You are on page 1of 8

DAFTAR ISI

HALAMAN COVER ………………………………………………………….. 1

DAFTAR ISI …………………………………………………………………... 2

IDENTITAS JURNAL ………………………………………………………… 3

ABSTRAK .............................……………………………………………..…. 3

PENGANTAR …………………………..….…………………………………. 3

METODE PENELITIAN ………………………………………………………. 4

HASIL PENELITIAN …………………………………………………………. 5

KESIMPULAN ………………………………………………………………... 5

KOMENTAR .............................……………………………………………... 7

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………. 9

2
IDENTITAS JURNAL

Judul : Mengenali Emosi Anak – anak Autistik

Tempat Penelitian : Sekolah Autis setempat

Peneliti : Neila Ramadhani dan Retty Thiomina

Tahun Penelitian : 2009

Sumber :

http://neila.staff.ugm.ac.id/wordpress/wp-content/uploads/2009/08/pola-emosi-pada-
anak-autistik.pdf.

ABSTRAK

Children with autism considerated have disabilities in recognize and


expressed their emotion. Eventhough, latest studies told that actually, they
could recognize and express basic emotions in their daily life. But, just a few in
thosestudies explore emotional pattern in children with autism by look upon their
behavioral responses. Qualitative methods being used in this case studies research.
Narative observation with audivisiol records being use to explore 2 eight years
children with atism. Observation and research had been done to know emotional
stimulus, responses of emotional stimulus such as emotional reactions or emotional
control in subject. The result found that human being, things/object, and
circumstances could be a stimulus that caused emotional reactions. From that
emotional reactions could be classified subject's expressed emotions; positive
emotions ( i.e. happy, love, missing, and shy), and negative emotions (i.e. angry,
scarry, sad, and shocked). Emotional control had be done with external and internal
control.

keywords; autism, emotional stimulus, emotional reactions, emotional regulation

PENGANTAR

Gangguan perkembangan yang terjadi pada anak autistik adalah salah satu
contoh ekstrim mengenai bagaimana anak-anak berkembang dengan pola yang
berbeda dengan anak-anak normal lainnya. Salah satu penyebabnya adalah

3
berbagai kondisi yang mempengaruhi dan mengganggu proses perkembangan
otak, baik itu terjadi sebelum, selama maupun setelah bayi lahir. Gangguan
pada sistem limbik yang merupakan pusat emosi mengakibatkan anak autis
kesulitan mengendalikan emosi, mudah mengamuk, marah, agresif, menangis,
takut pada hal-hal tertentu, dan mendadak tertawa. Salah satu bidang
fungsional dari syaraf pusat yang mengalami gangguan adalah pemrosesan
sensorik. Anak - anak dengan gangguan pemrosesan sensorik tidak dapat
mengintegrasikan data emosional yang masuk dan menafsirkannya dari
berbagai susut pandang.

Autisme merupakan suatu gangguan perkembangan, gangguan


pemahaman/ gangguan pervasif. Respon anak autis terhadap benda-benda
terlihat dari keinginan untuk mengambil dan membawa benda tersebut kemana
mereka pergi. Apabila benda-benda tersebut diambil maka mereka akan menolak
dan marah. Perilaku steriotip yang dilakukan anak-anak autis adalah suatu cara
mereka untuk mengendalikan emosi. Tindakan menyakiti diri sendiri seperti,
membenturkan kepala atau menarik rambut sendiri dilakukan anak autis untuk
menghindari rasa sakit yang lebih besar dan menjadi fungsi komunikatif untuk
mencari perhatian.

METODE

Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Subjek


penelitian terdiri dari 3 (tiga) orang anak autis yang berusia 8 (delapan) tahun,
berjenis kelamin perempuan dan laki-laki. Kedua subjek mendapatkan terapi
dari sekolah autis setelah didagnosis dokter mengalami gangguan autisme. Alat
yang digunakan dalam pengambilan data adalah observasi semi partisipatif dan
wawancara semi terstruktur. Teknik pencatatan observasi dengan menggunakan
kertas dan pensil (yang merupakan gabungan dari running records dan spicemen
description) serta alat perekam audiovisual. Teknik pencatatan wawancara
menggunakan tape recorder. Observasi akan difokuskan kepada situasi, stimulus,
dan reaksi emosi, dan aktivitas subjek pada waktu tertentu.

4
HASIL PENELITIAN

1. Sumber Stimulus dan Tindakan yang Merefleksikan Emosi pada Anak


Autis
- Emosi Positif
Empat macam emosi positif yang terlihat dari tindakan - tindakan
emosional anak autis dalam merespon stimulus tertentu. Emosi
tersebut adalah senang, sayang, rindu, dan malu.
- Emosi negatif
Empat macam emosi negatif yang terlihat dari tindakan – tindakan
emosional anak autis adalah marah, sedih, terkejut, dan takut.
2. Pengendalian Emosi
Pengendalian internal adalah pengendalian emosi yang dilakukan oleh subjek
dan pengendalian eksternal adalah pengendalian emosi yang dilakukan
oleh orang-orang yang berada di lingkungan subjek, seperti keluarga,
sekolah, dan tempat terapi.
3. Temuan Lain
- Cara berteman
Kedua anak tersebut memiliki perbedaan dari cara berteman yang
berbeda dimana anak pertama lebih dapat berinteraksi dengan orang
yang ia kenal maupun belum dilihat dari secara spontan akan mendekati
anak lain, tanpa berkomunikasi, dan secara sepihak . Sedangkan anak
kedua sulit berinteraksi dengan orang yang baru ia kenal dilihat dari
bersama dengan anak - anak sebaya yang belum dikenalnya subjek
biasanya menghindar.

KESIMPULAN

Pada penelitian ini peneliti mengamati bagaimana pola emosi anak


autis yang dilihat dari tindakan – tindakan emosional. Melalui tindakan-tindakan
yang merefleksikan emosi tersebut dapat dilihat bahwa anak autis dapat
mengekspresikan emosi positif berupa emosi senang, sayang, malu serta rindu
dan emosi negatif berupa marah, takut, sedih, dan terkejut. Emosi-emosi negatif
sebagian besar muncul disebabkan oleh stimulus manusia dan situasi/kegiatan.
Perubahan emosi yang tiba-tiba dari tertawa menjadi menangis atau sebaliknya pun

5
muncul dalam pengamatan. Kedua subjek berdasarkan pengamatan tidak
mengalami tantrum baik saat merasa kecewa atapun secara tiba-tiba. Pengaturan
dalam diri dilakukan oleh anak-anak autis dengancara melakukan perilaku
steriotipnya. Pengaturan dari luar dilakukan oleh orang-orang dekat subjek
seperti;orang tua, keluarga, terapis, dan guru pendamping dengan cara
memberikan pengetian dan melatih subjek berbicara agar dapat menyampaikan
keingiannya. Terdapat fungsi-fungsi pusat syaraf yang terganggu kaitannya dengan
emosi pada anak autis. Masing-masing anak autis memiliki karakteristik sehingga
peneliti mengelompokkan faktor-faktor yang mungkin berpengaruh terhadap
respon emosi anak autis. Pada penelitian ini dapat dilihat subjek dapat
merespon dengan tepat stimulusstimulus emosi yang muncul dalam
pengamatan. Masing - masing subjek memiliki karakteristik emosi yang berbeda.
Pengendalian emosi pada anak autis ditujukan untuk mengendalikan dan
mengontrol emosi negatif seperti marah dan takut. Terdapat dua macam
pengendalian yaitu pengendalian internal dan pengendalian eksternal.

6
KOMENTAR

Pengertian anak autis menurut DSM IV adalah memiliki gangguan kualitatif


dalam berinteraksi sosial minimal memiliki 2 gangguan. Gangguan tersebut adalah
ciri gangguan yang jelas dalam penggunaan berbagai perilaku nonverbal ( bukan
lisan), ketidakmampuan turut merasakan kebahagian orang lain, ketidakmampuan
mengembangkan hubungan teman sebaya sesuai dengan tingkat
perkembangannya, dan kurang mampu dalam berhubungan emosional secara
timbal balik dengan orang lain. Kemudian DSM IV mengatakan bahwa memiliki
gangguan kuantitatif dalam berkomunikasi minimal memiliki 1 gangguan. Gangguan
kualitatif itu adalah menggunakan bahasa yang di ulang – ulang, meniru, dan aneh ;
kurang beragamnya cara spontanitas dan cara meniru sesuai dengan tingkat
perkembangannya, kurang mampu memulai atau melanjutkan pembIcaraan dengan
orang lain meskipun dalam percakapan sederhana, dan kekurangan atau
keterlambatan menyeluruh dalam berbahasa lisan (panduan autisme terlengkap : 1-
2). Autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan yang merupakan
bagian dari Kelainan Spektrum Autisme atau Autism Spectrum Disorders (ASD) dan
juga merupakan salah satu dari lima jenis gangguan dibawah payung Gangguan
Perkembangan Pervasif atau Pervasive Development Disorder (PDD) (wikipedia).

Menambahkan jurnal diatas bahwa anak autis juga sulit untuk memaknai
gestur isyarat, contohnya adalah ketika seseorang menunjuk ke atas dimana kita
juga akan mengartikannya untuk melihat ke atas, anak autis tidak demikian. Mereka
tidak mengetahui makna menunjuk ke atas sehingga mereka tidak akan melihat ke
atas. Dibandingkan anak yang mengalami kesulitan belajar dan down syndrom, anak
autis sangat tidak mengetahui gesture ekspresif. Sehingga itu menyebabkan
masalah dimana mereka akan dianggap tidak berperasaan padahal mereka memiliki
kesulitan yang spesifik khusus dalam memahami perasaan – perasaan manusia.

Jurnal tersebut juga sudah membuktikan bahwa anak autis mengalami


kesulitan dalam mengontrol perasaan mereka sehingga apa yang meraka rasakan
akan di lampiaskan secara berlebihan. Dimana memang benar bahwa anak autis
juga tidak mengekspresikan emosinya lewat berkomunikasi seperti mengatakan
saya sedang sedih atau saya sedang senang. Tetapi mereka menggunakan
ekspresi wajah. Menurut Darwin (1872) menulis bahwa orang memiliki ekspresi

7
wajah yang universal dan bahwa anak – anak memiliki kemampuan bawaan untuk
memahami makna ekspresi ini. Walau kemampuan ekspresi wajah tersebut
memang sulit dibuktikan tetapi dalam jurnal penelitian di atas membuktikan bahwa
anak tersebut dapat dilihat ekspresi wajahnya. Tetapi penulis jurnal tidak
mengatakan bahwa penyandang autis sulit untuk memahami maknanya.
Perkembangan emosional anak tidak dapat berkembang dengan sendirinya dan
berdiri sendiri tetapi sangat dipengaruhi dengan kejadian dalam kehidupan sehari –
harinya maka dari itu penulis jurnal membuat sebuah stimulus untuk merangsang
anak tersebut menunjukkan emosinya. Cara tersebut sangat di anjurkan dalam
penelitian seperti ini.

Perkembangan autisme dalam interaksi sosial sesuai dengan umur objek


penelitian adalah sulit reda ketika marah, sekitar sepertiga di antaranya sangat
menarik diri dan mungkin secara aktif menolak interaksi, dan sekitar sepertiga di
antaranya menerima perhatian tapi sangat sedikit memulai interaksi. ( tabel 4.2,
panduan autisme terlengkap : 117). Penelitian diatas membuktikan bahwa memang
benar teori yang mengatakan pada umur 8 tahun anak tersebut mengalami kesulitan
meredakan amarahnya tetapi penelitian ini juga membuktikan bahwa tidak semua
anak autis menarik diri dan menolak berkomunikasi ( sesuai dengan objek pertama
peneliti) dan membuktikan pula bahwa tidak semua anak autis dapat memulai
interaksi. Memulai interaksi dengan orang lain pun masih menggunaka ekspresi
wajah bukan dengan cara berkomunikasi.

Tetapi jurnal tersebut memiliki kekurangan dimana pada metode penelitian


tersebut diterangkan terdapat 3 objek penelitian tetapi pada hasil penelitian hanya
menjelaskan 2 objek saja dan satu objek tersebut tidak disebutkan ada atau tidaknya
dan kurang penjelasan apakah emosi anak autis dipengaruhi oleh jenis kelamin atau
tidak.

8
DAFTAR PUSTAKA

Peeters, theo. 2009. Panduan Autisme Terlengkap. PT. Dian Rakyat : Jakarta.

http://id.wikipedia.org/wiki/Autisme#cite_note-klin-1

You might also like