Professional Documents
Culture Documents
Acute NSTEMI
Disusun Oleh:
Vivi Novemly Rumahlatu
11.2016.035
Pembimbing:
dr.Sebastian Manurung, Sp.JP
1. Definisi
Infark miokard akut adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh karena sumbatan
pada arteri koroner. Sumbatan akut terjadi oleh karena adanya aterosklerotik pada dinding
arteri koroner sehingga menyumbat aliran darah ke jaringan otot jantung. (M. Black, Joyce,
2014)
Infark miokard akut adalah nekrosis otot jantung akibat terhentinya suplai darah arteri
jantung secara mendadak. Ini merupakan penyulit aterosklerosis yang paling berat dan
penting (Patrick. 2005).
Infark miokard akut adalah terhentinya atau menurunnya aliran darah ke jantung secara
tiba-tiba sehingga otot jatung kekurangan oksigen yang berdampak pada kematian jaringan
atau nekrosis (Surya, 2009).
2. Klasifikasi
Pada lebih dari 90% pasien infark miokard transmural berkaitan dengan
trombosis koroner. Trombosis sering terjadi di daerah yang mengalami penyempitan
arteriosklerosik. Penyebab lain lebih jarang di temukan
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan elektrokardiogram (EKG), dan
pemeriksaan marka jantung, sindrom koroner akut dibagi menjadi:
Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) terjadi jika aliran darah
koroner menurun secara mendadak akibat oklusi trombus pada plak aterosklerotik
yang sudah ada sebelumnya. Trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi
injuri vaskuler, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok,
hipertensi, dan akumulasi lipid. (Sudoyo, 2010) Diagnosis STEMI ditegakkan jika
terdapat keluhan angina pektoris akut disertai elevasi segmen ST yang persisten di
dua sadapan yang bersebelahan. Inisiasi tatalaksana revaskularisasi tidak memerlukan
menunggu hasil peningkatan marka jantung. (Perki, 2015)
2. Infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI: non ST segment elevation
myocardial infarction)
Pengertian dari NSTEMI adalah pasien yang mengalami gejala nyeri dada
khas di atas 20 menit, menunjukkan pemeriksaan biokimia kardiak marker yang
positif atau perubahan segmen ST pada pemeriksaan EKG tanpa elevasi segmen ST
yang persisten (Alexander et al, 2007).
Angina pektoris adalah nyeri dada intermitten yang disebabkan oleh iskemia
miokardium yang reversibel dan sementara. Diketahui terbagi atas tiga varian utama
angina pektoris: angina pektoris tipikal (stabil), angina pectoris prinzmetal (varian),
dan angina pektoris tak stabil. Pada pembahasan ini akan lebih difokuskan kepada
angina pektoris tidak stabil (Kumar, 2007).
Angina pektoris tak stabil ditandai dengan nyeri angina yang frekuensi nya
meningkat. Serangan cenderung di picu oleh olahraga yang ringan, dan serangan
menjadi lebih intens dan berlangsung lebih lama dari angina pektoris stabil. Angina
tak stabil merupakan tanda awal iskemia miokardium yang lebih serius dan mungkin
ireversibel sehingga kadang-kadang disebut angina pra infark. Pada sebagian besar
pasien, angina ini di picu oleh perubahan akut pada plak di sertai trombosis parsial,
embolisasi distal trombus dan/ atau vasospasme. Perubahan morfologik pada jantung
adalah arterosklerosis koroner dan lesi terkaitnya (Kumar, 2007).
2. Etiologi
Penyakit ini harus dicurigai pada semua oarang dengan nyeri dada terutama
semua pria diatas 40 tahun dan semua wanita pasca menopause. Dapat juga timbul
pada pria dewasa muda dan wanita yang sedang mestruasi. Mengetahui faktor resiko-
kecuali sangat bermakna biasanya tidak banyak membantu pada keadaan darurat.
Faktor resiko bermakna sebagai berikut:
1. Riwayat kematian atau IMA pada anggota keluara dalam usia yang relatif muda.
2. Kelainan spesifik seperti: DM dan lippoproteinemia type II.
3. Obesitas yang berlebihan
4. Perokok berat.
1. Faktor Penyebab
1. Aktivitas berlebih
2. Emosi
3. Makan terlalu banyak
4. hipertiroidisme
1. Kerusakan miokard
2. Hipertropimiokard
3. Hipertensi diastolic
2. Faktor Predisposisi
1. Mayor
a. Hiperlipidemia
b. Hipertensi
c. Merokok
d. Diabetes
e. Obesitas
f. Diet tinggi lemak jenuh, kalori
2. Minor
a. Inaktivitas fisik
b. Pola kepribadian
c. Stress psikologis berlebihan
2. Patofisiologi
Tidak seperti iskemia sementara yang terjadi dengan angina, iskemia jangka
panjang yang tidak berkurang akan menyebabkan kerusakan ireversibel terhadap
miokardium. Sel-sel jantung dapat bertahan dari iskemia selama 15 menit sebelum
akhirnya mati. Manifestasi iskemia dapat dilihat dalam 8 hingga 10 detik setelah
aliran darah turun karena miokardium aktif secara metabolic. Ketika jantung tidak
mendapatkan darah dan oksigen, sel jantung akan menggunakan metabolisme
anaerob, menciptakan lebih sedikit adenosine trifosfat (ATP) dan lebih banyak asam
laktat sebagai hasil sampingannya. Sel miokardium sangat sensitif terhadap perubahan
pH dan fungsinya akan menurun. Asidosis akan menyebabkan miokardium menjadi
lebih rentan terhadap efek dari enzim lisosom dalam sel. Asidosis menyebabkan
gangguan sistem konduksi dan terjadi disritmia. Kontraktilitas juga akan berkurang,
sehingga menurunkan kemampuan jantung sebagai suatu pompa. Saat sel miokardium
mengalami nekrosis, enzim intraselular akan dilepaskan ke dalam aliran darah, yang
kemudian dapat dideteksi dengan pengujian laboratorium.
Dalam beberapa jam IMA, area nekrotik akan meregang dalam suatu proses
yang disebut ekspansi infark. Ekspansi ini didorong juga oleh aktivasi neurohormonal
yang terjadi pada IMA. Peningkatan denyut jantung, dilatasi ventrikel, dan aktivasi
dari sistem renin-angiotensin akan meningkatkan preload selama IMA untuk menjaga
curah jantung. Infark transmural akan sembuh dengan menyisakan pembentukan
jaringan parut di ventrikel kiri, yamg disebut remodeling. Ekspansi dapat terus
berlanjut hingga enam minggu setelah IMA dan disertai oleh penipisan progresif serta
perluasan dari area infark dan non infark. Ekspresi gen dari sel-sel jantung yang
mengalami perombakan akan berubah, yang menyebabkan perubahan structural
permanen ke jantung. Jaringan yang mengalami remodelisasi tidak berfungsi dengan
normal dan dapat berakibat pada gagal jantung akut atau kronis dengan disfungsi
ventrikel kiri, serta peningkatan volume serta tekanan ventrikel. Remodeling dapat
berlangsung bertahun-tahun setelah IMA. Proses remodeling ventrikel adalah
disebabkan oleh peningkatan stres dinding akhir diastolik. perluasan infark
menempatkan pasien pada risiko sub-substansial untuk pengembangan gagal jantung
kongestif, aritmia ventrikel, dan dinding gratis pecah (M.Black, Joyce, 2014).
Pada infark miokard akut ketika aliran darah menurun tiba-tiba akibat oklusi
trombus di arteri koroner, maka terjadi infark miokard tipe elevasi segmen ST
(STEMI). Perkembangan perlahan dari stenosis koroner tidak menimbulkan STEMI
karena dalam rentang waktu tersebut dapat terbentuk pembuluh darah kolateral.
Dengan kata lain STEMI hanya terjadi jika arteri koroner tersumbat cepat (Antman,
2005).
Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen ST yang
disebabkan oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak. Erosi dan ruptur plak
ateroma menimbulkan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. Pada Non
STEMI, trombus yang terbentuk biasanya tidak menyebabkan oklusi menyeluruh
lumen arteri koroner (Kalim, 2001).
Gambaran klasik dari pasien IMA tanpa komplikasi berupa adanya nyeri dada
substernal yang hebat yang menjalar ke bahu dan lengan kiri, berkeringat dan muntah.
Pemeriksaan fisik ditemukan pasien yang cemas dengan myeri hebat dan tanpa tanda-
tanda abnormal yang lain. Elektrokardiografi (EKG) awal memperlihatkan elevasi
dari segmen ST dan lebih lanjut menunjukkan adanya gelombang Q yang
berhubungan dengan tempat nekrosis miokardium, kreatin fosfokinase darah (CK)
kadarnya meningkat dengan bermakna.
a. Nyeri dada yang tiba-tiba dan berlangsung terus-menerus, terletak dibagian bawah
sternum dan perut atas.
b. Rasa nyeri yang tajam dan berat, biasa menyebar ke bahu dan biasanya kelengan kiri.
c. Nyeri muncul secra spontan dan menetap selama beberapa jam sampai beberapa hari
dan tidak akan hilang dengan istirahat maupun nitrogliserin.
d. Nyeri sering disertai dengan nafas pendek, pucat, berkeringat dingin, pusing dan mual
muntah.
e. Keluhan yang khas adalah nyeri, seperti diremas-remas atau tertekan
Diagnosis pasien ACS didasarkan pada tiga dasar, yaitu gejala, abnormalitas EKG
akut, dan deteksi penanda serum untuk nekrosis miokardium spesifik. UA didiagnosis
berdasarkan gejala klinis, abnormalitas ST sementara pada EKG yang biasanya berupa
depresi segmen ST, dan atau inversi gelombang T. Pada pemeriksaan biomarker serum
tidak didapatkan adanya peningkatan.
Pemeriksaan penunjang
1. Elektrokardiografi
EKG 12-sadapan dapat digunakan untuk menentukan lokasi dari infark. Lead
V1 dan V2 menghadap ke septum dari jantung, lead V3 dan V4 menghadap dinding
anterior dari ventrikel kiri, dan V5 dan V6 menghadap dinding lateral dari ventrikel
kiri. Terjadi iskemia dan nekrosis pada otot jantung ketika aliran darah ke jantung
terganggu. Kondisi ini dicerminkan pada gangguan gelombang Q, segmen ST, dan
gelombang T pada EKG 12-sadapan.
(Black, 2014)
(Black, 2014)
2. Uji Laboratorium
MRI membantu mengidentifikasi lokasi dan luas dari MI, menilai efek dari
terapi reperfusi, dan membedakan cedera jaringan yang reversibel dan ireversibel.
(Black, 2014)
2. Penatalaksanaan
Sasaran pengobatan IMA pertama adalah menghilangkan rasa sakit dan cemas.
Kedua mencegah dan mengobati sedini mungkin komplikasi (30-40%) yang serius
seperti payah jantung, aritmia, thrombo-embolisme, pericarditis, ruptur m. papillaris,
aneurisma ventrikel, infark ventrikel kanan, iskemia berulang dan kematian
mendadak.
Untuk sakit, diberikan sulfas morphin 2,5-10 mg IV. Pethidin kurang efektif
dibandingkan Morphin dan dapat menyebabkan sinus tachycardia. Obat ini banyak
dipakai pada infark inferior dengan sakit dada dan sinus bradycardia. Dosis 25-50 mg
dapat diulang sesudah 2-4 jam dengan perlahan-lahan.
Pada sakit dada dengan lMA terutama infark anterior dengan sinus tachycardia
dan tekanan darah sistolik di atas 100 - 100 mm Hg B-Blocker dapat dipakai. Dosis
kecil B-Blocker mulai dengan 1/2 - 5 mg Inderal. IV. Dikatakan bahwa pemberian B-
Blocker dalam 5 jam pertama bila tidak ada kontra indikasi dapat mengurangi luasnya
infark.
Nitrat baik sublingual maupun transdermal dapat dipakai bila sakit dada pada
hari-hari pertama. Nifedipin,C-antagonist yang sering dipakai bila diduga
penyebabnya adalah spasme koroner, khusus angina sesudah hari ke-2 dan sebelum
pulang. Istirahat, pemberian oksigen, diet kalori rendah dan mudah dicernakan, serta
pasang infus untuk siap gawat.
a. Tachykardia,
b. Hipertensi,
c. Hipotensi,
d. Aritmia dan
e. Hipoxemia.
a. Beta Blocker
b. Menurunkan afterload penderita dengan hipertensi
c. Membantu sirkulasi dengan IABC
d. Mengurangi iskemia miokard dengan memperbaiki perfusi atau aliran kolateral
ditingkatkan sehingga persediaan 02 miokard meningkat.
e. Pengobatan dengan thrombolitik streptokinase, Tissue plasminogen activator
(Actylase) .
f. Calcium antagonist
g. Peningkatan perfusi koroner dengan IABC
1. Oksigen : suplemen oksigen harus diberikan ada pasien dengan saturasi oksigen
<90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6
jam pertama.
2. Nitrogliserin : Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4
mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit.
a. Morfin : sangat efektif dalam mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan
dalam tatalaksana STEMI. Morfin dapat diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat
diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg.
b. Aspirin : merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan efektif
pada spektrum sindroma koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang
dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukal dengan
dosis 160-325 mg di ruang emergensi. Selanjutnya diberikan peroral dengan dosis 75-
162 mg.
c. Penyekat Beta : Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian
penyekat beta intravena dapat efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah metoprolol
5 mg tiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung > 60 kali
permenit, tekanan darah sistolik > 100 mmHg, interval PR < 0,24 detik dan ronki tidak
lebih dari 10 cm dari diafragma. Lima belas menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan
dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam, dan dilanjutkan
dengan 100 mg tiap 12 jam. (Sudoyo, 2010).
Penatalaksanaan NSTEMI
Pasien NSTEMI harus istirahat ditempat tidur dengan pemantauan EKG untuk
deviasi segmen ST dan irama jantung. Empat komponen utama terapi harus
dipertimbangkan pada setiap pasien NSTEMI yaitu:
a. Terapi antiiskemia
b. Terapi anti platelet/antikoagulan
c. Terapi invasif (kateterisasi dini/ revaskularisasi)
d. Perawatan sebelum meninggalkan RS dan sesudah perawatan RS
1. Tindakan umum
2. Terapi medikamentosa
Pada angina tak stabil perlunya dilakukan tindakan invasif dini atau konservatif
tergantung dari stratifikasi risiko pasien; pada resiko tinggi, seperti angina terus-
menerus, adanya depresi segmen ST, kadar troponin meningkat, faal ventrikel yang
buruk, adanya gangguan irama jantung seperti takikardi ventrikel, perlu tindakan
invasif dini (Trisnohadi, 2006)
Pendekaatan Triage Unstable Angina
Pada pasien unstable angina perlu dilaakukan pendekatan triage untuk
menentukan apakah pasien perlu mendapatkan tindakan kegawatdaruratan, atau bisa
hanya ditatalaksana secara poliklinis. Berikut pedoman triage pasien unstable angina yang
dapat diaplikasikaan di Instalasi Gawat Darurat:
1. Disritmia
Disritmia merupakan penyebab dari 40% hingga 50% kematian setelah IMA.
Ritme ektopik muncul pada atau sekitar batas dari jaringan miokardium yang iskemik
dan mengalami cedera parah. Miokardium yang rusak juga dapat mengganggu sistem
konduksi, menyebabkan disosiasi atrium dan ventrikel (blok jantung). Supraventrikel
takikardia (SVT) kadang kala terjadi sebagai akibat gagal jantung. (Black, 2014)
2. Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik berperan hanya pada 9% kematian akibat IMA, tetapi lebih
dari 70% klien syok meninggal karena sebab ini. Penyebabnya antara lain (1)
penurunan kontraksi miokardium dengan penurunan curah jantung, (2) disritmia tak
terdeteksi, (3) sepsis. (Black, 2014)
Penyebab kematian paling sering pada klien rawat inap dengan gangguan
jantung adalah gagal jantung. Gagal jantung melumpuhkan 22% klien laki-laki dan
46% wanita yang mengalami IMA. (Black, 2014)
4. Emboli Paru
Emboli paru dapat terjadi karena flebitis dari vena kaki panggul (thrombosis
vena) atau karena atrial flutter atau fibrilasi. Emboli paru terjadi pada 10% hingga
20% klien pada suatu waktu tertentu. (Black, 2014)
Dalam 6 tahun setelah IMA pertama, 18% laki-laki dan 35% wanita dapat
mengalami IMA berulang. Penyebab yang mungkin adalah olahraga berlebih,
embolisasi, dan oklusi trombotik lanjutan pada arteri koroner oleh atheroma.
Manifestasi klinisnya adalah kembalinya nyeri angina. (Black, 2014)
7. Perikarditis
Sindrom dressler adalah suatu bentuk pericarditis, dapat terjadi paling akhir
enam minggu hingga beberapa bulan setelah IMA. Walaupun agen penyebabnya tidak
diketahui, diduga terjadi karena factor imun. (Black, 2014)
Prognosis
Prognosis dari IMA (Infark Miokard Akut) tergantung dari semakin cepatnya
pertolongan pertama pada klien. Kerusakan pada otot jantung terjadi pada waktu
iskemia selama 15-20 menit.
Pada 25% episode IMA kematian terjadi mendadak dalam beberapa menit
setelah serangan, karena itu banyak yang tidak sampai ke rumah sakit. Mortalitas
keseluruhan 15-30%. Risiko kematian tergantung pada faktor usia penderita, riwayat
penyakit jantung koroner, adanya penyakit lain-lain dan luasnya infark (Price, 2006)
Kesimpulan