Professional Documents
Culture Documents
Dosen Pembimbing:
Rahmani, STP., MP
Oleh:
Nama : Jumansyah
Kelompok :6
2. Lemak
Lemak. Natasasmita (1987 ) menyatakan bahwa kandungan lemak daging
sangat bervarasi dan tergantung pada potongan daging serta pemisahan daging dari
tulangnya. Ditambahkan oleh Mountney dan Parkhust (1995) bahwa kandungan
lemak daging ayam bervariasi menurut jenis kelamin dan spesies menurut Soeparno
(1996 ) bahwa paha ayam (brunstik) dan paha ( gending) dan bagian daging merah
gelap lainnya dari ayam mempunyai kandungan lemak dan kalori yang lebih tinggi
dari daging dada atau daging - daging putih lainnya.
Lemak yang paling menentukan kualitas daging adalah lemak yang terdapat di
dalam urat daging (intramascular) dan lemak inilah yang sangat menentukan
keempukan, rasa, aroma, dan daya tarik daging oleh konsumen. Daging yang baik
adalah daging yang cukup mempunyai kadar perlemakan dalam urat dagingnya
(Gunardi, 1986) Soeparno (1994) mengatakan bahwa daging ayam mengandung 4,7
lemak Menurut Harjoswo dkk (2000) sebagian besar lemak pada daging ayam
terdapat pada bagian bawah kulit hanya sedikit yang berada pada daging Lemak yang
terdapat pada daging ayam adalah lemak tak jenuh, diantaranya adalah palmitoleat
oleat linoleat aracidonat dan klupadonat.
3. Air
Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat
mempengaruhi penampakan tekstur serta akseptabilitas kesegaran dan daya tahan
bahan makanan ( Winarno ,1991).Menurut Soeparno (1996 ) kadar air dalam sel otot
berkisar antara 65 - 85 % Selanjutnya di jelaskan bahwa air yang terdapat dalam otot
di sebut air tericat Air terikat di dalam otot dapat di bagi menjadi komponen air yaitu
: air terikat secara kimiawi oleh otot sebesar 4-5 % sebagai lapisan pertama air terekat
agak lemah sebesar 4 % yang merupakan lapisan kedua yang akan terikat oleh air bila
tekanan uap air meningkat Lapisan ketiga merupakan molekul-molekul daging yang
berjumlah kira - kira 10 %.
Air merupakan bagian terbanyak dan terpenting dari jaringan hewan dan
tumbuh-tumbuhan. Air yang terkandung dalam tubuh ternak berbeda besarnya
tergantung umur ternak tersebut (Anggordi, 1994) Ditambahkan oleh Soeparno
(1996) daging unggas muda mengandung lebih kurang 70 % air sedangkan daging
unggas tua 60 %.
4. PH
pH daging Soeparno (1996) menyatakan faktor yang mempengaruhi variasi
pH daging adalah stress sebelum pemotongan pemberian injeksi hormone dan obat-
obatan tertentu spesies individu ternak macam otot dan aktivitas enzim Ditambahkan
juga pH unggas mengalami penurunan atau peningkatan selama processing menurut
Nurwantoro dan Djarijah (1997) hampir semua mikroba tumbuh pada pH mendekati
netral (6.5 - 7.5). Berdasarkan nilai pH bahan pangan di bedakan dalam beberapa
kelompok yaitu :
1. Pangan berasam rendah yaitu pangan yang mempunyai pH di atas 5.3
2. Pangan berasam sedang yaitu pangan yang mempunyai pH 4.5 - 5.4
3. Pangan berasam sedang yaitu pangan yang mempunyai pH 3.7 - 4.5
4. Pangan berasam tinggi yaitu pangan yang mempunyai pH di bawah 3.7
2.2 Proses Pemasakan
Trenggono, 1983 yang dikutip oleh Harun (1996) mengemukakan bahwa
pengolahan yang sering dilakukan ibu-ibu rumah tangga pada prinsipnya berupa
pemanasan dengan menggunakan medium penghantar panas yang berlainan.
Ditambahkan oleh Winarno, dkk (1980) bahwa dalam proses pemanasan ada
hubungannya dengan suhu dan waktu, jika suhu rendah maka pemanasan lebih lama
sebaliknya jika suhu tinggi maka pemanasan lebih cepat. Pengolahan dengan suhu
rendah dalam waktu relatif lama akan menghasilkan kadar protein yang lebih tinggi
dari pada pengolahan dengan suhu tinggi dalam waktu yang cepat (Trenggono, 1983
yang dikutip oleh Harun, 1996). Lebih lanjut ia jelaskan, berbeda cara pengolahan
maka akan berbeda pula kadar protein yang dihasilkan sebab faktor-faktor yang
berperan langsung dalam proses pengolahan akan berbeda misalnya medium
penghantar panasnya.
Sugitha dkk (1991) menyatakan bahwa pengolahan dengan panas secara
konduksi, konveksi dan radiasi yang merupakan prinsip dasar dari pemanasan.
Pemanasan dengan konduksi melibatkan panas secara langsung dari partikel ke
partikel (misalnya transfer panas secara langsung dari bagian permukaan ke bagian
dalam daging) tanpa melalui medium selain produk itu sendiri. Menurut Winarno dkk
(1980) perambatan panas secara konveksi jauh lebih cepat dari pada perambatan
panas secara konduksi. Semakin padat bahan pangan, maka perambatan panas
semakin lambat. Lebih lanjut ia jelaskan bahwa ada dua faktor yang harus
diperhatikan dalam pengawetan dan pengolahan dengan panas yaitu:
1. Jumlah panas yang diberikan harus cukup untuk mematikan mikroba
pembusuk dan mikroba pathogen.
2. Jumlah panas yang digunakan tidak boleh menyebabkan penurunan gizi dan
cita rasa makanan.
Pemasakan pada suhu dan waktu tertentu menyebabkan protein, lemak,
karbohidrat menjadi bermanfaat bagi manusia (Williams, 1979). Lebih lanjut
dijelaskan ketika daging dimasak baik dengan jalan memanggang, merebus atau
lainnya, ia akan mengisut dan kehilangan air. Menurut pendapat Sugitha dkk (1991)
yang perlu diperhatikan agar kualitas daging tetap baik pada waktu pengolahan
adalah : kadar air selama dimasak (karena air adalah medium penghantar panas). Air
merupakan konduktor panas yang baik dan penetrasi air untuk menghantar panas
akan cepat. Selanjutnya Trenggono, 1983 yang dikutip oleh Harun (1996)
menyatakan bahwa dengan pengolahan akan terjadi perubahan-perubahan fisik dan
kimia dari daging sehingga nilai gizinya akan berubah. Protein dan vitamin yang
terkandung di dalamnya akan mengalami denaturasi yang ditandai oleh pengerutan
daging.
Proses pembuatan abon melalui proses penggorengan. Selama proses
penggorengan terjadi perubahan-perubahan fisikokimiawi baik pada bahan pangan
yang digoreng maupun minyak gorengnya. Suhu penggorengan yang lebih tinggi dari
pada suhu normal (168-1960C) maka akan menyebabkan degradasi minyak goreng
yang berlangsung dengan cepat (antara lain penurunan titik asap). Proses
penggorengan pada suhu tinggi dapat mempercepat proses oksidasi. Lemak pada
daging dan pada abon sapi dapat menyebabkan terjadinya oksidasi. Hasil pemecahan
ikatan rangkap dari asam lemak tidak jenuh adalah asam lemak bebas yang
merupakan sumber bau tengik. Adanya antioksidan dalam lemak seperti vitamin E
(tokoferol) dapat mengurangi kecepatan proses oksidasi lemak, tetapi dengan adanya
prooksidan seperti logam-logam berat (tembaga, besi, kobalt dan mangan) serta
logam porfirin seperti pada mioglobin, klorofil, dan enzim lipoksidasi lemak akan
dipercepat (Nazieb, 2009).
Bumbu yang digunakan dalam proses pembuatan abon adalah sebagai berikut.
1. Bawang Merah
Bawang merah (Allium ceva var. ascalonicum) berfungsi sebagai aroma pada
makanan. Senyawa yang menimbulkan aroma pada bawang merah adalah senyawa
sulfur yang akan menimbulkan bau jika sel bawang merah mengalami kerusakan
(Purnomo, 1997). Bawang merah menurut SNI 01-3159-1992 merupakan umbi lapis
yang terdiri dari siung-siung bernas, utuh, segar dan bersih. Bawang merah berfungsi
sebagai obat tradisional, karenan mengandung efek antiseptik dari senyawa alliin atau
alisin yang akan diubah menjadi asam piruvat, ammonia dan allisin anti mikroba
yang bersifat bakterisidia.
2. Garam
Fungsi garam dalam produk olahan daging adalah sebagai cita rasa,
penghambat pertumbuhan mikroorganisme, menigkatkan daya mengikat air selama
proses pemasakan, dan dapat mengurangi denaturasi mioglobin pada penambahan 2
g/100 g daging. Garam berfungsi untuk meningkatkan daya simpan, karena dapat
menghambat pertumbuhan organism pembusuk. Penambahan garam pada produk
kering sebaiknya tidak kurang dari 2%, karena konsentrasi garam yang kurang dari
1,8% akan menyebabkan rendahnya protein yang terlarut (Usmiati dan Priyanti,
2008). Poulanne et al.. (2001) menyatakan bahwa, pemberian garam dapat menjaga
keamanan pangan secara mikrobiologi, selain itu garam merupakan bahan penting
dalam pengolahan daging, memiliki kontribusi dalam daya ikat air, warna, ikatan
lemak dan rasa.
Penambahan garam dapat meningkatkan ion-ion tembaga, mangan dan besi. Ion-
ion tersebut berfungsi sebagai katalis dalam reaksi ketengikan. Senyawa-senyawa
ketengikan yang terbentuk akan bereaksi dengan asam amino. Reaksi antara
ketengikan dan asam amino disebabkan karena adanya ion-ion logam dalam Kristal
garam yang dapat membentuk pirazinyang membentuk reaksi lanjutan antara asam
amino tertentu dengan ketengikan.
3. Gula Merah
Fungsi gula dalam pembuatan abon adalah sebagai penambah cita rasa serta
salah satu komponen pembentuk warna coklat yang diinginkan pada hasil akhir
produk abon sapi (Sianturi, 2000). Kandungan gula yang tinggi dapat berperan
sebagai penghambat proses oksidasi dan ketengikan, salain itu penambahan gula
kedalam bahan pangan dalam konsentrasi yang tinggi akan menurunkan kadar air
yang tersedia untuk pertumbuhan miroorganosme dan aktivitas air (aw) dari bahan
pangan (Winarno, 1994).
4. Ketumbar
Ketumbar (Coriandrum sativum linn) banyak digunakan untuk bumbu masak,
dalam penggunaan ketumbar dilakukan penggerusan terlebih dahulu. Ketumbar dapat
menimbulkan bau sedap dan rasa gurih, komponen lain dari ketumbar adalah 26%
lemak, 17% protein, 10% pati, dan 20% gula (Purnomo, 1997).
5. Lengkuas
Lengkuas mengandung minyak atsiri , senyawa flavonoid, fenol dan
trepenoid. Rimpang lengkuas mengandung zat-zat yang dapat menghambat enzim
santin oksidase sehingga bersifat antitumor. Minyak atsiri ringpang lengkuas yang
mengandung senyawa flavonoid, berfungsi sebagai antioksidan pada proses
pembuatan makanan kering. Minyak atsiri pada rimpang lengkuas dengan
konsentrasi 100 ppm dan 1000 ppm aktif menghambat pertumbuhan bakteri E.
coli dengan diameter hambatan sebesar 7 mm dan 9 mm, sedangkan terhadap
bakteri S. aureus hanya mampu menghambat pertumbuhan bakteri pada konsentrasi
1000 sebesar 7 mm.
Nilai Organoleptik
Uji organoleptik adalah penilaian untuk mengetahui keadaan sekitar atau
lingkungan dengan menggunakan indera dan kemampuan sensorik. Penilaian ini
meliputi antara lain bau, rasa dan warna (Soekarto, 1985). Nasoetion (1980)
mengemukakan bahwa tujuan organoleptik untuk mengenal sifat atau faktor-faktor
dan cita rasa serta daya terima terhadap makanan. Selanjutnya dijelaskan bahwa
tujuan dari uji organoleptik adalah agar pemilik perusahaan makanan terlebih dahulu
menyelidiki makanan apa yang disukai konsumen sehingga usaha yang dilakukan
lebih efektif dan lancar serta mampu bersaing dipasaran. Dijelaskan juga ada dua cara
penggolongan penilaian cita rasa berdasarkan tujuan penilaian yaitu:
1. Metode Analisa
Tujuan cara ini dapat melihat antara makanan yang dinilai dan tingkat bedanya.
Menurut Soekarto (1985) bahwa untuk melaksanakan suatu penilaian
organoleptik diperlukan panel yang bertugas menilai sifat atau mutu benda
berdasarkan subjektif. Orang yang menjadi anggota panel disebut panelis.
Selanjutnya dijelaskan bahwa dalam penilaian organoleptik dikenal ada macam jenis
panel. Ada enam macam panel yang biasa digunakan dalam penilaian organoleptik,
yaitu:
1. Panel pencicip perorangan (pencicip tradisional)
2. Panel pencicip terbatas
3. Panel terlatih
4. Panel tidak terlatih
5. Panel agak terlatif
6. Konsumen
3.1.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan adalah :
1 ½ potong Daging ayam
Minyak goreng
Parutan kelapa diambil santan 900ml
Gula merah 50 gram
1 sdm Ketumbar
1 ons Bawang merah
50 gr Bawang putih
2 ruas Lengkuas
4 lembar Daun salam
Garam secukupnya
3.2 Prosedur Kerja
1. Daging ayam dibersihkan/dicuci bersih.
2. Kukus daging ayam sampai empuk, pisahkan bagian tulang dan bagian
yang tidak dipakai.
3. Lakukan pengecilan ukuran dengan cara disuwir/disuwir dengan suwir
abon.
4. Masak suwiran daging ayam dengan santan kental dan bumbu-bumbu
sampai air santan habis.
5. Digoreng sampai warna coklat masak (api sedang dan terus dibolak balik
agar masaknya rata dan tidak gosong.
6. Dipres/turuskan sampai dengan benar-benar kering.
7. Abon siap dikemas/dikonsumsi.
Kukus (empuk)
Dipres
ABON
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Berat daging ayam mentah + tulang : ±1 kg
Rendemen:
= (berat akhir/berat awal) × 100%
= (470/700) × 100%
= 67.14 %
Nama Uji Organoleptik
Produk Rasa Warna Tektur Aroma
Bumbu
Daging Ayam
yang khas
Abon Ayam berbumbu yang Kecoklatan Renyah,gurih,krispe
abon ayam
khas
4.2. Pembahasan
Pada praktek abon kali ini, bahan sebelum pemasakan memiliki berat sebesar
1140 gr daging ayam, setelah mengalami proses perebusan beratnya menjadi 640
gram. Rasa dan aroma produk daging ayam berasal dari sejumlah bahan yang ada
dalam lemak dan bersifat menguap ketika dipanaskan (Forrest et al., 1975).
Bumbu yang digunakan dalam pembuatan abon dapat memberikan aroma
yang khas. Bawang merah memiliki bau dan citarasa yang khas yang ditimbulkan
oleh ada nya senyawa yang mudah menguap dari jenis sulfur seperti propil sulfur.
Ketumbar dapat memberikan aroma yang diinginkan dan mnghilangkan bau amis.
Kombinasi gula, garam dan bumbu-bumbu menimbulkan bau yang khas pada produk
akhir (Purnomo, 1996).
Proses pembuatan abon melalui proses penggorengan. Selama proses
penggorengan terjadi perubahan-perubahan fisikokimiawi baik pada bahan
panganyang digoreng maupun minyak gorengnya. Suhu penggorengan yang lebih
tinggi dari pada suhu normal (168-196°C) maka akan menyebabkan degradasi
minyak goreng yang berlangsung dengan cepat (antara lain penurunan titik asap).
Proses penggorengan pada suhu tinggi dapat mempercepat proses oksidasi. Lemak
pada daging dan pada abon dapat menyebabkan terjadinya oksidasi. Hasil
pemecahan ikatan rangkap dari asam lemak tidak jenuh adalah asam lemak bebas
yang merupakan sumber bau tengik. Adanya antioksidan dalam lemak sepertivitamin
E (tokoferol) dapat mengurangi kecepatan proses oksidasi lemak, tetapi dengan
adanya prooksidan seperti logam-logam berat (tembaga, besi, kobalt danmangan)
serta logam porfirin seperti pada mioglobin, klorofil, dan enzim lipoksidasi lemak
akan dipercepat (Nazieb, 2009). Untuk meningkatkan mutu organoleptik dan cita
rasa, dalam pengolahannya abon ditambahkan dengan rempah-rempah. Penambahan
ini juga berfungsi sebagai pengawet alami.
Pemasakan pada suhu dan waktu tertentu menyebabkan protein, lemak,
karbohidrat menjadi bermanfaat bagi manusia (Williams, 1979). Lebih lanjut
dijelaskan ketika daging dimasak baik dengan jalan memanggang, merebus atau
lainnya, ia akan mengisut dan kehilangan air. Menurut pendapat Sugitha dkk (1991)
yang perlu diperhatikan agar kualitas daging tetap baik pada waktu pengolahan
adalah : kadar air selama dimasak (karena air adalah medium penghantar panas). Air
merupakan konduktor panas yang baik dan penetrasi air untuk menghantar panas
akan cepat. Selanjutnya Trenggono, 1983 yang dikutip oleh Harun (1996)
menyatakan bahwa dengan pengolahan akan terjadi perubahan-perubahan fisik dan
kimia dari daging sehingga nilai gizinya akan berubah. Protein dan vitamin yang
terkandung di dalamnya akan mengalami denaturasi yang ditandai oleh pengerutan
daging. Inilah yang membuat berat daging berkurang setelah digoreng.
Beberapa rempah yang sering dipakai dalam pembuatan abon yakni bawang
merah dan bawang putih, garam, gula merah,ketumbar, serta
lengkuas.Bawangberfungsi sebagai pemberi aroma dan rasa padamakanan. Senyawa
yang menimbulkan aroma pada bawang adalah senyawa sulfur yang akan
menimbulkan bau jika sel bawang merah mengalami kerusakan(Purnomo, 1997).
Selain pemberi aroma, bawang merah juga berfungsi sebaga
Tujuan dari praktikum kali ini juga untuk memperbanyak jenis makanan
didalam masyarakat, agar mutu pangan Indonesia beragam. Di Indonesia sendiri hasil
ternak ungags yang palingan banyak yaitu ternak ayam, maka dari itu kami memilih
daging ayam sebagai bahan utama pembuatan abon. Selain memperbanyak jenis
makanan yang diolah , dapat juga membantu mesejahterakan perternak ayam di
Indonesia khususnya di Kalimantan selatan.
BAB V
KESIMPULAN
Abon merupakan salah satu jenis makanan awetan berasal dari daging (sapi,
kerbau, ikan laut) yang disuwir-suwir dengan berbentuk serabut atau dipisahkan dari
seratnya. Kemudian ditambahkan dengan bumbu-bumbu selanjutnya digoreng.
Ktia dapat mengetahui cara pengolahan abon ayam, dengan menggunakan alat,
bahan, dan sederhanaa serta waktu yang dibutuhkan untuk membuat abon tida terlalu
memakan banyak waktu. Kadar air dalam abon tersebut berkurang hingga 52.03%.
Diharapkan dalam pembuatan abon ini masyrakat dapat meningkatkan konsumsi
makanan yang beragam di masyrakat. Adapun fungsi bumbu rempah-rempah selain
memperkaya citarasa , bumbu tersebut dapat memngurangi aroma tengik pada proses
penggorengan daging ayam tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 5
ANNISA AUDINA PUTRI
ARIF RAHMAN
FAULIA RAHMI
LISDAYANTI
NURLATIFAH SA’ADAH
POLITEKNIK KESEHATAN
KEMENTRIAN KESEHATAN BANJARMASIN
JURUSAN GIZI
2016