You are on page 1of 21

Referat

REHABILITASI MEDIK PADA PASIEN BELL’S PALSY

Oleh:
Muzalifah, S.Ked I1A0100
Dita Irmaya, S.Ked I1A0100
Dwi Putra Tesan P, S.Ked I1A010022
Arini Muliana, S.Ked I1A010024
Muthia Anggraeni, S.Ked I1A010030
Annandra Rahman, S.Ked I1A010053

Pembimbing:
dr. M. Siddik

BAGIAN/SMF REHABILITASI MEDIK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNLAM/RSUD ULIN
BANJARMASIN
Agustus, 2014

1
BAB I
PENDAHULUAN

Bell’s Palsy (BP) adalah suatu kelumpuhan akut nervus fasialis perifer
yang tidak diketahui penyababnya. Sir Charles Bell (1821) adalah orang pertama
yang meneliti beberapa penderita dengan wajah asimetrik, sejak itu semua
kelumpuhan n. fasialis perifer yang tidak diketahui sebabnya disebut Bell’s palsy.
Pengamatan klinik, pemeriksaan neurologi, laboratorium dan patologi anatomi
menunjukkan BP bukan penyakit tersendiri tetapi berhubungan erat dengan
banyak faktor dan sering merupakan gejala penyakit lain. Penyakit ini lebih sering
ditemukan pada usia dewasa, jarang pada anak di bawah umur 2 tahun. Biasanya
didahului oleh infeksi saluran napas bagian atas yang erat hubungannya dengan
cuaca dingin. Diagnosis BP dapat ditegakkan dengan adanya kelumpuhan n.
fasialis perifer diikuti pemeriksaan untuk menyingkirkan penyebab lain
kelumpuhan n. fasialis perifer.1
Biasanya penderita BP mengetahui kelumpuhan n. fasialis dari teman atau
keluarga atau pada saat bercermin atau sikat gigi/berkumur. Pada saat penderita
menyadari bahwa ia mengalami kelumpuhan pada wajahnya, maka ia mulai
merasa takut, malu, rendah diri, mengganggu kosmetik dan kadangkala jiwanya
tertekan terutama pada wanita dan pada penderita yang mempunyai profesi yang
mengharuskan ia untuk tampil di muka umum. Rehabilitasi Medik pada penderita
BP diperlukan dengan tujuan membantu memperlancar vaskularisasi, pemulihan
kekuatan otot-otot fasialis dan mengembalikan fungsi yang terganggu akibat
kelemahan otot-otot fasialis sehingga penderita dapat kembali melakukan aktivitas
kerja sehari-hari dan bersosialisasi dengan masyarakat.2,3,4

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI
Bell’s Palsy (BP) adalah kelumpuhan fasialis perifer akibat proses non-
supuratif, non-neoplastik, non-degeneratif primer maupun sangat mungkin akibat
edema jinak pada bagian nervus fasialis di foramen stilomastoideus atau sedikit
proksimal dari foramen tersebut, yang mulainya akut dan dapat sembuh sendiri
tanpa pengobatan.5

EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat ditemukan 23 penderita BP pada 100.000 penduduk
per tahun. Di Manado penderita BP yang datang berobat ke poli saraf RSUP
Manado pada tahun 1998 sebanyak 58 penderita BP (9,9%) dari 586 penderita
gangguan saraf tepi/kranialis. Di instalasi Rehabilitasi Medik sebanyak 281
kunjungan (3,53%) dari 7970 kunjungan di tahun 1998. BP dapat terjadi pada
semua umur dan insiden pada pria dan wanita hampir sama. Tidak terdapat
perbedaan insiden antara musim panas maupun dingin. Sering ditemukan adanya
riwayat terekspose udara dingin atau angin sepoi-sepoi.6

ANATOMI NERVUS FASIALIS DAN KINESIOLOGI OTOT FASIALIS


Nervus fasialis sebenarnya adalah saraf motorik, tetapi dalam
perjalanannya ke tepi, nervus intermedius bergabung. Nervus intermedius itu
tersusun oleh serabut sekretomotorik untuk glandula salivatorius dan serabut
sensorik khusus yang menghantarkan impuls pengecapan dari 2/3 bagian depan
lidah ke nukleus traktus solitarius. Kelompok dorsal inti n. fasialis mensarafi otot-
otot frontalis, zigomatikus, belahan atas orbikularis okuli dan bagian atas otot
wajah. Inti ini mempunyai inervasi kortikal secara bilateral. Kelompok ventral inti
n. fasialis mensarafi otot-otot belahan bawah oribularis okuli, otot wajah bagian
bawah dan platisma. Inti ini mempunyai hubungan hanya dengan korteks motorik
sisi kontralateral.5,6,7

3
Akar n. fasialis menuju ke dorsomedial kemudian melingkari inti nervus
abdusen dan setelah itu berbelok ke ventrolateral kembali untuk meninggalkan
permukaan lateral pons. Disitu dia berdampingan dengan nervus intermedius dan
nervus oktavus dan akan memasuki meatus akustikus internus untuk melanjutkan
perjalanannya di liang os petrosum yang dikenal sebagai akuaduktus follopi atau
kanalis fasialis. Sekeluarnya dari situ nervus fasialis merupakan berkas saraf yang
mengandung serabut somatomotorik, viseromotorik dan sensorik khusus. Kedua
serabut tambahan itu diperoleh dari ganglion genikuli. Cabang pertama yang
dikeluarkan oleh nervus fasialis setibanya di kavum timpani adalah nervus
stapedus. Cabang kedua adalah korda timpani, sebalum berkas induk membelok
ke belakang untuk memasuki os mastoideum, korda timpani memisahkan dirinya
untuk menuju ke depan dan fosa pterigoidea dia bergabung dengan nervus
lingualis. Induk berkas yang terdiri dari serabut somatomotorik dan visero-
(sekreto)-motorik akan ke os mastoideum kemudian keluar dari tengkorak melalui
foramen stilomastoideum. Dari situ dia berjalan ke depan untuk bercabang-
cabang. Sebelum melintasi glandula parotis nervus fasialis memberikan cabang
untuk otot-otot telinga dan cabang untuk otot stilohioid dan venter posterior
digastrikus.5,6,7
Nervus fasialis melintasi jaringan glandula parotis bercabang-cabang lagi
untuk mensarafi seluruh otot wajah. Otot frontalis/occipitofrontalis yang berfungsi
mengangkat alis, mengerutkan dahi, otot corrugators supercilli berfungsi
menggerakan kedua alis mata ke medial bawah sehingga terbentuk kerutan
vertical diantara keedua alis, otot proserus berfungsi mengangkat tepi lateral
cuping hidung sehingga terbentuk kerutan diagonal sepanjang pangkal hidung,
otot nasalis berfungsi melebarkan mata, otot orbicularis oris berfungsi mulut
besiul/mencucu/mengecup, otot levator labii superior yang berfungsi untuk
mengangkat bibir atas dan melebarkan lubang hidung, otot levator anguli oris
berfungsi mengangkat sudut mulut, otot zigomatikus mayor berfungsi untuk
gerakan tersenyum, otot risorius berfungsi untuk gerak meringis, oto buccinators
berfungsi untuk gerak meniup dengan kedua bibir dirapatkan, otot levator
mentalis berfungsi mengangkat dan menjulurkan bibir bawah.5,6,7

ETIOLOGI

4
Banyak kontroversi mengenai etiologi dari Bell’s palsy, tetapi ada 4 teori
yang dihubungkan dengan etiologi Bell’s palsy yaitu:5,6

Teori Iskemik vaskuler

Nervus fasialis dapat menjadi lumpuh secara tidak langsung karena


gangguan regulasi sirkulasi darah di kanalis fasialis.

Teori Infeksi virus

Virus yang dianggap paling banyak bertanggungjawab adalah


Herpes Simplex Virus (HSV), yang terjadi karena proses reaktivasi
dari HSV (khususnya tipe 1).

Teori herediter

Bell’s palsy terjadi mungkin karena kanalis fasialis yang sempit


pada keturunan atau keluarga tersebut, sehingga menyebabkan
predisposisi untuk terjadinya paresis fasialis.

Teori imunologi

Dikatakan bahwa Bell’s palsy terjadi akibat reaksi imunologi


terhadap infeksi virus yang timbul sebelumnya atau sebelum
pemberian imunisasi.

PATOFISIOLOGI
Apapun sebagai etiologi Bell’s palsy, proses akhir yang dianggap
bertanggung jawab atas gejala klinik Bell’s palsy adalah proses yang selanjutnya
menyebabkan kompresi nervus fasialis. Gangguan atau kerusakan pertama adalah
endotelium dari kapiler menjadi edema dan permeabilitasi kapiler meningkat,
sehingga dapat terjadi kebocoran kapiler kemudian terjadi edema pada jaringan
sekitarnya dan akan terjadi gangguan aliran darah sehingga terjadi hipoksia dan
asidosis yang mengakibatkan kematian sel. Kerusakan sel ini mengakibatkan
hadirnya enzim proteolitik, terbentuknya peptide-peptida toksik dan pengaktifan
klinik dan kallikrein sebagai hancurnya nukleus dan lisosom. Jika dibiarkan dapat
terjadi kerusakan jaringan yang permanen.5,6,8
GAMBARAN KLINIS

5
Biasanya timbul secara mendadak, penderita menyadari adanya
kelumpuhan pada salah satu sisi wajahnya pada waktu bangun pagi, bercermin
atau saat sikat gigi/berkumur atau diberitahukan oleh orang lain/keluarga bahwa
salah satu sudutnya lebih rendah. Bell’s palsy hampir selalu unilateral. Gambaran
klinis dapat berupa hilangnya semua gerakan volunter pada kelumpuhan total.
Pada sisi wajah yang terkena, ekspresi akan menghilang sehingga lipatan
nasolabialis akan menghilang. Bila penderita disuruh untuk memejamkan matanya
maka kelopak mata pada sisi yang lumpuh akan tetap terbuka (disebut
lagoftalmus) dan bola mata berputar ke atas (phenomena Bell). Karena kedipan
mata berkurang maka akan terjadi iritasi oleh debu dan angin, sehingga
menimbulkan epifora. Dalam mengembungkan pipi terlihat bahwa pada sisi yang
lumpuh tidak mengembung. Disamping itu makanan cenderung terkumpil
diantara pipi dan gusi yang lumpuh. Selain kelumpuhan seluruh otot wajah sesisi,
tidak didapati gangguan lain yang mengiringnya, bila paresisnya benar-benar
bersifat Bell’s palsy.5,6

DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis serta beberapa pemeriksaan
fisik, dalam hal ini yaitu pemeriksaan neurologis.5,6
Anamnesis:
- Rasa nyeri

- Gangguan atau kehilangan pengecapan.

- Riwayat pekerjaan dan adakah aktivitas yang dilakukan pada malam


hari di ruangan terbuka atau di luar ruangan.

- Riwayat penyakit yang pernah dialami oleh penderita seperti infeksi


saluran pernafasan, otitis, herpes, dan lain-lain.

Pemeriksaan:
- Pemeriksaan neurologis ditemukan parese N.VII tipe perifer.

- Gerakan volunteer yang diperiksa, dianjurkan minimal:

1. Mengerutkan dahi

6
2. Memejamkan mata

3. Mengembangkan cuping hidung

4. Tersenyum

5. Bersiul

6. Mengencangkan kedua bibir

Di instalasi rehabilitasi Medik RSU Prof.dr.R.D.Kandou memakai SKALA


UGO FISCH untuk mengevaluasi kemajuan motorik penderita Bell’s palsy.

SKALA UGO FISCH


Dinilai kondisi simetris atau asimetris antara sisi sehat dan sisi sakit pada 5 posisi:5,6

POSISI NILAI PERSENTASE (%) SKOR


0, 30, 70, 100
Istirahat 20
Mengerutkan Dahi 10
Menutup Mata 30
Tersenyum 30
Bersiul 10
TOTAL

Penilaian presentase:5,6
- 0% : asimetris komplit, tidak ada gerakan volunter

- 30% : simetri, poor/jelek, kesembuhan yang ada lebih dekat ke


asimetris komplit daripada simetris normal.

7
- 70% : simetris, fair/cukup, kesmbuhan parsial yang cenderung kea rah
normal.

- 100% : simetris, normal komplit.

Diagnosa Klinis : Ditegakkan dengan adanya paresis N.VII perifer.

Diagnosa Topis :5,6,8

Letak Lesi Kelainan Gangguan Gangguan Hiposekresi Hiposekresi


Motorik Pengecapan Pendengaran Saliva Lakrimalis
Pons-meatus + + + + +
Akustikus Tuli/hiperakusis
Internus
Pons-meatus + + + + +
Akustikus Hiperakusis
Internus
Ganglion + + + + -
Genikulatu-N. Hiperakusis
Stapedius
N. Stapedius- + + + + -
Chorda
Tympani
Chorda + + - + -
Tympani

Infra Chorda + - - - -
Tympani-
Sekitar
foramen
stilomastoideu
s

Diagnosa etiologi: Sampai saat ini etiologi Bell’s palsy yang jelas tidak diketahui.

DIAGNOSA BANDING
1. SOL Intrakranial

2. Miastenia Gravis

8
PROGNOSIS
Sembuh spontan pada 75-90% dalam beberapa minggu atau dalam 1-2
bulan. Kira-kira 10-15% sisanya akan memberikan gambaran kerusakan yang
permanen.5,6

KOMPLIKASI

Crocodile tear phenomenon2,5,6

Yaitu keluarnya air mata pada saat penderita makan makanan. Ini
timbul beberapa bulan setelah terjadi paresis dan terjadinya akibat
dari regenerasi yang salah dari serabut otonom yang seharusnya ke
kelenjar saliva tetapi menuju ke kelenjar lakrimalis. Lokasi lesi di
sekitar kelenjar ganglion genikulatum.

Synknesis2,5,6

Dalam hal ini otot-otot tidak dapat digerakan satu per satu atau
tersendiri, selalu timbul gerakan (involunter) elevasi sudut mulut,
kontraksi platisma, atau berkerutnya dahi. Penyebabnya adalah
innervasi yang salah, serabut saraf yang mengalami regenerasi
bersambung dengan serabut-serabut otot yang salah.


Hemifacial spasme2,5,6

Timbul “kedutan” pada wajah (otot wajah bergerak secara spontan


dan tidak terkendali) dan juga spasme otot wajah, biasanya ringan.
Pada stadium awal hanya mengenai satu sisi wajah saja, tetapi
kemudian dapat mengenai pada sisi lainnya. Kelelahan dan
kelainan psikis dapat memperberat spasme ini. Komplikasi ini
terjadi bila penyembuhan tidak sempurna, yang timbul dalam
beberapa bulan atau 1-2 tahun kemudian.

Kontraktur5,6,7

Hal ini dapat terlihat dari tertariknya otot, sehingga lipatan


nasolabialis lebih jelas terlihat pada sisi lumpuh dibanding pada

9
sisi yang sehat. Terjadi bila kembalinya fungsi sangat lambat.
Kontraktur tidak tampak pada waktu otot wajah istirahat, tetapi
menjadi jelas saat otot wajah bergerak.

TERAPI
a) Terapi medikamentosa : Golongan kortikosteroid sampai sekarang masih
kontroversi juga dalam diberikan neurotropik.

b) Terapi operatif : Tindakan bedah dekompresi masih kontroversi.

c) Rehabilitasi Medik

REHABILITASI MEDIK PADA PENDERITA BELL’S PALSY


Sebelum kita membahas mengenai rahabilitasi medik pada Bell’s plasy
maka akan dibicarakan mengenai rehabilitasi secara umum. Rehabilitasi medik
menurut WHO adalah semua tindakan yang ditunjukan guna mengurangi dampak
cacat handicap serta meningkatkan kemampuan penyandang cacat mengenai
intergritas sosial.5,6

Tujuan rehabilitasi medik adalah:5,6


1. Meniadakan keadaan cacat bila mungkin

2. Mengurangi keadaan cacat sebanyak mungkin

3. Melatih orang dengan sisa keadaan cacat badan untuk dapat hidup dan
bekerja dengan apa yang tertinggal.

Untuk mencapai keberhasilan dalam tujuan rehabilitasi yang efektif dan


efisien maka diperlukan tim rehabilitasi medik yang terdiri dari dokter, fisioterapi,
okupasi terapis, ortotis prostetis, ahli wicara, psikolog, petugas sosial medik dan
perawat rehabilitasi medik. Sesuai dengan konsep rehabilitasi medik yaitu usaha
gabungan terpadu dari segi medik, sosial dan kekaryaan, maka tujuan rehabilitasi
medik pada Bell’s palsy adalah untuk mengurangi/mencegah paresis menjadi
bertambah dan membantu mengatasi problem sosial serta psikologinya agar
penderita tetap dapat melaksanakan aktivitas kegiatan sehari-hari. Program-

10
program yang diberikan adalah program fisioterapi, okupasi, social medik,
psikolog dan ortotik prostetik, sedang program perawatan pesawat rehabilitasi dan
terapi wicara tidak banyak berperan.5,6

Program Fisioterapi
1. Pemanasan5,6

a) Pemanasan superficial dengan infra red.

b) Pemanasan dalam berupa Shortwave Diathermy atau


Microwave Diathermy

2. Stimulasi listrik5,6

Tujuan pemberian stimulasi listrik yaitu menstimulasi otot untuk


mencegah/memperlambat terjadi atrofi sambil menunggu proses
regenerasi dan memperkuat otot yang masih lemah. Misalnya dengan
faradisasi yang tujuannya adalah untuk menstimulasi otot, redukasi dari
aksi otot, melatih fungsi otot baru, meningkatkan sirkulasi serta
mencegah/meregangkan perlengketan. Diberikan 2 minggu setelah onset.

3. Latihan otot-otot wajah dan massage wajah5,6

Latihan gerak volunter diberikan setelah fase akut, latihan berupa


mengangkat alis tahan 5 detik, mengerutkan dahi, menutup mata dan
mengangkat sudut mulut, tersenyum, bersiul/meniup (dilakukan didepan
kaca dengan konsentrasi penuh).
Massage adalah manipulasi sitemik dan ilmiah dari jaringan tubuh
dengan maksud untuk perbaikan/pemulihan. Pada fase akut, Bell’s palsy
diberi gentle massage secara perlahan dan berirama. Gentle massage
memberikan efek mengurangi edema, memberikan relaksasi otot dan
mempertahankan tonus otot. Setelah lewat fase akut diberi Deep Kneading
Massage sebelum latihan gerakan volunteer otot wajah. Deep Kneading
Massage memberikan efek mekanik terhadap pembuluh darah vena dan
limfe, melancarkan pembuangan sisa metabolik, asam laktat, mengurangi
edema, meningkatkan nutrisi serabut-serabut otot dan meningkatkan

11
gerakan intramuskuler sehingga melepaskan perlengketan. Massage daerah
wajah dibagi 4 area yaitu dagu, mulut, hidung dan dahi. Semua gerakan
diarahkan keatas, lamanya 5-10 menit.

Program Terapi Okupasi


Pada dasarnya terapi disini memberikan latihan gerakan pada oto wajah.
Latihan diberikan dalam bentuk aktivitas sehari-hari atau dalam bentuk
permainan. Perlu diingat bahwa latihan secara bertahap dan melihat kondisi
penderita, jangan sampai melelahkan penderita. Latihan dapat berupa latihan
berkumur, latihan minum dengan menggunakan sedotan, latihan meniup lilin,
latihan menutup mata dan mengerutkan dahi di depan cermin.5,6

Program Sosial Medik


Penderita Bell’s palsy sering merasa malu dan menarik diri dari pergaulan
sosial. Problem sosial biasanya berhubungan dengan tempat kerja dan biaya.
Petugas sosial medik dapat membantu mengatasi dengan menghubungi tempat
kerja, mungkin untuk sementara waktu bekerja pada bagian yang tidak banyak
berhubungan dengan umum. Untuk masalah biaya, dibantu dengan mencarikan
fasilitas kesehatan di tempat kerja atau melalui keluarga. Selain itu memberikan
penyuluhan bahwa kerja sama penderita dengan petugas yang merawat sangat
penting untuk kesembuhan penderita.5,6

Program Psikologik
Untuk kasus-kasus tertentu dimana ada gangguan psikis amat menonjol,
rasa cemas sering menyertai penderita terutama pada penderita muda wanita atau
penderita yang mempunyai profesi yang mengharuskan ia sering tampil di depan
umum, maka bantuan seorang psikolog sangat diperlukan.5,6

Program Ortotik Prostetik


Dapat dilakukan pemasangan “Y” plester dengan tujuan agar sudut mulut
yang sakit tidak jatuh. Dianjurkan agar plester diganti tiap 8 jam. Perlu
diperhatikan reaksi intoleransi kulit yang sering terjadi. Pemasangan “Y” plester

12
dilakukan jika dalam waktu 3 bulan belum ada perubahan Zygomaticus selama
parase dan mencegah terjadinya kontaktur.5,6

HOME PROGRAM5,6
1. Kompres hangat daerah sisi wajah yang sakit selama 20 menit

2. Massage wajah yang sakit ke arah atas dengan menggunakan tangan dari
sisi wajah yang sehat

3. Latihan tiup lilin, berkumur, makan dengan mengunyah disisi yang sakit,
minum dengan sedotan, mengunyah permen karet

4. Perawatan mata:

a) Beri obat tetes mata (golongan artifial tears) 3x sehari

b) Memakai kacamata gelap sewaktu berpergian siang hari

c) Biasakan menutup kelopak mata secara pasif sebelum tidur

Berikut ini adalah kasus seorang pasien perempuan, 45 tahun, yang datang
berobat di poliklinik Rehabilitasi Medik BLU RSUP Prof.dr.R.D. Kandou tanggal
22 Mei 2012 dengan mulut mencong ke kiri.

BAB III
LAPORAN KASUS

IDENTITAS
Nama : Ny. D. T
Umur : 45 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Tompaso
Pekerjaan : PNS (Guru)

13
Agama : Kristen Protestan
Tanggal Pemeriksaan : 22 Mei 2012

ANAMNESIS
Keluhan Utama: Mulut mencong ke kiri
Riwayat Penyakit Sekarang
Penderita datang dengan keluhan mulut mencong ke kiri. Mulut mencong dialami
penderita sejak berumur 8 tahun. Saat itu penderita pergi ke acara pernikahan,
kemudian sore hari penderita tidur di lantai. Di pagi hari saat bangun pagi , mulut
penderita mencong ke kiri, mata kanan tidak menutup sempurna sehingga terasa
perih dan berair jika makan makanan pedas, pipi terasa kencang. Sisi wajah
sebelah kanan terasa tebal, kaku, dan bergerak sendiri. Makan baik, bila minum
air sering keluar dari sisi mulut sebelah kanan. Sebelumnya penderita tidak pernah
memeriksakan diri ke dokter, tapi sempat berobat ke dukun namun tidak sembuh.
Sampai saat ini penderita sudah terbiasa dengan keadaan wajah seperti ini.

Riwayat Penyakit Dahulu


- Hipertensi +  sudah lama, terkontrol dengan minum obat antihipertensi
amlodipin

- ISK +  sejak 3 bulan yang lalu

- Asam Urat +  sejak 1 tahun yang lalu

- Post Op. Mioma uteri  1 bulan yang lalu

- Kolesterol, sakit jantung, sakit ginjal, DM  disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


Hanya penderita yang sakit seperti ini.

Riwayat Kebiasaan
Sehari-hari penderita ke sekolah dengan menggunakan angkutan umum.

Riwayat Sosial Ekonomi

14
Penderita tinggal di Tompaso, tapi ada keluarga di Manado, tinggal
sendiri. Jaminan Askes.

PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4V5M6
Tanda vital : T 130/90 mmHg; N 64x/m; R 20x/m; S 36.3°C
Kepala : Konjungta anemis -/-, sclera ikterik -/-
Leher : Trakea di tengah, pembesaran kelenjar (-)
Thorax : Cor/Pulmo dbn, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Abdomen : Datar, Lemas BU (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat
Status Neurologis : Dalam batas normal
Status Otonom : BAB/BAK normal

SKALA UGO FISCH


POSISI NILAI PERSENTASE (%) SKOR
0, 30, 70, 100
Istirahat 20 30 6
Mengerutkan Dahi 10 30 3
Menutup Mata 30 70 21
Tersenyum 30 30 9
Bersiul 10 30 3
TOTAL 42

Lagoftalmus : (+) 2 mm
MMT Otot Wajah :
SKOR

15
Dextra Sinistra
M. Frontalis 1 3
M. Corrgurator supercilii 1 3
M. Proserus 1 3
M. Nasalis 1 3
M. Buccinator 1 3
M. Orbicularis oculi 2 3
M. Zygomaticus mayor 1 3
M. Orbicularis oris 1 3

Seorang perempuan 45 tahun, datang ke Bagian Rehabilitasi Medik


dengan keluhan utama mulut mencong ke kiri. Mata kanan tidak menutup
sempurna sehingga terasa perih dan berair jika makan makanan pedas, pipi
terasa kencang. Sisi wajah sebelah kanan terasa tebal, kaku, dan bergerak
sendiri. Bila minum, air sering keluar dari sisi mulut sebelah kanan.
Riwayat penyakit dahulu, hipertensi sudah lama tapi terkontrol dengan
obat antihipertensi amlodipin, ISK sejak 3 bulan yang lalu, asam urat sejak
1 tahun yang lalu, post operasi mioma uteri 1 bulan yang lalu. Riwayat
kebiasaan sehari-hari, penderita ke sekolah dengan menggunakan
angkutan umum. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik,
kesadaran compos mentis, GCS E4V5M6, tanda vital T 130/90 mmHg, N
64x/m, R 20x/m, S 36,3°C. Pemeriksaan Nn. Cranialis: Parese N. VII
dekstra tipe perifer. Motorik: gerakan ekstremitas normal, Skala UGO
FISCH skor 42, lagoftalmus (+) 2 mm. MMT otot wajah frontalis skor 1,
Corrgurator supercilii skor 1, Proserus skor 1, Nasalis skor 1, Businator
skor 1, Orbicularis oculi skor 2, Zygomaticus mayor skor 1, Orbicularis
oris skor 1.

DIAGNOSIS
Diagnosa klinis : Bell’s Palsy Dekstra
Diagnosa topis : Sekitar foramen stilomastoideus
Diagnosa etiologi : Idiopatik
Fungsional : Penurunan kemampuan fungsional dalam
melakukan aktivitas sehari-hari (makan/mengunyah, minum/berkumur,
tersenyum)

16
PROBLEM REHABILITASI MEDIK

Kelumpuhan otot wajah

- Sudut mulut jatuh ke kanan.

- Kelopak mata kanan tidak bisa menutup rapat dengan baik.


Gangguan pada otot-otot wajah

- Pada saat minum/berkumur, air keluar menetes dari sudut


mulut kanan.

- Sulit untuk tersenyum.

 Gangguan psikologis, penderita kadang merasa malu dengan


keadaan ini.

PROGRAM REHABILITASI MEDIK


1. Fisioterapi

Evaluasi:
- Tidak dapat mengangkat alis sebelah kanan, mata kanan tidak
bisa menutup rapat dengan baik.

- Sudut mulut jatuh ke kanan.

Program:
- Faradisasi wajah sebelah kanan. Diberikan 2 minggu setelah
onset.

- Infra red pada wajah sebelah kanan selama 10 menit.

- Deep Kneading Massage wajah sebelah kanan lamanya 5-10


menit.

17
- Latihan gerak volunteer wajah sisi kanan di depan cermin
dengan gerakan mengerutkan dahi, menutup mata, tersenyum,
bersiul/meniup, mengangkat sudut mulut.

2. Okupasi Terapi

Evaluasi:
- Mata kanan tidak bisa menutup rapat.

- Sudut mulut jatuh ke kanan.

- Pada saat minum/berkumur, air keluar menetes dari sudut


kanan mulut.

Program:
- Latihan penguat otot wajah dengan memberikan latihan
menutup mata, mengerutkan dahi, meniup lilin, tersenyum,
meringis.

- Latihan meningkatkan aktivitas kerja sehari-hari dengan


berkumur, latihan makan dengan mengunyah di sisi kiri,
minum dengan sedotan.

3. Psikologi

Evaluasi:
- Penderita kadang merasa cemas dan malu.

Program:
- Memberikan dorongan mental supaya penderita tidak merasa
cemas dan malu dengan penyakitnya.

- Memberikan dorongan mental agar penderita rajin menjalankan


program rehabilitasi dan melakukan home program yang
diberikan agar penyakitnya cepat sembuh.

4. Sosial Medik

18
Evaluasi:
- Penderita adalah seorang guru SMP yang kadang merasa malu
saat beraktivitas diluar rumah.

- Biaya pengobatan ditanggung oleh Askes.

- Penderita tinggal seorang diri.

Program:
- Dapat ke sekolah dan tidak merasa malu saat mengajar.

5. Ortotik Prostetik

Evaluasi:
- Wajah tidak simetris.

- Kelopak mata kanan tidak bisa menutup rapat.

- Sudut mulut jatuh disebelah kanan.

Program:
- Menggunakan “Y” plester selama parese.

- Diganti setiap 8 jam.

- Perlu diperhatikan reaksi intoleransi kulit.

Home Program:
1. Perawatan mata:

 Memakai kacamata hitam saat bepergian siang hari.

 Artifial tears.

 Sebelum tidur, kelopak mata ditutup secara pasif.

2. Kompres dengan air hangat pada sisi wajah sebelah kanan selama 5-
10 menit.

19
3. Massage wajah sebelah kanan ke arah atas dengan menggunakan
tangan dari sebelah kanan.

4. Latihan meniup lilin dengan jarak semakin dijauhkan, makan dengan


mengunyah di sisi kiri, minum dengan sedotan dan mengunyah
permen karet.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sukardi, Nara P. Bell’s Palsy. 2007. Available from:


http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/sPalsy.pdf/sPalsy.htm (Accessed on
May 2012)
2. Sabirin J. Bell’s Palsy. Dalam : Hadinoto dkk. Gangguan Gerak. Cetakan I.
Semarang : Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, 1990 : 171-81
3. Maisel RH, Levine SC. Gangguan Saraf Fasialis. Dalam : Adams dkk.
Boies Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta : Penerbit EGC, 1997 :
139-52
4. Thamrinsyam. Beberapa Kontroversi Bell’s Palsy. Dalam : Thamrinsyam
dkk. Bell’s Palsy. Surabaya : Unit Rehabilitasi Medik RSUD Dr.
Soetomo/FK UNAIR, 1991 : 1-7
5. Angliadi LS, Sengkey L, Gessal J, dkk. Rehabilitasi Medik Pada Bell’s
Palsy. Dalam: Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi. Manado: Bagian
Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitas BLU RSUP Prof. dr. R. D.
Kandou/FK UNSRAT, 2006: 42-49
6. Annsilva. Bell’s Palsy. 2010. Available from:
http://annsilva.wordpress.com/2010/04/04/bell%E2%80%99s-palsy-case-
report/ (Accessed on May 2012)

20
7. Lumbantobing SM. Saraf Otak : Nervus Fasial. Dalam : Neurologi Klinik
Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta : FK Universitas Indonesia, 2004 :
55-60
8. Snell RS. Neuroanatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran edisi 5.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2006

21

You might also like