Professional Documents
Culture Documents
Oleh:
Muzalifah, S.Ked I1A0100
Dita Irmaya, S.Ked I1A0100
Dwi Putra Tesan P, S.Ked I1A010022
Arini Muliana, S.Ked I1A010024
Muthia Anggraeni, S.Ked I1A010030
Annandra Rahman, S.Ked I1A010053
Pembimbing:
dr. M. Siddik
1
BAB I
PENDAHULUAN
Bell’s Palsy (BP) adalah suatu kelumpuhan akut nervus fasialis perifer
yang tidak diketahui penyababnya. Sir Charles Bell (1821) adalah orang pertama
yang meneliti beberapa penderita dengan wajah asimetrik, sejak itu semua
kelumpuhan n. fasialis perifer yang tidak diketahui sebabnya disebut Bell’s palsy.
Pengamatan klinik, pemeriksaan neurologi, laboratorium dan patologi anatomi
menunjukkan BP bukan penyakit tersendiri tetapi berhubungan erat dengan
banyak faktor dan sering merupakan gejala penyakit lain. Penyakit ini lebih sering
ditemukan pada usia dewasa, jarang pada anak di bawah umur 2 tahun. Biasanya
didahului oleh infeksi saluran napas bagian atas yang erat hubungannya dengan
cuaca dingin. Diagnosis BP dapat ditegakkan dengan adanya kelumpuhan n.
fasialis perifer diikuti pemeriksaan untuk menyingkirkan penyebab lain
kelumpuhan n. fasialis perifer.1
Biasanya penderita BP mengetahui kelumpuhan n. fasialis dari teman atau
keluarga atau pada saat bercermin atau sikat gigi/berkumur. Pada saat penderita
menyadari bahwa ia mengalami kelumpuhan pada wajahnya, maka ia mulai
merasa takut, malu, rendah diri, mengganggu kosmetik dan kadangkala jiwanya
tertekan terutama pada wanita dan pada penderita yang mempunyai profesi yang
mengharuskan ia untuk tampil di muka umum. Rehabilitasi Medik pada penderita
BP diperlukan dengan tujuan membantu memperlancar vaskularisasi, pemulihan
kekuatan otot-otot fasialis dan mengembalikan fungsi yang terganggu akibat
kelemahan otot-otot fasialis sehingga penderita dapat kembali melakukan aktivitas
kerja sehari-hari dan bersosialisasi dengan masyarakat.2,3,4
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Bell’s Palsy (BP) adalah kelumpuhan fasialis perifer akibat proses non-
supuratif, non-neoplastik, non-degeneratif primer maupun sangat mungkin akibat
edema jinak pada bagian nervus fasialis di foramen stilomastoideus atau sedikit
proksimal dari foramen tersebut, yang mulainya akut dan dapat sembuh sendiri
tanpa pengobatan.5
EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat ditemukan 23 penderita BP pada 100.000 penduduk
per tahun. Di Manado penderita BP yang datang berobat ke poli saraf RSUP
Manado pada tahun 1998 sebanyak 58 penderita BP (9,9%) dari 586 penderita
gangguan saraf tepi/kranialis. Di instalasi Rehabilitasi Medik sebanyak 281
kunjungan (3,53%) dari 7970 kunjungan di tahun 1998. BP dapat terjadi pada
semua umur dan insiden pada pria dan wanita hampir sama. Tidak terdapat
perbedaan insiden antara musim panas maupun dingin. Sering ditemukan adanya
riwayat terekspose udara dingin atau angin sepoi-sepoi.6
3
Akar n. fasialis menuju ke dorsomedial kemudian melingkari inti nervus
abdusen dan setelah itu berbelok ke ventrolateral kembali untuk meninggalkan
permukaan lateral pons. Disitu dia berdampingan dengan nervus intermedius dan
nervus oktavus dan akan memasuki meatus akustikus internus untuk melanjutkan
perjalanannya di liang os petrosum yang dikenal sebagai akuaduktus follopi atau
kanalis fasialis. Sekeluarnya dari situ nervus fasialis merupakan berkas saraf yang
mengandung serabut somatomotorik, viseromotorik dan sensorik khusus. Kedua
serabut tambahan itu diperoleh dari ganglion genikuli. Cabang pertama yang
dikeluarkan oleh nervus fasialis setibanya di kavum timpani adalah nervus
stapedus. Cabang kedua adalah korda timpani, sebalum berkas induk membelok
ke belakang untuk memasuki os mastoideum, korda timpani memisahkan dirinya
untuk menuju ke depan dan fosa pterigoidea dia bergabung dengan nervus
lingualis. Induk berkas yang terdiri dari serabut somatomotorik dan visero-
(sekreto)-motorik akan ke os mastoideum kemudian keluar dari tengkorak melalui
foramen stilomastoideum. Dari situ dia berjalan ke depan untuk bercabang-
cabang. Sebelum melintasi glandula parotis nervus fasialis memberikan cabang
untuk otot-otot telinga dan cabang untuk otot stilohioid dan venter posterior
digastrikus.5,6,7
Nervus fasialis melintasi jaringan glandula parotis bercabang-cabang lagi
untuk mensarafi seluruh otot wajah. Otot frontalis/occipitofrontalis yang berfungsi
mengangkat alis, mengerutkan dahi, otot corrugators supercilli berfungsi
menggerakan kedua alis mata ke medial bawah sehingga terbentuk kerutan
vertical diantara keedua alis, otot proserus berfungsi mengangkat tepi lateral
cuping hidung sehingga terbentuk kerutan diagonal sepanjang pangkal hidung,
otot nasalis berfungsi melebarkan mata, otot orbicularis oris berfungsi mulut
besiul/mencucu/mengecup, otot levator labii superior yang berfungsi untuk
mengangkat bibir atas dan melebarkan lubang hidung, otot levator anguli oris
berfungsi mengangkat sudut mulut, otot zigomatikus mayor berfungsi untuk
gerakan tersenyum, otot risorius berfungsi untuk gerak meringis, oto buccinators
berfungsi untuk gerak meniup dengan kedua bibir dirapatkan, otot levator
mentalis berfungsi mengangkat dan menjulurkan bibir bawah.5,6,7
ETIOLOGI
4
Banyak kontroversi mengenai etiologi dari Bell’s palsy, tetapi ada 4 teori
yang dihubungkan dengan etiologi Bell’s palsy yaitu:5,6
Teori Iskemik vaskuler
PATOFISIOLOGI
Apapun sebagai etiologi Bell’s palsy, proses akhir yang dianggap
bertanggung jawab atas gejala klinik Bell’s palsy adalah proses yang selanjutnya
menyebabkan kompresi nervus fasialis. Gangguan atau kerusakan pertama adalah
endotelium dari kapiler menjadi edema dan permeabilitasi kapiler meningkat,
sehingga dapat terjadi kebocoran kapiler kemudian terjadi edema pada jaringan
sekitarnya dan akan terjadi gangguan aliran darah sehingga terjadi hipoksia dan
asidosis yang mengakibatkan kematian sel. Kerusakan sel ini mengakibatkan
hadirnya enzim proteolitik, terbentuknya peptide-peptida toksik dan pengaktifan
klinik dan kallikrein sebagai hancurnya nukleus dan lisosom. Jika dibiarkan dapat
terjadi kerusakan jaringan yang permanen.5,6,8
GAMBARAN KLINIS
5
Biasanya timbul secara mendadak, penderita menyadari adanya
kelumpuhan pada salah satu sisi wajahnya pada waktu bangun pagi, bercermin
atau saat sikat gigi/berkumur atau diberitahukan oleh orang lain/keluarga bahwa
salah satu sudutnya lebih rendah. Bell’s palsy hampir selalu unilateral. Gambaran
klinis dapat berupa hilangnya semua gerakan volunter pada kelumpuhan total.
Pada sisi wajah yang terkena, ekspresi akan menghilang sehingga lipatan
nasolabialis akan menghilang. Bila penderita disuruh untuk memejamkan matanya
maka kelopak mata pada sisi yang lumpuh akan tetap terbuka (disebut
lagoftalmus) dan bola mata berputar ke atas (phenomena Bell). Karena kedipan
mata berkurang maka akan terjadi iritasi oleh debu dan angin, sehingga
menimbulkan epifora. Dalam mengembungkan pipi terlihat bahwa pada sisi yang
lumpuh tidak mengembung. Disamping itu makanan cenderung terkumpil
diantara pipi dan gusi yang lumpuh. Selain kelumpuhan seluruh otot wajah sesisi,
tidak didapati gangguan lain yang mengiringnya, bila paresisnya benar-benar
bersifat Bell’s palsy.5,6
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis serta beberapa pemeriksaan
fisik, dalam hal ini yaitu pemeriksaan neurologis.5,6
Anamnesis:
- Rasa nyeri
Pemeriksaan:
- Pemeriksaan neurologis ditemukan parese N.VII tipe perifer.
1. Mengerutkan dahi
6
2. Memejamkan mata
4. Tersenyum
5. Bersiul
Penilaian presentase:5,6
- 0% : asimetris komplit, tidak ada gerakan volunter
7
- 70% : simetris, fair/cukup, kesmbuhan parsial yang cenderung kea rah
normal.
Infra Chorda + - - - -
Tympani-
Sekitar
foramen
stilomastoideu
s
Diagnosa etiologi: Sampai saat ini etiologi Bell’s palsy yang jelas tidak diketahui.
DIAGNOSA BANDING
1. SOL Intrakranial
2. Miastenia Gravis
8
PROGNOSIS
Sembuh spontan pada 75-90% dalam beberapa minggu atau dalam 1-2
bulan. Kira-kira 10-15% sisanya akan memberikan gambaran kerusakan yang
permanen.5,6
KOMPLIKASI
Crocodile tear phenomenon2,5,6
Yaitu keluarnya air mata pada saat penderita makan makanan. Ini
timbul beberapa bulan setelah terjadi paresis dan terjadinya akibat
dari regenerasi yang salah dari serabut otonom yang seharusnya ke
kelenjar saliva tetapi menuju ke kelenjar lakrimalis. Lokasi lesi di
sekitar kelenjar ganglion genikulatum.
Synknesis2,5,6
Dalam hal ini otot-otot tidak dapat digerakan satu per satu atau
tersendiri, selalu timbul gerakan (involunter) elevasi sudut mulut,
kontraksi platisma, atau berkerutnya dahi. Penyebabnya adalah
innervasi yang salah, serabut saraf yang mengalami regenerasi
bersambung dengan serabut-serabut otot yang salah.
Hemifacial spasme2,5,6
9
sisi yang sehat. Terjadi bila kembalinya fungsi sangat lambat.
Kontraktur tidak tampak pada waktu otot wajah istirahat, tetapi
menjadi jelas saat otot wajah bergerak.
TERAPI
a) Terapi medikamentosa : Golongan kortikosteroid sampai sekarang masih
kontroversi juga dalam diberikan neurotropik.
c) Rehabilitasi Medik
3. Melatih orang dengan sisa keadaan cacat badan untuk dapat hidup dan
bekerja dengan apa yang tertinggal.
10
program yang diberikan adalah program fisioterapi, okupasi, social medik,
psikolog dan ortotik prostetik, sedang program perawatan pesawat rehabilitasi dan
terapi wicara tidak banyak berperan.5,6
Program Fisioterapi
1. Pemanasan5,6
2. Stimulasi listrik5,6
11
gerakan intramuskuler sehingga melepaskan perlengketan. Massage daerah
wajah dibagi 4 area yaitu dagu, mulut, hidung dan dahi. Semua gerakan
diarahkan keatas, lamanya 5-10 menit.
Program Psikologik
Untuk kasus-kasus tertentu dimana ada gangguan psikis amat menonjol,
rasa cemas sering menyertai penderita terutama pada penderita muda wanita atau
penderita yang mempunyai profesi yang mengharuskan ia sering tampil di depan
umum, maka bantuan seorang psikolog sangat diperlukan.5,6
12
dilakukan jika dalam waktu 3 bulan belum ada perubahan Zygomaticus selama
parase dan mencegah terjadinya kontaktur.5,6
HOME PROGRAM5,6
1. Kompres hangat daerah sisi wajah yang sakit selama 20 menit
2. Massage wajah yang sakit ke arah atas dengan menggunakan tangan dari
sisi wajah yang sehat
3. Latihan tiup lilin, berkumur, makan dengan mengunyah disisi yang sakit,
minum dengan sedotan, mengunyah permen karet
4. Perawatan mata:
Berikut ini adalah kasus seorang pasien perempuan, 45 tahun, yang datang
berobat di poliklinik Rehabilitasi Medik BLU RSUP Prof.dr.R.D. Kandou tanggal
22 Mei 2012 dengan mulut mencong ke kiri.
BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama : Ny. D. T
Umur : 45 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Tompaso
Pekerjaan : PNS (Guru)
13
Agama : Kristen Protestan
Tanggal Pemeriksaan : 22 Mei 2012
ANAMNESIS
Keluhan Utama: Mulut mencong ke kiri
Riwayat Penyakit Sekarang
Penderita datang dengan keluhan mulut mencong ke kiri. Mulut mencong dialami
penderita sejak berumur 8 tahun. Saat itu penderita pergi ke acara pernikahan,
kemudian sore hari penderita tidur di lantai. Di pagi hari saat bangun pagi , mulut
penderita mencong ke kiri, mata kanan tidak menutup sempurna sehingga terasa
perih dan berair jika makan makanan pedas, pipi terasa kencang. Sisi wajah
sebelah kanan terasa tebal, kaku, dan bergerak sendiri. Makan baik, bila minum
air sering keluar dari sisi mulut sebelah kanan. Sebelumnya penderita tidak pernah
memeriksakan diri ke dokter, tapi sempat berobat ke dukun namun tidak sembuh.
Sampai saat ini penderita sudah terbiasa dengan keadaan wajah seperti ini.
Riwayat Kebiasaan
Sehari-hari penderita ke sekolah dengan menggunakan angkutan umum.
14
Penderita tinggal di Tompaso, tapi ada keluarga di Manado, tinggal
sendiri. Jaminan Askes.
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4V5M6
Tanda vital : T 130/90 mmHg; N 64x/m; R 20x/m; S 36.3°C
Kepala : Konjungta anemis -/-, sclera ikterik -/-
Leher : Trakea di tengah, pembesaran kelenjar (-)
Thorax : Cor/Pulmo dbn, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Abdomen : Datar, Lemas BU (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat
Status Neurologis : Dalam batas normal
Status Otonom : BAB/BAK normal
Lagoftalmus : (+) 2 mm
MMT Otot Wajah :
SKOR
15
Dextra Sinistra
M. Frontalis 1 3
M. Corrgurator supercilii 1 3
M. Proserus 1 3
M. Nasalis 1 3
M. Buccinator 1 3
M. Orbicularis oculi 2 3
M. Zygomaticus mayor 1 3
M. Orbicularis oris 1 3
DIAGNOSIS
Diagnosa klinis : Bell’s Palsy Dekstra
Diagnosa topis : Sekitar foramen stilomastoideus
Diagnosa etiologi : Idiopatik
Fungsional : Penurunan kemampuan fungsional dalam
melakukan aktivitas sehari-hari (makan/mengunyah, minum/berkumur,
tersenyum)
16
PROBLEM REHABILITASI MEDIK
Kelumpuhan otot wajah
Gangguan pada otot-otot wajah
Evaluasi:
- Tidak dapat mengangkat alis sebelah kanan, mata kanan tidak
bisa menutup rapat dengan baik.
Program:
- Faradisasi wajah sebelah kanan. Diberikan 2 minggu setelah
onset.
17
- Latihan gerak volunteer wajah sisi kanan di depan cermin
dengan gerakan mengerutkan dahi, menutup mata, tersenyum,
bersiul/meniup, mengangkat sudut mulut.
2. Okupasi Terapi
Evaluasi:
- Mata kanan tidak bisa menutup rapat.
Program:
- Latihan penguat otot wajah dengan memberikan latihan
menutup mata, mengerutkan dahi, meniup lilin, tersenyum,
meringis.
3. Psikologi
Evaluasi:
- Penderita kadang merasa cemas dan malu.
Program:
- Memberikan dorongan mental supaya penderita tidak merasa
cemas dan malu dengan penyakitnya.
4. Sosial Medik
18
Evaluasi:
- Penderita adalah seorang guru SMP yang kadang merasa malu
saat beraktivitas diluar rumah.
Program:
- Dapat ke sekolah dan tidak merasa malu saat mengajar.
5. Ortotik Prostetik
Evaluasi:
- Wajah tidak simetris.
Program:
- Menggunakan “Y” plester selama parese.
Home Program:
1. Perawatan mata:
Artifial tears.
2. Kompres dengan air hangat pada sisi wajah sebelah kanan selama 5-
10 menit.
19
3. Massage wajah sebelah kanan ke arah atas dengan menggunakan
tangan dari sebelah kanan.
DAFTAR PUSTAKA
20
7. Lumbantobing SM. Saraf Otak : Nervus Fasial. Dalam : Neurologi Klinik
Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta : FK Universitas Indonesia, 2004 :
55-60
8. Snell RS. Neuroanatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran edisi 5.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2006
21