Professional Documents
Culture Documents
1.2 Klasifikasi
1.2.1 Berdasarkan Penyebab
Etiologi dan jenis/klasifikasi pneumonia beserta tanda dan gejalanya
menurut Somantri (2007: 68) adalah:
Jenis
Etiologi Faktor Resiko Tanda dan Gejala
Pneumonia
Sindrom Streptococcus Sickle cell disease Onset mendadak dingin,
tipikal pneumonia jenis Hipogammaglobulinemia menggigil, dan demam
pneumonia tanpa Multiple myeloma (39-40ºC)
penyulit. Nyeri dada pleuritis
Streptococcus Batuk produktif, sputum
Pneumonia dengan hijau, purulen, dan
penyulit. mungkin mengandung
bercak darah, serta hidung
kemerahan.
Retraksi interkostal,
penggunaan otot
aksesorius, dan bisa timbul
sianosis
1
Staphylococcus COPD Malaise, nyeri kepala,
aureus Flu nyeri tenggorokan, dan
batuk kering
Mycoplasma Anak-anak Nyeri dada karena batuk
pneumonia Dewasa muda
Virus pathogen
Aspirasi Aspirasi basil gram Kondisi lemah karena Anaerobik campuran:
negative: konsumsi alkohol mulanya onset perlahan
Klebsiela, Perawatan (misalnya Demam rendah, dan batuk
Pseudomonas, infeksi nosokomial) Produksi sputum/bau
Enterobacter, Gangguan kesadaran busuk
Escherichia Foto dada jaringan
proteus, dan basil interstitial yang terkena
gram positif, tergantung bagian yang
Staphylococcus terkena di paru-parunya.
Aspirasi asam Infreksi gram negatif atau
lambung positif
Gambaran klinik mungkin
sama dengan pneumonia
klasik
Distres respirasi
mendadak, dispnea berat,
sianosis, batuk,
hipoksemia, dan diikuti
tanda infeksi sekunder.
Hematoge Terjadi bila kuman Kateter IV yang terinfeksi Gejala pulmonal timbul
n pathogen menyebar Endokarditis minimal disbanding gejala
ke paru-paru Drug abuse septikemia
melalui aliran Abses intra abdomen Batuk nonproduktif dan
darah: Pyelonefritis nyeri pleuritik sama
Staphylococcus, E. Empiema kandung kemih dengan yang terjadi pada
coli, dan anaerob emboli paru-paru
enteric
1.2.2 Klasifikasi Berdasarkan lokasi paru yang terkena menurut Robbins & Cotran
(2008: 448) adalah:
1) Bronkopneumonia
Ditandai oleh bercak-bercak konsolidasi eksudatif pada parenkim
paru: stafilokokus, pneumokokus, Haemophilus influenza, Pseudomonas
aeruginosa dan bakteri koliformis merupakan agen penyebab yang paling
sering ditemukan. Secara makroskopik, paru-paru memperlihatkan daerah
konsolidasi dan supurasi yang terdispersi, menonjol, bersifat fokal serta
dapat diraba. Secara histologik terlihat eksudasi supuratif (neutrofilik) akut
yang mengisi saluran napas serta rongga udara dan biasanya disekitar
bronkus dan bronkiolus.
2) Pneumonia Lobaris
2
Mengenai sebagian besar atau seluruh lobus paru. Sebagian besar
pneumonia lobaris disebabkan oleh pneumokokus yang masuk ke dalam
paru lewat saluran napas. Kadang-kadang infeksi ini terjadi karena
mikroorganisme lain (K. Pneumoniae, stafilokokus, streptokokus, H.
influenzae).
3
11) Setiap orang yang menerima pengobatan dengan peralatan terapi pernapasan
dapat mengalami pneumonia jika peralatan tersebut tidak dibersihkan dengan
tepat.
1.4 Stadium
Rangkaian tahap berikut ini menggambarkan riwayat alami pneumonia lobaris
tanpa komplikasi; pneumonia klasik semacam itu kini sudah jarang terlihat karena
adanya terapi antibiotik (Robbins & Cotran, 2008: 448):
1) Kongesti mendominasi gambaran klinis 24 jam pertama.
2) Hepatisasi merah (konsolidasi) memperlihatkan jaringan paru dengan
eksudat konfluen dari sel-sel neutrofil dan sel-sel darah merah yang
menimbulkan gambaran makroskopik berwarna merah, kenyal dan mirip
hati.
3) Hepatisasi kelabu terjadi setelah sel-sel darah merah terurai sementara
eksudat fibrinosupuratif yang tersisa tetap bertahan sehingga terbentuk
gambaran makroskopik berwarna cokelat-kelabu.
4) Resolusi merupakan stadium akhir yang baik dengan eksudat yang sudah
terkonsolidasi akan mengalami degradasi enzimatik serta seluler, dan
dibersihakan. Struktur yang normal akan putih kembali.
4
2) Pewarnaan Gram/Culture Sputum dan Darah: didapatkan dengan needle
biopsy, aspirasi transtrakeal, fiberoptic bronchoscopy, atau biopsy paru-
paru terbuka untuk mengeluarkan organisme penyebab. Lebih dari satu
tipe organisme yang dapat ditemukan, seperti Diplococcus pneumonia,
Staphylococcus aureus, A. hemolytic streptococcus, dan Hemophilus
influenzae.
3) Periksa Darah Lengkap (Complete Blood Count—CBC): leukositosis
biasanya timbul, meskipun nilai pemeriksaan darah putih (white blood
count—WBC) rendah pada infeksi virus.
4) Tes Serologi: membantu dalam membedakan diagnosis pada organisme
secara spesifik.
5) LED: meningkat, tanda adanya infeksi.
6) Elektrolit: sodium dan klorida mungkin rendah.
7) Bilirubin: mungkin meningkat.
1.6 Komplikasi
Menurut Robbins & Cotran (2008: 448) dan Corwin (2009: 544)
komplikasi pneumonia lobaris dan kadang-kadang bronkopneumonia adalah
terjadinya empiema (penyebaran infeksi ke dalam rongga pleura) kemudian
membentuk abses pada paru sehingga timbul jaringan parut fibrotik.. Ventilasi
mungkin menurun akibat akumulasi mucus, yang dapat berkembang menjadi
ateletaksis. Sianosis disertai hipoksia mungkin terjadi dan pada kasus yang
ekstrem gagal napas dan kematian dapat terjadi berhubungan dengan kelelahan
atau sepsis (penyebaran infeksi ke darah).
1.7 Penatalaksanaan
Menurut Corwin (2009: 544) , Brashers (2007: 104), dan Smeltzer (2001:
575) penatalaksanaan untuk pneumonia bergantung pada penyebab, sesuai yang
ditentukan berdasarkan pemeriksaan sampel sputum prapengobatan. Terapi yang
dapat dilakukan antara lain:
a. Farmakologi
1) Antibiotik, terutama untuk pneumonia bakteri. Pneumonia lain dapat
diobati dengan antibiotik untuk mengurangi resiko infeksi bakteri
sekunder yang dapat berkembang dari infeksi asal, misalnya penisilin
G merupakan antibiotik pilihan untuk infeksi oleh S. pneumoniae.
5
Medikasi efektif lainnya termasuk eritromisin, klindamisin,
sefalosporin generasi kedua dan ketiga, trimetoprimsulfametoksazol
(Bactrim).
2) Oksigen dan hidrasi bila ada indikasi.
b. Nonfarmakologi
1) Istirahat
2) Perbaikan nutrisi
3) Hidrasi untuk membantu mengencerkan sekresi
4) Teknik napas dalam dan batuk efektif, fisioterapi dada bila tersedia.
1.8 Pencegahan
Menurut Smeltzer (2001: 573) pencegahan pneumonia yang dapat
dilakukan adalah:
1) Berikan dorongan untuk sering batuk dan mengeluarkan sekresi.
2) Ajarkan teknik napas dalam.
3) Ubah posisi dengan teratur.
4) Lakukan penghisapan trakeobronkial bagi pasien-pasien yang beresiko
tidak dapat batuk spontan.
5) Tingkatkan hygiene oral bagi pasien-pasien yang menjalani regimen NPO
(puasa) atau mendapat antibiotic untuk meminimalkan kolonisasi
organisme.
6) Berikan sedative dan opiod dengan pertimbangan sangat bijak untuk
menghindari supresi pernapasan.
7) Waspadalah terhadap pneumonia pada lansia., pasien pascaoperatif,
mereka dengan supresi sistem imun, mereka dengan supresi sistem imun,
mereka yang mengalami gangguan fungsi pernapasan, dan mereka yang
tidak sadar.
8) Pastikan bahwa peralatan pernapasan telah dibersihkan dengan tepat.
9) Berikan dorongan individu untuk berhenti merokok dan mengurangi
alkohol.
Hospitalisasi diindikasikan bila (Brashers, 2007: 104):
1) Usia di atas 65 tahun, tunawisma, dirawat di rumah sakit karena
pneumonia di tahun yang lalu.
2) Denyut nadi > 140/menit, frekuensi respirasi >30/menit, hipotensi.
3) Temperature >38,3ºC
4) Penurunan status mental, sianosis.
5) Imunosupresi, kondisi penyerta.
6) Mikroorganisme resiko tinggi (misal infeksi pseudomonas nosokomial
yang terbaru).
7) SDP <4000 atau > 30.000/μL
8) Tekanan parsial oksigen dalam darah arteri (PaO2) <60 atau PaCO2 >50.
9) Foto ronsen dada dengan keterlibatan banyak lobus atau progresi cepat.
6
Virus, bakteri, jamur, protozoa, Inhalasi droplet pada saluran
teraspirasi nafas bagian atas
WOC PNEMUMONIA
Respon inflamasi
B1 B2 B3 B5 B6 Psikologik
pada alveolar paru
8
membina hubungan harmonis dengan saudara dan kerabat, dan merencanakan
keluarga (termasuk merencanakan jumlah anak yang diinginkan).
2) Tahap 2
Keluarga dengan anak baru lahir. Tugas perkembangan keluarga pada tahap
ini adalah mempersiapkan menjadi orang tua, adaptasi dengan perubahan adanya
anggota keluarga, interaksi keluarga, hubungan seksual dan kegiatan,
mempertahankan hubungan dalam rangka memuaskan pasangannya.
3) Tahap 3
Keluarga dengan anak prasekolah atau anak tertua 2,5 tahun sampai dengan 6
tahun. Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah menyatukan
kebutuhan masing-masing anggota keluarga, antara lain ruang atau kamar pribadi
dan keamanan, mensosialisasikan anak-anak, menyatukan keinginan anak-anak
berbeda, dan mempertahankan hubungan yang sehat dalam keluarga.
4) Tahap 4
Keluarga dengan anak sekolah atau anak tertua berusia 7 sampai 12 tahun.
Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah mensosialisasikan anak-anak
termasuk membantu anak-anak mencapai prestasi yang baik disekolah, membantu
anak-anak membina hubungan dengan teman sebaya, mempertahankan hubungan
perkawinan yang memuaskan, dan memenuhi kebutuhan kesehatan masing-
masing anggota keluarga.
5) Tahap 5,
Keluarga dengan remaja atau dengan anak tertua berusia 13 sampai 20 tahun.
Tugas perkembangan pada tahap ini adalah mengimbangi kebebasan remaja
dengan tanggung jawab yang sejalan dengan maturitas remaja, memfokuskan
kembali hubungan perkawinana, dan melakukan komunikasi yang terbuka
diantara orang tua dengan anak-anak remaja.
6) Tahap 6
Keluarga dengan anak dewasa (pelepasan). Tugas perkembangan keluarga
pada tahap ini adalah menambah anggota keluarga dengan kehadiran anggota
keluarga yang baru melalui pernikahan anak-anak yang telah dewasa, menata
kembali hubungan perkawinan, menyiapkan datangnya proses penuaan, termasuk
timbulnya masalah-masalah kesehatan.
9
7) Tahap 7
Keluarga usia pertengahan. Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini
adalah mempertahankan kontak dengan anak dan cucu, memperkuat hubungan
perkawinan, dan meningkatkan usaha promosi kesehatan.
8) Tahap 8
Keluarga usia lanjut. Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah
menata kembali kehidupan yang memuaskan, menyesuaikan kehidupan dengan
penghasilan yang berkurang, mempertahankan hubungan perkawinan, menerima
kehilangan pasangan, mempertahankan kontak dengan masyarakat, dan
menemukan arti hidup.
10
11