjaga

kesehatan jantung. Kacang hijau sering dikonsumsi sebagai makanan selingan

ketika beraktivitas atau bersosialisasi dengan masyarakat. Harga yang terjangkau,

mudah diperoleh dan mudah dalam pengolahannya seperti menjadi bubur

menjadikannya makanan yang paling sering untuk dikonsumsi di masyarakat.

5.2.2 Jenis dan Frekuensi Konsumsi Makanan Pemicu Hipertensi

Jenis makanan tinggi kolesterol pemicu hipertensi yang sering dikonsumsi

lansia di Desa Mekar Bahalat adalah daging babi (60,0%). Jenis makanan yang

mengandung kolesterol tinggi dalam penelitian ini yaitu daging kambing, daging

sapi, daging babi dan udang. Namun yang paling sering dikonsumsi lansia adalah

daging babi yang biasanya didapat dan dikonsumsi saat adanya pesta adat di desa

tersebut. Tidak hanya saat pesta adat, namun juga masyarakat mengolah dan

memasak sendiri dirumah untuk dikonsumsi.

Universitas Sumatera Utara


65

Daging sapi, kambing dan babi dikenal sebagai salah satu sumber kolesterol

jahat. Kandungan kolesterol per 100 gram dari daging sebenarnya tidak terlalu

tinggi, yaitu sekitar 72 mg untuk daging sapi dan 70 mg untuk babi. Namun

jumlah daging yang dikonsumsi dan cara pengolahannya yang sering

menggunakan minyak goreng, membuat bahan makanan ini sebaiknya tidak

dikonsumsi terlalu sering. Beberapa bagian daging seperti iga bahkan memiliki

kadar lemak yang sangat tinggi. Kadar kolesterol yang tinggi di dalam darah yaitu

melebihi batas maksimum 240 mg akan sangat rentan dengan berbagai ancaman

kesehatan serius seperti hipertensi/darah tinggi, serangan jantung, hingga stroke.

Jenis makanan yang diawetkan sebagai pemicu hipertensi yang sering

dikonsumsi lansia di Desa Mekar Bahalat adalah ikan asin (94,5%). Jenis

makanan yang diawetkan ada 3 (tiga) macam dalam penelitian ini yaitu: ikan asin,

telur asin dan ikan teri kering. Makanan yang diawetkan tidak baik bagi penderita

hipertensi. Hal ini disebabkan karena kandungan garam yang tinggi yang

digunakan untuk mengawetkan makanan tersebut. Selain itu, rendahnya kadar

vitamin, mineral dan serat yang ada karena terkikis dalam proses pengawetan.

Penambahan kadar natrium juga terlihat pada telur asin, dimana pada telur itik

segar mempunyai kadar natrium 56 mg, meningkat menjadi 120 mg pada saat

diolah menjadi telur asin. Penambahan ini dimungkinkan berasal dari garam dapur

(NaCl) yang masuk melalui pori-pori telur saat perendaman (Muchtadi, 2000).

Jenis makanan tinggi natrium sebagai pemicu hipertensi yang sering

dikonsumsi lansia di Desa Mekar Bahalat adalah biskuit (50,9%). Biskuit

merupakan makanan yang dimasak ataupun dalam proses pengolahannya

Universitas Sumatera Utara


66

menggunakan garam atau soda kue yang tinggi akan natrium. Masyarakat lansia

di Desa Mekar Bahalat biasanya mengonsumsi biskuit sebagai cemilan makanan

di pagi ataupun sore hari. Selain harganya terjangkau, biskuit juga mudah didapat

di warung-warung terdekat sehingga membuat lansia sering untuk

mengonsumsinya.

Beberapa biskuit seperti cracker mengandung natrium yang tinggi di

dalamnya yaitu di dalam 100 gram biskuit mengandung 580 mg natrium.

Kandungan natrium yang tinggi dalam tubuh dapat mengganggu kerja ginjal.

Natrium harus dikeluarkan dari tubuh oleh ginjal, tetapi karena natrium sifatnya

mengikat banyak air, maka makin tinggi natrium membuat volume darah

meningkat. Volume darah semakin tinggi sedangkan lebar pembuluh darah tetap,

maka alirannya jadi deras, yang artinya tekanan darah menjadi semakin

meningkat. Hal ini dapat meningkatkan risiko hipertensi.

5.2.3 Tingkat Konsumsi Karbohidrat

Berdasarkan tabulasi silang tingkat konsumsi karbohidrat pada responden di

Desa Mekar Bahalat, dapat diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki

tingkat konsumsi karbohidrat yang kurang (52,7%). Kurangnya konsumsi

makanan yang mengandung karbohidrat oleh lansia di desa tersebut karena

beberapa lansia lebih sering hanya mengonsumsi nasi setiap harinya sebagai

sumbangan karbohidrat dan jarang mengonsumsi pangan karbohidrat yang

lainnya.

Universitas Sumatera Utara


67

Kekurangan karbohidrat dapat membuat tubuh tidak mendapatkan vitamin

dan mineral yang ditemukan dalam makanan yang mengandung karbohidrat,

sehingga sistem kekebalan tubuh akan berkurang. Akibatnya adalah terjadi

peningkatan jumlah makanan yang tinggi lemak dan kolesterol yang dapat

menyebabkan hipertensi bahkan peningkatan risiko penyakit jantung.

Tingkat konsumsi karbohidrat yang cenderung berlebihan yang tidak

diimbangi dengan kebutuhan atau pemakainya akan meningkatkan penyimpanan

glikogen dalam tubuh. Glukosa yang ada di dalam tubuh nantinya berpengaruh

pada meningkatnya produksi insulin dan trigliserida dalam pembuluh darah.

Ketika kadar insulin meningkat maka akan meningkatkan reabsorbsi natrium di

dalam tubuh untuk mengimbangi cairan yang ada dalam pembuluh darah. Jika hal

tersebut dibiarkan akan menimbulkan hipertensi. Oleh karena itu, pembatasan

konsumsi karbohidrat perlu pula dilakukan selain pembatasan konsumsi lemak

dan natrium. Lansia sebaiknya mengonsumsi karbohidrat yang cukup dan sesuai

dengan standar agar terhindar dari penyakit yang sering terjadi pada lansia seperti

hipertensi.

5.2.4 Tingkat Konsumsi Protein

Berdasarkan tabulasi silang tingkat konsumsi protein pada responden di

Desa Mekar Bahalat, dapat diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki

tingkat konsumsi protein baik (45,5%). Protein nabati yang sering dikonsumsi

adalah tempe, tahu dan kacang hijau. Secara teori, protein nabati memiliki

kandungan asam amino essensial Leusin, Isoleusin, Valin, Triptofan, Fenilalanin,

Universitas Sumatera Utara


68

Treonin, Lisin dan Histidin, kecuali Metionin. Asam amino essensial dapat

meningkatkan proses transport aktif dari darah ke dalam sel otot dan jaringan

lainnya dan meningkatkan sintesa protein di sel otot dan sel hati dengan

mengaktifkan ribosom dan menghambat proses katabolisme protein dengan

bantuan insulin. Hal ini berefek terhadap sistem kardiovaskular yaitu dapat

meningkatkan aliran darah perifer serta menurunkan resistensi perifer, sehingga

terjadi peningkatan curah jantung yang berpengaruh terhadap penurunan tekanan

darah.

5.2.5 Tingkat Konsumsi Lemak

Berdasarkan tabulasi silang tingkat konsumsi lemak pada responden, dapat

diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat konsumsi lemak lebih

(58,2%). Rata-rata tingkat konsumsi lemak yang didasarkan pada %AKG adalah

141,9%. Berdasarkan hasil tersebut, diketahui bahwa tingkat konsumsi lemak

responden jauh melebihi kecukupan gizi yang dianjurkan untuk dikonsumsi oleh

tubuh mereka. Pembatasan konsumsi lemak dilakukan agar kadar kolesterol darah

tidak terlalu tinggi. Kadar kolesterol darah yang tinggi dapat mengakibatkan

terjadinya endapan kolesterol dalam dinding pembuluh darah. Akumulasi dari

endapan kolesterol apabila bertambah akan menyumbat pembuluh nadi dan

mengganggu peredaran darah. Dengan demikian, akan memperberat kerja jantung

dan secara tidak langsung memperparah hipertensi (Almatsier, 2003).

Universitas Sumatera Utara


69

5.2.6 Tingkat Konsumsi Natrium

Berdasarkan tabulasi silang tingkat konsumsi natrium pada responden, dapat

diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat konsumsi natrium

lebih (50,9%). Jenis makanan yang mengandung natrium banyak dikonsumsi oleh

responden. Pada pengolahan dan pemasakan bahan makanan juga menggunakan

garam melebihi standar yang ada dan sesuai dengan selera. Lansia di Desa Mekar

Bahalat sebagian besar sering mengonsumsi makanan yang mengandung tinggi

natrium seperti lauk ikan asin dan teri kering karena harganya yang memang

terjangkau dan mudah didapat.

Mengonsumsi garam berlebih dapat meningkatkan volume darah di dalam

tubuh, yang berarti jantung harus memompa lebih giat sehingga tekanan darah

naik. Kenaikan ini berakibat pada ginjal yang harus menyaring lebih banyak

garam dapur dan air. Karena masukan (input) harus sama dengan pengeluaran

(output) dalam sistem pembuluh darah, jantung harus memompa lebih kuat

dengan tekanan lebih tinggi. Dinding pembuluh darah kemudian bereaksi dengan

cara penebalan dan penyempitan, untuk menyediakan ruang yang lebih sempit di

kapiler darah, dan meningkatkan resistensi yang pada akhirnya membutuhkan

tekanan yang lebih tinggi untuk memindahkan darah ke organ dan akibatnya

adalah hipertensi.

5.2.7 Tingkat Konsumsi Serat

Berdasarkan tabulasi silang tingkat konsumsi serat pada responden, dapat

diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat konsumsi serat

Universitas Sumatera Utara


70

kurang (50,9%). Serat larut banyak dikonsumsi responden, meskipun sebagian

masih belum memenuhi standar yang telah direkomendasikan. Lansia di Desa

Mekar Bahalat sebagian besar sering mengonsumsi sayuran seperti tomat dan

bayam untuk memenuhi kebutuhan serat harian mereka. Namun, masyarakat di

desa ini terutama lansia jarang untuk mengonsumsi buah-buahan sehingga sumber

serat dari jenis buah-buahan masih kurang. Sebagian besar responden lebih sering

hanya mengonsumsi buah-buahan seperti pisang dan pepaya saja.

Serat yang larut dapat mengurangi penyerapan kolesterol dalam pencernaan

dengan cara mengikatnya dengan empedu (yang mengandung kolesterol) dan

kolesterol diit sehingga dapat dikeluarkan oleh tubuh. Serat larut diantaranya

pektin (terdapat sayur dan buah terutama di dalam jambu biji, apel, dan wortel),

gum (didapat dari sari pohon akasia), mukilase (terdapat di dalam jenis biji-

bijian), dan algal (terdapat dalam alga dan rumput laut) (Almatsier, 2005).

5.3 Hubungan Konsumsi Makanan dengan Kejadian Hipertensi pada


Lansia di Desa Mekar Bahalat
Konsumsi makanan dalam hal ini meliputi tingkat konsumsi karbohidrat,

protein, lemak, natrium dan serat yaitu jumlah rata-rata konsumsi karbohidrat,

lemak, natrium dan serat harian yang didapat dari hasil konversi semua makanan

yang dikonsumsi responden per hari, yang diukur dengan menggunakan metode

food recall 2x24 jam, dan dibandingkan dengan nilai % AKG.

Universitas Sumatera Utara


71

5.3.1 Hubungan Tingkat Konsumsi Karbohidrat dengan Kejadian Hipertensi pada


Lansia
Berdasarkan hasil analisis menggunakan Uji chi square pada hubungan

antara tingkat konsumsi karbohidrat dengan kejadian hipertensi pada lansia

didapatkan hasil (p = 0,821) > , sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel

tingkat konsumsi karbohidrat terbukti tidak memiliki hubungan dengan kejadian

hipertensi pada responden di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah

Jambi Kabupaten Simalungun. Berdasarkan hasil % AKG rata-rata tingkat

konsumsi karbohidrat maka dapat diketahui bahwa jumlah konsumsi responden

jauh melebihi standar yang ada. Apabila tidak diimbangi dengan pengeluaran

(output) energi yang ada, maka sisa kalori karbohidrat yang ada di dalam tubuh

akan ditimbun menjadi lemak. Penumpukan lemak di dalam tubuh, terutama di

bagian perut akan memperberat risiko terjadinya komplikasi akibat hipertensi.

Karbohidrat dapat menyebabkan terjadinya hiperlipidemia (penyebab

terjadinya aterosklerosis). Proses ini dimulai dari pencernaan karbohidrat yang

akhirnya menghasilkan karbondioksida, air dan energi. Bila energi tidak

diperlukan, asetil KoA tidak memasuki siklus asam sitrat (TCA) tetapi digunakan

untuk membentuk asam lemak dan menghasilkan trigliserida. Oleh karena itu,

pembatasan konsumsi karbohidrat juga perlu dilakukan. Memang bukan penyebab

secara langsung, tapi menunjang untuk memperbesar risiko terjadinya hipertensi.

Ketidakseimbangan antara konsumsi karbohidrat dan kebutuhan energi,

dimana konsumsi terlalu berlebihan dibandingkan dengan kebutuhan atau

pemakaian energi akan menimbulkan kegemukan atau obesitas. Kelebihan energi

dalam tubuh disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Pada keadaan normal,

Universitas Sumatera Utara


72

jaringan lemak ditimbun dalam beberapa tempat tertentu, diantaranya di jaringan

subkutan dan di dalam jaringan usus (momentum). Jaringan lemak subkutan di

daerah dinding perut bagian depan (obesitas sentral) sangat berbahaya daripada

jaringan lemak di pantat. Karena menjadi risiko terjadinya penyakit

kardiovaskuler (Yuniastuti, 2007).

Berdasarkan uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang

bermakna antara konsumsi karbohidrat dengan kejadian hipertensi pada lansia.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Siti Widyaningrum (2012) di Pelayanan

Sosial Lanjut Usia Jember yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang

bermakna (signifikan secara statistik dengan nilai p (0,599) > (0,05)) antara

asupan karbohidrat dengan tekanan darah pada penderita hipertensi lansia. Hasil

penelitian ini juga sama dengan penelitian Manawan, dkk (2016) yang

menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara asupan karbohidrat dengan

kejadian hipertensi. Namun hasil penelitian ini berlawanan dengan hasil penelitian

Derris Sugianty (2010) yang menyatakan bahwa ada hubungan asupan

karbohidrat dengan tekanan darah sistolik pada lansia di Panti Wreda

Pengayoman Semarang.

5.3.2 Hubungan Tingkat Konsumsi Protein dengan Kejadian Hipertensi pada


Lansia
Berdasarkan hasil analisis menggunakan Uji chi square pada hubungan

antara tingkat konsumsi protein dengan kejadian hipertensi pada lansia didapatkan

hasil (p = 0,189) > , sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel tingkat

konsumsi protein terbukti tidak memiliki hubungan dengan kejadian hipertensi

Universitas Sumatera Utara


73

pada responden di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi

Kabupaten Simalungun.

Protein berfungsi sebagai zat pembangun dan pendorong metabolisme pada

tubuh manusia. Protein itu tidak diproduksi dari tubuh kita melainkan bersumber

dari makanan yang mengandung protein yang kita konsumsi. Artinya manfaat

protein dirasakan ketika kebutuhan protein harian tercukupi melalui makanan

sumber protein.

Protein mempunyai banyak fungsi di dalam tubuh kita. Pada dasarnya

protein menunjang keberadaan setiap sel tubuh, proses kekebalan tubuh. Dalam

kondisi normal, protein dibutuhkan oleh tubuh sekitar 0,8 gr/kg BB/hari dengan

perbandingan protein nabati dan hewani yaitu 3:1. Pada dua studi observasional

utama INTERMAP dan The Chicago Western Electric Study telah membuktikan

adanaya hubungan sumber protein nabati dengan penurunan tekanan darah,

sedangkan sumber protein hewani tidak berpengaruh terhadap tekanan darah.

Berdasarkan uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang

bermakna antara konsumsi protein dengan kejadian hipertensi pada lansia. Hasil

penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Derris Sugianty (2010) yang

menyatakan bahwa tidak ada hubungan asupan protein dengan tekanan darah

sistolik dan diastolik pada lansia di Panti Wreda Pengayoman Semarang. Namun,

hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Rista Emiria (2012) yang

menyatakan bahwa ada keterkaitan antara asupan protein dengan tekanan darah

sistolik dan diastolik pada pasien hipertensi di RSUD Tugurejo Semarang.

Universitas Sumatera Utara


74

5.3.3 Hubungan Tingkat Konsumsi Lemak dengan Kejadian Hipertensi pada


Lansia
Berdasarkan hasil analisis menggunakan Uji chi square pada hubungan

antara tingkat konsumsi lemak dengan kejadian hipertensi pada lansia didapatkan

hasil (p=0,025) < , sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel tingkat konsumsi

lemak terbukti memiliki hubungan dengan kejadian hipertensi pada responden di

Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun.

Berdasarkan hasil % AKG rata-rata tingkat konsumsi lemak maka dapat diketahui

bahwa jumlah konsumsi responden jauh melebihi standar yang ada. Lemak

memang diperlukan oleh tubuh sebagai zat pelindung dan pembangun. Tetapi,

apabila konsumsinya berlebihan akan meningkatkan terjadinya plak dalam

pembuluh darah, yang lebih lanjut akan menimbulkan terjadinya hipertensi.

Patofisiologi metabolisme lemak sehingga menyebabkan hipertensi adalah

dimulai ketika lipoprotein sebagai alat angkut lipida bersikulasi dalam tubuh dan

dibawa ke sel-sel otot, lemak dan sel-sel lain. Begitu juga pada trigliserida dalam

aliran darah dipecah menjadi gliserol dan asam lemak bebas oleh enzim

lipoprotein lipase yang berada pada sel-sel endotel kapiler. Kolesterol yang

banyak terdapat dalam LDL akan menumpuk pada dinding pembuluh darah dan

membentuk plak. Plak akan bercampur dengan protein dan ditutupi oleh sel-sel

otot dan kalsium yang akhirnya berkembang menjadi aterosklerosis. Pembuluh

darah koroner yang menderita aterosklerosis selain menjadi tidak elastis, juga

mengalami penyempitan sehingga tahanan aliran darah dalam pembuluh koroner

juga naik, yang nantinya akan memicu terjadinya hipertensi (Vilareal, 2008).

Universitas Sumatera Utara


75

Makanan berlemak seperti daging berlemak banyak mengandung protein,

vitamin, dan mineral. Akan tetapi dalam daging berlemak dan jeroan mengandung

lemak jenuh dan kolesterol. Kadar lemak tinggi dalam darah dapat menyebabkan

penyumbatan pembuluh darah karena banyaknya lemak yang menempel pada

dinding pembuluh darah. Keadaan seperti ini dapat memacu jantung untuk

memompa darah lebih kuat sehingga memicu kenaikan tekanan darah.

Dari hasil food frequency questioner diketahui bahwa makanan sumber

lemak yang paling sering dikonsumsi beberapa lansia adalah daging babi. DASH

merekomendasikan untuk membatasi pemenuhan konsumsi lemak melalui

daging/ikan 100 gram/hari (untuk daging unggas dikonsumsi tanpa kulit), telur 1

butir/hari, margarin 2-3 sdt/hari (Kurniawan, 2010 dan Almatsier, 2005). Hasil

analisis univariat menunjukkan bahwa sebagian besar lansia mengonsumsi lemak

dalam jumlah yang lebih. Almatsier (2001) memaparkan bahwa konsumsi lemak

berlebih yang berasal dari hewani cenderung meningkatkan kolesterol yang

berisiko terhadap hipertensi. Dalam penelitian diketahui bahwa lansia cenderung

sering dalam mengonsumsi lemak yang berasal dari hewan.

Berdasarkan uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang

bermakna antara konsumsi lemak dengan kejadian hipertensi pada lansia. Hasil

penelitian ini sejalan dengan penelitian Siti Widyaningrum (2012) di UPT

Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jember yang menunjukkan bahwa terdapat

hubungan yang bermakna antara tingkat konsumsi lemak dengan kejadian

hipertensi. Hasil penelitian ini juga sama dengan hasil penelitian Feryadi, dkk

(2012) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara sebagian

Universitas Sumatera Utara


76

fraksi profil lipid dengan kejadian hipertensi pada masyarakat etnik Minangkabau

di kota Padang. Namun, hasil penelitian ini berlawanan dengan penelitian

Rinawang (2011) pada lansia di Kelurahan Sawah Baru Kecamatan Ciputat Kota

Tangerang Selatan yang menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara

konsumsi lemak dengan kejadian hipertensi. Dari beberapa penelitian dengan

hasil yang sama di atas maka dapat disimpulkan bahwa lemak merupakan

penyebab terjadinya penyakit hipertensi.

5.3.4 Hubungan Tingkat Konsumsi Natrium dengan Kejadian Hipertensi pada


Lansia
Berdasarkan hasil analisis menggunakan Uji Chi Square pada hubungan

antara tingkat konsumsi natrium dengan kejadian hipertensi pada lansia

didapatkan hasil (p = 0,039) < , sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel

tingkat konsumsi natrium terbukti memiliki hubungan dengan kejadian hipertensi

pada responden di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi

Kabupaten Simalungun. Menurut Almatsier (2001) dan (2006), natrium adalah

suatu komponen dalam darah yang mengatur keseimbangan air di dalam sistem

pembuluh darah. Sumber utama natrium adalah garam dapur atau NaCl. WHO

menganjurkan untuk mengkonsumsi garam kurang dari enam gram/hari setara

dengan 2400 mg/hari.

Salah satu dari fungsi natrium dalam tubuh, yaitu mengatur osmolaritas

volume darah yang menjaga cairan tidak keluar dari darah dan masuk ke dalam

sel-sel serta membantu transmisi kontraksi otot. Sebagian natrium dalam diit

datang dari makanan dalam bentuk garam dapur, MSG (Mono Sodium

Universitas Sumatera Utara


77

Glutamate), kecap, dan soda pembuat roti. Mengonsumsi garam dapat

meningkatkan volume darah di dalam tubuh, yang berarti jantung harus

memompa lebih giat sehingga tekanan darah naik (Soeharto, 2004). Natrium

memang bukan penyebab utama terjadinya hipertensi. Tetapi, menjadi penunjang

kejadian apabila konsumsi lemak dan karbohidrat melebihi dari apa yang

dianjurkan. Apabila pembatasan konsumsi natrium tidak dihiraukan, makanan

mempercepat terjadinya komplikasi yang disebabkan oleh penyakit hipertensi.

Hubungan antara tingkat konsumsi natrium dengan kejadian hipertensi

adalah saat terjadi kelebihan kandungan garam yang ada di dalam tubuh, maka

akan diserap kembali secara tidak proporsional sekitar 20% melalui proses yang

dikenal sebagai osmosis, sehingga air garam tetap stabil. Kandungan garam yang

berlebihan secara terus menerus mengakibatkan volume di dalam peredaran darah

menjadi lebih tinggi dari yang seharusnya, akibatnya kelebihan cairan tersebut

meningkatkan tekanan pada dinding pembuluh darah. Dinding ini bereaksi dengan

cara penebalan dan penyempitan, menyediakan ruang yang lebih sempit di kapiler

darah dan meningkatkan resistensi yang pada akhirnya membutuhkan tekanan

yang lebih tinggi untuk memindahkan darah ke organ.

Berdasarkan uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang

bermakna antara konsumsi natrium dengan kejadian hipertensi pada lansia. Hal ini

sesuai dengan hasil penelitian Adhyanti dkk (2012) pada lansia di Puskesmas

Lailangga Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara yang menyatakan bahwa terdapat

hubungan yang bermakna antara pola konsumsi natrium dengan kejadian

hipertensi. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Rinawang (2011) di

Universitas Sumatera Utara


78

Kelurahan Sawah Baru Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan dan penelitian

Yossi (2014) di wilayah kerja Puskesmas Kebun Sikolos Kecamatan Padang

Panjang Barat yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara

konsumsi natrium dengan kejadian hipertensi pada lanjut usia. Namun, hal ini

berlawanan dengan penelitian Hasirungan (2002) bahwa tidak terdapatnya

hubungan yang bermakna antara konsumsi natrium dengan kejadian hipertensi

pada lansia.

Dari hasil food frequency questioner diketahui bahwa rata-rata lansia baik

yang menderita hipertensi maupun yang tidak hipertensi masih tinggi dalam

mengonsumsi garam, bumbu masak atau penyedap di setiap pengolahan bahan

makanan disertai mengonsumsi makanan yang mengandung kadar natrium tinggi,

seperti konsumsi mie instan, ikan asin dan ikan teri kering dalam jangka waktu

yang dekat. Hal ini sependapat dengan Cahyono (2008) yang memaparkan bahwa

kesukaan, rasa atau kenikmatan terhadap makanan berpengaruh terhadap

pemilihan makanan. Makanan asin dan siap saji dapat meningkatkan nafsu makan

seseorang karena rasanya yang gurih, sehingga jika seseorang menyukai dan

terbiasa mengonsumsi makanan sumber natrium seperti ikan asin, maka akan

cenderung mengonsumsinya terus-menerus.

5.3.5 Hubungan Tingkat Konsumsi Serat dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia

Berdasarkan hasil analisis menggunakan Uji chi square pada hubungan

antara tingkat konsumsi serat dengan kejadian hipertensi pada lansia didapatkan

hasil (p = 0,029) > , sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel tingkat

Universitas Sumatera Utara


79

konsumsi karbohidrat terbukti memiliki hubungan dengan kejadian hipertensi

pada responden di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi

Kabupaten Simalungun.

Data tentang tingkat konsumsi makanan ini didapat melalui metode food

recall 2x24 jam yang kemudian dibandingkan dengan standar yang ditetapkan

WHO (Almatsier, 2005). Serat pangan dapat membantu meningkatkan

pengeluaran kolesterol melalui feces dengan jalan meningkatkan waktu transit

bahan makanan melalui usus kecil. Selain itu, konsumsi serat sayuran dan buah

akan mempercepat rasa kenyang. Keadaan ini menguntungkan karena dapat

mengurangi pemasukan energi dan obesitas, dan akhirnya akan menurunkan risiko

hipertensi. DASH merekomendasikan pemenuhan serat dengan mengonsumsi 2

cangkir/hari buah segar (misalnya: pisang, kurma, anggur, jeruk, nanas, dan

strawberry) dan untuk jenis sayuran sebesar 4 cangkir sayuran daun segar

(mentah) atau 2 cangkir sayuran matang/ hari (misalnya: bayam, tomat, kentang,

brokoli, dan buncis) (Kurniawan, 2010).

Berdasarkan uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang

bermakna antara konsumsi serat dengan kejadian hipertensi pada lansia. Hasil

penelitian ini sesuai dengan penelitian Siti Widyaningrum (2012) yang

menyatakan bahwa ada hubungan antara asupan serat dengan kejadian hipertensi

di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jember. Namun hasil penelitian ini tidak

sesuai dengan penelitian Denny Putri (2015) yang menyatakan bahwa tidak ada

hubungan antara asupan serat dengan tekanan darah pada wanita menopause di

Desa Kuwiran Kecamatan Banyudono Kabupaten Boyolali.

Universitas Sumatera Utara


BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Sebagian besar responden berjenis kelamin wanita. Sebagian besar responden

tidak memiliki riwayat keluarga dengan hipertensi dan sebagian besar

responden memiliki tekanan darah yang tinggi atau hipertensi.

2. Jenis makanan pencegah hipertensi yang sering dikonsumsi responden yaitu:

jenis makanan pokok adalah jagung, jenis lauk hewani adalah ikan air tawar,

jenis lauk nabati adalah tempe, jenis makanan sayuran adalah tomat, jenis

makanan buah-buahan adalah pisang dan jenis kacang-kacangan adalah kacang

hijau.

3. Jenis makanan pemicu hipertensi yang sering dikonsumsi responden yaitu:

jenis makanan tinggi kolesterol adalah daging babi, jenis makanan yang

diawetkan adalah ikan asin dan jenis makanan tinggi natrium adalah biskuit.

4. Tingkat konsumsi karbohidrat sebagian besar responden adalah dalam kategori

kurang, tingkat konsumsi protein sebagian responden adalah baik, tingkat

konsumsi lemak sebagian responden adalah lebih, tingkat konsumsi natrium

responden adalah lebih dan tingkat konsumsi serat responden adalah kurang

berdasarkan Angka Kecukupan Gizi.

5. Ada 3 (tiga) tingkat konsumsi zat gizi yang berhubungan secara signifikan

dengan kejadian hipertensi yaitu: variabel lemak, natrium dan serat, sedangkan

variabel karbohidrat dan protein tidak berhubungan secara signifikan dengan

kejadian hipertensi.

Universitas Sumatera Utara


81

6.2 Saran

1. Petugas kesehatan di Desa Mekar Bahalat diharapkan lebih intensif dalam

memberikan penyuluhan kepada masyarakat terutama lansia terkait hipertensi

pada lansia yaitu dalam upaya meningkatkan kesadaran masyarakat lansia agar

memperhatikan pola makan sehari-hari sehingga dapat meningkatkan

kesehatan masyarakat, mencegah penyakit degeneratif, dan dapat menurunkan

prevalensi hipertensi di Desa Mekar Bahalat.

2. Bagi masyarakat Desa Mekar Bahalat terutama pada lanjut usia agar

mengurangi konsumsi makanan yang tinggi natrium atau garam, tinggi lemak,

dan juga meningkatkan konsumsi sayur dan buah dengan harga yang

terjangkau setiap harinya. Bagi kepala adat di Desa Mekar Bahalat agar

memerhatikan setiap makanan yang dihidangkan di setiap pesta adat terutama

untuk konsumsi para lansia sehingga setiap lansia tidak terlalu sering

mengonsumsi daging yang tinggi lemak dan tinggi kolesterol.

Universitas Sumatera Utara


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lanjut Usia

Penuaan merupakan proses normal perubahan yang berhubungan dengan

waktu, sudah dimulai sejak lahir dan berlanjut sepanjang hidup. Usia tua adalah

fase akhir dari rentang kehidupan (Fatmah, 2010).

Menurut Departemen Kesehatan RI (2010) dalam Sony (2011), menua

merupakan proses alami yang dihadapi oleh setiap individu dengan adanya

perubahan kondisi fisik, psikologis dan sosial yang saling berinteraksi satu sama

lain. Meningkatnya usia menyebabkan seseorang menjadi rentan terserang

berbagai macam penyakit.

Usia lanjut adalah kelompok orang yang sedang mengalami suatu proses

perubahan yang bertahap dalam jangka waktu beberapa dekade (Notoadmojo,

2010). Menurut WHO, lansia dikelompokkan menjadi empat kelompok yaitu:

1. Usia pertengahan (middle age) : usia 45-59 tahun

2. Lansia (elderly) : usia 60-74 tahun

3. Lansia tua (old) : usia 75-90 tahun

4. Usia sangat tua (very old) : usia di atas 90 tahun

Lanjut usia merupakan proses alamiah dan berkesinambungan yang

mengalami perubahan anatomi, fisiologis, dan biokimia pada jaringan atau organ

yang pada akhirnya memengaruhi keadaan fungsi dan kemampuan badan secara

keseluruhan.

Universitas Sumatera Utara


11

2.1.1 Perubahan-perubahan Fisiologis pada Lanjut Usia

Perubahan fisiologis yang berhubungan dengan aspek gizi pada lansia dan

pengaruhnya yaitu:

1. Semakin berkurangnya indera penciuman dan perasa umumnya membuat

lansia kurang dapat menikmati makanan dengan baik. Hal ini sering

menyebabkan kurangnya asupan pada lansia atau penggunaan bumbu seperti

kecap atau garam yang berlebihan yang tentunya dapat berdampak kurang baik

bagi kesehatan lansia.

2. Berkurangnya sekresi pada saliva dapat menimbulkan kesulitan dalam menelan

dan dapat mempercepat terjadinya proses kerusakan pada gigi.

3. Menurunnya sekresi pepsin dan enzim proteolitik mengakibatkan pencernaan

protein tidak efisien.

4. Menurunnya sekresi garam empedu menggangu proses penyerapan lemak dan

vitamin A, D, E, K.

5. Terjadinya penurunan motilitas usus, sehingga memperpanjang waktu singgah

(transit time) dalam saluran gastrointestinal yang mengakibatkan pembesaran

perut dan konstipasi.

6. Menurunnya sekresi HCl. HCl merupakan faktor ekstrinsik yang membantu

penyerapan vitamin B12 dan kalsium, serta utilisasi protein. Kekurangan HCl

dapat menyebabkan lansia mudah terkena osteoporosis, defisiensi zat besi yang

menyebabkan anemia sehingga oksigen tidak dapat diangkut dengan baik.

Universitas Sumatera Utara


12

2.1.2 Kebutuhan Gizi Lanjut Usia

1. Angka Kebutuhan Zat Gizi pada Lanjut Usia

Pertambahan usia akan menimbulkan beberapa perubahan, baik secara fisik

maupun mental. Perubahan ini akan memengaruhi kondisi seseorang dari aspek

psikologis, fisiologis dan sosioekonomi.

Menurut Departemen Kesehatan RI (2003), Angka Kecukupan Gizi (AKG)

setiap individu akan berbeda sesuai dengan kondisi masing-masing pada

umumnya dihitung berdasarkan kebutuhan kalori atau energi. Hal ini tergantung

pada kondisi kesehatan, berat badan aktual, gizi untuk lansia pria dan wanita

sedikit berbeda karena adanya perbedaan dalam ukuran dan komposisi tubuh.

Berikut ini adalah Angka Kecukupan Gizi (AKG) pada lansia:

a. Energi

Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi tahun 2012, secara umum

kecukupan gizi yang dianjurkan untuk lansia pada laki-laki adalah 2325 kalori dan

pada wanita adalah 1900 kalori. Kebutuhan energi pada lansia menurun

sehubungan dengan penurunan metabolisme basal (sel-sel banyak inaktif) dan

kegiatan fisik cenderung menurun.

b. Karbohidrat

Lansia dianjurkan untuk mengonsumsi karbohidrat kompleks karena

mengandung vitamin, mineral, dan serat daripada mengonsumsi karbohidrat

murni seperti gula. Lansia sebaiknya mengoonsumsi 60-65% karbohidrat sebagai

kebutuhan energi.

Universitas Sumatera Utara


13

c. Protein

Kecukupan protein sehari yang dianjurkan pada lansia adalah sekitar 0,8

gram/kg BB atau 15-25 % dari kebutuhan energi. Untuk lansia dianjurkan

memenuhi kebutuhan protein terutama dari protein nabati dan protein hewani

dengan perbandingan 2:1. Jumlah protein yang diperlukan untuk laki-laki lansia

adalah 65 gram/hari dan wanita 57 gram/hari yang terdiri 15% protein ikan, 10%

protein hewani lain dan 75% protein nabati.

d. Lemak

Kebutuhan lemak untuk lansia lebih sedikit karena akan meningkatkan

kadar kolesterol dalam darah, pada lansia dianjurkan konsumsi lemak jangan lebih

dari 15 % kebutuhan energi. Lansia juga sebaiknya mengonsumsi lemak nabati

daripada lemak hewani untuk mencegah penumpukan lemak tubuh.

e. Vitamin

Lansia dianjurkan untuk meningkatkan konsumsi makanan kaya vitamin A,

D, dan E untuk mencegah penyakit degeneratif (sebagai antioksidan). Selain itu

konsumsi makanan yang banyak mengandung vitamin B12, asam folat, vitamin

B1 dan vitamin C juga dianjurkan untuk mencegah risiko penyakit jantung.

f. Mineral

Lansia dianjurkan untuk mengonsumsi makanan sumber besi (Fe), zinc

(Zn), selenium (Se), dan kalsium (Ca) untuk mencegah anemia dan osteoporosis,

serta meningkatkan daya tahan tubuh.

Universitas Sumatera Utara


14

Lansia juga dianjurkan untuk meningkatkan asupan zat gizi mikro lainnya

seperti fosfor (P), kalium (K), natrium (Na), dan magnesium (Mg) untuk

metabolisme dalam tubuh.

g. Air dan Serat

Air sangat penting untuk melancarkan proses metabolisme tubuh dan

mengeluarkan sisa pembakaran energi dalam tubuh. Oleh karena itu dianjurkan

untuk minum air putih minimal 8 gelas per hari.

Serat juga dianjurkan untuk lansia agar buang air besar menjadi lancar,

mencegah penyerapan kolesterol dan menghindari penumpukan kolesterol dalam

tubuh.

2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kebutuhan Gizi pada Lanjut Usia

Rincian faktor yang memengaruhi kebutuhan dan kecukupan zat gizi lansia

dijelaskan berikut ini (Fatmah, 2010):

a. Usia

Seiring pertambahan usia, kebutuhan zat gizi karbohidrat dan lemak

menurun, sedangkan kebutuhan protein, vitamin dan mineral meningkat karena

ketiganya berfungsi sebagai antioksidan untuk melindungi sel-sel tubuh dari

radikal bebas.

b. Jenis Kelamin

Dibandingkan lansia wanita, lansia pria lebih banyak memerlukan kalori,

protein, dan lemak. Ini disebabkan karena perbedaan tingkat aktivitas fisik.

Universitas Sumatera Utara


15

c. Faktor Lingkungan

Perubahan lingkungan sosial seperti perubahan kondisi ekonomi karena

pensiun dan kehilangan pasangan hidup dapat membuat lansia merasa terisolasi

dari kehidupan sosial dan mengalami depresi. Akibatnya, lansia kehilangan nafsu

makan yang berdampak pada penurunan status gizi lansia.

d. Penurunan Aktivitas Fisik

Semakin bertambahnya usia seseorang, maka aktivitas fisik yang

dilakukannya semakin menurun. Penurunan aktivitas fisik pada lansia harus

diimbangi dengan penurunan asupan kalori untuk mencapai keseimbangan energi

dan mencegah terjadinya obesitas.

e. Kemunduran Biologis

Memasuki usia senja, seseorang akan mengalami beberapa perubahan, baik

secara fisik maupun biologis. Hal ini akan memengaruhi proses pencernaan,

penyerapan dan penggunaan zat gizi di dalam tubuh. Oleh karena itu, asupan gizi

untuk lansia harus disesuaikan dengan perubahan kemampuan organ-organ tubuh

lansia sehingga dapat mencapai kecukupan gizi lansia yang optimal.

f. Penyakit

Usia lanjut merupakan usia saat risiko terkena penyakit degeneratif paling

besar selama daur kehidupan. Jika seorang lansia memiliki penyakit degeneratif,

maka asupan gizinya sangat penting untuk diperhatikan, serta disesuaikan dengan

ketersediaan dan kebutuhan zat gizi pada lansia.

Universitas Sumatera Utara


16

2.2 Hipertensi pada Lanjut Usia

Tekanan darah tinggi atau hipertensi merupakan penyakit yang ditandai

dengan peningkatan tekanan darah melebihi normal yaitu tekanan sistolik di atas

140 mmHg dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg (WHO/ISH, 2012). Hipertensi

atau penyakit tekanan darah tinggi adalah suatu gangguan pada pembuluh darah

yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat

sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkan (Suoth, et al., 2014).

Lanjut usia membawa konsekuensi meningkatnya berbagai penyakit

kardiovaskular, infeksi dan gagal jantung. TDS (tekanan darah sistolik) meningkat

sesuai dengan peningkatan usia, akan tetapi TDD (tekanan darah diastolik)

meningkat seiring dengan TDS sampai sekitar usia 55 tahun, yang kemudian

menurun oleh karena kekakuan arteri akibat aterosklerosis.

Hipertensi Sistolik Terisolasi (HST) adalah suatu faktor risiko

kardiovaskuler penting pada lansia, dua faktor yang bisa meramalkan terjadinya

hipertensi sistolik adalah kekakuan arteri dan pantulan gelombang carotid secara

dini. Hipertensi Sistolik Terisolasi (HST) jelas berhubungan dengan kejadian

stroke, penyakit jantung koroner, gagal jantung, ukuran jantung, gagal ginjal dan

pengecilan ukuran ginjal. Tekanan darah sistolik >160 mmHg menyebabkan

kematian 2 kali lipat akibat berbagai penyebab, kematian akibat kardiovaskuler 3

kali lipat pada wanita dan meningkatkan morbiditas kardiovaskuler 2,5 kali lipat

pada kedua jenis kelamin. Bahkan HST stadium I dengan tekanan sistolik 140-

159 mmHg dan tekanan diastolik <90 mmHg menyebabkan peningkatan

morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler secara signifikan.

Universitas Sumatera Utara


17

2.2.1 Epidemiologi Hipertensi

Penyakit hipertensi telah menjadi masalah utama dalam kesehatan

masyarakat yang ada di Indonesia maupun di beberapa negara yang ada di dunia

(Ardiansyah, 2012). Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah hasil Riset

Kesehatan Dasar (Riskesdas) Balitbangkes tahun 2013, prevalensi hipertensi di

Indonesia yang didapat melalui pengukuran pada umur 18 tahun sebesar 25,8

persen dengan tertinggi di Bangka Belitung (30,9%).

Diperkirakan sekitar 80% kenaikan kasus hipertensi terutama di negara

berkembang tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, diperkirakan

menjadi 1,115 milyar kasus di tahun 2025. Prediksi ini didasarkan pada angka

penderita hipertensi saat ini dan pertambahan penduduk saat ini (Ardiansyah,

2012).

Di negara maju saat ini tekanan darah yang terkontrol (TDS <140, TDD <90

mmHg) hanya terdapat 20% pasien hipertensi. Keberhasilan pengobatan yang

rendah pada usia lanjut diakibatkan juga oleh karena banyak dokter tidak

mengobati hipertensi usia lanjut sampai optimal (kurang dari 140/90). Pada usia

lanjut, prevalensi gagal jantung dan stroke tinggi, yang keduanya merupakan

akibat dari hipertensi. Oleh karena itu pengobatan hipertensi penting sekali dalam

mengurangi morbiditas dan mortalitas kardiovaskular (Suhardjono, 2006).

Telah diperhitungkan bahwa seorang pria berusia 55 tahun dengan tekanan

darah sistolik 160 mmHg, mempunyai risiko masalah vascular dalam 10 tahun

mendatang sekitar 14%. Baik pria maupun wanita hidup lebih lama dan 50% dari

mereka yang berusia di atas 60 tahun akan menderita hipertensi sistolik terisolasi

Universitas Sumatera Utara


18

(TDS 160 mmHg dan diatolik 90 mmHg). Dengan menurunkan tekanan darah

telah terbukti mengurangi insiden gagal jantung, mengurangi demensia, dan dapat

membantu mempertahankan fungsi kognitif lansia.

2.2.2 Klasifikasi Hipertensi

1. Hipertensi Essensial/Primer

Hipertensi esensial adalah penyakit multifaktoral yang timbul terutama

karena interaksi antara faktor-faktor risiko tertentu. Jenis hipertensi ini tidak jelas

penyebabnya dan merupakan sebagian besar 90% dari seluruh kejadian

hipertensi. Hipertensi primer ini tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol

(Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2006).

Penyebab utama hipertensi yaitu gaya hidup modern, sebab dalam gaya

hidup modern situasi penuh tekanan dan stres. Dalam kondisi tertekan, adrenalin

dan kortisol dilepaskan ke aliran darah sehingga menyebabkan peningkatan

tekanan darah. Gaya hidup yang penuh kesibukan juga membuat orang kurang

berolah raga dan berusaha mengatasi stresnya dengan merokok, minum alkohol

atau kopi sehingga berisiko terkena hipertensi. Kedua yaitu pola makan yang

salah dan yang ketiga adalah berat badan berlebih.

2. Hipertensi Sekunder

Hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang penyebabnya dapat

diketahui, sering berhubungan dengan beberapa penyakit misalnya ginjal, jantung

koroner, diabetes, kelainan sistem syaraf pusat. Hipertensi sekunder diderita

sekitar 5% pasien hipertensi (Weber dkk., 2014).

Universitas Sumatera Utara


19

2.2.3 Gejala Klinis Hipertensi

Hipertensi adalah penyakit yang biasanya tanpa gejala. Sebagian besar

penderita hipertensi tidak merasakan gejala penyakit. Namun demikian, secara

tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan

dengan tekanan darah tinggi. Ada kesalahan pemikiran yang sering terjadi pada

masyarakat bahwa penderita hipertensi selalu merasakan gejala penyakit.

Kenyataannya justru sebagian besar penderita hipertensi tidak merasakan adanya

gejala penyakit.

Hipertensi terkadang menimbulkan gejala seperti sakit kepala, nafas pendek,

pusing, nyeri dada, palpitasi, dan epistaksis. Gejala-gejala tersebut berbahaya jika

diabaikan, tetapi bukan merupakan tolak ukur keparahan dari penyakit hipertensi

(WHO, 2013).

2.2.4 Faktor Risiko Hipertensi

1. Faktor Risiko yang Tidak Dapat Diubah

a) Umur

Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua seseorang maka

semakin besar risiko terserang hipertensi. Arteri kehilangan elastisitasnya atau

kelenturannya seiring bertambahnya umur. Dengan bertambahnya umur, risiko

terjadinya hipertensi meningkat. Umumnya seseorang yang berisiko menderita

hipertensi adalah usia diatas 45 tahun dan serangan darah tinggi baru muncul

sekitar usia 40 walaupun dapat terjadi pada usia muda (Kumar, 2005).

Universitas Sumatera Utara


20

Bertambahnya umur maka risiko terkena hipertensi menjadi lebih besar

sehingga prevalensi hipertensi di kalangan usia lanjut cukup tinggi, yaitu sekitar

40% dengan kematian sekitar di atas 65 tahun. Pada usia lanjut, hipertensi

ditemukan hanya berupa kenaikan tekanan diastolik sebagai bagian tekanan yang

lebih tepat dipakai dalam menentukan ada tidaknya hipertensi.

b) Jenis Kelamin

Hipertensi lebih banyak terjadi pada pria bila terjadi pada usia dewasa

muda, tetapi lebih banyak menyerang wanita setelah umur 55 tahun, sekitar 60%

penderita hipertensi adalah wanita. Hal ini sering dikaitkan dengan perubahan

hormon estrogen setelah menopause. Peran hormon estrogen adalah

meningkatkan kadar HDL yang merupakan faktor pelindung dalam pencegahan

terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan hormon estrogen dianggap

sebagai adanya imunitas wanita pada usia premenopause. Pada premenopause,

wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini

melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana

terjadi perubahan kuantitas hormon estrogen sesuai dengan umur wanita secara

alami.

c) Keturunan (Genetik)

Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga

itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan

peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium

Universitas Sumatera Utara


21

terhadap sodium individu dengan orang tua yang menderita hipertensi daripada

orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi (Wade, 2003).

Selain itu didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan riwayat

hipertensi dalam keluarga. Seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar

untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi.

Menurut Rohaendi (2008), tekanan darah tinggi cenderung diwariskan dalam

keluarganya. Jika salah seorang dari orang tua ada yang mengidap tekanan darah

tinggi, maka akan mempunyai peluang sebesar 25% untuk mewarisinya selama

hidup. Jika kedua orang tua mempunyai tekanan darah tingi maka peluang untuk

terkena penyakit ini akan meningkat menjadi 60%.

2. Faktor Risiko yang Dapat Diubah

a) Merokok

Merokok dapat menurunkan kadar kolesterol baik (HDL) dalam darah. Jika

kadar HDL turun maka jumlah kolesterol dalam darah yang akan diekskresikan

melalui hati juga akan berkurang. Hal ini dapat mempercepat proses

arteriosklerosis penyebab hipertensi (Sustrani, 2004). Rokok akan mengakibatkan

vaokonstriksi pembuluh darah perifer dan pembuluh di ginjal sehingga terjadi

peningkatan tekanan darah.

Universitas Sumatera Utara


22

b) Kegemukan

Berat badan merupakan faktor determinan pada tekanan darah pada

kebanyakan kelompok etnik di semua umur. Menurut Hull (2001) perubahan

fisiologis dapat menjelaskan hubungan antara kelebihan berat badan dengan

tekanan darah, yaitu terjadinya resistensi insulin dan hiperinsulinemia, aktivasi

saraf simpatis dan sistem reninangiotensin, dan perubahan fisik pada ginjal.

Peningkatan konsumsi energi juga meningkatkan insulin plasma, dimana

natriuretik potensial menyebabkan terjadinya reabsorpsi natrium dan peningkatan

tekanan darah secara terus menerus (Cortas, 2008).

c) Stress

Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui saraf simpatis yang

dapat meningkatkan tekanan darah secara intermiten. Apabila stres berlangsung

lama dapat mengakibatkan peninggian tekanan darah yang menetap.

d) Latihan Fisik

Latihan fisik atau olahraga dapat menjaga tubuh tetap sehat. Penelitian

membuktikan bahwa orang yang berolahraga memiliki faktor risiko lebih rendah

untuk menderita penyakit jantung, tekanan darah tinggi, dan kolesterol tinggi.

Oleh karena itu, latihan fisik seperti berolahraga antara 30-45 menit sebanyak

>3x/hari penting sebagai pencegahan primer dari hipertensi (Cortas, 2008).

Universitas Sumatera Utara


23

e) Faktor Tingkat Konsumsi Karbohidrat pada Hipertensi

Karbohidrat berfungsi sebagai sumber energi, bahan pembentuk berbagai

senyawa tubuh, bahan pembentuk asam amino esensial, metabolisme normal

lemak, menghemat protein, meningkatkan pertumbuhan bakteri usus,

mempertahankan gerak usus, meningkatkan konsumsi protein, mineral dan

vitamin (Baliwati, et al., 2010).

Hiperlipidemia adalah keadaan meningkatnya kadar lipid darah dalam

lipoprotein (kolesterol dan trigliserida). Hal ini berkaitan dengan intake lemak dan

karbohidrat dalam jumlah yang berlebihan dalam tubuh. Keadaan tersebut akan

menimbulkan resiko terjadinya artherosklerosis.

Metabolisme karbohidrat menyebabkan terjadinya hiperlipidemia yaitu

mulai dari pencernaan karbohidrat di dalam usus halus berubah menjadi

monosakarida galaktosa dan fruktosa di dalam hati kemudian dipecah menjadi

glikogen dalam hati dan otot. Kemudian glikogen dipecah menjadi glukosa diubah

dalam bentuk piruvat dipecah menjadi asetil KoA sehingga akhirnya terbentuk

karbondioksida, air dan energi. Bila energi tidak diperlukan, asetil KoA tidak

memasuki siklus TCA tetapi digunakan untuk membentuk asam lemak,

melakukan esterifikasi dengan gliserol (diproduksi dalam glikolisis) dan

menghasilkan trigliserida. Pembuluh darah koroner yang menderita

artherosklerosis selain menjadi tidak elastis, juga mengalami penyempitan

sehingga tahanan aliran darah dalam pembuluh koroner juga naik, yang nantinya

akan memicu terjadinya hipertensi (Hull, 2001).

Universitas Sumatera Utara


24

f) Faktor Tingkat Konsumsi Protein pada Hipertensi

Protein berperan penting dalam pembentukan struktur, fungsi, regulasi sel-

sel makhluk hidup dan virus. Protein juga bekerja sebagai neurotransmiter dan

pembawa oksigen dalam darah (hemoglobin) dan berguna sebagai sumber energi

tubuh. Dalam kondisi normal, protein dibutuhkan oleh tubuh sekitar 0,8-1

gr/kgBB/hari dengan perbandingan protein nabati dan hewani yaitu 3:1.

Pada dua studi observasional yaitu INTERMAP dan The Chicago Western

Electric Study telah membuktikan adanya hubungan sumber protein nabati dengan

penurunan tekanan darah, sedangkan sumber protein hewani tidak berpengaruh

terhadap tekanan darah. Para peneliti dari Boston University memberikan alasan

yang berbeda mengapa perlu mengonsumsi diet tinggi protein untuk menurunkan

risiko hipertensi jangka panjang. Mereka yang mengonsumsi rata-rata 100g

protein sehari mengalami penurunan sebesar 40% terhadap risiko hipertensi

dibandingkan dengan mereka yang memiliki asupan paling rendah untuk protein

dalam diet.

Penelitian yang diterbitkan dalam American Journal of Hypertension,

menemukan bahwa orang dengan asupan tinggi protein, terlepas dari protein

hewani atau nabati, secara signifikan memiliki tekanan darah sistolik dan diastolik

lebih rendah setelah 4 tahun masa tindak lanjut. Penelitian ini menunjukkan

bahwa risiko hipertensi dapat dengan mudah diatasi dengan mengubah diet,

karena protein memberikan manfaat vaskular, hal ini bisa juga bermanfaat untuk

mengoptimalkan asupan protein untuk kesehatan jantung.

Universitas Sumatera Utara


25

g) Faktor Tingkat Konsumsi Lemak pada Hipertensi

Lemak merupakan simpanan energi bagi manusia. Lemak dalam bahan

makanan berfungsi sebagai sumber energi, menghemat protein dan thiamin,

membuat rasa kenyang lebih lama (karena proses pencernaan lemak lebih lama),

pemberi cita rasa dan keharuman yang lebih baik. Fungsi lemak dalam tubuh

adalah sebagai zat pembangun, pelindung kehilangan panas tubuh, penghasil asam

lemak esensial, pelarut vitamin A, D, E, K, sebagai prekusor dari prostaglandin

yang berperan mengatur tekanan darah, denyut jantung dan lipofisis (Yuniastuti,

2007).

Konsumsi lemak yang berlebihan akan meningkatkan kadar kolesterol

dalam darah terutama kolesterol LDL dan akan tertimbun dalam tubuh. Timbunan

lemak yang disebabkan oleh kolesterol akan menempel pada pembuluh darah

yang lama-kelaman akan terbentuk plaque. Terbentuknya plaque dapat

menyebabkan penyumbatan pembuluh darah atau aterosklerosis. Pembuluh darah

yang terkena aterosklerosis akan berkurang elastisitasnya dan aliran darah ke

seluruh tubuh akan terganggu serta dapat memicu peningkatan volume darah dan

tekanan darah yang disebut dengan hipertensi.

h) Faktor Asupan Garam (Natrium)

Natrium (Na) bermanfaat bagi tubuh untuk mempertahankan keseimbangan

cairan tubuh dan mengatur tekanan darah. Namun, natrium yang masuk dalam

darah secara berlebihan dapat menahan air sehingga meningkatkan volume darah.

Meningkatnya volume darah mengakibatkan meningkatnya tekanan pada dinding

Universitas Sumatera Utara


26

pembuluh darah sehingga jantung harus memompa lebih keras untuk mendorong

volume darah yang meningkat melalui ruang yang semakin sempit dan akibatnya

adalah hipertensi (Anggraini dkk, 2008).

Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di

dalam cairan ekstraseluer meningkat. Untuk menormalkannya, cairan instraseluler

ditarik keluar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya

volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah.

Garam bukanlah satu-satunya sumber natrium yang masuk ke dalam aliran

darah, walaupun kandungan natrium dalam garam dapur cukup tinggi yaitu sekitar

40%. Mono Sodium Glutamat (MSG) atau lebih dikenal dengan merek dagang

vetsin dan soda pembuat roti juga merupakan sumber natrium. Konsumsi MSG

yang berlebihan juga berdampak pada kenaikan tekanan darah.

Berikut merupakan beberapa bahan-bahan makanan yang mengandung

natrium yang sering dikonsumsi sehari-hari yang disajikan dalam Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Kandungan Natrium Beberapa Bahan Makanan (mg/100 gr)

Kandungan Kandungan
Bahan Makanan Bahan Makanan
Natrium (mg) Natrium (mg)
Daging sapi 93 Bihun goreng instan 928
Hati sapi 110 Mentega 780
Ginjal sapi 200 Margarin 950
Telur bebek 191 Roti cokelat 500
Telur ayam 158 Roti putih 530
Ikan ekor kuning 59 Jambu monyet, biji 26
Sardin 131 Pisang 18
Udang segar 185 Mangga manalagi 70
Teri kering 885 Teh 50
Susu sapi 36 Ragi 610
Cakalang, perut 230
Sumber: Tabel Komposisi Pangan Indonesia, 2009.

Universitas Sumatera Utara


27

i) Tingkat Konsumsi Serat

Serat merupakan jenis karbohidrat yang tidak terlarut. Serat dapat dibedakan

atas serat kasar (crude fiber) dan serat makanan (dietary fiber). Serat makanan

adalah komponen makanan yang berasal dari tanaman yang tidak dapat dicerna

oleh enzim pencernaan manusia. Serat makanan total terdiri dari komponen serat

makanan yang larut (misalnya: pektin, gum) dan yang tidak dapat larut dalam air

(misalnya selulosa, hemiselulosa, lignin). Kadar serat makanan berkisar 2-3 kali

serat kasar.

Menurut laporan hasil Riskesdas tahun (2013), menunjukkan 93,6%

masyarakat Indonesia kurang mengonsumsi serat. Menurut penelitian yang

dilakukan oleh Baliwati dkk (2010), menunjukkan bahwa mengonsumsi serat

sangat menguntungkan karena dapat mengurangi pemasukan energi dan tidak

mengalami status gizi obesitas yang pada akhirnya dapat menurunkan risiko

penyakit tekanan darah tinggi.

Serat bukanlah zat yang dapat diserap oleh usus. Namun peranannya sangat

penting karena pada penderita gizi lebih dapat mencegah atau mengurangi resiko

penyakit degeneratif. Serat larut lebih efektif dalam mereduksi plasma kolesterol

yaitu LDL dan meningkatkan kadar HDL (Baliwati, et al., 2010). Serat pangan

dapat membantu meningkatkan pengeluaran kolesterol melalui feces dengan jalan

meningkatkan waktu transit bahan makanan melalui usus kecil.

Kandungan nilai serat berbagai bahan makanan yang sering dikonsumsi

sehari-hari dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Universitas Sumatera Utara


28

Tabel 2.2 Nilai Serat Berbagai Bahan Makanan (g/ 100 gram)

Kandungan Kandungan
Bahan Makanan Bahan Makanan
Serat (g) Serat (g)
Beras hitam 20,1 Sagu 4,7
Beras jagung 10,0 Biji nangka 8
Keripik ubi 14,3 Oncom ampas kacang hijau 12,3
Biji mente 0,9 Kacang hijau 7,5
Kecipir 10,7 Kacang kedelai goreng 7,6
Kacang ercis 28,6 Kacang koro 7,5
Kacang merah 26,3 Keripik tempe abadi besar 3,5
Lamtoro dengan kulit 15,4 Mangga manalagi 11,8
Rebung 9,7 Mangga kuini 6,5
Daun singkong 2,4 Abon sapi 7,5
Sumber: Daftar Komposisi Bahan Makanan, 2009

2.2.5 Komplikasi Hipertensi pada Lansia

1. Arterosklorosis

Arterosklorosis merupakan suatu penyakit pada dinding pembuluh darah

yakni lapisan dalamnya menjadi tebal karena timbunan lemak yang dinamakan

plaque atau suatu endapan keras yang tidak normal pada dinding arteri. Pembuluh

darah mendapat pukulan paling berat, jika tekanan darah terus menerus tinggi dan

berubah, saluran darah tersebut menjadi sempit dan aliran darah menjadi tidak

lancar.

2. Penyakit Jantung

Penyumbatan pembuluh darah dapat menyebabkan gagal jantung. Hal ini

terjadi karena pada penderita hipertensi kerja jantung akan meningkat, sehingga

terjadi pembengkakan jantung dan semakin lama otot jantung akan mengendor

serta berkurang elastisitasnya. Akhirnya jantung tidak mampu lagi memompa dan

menampung darah dari paru-paru sehingga banyak cairan tertahan di paru-paru

Universitas Sumatera Utara


29

maupun jaringan tubuh lain yang dapat menyebabkan sesak nafas. Kondisi ini

disebut gagal jantung (Sutanto, 2010).

3. Penyakit Ginjal

Penyakit tekanan darah tinggi dapat menyebabkan pembuluh darah pada

ginjal mengerut sehingga aliran zat-zat makanan menuju ginjal terganggu dan

mengakibatkan kerusakan sel-sel ginjal. Jika hal ini terjadi secara terus menerus

maka sel-sel ginjal tidak bisa berfungsi lagi. Apabila tidak segera diatasi maka

akan menyebabkan kerusakan parah pada ginjal yang disebut sebagai gagal ginjal

terminal (Sutanto, 2010).

2.3 Konsumsi Makanan

Pola konsumsi makanan adalah susunan makanan yang merupakan suatu

kebiasaan yang dimakan seseorang mencakup jenis, frekuensi dan jumlah bahan

makanan rata-rata per orang per hari yang umum dikonsumsi atau dimakan

penduduk dalam jangka waktu tertentu (Harap VY, 2012). Dalam hal konsumsi

pangan, permasalahan yang dihadapi tidak hanya mencakup ketidakseimbangan

komposisi makanan yang dikonsumsi, tetapi juga masalah belum terpenuhinya

kecukupan gizi.

Tingkat konsumsi makanan yaitu mencakup kualitas dan kuantitas suatu

hidangan. Kualitas hidangan menunjukkan adanya semua zat gizi yang diperlukan

tubuh di dalam susunan hidangan dan perbandingan yang satu terhadap yang lain.

Kuantitas menunjukkan kwantum masing-masing zat gizi terhadap kebutuhan

Universitas Sumatera Utara


30

tubuh. Jika susunan hidangan memenuhi kebutuhan tubuh, baik dari sudut kualitas

atau kuantitas, maka tubuh akan mendapatkan kondisi kesehatan gizi yang sebaik-

baiknya (Sediaoetama, 2004).

2.3.1 Konsumsi Makanan Pemicu dan Pencegah Hipertensi

Hipertensi sering mengakibatkan keadaan yang berbahaya karena

keberadaannya sering kali tidak disadari dan kerap tidak menimbulkan keluhan

yang berarti sampai suatu waktu terjadi komplikasi jantung, otak, ginjal, mata,

pembuluh darah, atau organ-organ vital lainnya. Namun demikian penyakit

hipertensi sangat dipengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi masyarakat. Pola

hidup sehat dan pola makan sehat merupakan pilihan tepat untuk menjaga diri

terbebas dari hipertensi (Suoth, et al., 2014).

1. Konsumsi Makanan Pemicu Hipertensi

Konsumsi makanan pemicu hipertensi merupakan setiap makanan yang

dikonsumsi yang dapat menaikkan tekanan darah sehingga menyebabkan

hipertensi. Untuk mencegah terjadinya hipertensi, sebaiknya menghindari atau

setidaknya mengurangi untuk mengonsumsi makanan-makanan yang menjadi

pemicu hipertensi ini.

Beberapa jenis makanan yang menjadi pemicu hipertensi adalah sebagai

berikut:

1. Makanan tinggi kolesterol, seperti daging sapi, daging kambing, daging atau

kulit ayam, udang.

2. Makanan yang diawetkan, seperti ikan asin, telur asin, dendeng, teri kering.

Universitas Sumatera Utara


31

3. Makanan tinggi natrium, seperti biskuit, keripik

4. Susu dan Olahannya, seperti susu full cream, mentega, margarin

2. Konsumsi Makanan Pencegah Hipertensi

Konsumsi makanan pencegah hipertensi merupakan setiap makanan yang

dikonsumsi yang dapat menurunkan dan menormalkan kembali tekanan darah

sehingga mencegah terjadinya hipertensi. Untuk mencegah terjadinya hipertensi,

sebaiknya mengonsumsi makanan-makanan yang dapat mencegah hipertensi ini

dan untuk penderita hipertensi juga dianjurkan untuk mengonsumsi makanan

terebut untuk menormalkan kembali tekanan darah.

a) Hindari untuk mengonsumsi lemak jenuh seperti makanan yang digoreng dan

dan lemak dari daging olahan

b) Tingkatkan asupan nutrisi dari biji-bijian utuh, kacang-kacangan seperti kacang

tanah, kacang hijau, jagung.

c) Perbanyak konsumsi buah-buahan seperti pisang, semangka, jeruk, nenas,

pepaya dan sayur-sayuran seperti tomat, kentang, daun singkong, buncis,

wortel, sawi, labu.

d) Konsumsi lauk hewani seperti ikan air tawar, ikan tongkol dan daging ayam

tanpa kulit.

e) Konsumsi lauk nabati, seperti tahu dan tempe.

Universitas Sumatera Utara


32

2.3.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Konsumsi Makanan

Menurut Fatmah (2010), faktor-faktor yang dapat memengaruhi konsumsi

makanan adalah keterbatasan ekonomi, penyakit-penyakit kronis, pengaruh

psikologis, kesalahan dalam pola makan, kurangnya pengetahuan tentang gizi dan

cara pengolahannya, serta menurunnya energi.

2.3.3 Metode Pengukuran Konsumsi Makanan

1. Metode Frekuensi Makanan

Metode frekuensi makanan adalah untuk memperoleh data tentang frekuensi

konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi selama periode tertentu

seperti hari, minggu, bulan ataupun tahun. Selain itu dengan metode frekuensi

makanan akan diperoleh gambaran pola konsumsi bahan makanan secara

kualitatif, tapi karena periode pengamatannya lebih lama dan dapat membedakan

individu berdasarkan ranking tingkat konsumsi zat gizi, maka cara ini paling

sering digunakan dalam penelitian epidemiologi gizi.

Kuesioner konsumsi makanan memuat tentang daftar bahan makanan atau

makanan dan frekuensi penggunaan makanan tersebut pada periode tertentu.

Bahan makanan yang ada dalam kuesioner tersebut adalah yang dikonsumsi

dalam frekuensi yang cukup sering oleh responden (Supariasa et al., 2002).

Langkah-langkah metode frekuensi makanan menurut Supariasa et al.

(2002) adalah sebagai berikut:

1) Responden diminta untuk memberi tanda pada daftar makanan yang tersedia

pada kuesioner mengenai frekuensi penggunaannya dan ukuran porsinya.

Universitas Sumatera Utara


33

2) Lakukan rekapitulasi tentang frekuensi penggunaan jenis-jenis bahan makanan

terutama bahan makanan yang merupakan sumber-sumber zat gizi tertentu

selama periode tertentu pula.

Kelebihan metode frekuensi makanan menurut Supariasa et al. (2002)

adalah sebagai berikut:

1) Relatif murah dan sederhana.

2) Dapat dilakukan sendiri oleh responden.

3) Tidak membutuhkan latihan khusus.

4) Dapat membantu untuk menjelaskan hubungan antara penyakit dan kebiasaan

makan.

Kekurangan metode frekuensi makanan menurut Supariasa et al. (2002)

adalah sebagai berikut:

1) Tidak dapat untuk menghitung intake zat gizi sehari.

2) Sulit mengembangkan kuesioner pengumpulan data.

3) Cukup menjemukan bagi pewawancara.

4) Perlu membuat percobaan pendahuluan untuk menentukan jenis bahan

makanan yang akan masuk dalam daftar kuesioner.

5) Responden harus jujur dan mempunyai motivasi tinggi.

2. Metode Food Recall 24 Hours

Tingkat konsumsi makanan dapat diukur dengan menggunakan metode food

recall 24 hours. Prinsip dari metode recall 24 jam dilakukan dengan mencatat

jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu.

Universitas Sumatera Utara


34

Menurut E-Siong, Dop, Winichagoon (2004) untuk survei konsumsi gizi individu

lebih disarankan menggunakan metode food recall 24 jam konsumsi gizi

dikarenakan darisisi kepraktisan dan kevalidan data masih dapat diperoleh dengan

baik selama yang melakukan sudah terlatih.

Pada metode ini, responden disuruh menceritakan semua yang dimakan dan

diminum selama 24 jam yang lalu (kemarin). Biasanya dimulai sejak responden

bangun pagi kemarin sampai istirahat tidur malam harinya, atau dapat juga

dimulai dari waktu saat dilakukan wawancara mundur ke belakang sampai 24 jam

penuh. Apabila pengukuran hanya dilakukan satu kali (1 x 24 jam), maka data

yang diperoleh kurang representatif untuk menggambarkan kebiasaan makan

individu. Food recall 24 hours sebaiknya dilakukan berulang-ulang dan harinya

tidak berurutan sehingga dapat menghasilkan gambaran asupan gizi secara lebih

optimal dan bervariasi (Supariasa et al. 2002).

Hal penting yang perlu diketahui adalah bahwa dengan recall 24 jam, data

yang diperoleh cenderung lebih bersifat kualitatif. Oleh karena itu, untuk

mendapatkan data kuantitatif, maka jumlah konsumsi makanan individu

ditanyakan secara teliti dengan menggunakan alat URT (sendok, gelas, piring dan

lain-lain) atau ukuran lainnya yang biasa digunakan sehari-hari (Supariasa et al.,

2002).

Kelebihan metode recall 24 jam menurut Supariasa et al. (2002) adalah

sebagai berikut:

1) Mudah melaksanakannya serta tidak terlalu membebani responden.

Universitas Sumatera Utara


35

2) Biaya relatif murah, karena tidak memerlukan peralatan khusus dan tempat

yang luas untuk wawancara.

3) Cepat, sehingga dapat mencakup banyak responden.

4) Dapat digunakan untuk merespon yang buta huruf.

5) Dapat memberikan gambaran nyata yang benar-benar dikonsumsi individu

sehingga dapat dihitung intake zat gizi sehari.

Kekurangan metode recall 24 jam menurut Supariasa et al. (2002) adalah

sebagai berikut:

1) Tidak dapat menggambarkan asuapan makanan sehari-hari, bila hanya

dilakukan recall satu hari.

2) Ketepatannya sangat tergantung pada daya ingat responden.

3) The flat syndrome yaitu kecenderungan bagi responden yang kurus untuk

melaporkan konsumsinya lebih banyak (over estimate) dan bagi responden

yang gemuk cenderung melaporkan lebih sedikit (under estimate).

4) Membutuhkan tenaga atau petugas yang terlatih dan terampil dalam

menggunakan alat-alat bantu URT dan ketepatan alat bantu yang dipakai

menurut kebiasaan masyarakat.

5) Responden harus diberi motivasi dan penjelasan tentang tujuan dari penelitian.

6) Untuk mendapatkan gambaran konsumsi makanan sehari-hari, recall jangan

dilakukan pada saat panen, hari pasar, hari akhir pekan, pada saat melakukan

upacara-upacara keagamaan, selamatan dan lain-lain.

Universitas Sumatera Utara


36

2.4 Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian

2.4.1 Kerangka Konseptual

Variabel Bebas
Variabel Terikat

Jenis dan Frekuensi Makanan


Pemicu dan Pencegah
Hipertensi
Hipertensi pada Lansia

Tingkat Konsumsi Karbohidrat,


Protein, Lemak, Natrium dan
Serat

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

2.4.2 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian dan kerangka konseptual di atas, maka hipotesis

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Ada hubungan tingkat konsumsi karbohidrat, protein, lemak, natrium, dan serat

dengan hipertensi pada lansia di Desa Mekar Bahalat, Kecamatan Jawa Maraja

Bah Jambi, Kabupaten Simalungun.

Universitas Sumatera Utara


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional telah mewujudkan

hasil yang positif di berbagai bidang yaitu adanya kemajuan ekonomi, perbaikan

lingkungan hidup, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran serta

upaya-upaya peningkatan kesehatan yang mampu meningkatkan umur harapan

hidup. Salah satu tantangan di bidang pembangunan kependudukan di Indonesia

adalah menghadapi suatu kesempatan yang disebabkan perubahan komposisi

penduduk menurut umur, yang disebut windows of opportunity pada tahun 2030-

an. Kondisi ini disertai dengan besarnya jumlah penduduk usia produktif,

menurunnya jumlah penduduk usia anak-anak dan meningkatnya jumlah

penduduk lansia.

Jumlah penduduk dengan usia lanjut di Indonesia akan bertambah sebanyak

11,4 juta dalam waktu 30 tahun mendatang, maka jumlah penduduk Indonesia

akan naik sebesar 40% sehingga Umur Harapan Hidup Indonesia akan meningkat.

Hal ini membuat kualitas penduduk Indonesia semakin rendah karena terjadinya

peningkatan jumlah penderita penyakit degeneratif seperti diabetes melitus,

hipertensi, stroke, dsb.

Persoalan-persoalan tersebut dapat diatasi dengan adanya suatu acuan bagi

pembangunan kependudukan di masa mendatang, baik dari sisi kebijakan umum

dalam bentuk Grand Design Pembangunan Kependudukan (GDPK) dengan

berbagai pencapaian target. Tujuan GDPK ini yaitu untuk mengendalikan

Universitas Sumatera Utara


2

kuantitas penduduk nasional 2010-2035 sehingga terwujudnya penduduk yang

berkualitas sebagai modal dasar dalam pembangunan untuk tercapainya

masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil dan sejahtera.

Menua (aging) merupakan proses normal yang dimulai sejak konsepsi dan

berakhir saat kematian. Apabila seseorang berhasil mencapai usia lanjut, maka

salah satu upaya utama adalah mempertahankan atau membawa status gizi yang

bersangkutan pada kondisi optimum agar kualitas hidup yang bersangkutan tetap

baik.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia menjadi

empat yaitu usia pertengahan (middle age) 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) 60-74

tahun, lanjut usia tua (old) 75-90 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90

tahun. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa usia lanjut atau usia 60

tahun ke atas merupakan tahap akhir dari proses penuaan yang memiliki dampak

terhadap tiga aspek, yaitu biologis, ekonomi, dan sosial.

Menjadi lanjut usia adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan

kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan

mempertahankan struktur dan fungsi normalnya. Kemunduran struktur dan fungsi

organ juga terjadi pada sistem kardiovaskular, salah satunya adalah dinding arteri

telah menebal dan kaku karena arteriosklerosis sehingga darah dipaksa untuk

melalui pembuluh yang sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya

tekanan darah (Konita dkk, 2014).

Hipertensi adalah keadaan meningkatnya tekanan darah sistolik lebih besar

dari 140 mmHg dan atau diastolik lebih besar dari 90 mmHg pada dua kali

Universitas Sumatera Utara


3

pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup

istirahat/tenang. Batas normal tekanan darah adalah kurang dari atau 120 mmHg

tekanan sistolik dan kurang dari atau 80 mmHg tekanan diastolik (WHO, 2011).

Hipertensi atau tekanan darah tinggi menjadi masalah kesehatan yang serius,

karena jika tidak terkendali akan berkembang dan menimbulkan komplikasi yang

berbahaya. Akibatnya bisa fatal karena sering timbul komplikasi, misalnya stroke

(penurunan drastis aliran darah otak), penyakit jantung koroner, dan gagal ginjal.

Hipertensi pada lanjut usia sebagian besar merupakan hipertensi sistolik

terisolasi (HST). Meningkatnya tekanan sistolik menyebabkan besarnya

kemungkinan timbulnya kejadian stroke dan infark myocard bahkan walaupun

tekanan diastoliknya dalam batas normal (isolated systolic hypertension). Isolated

systolic hypertension adalah bentuk hipertensi yang paling sering terjadi pada

lansia. Pada suatu penelitian, hipertensi menempati 87% kasus pada orang yang

berumur 50 sampai 59 tahun. Adanya hipertensi, baik HST maupun kombinasi

sistolik dan diastolik merupakan faktor risiko morbiditas dan mortalitas untuk

orang lanjut usia. Hipertensi Sistolik Terisolasi (HST) jelas berhubungan dengan

kejadian stroke, penyakit jantung koroner, gagal jantung, ukuran jantung, gagal

ginjal dan pengecilan ukuran ginjal (Amran dkk, 2010).

Berdasarkan data WHO diperkirakan penderita hipertensi di seluruh dunia

berjumlah 600 juta orang, dengan 3 juta kematian setiap tahun. Di Amerika,

diperkirakan 1 dari 4 orang dewasa menderita hipertensi. Sampai saat ini,

hipertensi masih merupakan tantangan besar di Indonesia. Betapa tidak, hipertensi

merupakan kondisi yang sering ditemukan pada pelayanan kesehatan. Hal itu

Universitas Sumatera Utara


4

merupakan masalah kesehatan dengan prevalensi yang tinggi, yaitu sebesar 25,8

% sesuai dengan data Riskesdas 2013. Berdasarkan hasil Riskesdas 2013 juga

dapat dilihat bahwa prevalensi hipertensi di Indonesia lebih tinggi pada

perempuan yaitu sekitar 28,8 % dan pada golongan lanjut usia. Di Sumatera

Utara, prevalensi hipertensi juga termasuk tinggi yaitu sekitar 24,7 % berdasarkan

data Riskesdas 2013.

Data Riskesdas 2013 juga menyebutkan hipertensi sebagai penyebab

kematian nomor 3 setelah stroke dan tuberkulosis, jumlahnya mencapai 6,8% dari

proporsi penyebab kematian pada semua umur di Indonesia. Banyak faktor risiko

yang dapat menyebabkan hipertensi seperti pola konsumsi makanan, aktivitas

fisik, tingkat stress, merokok maupun faktor genetik. Penduduk yang masih

kurang dalam memperhatikan pola dan tingkat konsumsi makanannya sehari-hari

membuat timbulnya berbagai penyakit degeneratif terlebih pada lansia yang

membuat angka morbiditas dan mortalitas menjadi semakin tinggi.

Ketidakseimbangan antara konsumsi karbohidrat dan kebutuhan energi,

dimana konsumsi yang terlalu berlebihan akan menimbulkan kegemukan atau

obesitas. Hasil penelitian Aritonang, E, dkk (2016) menyatakan bahwa ada

hubungan yang signifikan antara konsumsi karbohidrat dan lemak dengan status

gizi pada pegawai di Direktorat Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan

Medan. Kelebihan energi dalam tubuh disimpan dalam bentuk jaringan lemak.

Pada keadaan normal, jaringan lemak ditimbun dalam beberapa tempat tertentu,

diantaranya di jaringan subkutan dan di dalam jaringan usus (omentum). Berat

badan dan Indeks Massa Tubuh (IMT) berkorelasi langsung dengan tekanan

Universitas Sumatera Utara


5

darah, terutama tekanan darah sistolik. Resiko relatif untuk menderita hipertensi

pada orang gemuk 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang berat

badannya normal.

Asupan makanan dengan kandungan lemak dan natrium yang tinggi dapat

memengaruhi tinggi rendahnya tekanan darah dalam tubuh sehingga

menyebabkan terjadinya hipertensi. Asupan kalium yang meningkat akan

menurunkan tekanan darah pada beberapa kasus tertentu. Pada penelitian

Sumaerih di Indramayu tahun 2006 membuktikan bahwa asupan kalium yang

tinggi dapat menurunkan tekanan darah. Sebaliknya kenaikan kadar natrium

dalam darah dapat merangsang sekresi renin dan mengakibatkan penyempitan

pembuluh darah perifer yang berdampak pada meningkatnya tekanan darah.

Penelitian Ratnaningrum di Kabupaten Boyolali tahun 2015 mengatakan

bahwa asupan serat juga berhubungan dengan terjadinya tekanan darah tinggi

karena asupan serat dapat membantu meningkatkan pengeluaran kolesterol

melalui feses dengan jalan meningkatkan waktu transit bahan makanan melalui

usus. Mengonsumsi serat sangat menguntungkan karena dapat mengurangi

pemasukan energi dan obesitas yang pada akhirnya menurunkan risiko penyakit

tekanan darah tinggi.

Upaya untuk menghambat perubahan yang terjadi pada lansia dapat

dilakukan, yaitu beradaptasi dengan keterbatasan yang menyertai proses penuaan

dan diperlukan penyusunan menu khusus bagi lansia agar keperluan gizi pada

lansia tercukupi secara optimal. Asupan zat gizi yang tepat berperan dalam

Universitas Sumatera Utara


6

menciptakan kesehatan lanjut usia secara optimal. Kecukupan gizi akan terpenuhi

jika para lanjut usia memperhatikan pola makan yang beragam dan gizi seimbang.

Jawa Maraja Bah Jambi adalah sebuah kecamatan di Kabupaten

Simalungun, Sumatera Utara, Indonesia. Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi ini

memiliki 8 desa dengan jumlah penduduknya sebanyak 20.709 jiwa. Di

kecamatan ini, penduduk lansia ada sebanyak 1690 jiwa (8,16 %) dengan usia

65 tahun.

Desa Mekar Bahalat merupakan salah satu desa/nagori yang ada di

Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi. Desa Mekar Bahalat terdiri dari 6 dusun,

yaitu Dusun Korem Luar, Dusun Korem Dalam, Dusun Siabarta, Dusun Bahalat I,

Dusun Bahalat II dan Dusun Ranto. Jumlah penduduk di Desa Mekar Bahalat

adalah 1583 jiwa dan jumlah lansia usia 60 tahun sebanyak 120 jiwa (7,58%).

Banyaknya jumlah lansia membuat semakin khawatir akan timbulnya

berbagai penyakit degeneratif termasuk hipertensi sehingga sangat perlu untuk

diwaspadai. Data dari Puskesmas Jawa Maraja Bah Jambi menyebutkan

prevalensi hipertensi di Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi mengalami

peningkatan dari 6,27 % di tahun 2013 menjadi 11,89 % di tahun 2014, lalu

sedikit mengalami penurunan menjadi 11,57 % di tahun 2015 pada usia 45

tahun. Puskesmas Jawa Maraja Bah Jambi juga menyebutkan bahwa hipertensi

merupakan penyakit kedua terbesar yang ada di wilayah puskesmas. Hal ini dapat

terjadi karena kurangnya kesadaran masyarakat terutama lansia dalam

memperhatikan pola konsumsi makanan sehari-harinya.

Universitas Sumatera Utara


7

Menurut data dari Puskesmas Pembantu (Pustu) di Desa Mekar Bahalat

tahun 2015, prevalensi penyakit hipertensi pada lansia yaitu sekitar 21 orang

(8,8%). Data ini merupakan data pasien hipertensi yang datang ke pustu untuk

melakukan pemeriksaan dan pengobatan. Data dari Puskesmas Pembantu (Pustu)

tahun 2014 juga menyebutkan bahwa hipertensi merupakan penyakit keempat

terbesar yang ada di Desa Mekar Bahalat. Hal ini dapat memengaruhi aktivitas

yang dilakukan lansia termasuk dalam hal melakukan pekerjaan mereka sehari-

hari yang mayoritasnya adalah seorang petani.

Berdasarkan survei awal yang telah dilakukan, salah satu faktor risiko

penyebab hipertensi di desa ini adalah pola konsumsi makanan lansia sehari-hari.

Kebiasaan mengonsumsi makanan dengan tinggi lemak, tinggi kolesterol dan

tinggi natrium dapat menjadi pemicu kenaikan tekanan darah. Sebagian besar

masyarakat di Desa Mekar Bahalat sering mengonsumsi makanan yang berlemak,

berkolesterol tinggi dan tinggi natrium seperti daging kambing, daging sapi,

makanan yang bersantan, ikan asin dan telur asin. Oleh karena itu, kebiasaan

mengonsumsi makanan tersebut dapat memicu tingginya tekanan darah yang

dialami oleh lansia dan membuat tingginya penyakit-penyakit degeneratif pada

lansia, termasuk hipertensi.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai hubungan antara konsumsi makanan dengan kejadian

hipertensi pada lansia di Desa Mekar Bahalat, Kecamatan Jawa Maraja Bah

Jambi, Kabupaten Simalungun.

Universitas Sumatera Utara


8

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah Apakah ada hubungan

konsumsi makanan dengan kejadian hipertensi pada lansia di Desa Mekar

Bahalat, Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi, Kabupaten Simalungun?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui dan menganalisis hubungan konsumsi makanan dengan

kejadian hipertensi pada lansia di Desa Mekar Bahalat, Kecamatan Jawa Maraja

Bah Jambi, Kabupaten Simalungun.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui gambaran jenis dan frekuensi makanan pencegah dan

pemicu hipertensi yang dikonsumsi oleh lansia di Desa Mekar Bahalat,

Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi, Kabupaten Simalungun.

2. Untuk menganalisis hubungan antara tingkat konsumsi karbohidrat, protein,

lemak, natrium, dan serat dengan kejadian hipertensi pada lansia di Desa

Mekar Bahalat, Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi, Kabupaten Simalungun.

Universitas Sumatera Utara


9

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Simalungun

Sebagai bahan informasi mengenai konsumsi makanan lansia dan

hubungannya dengan hipertensi di bagian gizi di Dinas Kesehatan Kabupaten

Simalungun untuk mengambil langkah-langkah kebijakan selanjutnya dalam

rangka meningkatkan kesehatan masyarakat terutama pada lansia.

2. Bagi Puskesmas

Sebagai bahan sumbangan pengetahuan dan saran bagi Puskesmas Jawa

Maraja Bah Jambi untuk dapat memberikan penyuluhan/informasi yang terkait

dengan hipertensi pada lansia misalnya pada saat Posyandu Lansia dalam rangka

meningkatkan kesehatan masyarakat, dan perhatian dalam upaya pencegahan

penyakit degeneratif, sehingga dapat menurunkan prevalensi hipertensi di wilayah

tersebut.

3. Bagi Instansi Terkait

Hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi dan masukan yang bermanfaat

bagi instansi terkait seperti panti pelayanan sosial lansia untuk dijadikan dasar

dalam menjaga derajat kesehatan lansia dan dalam penyelenggaraan makanan

sesuai dengan standar yang ada guna mempertahankan dan meningkatkan

konsumsi gizi lansia.

Universitas Sumatera Utara


5

ABSTRAK

Hipertensi saat ini merupakan faktor risiko morbiditas dan mortalitas untuk
lansia. Data Riskesdas 2013 menyebutkan bahwa prevalensi hipertensi di
Indonesia berkisar 25,8% dengan insiden penyakit lebih banyak terjadi pada
perempuan (28,8%) dan pada golongan lanjut usia. Di Sumatera Utara, prevalensi
hipertensi juga termasuk tinggi yaitu sekitar 24,7 % berdasarkan data Riskesdas
2013. Data dari Puskesmas Pembantu (Pustu) di Desa Mekar Bahalat tahun 2015
menyebutkan bahwa prevalensi penyakit hipertensi pada lansia yaitu sekitar 21
orang (8,8%). Data dari Puskesmas Pembantu (Pustu) tahun 2014 juga
menyebutkan bahwa hipertensi merupakan penyakit keempat terbesar yang ada di
Desa Mekar Bahalat.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis hubungan
konsumsi makanan dengan kejadian hipertensi pada lansia di Desa Mekar
Bahalat, Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi, Kabupaten Simalungun. Jenis
penelitian ini adalah analitik observasional dengan jenis rancangan penelitian
cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia usia 60
tahun di Desa Mekar Bahalat yang berjumlah 120 orang, dengan besar sampel 55
responden. Penelitian ini dilakukan di Desa Mekar Bahalat, Kecamatan Jawa
Maraja Bah Jambi, Kabupaten Simalungun pada bulan September 2015 hingga
Mei 2016. Ada dua variabel dalam penelitian ini, yaitu variabel bebas (jenis dan
frekuensi konsumsi makanan pencegah dan pemicu hipertensi, tingkat konsumsi
karbohidrat, protein, lemak, natrium, serat) dan variabel terikat (kejadian
hipertensi pada lansia).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis makanan pencegah hipertensi
yang sering dikonsumsi responden yaitu jagung, ikan air tawar, tempe, tomat,
buah pisang, kacang hijau dan jenis makanan pemicu hipertensi yang sering
dikonsumsi responden adalah daging babi, ikan asin, dan biskuit. Hasil penelitian
juga menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan secara signifikan dengan
kejadian hipertensi yaitu variabel lemak (p=0,025), natrium (p= 0,039) dan serat
(p=0,029), sedangkan variabel karbohidrat (p= 0,821) dan protein (p= 0,189) tidak
berhubungan secara signifikan dengan kejadian hipertensi. Saran yang dapat
diberikan kepada masyarakat Desa Mekar Bahalat khususnya lansia yaitu agar
dapat mengurangi konsumsi makanan yang tinggi natrium atau garam, tinggi
lemak, dan juga meningkatkan konsumsi sayur dan buah dengan harga yang
terjangkau setiap harinya.

Kata Kunci: hipertensi, lansia, konsumsi makanan

iii

Universitas Sumatera Utara


6

ABSTRACT

Hypertension is now a risk factor for morbidity and mortality for the
elderly. Riskesdas 2013 mentioned that the prevalence of hypertension in
Indonesia ranges from 25.8% and the incidence of this disease is more common in
women (28.8%) and in the elderly group. In North Sumatra, the prevalence of
hypertension is high and also included about 24.7% based on Riskesdas 2013.
Data from Puskesmas in the village of Mekar Bahalat 2015 mentioned that the
prevalence of hypertension in the elderly is about 21 people (8.8%). Data from
Puskesmas in 2014 also mentions that hypertension is a disease that is the fourth
highest in Mekar Bahalat village.
The purpose of this study was to determine and analyze the correlation
between food consumption with the incidence of hypertension in the elderly in
Mekar Bahalat village, District of Jawa Maraja Bah Jambi, Simalungun. This
research type is an analytic observational study with cross sectional study design
types. The population in this study were all elderly that aged 60 years in Mekar
Bahalat village that totaling 120 people, and the samples are 55 respondents. This
research was conducted in Mekar Bahalat village, District of Jawa Maraja Bah
Jambi, Simalungun in September 2015 to May 2016. There are two variables in
this study, namely the independent variable (type and frequency of food
consumption deterrents and trigger hypertension, the level of consumption of
carbohydrates, protein, fat, sodium, fiber) and the dependent variable (the
incidence of hypertension in the elderly).
The results of this research showed that the type of food detterents
hypertension that often consumed by the respondents are corn, fresh water fish,
tempeh, tomatoes, bananas, green beans and the type of food triggers
hypertension that often consumed by the respondent are pork, salted fish, and
biscuits. The results also showed that the variables were significantly related to
the incidence of hypertension is variable fat (p = 0.025), sodium (p = 0.039) and
fiber (p = 0.029), while the variable carbohydrate (p = 0.821) and protein (p =
0.189 ) is not significantly related to the incidence of hypertension. The advice
can be given to people in Mekar Bahalat especially the elderly is to reduce the
consumption of foods that high in sodium or salt, high fat, and also increase
consumption of fruits and vegetables at affordable prices every day.

Keywords: hypertension, the elderly, food consumption

iv

Universitas Sumatera Utara


1

HUBUNGAN KONSUMSI MAKANAN DENGAN KEJADIAN


HIPERTENSI PADA LANSIA DI DESA MEKAR BAHALAT,
KECAMATAN JAWA MARAJA BAH JAMBI, KABUPATEN
SIMALUNGUN TAHUN 2016

SKRIPSI

OLEH:
IRA LAUROMAITO GULTOM
NIM : 121000286

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016

Universitas Sumatera Utara


2

HUBUNGAN KONSUMSI MAKANAN DENGAN KEJADIAN


HIPERTENSI PADA LANSIA DI DESA MEKAR BAHALAT,
KECAMATAN JAWA MARAJA BAH JAMBI, KABUPATEN
SIMALUNGUN TAHUN 2016

Skripsi ini diajukan sebagai


salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH:
IRA LAUROMAITO GULTOM
NIM : 121000286

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016

Universitas Sumatera Utara


3

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul


HUBUNGAN KONSUMSI MAKANAN DENGAN KEJADIAN
HIPERTENSI PADA LANSIA DI DESA MEKAR BAHALAT
KECAMATAN JAWA MARAJA BAH JAMBI KABUPATEN
SIMALUNGUN TAHUN 2016 ini beserta seluruh isinya adalah benar hasil
karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan
cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat
keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko atau sanksi yang
dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap
etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian
karya saya ini.

Medan, Juli 2016


Yang Membuat Pernyataan

Ira Lauromaito Gultom


NIM. 121000286

Universitas Sumatera Utara


4

ii

Universitas Sumatera Utara


5

ABSTRAK

Hipertensi saat ini merupakan faktor risiko morbiditas dan mortalitas untuk
lansia. Data Riskesdas 2013 menyebutkan bahwa prevalensi hipertensi di
Indonesia berkisar 25,8% dengan insiden penyakit lebih banyak terjadi pada
perempuan (28,8%) dan pada golongan lanjut usia. Di Sumatera Utara, prevalensi
hipertensi juga termasuk tinggi yaitu sekitar 24,7 % berdasarkan data Riskesdas
2013. Data dari Puskesmas Pembantu (Pustu) di Desa Mekar Bahalat tahun 2015
menyebutkan bahwa prevalensi penyakit hipertensi pada lansia yaitu sekitar 21
orang (8,8%). Data dari Puskesmas Pembantu (Pustu) tahun 2014 juga
menyebutkan bahwa hipertensi merupakan penyakit keempat terbesar yang ada di
Desa Mekar Bahalat.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis hubungan
konsumsi makanan dengan kejadian hipertensi pada lansia di Desa Mekar
Bahalat, Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi, Kabupaten Simalungun. Jenis
penelitian ini adalah analitik observasional dengan jenis rancangan penelitian
cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia usia 60
tahun di Desa Mekar Bahalat yang berjumlah 120 orang, dengan besar sampel 55
responden. Penelitian ini dilakukan di Desa Mekar Bahalat, Kecamatan Jawa
Maraja Bah Jambi, Kabupaten Simalungun pada bulan September 2015 hingga
Mei 2016. Ada dua variabel dalam penelitian ini, yaitu variabel bebas (jenis dan
frekuensi konsumsi makanan pencegah dan pemicu hipertensi, tingkat konsumsi
karbohidrat, protein, lemak, natrium, serat) dan variabel terikat (kejadian
hipertensi pada lansia).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis makanan pencegah hipertensi
yang sering dikonsumsi responden yaitu jagung, ikan air tawar, tempe, tomat,
buah pisang, kacang hijau dan jenis makanan pemicu hipertensi yang sering
dikonsumsi responden adalah daging babi, ikan asin, dan biskuit. Hasil penelitian
juga menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan secara signifikan dengan
kejadian hipertensi yaitu variabel lemak (p=0,025), natrium (p= 0,039) dan serat
(p=0,029), sedangkan variabel karbohidrat (p= 0,821) dan protein (p= 0,189) tidak
berhubungan secara signifikan dengan kejadian hipertensi. Saran yang dapat
diberikan kepada masyarakat Desa Mekar Bahalat khususnya lansia yaitu agar
dapat mengurangi konsumsi makanan yang tinggi natrium atau garam, tinggi
lemak, dan juga meningkatkan konsumsi sayur dan buah dengan harga yang
terjangkau setiap harinya.

Kata Kunci: hipertensi, lansia, konsumsi makanan

iii

Universitas Sumatera Utara


6

ABSTRACT

Hypertension is now a risk factor for morbidity and mortality for the
elderly. Riskesdas 2013 mentioned that the prevalence of hypertension in
Indonesia ranges from 25.8% and the incidence of this disease is more common in
women (28.8%) and in the elderly group. In North Sumatra, the prevalence of
hypertension is high and also included about 24.7% based on Riskesdas 2013.
Data from Puskesmas in the village of Mekar Bahalat 2015 mentioned that the
prevalence of hypertension in the elderly is about 21 people (8.8%). Data from
Puskesmas in 2014 also mentions that hypertension is a disease that is the fourth
highest in Mekar Bahalat village.
The purpose of this study was to determine and analyze the correlation
between food consumption with the incidence of hypertension in the elderly in
Mekar Bahalat village, District of Jawa Maraja Bah Jambi, Simalungun. This
research type is an analytic observational study with cross sectional study design
types. The population in this study were all elderly that aged 60 years in Mekar
Bahalat village that totaling 120 people, and the samples are 55 respondents. This
research was conducted in Mekar Bahalat village, District of Jawa Maraja Bah
Jambi, Simalungun in September 2015 to May 2016. There are two variables in
this study, namely the independent variable (type and frequency of food
consumption deterrents and trigger hypertension, the level of consumption of
carbohydrates, protein, fat, sodium, fiber) and the dependent variable (the
incidence of hypertension in the elderly).
The results of this research showed that the type of food detterents
hypertension that often consumed by the respondents are corn, fresh water fish,
tempeh, tomatoes, bananas, green beans and the type of food triggers
hypertension that often consumed by the respondent are pork, salted fish, and
biscuits. The results also showed that the variables were significantly related to
the incidence of hypertension is variable fat (p = 0.025), sodium (p = 0.039) and
fiber (p = 0.029), while the variable carbohydrate (p = 0.821) and protein (p =
0.189 ) is not significantly related to the incidence of hypertension. The advice
can be given to people in Mekar Bahalat especially the elderly is to reduce the
consumption of foods that high in sodium or salt, high fat, and also increase
consumption of fruits and vegetables at affordable prices every day.

Keywords: hypertension, the elderly, food consumption

iv

Universitas Sumatera Utara


7

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat

dan pertolonganNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang

berjudul Hubungan Konsumsi Makanan dengan Kejadian Hipertensi pada

Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi

Kabupaten Simalungun Tahun 2016. Skripsi ini disusun untuk memenuhi

salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari

sangatlah sulit untuk menyelesaikan skripsi ini tanpa bantuan dan bimbingan dari

berbagai pihak sejak penyusunan proposal sampai dengan terselesaikannya

laporan hasil skripsi ini.

Skripsi ini dapat diselesaikan atas bantuan dan bimbingan dari berbagai

pihak, maka dalam kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si., selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan seluruh wakil dekan;

2. Bapak Heldy B.Z, dr., MPH, selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah

membimbing penulis selama menjalani perkuliahan di Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara;

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si. selaku ketua Departemen Gizi

Kesehatan Masyarakat

4. Ibu Prof. Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si., selaku Dosen Pembimbing I

dan Ibu Ir. Etti Sudaryati, MKM, Ph.D., selaku Dosen Pembimbing II yang

Universitas Sumatera Utara


8

telah sabar membimbing, meluangkan waktu, pikiran, perhatian dan tenaga

serta selalu memberikan semangat dalam penyusunan skripsi ini;

5. Ibu Ernawati Nasution, SKM, M.Kes., dan Bapak Prof. Dr. Ir. Albiner

Siagian, M.Si. selaku Dosen Penguji;

6. Bapak Marihot Oloan Samosir, ST, selaku staf departemen Gizi Kesehatan

Masyarakat yang telah meluangkan waktu untuk membantu penulis dalam

bidang administrasi serta memberi informasi apapun yang penulis butuhkan;

7. Seluruh dosen beserta staf Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara;

8. Bapak dr. Mario Sitepu, selaku Kepala Puskesmas Jawa Maraja Bah Jambi

dan seluruh staf pegawai yang telah memberikan data-data dan informasi

demi terselesaikannya skripsi ini;

9. Bapak Remantus Sinaga, selaku Kepala Desa Mekar Bahalat yang telah

memberikan ijin dan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian

di daerah Desa Mekar Bahalat;

10. Ibu D. Sibarani, selaku petugas kesehatan di Desa Mekar Bahalat yang

membantu dan setia mendampingi penulis dalam melakukan penelitian ini;

11. Seluruh responden yang telah bersedia menjadi sampel dalam penelitian;

12. Keluarga tercinta Ayahanda Marihot Gultom dan Ibunda Erida Sirait,

S.Pd. serta kakak-kakak Erisma, Marina, Lusi dan adik-adik Tyo, Rima,

yang selalu mendoakan dan senantiasa memberikan dukungan moral maupun

material kepada penulis selama ini dan demi terselesaikannya skripsi ini;

vi

Universitas Sumatera Utara


9

13. Para sahabat seperjuangan terkasih Quin Dwi Jayanti Purba, Margaretha

Pasaribu, Setriani Saragih yang turut mendoakan, mendukung dan

memotivasi penulis selama ini;

14. Sahabat-sahabat terkasih Wella, Reny, Kartika yang turut mendoakan,

menjadi penyemangat dan selalu mendukung penulis selama ini;

15. Teman-teman Kelompok Kecil Dominique dan teman seperjuangan PBL

Kelompok 18 Desa Suka Sipilihen yang tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu, yang telah memberikan doa dan dukungan selama ini;

16. Teman-teman seperjuangan di Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat atas

dukungan dan doanya;

17. Pihak lain yang tidak mungkin disebutkan satu-persatu atas bantuannya

secara langsung maupun tidak langsung sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari skripsi ini masih belum sempurna. Namun penulis

berharap semoga tetap dapat memberikan manfaat pada dunia pengetahuan,

masyarakat dan penulis lain. Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa

membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Atas perhatian dan

dukungannya, penulis mengucapkan terimakasih.

Medan, Juli 2016

Penulis

vii

Universitas Sumatera Utara


10

DAFTAR ISI
Halaman

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ........................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ ii
ABSTRAK ........................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... v
DAFTAR ISI ...................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiii
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................ xiv

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................8
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................................8
1.3.1 Tujuan Umum .........................................................................................8
1.3.2 Tujuan Khusus .........................................................................................8
1.4 Manfaat Penelitian ...........................................................................................9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................10

2.1 Lanjut Usia ......................................................................................................10


2.1.1 Perubahan-perubahan Fisiologis pada Lanjut Usia ...............................11
2.1.2 Kebutuhan Gizi Lanjut Usia ..................................................................12
2.2 Hipertensi pada Lanjut Usia............................................................................16
2.2.1 Epidemiologi Hipertensi ........................................................................17
2.2.2 Klasifikasi Hipertensi.............................................................................18
2.2.3 Gejala Klinis Hipertensi .........................................................................19
2.2.4 Faktor Risiko Hipertensi ........................................................................19
2.2.5 Komplikasi Hipertensi pada Lansia .......................................................28
2.3 Konsumsi Makanan .......................................................................................29
2.3.1 Konsumsi Makanan Pemicu dan Pencegah Hipertensi ........................ 30
2.3.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Konsumsi Makanan ........................32
2.3.3 Metode Pengukuran Konsumsi Makanan .............................................32
2.4 Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian .............................................36
2.4.1 Kerangka Konseptual .......................................................................... 36
2.4.1 Hipotesis Penelitian ............................................................................. 36

BAB III METODE PENELITAN .......................................................................37

3.1 Jenis Penelitian ...............................................................................................37


3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .........................................................................37

viii

Universitas Sumatera Utara


11

3.2.1 Lokasi Penelitian ................................................................................. 37


3.2.2 Waktu Penelitian ................................................................................. 37
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian .................................................................... 37
3.3.1 Populasi Penelitian .............................................................................. 37
3.3.2 Sampel Penelitian ................................................................................ 38
3.4 Metode Pengumpulan Data ........................................................................... 39
3.4.1 Sumber Data ........................................................................................ 39
3.4.2 Teknik Pengumpulan Data ....................................................................40
3.5 Definisi Operasional ......................................................................................40
3.6 Metode Pengukuran ........................................................................................42
3.6.1 Hipertensi ...............................................................................................42
3.6.2 Konsumsi Makanan ...............................................................................42
3.7 Teknik Penyajian dan Analisis Data ..............................................................45
3.7.1 Teknik Penyajian Data ..........................................................................45
3.7.2 Analisis Data .........................................................................................46

BAB IV HASIL PENELITIAN .......................................................................... 47

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ............................................................. 47


4.2 Karakteristik Responden ............................................................................... 48
4.3 Kejadian Hipertensi ...................................................................................... 49
4.4 Jenis dan Frekuensi Konsumsi Makanan Pencegah dan Pemicu
Hipertensi pada Lansia .................................................................................. 50
4.4.1 Jenis dan Frekuensi Konsumsi Makanan Pencegah Hipertensi pada
Lansia ................................................................................................... 50
4.4.2 Jenis dan Frekuensi Konsumsi Makanan Pemicu Hipertensi pada
Lansia .................................................................................................. 51
4.5 Tingkat Konsumsi Karbohidrat, Protein, Lemak, Natrium, Serat ................ 52
4.6 Hubungan Tingkat Konsumsi Karbohidrat, Protein, Lemak, Natrium,
Serat dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia ............................................. 53
4.6.1 Hubungan Tingkat Konsumsi Karbohidrat dengan Kejadian
Hipertensi pada Lansia ........................................................................ 54
4.6.2 Hubungan Tingkat Konsumsi Protein dengan Kejadian Hipertensi
pada Lansia .......................................................................................... 55
4.6.3 Hubungan Tingkat Konsumsi Lemak dengan Kejadian Hipertensi
pada Lansia .......................................................................................... 56
4.6.4 Hubungan Tingkat Konsumsi Natrium dengan Kejadian Hipertensi
pada Lansia .......................................................................................... 56
4.6.5 Hubungan Tingkat Konsumsi Serat dengan Kejadian Hipertensi
pada Lansia .......................................................................................... 57

BAB V PEMBAHASAN ......................................................................................59

5.1 Kejadian Hipertensi pada Lansia .................................................................. 59


5.2 Konsumsi Makanan ...................................................................................... 60
5.2.1 Jenis dan Frekuensi Konsumsi Makanan Pencegah Hipertensi .......... 60

ix

Universitas Sumatera Utara


12

5.2.2 Jenis dan Frekuensi Konsumsi Makanan Pemicu Hipertensi .............. 64


5.2.3 Tingkat Konsumsi Karbohidrat ............................................................ 66
5.2.4 Tingkat Konsumsi Protein ................................................................... 67
5.2.5 Tingkat Konsumsi Lemak .................................................................... 68
5.2.6 Tingkat Konsumsi Natrium .................................................................. 69
5.2.7 Tingkat Konsumsi Serat ...................................................................... 69
5.3 Hubungan Konsumsi Makanan dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia
di Desa Mekar Bahalat ...................................................................................70
5.3.1 Hubungan Tingkat Konsumsi Karbohidrat dengan Kejadian
Hipertensi pada Lansia ..........................................................................71
5.3.2 Hubungan Tingkat Konsumsi Protein dengan Kejadian Hipertensi
pada Lansia .......................................................................................... 72
5.3.3 Hubungan Tingkat Konsumsi Lemak dengan Kejadian Hipertensi
pada Lansia ...........................................................................................74
5.3.4 Hubungan Tingkat Konsumsi Natrium dengan Kejadian Hipertensi
pada Lansia .......................................................................................... 76
5.3.5 Hubungan Tingkat Konsumsi Serat dengan Kejadian Hipertensi pada
Lansia ...................................................................................................78

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 80

6.1 Kesimpulan ................................................................................................... 80


6.2 Saran ............................................................................................................. 81

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 82


LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara


13

DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kandungan Natrium Beberapa Bahan Makanan ..................................26

Tabel 2.2 Nilai Serat Berbagai Bahan Makanan .................................................. 28

Tabel 3.1 Angka Kecukupan Gizi Usia Lanjut ................................................... 45

Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan


Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016 .............49

Tabel 4.2 Distribusi Kejadian Hipertensi pada Lansia di Desa Mekar


Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi Kabupaten
Simalungun Tahun 2016 ........................................................................50

Tabel 4.3 Distribusi Jenis dan Frekuensi Konsumsi Makanan Pencegah


Hipertensi pada Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa
Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016 ......................51

Tabel 4.4 Distribusi Jenis dan Frekuensi Konsumsi Makanan Pemicu


Hipertensi pada Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa
Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016 .......................52

Tabel 4.5 Distribusi Tingkat Konsumsi Karbohidrat, Protein, Lemak, Natrium


dan Serat pada Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa
Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016 ..................... 53

Tabel 4.6 Hubungan Tingkat Konsumsi Karbohidrat dengan Kejadian


Hipertensi pada Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa
Maraja Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016 ..................... 54

Tabel 4.7 Hubungan Tingkat Konsumsi Protein dengan Kejadian Hipertensi


pada Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah
Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016 ......................................... 55

Tabel 4.8 Hubungan Tingkat Konsumsi Lemak dengan Kejadian Hipertensi


pada Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah
Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016 ..........................................56

Tabel 4.9 Hubungan Tingkat Konsumsi Natrium dengan Kejadian Hipertensi


pada Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja Bah
Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016 ..........................................57

Tabel 4.10 Hubungan Tingkat Konsumsi Serat dengan Kejadian Hipertensi


pada Lansia di Desa Mekar Bahalat Kecamatan Jawa Maraja
Bah Jambi Kabupaten Simalungun Tahun 2016 ................................58

xi

Universitas Sumatera Utara


14

DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian ...........................................................36

xii

Universitas Sumatera Utara


15

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian ....................................................................... 85

Lampiran 2. Surat Balasan Selesai Penelitian .................................................... 86

Lampiran 3. Kuesioner Penelitian ...................................................................... 88

Lampiran 4. Master Data Penelitian ................................................................... 92

Lampiran 5. Tabel Hasil Uji Statistik ................................................................. 94

Lampiran 6. Foto-foto Penelitian ..................................................................... 101

xiii

Universitas Sumatera Utara


16

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Ira Lauromaito Gultom


Tempat Lahir : Tapaktuan
Tanggal Lahir : 26 Oktober 1994
Suku Bangsa : Batak Toba
Agama : Kristen Protestan
Nama Ayah : Marihot Gultom
Suku Bangsa Ayah : Batak Toba
Nama Ibu : Erida Sirait
Suku Bangsa Ibu : Batak Toba

Pendidikan Formal
1. SD/Tamat Tahun : SD St. Antonius V Medan/2006
2. SLTP/Tamat Tahun : SMP Trisakti I Medan/2009
3. SLTA/Tamat Tahun : SMA Negeri 5 Medan/2012
4. Lama Studi di FKM USU : 3 tahun 10 bulan

xiv

Universitas Sumatera Utara

You might also like