You are on page 1of 17

TINJAUAN PUSTAKA

Acute NSTEMI

Disusun Oleh:
Vivi Novemly Rumahlatu
11.2016.035

Pembimbing:
dr.Sebastian Manurung, Sp.JP

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


RSUD Tarakan
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Periode 3 Juli 2017 – 9 September 2017
PENDAHULUAN

1. Definisi

Infark miokard akut adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh karena sumbatan
pada arteri koroner. Sumbatan akut terjadi oleh karena adanya aterosklerotik pada dinding
arteri koroner sehingga menyumbat aliran darah ke jaringan otot jantung. (M. Black, Joyce,
2014)

Infark miokard akut adalah nekrosis otot jantung akibat terhentinya suplai darah arteri
jantung secara mendadak. Ini merupakan penyulit aterosklerosis yang paling berat dan
penting (Patrick. 2005).

Infark miokard akut adalah terhentinya atau menurunnya aliran darah ke jantung secara
tiba-tiba sehingga otot jatung kekurangan oksigen yang berdampak pada kematian jaringan
atau nekrosis (Surya, 2009).

2. Klasifikasi

1. Infark Miokard Subendokardial

Infark Miokard Subendokardial terjadi akibat aliran darah subendokardial


yang relatif menurun dalam waktu yang lama sebagai akibat perubahan derajat
penyempitan arteri koroner atau dicetuskan oleh kondisi-kondisi seperti hipotensi,
perdarahan dan hipoksia

2. Infark Miokard Transmural

Pada lebih dari 90% pasien infark miokard transmural berkaitan dengan
trombosis koroner. Trombosis sering terjadi di daerah yang mengalami penyempitan
arteriosklerosik. Penyebab lain lebih jarang di temukan
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan elektrokardiogram (EKG), dan
pemeriksaan marka jantung, sindrom koroner akut dibagi menjadi:

1. Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI: ST segment elevation myocardial


infarction)

Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) terjadi jika aliran darah
koroner menurun secara mendadak akibat oklusi trombus pada plak aterosklerotik
yang sudah ada sebelumnya. Trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi
injuri vaskuler, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok,
hipertensi, dan akumulasi lipid. (Sudoyo, 2010) Diagnosis STEMI ditegakkan jika
terdapat keluhan angina pektoris akut disertai elevasi segmen ST yang persisten di
dua sadapan yang bersebelahan. Inisiasi tatalaksana revaskularisasi tidak memerlukan
menunggu hasil peningkatan marka jantung. (Perki, 2015)

2. Infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI: non ST segment elevation
myocardial infarction)

Pengertian dari NSTEMI adalah pasien yang mengalami gejala nyeri dada
khas di atas 20 menit, menunjukkan pemeriksaan biokimia kardiak marker yang
positif atau perubahan segmen ST pada pemeriksaan EKG tanpa elevasi segmen ST
yang persisten (Alexander et al, 2007).

3. Angina Pektoris tidak stabil (UAP: unstable angina pectoris)

Angina pektoris adalah nyeri dada intermitten yang disebabkan oleh iskemia
miokardium yang reversibel dan sementara. Diketahui terbagi atas tiga varian utama
angina pektoris: angina pektoris tipikal (stabil), angina pectoris prinzmetal (varian),
dan angina pektoris tak stabil. Pada pembahasan ini akan lebih difokuskan kepada
angina pektoris tidak stabil (Kumar, 2007).

Angina pektoris tak stabil ditandai dengan nyeri angina yang frekuensi nya
meningkat. Serangan cenderung di picu oleh olahraga yang ringan, dan serangan
menjadi lebih intens dan berlangsung lebih lama dari angina pektoris stabil. Angina
tak stabil merupakan tanda awal iskemia miokardium yang lebih serius dan mungkin
ireversibel sehingga kadang-kadang disebut angina pra infark. Pada sebagian besar
pasien, angina ini di picu oleh perubahan akut pada plak di sertai trombosis parsial,
embolisasi distal trombus dan/ atau vasospasme. Perubahan morfologik pada jantung
adalah arterosklerosis koroner dan lesi terkaitnya (Kumar, 2007).

Sumbatan parsial trombus menyebabkan suatu kondisi yang berkaitan dengan


sindrom unstable angina (UA)dan non-ST-elevation myocardial infarction (NSTEMI).
Kedua kondisi ini dibedakan berdasarkan ada tidaknya nekrosis pada miokard. Pada
unstable angina, belum terjadi nekrosis sel otot jantung sementara pada NSTEMI
sudah ada. Dalam membedakannya, dilakukan pemeriksaan serum biomarker. Adanya
peningkatan serum biomarker seperti troponin T dan CK/CKMB menandakan adanya
nekrosis pada otot jantung. Namun, unstable angina yang tidak tertangani dapat
berkembang menjadi NSTEMI hingga STEMI.
Jika sumbatan terjadi secara total, iskemia yang terjadi akan semakin berat dan
nekrosis juga semakin luas. Hal ini dapat menyebabkan manifestasi peningkatan
segmen ST pada STEMI (ST-elevation myocardial infarction).

2. Etiologi

Penyakit ini harus dicurigai pada semua oarang dengan nyeri dada terutama
semua pria diatas 40 tahun dan semua wanita pasca menopause. Dapat juga timbul
pada pria dewasa muda dan wanita yang sedang mestruasi. Mengetahui faktor resiko-
kecuali sangat bermakna biasanya tidak banyak membantu pada keadaan darurat.
Faktor resiko bermakna sebagai berikut:

1. Riwayat kematian atau IMA pada anggota keluara dalam usia yang relatif muda.
2. Kelainan spesifik seperti: DM dan lippoproteinemia type II.
3. Obesitas yang berlebihan
4. Perokok berat.

Dua factor yang mempengaruhi terjadinya IMA.

1. Faktor Penyebab

a. Suplai okesigen ke miokard berkurang, dipicu oleh 3 faktor

1. Factor pembuluh darah : aterosklerosis, spasme, arteritis


2. Factor sirkulasi: hipotensi, stenosis aorta, insufisiensi
3. Factor darah: anemia, hipoksemia, polisitemia

b. Curah jantung meningkat:

1. Aktivitas berlebih
2. Emosi
3. Makan terlalu banyak
4. hipertiroidisme

c. Kebutuhan oksigen miokard meningkat pada:

1. Kerusakan miokard
2. Hipertropimiokard
3. Hipertensi diastolic

2. Faktor Predisposisi

a. Factor resiko biologis yang tidak dapat diubah:

1. Usia lebih dari 40 tahun


2. Jenis kelamin: cenderung lebih tinggi pada pria, sedangkan pada wanita terjadi
setelah menopause
3. Hereditas
4. Ras: lebih sering terjadi pada ras kulit hitam

b. Factor resiko yang dapat diubah:

1. Mayor

a. Hiperlipidemia
b. Hipertensi
c. Merokok
d. Diabetes
e. Obesitas
f. Diet tinggi lemak jenuh, kalori

2. Minor

a. Inaktivitas fisik
b. Pola kepribadian
c. Stress psikologis berlebihan

2. Patofisiologi

Infark miokard diawali dengan terbentuknya aterosklerosis yang kemudian


ruptur dan bisa menyumbat pembuluh darah. Penyakit aterosklerosis ditandai dengan
formasi bertahap fatty plaque di dalam dinding arteri. Plak tersebut lama-kelamaan
akan terus tumbuh ke dalam lumen, sehingga diameter lumen menyempit.
Penyempitan lumen mengganggu aliran darah ke distal dari tempat penyumbatan
terjadi (Ramrakha, 2006). Faktor-faktor seperti hyperlipidemia, merokok, obesitas,
konsumsi alcohol, diabetes, infeksi, stress/emosional dan suhu dingin yang
menyebabkan hal tersebut.

Infark miokard akut terjadi ketika iskemia miokard yang berkepanjangan,


yang bersifat irreversible. IMA dapat dianggap sebagai titik akhir dari PJK. Lokasi
penyakit ini paling sering adalah pada dinding anterior ventrikel kiri di dekat apeks,
yang terjadi akibat trombosis dari cabang desenden arteri coroner kiri. Lokasi umum
lainnya adalah (1) dinding posterior dari ventrikel kiri di dekat dasar dan di belakang
daun katup/ kuspis posterior dari katup mitral dan (2) permukaan inferior
(diafragmantik) jantung. Infark pada ventrikel kiri posterior terjadi akibat oklusi arteri
coroner kanan atau cabang sirkumfleksi arteri coroner kiri. Infark inferior terjadi saat
arteri coroner kanan mengalami oklusi. Pada sekitar 25 % dari IMA dinding inferior,
ventrikel kanan merupakan lokasi infark. Infark atrium terjadi pada kurang dari 5 %.

Tidak seperti iskemia sementara yang terjadi dengan angina, iskemia jangka
panjang yang tidak berkurang akan menyebabkan kerusakan ireversibel terhadap
miokardium. Sel-sel jantung dapat bertahan dari iskemia selama 15 menit sebelum
akhirnya mati. Manifestasi iskemia dapat dilihat dalam 8 hingga 10 detik setelah
aliran darah turun karena miokardium aktif secara metabolic. Ketika jantung tidak
mendapatkan darah dan oksigen, sel jantung akan menggunakan metabolisme
anaerob, menciptakan lebih sedikit adenosine trifosfat (ATP) dan lebih banyak asam
laktat sebagai hasil sampingannya. Sel miokardium sangat sensitif terhadap perubahan
pH dan fungsinya akan menurun. Asidosis akan menyebabkan miokardium menjadi
lebih rentan terhadap efek dari enzim lisosom dalam sel. Asidosis menyebabkan
gangguan sistem konduksi dan terjadi disritmia. Kontraktilitas juga akan berkurang,
sehingga menurunkan kemampuan jantung sebagai suatu pompa. Saat sel miokardium
mengalami nekrosis, enzim intraselular akan dilepaskan ke dalam aliran darah, yang
kemudian dapat dideteksi dengan pengujian laboratorium.

Dalam beberapa jam IMA, area nekrotik akan meregang dalam suatu proses
yang disebut ekspansi infark. Ekspansi ini didorong juga oleh aktivasi neurohormonal
yang terjadi pada IMA. Peningkatan denyut jantung, dilatasi ventrikel, dan aktivasi
dari sistem renin-angiotensin akan meningkatkan preload selama IMA untuk menjaga
curah jantung. Infark transmural akan sembuh dengan menyisakan pembentukan
jaringan parut di ventrikel kiri, yamg disebut remodeling. Ekspansi dapat terus
berlanjut hingga enam minggu setelah IMA dan disertai oleh penipisan progresif serta
perluasan dari area infark dan non infark. Ekspresi gen dari sel-sel jantung yang
mengalami perombakan akan berubah, yang menyebabkan perubahan structural
permanen ke jantung. Jaringan yang mengalami remodelisasi tidak berfungsi dengan
normal dan dapat berakibat pada gagal jantung akut atau kronis dengan disfungsi
ventrikel kiri, serta peningkatan volume serta tekanan ventrikel. Remodeling dapat
berlangsung bertahun-tahun setelah IMA. Proses remodeling ventrikel adalah
disebabkan oleh peningkatan stres dinding akhir diastolik. perluasan infark
menempatkan pasien pada risiko sub-substansial untuk pengembangan gagal jantung
kongestif, aritmia ventrikel, dan dinding gratis pecah (M.Black, Joyce, 2014).

Pada infark miokard akut ketika aliran darah menurun tiba-tiba akibat oklusi
trombus di arteri koroner, maka terjadi infark miokard tipe elevasi segmen ST
(STEMI). Perkembangan perlahan dari stenosis koroner tidak menimbulkan STEMI
karena dalam rentang waktu tersebut dapat terbentuk pembuluh darah kolateral.
Dengan kata lain STEMI hanya terjadi jika arteri koroner tersumbat cepat (Antman,
2005).

Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen ST yang
disebabkan oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak. Erosi dan ruptur plak
ateroma menimbulkan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. Pada Non
STEMI, trombus yang terbentuk biasanya tidak menyebabkan oklusi menyeluruh
lumen arteri koroner (Kalim, 2001).

Infark miokard dapat bersifat transmural dan subendokardial (nontransmural).


Infark miokard transmural disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang terjadi cepat
yaitu dalam beberapa jam hingga minimal 6-8 jam. Semua otot jantung yang terlibat
mengalami nekrosis dalam waktu yang bersamaan. Infark miokard subendokardial
terjadi hanya di sebagian miokard dan terdiri dari bagian nekrosis yang telah terjadi
pada waktu berbeda-beda (Selwyn, 2005).
2. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis infark miokard bergantung pada luasnya infark, kondisi


fisik sebelum serangan dan apakah pernah infark sebelumnya. Manifestasi ini dari
amti mendadak akibat aritmia atau ruptur ventrikel, sampai tanpa gejala sama sekali.
Sering ada nyeri substernal akut, diaforesis, dispnea, mual dan muntah, snagat gelisah
dan mungkin aritmia.

Gambaran klasik dari pasien IMA tanpa komplikasi berupa adanya nyeri dada
substernal yang hebat yang menjalar ke bahu dan lengan kiri, berkeringat dan muntah.
Pemeriksaan fisik ditemukan pasien yang cemas dengan myeri hebat dan tanpa tanda-
tanda abnormal yang lain. Elektrokardiografi (EKG) awal memperlihatkan elevasi
dari segmen ST dan lebih lanjut menunjukkan adanya gelombang Q yang
berhubungan dengan tempat nekrosis miokardium, kreatin fosfokinase darah (CK)
kadarnya meningkat dengan bermakna.

a. Nyeri dada yang tiba-tiba dan berlangsung terus-menerus, terletak dibagian bawah
sternum dan perut atas.
b. Rasa nyeri yang tajam dan berat, biasa menyebar ke bahu dan biasanya kelengan kiri.
c. Nyeri muncul secra spontan dan menetap selama beberapa jam sampai beberapa hari
dan tidak akan hilang dengan istirahat maupun nitrogliserin.
d. Nyeri sering disertai dengan nafas pendek, pucat, berkeringat dingin, pusing dan mual
muntah.
e. Keluhan yang khas adalah nyeri, seperti diremas-remas atau tertekan

Diagnosis pasien ACS didasarkan pada tiga dasar, yaitu gejala, abnormalitas EKG
akut, dan deteksi penanda serum untuk nekrosis miokardium spesifik. UA didiagnosis
berdasarkan gejala klinis, abnormalitas ST sementara pada EKG yang biasanya berupa
depresi segmen ST, dan atau inversi gelombang T. Pada pemeriksaan biomarker serum
tidak didapatkan adanya peningkatan.

Sementara itu, NSTEMI dibedakan dari UA dengan terdeteksinya biomarker


serum penanda nekrosis miokardium. Selain itu, pada NSTEMI terdapat abnormalitas ST
atau gelombang T yang lebih persisten. Pada STEMI, gambaran EKG menunjukan
adanya elevasi segmen ST ditambah dengan terdeteksinya penanda serum untuk nekrosis
miokardium. 2

Abnormalitas EKG pada Unstable Angina dan NSTEMI


Evolusi EKG Selama STEMI

Berikut trias diagnostic dalam mengenali infark miokardium:


Gejala Gejala khas
1. Lokasi nyeri dada di bagian dada depan
(bawah sternum) dengan atau tanpa
perjalaran,kadang berupa nyeri dagu, leher,
atau seperti sakit gigi, penderita tidak bisa
menunjuk lokasi nyeri dengan satu jari tetapi
ditunjukkan dengan telapak tangan
2. Kualitas nyeri, rasa berat seperti ditekan atau
rasa panas seperti terbakar
3. Lama nyeri bisa lebih dari 15 detik sampai 30
Riwayat nyeri dada yang
menit
khas
4. Nyeri dada dapat menjalar ke dagu leher
lengan kiri , punggung dan epigastrium
5. Kadang disertai gejala penyerta berupa
keringat dingin , mual, berdebar, atau sesak.
Sering didapatkan factor pencetus berupa
aktivitas fisik emosi atau stress dan dingin
6. Nyeri tidak hilang dengan istirahat atau
pemberian nitrogliserin sublingual

Gelombang Q (signifikan infark) atau Q patologis.


Segmen ST (elevasi). Gelombang T (meninggi atau
menurun).
Perubahan EKG pada infark miokardium, inversi
gelombang T (kiri), elevasi segmen ST(tengah),
Adanya perubahan EKG
gelombang Q yang menonjol (kanan).
Gelombang Q menunjukkan nekrosis miokardium dan
bersifat Irreversibel. Perubahan pada segmen ST
gelombang T diakibatkan karena iskemia dan akan
menghilang sesudah jangka waktu tertentu
CKMB merupakan enzym yang spesifik sebagai tanda
terjadinya kerusakan pada otot jantung, enzym ini
meningkat 6-10 jam setelah nyeri dada dan kembali
normal dalam 48-72 jam.
Kenaikan enzim otot Walaupun kurang spesifik, pemeriksaan Aspartate
jantung Amino Transferase (AST) dapat membantu bila
penderita datang kerumah sakit sesudah hari ke 3 dari
nyeri dada atau laktat dehydrogenase(LDH) akan
meningkat sesudahhari ke 4 dan menjadi normal
sesudah hari ke 10
WOC (lampiran)

Pemeriksaan penunjang

1. Elektrokardiografi

EKG 12-sadapan dapat digunakan untuk menentukan lokasi dari infark. Lead
V1 dan V2 menghadap ke septum dari jantung, lead V3 dan V4 menghadap dinding
anterior dari ventrikel kiri, dan V5 dan V6 menghadap dinding lateral dari ventrikel
kiri. Terjadi iskemia dan nekrosis pada otot jantung ketika aliran darah ke jantung
terganggu. Kondisi ini dicerminkan pada gangguan gelombang Q, segmen ST, dan
gelombang T pada EKG 12-sadapan.

(Black, 2014)

EKG 12-sadapan dapat memeriksa jantung dari 12 pandangan dan secara


umum semakin banyak lead dengan perubahan gelombang Q dan segmen ST, maka
makin besar infark dan makin buruk prognosisnya. (Black, 2014)

(Black, 2014)
2. Uji Laboratorium

Temuan laboratorium antara lain peningkatan kadar serum isoenzim kreatinin


kinase (CK)-MB, myoglobin, troponin T jantung, dan troponin I jantung. Secara
historis, peningkatan kadar isoenzim laktat dehdidrogenase (LDH) M1, serum
aspartate transaminase (AST), leukosit (leukositosis), dan laju endap darah (LED)
telah membantu diagnosis dari IMA. Walaupun kadar serum dari zat-zat tersebut
dapat juga diambil,tetapi saat ini isoenzim yang digunakan untuk mendiagnosis IMA.
(Black, 2014)

3. Positron Emission Tomography (PET)

PET digunakan untuk megevaluasi metabolisme jantung dan untuk menilai


perfusi jaringan. PET juga dapat digunakan untuk mendeteksi PJK, menilai
pembalikan aliran arteri coroner, mengukur aliran darah miokardium absolut,
mendeteksi IMA, dan membedakan kardiomiopati iskemik dari non iskemik. (Black,
2014)

4. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI membantu mengidentifikasi lokasi dan luas dari MI, menilai efek dari
terapi reperfusi, dan membedakan cedera jaringan yang reversibel dan ireversibel.
(Black, 2014)

5. Transesophagus Ecocardiography (TEE)

Transesophagus Ecocardiography (TEE) merupakan teknik pencitraan di


mana transduser diletakkan pada dinding esofagus. Gambar dari miokardium akan
lebih jelas jika menggunakan lokasi esophagus karena tidak ada udara dan tulang
rusuk antara transduser dan jantung. Teknik ini sangat berguna untuk melihat dinding
posterior dari jantung. (Black, 2014)

2. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan awal pada kasus kecurigaan IMA harus meliputi akses


intravena (IV) adekuat, oksigen, pemantauan jantung, dan pemasangan defibrillator
serta obat-obat jantung pada suatu lokasi telah tersedia. Semua pasien harus diobati
dengan aspirin (kecuali alergi) dan β-bloker (kecuali bradikardia, hipotensi, atau
mengalami intoksikasi simpatomimetik). Sakit dada dapat dihilangkan dengan
nitrogliserin atau morfin sulfat. Pasien harus dievaluasi dengan EKG dan nilai
laboratorium (myoglobin, keratin fosfokinase [CPK], troponin, atau beberapa
kombinasi pemeriksaan tersebut). Terapi reperfusi dengan kateterisasi jantung atau
fibrinolitik atau keduanya harus segera dilaksanakan pada kasus IMA. (Greenberg,
2008)

Sasaran pengobatan IMA pertama adalah menghilangkan rasa sakit dan cemas.
Kedua mencegah dan mengobati sedini mungkin komplikasi (30-40%) yang serius
seperti payah jantung, aritmia, thrombo-embolisme, pericarditis, ruptur m. papillaris,
aneurisma ventrikel, infark ventrikel kanan, iskemia berulang dan kematian
mendadak.

Untuk sakit, diberikan sulfas morphin 2,5-10 mg IV. Pethidin kurang efektif
dibandingkan Morphin dan dapat menyebabkan sinus tachycardia. Obat ini banyak
dipakai pada infark inferior dengan sakit dada dan sinus bradycardia. Dosis 25-50 mg
dapat diulang sesudah 2-4 jam dengan perlahan-lahan.

Pada sakit dada dengan lMA terutama infark anterior dengan sinus tachycardia
dan tekanan darah sistolik di atas 100 - 100 mm Hg B-Blocker dapat dipakai. Dosis
kecil B-Blocker mulai dengan 1/2 - 5 mg Inderal. IV. Dikatakan bahwa pemberian B-
Blocker dalam 5 jam pertama bila tidak ada kontra indikasi dapat mengurangi luasnya
infark.

Nitrat baik sublingual maupun transdermal dapat dipakai bila sakit dada pada
hari-hari pertama. Nifedipin,C-antagonist yang sering dipakai bila diduga
penyebabnya adalah spasme koroner, khusus angina sesudah hari ke-2 dan sebelum
pulang. Istirahat, pemberian oksigen, diet kalori rendah dan mudah dicernakan, serta
pasang infus untuk siap gawat.

Pemberian anti koagulansia hanya pada penderita yang harus dimobilisasi


agak lama seperti gagal jantung, syok dan infark anterior yang luas. Sekitar 60-70%
dari infark tidak terdapat komplikasi dan dianjurkan penanganan sesudah 2-3 minggu
untuk uji latih jantung beban (ULJB) yang dimodifikasikan. Kalau normal untuk
rehabilitasi biasa tetapi kalau abnormal agar diperiksa arteriogram koroner untuk
mengetahui tepat keadaan pembuluh darah koronernya agar dapat ditentukan sikap
yang optimal. Bila ada komplikasi pada IMA dicoba untuk mengklasifikasi penderita
ini dalam subset klinik dan hemodinamik (Forrester) untuk pengobatannya.

Subset Klinik dan Hemodinamik : Pengobatan pada IMA


Subset Klinik Hemodinamik Pengbatan Kematian
Tanpa bendungan
NCI (>2,2) Hilangkan sakit &
I paru-paru & 1-3 %
NPCWP (<12) beri O2
hipoperfusi
Bendungan paru-paru PCWP naik (>18) Diuretika dan nitrat
II 10%
& hipoperfusi CI N test
Menurun Ganti vol digoxin,
Hipoperfusi tanpa
III CI (<2) dobutamin, 20%
bendungan paru
PCWP N vasodilator
Vasopressor
Bendungan paru & PCWP naik vasodilator IABC;
IV 50-80%
hipperfusi perifer CI turun Bedah pada lesi yang
dapat dikreksi
Keterangan :
CI = Cardiac Index
PCWP = Pulmonary capillary Wedge Pressure
Pembatasan perluasan Infark
Seperti telah diterangkan bahwa perfusi miokard dan kebutuhan metabolik tidak
boleh dirugikan oleh pengobatan. Keadaan yang mungkin memperluas infark harus
dicegah atau langsung diperbaiki seperti :

a. Tachykardia,
b. Hipertensi,
c. Hipotensi,
d. Aritmia dan
e. Hipoxemia.

Menghadapi keadaan tersebut diperlukan strategi pengobatan yaitu :

Upaya menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan cara :

a. Beta Blocker
b. Menurunkan afterload penderita dengan hipertensi
c. Membantu sirkulasi dengan IABC
d. Mengurangi iskemia miokard dengan memperbaiki perfusi atau aliran kolateral
ditingkatkan sehingga persediaan 02 miokard meningkat.
e. Pengobatan dengan thrombolitik streptokinase, Tissue plasminogen activator
(Actylase) .
f. Calcium antagonist
g. Peningkatan perfusi koroner dengan IABC

Penatalaksanaan Pertama STEMI

1. Oksigen : suplemen oksigen harus diberikan ada pasien dengan saturasi oksigen
<90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6
jam pertama.
2. Nitrogliserin : Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4
mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit.

a. Morfin : sangat efektif dalam mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan
dalam tatalaksana STEMI. Morfin dapat diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat
diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg.
b. Aspirin : merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan efektif
pada spektrum sindroma koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang
dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukal dengan
dosis 160-325 mg di ruang emergensi. Selanjutnya diberikan peroral dengan dosis 75-
162 mg.
c. Penyekat Beta : Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian
penyekat beta intravena dapat efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah metoprolol
5 mg tiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung > 60 kali
permenit, tekanan darah sistolik > 100 mmHg, interval PR < 0,24 detik dan ronki tidak
lebih dari 10 cm dari diafragma. Lima belas menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan
dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam, dan dilanjutkan
dengan 100 mg tiap 12 jam. (Sudoyo, 2010).
Penatalaksanaan NSTEMI
Pasien NSTEMI harus istirahat ditempat tidur dengan pemantauan EKG untuk
deviasi segmen ST dan irama jantung. Empat komponen utama terapi harus
dipertimbangkan pada setiap pasien NSTEMI yaitu:

a. Terapi antiiskemia
b. Terapi anti platelet/antikoagulan
c. Terapi invasif (kateterisasi dini/ revaskularisasi)
d. Perawatan sebelum meninggalkan RS dan sesudah perawatan RS

Penatalaksanaan Angina Pektoris Tak Stabil

1. Tindakan umum

Pasien perlu perawatan di rumah sakit sebaiknya di unit intensif koroner,


pasien perlu di istirahatkan (bed rest), diberi penenang dan oksigen; pemberian morfin
atau petidin perlu pada pasien yang masih merasakan nyeri dada walaupun sudah
mendapat nitrogliserin (Trisnohadi, 2006).

2. Terapi medikamentosa

a. Obat anti iskemia


b. Nitrat, penyekat beta, antagonis kalsium.
c. Obat anti agregasi trombosit
d. Aspirin, tiklodipin, klopidogrel, inhibitor glikoprotein IIb/ IIIa
e. Obat anti thrombin
f. Unfractionnated Heparin, low molecular weight heparin
g. Direct trombin inhibitors

3. Tindakan revaskularisasi pembuluh darah

Tindakan revaskularisasi perlu dipertimbangkan pada pasien dengan iskemia


berat, dan refrakter dengan terapi medikamentosa. Pada pasien dengan penyempitan di
left main atau penyempitan pada 3 pembuluh darah, bila di sertai faal ventrikel kiri
yang kurang, tindakan operasi bypass (CABG) dapat memperbaiki harapan, kualitas
hidup dan mengurangi resiko kembalinya ke rumah sakit. Pada tindakan bedah darurat
mortalitas dan morbiditas lebih buruk daripada bedah elektif. Pada pasien dengan faal
jantung yang masih baik dengan penyempitan pada satu atau dua pembuluh darah atau
bila ada kontra indikasi pembedahan, PCI merupakan pilihan utama.

Pada angina tak stabil perlunya dilakukan tindakan invasif dini atau konservatif
tergantung dari stratifikasi risiko pasien; pada resiko tinggi, seperti angina terus-
menerus, adanya depresi segmen ST, kadar troponin meningkat, faal ventrikel yang
buruk, adanya gangguan irama jantung seperti takikardi ventrikel, perlu tindakan
invasif dini (Trisnohadi, 2006)
Pendekaatan Triage Unstable Angina
Pada pasien unstable angina perlu dilaakukan pendekatan triage untuk
menentukan apakah pasien perlu mendapatkan tindakan kegawatdaruratan, atau bisa
hanya ditatalaksana secara poliklinis. Berikut pedoman triage pasien unstable angina yang
dapat diaplikasikaan di Instalasi Gawat Darurat:

1. Pada pasien, berdasar anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien menunjukkan


tanda Sindrom Koroner Akut, lakukan pemeriksaan EKG (dalam 10 menit) dan
biomarker jantung. Mulai berikan Morfin, Oksigen, Nitrat, Aspilet, Clopidogrel
(MONACo).
2. Pada pasien dengan hasil EKG menunjukkan elevasi segmen ST > 1 mm, maka
mendukung diagnosis STEMI. Jika hasil EKG menunjukkan hasil yang lain (depresi
segmen ST, peningkatan transien segmen ST atau inversi gelombang T), maka
dicurigai unstable angina atau NSTEMI.
3. Jika hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, EKG dan biomarker tidak mengarah pada
diagnosis STEMI/NSTEMI, ulangi EKG dan biomarker dalam 12 jam ke depan.
4. Jika tetap normal dan kemungkinaan kecil Sindrom Koroner Akut, cari penyebab
nyeri dada lain.
5. Jika tetap normal dan nyeri hilang, singkirkan kemungkinan infark miokard akut.
6. Jika curiga Sindrom Koroner Akut berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik,
singkirkan NSTEMI dengan tes treadmill. Jika resiko rendah (usia > 70 tahun, tidak
memiliki penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskuler, penyakit arteri perofer
sebelumnya, tidak ada sisa angina), pasien dapat dipulangkan dalam 72 jam. Jika
tidak resiko rendah, maka MRS-kan dan evaluasi iskemi (tes treadmill atau kateter).
7. Jika EKG atau biomarker abnormal atau kemungkinan tinggi sindrom koroner akut,
MRS-kan pasien dan tatalaksana sesuai infark miokard akut.
Komplikasi

1. Disritmia

Disritmia merupakan penyebab dari 40% hingga 50% kematian setelah IMA.
Ritme ektopik muncul pada atau sekitar batas dari jaringan miokardium yang iskemik
dan mengalami cedera parah. Miokardium yang rusak juga dapat mengganggu sistem
konduksi, menyebabkan disosiasi atrium dan ventrikel (blok jantung). Supraventrikel
takikardia (SVT) kadang kala terjadi sebagai akibat gagal jantung. (Black, 2014)

2. Syok Kardiogenik

Syok kardiogenik berperan hanya pada 9% kematian akibat IMA, tetapi lebih
dari 70% klien syok meninggal karena sebab ini. Penyebabnya antara lain (1)
penurunan kontraksi miokardium dengan penurunan curah jantung, (2) disritmia tak
terdeteksi, (3) sepsis. (Black, 2014)

3. Gagal Jantung dan Edema Paru

Penyebab kematian paling sering pada klien rawat inap dengan gangguan
jantung adalah gagal jantung. Gagal jantung melumpuhkan 22% klien laki-laki dan
46% wanita yang mengalami IMA. (Black, 2014)

4. Emboli Paru

Emboli paru dapat terjadi karena flebitis dari vena kaki panggul (thrombosis
vena) atau karena atrial flutter atau fibrilasi. Emboli paru terjadi pada 10% hingga
20% klien pada suatu waktu tertentu. (Black, 2014)

5. Infark miokard berulang

Dalam 6 tahun setelah IMA pertama, 18% laki-laki dan 35% wanita dapat
mengalami IMA berulang. Penyebab yang mungkin adalah olahraga berlebih,
embolisasi, dan oklusi trombotik lanjutan pada arteri koroner oleh atheroma.
Manifestasi klinisnya adalah kembalinya nyeri angina. (Black, 2014)

6. Komplikasi yang disebabkan oleh nekrosis miokardium

Komplikasi yang terjadi karena nekrosis dari miokardium antara lain


aneurisme ventrikel, rupture jantung, defek septal ventrikel (VSD), dan otot papiler
yang rupture. Komplikasi ini jarang tetapi serius, biasanya terjadi sekitar 5 hingga 7
hari setelah MI. (Black, 2014)

7. Perikarditis

Sekitar 28% klien dengan MI akut transmural akan mengalami pericarditis


dini (dalam 2 hingga 4 hari). Area yang mengalami infark akan bergesekan dengan
permukaan pericardium dan menyebabkan hilangnya cairan pelumas. Gesekan friksi
perikardium dapat didengar di area pericardial. (Black, 2014)
8. Sindrom Dressler

Sindrom dressler adalah suatu bentuk pericarditis, dapat terjadi paling akhir
enam minggu hingga beberapa bulan setelah IMA. Walaupun agen penyebabnya tidak
diketahui, diduga terjadi karena factor imun. (Black, 2014)

Prognosis

Prognosis dari IMA (Infark Miokard Akut) tergantung dari semakin cepatnya
pertolongan pertama pada klien. Kerusakan pada otot jantung terjadi pada waktu
iskemia selama 15-20 menit.
Pada 25% episode IMA kematian terjadi mendadak dalam beberapa menit
setelah serangan, karena itu banyak yang tidak sampai ke rumah sakit. Mortalitas
keseluruhan 15-30%. Risiko kematian tergantung pada faktor usia penderita, riwayat
penyakit jantung koroner, adanya penyakit lain-lain dan luasnya infark (Price, 2006)

Kesimpulan

1. NSTEMI adalah adanya ketidakseimbangan antara pemintaan dan suplai


oksigen ke
miokardium terutama akibat penyempitan arteri koroner akan menyebabkan
iskemia miokardium lokal.
2. Gejala utama NSTEMI sesuai dengan angina pectoris tak stabil, yaitu nyeri
dada yang lebih dari biasanya, lebih berat dan lama (>20 menit), timbul saat
istirahat atau karena aktivitas fisik minimal. Bedanya, pasien NSTEMI
mengalami peningkatan troponin T dan CKMB pada biomarker jantung.
DAFTAR PUSTAKA

1. Hazinski Mary Fran (2004), Handbook of Emergency Cardiovaskuler Care for


Healthcare Providers, AHA, USA
2. Anderson Jeffrey L, 2007 “Journal of the American College of Cardiology”
3. Levefer, J.,. (1997). Buku Saku Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik.
Jakarta: EGC.
4. Prasetyo, J., B.,. (2003). Ilmu Penyakit Jantung. Surabaya: Airlangga University.
5. Sudoyo, A., W.,. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna
Publishing.
6. Philip I. Aaronson, Philip L. et.al. 2007. The Cardiovascular System at a Glance.
USA

You might also like