You are on page 1of 30

RESPONSI

HEART FAILURE

Oleh:
Muhammad Illmawan 125070107111002
Amuthen a/l R Karunagaran 125070200011176

Pembimbing:
dr Ardian Rizal SpJP(K)

LABORATORIUM/SMF JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SAIFUL ANWAR
MALANG
2017

i
DAFTAR ISI

Halaman Judul....................................................................................................... i
Daftar Isi................................................................................................................ ii
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................. 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 2
BAB 3 LAPORAN KASUS................................................................................ 14
BAB 4 PEMBAHASAN ..................................................................................... 23
BAB 5 PENUTUP............................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………… 30

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

Gagal jantung kongestif/Congestive Heart Failure (CHF) merupakan


suatu keadaan patofisiologik dimana jantung sebagai pompa tidak mampu
memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan.1 Gagal jantung
merupakan suatu sindroma klinik yang komplek yang disertai keluhan gagal
jantung berupa sesak, fatigue, baik dalam keadaan istirahat atau latihan, edema
dan tanda objektif adanya disfungsi jantung dalam keadaan istirahat. 1
Pada gagal jantung terjadi ketidakmampuan jantung untuk bekerja sebagai
pompa.respon tubuh berupa respon adaptif sekunder tetap mempertahankan fungsi
sirkulasi jangka pendek, tetapi lama kelamaan akan menjadi maladaptive dan
terjadi gagal jantung kronis. Respon adaptasi pada gagal jantung ini terjadi pada
sirkulasi perifer, ginjal ataupun otot jantung. Perubahan ini menyebabkan
timbulnya sindrom klinis gagal jantung1
Di Eropa kejadian gagal jantung berkisar 0,4% - 2% dan meningkat pada
usia yang lebih lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun. Ramalan dari gagal
jantung akan jelek bila dasar atau penyebabnya tidak dapat diperbaiki.2
Sekitar 3 – 20 per 1000 orang pada populasi mengalami gagal jantung,
dan prevalensinya meningkat seiring pertambahan usia (100 per 1000 orang pada
usia di atas 65 tahun), dan angka ini akan meningkat karena peningkatan usia
populasi dan perbaikan ketahanan hidup setelah infark miokard akut. Prevalensi
faktor etiologi tergantung dari populasi yang diteliti, penyakit jantung koroner dan
hipertensi merupakan penyebab tersering pada masyarakat barat (>90% kasus),
sementara penyakit katup jantung dan defisiensi nutrisi mungkin lebih penting di
Negara berkembang. Pada pasien hipertensi resiko terjadinya gagal jantung dan
stroke meningkat tiga kali. Pada pasien hipertensi dapat terjadi perubahan-
perubahan struktrur dan fungsi jantung yaitu hipertrofi ventrikel kiri, disfungsi
sistolik, disfungsi diastolic dan gagal jantung.3 Data kohort dari studi Framingham
mengidentifikasi riwayat penyakit hipertensi pada >75% pasien degan gagal
jantung.

1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Gagal jantung adalah keadaan dimana jantung tidak lagi mampu


memompa darah ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
tubuh walaupun darah balik masih normal. Dengan kata lain, gagal jantung
adalah ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah dalam jumlah
yang memadai untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh (forward
failure), atau kemampuan tersebut hanya dapat terjadi dengan tekanan
pengisian jantung yang tinggi (backward failure), atau kedua-duanya.3

2. Etiologi
Penyebab gagal jantung dapat diklasifikasikan ke dalam enam kategori
utama:2,3
a. Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas miokard, dapat
disebabkan oleh hilangnya miosit (infark miokard), kontraksi yang
tidak terkoordinasi (left bundle branch block), kurangnya kontraktilitas
(kardiomiopati)
b. Kegagalan jantung yang berhubungan dengan overload seperti
hipertensi sistemik (peningkatan tekanan darah di atas 140/90 mmHg)
atau hipertensi pulmonal (peningkatan tekanan darah di paru-paru
akibat kongesti pulmonal)
c. Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas katup
d. Kegagalan yang disebabkan abnormalitas ritme kardiak (takikardi)
e. Kegagalan yang disebabkan abnormalitas perikard atau efusi perikard
(tamponade)
f. Kelainan congenital jantung
3. Patofisiologi
3.1 Mekanisme dasar
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada
gagal jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan

2
pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang
menurun mengurangi volume sekuncup, dan meningkatkan volume residu
ventrikel. Dengan meningkatkan volume akhir diastolik ventrikel
(LVDEP), terjadi peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri.
Derajat peningkatan tekanan bergantung pada kelenturan ventrikel.
Dengan meningkatnya LVDEP, terjadi pula peningkatan tekanan atrium
kiri (LAP) karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung selama
diastol. Peningkatan LAP diteruskan ke belakang ke dalam pembuluh
darah paru-paru, meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru.
Apabila tekanan hidrostatik anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan
onkotik pembuluh darah, akan terjadi transudasi cairan ke dalam
interstisial. Jika kecepatan transudasi cairan melebihi kecepatan drainase
limfatik, akan terjadi edema interstisial. Peningkatan cairan lebih lanjut
dapat mengakibatkan cairan merembes ke dalam alveoli dan terjadilah
edema paru.3,4
Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat akibat peningkatan
kronis tekanan vena paru. Hipertensi pulmonalis meningkatkan tahanan
terhadap ejeksi ventrikel kanan. Serangkaian kejadian seperti yang terjadi
pada jantung kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan yang akhirnya akan
menyebabkan edema dan kongesti sistemik. 3
Perkembangan dari edema dan kongesti sistemik atau paru dapat
diperberat oleh regurgitasi fungsional dari katup-katup trikuspidalis atau
mitralis secara bergantian. Regurgitasi fungsional dapat disebabkan oleh
dilatasi anulus katup antroventrikularis, atau perubahan orientasi otot
papilaris dan korda tendinae akibat dilatasi ruang.3,4

3.2 Mekanisme Kompensasi


Terdapat 3 mekanisme kompensasi pada gagal jantung, yaitu : (1)
meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis, (2) meningkatnya beban
awal akibat aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron, (3) hipertrofi
ventrikel. Mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan
curah jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada awal
perjalanan gagal jantung dan pada keadaan istirahat. Namun, kelainan

3
kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampak saat
beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung, kompensasi menjadi
kurang efektif.3,4,6

a. Peningkatan Aktivitas Adrenergik Simpatis


Menurunnya volume sekuncup pada gagal jantung akan
mengakibatkan respons simpatis kompensatorik. Meningkatnya aktivitas
adrenergik simpatis merangsang pengeluaran katekolamin dari saraf-saraf
adrenergik jantung dan medula adrenal. Denyut jantung dan kekuatan
kontraksi akan meningkat untuk menambah curah jantung. Selain itu juga
terjadi vasokonstriksi arteri perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan
redistribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah ke organ-
organ yang metabolismenya rendah (misal kulit dan ginjal) untuk
mempertahankan perfusi ke jantung dan otak. Venokonstriksi akan
meningkatkan aliran balik vena ke sisi kanan jantung, untuk selanjutnya
menambah kekuatan kontraksi sesuai dengan hukum Starling.3
Kadar katekolamin dalam darah akan meningkat pada gagal
jantung, terutama selama latihan. Jantung akan semakin bergantung pada
katekolamin yang beredar dalam darah untuk mempertahankan kerja
ventrikel. Namun pada akhirnya respons miokardium terhadap
rangsangan simpatis akan menurun, katekolamin akan berkurang
pengaruhmya terhadap kerja ventrikel. Berkurangnya respons ventrikel
yang gagal terhadap rangsangan katekolamin menyebabkan berkurangnya
derajat pergeseran akibat rangsangan ini. Perubahan ini dapat disebabkan
karena cadangan norepinephrin pada miokardium menjadi berkurang
pada gagal jantung kronis.3,4

b. Peningkatan Beban Awal melalui Aktivasi Sistem Renin-Angiotensi-


Aldosteron
Aktivasi renin-angiotensin-aldosteron menyebabkan retensi
natrium dan air oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel dan regangan
serabut. Peningkatan beban awal ini akan menambah kontraktilitas

4
miokardium sesuai dengan hukum Starling. Penurunan curah jantung
pada gagal jantung akan memulai serangkaian peristiwa berikut: (1)
penurunan aliran darah ginjal dan akhirnya laju filtrasi glomerulus, (2)
pelepasan renin dari aparatus jukstaglomerulus, (3) interaksi renin dengan
angiotensinogen dalam darah untuk menghasilkan angiotensin I, (4)
konversi angiotensin I menjadi angiotensin II, (5) rangsangan sekresi
aldosteron dari kelenjar adrenal, dan (6) retensi natrium dan air pada
tubulus distal dan duktus pengumpul.
Pada gagal jantung berat, kombinasi antara kongesti vena sistemik
dan menurunnya perfusi hati akan mengganggu metabolisme aldosteron
di hati, sehingga kadar aldosteron dalam darah meningkat. Kadar hormon
antidiuretik akan meningkat pada gagal jantung berat, yang selanjutnya
akan meningkatkan absorpsi air pada duktus pengumpul.

c. Hipertrofi ventrikel
Hipertrofi meningkatkan jumlah sarkomer dalam sel-sel
miokardium. Sarkomer dapat bertambah secara paralel atau serial
bergantung pada jenis beban hemodinamik yang yang mengakibatkan
gagal jantung. Sebagai contoh, suatu beban tekanan yang ditimbulkan
stenosis aorta akan disertai dengan meningkatnya ketebalan dinding tanpa
penambahan ukuran ruang dalam. Respon miokardium terhadap beban
volume, seperti pada regurgitasi aorta ditandai dengan dilatasi dan
bertambahnya ketebalan dinding. Kombinasi ini diduga terjadi akibat
bertambahnya jumlah sarkomer yang tersusun secara serial. Kedua pola
hipertrofi ini disebut hipertrofi konsentris dan hipertrofi eksentris.
Apapun susunan pasti sarkomernya, hipertrofi miokardium akan
meningkatkan kekuatan kontraksi ventrikel.

4. Klasifikasi Gagal Jantung


Menurut New York Heart Assosiation (NYHA), gagal jantung
diklasifikasikan menjadi empat kelas, yaitu :4

5
a. Kelas 1: Para penderita penyakit jantung tanpa pembatasan dalam
kegiatan fisik serta tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit
jantung seperti cepat lelah, sesak napas atau berdebar-debar,
apabila melakukan kegiatan biasa.
b. Kelas 2: Penderita dengan sedikit pembatasan dalam kegiatan fisik.
Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi
kegiatan fisik yang biasa menimbulkan gejala-gejala insufiensi
jantung seperti kelelahan, jantung berdebar, sesak napas, atau
nyeri.
c. Kelas 3: Penderita penyakit jantung dengan banyak pembatasan
dalam kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu
istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang kurang dari kegiatan biasa
sudah menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti yang
tersebut di atas.
d. Kelas 4: Penderita tidak mampu melakukan kegiatan fisik apapun
tanpa menimbulkan keluhan. Waktu istirahat juga dapat
menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung, yang bertambah
apabila mereka melakukan kegiatan fisik meskipun sangat ringan.
Sedangkan stadium gagal jantung menurut American College of
Cardiology terdiri atas empat stadium, yaitu:4,6
a. Stadium A Mempunyai risiko tinggi terhadap perkembangan
gagal jantungtetapi tidak menunjukkan struktur abnormal dari
jantung.
b. Stadium B Adanya struktur yang abnormal pada jantung pasien
tetapi tidak bergejala
c. Stadium C Adanya struktur yang abnormal dari pasien dengan
gejala awal gagal jantung
d. Stadium D Pasien dengan gejala tahap akhir gagal jantung sulit
diterapi dengan pengobatan standar

6
5. Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
elektrokardiografi, foto toraks, ekokardiografi-doppler. Kriteria Framingham
dapat pula dipakai untuk diagnosis gagal jantung yaitu dengan terpenuhinya 2
kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor.
Adapun kriteria Framingham sebagai berikut:3,5,9
• Kriteria mayor :
a. Paroksismal nocturnal dispnu
b. Distensi vena leher
c. Ronki paru
d. Kardiomegali
e. Edema paru akut
f. Gallop S3
g. Peninggian tekanan vena jugularis
h. Refluks hepatojugular
• Kriteria minor :
a. Edema ekstremitas
b. Batuk malam hari
c. Dispnea d’effort
d. Hepatomegali
e. Efusi pleura
f. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
g. Takikardia (>120 x/menit)

5.1 Pemeriksaan Fisik


a. Keadaan umum dan tanda vital
Pada gagal jantung ringan dan moderat, pasien sepertinya tidak mengalami
gangguan saat beristirahat, kecuali perasaan tidak nyaman saat berbaring
pada permukaan datar selama lima menit. Pada gagal jantung yang lebih
berat, pasien harus duduk dengan tegak, dapat mengalami sesak napas, dan
kemungkinan tidak dapat mengucapkan satu kalimat lengkap karena sesak
napas yang dirasakan. Tekanan darah sistolik dapat normal atau tinggi pada

7
gagal jantung ringan, namun berkurang pada gagal jantung berat, karena
adanya disfungsi ventrikel kiri yang berat. Tekanan nadi dapat berkurang atau
menghilang, menandakan adanya penurunan stroke volume. Sinus takikardi
merupakan tanda nonspesifik disebabkan oleh peningkatan aktivitas
adrenergik. Vasokonstriksi perifer menyebabkan dinginnya ekstremitas
bagian perifer dan sianosis pada bibir dan kuku juga disebabkan oleh
aktivitas adrenergik yang berlebih.

b. Pemeriksaan vena jugularis dan leher


Pemeriksaan vena jugularis memberikan perkiraan tekanan pada atrium
kanan, dan secara tidak langsung tekanan pada atrium kiri. Pemeriksaan
tekanan vena jugularis dinilai terbaik saat pasien tidur dengan kepala
deangkat dengan sudut 450. Pada gagal jantung stadium dini, tekanan vena
jugularis dapat normal pada waktu istirahat namun dapat meningkat secara
abnormal seiring dengan peningkatan tekanan abdomen.

c. Pemeriksaan paru
Pulmonary crackles (ronkhi atau krepitasi) dihasilkan oleh transudasi cairan
dari rongga intravaskular ke dalam alveoli. Pada pasien dengan edema paru,
ronki dapat didengar pada kedua lapang paru dan dapat disertai wheezing
ekspiratoar (asma kardial). Jika ditemukan pada pasien tanpa penyakit paru,
ronkhi spesifik untuk gagal jantung. Efusi pleura timbul sebagai akibat
meningkatnya tekanan sistem kapiler pleura, hasilnya adalah transudasi
cairan ke dalam rongga pleura.

d. Pemeriksaan jantung
Pemeriksaan jantung sering tidak memberikan informasi yang berguna
mengenai tingkat keparahan gagal jantung. Jika kardiomegali ditemukan,
maka apex cordis biasanya berubah lokasi di bawah ICS V dan atau sebelah
lateral dari midclavicularis line, dan denyut dapat dipalpasi hingga 2
interkosta dari apex. Pada beberapa pasien, suara jantung ketiga (S3) dapat
terdengar dan dipalpasi pada apex. S3 atau prodiastolik gallop paling sering

8
ditemukan pada pasien dengan volume overload yang juga mengalami
takikardi dan takipneu, dan sering kali menandakan gangguan
hemodinamika. Bising pada regurgitasi mitral dan tricuspid biasa ditemukan
pada pasien dengan gagal jantung tahap lanjut.

e. Abdomen dan ekstremitas


Hepatomegali adalah tanda yang penting tapi tidak umum pada pasien
jantung. Jika memang ada, hati yang membesar seringkali teraba lunak dan
dapat berpulsasi saat sistol jika terdapat regurgitasi katup trikuspid. Asites
dapat timbul sebagai akibat transudasi karena tingginya tekanan vena hepatik
dan sistem vena yang berfungsi dalam drainase peritoneum. Jaundice dapat
ditemukan dan merupakan tanda gagal jantung stadium lanjut, biasanya kadar
bilirubin direk dan indirek meningkat. Ikterik ini disebabkan karena
terganggunya fungsi hepar sekunder akibat kongesti hepar dan hipoksia
hepatoseluler. Edema perifer adalah manifestasi cardinal jantung, namun hal
ini tidaklah spesifik dan biasanya tidak terdapat pada pasien yang telah
mendapat diuretik. Edema perifer biasanya simetris, beratya tergantung pada
gagal jantung yang terjadi, dan paling sering terjadi sekitar pergelangan kaki
dan daerah pretibial pada pasien yang masih beraktivitas.

f. Cardiac cachexia
Pada gagal jantung kronis yang berat, dapat ditandai dengan penurunan berat
badan dan cachexia yang bermakana. Mekanisme dari cachexia pada gagal
jantung dapat melibatkan banyak faktor dan termasuk peningkatan resting
metabolic rate, anorexia, nausea, dan muntah akibat hepatomegali kongestif
dan perasaan penuh pada perut. Jika ditemukan, cachexia menandakan
prognosis keseluruhan yang buruk.

5.2 Pemeriksaan penunjang


 Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan yang umum dilakukan pada gagal jantung antara lain adalah
darah rutin, urin rutin, elektrolit (Na dan K), ureum dan kreatinin,

9
SGOT/SGPT, dan BNP. Pemeriksaan ini mutlak harus dilakukan pada
pasien dengan gagal jantung dengan tujuan untuk mendeteksi anemia,
gangguan elektrolit, menilai fungsi ginjal dan hati mangukur brain
natriuretic peptide (beratnya gangguan hemodinamik).
 Foto thoraks
Pemeriksaan Chest X-Ray dilakukan untuk menilai ukuran dan bentuk
jantung, struktur dan perfusi dari paru. Kardiomegali dapat dinilai melalui
pengukuran cardiothoracic ratio (CTR) yang lebih dari 50%, atau ketika
ukuran jantung lebih besar dari setengah ukuran diameter dada, telah
menjadi parameter penting pada follow-ip pasien dengan gagal jantung.
 EKG
Pemeriksaan EKG 12 lead dianjurkan untuk dilakukan. Kepentingan utama
dari EKG adalah untuk menilai ritme, menentukan keberadaan hipertrofi
pada ventrikel kiri atau riwayat Infark myocard (ada atau tidaknya Q wave).
EKG normal biasanya menyingkirkan adanya disfungsi diastolic pada
ventrikel kiri.
 Ekokardiografi
Pemeriksaan ini digunakan untuk menilai anatomi dan fungsi jantung,
miokardium dan pericardium, dan mengevalusi gerakan regional dinding
jantung saat istirahat dan saat diberikan stress farmakologis pada gagal
jantung. Fitur yang paling penting pada evaluasi gagal jantung adalah
penilaian Left ventricular ejection fraction (LVEF), beratnya remodeling
ventrikel kiri, dan perubahan pada fungsi diastolik.

6. Penatalaksanaan Gagal Jantung


Gagal jantung ditangani dengan tindakan umum untuk mengurangi beban
kerja jantung dan manipulasi selektif terhadap ketiga penentu utama dari fungsi
miokardium, baik secara sendiri-sendiri maupun secara gabungan dari : beban
awal, kontraktilitas, dan beban akhir.4
Prinsip penatalaksanaan gagal jantung : 9

1. Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan


konsumsi O2 melalui istirahat/pembatasan aktivitas.

10
2. Diet makanan lunak Tinggi Karbohidrat Tinggi Protein rendah garam
3. Memperbaiki kontraktilitas otot jantung.
A. Mengatasi keadaan yang reversible, termasuk tirotoksikosis,
miksedema, dan aritmia.
B. Digitalis
Sifat umumnya sebagai inotropik positif yaitu meningkatkan kekuatan
kontraksi miokard. Preparat digitalis mempunyai 3 khasiat pada otot
jantung, yaitu kerja inotropik positif (meningkatkan kontraksi miokard),
kerja kronotropik negatif (memperlambat denyut jantung), dan kerja
dromotropik negatif (mengurangi hantaran sel-sel jantung). Contoh
preparat digitalis yang banyak digunakan adalah digoksin
a. Dosis digitalis :
 Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5 – 2 mg dalam 4-6 dosis
selama 24 jam dan dilanjutkan 2 x 0.5 mg selama 2-4 hari
 Digoksin iv 0,75-1 mg dalam 4 dosis selama 24 jam.
 Cedilanid iv 1,2-1,6 mg dalam 24 jam.
b. Dosis penunjang untuk gagal jantung: digoksin 0,25 mg sehari. Untuk
pasien usia lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan.
c. Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg
d. Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut yang
berat
 Digoksin 1-1,5 mg iv perlahan lahan
 Cedilanid 04-0,8 mg iv perlahan lahan.

C. Menurunkan beban jantung.


a. Diuretik
Diuretik merupakan cara paling efektif meredakan gejala pada pasien-
pasien dengan gagal jantung kongestif sedang sampai berat. Kerja diuretik
untuk mengurangi volume cairan ekstrasel dan tekanan pengisian ventrikel
tetapi biasanya tidak menyebabkan pengurangan curah jantung yang penting
secara klinis, terutama pada pasien gagal jantung lanjut yang mengalami
peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri, kecuali jika terjadi natriuresis
parah dan terus menerus yang menyebabkan turunnya volume intravaskular

11
yang cepat. Yang digunakan furosemid 40-80 mg. Dosis penunjang rata-rata
20 mg. Efek samping berupa hipokalemia dapat diatasi dengan suplai garam
kalium atau diganti dengan spironolakton. Diuretik lain yang dapat
digunakan antara lain hidroklorotiazid, klortalidon, triamteren, amilorid, dan
asam etakrinat. Dampak diuretik yang mengurangi beban awal tidak
mengurangi curah jantung atau kelangsungan, tapi merupakan pengobatan
garis pertama karena mengurangi gejala dan pengobatan dan perawatan di
rumah sakit. Penggunaan penghambat ACE bersama diuretik hemat kalium
harus berhati-hati karena memungkinkan timbulnya hiperkalemia.
b. Vasodilator
Vasodilator berguna untuk mengatasi preload dan afterload yang
berlebihan. Preload adalah volume darah yang mengisi ventrikel selama
diastole. Peningkatan preload menyebabkan pengisian jantung berlebih.
Afterload adalah tekanan yang harus di atasi jantung ketika memompa darah
ke sistem arterial. Dilatasi vena mengurangi preload jantung dengan
meningkatkan kapasitas vena, dilator arterial menurunkan resistensi arteriol
sistemik dan menurunkan afterload.
 Nitrogliserin 0,4-0,6 mg sublingual atau 0,2-2 μg/kg BB/menit iv.
 Nitroprusid 0,5-1 μg/kgBB/menit iv
 Prazosin per oral 2-5 mg
 Penghambat ACE: kaptopril 2 x 6,25 mg.
ACE Inhibitor merupakan obat pilihan untuk gagal jantung kongestif. Obat
ini bekerja dengan menghambat enzim yang berasal dari angiotensin I
membentuk vasokontriktor yang kuat angiotensin II. Penghambatan ACE
mengurangi volume dan tekanan pengisian ventrikel kiri, dan
meningkatkan curah jantung.
Konsep dasar pemakaian inhibitor ACE sebagai vasodilator dalam
pengobatan gagal jantung adalah karena kemampuannya untuk :
- Menurunkan retensi vaskular perifer yang tinggi akibat tingginya tonus
arteriol dan venul (peripheral vascular resistance)
- Menurunkan beban tekanan pengisian ventrikel yang tinggi
(ventricular filling pressure)

12
Dosis ISDN adalah 10-40 mg atau 5-15 mg sublingual setiap 4-6 jam.
Pemberian nitrogliserin secara intravena pada keadaan akut harus dimonitor
ketat dan dilakukan di ICCU. Kaptopril sebaiknya dimulai dari dosis kecil
6,25 mg. Untuk dosis awal ini perlu diperhatikan efek samping hipotensi yang
harus dimonitor dalam 2 jam pertama setelah pemberian. Jika secara klinis
tidak ada tanda-tanda hipotensi maka dosis dapat ditingkatkan secara bertahap
sampai 3x 25-100 mg. Kaptopril dapat menimbulkan hipoglikemia dan
gangguan fungsi ginjal. Dosis awal analapril 2 x 2,5 mg dapat dinaikkan
perlahan lahan sampai 2 x 10 mg. Pasien gagal jantung yang lanjut
cenderung rentan terhadap komplikasi infeksi, terutama infeksi saluran napas,
infeksi saluran kemih, septicemia dan infeksi nosokomial sehingga antibiotic
yang adekuat harus segera diberikan bila ada indikasi.

7. KOMPLIKASI
Pada bayi dan anak yang menderita gagal jantung yang lama biasanya
mengalami gangguan pertumbuhan. Umumnya, berat badan akan mengalami
hambatan yang lebih berat daripada tinggi badan. Pada gagal jantung kiri
dengan gangguan pemompaan pada ventrikel kiri dapat mengakibatkan
bendungan paru dan selanjutnya dapat menyebabkan hipertrofi ventrikel
kanan akibat daripada kompensasi jantung dan selanjutnya menimbulkan
dyspnea. Pada gagal jantung kanan dapat terjadinya hepatomegali, asites,
bendungan pada vena perifer dan gangguan gastrointestinal. Menurut Brunner
& Suddarth, potensial komplikasi mencakup syok kardiogenik, episode
tromboemboli, efusi perikardium, dan tamponade pericardium.

8. PROGNOSIS
Prognosis CHF tergantung dari derajat disfungsi miokardium. Menurut
New York Heart Assosiation, CHF kelas I-III mempunyai kadar mortalitas 1
tahun sekitar 25% dan kadar mortalitas 5 tahun sekitar 52%. Sedangkan
kadar mortalitas 1 tahun untuk CHF kelas IV adalah sekitar 40%-50%.

13
BAB 3
LAPORAN KASUS

A. Identitas
Nama : Ny. P
Jenis Kelamin : Wanita
Usia : 57 tahun
Alamat : Pakis, Kab. Malang
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan : Petani
Pendidikan : SMP
No RM : 11339xxx
Tanggal MRS : 20 April 2017

B. Anamnesis
Autoanamnesis
Keluhan utama: Sesak
Keluhan penyakit sekarang:
Pasien datang ke IGD karena sesak yang memberat sejak 3 hari terakhir.
Sesak dirasakan sejak 3 minggu yang lalu, biasanya sesak memberat pada saat
beraktivitas dan berkurang saat istirahat. Pasien menggunakan lebih dari 2 bantal
untuk mengurangi sesak pada malam hari.
Pasien juga mengeluh kaki bengkak sejak 3 hari yang lalu. Pasien merasa
kaki merasa loyo sehingga sulit untuk dibuat beraktivitas.
Pasien juga mengeluh batuk sejak 2 hari yang lalu.Batuk dirasakan
sewaktu-waktu. Batuk disertai dengan dahak berwarna putih kental dan sulit
dikeluarkan. Riwayat demam disangkal.
Pasien juga mengeluh mual sejak 7 hari yang lalu, mual dirasakan
sewaktu-waktu. Riwayat muntah disangkal. Pasien mengeluh terdapat penurunan
nafsu makan karena keluhan tersebut.
Pasien memliki riwayat darah tinggi sejak 10 tahun yang lalu. Biasanya
tekanan darahnya bisa mencapai 160 hingga 200. Pasien diberitahu di Puskesmas

14
namun tidak rutin kontrol darah tinggi. Pasien sempat diberi obat untuk
megkontrol darah tinggi namun tidak dilanjutkan.
Riwayat pengobatan:
Pasien sebelumnya datang ke puskesmas sekitar 3 hari yang lalu dan diberi
obat mual. Karena tidak kujung membaik, pasien dirujuk ke RSSA.
Riwayat Penyakit Terdahulu:
Pasien tidak pernah memiliki keluhan yang sama sebelumnya.
Riwayat keluarga:
Tidak terdapat riwayat darah tinggi dan kencing manis pada keluarga
Riwayat sosial:
Pasien sudah menikah dan memiliki 5 orang anak, saat ini pasien sudah
berhenti datang bulan sejak 3 tahun yang lalu. Pasien bekerja sebagai petani di
tempat tinggalnya dan pekerjaanya terganggu akibat penyakit yang dialaminya.

C. Pemeriksaan Fisik
KU : tampak sakit sedang
GCS : 456
Tanda-tanda vital
BP :140/70
HR : 100 x / menit
RR : 28 x / menit
Tax : 37 oC
Sa02 : 94% (room air)
Kulit
Inspeksi: pigmentasi, tekstur, turgor, Tidak terdapat kelainan
rash, luka, infeksi, tumor, petekie,
hematom, ekskoriasi, ikterus, kuku,
rambut
Palpasi: nodul, atrofi, sclerosis
Kepala dan Leher
Inspeksi: Bentuk kepala, sikatrik, Tidak terdapat pembesaran kelenjar
pembengkakan JVP 2+5 cm H2O
Palpasi: Kelenjar limfe, pembengkakan,
nyeri tekan, tiroid, trakea, pulsasi vena
Auskultasi: Bruit
Pemeriksaan: JVP, Kaku kuduk

15
Telinga
Inspeksi: Serumen, infeksi, membran Tidak terdapat kelainan
timpani, tophi
Palpasi: Mastoid, massa
Hidung
Inspeksi: septum, mukosa, sekret, Tidak terdapat kelainan
perdarahan, polip
Palpasi: nyeri
Rongga Mulut dan Tenggorok
Inspeksi: pigmentasi, leukoplakia, ulkus, Tidak terdapat kelainan
tumor, gusi, gigi, lidah, faring, tonsil
Palpasi: Nyeri, tumor, kelenjar ludah
Mata
Inspeksi: Ptosis, sklera, ikterus, pucat, Anemis -/-
kornea, arkus, merah, infeksi, air mata,
tumor, perdarahan, pupil (kanan dan kiri),
lapangan pandang
Palpasi: tonometri
Fundoskopi
Toraks
Pulmo
Inspeksi: simetri, gerakan, respirasi, Inspeksi : Statis D=S, Dinamis D=S
irama, payudara, tumor P: Ekspansi dinding dada normal, Stem
Palpasi: Stem fremitus Fremitus N N
Perkusi: resonansi
Auskultasi: suara nafas, rales, ronki, P:ss
wheezing, bronkofoni, peqtoryloquy ss
ss
Suara Napas: v v rh - - wh - -
bv b v + + - -
bv b v + + - -
Jantung
Inspeksi: iktus I : Iktus tidak terlihat
Palpasi: iktus, thrill P : Iktus tidak teraba
Perkusi: batas kiri, batas kanan, pinggang P : RHM ~ 1 cm lateral SL (D) ICS II
jantung LHM ~ 2 cm latera MCL (S) ICS V
Auskultasi: denyut jantung (frekuensi, A : S1, S2 tunggal, murmur (-)
irama) S1, S2, S3, S4, gallop, murmur,
efection click, rub
Abdomen
Inspeksi: kontur, striae, sikatrik, vena, Flat, soefl, BU (+) dalam batas normal,
caput medusae, hernia epigastric pain (-), Liver span 8 cm dan
Palpasi: nyeri, defans/rigiditas, massa, tidak teraba, Traube space thympani dan
hernia, hati, limpa, ginjal limpa tidak teraba
Perkusi: resonansi, shifting dullness,
undulasi

16
Perkusi: peristaltik usus, bruit, rub

Punggung
Inspeksi: postur, mobilitas, skoliosis, Tidak terdapat kelainan
kifosis, lordosis
Palpasi: nyeri, gybus, tumor
Ekstremitas
Inspeksi: gerak sendi, pembengkakan, Pembengkakan pada ekstremitas (-),
merah, deformitas, simetri, edema, edema (-), pucat (-), panas (-), nyeri (-),
sianosis, pucat, ulkus, varises, kuku massa (-),
Palpasi: panas, nyeri, massa, edema,
denyut nadi perifer
Alat Kelamin
Laki-laki: sirkumsisi, rash, ulkus, sekret,
massa, nyeri Tidak dievaluasi
Perempuan: introitus, vagina, serviks,
uterus, adneksa, nyeri, tumor
Rektum
Hemoroid, fisura, kondiloma, darah, Tidak dievaluasi
sfingter ani, massa, prostat
Neurologi
Berdiri, gaya jalan, tremor, koordinasi, Gaya jalan normal, tremor (-), koordinasi
kelemahan, flaksid, spatik, paralisis, baik, flaksid (-), spastik (-), paralisis (-),
fasikulasi, saraf kranial, reflek fisiologis, fasikulasi (-), saraf kranial tidak
reflek patologis menunjukkan kelainan, reflek fisiologis
normal, reflek patologis (-)
Bicara
Disartria, apraksia, afasia Disartria (-), apraksia (-), afasia (-)

3.4 Pemeriksaan Laboratorium


1. Hematologi ( 20/4/17)

Lab Value

Hemoglobine 13,70 11,0-16,5 g/dl

Leukocyte 9.960 3.500-10.300/µL

Trombocyte 315.000 100.000-390.000/µL

17
MCV 90,30 80-97fL

MCH 29,50 26,5 – 33,5pg

Eu/bas/Neu/Ly/Mo 0,6/0,4/77,9/14,0/7,1 0-4/0-1/51-67/25-33/2-5 %

Natrium 130 136-145 mmol/L

Kalium 3,57 3,5-5,0 mmol/L

Chlorida 100 98-106 mmol/L

Ureum 28,20 20-40 mg/dL

Creatinin 0,86 <1,2 mg/dL

SGOT 26 0-40

SGPT 11 0-41

Albumin 3,87 3,5 – 5,5 g/dL

2. BGA ( 20/4/17)

PH 7,50 7,35-7,45

PCO2 26,0 35-45

PO2 60,4 80-100

HCO3 20,6 21-28

O2 saturation 92,9 > 95%

Base Excess -2,7 -3 until +3

Sa O2 92,9 >95%

Conclusion : alkalosis respiratorik terkompensasi

18
3. X-ray (20/4/17)

Deskripsi:
Cor : ukuran membesar ke kiri dan kekanan CT% > 70%
Aorta : tidak tampak elongasi, dilatasi, kalsifikasi
Trachea : di tengah

19
Pulmo : Corakan vaskular normal. Hilus D/S normal.
Tidak tampak infiltrat.
Sudut costophrenicus D/S : Lancip
Hemidiaphragma : Dome Shaped
Skeleton : Intak, tidak tampak lesi litik/blastik/ garis fraktur
Soft Tissue : Normal
Kesimpulan : Cardiomegali suspek ADHF

5. EKG (20/4/17)

Deskripsi:
Irama : Sinus
HR : 136x/menit
PR interval : 0,20 s
QRS kompleks : 0,08 s
QT interval : 0,24 s
Abnormallity : pvc di lead II, V2,V3
Kesimpulan : Sinus takikardi

20
3.5 Asessment
1. ADHF prec. Factor HT emergency dd infection
2. HT emergency
3. HF stg C fc IV dt HHD dd CAD
4. Dyspepsia syndrome
5. Respiratory Failure type 1

3.6 Planning
3.6.1 PDx
- Echocardiography
- Lipid profile

3.6.2 PTx
- Oksigen 8-12 lpm NRBM
- Total cairan 1500 cc/hari
- intake oral 1500cc/hari
- IVFD NaCl 0,9% 500cc/hari
- BC -500 cc s/d -1000 cc /hari
- Drip GTN 200mcg/menit
- inj. Furosemide 3x20mg IV
- inj. Lansoprazole 1x30mg IV
- PO : Captopril 3x 25mg
Amlodipin 1x10mg
Sprironolactone 1x 25mg

3.6.3 Pmo
- Vital sign (TD, HR, RR, Tax)
- Keluhan subjektif
- Saturasi oksigen
- BGA serial
- EKG / 24 jam

21
3.6.4 Ped
- Menjelaskan tentang penyakit yang diderita.
- Menjelaskan pasien dalam kondisi kritis.
- Menjelaskan rencana diagnosis, terapi dan monitor.
- Menjelaskan tentang perubahan gaya hidup, pola makan, dan olahraga.

22
BAB 4
PEMBAHASAN

Pasien Ny. P 57 tahun dating ke IGD dengan keluhan sesak nafas sejak 3
minggu yang lalu yang semakin memberat sejak 3 hari SMRS. Dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang dapat disimpulkan bahwa
diagnosis adalah gagal jantung kongestif (CHF ) dengan penyebab utamanya
adalah Hypertension Heart Disease (HHD)
Diagnosis gagal jantung kongestif dapat ditegakkan berdasarkan kriteria
Framingham dimana didapatkan minimal ada 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor
dan dari anamnesis didapatkan dispnea d’effort kemudian dari pemeriksaan fisik
didapatkan, distensi vena di leher, kardiomegali, ronkhi paru dan edema
ekstremitas. Pada pasien didapatkan 3 kriteria mayor dan 1 kriteria minor
sehingga didiagnosis pasien ini adalah gagal jantung kongestif. Berdasarkan
tingkatannya, CHF pada pasien ini termasuk ke dalam grade IV, yaitu pasien tidak
mampu melakukan kegiatan fisik apapun tanpa menimbulkan keluhan. Waktu
istirahat juga dapat menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung, yang
bertambah apabila pasien melakukan kegiatan fisik meskipun sangat ringan.
Hipertensi merupakan beban pressure overload bagi miokard yang dapat
mengakibatkan hipertrofi ventrikel kiri dan gangguan fungsi diastolic
(asimptomatik/subklinik) dan akhirnya dapat menyebabkan gangguan sistolik
ventrikel kiri. Hipertrofi ventrikel kiri merupakan respon terhadap kenaikan wall
stress ventrikel kiri akibat hipertensi dan suatu upaya untuk mengembalikan wall
stress ventrikel kiri kepada nilai normal, mempertahankan fungsi sistolik ventrikel
kiri dan mengurangi kemungkinan terjadinya gangguan perfusi miokard. Respon
adaptasi tersebut terbatas. Seperti pada pasien ini, bila tekanan darah tetap tinggi
dimana pasien sudah mengalami hipertensi selama 10 tahun dan jarang kontrol
akan terjadi remodeling, perubahan struktur miokard dan gangguan fungsi
jantung.

Sesak napas yang merupakan keluhan utama pada pasien ini disebabkan
oleh karena adanya kongesti pulmoner, dengan adanya akumulasi dari cairan
interstisial yang menstimulasi pernapasan cepat dan dangkal yang khas untuk

23
sesak napas yang disebabkan oleh penyakit jantung. Sesak napas pada malam hari
saat pasien tidur merupakan akibat pasien tidur dalam keadaan datar sehingga
aliran balik darah meningkat, akibatnya ventrikel kanan juga memompakan darah
yang lebih banyak ke arteri pulmonalis. Banyaknya darah di vaskuler paru
mengakibatkan ekstravasasi cairan dari vaskuler ke intersisial, dengan adanya
ekstravasasi cairan ke intersisial jaringan paru akan menimbulkan suara ronki
basah basal saat di lakukan auskultasi pada kedua lapangan paru. Ronkhi yang
timbul akibat adanya peradangan paru dapat disingkirkan karena tidak adanya
manifestasi demam pada pasien ini.
Edema kedua tungkai pada pasien ini terjadi karena adanya kongesti vena
sistemik sebagai akibat gagal jantung kanan. Gagal jantung kanan dapat terjadi
akibat meningkatnya tekanan vaskular paru sehingga akhirnya membebani
ventrikel kanan. Selain itu disfungsi ventrikel kiri juga berpengaruh langsung
terhadap fungsi ventrikel kanan melalui fungsi anatomis dan biokimiawinya.
Kedua ventrikel mempunyai satu dinding yang sama (septum interventrikularis)
yang terletak dalam pericardium. Perubahan-perubahan biokimia seperti
berkurangnya cadangan norepinefrin miokardium selama gagal jantung juga dapat
merugikan kedua ventrikel.
Penatalaksanaan pada pasien ini diberikan oksigen sebanyak 8-12 L/menit
untuk memenuhi kebutuhan oksigen pada pasien. Perlu dilakukan restriksi cairan
supaya tidak menambah beban jantung dan memperberat edema. Pemberian
diuretik berupa furosemid dan spironolakton untuk mengurangi kongesti dari
jantung dan mengurangi beban jantung. Pemberian obat antihipertensi berupa
Captopril dan Amlodipin diberikan untuk kontrol tekanan darah pada pasien ini.
Penggunaan penghambat ACE bersama diuretik hemat kalium harus berhati-hati
karena memungkinkan timbulnya hiperkalemia. Drip GTN meningkatkan aliran
darah ke otot-otot jantung. .Penggunaan captopril dan drip GTN berguna juga
untuk dilatasi vena mengurangi preload jantung dengan meningkatkan kapasitas
vena, dilator arterial menurunkan resistensi arteriol sistemik dan menurunkan
afterload.

24
Edukasi pada pasien gagal jantung kongestif yaitu untuk mengkonsumsi
makanan rendah garam, mencapai berat badan yang ideal, melakukan olahraga
yang teratur.

25
BAB 5
PENUTUP

Ketidak mampuan jantung untuk bekerja sebagai pompa terjadi pada


penyakit gagal jantung. Respon tubuh berupa respon adaptif sekunder tetap
mempertahankan fungsi sirkulasi jangka pendek, tetapi lama kelamaan akan
menjadi maladaptive dan terjadi gagal jantung kronis. Respon adaptasi pada
gagal jantung ini terjadi pada sirkulasi perifer, ginjal ataupun otot jantung.
Perubahan ini menyebabkan timbulnya sindrom klinis gagal jantung.
Responsi kali ini mengangkat kasus dengan pasien yang datang ke IGD
karena sesak yang memberat sejak 3 hari terakhir. Sesak dirasakan sejak 3 minggu
yang lalu, biasanya sesak memberat pada saat beraktivitas dan berkurang saat
istirahat. Pasien menggunakan lebih dari 2 bantal untuk mengurangi sesak pada
malam hari. Sesak napas yang merupakan keluhan utama pada pasien ini
disebabkan oleh karena adanya kongesti pulmoner, dengan adanya akumulasi dari
cairan interstisial yang menstimulasi pernapasan cepat dan dangkal yang khas
untuk sesak napas yang disebabkan oleh penyakit jantung.
Diagnosis gagal jantung kongestif dapat ditegakkan berdasarkan kriteria
Framingham dimana didapatkan minimal ada 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor
dan dari anamnesis didapatkan dispnea d’effort kemudian dari pemeriksaan fisik
didapatkan, distensi vena di leher, kardiomegali, ronkhi paru dan edema
ekstremitas. Pada pasien didapatkan 3 kriteria mayor dan 1 kriteria minor
sehingga didiagnosis pasien ini adalah gagal jantung kongestif. Berdasarkan
tingkatannya, CHF pada pasien ini termasuk ke dalam grade IV, yaitu pasien tidak
mampu melakukan kegiatan fisik apapun tanpa menimbulkan keluhan. Waktu
istirahat juga dapat menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung, yang
bertambah apabila pasien melakukan kegiatan fisik meskipun sangat ringan.
Gagal jantung ditangani dengan tindakan umum untuk mengurangi beban
kerja jantung dan manipulasi selektif terhadap ketiga penentu utama dari fungsi
miokardium, baik secara sendiri-sendiri maupun secara gabungan dari : beban
awal, kontraktilitas, dan beban akhir. Penatalaksanaan pada pasien ini diberikan
oksigen sebanyak 8-12 L/menit untuk memenuhi kebutuhan oksigen pada pasien.

26
Perlu dilakukan restriksi cairan supaya tidak menambah beban jantung dan
memperberat edema. Pemberian diuretik berupa furosemid dan spironolakton
untuk mengurangi kongesti dari jantung dan mengurangi beban jantung.
Pemberian obat antihipertensi berupa Captopril dan Amlodipin diberikan untuk
kontrol tekanan darah pada pasien ini. Drip GTN meningkatkan aliran darah ke
otot-otot jantung.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Madeline, Carleton PF. Disfungsi Mekanis Jantung dan Bantuan Sirkulasi.


Dalam: Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Price SA,
Wilson LM. Editor. Edisi keenam. Jakarta: EGC. 2005; 630-40
2. Ghanie A. Gagal Jantung Kronik. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I. Editor. Jilid kedua Edisi
kelima. Jakarta: Interna Publishing. 2009; 1596-1604
3. Gray HH, Dawkins KD, Morgan JM, Simpsom IA. Gagal Jantung. Dalam
: Lecture Notes Kardiologi. Edisi keempat. Jakarta : Erlangga Medical
Series. 2002; 80-97
4. Kusmana D, Setianto B, Tobing, PL. Gagal Jantung Kronik. Dalam :
Standar Pelayanan Medik RS. Jantung Harapan dan Pembuluh Darah
Harapan Kita. Edisi kedua. Jakarta. 2003; 170-80
5. Guideline for the Prevention, Detection and Management of Chronic Heart
Failure in Australia. National Heart Foundation of Australia. Serial on
Internet. 2011. [cited on June 1, 2013]. Available from :
www.heartfoundation.org.au/.../chronic_heart_failure_guidelines_2011.pd
f
6. Ismail D. Penyakit Jantung Hipertensi : Patogenesis dan Patofisiologi
Terkini. Makmun, LH, Alwi I, Mansjoer A. Dalam : Prosiding Simposium
Pendekatan Holistik Penyakit Kardiovaskuler II. Jakarta: Pusat Informasi
dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2003
7. American Heart Association. Heart Disease and Stroke Facts, 2006
Update. Dallas, Texas: AHA, 2006.
8. Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL,
et.al editor. Cardiology. In: Harrison’s manual of medicine 17th ed. USA:
McGraw Hill, 2009: 730-5.
9. Lily Ismudiati Rilantono,dkk.;Buku Ajar Kardiologi;Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia,2004,hal 173-18

28

You might also like