Professional Documents
Culture Documents
Dosen Pengampu
AGUS PURNAMA
20160000084
2017
BAB I
PENDAHULUAN
Pembangunan pada hakekatnya adalah suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik
melalui upaya-upaya yang dilakukan secara terencana. Di dalam setiap wacana, paradigma
pembangunan hampir selalu dikaitkan dengan adanya perubahan-perubahan yang bersifat positif.
Namun dampak dari perubahan-perubahan yang bersifat positif tersebut, pada kenyataannya
tidak selalu sejajar dengan apa yang terjadi di masyarakat.
Berkaitan dengan kondisi tersebut diatas, diperlukan suatu perencanaan yang matang dan
terpadu. Perencanaan pembangunan ini dapat diartikan sebagai suatu proses perumusan
alternatif-alternatif atau keputusan-keputusan yang didasarkan pada data dan fakta yang akan
digunakan sebagai bahan untuk melaksanakan suatu rangkaian kegiatan atau aktivitas
kemasyarakatan, baik yang bersifat fisik maupun non fisik, dalam rangka mencapai tujuan yang
lebih baik, dengan memanfaatkan dan mendayagunakan seluruh sumberdaya yang ada serta
memiliki orientasi yang bersifat menyeluruh dan lengkap, namun tetap berpegang pada azas
prioritas. Secara umum perencanaan berfungsi sebagai pedoman guna mengarahkan kegiatan-
kegiatan dalam rangka mencapai tujuan pembangunan yang ditetapkan. Selain itu juga untuk
memperkirakan potensi-potensi, prospek-prospek perkembangan, hambatan serta resiko yang
mungkin dihadapi pada masa yang akan datang. Perencanaan juga dilakukan untuk memberikan
pilihan-pilihan terbaik untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya kegagalan pembangunan
serta menyusun skala prioritas dari segi pentingnya tujuan sekaligus sebagai alat untuk mengukur
atau standar untuk
melakukan pengawasan, pengendalian dan evaluasi terhadap aktivitas yang dilakukan
dalam rangka pencapaian suatu tujuan.
Sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah untuk kedua kalinya dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2008 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang
pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan,
Pengendalian, Dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah, bahwa setiap Daerah
diwajibkan untuk menyusun perencanaan pembangunan Daerah untuk jangka panjang 20 tahun
(RPJPD), jangka menengah 5 tahun (RPJMD), serta jangka pendek 1 tahun (RKPD).
Pembangunan ketenagakerjaan mempunyai peranan dan arti penting sebagai suatu unsur
penunjang untuk berhasilnya pembangunan nasional. Perlindungan hukum bagi pekerja/buruh,
harus dilakukan melalui peraturan perundang-undangan yang ada. Perlindungan hukum ini,
bertujuan agar hak-hak para pekerja/buruh tersebut dipenuhi oleh pengusaha. Hak khusus
pekerja/buruh perempuan yang harus lebih diperhatikan, karena kodratnya sebagai perempuan
untuk bisa mengalami haid, hamil dan menyusui yang membedakan antara laki-laki dan
perempuan.
BAB II
Hak-hak Pekerja
Ayat 1;
Pekerja/Buruh sebagai warga negara mempunyai persamaan dalam hukum, hak untuk
mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak, mengeluarkan pendapat, berkumpul dalam
organisasi, serta mendirikan dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.
Ayat 2;
Hak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh merupakan hak asasi pekerja/buruh yang telah
dijamin didalam pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945. Untuk mewujudkan hak tersebut, kepada
setiap pekerja/buruh harus diberikan kesempatan yang seluas-luasnya mendirikan dan menjadi
anggota serikat pekerja/serikat buruh. Serikat pekerja/serikat buruh berfungsi sebagai sarana
untuk memperjuangkan, melindungi, dan membela kepentingan dan meningkatkan kesejahteraan
pekerja/buruh dan keluarganya. Dalam menggunakan hak tersebut pekerja/buruh dituntut
bertanggung jawab untuk menjamin kepentingan yang lebih luas yaitu kepentingan bangsa dan
negara. Oleh karena itu, penggunaan hak tersebut dilaksanakan dalam kerangka hubungan
industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan.
Ayat 3;
Hak berserikat bagi pekerja/buruh, sebagaimana diatur dalam Konvensi International Labour
Organization (ILO) nomor 87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk
Berorganisasi, dan Konvensi ILO Nomor 98 mengenai berlakunya dasar-dasar daripada hak
untuk Berorganisasi dan untuk Berunding Bersama sudah diratifikasi oleh Indonesia menjadi
bagian dari peraturan perundang-undangan nasional.
Ayat 5;
Pekerja/buruh merupakan mitra kerja pengusaha yang sangat penting dalam proses produksi
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya, menjamin
kelangsungan perusahaan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia pada
umumnya.
Ayat 7;
Masyarakat pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pengusaha di Indonesia merupakan
bagian dari masyarakat dunia yang sedang menuju era pasar bebas. Untuk menghadapi hal
tersebut, semua pelaku dalam proses produksi perlu bersatu dan menumbuhkembangkan sikap
profesional. Di samping itu, pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh perlu menyadari
pentingnya tanggung jawab yang sama dengan kelompok masyarakat lainnya dalam membangun
bangsa dan negara.
Serikat pekerja/serikat buruh didirikan secara bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan
bertanggung jawab oleh pekerja/buruh untuk memperjuangkan kepentingan pekerja/buruh dan
keluarganya.
Penjelasan Pasal;
Pasal 1;
1. Pengertian Serikat Pekerja/Serikat Buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan
untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun diluar perusahaan, yang bersifat bebas,
terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggungjawab guna memperjuangkan, membela serta
melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan
pekerja/buruh dan keluarganya.
2. Pengertian Federasi serikat pekerja/serikat buruh adalah gabungan serikat pekerja/serikat
buruh.
3. Pengertian Konfederasi serikat pekerja/serikat buruh adalah gabungan federasi serikat
pekerja/serikat buruh.
4. Pengertian pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau
imbalan dalam bentuk lain.
Pasal 3;
Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh mempunyai
sifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab.
Pasal 4;
1. Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh bertujuan
memberi perlindungan dan pembelaan hak dan kepentingan, serta meningkatkan
kesejahteraan yang layak bagi pekerja/buruh dan keluarganya.
2. Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) serikat pekerja/serikat buruh,
federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh mempunyai fungsi :
a. sebagai pihak dalam pembuatan perjanjian kerja bersama dan penyelesaian perselisihan
industrial ;
b. sebagai wakil pekerja/buruh dalam lembaga kerjasama dibidang ketenagakerjaan sesuai
dengan tingkatnya;
c. sebagai sarana meningkatkan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan
berkeadilan sesuai dengan peraturan perundangan–undangan yang berlaku;
d. sebagai sarana menyalurkan aspirasi dalam memperjuangkan hak dan kepentingan
anggotanya;
e. sebagai perencana, pelaksana, dan penanggung jawab pemogokan pekerja/buruh sesuai
dengan peraturan perundang–undangan yang berlaku;
f. sebagai wakil pekerja/buruh dalam memperjuangkan kepemilikan saham diperusahaan.
Pasal 5;
1. Setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.
2. Serikat pekerja/serikat buruh dibentuk oleh sekurang–kurangnya 10 (sepuluh) orang
pekerja/buruh.
Pasal 6;
1. Serikat pekerja/serikat buruh berhak membentuk dan menjadi anggota federasi serikat
pekerja/serikat buruh;
2. Federasi serikat pekerja/serikat buruh dibentuk oleh sekurang–kurangnya 5 (lima) serikat
pekerja/serikat buruh;
Pasal 7;
1. Federasi serikat pekerja/serikat buruh berhak membentuk dan menjadi anggota konfederasi
serikat pekerja/serikat buruh.
2. Konfederasi serikat pekerja/serikat buruh dibentuk oleh sekurang–kurangnya 3 (tiga) federasi
serikat pekerja/serikat buruh.
Pasal 9;
Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh dibentuk
atas kehendak bebas pekerja/buruh tanpa tekanan atau campur tangan pengusaha, pemerintah,
partai politik, dan pihak manapun.
Pasal 11;
1. Setiap serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/ serikat buruh
harus memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.
2. Anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang–kurangnya harus memuat :
a. nama dan lambang;
b. dasar negara, asas, dan tujuan;
c. tanggal pendirian;
d. tempat kedudukan;
e. keanggotaan dan kepengurusan;
f. sumber dan pertanggungjawaban keuangan , dan
g. ketentuan perubahan anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga.
Pasal 12;
Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh harus
terbuka untuk menerima anggota tanpa membedakan aliran politik, agama, suku bangsa, dan
jenis kelamin.
Pasal 14;
1. Serikat pekerja/buruh tidak boleh menjadi anggota lebih dari satu serikat pekerja/serikat
buruh di satu perusahaan.
2. Dalam hal seorang pekerja/buruh dalam satu perusahaan ternyata tercatat pada lebih dari satu
serikat pekerja/buruh, yang bersangkutan harus menyatakan secara tertulis satu serikat
pekerja/buruh yang dipilih.
Pasal 15;
Pekerja/buruh yang menduduki jabatan tertentu didalam satu perusahaan dan jabatan itu
menimbulkan pertentangan kepentingan antara pihak pengusaha dan pekerja/buruh, tidak boleh
menjadi pengurus serikat pekerja/buruh diperusahaan yang bersangkutan.
Pasal 18;
1. Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang
telah terbentuk memberitahukan secara tertulis kepada instansi pemerintah yang bertanggung
jawab di bidang ketenagakerjaan setempat untuk dicatat.
2. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan dilampiri :
a. daftar nama anggota pembentuk;
b. anggaran dasar dan anggaran rumah tangga;
c. susunan dan nama pengurus.
Pasal 23;
Pengurus serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh
yang telah mempunyai nomor bukti pencatatan harus memberitahukan secara tertulis
keberadaannya kepada mitra kerjanya sesuai dengan tingkatannya.
Pasal 25;
1. Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang
telah mempunyai nomor bukti pencatatan berhak :
a. membuat perjanjian kerja bersama dengan pengusaha;
b. mewakili pekerja/buruh dalam menyelesaikan perselisihan industrial;
c. mewakili pekerja/buruh dalam lembaga ketenagakerjaan;
d. membentuk lembaga dan melakukan kegiatan yang berkaitan dengan usaha peningkatan
kesejahteran pekerja/buruh;
e. melakukan kegiatan lainnya dibidang ketenagakerjaan yang tidak bertentangan dengan
peraturan perundang–undangan yang berlaku.
Pasal 27;
Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah
mempunyai nomor bukti pencatatan berkewajiban :
a. melindungi dan membela anggota dari pelanggaran hak–hak dan memperjuangkan
kepentingannya;
b. memperjuangkan peningkatan kesejahteraan anggota dan keluarganya;
c. mempertanggungjawabkan kegiatan organisasi kepada anggotanya sesuai dengan
anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.
Pasal 28;
Siapapun dilarang menghalang–halangi atau memaksa pekaerja/buruh untuk membentuk atau
tidak membentuk, menjadi pengurus, atau tidak menjadi pengurus, menjadi atau tidak menjadi
anggota dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh
dengan cara :
a. melakukan pemutusan hubungan kerja, memberhentikan sementara, menurunkan jabatan,
atau melakukan mutasi;
b. tidak membayar atau mengurangi upah pekerja/buruh;
c. melakukan intimidasi dalam bentuk apapun;
d. melakukan kampanye anti pembentukan serikat pekerja/serikat buruh.
Pasal 29;
1. pengusaha harus memberikan kesempatan kepada pengurus dan/atau anggota serikat
pekerja/serikat buruh untuk menjalankan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh dalam
perjanjian kerja bersama.
2. Dalam kesempatan kedua belah pihak dan/atau perjanjian kerja bersama sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) harus diatur mengenai :
a. jenis kegiatan yang diberikan kesempatan;
b. tata cara pemberian kesempatan;
c. pemberian kesempatan yang mendapat upah dan yang tidak mendapat upah.
Pasal 34;
1. Pengurus bertanggung jawab dalam penggunaan dan pengelolaan keuangan dan harta
kekayaan serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat
buruh.
2. Pengurus wajib membuat pembukuan keuangan dan harta kekayaan serta melaporkan secara
berkala kepada anggotanya menurut anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga serikat
pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang
bersangkutan.
Pasal 37;
Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh bubar dalam
hal :
a. dinyatakan oleh anggotanya menurut anggaran dasar dan anggaran rumah tangga;
b. perusahaan tutup atau menghentikan kegiatannya untuk selama–lamanya yang
mengakibatkan putusnya hubungan kerja bagi seluruh pekerja/buruh diperusahaan setelah
seluruh kewajiban pengusaha terhadap pekerja/buruh diselesaikan menurut peraturan
perundang–undangan yang berlaku;
c. dinyatakan dengan putusan pengadilan.
Pasal 42;
1. Pelanggaran terhadap Pasal 5 ayat (2), Pasal 6 ayat (2), Pasal 7 ayat (2), Pasal 21 atau Pasal
31 dapat dikenakan sanksi administratif pencabutan nomor bukti pencatatan serikat
pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh.
2. Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang
dicabut nomor bukti pencatatannya kehilangan haknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal
25 ayat (1) huruf a, b, dan c sampai dengan waktu serikat pekerja/serikat buruh, fedrasi dan
konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan telah memenuhi ketentuan Pasal
5 ayat (2), Pasal 6 ayat (2), Pasal 7 ayat (2), Pasal 21 atau Pasal 31.
Pasal 43;
1. Barang siapa yang menghalang–halangi atau memaksa pekerja/buruh sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 28, dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling
lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
dan paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
2. Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tidak pidana kejahatan.
UU 13 Tahun 2003, (Ketenagakerjaan)
Penjelasan Umum
Ayat 6;
Dibidang ketenagakerjaan internasional, penghargaan terhadap hak asasi manusia ditempat kerja
dikenal melalui 8 (delapan) konvensi dasar International Labour Organization (ILO). Konvensi
dasar ini terdiri atas 4 (empat) kelompok yaitu :
- Kebebasan Berserikat (Konvensi ILO No. 87 dan No. 98);
- Diskriminasi (Konvensi ILO No. 100 dan No. 111);
- Kerja Paksa (Konvensi ILO No. 29 dan No. 105); dan
- Perlindungan Anak (Konvensi ILO No. 138 dan No. 182).
Pasal 6;
Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari
pengusaha.
Pasal 23;
Tenaga kerja yang telah mengikuti program pemagangan berhak atas pengakuan kualifikasi
kompetensi kerja dari perusahaan atau lembaga sertifikasi.
Pasal 79;
1. Pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada pekerja/buruh.
2. Waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi :
a. istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4
(empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja;
b. istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2
(dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu ;
c. cuti tahunan, sekurang-kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang
bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus ; dan
d. istirahat panjang, sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada tahun
ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan bagi pekerja/buruh yang telah
bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus-menerus pada perusahaan yang sama dengan
ketentuan pekerja/buruh tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2
(dua) tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 (enam)
tahun.
3. Pelaksanaan waktu istirahat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c diatur dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
4. Hak istirahat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d hanya berlaku bagi pekerja/buruh
yang bekerja pada perusahaan tertentu.
5. Perusahaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 80;
Pengusaha wajib memberikan kesempatan yang secukupnya kepada pekerja/buruh untuk
melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh agamanya.
Pasal 81;
1. Pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan
kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid.
2. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Pasal 82;
1. Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan
sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut
perhitungan dokter kandungan atau bidan.
2. Pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh
istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau
bidan.
Pasal 83;
Pekerja/buruh perempuan yang anaknya masih menyusu harus diberi kesempatan sepatutnya
untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja.
Pasal 84;
Setiap pekerja/buruh yang menggunakan hak waktu istirahat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
79 ayat (2) huruf b, c, dan d, Pasal 80, dan Pasal 82 berhak mendapat upah penuh.
Pasal 85;
1. Pekerja/buruh tidak wajib bekerja pada hari-hari libur resmi.
2. Pengusaha dapat mempekerjakan pekerja/buruh untuk bekerja pada hari-hari libur resmi
apabila jenis dan sifat pekerjaan tersebut harus
dilaksanakan atau dijalankan secara terus-menerus atau pada keadaan lain berdasarkan
kesepakatan antara pekerja/buruh dengan pengusaha.
3. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan pada hari libur
resmi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) wajib membayar upah kerja lembur.
4. Ketentuan mengenai jenis dan sifat pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur
dengan Keputusan Menteri.
Pasal 88 (Pengupahan);
1. Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan.
2. Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang
melindungi pekerja/buruh.
3. Kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
meliputi :
a. upah minimum;
b. upah kerja lembur;
c. upah tidak masuk kerja karena berhalangan;
d. upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya;
e. upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;
f. bentuk dan cara pembayaran upah;
g. denda dan potongan upah;
h. hal-hal yang dapat diperhitungkan.
4. Pemerintah menetapkan upah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf a
berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan
pertumbuhan ekonomi.
Pasal 99 (Kesejahteraan);
1. Setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja.
2. Jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.