Professional Documents
Culture Documents
Dalam perpajakan, yang dimaksud dengan objek pajak yaitu apa-apa yang
dikenakan pajak. Mengingat penting dan strategisnya objek pajak dalam perpajakan, baik
menyatakan apa yang menjadi objek pajak setiap jenis pajak. Untuk itu, sebagai contoh,
pasal 4 Ayat (1) dan ayat (2) undang-undang pajak pengahasilan telah memberikan
bahwa “Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari
luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan
Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. ”2
dalam bukunya tentang definisi objek pajak. Erly Suandy menyebutkan secara ringkas
definisi objek pajak adalah segala sesuatu yang akan dikenakan pajak.3 Dan sebagaimana
telah kami singgung sebelumnya, dalam pasal 4 Undang-undang nomor 17 tahun 2000
tentang PPh, disebutkan tentang definisi obyek pajak penghasilan sebagaimana definisi
objek pajak yang telah disebutkan oleh pemerintah pengurus pajak dalam websitenya,
http://pajak.go.id.
Meskipun segala sesuatu yang ada dalam masyarakat dapat dijadikan objek yang dapat
dikenakan pajak (tatsbestand), namun dalam menentukan objek tersebut (fiscus) harus
jeli dan teliti, jangan sampai menimbulkan kerugian bagi wajib pajak karena suatu objek
seharusnya tidak dapat dikekanakan pajak, justru berubah menjadi objek yang dapat
dikenakan pajak.
Pada dasarnya obyek pajak yang ditentukan oleh pemerintah tidaklah banyak macam
ataupun jenisnya, tetapi perkembangan teknologi dan sistem keuangan menjadikan obyek
pajak tersebut harus mengalami perluasan. Perluasan yang terjadi ini, dalam arti
perpajakan.
Tahun 2000, perluasan objek pajak diatur dalam pasal 4 UU PPN tahun 1984 dan
A. Bersifat Kondifikasi
Berbagai peraturan pelaksanaan dan petunjuk pelaksanan dalam banyak surat edaran
Direktur Jndral Pajak yang acapkali mengatur permasalahan yang tidak pernah ditemukan
1)Objek pajak berasal dari Peraturan Pelaksanaan Pasal 4 ayat (2) UU No 8 Thn 83’ pra
revisi, yaitu:
a)PP No 22 Thn 1985 (jenis jasa yang atas penyerahannya terutang pajak )sejak Tgl 1
c)PP No 75 Thn 7991 yang memperluas objekl pajak pertambahan nilai atas penyerahaan
barang kena pajak yang dilakukan didaerah Pabean dalam lingkuyangan perusahaan atau
2)Perluasan pennyerahan barang kena pajak yang tidak pernah disebut dalam UU,
semuala diatur hanya dalam petunjuk pelaksanaan yang dituangkan dalam beberapa surat
edaran :
a)Surat Edaran Direktur Jendral Pajak No: SE-28/Pj.3/1985 tgl 2 aprl 1985 (SERI
b)Penyerahaan barang kena pajak dari kantor pusat ke cabang dan antar cabang
Dalam perjalanan sejarah UU PP 1984 sejak ditetapkan mulai berlaku 1 Apr 1985 oleh
peraturan pemerintah No 1 Thn 1985 hingga perubahan terakhir yang berlaku mulai 1 Jan
2001 yang dilakukan dengan UU No 18 Thn 2000, Objek pajak pertambahan nilai telah
mengalami beberapa kali perluasaan. Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 4 ayat (2)
yang lama PPN dapat diberlakukan hingga penyerahan barang kena pajak yang dilakukan
dalam daerah pabean dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan pedagang eceran dan
Banyak sekali yang dapat dimasukkan dalam kategori ini obyek pajak yang dalam
bahasa jerman disebut dengan tatbestand. Dalam masyarakat terdapat banyak hal yang
dapat dikenakan pajak. Pengenaan ini dapat dikarenakan keadaan, perbuatan maupun
peristiwa.9 Misalnya :
Keadaan : kekayaan seseorang pada waktu tertentu atau kepemilikan atas suatu benda;
Peristiwa : kematian, keuntungan yang diterima secara mendadak, dan segala sesuatu
Selain itu, obyek pajak dapat dibedakan juga dalam kategori obyek pajak langsung dan
obyek pajak tidak langsung.10 Pada pajak tak langsung, besarnya pajak yang dikenakan
tidak terpengaruhi oleh keadaan wajib pajak, tetapi obyeknya saja yang menentukan.
Contohnya seperti pengenaan PPN dan bea cukai. Sebaliknya, pajak langsung
pengenaannya masih tergantung pada keadaan wajib pajak. Contohnya pada pajak
penghasilan, dalam perhitungannya terdapat penghasilan yang tidak kena pajak, yang
mana dalam penghasilan pajak ini, keadaan wajib pajak mempengaruhi besarnya
penghasilan tidak kena pajak. Menikah atau tidak, memiliki anak atau tidak dan lain
sebagainya inilah yang mempengaruhi besar penghasilan tidak kena pajak tersebut.
Membahas sedikit tentang pajak penghasilan, dalam hal ketentuan pemerintah tentang
penghasilan tidak kena pajak, kami merasa ada ketidakadilan di dalamnya. Mengapa?
Apabila kita kaji lagi, dasar pengenaan penghasilan tidak kena pajak atau yang
biasa disebut dengan PTKP tidaklah sesuai dengan iklim sosiologis negara kita, terutama
PTKP yaitu batasan penghasilan dari orang pribadi dalam satu tahun yang tidak
diberlakukan sejak januari 2009, pada pasal 7 ayat (1) ditentukan bahwa : PTKP untuk
wajib pajak peibadi dalam satu tahun adalah Rp 15.840.000,00, dan terdapat tambahan
1.320.000,00. Dan untuk mudahnya, kami berikan gambaran contoh penghitungan PTKP
sebagai berikut.
Uraian
PTKP
15.840.000
Kawin (K)
17.160.000
18.480.000
18.800.000
Kawin 3 anak(K/3)
21.120.000
Dari tabel diatas, bila dihitung secara matematik, maka setiap bulannya seorang
suami ataupun seorang individu yang tidak menikah akan mendapat PTKP sebesar Rp
1.320.000,00 dan jumlah tersebut merupakan besar tunjangan istri selama setahun, yang
apabila dihitung lagi, maka seorang istri hanya mendapat tunjangan sebesar Rp
110.000,00. Tentunya dapat kita pahami dalam logika kita bahwa dalam mekanisme
Berkenaan dengan adanya sistem poligami dalam islam, dalam mekanisme PTKP istri
kedua dan ketiga tidaklah masuk dalam hitungan. Bahkan apabila jumlah anak atau
tanggungan sedarah kebawah ini berjumlah lebih dari 3 orang. Hal ini didasarkan pada
Pertanyaan lainnya adalah bagaimana apabila orang tua yang menjadi tanggungan? Hal
ini diijinkan dengan ketentuan bahwa orang tua tersebut telah dinyatakan tidak
berpenghasilan dan tidak bekerja, dan jumlah tanggungan tersebut hanyalah sebesar 1%
saja. Dan ketentuan 1% ini dapat diberlakukan pada tanggungan yang tidak mendapat
Bagaimana apabila ada saudara kita yang ada dalam tanggungan seorang wajib pajak,
sebagaimana dalam masyarakat kita apabila orang tua telah tiada maka perwalian dan
pertanggungannya akan jatuh pada saudara yang lebih tua atau saudara yang telah
berpenghasilan. Garis keturunan kesamping ini sejauh ini tidak diakui dalam pembahasan
tentang pajak penghasilan, khususnya berkaitan dengan PTKP. Dan hal ini belum dibahas
Berikut ini terdapat macam-macam obyek pajak yang lain, selain atas dasar alasan
pengenaan dan keadaan subyek pajak, yang pernah berlaku di Indonesia.
Pendapatan dapat dijadikan obyek pajak pendapatan (ordonansi PPd 1944, Stb. 1944 no.
17). Dalam peraturan atau ordonansi tersebut terdapat definisi pendapatan yang
dinyatakan bahwa pendapatan adalah gunggungan jumlah uang atau nilai uang yang
c.Harta gerak,
Dalam pasal 1 dan 3 Ordonansi 1925 no. 319, ditentukan : “Dengan nama pajak
1.Dari laba yang diperoleh perseroan terbatas, perseroan komanditer,... dst. ... yang modal
seluruhnya atau sebagian terbagi atas saham-saham perusahaan negara dalam bentuk
2.Dan laba yang diperoleh perkumpulan yang modalnya tidak terbagi dalam saham-
saham yang berkedudukan di Indonesia, lain dari pada perusahaan yang semata-mata
3.Dari laba yang diperoleh badan, yang berkedudukan di Indonesia oleh suatu pendirian
Yang dijadikan obyek pajak penghasilan adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh
oleh orang pribadi atau badan, baik yang bertempat tinggal atau yang berkedudukan di
Indonesia, maupun yang bertempat tinggal atau yang berkedudukan di luar negeri.
Objek pajak penghasilan yang diperoleh bentuk usaha tetap (BUT), diatur dalam pasal 2
dan 3c dalam UU PPh 1984, digolongkan sebagai subjek pajak dalam negeri, berlainan
dengan kebiasaan internasional. Dan pada UU PPh no 17 tahun 2000, BUT tergolong
Pada pasal 5 ayat (1) PPh 1984, khusus yang mengatur BUT sebagai wajib pajak dalam
a.Penghasilan dari kegiatan usaha BUT tersebut (dimana saja diperoleh), dan juga
penghasilan dari harta yang dikuasai atau dimilikinya (tidak pandang dimana
letaknya)16;
b.Penghasilan induk atau badan lain yang bukan wajib pajak dalam negeri, yang
mempunyai hubungan istimewa dengan induk perusahaan tersebut, dari kegiatan usaha
atau penjualan barang-barang dan atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan
kegiatan usaha atau penjualan barang-barang dan/atau pemberian jasa yang dilakukan
oleh BUT di Indonesia, kecuali penghasilan yang disebut dalam pasal 2.17
Selanjutnya, pasal 5 ayat (2) memberikan pengecualian, yaitu penghasilan yang didapat
pleh induk BUT atau oleh badan lain (yang bukan wajib pajak PPh dalam negeri) yang
mempunyai hubungan istimewa dengan induk BUT tersebut, yang berupa deviden, bunga
berdasarkan pasal 26 UU PPh, yang tidak ada hubungannya dengan BUT di Indonesia,
tidak dianggap sebagai penghasilan dari BUT tersebut. Akan tetapi biaya-biaya yang
berkenaan dengan penghasilan induk tidak pula boleh dikurangkan sebagai beban BUT,
dan juga pajak yang telah dibayar oleh induk (berdasarkan pasal 26 UU PPh) tidak boleh
Pajak ini dikenakan berdasarkan Stb. 1932 no. 405, dan peraturan ini tidak diberlakukan
Pajak ini termasuk dalam jenis pajak tidak langsung. Dasar pengenaan pajak ini adalah
undang-undang no. 19 tahun 1951, yang sudah ditiadakan dan tidak diberlakukan lagi.
Objek pajak ini diatur dalam Undang-undang PPn no 8 tahun 1983, yang telah
mengalami perubahan sebanyak dua kali, yaitu dengan UU no 11 tahun 1994 dan
Pemberlakuan pajak terhadap objek pajak ini didasarkan pada ketentuan dalam Stb. No
13 tahun 1908 yang diperbarui dengan LN no 112 tahun 1959. Dan kemudian tidak
3 tahun 1957, pajak ini digolongkan ke dalam pajak-pajak yang oleh pemerintah pusat
Objek yang menjadi sasaran bea balik nama kendaraan bermotor sesuai yang ditentukan
dalam pasal 1 Perpu no. 27 tahun 1959, adalah: penyerah kendaraan bermotor dalam hak
milik yang dilakukan di Indonesia. Dalam hal penyerahan hak milik ini, tidak dijelaskan
tentang bagaimana proses penyerahan tersebut, baik melalui jual beli, hibah, dan
bermotor oleh yang bukan miliknya selama 12 bulan, dianggap sebagai penyerahan hak
milik, kecuali jika penyerahan hak milik itu akibat dari sewa-menyewa maupun jabatan
Mengenai objek pajak ini diatur dalam Lembaran Kotapraja Jakarta Raya no. 24 tahun
Dalam ketentuan ini tidak dijelaskan secara detail tentang apa yang dimaksud “anjing”
sebagai objek pajak. Demikian juga tentang sepeda. Setiap orang tentu mengetahui apa
itu sepeda, yang merupakan alat angkut baik beroda dua maupun beroda tiga. Sehingga
Objek pajak jalan ini diberlakukan berkenaan dengan jalan dan letaknya terhadap jalan
umum maupun taman yang ada di jakarta. Hal ini terkait dengan pemeliharaan kota.
Pengaturannya terdapat dalam Lembaran Kotapraja jakarta Raya no. 25 tahun 1959 yang
tidak diberlakukan lagi sejak 1 januari 1986.
Selanjutnya, Rochmat Sumitro dan Dewi Kania menggolongkan objek pajak dalam 3
golongan, yaitu : objek pajak wajib pajak dalam negeri, objek pajak wajib pajak luar
Ada beberapa jenis pajak yang memiliki wajib pajak dalam negeri, diantaranya adalah
PPn, Pajak Penjualan, Pajak kendaraan bermotor dan lain sebagainya. Hal ini wajar
karena objeknya harus berada di dalam negeri atau di Indonesia. Tetapi objek pajak wajib
pajak dalam negeri, dikenakan pada objek pajak yang entah ada di dalam ataupun luar
Pajak ini dikenakan oleh negara tempat wajib pajak itu berdomisili. Ini yang disebut
dengan asas domisili. Asas ini merupakan asas mengenai pengenaan pajak yang
menentukan bahwa negara tempat wajib pajak bertempat tinggal atau berkedudukan labih
berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang diperoleh wajib pajak dalam negeri
yang berasal dari sumber mana saja sumber itu berada, baik sumber itu berada di dalam
negeri ataupun di luar negeri. Inilah yang menyebabkan adanya azas world wide income.
Orang atau badan yang bertempat tinggal atau yang berkedudukan di luar negeri hanya
dapat dikenakan pajak di Indonesia apabila orang atau badan itu memperoleh penghasilan
dari objek pajak yang ada di dalam negeri. Memang kurang beralasan apabila orang atau
badan yang berada di luar negeri dikenakan pajak di Indonesia apabila ia tidak memiliki
hubungan ekonomis dengan Indonesia.
Hubungan ekonomis dengan Indonesia itu ada jika ia mempunyai objek pajak yang ada di
bumi Indonesia, yaitu memiliki sumber penghasilan yang ada di Indonesia, atau memiliki
kekayaan berupa benda tak gerak di Indonesia. Penghasilan (objek) orang atau badan luar
negeri yang diperoleh dari sumber-sumber penghasilan yang ada di Indonesia, pasti
Penghasilan berupa laba dari perusahaan yang dilakukan di Indonesia oleh orang yang
bertempat tinggal di luar negeri dikenakan kepada badan yang disebut BUT, yang dalam
UU PPh dianggap sebagai subjek pajak dalam negeri walaupun wajib pajak yang
menerima berada di luar negeri. Kalau sumbernya harta tak gerak terletak di Indonesia,
maka pajak penghasilannya dikenakan pada wakilnya atau orang yang mengurus harta
tak gerak itu dengan jalan Surat Keterangan Pajak (SKP), sebab wajib pajak itu tidak
terutangnya.
Jika sumbernya sumbernya berupa saham, obligasi atau piutang, maka deviden atau
bunga yang diterima oleh orang luar negeri itu dikenakan pajak pada sumbernya dengan
jalan withholding (pemotongan pajak) yang dilakukan oleh orang atau badan yang
membayar hasil tersebut. Orang atau badan yang membayar hasil itu diwajibkan
memotong pajak penghasilan berdasarkan ketentuan yang dimuat dalam pasal 26 UU PPh
1984. Bagi wajib pajak luar negeri berlaku azas sumber atau source principal, yaitu
bahwa hanya hasil yang keluar dari sumber yang ada di Indonesia dikenakan pajak di
lebih, dengan maksud mencegah pajak ganda. Maksudnya adalah untuk mencegah,
menghindarkan, atau menghapuskan pajak ganda yang terjadi karena seseorang atau
badan melakukan usaha di negara lain, di luar negara tempat tinggalnya atau tempat
kedudukannya. Tujuan dicegahnya pajak berganda tiada lain adalah untuk meghapuskan
hambatan (straint) atas lalu lintas modal, teknologi, jasa managerial skill, dan
sophisticated instrument.
Objek pajak yang sering dijadikan masalah dalam traktat pajak antara lain adalah :
Untuk pembahasan lebih lengkap mengenai pajak yang berkaitan dengan hukum
internasional ini akan dibahas pada pembahasan yang berkaitan dengan hukum pajak
internasional atau yang berkaitan dengan pajak berganda internasional. Atau dapat dibaca
di buku Hukum Pajak Internasional Indonesia karya Rochmat Soemitro, yang diterbitkan
Dalam Pasal 1 huruf c dab huruf b lama UU PPN 1984 sebelum 1 januari 1995,
pengertian barang kena pajak di rumuskan sebagai berikut:
“barang kena pajak adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat
berupa barang bergerak maupun barang tidak bergerak sebagai hasil proses pengelolahan
Sedangkan dalam pasal 1 angka 3 dan angka 2 UU PPN tahun 1984 pengertian barang
“barang kena pajak barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa
barang bergerak atau berang tidak bergerak maupun barang berwujud atau tidak
Pengertian yang luas tentang barang kena pajak tersebut masih dibatasi oleh pasal 4A UU
PPN 1984 yang menentukan bahwa dengan peraturan pemerintah akan ditetapkan jenis-
jenis barang yang tidak dikenakan pajak. Berdasarkan UU PPN 1984. Dengan demikian
maka sejak 1 januari 1995, pada prinsipnya semua barang dikenakan PPN kecuali
Secara umum pemerintah Indonesia menetapkan objek pajak mencakup hal-hal berikut
ini :
1. imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa, seperti : gaji, upah, tunjangan,
honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk
lainnya.
3.laba usaha.
pengambilalihan usaha;
8.keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali
yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan
badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk
koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan
utang.
11.dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan
asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
12.royalti.
15.keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang
19.iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari
20.tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.
Hal ini dilihat dari sumber mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada Wajib
Pajak.30
Selain menentukan apa-apa yang menjadi objek pajak, pemerintah juga menentukan
pengecualian-pengecualian atau apa-apa yang tidak termasuk dalam objek pajak31, yaitu
sebagai berikut :
1.Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau
lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan para penerima
2.Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu
derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau
pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. sepanjang
tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-
3.Warisan.
4.Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau
5.Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi
bea siswa.
7.Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib
Pajak dalam negeri, koperasi, Badan Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha Milik
Daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat
b.bagi perseroan terbatas, BUMN/ BUMD yang menerima dividen, kepemilikan saham
pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor
8.Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai.
9.Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang-bidang
10.Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi.
11.Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh reksa dana selama lima tahun pertama
12.Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian
laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di
a.merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-
sektor usaha yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, dan
1.pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan nama dan dalam
bentuk apapun;
2.pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor;
3.pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham bonus yang
6.jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh pemegang
7.pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan, jika dalam
tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali itu
adalah akibat dari pengecilan modal dasar (statuter) yang dilakukan secara sah;
Selanjutnya, royalty juga sering disebut dalam suatu usaha dan merupakan salah satu
objek pajak. Pengertian royalti adalah imbalan sehubungan dengan penggunaan:
1.hak atas harta tak berwujud, misalnya hak pengarang, paten, merek dagang, formula,
2.hak atas harta berwujud, misalnya hak atas alat-alat industri, komersial, dan ilmu
pengetahuan. Yang dimaksud dengan alat-alat industri, komersial dan ilmu pengetahuan
3.informasi, yaitu informasi yang belum diungkapkan secara umum, walaupun mungkin
belum dipatenkan, misalnya pengalaman di bidang industri, atau bidang usaha lainnya.
Ciri dari informasi dimaksud adalah bahwa informasi tersebut telah tersedia sehingga
pemiliknya tidak perlu lagi melakukan riset untuk menghasilkan informasi tersebut.
Tidak termasuk dalam pengertian informasi di sini adalah informasi yang diberikan oleh
misalnya akuntan publik, ahli hukum, atau ahli teknik sesuai dengan bidang keahliannya,
yang dapat diberikan oleh setiap orang yang mempunyai latar belakang disiplin ilmu
yang sama.
Setelah membahas tentang beberapa macam objek pajak yang ada di Indonesia dan apa
saja yang termasuk objek pajak dan tidak termasuk objek pajak secara umum, berikut ini
kami akan memberikan paparan tentang macam-macam pajak berkenaan dengan macam-
Objek PPh adalah penghasilan. Yang dimaksud dengan penghasilan adalah Pengertian
diterima atau diperoleh wajib pajak baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menanmbahkan kekayaan
Wajib pajak yang bersangkuta, dengan nama dan dalam bentuk apapun.”,maka undang-
undang PPh m,engatur lebih rinci pembagian objek pajak yang diatur dalam pasal-pasal
PPh Pasal 21
Adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran
lain yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan
c. Dana pensiun atau badan lain seperti Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), PT
Taspen, PT ASABRI.
a. Pegawai tetap.
peserta perlombaan, petugas dinas luar asuransi), distributor MLM/direct selling dan
kegiatan sejenis.35
c. Penerima pensiun, mantan pegawai, termasuk orang pribadi atau ahli warisnya yang
d. Penerima honorarium.
e. Penerima upah.
f. Tenaga ahli (Pengacara, Akuntan, Arsitek, Dokter, Konsultan, Notaris, Penilai, dan
Aktuaris).
g. Peserta Kegiatan.
a. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan
orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal
- di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau
balik;
b. Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri
Keuangan sepanjang bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau
a. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai atau penerima pensiun secara teratur
dewan komisaris atau anggota dewan pengawas), premi bulanan, uang lembur, uang
sokongan, uang tunggu, uang ganti rugi, tunjangan isteri, tunjangan anak, tunjangan
tunjangan iuran pensiun, tunjangan pendidikan anak, bea siswa, premi asuransi yang
dibayar pemberi kerja, dan penghasilan teratur lainnya dengan nama apapun;37
b. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai, penerima pensiun atau mantan
pegawai secara tidak teratur berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, tunjangan cuti,
tunjangan hari raya, tunjangan tahun baru, bonus, premi tahunan, dan penghasilan sejenis
c. upah harian, upah mingguan, upah satuan, dan upah borongan yang diterima atau
diperoleh pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, serta uang saku harian atau
mingguan yang diterima peserta pendidikan, pelatihan atau pemagangan yang merupakan
calon pegawai;
d. uang tebusan pensiun, uang Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua, uang pesangon
e. honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk
apapun, komisi, bea siswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan
pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam
1. tenaga ahli (Pengacara, Akuntan, Arsitek, Dokter, Konsultan, Notaris, Penilai, dan
Aktuaris)
2. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron,
bintang iklan, sutradara, crew film, foto model, peragawan/ peragawati, pemain drama,
3. olahragawan;
6. pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem aplikasinya,
7. agen iklan;
8. pengawas, pengelola proyek, anggota dan pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan, dan
13. peserta pendidikan, pelatihan, dan pemagangan bukan pegawai atau bukan sebagai
calon pegawai;
14. distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis
lainnya.
f. Gaji, gaji kehormatan, tunjangan-tunjangan lain yang terkait dengan gaji dan
honorarium atau imbalan lain yang bersifat tidak tetap yang diterima oleh Pejabat
Negara, Pegawai Negeri Sipil serta uang pensiun dan tunjangan-tunjangan lain yang
sifatnya terkait dengan uang pensiun yang diterima oleh pensiunan termasuk janda atau
b. penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan dalam bentuk apapun yang diberikan
oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali diberikan oleh bukan Wajib Pajak selain
Pemerintah, atau Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final dan
profit).
c. iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
oleh Menteri Keuangan dan iuran Jaminan Hari Tua kepada badan penyelenggara
d. zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil
e. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu (Psl 3(1) UU PPh). Ketentuannya di atur
PPh pasal 22
Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan perundang-
i.Barang perwakilan Negara asing beserta para penjabat yang bertugas di Indonesia
mentri keuangan.
iv.Barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, social, atau kebudayaan.
v.Barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lainnya semacam itu
vii.Barang untuk keperluan khusus kaum tuna netra dan penyandang cacat lainnya.42
PPh Pasal 23
Pajak Penghasilan Pasal 23 merupakan Pajak Penghasilan yang dipotong atas penghasilan
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang
berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah
dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21, yang dibayarkan atau terutang oleh badan
pemerintah atau subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, Bentuk Usaha Tetap
1. Dividen
2. Bunga
3. royalti
5. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa kontruksi, dan jasa lain
selain jasa yang telah dipotong PPh pasal 21, antara lain:45
a. jasa konsultan
c. Jasa aktuaris;
f. Jasa pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas),
n. Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga , kecuali yang dilakukan oleh Bursa
p. Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara dan Jasa mixing film;
perbaikan;
s. Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV
kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang
t. Jasa perawatan/ perbaikan/ pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC,
TV kabel, alat transportasi/ kendaraan dan/atau bangunan, selain yang dilakukan oleh
Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau
w. Jasa pengepakan;
x. Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media masa, media luar ruang atau
z. Jasa kebersihan atau cleaning service dan Jasa catering atau tata boga.
ii.Sewa yang dibayar atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak
opsi;
iii.Deviden atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai
pajak dalam negri, koprasi, yayasan atau orhasisasi yang sejeni, badan usaha milik
daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan berkedudukan di
Indonesia
v.Bagian laba yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura dari badan
pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia.
vi.Sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koripsi kepada anggotanya.
vii.Bunga simpanan yang tidak melebihi jumlah sebesar Rp.240.000,00 setiap bulan yang
PPh Pasal 26
Pada dasarnya objek PPh pasal 26 sama dengan objek PPh pasal 23 hanya saja dalam PPh
pasal 23 yang menerima penghasilan tersebut adalah wajib pajak luar negeri, sedangkan
dalam PPh pasal 23 yang menerima pengahasilan adalah wajib pajak dalam negeri. Selain
itu, sifat pemotongan PPh pasal 26 adal bersifat final(tidak dapat dikreditkan) sedangkan
Pajak ini merupakan pajak yang dikenakan terhadap penyerahan atau import barang kena
pajak atau jasa kena pajak yang dilakukan oleh pengusaha kena pajak dan dapat
dikenakan berkali-kali setiap pertambahan nilai dan dapat dikreditkan. Mengenai pajak
ini diatur dalam undang-undang no. 8 tahun 1983 dan telah mengalami bebepara
pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah.
Objek PPn diatur dalam pasal 4, pasal 16C, dan pasal 16D UU PPn, sebagai berikut :52
1.Penyerahan barang kena pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan dalam
lingkungan perusahaan atau pekerjaan yang dilakukan oleh pengusaha kena pajak.
3.Penyerahan barang kena pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan dalam
lingkungan perusahaan atau pekerjaan yang dilakukan oleh pengusaha kena pajak.
4.Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah
pabean.
5.Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
pekerjaan oleh orang pribadi atau badan, baik yang hasilnya akan digunakan sendiri atau
8.Penyerahan aset oleh pengusaha kena pajak yang menurut tujuan semula aset tersebut
tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang PPn yang dibayar pada saat perolehannya
Barang dan jasa yang dikecualikan dari pengenaan PPn, adalah sebagai berikut :53
1.Barang hasil pertambangan atau pengeboran, yang diambil langsung dari sumbernya,
seperti ;
a.Minyak mentah (crude oil),
b.Gas bumi,
c.Panas bumi,
f.Bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, dan bijih perak derta bijih
bauksit.
a.Beras,
b.Gabah,
c.Jagung,
d.Sagu,
e.Kedelai, dan
3.Makanan yang disajikan di hotel, restauran, rumah makan, warung dan sejenisnya.
4.Jasa di bidang perbankan, asuransi, sewa guna usaha dengan hak opsi,
12.Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara
umum.
Pajak ini dikenal dengan nama PPnBM adalah pajak yang dikenakan atas penyerahan
atau import barang-barang berwujud yang tergolong mewah. Pajak ini hanya dikenakan
sekali pada sumbernya yaitu pada pabrik atau saat import dan tidak dapat dikreditkan.
Dan pajak ini dikenakan bersamaan dengan pajak pertambahan nilai, dan keduanya diatur
Pajak ini merupakan pajak yang bersifat kebendaan dan besarnya pajak terutang
ditentukan oleh keadaan objek, yaitu bumi/tanah dan/atau bangunan. Dan keadaan
no. 12 tahun 1985 yang diubah dengan undang-undang no 12 tahun 1994 tentang Pajak
Bumi : permukaan bumi (tanah/perairan) dan tubuh bumi yang ada di bawahnya.
Bangunan : konstruksi teknik yang ditanamkan atau dilekatkan secara tetap pada tanah
1.Objek yang semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang sosial, ibadah,
pendidikan dan kebudayaan nasional dan tidak ditujukan untuk memperoleh keuntungan.
3.Merupakan hutan lindung, suaka marga satwa, taman nasional dan lain-lain.
4.Dimiliki oleh perwakilan diplomatik berdasarkan asas timbal balik dan organisasi
Pajak ini merupakan pajak yang dikenakan atas perbuatan atau peristiwa hukum yang
mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan orang pribadi atau badan.
Hak atas tanah ini diatur dalam undang-undang no. 5 tahun 1960 tentang peraturan dasar
tahun 1997 yang kemudian diubah lagi dengan undang-undang no 20 tahun 2000 tentang
Objek pajak dari pajak ini adalah perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan, yang
meliputi58 :
a.Jual beli,
b.Tukar-menukar,
c.Hibah,
d.Hibah wasiat,
i.Hadiah
Hak atas tanah meliputi : hak milik, hak guna usaha, hak bangunan, hak pakai, hak milik
Objek pajak yang tidak dikenakan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah59 :
4. Orang pribadi atau badan karena konversi hak dan perbuatan hukum yang lain dengan
5.Karena wakaf,
6.Karena warisan,
3.6Bea materai
Objek pajak dari pajak ini adalah dokumen. Dokumen adalah kertas yang berisikan
tulisan yang mengendung arti dan maksud tentang perbuatan, keadaan atau kenyataan
bagi seseorang dan pihak-pihak yang berkepentingan. Dari pengertian tersebut dapat
berbuatan itu.60
a.Surat perjanjian dan surat-surat lainnya ( a.l. Surat Kuasa, Surat Hibah, Surat
Pernyataan) yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian
2) Yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalan rekening bank
diperhitungkan.
2. Surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai berdasarkan tujuannya, jika
digunakan untuk tujuan lain/ digunakan oleh orang lain, lain dari maksud semula
b. Konsemen
c. Surat angkutan penumpang dan barang
huruf a, b dan c
3. Tanda terima gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan, dan pembayaran lainnya
yang ada kaitannya dengan hubungan kerja serta surat-surat yang diserahkan untuk
4. Tanda bukti penerimaan uang negara dari kas negara, kas pemerintah daerah dan
bank.
5. Kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat disamakan
dengan itu dari kas negara, kas pemerintah daerah dan bank.
oleh bank, koperasi dan badan-badan lainnya yang bergerak di bidang tersebut.
9. Tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek, dengan nama dan dalam bentuk
apapun.