You are on page 1of 11

LAPORAN PENDAHULUAN

1. Konsep Dasar Penyakit Pnemumonia


1.1 Definisi
Pneumonia paling umum digunakan untuk menunjukkan infeksi saluran
napas bawah yang bisa disebabkan oleh virus, bakteri, jamur protozoa, atau
parasit dan yang bisa didapat dari komunitas, perawatan di rumah atau di rumah
sakit (nosokomial) (Brashers, 2007: 101).
Pneumonia merupakan infeksi akut pada jaringan paru oleh
mikroorganisme, merupakan infeksi saluran napas bagian bawah yang sebagian
besar disebabkan oleh bakteri yang terjadi secara primer atau sekunder setelah
infeksi virus (Corwin, 2009: 541).
Pneumonia adalah proses inflamatori parenkim paru yang umumnya
disebabkan oleh agen infeksius (Smeltzer, 2001: 571).
Pneumonia adalah suatu proses peradangan dimana terdapat konsolidasi
yang disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat (Somantri, 2007: 67).

1.2 Klasifikasi
1.2.1 Berdasarkan Penyebab
Etiologi dan jenis/klasifikasi pneumonia beserta tanda dan gejalanya
menurut Somantri (2007: 68) adalah:
Jenis
Etiologi Faktor Resiko Tanda dan Gejala
Pneumonia
Sindrom  Streptococcus  Sickle cell disease  Onset mendadak dingin,
tipikal pneumonia jenis  Hipogammaglobulinemia menggigil, dan demam
pneumonia tanpa  Multiple myeloma (39-40ºC)
penyulit.  Nyeri dada pleuritis
 Streptococcus  Batuk produktif, sputum
Pneumonia dengan hijau, purulen, dan
penyulit. mungkin mengandung
bercak darah, serta hidung
kemerahan.
 Retraksi interkostal,
penggunaan otot
aksesorius, dan bisa timbul
sianosis

Sindrom  Haemophilus  Usia tua  Onset bertahap dalam 3-5


atipikal influenza hari

1
 Staphylococcus  COPD  Malaise, nyeri kepala,
aureus  Flu nyeri tenggorokan, dan
batuk kering
 Mycoplasma  Anak-anak  Nyeri dada karena batuk
pneumonia  Dewasa muda
 Virus pathogen
Aspirasi  Aspirasi basil gram  Kondisi lemah karena  Anaerobik campuran:
negative: konsumsi alkohol mulanya onset perlahan
Klebsiela,  Perawatan (misalnya  Demam rendah, dan batuk
Pseudomonas, infeksi nosokomial)  Produksi sputum/bau
Enterobacter,  Gangguan kesadaran busuk
Escherichia  Foto dada jaringan
proteus, dan basil interstitial yang terkena
gram positif, tergantung bagian yang
Staphylococcus terkena di paru-parunya.
 Aspirasi asam  Infreksi gram negatif atau
lambung positif
 Gambaran klinik mungkin
sama dengan pneumonia
klasik
 Distres respirasi
mendadak, dispnea berat,
sianosis, batuk,
hipoksemia, dan diikuti
tanda infeksi sekunder.
Hematoge  Terjadi bila kuman Kateter IV yang terinfeksi  Gejala pulmonal timbul
n pathogen menyebar Endokarditis minimal disbanding gejala
ke paru-paru Drug abuse septikemia
melalui aliran Abses intra abdomen  Batuk nonproduktif dan
darah: Pyelonefritis nyeri pleuritik sama
Staphylococcus, E. Empiema kandung kemih dengan yang terjadi pada
coli, dan anaerob emboli paru-paru
enteric

1.2.2 Klasifikasi Berdasarkan lokasi paru yang terkena menurut Robbins & Cotran
(2008: 448) adalah:
1) Bronkopneumonia
Ditandai oleh bercak-bercak konsolidasi eksudatif pada parenkim
paru: stafilokokus, pneumokokus, Haemophilus influenza, Pseudomonas
aeruginosa dan bakteri koliformis merupakan agen penyebab yang paling
sering ditemukan. Secara makroskopik, paru-paru memperlihatkan daerah
konsolidasi dan supurasi yang terdispersi, menonjol, bersifat fokal serta
dapat diraba. Secara histologik terlihat eksudasi supuratif (neutrofilik) akut
yang mengisi saluran napas serta rongga udara dan biasanya disekitar
bronkus dan bronkiolus.
2) Pneumonia Lobaris

2
Mengenai sebagian besar atau seluruh lobus paru. Sebagian besar
pneumonia lobaris disebabkan oleh pneumokokus yang masuk ke dalam
paru lewat saluran napas. Kadang-kadang infeksi ini terjadi karena
mikroorganisme lain (K. Pneumoniae, stafilokokus, streptokokus, H.
influenzae).

1.3 Faktor Resiko


Faktor-faktor dan situasi yang umumnya menjadi predisposisi pneumonia
menurut Smeltzer (2001: 572) adalah:
1) Setiap kondisi yang menghasilkan lendir atau obstruksi bronchial dan
mengganggu drainase normal paru misalnya kanker, penyakit obstruksi paru
menahun (PPOM) meningkatkan kerentanan pasien terhadap pneumonia.
2) Pasien imunosupresif dan mereka dengan jumlah neutrofil rendah
(neutropeni).
3) Individu yang merokok beresiko karena asap rokok mengganggu baik
aktivitas mukosiliari dan makrofag.
4) Setiap pasien yang diperbolehkan untuk berbaring secara pasif di tempat tidur
dalam waktu yang lama, yang secara relatif imobil dan bernapas dangkal.
5) Setiap individu yang mengalami depresi refleks batuk (karena medikasi,
keadaan yang melemahkan, atau otot-otot pernapasan lemah), telah
mengaspirasi benda asing ke dalam paru-paru selama periode tidak sadar
(cedera kepala, anesthesia), atau mempunyai mekanisme menelan abnormal.
6) Setiap pasien yang dirawat dengan regimen NPO (dipuasakan) atau mereka
yang mendapat antibiotik mengalami peningkatan kolonisasi organisme
faring. Pada individu yang sakit sangat parah, hampir pasti terdapat kolonisasi
bakteri gram negative pada orofaringnya.
7) Individu yang mengalami intoksikasi terutama rentan terhadap pneumonia,
karena alkohol menekan reflek-reflek tubuh, mobilisasi sel darah putih dan
gerakan siliaris trakeobronkial.
8) Setiap individu yang menerima sedative atau opiod dapat mengalami depresi
pernapasan, yang mencetuskan pengumpulan sekresi bronchial dan
selanjutnya mengalami pneumonia.
9) Pasien yang tidak sadar atau mempunyai reflek batuk dan menelan buruk
adalah mereka yang beresiko terhadap pneumonia akibat penumpukan sekresi
atau aspirasi.
10) Individu lansia terutama mereka yang rentan terhadap pneumonia karena
depresi reflek batuk dan glotis.

3
11) Setiap orang yang menerima pengobatan dengan peralatan terapi pernapasan
dapat mengalami pneumonia jika peralatan tersebut tidak dibersihkan dengan
tepat.

1.4 Stadium
Rangkaian tahap berikut ini menggambarkan riwayat alami pneumonia lobaris
tanpa komplikasi; pneumonia klasik semacam itu kini sudah jarang terlihat karena
adanya terapi antibiotik (Robbins & Cotran, 2008: 448):
1) Kongesti mendominasi gambaran klinis 24 jam pertama.
2) Hepatisasi merah (konsolidasi) memperlihatkan jaringan paru dengan
eksudat konfluen dari sel-sel neutrofil dan sel-sel darah merah yang
menimbulkan gambaran makroskopik berwarna merah, kenyal dan mirip
hati.
3) Hepatisasi kelabu terjadi setelah sel-sel darah merah terurai sementara
eksudat fibrinosupuratif yang tersisa tetap bertahan sehingga terbentuk
gambaran makroskopik berwarna cokelat-kelabu.
4) Resolusi merupakan stadium akhir yang baik dengan eksudat yang sudah
terkonsolidasi akan mengalami degradasi enzimatik serta seluler, dan
dibersihakan. Struktur yang normal akan putih kembali.

1.5 Pemeriksaan Diagnostik


1.5.1 Pemeriksaan Radiologi
Chest X-ray: Teridentifikasi adanya penyebaran (misal: lobus dan
bronchial); dapat juga menunjukkan multipel abses/infiltrate (bakterial);
atau penyebaran/ekstensif nodul infiltrate (sering kali viral), pada
pneumonia mycoplasma chest x-ray mungkin bersih.
1.5.2 Pemeriksaan Fungsi Paru-paru
Fungsi paru-paru: volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps
alveolar): tekanan saluran udara meningkat dan kapasitas pemenuhan
udara menurun, hipoksemia.
1.5.3 Pemeriksaan Laboratorium
1) Analisis gas darah (Analysis Blood Gasses –ABGs) dan Pulse Oximetry:
abnormalitas mungkin timbul tergantung dari luasnya kerusakan paru-
paru.

4
2) Pewarnaan Gram/Culture Sputum dan Darah: didapatkan dengan needle
biopsy, aspirasi transtrakeal, fiberoptic bronchoscopy, atau biopsy paru-
paru terbuka untuk mengeluarkan organisme penyebab. Lebih dari satu
tipe organisme yang dapat ditemukan, seperti Diplococcus pneumonia,
Staphylococcus aureus, A. hemolytic streptococcus, dan Hemophilus
influenzae.
3) Periksa Darah Lengkap (Complete Blood Count—CBC): leukositosis
biasanya timbul, meskipun nilai pemeriksaan darah putih (white blood
count—WBC) rendah pada infeksi virus.
4) Tes Serologi: membantu dalam membedakan diagnosis pada organisme
secara spesifik.
5) LED: meningkat, tanda adanya infeksi.
6) Elektrolit: sodium dan klorida mungkin rendah.
7) Bilirubin: mungkin meningkat.

1.6 Komplikasi
Menurut Robbins & Cotran (2008: 448) dan Corwin (2009: 544)
komplikasi pneumonia lobaris dan kadang-kadang bronkopneumonia adalah
terjadinya empiema (penyebaran infeksi ke dalam rongga pleura) kemudian
membentuk abses pada paru sehingga timbul jaringan parut fibrotik.. Ventilasi
mungkin menurun akibat akumulasi mucus, yang dapat berkembang menjadi
ateletaksis. Sianosis disertai hipoksia mungkin terjadi dan pada kasus yang
ekstrem gagal napas dan kematian dapat terjadi berhubungan dengan kelelahan
atau sepsis (penyebaran infeksi ke darah).

1.7 Penatalaksanaan
Menurut Corwin (2009: 544) , Brashers (2007: 104), dan Smeltzer (2001:
575) penatalaksanaan untuk pneumonia bergantung pada penyebab, sesuai yang
ditentukan berdasarkan pemeriksaan sampel sputum prapengobatan. Terapi yang
dapat dilakukan antara lain:
a. Farmakologi
1) Antibiotik, terutama untuk pneumonia bakteri. Pneumonia lain dapat
diobati dengan antibiotik untuk mengurangi resiko infeksi bakteri
sekunder yang dapat berkembang dari infeksi asal, misalnya penisilin
G merupakan antibiotik pilihan untuk infeksi oleh S. pneumoniae.

5
Medikasi efektif lainnya termasuk eritromisin, klindamisin,
sefalosporin generasi kedua dan ketiga, trimetoprimsulfametoksazol
(Bactrim).
2) Oksigen dan hidrasi bila ada indikasi.
b. Nonfarmakologi
1) Istirahat
2) Perbaikan nutrisi
3) Hidrasi untuk membantu mengencerkan sekresi
4) Teknik napas dalam dan batuk efektif, fisioterapi dada bila tersedia.
1.8 Pencegahan
Menurut Smeltzer (2001: 573) pencegahan pneumonia yang dapat
dilakukan adalah:
1) Berikan dorongan untuk sering batuk dan mengeluarkan sekresi.
2) Ajarkan teknik napas dalam.
3) Ubah posisi dengan teratur.
4) Lakukan penghisapan trakeobronkial bagi pasien-pasien yang beresiko
tidak dapat batuk spontan.
5) Tingkatkan hygiene oral bagi pasien-pasien yang menjalani regimen NPO
(puasa) atau mendapat antibiotic untuk meminimalkan kolonisasi
organisme.
6) Berikan sedative dan opiod dengan pertimbangan sangat bijak untuk
menghindari supresi pernapasan.
7) Waspadalah terhadap pneumonia pada lansia., pasien pascaoperatif,
mereka dengan supresi sistem imun, mereka dengan supresi sistem imun,
mereka yang mengalami gangguan fungsi pernapasan, dan mereka yang
tidak sadar.
8) Pastikan bahwa peralatan pernapasan telah dibersihkan dengan tepat.
9) Berikan dorongan individu untuk berhenti merokok dan mengurangi
alkohol.
Hospitalisasi diindikasikan bila (Brashers, 2007: 104):
1) Usia di atas 65 tahun, tunawisma, dirawat di rumah sakit karena
pneumonia di tahun yang lalu.
2) Denyut nadi > 140/menit, frekuensi respirasi >30/menit, hipotensi.
3) Temperature >38,3ºC
4) Penurunan status mental, sianosis.
5) Imunosupresi, kondisi penyerta.
6) Mikroorganisme resiko tinggi (misal infeksi pseudomonas nosokomial
yang terbaru).
7) SDP <4000 atau > 30.000/μL
8) Tekanan parsial oksigen dalam darah arteri (PaO2) <60 atau PaCO2 >50.
9) Foto ronsen dada dengan keterlibatan banyak lobus atau progresi cepat.

6
Virus, bakteri, jamur, protozoa, Inhalasi droplet pada saluran
teraspirasi nafas bagian atas
WOC PNEMUMONIA

Bakteri/virus masuk saluran


nafas bawah

Daya tahan tubuh lemah

Radang pada parenkim paru


(Pneumonia)

Respon inflamasi
B1 B2 B3 B5 B6 Psikologik
pada alveolar paru

Pelepasan Pelepasan mediator Pe suplai


hiperplasia sel goblet
Cairan masuk pirogen kimia: prostaglandin, O2 ke otot
dan disfungsi silia Akumulasi
ke alveoli endogen histamine, bradikinin secret pada Kurang
saluran informasi
Pe produksi pernapasan Terganggunya
Eksudasi Masuk hipotalamus Berikatan dengan
mukus proses
dalam reseptor IP3
melalui sirkulasi metabolisme di
alveoli
tubuh Ketdakefekti
Bau dan fan program
Akumulasi Impuls nyeri diantar ke rasa sputum
Mengganggu Pelepasan SSP melalui serabut saraf terapeutik
mucus pada di mulut
difus 02 asam Energy yang
saluran
pernafasan arakidonat dihasilkan
Medula spinalis
Nafsu
Terjadi makan
hipoksia, Metabolisme
Ketidakefektifan menjadi Thalamus
hiperkarbi Kelemahan fisik
bersihan jalan nafas prostaglandin
Ketidakseimbangan
Korteks serebri nutrisi kurang dari
Metabolisme Intoleran
anaerob Perubahan kebutuhan tubuh
termostat Aktivitas
Gangguan Rasa
hipotalamu Nyaman (nyeri)
Ketidakefektifan
pola pernapasan Hipertermi Peningkatan Asupan cairan Kekurangan volume
7 cairan
metabolisme berkurang
2. Konsep Keluarga
2.1 Pengertian Keluarga
Menurut Departemen Kesehatan (1988), yang dikutip oleh Sudiharto,
(2007 :25) keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala
keluarga serta beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di satu atap dalam
keadaan saling ketergantungan. Menurut BKKBN (1999), keluarga adalah dua
orang atau lebih yang dibentuk berdasarkan ikatan perkawinan yang sah, mampu
memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan materiil yang layak, bertaqwa kepada
Tuhan, memiliki hubungan yang selaras dan seimbang antara anggota keluarga
dan masyarakat serta lingkungannya.

2.2 Bentuk Keluarga


Menurut Effendi (2009:182), bentuk-bentuk keluarga sebagai berikut:
2.2.1 Keluarga tradisional
1) Keluarga inti: keluarga yang terdiri atas ayah, ibu dan anak
2) Pasangan inti: keluarga yang terdiri atas suami dan istri saja.
3) Keluarga dengan anak tunggal: satu orang sebagai kepala keluarga,
biasanya bagian dari konsekuensi perceraian.
4) Lajang yang tinggal sendirian
5) Keluarga besar yang mencakup tiga generasi
6) Jaringan keluarga besar.
2.2.2 Keluarga non tradisional
1) Pasangan yang memiliki anak tanpa menikah
2) Pasangan yang hidup bersama tanpa menikah (kumpul kebo)
3) Keluarga homoseksual (gay dan atau tanpa lesbian)
4) Keluarga komuni: keluarga dengan lebih dari satu pasangan monogamy
dengan anak-anak secara bersama-sama menggunakan fasilitas serta
sumber-sumber yang ada.

2.3 Tahap Perkembangan Keluarga


Menurut Duval (1997), daur atau siklus kehidupan keluarga terdiri dari
delapan tahap perkembangan yang mempunyai tugas dan resiko tertentu pada tiap
tahap perkembangannya (Sudiharto, 2007:24):
1) Tahap 1
Pasangan baru menikah (keluarga baru). Tugas perkembangan keluarga pada
tahap ini adalah membina hubungan perkawinan yang saling memuaskan,

8
membina hubungan harmonis dengan saudara dan kerabat, dan merencanakan
keluarga (termasuk merencanakan jumlah anak yang diinginkan).
2) Tahap 2
Keluarga dengan anak baru lahir. Tugas perkembangan keluarga pada tahap
ini adalah mempersiapkan menjadi orang tua, adaptasi dengan perubahan adanya
anggota keluarga, interaksi keluarga, hubungan seksual dan kegiatan,
mempertahankan hubungan dalam rangka memuaskan pasangannya.
3) Tahap 3
Keluarga dengan anak prasekolah atau anak tertua 2,5 tahun sampai dengan 6
tahun. Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah menyatukan
kebutuhan masing-masing anggota keluarga, antara lain ruang atau kamar pribadi
dan keamanan, mensosialisasikan anak-anak, menyatukan keinginan anak-anak
berbeda, dan mempertahankan hubungan yang sehat dalam keluarga.
4) Tahap 4
Keluarga dengan anak sekolah atau anak tertua berusia 7 sampai 12 tahun.
Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah mensosialisasikan anak-anak
termasuk membantu anak-anak mencapai prestasi yang baik disekolah, membantu
anak-anak membina hubungan dengan teman sebaya, mempertahankan hubungan
perkawinan yang memuaskan, dan memenuhi kebutuhan kesehatan masing-
masing anggota keluarga.
5) Tahap 5,
Keluarga dengan remaja atau dengan anak tertua berusia 13 sampai 20 tahun.
Tugas perkembangan pada tahap ini adalah mengimbangi kebebasan remaja
dengan tanggung jawab yang sejalan dengan maturitas remaja, memfokuskan
kembali hubungan perkawinana, dan melakukan komunikasi yang terbuka
diantara orang tua dengan anak-anak remaja.
6) Tahap 6
Keluarga dengan anak dewasa (pelepasan). Tugas perkembangan keluarga
pada tahap ini adalah menambah anggota keluarga dengan kehadiran anggota
keluarga yang baru melalui pernikahan anak-anak yang telah dewasa, menata
kembali hubungan perkawinan, menyiapkan datangnya proses penuaan, termasuk
timbulnya masalah-masalah kesehatan.

9
7) Tahap 7
Keluarga usia pertengahan. Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini
adalah mempertahankan kontak dengan anak dan cucu, memperkuat hubungan
perkawinan, dan meningkatkan usaha promosi kesehatan.
8) Tahap 8
Keluarga usia lanjut. Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah
menata kembali kehidupan yang memuaskan, menyesuaikan kehidupan dengan
penghasilan yang berkurang, mempertahankan hubungan perkawinan, menerima
kehilangan pasangan, mempertahankan kontak dengan masyarakat, dan
menemukan arti hidup.

2.4 Fungsi Keluarga


Menurut Friedman (1999), yang dikutip oleh Sudiharto, (2007:24,) 5 fungsi
dasar keluarga adalah sebagai berikut :
1) Fungsi Afektif adalah fungsi internal keluarga untuk pemenuhan kebutuhan
psikososial, saling mengasuh dan memberikan cinta kasih, serta saling
menerima dan mendukung
2) Fungsi Sosialisasi adalah proses perkembangan dan perubahan individu
keluarga, tempat anggota keluarga berinteraksi sosial dan belajar berperan di
lingkungan sosial.
3) Fungsi Reproduksi adalah fungsi keluarga meneruskan kelangsungan
keturunan dan menambah sumber daya manusia.
4) Fungsi Ekonomi adalah fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan
keluarga, seperti sandang, pangan, dan papan
5) Fungsi Perawatan kesehatan adalah kemampuan keluarga untuk merawat
anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan.
2.5 Tugas Keluarga
Menurut Friedman (1999) tugas keluarga dalam memelihara kesehatan
meliputi:
1) Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggota keluarganya
2) Mengambil keputusan untuk tindakan kesehatan yang tepat
3) Memberikan perawatan pada anggota keluarga yang sakit, tidak dapat
mandiri
4) Mempertahankan suasana lingkungan rumah yang menguntungkan
kesehatan dan perkembangan anggota keluarganya
5) Mempertahankan hubungan timbal balik.

10
11

You might also like