You are on page 1of 138

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan

kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke

generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian.

Menurut Prof Zaharai Idris mendefinisikan Pendidikan sering terjadi di

bawah bimbingan orang lain, tetapi juga memungkinkan secara

otodidak. Setiap pengalaman yang memiliki efek formatif pada cara orang

berpikir, merasa, atau tindakan dapat dianggap pendidikan.

Pendidikan umumnya dibagi menjadi tahap seperti prasekolah,

sekolah dasar, sekolah menengah dan kemudian perguruan tinggi,

universitas atau magang. pendidikan bukan hanya untuk di ketahui belaka

melainkan dengan memahaminya lalu berusaha untuk menjalankan

perosesnya berdasarkan apa yang memang tertuang dalam pengertian

pendidikan tersebut. Kita terlalu sering melihat berbagai kejadian nyata

yang mencoreng nama baik dari pendidikan tersebut mungkin salah satu

penyebabnya adalah dikarenakan mereka tidak menguasai nilai – nilai apa

yang di artikan dalam kata pendidikan itu sendiri.

Sebuah hak atas pendidikan telah diakui oleh beberapa pemerintah

menurut Pasal 13 PBB ( Persatuan Bangsa - Bangsa) 1966 Kovenan

Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya mengakui hak


2

setiap orang atas pendidikan. Meskipun pendidikan adalah wajib di

sebagian besar tempat sampai usia tertentu, bentuk pendidikan dengan

hadir di sekolah sering tidak dilakukan, dan sebagian kecil orang tua

memilih untuk pendidikan home-schooling, e-learning atau yang serupa

untuk anak-anak mereka.

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan

pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran

merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses

perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta

pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain,

pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat

belajar dengan baik. Menurut Winkel (1999, h. 32) pembelajaran

mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, tetapi sebenarnya

mempunyai konotasi yang berbeda.

Dalam konteks pendidikan, guru mengajar agar peserta didik dapat

belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang

ditentukan (aspek kognitif), juga dapat memengaruhi perubahan sikap

(aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotor) seorang peserta

didik, namun proses pengajaran ini memberi kesan hanya sebagai

pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan pengajar saja. Sedangkan

pembelajaran menyiratkan adanya interaksi antara pengajar dengan peserta

didik.
3

Pembelajaran yang berkualitas sangat tergantung dari motivasi

pelajar dan kreatifitas pengajar. Pembelajar yang memiliki motivasi tinggi

ditunjang dengan pengajar yang mampu memfasilitasi motivasi tersebut

akan membawa pada keberhasilan pencapaian target belajar. Target belajar

dapat diukur melalui perubahan sikap dan kemampuan peserta didik

melalui proses belajar. Desain pembelajaran yang baik, ditunjang fasilitas

yang memandai, ditambah dengan kreatifitas guru akan membuat peserta

didik lebih mudah mencapai target belajar. di dalam belajar banyak sekali

mata pelajaran yang ingin kita ketahui namun di sini saya akan

menjelaskan mata pelajaran yang berhubungan dengan penelitian skripsi

saya atau dengan judul saya yaitu berhubugan dengan mata pelajaran

pendidikan kewarganegaraan.

Pendidikan Kewarganegaraan adalah bagian ilmu dari (Citizenship

Education) juga merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada

pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosio-kultural, bahasa,

usia, dan suku bangsa, jadi pencapaian prestasi akademis di bangku

sekolah tanpa ditunjang dengan pemahaman mata pelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan rasanya tidak cukup untuk kehidupan generasi penerus

bangsa karena generasi yang dapat membangun bangsa dan perdamaian itu

adalah generasi yang paham betul dengan Pendidikan Kewarganegaraan

.Untuk meminimalisir permasalahan belajar tersebut, guru harus

menggunakan model pembelajaran kooperatif, yaitu suatu model yang

berpusat pada Peserta didik dan mampu menciptakan suasana yang


4

menyenangkan sehingga mampu meningkatkan prestasi peserta didik.

Berdasarkan uraian di atas, pembelajaran Pendidikan Kewarganegraan

bermaksud untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam

menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari baik secara

kualitatif maupun kuantitatif.

Banyak hal dalam kehidupan sehari-hari yang dapat diselesaikan

menggunakan prinsip dan konsep, Metode pembelajaran yang kurang

efektif dan efisien, menyebabkan tidak seimbangnya kemampuan kognitif,

afektif dan psikomotorik, misalnya pembelajaran yang monoton dari

waktu ke waktu, guru yang bersifat otoriter dan kurang bersahabat dengan

Peserta didik, sehingga Peserta didik merasa bosan dan kurang minat

belajar. Untuk mengatasi hal tersebut maka guru sebagai tenaga pengajar

dan pendidik harus selalu meningkatkan kualitas profesionalismenya yaitu

dengan cara memberikan kesempatan belajar kepada Peserta didik dengan

melibatkan Peserta didik secara efektif dalam proses pembelajaran.

Melaksanakan proses pembelajaran Problem Based Learning,

menurut ( Ibrahim 2002, h.5 ) dalam (http://www.lihatdisini.com/definisi-

dan-pengertian/defiisi-atau-pengertian-pendidikan-kewarganegaraan) telah

menjelaskan sebagai berikut :

“Problem-Based Learning (PBL) atau Pembelajaran Berbasis

Masalah adalah metode pengajaran yang bercirikan adanya permasalahan

nyata sebagai konteks untuk para peserta didik belajar berfikir kritis dan

keterampilan memecahkan masalah, dan memperoleh pengetahuan”


5

Menurut Finkle dan Torp (1995, h. 72) menyatakan bahwa :

“PBL merupakan pengembangan kurikulum dan sistem pengajaran yang


mengembangkan secara simultan strategi pemecahan masalah dan dasar-
dasar pengetahuan dan keterampilan dengan menempatkan para peserta
didik dalam peran aktif sebagai pemecah permasalahan sehari-hari yang
tidak terstruktur dengan baik. Dua definisi di atas mengandung arti
bahwa PBL merupakan setiap suasana pembelajaran yang diarahkan oleh
suatu permasalahan sehari-hari”.
Pembelajaran berbasis masalah bermaksud untuk memberikan

ruang gerak berpikir yang bebas kepada peserta didik untuk mencari

konsep dan menyelesaikan masalah yang terkait dengan materi yang

disampaikan oleh guru. Karena pada dasarnya Pendidikan

Kewarganegaraan bertujuan agar peserta didik memahami konsep-konsep

dan kajian Pendidikan Kewarganegaraan dengan kehidupan sehari-hari.

Memiliki ketrampilan tentang lingkungan sekitar untuk mengembangkan

pengetahuan tentang proses lingkungan sekitar,mampu menerapkan

berbagi kajian Pendidikan Kewarganegaraan, untuk menjelaskan masalah

di lingkungan sekitar dan mampu menggunakan teknologi sederhana untuk

memecahkan masalah yang ditemukan pada kehidupan sehari-hari.

Menurut Suparno. (1997, h. 56) (di akses pada tanggal 20 juni

2016 dalam http://bananaecil.blogspot.co.id/2015/04/modelpembelajaran-

pbl.html ) menjelaskan bahwa :

“Dengan menggunakan pendekatan PBL peserta didik tidak hanya sekedar


menerima informasi dari guru saja, karena dalam hal ini guru sebagai
motivator dan fasilitator yang mengarahkan siswa agar terlibat secara aktif
dalam seluruh proses pembelajaran dengan diawali pada masalah yang
berkaitan dengan konsep yang dipelajari. Karateristik PBL lebih mengacu
pada aliran pendidikan kontruktivmisme, dimana belajar merupakanproses
aktif dari pembelajaran untuk membangun pengetahuan . proses aktif
yang dimaksud tidak hanya bersifat secara mental tetapi juga secara fisik
6

agar dapat mengasah kemampuan berpikir peserta didik. Artinya, melalui


aktivitas secara fisik pengetahuan siswa secara aktif dibangun berdasarkan
proses asimilasi pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan
pengetahuan yang telah dimiliki dan ini berlangsung secara mental.
(dalam Suparno.1997, h. 56)”.
Dalam pembelajaran guru harus dapat menciptakan lingkungan
belajar sebagai suatu sistem sosial yang memiliki ciri proses demokrasi
dan proses ilmiah. Pembelajaran berbasis masalah merupakan jawaban
terhadap praktek pembelajaran kompetensi serta merespon perkembangan
dinamika sosial masyarakat. Selain itu pembelajaran berbasis masalah
pada dasarnya merupakan pengembangan lebih lanjut dari pembelajaran
kelompok. Dengan demikian, metode pembelajaran berbasis masalah
memiliki karakteristik yang khas yaitu menggunakan masalah dunia nyata
sebagai konteks belajar bagi peserta didik untuk belajar tentang berpikir
kritis dan ketrampilan memecahkan masalah, serta untuk memperoleh
pengetahuan dan konsep esensial dari materi pelajaran.
Menurut : (https://.wordpress.com/2011/05/05/e-learning-sebagai-
media-pembelajaran/ Di akses pada tanggal 20 juni pukul 21:40 WIB)
penjelasan E – Learning adalah sebagai berikut :

“E-learning merupakan singkatan dari Elektronic Learning, merupakan


cara baru dalam proses belajar mengajar yang menggunakan media
elektronik khususnya internet sebagai sistem pembelajarannya. E-learning
merupakan dasar dan konsekuensi logis dari perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi. E-learning dalam arti luas bisa mencakup
pembelajaran yang dilakukan di media elektronik (internet) baik secara
formal maupun informal. E-learning secara formal misalnya adalah
pembelajaran dengan kurikulum, silabus, mata pelajaran dan tes yang telah
diatur dan disusun berdasarkan jadwal yang telah disepakati pihak-pihak
terkait (pengelola e-learning dan pembelajar sendiri). Pembelajaran seperti
ini biasanya tingkat interaksinya tinggi dan diwajibkan oleh perusahaan
pada karyawannya atau pembelajaran jarak jauh yang dikelola oleh
universitas danperusahaan-perusahan. E-learning bisa juga dilakukan
secara informal dengan interaksi yang lebih sederhana, misalnya melalui
sarana mailing list, e-newsletter atau website pribadi, organisasi dan
perusahaan yang ingin mensosialisasikan jasa, program, pengetahuan atau
keterampilan tertentu pada masyarakat luas. Istilah e-learning Banyak para
ahli yang mendefinisikan e-learning sesuai sudut pandangnya. Karena e-
learning kepanjangan dari elektronik learning ada yang menafsirkan e-
learning sebagai bentuk pembelajaran yang memanfaatkan teknologi
elektronik”.
Definisi E-learning merujuk dari buku panduan pembelajaran elektronik

bahwa e-learning sebagai bahan pengajaran dan pembelajaran yang menggunakan


7

rangkaian elektronik Lokal Area Network (LAN) , Wide Area Network (WAN)

atau internet. untuk menyampaikan isi pembelajaran, interaksi, atau bimbingan.

Dijelaskan pula bahwa istilah “e” atau singkatan dari elektronik dalam e-learning

digunakan sebagai istilah untuk segala teknologi yang digunakan untuk

mendukung usaha-usaha pengajaran lewat teknologi elektronik internet.

Dengan menggunakan teknik pembelajaran E-learning diharapkan peserta

didik dapat lebih memahami pembelajaran, yang biasanya dalam pelajaran PKn

cenderung lebih monoton dan membosankan. Teknik E-learning sendiri

merupakan pembelajaran yang mengunakan media elektronik, dimana dalam

kehidupan globalisasi ini peserta didik lebih terpacu dalam pengunaan gadget.

Proses Pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan di SMP

Pasundan 1 Bandung di kelas VIII - H, merupakan kelas yang dimana peserta

didik masa perkembangan. Kondisi itu tidak hanya tampak dalam prilaku peserta

didik, akan tetapi terutama pada guru dan kebijakan pimpinan sekolah, serta

harapan orang tua. Akibatnya proses pembelajaran ditekankan pada penguasaan

bahan sebanyak-banyaknya, sehingga metode ceramah, demontrasi dan latihan

lebih banyak dilakukan dan dipandang lebih efektif untuk mencapai tujuan

tersebut, Sedangkan pengunaan media pembelajaran yang dipandang sebagai

inovasi dalam pembelajaran PKn belum banyak dimasyarakatkan.

SMP Pasundan 1 Bandung merupakan salah satu SMP yang berada di

wilayah kota Bandung dan merupakan tempat bertugasnya peneliti sebagai guru

bidang studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Berdasarkan hasil

observasi hingga saat ini pembelajaran PKn di SMP Pasundan 1 Bandung belum
8

mampu memberdayakan seluruh potensi peserta didik sehingga sebagian besar

siswa belum mampu menguasai pelajaran PKn karena kurangnya minat belajar

peserta didik pada mata pelajaran tersebut.

Pembelajaran PKn di SMP Pasundan 1 Bandung juga tidak luput dari

kecenderungan proses pembelajaran teacher centered, sehingga kondisi ini bisa

membuat proses pembelajaran hanya di kuasai guru. Apalagi pembelajaran PKn

merupakan materi pendidikan yang memfokuskan pada pembentukan

warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan

kewajibannya untuk menjadi warga Negara yang baik, yang cerdas, terampil, dan

berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.

Berdasarkan pengamatan permasalahan yang sering timbul di SMP

Pasundan 1 Bandung adalah kurangnya minat belajar peserta didik untuk

mengikuti pelajaran PKn. Peserta didik enggan dan atau kurang berminat dalam

mengikuti pelajaran PKn yang hanya banyak membahas hal-hal kenegaraan yang

karena mereka menganggap pelajaran seperti ini sangat-sangat membosankan dan

hanya cocok diajarkan pada orang tua saja sehingga mereka lebih senang memilih

tidak masuk kelas atau berdiam diri disaat pembelajaran sedang berlangsung tanpa

ada respon balik dari pembelajaran tersebut.

Terkait belum optimalnya hasil belajar PKn peserta didik kelas VIII - H,

di SMP Pasundan 1 Bandung maka penulis berupaya untuk menggunakan media

pembelajaran sebagai salah satu alternatif pembelajaran bermakna pada

pembelajaran guna meningkatkan minat mereka dalam Pembelajaran Aktif,

Kreatif, Efektif dan Menarik (PAKEM) dan yang menyenangkan, sebab dengan
9

daya tarik khusus dalam proses pembelajaran secara langsung akan membentuk

karakter peserta didik yang mempunyai motivasi tinggi dalam mengikuti kegiatan

belajar, sehingga tujuan pembelajaran akan mudah dicapai.

Diterapkannya berbagai metode pembelajaran dengan menggunakan

media pemebelajaran elektronik sebagai penunjang mata pelajaran PKn pada

peserta didik kelas VIII SMP Pasundan 1 Bandung adalah karena peserta didik

kelas VIII merupakan siswa sudah mengenal pemahaman dengan baik serta dinilai

cukup mampu berkerja sama dengan kawan lainnya. Selain itu dilakukan

penelitian disekolah tersebut dikarenakan merupakan tempat bertugas peneliti

sehingga peneliti lebih leluasa dan telah mengerti karakter peserta didik untuk

memudahkan kegiatan penelitian ini. Oleh karena itu diperlukan juga teman

sejawat atau kolaborator dari guru lain untuk dapat menilai kegiatan penelitian

tersebut.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara pada tanggal 3 Juni 2016 dengan

guru mata pelajaran PKn di SMP Pasundan 1 Bandung, di dalam proses belajar

mengajar peserta didik cenderung bosan dan kurang aktif dalam mengikuti

kegiatan pembelajaran pada mata pelajaran PKn dan prestasi belajar peserta didik

tergolong rendah. Hal ini terjadi karena proses pembelajaran di sekolah yang

berlangsung hanya berorientasi pada memorisasi bahan-bahan pelajaran dan

interaksi belajar mengajar yang berjalan secara searah. Fungsi dan peranan guru

menjadi sangat dominan. Di lain pihak peserta didik hanya menyimak dan

mendengarkan informasi atau pengetahuan yang diberikan guru. Ini menjadikan

kondisi yang tidak proposional. Guru sangat aktif, tetapi sebaliknya peserta didik
10

menjadi pasif dan tidak kreatif. Selama ini peserta didik hanya diperlakukan

sebagai obyek sehingga peserta didik kurang dapat mengembangkan potensinya.

Penggunaan metode yang kurang tepat juga masih terjadi dan menjadi salah

satu faktor utama penyebab rendahnya prestasi peserta didik, dimana kebanyakan

guru masih sering menggunakan metode konvensional sehingga pembelajaran

kurang menarik, peserta didik mudah bosan dan tidak aktif dalam pembelajaran

karena kurang diberi kesempatan untuk mengapresiasikan pengetahuannya.

Peserta didik hanya mengikuti apa yang diperintahkan guru, diam, mendengarkan

dan mencatat apa yang diajarkan guru. Guru menjadi satu-satunya sumber belajar

bagi peserta didik Hal ini mengakibatkan peserta didik tidak bisa berkembang

sesuai dengan tingkat kemampuannya.

Melihat kondisi tersebut di atas, maka dirasa perlu adanya suatu

perubahan baru dalam pelaksanaan pembelajaran PKn di SMP Pasundan 1

Bandung agar siswa lebih aktif dan kreatif sehingga bisa berkembang sesuai

dengan tingkat kemampuan masing-masing. Dalam usaha untuk meningkatkan

hasil belajar peserta didik dalam proses pembelajaran bisa dengan menggunakan

salah satu model dari Pembelajaran Berbasis Masalah atau Problem Based

Learning.

Secara umum pembelajaran dengan penggunaan media elektronik adalah

karena dengan melihat, mendengar dapat meningkatkan minat belajar siswa untuk

mengikuti pelajaran PKn karena apa yang mereka lihat, dengar, dan meraka

praktekkan tidak akan mereka lupakan dan pembelajaran seperti itu adalah

pembelajaran yang tidak monoton dan membosankan.


11

Berdasarkan uraian di atas, penulis melakukan penelitian dengan judul :

“PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING DENGAN

TEKNIK E-LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK

MATA PELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN

KEWARGANEGARAAN ” (Penelitian Tindakan Kelas (PTK) materi pokok “

Pancasila Sebagai Ideologi dan Dasar Negara” kelas VIII - H di SMP Pasundan 1

Bandung )

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis dapat mengidentifikasikan

beberapa pokok permasalahan sebagai berikut :

a. Peserta didik kurang aktif dalam kegiatan belajar mengajar pada

mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.

b. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di anggap tidak

menarik.

C. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah

diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

“Bagaimana penerapan model Problem Based Learning melalui

earning untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata

pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan?”

Agar lebih spesifik, maka rumusan masalah itu dijabarkan lagi

dalam pertanyaan penelitian yaitu :


12

1. Bagaimana persiapan guru dalam proses belajar Pendidikan

Kewarganegaraan dengan menerapkan model Problem Based Learning

melalui teknik E - learning dalam materi pancasila sebagai ideologi

dan dasar negara?

2. Bagaimana rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang di susun

oleh guru denga menerapkan model problem based learning melaluli

teknik E – learning untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik

dalam materi pancasila sebagai ideologi dan dasar negara?

3. Bagaimana hasil belajar peserta didik kelas VIII di SMP Pasundan 1

Bandung terhadap mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan materi

Pacasila sebagai ideologi dan dasar negara dengan penerapan model

problem based learning melalui teknik E – learning?

D. Batasan Masalah

Supaya penelitian ini lebih terarah dan memudahkan dalam

pembahasannya, maka masalahnya penulis batasi sebagai berikut :

a. Bagaimana perencanaan pembelajaran yang disusun oleh Guru

Pendidikan Kewarganegaraan dapat meningkatkatkan keaktifan belajar

Peserta didik dengan menggunakan Model Pembelajaran Problem Based

Learning dalam materi pancasila sebagai ideologi dan dasar negara di

kelas VIII - H di SMP Pasundan 1 Bandung ?

b. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran yang disusun oleh Guru

Pendidikan Kewarganegaraan dapat meningkatkatkan keaktifan belajar

Peserta didik dengan menggunakan Model Pembelajaran Problem Based


13

Learning dalam materi pancasila sebagai ideologi dan dasar negara di

Kelas VIII - H SMP Pasundan 1 Bandung ?

c. Bagaimana hasil keaktifan belajar siswa dalam mata pelajaran PKn

materi pancasila sebagai ideologi dan dasar negara di Kelas VIII - H

SMP Pasundan 1 Bandung dengan menggunakan Model Pembelajaran

Problem Based Learning dengan teknik E-learning?

E. Tujuan penelitian

a.Tujuan Umum

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini

adalah untuk mengetahui bagaimana penerapan model pembelajaran

Problem Based Learning dapat meningkatkan keaktifan belajar Peserta

didik pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.

b.Tujuan Khusus

Adapun yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah

untuk mengetahui :

a) Bagaimana perencanaan pembelajaran yang disusun oleh Guru pelajaran

Pendidikan Kewarganegaraan dapat meningkatkatkan keaktifan belajar

Peserta didik dengan menggunakan Model Pembelajaran Problem Based

Learning di SMP Pasundan 1 Bandung.

b) Bagaimana pelaksanaan pembelajaran yang disusun oleh Guru pelajaran

Pendidikan Kewarganegaraan dapat meningkatkatkan keaktifan belajar

Peserta didik dengan menggunakan Model Pembelajaran Problem Based


14

Learning dalam materi pancasila sebagai ideologi dan dasar negara di

Kelas VIII - H SMP Pasundan 1 Bandung.

c) Bagaimana hasil keaktifan belajar Peserta didik dalam mata pelajaran

Pendidikan Kewarganegaraan pada materi pancasila sebagai ideologi dan

dasar negara di Kelas VIII - H SMP Pasundan 1 Bandung dengan

menggunakan Model Pembelajaran Problem Based Learning dengan

teknik E – learning.

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

a. Peningkatan atau perbaikan kinerja Peserta didik di sekolah

b. Peningkatan dan perbaikan kualitas dalam penerapan kurikulum dan

pengembangan kompetensi Peserta didik di sekolah

c. Memperbaiki proses belajar mengajar dalam pelajaran pendidikan

kewarganegraan di Sekolah Menengah Pertama.

d. Mengembangkan kualitas guru dalam mengajarkan pedidikan

kewarganegaraan di Sekolah Menengah Pertama.

e. Memberikan alterntif kegiatan pembelajaran pendidikan

kewarganegaraan

f. Memupuk dan meningkatkan keterlibatan, kegairahan, ketertarikan,

kenyamanan, kesenangan dalam diri Peserta Didik untuk mengikuti

proses pembelajaran di kelas.

g. Di samping itu, hasil belajar Peserta didik pun dapat meningkat.


15

h. Memberikan bekal kecakapan berfikir ilmiah melalui keterlibatan

Peserta Didik dalam kegiatan penelitian tindakan kelas yang dilakukan

oleh guru.

i. Bagi guru, agar memperoleh gambaran tentang penerapan model

Problem Based Learning melalui teknik E - learning dalam

pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.

G. Kerangka Pemikiran

Mengajar dan belajar adalah dua peristiwa yang berbeda, akan

tetapi antara keduanya terdapat hubungan yang erat sekali. Bahkan antara

keduanya terjadi kaitan dan interaksi satu sama lain. Antara kedua

kegiatan itu saling mempengaruhi dan saling menunjang satu sama lain.

(Hamalik, 2010, h. 44).

Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu

melalui interaksi dengan lingkungan (Hamalik, 2010:36). Sedangkan

mengajar itu memberikan bimbingan belajar kepada peserta didik.

Pemberian bimbingan menjadi kegiatan mengajar yang utama. Guru

membantu peserta didik agar mampu mengatasi kesulitan-kesulitannya

sendiri. Hamalik, (2010, h. 50).

Usaha-usaha guru dalam membelajarkan peserta didik merupakan

bagian yang sangat penting dalam mencapai keberhasilan tujuan

pembelajaran yang sudah direncanakan. Oleh karena itu pemilihan

berbagai metode, strategi , pendekatan serta model pembelajaran yang

mendukung merupakan suatu perhatian yang utama.


16

Menurut kamdi (2007, h. 7 7)

“Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) adalah suatu


model pembelajaran yang melibatkan peserta didik untuk memecahkan
masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga peserta didik dapat
mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut
dan sekaligus memiliki ketrampilan untuk memecahkan masalah (Kamdi,
2007, h. 77)”

Di dalam proses pembelajaran terdapat berbagai macam masalah yang

terjadi, baik dari faktor internal maupun faktor eksternal siswa. Faktor internal

terdiri atas keadaan fisik peserta didik, intelegensi siswa, serta keadaan psikologis

peserta didik, misalnya minat dan motivasi. Sedangkan yang termasuk dalam

faktor eksternal adalah kemampuan mengajar guru, media pembelajaran yang

digunakan guru, model pembelajaran yang digunakan, lingkungan siswa baik

lingkungan sekolah maupun lingkungan dala keluarga , sumber atau bahan

pelajaran serta kurikulum.

Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya untuk mengarahkan peserta

didik ke dalam proses belajar sehingga mereka dapat memperoleh tujuan belajar

sesuai dengan apa yang diharapkan. Pembelajaran hendaknya memperhatikan

kondisi individu anak karena merekalah yang akan belajar.

Jadi dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah cara-cara yang

digunakan guru sebagai media untuk mencapai tujuan pembelajaran yang sudah

ditentukan. Dalam hal ini guru dituntut harus mencari metode-metode atau model-

model pembelajaran yang tepat untuk menyampaikan materi kepada peserta didik

agar peserta didik mampu menyerap materi dengan baik.

Pemilihan model pembelajaran yang kurang tepat dapat menyebabkan

suasana kelas yang membosankan. Sehingga dengan penerapan model yang tepat
17

dapat meningkatkan proses belajar peserta didik pada bahan pelajaran yang

disampaikan yang akan berpengaruh pada hasil belajar peserta didik yang akan

digunakan pada saat proses pembelajaraan. Dengan pemiliahan model Problem

Based Learning malalui teknik E - learning diharapkan dapat meningkatkan hasil

belajar peserta didik.

Penyebab kurangnya hasil


 Siswa Kurang Aktif
 Siswa Merasa Bosan
belajar peserta didik
 Metode Cenderung
 Monoton

Cara Mengatasi

Menggabungkan kedua model

Problem Based Learning


E - learning
(PBL)

Gambar 1.1

Dari uraian diatas, dapat ditarik suatu kerangka berpikir seperti dibawah ini:

Variable X dalam penelitian ini yaitu Penggunaan Model Pembelajaran

Problem Based Learning melalui teknik E – learning sedangkan variable Y dalam

penelitian ini adalah Hasil Belajar Siswa kelas VIII SMP Pasundan 1 Bandung

Pada Mata Pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.

Model Pembelajaran Hasil Belajar


Problem Based Siswa
Learning (PBL)
Melalui teknik (X) (Y)

E - learning
18

Gambar 1.2

Penggunaan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) melalui

teknik E – learning ini dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik. Agar

pembelajaran di sekolah dapat lebih menarik peserta didik, maka guru harus

menggunakan bebagai model atau media pembelajaran, agar tujuan pembelajaran

tercapai.

Secara umum pembelajaran dengan penggunaan teknik E-learning adalah

karena dengan melihat, mendengar dapat meningkatkan minat belajar siswa untuk

mengikuti pelajaran PKn karena apa yang mereka lihat, dengar, dan meraka

praktekkan tidak akan mereka lupakan dan pembelajaran seperti itu adalah

pembelajaran yang tidak monoton dan membosankan. E-learning merupakan

singkatan dari Elektronic Learning, merupakan cara baru dalam proses belajar

mengajar yang menggunakan media elektronik khususnya internet sebagai sistem

pembelajarannya. E-learning merupakan dasar dan konsekuensi logis dari

perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.

E-learning dalam arti luas bisa mencakup pembelajaran yang dilakukan di

media elektronik (internet) baik secara formal maupun informal. E-learning

secara formal misalnya adalah pembelajaran dengan kurikulum, silabus, mata

pelajaran dan tes yang telah diatur dan disusun berdasarkan jadwal yang telah

disepakati pihak-pihak terkait (pengelola e-learning dan pembelajar sendiri).

Pembelajaran seperti ini biasanya tingkat interaksinya tinggi dan diwajibkan oleh

perusahaan pada karyawannya atau pembelajaran jarak jauh yang dikelola oleh
19

universitas dan perusahaan-perusahaan (biasanya perusahaan konsultan) yang

memang bergerak dibidang penyediaan jasa e-learning untuk umum.

Sistem pembelajaran elektronik atau e-pembelajaran (Inggris: Electronic

learning disingkat E-learning) dapat didefinisikan sebagai sebuah bentuk

teknologi informasi yang diterapkan di bidang pendidikan berupa website yang

dapat diakses di mana saja. E-learning merupakan dasar dan konsekuensi logis

dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Dengan e-learning,

peserta ajar (learner atau murid) tidak perlu duduk dengan manis di ruang kelas

untuk menyimak setiap ucapan dari seorang guru secara langsung. E-learning juga

dapat mempersingkat jadwal target waktu pembelajaran, dan tentu saja

menghemat biaya yang harus dikeluarkan oleh sebuah program studi atau program

pendidikan.

Seperti Sebagaimana yang disebutkan di atas, e-learning telah

mempersingkat waktu pembelajaran dan membuat biaya studi lebih ekonomis. E-

learning mempermudah interaksi antara peserta didik dengan bahan/materi,

peserta didik dengan dosen/guru/instruktur maupun sesama peserta didik. Peserta

didik dapat saling berbagi informasi dan dapat mengakses bahan-bahan belajar

setiap saat dan berulang-ulang, dengan kondisi yang demikian itu peserta didik

dapat lebih memantapkan penguasaannya terhadap materi pembelajaran. Dalam e-

learning, faktor kehadiran guru atau pengajar otomatis menjadi berkurang atau

bahkan tidak ada. Hal ini disebabkan karena yang mengambil peran guru adalah

komputer dan panduan-panduan elektronik yang dirancang oleh "contents writer",

designer e-learning dan pemrogram komputer.


20

Dengan adanya e-learning para guru/dosen/instruktur akan lebih mudah :

1. melakukan pemutakhiran bahan-bahan belajar yang menjadi tanggung

jawabnya sesuai dengan tuntutan perkembangan keilmuan yang mutakhir

2. mengembangkan diri atau melakukan penelitian guna meningkatkan

wawasannya

3. mengontrol kegiatan belajar peserta didik.

Kehadiran guru sebagai makhluk yang hidup yang dapat berinteraksi secara

langsung dengan para murid telah menghilang dari ruang-ruang elektronik e-

learning ini. Inilah yang menjadi ciri khas dari kekurangan e-learning yang tidak

bagus. Sebagaimana asal kata dari e-learning yang terdiri dari e (elektronik) dan

learning (belajar).

H. Definisi Oprasional

Untuk menghindari kesalahan penafsiran istilah dan memudahkan

pemahaman permasalahan penelitian, maka perlu didefinisikan beberapa istilah

penting sebagai berikut :

a. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian penerapan adalah

perbuatan menerapkan. Sedangkan menurut beberapa ahli berpendapat bahwa,

penerapan adalah suatu perbuatan mempraktekkan suatu teori, metode, dan hal

lain untuk mencapai tujuan tertentu dan untuk suatu kepentingan yang diinginkan

oleh suatu kelompok atau golongan yang telah terencana dan tersusun

sebelumnya.

b. Menurut Boud dan Felleti (1991, dalam Saptono, 2003) menyatakan bahwa

“Problem Based Learning is a way of constructing and teaching course using


21

problem as a stimulus and focus on student activity”. H.S. Barrows (1982),

sebagai pakar PBL menyatakan bahwa definisi PBL adalah sebuah metode

pembelajaran yang didasarkan pada prinsip bahwa masalah (problem) dapat

digunakan sebagai titik awal untuk mendapatkan atau mengintegrasikan ilmu

(knowledge) baru PBL adalah metode belajar yang menggunakan masalah sebagai

langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru

(Suradijono, 2004)

c. E – learning adalah Pembelajaran yang disusun dengan tujuan menggunakan

sistem elektronik atau komputer sehingga mampu mendukung proses

pembelajaran (Michael, 2013, h. 27).

d. Dimyati dan Mudjiono (2006) hasil belajar adalah hasil yang dicapai dalam

bentuk angka-angka atau skor setelah diberikan tes hasil belajar pada setiap akhir

pembelajaran. Nilai yang diperoleh siswa menjadi acuan untuk melihat

penguasaan siswa dalam menerima materi pelajaran.

I. Struktur organisasi

Gambaran lebih jelas tentang isi dari keseluruhan skripsi disajikan dalam

struktur organisasi skripsi berikut dengan pembahasannya. Struktur organisasi

skripsi tersebut disusun sebagai berikut:

1. Bab I Pendahuluan

Bagian pendahuluan menjelaskan mengenai latar belakang masalah

identifikasi masalah, rumusan masalah batasan masalah tujuan penelitian,

manfaat penelitian, kerangka pemikiran, definisi operasional dan struktur

organisasi skripsi.
22

2. Bab II Kajian Teoretis

Pada bab ini membahas mengenai kajian teori, analisis dan pengembangan

materi pelajaran yang diteliti (meliputi ruang lingkup materi pancasila

sebagai ideologi dan dasar negara, karakteristik materi pancasila sebagai

ideologi dan dasar negara, bahan dan media, strategi pembelajaran, sistem

dan evaluasi, serta yang terakhir penelitian terdahulu).

3. Bab III Metode Penelitian

Pada bagian bab ini menjelaskan mengenai setting, penelitian, subjek

penelitian metode penelitian, desain penelitian, tahapan pelaksanaan PTK,

rancangan pengumpulan data, pengembangan instrumen penelitian,

rancangan analisis data, dan indikator keberhasilan (proses dan output).

4. Bab IV Hasil Penelitian

Bagian ini membahas mengenai deskripsi hasil dan temuan penelitian, dan

pembahasan penelitian.

5. Bab V Simpulan dan Saran

Pada bagian ini berisi kesimpulan dan saran yang membahas mengenai

penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis temuan

penelitian.
23

BAB II

KAJIAN TEORITIS

A. Tinjauan tentang model Problem Based Learning

Dalam tinjauan mengenai Problem Based Learning akan dijelaskan

beberapa definisi mengenai Problem Baseed Learning , ciri - ciri Problem

Based Learning , langkah – langkah mengenai Problem Based Learning , dan

yang terakhir kekurangan dan kelebihan Problem Based Learning. untuk itu

penjelasan mengenai pengertian model Problem Based Learning diuraikan

sebagai berikut.

1. Definisi model Problem Based Learning

Amir (2009, h. 128) menerangkan bahwa Problem Based Learning

(PBL) dikembangkan untuk pertama kali oleh Howard Barrows pada awal

tahun 1970-an di Fakultas Kedokteran McMaster University. Barrows

mengembangkan PBL secara berkesinambungan dan menyebarluaskan

metode tersebut. Meskipun PBL aslinya dari pendidikan kedokteran, akan

tetapi penerapannya telah berkembang ke berabagai bentuk bidang

pendidikan.

Barrows dan Kelson dalam bukunya Amir (2009, h. 21) merumuskan

definisi dari Problame Based Learning:

“Problame Based Learning adalah kurikulum dan proses


pembelajaran. Dalam kurikulum, dirancang masalah-masalah yang
menuntut siswa mendapatkan pengetahuan yang penting, membut
mereka mahir dalam memecahkan masalah, dan memiliki strategi
belajar sendiri serta memilik kecakapan berpartisipasi dalam tim.
24

Proses pembelajrannya menggunakan pendekatan yang sistematik


untuk memecahkan masalah atau menghadapi tantangan yang nanti
diperlukan dalam karir dan kehidupan sehari hari”.

Senada dengan pendapat di atas, Duch dalam bukunya Amir (2009, h.

21) menjelaskan bahwa:

“PBL merupakan metode intruksional yang menantang siswa agar


“belajar untuk belajar”, bekerjasama dengan kelompok untuk
mencari solusi bagi masalah yang nyata. Masalah ini digunakan
untuk mengaitkan rasa keingintahuan serta kemampuan analisis
siswa untuk inisiatif atas materi pelajaran. PBL mempersiapkan
siswa untuk berpikir kritis, dan analitis, dan untuk mencari serta
menggunakan sumber pembelajaran yang sesuai.”

Dalam proses Problem Based Learning, sebelum pembelajaran dimulai

pembelajar akan diberikan masalah-masalah. Masalah yang disajikan adalah

masalah yang dimiliki konteks dengan dunia nyata. Semakin dekat dengan dunia

nyata, akan semakin baik pengaruhnya pada peningkatan kecakapan pembelajaran

dari maalah yang diberikan ini, pembelajar, berkerja sama dalam berkelompok,

mencoba memecahkannya dengan pengetahuan yang mereka miliki, dan sekaligus

mencari informasi-informasi baru yang relevan untuk solusinya.

Disini tugas pendidik adalah sebagai fasilitator yang yang mengarahkan

peserta didik untuk mencari dan mengemukakan solusi yang diperlukan (hanya

mengarahkan bukan menunjukkan), dan juga sekaligus menentukan kriteria

pencapaian proses pembelajaran itu.

Menurut Tan Rusman (2012, h.229) mengatakan :

‘‘Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) merupakan inovasi dalam


pembelajaran karena dalam PBM kemampuan berpikir kritis siswa
betul-betul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau
tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan,
mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berfikirnya
secara berkesinambungan.”
25

Berdasarkan pengertian-pengertian Problem Based Leearning diatas

maka peneliti menyimpulkan bahwa Problem Based Leearning merupakan

model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk bekerja sama secara

kolaboratif, dalam pencapaian tujuan dan guru berupaya mengkondisikan

dengan selalu memotivasi tumbuhnya rasa kebersamaan dan saling

membutuhkan diantara peserta didik.

Dari pengertian diatas dapat diartikan bahwa Problame Based

Learning adalah proses pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran

siswa pada masalah autentik sehingga siswa dapat menyusun

pengetahuannya sendiri dan menumbuh kembangkan keterampilannya

sehingga peserta didik menjadi lebih mandiri dan meningkatkan

kepercayaan diri sendiri.

2. Ciri - ciri model Problem Based Learning

Model pembelajaran berbasis masalah dilakukan dengan ciri-ciri

adanya pemberian berupa masalah masalah yang kemudian dilakukan

pemecahan masalah peserta didik dalam pencapaian materi pembelajaran.

Sejumlah pengembangan pembelajaran model Problem Based Learning

telah mendeskripsikan bahwa Problem Based Learning mempunyai ciri-ciri

atau fiktur-fiktur seperti yang di paparkan Nur (2008, h. 3) seperti berikut.

“a. Mengajukan pertanyaan atau masalah


Problem Based Learning (PBL) tidak mengorganisasikan pelajaran
di sekitar prinsip-prinsip akademik atau keterampilan-keterampilan
tertentu, tetapi lebih menekankan pada mengorganisasikan
pembelajaran disekitar pertanyaan-pertanyaan atau masalah-
masalah yang penting secara sosial dan bermakna secara pribadi
bagi siswa.
26

b. Berfokus pada interdisiplin


Meskipun suatu pelajaran berdasarkan masalah dapat berpusat pada
mata pelajaran tertentu, masalah nyata sehari-hari dan otenetik
itulah yang diselidiki karena solusinya menghendaki siswa
melibatkan banyak pelajaran.
c. Penelidikan otentik
Problem Based Learning (PBL) menghendaki para siswa
menggeluti penyelidikan otentik dan berusaha memperoleh
pemecahan-pemecahan masalah nyata. Mereka harus menganalisa
dan mendefinisikan masalah itu, mengembangkan hipotesisi dan
membuat prediksi mengumpulkan dan menganalisis informasi,
melaksanakan eksperimen (bila diperlukan) membuat inferessi, dan
membuat kesimpulan.
d. Menghasilkan karya nyata dan memamerkan
Problem Based Learning (PBL) menghendaki siswa menghasilkan
produk dalam bentuk karya nyata dan memamerkannya. Produk ini
mewakili solusi-solusi mereka. Karya nyata dan pameran itu, yang
akan di bahas kemudian, dirancang siswa untuk mengomunikasikan
kepada pihak-pihak terkait apa yang telah mereka pelajari
e. Kolaborasi
Seperti pembelajaran kooperatif, Problem Based Learning (PBL)
juga ditandai oleh siswa yang bekerja sama dengan siswa lain,
sering kali dalam pasangan-pasangan atau kelompok-kelompok
kecil. Bekerja sama akan mendatangkan motibasi untuk
keterlibatan berkelanjutandalam tugas-tugas kompleks dan
memperkaya kesempatan-kesempatan berbagi inkuiri dan dialog,
dan untuk perkembangan keterampilan-keteramplian sosial”.

Berdasarkan ciri-ciri utama diatas kita bisa simpulkan bahwa ciri-ciri

tersebut berfokus pada keterkaitan antara disiplin yang mungkin akan

dihadap peserta didik di masa depan yang dihrapkan di capai oleh peserta

didik semasa proses tersebut yang berdasarkan masalah. Dan bertanggung

jawab terhadap pembelajaran mata pelajaran. Meskipun pembelajaran

berdasarkan masalah mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu seperti

(Pendidikan Kewarganegaraan, Ilmu pengetahuan alam, Ilmu pengetahuan

sosial dll).
27

3. Langkah – langkah model Problem Based Learning

Sebagai model pembelajaran, (Arends dalam Sugiyanto, 2010, h. 159)

mengemukakan ada lima tahap pembelajaran pada problem based learning.

Lima tahap ini sering dinamai tahap interaktif, yang sering juga sering

disebut sintaks dari problem based learning . Lama waktu yang dibutuhkan

untuk menyelesaikan tiap tahapan pembelajaran tergantung pada jangkauan

masalah yang diselesaikan.

Tahap pembelajaran problem based learning adalah sebagai berikut:

a. Orientasi peserta didik pada situasi


Tingkah laku guru: menjelaskan tujuan pembelajaran, logistik yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas, memotivasi peserta didik
agar terlibat pada aktivitas penecahan masalah yang dipilihnya.
b. Mengorganisasi peserta didik untuk belajar
Tingkah laku guru: membantu peserta didik mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan
masalah tersebut.
c. Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok.
Tingkah laku guru: mendorong peserta didik untuk mengumpulkan
informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk
mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
d. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya.
Membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang
sesuai sebagai hasil pelaksanaan tugas, misalnya berupa laporan,
video, dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas
dengan temannya.
e. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

Sedangkan Langkah-langkah model pembelajaran berdasarkan masalah

menurut Sofan Amri (2013, h. 13):

1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang


doperlukan, memotivasi siswa terlibat aktif dan kreatif dalam aktivitas
pemecahan masalah yang dipilihnya.
2. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan
tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
3. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai
dan melaksanakan eksperimen.
28

Semua langkah tersebut tertuangkan dalam langkah pembelajaran dan

pada saat pembelajaran berlangsung. Dengan langkah tersebut diharapkan

para peserta didik dapat bekerjasama dalam suatu kelompok dan

mengembangkan aspek sosial peserta didik.

4. Kelebihan dan kekurangan model Problem Based Learning

a. Kelebihan dari model Problem Based Learning

Menurut Sanjaya (2007: 220) keunggulan dari model problem based

learning adalah sebagai berikut:

1) Merupakan teknik yang cukup bagus untuk memahami isi


pelajaran.
2) Dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan
untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa.
3) Dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.
4) Dapat membantu siswa untuk bagaimana mentransfer
pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan
nyata.
5) Dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan
barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka
lakukan.
6) Dapat mengetahui cara berpikir siswa dalam menerima pelajaran
dengan menggunakan model problem based learning.
7) Problem based learning dianggap menyenangkan dan disukai
siswa.
8) Dapat mengembangkan kemampuan siswa berpikir kritis dan
mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan
dengan pengetahuan baru.
9) Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia
nyata.
b. Kekurangan dari model Problem Based Learning

Menurut Dincer dkk. sebagaimana dikutip oleh Akinoglu dan

Tandongan (2007) kekurangan dari model problem based learning

adalah sebagai berikut:


29

1. Guru kesulitan dalam merubah gaya mengajar.


2. Memerlukan lebih banyak waktu untuk siswa dalam memecahkan
masalah, jika model tersebut baru diperkenalkan dikelas.
3. Setiap kelompok boleh menyelesaikan tugas sebelum atau
sesudahnya
4. Problem Based Learning membutuhkan bahan dan penelitian
yang banyak.
5. Sukar menerapkan model problem based learning dalam semua
kelas.
6. Kesulitan dalam menilai pelajaran.

B. Tinjauan tentang E - learning

Dalam tinjauan mengenai E - learning akan dijelaskan pengertian E -

learning, fungsi E - learning, langkah – langkah E- learning, dan yang

terakhir kelebihan dan kekurangan E - learning. Untuk itu tinjauan tentang

E - learning dimulai dengan penjelasan pengertian E – learning.

1. Pengertian E – learning

Berikut beberapa pengertian E-learning dari berbagai sumber:

(Michael, 2013, h. 27) E-learning adalah Pembelajaran yang disusun ialah

dengan tujuan menggunakan suatu sistem elektronik atau juga komputer

sehingga mampu untuk mendukung suatu proses pembelajaran .

(Chandrawati, 2010) E-learning adalah Suatu proses pembelajaran

jarak jauh dengan cara menggabungkan prinsip-prinsip didalam proses

suatu pembelajaran dengan teknologi .

(Ardiansyah, 2013) E-learning adalah suatu sistem pembelajaran

yang digunakan ialah sebagai sarana ialah sebagai proses belajar mengajar
30

yang dilaksanakan tanpa harus bertatap muka dengan secara langsung

antara pendidik dengan peserta didik.

2. Fungsi teknik E - learning

http://nabilaamalliyahputri.blogspot.co.id/2015/06/fungsi-e-learning-bagi-

pembelajaran.html

menurut (siahaan, 2002) Ada 3 (tiga) fungsi pembelajaran elektronik

terhadap kegiatan pembelajaran di dalam kelas (classroom instruction), yaitu

sebagai suplemen yang sifatnya pilihan/opsional, pelengkap (komplemen),

atau pengganti (subtition).

a.Suplemen
Dikatakan berfungsi sebagai supplemen (tambahan), apabila peserta
didik mempunyai kebebasan memilih, apakah akan memanfaatkan
materi pembelajaran elektronik atau tidak. Dalam hal ini, tidak ada
kewajiban/keharusan bagi pesertadidik untuk mengakses materi
pembelajaran elektronik. Sekalipun sifatnya opsional, peserta didik
yang memanfaatkannya tentu akan memiliki tambahan pengetahuan
atau wawasan.
b. Komplemen (tambahan)
Dikatakan berfungsi sebagai komplemen (pelengkap) apabila materi
pembelajaran elektronik diprogramkan.
c. Substitusi (pengganti)
Beberapa perguruan tinggi di negara-negara maju memberikan
beberapaalternatif model kegiatan pembelajaran/perkuliahan kepada
para mahasiswanya.Tujuannya agar para mahasiswa dapat secara
fleksibel mengelola kegiatan perkuliahannya sesuai dengan waktu dan
aktivitas lain sehari-hari mahasiswa. Maksud dari penjelasan di atas
adalah sebagai komplemen atau pelengkap pembelajaran
konvensional.

untuk melengkapi materi pembelajaran yang diterima peserta didik di

dalam kelas (Lewis, 2002). Sebagai komplemen berarti materi pembelajaran

elektronik diprogramkan untuk menjadi materi reinforcement (pengayaan) atau


31

remedial bagi peserta didik di dalam mengikuti kegiatan pembelajaran

konvensional. Materi pembelajaran elektronik dikatakan sebagai enrichment,

apabila kepada peserta didik yang dapat dengan cepat menguasai/memahami

materi pelajaran yang disampaikan guru secara tatap muka (fast learners)

diberikan kesempatan untuk mengakses materi pembelajaran elektronik yang

memang secara khusus dikembangkan untuk mereka.

Tujuannya agar semakin memantapkan tingkat penguasaan peserta didik

terhadap materi pelajaran yang disajikan guru di dalam kelas.Dikatakan sebagai

program remedial, apabila kepada peserta didik yangmengalami kesulitan

memahami materi pelajaran yang disajikan guru secara tatapmuka di kelas (slow

learners) diberikan kesempatan untuk memanfaatkan materi pembelajaran

elektronik yang memang secara khusus dirancang untuk mereka. Tujuannya agar

peserta didik semakin lebih mudah memahami materi pelajaran yang disajikan

guru di kelas.

Selain berfungsi sebagai komplemen, e - learning juga berfungsi sebagai

suplemen (tambahan) dan substitusi (pengganti). Dikatakan berfungsi sebagai

komplemen (pelengkap/pendukung) apabila materi pembelajaran elektronik

diprogramkan untuk melengkapi materi pembelajaran yang diterima mahasiswa

dalam forum kuliah (Lewis, 2002). Maksudnya apabila ada mahasiswa yang

mengalami kesulitan memahami materi pelajaran yang disajikan dosen secara

tatap muka di kelas diberikan kesempatan untuk memanfaatkan materi

pembelajaran elektronik.
32

Tujuannya agar peserta didik semakin lebih mudah memahami materi

pelajaran yang disajikan dosen di kelas. Internet, satelit, tape audio/video, TV

interaktif dan CD-ROM adalah sebahagian dari media elektronik yang digunakan

Pengajaran boleh disampaikan secara ‘synchronously’ (pada waktu yang sama)

ataupun ‘asynchronously’ (pada waktu yang berbeda). Materi pengajaran dan

pembelajaran yang disampaikan melalui media ini mempunyai teks, grafik,

animasi, simulasi, audio dan video. Ia juga harus menyediakan kemudahan untuk

‘discussion group’ dengan bantuan profesional dalam bidangnya.

3. Langkah – Langkah teknik E - learning

Menurut Onno W. Purbo (2002) untuk mendapatkan hasil E - learning

mensyaratkan tiga hal yang wajib dipenuhi dalam merancang E - learning,

yaitu :

a. Sederhana
Sistem yang sederhana akan memudahkan peserta didik dalam
memanfaatkan teknologi dan menu yang ada, dengan kemudahan
pada panel yang disediakan, akan mengurangi pengenalan sistem e-
learning itu sendiri, sehingga waktu belajar peserta dapat
diefisienkan untuk proses belajar itu sendiri dan bukan pada belajar
menggunakan sistem e-learning-nya.
b. Personal
Syarat personal berarti pengajar dapat berinteraksi dengan baik
seperti layaknya seorang guru yang berkomunikasi dengan murid di
depan kelas. Dengan pendekatan dan interaksi yang lebih personal,
peserta didik diperhatikan kemajuannya, serta dibantu segala
persoalan yang dihadapinya. Hal ini akan membuat peserta didik
betah berlama-lama di depan layar komputernya.
c. Cepat
Kemudian layanan ini ditunjang dengan kecepatan, respon yang
cepat terhadap keluhan dan kebutuhan peserta didik lainnya.
Dengan demikian perbaikan pembelajaran dapat dilakukan secepat
mungkin oleh pengajar atau pengelola.
33

4. Kelebihan dan Kekurangan teknik E – learning

Adapun kelebihan dari teknik pembelajaran E-learning adalah :

1. Tersedianya fasilitas e - learning di mana guru dan peserta didik

dapat berkomunikasi secara mudah melalui fasilitas internet secara

regular atau kapan saja kegiatan berkomunikasi itu dilakukan dengan

tanpa dibatasi oleh jarak, tempat dan waktu.

2. Guru dan peserta didik dapat menggunakan bahan ajar atau petunjuk

belajar yang terstruktur dan terjadwal melalui internet, sehingga

keduanya bisa saling menilai sampai berapa jauh bahan ajar dipelajari.

3. peserta didik dapat belajar atau me-review bahan ajar setiap saat dan

di mana saja kalau diperlukan mengingat bahan ajar tersimpan di

komputer.

4. Bila peserta didik memerlukan tambahan informasi yang berkaitan

dengan bahan yang dipelajarinya, ia dapat melakukan akses di internet

secara lebih mudah.

5. Baik guru maupun peserta didik dapat melakukan diskusi melalui

internet yang dapat diikuti dengan jumlah peserta yang banyak,

sehingga menambah ilmu pengetahuan dan wawasan yang lebih luas.

6. Berubahnya peran siswa dari yang biasanya pasif menjadi aktif.

7. Relatif lebih efisien.

Adapun kelemahan dari teknik pembelajaran E – learning adalah :

Walaupun internet memiliki banyak manfaat dalam pendidikan juga

memiliki kelemahan. Beberapa kritik Bullen (2001) dan Beam (1997) yaitu :
34

1. Kurangnya interaksi antara guru dan peserta didik atau bahkan antar
peserta didik itu sendiri yang bisa memperlambat
terbentuknya values dalam proses belajar dan mengajar
2. Kecenderungan mengabaikan aspek akademik atau aspek sosial dan
sebaliknya mendorong tumbuhnya aspek bisnis/komersial.
3. Proses belajar dan mengajarnya cenderung ke arah pelatihan daripada
pendidikan
4. Berubahnya peran guru dari yang semula menguasai teknik
pembelajaran konvensional, kini juga dituntut mengetahui teknik
pembelajaran yang menggunakan ICT
5. Peserta didik yang tidak mempunyai motivasi belajar yang tinggi
cenderung gagal
6. Tidak semua tempat tersedia fasilitas internet
7. Kurangnya tenaga yang mengetahui dan memiliki keterampilan intenet
8. Kurangnya penguasasan bahan computer.

C. Tinjauan tentang Hasil Belajar

Dalam tinjauan mengenai Hasil Belajar akan dijelaskan mengenai

pengertian Hasil Belajar dan faktor – faktor yang mempengaruhi hasil belajar,

fungsi belajar dan tujuan hasil belajar. Untuk itu tinjauan tentang Hasil

Belajar akan dimulai dari Pengertian Hasil belajar.

1. Pengertian mengenai Hasil Belajar

Belajar dan mengajar merupakan konsep yang tidak bisa dipisahkan.

Belajar merujuk pada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai

subyek dalam belajar. Sedangkan mengajar merujuk pada apa yang

seharusnya dilakukan seseorang guru sebagai pengajar. Dua konsep

belajar mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru terpadu dalam satu

kegiatan.

Menurut Dimyati dan Mudjiono (1999, h. 250-251) hasil belajar.


35

“merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa
dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat
perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat
sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud
pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan
dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesikannya bahan
pelajaran”.

sedangkan menurut Oemar Hamalik (2006, h. 30) hasil belajar

adalah “bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku

pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak

mengerti menjadi mengerti”.

Hasil belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang

untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara

keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan

lingkungannya (Slameto, 1995, h. 2), selanjutnya Nawawi (1980, h. 24)

mengemukakan bahwa hasil belajar adalah tingkat keberhasilan siswa

dalam mempelajari materi pelajaran sekolah yang dinyatakan dalam

bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejulah materi

pelajaran tertentu.

Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa

hasil belajar adalah suatu penilaian akhir dari proses dan pengenalan yang

telah dilakukan berulang-ulang, serta akan tersimpan dalam jangka waktu

lama atau bahkan tidak akan hilang selama-lamanya karena hasil belajar

turut serta dalam membentuk pribadi individu yang selalu ingin mencapai

hasil yang lebih baik lagi sehingga akan merubah cara berpikir serta

menghasilkan perilaku kerja yang lebih baik. Hasil belajar juga merupakan
36

kemampuan keterampilan, sikap dan keterampilan yang diperoleh siswa

setelah mereka menerima perlakuan yang diberikan oleh guru sehingga

dapat mengkonstruksikan pengetahuan itu dalam kehidupan sehari-hari.

2.Faktor – Faktor yang mempengaruhi Hasil Belajar

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar banyak jenisnya, tetapi

dapat digolongkan menjadi dua jenis saja, yaitu faktor intern dan ekstern.

Kedua faktor tersebut saling mempengaruhi dalam proses belajar individu

sehingga menentukan kualitas hasil belajar.

1) Faktor Internal

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar banyak jenisnya, tetapi

dapat digolongkan menjadi dua jenis saja, yaitu faktor intern dan ekstern.

Kedua faktor tersebut saling mempengaruhi dalam proses belajar individu

sehingga menentukan kualitas hasil belajar.

1) Faktor Jasmaniah

a) Faktor Kesehatan

Agar seseorang dapat belajar dengan baik haruslah mengusahakan

kesehatan badannya tetap terjamin dengan cara selalu mengindahkan

ketentuan-ketentuan tentang bekerja, belajar, istirahat, tidur, makan,

olahraga, rekreasi, dan ibadah.

b) Cacat Tubuh

Keadaan cacat tubuh juga mempengaruhi belajar. Siswa yang cacat

belajarnya juga terganggu. Jika hal ini terjadi, hendaknya ia belajar pada
37

lembaga pendidikan khusus atau diusahakan alat bantu agar dapat

menghindari atau mengurangi pengaruh kecacatannya itu.

2) Faktor Psikologis

Sekurang-kurangnya ada tujuh faktor yang tergolong ke dalam faktor

psikologis yang mempengaruhi belajar. Faktor-faktor itu adalah :

intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kesiapan.

a) Intelegensi

Menurut J. P. Chaplin, intelegensi adalah kecakapan yang terdiri dari

tiga jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam

situasi yang baru dengan cepat dan efektif, mengetahui/menggunakan

konsep-konsep yang abstrak secara efektif, mengetahui relasi dan

mempelajarinya dengan cepat.

b) Perhatian

Perhatian menurut Gazali adalah keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa

itupun semata-mata tertuju kepada suatu obyek (benda/hal) atau sekumpulan

obyek. Untuk dapat menjamin hasil belajar yang baik, maka siswa harus

mempunyai perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya, jika bahan

pelajaran tidak menjadi perhatian siswa, maka timbullah kebosanan,

sehingga ia tidak lagi suka belajar. Agar siswa dapat belajar dengan baik,

usahakanlah bahan pelajaran selalu menarik perhatian dengan cara

mengusahakan pelajaran itu sesuai dengan hobi atau bakatnya.


38

c) Minat

Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan

mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati seseorang,

diperhatikan terus menerus yang disertai dengan rasa senang. Jadi berbeda

dengan perhatian, karena perhatian sfatnya sementara (tidak dalam waktu

yang lama) dan belum tentu diikuti dengan perasaan senang, sedangkan

minat selalu diikuti dengan perasaan senang dan dari situ diperoleh

kepuasan.

d) Bakat

Bakat atau aptitude menurut Hillgard adalah kemampuan untuk belajar.

Kemampuan itu baru akan terealisasi menjadi kecakapan yang nyata

sesudah belajar atau berlatih. Orang yang berbakat mengetik, misalnya akan

lebih cepat dapat mengetik dengan lancar dibandingkan dengan orang lain

yang kurang/tidak berbakat di bidang itu.

e) Motif

Motif erat sekali hubungannya dengan tujuan yang akan dicapai. Di

dalam menentukan tujuan itu dapat disadari atau tidak, akan tetapi untuk

mencapai tujuan itu perlu berbuat, sedangkan yang menjadi penyebab

berbuat adalah motif itu sendiri sebagai daya penggerak/pendorong.

f) Kematangan

Kematangan adalah suatu tingkat atau fase dalam pertumbuhan

seseorang, dimana alat-alat tubuhnya sudah siap untuk melaksanakan

kecakapan baru. Misalnya anak dengan kakinya sudah siap untuk berjalan,
39

tangan dengan jari-jarinya sudah siap untuk menulis, dengan otaknya sudah

siap untuk berpikir abstrak, dan lain-lain. Kematangan belum berarti anak

dapat melaksanakan kegiatan secara terus-menerus, untuk itu diperlukan

latihan-latihan dan pelajaran. Dengan kata lain anak yang sudah siap

(matang) belum dapat melaksanakan kecakapannya sebelum belajar.

Belajarnya akan lebih berhasil jika anak sudah siap (matang). Jadi kemajuan

baru untuk memiliki kecakapan itu tergantung dari kematangan dan belajar.

g) Kesiapan

Kesiapan atau readiness menurut Jamies Drever adalah kesediaan untuk

memberi response atau bereaksi. Kesediaan itu timbul dari dalam diri

seeseorang dan juga berhubungan dengan kematangan, karena kematangan

berarti kesiapan untuk melaksanakan kecakapan. Kesiapan ini perlu

diperhatikan dalam proses belajar, karena jika siswa belajar dan padanya

sudah ada kesiapan, maka hasil belajarnya akan lebih baik.

1) Faktor Kelelahan

Kelelahan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kelelahan jasmani dan

kelelahan rohani (bersifat psikis). Kelelahan jasmani terlahat denngan lemah

lunglainya tubuh dan timbul kecenderungan membaringkan tubuh.

Kelelahan jasmani terjadi karena terjadi kekacauan substansi pembakaran di

dalam tubuh, sehingga darah tidak/kurang lancar pada bagian-bagian

tertentu. Sedangkan kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan

dan kebosanan, sehingga minat dan dorongan untuk menghasilkan sesuatu

hilang. Kelelahan ini sangat terasa pada bagian kepala dengan pusing-
40

pusing sehingga sulit untuk berkonsentrasi, seolah-olah otak kehabisan daya

untuk bekerja.

Kelelahan baik secara jasmani maupun rohani dapat dihilangkan dengan

cara-cara sebagai berikut :

a) Tidur.

b) Istirahat.

c) Mengusahakan variasi dalam belajar, juga dalam bekerja.

d) Menggunakan obat-obatan yang bersifat melancarkan peredaran darah,

misalnya obat gosok.

e) Rekreasi dan ibadah teratur.

f) Olahraga secara teratur.

g) Mengimbangi makan dengan makanan yeng memenuhi syarat-syarat

kesehatan, misalnya yang memenuhi empat sehat lima sempurna;

h) Jika kelelahan sangat serius cepat-cepat menghubungi seorang ahli, misalnya

dkter, psikiater, konselor, dan lain-lain.

b. Faktor Eksternal

Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dapat digolongkan menjadi

dua golongan, yaitu faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan non

sosial.

1) Lingkungan Sosial

a) Lingkungan Sosial Sekolah

Lingkungan sosial sekolah, seperti guru, administrasi, dan teman-teman

sekelas dapat mempengaruhi proses belajar seorang peserta didik.


41

Hubungan yang harmonis antara ketiganya dapat menjadi motivasi bagi

peserta didik untuk belajar lebih baik di sekolah. Perilaku yang simpatik dan

dapat menjadi teladan seorang guru atau administrasi dapat menjadi

pendorong bagi peserta didik untuk belajar.

b) Lingkungan Sosial Masyarakat

Kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal siswa akan

mempengaruhi belajar peserta didik. Lingkungan peserta didik yang kumuh,

banyak pengangguran dan anak terlantar juga dapat mempengaruhi aktivitas

belajar peserta didik, paling tidak peserta didik kesulitan ketika memerlukan

teman belajar, diskusi, atau meminjam alat-alat belajar yang kebetulan yang

belum dimilikinya.

c) Lingkungan Sosial Keluarga

Lingkungan ini sangat mempengaruhi kegiatan belajar. Ketegangan

keluarga, sifat-sifat orangtua, demografi keluarga (letak rumah),

pengelolaan keluarga, semuanya dapat memberi dampak terhadap aktivitas

belajar peserta didik. Hubungan antara anggota keluarga, orangtua, anak,

kakak, atau adik yang harmonis akan membantu peserta didik melakukan

aktivitas belajar dengan baik.

2) Lingkungan Non Sosial

a) Lingkungan alamiah, seperti kondisi udara yang segar, tidak panas dan tidak

dingin, sinar yang tidak terlalu silau/kuat, atau tidak terlalu lemah/gelap,

suasana yang sejuk dan tenang. Lingkungan alamiah tersebut merupakan

faktor-faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas belajar peserta didik.


42

Sebaliknya, bila kondisi lingkungan alam tidak mendukung, proses belajar

peserta didik akan terhambat.

b) Faktor instrumental, yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan dua

macam. Pertama, hardware, seperti gedung sekolah, alat-alat belajar,

fasilitas belajar, lapangan olahraga, dan lain sebagainya. Kedua, software,

seperti kurikulum sekolah, peraturan-peraturan sekolah, buku panduan,

silabus, dan lain sebagainya.

c) Faktor materi pelajaran (yang diajarkan ke peserta didik). Faktor ini

hendaknya disesuaikan dengan usia perkembangan peserta didik, begitu

juga dengan metode mengajar guru, disesuaikan dengan kondisi

perkembangan peserta didik. Karena itu, agar guru dapat memberikan

kontribusi yang positif terhadap aktivitas belajar peserta didik, maka guru

harus menguasai materi pelajaran dan berbagai metode mengajar yang dapat

diterapkan sesuai dengan kondisi peserta didik.

3. Fungsi Hasil Belajar

Fungsi penilaian hasil belajar sebagai berikut :

a. Bahan pertimbangan dalam menentukan kenaikan kelas.

b. Umpan balik dalam perbaikan proses belajar mengajar.

c. Meningkatkan motivasi belajar peserta didik.

d. Evaluasi diri terhadap kinerja peserta didik.


43

4.Tujuan Hasil Belajar

a. Tujuan Umum :

1) menilai pencapaian kompetensi peserta didik.

2) memperbaiki proses pembelajaran.

3) sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan belajar peserta didik.

b. Tujuan Khusus :

1) mengetahui kemajuan dan hasil belajar peserta didik.

2) mendiagnosis kesulitan belajar.

3) memberikan umpan balik/perbaikan proses belajarmengajar;

4) penentuan kenaikan kelas.

5) memotivasi belajar peserta didik dengan cara mengenal dan

memahami diri dan merangsang untuk melakukan usaha perbaikan.

D. Tinjauan Mengenai Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

Dalam tinjauan mengenai Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

akan dijelaskan mengenai pengertian Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan,

objek pembahasan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Karakteristik

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dan yang terakhir tujuan Pendidikan

pancasila dan kewarganegaraan. Untuk itu yang pertama penjelasan mengenai

pengertian Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan sebagai berikut.


44

1. Pengertian Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan menurut Peraturan Menteri

Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan

Pendidikan Dasar dan Menengah adalah mata pelajaran yang memfokuskan pada

pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak

dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil,

dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.

Kemudian menurut Azis Wahab (Cholisin, 2000:18) menyatakan bahwa PKn

ialah media pengajaran yang meng-Indonesiakan para siswa secara sadar, cerdas,

dan penuh tanggung jawab. Karena itu, program PKn memuat konsep-konsep

umum ketatanegaraan, politik dan hukum negara, serta teori umum yang lain yang

cocok dengan target tersebut.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat dikemukakan bahwa

Pendidikan Kewarganegaraan adalah suatu mata pelajaran yang merupakan satu

rangkaian proses untuk mengarahkan peserta didik menjadi warga negara yang

berkarakter bangsa Indonesia, cerdas, terampil, dan bertanggungjawab sehingga

dapat berperan aktif dalam masyarakat sesuai dengan ketentuan Pancasila dan

UUD 1945.

2. Objek Pembahasan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

Objek pembahasaan Pendidikan Kewarganegaraan menurut Kep. Dirjen Dikti

No. 267/dikti/Kep./2000 meliputi pokok bahasan sebagai berikut:

a. Pengantar Pendidikan Kewarganegaraan.

b. Hak dan Kewajiban Warga Negara


45

c. Pendidikan Pendahuluan Bela Negara.

d. Demokrasi Indonesia.

e. Hak Asasi Manusia.

f. Wawasan Nusantara.

g. Ketahanan Nasional.

3. Karakteristik Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaran

Pada dasarnya Pendidikan Pancasila dan Kewarganegraan ini digunakan untuk

mmebentuk karakter dan menajdikan warga negara yang baik, yang dapat

berprilaku sesuai dengan aturan yang berlaku dan mampu melaksanakan hak dan

kewajibannya, serta menjunjung tinggi nilai Pancasila dan UUD NRI 1945.

Menurut A.Aziz Whab (1977) dan Sri Wuryan (2008, h. 9-10),

mengemukakan bahwa karakteristik dari PPKn adalah:

“lahirnya warga negara dan warga masyarakat yang berjiwa Pancasila,

beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mengetahui hak dan

kewajiban, dan melaksanakannya dengan penuh kesadaran dan bertanggung

jawab. Agar dapat membuat keputusan secara tepat dan cepat, baik untuk

dirinya maupun orang lain. Warga negara yang tidak mencemari atau merusak

lingkungan”.

Maka dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa karakteristik

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan adalah untuk melahirkan warga

Negara atau masyarakat yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha

Esa dan mengetahui hak dan kewajibannya sebagai seorang warga Negara.
46

4. Tujuan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

Cecep Dudi Muklis Sabigin (2012, h: 5-6) mengemukakan tujuan umum dan

tujuan khusus dari mata pelajaran PPKn, yaitu:

1) Tujuan Umum

2) Memberikan pengetahuan dan kemampuan dasar kepada mahasiswa menganai

hubungan antara warga neagara dengan negara, warga negara dengan warga

negara dan negara dengan negara serta pendidikan pendahuluan bela negara

(PPBN) agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan

Negara.

3) Tujuan Khusus

a) Menumbuhkan wawsan dan kesadaran bernegara serta membentuk sikap dan

perilaku cinta tanah air yang bersendikan keudayaa bangsa.

b) Memupuk kesadaran dan kemampuan berpikir secara komprehensif integral

(menyeluruh dan terpadu) dalam rangka membina ketahanan nasional.

c) Kewaspadaan nasional dalam menghadapi segenap ancaman, hambatan dan

gangguan yang timbulsesuai dengan tingkat situasi dan kondisi yang dihadapi

bangsa dalam segenap aspek kehidupan.

E. Analisis dan Pengembangan materi Pancasila Sebagai Ideologi dan Dasar

Negara

. Dalam Analisis dan Pengembangan materi Pancasila Sebagai Ideologi dan

Dasar Negara akan dijelaskan mengenai Ruang Lingkup materi Pancasila sebagai

Ideologi dan Dasar Negara, Karakteristik Materi Pancasila sebagai Ideologi dan

Dasar Negara, Bahan dan Media, Strategi Pembelajaran, dan yang terakhir Sistem
47

Evaluasi. Untuk itu penjelasan mengenai Ruang Lingkup materi Pancasila sebagai

Ideologi dan Dasar Negara sebagai berikut.

1. Ruang Lingkup Materi Pancasila sebagai Ideologi dan Dasar Negara

Ruang Lingkup materi merupakan gambaran seberapa banyak materi

yang dimasukkan kedalam materi yang di berikan kepada Peserta didik.

Sedangkan kedalaman materi merupakan poin – poin mengenai materi

Pancasila sebagai Ideologi Bangsa dan Dasar Negara Smester I kelas VIII :

a) Pancasila Sebagai Ideologi dan Dasar Negara

b) Nilai-nilai Pancasila Sebagai Ideologi dan Dasar Negara

c) Sikap Positif Terhadap Pancasila dalam Kehidupan Bermasyarakat,

Berbangsa, dan Bernegara

Dari keluasan materi diatas dapat diuraikan sejauh mana kedalaman materi

yang akan disampaikan kepada Peserta didik. Berikut uraian dari keluasan materi

yang akan disampaikan kepada siswa kelas VIII SMP Pasundan 1 Bandung :

a) Pancasila Sebagai Ideologi dan Dasar Negara

(1) Pengertian Ideologi

Ideologi berasal dari kata idea (Inggris), yang artinya gagasan, pengertian.

Kata kerja Yunani oida = mengetahui, melihat dengan budi. Kata “logi” yang

berasal dari bahasa Yunani logos yang artinya pengetahuan. Jadi Ideologi

mempunyai arti pengetahuan tentang gagasangagasan, pengetahuan tentang ide-

ide, science of ideas atau ajaran tentang pengertian-pengertian dasar. Dalam

pengertian sehari-hari menurut Kaelan ‘idea’ disamakan artinya dengan citacita.

Dalam perkembangannya terdapat pengertian Ideologi yang dikemukakan oleh


48

beberapa ahli. Istilah Ideologi pertama kali dikemukakan oleh Destutt de Tracy

seorang Perancis pada tahun 1796. Menurut Tracy ideologi yaitu ‘science of

ideas’, suatu program yang diharapkan dapat membawa perubahan institusional

dalam masyarakat Perancis.

Karl Marx mengartikan Ideologi sebagai pandangan hidup yang

dikembangkan berdasarkan kepenti-ngan golongan atau kelas sosial tertentu

dalam bidang politik atau sosial ekonomi. Gunawan Setiardjo mengemukakan

bahwa ideologi adalah seperangkat ide asasi tentang manusia dan seluruh realitas

yang dijadikan pedoman dan cita-cita hidup. Ramlan Surbakti mengemukakan ada

dua pengertian Ideologi yaitu Ideologi secara fungsional dan Ideologi secara

struktural. Ideologi secara fungsional diartikan seperangkat gagasan tentang

kebaikan bersama atau tentang masyarakat dan negara yang dianggap paling baik.

Ideologi secara fungsional ini digolongkan menjadi dua tipe, yaitu Ideologi

yang doktriner dan Ideologi yang pragmatis. Ideologi yang doktriner bilamana

ajaran-ajaran yang terkandung di dalam Ideologi itu dirumuskan secara sistematis,

dan pelaksanaannya diawasi secara ketat oleh aparat partai atau aparat pemerintah.

Sebagai contohnya adalah komunisme. Sedangkan Ideologi yang pragmatis,

apabila ajaran-ajaran yang terkandung di dalam Ideologi tersebut tidak

dirumuskan secara sistematis dan terinci, namun dirumuskan secara umum hanya

prinsip-prinsipnya, dan Ideologi itu disosialisasikan secara fungsional melalui

kehidupan keluarga, sistem pendidikan, system ekonomi, kehidupan agama dan

sistem politik. Pelaksanaan Ideologi yang pragmatis tidak diawasi oleh aparat

partai atau aparat pemerintah melainkan dengan pengaturan pelembagaan


49

(internalization), contohnya individualisme atau liberalisme. Ideologi secara

struktural diartikan sebagai sistem pembenaran, seperti gagasan dan formula

politik atas setiap kebijakan dan tindakan yang diambil oleh penguasa.

Dengan demikian secara umum dapat ditarik kesimpulan bahwa Ideologi

adalah kumpulan gagasan- gagasan, ide-ide, keyakinan-keyakinan yang

menyeluruh dan sistematis, yang menyangkut berbagai bidang kehidupan

manusia. Notonegoro sebagaimana dikutip oleh Kaelan mengemukakan, bahwa

Ideologi negara dalam arti cita-cita negara atau cita-cita yang menjadi dasar bagi

suatu sistem kenegaraan untuk seluruh rakyat dan bangsa yang bersangkutan pada

hakikatnya merupakan asas kerokhanian yang antara lain memiliki ciri:

1. Mempunyai derajat yang tertinggi sebagai nilai hidup kebangsaan dan

kenegaraan;

2. Mewujudkan suatu asas kerokhanian, pandangan dunia, pedoman hidup,

pegangan hidup yang dipelihara, dikembangkan, diamalkan, dilestarikan

kepada generasi berikutnya, diperjuangkan dan dipertahankan dengan

kesediaan berkorban.

Ideologi merupakan cerminan cara berfikir orang atau masyarakat yang

sekaligus membentuk orang atau masyarakat itu menuju cita-citanya. Ideologi

merupakan sesuatu yang dihayati menjadi suatu keyakinan. Ideologi merupakan

suatu pilihan yang jelas membawa komitmen (keterikatan) untuk

mewujudkannya. Semakin mendalam kesadaran ideologis seseorang, maka akan

semakin tinggi pula komitmennya untuk melaksanakannya. Komitmen itu

tercermin dalam sikap seseorang yang meyakini ideologinya sebagai ketentuan


50

yang mengikat, yang harus ditaati dalam kehidupannya, baik dalam kehidupan

pribadi ataupun masyarakat. Ideologi berintikan seperangkat nilai yang bersifat

menyeluruh dan mendalam yang dimiliki dan dipegang oleh seseorang atau suatu

masyarakat sebagai wawasan atau pandangan hidup mereka. Melalui rangkaian

nilai itu mereka mengetahui bagaiman cara yang paling baik, yaitu secara moral

atau normatif dianggap benar dan adil, dalam bersikap dan bertingkah laku untuk

memelihara, mempertahankan, membangun kehidupan duniawi bersama dengan

berbagai dimensinya. Pengertian yang demikian itu juga dapat dikembangkan

untuk masyarakat yang lebih luas, yaitu masyarakat bangsa.

(2) Pengertian Dasar Negara

Dasar Negara adalah landasan kehidupan bernegara. Setiap negara harus

mempunyai landasan dalam melaksanakan kehidupan bernegaranya. Dasar negara

bagi suatu negara merupakan suatu dasar untuk mengatur penyelenggaraan

negara. Dasar negara bagi suatu negara merupakan sesuatu yang amat penting.

Negara tanpa dasar negara berarti negara tersebut tidak memiliki pedoman dalam

penyelenggaraan kehidupan bernegara, maka akibatnya negara tersebut tidak

memiliki arah dan tujuan yang jelas, sehingga memudahkan munculnya

kekacauan. Dasar negara sebagai pedoman hidup bernegara mencakup cita-cita

negara, tujuan negara, norma bernegara.

b) Nilai-nilai Pancasila Sebagai Ideologi dan Dasar Negara

Nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara menjadikan setiap tingkah laku dan

setiap pengambilan keputusan para penyelenggara negara dan pelaksana

pemerintahan harus selalu berpedoman pada Pancasila, dan tetap memelihara budi
51

pekerti kemanusiaan yang luhur serta memegang teguh cita-cita moral bangsa.

Pancasila sebagai sumber nilai menunjukkan identitas bangsa Indonesia yang

memiliki nilai-nilai kemanusiaan yang luhur, hal ini menandakan bahwa dengan

Pancasila bangsa Indonesia menolak segala bentuk penindasan, penjajahan dari

satu bangsa terhadap bangsa yang lain. Bangsa Indonesia menolak segala bentuk

kekerasan dari manusia satu terhadap manusia lainnya, dikarenakan Pancasila

sebagai sumber nilai merupakan cita-cita moral luhur yang meliputi suasana

kejiwaan dan watak dari bangsa Indonesia.

Nilai-nilai Pancasila sebagai sumber acuan dalam menyusun etika kehidupan

berbangsa bagi seluruh rakyat Indonesia, maka Pancasila juga sebagai paradigma

pembangunan, maksudnya sebagai kerangka pikir, sumber nilai, orientasi dasar,

sumber asas serta arah dan tujuan dari suatu perkembangan perubahan serta proses

dalam suatu bidang tertentu. Pancasila sebagai paradigma pembangunan

mempunyai arti bahwa Pancasila sebagai sumber nilai, sebagai dasar, arah dan

tujuan dari proses pembangunan. Untuk itu segala aspek dalam pembangunan

nasional harus mendasarkan pada hakikat nilai-nilai sila-sila Pancasila dengan

mewujudkan peningkatan harkat dan martabat manusia secara konsisten

berdasarkan pada nilai-nilai hakikat kodrat manusia.

Pancasila mengarahkan pembangunan agar selalu dilaksanakan demi

kesejahteraan umat manusia dengan rasa nasionalisme, kebesaran bangsa dan

keluhuran bangsa sebagai bagian dari umat manusia di dunia. Pembangunan

disegala bidang selalu mendasarkan pada nilai-nilai Pancasila.


52

Di bidang Politik misalnya, Pancasila menjadi landasan bagi pembangunan

politik, dan dalam prakteknya menghindarkan praktek-praktek politik tak

bermoral dan tak bermartabat sebagai bangsa yang memiliki cita-cita moral dan

budi pekerti yang luhur. Segala tindakan sewenang- wenang penguasa terhadap

rakyat, penyalahgunaan kekuasaan dan pengambilan kebijaksanaan yang

diskriminatif dari penguasa untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya

merupakan praktek-praktek politik yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.

Demikian juga sikap-sikap saling menghujat, menghalalkan segala cara dengan

mengadu domba rakyat, memfitnah, menghasut dan memprovokasi rakyat untuk

melakukan tindakan anarkhis demi kepuasan diri merupakan tindakan dari bangsa

yang rendah martabat kemanusiaannya yang tidak mencerminkan jati diri bangsa

Indonesia yang berPancasila.

Di bidang Hukum demikian halnya. Pancasila sebagai paradigma

pembangunan hukum ditunjukkan dalam setiap perumusan peraturan

perundangundangan nasional yang harus selalu memperhatikan dan menampung

aspirasi rakyat. Hukum atau peraturan perundang-undangan yang dibentuk

haruslah merupakan cerminan nilai-nilai kemanusiaan, kerakyatan dan keadilan.

Nilai-nilai Pancasila menjadi landasan dalam pembentukan hukum yang aspiratif.

Pancasila menjadi sumber nilai dan sumber norma bagi pembangunan hukum.

Dalam pembaharuan hukum, Pancasila sebagai cita-cita hukum yang

berkedudukan sebagai peraturan yang paling mendasar (Staatsfundamentalnorm)

di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pancasila menjadi sumber dari tertib

hukum di Indonesia. Pancasila menentukan isi dan bentuk peraturan perundang-


53

undangan di Indonesia yang tersusun secara hierarkhis. Pancasila sebagai sumber

hukum dasar nasional. Sebagai sumber hukum dasar, Pancasila juga mewarnai

penegakan hukum di Indonesia, dalam arti Pancasila menjadi acuan dalam etika

penegakan hukum yang berkeadilan yang bertujuan untuk menumbuhkan

kesadaran bahwa tertib sosial, ketenangan dan keteraturan hidup bersama hanya

dapat diwujudkan dengan ketaatan terhadap hukum dan seluruh peraturan yang

berpihak kepada keadilan. Dengan demikian perlu diwujudkan suatu penegakan

hukum secara adil, perlakuan yang sama dan tidak diskriminatif terhadap setiap

warga negara di hadapan hukum, dan menghindarkan penggunaan hukum dengan

cara yang salah sebagai alat kekuasaan dan bentukbentuk manipulasi hukum

lainnya.

Di bidang Sosial Budaya, Pancasila merupakan sumber normatif dalam

pengembangan aspek sosial budaya yang mendasarkan pada nilai-nilai

kemanusiaan, nilai Ketuhanan dan nilai keberadaban. Pembangunan di bidang

sosial budaya senantiasa mendasarkan pada nilai yang bersumber pada harkat dan

martabat manusia sebagai makhluk yang beradab. Pembangunan bidang sosial

budaya menghindarkan segala tindakan yang tidak beradab, dan tidak manusiawi,

sehingga dalam proses pembangunan haruslah selalu mengangkat nilai-nilai yang

dimiliki bangsa Indonesia sendiri sebagai nilai dasar yaitu nilai-nilai Pancasila.

Untuk itulah perlu diperhatikan pula etika kehidupan berbangsa yang bertolak dari

rasa kemanusiaan yang mendalam dengan menampilkan kembali sikap jujur,

saling peduli, saling memahami, saling menghargai, saling mencintai, dan saling

menolong di antara sesama manusia.


54

Dalam pembangunan sosial budaya perlu ditumbuhkembangkan kembali

budaya malu, yaitu malu berbuat kesalahan dan semua yang bertentangan dengan

moral agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa. Disamping itu perlu

ditumbuhkembangkan budaya keteladanan yang diwujudkan dalam perilaku para

pemimpin baik formal maupun informal pada setiap lapisan masyarakat. Hal ini

akan memberikan kesadaran bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang

berbudaya tinggi, sehingga dapat menggugah hati setiap manusia Indonesia untuk

mampu melakukan adaptasi, interaksi dengan bangsa lain, dan mampu melakukan

tindakan proaktif sejalan dengan tuntutan globalisasi dengan penghayatan dan

pengamalan agama yang benar serta melakukan kreativitas budaya yang lebih

baik.

Di bidang Ekonomi, Pancasila juga menjadi landasan nilai dalam pelaksanaan

pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi yang berdasarkan atas nilai-nilai

Pancasila selalu mendasarkan pada nilai kemanusiaan, artinya pembangunan

ekonomi untuk kesejahteraan umat manusia. Oleh karenanya pembangunan

ekonomi tidak hanya mengejar pertumbuhan ekonomi semata melainkan demi

kemanusiaan dan kesejahteraan seluruh bangsa, dengan menghindarkan diri dari

pengembangan ekonomi yang hanya berdasarkan pada persaingan bebas,

monopoli yang dapat menimbulkan penderitaan rakyat serta menimbulkan

penindasan atas manusia satu dengan lainnya. Disamping itu etika kehidupan

berbangsa yang mengacu pada nilai-nilai Pancasila juga harus mewarnai

pembangunan di bidang ekonomi, agar prinsip dan perilaku ekonomi dari pelaku

ekonomi maupun pengambil kebijakan ekonomi dapat melahirkan kondisi dan


55

realitas ekonomi yang bercirikan persaingan yang jujur, berkeadilan, mendorong

berkembangnya etos kerja ekonomi, daya tahan ekonomi dan kemampuan saing,

serta terciptanya suasana yang kondusif untuk pemberdayaan ekonomi yang

berpihak kepada rakyat kecil melalui kebijakan secara berkesinambungan,

sehingga dapat dicegah terjadinya praktek-praktek monopoli, oligopoli, kebijakan

ekonomi yang mengarah kepada perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme,

diskriminasi yang berdampak negatif terhadap efisiensi, persaingan sehat, dan

keadilan serta menghindarkan perilaku yang menghalalkan segala cara dalam

memperoleh keuntungan.

c. Sikap Positif Terhadap Pancasila dalam Kehidupan Bermasyarakat,

Berbangsa, dan Bernegara

Sikap positif dapat diartikan sikap yang baik dalam menanggapi sesuatu.

Sikap positif terhadap nilai-nilai Pancasila berarti sikap yang baik dalam

menanggapi dan mengamalkan nilai-nilai yang ada dalam Pancasila, maksudnya

dalam setiap tindakan dan perilaku seharihari selalu berpedoman atau berpegang

teguh pada nilai-nilai Pancasila yang menjunjung tinggi harkat dan martabat

manusia. Seseorang yang memiliki sikap positif terhadap nilainilai Pancasila

berarti orang tersebut konsisten dalam ucapan dan perbuatan serta tingkah lakunya

sehari-hari yang selalu menjunjung tinggi etika pergaulan bangsa yang luhur, serta

menjaga hubungan baik antar sesama warga masyarakat Indonesia dan bangsa

lain, dengan tetap mempertahankan dan menunjukkan jati diri bangsa yang cinta

akan perdamaian dan keadilan sosial.


56

2. Karakteristik Materi

Dalam materi Pancasila sebagai Dasar Negara dan Ideologi Negara Smester I

kelas VIII - H mempunyai karakteristik sebagai berikut :

Dalam fungsinya sebagai Ideologi, pancasila menjadi dasar seluruh aktivitas

bangsa Indonesia. Sehingga pancasila tercermin dalam kehidupan berbangsa dan

bernegara.

a. Pancasila mempunyai pandangan hidup, tujuan dan cita-cita masyarakat Indonesia

yang berasal dari kepribadian masyarakat Indonesia sendiri.

b. Pancasila memiliki tekat dalam mengembangkan kreatifitas dan dinamis

untuk mencapai tujuan nasional

c. Pengalaman sejarah bangsa Indonesia

d. Terjadi atas dasar keinginan bangsa (masyarakat) Indonesia sendiri tanpa

dengan campur tangan atau paksaan dari sekelompok orang.

e. Isinya tidak operasional

f. Dapat menginspirasi masyarakat untuk bertanggung jawab sesuai nilai-

nilai Pancasila

g. Menghargai pluralitas, sehingga diterima oleh semua masyarakat yang

berlatakng belakang dan budaya yang berbeda.

3. Bahan dan Media

a. Bahan

Bahan ajar adalah segala sesuatu yang digunakan pengajar dalam penyusunan

desain pembelajaran. Ada beberapa jenis bahan ajar yang dapat digunakan dalam
57

pembelajaran seperti: bahan ajar cetak, bahan ajar visual, bahan ajar audio visual,

dan lain-lain.

Dalam hal ini, peneliti menggunakan bahan ajar multimedia dan audio visual

diantaranya: Laptop, Infokus, dan Speaker aktif.

b. Media

Media pembelajaran adalah sesuatu yang menjadi perantara untuk

menyampaikan pesan, atau mengkomunikasikan sesuat.

Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan power point sebagai media

pembelajaran. Selain membantu guru dalam menyampaikan materi, media Power

point juga dapat menarik perhatian peserta didik sehingga peserta didik menjadi

fokus dan lebih aktif saat pembelajaran berlangsung.

4. Strategi Pembelajaran

Strategi pembelajaran merupakan rangkaian atau susunan kegiatan yang harus

dilakukan dalam proses pembelajaran berlangsung. Menurut Pupuh Fathurrohman

(2007, h.3) strategi belajar mengajar bisa diartikan sebagai pola umum kegiatan

guru-murid dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan

yang telah digariskan.

Berikut ini strategi pembelajaran yang telah dirancang untuk melakukan

pembelajaran:

a. Pendahuluan

Berdoa, ucapan salam, mengabsen dan mengetahui kondisi peserta didik

(pakaian, kebersihan kelas, tertib), menyampaikan tujuan pembelajaran

yang akan dicapai.


58

b. Kegiatan Inti

Mengadakan free test secara lisan, guru menjelaskan materi yang akan

disampaikan, menayangkan power point mengenai materi Pancasila Sebagai

Ideologi dan Dasar Negara .

a) Mengamati

Peserta didik mengamati Tayangan power point dan mengamati video

yang ditayangkan oleh guru.

b) Menanya

Peserta didik mengajukan pertanyaan yang berkaitan mengenai materi

Pancasila Sebagai Ideologi dan Dasar Negara.

c) Mengeksplorasi

Peserta didik mengumpulkan data tentang Pancasila Sebagai Ideologi

dan Dasar Negara.

d) Mengasosiasi

Peserta didik menganalisis dan mengumpulkan informasi atau data yang

berkaitan dengan materi Pancasila Sebagai Ideologi dan Dasar Negara.

e) Mengkomunikasikan

Mempresentasikan hasil analisis simpulan tentang penayangan power

point dan video yang berkaitan dengan Pancasila Sebagai Ideologi dan

Dasar Negara.

c. Penutup

Guru bersama-sama siswa membuat kesimpulan.


59

5. Sistem Evaluasi

Sistem evaluasi merupakan suatu sistem penilaian yang dilakukan dengan

tujuan untuk mengetahui sejauh mana siswa memahami, menerima dan menalar

materi yang diberikan pada saat pembelajaran berlangsung.

Berdasarkan UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Pasal 58 (1) “Evaluasi hasil

belajar peserta didik dilakukan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan

hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan”.

Dari uaraian diatas dapat disimpulkan bahwa evaluasi adalah suatu proses

berkelanjutan dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam

menerima, memahami, menalar materi yang telah disampaikan guru.

Menurut Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono (dalam Pupuh Fathurohman,

2007, h.17) menyatakan bahwa evaluasi memiliki tujuan sebagai berikut:

1) Merangsang kegiatan siswa

2) Menemukan sebab kemajuan atau kegagalan belajar

3) Memberikan bimbingan yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan dan

bakat masing-masing siswa

4) Memperoleh bahan laporan tentang perkembangan siswa yang diperlukan

orang tua dan lembaga pendidikan

5) Untuk memperbaiki mutu pelajaran/cara belajar dan metode mengajar.

Evaluasi terbagi menjadi dua teknik yaitu dengan menggunakan tes dan non-

tes. Tes adalah suatu pertanyaan atau tugas yang ditujukan untuk memperoleh

data tentang tingkat kemampuan siswa. Sedangkan Non-tes adalah suatu peranan
60

penting dalam rangka evaluasi hasil belajat siswa dari segi ranah sikap dan ranah

keterampilan.

f. Penelitian Terdahulu

Hasil penelitian terdahulu yang terkait dengan penerapan model pembelajaran

berbasis masalah terdapat beberapa temuan penelitian diantaranya yaitu penelitian

dari muslimatun model pembelajaran berbasis masalah dengan penekanan

representasi untuk meningkatkan hasil belajar dan kerjasama dalam kelompok

pokok bahasan dalil pythagoras siswa SMPN I Semarang Kelas VIII Tahun

Pelajaran 2005/2006. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian tindakan kelas

atau PTK dengan dua siklus.

Pengumpulan data dilakukan melalui kegiatan observasi dan tes evaluasi akhir

siklus. Subyek penelitian adalah siswa kelas VIII C SMPN I Semarang yang

berjumlah 46 siswa dengan komposisi 19 siswa putra dan 27 siswa putri. Indikator

dalam penelitian ini adalah Hasil belajar siswa secara individual mencapai

minimal 65%, secara klasikal minimal 85% dan ratarata kelas minimal 7 , Rata-

rata skor kemampuan kerjasama siswa dalam kelompok lebih dari 20, Ada

peningkatan aktivitas siswa dari siklus I sampai siklus II . Dari penelitian yang

dilaksanakan diperoleh bahwa pada pertemuan pertama siklus I, rata-rata kelasnya

7,54 dan ketuntasan belajarnya 76,01%. Rata-rata kemampuan kerjasama siswa

dalam kelompok pada pertemuan pertama dan kedua siklus I berturut-turut 23,4

dan 25,98. Aktivitas siswa dalam pembelajaran pada pertemuan pertama siklus I

sebesar 56,25% dan pada pertemuan kedua siklus I mencapai 71,43%. Pada siklus

II, rata-rata kelasnya mencapai 8,2 dengan ketuntasan belajrnya sebesar 84,78%.
61

Rata-rata kemampuan kerjasama siswa dalam kelompok pada pertemuan pertama

dan kedua siklus II berturut-turut 28,13 dan 29,46. Aktivitas siswa dalam

pembelajaran pada pertemuan pertama dan kedua siklus II berturut-turut sebesar

82,14% dan 92%.

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa penerapan model pembelajaran berbasis

masalah dengan penekanan representasi dapat meningkatkan hasil belajar,

aktivitas siswa, dan kemampuan kerjasama siswa dalam kelompok.


62

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Setting Penelitian

Setting dalam penelitian ini meliputi : tempat penelitian, waktu penelitian, dan

siklus PTK sebagai berikut :

1. Tempat Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SMP Pasundan 1 Bandung yang

ber-alamat di Jl. Balong Gede no.32

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada awal smester genap yaitu pada bulan Juli

2016. Penentuan waktu penelitian mengacu pada kalender akademik sekolah

menengah pertama (SMP). Karena PTK memerlukan beberapa siklus yang

membutuhkan beberapa proses belajar mengajar yang efektif dikelas.

3. Siklus PTK

PTK ini dilakukan dengan dua siklus, setiap siklus dilaksanakan mengikuti

prosedur perencanaan (planning), tindakan (action), pengamatan (observation),

dan refleksi (reflection). Melalui dua siklus tersebut dapat diamati peningkatan

hasil belajar peserta didik kelas VIII - H dengan pendekatan saintifik.

B. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas VIII tahun ajaran

2016/2017 SMP Pasundan 1 Bandung dengan jumlah peserta didik sebanyak 40

orang diantara nya 22 peserta didik laki – laki dan 18 peserta didik perempuan.
63

C. Metode Penelitian

Penelitian ini jenis penelitian yang digunakan adalah PTK (penelitian tindakan

kelas), yaitu penelitian yang bertujuan memberikan sumbangan nyata peningkatan

profesionalisme guru, menyiapkan pengetahuan, pemahaman dan wawasan

tentang prilaku guru pengajar dan murid belajar. Pendekatan yang dilakukan

adalah pendekatan kualitatif, sebab dalam melakukan tindakan kepada subyek

penelitian sangat diutamakan adalah mengungkap makna yakni makna dan proses

pembelajaran sebagai upaya meningkatkan motivasi, kegairahan dan prestasi

belajar melalui tindakan yang dilakukan sebagimana dikemukakan oleh Bogdan

dan Bikien (1998). Sifat PTK yang dilakukan adalah kolaboratif partisipatoris,

yakni kerjasama antara peneliti dengan praktisi di lapangan.

Ebbut (1985) dalam Hopkins (1993), penelitian tindakan kelas adalah kajian

sistematik dari upaya perbaikan pelaksanaan praktik pendidikan oleh sekelompok

guru dengan melakukan tindakan-tindakan dalam pembelajaran, berdasarkan

refleksi mereka mengenai hasil dari tindakan-tindakan tersebut. Burns (1999)

penelitian tindakan merupakan penerapan penemuan fakta pada pemecahan

masalah dalam situasi sosial dengan pandangan untuk meningkatkan kualitas

tindakan yang dilakukan di dalamnya, yang melibatkan kolaborasi dan kerja sama

para peneliti, praktisi, dan orang awam.

Pada intinya PTK merupakan suatu penelitian yang akar permasalahannya

muncul dikelas dan dirasakan langsung oleh guru yang bersangkutan sehingga

sulit dibenarkan jika ada anggapan bahwa permasalahan dalam tindakan kelas

diperoleh dari persepsi atau lamunan seorang peneliti (Suharsimi, 2006). Dengan
64

demikian penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) terkait dengan

persoalan praktik pembelajaran sehari-hari yang dihadapi oleh guru. Menurut

Kunandar (2004) PTK termasuk penelitian dengan pendekatan kualitatif,

walaupun data yang dikumpulkan dapat berupa data kuantitatif dan data

kualitataif. PTK memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut.

1. (on-the job problem orientied) didasarkan pada masalah yang benar-benar

dihadapi oleh guru dalam proses belajar-mengajar di kelas.

2. (problem-solving-oriented) berorientasi pada pemecahan masalah.

3. (improvement-oriented) berorientasi pada peningkatan mutu.

4. (Cyclic) siklus, konsep tindakan dalam PTK ditetapkan melalui urutan

yang terdiri dari beberapa tahap berdaur ulang.

5. (Action orientied) selalu didasarkan pada adanya tindakan

D. Desain Penelitian

Penelitian Tindakan Kelas yang dalam Bahasa Inggris biasa disebut Clasroom

Action Research (CAR) adalah penelitian tindakan (action research) yang

dilakukan dengan tujuan memperbaiki mutu praktik pembelajaran di kelasnya.

Penelitian ini memusatkan objek penelitiannya kepada semua hal yang ada di

dalam kelas, baik yang fisik maupun non fisik. Yaitu semua hal yang terjadi di

dalam kelas ketika pembelajaran sedang berlangsung. Pada prinsipnya diterapkan

PTK atau CAR (Clasroom Action Research) dimaksudkan untuk mengatasi suatu

permasalahan yang terdapat didalam kelas. Di dalam Penelitian Tindakan Kelas

(PTK) terdapat beberapa model atau desain penelitian yang digunakan ketika

peneliti melakukan PTK. Desaindesain tersebut diantaranya adalah:


65

1. Model Kurt Lewin,

2. Model Kemmis Mc Taggart,

3. Model John Elliot,

4. Model Hopkins,

5. Model McKernan,

6. Model Dave Ebbut.

Dalam hal ini, peneliti disini melakukan PTK dengan menggunakan model

Kemmis and Mc Taggart.

Desain penelitian Kemmis merupakan pengembangan dari konsep dasar yang

diperkenalkan Kurt Lewin. Desain penelitian Kemmis dikenal dengan model

spiral. Hal ini karena dalam perencanaan, Kemmis menggunakan sistem spiral

refleksi diri, yang dimulai dengan rencana, tindakan, pengamatan, refleksi dan

perencanaan kembali merupakan dasar untuk suatu ancang-ancang pemecahan

masalah. Perbedaan antara desain penelitian Kemmis dan Kurt lewin adalah

Kemmis menyatukan komponen acting (tindakan) dan observing (pengamatan).

Disatukannya kedua komponen tersebut disebabkan oleh adanya kenyataan bahwa

antara implementasi acting dan observing merupakan dua kegiatan yang tidak

terpisahkan. Menurut Kemmis, dalam penelitian tindakan kelas dua kegiatan

tersebut haruslah dilakukan dalam satu kesatuan waktu, begitu berlangsungnya

satu tindakan begitu pula observasi juga dilakukan. Didalam desain penelitian

Kemmis dikenal sistem siklus. Artinya dalam satu siklus terdapat suatu putaran

kegiatan yang terdiri dari perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Ketika

siklus satu hampir berakhir, namun peneliti masih menemukan kekurangan ketika
66

dilakukan refleksi, peneliti bisa melanjutkan pada siklus kedua. Siklus kedua

dengan masalah yang sama, namun dengan teknik yang berbeda.

Observasi awal Perencanaan

Refleksi Tindakan
Siklus I

Observasi

Observasi

Refleksi Tindakan
Siklus II

Observasi

Hasil

Gambar 3.1. Alur Penelitian Tindakan Kelas

Sumber: Kemmis dan Taggart dalam Suharsimi (2006)

Dalam melaksanakan PTK, terdapat beberapa bentuk, yaitu:

1. penelitian tindakan guru sebagai peneliti,

2. penelitian tindakan kolaboratif,

3. penelitian tindakan simultan terintegrasi,


67

4. penelitian tindakan administrasi sosial eksperimental.

Dalam penelitian kali ini peneliti menggunakan bentuk PTK guru sebagai

peneliti. Ciri penting bentuk penelitian ini adalah peran penting guru tersebut

dalam proses penelitian tindakan kelas. Dalam kegiatan ini, guru terlibat langsung

secara penuh dalam proses perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi.

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

E. Tahapan Penelitian PTK

Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam 2 siklus. Setiap siklus dilalui

dengan prosedur dan langkah-langkah tersendiri. Menurut Mulyasa

(Mulyasa:2010) prosedur tiap-tiap siklus dapat diperinci sebagi berikut.

1. Perencanaan (planning)

Kegiatan dalam tahap perencanaan ini meliputi hal-hal sebagai berikut.

a. Merencanakan pembelajaran dengan membuat Silabus, RPP.

b. Membuat soal tes akhir siklus.

c. Membuat lembar pengamatan aktivitas belajar siswa.

2. Pelaksanaan/implementasi tindakan (acting)

Tahap pelaksanaan/implementasi tindakan merupakan tahap pelaksanaan

proses pembelajaran di kelas. Pada tahap tindakan, tim peneliti melakukan

kegiatan pembelajaran seperti yang telah direncanakan yaitu kegiatan

pembelajaran dengan menerapkan pendekatan proses. Pelaksanaan tindakan

dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan selama empat jam pelajaran (4 x 35 menit).

Pertemuan pertama dimanfaatkan untuk proses pembelajaran berupa diskusi


68

penemuan konsep dan proses diskusi menyelesaikan masalah dan presentasi

kelompok. Sebelum pembelajaran ditutup guru memberikan reward kepada

kelompok unggulan dengan skor 51 perkembangan tertinggi. Sedangkan

pertemuan kedua digunakan untuk mengambil data tes akhir siklus. Dengan kata

lain, penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus, sebagai berikut:

Siklus I

a. Perencanaan

b. Tindakan dan Observasi I pada siklus I pertemuan I

c. Refleksi I terhadap siklus I pertemuan I

d. Evaluasi I berdasarkan siklus I pertemuan I

e. Tindakan dan Observasi II pada siklus I pertemuan I

f. Refleksi II terhadap siklus I pertemuan II

g. Evaluasi II berdasarkan siklus I Pertemuan II

Siklus II

a. Perencanaan

b. Tindakan dan Observasi I pada siklus I pertemuan I

c. Refleksi I terhadap siklus I pertemuan I

d. Evaluasi I berdasarkan siklus I pertemuan I

e. Tindakan dan Observasi II pada siklus I pertemuan I

f. Refleksi II terhadap siklus I pertemuan II

g. Evaluasi II berdasarkan siklus I Pertemuan II


69

3. Pengamatan (Observasi)

Observasi dilakukan oleh teman sejawat. Lembar pengamatan digunakan

untuk mengamati dan mengukur aktivitas belajar siswa serta aktivitas peneliti

pada saat proses pembelajaran berlangsung. Langkah selanjutnya adalah

mengumpulkan data prestasi belajar siswa berdasarkan hasil tes akhir siklus dan

pelaksanaan tugas yang diberikan oleh peneliti.

4. Refleksi

Refleksi merupakan analisis hasil observasi dan hasil tes. Refleksi

dilaksanakan segera setelah tahap implementasi/tindakan dan observasi selesai.

Pada tahap ini peneliti dan teman sejawat mendiskusikan hasil yang meliputi

kelebihan dan kekurangan pada pembelajaran. Hasil refleksi ini akan digunakan

sebagai perbaikan dalam pelaksanaan siklus berikutnya.

F. Rancangan Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data, yang akan digunakan dalam penelitian ini terdiri

dari observasi, tes, catatan lapangan dan dokumentasi. Berikut diuraikan teknik

pengumpulan data yang dilaksanakan: Teknik pengumpulan data yang digunakan

peneliti untuk memperoleh informasi berupa observasi, wawancara, dokumentasi

dan tes.

1. Observasi

Observasi adalah suatu cara untuk mengadakan penilaian dengan jalan

mengadakan pengamatan secara langsung dan sistematis. Dalam hal ini peneliti

melakukan observasi terhadap kegiatan pembelajaran. Observasi ini hanya

dilaksanakan saat proses belajar mengajar berlangsung untuk mengetahui


70

kebiasaan siswa pada proses belajar di kelas yang dapat mempengaruhi hasil

belajar peserta didik.

2. Wawancara

Wawancara yang diperhitungkan dengan presentasi dan peringkat di setiap

siklus. Wawancara merupakan percakapan dengan tujuan tertentu. Percakapan itu

dilakukan 2 pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan

terwawancara yang memberikan jawaban dari pertanyaan itu. Untuk memperoleh

data dalam penelitian ini peneliti melakukan wawancara dengan beberapa peserta

didik kelas VIII - H SMP Pasundan 1 Bandung. Wawancara dilakukan diluar jam

pelajaran.

3. Dokumentasi

Dokumentasi dalam penelitian ini adalah seluruh bahan rekaman selama

penelitian berlangsung. Dokumentasi ini berupa hasil kartu kegiatan peserta didik,

dan foto. Dari hasil dokumentasi ini dapat dijadikan petunjuk dan bahan

pertimbangan pelaksanaan selanjutnya dan penarikan kesimpulan.

4. Tes

Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk

mengukur ketrampilan, pengetahuan, intelegasi, kemampuan atau bakat yang

dimiliki individu atau kelompok.

G. Pengembangan Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi instrumen penelitian pada dasarnya adalah

penelitian sendiri. Peneliti menjadi instrumen penelitian karena dalam proses

pengumpulan data itulah peneliti akan melakukan adaptasi secara aktif sesuai
71

dengan keadaan yang dihadapi peneliti ketika berhadapan dengan subyek

penelitian. Untuk mempermudah pelaksanaan pengumpulan data dalam suatu

penelitian diperlukan instrumen penelitian. Instrumen penelitian tersebut

berfungsi sebagai panduan pelaksanaan pengumpulan data yang telah diperoleh.

1. Rubrik Observasi

Hal ini diperlukan terutama pada jenis observasi terstruktur agar pencatatan

hasil observasi dilakukan secara sistematis.

2. Pedoman Wawancara

Di dalam pedoman wawancara ini peneliti membuat beberapa pertanyaan

untuk menggali permasalahan yang ada di kelas. Pedoman wawancara yang

digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang ditanyakan. Peneliti

dapat mengubah pertanyaan yang gunanya untuk memperdalam dan

mengembangkan pertanyaan dari pedoman wawancara yang telah disusun apabila

adaptasi tersebut dipandang perlu untuk dilakukan.

3. Pedoman Dokumentasi

Peneliti akan mengumpulkan data yang berupa pedoman dokumentasi dan

sangat mungkin juga menambah daftar dokumen yang akan dikumpulkan pada

saat melakukan proses dokumentasi.

4. Soal Tes

Pemberian tes digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam memahami

materi Pancasila sebagai dasar Ideologi dan negara dengan menerapkan model

pembelajaran Problem Based Learning melalui teknik E – Learning bagi peserta

didik kelas VIII - H SMP Pasundan 1 Bandung. Alat tes berupa soal-soal yang
72

dibuat oleh guru berdasarkan materi pelajaran yang telah diajarkan, yaitu PKn

dengan pokok bahasan pentingnya ideologi bagi suatu negara. Selanjutnya untuk

mengetahui kelayakan tes, maka soal-soal tersebut di uji cobakan pada peserta

didik yang telah memperoleh materi tersebut, oleh karena itu peserta didik kelas

VIII - H SMP Pasundan 1 Bandung dijadikan subyek uji coba instrumen.

H. Rancangan Analisis Data

Menurut Sugiyono (2010:335) analisis data adalah proses mencari dan

menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan

lapangan dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam

kategori, menjabarkan ke unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola,

memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan

sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri dan orang lain. Untuk menganalisa

data dalam penelitian ini digunakan teknik analisa data kualitatif dan data analisa

kuantitatif.

1. Teknik analisis Kualitatif

Dalam penelitian tindakan kelas ini, analisis data kualitatif ini dilakukan

secara deskriptif sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan dan selesai di

lapangan. Namun, analisis ini lebih difokuskan selama proses di lapangan

bersamaan dengan pengumpulan data. PTK ini merupakan penelitian kualitatif-

interaktif yang akan dipaparkan sebagai berikut:

a. Analisa sebelum dilapangan

Analisis dilakukan terhadap data hasil studi pendahuluan, atau data sekunder,

yang akan digunakan untuk menetukan fokus penelitian. Namun, demikian


73

dengan fokus penelitian ini masih bersifat sementara, dan akan berkembang

setelah peneliti masuk dan selama di lapangan.

b. Analisa selama dilapangan

Analisis data dalam penelitina kualitatif, dilakukan pada saat pengumpulan

data berlangsung dan setelah pengumpulan data dalam periode tertentu. Pada saat

wawancara, peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban yang

diwawancarai setelah dianalisis terasa belum memuaskan, maka peneliti akan

melanjutkan pertanyaan lagi sampai tahap tertentu, diperolah data yang dianggap

kredibel. Miles and Huberman (1984), mengemukakan bahwa aktifitas dalam

analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus

menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis

data, yaitu data redukcion, data display, dan conclusion drawing/verification.

Model interaktif dalam analisis data ditunjukkan pada gambar berikut.

Data Data Display


Collection

Data
Reduction

Conclusions :
Drawing/Verifying
74

Gambar 3.2 Komponen dalam analisis data (interactive model)

1) Data Reduction (Reduksi Data)

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang

yang tidak perlu. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan

gambaran yang jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan

data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan.

2) Data Display (Penyajian Data)

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data.

Dalam PTK ini penyajian data dilakukan dengan uraian singkat yang bersifat

naratif. Dengan mendisplay data, maka akan memudahkan untuk memahami apa

yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah

dipahami.

3) Conclusion drawing/verification.

Langkah ketiga yaitu penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal

yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah apabila tidak

ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data

selanjutanya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal,

didukung oleh bukti-bukti yang valid saat peneliti kembalu ke lapangan

mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan

yang kredibel.
75

2. Teknik analisa kuantitatif

Data kuantitatif (hasil belajar peserta didik) akan dianalisis secara deskriptif

untuk mengetahui kualitas hasil belajar peserta didik. Peningkatan hasil belajar

peserta didik dapat diketahui dengan cara membandingkan skor individu dengan

skor kelompok, yang diperoleh sebelum dan setelah mengikuti pelajaran. Analisis

data hasil belajar diperoleh melalui hasil tes. Pada setiap siklus dilakukan 1 kali

tes evaluasi. Skor maksimal yang diperoleh peserta didik adalah 100, sedangkan

skor rata-rata tes peserta didik dapat dihitung dengan rumus :

𝑋 = Nilai rata-rata

∑𝑋
𝑋= ∑ 𝑋 = Jumlah skor keseluruhan
𝑁

𝑁 = Jumlah siswa

Nilai yang diperoleh melalui perhitungan tersebut akan digunakan untuk

menetapkan kualitas hasil belajar peserta didik dalam proses kegiatan

pembelajaran. Untuk memudahkan menginterpretasikan hasil belajar peserta didik

maka akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Selanjutnya baru

menetapkan kualitas kegiatan pembelajaran sesuai dengan standar yang telah

ditetapkan.

I. Indikator Keberhasilan

Keberhasilan kinerja dengan Penerapan Model Pembelajaran Problem Based

Learning melalui teknik E - learning Terhadap Hasil Belajar Peserta Didik Mata

Pelajaran Pancasila dan Kewarganegaraan dengan indikator sebagai berikut:


76

1. Hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran PPKn minimal 65 dengan

ketuntasan belajar klasikal 75%.

2. Keterampilan guru dalam pembelajaran PPKn menggunakan model

pembelajaran Problem Based Learning melalui teknik E - Learning sebesar ≥

65 dengan kriteria sekurang-kurangnya baik.


77

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Profil dan objek penelitian

1. Profil penelitian

a. Latar Belakang SMP Pasundan 1 Bandung

1. Lahirnya SMP Pasundan 1 Bandung

Keberadaan SMP Pasundan 1 Kota Bandung sebagai salah

satu lembaga pendidikan dimulai sejak berdirinya HIS Pasundan

pada kurun waktu 1935-1945, keberadaannya sudah tercatat dan

diakui pemerintah dan masyarakat.

Pada tahun 1945-1955 kegiatan belajar mengajar di bekas

HIS Pasundan Jalan Pasundan no 32 Bandung di mulai kembali

dengan nama SMP PARKI (Partai Kebangsaan Indonesia) sebagai

SMP Perjuangan. Sejalan perkembangan zaman, keberadaan SMP

PARKI Perjuangan pada tahun 1955 memiliki rombongan belajar

12 kelas, terpaksa 2 kelas diselenggarakan siang hari. Hal ini

dianggap melanggar peraturan yang berlaku masa itu.

Maka pada tanggal 1 agustus 1956 SMP PARKI Perjuangan

dipisah menjadi SMP PARKI I (sekolah pagi) dam PARKI II

(sekolah siang), inilah dua bayi kembar SMP yang lahir di Jalan

Pasundan no.14 . Lokasi bangunan terletak di atas tanah seluas

3257 M2. Tanah tersebut menurut berita adalah tanah wakaf dari
78

keluarga Bupati Bandung (Wiranatakusumah). Namun kini tanah

tersebut berstatus HGB yaang harus diperpanjang sewa /HGB-nya

25 tahun sekali pada pemerintah daerah.

Tabel4.1

Identitas SMP Pasundan 1 Bandung

SMP Pasundan 1 Bandung

Informasi

Sekolah SMP Pasundan 1 Bandung

NPSN 20219518

Koordinat - Longitude : 6.923960 -

- Latitude : 107.607908

Nama Yayasan (bagi YPDM Pasundan

swasta)

Kepala Sekolah Nana Mulyana, S.Pd., M.Si

Kategori Sekolah Swasta

Tahun Beroprasi 1948

Alamat

Lokasi Jl. Pasundan No.32/ Regol /

Kota Bandung

No telp Faks 022-4203383

Situs web www.smppasundan1bdg.sch.id

smppas1bdg@yahoo.co.id

Sumber : Tata usaha SMP Pasundan 1 Bandung


79

b. Visi dan Misi SMP Pasundan 1 Kota Bandung

Visi :

 Pengkuh Agamana

Menjadi manusia yang religius yang dapat mengamalkan ajaran

agama khususnya Islam pada kehidupan sehari-hari.

 Luhung Elmuna

Menjadi manusia yang mantap dan berperan aktif dalam

pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

 Jembar Budayana

Menjadi manusia yang mampu mengikuti perkembangan sosial

budaya dengan tetap memelihara dan mengembangkan budaya

dan tradisi daerah sendiri terutama Budaya Sunda.

Misi :

1. Memperkokoh landasan keimanan dan ketakwaan peserta didik

terhadap Allah SWT.

2. Meningkatkan mutu pendidikan dalam rangka membentuk

sumberdaya manusia yang berkualitas.

3. Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dalam upaya

pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

4. Memantapkan penguasaan teknologi baik secara theoritis maupun

secara praktik.

Strategi :
80

1. Menegakkan disiplin

2. Meningkatkan kinerja

3. Meningkatkan IMTAQ dan IPTEK Civitas sekolah

4. Mengadakan kerjasama

5. Melaksanakan visi dan misi

6. Memberikan contoh dan tauladan

7. Profesional, jujur, tanggung jawab loyal dan dedikasi

8. Transfaransi dan akuntabilitas

9. Meningkatkan pelayanan

10. Melaksanakan tugas dengan ikhlas

Tujuan :

- Memenuhi peningkatan/ pengembangan tenaga kependidikan.

a. Meningkatkan profesionalisme guru

b. Meningkatkan kompetensi dugu dan staf tata usaha

- Memenuhi peningkatan/pengembangan fasilitas pendidikan.

a. Pengenbangan sarana pendidikan

b. Pengembangan prasarana pendidikan

- Memenuhi pengembangan isi kurikulum.

a. Pemahaman kurikulum tingkat satuan pendidikan

b. Pengembangan perangkat pembelajaran prota, promes,

pemetaan, silabus, dan Perencanaan Pelaksaan Pembelajatan

(RPP) secara Mandiri

- Memenuhi peningkatan standar proses.


81

a. Mengembangkan strategi pembelajaran

b. Pengembangan model-model pembelajaran

c. Pengembangan penggunaan media pembelajaran

d. Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif

- Memenuhi peningkatan standan penilaian.

a. Pengembangan sistem penilaian

b. Pengembangan pedoman evaluasi

c. Implementasi model-model evuasi

- Memenuhi pengembangan standar kelulusan.

a. Peningkatan standar lulusan

b. Peningkatan prestasi akademik dan non akademik

- Memenuhi peningkatan mutu pelembagaan.

a. Penembangan dan kelengkapan administrasi sekolah

b. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi di semua aspek

c. Pelaksanaan surpervisi klinis olej kepala sekolah

- Memenuhi pengembangan standar pembiayaan pendidikan.

a. Penciptaan subsidi silang peserta didik yang tidak mampu

b. Penggalangan dana dari berbagai sumber

Sehubungan dengan meningkatnya animo masyarakat untuk

memasuki sekolah tersebut SMP Pasundan 1 Bandung di jalan Jalan

Pasundan No. 32 Bandung. Lokasi bangunan terletak di atas tanah seluas

3257 M2 dan berdiri menetap sampai sekarang. Selanjutnya berkembang

dengen pesat baik jumlah rombongan pembelajarannya maupun jumlah


82

peserta didik dan tenaga pengajarnya serta fasilitas yang mendukung pada

kegiatan pendidikan.

Tabel 4.2

Sarana Prasarana SMP Pasundan 1 Bandung

KOMPONEN JUMLAH
NO

1 Ruang Belajar 24
2 Ruang Guru 1
3 Ruang Kepala Sekolah 1
4 Ruang Pembantu Kepala Sekolah 1
5 Ruang Tata Usaha 1
6 Ruang BP 1
7 Ruang Perpustakaan 1
8 Ruang Laboratorium IPA 1
Ruang Laboratorium Komputer ber
9 1
AC
10 Ruang Laboratorium Bahasa ber AC 1
11 Ruang Multi Media 1
12 Ruang Kesenian ber AC 1
13 Mesjid Al- Islam 1
14 Ruang Koperasi Siswa 1
15 Ruang UKS 1
16 Ruang OSIS 1
17 Ruang Pramuka 1
18 Ruang Piket 1
19 Ruang Keamanan 1
20 Ruang Peralatan Olah Raga 1
21 Ruang Gudang PLH 1
22 WC Siswa Perempuan Lantai 1dan 2 9
23 WC Siswa Laki-laki Lantai 1 dan 2 5
24 Urinal 15
25 WC Guru Lantai 1 dan 2 5
26 Ruang Dapur 1
27 Ruang Gudang 3
Halaman Upacara/Lapangan Olah
28 1
Raga
29 Ruang Riso 1
30 Kantin Peserta didik 2
Sumber : Tata usaha SMP Pasundan 1 Bandung
83

Di tabel 4.2 di atas saat ini SMP Pasundan 1 Bandung memiliki

24 Ruang Belajar, 1 Ruang Guru, 1 Ruang Kepala Sekolah, 1 Ruang

Pembantu Kepala Sekolah, 1 Ruang Tata Usaha, 1 Ruang BP, 1 Ruang

Perpustakaan, 1 Ruang Laboratorium IPA, 1 Ruang Laboratorium

Komputer ber AC, 1 Ruang Laboratorium Bahasa ber AC, 1 Ruang Multi

Media, 1 Ruang Kesenian ber AC, 1 Mesjid Al- Islam, 1 Ruang Koperasi

Siswa, 1 Ruang UKS, 1 Ruang OSIS, 1 Ruang Pramuka, 1 Ruang Piket, 1

Ruang Keamanan, 1 Ruang Peralatan Olah Raga, 1 Ruang Gudang PLH, 9

WC peserta didik Perempuan Lantai 1 dan 2, 5 WC peserta didik Laki-laki

Lantai 1 dan 2, 15 Urinal, 5 WC Guru Lantai 1 dan 2, 1 Ruang Dapur, 3

Ruang Gudang, 1 Halaman Upacara/Lapangan Olah Raga, 1 Ruang Riso

, 2 Kantin Peserta didik.

2. Objek penelitian

Objek penelitian merupakan lokasi pelaksanaan penelitian model

pembelajaran yang digunakan yaitu di kelas VIII-H SMP Pasundan 1

Bandung tahun ajaran 2016-2017 pada semester ganjil dengan pokok

bahasan Pancasila Sebagai Dasar dan Ideologi Negara. Dengan jumlah

peserta didik pada kelas VIII-H sebanyak 44 peserta didik dimana jumlah

laki-laki 24 peserta didik dan jumlah perempuan 20 peserta didik.


84

Tabel 4.3

Nama Peserta didik Kelas VIII – H SMP Pasundan 1 Bandung

No Nama Peserta didik Jenis Kelamin

Laki Laki Perempuan

(L) (P)

1 Adinda Bonie Sri Wulandari P

2 Aisya Miftah Nurul Huda P

3 Alfat Mardian L

4 Andhika Dakara Valliant L

5 Arief Syafriadi L

6 Dimas Trisaktia Laksana L

7 Fasya Nurzahra Ahsanah P

8 Fauzan Firdaus Gunawan L

9 Ikhsan Muslim Ilmiawan L

10 Indri Rahmawati P

11 Irwan Saputra L

12 Jhody Febrian Malik L

13 Julma Zein P

14 Kaseger Silvy Shafa Qeisha P

15 Kherunesya Azahra Renatia P

16 Marisa Nur Hapsah P

17 Melisa Putri Destiani P


85

18 Milla Amelia Dewi P

19 Mochamad Billy Nuriksan L

20 Moh. Arsyad Nur Rizky L

21 Muhammad Kristian L

22 Muhammad Rifki Lavlelsa L

23 Muhammad Rizky Saputra L

24 Muhamad Dwirangga Yanuar L

25 Muhamad Fathan Al Fara L

26 Muhamad Nur Al Gunna L

27 Mutia Dara Dinanti P

28 Nadya Libriani Putri P

29 Naufal L

30 Nur Lailla P

31 Pandu Chakra Whandana L

32 Refinaldi Muhamad Kurniawan L

33 Reggina Aulia Agustina P

34 Revi Alivia Setiadi P

35 Revy Arie Dwiansyah L

36 Rifanka Adella Fakhrizal putri P

37 Rihan Muhamad Handa Suhendi L

38 Rio Soni Suprianto L

39 Salma Zafira Basalamah P


86

40 Salsabela Putri Atmaja P

41 Sofia Nur Fadilah P

42 Syifa Febriani P

43 Usan Solehudin L

44 Zeri Tresna Riskandar L

B. Hasil Penelitian dan Pembahasan

1. Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian setiap siklus diperoleh data yang

selanjutnya dideskripsikam, dianalisis, dan direfleksi. Materi

pembelajaran yang dibahas yaitu Pancasila Sebagai Ideologi dan Dasar

Negara. Pembelajaran Yang dilakukan menggunakan Model

Pembelajaran Problem Based Learning dengan teknik E – Learning

dengan tujuan untuk meningkatkan dan mengetahui peningkatan

prestasi, sikap jujur dan bertanggung jawab peserta didik. Kriteria

Ketuntasan Minimal (KKM) Adalah nilai minimal yang harus

diperoleh peserta didik agar dapat dikatakan lulus. KKM dalam

penelitian ini juga digunakan sebagai salah satu tolak ukur

keberhasilan dalam penelitian. KKM yang ditentukan oleh penelitian

sama seperti KKM yang ditentukan oleh guru matapelajaran PKn yaitu

sebesar 75 penjelasan mengenai KKM juga dimuat dalam rincian

setiap siklusnya.
87

2. Perencanaan

Dalam suatu penelitian diperlukan perencanaan yang baik dan

matang agar penelitian yang akan dilaksanakan dapat berjalan dengan

lancar dan sesuai dengan harapan. Sebelum penelitian ini dimulai

telah dilakukan perencanaan yang disusun sebaik mungkin.

Setelah diperoleh data dan hasil observasi dan informasi dari guru

mitra bahwa kelas VIII-H SMP Pasundan 1 Bandung adalah kelas

yang mengalami masalah dalam hal rendahnya hasil belajar. Sebelum

lanjut ke penelitian, peneliti mempersiapkan segala sesuatu yang

dibutuhkan untuk menunjang penelitian tersebut dan tidak lupa

menentukan materi. Diantaranya yaitu menyiapkan silabus, RPP, dan

instrumen-instrumen untuk menentukan data-data pembatasan

masalah.

Kegiatan perencanaan ini berlaku dalam setiap siklus, yang

dilakukan dalam penelitian ini yaitu mempersiapkan lembar observasi

penilaian RPP, RPP yang dibuat oleh penelitian terlebih dahulu akan

dimulai oleh guru observer atau guru mata pelajaran untuk menilai

apakah RPP tersebut layak digunakan untuk penelitian di kelas VIII-H

SMP Pasundan 1 Bandung sebelum dipraktekan di kelas, Selain RPP

lembar observasi juga perlu dipersiapkan.

Kegiatan berikutnya yaitu mempersiapkan lembar wawancara

dengan guru mata pelajaran. hal ini bertujuan agar guru peneliti

memperoleh pengalaman dan pembelajaran dari guru mata pelajaran


88

guru mitra mengenai kegiatan yang dilakukan sebelum belajar

mengenai metode dan model yang digunakan dalam belajar.

3. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)

Kriteria ketuntasan minimal (KKM) adalah nilai yang harus

diperoleh Peserta didik agar dapat dikatakan lulus. KKM dalam

penelitian ini juga digunakan sebagai salah satu tolak ukur

keberhasilan dalam penelitian. KKM yang ditentukan oleh peneliti

sama seperti KKM yang ditentukan oleh guru mata pelajaran PKn

yaitu sebesar 75. Penjelasan mengenai KKM juga dimuat dalam setiap

siklusnya.

4. Pelaksanaan pembelajaran siklus 1

a. Perencanaan siklus 1

Penelitian siklus I

1. Tahap perencanaan

Tahap perencanaan siklus I berupa rencana kegiatan menentukan

langkah-langkah pertama yang akan dilakukan peneliti untuk memecahkan

permasalahan yang ada dalam proses pembelajaran pada materi pancasila

sebagai dasar dan ideologi negara yang berlangsung di dalam kelas.

Adapun rencana kegiatan yang dilakukan adalah:

a) Permintaan izin untuk melakukan penelitian tindakan kelas di SMP

Pasundan 1 Bandung dilaksanakan pada hari rabu 5 Agustus 2016.

b) Selanjutnya pada hari dan tanggal yang sama peneliti melaksanakan

koordinasi dengan guru PKn kelas VIII SMP Pasundan 1 Bandung


89

yaitu Bapa Mumuh. Moh. Soleh,S.Pd. kegiatan dilakukan untuk

mendapatkan gambaran awal mengenai keadaan peserta didik dan

proses belajar mengajar di kelas VIII-H SMP Pasundan 1 Bandung.

c) Identifikasi permasalahan dalam melaksanakan pengajaran PKn.

d) Menyusun silabus untuk kelas VIII -H, menyusun rencana pelaksanaan

pembelajaran siklus I mengenai materi pancasila sebagi dasar dan

ideologi negara dengan menggunakan model pembelajaran Problem

Based Learning dengan teknik E – Learning.

e) Mempersiapkan instrumen penelitian, menyusun atau menetapkan

teknik pemantauan pada setiap tahap penelitian dengan menggunakan

alat berupa lembar observasi penilaian RPP, lembar observasi aktivitas

guru, lembar observasi proses belajar Peserta didik, lembar observasi

hasil belajar peserta didik, lembar wawancara dengan guru, lembar

wawancara dengan peserta didik dan perangkat tes untuk peserta didik.

f) Mempersiapakn buku referensi yang digunakan dalam pembelajaran.

g) Pada hari Jumat tanggal 5 Agustus 2016 peneliti melakuakan

koordinasi dan konsultasi dengan guru pkn mengenai rencana

pembelajaran dan guru obeserver menilai RPP yang dibuat oleh

peneliti sekaligus melakukan wawancara dengan guru mengenai

perangkat pembelajaran dan model pembelajaran yang pernah

digunakan oleh guru observer selama mengajar adapun hasil

wawancara terlampir dalam lampiran hasil penelitian


90

h) Pada hari Rabu tanggal 10 Agustus 2016 sebelum mulai tindakan

penelitian guru observer memberikan nilai dari hasil pengamatan

terhadap RPP yang dibuat oleh guru peneliti.

Data selanjutnya diolah dengan menggunakan presentase sebagai berikut:

Jumlah Skor Perolehan


Presentase penilaian RPP : x 100 %
Jumlah Skor Total

Kategori penilaian sebagi berikut:

>80% - 100% : sangat baik

>60% - 79,9% : baik

>40% - 59,9% : cukup

>20% - 39,9% : kurang

Hasil penelitian RPP tersebut selanjutnya dibuat tabel sebagi berikut:

Tabel 4.4

Hasil observasi penlilaian RPP siklus I

No Aspek yang diamati Skor Keterangan

1 Kejelasan perumusan tujuan pembelajaran 4

(tidak menimbulkan penafsiran dan

mengunakan perilaku hasil belajar)

2 Memilih materi ajar (sesuai dengan tujuan 4

dan karakteristik peserta didik)

3 Pengorganisasian materi ajar ( keruntutan 4

sistematika materi dan kesesiaan dengan

alokasi waktu)
91

4 Pemilihan sumber media pembelajaran 4

(sesuai dengan tujuan, materi dan

karakteristik peserta didik

5 Kejelasan skenario pembelajaran (setiap 3

langkah tercermin strategi/metode dan

alokasi waktu pada tiap tahap)

6 Kerincian skenario pembelajaran (setiap 3

langkah tercermin strategi/metode dan

alokasi waktu pada tiap tahap)

7 Kesesuaian teknik dengan tujuan 4

pembelajaran

8 Kelengkapan instrumen (soal, kunci, 4

pedoman penskoran)

Jumlah skor perolehan 28

Presentase nilai RPP 72,5%

Berdasarkan tabel observasi penilaian RPP diatas dapat dilihat bahwa 8

indikator atau aspek yang diamati. Skor per indikator atau aspek yang diamati

paling rendah 1 skor dan paling tinggi 5 skor dengan skor total yaitu 40 skor. Dari

tabel observasi penilaian RPP tersebut memperoleh 28 skor (75%) dengan

kategori penilain sangat baik. Guru observer pun memberikan masukan bahwa

dalam menyusun RPP siklus I sudah baik namun masih ada kekurangan dalam

rincian sekenario pembelajaran.


92

2. Tindakan

Kegiatan pembelajaran siklus I merupakan tindakan awal dalam

penelitian ini. Kegiatan pembelajaran siklus I sangat menentukan kegiatan

pembelajaran berikutnya karena hasil dan analisis refleksi pada siklus I

akan di jadikan dasar untuk memperbaiki kegiatan pembelajaran

berikutnya. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Selama

pembelajaran berlangsung guru mata pelajaran PKn menjadi observer

yang mengamati dan menilai aktivitas guru dengan lembar observasi yang

telah dibuat.

Pembelajaran pada siklus I dilaksanakan di kelas VIII-H SMP

Pasundan 1 Bandung pada hari Rabu tanggal 10 Agustus 2016 dengan

alokasi waktu 2 jam pelajaran (2x40 menit) dengan sub pokok bahasan

pancasila sebagai dasar dan ideologi negara. Tindakan yang dilakukan

dalam siklus I disesuaikan dengan RPP yang telah dipersiapakan. Secara

garis besar rencana kegiatan yang dilakukan adalah melaksanakan proses

pembelajaran kompetensi dasar mendeskripsikan pengertian Pancasila

Sebagai Dasar dan Ideologi Negara.

Tindakan ini dilakukan dalam beberapa tahap yaitu pendahuluan,

kegiatan inti dan penutup. Adapun tahapan-tahapan dari tindakan yang

akan dilakukan segaimana dalam langkah-langkah yang ada dalam RPP

siklus I.
93

3. Observasi

Selama pembelajaran berlangsung guru observer melakukan

pengamatan dengan cara mengisi lembar observasi aktivitas guru.

Sedangkan lembar observasi aktivitas peserta didik selama proses

pembelajaran, lembar observasi hasil peningkatan belajar peserta didik

dan hasil tes tertulis dilakukan pengamatan dan penilaian oleh peneliti

sekaligus guru. Adapun guru hasil observasi aktivitas guru dibuat dalam

tabel. Dari hasil observasi dalam pelaksanaan pembelajaran setiap siklus

selanjutnya diolah dengan menggunakan presentase sebagai berikut:

Jumlah Skor Perolehan


Presentase aktivitas guru = X 100%
Jumlah Skor Total

Kategori penilaian sebagai berikut:

>80% - 100% : sangat baik

>60% - 79,9% : baik

>40% - 59,9% : cukup

>20% - 39,9% : kurang

Untuk mengetahui hasil observasi aktivitas guru hasilnya sebagai berikut :

Tabel 4.5

Hasil observasi aktivitas guru siklus I

No Indikator/ aspek yang diamati Skor

1 Mempersiapkan peserta didik untuk belajar 5

2 Melakukan kegiatan apersepsi 4

3 Menunjukan penguasaan materi pembelajaran 5


94

4 Menyampaikan materi dengan jelas, sesuai dengan


4
hierarki belajar dan karakteristik peserta didik

5 Mengaitkan materi dengan realitas kehidupan 4

6 Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan kompetensi

(tujuan) yang akan dicapai dan karakteristik peserta 3

didik

7 Melaksanakan pembelajaran secara runtut 3

8 Menguasai kelas 3

9 Melaksanakan pembeljaran sesuai dengan alokasi


3
waktu yang direncanakan

10 Menggunakan media secara efektif dan efisien 4

11 Melibatkan peserta didik dalam pemanfaatan media 5

12 Menumbuhkan partisipasi aktif peserta didik dalam


4
belajar

13 Menumbuhkan sikap terbuka terhadap respons peserta


3
didik

14 Menumbuhkan keceriaan dan antusiasme peserta didik


4
dalam belajar

15 Memantau kemajuan belajar selama proses


5
pembelajaran

16 Melakukan penilaian akhir sesuai dengan kompetensi


4
(tujuan)

17 Menggunakan bahasa lisaan dan tulisan secara jelas, 4


95

baik, dan benar

18 Menytampaikan pesan dan gaya yang sesuai 4

19 Melakukan refleksi atau membuat rangkuman dengan


3
melibatkan peserta didik

20 Melaksanakan tindak lanjut dengan memberi arahan,

atau kegiatan atau tugas sebagai bagian 4

remedi/pengayaan

Jumlah skor perolehan 77

Presentase aktivitas guru = ∑ Jumblah Skor × 100 %


77%
∑ Jumlah seluruh Aktivitas (100)

Berdasarkan tabel 4.5 observasi aktivitas guru diatas dapat dilihat bahwa

ada indikator atau aspek yang diamati. Skor per indikator atau aspek yang diamati

paling rendah 1 skor dan paling tinggi 5 skor dengan skor total yaitu 100 skor.

Dari tabel hasil observasi aktivitas guru tersebut memperoleh 77 skor (77%)

dengan kategori penilaian baik. Namun guru observer memberikan beberapa saran

yaitu peneliti harus lebih memperhatikan keadaan seluruh peserta didik ketika

persiapan belajar, apresiasi dan harus dapat menguasai kelas.

Selanjutnya observasi aktivitas peserta didik selama proses pembelajaran

menggunakan Teknik pembelajaran E - Learning yang dilakukan oleh peneliti

sekaligus guru. Pada tindakan pembelajaran siklus I, peneliti menyadari tidak

semua peserta didik pada awal pembelajaran mengikuti pembelajaran dengan

penuh konsentrasi. Hal tersebut karena peneliti mengajarkan model pembelajaran


96

baru sehingga peserta didik masih awam dan belum mengenal model

pembelajaran yangdigunakan. Peserta didik membutuhkan waktu untuk

menyesuaikan diri. Adapun kekurangan yang dilakukan peserta didik,

diantaranya:

 Ada beberapa pesrta didik yang belum mengikuti pelajaran dengan

serius

 Beberapa peserta didik belum bisa mengatur kelompoknya

 Masih ada peserta didik dalam kelompok yang kurang konstribusi

dalam mengerjakan tugas guru

 Peserta didik masih enggan untuk bertanya mengenai beberapa

permasalahan yang tidak tahu

Setelah mengetahui hasil observasi proses pembelajaran maka selanjutnya

untuk mengetahui hasil peningkatan belajar peserta didik peneliti melakukan

pengamatan dengan cara mengisi lembar observasi hasil peningkatan belajar

peserta didik. Adapun aspek-aspek yang diamati dalam observasi yaitu:

1. Antusiasme belajar peserta didik ketika melakukan tindakan

2. Kesunguh-sungguhan belajar peserta didik

3. Keaktifan belajar peserta didik selama pembelajran

4. Kerjasama antar peserta didik dalam kelompok

5. ketertarikan peserta didik terhadap Teknik pembelajaran E - Learning

berikut hasil obervasi yang dihasilkan dari lembar observasi hasil peningkatan

belajar peserta didik. Aspek-aspek yang disusun oleh peneliti lebih di

spesifikasikan pada hasil obeservasi setelah melaksanakan pembelajaran model


97

dengan Teknik E - Learning yang dibuat dalam tabel . dari hasil observasi dalam

pelaksanaan pembelajaran setiap siklus selanjutnya diolah dengan menggunakan

presentase sebagai berikut:

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑠𝑒𝑟𝑡𝑎 𝑑𝑖𝑑𝑖𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑎𝑚𝑎𝑡𝑖


presentase = X 100%
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑠𝑒𝑟𝑡𝑎 𝑑𝑖𝑑𝑖𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 ℎ𝑎𝑑𝑖𝑟

Untuk mengetahui hasil observasi setelah melaksanakan pembelajaran hasilnya

terdapat pada tabel berikut :

Tabel 4.6

Presentasi Hasil Observasi Siklus I

No Aspek yang diamati Jumlah Peserta Presentase %

Didik yang

teramati

1 Minat belajar peserta didik 35 79,5%

ketika melakukan tindakan

2 Kesunguh-sungguhan belajar 22 50%

peserta didik

3 Keaktifan belajar peserta didik 30 68,9%

selama pembelajaran

4 Kerjasama antar peserta didik 30 68,9%

dalam kelompok

5 Ketertarikan peserta didik 38 86,3%

terhadap model pembelajaran

Problem Based learning


98

Jadi, berdasarkan tabel 4.6 diatas observasi peningkatan peserta didik

diatas dapat dilihat bahwa dari jumlah peserta didik yang hadir sebanyak 44

orang. Minat belajar peserta didik ketika melakukan tindakan sebanyak 35 orang

(.79,5%), kesungguh-sungguhan belajar peserta didik sebanyak 22 orang(50%),

keaktifan belajar peserta didik selam pembelajaran 30 orang (68,9%), kerjasama

antar peserta didik dalam kelompok sebanyak 30 orang (68,9%), dan ketertarikan

peserta didik terhadap model pembelajaran Problem Based Learning sebanyak 38

orang (86,3%).

Evaluasi dilakukan dengan memberikan nilai tertulis kepada peserta didik

setelah proses pembelajaran selesai hal ini dilakukan untuk mengetahui

kemampuan peserta didik dalam memahami materi pancasila sebagi dasar dan

ideologi negara. Adapun nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM) kelas VIII-H

SMP Pasundan 1 Bandung yaitu 75. Dari hasil evaluasi dalam pelaksanaan

pembelajaran setiap siklus selanjutnya diolah dengan menggunakan presentase

sebagai berikut:

𝑓
P = 𝑛 x 100%

Ket: p = presentase evaluasi peserta didik

F = frekuensi nilai evaluasi peserta didik yang muncul

N = jumlah peserta didik yang hadir

Dari hasil evaluasi dalam pelaksanaan pembelajaran setiap siklus selanjutnya

dibuat tabel tentang ketuntasan nilai peserta didik.


99

Tabel 4.7

Nilai tes peserta didik siklus I

No Nama peserta didik L/P Nilai Ketuntasan

Tuntan Tidak Tuntas

(T) (TT)

1 Adinda Bonie Sri P 90 T

Wulandari

2 Aisya Miftah Nurul Huda P 75 T

3 Alfat Mardian L 70 TT

4 Andhika Dakara Valliant L 75 T

5 Arief Syafriadi L 85 T

6 Dimas Trisaktia Laksana L 50 TT

7 Fasya Nurzahra Ahsanah P 55 TT

8 Fauzan Firdaus Gunawan L 60 TT

9 Ikhsan Muslim Ilmiawan L 45 TT

10 Indri Rahmawati P 60 TT

11 Irwan Saputra L 75 T

12 Jhody Febrian Malik L 55 TT

13 Julma Zein P 50 TT

14 Kaseger Silvy Shafa P 80 T

Qeisha
100

15 Kherunesya Azahra P 85 T

Renatia

16 Marisa Nur Hapsah P 60 TT

17 Melisa Putri Destiani P 45 TT

18 Milla Amelia Dewi P 65 TT

19 Mochamad Billy Nuriksan L 70 TT

20 Moh. Arsyad Nur Rizky L 45 TT

21 Muhammad Kristian L 85 T

22 Muhammad Rifki Lavlelsa L 90 T

23 Muhammad Rizky Saputra L 70 TT

24 Muhamad Dwirangga L 65 TT

Yanuar

25 Muhamad Fathan Al Fara L 50 TT

26 Muhamad Nur Al Gunna L 80 T

27 Mutia Dara Dinanti P 50 TT

28 Nadya Libriani Putri P 75 T

29 Naufal L 50 TT

30 Nur Lailla P 80 T

31 Pandu Chakra Whandana L 75 T

32 Refinaldi Muhamad L 80 T

Kurniawan

33 Reggina Aulia Agustina P 75 T


101

34 Revy Alivia Setiadi P 70 TT

35 Revy Arie Dwiansyah L 75 T

36 Rifanka Adella Fakhrizal P 80 T

putri

37 Rihan Muhamad Handa L 65 TT

Suhendi

38 Rio Soni Suprianto L 55 TT

39 Salma Zafira Basalamah P 80 T

40 Salsabela Putri Atmaja P 75 T

41 Sofia Nur Fadilah P 75 T

42 Syifa Febriani P 80 T

43 Usan Solehudin L 70 TT

44 Zeri Tresna Riskandar L 45 TT

Berdasarkan data diatas diketahui bahwa peserta didik yang mencapai

KKM siklus I baru mencapai 21 orang (47,7%), dan yang belum tuntas sebanyak

23 orang (52,3%). Data diatas selanjutnya disajikan pada tabel 4.7 dibawah ini

dengan tujuan untuk mengetahui nilai rata-rata, frekuensi nilai setiap skala dan

presentase nilai mulai dari yang terendah sampai nilai tertinngi.


102

Tabel 4.8

Rekapitulasi nilai tes siklus I

No Rentang nilai (N) Banyak peserta didik (f) Presentase (%)

1 41-50 9 20,4 %

2 51-60 6 13,6 %

3 61-70 8 18,2 %

4 71-80 16 36,4%

5 81-90 5 11,4%

Jumlah (n) 44 100 %

Untuk mengetahui tinggi rendahnya presentase nilai yang diperoleh pesertadidik,

maka nilai diatas selanjutnya disajikan pada tabel sebagai berikut:

Tabel 4.9

Rekapitulasi nilai tes siklus I

No Kategori Rentang Frekuensi Bobot Skor Presentasi

Nilai (%)

1 Sangat Baik 85-100 5 435 11,36 %

2 Baik 75-84 16 1235 36,36 %

3 Cukup 60-74 11 725 25%

4 Kurang 40-59 12 595 27,27%

Jumlah (n) 44 2990 100%


103

Pedoman persentase berdasarkan kepada Mohamad Ali (2013:180)

Keterangan presentase nilai :

0% : Tidak ada

1 % - 24 % : Sebagian kecil

25 % - 49 % : Hampir setengah

50 % : Setengahnya

51 % - 74 % : Sebagian besar

75 % - 99 % : Hampir seluruhnya

100 % : Seluruhnya

Berdasarkan tabel 4.9, maka dapat ditafsirkan bahwa hampir setengah

yaitu 27,27 % peserta didik mendapat nilai tes antara 40-59, hampir setengah

yaitu 25% peserta didik mendapatkan nilai tes antara 60-74, hampir setengah yaitu

36,36 % peserta didik 75-84 dan sebagian kecil yaitu 11,36 % peserta didik

mendapatkan nilai 85-100. Maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar yaitu

47,72 % peserta didik telah tuntas dalam KKM. Untuk mengetahui tinggi

rendahnya presentase.
104

Grafik 4.1

Presentase Nilai Tes Peserta Didik Siklus I

40.00%

35.00%

30.00%

25.00%

20.00%

15.00%

10.00%

5.00%

0.00%
41-50 51-60 61-70 71-80 81-90

4. refleksi siklus I

berdasarkan hasil observasi aktivitas guru dalam proses pembelajaran pada

siklus I, peneliti sebagai guru harus lebih memperhatikan keadaan seluruh peserta

didik ketika persiapan belajar, apresiasi dan harus dapat menguasai kelas. Dari

hasil observasi aktivitas peserta didik terlihat peserta didik masih belum serius

dalam mengikuti pelajaran, belum bisa bekerja kelompok untuk menyelesaikan

tugas, masih ada peserta didik dalam kelopmpok yang kurang kontribusi dalam

mengerjakan tugas guru dan masih enggan untuk bertanya kepada guru.

Selanjutnya dalam observasi hasil peningkatan partisipasi belajar peserta didik

dapat terlihat bahwa 1. minat belajar peserta didik ketika melakukan tindakan

sebanayak 35 orang (79,5%), 2. kesungguh-sungguhan belajar peserta didik

sebanyak 22 orang (50%), 3. keaktifan belajar peserta didik dalam kelompok

sebanyak 68,9 orang (30%), 4. Kerjasama antar peserta didik dalam kelompok
105

(68,9%)dan 5. ketertarikan peserta didik terhadap teknik pembelajaran E –

Learning sebanyak 38 orang (86,3%).

Sedangkan dalam nilai tes peserta didik terlihat peserta didik yangmencapai

KKM dalam siklus I baru mencapai 21 orang (47,72%) dan yang belum tuntas

sebanayak 23 orang (52,27%). Sehingga peneliti merasa masih perlu

melaksanakan pembelajaran siklus II. Dengan pembelajaran siklus II diharpakan

guru dapat memperbaiki kesalahan dan peserta didik dapat memperbaiki hasil

belajar pada saat pembelajaran dan hasil tes

Penelitian siklus II

1) Tahap Perencanaan

Tahap perencanaan pada siklus II ini berupa rencana kegiatan untuk

menentukan langkah-langkah yang akan dilakukan peneliti untuk menindak

lanjuti dari refleksi siklus I. Adapun rencana kegiatan yang dilakukan adalah:

a) Menyusun rencana pelaksanaaan pembelajaran siklus II mengenai materi

pancasila sebagi dasar dan ideologi negara dengan mengggunakan Teknik

pembelajaran E - Learning

b) Mempersiapkan instrumen penelitian yang berupa lembar observasi

penilaian RPP, lembar observasi aktivitas guru, lembar observasi proses

belajar peserta didik, lembar observasi hasil belajar peserta didik dan

perangkat tes untuk peserta didik

c) Mempersiapakan buku referensi yang digunakan dalam pembelajaran

d) Pada hari rabu tanggal 10 Agustus 2016 sebelum mulai tindakan penelti

melakukan koordinasi dan konsultasi dengan guru pkn mengenai rencana


106

pembelajaran dan guru observer menilai RPP siklus II yang dibuat oleh

peneliti.

Dari hasil penilaian RPP tersebut selanjutnya dibuat tabel sebagai berikut:

Tabel 4.10

Hasil observasi penilaian RPP siklus II

No Aspek yang diamati Skor Keterangan

1 Kejelasan rumusan tujuan 5

pembelajaran (tidak menimbulkan

penafsiran ganda yang mengandung

perilaku hasil belajar)

2 Pemilihan materi ajar (sesuai dengan 5

tujuan dan karakteristk peserta didik)

3 Pengorranisasian materi ajar 5

(ketuntutan, sistematika materi dan

kesesuaian dengan alokasi waktu )

4 Pemilihan sumber/media 4

pembelajaran (sesuai dengan tujuan,

materi dan karakteristik peserta didik

5 Kesejasan sekenario pembelajaran ( 5

setiap langkah tercermin

strategi/metode dan alokasi waktu

pada tiap taham)


107

6 Kerincian skenario pembelajaran ( 4

setiap langkah tercermin

strategi/metode dan alokasi waktu

pada tiap tahap )

7 Kesesuaian teknik dengan tujuan 5

pembelajaran

8 Kelengkapan instrumen (soal,kunci, 5

dan pedoman penskoran)

Jumlah Skor Perolehan 38

Presentase Nilai RPP 95%

Berdasarkan tabel 4.10 observasi penilaian RPP diatas dapat dilihat bahwa

ada 8 indikator atau aspek yang diamati. Skor per indikator atau aspek yang

diamati paling rendah 1 skor dan paling tinggi 5 skor dengan skor total yaitu 40

skor. Dari tabel observasi penilaian RPP tersebut memperoleh 38 skor (95%)

dengan kategori penilain sangat baik. Guru observer pun memberikan masukan

bahwa dalam menyusun RPP siklus II sudah ada peningkatan namun akan lebih

baik lagi apabila peneliti terus belajar untuk membuat perangkat pembelajaran

seperti RPP.

2) Tindakan

Kegiatan pembelajaran siklus II merupakan tindakan awal dalam

penelitian ini. Kegiatan pembelajaran siklus II sangat menentukan kegiatan

pembelajaran berikutnya karena hasil dan analisis refleksi pada siklus I akan
108

di jadikan dasar untuk memperbaiki kegiatan pembelajaran berikutnya. Dalam

hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Selama pembelajaran berlangsung guru

mata pelajaran PKn menjadi observer yang mengamati dan menilai aktivitas

guru dengan lembar observasi yang telah dibuat.

Pembelajaran pada siklus II dilaksanakan di kelas VIII-H SMP Pasundan 1

Bandung pada hari Rabu 24 Agustus 2016 dengan alokasi waktu 2 jam

pelajaran (2x40 menit) dengan sub pokok bahasan pancasila sebagai dasar dan

ideologi negara. Tindakan yang dilakukan dalam siklus II disesuaikan dengan

RPP yang telah dipersiapakan. Secara garis besar rencana kegiatan yang

dilakukan adalah melaksanakan proses pembelajaran kompetensi dasar

mendeskripsikan pengertian Pancasila Sebagai Dasar dan Ideologi Negara

menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning dengan teknik E

- Learning

Tindakan ini dilakukan dalam beberapa tahap yaitu pendahuluan, kegiatan

inti dan penutup. Adapun tahapan-tahapan dari tindakan yang akan dilakukan

segaimana dalam langkah-langkah yang ada dalam RPP siklus I.

3) Observasi

Selama pembelajaran berlangsung guru observer melakukan pengamatan

dengan cara mengisi lembar observasi aktivitas guru. Sedangkan lembar

observasi aktivitas peserta didik selama proses pembelajaran, lembar

observasi hasil peningkatan belajar peserta didik dan hasil tes tertulis

dilakukan pengamatan dan penilaian oleh peneliti sekaligus guru. Adapun

guru hasil observasi aktivitas guru dibuat dalam tabel berikut :


109

Tabel 4.11

Hasil observasi aktivitas guru siklus II

No Indikator/ aspek yang diamati Skor

1 Mempersiapkan peserta didik untuk belajar 5

2 Melakukan kegiatan apersepsi 5

3 Menunjukan penguasaan materi pembelajaran 5

4 Menyampaikan materi dengan jelas, sesuai dengan


5
hierarki belajar dan karakteristik peserta didik

5 Mengaitkan materi dengan realitas kehidupan 5

6 Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan kompetensi

(tujuan) yang akan dicapai dan karakteristik peserta 4

didik

7 Melaksanakan pembelajaran secara runtut 4

8 Menguasai kelas 4

9 Melaksanakan pembeljaran sesuai dengan alokasi waktu


4
yang direncanakan

10 Menggunakan media secara efektif dan efisien 5

11 Melibatkan peserta didik dalam pemanfaatan media 5

12 Menumbuhkan partisipasi aktif peserta didik dalam


5
belajar

13 Menumbuhkan sikap terbuka terhadap respons peserta


4
didik

14 Menumbuhkan keceriaan dan antusiasme peserta didik 5


110

dalam belajar

15 Memantau kemajuan belajar selama proses pembelajaran 5

16 Melakukan penilaian akhir sesuai dengan kompetensi


5
(tujuan)

17 Menggunakan bahasa lisaan dan tulisan secara jelas,


5
baik, dan benar

18 Menytampaikan pesan dan gaya yang sesuai 5

19 Melakukan refleksi atau membuat rangkuman dengan


5
melibatkan peserta didik

20 Melaksanakan tindak lanjut dengan memberi arahan,

atau kegiatan atau tugas sebagai bagian 5

remedi/pengayaan

Jumlah skor perolehan 95

Presentase Aktivitas Guru = ∑ Jumlah Skor × 100%


95%
∑ Jumlah seluruh aktifitas (100)

Berdasarkan tabel observasi aktivitas guru diatas dapat dilihat bahwa ada

20 indikator atau aspek yang diamati. Skor per indikator atau aspek yang diamati

paling rendah 1 skor dan paling tinngi 5 skor denagn skor total yaitu 100 skor.

Dari tabel hasil observasi aktivitas guru tersebut memperoleh 95 skor (95%)

dengan kategori penilaian sangat baik. Namun guru observer memberikan

beberapa saran yaitu peneliti harus lebih memperhatikan keadaan seluruh peserta

didik ketika persiapan belajar, apresiasi dan harus dapat menguasai kelas.
111

Selanjutnya observasi aktivitas peserta didik selama proses pembelajaran

menggunakan teknik pembelajaran E - Learning yang dilakukan oleh peneliti

sekaligus guru. Pada tindakan pembelajaran siklus I, peneliti menyadari tidak

semua peserta didik pada awal pembelajaran mengikuti pembelajaran dengan

penuh konsentrasi. Hal tersebut karena peneliti mengajarkan model pembelajaran

baru sehingga peserta didik masih awam dan belum mengenal model

pembelajaran yangdigunakan. Peserta didik membutuhkan waktu untuk

menyesuaikan diri. Adapun kekurangan yang dilakukan peserta didik,

diantaranya:

 Ada beberapa pesrta didik yang belum mengikuti pelajaran dengan

serius

 Beberapa peserta didik belum bisa mengatur kelompoknya

 Masih ada peserta didik dalam kelompok yang kurang konstribusi

dalam mengerjakan tugas guru

 Peserta didik masih enggan untuk bertanya mengenai beberapa

permasalahan yang tidak tahu

Setelah mengetahui hasil observasi proses pembelajaran maka selanjutnya

untuk mengetahui hasil peningkatan belajar peserta didik peneliti melakukan

pengamatan dengan cara mengisi lembar observasi hasil peningkatan belajar

peserta didik. Adapun aspek-aspek yang diamati dalam observasi yaitu:

a. Minat belajar peserta didik ketika melakukan tindakan

b. Kesunguh-sungguhan belajar peserta didik

c. Keaktifan belajar peserta didik selama pembelajran


112

d. Kerjasama antar peserta didikd alam kelompok

e. ketertarikan peserta didik terhadap Teknik pembelajaran E - Learning

berikut hasil obervasi yang dihasilkan dari lembar observasi hasil

peningkatan belajar peserta didik. Aspek-aspek yang disusun oleh peneliti lebih di

spesifikasikan pada hasil obeservasi setelah melaksanakan pembelajaran dengan

Teknik E – Learning yang dibuat dalam tabel .

Tabel 4.12

Presentasi Hasil Observasi Siklus II

No Aspek yang diamati Jumlah jumlah Presentase %

peserta didik yang

teramati

1 Minat belajar peserta didik 38 86,4%

ketika melakukan tindakan

2 Kesunguh-sungguhan belajar 25 56,8%

peserta didik

3 Keaktifan belajar peserta didik 35 79,5%

selama pembelajaran

4 Kerjasama antar peserta didik 33 75%

dalam kelompok

5 Ketertarikan peserta didik 40 91%

terhadap teknik pembelajaran E

– Learning
113

Jadi, berdasarkan tabel observasi peningkatan peserta didik diatas dapat

dilihat bahwa dari jumlah peserta didik yang hadir sebanyak 44 orang. Minat

belajar peserta didik ketika melakukan tindakan sebanyak 38 orang (86,4%),

kesungguh-sungguhan belajar peserta didik sebanyak 25 orang(56,8%), keaktifan

belajar peserta didik selam pembelajaran 35 orang (79,5%), kerjasama antar

peserta didik dalam kelompok sebanyak 33 orang (75%), dan ketertarikan peserta

didik terhadap teknik pembelajaran E – Learning sebanyak 40 orang (91%).

Evaluasi dilakukan dengan memberikan nilai tertulis kepada peserta didik

setelah proses pembelajaran selesai hal ini dilakukan untuk mengetahui

kemampuan peserta didik dalam memahami materi pancasila sebagi dasar dan

ideologi negara. Adapun nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM) kelas VIII-H

SMP Pasundan 1 Bandung yaitu 75. Dari hasil evaluasi dalam pelaksanaan

pembelajaran setiap siklus selanjutnya diolah dengan menggunakan presentase

sebagai berikut:

𝑓
P = 𝑛 x 100%

Ket: p = presentase evaluasi peserta didik

F = frekuensi nilai evaluasi peserta didik yang muncul

N = jumlah peserta didik yang hadir

Dari hasil evaluasi dalam pelaksanaan pembelajaran setiap siklus selanjutnya

dibuat tabel tentang ketuntasan nilai peserta didik.


114

Tabel 4.13

Nilai tes peserta didik siklus II

No Nama peserta didik L/P Nilai Ketuntasan

Tuntas Tidak Tuntas

(T) (TT)

1 Adinda Bonie Sri Wulandari P 95 T

2 Aisya Miftah Nurul Huda P 80 T

3 Alfat Mardian L 75 T

4 Andhika Dakara Valliant L 75 T

5 Arief Syafriadi L 85 T

6 Dimas Trisaktia Laksana L 75 T

7 Fasya Nurzahra Ahsanah P 75 T

8 Fauzan Firdaus Gunawan L 75 T

9 Ikhsan Muslim Ilmiawan L 75 T

10 Indri Rahmawati P 80 T

11 Irwan Saputra L 75 T

12 Jhody Febrian Malik L 80 T

13 Julma Zein P 75 T

14 Kaseger Silvy Shafa Qeisha P 85 T

15 Kherunesya Azahra Renatia P 85 T

16 Marisa Nur Hapsah P 75 T

17 Melisa Putri Destiani P 75 T


115

18 Milla Amelia Dewi P 80 T

19 Mochamad Billy Nuriksan L 80 T

20 Moh. Arsyad Nur Rizky L 75 T

21 Muhammad Kristian L 85 T

22 Muhammad Rifki Lavlelsa L 95 T

23 Muhammad Rizky Saputra L 75 T

24 Muhamad Dwirangga L 75 T

Yanuar

25 Muhamad Fathan Al Fara L 75 T

26 Muhamad Nur Al Gunna L 80 T

27 Mutia Dara Dinanti P 75 T

28 Nadya Libriani Putri P 75 T

29 Naufal L 75 T

30 Nur Lailla P 80 T

31 Pandu Chakra Whandana L 80 T

32 Refinaldi Muhamad L 80 T

Kurniawan

33 Reggina Aulia Agustina P 75 T

34 Revy Alivia Setiadi P 75 T

35 Revy Arie Dwiansyah L 75 T

36 Rifanka Adella Fakhrizal P 80 T

putri
116

37 Rihan Muhamad Handa L 75 T

Suhendi

38 Rio Soni Suprianto L 75 T

39 Salma Zafira Basalamah P 80 T

40 Salsabela Putri Atmaja P 75 T

41 Sofia Nur Fadilah P 80 T

42 Syifa Febriani P 80 T

43 Usan Solehudin L 75 T

44 Zeri Tresna Riskandar L 75 T

Berdasarkan tabel 4.13 diatas diketahui bahwa peserta didik yang

mencapai KKM siklus II sudah mengalami peningkatan yang pesat mencapai 44

orang (99,9%), dan yang belum tuntas tidak ada. Data diatas selanjutnya disajikan

pada tabel dibawah ini dengan tujuan untuk mengetahui nilai rata-rata, frekuensi

nilai setiap skala dan presentase nilai mulai dari yang terendah sampai nilai

tertinngi.
117

Tabel 4.14

Rekapitulasi Nilai Tes Siklus II

No Rentang nilai (N) Banyak peserta didik (f) Presentase (%)

1 41-50 - -

2 51-60 - -

3 61-70 - -

4 71-80 38 86,4%

5 81-90 6 13,6%

Jumlah (n) 44 100 %

Tabel 4.15

Rekapitulasi nilai Tes siklus I

No Kategori Rentang Frekuensi Bobot Skor Presentasi

Nilai (%)

1 Sangat Baik 85-100 6 530 13,63%

2 Baik 75-84 38 2761 86,36%

3 Cukup 60-74

4 Kurang 40-59

Jumlah (n) 44 100%

Pedoman Nilai persentasi berdasarkan kepada Mohamad Ali (2013:180)

Untuk mengetahui tinggi rendahnya presentase nilai yang diperoleh pesertadidik,

maka nilai diatas selanjutnya disajikan pada gambar.


118

Keterangan presentase nilai :

0% : Tidak ada

1 % - 24 % : Sebagian kecil

25 % - 49 % : Hampir setengah

50 % : Setengahnya

51 % - 74 % : Sebagian besar

75 % - 99 % : Hampir seluruhnya

100 % : Seluruhnya

Berdasarkan tabel 4.15, maka dapat ditafsirkan bahwa tidak ada peserta

didik mendapat nilai tes antara 40-59, tidak ada peserta didik mendapatkan nilai

tes antara 60-74, hampir seluruhnya yaitu 86,36 % peserta didik 75-84 dan

sebagian kecil yaitu 13,63 % peserta didik mendapatkan nilai 85-100. Maka dapat

disimpulkan bahwa sebagian besar yaitu 100 % peserta didik telah tuntas dalam

KKM. Untuk mengetahui tinggi rendahnya presentase.


119

Grafik 4. 2

Persentase Nilai Tes Peserta didik Siklus II

40
35
30
25
20
15
10
5
0
41-50 51-60 61-70 71-80 81-90

4) refleksi siklus II

Hasil observasi menunjukan bahwa pembelajaran berjalan lancar dan kondisif.

Serta adanya peningkatan baik dalam perangkat pembelajaran berupa RPP, proses

pembelajaran, hasil partisipasi belajar peserta didik dan hasil tes. Sehubungan

dengan hal tersebut pembelajaran dianggap cukup dan tidak dilakukan siklus

berikutnya.

2. Pembahasan Hasil Penelitian Siklus I dan II

a. Rencana pembelajaran yang dibuat oleh guru dengan menggunakan

teknik pembelajaran E - Learning pada siklus I dan II

Rencana pembelajaran yang dibuat oleh guru dengan menggunakan teknik

pembelajaran E - Learning dalam penelitian ini yaitu RPP, RPP dalam siklus I, II

dibuat oleh peneliti saligus guru sedangkan penilaian RPP dilakukan oleh guru

observer dengan mengisi lembar observasi penilaian RPP, untuk lebih jelas maka

hasil penilaian RPP, siklus I, II akan disajikan pada grafik berikut ini :
120

Grafik 4.3

Persentase Hasil Penilaian RPP Siklus I dan II

100.00%
90.00%
80.00%
70.00%
60.00%
50.00%
40.00%
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
SIKLUS I SIKLUS II

Berdasarkan grafik terlihat bahwa hasil penilaian RPP pada siklus I

memperoleh skor 28 (72,5%) dengan kategori penilaian sangat baik.Guru

observer pun memberikan masukan bahwa dalam penyusunan RPP siklus I sudah

baik namun masih ada kekurangan dalam pengorganisasian materi ajar.

Selanjutnya hasil penilaian RPP pada siklus II memperoleh skor 38 (95%) dengan

kategori penilaian sangat baik. Guru observer pun memberikan masukan bahwa

dalam penyusunan RPP siklus II sudah ada peningkatan namun akan lebih baik

lagi apabila peneliti terus belajar untuk membuat perangkat pembelajaran seperti

RPP.

b. Proses pembelajaran Problem Based Learning dengan menggunakan

teknik pembelajaran E - Learning pada siklus I, II

Untuk mengetahui proses pembelajarn dengan menggunakan teknik

pembelajaran E - Learning ini dapat dilihat dari observasi aktivitas guru pada saat

pembelajaran untuk mengetahui sejauh mana guru dapat melakukan pembelajaran


121

dengan menggunakan teknik E - Learning. Selain itu dilihat dari observasi

aktivitas peserta didik pada proses pembelajaran berlangsung untuk mengetahui

kegiatan belajar peserta didik selama pembelajaran berlangsung.

1). Observasi aktivitas guru

Aktivitas guru siklus I, II

Observasi aktivitas guru dilakukan dengan cara membandingkan hasil

observasi aktivitas guru setiap siklus dalam bentuk persentase. Untuk lebih jelas

terhadap hasil observasi aktifitas guru pada siklus I dan II maka akan di sajikan

berupa grafik berikut ini :

Grafik 4.4

Persentase Hasil observasi Aktivitas Guru Siklus I dan II

100.00%

80.00%

60.00%

40.00%

20.00%

0.00%
SIKLUS I SIKLUS II

Berdasrkan grafik terlihat bahwa hasil observasi aktivitas guru pada siklus

I memperoleh skor 77 ( 77%) dengan kategori penilaian sangat baik . namun guru

observer memberikan beberapa saran yaitu peneliti harus lebih memperhatikan

keadaan seluruh peserta didik ketika persiapan belajar, apresiasi dan harus dapat

menguasai kelas. Selanjutnya hasil observasi aktivitas guru pada siklus II

memperoleh skor 95 (95%) dengan kategori penilaian sangat baik dan guru
122

observer memberikan beberapa saran yaitu peneliti harus dapat mengaitkan materi

dengan realitas kehidupan dan menguasai kelas.

2). Observasi aktivitas peserta didik pada proses pembelajaran

Observasi aktivitas peserta didik pada proses pembelajaran PPKn di kelas

VIII – H Smp Pasundan 1 Bandung dengan mengisi lembar observasi aktivitas

peserta didik yang dilakukan oleh guru peneliti. Pada siklus I ada beberapa peserta

didik yang belum mengikuti pelajaran dengan serius, serta peserta didik belum

bisa mengatur kelompoknya. Lalu masih ada peserta didik dalam kelompok yang

kurang kontribusi dalam mengerjakan tugas guru, dan masih ada yang enggan

untuk bertanya kepada guru mengenai beberapa permasalahan yang tidak tahu.

Pada siklus II ada peningkatan dari semua aspek hanya beberapa peserta didik saja

yang belum mengatur diri dari kelompoknya.

3).Hasil peningkatan sikap jujur dan tanggung jawab Belajar Peserta Didik

Melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning dengan teknik

pembelajaran E - Learning

Hasil peningkatan partisipasi belajar peserta didikmelalui teknik

pembelajaran Brainstorming ini dapat dilihat dari observasi hasil peningkatan

partisipasi belajar peserta didik dan ketuntasan belajar peserta didik dilihat dari

nilai tes yang mencapai KKM setiap siklusnya.

1. Observasi hasil peningkatan sikap jujur dan tanggung jawab peserta

didik berdasarkan indikator

Indikator hasil peningkatan partisipasi belajar peserta didik terdiri dari lima

aspek diantaranya minat belajar peserta didik ketika melakukan tindakan,


123

kesungguh-sungguhan belajar peserta didik, keaktifan belajar peserta didik dalam

kelompok, kerjasama antar peserta didik dalam kelompok, dan ketertarikan

peserta didik terhadap teknik pembelajaran E – Learning. Observasi hasil

peningkatan partisipasi belajar peserta didik berdasarkan indikator dilakukan

dengan cara membendingkan hasil peningkatan partisipasi belajar peserta didik

setiap siklus dalam bentuk presentase.

a. Minat belajar peserta didik ketika melakukan tindakan

Grafik mengenai perbandingan minat belajar peserta didik ketika

melakukan tindakan tiap siklus dapat dilihat pada grafik berikut ini :

Minat belajar peserta didik. Grafik mengenai keantusiaan peserta didik dalam

melakukan dan mengikuti pembelajaran di kelas ketika melakukan tindakan siklus

I dan siklus II dalam pembelajaran PPKn di kelas VIII – H Smp Pasundan 1

Bandung pada pokok bahasan Pancasila sebagai Idology dan Dasar Negara dapat

di lihat dalam grafik berikut ini :


124

Grafik 4.5

Persentase minat peserta didik ketika melakukan tindakan siklus I dan II

88.00%

86.00%

84.00%

82.00%

80.00%

78.00%

76.00%
SIKLUS I SIKLUS II

Berdasarkan grafik pada siklus I minat belajar peserta didik melakukan

tindakan sebanyak 33 orang (79,5%). Siklus II minat belajar peserta didik ketika

melakukan tindakan sebanyak 38 orang (86,4%).

b. Kesungguh-sungguhan belajar peserta didik.

Grafik 4.6

Persentase kesungguhan belajar peserta didik

58.00%

56.00%

54.00%

52.00%

50.00%

48.00%

46.00%
SIKLUS I SIKLUS II
125

Grafik mengenai perbandingan kesungguh-sungguhan peserta didik tiap

siklus dapat dilihat pada grafik Kesungguh-sungguhan belajar peserta didik.

Presentase kesungguh-sungguhan belajar peserta didik Berdasarkan grafik

pada siklus I kesungguh-sungguhan belajar peserta didik sebanyak 22 orang

(50%.), siklus II kesungguh-sungguhan belajar peserta didik sebanyak 25 orang

(56,8%).

c. Keaktifan belajar peserta didik dalam kelompok

Grafik mengenai perbandingan minat belajar peserta didik ketika melakukan

tindakan tiap siklus dapat dilihat pada grafik berikut ini :

Grafik 4.7

Persentase belajar peserta didik dalam kelompok siklus I dan siklus II

82.00%
80.00%
78.00%
76.00%
74.00%
72.00%
70.00%
68.00%
66.00%
64.00%
62.00%
SIKLUS I SIKLUS II

persentase keaktifan peserta didik dalam kelompok siklus I, II Berdasarkan

grafik pada siklus I keaktifan bealajar pserta didik dalam kelompok sebanyak 30

orang (68%), siklus II keaktifan belajar peserta didik dalam kelompok sebanyak

35 orang (79,5%).
126

d. Kerjasama antar peserta didik dalam kelompok

Grafik mengenai perbandingan kerjasama antar peserta didik dengan

kelompok tiap siklus dapat dilihat pada grafik berikut ini :

Grafik 4.8

Persentase kerjasama antar peserta didik dalam kelompok siklus I


dan siklus II

76.00%
75.00%
74.00%
73.00%
72.00%
71.00%
70.00%
69.00%
68.00%
67.00%
66.00%
65.00%
SIKLUS I SIKLUS II

Berdasarkan grafik pada siklus I kerjasama antar peserta didik dengan

kelompok sebanyak 30 orang ( 68,9%), siklus II kerjasama antar peserta didik

dengan kelompok sebanyak 33 orang (75% ).

e. Ketertarikan peserta didik terhadap teknik pembelajaran E -

Learning

Grafik mengenai perbandingan kerjasama antar peserta didik dalam

kelompok tiap siklus dapat dilihat pada grafik berikut ini :


127

Grafik 4.9

Persentase peserta didik terhadap tenik pembelajaran E – Learning siklus I


dan II

92.00%

91.00%

90.00%

89.00%

88.00%

87.00%

86.00%

85.00%

84.00%

83.00%
SIKLUS I SIKLUS II

Presentase ketertarikan peserta didik terhadap teknik pembelajaran E –

Learning siklus I, II

Berdasarkan grafik pada siklus I ketertarikan peserta didik terhadap teknik

pembelajaran E – Learning sebanyak 38orang (86,3% ), siklus II ketertarikan

peserta didik terhadap teknik pembelajaran E - Learning sebanyak 40 orang (91%

).

2. Ketuntasan belajar peserta didik

Ketuntasan belajar peserta didik dilihat dari nilai tes yang mencapai KKM

setiap siklusnya. Untuk melihat ketuntasan belajar peserta didik dilakukan

dengan cara membenadingkan hasil nilai tes setiap siklus dalam bentuk

presentase. Untuk lebih jelas terhadap ketuntasan belajar peserta didik pada

siklus I, II akan disajikan pada grafik berikut ini :


128

Grafik 4.10

Perkembangan Ketuntasan Belajar Peserta didik Siklus I dan Siklus II

120%

100%

80%
Siklus I
60%
Siklus II

40% Column1

20%

0%
Tuntas Tidak tuntas

Presentase ketuntasan belajar peserta didik siklus I, II

Berdasarkan grafik dapat dilihat pada siklus I ketuntasan belajar peserta didik

mencapai 21 orang ( 47,7%) dan yang belum tuntas sebanyak 23 orang (52,3% ).

Sedangkan pada siklus II ketuntasan belajar peserta didik mengalami peningkatan

yang sangat pesat mencapai (99,9%)

Berdasarkan hasil penelitian, perhitungan dan pembahasan yang telah

dikemukakan oleh penulis maka dapat diketahui bahwa rencana pembelajaran

yang dibuat guru berupa RPP dengan menggunakan teknik pembelajaran E –

Learning dapat meningkatkan partisipasi belajar peserta didik hal tersebut dilihat

dari hasil penilaian RPP pada siklus I, II yang selalu meningkat dengan kategori

penilaian sangat baik.

Pada proses pembelajaran dengan menggunakan teknik pembelajaran E -

Learning aktivitas guru selama proses pembelajaran di kelas semakin meningkat


129

dilihat dari hasil observasi aktivitas guru pada siklus I, II. Oleh karena itu

partisipasi belajar peserta didik pun selama proses pembelajaran dengan

menggunakan teknik pembeljaran E - Learning meningkat pula. Hal tersebut

dapat dilihat dari hasil observasi aktivitas peserta didik selama proses

pembelajaran berlangsung pada siklus I, II adanya peningkatan dari semua aspek

aktivitas peserta didik dalam meningkatkan partisipasi belajar.

Sedangkan pada hasil peningkatan partisipasi belajar peserta didik melalui

teknik pembelajaran E - Learning dilihat dari peningkatan aspek-aspek partisipasi

belajar dan peningkatan hasil tes peserta didik. Hasil peningkatan dari aspek-

aspek partisipasi belajar pada siklus I, II mengalami peningkatan. Sedangkan hasil

tes peserta didik yang mencapai KKM pada siklus I, II meningkat.

Dari pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa sebelum

melakukan kegiatan belajar mengajar di kelas guru membuat rencana pelaksanaan

pembelajaran (RPP) yang sesuai dengan karakteristik peserta didik dan model

pembelajaran yang akan digunakan dalam proses pembelajaran di kelas VIII-H

SMP Pasundan 1 Bandung ini menggunakan teknik pembelajaran E - Learning.

Pada proses pembelajaran di kelas dengan menggunakan teknik

pembelajaran E - Learning guru berperan sebagaipembimbing dalam kelas yang

memberikan arahan pada peserta didik sehingga partisipasi belajar peserta didik

dapat meningkat. Jadi peserta didik kelas VIII-H SMP Pasundan 1 Bandung yang

diajarkan dengan teknik pembelajaran E - Learning pada materi pancasila sebagai

dasar dan ideologi negara mata pelajaran pendidikan kewarganegraan partisipasi

belajarnya meningkat setelah menggunakan teknik pembelajaran E - Learning.


130

Hal tersebut dapat dilihat dari peningkatan aktivitas peserta didik selama

proses pembelajaran berlangsung dan ditandai dengan ketuntasan belajar peserta

didik dari nilai tes yang mencapai KKM setiap siklusnya meningkat.
131

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Setelah dilaksanakan semua tindakan pada siklus I dan siklus II dengan

penerapan model pembelajaran problem based learning dengan teknik E –

Learning dalam pembelajaran PKn dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Dengan menggunankan model pembelajaran problem based learning

dengan teknik E – Learning pada mata pelajaran pendidikan PKn

dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik pada materi pancasila

sebagai dasar dan ideologi negara di kelas VIII-H SMP Pasundan 1

Bandung. Terbukti dengan meningkatnya aktivitas peserta didik dilihat

dari aspek-aspek partisipasi belajar selama proses pembelajaran dan

meningkatnya hasil tes peserta didik pada mata pelajaran pendidikan

kewarganegaraan.

2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pada Penelitian Tindakan

Kelas dengan materi Pancasila Sebagai Ideologi dan Dasar Negara di

SMP Pasundan 1 Bandung : a) guru dalam Membuat Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sebelum dilaksanakannya Penelitian

Tindakan Kelas yang sesuai dengan aspek-aspek yang ditentukan

dalam kurikulum, b) setelah dilaksanakannya Penelitian Tindakan

Kelas pembuatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) disusun

sesuai dengan sistematika pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

Jenjang Sekolah Menengah Pertama/ SMP. Menunjukan kinerja guru


132

dalam pembuatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) terhadap

materi Pancasila Sebagai Ideologi dan Dasar Negara melalui metode

pembelajaran Problem Based Learning dengan teknik E – Learning

meningkat.

3. Penerapan model Pembelajaran Problem Based Learning dengan

teknik E – Learning saat dan setelah tindakan yang dilaksanakan

menunjukan bahwa dengan menggunakan metode pembelajaran

Problem Based Learning dengan teknik E – Learning ternyata mampu

meningkatkan hasil belajaran pesrta didik di SMP Pasundan 1

Bandung.

4. Metode pembelajaran Problem Based Learning dengan teknik E -

Learning pada siklus I dari hasil data nontes menunjukan bahwa

sebagian peserta didik kurang memperhatikan dan mengikuti

pembelajaran dengan baik, sebagian besar peserta didik belum terlihat

keaktifannya selain itu masih ada beberapa peserta didik yang

bercanda dengan peserta didik yang lainnya pada proses pembelajaran

sedang berlangsung. Peserta didik Kelas VIII – H juga terlihat kurang

Aktif ketika belajar dalam kelompok. Meskipun berkelompok, peserta

didik masih terlihat bekerja secara individual dan tidak bekerja secara

tim di kelompok tersebut, segingga suasana diskusi kelompok kurang

hidup dan kurang aktif. Dampak dari kelemahan tersebut dengan data

hasil tes masih ada peserta didik yang belum mencapai Kriteria

Ketuntasan Minimal (KKM) sebesar 75 yakni sebanyak 23 peserta


133

didik. Penelitian perlu memperbaiki kelemahan-kelemahan tersebut

dengan melaksanakan pembelajara pada siklus II.

5. Dalam metode pembelajaran Problem Based Learning dengan teknik E

– Learning pada siklus II dari hasil non tes menunjukan bahwa peserta

didik kurang memperhatikan dan mengikuti pembelajaran dengan baik,

selain itu masih adanya beberapa peserta didik yang bercanda dengan

peserta didik lainya pada saat pembelajaran sedang berlangsung.

Peserta didik masih terlihat bekerja secara individual sehingga suasana

diskusi dalam kelompok kurang hidup dan kurang aktif. Dampak dari

kelemahan tersebut dengan data hasil tes masih ada 4 peserta didik

yang belum mencapai Kriteria KetuntasanMinimal (KKM) 75. Adanya

peningkatan tersebut berada pada kategori Sangat Baik. Peserta didik

kelas VIII –H mengalami perubahan beberapa sikap. Pengalaman

yang diperoleh peserta didik pada saat mengikuti pembelajaran siklus

I menjadi pendorong bagi peserta didik untuk lebih memperhatikan

penjelasan guru di siklus II, lebih aktif bertanya , dan lebih tertarik

pada pembelajaran. Dengan metode pembelajaran Problem Based

Learning dengan teknik E – Learning peserta didik menjadi mudah

bersosialisasi. Sebagian peserta didik yang egois, mementingkan diri

sendiri, atau merasa lebih pandai dari yang lain dapat memperbaiki diri

dan lebih bisa menghargai sesama peserta didik yang lain.

6. Hasil belajar peserta didik terhadap materi pokok Pancasila Sebagai

Ideologi dan Dasar Negara melalui penggunaan metode pembelajaran


134

Problem Based Learning dengan teknik E – Learning dapat

meningkatkan hasil belajar peserta didik dibuktikan dengan nilai

observer pada siklus I dan siklus II. Dengan demikian disimpulkan

bahwa, penggunaan metode pembelajaran Problem Based Learning

dengan teknik E - Learning terhadap materi Pancasila Sebagai

Ideologi dan Dasar Negara dapat meningkatkan tanggung jawa peserta

didik.

B. Saran

Berdasarkan Kesimpulan diatas, maka penelitian menyampaikan

saran-saran agar lebih baik sebagai berikut:

1. Guru sebaiknya dapat terus mengembangkan dan menerapkan

model pembelajaran baru dan harus selalu berinovasi supaya

pembelajaran sesuai dengan perkembangan zaman dan tidak

terkesan kuno.

2. Untuk guru sebaiknya dapat menjadi motivator yang baik

dalam kelas, terutama saat pembelajaran PKn dengan

menggunakan berbagai media dan model pembelajaran yang

baru dan memberikan reward kepada peserta didik yang

berhasil memecahkan masalah yang sudah diberikan oleh guru

agar dapat menumbuhkan rasa percaya diri sehingga

meningkatkan prestasi belajar peserta didik.

3. Peserta didik sebaiknya dapat berperan aktif dalam

pembelajaran karena dengan menggunakan metode


135

pembelajaran Problem Based Learning dan teknik E –

Learning sangat memungkinkan untuk peserta didik

berpartisipasi aktif dalam pembelajaran serta disusun untuk

menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, dan melatih

cara berfikir peserta didik untuk memecahkan suatu masalah

dalam proses belajar mengajar dengan berbagi materi yang

disampaikan akan lebih dipahami peserta didik.

4. Peserta didik hendaknya lebih memperhatikan saat guru

menjelaskan langkah-langkah metode pembelajaran problem

based learning dengan teknik E - Learning sehingga dapat

diterapkan lebih baik dalam kegiatan pembelajaran, dan dapat

memanfaatkan waktu yang tersedia dalam kegiatan

pembelajaran, sehingga dapat menyelesaikan tugas dengan baik

dan tepat waktu

5. Sekolah sebaiknya meningkatkan ketersediaan suasana atau

media pembelajaran yang mendukung seperti sarana dan

prasarananya untuk mendukung pelaksanaan metode

pembelajaran Problem Based Learning dan teknik E - learning.

6. Sekolah pun harus selalu menyarankan kepada guru untuk

menggunakan model pembelajaran, salah satunya dengan

menggunakan metode pembelajaran Problem Based Learning

Sehingga dapat diciptakan suasana belajar yang nyaman dan

menyenangkan serta sebagai ide inovasi dalam mengajar.


136

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsapat Pendidikan Islam, (Bandung : PT.Al-


Ma’arif , t.Th), cet. Ke-1, h. 20
Ellis,Ryan.(2009),[online] Available FTP: http://www.astd.org/NR/rdonlyres/1
Febrian, J. (2004). Kamus komputer dan teknologi informasi. Jakarta: Penerbit
Informatika.
http://nabilaamalliyahputri.blogspot.co.id/2015/06/fungsi-e-learning-bagi-
pembelajaran.html
http://indrianynovitasinaga.blogspot.co.id/2012/06/strategi-pembelajaran-e-
learning.html
http://bananaecil.blogspot.co.id/2015/04/model-pembelajaran-menggunakan-
media.html
https://fisika79.wordpress.com/2011/05/05/e-learning-sebagai-media-
pembelajaran/
https://gayahidupalami.wordpress.com/pendidikan/problem-based-learning/
http://pustaka.pandani.web.id/2013/12/kutipan-belajar-dan-pembelajaran.html
http://www.lebahmaster.com/lainnya/pengerian-kata/pengertian-pendidikan
http://www.sekolahdasar.net/2011/10/model-pembelajaran-problem-based.html
https://irfanramadhan4.wordpress.com/2011/03/01/pengertian-dan-tujuan-
pendidikan-kewarganegaraan-pegertian/
http://www.lihatdisini.com/definisi-dan-pengertian/defiisi-atau-pengertian-
pendidikan-kewarganegaraan-adalah
https://mapande.wordpress.com/2013/07/16/pengertian-definisi-e-learning-
menurut-para-ahli/
http://www.lebahmaster.com/lainnya/pengerian-kata/pengertian-pendidikan
http://internetsebagaisumberbelajar.blogspot.co.id/2010/07/pengertian-
penerapan.html
https://gayahidupalami.wordpress.com/pendidikan/problem-based-learning/
http://www.kajianpustaka.com/2014/06/pengertian-karaktiristik-dan-manfaat-
elearning.html
137

Hartanto, A. A., & Purbo, O. W. (2002). Buku pintar internet teknologi e-learning
berbasis PHP dan MySQL. Jakarta: Penerbit PT Elex Media Komputindo
Kelompok Gramedia.
Madyo Ekosusilo. R.B, Kasihadi. Dasar-Dasar Pendidikan, (Semarang : Effhar
Publising.1990 ), Cet. Ke-1, h.12
Nugroho, W. A. (2007). [online] Available FTP: http://www.ilmukomputer.com.
Tanggal akses: 16 Januari 2009.
Prof. Dr. H. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta; Kalam Mulia, Cet ke-4
2004), h. 1
Romisatriawahono. (2008). [online] Available FTP: http://www.
romisatriawahono.net/2008/01/23. Tanggal akses: 16 Januari 2009.
Smaratungga. (2009). [online] Available FTP: http://smaratungga.ning.com.
Tanggal akses: 21 Mei 2009.
Sudirman.et. al. Ilmu Pendidikan. (Bandung : PT. Rosdakarya, 1991 ). Cet. Ke-5.
h.4.
Sutari Imam Bernadib, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta : Yayasan
Penerbit FIP IKIP, t. Th), Cet. Ke-10, h. 5.
Suyanto. (2005). [online] Available FTP: http://www.ipi.or.id/elearn.pdf. Tanggal
akses 15 Februari 2009.
Tafiardi, Drs. (2005). Meningkatkan mutu pendidikan melalui e-learning. Jurnal
Pendidikan Penabur - No.04/ Th.IV
138

LAMPIRAN

1. Angket Penelitian
2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ( RPP)
3. Berita Acara Bimbingan Skripsi
4. SK. Prodi PPkn tentang Dosen Pembimbing Skripsi
5. Surat Permohonan Izin Penelitian dari FKIP Universitas Pasundan
6. Surat Keterangan dari Kantor KESBANG Provinsi Jawa Barat
7. Surat Keterangan Penelitian dari Kantor Dinas Pendidikan Kota Bandung
8. Surat Penelitian dari SMP Pasundan 1 Bandung
9. Daftar Riwayat Hidup
10. Dokumentasi Penelitian

You might also like