You are on page 1of 28

Referat

Laserasi Jalan Lahir

Disusun Oleh:
Teloe Apriwesa
11. 2016. 002
Pembimbing:
dr. Vinsensius Harry, Sp.oG

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KANDUNGAN DAN KEBIDANAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
RUMAH SAKIT BAYUKARTA KARAWANG
PERIODE 07 AGUSTUS 2017 - 14 OKTOBERR 2017
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Saat persalinan merupakan saat-saat yang paling ditunggu-tunggu oleh para ibu namun, ini
juga merupakan saat yang paling meneganggangkan dimana pada saat itu ibu harus berjuang
hidup dan mati demi kelahiran sang bayi. Setiap ibu yang melahirkan pasti menginginkan
kelahiran yang normal, sehingga sang ibu bisa seakan menjadi ibu yang seutuhnya.
Persalinan sering mengakibatkan perlukaan jalan lahir. Luka-luka biasanya ringan, tetapi
kadang-kadang terjadi juga luka luas dan berbahaya. Setelah persalinan harus dilakukan
pemeriksaan vulva dan perineum. Luka yang luas bisa menyebabkan perdarahan pasca
persalinan yaitu perdarahan lebih dari 500-600 ml dalam masa 24 jam setelah anak lahir.
Perdarahan yang berasal dari jalan lahir selalu harus di evaluasi, yaitu sumber dan jumlah
perdarahan sehingga dapat diatasi sumber perdarahan yang berasal dari perineum, vagina dan
robekan uterus (ruptura uteri).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya robekan jalan lahir, di antarnya adalah
persalinan dengan distosia bahu, partus presipitatus, perluasan episiotomi, multiparitas, dan
lain-lain.
Perdarahan karena robekan jalan lahir banyak di jumpai pada pertolongan persalinan oleh
dukun karena tanpa di jahit. Perawat di harapkan melaksanakan pertolongan persalinan secara
legalitas di tengah masyarakat melalui layanan kesehatan. Perawat dengan pengetahuan
medisnya di harapkan bisa mengarahkan pertolongan persalinan dengan resiko rendah.
Pertolongan persalinan resiko rendah mempunyai komplikasi ringan sehingga dapat
menimbulkan perdarahan pun akan semakin berkurang.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Persalinan
1. Definisi Persalinan
 Persalinan adalah serangkaian kejadian yang berakhir dengan pengeluaran bayi
yang cukup bulan atau hampir cukup bulan, disusul dengan pengeluaran placenta
dan selaput janin dari tubuh ibu. (Obstetri fisiologi, 221)
 Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi (janin + uri) yang dapat
hidup ke dunia luar, dari rahim melalui jalan lahir atau dengan jalan lain. (Rustam
Mochtar, 91)

Bentuk persalinan berdasarkan definisi adalah sebagai berikut:


1. Persalinan spontan, bila persalinan seluruhnya berlangsung dengan kekuatan
sendiri
2. Persalinan buatan, bila proses persalinan dengan bantuan tenaga dari luar
3. Persalinan anjuran

2. Proses Terjadinya Persalinan


Bagaimana terjadi persalinan belum diketahui dengan pasti sehingga
menimbulkan beberapa teori yang berkaitan dengan mulai terjadinya kekuatan his.

Ada beberapa teori yang menyatakan kemungkinana proses persalinan:


1. Teori keregangan
2. Teori penurunan estrogen
3. Teori oksitosin internal
4. Teori prostaglandin
5. Teori hipotalamus-pituitari dan glandula suprarenalis
Terjadinya persalinan masih tetap belum dipastikan, besar kemungkinan semua
factor bekerja bersama-sama, sehingga pemicu persalinan menjadi multi factor.
Persalinan anjuran (induksi persalinan) dapat dilakukan dengan jalan:
1. Memecahkan ketuban
2. Induksi persalinan secara hormonal/ kimiawi
3. Induksi persalinan dengan mekanis
4. Persalinan dengan tindakan operasi

3. Tanda-tanda Persalinan

1. Kekuatan his makin sering terjadi dan teratur dengan jarak kontraksi yang
semakin pendek.

2. Dapat terjadi pengeluaran pembawa tanda, yaitu:

- Pengeluaran lender
- Lendir bercampur darah
3. Dapat disertai ketuban pecah
4. Pada pemeriksaan dalam, dijumpai pembukaan serviks:
1. Perlunakan serviks
2. Pendataran serviks
3. Pembukaan serviks

Factor penting dalam Persalinan :


1. Power
 His (kontraksi otot rahim).
 Kontraksi otot dinding perut.
 Kontraksi diafrakma pelvis atau kekuatan mengejan.
 Ketegangan dan kontraksi ligamentum retundum.
2. Passanger : Janin dan plasenta
3. Passage : Jalan lahir lunak dan jalan lahir tulang

4. Mekanisme Persalinan
1. Turunnya Kepala
Turunnya kepala dapat di bagi menjadi 2, yaitu :
 Masuknya kepala dalam PAP
Primigravida : Terjadi pada bulan terakhir kehamilan
Multigravida : Terjadi pada permulaan persalinan

 Majunya kepala
Primigravida : Terjadi setelah kepala masuk ke dalam rongga panggul dan
biasanya baru mulai pada kala II.
Multigravida : Majunya kepala terjadi secara bersamaan dengan
masuknya rongga kepala dalam panggul.
Majunya kepala ini bersamaan dengan gerakan-gerakan yang lain yaitu : fleksi,
putaran paksi dalam, dan ekstensi.

2. Flexi
Dengan majunya kepala biasanya fleksi bertambah hingga ubun-ubun kecil jelas
lebih rendah dari ubun-ubun besar. Keuntungan dari bertambah fleksi ialah bahwa
ukuran kepala yang lebih kecil melalui jalan lahir: diameter suboksipito bregmatika
(9,5 cm) menggantikan diameter suboksipito frontalis (11 cm)

3. Putar Paksi Dalam


Putaran paksi dalam adalah pemutaran dari bagian depan sedemikian rupa sehingga
bagian terendah dari bagian depan memutar ke depan ke bawah symphisis. Pada
presentasi belakang kepala bagian yang terendah ialah daerah ubun-ubun kecil dan
bagian inilah yang akan memutar ke depan dan ke bawah symphysis.

4. Ekstensi
Setelah putaran paksi selesai dan kepala sampai di dasar panggul, terjadilah
ekstensi atau defleksi dari kepala. Hal ini disebabkan karena sumbu jalan lahir pada
pintu bawah panggul mengarah ke depan atas, sehingga kepala harus mengadakan
ekstensi untuk melaluinya.

5. Putar Paksi Luar


Setelah kepala lahir, maka kepala anak memutar kembali ke arah punggung anak
untuk menghilangkan torsi pada leher yang terjadi karena putaran paksi dalam.
Gerakan ini disebut putaran restitusi (putaran balasan = putaran paksi luar).

6. Expulsi
Setelah putaran paksi luar bahu depan sampai di bawah symphysis dan menjadi
hypomoclion untuk kelahiran bahu belakang. Kemudian bahu depan menyusul dan
selanjutnya seluruh badan anak lahir searah dengan paksi jalan lahir.

2.1 Konsep Dasar Robekan Jalan Lahir


2.1.1 Pengertian
a. Robekan adalah terputusnya kontinyuitas jaringan. (Kamus Lengkap Kedokteran : 109)
b. Jalan lahir terdiri atas jalan lahir bagia keras dan jalan lahir bagian lunak yang harus di
lewati oleh janin dalam proses persalinan pervaginam. (Ilmu Bedah Kebidanan : 1)
c. Robekan jalan lahir adalah robekan yang selalu memberikan perdarahan dalam jumlah
yang bervariasi banyaknya yang berasal dari perineum, vagina serviks, dan uterus.
(Ilmu kebidanan, penyakit kandungan, & KB untuk pendidikan bidan : 308)
d. Laserasi perineum adalah robekan yang terjadi pada perineum sewaktu persalinan
(Mochtar, 1998).

2.1.2 Klasifikasi
2.1.2.1 Perineum
a. Pengertian
Perineum adalah bagian terendah badan yaitu sabuah garis yang menyambung
kedua tuberositas iskhil, membaginya menjadi daerah depan garis ini yaitusegitiga
urogenital dan belakangnya ialah segitiga anal. (anatomi fisiologi , evelyn : 256)
Perineum adalah jaringan antara vestibulum vulva dan anus dan panjang kira-
kira 4 cm (Maimunah, 2005). Sedangkan menurut kamus Dorland perineum adalah
daerah antara kedua belah paha, antara vulva dan anus. Perineum terletak antara
vulva dan anus, panjangnya rata-rata 4 cm (Saifuddin, 2007). Laserasi
perineum adalah robekan yang terjadi pada perineum sewaktu persalinan
(Mochtar, 1998).

a. Etiologi
1. Secara umum
a. Kepala janin terlalu cepat lahir
b. Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya
c. Sebelumnya pada perineum terdapat banyak jaringan parut
d. Pada persalinan dengan distosia bahu
2. Faktor maternal
a. Partus presipitatus yang tidak dikendalikan dan tidak di tolong
Tetania uteri adalah his yang terlampau kuat dan terlalu sering
sehingga tidak ada relaksasi rahim. Hal ini dapat menyebabkan
terjadinya partus presipitatus yang dapat menyebabkan persalinan di
atas kendaraan, di kamar mandi, dan tidak sempat dilakukan
pertolongan. Akibatnya terjadilah luka-luka jalan lahir yang luas
pada serviks, vagina dan perineum, dan pada bayi dapat terjadi
perdarahan intrakranial. Pada presipitatus tidak banyak yang dapat
dilakukan karena janin lahir tiba-tiba dan cepat (Mochtar, 1998).
Laserasi spontan pada vagina atau perineum dapat terjadi saat
kepala dan bahu dilahirkan. Kejadian laserasi akan meningkat jika
bayi dilahirkan terlalu cepat dan tidak terkendali (JNPK-KR, 2007).
Akibat dari partus presipitatus antara lain terjadinya robekan
perineum bahkan robekan serviks yang dapat mengakibatkan
perdarahan pasca persalinan, cedera kepala bayi dan depresi bayi
(Stenchever & Sorensen, 1995, Saifuddin, 2008).
b. Pasien tidak mampu berenti mengejan atau Mengejan terlalu kuat
Pada saat persalinan diperlukan tenaga/power dari ibu bentuk
dorongan meneran. Dorongan meneran tersebut muncul bersamaan
dengan munculnya his atau kontraksi rahim. His yang bagus dapat
memebuka jalan lahir dengan cepat, namun hal ini dipengaruhi cara
ibu mengejan, artinya jika hisnya bagus tetapi ibu menerannya tidak
kuat maka tidak akan terjadi pembukaan jalan lahir. Sedangkan jika
ibu mengejan terlalu kuat saat melahirkan kepala yang merupakan
diameter terbesar janin maka akan menyebabkan laserasi perineum.
Bila kepala telah mulai lahir, ibu diminta bernafas panjang, untuk
menghindarkan tenaga mengejan karena sinciput, muka dan dagu
yang mempunyai ukuran panjang akan mempengaruhi perineum.
Kepala lahir hendaknya pada akhir kontraksi agar kekuatan tidak
terlalu kuat (Ibrahim, 1996).
c. Partus di selesaikan secara tergesa-gesa dengan dorongan fundus yang
berlebihan
d. Edema dan kerapuhan pada perineum
Pada proses persalinan jika terjadi oedema pada perineum maka
perlu dihindarkan persalinan pervaginam karena dapat dipastikan
akan terjadi laserasi perineum (Manuaba, 1998).
e. Perluasan perineum
f. Primipara
Bila kepala janin telah sampai didasar panggul, vulva mulai membuka.
Rambut kepala janin mulai tampak. Perineum dan anus tampak
mulai teregang. Perineum mulai lebih tinggi, sedangkan anus mulai
membuka. Anus yang pada mulanya berbentuk bulat, kemudian
berbentuk “D”. Yang tampak dalam anus adalah dinding depan rektum.
Perineum bila tidak ditahan, akan robek (= ruptura perinei), terutama
pada primigravida.Perineum ditahan dengan tangan kanan, sebaiknya
dengan kain kasa steril (Saifuddin, 2007). Robekan perineum terjadi
pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada
persalinan berikutnya (Saifuddin, 2007).
g. Kesempitan pintu bawah panggul
Pintu bawah panggul tidak merupakan bidang yang datar, tetapi
terdiri atas segi tiga depan dan segi tiga belakang yang mempunyai
dasar yang sama, yakni distansia tuberum. Apabila ukuran yang
terakhir ini lebih kecil daripada biasa, maka sudut arcus pubis mengecil
(kurang dari 800). Agar supaya dalam hal ini kepala janin dapat lahir,
diperlukan ruangan yang lebih besar pada bagian belakang pintu
bawah panggul. Dengan diameter sagitalis posterior yang cukup
panjang persalinan pervaginam dapat dilaksanakan, walaupun dengan
perlukaan luas pada perineum (Saifuddin, 2007).
h. Varises Vulva
Wanita hamil sering mengeluh tentang pelebaran pembuluh darah, yang
terjadi pada tungkai, vagina, vulva, dan terjadi wasir. Selain kelihatan
kurang baik, pelebaran pembuluh darah ini dapat merupakan sumber
perdarahan potensial pada waktu hamil maupun saat persalinan.
Kesulitan yang mungkin dijumpai adalah saat persalinan dengan
varises vulva yang besar sehingga saat episiotomi dapat terjadi
perdarahan (Manuaba, 1998).
i. Kelenturan jalan lahir
Perineum, walaupun bukan alat kelamin, namun selalu terlibat dalam
proses persalinan. Apabila perineum cukup lunak dan elastis, maka
lahirnya kepala tidak mengalami kesukaran. Biasanya perineum
robek dan paling sering terjadi ruptura perinei tingkat II dan tingkat
III (Saifuddin, 2007). Perineum yang kaku menghambat persalinan
kala II yang meningkatkan risiko kematian bagi janin, dan
menyebabkan kerusakan-kerusakan jalan lahir yang luas. Keadaan
demikian dapat dijumpai pada primigravida yang umumnya lebih dari
35 tahun, yang lazim disebut primi tua (Saifuddin, 2007). Jalan lahir
akan lentur pada perempuan yang rajin berolahraga atau rajin
bersenggama. Olahraga renang dianjurkan karena dapat melenturkan
jalan lahir dan otot-otot sekitarnya (Sinsin, 2008). Senam kegel
yang dilakukan pada saat hamil memiliki manfaat yaitu dapat
membuat elastisitas perineum (Nursalam, 2010). Selain itu dapat
memudahkan kelahiran bayi tanpa banya merobek jalan lahir (tanpa
atau sedikit “jahitan”) (Widianti & Proverawati, 2010).
3. Faktor janin
a. Janin yang besar
Janin besar adalah bila berat badan melebihi dari 4000 gram.
Persalinan dengan berat badan janin besar dapat menyebabkan
terjadinya laserasi perineum (Mochtar, 1998). Berat badan janin dapat
mempengaruhi persalinan dan laserasi perineum. Bayi yang
mempunyai berat badan yang besar dapat menimbulkan penyulit
dalam persalinan diantaranya adalah partus lama, partus macet dan
distosia bahu (Jones, 2001).
Sebelum bersalin hendaknya ibu diperiksa Tinggi Fundus Uteri agar
dapat diketahui Tafsiran Berat Badan Janin dan dapat diantisipasi
adanya persalinan patologis yang disebabkan bayi besar seperti
ruptura uteri, ruptura jalan lahir, partus lama,distosia bahu, dan
kematian janin akibat cedera persalinan (Saifuddin, 2007).
b. Posisi kepala bayi yang normal
c. Kelahiran bokong atau peresentasi bokong
Presentasi bokong atau letak sungsang adalah janin yang letaknya
memanjang (membujur) dalam rahim, kepala berada di fundus dan
bokong di bawah (Mochtar, 1998).
Persalinan dengan penyulit seperti sungsang merupakan indikasi
untuk melakukan episiotomi (Saifuddin, 2007).
d. Ekstraksi forsep yang sukar
e. Distosia bahu
Distosia bahu adalah suatu keadaan yang memerlukan tambahan
manuver obstetrik karena jika dilakukan dengan tarikan biasa kearah
belakang pada kepala bayi tidak berhasil untuk melahirkan bayi
(Cunningham, 2005).
Persalinan dengan distosia bahu sering terjadi kerusakan pada
traktus genitalis bawah seperti laserasi perineum (Jones, 2001).
f. Presentasi defleksi
Presentasi defleksi yang dimaksud dalam hal ini adalah presentasi
puncak kepala dan presentasi dahi. Presentasi puncak kepala bagian
terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba
Ubun-ubun Besar (UUB) yang paling rendah, dan UUB sudah berputar
ke depan. Menurut statistik hal ini terjadi pada 1% dari seluruh
persalinan. Komplikasi yang terjadi pada ibu adalah partus yang lama
atau robekan jalan lahir yang lebih luas (Mochtar, 1998).
Presentasi dahi adalah posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi
berada pada posisi terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan
dahi, biasanya dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka
atau letak belakang kepala.
Mekanisme persalinan kepala memasuki panggul biasanya dengan
dahi melintang, atau miring. Pada waktu putaran paksi, dahi memutar
ke depan. Maxilla (fossa canina) sebagai hipomoklion berada di
bawah simpisis, kemudian terjadi fleksi untuk melahirkan belakang
kepala melewati perineum, lalu defleksi, maka lahirlah mulut, dagu
di bawah simpisis. Hal ini mengakibatkan partus menjadi lama dan
lebih sulit, bisa terjadi robekan yang berat dan ruptura uteri (Mochtar,
1998).
g. Kelainan kongenital seperti Hidrosefalus
Hidrosefalus adalah penimbunan cairan serebrospinal dalam ventrikel
otak sehingga kepala janin menjadi besar serta ubun-ubun menjadi
lebar. Jumlah cairan bisa mencapai 1,5 liter bahkan ada yang sampai
5 liter. Sering dijumpai kelainan seperti spinabifida dan cacat bawaan
lain pada janin (Mochtar, 1998).
Persalinan dengan kelainan hidrosefalus dianjurkan untuk dilakukan
persalinan perabdominan untuk menghindari adanya cedera jalan lahir
beserta cedera pada janin (Jones, 2001).
(Ilmu kebidanan, patologi & fis. Persalinan : 451-452)
4. Faktor Penolong Persalinan
1) Cara memimpin mengejan dan dorongan pada fundus uteri
Peran dari penolong persalinan adalah mengantisipasi dan menangani
komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu dan janin. Dalam hal ini proses
tergantung dari kemampuan penolong dalam menghadapi proses
persalinan (Sujiyatmi, dkk., 2011)
2) Ketrampilan menahan perineum pada saat ekspulsi kepala
Mencegah laserasi yaitu dengan kerjasama yang baik antara penolong
terutama saat kepala crowning ( pembukaan 5-6 cm di vulva) serta
kelahiran kepala yang terkendali dan perlahan memberikan waktu pada
vagina dan perineum untuk mengadakan penyesuaian untuk mengurangi
robekan (Hidayat & Sujiyatini, 2010).
Saat kepala janin sampai di dasar panggul, vulva mulai terbuka, rambut
kepala kelihatan. Setiap his kepala lebih maju, anus terbuka, perineum
meregang. Penolong harus menahan perineum dengan tangan kanan
beralaskan kain kasa atau kain doek steril, supaya tidak terjadi robekan
perineum (Mochtar, 1998).
3) Anjuran posisi meneran
Penolong persalinan harus memfasilitasi ibu dalam memilih sendiri posisi
meneran dan menjelaskan alternatif-alternatif posisi meneran bila posisi
yang dipilih ibu tidak efektif (Sumarah, Widyastuti & Wiyati, 2009).
Adapun macam-macam posisi meneran adalah :
a) Duduk atau setengah duduk
Dengan posisi ini penolong persalinan lebih leluasa dalam
membentu kelahiran kepala janin serta lebih leluasa untuk dapat
memperhatikan perineum.
b) Merangkak
Posisi merangkak sangat cocok untuk persalinan dengan rasa sakit pada
punggung, mempermudah janin dalam melakukan rotasi serta
peregangan pada perineum berkurang.
c) Jongkok atau berdiri
Posisi jongkok atau berdidi memudahkan penurunan kepala janin,
memperluas panggul sebesar dua puluh delapan persen lebih besar
pada pintu bawah panggul, memperkuat dorongan meneran. Namun
posisi ini beresiko terjadinya laserasi (perlukaan jalan lahir).
d) Berbaring miring kekiri
Posisi berbaring miring kekiri dapat mengurangi penekanan pada
vena cava inferior sehingga dapat mengurangi kemungkinan
terjadinya hipoksia, karena suplay oksigen tidak terganggu, dapat
memberi suasana rileks bagi ibu yang mengalami kecapekan dan
dapat mencegah terjadinya laserasi / robekan jalan lahir.
e) Hindari posisi terlentang
Pada posisi terlentang dapat menyebabkan :
1) Hipotensi dapat beresiko terjadinya syok dan berkurangnya
suplay oksigen dalam sirkulasi uteroplacenta sehingga dapat
menyebabkan hipoksia bagi janin.
2) Rasa nyeri yang bertambah.
3) Kemajuan persalinan bertambah lama.
4) Ibu mengalami gangguan untuk bernafas.
5) Buang air kecil terganggu.
6) Mobilisasi ibu kurang bebas.
7) Ibu kurang semangat.
8) Resiko laserasi jalan lahir bertambah.
9) Dapat mengakibatkan kerusakan pada syaraf kaki dan
punggung

b. Episiotomi
Penyembuhan luka pada perineum akan lebih sempurna bila pinggirnya lurus dan
otot-otot mudah dijahit. Pada persalinan spontan sering terjadi robekan
perineum yang merupakan luka dengan pinggir yang tidak teratur. Hal ini akan
menghambat penyembuhan perineum sesudah luka dijahit. Oleh karena itu, dan
juga untuk melancarkan jalannya persalinan, dapat dilakukan insisi pada
perineum pada saat kepala janin tampak dari luar dan mulai meregangkan
perineum (Saifuddin, 2007).
Tindakan episiotomi pada masa lalu dilakukan secara rutin terutama pada
primipara. Tindakan ini bertujuan untuk mencegah trauma pada kepala janin,
mencegah kerusakan pada sfingter ani serta lebih mudah untuk menjahitnya.
Kenyataannya tindakan episiotomi dapat menyebabkan peningkatan jumlah
kehilangan darah ibu, bertambah dalam luka perineum, meningkatkan kerusakan
pada spinter ani dan peningkatan rasa nyeri pada hari pertama postpartum
(Sumarah, Widyastuti & Wiyati, 2009).
a) Indikasi episiotomi
Menurut Sumarah, Widyastuti & Wiyati, 2009, indikasi episiotomi adalah :
1) Gawat janin.
2) Persalinan pervaginam dengan penyulit, misalnya presentasi bokong, distosia
bahu, akan dilakukan ekstraksi forcep, ekstraksi vacum.
3) Jaringan parut pada perineum ataupun pada vagina.
4) Perineum kaku dan pendek.
5) Adanya ruptur yang membakat pada perineum.
6) Prematur untuk mengurangi tekanan pada kepala janin.

Dianjurkan untuk melakukan episiotomi pada pada primigravida atau pada wanita
dengan perineum yang kaku. Episiotomi ini dilakukan bila perineum telah menipis dan
kepala janin tidak masuk kembali kedalam vagina (Saifuddin, 2007).
Episiotomi dilakukan bila perineum sudah menipis dan kepala janin tidak masuk lagi
dalam vagina, yaitu dengan jalan mengiris atau menggunting perineum. Ada tiga arah
irisan diantaranya medialis, medio-lateralis dan lateralis. Tujuan episiotomi adalah
supaya tidak terjadi robekan perineum yang tidak teratur (Mochtar, 1998).

Derajat Laserasi perineum


Laserasi diklasifikasikan berdasarkan luasnya robekan, yaitu sebagai berikut :
a. Derajat I : luasnya robekan hanya sampai mukosa vagina, komisura posterior
tanpa mengenai kulit perineum. Tidak perlu dijahit jika tidak ada perdarahan dan
posisi luka baik.
b. Derajat II : robekan yang terjadi lebih dalam yaitu mengenai mukosa vagina,
komisura posterior, kulit perineum dan otot perineum. Jahit menggunakan
teknik penjahitan laserasi perineum.
c. Derajat III : robekan yang terjadi mengenai mukosa vagina, komisura posterior,
kulit perineum, otot perineum hingga otot sfingter ani.
d. Derajat IV : robekan yang terjadi lebih dalam yaitu mengenai mukosa vagina,
komisura posterior, kulit perineum, otot sfingter ani sampai ke dinding depan
rektum. Penolong asuhan persalinan normal tidak dibekali keterampilan untuk
reparasi laserasi perineum derajat tiga atau empat. Segera rujuk ke fasilitas rujukan

(Siswosudarmo & Emilia, 2008, JNPK-KR, 2008).

Tingkat robekan perineum


A. Tingkat I : Robekan hanya terjadi pada selaput lendir vaginadengan
atau tanpa mengenai kulit perineum sedikit.
B. Tingkat II : Robekan yang terjadi lebih dalam yaitu mengenai selaput
lendir vagina dan muskulus perinea trasvesalis tapi tidak mengenai sfingter
ani
C. Tingkat III : Robekan yang terjadi mengenai seluruh perineum sampai
mengenai otot-otot sfingter ani
D. Tingkat IV : Robekan meluas keseluruh kulit perineum membran
mukosa vagina, senrum tendineum perinei, sfingter ani dan mukosa rektum.
(Ilmu Bedah Kebidanan :175)

c. Patofisiologi

Perineum kaku Kesalahan memimpin


Kepala janin terlalu cepat lahir Persalinan

Regangan Perineum
Robekan Perineum

Tingkat I Tingkat II Tingkat III Tingkat VI


Pada selaput Pada selaput Robekan sampai Robekan
Lendir vagina lendir vagina dengan otot sampai dengan
(tanpa mengenal otot perinea sfingter ani otot sfingter
Kulit perineum) trans versalis ani + mukosa

d. Penanganan
 Persiapan alat
- Wadah DTT ber isi : sarung tangan, pemegang jarum, jarum jahit
- Cairan antiseptik (alkohol, betadin)
- Anastesi : lidokain 1%
 Persiapan pasien
Ibu posisi litotomi, pasang kain bersih di bawah bokong, atur lampu kearah
vulva atau perineum bersihkan dengan cairan antiseptik
 Persiapan petugas
Lepas perhiasan dan cuci tangan, pakai sarung tangan DTT untuk memasukkan
lidokain 1% kedalam spuit kemudian pakai sarung tangan lain
e. Perawatan pasca persalinan
a) Apabila terjadi robekan tingkat IV berikan antibiotik profilaksis dosis
tunggal :
1) Ampicilin 500 mg/oral
2) DHN metronidazol 500 mg/oral
b) Observasi tanda-tanda infeksi
c) Jangan lakukan pemeriksaan rectal atau enema 2 mgg
d) Berikan pelembut feses selama 1 mg/oral
Teknik menjahit robekan perineum
A. Tingkat I :
a. Dapat di lakukan hanya menggunakan cutgut yang di jahitkan secara jelujur
(continous sutare) atau dengan cara angka delapan (figure of eight)

B. Tingkat II :
a. Jika dijumpai pinggir robekan yang tidak rata adalah bergerigi maka pinggir
yang bergerigi harus di rapikan lebih dulu
b. Pinggir robekan kanan, kiri masing-masing di klem kemudian di gunting dan
di lakukan penjahitan
c. Mula-mula otot dijahit catgut, selaput lendir vagina di jahit dengan catgut
secara terputus atau jelujur
d. Penjahitan selaput lendir vagina di mulai dari puncak robekan
e. Terakhir kulit perineum di jahit dengan benang sutera secara terputus

C. Tingkat III :
a. Dinding depan rektum yang robek di jahit dulu
b. Fasia perifektal dan fasia septm rekto vaginal di jahit dengan catgut kromik
sehingga bertemu kembali
c. Ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah di klem dengan klemplen lurus
kemudian dijahit dengan 2-3 jahitan catgut kromik
d. Robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit robekan perineum tingkat
II

2.1.2.2 Vagina
a. Pengertian
 Vagina adalah saluran potensial yang terbentang dari vulva ke uterus yang berjalan
ke atas dan ke belakang sejajar dengan pintu masuk pelvis dan dikelilingi serta di
topang oleh otot-otot dasar pelvis.
 Vagina adalah tabung berotot yang dilapisi membran dari jenis epitelium bergaris
yang khusus, di aliri pembuluh darah dan serabut saraf secara berlimpah.
b. Klasifikasi robekan jalan lahir pada vagina
 Kolporeksi
a. Pengertian
Kolporeksi adalah suatu keadaan di mana terjadi robekan di pada vagina
baian atas sehingga sebagian serviks uteri dan vagina terlepas yang dapat
memanjang atau melintang.
b. Etiologi
1. Pada persalinan dengan EPD sehingga terjadi regangan segmen
bahwa uttrus dengan servix uteri tidak terjepit antara kepala janin
dan tulang panggul.
2. Trauma sewaktu mengeluarkan placenta manual
3. Pada saat coitus yang kasar di sertai kekerasan
4. Kesalahan dalam memasukkan tangan oleh penolong ke dalam
uterus.

c. Komplikasi
1. Perdarahan terjadi jika robekan lebar, dalam, dan lebih mengenai
pembuluh darah
2. Infeksi, jika robekan tidak ditangani dengan semestinya bahkan dapat
timbul septikemi.
 Robekan dinding vagina
a. Pengertian
Robekan dinding vagina adalah robekan pada dinding vagina yang
mengenai pembuluh darah.
b. Etiologi
1. Melahirkan janin dengan cunam
2. Ekstraksi bokong
3. Ekstraksi vakum
4. Reposisi presentasi kepala janin misal letak oksipito posterior
5. Akibat lepasnya tulang simfisis pubis (Simfisiolisis)
c. Komplikasi
1. Perdarahan terjadi jika robekan lebar, dalam, dan lebih mengenai
pembuluh darah
2. Infeksi, jika robekan tidak ditangani dengan semestinya bahkan
dapat timbul septikemi.
d. Penanganan
1. robekan kecil →superfisial tidak perlu penanganan khusus
2. robekan lebar dan dalam, lakukan penjahitan secara teratur putus-
putus atau jelujur
3. pada puncak vagina sesuai dengan kolporeksi yang penanganan sesuai
dengan ruptur uteri.
 Perlukaan vagina
a. Etiologi
1. akibat persalinan karena luka pada vulva
2. robekan pembuluh darah vena di bawah kulit alat kelamin luar dan
selaput lendir vagina
b. Jenis perlukaaan vagina
1. Robekan vulva
Sering dijumpai pada waktu persalinan yang terlihat pada robekan
kecil pada labium minus, vestibulum atau bagian belakang vulva, luka
robekan dijahit dengan cara cutgut secara terputus adalah jelujur.
2. Hematoma vulva
Karena robeknya pembulih vena yang ada dibawah pembuluh kulit
alat kelamin luar dan selaput lendir vagina, terjadi pada kala
pengeluaran. Diagnosa tidak terlalu sulit karena hematoma, terlibat
dibagian yang lembek, membengkok dan disertai nyeri tekan. (Ilmu
Bedah Kebidanan : 177-178)
c. Komplikasi
1. Perdarahan terjadi jika robekan lebar, dalam, dan lebih mengenai
pembuluh darah
2. Infeksi, jika robekan tidak ditangani dengan semestinya bahkan
dapat timbul septikemi.
d. Penanganan
1. hematoma kecil tidak perlu tindakan operatif cukup dilakukan
pengompresan daerah tersebut
2. jika ada tanda-tanda anemia, syok lakukan pengosongan
3. jahitan di buka kembali atau lakukan sayatan sepanjang bagian
hematoma dan keluarkan jika ada bekuan
4. jika ada sumber perdarahan, ikat pembuluh darah vena atau arteri yang
terputus
5. rongga diisi dengan kasa steril sampai padat
6. luka sayatan dijahit secara terputus-putus atau jelujur
7. pakailah drain
8. tampon dapat dibiarkan selama 24 jam
9. pasien diberi koagulasi + antibiotik sebagai profilaksis dan berikan
ruborasia
 Fistula Vesikovaginal
a. Pengertian
Fistula adalah hubungan abnormal antara dua organ atau lebih (bagian
depan)
b. Etiologi
1. Trauma, menggunakan alat-alat (perforator, kait dekapitasi, cunam)
2. Persalinan lama
3. Robekan cervix yang menjalar ke vagina bagian atas
4. Pada SC (vesika urinaria dan ureter dapat terpotong atau robek)
c. Penanganan
1. Yang disebabkan oleh trauma
 Pasang kateter tetap dalam vesika urinaria
 Jika ditemukan air kencing menetes kedalam vagina segera
lakukan penjahitan luka yang terjadi lapis demi lapis (selaput
lendir→ otot-otot dinding vesika urinaria → dinding depan
vagina)
 Kateter dapat dibiarkan selama beberapa waktu
2. Yang disebabkan oleh lepasnya jaringan nekrosis
 Gejala kelihatan setelah 3-10 hari post partum dan sering pada
fistula yang kecil
 Pasang kateter tetap (untuk drainase vesika urinaria) selama
beberapa minggu sehingga dapat menutup sendiri
 Jika pada fistula yan besar dapt dilukukan setelah 3-6 bulan PP
 Fistula Rectovaginal
a. Pengertian
Fistula recovaginal adalah lubang antara rectum dan vagina
b. Etiologi
1. ketidakbeerhasilan perbaikan pada laserasi laserasi derajat ketiga
2. ketidaksembuhan dari penjahitan
(Ilmu bedah kebidanan : 175-182)
c. Penanganan
Perbaikan operatif
(Ilmu Bedah Kebidanan : 177-182)
2.1.2.3 Cervix
a. Pengertian
Cervix adalah leher rahim atau sesuatu yang berhubungan dengan leher. (Kamus
Kedokteran :51)
b. Etiologi
Robekan servix dapat terjadi pada :
1. Partus presipitatus
2. Trauma karena pemakaian alat-alat operasi (cunam, perforator, vakum
ekstraktor)
3. Melahirkan kepala janin pada letak sungsang secara paksa karena pembukaan
servix belum lengkap
4. Partus lama
c. Diagnosa robekan cervix
Perdarahan PP pada uterus yang berkontraksi baik harus memaksa kita
untuk memeriksa servix inspekulo. Sebagai profilaksis sebaiknya semua persalinan
buatan yang sulit menjadi indikasi untuk memeriksakan inspekulo.
d. Komplikasi
1. perdarahan
2. syok
3. inkompetensi servix atau infertilitas sekunder
e. Penanganan menjahit robekan servix
1. Pertama-tama pinggir robekan sebelah kiri dan kanan di jepit dengan klem
sehingga perdarahan menjadi berkurang atau berhenti
2. Kemudian sevix di tarik sedikit, sehingga lebih jelaskelihatan dari luar
3. Jika pinggir robekan bergerigi, sebaiknya sebelum di jahit pinggir tersebut
diratakan dulu dengan jalan menggunting pinggir yang bergerigi tersebut.
4. Setelah itu robeka dijahit dengan cutgut cromik, jahitan dimulai dari ujung
robekan dengan cara jahitan terputus-putus atau jahitan angka delapan
5. Pada robekan yang dalam, jahitan harus di lakukan lapis demi lapis. Ini
dilanjutkan untuk menghindari terjadinya hematoma dalam rongga di bawah
jahitan
2.1.2.4 Ruptura Uteri
a. Pengertian
 Ruptura uteri adalah distrupsi dinding uterus yang merupakan salah satu
kedaruratan obstetri. (Kedaruratan obsttrik : 169)
 Ruptura uteri adalh robekan atau diskontinuitas dinding rahim akibat
dilampaui daya regang miometrium. (Pely. Kesh maternal neonatal : 169)
b. Faktor predisposisi
1. Multiparitas atau grandemulti
2. Pemakaian oksitosin persalinan yang tidak tepat
3. Kelainan letak dan implantasi plasenta
4. Kelainan bentuk uterus
5. Hidramnion
c. Gejala ruptur uteri
1. Sewaktu konsentrasi yang kuat, pasien tiba-tiba merasa nyeri yang mengiris
di perut bagian bawah
2. SBR nyeri sekali kalau di palpasi
3. HIS berhenti
4. Ada perdarahan pervagina, walaupun biasanya tidakbanyak
5. Bagian-bagian anak mudah diraba, kalau anak masuk ke dalam rongga perut
6. Kadang-kadang disamping anak teraba tumor ialah rahim yang telah mengecil
7. Pada toucher ternyata bagian depan mudah di tolak ke atas malahan kadang-
kadang tidak teraba lagi karena masuk ke dalam rongga perut
8. Biasanya pasien jatuh dalam shock
9. Kalau ruptura sudah lama terjadi maka seluruh perut nyei dan gembung
10. Adanya kencing berdarah dapat membantu kita menentukan diagnosa kalau
gejala-gejala kurang jelas
d. Etiologi
1. Parut uterus (SC, Miometrium, reaksi kornua, abortus sebelumnya)
2. Trauma
 Kelahiran operatif (versi, ekstraksi bokong, forsep)
 Perangsangan oksitosin yang berlebihan
 Kecelakaan mobil
3. Ruptura spontan uterus yang tidak berpaut (kontraksi uterus persisten pada
kasus obstruksi pelvis)
 Disproporsi chepalo pelvic
 Malperentasi janin
 Anomali janin (hidrosefalus)
 Multiparitas tanpa penyebab lain
 Lelomioma uteri
4. Faktor-faktor lain
 Placenta akreta atau perkreta
 Kehamilan kornua
 Penyakit trofoblasik invasif
e. Diagnosa banding ruptur uteri
1. Solusio placenta
2. Placenta previa
3. Ruptura uteri
f. Klasifikasi ruptura uteri
1. Menurut waktu terjadinya
a. Ruptura uteri gravidarum
Terjadinya sewaktu hamil dan berlokasi pada korpus
b. Ruptura uteri durate partum
Terjadinya waktu melahirkan anak dan berlokasi pada SBR.
2. Menurut lokasinya
a. Korpus uteri
Terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami dan operasi (SC)
yang kolporal atau miomektomi
b. SBR
Terjadi pada partus yang sulit dan lama yatu tambah merenggang dan
tipis dan akhirnya ruptur uteri.
c. Servix uteri
Terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forcep atau versi dan ekstraksi
pada pembukaan lengkap.
d. Kolpoporeksis – kolporeksi
Robekan diantara servix dan vagina.
3. Menurut robeknya peritoneum
a. Kompleta
Robekan pada dinding uterus – peritoneum (parametrium) sehingga
terdapat hubungan antara rongga perut dan uterus.
b. Inkompleta
Robekan pada otot rahim tapi peritonium tidak ikut robek.
4. Menurut etiologinya
a. Ruptura uteri spontan
- Karena dinding rahim yang lemak atau cacat
Misal : Bekas SC, miomektomi, perforasi saat kuretase, histerorafia,
pelepasan plasenta manual
- Karena peregangan yang luar biasa dari rahim
Misal : Panggul sempit, kelainan bentuk panggul, janin besar, DM,
hidrops feralis, post maturitas, dan grandemulti.
b. Ruptura violenta (traumatika)
Karena : Estraksi forsep, versi dan ekstraksi, embriotomi, versi braxton
hicks, sindrom tolakah, manual placenta, kuretase, espresi
kristeller atau crede.
5. Menurut gejala klinis
a. Ruptura iminens (membakat, mengancam)
b. Ruptura uteri (sebenarnya)
g. Profilaksis Ruptura Uteri
1. CPD
 Anjurkan bersalin di rumah sakit
2. Malposisi kepala
 Coba lakukan preposisi
 Pikirkan SC primer saat inpartu
3. Mal presentasi
 Letak lintang / presentasi bahu / letak bokong / presentasi rangkap
4. Hidrosefalus
5. Rigid cervik
6. Tetania uteri
7. Tumor jalan lahir
8. Bekas SC
 Anjurkan persalinan di rumah sakit
 Jika kepala cukup turun lakukan ekstraksi forceps
9. Uterus cacat, karena miomektomi, manual uri, anjurkan bersalin di rumah sakit
10. Ruptura uteri
 Rujuk
h. Penanganan Ruptura Uteri
1. Mengatasi syok
2. Perbaiki KU penderita dengan pemberian infus dan sebagaimana
3. Kardiotonika, antibiotika dan sebagainya
4. Jika sudah mulai membaik lakukan laparatomi dengan tindakan jenis
operasi
 Histerektomi (total dan subtotal)
 Histerorafia (tepi luka di eksidir → dijahit)
 Konservatif (dengan temporade dan antibiotaka yang cukup)
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Laserasi perineum adalah robekan yang terjadi pada perineum sewaktu persalinan
(Mochtar, 1998). Robekan pada jalan lahir merupakan salah satu penyebab dari perdarahan post
partum. Laserasi jalan lahir dapat dilakukan pada perineum, vagina, cervik, dan rupture uteri.
Robekan pada jalan lahir sendiri dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah Kepala
janin terlalu cepat lahir, persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya, sebelumnya pada
perineum terdapat banyak jaringan parut, pada persalinan dengan distosia bahu, dll. Dengan
penatalaksanaan yang tepat dari penolong diharapkan bisa mengurangi terjadinya perdarahan yang
bisa mengakibtkan kematian pada ibu.

.
DAFTAR PUSTAKA
1. Manuaba.1998.ilmu kebidanan: perdarahan postpartum. Jakarta : Buku
Kedokteran EGC
2. Green, Carol J. 2012. Rencana Asuhan Keperawatan : maternal & bayi
baru lahir. Jakarta : EGC.
3. Mochtar, R. 1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC.
4. Syaifuddin. 1997. Kedaruratan Obsetri dan Ginekologi. Jakarta : ECG.
5. Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta : Yayasan
Bina Pustaka.

You might also like