You are on page 1of 25

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU TEKNOLOGI PANGAN


VACUUM FRYING

Dosen Pembimbing:

Zulfiana Dewi, SKM., MP

Ir. Hj Ermina Syainah, MP

Rahmani, STP., MP

Oleh:

Nama : Jumansyah

Kelompok :6

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia


Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Banjarmasin
Program Diploma lll Jurusan Gizi
2017/2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Abon merupakan salah satu proses pengolahan daging yang melibatkan
banyak proses, antara lain perebusan daging, penyayatan, pembumbuan,
penggorengan, dan pengepresan. Proses pembuatan abon ini sudah lama dikenal oleh
masyarakat karena dalam proses pembuatannya dapat dibuat dengan cara yang
tradisional. Pembuatan abon secara tradisional ini adalah dengan menggunakan garpu
untuk menyayat daging menjadi ukuran-ukuran yang lebih kecil dan seragam.
Sementara itu, seiring dengan perkembangan teknologi ditemukan alat yang lebih
canggih yang mampu membantu dalam proses pembuatan abon yaitu Food procesor.
Alat ini digunakan untuk mempermudah dan mempercepat proses pembuatan abon.
Abon yang dibuat dengan cara tradisional dan modern tentu akan
menunjukkan perbedaan tertentu. Hal ini dapat dilihat dengan cara pengujian
organoleptik. Pengujian organoleptik ini meliputi uji hedonik dan uji mutu hedonik.
Uji hedonik atau uji kesukaan digunakan untuk menlihat seberapa besar daya
kesukaan konsumen terhadap produk tersebut yang dilihat dari parameter warna, rasa,
tekstur, dan penampakan. Sementara itu, uji mutu hedonik digunakan untuk melihat
mutu dari produk yang dihasilkan yang dilihat dari parameter rasa dan tektur.
Pengujian organoleptik ini akan membantu produsen dalam mengetahui kualitas
produk yang dihasilkan.
Selain itu menambah nilai ekonomi dari daging, abon merupakan salah satu
proses pengolahan daging yang digunakan untuk proses pengawetan. Hal ini karena
abon dibuat dengan melalui proses pengeringan, sehingga dapat mengurangi kadar air
dalam daging dan dapat memperpanjang masa simpan daging.
Abon ayam merupakan salah satu produksi pangan kering yang diolah melalui
proses penggorengan dan penambahan bumbu-bumbuan. Beberapa keuntungan dari
proses pembuatannya ialah mudah dilakukan. Produk yang dihasilkan memiliki
aroma dan rasa yang khas serta dapat dikembangkan sebagai salah satu usaha baik
dalam skala industri kecil maupun menengah.
Adapun jenis bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan abon dapat
berupa daging sapi, kerbau, ayam dan jenis ikan. Salah satu bahan yang juga dapat
digunakan untuk abon adalah ayam afkir. Untuk mendapatkan abon yang berkualitas
tinggi, diperlukan pengolahan yang baik. Proses pengolahan yang dilakukan dalam
produk abon adalah pemasakan, lama pemasakan yang tepat dalam pengolahan
daging ayam akan menentukan kegurihan dan kelezatan abon.
Abon adalah sejenis makanan kering berbentuk serpihan, dibuat dari daging yang
diberi bumbu kemudian digoreng. Pembuatan abon keluwih sangat membutuhkan
keterampilan tangan, terutama dalam hal meremah keluwih yang berbentuk seperti
nangka sampai halus menjadi abon. Secara keseluruhan pembuatannya cukup
sederhana sehingga memungkinkan setiap orang dapat
melakukannya. Abon merupakan makanan yang yang terbuat dari
serat daging hewan. Penampilannya biasanya berwarna cokelat terang hingga
kehitam-hitaman dikarenakan dibumbui kecap. Abon tampak seperti serat-serat
kapas, karena didominasi oleh serat-serat otot yang mengering yang disuwir-suwir.
Karena kering dan nyaris tak memiliki sisa kadar air, abon biasanya awet
disimpan berminggu-minggu hingga berbulan-bulan dalam kemasan yang kedap
udara.Selain terbuat dari bahan dasar daging (sapi, kambing, kuda, babi dan domba),
ada beberapa abon yang pembuatannya memakai bahan dasar dari makanan laut,
seperti ikan tuna, ikan lele, ikan tongkol, belut, dan udang.
Abon merupakan salah satu produksi pangan kering yang diolah melalui proses
penggorengan dan penambahan bumbu-bumbuan. Beberapa keuntungan dari proses
pembuatannya ialah mudah dilakukan. Produk yang dihasilkan memiliki aroma dan
rasa yang khas serta dapat dikembangkan sebagai salah satu usaha baik dalam skala
industri kecil maupun menengah.
Adapun jenis bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan abon dapat
berupa daging sapi, kerbau, ayam dan jenis ikan. Salah satu bahan yang juga dapat
digunakan untuk abon adalah ayam afkir. Untuk mendapatkan abon yang berkualitas
tinggi, diperlukan pengolahan yang baik. Proses pengolahan yang dilakukan dalam
produk abon adalah pemasakan, lama pemasakan yang tepat dalam pengolahan
daging ayam akan menentukan kegurihan dan kelezatan abon.
Abon ayam merupakan salah satu produksi pangan kering yang diolah melalui
proses penggorengan dan penambahan bumbu-bumbuan. Beberapa keuntungan dari
proses pembuatannya ialah mudah dilakukan. Produk yang dihasilkan memiliki
aroma dan rasa yang khas serta dapat dikembangkan sebagai salah satu usaha baik
dalam skala industri kecil maupun menengah.
Adapun jenis bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan abon dapat
berupa daging sapi, kerbau, ayam dan jenis ikan. Salah satu bahan yang juga dapat
digunakan untuk abon adalah ayam afkir. Untuk mendapatkan abon yang berkualitas
tinggi, diperlukan pengolahan yang baik. Proses pengolahan yang dilakukan dalam
produk abon adalah pemasakan, lama pemasakan yang tepat dalam pengolahan
daging ayam akan menentukan kegurihan dan kelezatan abon.

1.2. Tujuan Praktikum


1.2.1 Tujuan Umum
 Untuk memenuhi tugas ilmu teknologi pangan dalam pembuatan abon
 Agar bisa terampil dalam membuat abon
1.2.2 Tujuan Khusus
 Agar ada pengalaman belajar membuat abon untuk modal industry
kerja dikemudian hari kelak
 Untuk mengetahu kadar air pada abon
 Memproduksi bahan makanan yang ada agar lebih beragam mutunya
dan bisa meningkatkan konsumsi konsumen terhadap makanan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Abon
Abon merupakan salah satu jenis makanan awetan berasal dari daging (sapi,
kerbau, ikan laut) yang disuwir-suwir dengan berbentuk serabut atau dipisahkan dari
seratnya. Kemudian ditambahkan dengan bumbu-bumbu selanjutnya digoreng.
Dalam SNI 01-3707-1995 disebutkan abon adalah suatu jenis makanan kering
berbentuk khas, dibuat dari daging, direbus disayat-sayat, dibumbui, digoreng dan
dipres.
Abon merupakan salah satu jenis makanan awetan berasal dari daging (sapi,
kerbau, ikan laut) yang disuwir-suwir dengan berbentuk serabut atau dipisahkan dari
seratnya. Kemudian ditambahkan dengan bumbu-bumbu selanjutnya digoreng.
Dalam SNI 01-3707-1995 disebutkan abon adalah suatu jenis makanan kering
berbentuk khas, dibuat dari daging, direbus disayat-sayat, dibumbui, digoreng dan
dipres.
Abon sebenarnya merupakan produk daging awet yang sudah lama dikenal
masyarakat. Data BPS (1993) dalam Sianturi (2000) menunjukan bahwa abon
merupakan produk nomor empat terbanyak diproduksi. Abon termasuk makanan
ringan atau lauk yang siap saji. Produk tersebut sudah dikenal oleh masyarakat umum
sejak dulu. Abon dibuat dari daging yang diolah sedemikian rupa sehingga memiliki
karakteristik kering, renyah dan gurih. Pada umumnya daging yang digunakan dalam
pembuatan abon yaitu daging sapi atau kerbau (Suryani et al, 2007).
Abon adalah suatu jenis lauk pauk yang kering dibuat dari daging dengan
penambahan bumbu dan digoreng. Pembuatan abon merupakan salah satu cara
memperpanjang masa simpang daging. Selain itu abon merupakan bahan makanan
yang sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia karena abon mempunyai rasa
yang khas dan abon mudah diterima oleh konsumen (Hilda, 2002).
Lisdiana (1998) mengemukakan bahwa abon umumnya memiliki komposisi
gizi yang cukup baik dan dapat dikonsumsi sebagai makanan ringan dan sebagai lauk
pauk. Pembuatan abon dapat dijadikan sebagai salah alternatif pengolahan bahan
pangan sehingga umur simpan bahan pangan dapat lebih lama, disamping itu cara
pembuatan abon juga cukup mudah sehingga dapat dikembangkan sebagai suatu unit
usaha keluarga (home industri) dan layak untuk dijadikan sebagai salah satu alternatif
usaha. Pada prinsipnya cara pembuatan berbagai jenis abon sama. Prosedur umum
yang dilakukan dimulai dari pemilihan bahan buku, penyiangan dan pencucian bahan,
pengukusan atau perebusan, peremahan, pemasakan atau penggorengan, penirisan
minyak atau pres, penambahan bawang goreng kering dan pengemasan.
Pada dasarnya pembuatan abon menggunakan prinsip pengawetan bahan
pangan dengan memakai panas (pengeringan). Pengeringan adalah suatu usaha
menurunkan kandungan air dari suatu bahan dengan tujuan untuk memperpanjang
daya simpannya. Bahan pangan yang dikeringkan umumnya mempunyai nilai gizi
yang lebih rendah dibandingkan dengan bahan segarnya. Selama pengeringan juga
terjadi perubahan warna, tekstur, aroma dan lain-lain (Muchtadi dan Sugiyono, 1992).
Lisdiana (1998) menyatakan bahwa abon sebagai salah satu produk industri
pangan memiliki standar mutu yang telah ditetapkan oleh departemen perindustrian.
Penetapan standar mutu merupakan acuan bahwa produk tersebut memiliki kualitas
yang baik dan aman bagi kesehatan. Kriteria mutu untuk abon berdasarkan Standar
Industri Indonesia (SII) dapat dilihat pada tabel berikut.

2.1.1 Daging dan Nilai Gizinya


Lawrie (1979), mengatakan bahwa daging mengandung sekitar 75 % air,
protein 19 %, lemak 2,5 % dan kandungan substansi non protein 3,5 %. Selain itu
komposisi daging dipengaruhi beberapa faktor anatara lain jenis ternak, enis kelamin,
umur dan jenis makanan yang diberikan kepada ternak tersebut. Menurut Soeparno
(1994), berdasarkan sifat fisiknya dapat dikelompokan menjadi : (a) daging segar
tanpa pelayuan dan yang dilayukan, (b) daging seghar yang dilayukan dan
didinginkan, (c) daging segar yang bdilaukan kemudian dibekukan, (d) daging masak,
(e) daging asap dan (f) daging olahan.
Tabel 1. perbandingan gizi dari beberapa jenis daging
jenis daging kalori Protein Lemak besi Vitamin

Sapi 129 20 5 2,1 65


Kambing 162 17 10 2,1 60
Itik 129 20 5 2,0 100

Ayam 125 20 5 2,0 3


Sumber : lembaga makanan rakyat (Murtidjo, 1990)
Dilihat dari nilai gizinya, daging ayam merupakan sumber gizi yang baik
karena banyak mengandung unsur-unsur yang diperlukan untuk hidup manusia
diantaranya protein, lemak, karbohidrat, mineral, dan vitamin yang berbeda dengan
manusia (Mountney dan Parkhust, 1995). Kualitas daging ayam ditentukan oleh
komposisi kimia daging ayam dipengaruhi oleh jenis turunan, jenis kelamin, umur
dan pengaturan gizi dalam ransum (Buckle, dkk, 1987).
Daging adalah bagian dari tubuh ternak kecuali tanduk, kuku, tulang dan bulu
yang mengandung protein, lemak, mineral dan vitamin dalam komposisi yang
berbeda tergantung pada bangsa, makanan, jenis ternak dan umur ternak. Daging
jugadapat didefenisikan semua jaringan hewan dan semua bentuk olahannya yang
dapat dimaka dan tidak memebahayakan kesehatan bagai yang memakannya (Pallupi,
1986 ; Soeparno, 1994).
Dilihat dari nilai gizinya, daging ayam merupakan sumber gizi yang baik
karena banyak mengandung unsur-unsur yang diperlukan untuk hidup manusia
diantaranya protein, lemak, karbohidrat, mineral, dan vitamin yang berbeda dengan
manusia (Mountney dan Parkhust, 1995). Kualitas daging ayam ditentukan oleh
komposisi kimia daging ayam dipengaruhi oleh jenis turunan, jenis kelamin, umur
dan pengaturan gizi dalam ransum (Buckle, dkk, 1987).
Berikut ini adalah komposisi pada pembuatan abon :
1. Protein
Protein. Protein adalah sumber asam amino yang mengandung unsur C, H, O
dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Molekul protein juga
mengandung unsur fosfor (F), belerang (S). Fungsi utama protein dalam tubuh adalah
untuk membentuk jaringan tubuh yang baru dan mempertahankan jaringan tubuh
yang telah ada (Winarno, dkk, 1991). Daging ayam merupakan sumber protein yang
berkualitas tinggi, karena selain mudah dicerna juga mengandung asam amino
esensial yang sangat penting untuk tubuh, lebih kurang 25 - 35 % protein terdapat
dalam daging ayam (Mountney dan Parkhust 1995 ). Protein daging sebagian besar
terdiri dari serabut otot dan jaringan ikat Sebagian besar serabut otot mengandung
lebih dari 50 % protein myofibril dan protein sarkoplasma yang terdiri dari enzim-
enzim Sedangkan protein jaringan ikat sebagian besar terdiri dari kolagen dan elastin
(Soeparno, 1996).

2. Lemak
Lemak. Natasasmita (1987 ) menyatakan bahwa kandungan lemak daging
sangat bervarasi dan tergantung pada potongan daging serta pemisahan daging dari
tulangnya. Ditambahkan oleh Mountney dan Parkhust (1995) bahwa kandungan
lemak daging ayam bervariasi menurut jenis kelamin dan spesies menurut Soeparno
(1996 ) bahwa paha ayam (brunstik) dan paha ( gending) dan bagian daging merah
gelap lainnya dari ayam mempunyai kandungan lemak dan kalori yang lebih tinggi
dari daging dada atau daging - daging putih lainnya.
Lemak yang paling menentukan kualitas daging adalah lemak yang terdapat di
dalam urat daging (intramascular) dan lemak inilah yang sangat menentukan
keempukan, rasa, aroma, dan daya tarik daging oleh konsumen. Daging yang baik
adalah daging yang cukup mempunyai kadar perlemakan dalam urat dagingnya
(Gunardi, 1986) Soeparno (1994) mengatakan bahwa daging ayam mengandung 4,7
lemak Menurut Harjoswo dkk (2000) sebagian besar lemak pada daging ayam
terdapat pada bagian bawah kulit hanya sedikit yang berada pada daging Lemak yang
terdapat pada daging ayam adalah lemak tak jenuh, diantaranya adalah palmitoleat
oleat linoleat aracidonat dan klupadonat.
3. Air
Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat
mempengaruhi penampakan tekstur serta akseptabilitas kesegaran dan daya tahan
bahan makanan ( Winarno ,1991).Menurut Soeparno (1996 ) kadar air dalam sel otot
berkisar antara 65 - 85 % Selanjutnya di jelaskan bahwa air yang terdapat dalam otot
di sebut air tericat Air terikat di dalam otot dapat di bagi menjadi komponen air yaitu
: air terikat secara kimiawi oleh otot sebesar 4-5 % sebagai lapisan pertama air terekat
agak lemah sebesar 4 % yang merupakan lapisan kedua yang akan terikat oleh air bila
tekanan uap air meningkat Lapisan ketiga merupakan molekul-molekul daging yang
berjumlah kira - kira 10 %.
Air merupakan bagian terbanyak dan terpenting dari jaringan hewan dan
tumbuh-tumbuhan. Air yang terkandung dalam tubuh ternak berbeda besarnya
tergantung umur ternak tersebut (Anggordi, 1994) Ditambahkan oleh Soeparno
(1996) daging unggas muda mengandung lebih kurang 70 % air sedangkan daging
unggas tua 60 %.

4. PH
pH daging Soeparno (1996) menyatakan faktor yang mempengaruhi variasi
pH daging adalah stress sebelum pemotongan pemberian injeksi hormone dan obat-
obatan tertentu spesies individu ternak macam otot dan aktivitas enzim Ditambahkan
juga pH unggas mengalami penurunan atau peningkatan selama processing menurut
Nurwantoro dan Djarijah (1997) hampir semua mikroba tumbuh pada pH mendekati
netral (6.5 - 7.5). Berdasarkan nilai pH bahan pangan di bedakan dalam beberapa
kelompok yaitu :
1. Pangan berasam rendah yaitu pangan yang mempunyai pH di atas 5.3
2. Pangan berasam sedang yaitu pangan yang mempunyai pH 4.5 - 5.4
3. Pangan berasam sedang yaitu pangan yang mempunyai pH 3.7 - 4.5
4. Pangan berasam tinggi yaitu pangan yang mempunyai pH di bawah 3.7
2.2 Proses Pemasakan
Trenggono, 1983 yang dikutip oleh Harun (1996) mengemukakan bahwa
pengolahan yang sering dilakukan ibu-ibu rumah tangga pada prinsipnya berupa
pemanasan dengan menggunakan medium penghantar panas yang berlainan.
Ditambahkan oleh Winarno, dkk (1980) bahwa dalam proses pemanasan ada
hubungannya dengan suhu dan waktu, jika suhu rendah maka pemanasan lebih lama
sebaliknya jika suhu tinggi maka pemanasan lebih cepat. Pengolahan dengan suhu
rendah dalam waktu relatif lama akan menghasilkan kadar protein yang lebih tinggi
dari pada pengolahan dengan suhu tinggi dalam waktu yang cepat (Trenggono, 1983
yang dikutip oleh Harun, 1996). Lebih lanjut ia jelaskan, berbeda cara pengolahan
maka akan berbeda pula kadar protein yang dihasilkan sebab faktor-faktor yang
berperan langsung dalam proses pengolahan akan berbeda misalnya medium
penghantar panasnya.
Sugitha dkk (1991) menyatakan bahwa pengolahan dengan panas secara
konduksi, konveksi dan radiasi yang merupakan prinsip dasar dari pemanasan.
Pemanasan dengan konduksi melibatkan panas secara langsung dari partikel ke
partikel (misalnya transfer panas secara langsung dari bagian permukaan ke bagian
dalam daging) tanpa melalui medium selain produk itu sendiri. Menurut Winarno dkk
(1980) perambatan panas secara konveksi jauh lebih cepat dari pada perambatan
panas secara konduksi. Semakin padat bahan pangan, maka perambatan panas
semakin lambat. Lebih lanjut ia jelaskan bahwa ada dua faktor yang harus
diperhatikan dalam pengawetan dan pengolahan dengan panas yaitu:
1. Jumlah panas yang diberikan harus cukup untuk mematikan mikroba
pembusuk dan mikroba pathogen.
2. Jumlah panas yang digunakan tidak boleh menyebabkan penurunan gizi dan
cita rasa makanan.
Pemasakan pada suhu dan waktu tertentu menyebabkan protein, lemak,
karbohidrat menjadi bermanfaat bagi manusia (Williams, 1979). Lebih lanjut
dijelaskan ketika daging dimasak baik dengan jalan memanggang, merebus atau
lainnya, ia akan mengisut dan kehilangan air. Menurut pendapat Sugitha dkk (1991)
yang perlu diperhatikan agar kualitas daging tetap baik pada waktu pengolahan
adalah : kadar air selama dimasak (karena air adalah medium penghantar panas). Air
merupakan konduktor panas yang baik dan penetrasi air untuk menghantar panas
akan cepat. Selanjutnya Trenggono, 1983 yang dikutip oleh Harun (1996)
menyatakan bahwa dengan pengolahan akan terjadi perubahan-perubahan fisik dan
kimia dari daging sehingga nilai gizinya akan berubah. Protein dan vitamin yang
terkandung di dalamnya akan mengalami denaturasi yang ditandai oleh pengerutan
daging.
Proses pembuatan abon melalui proses penggorengan. Selama proses
penggorengan terjadi perubahan-perubahan fisikokimiawi baik pada bahan pangan
yang digoreng maupun minyak gorengnya. Suhu penggorengan yang lebih tinggi dari
pada suhu normal (168-1960C) maka akan menyebabkan degradasi minyak goreng
yang berlangsung dengan cepat (antara lain penurunan titik asap). Proses
penggorengan pada suhu tinggi dapat mempercepat proses oksidasi. Lemak pada
daging dan pada abon sapi dapat menyebabkan terjadinya oksidasi. Hasil pemecahan
ikatan rangkap dari asam lemak tidak jenuh adalah asam lemak bebas yang
merupakan sumber bau tengik. Adanya antioksidan dalam lemak seperti vitamin E
(tokoferol) dapat mengurangi kecepatan proses oksidasi lemak, tetapi dengan adanya
prooksidan seperti logam-logam berat (tembaga, besi, kobalt dan mangan) serta
logam porfirin seperti pada mioglobin, klorofil, dan enzim lipoksidasi lemak akan
dipercepat (Nazieb, 2009).
Bumbu yang digunakan dalam proses pembuatan abon adalah sebagai berikut.
1. Bawang Merah
Bawang merah (Allium ceva var. ascalonicum) berfungsi sebagai aroma pada
makanan. Senyawa yang menimbulkan aroma pada bawang merah adalah senyawa
sulfur yang akan menimbulkan bau jika sel bawang merah mengalami kerusakan
(Purnomo, 1997). Bawang merah menurut SNI 01-3159-1992 merupakan umbi lapis
yang terdiri dari siung-siung bernas, utuh, segar dan bersih. Bawang merah berfungsi
sebagai obat tradisional, karenan mengandung efek antiseptik dari senyawa alliin atau
alisin yang akan diubah menjadi asam piruvat, ammonia dan allisin anti mikroba
yang bersifat bakterisidia.

2. Garam
Fungsi garam dalam produk olahan daging adalah sebagai cita rasa,
penghambat pertumbuhan mikroorganisme, menigkatkan daya mengikat air selama
proses pemasakan, dan dapat mengurangi denaturasi mioglobin pada penambahan 2
g/100 g daging. Garam berfungsi untuk meningkatkan daya simpan, karena dapat
menghambat pertumbuhan organism pembusuk. Penambahan garam pada produk
kering sebaiknya tidak kurang dari 2%, karena konsentrasi garam yang kurang dari
1,8% akan menyebabkan rendahnya protein yang terlarut (Usmiati dan Priyanti,
2008). Poulanne et al.. (2001) menyatakan bahwa, pemberian garam dapat menjaga
keamanan pangan secara mikrobiologi, selain itu garam merupakan bahan penting
dalam pengolahan daging, memiliki kontribusi dalam daya ikat air, warna, ikatan
lemak dan rasa.
Penambahan garam dapat meningkatkan ion-ion tembaga, mangan dan besi. Ion-
ion tersebut berfungsi sebagai katalis dalam reaksi ketengikan. Senyawa-senyawa
ketengikan yang terbentuk akan bereaksi dengan asam amino. Reaksi antara
ketengikan dan asam amino disebabkan karena adanya ion-ion logam dalam Kristal
garam yang dapat membentuk pirazinyang membentuk reaksi lanjutan antara asam
amino tertentu dengan ketengikan.

3. Gula Merah
Fungsi gula dalam pembuatan abon adalah sebagai penambah cita rasa serta
salah satu komponen pembentuk warna coklat yang diinginkan pada hasil akhir
produk abon sapi (Sianturi, 2000). Kandungan gula yang tinggi dapat berperan
sebagai penghambat proses oksidasi dan ketengikan, salain itu penambahan gula
kedalam bahan pangan dalam konsentrasi yang tinggi akan menurunkan kadar air
yang tersedia untuk pertumbuhan miroorganosme dan aktivitas air (aw) dari bahan
pangan (Winarno, 1994).
4. Ketumbar
Ketumbar (Coriandrum sativum linn) banyak digunakan untuk bumbu masak,
dalam penggunaan ketumbar dilakukan penggerusan terlebih dahulu. Ketumbar dapat
menimbulkan bau sedap dan rasa gurih, komponen lain dari ketumbar adalah 26%
lemak, 17% protein, 10% pati, dan 20% gula (Purnomo, 1997).

5. Lengkuas
Lengkuas mengandung minyak atsiri , senyawa flavonoid, fenol dan
trepenoid. Rimpang lengkuas mengandung zat-zat yang dapat menghambat enzim
santin oksidase sehingga bersifat antitumor. Minyak atsiri ringpang lengkuas yang
mengandung senyawa flavonoid, berfungsi sebagai antioksidan pada proses
pembuatan makanan kering. Minyak atsiri pada rimpang lengkuas dengan
konsentrasi 100 ppm dan 1000 ppm aktif menghambat pertumbuhan bakteri E.
coli dengan diameter hambatan sebesar 7 mm dan 9 mm, sedangkan terhadap
bakteri S. aureus hanya mampu menghambat pertumbuhan bakteri pada konsentrasi
1000 sebesar 7 mm.

Nilai Organoleptik
Uji organoleptik adalah penilaian untuk mengetahui keadaan sekitar atau
lingkungan dengan menggunakan indera dan kemampuan sensorik. Penilaian ini
meliputi antara lain bau, rasa dan warna (Soekarto, 1985). Nasoetion (1980)
mengemukakan bahwa tujuan organoleptik untuk mengenal sifat atau faktor-faktor
dan cita rasa serta daya terima terhadap makanan. Selanjutnya dijelaskan bahwa
tujuan dari uji organoleptik adalah agar pemilik perusahaan makanan terlebih dahulu
menyelidiki makanan apa yang disukai konsumen sehingga usaha yang dilakukan
lebih efektif dan lancar serta mampu bersaing dipasaran. Dijelaskan juga ada dua cara
penggolongan penilaian cita rasa berdasarkan tujuan penilaian yaitu:
1. Metode Analisa
Tujuan cara ini dapat melihat antara makanan yang dinilai dan tingkat bedanya.
Menurut Soekarto (1985) bahwa untuk melaksanakan suatu penilaian
organoleptik diperlukan panel yang bertugas menilai sifat atau mutu benda
berdasarkan subjektif. Orang yang menjadi anggota panel disebut panelis.
Selanjutnya dijelaskan bahwa dalam penilaian organoleptik dikenal ada macam jenis
panel. Ada enam macam panel yang biasa digunakan dalam penilaian organoleptik,
yaitu:
1. Panel pencicip perorangan (pencicip tradisional)
2. Panel pencicip terbatas
3. Panel terlatih
4. Panel tidak terlatih
5. Panel agak terlatif
6. Konsumen

Sedangkan menurut Soekarto (1985) syarat-syarat sebagai calon panelis adalah:


1. Orang yang akan dijadikan panelis harus ada perhatian terhadap pekerjaan
penilaian organoleptik
2. Calon bersedia dan mempunyai waktu untuk melakukan penilaian organoleptik
3. Calon panelis mempunyai kepekaan yang diperlukan
4. Mengenal cara-cara pengolahan komoditi tersebut dan tahu peranan dan cara-cara
pengolahan.
5. Mempunyai pengetahuan dan pengalaman tentang cara-cara penilaian
organoleptik.
Tabel 2. Standar Industri Indonesia (SII) untuk abon
No Komponen Nilai
1 Bentuk, aroma, warna dan rasa Khas
2 Kadar air 7% maks
3 Kadar abu 7% maks
4 Kadar abu tidak larut dalam asam 0,1% maks
5 Kadar lemak 30% maks
6 Kadar protein 15% maks
7 Kadar serat kasar 1% maks
8 Kadar cemaran logam (Cu, Pb, Hg, -
9 Zn, As) 3000 koloni/g
10 Jumlah bakteri maks
11 Bakteri bentuk coloform -
Kapang -
BAB III
METODE

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
Adapun alat-alat yang di gunakan dalam praktikum ini adalah :
 Baskom
 Timbangan
 Serbet
 Wajan dan Sudip
 Pisau
 Spiner
 Kain perca
 Nampan
 Panci pengukus
 Cobek dan Ulekan

3.1.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan adalah :
 1 ½ potong Daging ayam
 Minyak goreng
 Parutan kelapa diambil santan 900ml
 Gula merah 50 gram
 1 sdm Ketumbar
 1 ons Bawang merah
 50 gr Bawang putih
 2 ruas Lengkuas
 4 lembar Daun salam
 Garam secukupnya
3.2 Prosedur Kerja
1. Daging ayam dibersihkan/dicuci bersih.
2. Kukus daging ayam sampai empuk, pisahkan bagian tulang dan bagian
yang tidak dipakai.
3. Lakukan pengecilan ukuran dengan cara disuwir/disuwir dengan suwir
abon.
4. Masak suwiran daging ayam dengan santan kental dan bumbu-bumbu
sampai air santan habis.
5. Digoreng sampai warna coklat masak (api sedang dan terus dibolak balik
agar masaknya rata dan tidak gosong.
6. Dipres/turuskan sampai dengan benar-benar kering.
7. Abon siap dikemas/dikonsumsi.

2.4 Diagram Alir


Daging ayam cuci bersih

Kukus (empuk)

Pisahkan bagian tulang


(bagian yang tidak dipakai)

Suwir-suwir dengan alat penghancur daging

Masak suwiran daging ayam

Tambah santan kental dan bumbu-bumbu


yang sudah dihaluskan (sampai kering)
Tambahkan minyak goreng
(goreng sampai warna coklat masak)

Dengan api sedang dan terus dibolak-balik


Agar masak rata dan tidak gosong

Dipres

Turuskan sampai dengan benar kering

ABON
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
 Berat daging ayam mentah + tulang : ±1 kg

 Berat daging yang telah dikukus dan disuwir: 700 gram

 Berat daging setelah digoreng dan dipress: 470 gram

 Rendemen:
= (berat akhir/berat awal) × 100%
= (470/700) × 100%
= 67.14 %
Nama Uji Organoleptik
Produk Rasa Warna Tektur Aroma
Bumbu
Daging Ayam
yang khas
Abon Ayam berbumbu yang Kecoklatan Renyah,gurih,krispe
abon ayam
khas

4.2. Pembahasan
Pada praktek abon kali ini, bahan sebelum pemasakan memiliki berat sebesar
1140 gr daging ayam, setelah mengalami proses perebusan beratnya menjadi 640
gram. Rasa dan aroma produk daging ayam berasal dari sejumlah bahan yang ada
dalam lemak dan bersifat menguap ketika dipanaskan (Forrest et al., 1975).
Bumbu yang digunakan dalam pembuatan abon dapat memberikan aroma
yang khas. Bawang merah memiliki bau dan citarasa yang khas yang ditimbulkan
oleh ada nya senyawa yang mudah menguap dari jenis sulfur seperti propil sulfur.
Ketumbar dapat memberikan aroma yang diinginkan dan mnghilangkan bau amis.
Kombinasi gula, garam dan bumbu-bumbu menimbulkan bau yang khas pada produk
akhir (Purnomo, 1996).
Proses pembuatan abon melalui proses penggorengan. Selama proses
penggorengan terjadi perubahan-perubahan fisikokimiawi baik pada bahan
panganyang digoreng maupun minyak gorengnya. Suhu penggorengan yang lebih
tinggi dari pada suhu normal (168-196°C) maka akan menyebabkan degradasi
minyak goreng yang berlangsung dengan cepat (antara lain penurunan titik asap).
Proses penggorengan pada suhu tinggi dapat mempercepat proses oksidasi. Lemak
pada daging dan pada abon dapat menyebabkan terjadinya oksidasi. Hasil
pemecahan ikatan rangkap dari asam lemak tidak jenuh adalah asam lemak bebas
yang merupakan sumber bau tengik. Adanya antioksidan dalam lemak sepertivitamin
E (tokoferol) dapat mengurangi kecepatan proses oksidasi lemak, tetapi dengan
adanya prooksidan seperti logam-logam berat (tembaga, besi, kobalt danmangan)
serta logam porfirin seperti pada mioglobin, klorofil, dan enzim lipoksidasi lemak
akan dipercepat (Nazieb, 2009). Untuk meningkatkan mutu organoleptik dan cita
rasa, dalam pengolahannya abon ditambahkan dengan rempah-rempah. Penambahan
ini juga berfungsi sebagai pengawet alami.
Pemasakan pada suhu dan waktu tertentu menyebabkan protein, lemak,
karbohidrat menjadi bermanfaat bagi manusia (Williams, 1979). Lebih lanjut
dijelaskan ketika daging dimasak baik dengan jalan memanggang, merebus atau
lainnya, ia akan mengisut dan kehilangan air. Menurut pendapat Sugitha dkk (1991)
yang perlu diperhatikan agar kualitas daging tetap baik pada waktu pengolahan
adalah : kadar air selama dimasak (karena air adalah medium penghantar panas). Air
merupakan konduktor panas yang baik dan penetrasi air untuk menghantar panas
akan cepat. Selanjutnya Trenggono, 1983 yang dikutip oleh Harun (1996)
menyatakan bahwa dengan pengolahan akan terjadi perubahan-perubahan fisik dan
kimia dari daging sehingga nilai gizinya akan berubah. Protein dan vitamin yang
terkandung di dalamnya akan mengalami denaturasi yang ditandai oleh pengerutan
daging. Inilah yang membuat berat daging berkurang setelah digoreng.
Beberapa rempah yang sering dipakai dalam pembuatan abon yakni bawang
merah dan bawang putih, garam, gula merah,ketumbar, serta
lengkuas.Bawangberfungsi sebagai pemberi aroma dan rasa padamakanan. Senyawa
yang menimbulkan aroma pada bawang adalah senyawa sulfur yang akan
menimbulkan bau jika sel bawang merah mengalami kerusakan(Purnomo, 1997).
Selain pemberi aroma, bawang merah juga berfungsi sebaga
Tujuan dari praktikum kali ini juga untuk memperbanyak jenis makanan
didalam masyarakat, agar mutu pangan Indonesia beragam. Di Indonesia sendiri hasil
ternak ungags yang palingan banyak yaitu ternak ayam, maka dari itu kami memilih
daging ayam sebagai bahan utama pembuatan abon. Selain memperbanyak jenis
makanan yang diolah , dapat juga membantu mesejahterakan perternak ayam di
Indonesia khususnya di Kalimantan selatan.
BAB V
KESIMPULAN
Abon merupakan salah satu jenis makanan awetan berasal dari daging (sapi,
kerbau, ikan laut) yang disuwir-suwir dengan berbentuk serabut atau dipisahkan dari
seratnya. Kemudian ditambahkan dengan bumbu-bumbu selanjutnya digoreng.
Ktia dapat mengetahui cara pengolahan abon ayam, dengan menggunakan alat,
bahan, dan sederhanaa serta waktu yang dibutuhkan untuk membuat abon tida terlalu
memakan banyak waktu. Kadar air dalam abon tersebut berkurang hingga 52.03%.
Diharapkan dalam pembuatan abon ini masyrakat dapat meningkatkan konsumsi
makanan yang beragam di masyrakat. Adapun fungsi bumbu rempah-rempah selain
memperkaya citarasa , bumbu tersebut dapat memngurangi aroma tengik pada proses
penggorengan daging ayam tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Hadiwiyoto, S. 1983. Hasi1-Hasil Olahan Susu, Ikan, Daging dan Telur


Liberty. Yogyakarta.
Lawrie. R. A. 2003. Ilmu Daging Edisi kelima penerjemah Prof
Dr.Aminuddin Parakkasi. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta
Muchtadi, D. 1988. Evalusi Nilai Gizi Pangan Pusat Antar Universitas Pangan
dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Natasasmita, S. Priyanto dan P. M Tauhid. 1987. Pengantar Evaluasi Daging.
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Fakultas Peternakan cetakan ke-
2 Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
. 2008. Abon Ayam. http//www.google.com. 11 Desember 2008.15:25 WIB
file:///F:/kuliah/semester%204/itp/abonn/laporan%20pembuatan%20abon%20sapi%2
0_%20Intannursiam's%20Blog.html
file:///F:/kuliah/semester%204/itp/abonn/Cara%20buat%20abon%20sapi%20_%20L
ussy.chandra%20Blogz%20_%20Blogger%20Tutorial%20_%20Tips%20And%20Trick%20
Blogger.html
LAPORAN PRAKTIKUM KELOMPOK
ILMU TEKNOLOGI PANGAN
“ABON AYAM”
DOSEN PEMBIMBING :
RAHMANI, STP, MP
Ir. Hj. ERMINA SYAINAH, MP
ZULFIANA DEWI, SKM, MP

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 5
ANNISA AUDINA PUTRI
ARIF RAHMAN
FAULIA RAHMI
LISDAYANTI
NURLATIFAH SA’ADAH

POLITEKNIK KESEHATAN
KEMENTRIAN KESEHATAN BANJARMASIN
JURUSAN GIZI
2016

You might also like