You are on page 1of 19

TUGAS ETIKA

Dosen Pengampu

dr. Endang S. Bantolo Mkes,CHt

AGUS PURNAMA

20160000084

PROGRAM STUDI S2 KESEHATAN MASYARAKAT

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)

2017
BAB I

PENDAHULUAN

Pembangunan pada hakekatnya adalah suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik
melalui upaya-upaya yang dilakukan secara terencana. Di dalam setiap wacana, paradigma
pembangunan hampir selalu dikaitkan dengan adanya perubahan-perubahan yang bersifat positif.
Namun dampak dari perubahan-perubahan yang bersifat positif tersebut, pada kenyataannya
tidak selalu sejajar dengan apa yang terjadi di masyarakat.
Berkaitan dengan kondisi tersebut diatas, diperlukan suatu perencanaan yang matang dan
terpadu. Perencanaan pembangunan ini dapat diartikan sebagai suatu proses perumusan
alternatif-alternatif atau keputusan-keputusan yang didasarkan pada data dan fakta yang akan
digunakan sebagai bahan untuk melaksanakan suatu rangkaian kegiatan atau aktivitas
kemasyarakatan, baik yang bersifat fisik maupun non fisik, dalam rangka mencapai tujuan yang
lebih baik, dengan memanfaatkan dan mendayagunakan seluruh sumberdaya yang ada serta
memiliki orientasi yang bersifat menyeluruh dan lengkap, namun tetap berpegang pada azas
prioritas. Secara umum perencanaan berfungsi sebagai pedoman guna mengarahkan kegiatan-
kegiatan dalam rangka mencapai tujuan pembangunan yang ditetapkan. Selain itu juga untuk
memperkirakan potensi-potensi, prospek-prospek perkembangan, hambatan serta resiko yang
mungkin dihadapi pada masa yang akan datang. Perencanaan juga dilakukan untuk memberikan
pilihan-pilihan terbaik untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya kegagalan pembangunan
serta menyusun skala prioritas dari segi pentingnya tujuan sekaligus sebagai alat untuk mengukur
atau standar untuk
melakukan pengawasan, pengendalian dan evaluasi terhadap aktivitas yang dilakukan
dalam rangka pencapaian suatu tujuan.
Sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah untuk kedua kalinya dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2008 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang
pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan,
Pengendalian, Dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah, bahwa setiap Daerah
diwajibkan untuk menyusun perencanaan pembangunan Daerah untuk jangka panjang 20 tahun
(RPJPD), jangka menengah 5 tahun (RPJMD), serta jangka pendek 1 tahun (RKPD).
Pembangunan ketenagakerjaan mempunyai peranan dan arti penting sebagai suatu unsur
penunjang untuk berhasilnya pembangunan nasional. Perlindungan hukum bagi pekerja/buruh,
harus dilakukan melalui peraturan perundang-undangan yang ada. Perlindungan hukum ini,
bertujuan agar hak-hak para pekerja/buruh tersebut dipenuhi oleh pengusaha. Hak khusus
pekerja/buruh perempuan yang harus lebih diperhatikan, karena kodratnya sebagai perempuan
untuk bisa mengalami haid, hamil dan menyusui yang membedakan antara laki-laki dan
perempuan.
BAB II

Tinjauan Teori Hak Pekerja

Hak-hak Pekerja

UUD 1945 (Hasil Amandemen)


1. Pasal 27 (2);
Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan.
2. Pasal 28;
Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan
dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang.
3. Pasal 28 A (Perubahan);
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.
4. Pasal 28 C (Perubahan);
1. Setiap orang berhak mengembangkan diri melelui pemenuhan kebutuhan dasarnya,
berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan
teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi
kesejahteraan umat manusia.
2. Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara
kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.
5. Pasal 28 D (Perubahan);
1. Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang
adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
2. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapatkan imbalan dan perlakuan yang adil
dan layak hubungan kerja.
6. Pasal 28 E (Perubahan);
Ayat 3; Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan
pendapat.
7. Pasal 28 H (Perubahan);
1. Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan.
3. Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya
secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.

UU 21 Tahun 2000, (Serikat Pekerja/Serikat Buruh)


Penjelasan Umum

Ayat 1;
Pekerja/Buruh sebagai warga negara mempunyai persamaan dalam hukum, hak untuk
mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak, mengeluarkan pendapat, berkumpul dalam
organisasi, serta mendirikan dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.

Ayat 2;
Hak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh merupakan hak asasi pekerja/buruh yang telah
dijamin didalam pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945. Untuk mewujudkan hak tersebut, kepada
setiap pekerja/buruh harus diberikan kesempatan yang seluas-luasnya mendirikan dan menjadi
anggota serikat pekerja/serikat buruh. Serikat pekerja/serikat buruh berfungsi sebagai sarana
untuk memperjuangkan, melindungi, dan membela kepentingan dan meningkatkan kesejahteraan
pekerja/buruh dan keluarganya. Dalam menggunakan hak tersebut pekerja/buruh dituntut
bertanggung jawab untuk menjamin kepentingan yang lebih luas yaitu kepentingan bangsa dan
negara. Oleh karena itu, penggunaan hak tersebut dilaksanakan dalam kerangka hubungan
industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan.

Ayat 3;
Hak berserikat bagi pekerja/buruh, sebagaimana diatur dalam Konvensi International Labour
Organization (ILO) nomor 87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk
Berorganisasi, dan Konvensi ILO Nomor 98 mengenai berlakunya dasar-dasar daripada hak
untuk Berorganisasi dan untuk Berunding Bersama sudah diratifikasi oleh Indonesia menjadi
bagian dari peraturan perundang-undangan nasional.
Ayat 5;
Pekerja/buruh merupakan mitra kerja pengusaha yang sangat penting dalam proses produksi
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya, menjamin
kelangsungan perusahaan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia pada
umumnya.
Ayat 7;
Masyarakat pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pengusaha di Indonesia merupakan
bagian dari masyarakat dunia yang sedang menuju era pasar bebas. Untuk menghadapi hal
tersebut, semua pelaku dalam proses produksi perlu bersatu dan menumbuhkembangkan sikap
profesional. Di samping itu, pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh perlu menyadari
pentingnya tanggung jawab yang sama dengan kelompok masyarakat lainnya dalam membangun
bangsa dan negara.
Serikat pekerja/serikat buruh didirikan secara bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan
bertanggung jawab oleh pekerja/buruh untuk memperjuangkan kepentingan pekerja/buruh dan
keluarganya.

Penjelasan Pasal;

Pasal 1;
1. Pengertian Serikat Pekerja/Serikat Buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan
untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun diluar perusahaan, yang bersifat bebas,
terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggungjawab guna memperjuangkan, membela serta
melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan
pekerja/buruh dan keluarganya.
2. Pengertian Federasi serikat pekerja/serikat buruh adalah gabungan serikat pekerja/serikat
buruh.
3. Pengertian Konfederasi serikat pekerja/serikat buruh adalah gabungan federasi serikat
pekerja/serikat buruh.
4. Pengertian pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau
imbalan dalam bentuk lain.

Pasal 3;
Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh mempunyai
sifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab.

Pasal 4;
1. Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh bertujuan
memberi perlindungan dan pembelaan hak dan kepentingan, serta meningkatkan
kesejahteraan yang layak bagi pekerja/buruh dan keluarganya.
2. Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) serikat pekerja/serikat buruh,
federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh mempunyai fungsi :
a. sebagai pihak dalam pembuatan perjanjian kerja bersama dan penyelesaian perselisihan
industrial ;
b. sebagai wakil pekerja/buruh dalam lembaga kerjasama dibidang ketenagakerjaan sesuai
dengan tingkatnya;
c. sebagai sarana meningkatkan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan
berkeadilan sesuai dengan peraturan perundangan–undangan yang berlaku;
d. sebagai sarana menyalurkan aspirasi dalam memperjuangkan hak dan kepentingan
anggotanya;
e. sebagai perencana, pelaksana, dan penanggung jawab pemogokan pekerja/buruh sesuai
dengan peraturan perundang–undangan yang berlaku;
f. sebagai wakil pekerja/buruh dalam memperjuangkan kepemilikan saham diperusahaan.

Pasal 5;
1. Setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.
2. Serikat pekerja/serikat buruh dibentuk oleh sekurang–kurangnya 10 (sepuluh) orang
pekerja/buruh.

Pasal 6;
1. Serikat pekerja/serikat buruh berhak membentuk dan menjadi anggota federasi serikat
pekerja/serikat buruh;
2. Federasi serikat pekerja/serikat buruh dibentuk oleh sekurang–kurangnya 5 (lima) serikat
pekerja/serikat buruh;

Pasal 7;
1. Federasi serikat pekerja/serikat buruh berhak membentuk dan menjadi anggota konfederasi
serikat pekerja/serikat buruh.
2. Konfederasi serikat pekerja/serikat buruh dibentuk oleh sekurang–kurangnya 3 (tiga) federasi
serikat pekerja/serikat buruh.

Pasal 9;
Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh dibentuk
atas kehendak bebas pekerja/buruh tanpa tekanan atau campur tangan pengusaha, pemerintah,
partai politik, dan pihak manapun.

Pasal 11;
1. Setiap serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/ serikat buruh
harus memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.
2. Anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang–kurangnya harus memuat :
a. nama dan lambang;
b. dasar negara, asas, dan tujuan;
c. tanggal pendirian;
d. tempat kedudukan;
e. keanggotaan dan kepengurusan;
f. sumber dan pertanggungjawaban keuangan , dan
g. ketentuan perubahan anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga.

Pasal 12;
Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh harus
terbuka untuk menerima anggota tanpa membedakan aliran politik, agama, suku bangsa, dan
jenis kelamin.

Pasal 14;
1. Serikat pekerja/buruh tidak boleh menjadi anggota lebih dari satu serikat pekerja/serikat
buruh di satu perusahaan.
2. Dalam hal seorang pekerja/buruh dalam satu perusahaan ternyata tercatat pada lebih dari satu
serikat pekerja/buruh, yang bersangkutan harus menyatakan secara tertulis satu serikat
pekerja/buruh yang dipilih.
Pasal 15;
Pekerja/buruh yang menduduki jabatan tertentu didalam satu perusahaan dan jabatan itu
menimbulkan pertentangan kepentingan antara pihak pengusaha dan pekerja/buruh, tidak boleh
menjadi pengurus serikat pekerja/buruh diperusahaan yang bersangkutan.

Pasal 18;
1. Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang
telah terbentuk memberitahukan secara tertulis kepada instansi pemerintah yang bertanggung
jawab di bidang ketenagakerjaan setempat untuk dicatat.
2. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan dilampiri :
a. daftar nama anggota pembentuk;
b. anggaran dasar dan anggaran rumah tangga;
c. susunan dan nama pengurus.

Pasal 23;
Pengurus serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh
yang telah mempunyai nomor bukti pencatatan harus memberitahukan secara tertulis
keberadaannya kepada mitra kerjanya sesuai dengan tingkatannya.

Pasal 25;
1. Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang
telah mempunyai nomor bukti pencatatan berhak :
a. membuat perjanjian kerja bersama dengan pengusaha;
b. mewakili pekerja/buruh dalam menyelesaikan perselisihan industrial;
c. mewakili pekerja/buruh dalam lembaga ketenagakerjaan;
d. membentuk lembaga dan melakukan kegiatan yang berkaitan dengan usaha peningkatan
kesejahteran pekerja/buruh;
e. melakukan kegiatan lainnya dibidang ketenagakerjaan yang tidak bertentangan dengan
peraturan perundang–undangan yang berlaku.

Pasal 27;
Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah
mempunyai nomor bukti pencatatan berkewajiban :
a. melindungi dan membela anggota dari pelanggaran hak–hak dan memperjuangkan
kepentingannya;
b. memperjuangkan peningkatan kesejahteraan anggota dan keluarganya;
c. mempertanggungjawabkan kegiatan organisasi kepada anggotanya sesuai dengan
anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.

Pasal 28;
Siapapun dilarang menghalang–halangi atau memaksa pekaerja/buruh untuk membentuk atau
tidak membentuk, menjadi pengurus, atau tidak menjadi pengurus, menjadi atau tidak menjadi
anggota dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh
dengan cara :
a. melakukan pemutusan hubungan kerja, memberhentikan sementara, menurunkan jabatan,
atau melakukan mutasi;
b. tidak membayar atau mengurangi upah pekerja/buruh;
c. melakukan intimidasi dalam bentuk apapun;
d. melakukan kampanye anti pembentukan serikat pekerja/serikat buruh.

Pasal 29;
1. pengusaha harus memberikan kesempatan kepada pengurus dan/atau anggota serikat
pekerja/serikat buruh untuk menjalankan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh dalam
perjanjian kerja bersama.
2. Dalam kesempatan kedua belah pihak dan/atau perjanjian kerja bersama sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) harus diatur mengenai :
a. jenis kegiatan yang diberikan kesempatan;
b. tata cara pemberian kesempatan;
c. pemberian kesempatan yang mendapat upah dan yang tidak mendapat upah.

Pasal 34;
1. Pengurus bertanggung jawab dalam penggunaan dan pengelolaan keuangan dan harta
kekayaan serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat
buruh.
2. Pengurus wajib membuat pembukuan keuangan dan harta kekayaan serta melaporkan secara
berkala kepada anggotanya menurut anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga serikat
pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang
bersangkutan.

Pasal 37;
Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh bubar dalam
hal :
a. dinyatakan oleh anggotanya menurut anggaran dasar dan anggaran rumah tangga;
b. perusahaan tutup atau menghentikan kegiatannya untuk selama–lamanya yang
mengakibatkan putusnya hubungan kerja bagi seluruh pekerja/buruh diperusahaan setelah
seluruh kewajiban pengusaha terhadap pekerja/buruh diselesaikan menurut peraturan
perundang–undangan yang berlaku;
c. dinyatakan dengan putusan pengadilan.

Pasal 42;
1. Pelanggaran terhadap Pasal 5 ayat (2), Pasal 6 ayat (2), Pasal 7 ayat (2), Pasal 21 atau Pasal
31 dapat dikenakan sanksi administratif pencabutan nomor bukti pencatatan serikat
pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh.
2. Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang
dicabut nomor bukti pencatatannya kehilangan haknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal
25 ayat (1) huruf a, b, dan c sampai dengan waktu serikat pekerja/serikat buruh, fedrasi dan
konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan telah memenuhi ketentuan Pasal
5 ayat (2), Pasal 6 ayat (2), Pasal 7 ayat (2), Pasal 21 atau Pasal 31.

Pasal 43;
1. Barang siapa yang menghalang–halangi atau memaksa pekerja/buruh sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 28, dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling
lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
dan paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
2. Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tidak pidana kejahatan.
UU 13 Tahun 2003, (Ketenagakerjaan)

Penjelasan Umum

Ayat 6;
Dibidang ketenagakerjaan internasional, penghargaan terhadap hak asasi manusia ditempat kerja
dikenal melalui 8 (delapan) konvensi dasar International Labour Organization (ILO). Konvensi
dasar ini terdiri atas 4 (empat) kelompok yaitu :
- Kebebasan Berserikat (Konvensi ILO No. 87 dan No. 98);
- Diskriminasi (Konvensi ILO No. 100 dan No. 111);
- Kerja Paksa (Konvensi ILO No. 29 dan No. 105); dan
- Perlindungan Anak (Konvensi ILO No. 138 dan No. 182).

Pasal 5 (kesempatan & perlakuan yang sama);


Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh
pekerjaan.

Pasal 6;
Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari
pengusaha.

Pasal 11 (pelatihan kerja);


Setiap tenaga kerja berhak untuk memperoleh dan/atau meningkatkan dan/atau mengembangkan
kompetensi kerja sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya melalui pelatihan kerja.

Pasal 23;
Tenaga kerja yang telah mengikuti program pemagangan berhak atas pengakuan kualifikasi
kompetensi kerja dari perusahaan atau lembaga sertifikasi.

Pasal 31 (penempatan tenaga kerja);


Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan,
atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri.

Pasal 77 (Waktu kerja);


1. Setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja.
2. Waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari
kerja dalam 1 (satu) minggu; atau
b. 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima)
hari kerja dalam 1 (satu) minggu
3. Ketentuan waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku bagi sektor usaha
atau pekerjaan tertentu.
4. Ketentuan mengenai waktu kerja pada sektor usaha atau pekerjaan tertentu sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 79;
1. Pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada pekerja/buruh.
2. Waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi :
a. istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4
(empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja;
b. istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2
(dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu ;
c. cuti tahunan, sekurang-kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang
bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus ; dan
d. istirahat panjang, sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada tahun
ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan bagi pekerja/buruh yang telah
bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus-menerus pada perusahaan yang sama dengan
ketentuan pekerja/buruh tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2
(dua) tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 (enam)
tahun.
3. Pelaksanaan waktu istirahat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c diatur dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
4. Hak istirahat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d hanya berlaku bagi pekerja/buruh
yang bekerja pada perusahaan tertentu.
5. Perusahaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 80;
Pengusaha wajib memberikan kesempatan yang secukupnya kepada pekerja/buruh untuk
melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh agamanya.

Pasal 81;
1. Pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan
kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid.
2. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Pasal 82;
1. Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan
sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut
perhitungan dokter kandungan atau bidan.
2. Pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh
istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau
bidan.

Pasal 83;
Pekerja/buruh perempuan yang anaknya masih menyusu harus diberi kesempatan sepatutnya
untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja.

Pasal 84;
Setiap pekerja/buruh yang menggunakan hak waktu istirahat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
79 ayat (2) huruf b, c, dan d, Pasal 80, dan Pasal 82 berhak mendapat upah penuh.

Pasal 85;
1. Pekerja/buruh tidak wajib bekerja pada hari-hari libur resmi.
2. Pengusaha dapat mempekerjakan pekerja/buruh untuk bekerja pada hari-hari libur resmi
apabila jenis dan sifat pekerjaan tersebut harus
dilaksanakan atau dijalankan secara terus-menerus atau pada keadaan lain berdasarkan
kesepakatan antara pekerja/buruh dengan pengusaha.
3. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan pada hari libur
resmi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) wajib membayar upah kerja lembur.
4. Ketentuan mengenai jenis dan sifat pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur
dengan Keputusan Menteri.

Pasal 86 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja);


1. Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas :
a. keselamatan dan kesehatan kerja;
b. moral dan kesusilaan; dan
c. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.
2. Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang
optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja.
3. Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 88 (Pengupahan);
1. Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan.
2. Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang
melindungi pekerja/buruh.
3. Kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
meliputi :
a. upah minimum;
b. upah kerja lembur;
c. upah tidak masuk kerja karena berhalangan;
d. upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya;
e. upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;
f. bentuk dan cara pembayaran upah;
g. denda dan potongan upah;
h. hal-hal yang dapat diperhitungkan.
4. Pemerintah menetapkan upah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf a
berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan
pertumbuhan ekonomi.
Pasal 99 (Kesejahteraan);
1. Setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja.
2. Jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 104 (SP/SB);


1. Setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.
2. Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102, serikat pekerja/serikat
buruh berhak menghimpun dan mengelola keuangan serta mempertanggung jawabkan
keuangan organisasi termasuk dana mogok.
3. Besarnya dan tata cara pemungutan dana mogok sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur
dalam anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga serikat pekerja/serikat buruh yang
bersangkutan.

Pasal 137 (Mogok Kerja);


Mogok kerja sebagai hak dasar pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh dilakukan secara
sah, tertib, dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan.

Pasal 151 (PHK);


1. Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala
upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja.
2. Dalam hal segala upaya telah dilakukan, tetapi pemutusan hubungan kerja tidak dapat
dihindari, maka maksud pemutusan hubungan kerja wajib dirundingkan oleh pengusaha dan
serikat pekerja/serikat buruh atau dengan pekerja/buruh apabila pekerja/buruh yang
bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.
3. Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) benar-benar tidak
menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan
pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan
hubungan industrial.
BAB III
Kasus dan Pemecahan Masalah

16 bulan tak digaji, karyawan di RS


di Pati mediasi dengan manajemen.
KBR68H, Pati- ratusan karyawan Rumah Sakit Kristen (RSK) Tayu, Kabupaten Pati
Jawa Tengah, hari ini kembali bermediasi dengan pihak manajemen di Kantor Dinas Sosial dan
Tenaga Kerja (Dinsosnakertrans) Pati. Mediasi dilakukan untuk menyelesaikan tunggaakan gaji
yang belum dibayarkan management kepada mereka.
Mediasi tersebut dilakukan para karyawan RSK Tayu, karena mereka sudah 16 bulan
tidak menerima gajinya. Rata-rata gaji yang mereka terima setiap bulannya berkisar antara 1,2
juta – 2 juta.
Perwakilan karyawan yang juga koordinator federasi serikat [ekerja keadilan Kabupaten
Pati, Achmad mengatakan, tujuan dari pertemuan untuk melakukan musyawarah mufakat
mencaru jalan keluar nasib karyawan-karyawan RSK. “mewakili kawan-kawan karyawan
meminta bantuan Dinsosnakertrans agar menjadi medioator penyelesaian nasib pekerja yang
gajinya belum dibayarkan selama 16 bulan” kata Achmad.
Pertemuan yang dimediatori Titik Murdiningsih, Rumiyati dan Suriyanto belum
mendapatkan hasil yang memuaskan. Karena mediator menunda agenda pertemuan, dengan
alasan untuk memnuhi kewajiban karyawan yang memerlukan pencatatan data karyawan agar
tidak salah alamat. “dalam pertemuan tersebut pihak RS berjanji akan segera membayarkan
kewajiban kepada pegawai, namun masih meminta waktu sampai mendapatkan pemasukan atau
dana pinjaman ujarnya”.
RSK dalam beberapa tahun terakhir ini, sering dilanda konflik internal, akibat perebutan
pengelola, sembilan tahun lalu terjadi perebutan antara dua kelompok yang merasa berhak
memiliki dan mengelolanya. Mereka berasal daru Senode Gereka Injil Kristen Jawa dan Yayasan
Kesehatan Kristen Sekitar Muria (YKKSM). Perkaranya berlarut-larut, sehingga diselesaikan
lewat peradilan, baik secara pidana maupun perdata.
a. Kalau anda sebagai pihak RS, langkah apa uang akan anda ambil dalam kasus ini ?
Jawaban :
Ketika kita berada pada Pihak Manajemen Rumah Sakit maka yang akan saya lakukan
adalah melakukan analisa masalah yang sedang dihadapi RS yaitu yang pertama masalah
tunggakan gaji karyawan dan yang kedua adalah masalah internal RS dimana terjadi
perebutan kekuasaan oleh kedua kelompok. Yang selanjutnya adalah menentukan
prioritas masalah yang harus segera diselesaikan, dalam hal ini maka prioritas masalah
yang harus segera diselesaikan adalah masalah tunggakan gaji para pergawa RS yang 16
bulan sudah tertunggak dan belum dilakukan pembayaran, bagaimana cara menyesaikan
maslaah yang pertama ini, yaitu dengan mencari mediator antara pihak RS dengan Pihak
Karyawan untuk menyesaikan kasus ini dengan cara kekeluargaan, siapkan juga Lawyers
(Pengacara) sebagai upaya perlindungan hukum jika pihak karyawan tidak mencapai
mufakat dalam mediasi yang dilakukan. Langkah selanjutnya adalah menhitung jumlah
saham yang dapat dibagi atau disharingkan kepada pasar saham untuk mendapatkan
investor baru untuk membantu dana segar yang dapat digunakan untuk menggaji
karyawan atau mencari pinjaman dana kepada pihak yang mau diminta pinjaman dengan
sistem simbiosis mutualisme. Setelah pelunasan gaji telah selesai dilakukan maka yang
dilakukan selanjutnya adalah mulai membenahi urusan internal dari RS itu sendiri,
dengan kembali melakukan mediasi antara kedua kelompok yang sedang memperebutkan
pengelolaan RS, hal ini sangat penting terkait status RS itu sendiri dan penglolaan
menejemen ke depan terkait langkah-langkah strategis apa yang akan dilakukan
pengelola RS jika RS mengalami defisit atau permasalah terutama yang berhubungan
dengan para pekerja atau Sumber Daya Manusia ataupun Sumber Daya Alam RS itu
sendiri.
b. Kalau anda sebagai pihak pegawai, langkah apa yang anda ambil untuk kasus ini?
Jawab :
Jika kita berada di pihak pegawai adalah terkait permasalah yang terjadi yaitu mengenai
gaji yang belum dilunasi RS adalah buat aliansi persatuan antar pegawai RS tersebut dan
analisa kembali hak-hak dan kewajiban RS yang harus diberikan dan didapatkan oleh
pegawai RS tersebut, yang selanjutnya adalah angkat salah seorang sebagai koordinator
yang difungsikan sebagai negosiator dengan pihak RS dan mencari mediator yang
mewakili pegawai dalam hal hak-hak yang masih tertunggak, pahami UU terkait hak para
pegawai secara resmi yang telah diatur oleh negara, kemudian selalu lakukan mediasi
dengan cara yang terpuji dewasa dan tidak melakukan hal-hal yang sewenang-wenang
seperti merusak ataupun menjarah barang-barang milik RS, beri RS tenggang waktu
pembayaran untuk melunasi seluruh tunggakan yang masih terhutang. Siapkan lawyers
jika tidak mencapai kata mufakat dengan Manejemen RS atau jika RS melanggar janji
dan tidak sesuai dengan kesepakatan yang telah ditetapkan bersama.

You might also like