You are on page 1of 92

PEDOMAN ETIK INTERNASIONAL

UNTUK PENELITIAN BIOMEDIS


YANG MELIBATKAN SUBYEK MANUSIA

Disusun oleh
Dewan Organisasi Ilmu-ilmu Kedokteran Internasional
(CIOMS) bekerja sama dengan
Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO)

Geneva
1993
I. CATATAN LATAR BELAKANG

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi biomedis, dan pen-


erapannya dalam praktek kedokteran, membangkitkan kecemasan di
antara masyarakat umum dan menghadapkan masyarakat terhadap
masalah-masalah etik. Masyarakat mengekspresikan keprihatinan ten-
tang apa yang ditakutkan akan merupakan penyalahgunaan dalam
penyelidikan ilmiah dan teknologi biomedis. Hal ini dapat dipahami
mengingat metodologi penelitian eksperimental biomedis. Penelitian
berawal dengan penetapan hipotesis dan ini kemudian diuji dalam la-
boratorium serta pada hewan-hewan percobaan. Agar hasil-hasil te-
muan dapat bermanfaat secara klinis, percobaan harus dilakukan
pada subyek manusia, dan meskipun dirancang secara hati-hati,
penelitian demikian membawa resiko pada subyek-subyek tersebut.
Resiko ini dibenarkan tidak karena manfaat pribadi bagi sang peneliti
atau lembaga penelitian, tetapi lebih karena manfaatnya bagi subyek
manusia yang terlibat, serta kemungkinan sumbangannya pada pen-
getahuan manusia, hilangnya penderitaan atau bertambahnya usia.

Masyarakat merancang usaha-usaha untuk melindungi terha-


dap kemungkinan penyalahgunaan. Kode etik internasional pertama
untuk penelitian yang melibatkan subyek manusia — Kode Nuremberg
(Nuremberg Code)— merupakan suatu tanggapan terhadap kekeja-
man yang dilakukan oleh dokter-dokter peneliti Nazi, yang terungkap
pada Pengadilan Kejahatan Perang Nuremberg. Dengan demikian
kode ini adalah untuk mencegah berulangnya pelanggaran terhadap
hak-hak dan kesejahteraan manusia oleh dokter-dokter, sehingga la-
hirlah etika penelitian manusia.

1
Kode Nuremberg, yang diterbitkan pada tahun 1947, menetap-
kan tolok ukur untuk melaksanakan ekperimentasi manusia, yang me-
nekankan persetujuan sukarela dari subyek. Pada tahun 1964, Ikatan
Dokter Sedunia (World Medical Association) mengambil langkah
penting lebih jauh untuk menenangkan masyarakat, yakni mengadopsi
Deklarasi Helsinki, yang direvisi terakhir pada tahun 1989, yang me-
netapkan pedoman etik utuk penelitian yang melibatkan subyek manu-
sia. Pada tahun 1966, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa
mengadopsi Perjanjian Internasional tentang Hak-Hak Politik dan Sipil,
yang mulai diberlakukan tahun 1976, dan yang menyatakan ( Pasal 7
) : “ Tidak seorangpun dapat dihadapkan pada penyiksaan atau perla-
kuan kejam, tidak manusiawi, merendahkan atau hukuman. Secara
tegas, tidak seorangpun dapat diperlakukan tanpa persetujuan bebas
untuk percobaan medis atau ilmiah”. Melalui pernyataan ini masyara-
kat mengekspresikan nilai kemanusiaan yang fundamental yang
dipegang untuk mengatur semua penelitian yang melibatkan subyek
manusia – perlindungan untuk hak-hak dan kesejahteraan semua
subyek manusia terhadap percobaan ilmiah.

Pada akhir dekade 1970-an, mengingat keadaan khusus dari


negara-negara berkembang berkenaan dengan penerapan Kode Nur-
emberg dan Deklarasi Helsinki, maka Dewan Organisasi Ilmu-ilmu Ke-
dokteran Internasional (CIOMS : Council for International Organiza-
tions of Medical Sciences ) dan Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO:
World Health Organization) melakukan pengujian lebih lanjut terhadap
masalah-masalah ini, dan pada tahun 1982 menerbitkan Usulan Pe-
doman Internasional bagi Penelitian Biomedis yang Melibatkan
Subyek Manusia (Proposed International Guidelines for Biomedical

2
Research Involving Human Subjects). Tujuan dari Usulan Pedoman ini
adalah untuk mengindikasikan bagaimana prinsip-prinsip etik yang
seharusnya mengatur penerapan penelitian biomedis yang melibatkan
subyek manusia, sebagaimana dikemukakan dalam Deklarasi Hel-
sinki, dapat diterapkan secara efektif, khususnya di negara-negara
berkembang, mengingat keadaan sosio-ekonomi, hukum dan pera-
turan perundang-undangan, serta tatanan eksekutif dan administratif
mereka.

Usulan Pedoman tersebut didistribusikan secara luas, dan


menurut suatu survei kemudian, pedoman ini digunakan secara luas di
seluruh dunia karena merupakan suatu pedoman etik yang bermanfaat
dalam penelitian biomedis yang melibatkan subyek manusia. Para re-
sponden survei dan pengguna lainnya juga menunjukkan bahwa pe-
doman tersebut harus ditinjau kembali dengan acuan khusus pada
masalah-masalah etik yang ditimbulkan oleh percobaan berskala be-
sar dari vaksin dan obat, penelitian trans-nasional, dan percobaan
yang melibatkan kelompok populasi yang rentan. Indikasi khusus bagi
peninjauan kembali mereka adalah prospek percobaan lapangan pada
vaksin dan obat untuk mengontrol AIDS. Di samping itu, dalam tahun-
tahun terakhir banyak orang, di negara-negara maju maupun berkem-
bang, telah mulai melihat aspek yang bermanfaat dan tidak saja men-
gancam dari penelitian yang melibatkan subyek manusia. Se-
benarnya, penelitian semacam itu, khususnya yang berkaitan dengan
uji terapi inovatif, kini dicari secara aktif oleh para penerima manfaat
yang potensial. Bagi orang-orang tertentu, keikutsertaan dalam peneli-
tian merupakan satu-satunya cara untuk memperoleh akses terhadap
pengobatan baru atau bahkan perawatan medis umum. Bagi orang

3
lain, hal tersebut merupakan cara bagi para ilmuan untuk menemukan
pengetahuan baru yang dapat menghasilkan pencegahan atau pengo-
batan atau bahkan pemberantasan suatu golongan penyakit dan ke-
cacatan tertentu.

Dalam keadaan ini, CIOMS bekerja sama dengan WHO mela-


kukan revisi pedoman-pedoman tersebut, menetapkan suatu panitia
pengarah untuk membimbing proses tersebut. Panitia Pengarah terse-
but memutuskan bahwa dalam revisi tersebut, perhatian khusus harus
diberikan pada penelitian-penelitian epidemiologis, mengingat
pentingnya epidemiologi, khususnya bagi kesehatan masyarakat, dan
bagi kebutuhan pedoman internasional akan tinjauan etik terhadap
penelitian-penelitian tersebut. Pada akhirnya, ditentukan bahwa kebu-
tuhan ini sebaiknya dipenuhi melalui publikasi yang terpisah, dan ha-
silnya adalah penerbitan Pedoman Internasional untuk Kajian Etik ter-
hadap Penelitian Epidemiologis oleh CIOMS pada tahun 1991.
Persiapan pedoman epidemiologis memberikan kontribusi materi pada
revisi pedoman tahun 1982.

Setelah konsultasi yang ekstensif, konsep pertama dari


pedoman yang direvisi dipersiapkan oleh sekelompok konsultan, dan
ditinjau kembali serta direvisi oleh Panitia Pengarah, dan disajikan
pada Konferensi CIOMS tentang Etika dan Penelitian terhadap Subyek
Manusia — Pedoman Internasional, yang diselenggarakan di Genewa
pada bulan Februari 1992. Pada konferensi itu, pedoman tersebut
dikaji dan didiskusikan oleh sekitar 150 peserta baik dari negara-
negara maju maupun negara-negara berkembang, termasuk wakil-
wakil dari kementerian kesehatan dan medis serta disiplin lain yang

4
berkaitan dengan kesehatan, pembuat keputusan kesehatan, pakar
etika, filsuf, serta pakar hukum.

Konsep pedoman direvisi untuk mencerminkan konsensus dari


konferensi tersebut, tetapi dengan menghormati sudut pandang
minoritas. Konsep yang direvisi kemudian dikirim ke para peserta
konferensi, perkumpulan-perkumpulan internasional, dan dewan-
dewan penelitian medis serta organisasi dan institusi yang
berkepentingan di negara-negara maju dan negara-negara
berkembang untuk dikomentari. Teks terakhir merefleksikan secara
tepat komentar-komentar yang diterima. Teks tersebut disepakati oleh
KomisiPenasihat Global WHO tentang Penelitian Kesehatan dan
KomisiEksekutif CIOMS, yang telah merekomendasikan publikasi dan
distribusinya secara luas.

Teks tersebut terdiri atas suatu pernyataan tentang prinsip-


prinsip etik umum, suatu mukadimah dan 15 pedoman, dengan
pengantar serta laporan singkat mengenai deklarasi dan pedoman etik
terdahulu. Setiap pedoman diikuti oleh komentar.

Pedoman tersebut merefleksikan perhatian etik yang sangat


penting pada kewaspadaan untuk melindungi hak-hak dan
kesejahteraan dari subyek-subyek penelitian dan individu-individu atau
kelompok rentan yang dianggap merupakan calon subyek.
Sebagaimana pedoman asli (1982), pedoman yang direvisi dirancang
untuk digunakan di negara-negara berkembang, untuk mendefinisikan
kebijakan-kebijakan nasional mengenai etika penelitian biomedis,
menerapkan standar-standar etik dalam keadaan-keadaan lokal, serta
menetapkan dan mendefinisikan kembali mekanisme yang memadai

5
bagi tinjauan etik terhadap penelitian yang melibatkan subyek
manusia.

Wilayah-wilayah penelitian tertentu tidak disebutkan secara


khusus dalam pedoman ini. Wilayah-wilayah ini mencakup penelitian
genetik, embrio, dan penelitian janin, serta penelitian jaringan janin. Ini
merepresentasikan wilayah-wilayah penelitian dalam evolusi yang
cepat dan dalam berbagai hal bersifat kontroversial. Panitia Pengarah
mempertimbangkan bahwa karena tidak terdapat kesepakatan
universal tentang semua masalah etik yang diangkat oleh penelitian-
penelitian ini, maka adalah terlalu dini untuk mencoba memasukkan
hal-hal tersebut dalam pedoman ini.

Perumusan pedoman etik semata-mata untuk penelitian


biomedis yang melibatkan subyek manusia hampir tidak memecahkan
semua keraguan moral yang dapat timbul dalam kaitan dengan
penelitian, tetapi pedoman tersebut paling tidak dapat menarik
perhatian para peneliti, sponsor, dan panitia peninjau etik pada
kebutuhan untuk mempertimbangkan secara hati-hati implikasi etik
dari protokol penelitian dan pelaksanaan penelitian, dan dengan
demikian menciptakan standar penelitian ilmiah dan etik yang tinggi.

Komentar-komentar tentang Pedoman tersebut akan disambut


baik, dan akan dipertimbangkan dalam revisi-revisi mendatang.
Kometar-komentar tersebut dapat dialamatkan ke :
Dr. Zbigniew Bankowski
Sekretaris Jenderal, Dewan untuk Organisasi Internasional Ilmu-
ilmu Medis d/a Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO)
CH-1211 Geneva 27,
Switzerland

6
II. PENGANTAR

Sebagai hasil kerjasama penelitian etik antara Organisasi


Kesehatan Sedunia (WHO) dan Dewan Organisasi Ilmu-ilmu
Kedokteran Internasional (CIOMS), diterbitkan Usulan Pedoman
Internasional untuk Penelitian Biomedis yang Melibatkan Subyek
Manusia oleh CIOMS pada tahun 1982. Tujuan dari Pedoman ini
adalah untuk menunjukkan bagaimana prinsip-prinsip etik fundamental
yang mengatur pelaksanaan penelitian biomedis yang melibatkan
subyek manusia, sebagaimana dikemukakan dalam Deklarasi Helsinki
Ikatan Dokter Sedunia, dapat diterapkan secara efektif, khususnya di
negara-negara berkembang, dengan memperhitungkan kebudayaan,
keadaan sosioekonomi, hukum nasional, dan tatanan-tatanan
eksekutif serta administratif.

Publikasi tersebut didistribusikan ke kementerian-kementerian


kesehatan, dewan penelitian medis, fakultas-fakultas kedokteran,
lembaga swadaya masyarakat, perusahaan farmasi berbasis
penelitian, badan-badan lainnya serta jurnal-jurnal kedokteran.
Komentar-komentar tentang Pedoman dan saran-saran untuk
perbaikan diterima dari banyak sumber. CIOMS juga melakukan survei
kuesioner, dengan representasi tepat dari negara-negara berkembang
dan keenam wilayah WHO. Tanggapan-tanggapan itu
mengindikasikan bahwa para ilmuan biomedis di banyak negara
menghargai bimbingan etik yang diberikan oleh Pedoman tersebut,
khususnya dalam memastikan validitas dari informed consent dan
sebaliknya melindungi hak-hak serta kesejahteraan dari subyek-

7
subyek penelitian. Mereka juga menunjukkan berbagai bidang yang
perlu diperbaiki dan ditinjau kembali.

Dalam tahun-tahun berikut, menjadi jelas bahwa sejumlah


negara berkembang merasakan manfaat Pedoman tersebut dalam
menetapkan pengaturan-pengaturan mereka sendiri bagi tinjauan etik
yang independen dari proyek-proyek penelitian biomedis yang
diusulkan, tetapi perubahan-perubahan tertentu dalam penekanan
juga diperlukan.

Juga semenjak tahun 1982, terdapat kemajuan luar biasa


dalam ilmu-ilmu kedokteran dan bioteknologi, dan potensi penelitian
biomedis manusia terus berkembang. Epidemi AIDS, khususnya
kebutuhan untuk melakukan uji vaksin dan obat, telah
menimbulkan pertanyaan-pertanyaan etik yang tidak terlihat ketika
Deklarasi Helsinki dirumuskan, atau bahkan 10 tahun lalu ketika
Pedoman CIOMS diterbitkan. Di beberapa negara, orang-orang yang
beresiko terhadap infeksi HIV menuntut hak akses kepada penelitian
klinis dan pengobatan baru yang diuji secara tidak lengkap.

Di beberapa masyarakat, pengeksklusian wanita yang hamil


atau mampu hamil dari penelitian untuk menghidari resiko terhadap
janin mereka, telah mulai dipertanyakan dengan alasan hal tersebut
menyebabkan wanita tidak mendapat manfaat, dan tidak memberikan
hak kepada mereka untuk memutuskan sendiri apakah akan
mengambil bagian dalam penelitian. Demikian juga, perkembangan
kedokteran geriatrik dan farmakologi geriatrik telah menciptakan
tekanan agar para lansia disertakan dalam penelitian medis untuk
manfaat mereka sendiri.

8
Kerjasama penelitian internasional dan interkultural telah
meningkat secara luar biasa dan melibatkan negara-negara
berkembang. Banyak diantaranya masih memiliki kapasitas terbatas
untuk meninjau kembali proposal penelitian secara independen yang
diserahkan oleh pihak sponsor asing atau peneliti mereka sendiri.

Akhirnya, terdapat perhatian besar tentang penelitian biomedis


yang melibatkan subyek manusia yang dipandang dari sudut
kemanfaatan bagi subyek-subyek dan masyarakatnya, dan bukannya
sekedar sebagai sumber resiko bagi subyek-subyeknya. Banyak orang
memandang tuntutan ini dengan kekuatiran kalau-kalau penelitian
akan dilakukan atau dipromosikan tanpa pembenaran (justification)
memadai dan mengusahakan perlindungan hak-hak dan
kesejahteraan subyek-subyek penelitian.

Dalam semua keadaan ini, nampaknya sudah tiba waktunya


untuk merevisi Pedoman tahun 1982, dengan menegaskan kembali
dalam kondisi sekarang ini tujuan awalnya, yakni perlindungan hak-
hak dan kesejahteraan subyek manusia dari penelitian biomedis.

III. DEKLARASI - DEKLARASI DAN PEDOMAN


INTERNASIONAL

Dokumen internasional pertama tentang etika penelitian, Kode


Nuremberg, diumumkan pada tahun 1947 sebagai konsekuensi dari
pengadilan terhadap para dokter yang telah melakukan eksperimen
kejam pada para tawanan tanpa kesukarelaan mereka selama perang
dunia kedua. Kode tersebut dirancang untuk melindungi integritas

9
subyek penelitian, menetapkan syarat-syarat bagi pelaksanaan
penelitian etik yang melibatkan subyek manusia, dengan menekankan
“persetujuan sukarela” dari subyek manusia terhadap penelitian.

Untuk memberikan kekuatan legal dan moral pada Deklarasi


Universal Hak-hak Asasi Manusia, yang diadopsi oleh Majelis Umum
Perserikatan Bangsa-Bangsa, maka Majelis Umum Perserikatan
Bangsa-Bangsa mengadopsi Perjanjian Internasioanl tentang Hak-hak
Politik dan Sipil pada tahun 1966, di mana Pasal 7 menyatakan :
“Tidak seorangpun dapat dikenakan siksaan atau perlakuan
merendahkan yang kejam, tidak manusiawi atau hukuman. Secara
tegas, tidak seorangpun dapat diperlakukan demikian tanpa
persetujuan bebas yang diberikannya untuk percobaan ilmiah.”

Deklarasi Helsinki, yang dimumkan pada tahun 1964 oleh


Ikatan Dokter Sedunia, merupakan dokumen fundamental dalam
bidang etika penelitian biomedis dan memiliki pengaruh besar pada
perumusan peraturan dan kode tingkah laku internasional, regional
dan nasional. Deklarasi tersebut direvisi di Tokyo pada tahun 1975,
dan di Venice tahun 1983, dan kemudian di Hongkong tahun 1989,
merupakan pernyataan komprehensif internasional tentang etika
penelitian yang melibatkan subyek manusia. Deklarasi tersebut
menetapkan pedoman etik bagi para dokter yang terlibat dalam
penelitian baik biomedis klinis maupun non-klinis, dan menyajikan
informed consent subyek serta tinjauan etik dalam peraturan-
peraturannya. Terlampir Deklarasi Helsinki (lihat Lampiran 1).

Publikasi Usulan Pedoman Internasional untuk Penelitian


Biomedis yang Melibatkan Subyek Manusia pada tahun 1982

10
merupakan perkembangan logis dari Deklarasi Helsinki. Sebagaimana
dinyatakan dalam bagian Pengantar publikasi tersebut, Pedoman ini
dimaksudkan untuk menunjukkan bagaimana prinsip-prinsip etik yang
diwujudkan dalam Deklarasi tersebut dapat diterapkan secara efektif di
negara-negara berkembang. Teks tersebut menerangkan penerapan
prinsip-prinsip etik baku pada penelitian biomedis yang melibatkan
subyek manusia dan memberikan perhatian pada masalah-masalah
etik baru yang timbul dalam periode sebelum publikasinya. Publikasi
Pedoman Etik Internasional untuk Penelitian Biomedis yang
Melibatkan Subyek Manusia, menggantikan Usulan Pedoman
Internasional tahun 1982.

CIOMS dan WHO terus bekerja sama untuk mempersiapkan


bimbingan etik bagi penelitian yang melibatkan subyek manusia. Salah
satu hasil penting dari kerjasama ini adalah Pedoman Internasional
untuk Tinjauan Etik terhadap Penelitian-penelitian Epidemiologis, yang
dipublikasikan oleh CIOMS pada tahun 1991, dan dimaksudkan
untuk membantu para peneliti dan lembaga-lembaga maupun pihak-
pihak berwenang nasional dan regional dalam menetapkan dan
mempertahankan standar bagi tinjauan medis terhadap penelitian
epidemiologis.

IV. PRINSIP-PRINSIP ETIK UMUM

Semua penelitian yang melibatkan subyek manusia harus


dilakukan sesuai dengan tiga prinsip etik mendasar, yakni
penghormatan terhadap manusia, kebaikan dan keadilan. Pada

11
umumnya disepakati bahwa prinsip-prinsip ini, secara abstrak memiliki
kekuatan moral yang sama, mengarahkan persiapan hati-hati dari
usulan-usulan penelitian ilmiah. Dalam berbagai keadaan prinsip-
prinsip tersebut dapat diekspresikan secara berbeda dan diberikan
tekanan moral yang berbeda, serta penerapannya dapat menghasilkan
keputusan-keputusan atau tindakan yang berbeda. Pedoman ini
diarahkan pada penerapan prinsip-prinsip tersebut terhadap penelitian
yang melibatkan subyek manusia.

Penghormatan terhadap manusia mencakup paling tindak


dua pertimbangan etik fundamental, yakni:
a) penghormatan terhadap otonomi, yang mengharuskan mereka
yang mampu membuat pertimbangan mengenai pilihan-pilihan
pribadi mereka harus diperlakukan dengan hormat untuk
kemampuannya menentukan nasib sendiri (self-determination);
dan
b) perlindungan terhadap orang-orang dengan otonomi yang
cacat atau berkurang, yang mewajibkan mereka yang
tergantung atau rentan diberikan keamanan terhadap kerugian
atau penyalahgunaan.

Kebaikan mengacu pada kewajiban etik untuk memaksimalkan


kebaikan dan meminimalkan kerugian serta kesalahan. Prinsip ini
melahirkan norma-norma yang mewajibkan agar resiko penelitian
menjadi wajar dalam kaitan dengan manfaat yang diharapkan, agar
rancangan penelitian tersebut baik, serta agar peneliti kompeten baik
dalam melakukan penelitian maupun dalam menjaga kesejahteraan
subyek-subyek penelitian. Kebaikan lebih jauh melarang perlakuan
yang merugikan terhadap manusia. Aspek kebaikan ini kadangkala

12
diekspresikan sebagai suatu prinsip terpisah, yakni non-kejahatan
(jangan merugikan).

Keadilan merujuk pada kewajiban etik untuk memperlakukan


setiap orang sesuai dengan apa yang benar dan layak secara moral,
untuk memberikan kepada setiap orang apa yang layak baginya.
Dalam etika penelitian yang melibatkan subyek manusia, prinsip
tersebut merujuk terutama pada keadilan distributif, yang
mewajibkan distribusi yang setara dalam hal beban dan manfaat dari
partisipasi dalam penelitian. Perbedaan dalam distribusi beban dan
manfaat hanya dapat dibenarkan jika hal-hal tersebut
didasarkan pada pembedaan yang relevan secara moral antara orang-
orang. Salah satu pembedaan tersebut adalah kerentanan.
“Kerentanan” merujuk pada ketidakmampuan mendasar untuk
melindungi kepentingannya sendiri karena rintangan-rintangan seperti
kurangnya kemampuan untuk memberikan informed consent,
kurangnya cara-cara alternatif untuk memperoleh perawatan medis
atau kebutuhan mahal lainnya, atau karena menjadi anggota muda
atau bawahan dari suatu kelompok hierarki. Dengan demikian,
ketetapan-ketetapan khusus harus dibuat untuk melindungi hak-hak
dan kesejahteraan dari orang-orang yang rentan.

13
V. MUKADIMAH

Istilah “penelitian” merujuk pada suatu kelompok aktivitas yang


dirancang untuk mengembangkan atau memberikan sumbangan
kepada pengetahuan yang bersifat umum. Pengetahuan yang bersifat
umum mencakup teori, prinsip atau hubungan-hubungan, atau
akumulasi informasi di mana hal-hal tersebut dilandaskan, yang dapat
dikokohkan melalui metoda-metoda ilmiah pengamatan dan
penyimpulan yang diterima. Dalam konteks ini “penelitian” mencakup
baik penelitian medis maupun behavioral (prilaku) yang berkenaan
dengan kesehatan manusia. Biasanya “penelitian” dimodifikasi dengan
kata sifat “biomedis” untuk menunjukkan bahwa referensi ditujukan
pada penelitian yang berkaitan dengan kesehatan.

Kemajuan dalam perawatan medis dan pencegahan penyakit


tergantung pada pemahaman proses-proses fisiologik dan patologik
atau temuan-temuan epidemiologis, dan kadangkala mengharuskan
penelitian yang melibatkan subyek manusia. Pengumpulan, analisa
dan interpretasi terhadap informasi yang diperoleh dari penelitian yang
melibatkan manusia memberikan sumbangan yang bermakna pada
perbaikan kesehatan manusia.

Penelitian yang melibatkan subyek manusia mencakup


penelitian yang dilakukan bersama dengan perawatan medis
(penelitian klinis) dan penelitian yang dilakukan pada pasien atau
subyek-subyek lain, atau dengan data yang berkaitan dengan hal-hal
tersebut, untuk menyumbang pada pengetahuan umum (penelitian
biomedis non-klinis). Penelitian didefinisikan sebagai “klinis” jika satu
atau lebih dari komponennya dirancang bersifat diagnostik, profilaktik

14
atau terapeutik untuk subyek tersebut. Contoh-contohnya termasuk
pemberian plasebo untuk kinerja uji laboratorium di samping uji yang
diharuskan untuk tujuan pelayanan medis. Oleh karena itu istilah
“penelitian klinis” digunakan di sini dan bukannya “penelitian
terapeutik”.

Penelitian yang melibatkan subyek manusia mencakup:

• Penelitian-penelitian dari proses fisiologik, biokimia atau patologik,


atau respon terhadap suatu intervensi tertentu, baik fisik, kimiawi,
atau psikologis pada subyek-subyek sehat atau pasien;

• Uji terkontrol dari tindakan-tindakan diagnostik, preventif atau


terapeutik dalam kelompok orang yang lebih besar, yang dirancang
untuk mendemonstrasikan respon umum tertentu pada tindakan-
tindakan tersebut terhadap suatu variasi biologis individu;

• Penelitian-penelitian untuk menentukan konsekuensi untuk individu


dan masyarakat dari tindakan-tindakan preventif atau terapeutik
tertentu; dan

• Penelitian-penelitian yang berkenaan dengan tingkah laku yang


berkaitan dengan kesehatan manusia dalam suatu jenis keadaan
dan lingkungan.

Penelitian yang melibatkan subyek manusia dapat


menggunakan pengamatan atau intervensi fisik, kimiawi atau
psikologis. Juga dapat mengahasilkan catatan-catatan atau
menggunakan catatan-catatan yang ada dan mengandung informasi
biomedis atau informasi lainnya tentang individu yang boleh atau tidak
boleh diidentifikasikan dari catatan-catatan atau informasi tersebut.

15
Penggunaan catatan-catatan demikian dan perlindungan kerahasiaan
data yang dipeoleh dari catatan-catatan tersebut didiskusikan dalam
Pedoman Internasional untuk Tinjuan Etik Penelitian Epidemiologis
(CIOMS, 1991).

Penelitian yang melibatkan subyek manusia mencakup


penelitian di mana faktor-faktor lingkungan dimanipulasi dengan cara
yang dapat mempengaruhi invididu-individu yang terpapar secara
kebetulan. Penelitian didefinisikan dalam pengertian yang luas agar
dapat merangkum penelitian-penelitian lapangan tentang organisme-
organisme patogenik dan bahan-bahan kimia beracun yang diteliti
untuk tujuan-tujuan kesehatan.

Penelitian yang melibatkan subyek manusia harus dibedakan


dari praktek kedokteran, kesehatan masyarakat dan bentuk-bentuk
lainnya dari perawatan kesehatan, yang dirancang untuk memberikan
sumbangan secara langsung kepada kesehatan individu atau
masyarakat. Calon-calon subyek mungkin mengalami kebingungan
ketika penelitian dan praktek dilakukan secara serentak, sebagaimana
ketika penelitian dirancang untuk memperoleh informasi baru tentang
kemanjuran suatu obat atau modalitas terapeutik, diagnostik atau
preventif.

Penelitian yang melibatkan subyek manusia harus dilakukan


hanya oleh, atau secara ketat diawasi oleh peneliti yang cakap dan
berpengalaman dan sesuai dengan protokol yang secara jelas
menyatakan: tujuan penelitian; alasan untuk mengusulkan bahwa hal
tersebut melibatkan subyek manusia; sifat dan tingkatan resiko yang
diketahui bagi subyek; sumber-sumber yang mengusulkan untuk

16
merekrut subyek; dan cara yang diusulkan untuk memastikan bahwa
persetujuan subyek dapat diinformasikan secara memadai dan
sukarela. Protokol tersebut harus dinilai secara ilmiah dan etik oleh
satu atau lebih badan peninjau yang sesuai, terlepas dari para peneliti.

Sebelum disetujui untuk penggunaan secara umum, vaksin-


vaksin dan obat-obat kedokteran baru harus diuji pada subyek
manusia dalam uji klinis. Pengujian demikian, yang merupakan bagian
sangat penting dari semua penelitian yang melibatkan subyek
manusia, dijelaskan dalam Lampiran 2.

17
PEDOMAN

INFORMED CONSENT DARI SUBYEK

Pedoman 1 : Informed Consent Individu

Untuk semua penelitan biomedis yang melibatkan manusia, peneliti


harus memperoleh informed consent dari calon subyek atau, dalam
kasus individu yang tidak mampu memberikan informed consent,
persetujuan wali dari suatu wakil hukum.

Komentar tentang Pedoman 1

Pertimbangan umum.
“Informed consent” adalah persetujuan yang diberikan oleh seorang
individu kompeten yang telah menerima informasi yang diperlukan;
yang telah memahami secara memadai informasi tersebut; dan yang
setelah mempertimbangankan informasi tersebut tiba pada suatu
keputusan tanpa mengalami paksaan, pengaruh atau bujukan yang
tidak layak, atau intimidasi.

Informed consent didasarkan pada prinsip bahwa individu yang


kompeten berhak untuk memilih secara bebas apakah ia akan
berpartispasi dalam penelitian atau tidak. Informed consent
melindungi kebebasan memilih individu dan menghormati otonomi
individu.

Pada dasarnya, informed consent merupakan pelindung yang tidak


sempurna bagi individu, dan harus selalu dilengkapi dengan kajian etik
usulan penelitian yang independen. Di samping itu, banyak individu,

18
termasuk anak-anak muda, orang-orang dewasa dengan gangguan
mental atau tingkah laku, dan orang-orang yang sama sekali tidak
mengenal konsep-konsep medis modern, memiliki kapasitas terbatas
untuk memberikan informed consent. Karena persetujuan mereka
dapat mengimplikasikan partisipasi yang pasif dan tidak dimengerti,
maka bagaimanapun juga para peneliti tidak boleh beranggapan
bahwa persetujuan yang diberikan oleh individu pada golongan rentan
tersebut adalah valid, tanpa persetujuan terlebih dahulu dari komisi
etikyang independen. Bila seorang individu tidak mampu membuat
suatu informed consent untuk berpartisipasi dalam penelitian, maka
peneliti haru memperoleh persetujuan wali dari wakil hukum individu
tersebut atau wakil lain yang berwenang.

Bila rancangan penelitian melibatkan tidak lebih dari resiko minimal --


yakni resiko yang tidak mungkin lebih besar daripada yang terdapat
pada pemeriksaan medis atau psikologis rutin -- dan tidak praktis
untuk memperoleh informed consent dari setiap subyek (sebagai
contoh, penelitian hanya melibatkan pengutipan data dari catatan-
catatan subyek), maka komisi etikdapat meniadakan beberapa atau
semua unsur informed consent. Para peneliti harus tidak pernah
memulai penelitian yang melibatkan subyek manusia tanpa
memperoleh informed consent dari setiap subyek, kecuali mereka
telah menerima persetujuan eksplisit untuk melakukan penelitian
tersebut dari suatu komisi etik.

19
Pedoman 2 : Informasi Esensial Untuk Calon Subyek Penelitian

Sebelum meminta persetujuan seseorang untuk berpartisipasi dalam


penelitian, peneliti harus membekali individu tersebut dengan informasi
berikut, dalam bahasa yang dapat dipahami olehnya:

1. Bahwa setiap individu diundang untuk berpartisipasi sebagai


subyek dalam penelitian, dan dalam tujuan serta metoda peneli-
tian;
2. Perkiraan lama dari partisipasi subyek;
3. Manfaat yang dapat diharapkan terjadi pada subyek atau orang
lain sebagai hasil dari penelitian tersebut;
4. Perkiraan resiko atau ketidaknyamanan pada subyek, yang
berkaitan dengan partisipasi dalam penelitian tersebut;
5. Prosuder atau cara pengobatan alternatif yang dapat
menguntungkan bagi subyek ketika prosedur atau pengobatan
tersebut diuji;
6. Sejauh mana kerahasiaan catatan di mana subyek diidentifikasi
akan dipertahankan;
7. Jika ada, sejauh mana tanggung jawab peneliti untuk
memberikan pelayanan medis kepada subyek tersebut;
8. Bahwa terapi akan diberikan secara cuma-cuma untuk jenis
cedera tertentu yang berkaitan dengan penelitian;
9. Apakah subyek atau keluarga subyek atau mereka yang menjadi
tanggungan subyek akan dikompensasikan bagi kecacatan atau
kematian karena cedera; dan
10. Bahwa individu tersebut bebas untuk menolak berpartisipasi dan
bebas untuk menarik diri dari penelitian setiap saat tanpa sanksi
atau hilangnya manfaat yang seharusnya menjadi haknya.

20
Komentar tentang Pedoman 2

Proses.

Memperoleh informed consent adalah suatu proses yang dimulai


ketika dilakukan kontak awal dengan subyek dan berkelanjutan
selama penelitian tersebut. Dengan menginformasikan kepada
subyek, melalui pengulangan dan penjelasan, dengan menjawab
pertanyaan-pertanyaan subyek yang timbul, dan dengan meyakinkan
bahwa setiap prosedur dipahami oleh setiap subyek, maka tim
penelitian tidak saja memperoleh informed consent dari subyek tetapi
juga menyatakan penghargaan yang dalam terhadap martabat subyek.

Bahasa.

Menginformasikan kepada subyek harus tidak hanya merupakan


pengulangan ritual dari isi suatu formulir. Tetapi lebih dari hal itu,
peneliti harus menyampaikan informasi dalam kata-kata yang sesuai
dengan tingkat pemahaman individu. Peneliti harus mengingat bahwa
kemampuan untuk memahami informasi yang diperlukan untuk
memberikan informed consent tergantung pada kematangan,
intelektual, pendidikan dan rasionalitas individu.

Pemahaman.

Peneliti dengan demikian harus memastikan bahwa calon subyek telah


memahami informasi tersebut secara memadai. Kewajiban ini semakin
serius ketika resiko bagi subyek meningkat. Dalam beberapa hal,
peneliti dapat memberikan uji lisan atau tertulis untuk mencek apakah
informasi tersebut telah dipahami secara memadai.

21
Manfaat.

Dalam penelitian yang dirancang untuk mengevaluasi vaksin, obat


atau produk-produk lain, subyek harus dijelaskan apakah dan
bagaimana produk tersebut akan disediakan bagi mereka jika terbukti
aman dan efektif. Mereka harus dijelaskan apakah mereka akan
memiliki akses selanjutnya terhadap produk tersebut di antara akhir
partisipasi mereka dalam penelitian dan waktu persetujuan produk
untuk didistribusikan secara umum, dan apakah mereka akan
menerimanya secara cuma-cuma atau diharapkan untuk
membayarnya.

Resiko.

Dalam kasus proyek penelitian yang kompleks mungkin tidak mudah


dilaksanakan dan tidak diinginkan untuk menginformasikan kepada
calon-calon subyek secara penuh tentang setiap resiko yang mungkin
terjadi. Meskipun demikian, mereka harus diinformasikan tentang
semua resiko yang akan menjadi bahan pertimbangan baginya untuk
membuat keputusan apakah akan berpartisipasi dalam penelitian.
Penilaian seorang peneliti mengenai resiko apa yang menjadi bahan
pertimbangan harus ditinjau kembali dan disetujui oleh komisi etik
(lihat Pedoman 3). Para subyek yang menginginkan informasi
tambahan harus diberikan kesempatan untuk bertanya.

Tanggung jawab peneliti terhadap perawatan medis.

Jika peneliti adalah seorang dokter, maka subyek harus diinformasikan


dengan jelas apakah peneliti tersebut akan bertindak hanya sebagai

22
peneliti atau sebagai peneliti dan dokter sekaligus bagi subyek.
Meskipun demikian, seorang peneliti yang setuju untuk bertindak
sebagai peneliti, dokter melaksanakan semua tanggung jawab legal
dan etik dari dokter perawatan primer bagi subyek. Dalam kasus
demikian, jika subyek tersebut menarik diri dari penelitian karena
adanya komplikasi yang berkaitan dengan penelitian tersebut atau
dalam menggunakan haknya untuk menarik diri tanpa kehilangan
manfaat, maka dokter tersebut memiliki kewajiban untuk meneruskan
perawatan medis kepada subyek, atau melihat bahwa subyek
menerima perawatan medis yang diperlukan dalam masyarakat atau
sistem perawatan kesehatan setempat, atau menawarkan bantuan
untuk menemukan dokter lain. Jika peneliti hanya akan bertindak
sebagai peneliti, maka subyek harus dinasihati untuk mencari
perawatan medis yang diperlukan, di luar konteks penelitian.

Pertimbangan-pertimbangan lain.

Untuk penjelasan lebih rinci tentang kewajiban untuk memberikan


kompensasi ekonomi andaikan terjadi kematian atau kecacatan yang
timbul dari jenis cedera tertentu yang berkaitan dengan peneltiian,
lihat Pedoman 13. Untuk diskusi lebih jauh tentang kerahasiaan, lihat
Pedoman 12.

23
Pedoman 3 : Kewajiban peneliti berkenaan dengan informed
consent

Peneliti memiliki kewajian untuk:


1. mengkomunikasikan kepada calon subyek semua informasi yang
diperlukan bagi informed consent yang memadai;
2. memberikan kesempatan penuh dan dorongan bagi calon subyek
untuk bertanya;
3. mengeksklusikan kemungkinan pengelabuan yang tidak dibenar-
kan, pengaruh yang tidak layak dan intimidasi;
4. mencari persetujuan hanya setelah calon subyek memiliki penge-
tahuan memadai tetang fakta-fakta relevan dan konsekuensi dari
partisipasi, dan setelah memiliki kesempatan yang cukup untuk
mempertimbangkan apakah akan berpartisipasi;
5. sebagai aturan umum, peroleh dari setiap calon subyek formulir
yang ditandatangani sebagai bukti dari informed consent; dan
6. memperbaharui informed consent dari setiap subyek jika ada pe-
rubahan materi dalam kondisi atau prosedur dari penelitian terse-
but.

Komentar tentang Pedoman 3

Informasi yang diperlukan.

Standar untuk mengkomunikasikan informasi sebagaimana


dikemukakan dalam Pedoman 2 dan 3 harus dipandang sebagai
standar minimum. Jenis-jenis informasi lain yang harus disampaikan
mencakup alasan untuk menyeleksi calon-calon subyek (biasanya
karena mereka memiliki penyakit tertentu atau tidak memiliki penyakit

24
nyata) dan ciri-ciri tertentu dari rancangan penelitian (sebagai contoh,
acak, tersamar ganda, kontrol - kasus), yang dinyatakan dalam
bahasa yang dipahami oleh subyek. Jenis-jenis informasi lainnya yang
harus disampaikan dalam keadaan-keadaan tertentu disajikan di
bawah dalam komentar tentang beberapa pedoman lain. Secara
umum, standar untuk mengkomunikasikan informasi adalah bahwa
informasi yang oleh seseorang dianggap sebagai bahan untuk
mencapai keputusan tentang apakah ia akan menyetujui harus
dikomunikasikan. Para peneliti dan komisi etik harus bersama-sama
menentukan apa yang harus dikomunikasikan dalam kaitan dengan
penelitian-penelitian tertentu.

Kesempatan untuk bertanya.

Peneliti harus bersiap untuk menjawab semua pertanyaan subyek


yang berkaitan dengan usulan penelitian. Suatu pembatasan terhadap
kemampuan subyek untuk bertanya dan menerima jawaban sebelum
atau selama penelitian tersebut merusak validitas informed consent.

Pengelabuan.

Kadangkala, untuk memastikan penelitian yang valid, subyek secara


sengaja disesatkan. Dalam penelitian biomedis, pengelabuan
kebanyakan berupa penyembunyian informasi tentang tujuan
prosedur. Sebagai contoh, subyek dalam uji klinis sering tidak
diberitahukan tentang tujuan dari berbagai uji yang dilakukan untuk
memantau kepatuhan mereka terhadap protokol tersebut, karena jika
mereka mengetahui bahwa kepatuhan mereka sedang dipantau
mereka akan merubah tingkah laku mereka dan dengan demikian

25
membuat hasil-hasil menjadi tidak valid. Dalam sebagian besar kasus
demikian, calon subyek diminta untuk menyetujui tetapi tidak
diinformasikan tentang tujuan dari beberapa prosedur hingga
selesainya penelitian tersebut. Dalam kasus lain, karena permintaan
ijin untuk menahan beberapa informasi akan membahayakan validitas
penelitian tersebut, maka para subyek dibuat tidak menyadari bahwa
informasi tertentu telah ditahan hingga selesainya penelitian.

Tidak mengatakan hal sebenarnya kepada subyek merupakan taktik


yang tidak umum digunakan dalam penelitian biomedis. Meskipun
demikian, para ilmuan sosial dan behavioral dapat dengan sengaja
memberikan informasi salah kepada subyek untuk mempelajari sikap
dan tingkah laku mereka. Sebagai contoh, para ilmuan dapat berpura-
pura menjadi pasien untuk mempelajari tingkah laku petugas
kesehatan dan pasien dalam keadaan mereka yang alamiah.

Pengelabuan terhadap subyek tidak diijinkan dalam proyek penelitian


yang mengandung lebih dari resiko minimal pada subyek. Bilamana
pengelabuan menjadi sangat penting bagi metoda eksperimen, maka
peneliti harus mendemonstrasikan kepada komisi etik bahwa tidak
ada metoda penelitian lain yang memadai; bahwa kemajuan bermakna
dapat timbul dari penelitian tersebut; dan bahwa tidak ada yang
disembunyikan dan kalau diungkapkan akan membuat orang menolak
untuk berpartisipasi. Komisi etik dengan peneliti harus menentukan
apakah dan bagaimana subyek-subyek yang dikelabui harus
informasikan tentang pengelabuan setelah selesainya penelitian
tersebut. Pemberitahuan tersebut umumnya disebut “wacancara
setelah selesai tugas (debriefing)”, yang umumnya menjelaskan

26
alasan-alasan pengelabuan. Seorang subyek yang tidak menyetujui
pengelabuan tersebut biasanya diberikan kesempatan untuk menolak
atau membiarkan peneliti untuk menggunakan informasi yang
diperoleh dari penelitian terhadap subyek tersebut.

Pengaruh tidak layak.

Peneliti harus berusaha untuk mengekslusikan pengaruh tidak layak


mengenai subyek. Meskipun demikian, garis batas antara persuasi
yang dapat dibenarkan dan pengaruh tak layak kurang jelas. Peneliti
tidak boleh memberikan jaminan yang tidak dibenarkan kepada calon
subyek tentang manfaat, resiko atau ketidaknyamanan lain dari
penelitian tersebut. Contoh dari pengaruh tidak layak adalah
membujuk seorang anggota keluarga dekat atau pemimpin
masyarakat untuk mempengaruhi keputusan calon subyek atau
mengancam untuk tidak memberikan pelayanan kesehatan. Lihat juga
Pedoman 4.

Intimidasi

Intimidasi dalam bentuk apapun membuat informed consent menjadi


tidak valid. Para calon subyek yang adalah pasien sering tergantung
pada perawatan medis peneliti, dan peneliti tersebut memiliki
kredibilitas tertentu di mata mereka. Jika protokol penelitian memiliki
komponen terapeutik, maka pengaruh peneliti terhadap mereka
menjadi luar biasa. Sebagai contoh, mereka mungkin merasa takut
bahwa penolakan untuk berpartisipasi akan merusak hubungan
mereka dengan peneliti tersebut. Peneliti harus meyakinkan calon
subyek bahwa keputusan mereka tentang apakah akan berpartisipasi

27
tidak akan mempengaruhi hubungan terapeutik atau manfaat lainnya
yang merupakan hak mereka.

Pencatatan persetujuan.

Persetujuan dapat ditandai dalam sejumlah cara. Subyek dapat


memberikan persetujuan tidak langsung melalui tindakan-tindakan
sukarelanya, mengekspresikan persetujuan secara lisan, atau
menandatangani formulir persetujuan. Sebagai aturan umum, subyek
harus menandatangani formulir persetujuan, atau dalam hal subyek
tidak kompeten, maka wakil hukum atau yang diberi wewenang harus
melakukan hal tersebut. Komisi etik dapat menyetujui tidak
digunakannya persyaratan formulir persetujuan yang ditandatangani
jika penelitian tidak mengandung lebih dari resiko minimal dan jika
prosedur yang akan digunakan hanya merupakan hal yang biasanya
tidak memerlukan formulir persetujuan yang ditandatangani di luar
konteks penelitian. Pembebasan syarat tersebut dapat juga disetujui
bila keberadaan dari formulir persetujuan yang ditandatangani akan
menjadi ancaman terhadap kerahasiaan subyek. Dalam kasus-kasus
tertentu, khususnya ketika informasi menjadi rumit, dianjurkan untuk
memberikan lembar informasi kepada subyek untuk disimpan. Ini
dapat menyerupai formulir persetujuan dalam segala segi kecuali
tidak diharuskan untuk menandatanganinya.

Persetujuan berlanjut.

Persetujuan awal harus diperbaharui bila perubahan materi terjadi


dalam kondisi atau prosedur-prosedur penelitian. Sebagai contoh,
informasi baru dapat timbul, baik dari penelitian maupun dari luar

28
penelitian, mengenai resiko-resiko atau manfaat dari terapi yang
sedang diuji atau tentang alternatif-alternatif terhadap terapi. Para
subyek harus diberikan informasi demikian. Dalam banyak uji klinis,
data tidak diungkapkan kepada subyek dan peneliti hingga penelitian
selesai. Ini secara etik dapat diterima jika data tersebut dipantau oleh
suatu komisiyang bertanggung jawab terhadap pemantauan data dan
keamanan (lihat Pedoman 14, halaman 40) dan suatu komisi etik telah
menyetujui untuk tidak mengungkapkannya.

Pedoman 4 : Bujukan untuk berpartisipasi

Subyek dapat dibayar untuk ketidaknyamanan dan waktu yang


dihabiskan, serta harus diganti biaya yang dikeluarkan dalam kaitan
dengan partisipasi mereka dalam penelitian. Mereka juga dapat
menerima pelayanan medis secara cuma-cuma. Meskipun demikian,
pembayaran tidak boleh dalam jumlah besar dan pelayanan medis
tidak boleh luas yang dapat mendorong calon subyek untuk
berpartisipasi dalam penelitian tersebut meskipun hal itu bertentangan
dengan penilaian mereka (“dorongan yang tidak layak”). Semua
pembayaran, penggantian biaya, dan pelayanan medis yang akan
diberikan kepada subyek penelitian harus disetujui oleh komisietik.

Komentar mengenai Pedoman 4

Imbalan yang dapat diterima.

Para subyek penelitian dapat diganti biaya transportasi dan biaya-


biaya lainnya serta menerima uang saku sekedarnya untuk

29
ketidaknyamanan yang disebabkan oleh partisipasi mereka dalam
penelitian tersebut. Demikian juga, para peneliti dapat memberikan
kepada mereka pelayan medis dan penggunaan fasilitas, serta
melakukan prosedur dan uji secara cuma-cuma, asal saja ini dilakukan
dalam kaitan dengan penelitian tersebut.

Imbalan yang tidak dapat diterima.

Pembayaran dalam bentuk uang atau sejenisnya bagi para calon


subyek tidak boleh sedemikian besar sehingga membujuk mereka
untuk mengambil resiko yang tidak layak atau keputusan yang
bertentangan dengan penilaian mereka. Pembayaran atau imbalan
yang merusak kapasitas seseorang untuk melaksanakan pilihan bebas
membuat persetujuan tidak valid. Mungkin sulit untuk membedakan
antara imbalan yang layak dan pengaruh tidak layak untuk
berpartisipasi dalam penelitian. Seorang penganggur atau mahasiswa
dapat melihat imbalan yang dijanjikan secara berbeda dengan seorang
yang memiliki pekerjaan. Seseorang tanpa akses terhadap pelayanan
medis dapat dipengaruhi secara tidak layak untuk berpartisipasi
dalam penelitian semata-mata untuk menerima pelayanan medis.Oleh
karena itu, imbalan uang atau sejenisnya harus dievaluasi dari sudut
pandang tradisi kebudayaan dan populasi tertentu di mana imbalan
tersebut ditawarkan.

Orang-orang yang tidak kompeten.

Orang-orang yang tidak kompeten mungkin rentan terhadap


eksploitasi untuk keuntungan finansial oleh wali-walinya. Seorang wali
yang diminta untuk memberikan persetujuan atas nama orang yang

30
tidak kompeten tersebut tidak boleh diberikan imbalan kecuali
penggantian biaya saku.

Penarikan diri dari penelitian.

Bila seorang subyek menarik diri dari penelitian, atau dikeluarkan


dengan alasan kesehatan, maka peneliti harus membayar subyek
tersebut sebagaimana ia telah berpartisipasi secara penuh. Bila
seorang subyek menarik diri karena alasan lain, maka peneliti harus
membayar setara dengan jumlah untuk partisipasi. Seorang peneliti
yang harus mengeluarkan seorang subyek dari penelitian karena
ketidakpatuhan yang sengaja berhak untuk menahan sebagian atau
seluruh pembayaran.

Pedoman 5 : Penelitian yang melibatkan anak-anak

Sebelum melakukan penelitian yang melibatkan anak-anak, maka


peneliti harus memastikan bahwa:
1. anak-anak tidak boleh dilibatkan dalam penelitian yang mung-
kin dapat dilakukan sama baiknya pada orang dewasa
2. tujuan penelitian adalah untuk memperoleh pengetahuan rele-
van dengan kebutuhan kesehatan anak-anak;
3. orang tua atau wakil hukum dari setiap anak telah memberikan
persetujuan wali;
4. persetujuan dari setiap anak telah diperoleh sejauh kemam-
puan anak;
5. penolakan anak untuk berpartisipasi dalam penelitian harus se-
lalu dihargai kecuali menurut protokol penelitian anak tersebut

31
akan menerima terapi yang secara medis tidak ada alternatif-
nya;
6. resiko yang ditimbulkan oleh intervensi yang tidak dimaksud-
kan untuk memberikan manfaat kepada subyek anak adalah
rendah dan setara dengan pentingnya pengetahuan yang
akan dicapai; dan
7. intervensi yang dimaksudkan untuk memberikan manfaat tera-
peutik setidak-tidak memiliki manfaat yang sama bagi subyek
anak sebagaimana manfaat suatu intervensi alternatif.

Komentar tentang Pedoman 5

Pembenaran keterlibatan anak.

Partisipasi anak-anak sangat penting dalam penelitian penyakit anak


dan kondisi-kondisi yang rentan bagi anak. Tujuan dari penelitian
tersebut harus relevan dengan kebutuhan kesehatan anak.

Persetujuan anak.

Harus diupayakan kerjasama sukarela dari anak, setelah anak


diinformasikan sesuai dengan kematangan dan intelektualnya. Usia di
mana anak secara hukum dianggap cakap untuk memberikan
informed consent sangat berbeda dari satu wilayah hukum ke wilayah
hukum lain. Di beberapa negara “usia persetujuan” (age of consent)
yang ditetapkan di berbagai propinsi atau negara bagian sangat
bervariasi. Seringkali anak yang belum mencapai usia persetujuan
yang cukup secara hokum dapat memahami implikasi dari informed
consent dan dapat melalui prosedur-prosedur yang diperlukan. Karena

32
itu mereka dapat secara sadar menyetujui untuk berfungsi sebagai
subyek penelitian. Pengaturan demikian tidak cukup untuk mengijinkan
partisipasi dalam penelitian kecuali hal itu dilengkapi dengan
persetujuan wali dari orang tua, wakil hukum atau yang diberikan
wewenang.

Anak-anak berusia lebih tua yang mampu memberikan informed


consent harus diseleksi lebih dahulu daripada anak-anak lebih muda
atau bayi, kecuali terdapat alasan ilmiah penting yang berkaitan
dengan usia untuk melibatkan anak-anak lebih muda lebih dahulu.
Suatu keberatan oleh anak untuk mengambil bagian dalam penelitian
harus selalu dihargai bahkan jika orang tua memberikan persetujuan
wali, kecuali menurut protokol penelitian anak tersebut akan menerima
terapi yang tidak tersedia alternatif yang dapat diterima secara medis.
Dalam kasus demikian, maka orang tua atau wali dapat diberikan
wewenang untuk menyingkirkan keberatan sang anak, khususnya jika
anak tersebut sangat muda atau belum matang.

Persetujuan wali dari orang tua atau wakil.

Peneliti harus memperoleh persetujuan wali dari orang tua atau wakil
sesuai dengan undang-undang setempat atau prosedur yang berlaku.
Dapat diasumsikan bahwa anak-anak berusia lebih dari 13 tahun
biasanya mampu memberikan informed consent, tetapi persetujuan
mereka harus dilengkapi dengan persetujuan wali dari orang tua atau
wakil, kecuali hal ini tidak diwajibkan oleh undang-undang setempat.

33
Pengamatan penelitian oleh orang tua.

Orang tua atau wakil yang memberikan persetujuan wali bagi seorang
anak untuk berpartisipasi dalam penelitian harus diberikan
kesempatan untuk mengamati penelitian tersebut ketika berlangsung,
sehingga mampu untuk menarik kembali anak tersebut dari penelitian
jika orang tua atau wakil memutuskan bahwa penting bagi sang anak
untuk menarik diri.

Dukungan psikologis dan medis.

Penelitian yang melibatkan anak-anak harus dilakukan di tempat di


mana anak-anak tersebut dan orang tua dapat memperoleh dukungan
medis dan psikologis yang memadai. Sebagai proteksi tambahan bagi
anak-anak, bila memungkinkan seorang peneliti dapat memperoleh
nasihat dari dokter keluarga anak atau petugas kesehatan tentang
masalah-masalah yang berkenaan dengan keterlibatan anak tersebut
dalam penelitian.

Pembenaran resiko.

Intervensi yang dimaksudkan untuk memberikan manfaat langsung


diagnostik, terapeutik atau preventif bagi subyek anak harus
dibenarkan dengan harapan bahwa hal tersebut setidak-tidaknya
memiliki manfaat sama bagi subyek anak seperti yang dapat diberikan
alternatif yang ada, mengingat resiko dan manfaat. Resiko dapat
dibenarkan dalam kaitan dengan manfaat yang diharapkan bagi anak
tersebut.

34
Resiko intervensi yang tidak dimaksudkan memiliki manfaat langsung
kepada subyek anak harus dibenarkan dalam kaitan dengan manfaat
yang diharapkan bagi masyarakat (pengetahuan umum). Secara
umum, resiko dari intervensi demikian harus bersifat minimal, yakni
tidak lebih besar dari resiko yang terdapat pada pemeriksaan medis
atau psikologis rutin terhadap anak-anak tersebut. Bila komisi etik
diyakinkan bahwa tujuan penelitian cukup penting, maka sedikit
penambahan di atas resiko minimal dapat diijinkan.

Pedoman 6 : Penelitian yang melibatkan orang dengan gangguan


mental atau tingkah laku

Sebelum melakukan penelitian yang melibatkan individu yang karena


gangguan mental atau tingkah laku tidak cakap untuk memberikan
informed consent, maka peneliti harus memastikan bahwa:
1. orang-orang demikian tidak akan menjadi subyek penelitian
yang dapat dilakukan sama baiknya pada orang-orang dengan
kecakapan mental yang baik;
2. tujuan penelitian adalah untuk memperoleh pengetahuan
relevan dengan kebutuhan kesehatan tertentu dari orang-orang
dengan gangguan mental atau tingkah laku;
3. persetujuan dari setiap subyek telah diperoleh sejauh
kemampuan subyek, dan penolakan calon subyek untuk
berpartisipasi dalam penelitian non-klinis harus selalu dihargai;
4. dalam kasus subyek-subyek yang tidak kompeten, informed
consent diperoleh dari wakil hukum atau orang yang diberikan
wewenang;

35
5. tingkat resiko yang terdapat pada intervensi dan tidak
dimaksudkan untuk memberikan manfaat bagi subyek adalah
rendah dan setara dengan pentingnya pengetahuan yang
akan diperoleh; dan
6. intervensi yang dimaksudkan untuk memberikan manfaat
terapeutik setidak-tidaknya memiliki manfaat yang sama bagi
subyek sebagaimana suatu alternatif.

Komentar tentang Pedoman 6

Pertimbangan-pertimbangan umum.

Meskipun dua populasi ini berbeda dalam banyak hal, pertimbangan-


pertimbangan etik yang telah dibahas dalam kasus anak-anak secara
umum dapat diterapkan orang-orang yang tidak mampu memberikan
informed consent secara memadai karena alasan gangguan mental
atau tingkah laku. Mereka tidak boleh menjadi subyek penelitian yang
dapat dilakukan dengan sama baiknya pada orang-orang memiliki
kecakapan mental yang baik, tetapi mereka jelas merupakan satu-
satunya subyek untuk sebagian besar penelitian mengenai asal usul
dan pengobatan gangguan mental atau tingkah laku berat tertentu.

Persetujuan individu.

Orang-orang dengan gangguan mental atau tingkah laku mungkin


tidak cakap untuk memberikan informed consent secara memadai.
Kerjasama sukarela dari calon-calon subyek demikian harus
diupayakan sejauh dimungkinkan oleh keadaan mental mereka, dan
keberatan untuk mengambil bagian dalam penelitian non-klinis harus
selalu dihargai. Bila suatu intervensi penelitian dimaksudkan

36
memberikan manfaat terapeutik bagi seorang subyek, maka keberatan
subyek tesebut harus dihargai kecuali tidak terdapat alternatif medis
layak dan undang-undang setempat mengijinkan penolakan terhadap
keberatan tersebut.

Persetujuan wali dari wakil.

Deklarasi Helsinki menyatakan bahwa “Dalam kasus ketidakcakapan


hukum, informed consent harus diperoleh dari wakil hukum sesuai
dengan undang-undang nasional. Bila ketidakmampuan fisik atau
mental tidak memungkinkan untuk memperoleh informed consent ijin
dari keluarga yang bertanggung jawab menggantikan ijin dari subyek
sesuai dengan undang-undang nasional” (Pasal I.11).

Persetujuan dari seorang anggota keluarga langsung – apakah isteri,


suami, orang tua, kakak, adik, -- harus diupayakan, tetapi kadangkala
meragukan nilainya, terutama karena keluarga memandang orang-
orang dengan gangguan mental atau tingkah laku sebagai beban.
Dalam kasus seorang individu yang telah dimasukkan ke suatu
institusi oleh putusan pengadilan, maka mungkin perlu untuk mencari
otorisasi hukum untuk melibatkan orang tersebut dalam penelitian.

Penyakit serius pada orang-orang yang tidak mampu memberikan


informed consent secara memadai karena gangguan mental atau
tingkah laku.

Orang-orang demikian yang memiliki atau beresiko terhadap penyakit-


penyakit serius seperti infeksi HIV, kanker atau hepatitis tidak boleh
ditiadakan dari kemungkinan memperoleh manfaat dari obat atau

37
vaksin yang diteliti yang dapat memberikan harapan manfaat
terapeutik dan preventif, khususnya bila tidak tersedia terapi atau
pencegahan setara atau lebih tinggi. Hak mereka untuk memperoleh
terapi atau pencegahan demikian dibenarkan secara etik dengan
alasan sama sebagaimana hak kelompok rentan lainnya (lihat
Pedoman 10). Orang-orang yang tidak mampu memberikan informed
consent secara memadai karena gangguan mental atau tingkah laku
secara umum bukan merupakan subyek yang sesuai untuk uji klinis
formal kecuali uji yang dirancang sebagai tanggapan terhadap
kebutuhan kesehatan tertentu mereka. Infeksi HIV langsung pada otak
dapat menimbulkan kecacatan mental. Dalam kasus pasien dengan
kecacatan demikian, maka uji klinis formal terhadap obat, vaksin atau
intervensi lainnya yang dirancang untuk mengobati atau mencegah
kecacatan tersebut dapat disetujui oleh komisi etik.

Dugaan ketidakmampuan untuk memberikan informed consent.


Bila dapat diprediksikan secara layak bahwa seorang kompeten akan
kehilangan kemampuannya untuk membuat keputusan valid tentang
perawatan medis, sebagaimana dalam kasus manifestasi awal dari
kecacatan kognitif yang disebabkan oleh infeksi HIV atau penyakit
Alzheimer, maka orang tersebut dapat diminta untuk menentukan
syarat-syarat di mana ia akan setuju menjadi subyek penelitian ketika
tidak mampu berkomunikasi, dan menunjuk seseorang yang akan
menyetujui atas namanya sesuai dengan keinginan subyek yang telah
diungkapkan sebelumnya.

38
Pedoman 7 : Penelitian yang melibatkan tawanan

Tawanan dengan penyakit serius atau beresiko terhadap penyakit


serius tidak boleh dengan semena-mena ditolak aksesnya terhadap
obat-obat, vaksin atau alat-alat lainnya yang menunjukkan manfaat
terapeutik atau preventif.

Komentar tentang Pedoman 7

Pertimbangan-pertimbangan umum.

Pedoman 7 tidak dimaksudkan sebagai persetujuan untuk melibatkan


tawanan sebagai subyek penelitian. Keterlibatan tawanan sukarela
dalam penelitian biomedis diijinkan hanya di beberapa negara, dan
bahkan di negara-negara tersebut hal ini bersifat kontroversial.

Mereka yang memperbolehkan tawanan untuk berpartisipasi dalam


penelitian berpendapat bahwa para tawanan tersebut sangat sesuai
karena mereka hidup dalam lingkungan fisik dan psikologis standar;
bahwa tidak mungkin mereka yang bekerja penuh atau aktif memiliki
waktu untuk berpartisipasi dalam eksperimen-eksperimen jangka
panjang; dan bahwa mereka memandang partisipasi demikian sebagai
pelepasan dari kebosanan kehidupan penjara, bukti dari nilai sosial
mereka, dan kesempatan untuk memperoleh sedikit penghasilan.

Mereka yang menentang hal tersebut berpendapat bahwa persetujuan


para tawanan tidak valid karena dipengaruhi oleh harapan akan
imbalan dan harapan-harapan lainnya seperti pembebasan bersyarat
lebih awal.

39
Meskipun tidak ada deklarasi internasional yang melarang tawanan
untuk berfungsi sebagai subyek penelitian biomedis, argumen-
argumen kontradiktoris namun persuasif meniadakan rekomendasi
yang disepakati secara internasional. Meskipun demikian, bila praktek
tersebut diijinkan, harus ada ketetapan bagi pemantauan independen
terhadap proyek-proyek penelitian tersebut.

Tawanan dan penyakit serius.

Para tawanan yang menderita atau beresiko terhadap penyakit-


penyakit serius seperti infeksi HIV, kanker atau hepatitis tidak boleh
ditiadakan haknya untuk memperoleh manfaat dari obat-obat atau
vaksin yang diteliti, terutama bila tidak tersedia produk-produk yang
setara atau lebih tinggi. Hak mereka untuk memperoleh terapi dan
pencegahan demikian dibenarkan secara etik dengan alasan sama
seperti hak kelompok rentan lainnya (lihat Pedoman 10). Meskipun
demikian, karena tidak ada penyakit yang khusus hanya menimpa
para tawanan, maka orang tidak dapat mendukung argumen yang
sama seperti argumen yang mendukung kesesuaian anak-anak dan
orang-orang dengan gangguan mental atau tingkah laku sebagai
subyek dalam uji klinis formal.

Pedoman 8 : Penelitian yang melibatkan masyarakat terbelakang

Sebelum melakukan penelitian yang melibatkan para subyek di


masyarakat terbelakang, baik di negara-negara maju maupun negara-
negara berkembang, peneliti harus memastikan bahwa:

40
1. orang-orang di masyarakat terbelakang biasanya tidak
dilibatkan dalam penelitian yang dapat dilakukan sama baiknya
di masyarakat maju;
2. penelitian merupakan respon terhadap kebutuhan dan prioritas
kesehatan masyarakat di mana hal tersebut akan dlakukan;
3. setiap usaha akan dilakukan untuk mentaati perintah etik
bahwa persetujuan dari subyek harus diinformasikan; dan
4. usulan penelitian telah ditinjau dan disetujui oleh komisi etik
yang memiliki orang-orang yang sepenuhnya mengenali kebi-
asaan dan tradisi dari masyarakat tersebut di antara anggota-
anggota dan konsultannya.

Komentar tentang Pedoman 8

Pertimbangan-pertimbangan umum.

Penyakit-penyakit yang jarang atau tidak pernah terjadi di negara-


negara atau masyarakat maju menghasilkan tingkat penyakit,
kecacatan atau kematian yang tinggi di beberapa masyarakat yang
secara sosial dan ekonnomi beresiko dieksploitasi untuk tujuan-tujuan
penelitian. Penelitian tentang pencegahan atau pengobatan terhadap
penyakit-penyakit ini diperlukan dan secara umum dilaksanakan di
sebagian besar negara dan masyarakat yang beresiko.

Implikasi etik dari penelitian yang melibatkan subyek manusia pada


prinsipnya identik di mana saja penelitian itu dilakukan. Mereka
berkaitan dengan penghargaan terhadap martabat setiap subyek
maupun penghargaan terhadap masyarakat, serta perlindungan
terhadap hak-hak dan kesejahteraan subyek manusia. Penilaian

41
terhadap resiko bawaan merupakan perhatian utama. Meskipun
demikian, sejumlah pertimbangan tambahan berlaku terutama pada
penelitian yang diadakan di masyarakat terbelakang baik di negara
maju mapun di negara berkembang, oleh para peneliti dan sponsor
dari negara maju atau dari lembaga-lembaga di negara berkembang.

Para individu dan keluarga di masyarakat demikian cenderung


dieksploitasi karena berbagai alasan. Beberapa orang mungkin tidak
mampu memberikan informed consent karena buta huruf, tidak
mengenali konsep-konsep kedokteran yang dianut oleh para peneliti,
atau hidup di masyarakat di mana prosedur-prosedur informed
consent masih asing bagi etos masyarakat. Para peneliti tertentu
mungkin ingin mengambil keuntungan dari kurang berkembangnya
peraturan atau tinjauan etik di sebagian besar negara berkembang,
yang dapat memperlambat akses ke subyek penelitian. Peneliti lain
mungkin menganggap lebih murah untuk melakukan penelitian di
negara berkembang yang dirancang untuk mengembangkan obat atau
produk lain bagi pasar negara maju.

Pedoman 8 ditulis atas dasar asumsi bahwa penelitian di negara


berkembang atau di masyarakat terbelakang umumnya akan dilakukan
oleh para peneliti dan disponsori oleh perwakilan dari negara maju
atau masyarakat maju dari negara berkembang. Peneliti atau sponsor
demikian dapat menemui praktek-praktek yang dapat dianggap
immoral di negara mereka sendiri. Hal ini harus diantisipasi dan
jangkauan respon yang dapat diterima oloh sponsor dan peneliti harus
dilaporkan secara rinci dalam protokol yang diserahkan ke komisietik.

42
Para peneliti harus menghormati standar etik dari negara mereka
sendiri dan harapan-harapan kultural dari masyarakat di mana
penelitian tersebut dilakukan, kecuali hal ini menunjukkan pelanggaran
terhadap aturan moral yang lebih tinggi. Para peneliti memiliki resiko
merusak reputasi mereka dengan melakukan pekerjaan yang di
negara tuan rumah dapat diterima tetapi di negara mereka sendiri hal
tersebut ditentang. Demikian juga, mereka dapat melanggar nilai-nilai
budaya dari negara tuan rumah dengan menyesuaikan diri secara
tidak kritis dengan harapan-harapan mereka sendiri.

Sifat penelitian.

Untuk melindungi terhadap eksploitasi individu dan keluarga di


masyarakat yang secara sosial dan ekonomi dapat dieksploitasi, para
sponsor dan peneliti, yang ingin melakukan penelitian di masyarakat
tersebut yang dapat dilakukan sama baiknya di masyarakat maju,
harus dapat meyakinkan komisi etiknasional mereka atau setempat.
Dalam hal penelitian yang disponsori dari luar hal ini dapat dilakukan
komisi etikyang sesuai, dan bahwa penelitian tersebut tidak akan
bersifat eksploitatif. Alasan untuk memilih suatu masyarakat
terbelakang harus dijelaskan secara eksplisit.

Penelitian yang dilakukan di masyarakat terbelakang harus merupakan


respon terhadap kebutuhan dan prioritas kesehatan dari masyarakat
tersebut. Penelitian tersebut tidak boleh menghabiskan sumber daya
yang biasanya digunakan oleh masyarakat tersebut untuk perawatan
kesehatan dari anggota masyarakat. Jika suatu produk akan
dikembangkan seperti suatu bahan terapeutik baru, maka harus
dicapai pemahaman yang jelas di antara para peneliti, sponsor, dan

43
wakil-wakil dari negara-negara yang bekerja sama, dan pemimpin
masyarakat tentang apa yang diharapkan dari masyarakat dan apa
yang dapat dan tidak dapat diberikan pada akhir penelitian.
Pemahaman demikian harus dicapati sebelum dimulai penelitian untuk
memastikan bahwa penelitian tersebut sungguh-sungguh merupakan
respon terhadap prioritas-prioritas masyarakat.

Sebagai aturan umum, perwakilan sponsor harus memastikan bahwa


dengan selesainya pengujian yang berhasil suatu produk akan
disediakan bagi penduduk dari masyarakat terbelakang tersebut di
mana penelitian dilakukan. Pengecualian terhadap aturan ini harus
dapat dibenarkan dan disepakati oleh semua pihak yang berkaitan
sebelum dimulai penelitian.

Penelitian obat Tahap I dan penelitian vaksin Tahap I dan II (Lampiran


2) harus dilaksanakan hanya di masyarakat maju dari negara sponsor.
Secara umum, uji vaksi Tahap III dan uji obat Tahap II dan III harus
dilakukan secara serentak di masyarakat setempat dan di negara
sponsor. Hal ini dapat ditiadakan di negara sponsor hanya dengan
alasan bahwa obat atau vaksin dirancang untuk mengobati atau
mencegah suatu penyakit atau dengan alasan lain bahwa penyakit
tersebut jarang atau tidak pernah terjadi di negara sponsor.

Informed consent.
Harus dilakukan berbagai upaya untuk memperoleh informed consent
dari setiap calon subyek sesuai dengan standar yang dijelaskan di
Pedoman 1 hingga 3, untuk memastikan bahwa hak-hak calon subyek
dihargai. Sebagai contoh, bila karena kesulitan komunikasi peneliti

44
tidak dapat membuat calon subyek sepenuhnya sadar akan implikasi
dari partisipasi untuk memberikan informed consent secara memadai,
maka keputusan dari setiap calon subyek apakah akan menyetujui
harus diperoleh melalui perantara yang terpercaya seperti pemimpin
masyarakat. Dalam beberapa kasus, mekanisme lain yang disetujui
oleh komisi etik mungkin lebih sesuai. Meskipun persetujuan
diperoleh, semua calon subyek harus secara jelas diberitahukan
bahwa partisipasi mereka sepenuhnya bersifat sukarela, dan bahwa
mereka bebas untuk menolak berpartisipasi atau menarik diri dari
partisipasi kapan saja tanpa hilangnya hak mereka. Peneliti diwajibkan
untuk memastikan bahwa setiap calon subyek diberitahukan secara
jelas segala sesuatu yang harus disampaikan sebagaimana jika
penelitian tersebut dilakukan di suatu masyarakat maju, dan
memastikan agar dilakukan usaha sungguh-sungguh untuk membuat
subyek memahami informasi ini. Jikalau tidak, jaminan kebebasan
untuk menolak atau menarik diri dari partisipasi akan menjadi tidak
berarti.

Semua rencana untuk menggunakan standar di atas untuk


menginformasikan, memberikan bantuan dengan pemahaman, dan
memastikan kebebasan untuk menolak atau menarik diri harus
disetujui oleh komisi etikdan dilengkapi dengan cara lain untuk
memastikan bahwa hak-hak calon subyek dihormati.

Tinjauan etik.
Kemampuan untuk menilai penerimaan berbagai aspek etik dari suatu
proposal memerlukan pemahaman menyeluruh tentang kebiasaan dan
tradisi suatu masyarakat. Komisi etik juga harus memiliki anggota

45
atau konsultan dengan pemahaman demikian, sehingga komisi
tersebut dapat mengevaluasi cara yang diusulkan untuk memperoleh
informed consent dan menghormati hak-hak calon subyek. Sebagai
contoh, orang-orang tersebut harus mampu mengidentifikasi anggota-
anggota masyarakat yang sesuai untuk berfungsi sebagai perantara
antara peneliti dan subyek, untuk memutuskan dari sudut pandang
tradisi masyarakat, dan memberikan perlindungan untuk data dan
informasi yang dianggap pribadi atau sensitif oleh subyek.

Pertimbagan-pertimbangan HIV/AIDS.
Infeksi HIV dan AIDS bersifat endemik di banyak negara dan
masyarakat di dunia, baik di negara maju maupun di negara
berkembang. Beberapa ciri HIV/AIDS/ membenarkan keterlibatan
orang dari masyarakat terbelakang dalam penelitian epidemiologis
yang relevan dengan HIV/AIDS maupun dalam penelitian yang
dirancang untuk menguji bakal obat atau vaksin untuk pengobatan dan
pencegahan infeksi HIV dan AIDS. Ini mencakup, tetapi tidak terbatas
pada, bukti bahwa cara penularan infeksi, dan sejarah penyakit dapat
sangat berbeda di antara masyarakat-masyarakat. Di samping itu,
jenis HIV berbeda di berbagai wilayah dunia, dan pemahaman ilmiah
dewasa ini adalah bahwa jenis-jenis berbeda dapat merespon secara
berbeda terhadap vaksin atau obat. Jika penelitian dilakukan hanya di
negara dan masyarakat maju, maka manfaat dari penelitian demikian
tidak dapat dinikmati oleh negara berkembang. Oleh karena itu,
partisipasi dalam penelitian HIV/AIDS pada penduduk dari masyarakat
terbelakang yang diseleksi secara tepat harus didorong, asal saja hak
dan kesejahteraan mereka dilindungi secara memadai sebagaimana
dikemukakan dalam Pedoman 8.

46
Pedoman 9 : Informed consent dalam penelitian epidemiologis

Untuk beberapa tipe penelitian epidemiologis, informed consent dari


individu menjadi tidak praktis atau tidak dianjurkan. Dalam kasus
demikian, komisi etikharus menentukan apakah penelitian tersebut
secara etik dapat diterima tanpa informed consent dan apakah
rencana peneliti untuk melindungi keamanan serta menghormati
privasi dari subyek penelitian dan mempertahankan kerahasiaan data
telah memadai.

Komentar tentang Pedoman 9

Pertimbangan-pertimbangan umum.

Untuk penelitian epidemiologis, adalah normal bagi peneliti untuk


memperoleh persetujuan dan kerjasama dari pihak berwenang
nasional atau setempat yang bertanggung jawab terhadap kesehatan
masyarakat pada populasi yang akan diteliti. Dalam kasus masyarakat
di mana pengambilan keputusan kolektif merupakan tradisi, sebaiknya
diupayakan persetujuan dari masyarakat tersebut, biasanya melalui
wakil-wakil terpilihnya.

Informed consent.

Penelitian epidemiologis yang memerlukan pemeriksaan dokumen


seperti rekam medis, sampel sisa yang anonim dari darah, urin, saliva
atau spesimen jaringan dapat dilakukan tanpa persetujuan dari
individu yang bersangkutan, sejauh hak mereka terhadap kerahasiaan
dijamin oleh metoda penelitian ini.

47
Bila fokus penelitian merupakan seluruh masyarakat dan bukannya
subyek manusia perorangan (sebagai contoh, untuk menguji
penggunaan zat tambahan dalam persediaan air masyarakat, atau
suatu prosedur atau metoda perawatan kesehatan baru, atau suatu
metoda kontrol baru terhadap vektor-vektor penyakit seperti nyamuk
atau tikus) maka persetujuan atau penolakan individu untuk
dihadapkan pada intervensi tersebut akan menjadi tidak berarti kecuali
individu tersebut rela meninggalkan masyarakat tersebut. Meskipun
demikian, individu tersebut dapat menolak untuk menjalani prosedur
seperti kuesioner atau uji darah yang dirancang untuk memperoleh
data untuk mengevalusi intervensi tersebut.

Bila penelitian epidemiologis memerlukan kontak pribadi antara


peneliti dan subyek-subyek, maka persyaratan umum untuk informed
consent secara langsung berlaku. Bila mereka melibatkan individu
terutama sebagai anggota dari kelompok populasi, maka dapat
dibenarkan untuk tidak mencari informed consent dari setiap individu.
Dalam hal kelompok populasi dengan struktur sosial, adat istiadat
umum dan kepemimpinan yang diakui, maka peneliti perlu menjalin
kerjasama untuk memperoleh persetujuan dari pimpinan kelompok
tersebut. Dalam hal kelompok yang didefinisikan semata-mata dalam
pengertian demografik atau statistik, tanpa pemimpin atau wakil-wakil,
maka peneliti harus meyakinkan komisi etik bahwa keamanan dari
subyek-subyek penelitian dan kerahasiaan data akan dijaga ketat.

Persetujuan tidak diperlukan untuk penggunaan informasi yang


tersedia secara umum, tetapi peneliti harus mengetahui bahwa
negara-negara dan masyarakat-masyarakat berbeda dalam hal

48
informasi apa mengenai individu yang dianggap umum. Para peneliti
yang menggunakan informasi demikian harus menghidari
pengungkapan informasi yang secara pribadi sensitif.

Dalam kasus penelitian tentang bentuk-bentuk tertentu dari tingkah


laku sosial, komisi etik dapat menentukan bahwa tidak dianjurkan
untuk mengupayakan informed consent karena hal tersebut akan
menyusahkan tujuan suatu penelitian. Sebagai contoh, ketika
diinformasikan tentang tingkah laku yang akan dipelajari calon-calon
subyek cendurung akan merubah tingkah laku mereka tersebut.
Komisi etik harus diyakinkan bahwa akan ada perlindungan memadai
terhadap kerahasiaan dan bahwa pentingnya tujuan penelitian setara
dengan resiko bagi subyek-subyek tersebut.

Para peneliti yang mengusulkan untuk melakukan penelitian


epidemiologis harus membaca Pedoman Internasional untuk Tinjauan
Etik terhadap Penelitian Epidemiologis (CIOMS, 1991).

SELEKSI SUBYEK-SUBYEK PENELITIAN

Pedoman 10 : Distribusi beban dan manfaat yang merata

Para individu atau masyarakat yang akan diundang untuk menjadi


subyek penelitian harus diseleksi sedemikian rupa sehingga beban
dan manfaat penelitian akan dibagi rata. Diperlukan alasan khusus
untuk mengundang para individu yang rentan, dan jika mereka
diseleksi, cara melindungi hak dan kesejahteraan mereka harus
diterapkan secara ketat.

49
Komentar tentang Pedoman 10

Pertimbangan-pertimbangan umum.

Secara umum distribusi beban dan manfaat yang merata dari


partisipasi dalam penelitian tidak menimbulkan masalah bila subyek-
subyek bersangkutan tidak mencakup para individu atau masyarakat
yang rentan. Kadangkala, bila penelitian dirancang untuk
mengevaluasi bahan terapeutik yang dipahami secara luas akan
memberikan manfaat lebih besar daripada yang bahan terapeutik yang
ada, maka mungkin tepat untuk mempublikasikan secara luas
kesempatan untuk berpartisipasi dalam penelitian tersebut atau untuk
menetapkan program-program bagi individu atau kelompok yang tidak
memiliki akses terhadap informasi tentang program-program
penelitian.

Distribusi beban dan manfaat yang merata dari partisipasi penelitian


umumnya lebih sulit bila subyek-subyek bersangkutan mencakup
individu atau kelompok rentan. Kelompok individu yang secara
tradisional dianggap rentan adalah mereka dengan kemampuan atau
kebebasan memilih yang terbatas untuk menyetujui. Mereka
merupakan subyek dari pedoman khusus dalam publikasi ini dan
mencakup anak-anak, orang-orang yang karena gangguan mental
atau tingkah laku tidak cakap untuk memberikan informed consent,
dan para tawanan. Pembenaran etik dari keterlibatan mereka biasanya
mengsyaratkan agar para peneliti meyakinkan komisi etik bahwa:
1. penelitian dapat dilakukan sama baiknya pada subyek-subyek
yang kurang rentan;

50
2. penelitian dimaksudkan untuk memperoleh pengetahuan yang
menghasilkan perbaikan diagnosis, pencegahan atau
pengobatan penyakit atau masalah-masalah kesehatan lainnya
yang khas pada kelompok rentan, baik subyek aktual atau
anggota kelompok rentan dalam situasi serupa;
3. subyek-subyek penelitian dan anggota lain dari kelompok
rentan dari mana subyek akan direkrut biasanya diyakinkan
bahwa mereka akan memperoleh akses terhadap produk-
produk diagnostik, preventif atau terapeutik yang akan tersedia
sebagai konsekuensi penelitian;
4. resiko yang terdapat pada penelitian yang tidak dimaksudkan
untuk memberikan manfaat bagi subyek akan bersifat minimal,
kecuali komisi etikmenetapkan sedikit penambahan di atas
resiko minimal (lihat Pedoman 5); dan
5. bila calon-calon subyek tidak kompeten atau sama sekali tidak
mampu memberikan informed consent, maka persetujuan
mereka akan dilengkapi oleh persetujuan wali dari wakil hukum
mereka atau dari wakil yang diberi wewenang.

Kelompok sosial rentan lainnya.

Kualitas persetujuan dari calon subyek yang adalah anggota muda


atau bawahan dari suatu kelompok hierarki memerlukan pertimbangan
hati-hati, karena persetujuan untuk menjadi sukarelawan dapat
dipengaruhi oleh harapan akan perlakuan yang lebih baik atau karena
takut tidak disetujui atau pembalasan dendam jika mereka menolak.
Contoh-contoh dari kelompok demikian adalah mahasiswa-mahasiswa
kedokteran atau perawat, petugas bawahan dari rumah sakit atau

51
laboratorium, karyawan perusahaan farmasi, dan anggota angkatan
bersenjata atau kepolisian.

Karena mereka bekerja secara dekat dengan para peneliti atau atasan
mereka, maka cenderung dipanggil lebih sering daripada yang lainnya
untuk berfungsi sebagai subyek penelitian, dan hal ini dapat
mengakibatkan distribusi beban dan manfaat yang tidak merata dalam
penelitian.

Kelompok-kelompok lain dapat juga dianggap rentan. Mereka


mencakup residen dari rumah-rumah perawatan, orang-orang yang
menerima manfaat kesejahteraan atau bantuan sosial dan orang-
orang miskin lainnya serta kaum penganggur, pasien dalam ruang
gawat darurat, kelompok etnik dan ras minoritas tertentu, tuna wisma,
musafir, pengungsi, serta pasien dengan penyakit yang tak
tersembuhkan. Sejauh kelompok-kelompok ini dan kelas-kelas
masyarakat lainnya memiliki atribut yang menyerupai atribut kelompok
yang diidentifikasi sebagai rentan, maka kebutuhan akan perlindungan
terhadap hak dan kesejahteraan mereka harus dipertimbangkan.

Orang-orang dengan infeksi HIV atau beresiko terjangkit infeksi HIV.

Orang-orang dalam kategori ini tidak rentan dalam arti memiliki


kemampuan terbatas untuk memberikan informed consent. Meskipun
demikian, ciri-ciri tertentu dari infeksi HIV dan epidemi AIDS telah
mendorong dipertimbangkannya beberapa aspek etik penelitian yang
melibatkan subyek manusia. Sebagai akibatnya, beberapa negara
telah mengembangkan kebijakan dan praktek-praktek yang dirancang
sebagai respon terhadap masalah-masalah khusus yang ditimbulkan

52
oleh infeksi HIV. Beberapa di antara masalah ini didiskusikan dalam
paragraf berikut ini. Meskipun komentar ini berkenaan dengan
masalah-masalah yang berkaitan dengan infeksi HIV, prinsip-prinsip
dasar berlaku sama pada masalah-masalah yang berkaitan dengan
kondisi-kondisi yang kurang lebih serupa.

Obat dan terapi lain yang belum diberikan lisensi untuk disediakan
secara umum -- karena penelitian yang dirancang untuk menetapkan
keamanan dan kemanjuran mereka masih harus diselesaikan --
kadangkala disediakan untuk orang-orang dengan infeksi HIV. Ini tidak
sesuai dengan Deklarasi Helsinki, Pasal II.1, yang menyatakan
“…dokter harus bebas untuk menggunakan suatu tindakan diagnostik
atau terapeutik baru, jika menurut penilaiannya hal itu memberikan
harapan untuk menyelamatkan hidup, membangun kembali kesehatan
atau meredakan penderitaan.”

Obat atau terapi lain yang disediakan -- karena menjanjikan janji


manfaat terapeutik -- bagi orang-orang yang tidak dianggap rentan
harus sama disediakan bagi anggota-anggota populasi rentan,
khususnya bila tidak tersedia terapi setara atau lebih tinggi. Anak-
anak, wanita hamil atau perawat, orang-orang dengan gangguan
mental atau tingkah laku yang tidak mampu memberikan informed
consent, serta tawanan berhak untuk memiliki akses yang sama
terhadap manfaat dari bahan yang diteliti, kecuali terdapat alasan,
seperti kontraindikasi medis, untuk tidak menyediakan akses demikian.

Bila wanita menggunakan obat yang diteliti untuk infeksi HIV, maka
diperlukan perhatian khusus. Para wanita yang tidak hamil bila mereka

53
mulai menggunakan obat tersebut harus dinasihatkan tentang
kontrasepsi yang terpercaya. Di negara-negara maju, ibu-ibu
menyusui yang meminta untuk diobati dengan obat yang diteliti untuk
infeksi HIV harus dinasihati agar mereka menghentikan pemberian
ASI sementara meminum obat tersebut, kecuali bila terdapat bukti
jelas bahwa obat tersebut tidak nampak dalam air susu. Dalam setiap
kasus di mana suatu obat yang diteliti diberikan kepada seorang ibu
hamil atau menyusui, harus ada pemantauan hati-hati dan, jika ada,
laporan tentang dampak-dampak pada janin atau anak.

Meskipun umumnya diharuskan agar penelitian dilakukan di populasi


kurang rentan sebelum melibatkan populasi yang lebih rentan,
beberapa pengecualian dapat dibenarkan. Secara umum, anak-anak
tidak sesuai sebagai subyek uji obat Tahap I atau uji vaksin Tahap I
atau II, tetapi dalam beberapa kasus uji-uji demikian dapat diijinkan
setelah uji klinis pada orang dewasa telah menunjukkan efek
terapeutik. Sebagai contoh, uji vaksin Tahap II yang mencari bukti
immunogenesitas pada bayi dapat dibenarkan dalam kasus suatu
vaksin yang telah terbukti mencegah atau memperlambat kemajuan
dari infeksi HIV asimptomatik ke penyakit pada orang dewasa. Contoh-
contoh tambahan diberikan dalam komentar pada Pedoman 6 dan 8.

Sifat mengancam kehidupan dan berinfeksi dari HIV/AIDS tidak


merupakan alasan untuk mengenyampingkan hak-hak dari subyek
penelitian terhadap informed consent, partisipasi sukarela atau
penarikan diri dari penelitian, atau perlindungan terhadap kerahasiaan.
Dalam hal protokol penelitian yang memberikan uji diagnostik bagi
infeksi HIV, prosedur untuk memperoleh informed consent harus

54
dilengkapi dengan konseling di mana setiap subyek diinformasikan
tentang AIDS dan infeksi HIV, dinasihati untuk menghindari tingkah
laku yang beresiko, dan dinasihati tentang resiko diskriminasi sosial
terhadap individu yang dianggap terinfeksi HIV atau beresiko terhadap
infeksi demikian. Dalam kasus pasien dengan penyakit HIV atau
orang-orang yang menjadi sadar akan terinfeksi HIV, maka tim peneliti
harus memberikan kepada mereka pelayanan diperlukan atau merujuk
mereka untuk tindak lanjut.

Partisipasi dalam uji obat dan vaksin di bidang infeksi HIV dan AIDS
dapat membebani subyek penelitian dengan resiko atau kerugian dari
diskriminasi sosial. Resiko demikian layak mendapat pertimbangan
sebagaimana diberikan kepada konsekuensi-konsekuensi medis yang
merugikan dari obat atau vaksin. Harus diupayakan untuk mengurangi
kemungkinan tersebut. Sebagai contoh, peserta dalam uji vaksin
dapat dimungkinkan untuk mendemonstrasikan bahwa seropositif HIV
mereka disebabkan karena mereka telah divaksinasi, dan bukannya
karena infeksi alamiah. Ini dapat dicapai dengan membekali para
subyek dengan dokumen yang membuktikan partisipasi mereka dalam
uji vaksin, atau dengan mempertahankan daftar rahasia dari peserta
uji, dan informasi ini dapat disediakan kepada perwakilan luar atas
permintaan seorang peserta.

55
Pedoman 11 : Seleksi wanita hamil atau menyusui sebagai
subyek penelitian

Wanita hamil atau menyusui baigamanapun juga tidak boleh menjadi


subyek penelitian non-klinis kecuali penelitian tesebut tidak
mengandung lebih dari resiko minimal bagi janin atau bayi menyusui
dan tujuan penelitian adalah utnuk memperoleh pengetahuan tentang
kehamilan atau laktasi. Sebagai aturan umum, wanita hamil atau
menyusui tidak boleh menjadi subyek dari uji klinis kecuali bila uji
tersebut dirancang untuk melindungi atau memajukan kesehatan dari
wanita hamil atau menyusui atau janin atau bayi menyusui, dan di
mana wanita yang tidak hamil atau tidak menyusui bukan merupakan
subyek yang sesuai.

Komentar tentang Pedoman 11

Pertimbangan-pertimbangan um um.

Secara umum wanita hamil dan menyusui bukan merupakan subyek


yang sesuai untuk uji klinis formal selain yang dirancang untuk
merespon kebutuhan kesehatan dari wanita-wanita tersebut atau janin
mereka atau bayi menyusui. Contoh-contoh dari uji demikian
mencakup uji yang dirancang untuk menguji keamanan dan
kemanjuran suatu obat untuk mengurangi penularan perinatal infeksi
HIV dari ibu ke anak, uji terhadap bahan untuk mendeteksi
abnormalitas janin, atau uji-uji terapi untuk kondisi-kondisi yang
berkaitan dengan atau diperburuk oleh kehamilan, seperti mual dan
muntah, hipertensi atau diabetes. Alasan pembenaran untuk
partisipasi mereka dalam uji-uji klinis tersebut adalah bahwa mereka

56
tidak akan ditiadakan semena-mena dari kesempatan untuk menerima
manfaat dari obat-obat, vaksin atau bahan-bahan lain yang diteliti yang
menjanjikan manfaat terapeutik atau preventif. Dalam semua kasus
resiko bagi subyek wanita, janin dan bayi harus diminimalkan, sejauh
diijinkan oleh rancangan penelitian yang baik.

Seorang wanita mungkin memutuskan untuk menghentikan menyusui


agar terpilih berpartisipasi dalam penelitian klinis, tetapi hal ini tidak
dianjurkan, khususnya di negara-negara berkembang di mana
penghentian menyusui dapat merugikan anak yang disusui dan juga
meningkatkan resiko kehamilan lain.

Seleksi wanita sebagai subyek penelitian.

Para wanita di sebagian besar masyarakat telah didiskriminasikan


berkenaan dengan keterlibatan mereka dalam penelitian. Wanita yang
secara biologis mampu untuk hamil biasanya telah diekslusikan dari uji
klinis formal terhadap obat, vaksin dan bahan-bahan lain karena resiko
tidak tentu bagi janin. Oleh karena itu, hanya sedikit yang diketahui
tentang keamanan dan kemanjuran dari sebagian besar obat, vaksin
atau bahan bagi wanita-wanita tersebut, dan kurangnya pengetahuan
ini dapat membahayakan. Sebagai contoh, thalidomide menyebabkan
kerusakan yang lebih luas daripada seandainya jika pemberian
pertamanya kepada wanita-wanita tersebut dilakukan dalam konteks
uji klinis formal yang dipantau hati-hati.

Suatu kebijakan umum untuk mengekslusikan wanita yang secara


biologis mampu hamil dari uji klinis demikian adalah tidak adil karena
hal tersebut meniadakan kesempatan bagi wanita sebagai kelompok

57
orang untuk mengambil manfaat pengetahuan baru yang diperoleh
dari uji-uji tersebut. Di samping itu, hal tersebut merupakan
pelanggaran terhadap hak mereka untuk menentukan nasib sendiri.
Pengeksklusian wanita hanya dapat dibenarkan dengan alasan seperti
adanya bukti atau kecurigaan bahwa obat atau vaksin tertentu bersifat
mutagenik atau teratogenik. Namun, meskipun para wanita dalam usia
reproduktif harus diberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam
penelitian, mereka harus dibantu untuk memahami bahwa penelitian
tersebut dapat menimbulkan resiko bagi janin.

Wanita pra-menopause juga telah dieksklusikan dari partisipasi dalam


banyak aktivitas penelitian, termasuk penelitian-penelitian non-klinis,
yang tidak memerlukan pemberian obat atau vaksin dengan alasan
kalau-kalau perubahan psikologis yang berkaitan dengan berbagai
fase siklus menstruasi akan menyulitkan interpretasi terhadap data
penelitian. Sebagai akibatnya, sedikit sekali yang diketahui tentang
wanita dibanding dengan proses fisiologis normal pria. Hal ini juga
tidak adil karena meniadakan wanita sebagai kelompok orang dari
manfaat pengetahuan tersebut.

Informed consent.

Memperoleh informed consent dari wanita, termasuk mereka yang


hamil atau menyusui biasanya tidak menimbulkan masalah khusus.
Meskipun demikian, pada beberapa kebudayaan hak-hak wanita untuk
menentukan nasib sendiri dan untuk memberikan informed consent
yang valid tidak diakui. Dalam kasus demikian, wanita tidak boleh
dilibatkan secara normal dalam penelitian karena masyarakat yang
mengakui hak-hak ini mewajibkan informed consent. Meskipun

58
demikian, para wanita dengan penyakit serius atau beresiko mengidap
penyakit tersebut tidak boleh ditiadakan kesempatan mereka untuk
menerima terapi yang diteliti bila tidak ada alternatif yang lebih baik,
meskipun mereka mungkin tidak menyetujui sendiri. Harus dilakukan
usaha untuk membuat para wanita tersebut mengenali kesempatan-
kesempatan ini dan mengajak mereka untuk memutuskan apakah
ingin menerima terapi yang diteliti, meskipun informed consent formal
harus diperoleh dari orang lain, biasanya pria. Ajakan demikian
mungkin sebaiknya disampaikan oleh wanita yang memahami
kebudayaan tersebut secara baik untuk melihat apakah calon-calon
penerima terapi yang diteliti sungguh-sungguh ingin menerima atau
menolak terapi tersebut.

Penelitian yang berkaitan dengan penghentian kehamilan. Tidak ada


rekomendasi berkenaan dengan penerimaan penelitian yang berkaitan
dengan penghentian kehamilan, atau yang dilakukan dalam
mengantisipasi penghentian kehamilan. Penerimaan penelitian
demikian tergantung pada keyakinan religius, tradisi kebudayaan dan
undang-undang nasional.

KERAHASIAAN DATA

Pedoman 12 : Melindungi kerahasiaan

Peneliti harus melindungi secara aman kerahasiaan data. Para subyek


harus diberitahu tentang batas-batas kemampuan peneliti untuk
melindungi kerahasiaan dan kemungkinan konsekuensi pelanggaran
kerahasiaan.

59
Komentar tentang Pedoman 12

Pertimbangan-pertimbangan umum.

Pasal I.6. Deklarasi Helsinki menyatakan bahwa ”Hak subyek


penelitian untuk melindungi integritasnya harus selalu dihormati.
Setiap tindakan hati-hati harus ditempuh untuk menghormati privasi
subyek.” Pendekatan umum untuk menunjukkan penghormatan
terhadap privasi adalah dengan memperoleh informed consent
terlebih dahulu untuk mempublikasikan data penelitian serta
meminimalkan kemungkinan pelanggaran kerahasiaan. Jika
persyaratan informed consent ditiadakan oleh panitia peninjau etik,
maka harus ditempuh langkah-langkah alternatif. Langkah-langkah
tersebut didiskusikan dalam Pedoman Internasional untuk Tinjauan
Etik terhadap Penelitian Epidemiologis (CIOMS,1991).

Kerahasiaan antara dokter dan pasien.

Para pasien dalam hubungan terapeutik dengan dokter memiliki hak


untuk mengharapkan bahwa semua informasi akan dijaga
kerahasiaannya secara ketat dan hanya diungkapkan kepada mereka
yang memerlukan informasi tersebut seperti perawat atau teknisi untuk
mengobati pasien, atau mereka yang memiliki hak hukum untuk hal
tersebut. Seorang dokter yang mengobati tidak boleh mengungkapkan
data identitas pasien kepada peneliti kecuali pasien tersebut telah
lebih dahulu memberikan persetujuan untuk pengungkapan informasi
itu.

Para dokter atau petugas kesehatan lainnya mencatat hal-hal rinci dari
pengamatan dan intervensi mereka dalam rekam medis atau catatan-

60
catatan lainnya. Para pakar epidemiologi dan peneliti lain sering
memanfaatkan catatan-catatan demikian. Dalam penelitian terhadap
rekam medis biasanya tidak praktis untuk memperoleh informed
consent dari setiap pasien yang diidentifikasi. Oleh karena itu, komisi
etik dapat meniadakan persyaratan informed consent. Pada lembaga-
lembaga di mana catatan-catatan dapat digunakan untuk tujuan
penelitian tanpa informed consent dari pasien, sebaiknya
memberitahukan para pasien secara umum tentang praktek demikian.
Pemberitahuan tersebut biasanya melalui cara pernyataan dalam
brosur informasi pasien.

Dalam kasus penelitian yang terbatas pada rekam medis subyek,


akses untuk itu harus disetujui oleh komisi etikdan harus diawasi oleh
seseorang yang sepenuhnya menyadari persyaratan kerahasiaan.

Kerahasiaan antara peneliti dan subyek.

Penelitian yang berkaitan dengan para individu atau kelompok dapat


melibatkan pengumpulan dan penyimpanan data yang jika
diungkapkan ke pihak ketiga dapat menimbulkan kerugian atau
tekanan. Para peneliti harus melindungi kerahasiaan data tersebut,
misalnya dengan meniadakan informasi yang dapat
mengidentifikasikan subyek individu, membatasi akses terhadap data
tersebut, atau dengan cara-cara lain.

Para calon subyek harus diinformasikan tentang batas-batas


kemampuan peneliti dalam memastikan kerahasiaan dan
kemungkinan konsekuensi sosial yang merugikan dari keterbatasan
atau pelanggaran kerahasiaan. Dalam beberapa kasus, para peneliti

61
diwajibkan untuk mengkomunikasikan data dari catatan-catatan ke
otoritas registrasi obat nasional atau sponsor penelitian tersebut.
Sebagai contoh, beberapa wilayah hukum mewajibkan pelaporan
penyakit-penyakit menular tertentu kepada otoritas kesehatan
masyarakat atau pelaporan bukti-bukti penyalahgunaan anak kepada
perwakilan yang sesuai. Keterbatasan pada kemampuan untuk
mempertahankan kerahasiaan ini harus diantisipasi dan diungkapkan
kepada calon-calon subyek.

KOMPENSASI TERHADAP SUBYEK PENELITIAN UNTUK


CEDERA TAK DISENGAJA

Pedoman 13 : Hak subyek untuk kompensasi

Para subyek penelitian yang menderita cedera tak disengaja sebagai


akibat keikutsertaan mereka berhak untuk menerima bantuan finansial
atau lainnya sebagai ganti rugi setara untuk kecacatan atau
ketidakmampuan sementara atau permanen. Dalam kasus kematian,
tanggungan mereka berhak untuk menerima ganti rugi materi. Hak
untuk kompensasi dapat ditiadakan.

Komentar tentang Pedoman 13

Cedera tak disengaja.

Cedera tak disengaja yang disebabkan oleh prosedur-prosedur yang


dilakukan sepenuhnya untuk mencapai tujuan penelitian jarang
mengakibatkan kematian atau kecacatan sementara atau permanen.

62
Kematian, kecacatan atau ketidakmampuan lebih mungkin terjadi
sebagai akibat intervensi diagnostik, preventif atau terapeutik dari
penelitian. Meskipun demikian, secara umum kematian atau cedera
serius kurang mungkin timbul dari terapi penelitian yang diberikan
dalam konteks penelitian yang dirancang dan dilakukan secara tepat
dibanding dengan terapi standar serupa dalam praktek medis rutin.
Biasanya, subyek penelitian manusia berada dalam keadaan yang
sangat menguntungkan karena mereka berada dalam observasi ketat
dan terus-menerus dari peneliti yang kompeten dan waspada dalam
mendeteksi tanda-tanda sekecil apapun dari reaksi yang tidak
diinginkan. Kondisi-kondisi menguntungkan demikian lebih kecil
kemungkinan terjadi dalam praktek medis.

Kompensasi setara.
Kompensasi dilakukan kepada subyek yang mengalami cedera fisik
bermakna dari prosedur-prosedur yang dilakukan semata-mata untuk
mencapai tujuan penelitian. Keadilan mewajibkan bahwa setiap
subyek penelitian biomedis secara otomatis berhak untuk kompensasi
yang adil untuk cedera apapun. Kompensasi umumnya tidak dilakukan
pada subyek penelitian yang menderita reaksi merugikan yang
diantisipasi dari terapi penelitian atau prosedur-prosedur lain yang
dilakukan untuk mendiagnosa atau mencegah penyakit. Reaksi-reaksi
demikian tidak berbeda dalam jenis dari reaksi-reaksi yang terjadi
dalam praktek medis.

Sebagimana dalam tahap awal uji obat, bila tidak jelas apakah suatu
prosedur dilakukan terutama untuk penelitian atau untuk tujuan
terapeutik, maka komisi etik harus menentukan lebih dahulu cedera

63
untuk subyek mana yang akan dikompensasi dan subyek mana yang
tidak akan dikompensasi. Para calon subyek harus diinformasikan
tentang keputusan komisi etik, sebagai bagian dari proses informed
consent.

Para subyek tidak boleh diharuskan melepaskan hak mereka untuk


kompensasi atau menunjukkan ketidakpedulian atau kurangnya
kecakapan yang layak dari peneliti untuk menuntut kompensasi.
Proses atau formulir informed consent tidak boleh mengandung kata-
kata yang melepaskan peneliti dari tanggung jawab dalam kasus
cedera tak disengaja, atau yang menunjukkan secara tidak langsung
bahwa subyek akan melepaskan hak-hak hukumnya, termasuk hak
untuk memperoleh kompensasi untuk cedera.

Di beberapa masyarakat hak untuk kompensasi untuk cedera tak


disengaja tidak diakui. Oleh karena itu, ketika memberikan informed
consent untuk berpartisipasi, para subyek penelitian harus
diberitahukan apakah tersedia kompensasi dalam hal cedera tak
disengaja, dan keadaan-keadaan di mana mereka atau orang-orang
tanggungan mereka akan menerima hal itu.

Kewajiban sponsor untuk membayar.

Sponsor, baik perusahaan farmasi, pemerintah, maupun lembaga,


harus setuju untuk menyediakan kompensasi sebelum dimulainya
penelitian bagi cedera fisik untuk mana subyek berhak terhadap
kompensasi. Para sponsor dianjurkan untuk memperoleh jaminan
memadai terhadap resiko-resiko untuk membayar kompensasi,
terlepas dari bukti kesalahan.

64
PROSEDUR TINJAUAN

Pedoman 14 : Konstitusi dan tanggung jawab komisietik

Semua usulan untuk melakukan penelitian yang melibatkan subyek


manusia harus diserahkan untuk ditinjau dan disetujui oleh satu atau
lebih komisi etikdan ilmiah. Peneliti harus memperoleh persetujuan
bagi usulan melakukan penelitian sebelum dimulai penelitian tersebut.

Komentar tentang Pedoman 14

Pertimbangan-pertimbangan umum.

Ketetapan-ketetapan bagi tinjauan penelitian yang melibatkan subyek


manusia dipengaruhi oleh lembaga-lembaga politik, organisasi praktek
dan penelitian medis, dan tingkat otonomi yang diberikan kepada
peneliti medis. Tetapi, apapun keadaan tersebut, masyarakat memiliki
tanggung jawab ganda untuk memastikan bahwa:
1. semua obat, alat dan vaksin yang diteliti pada subyek manusia
memenuhi standar keamanan; dan
2. ketetapan-ketetapan dari Deklarasi Helsinki diberlakukan pada
semua penelitian biomedis yang melibatkan subyek manusia.

Penilaian keamanan.

Kewenangan untuk menilai keamanan dan kualitas obat dan vaksin


yang dimaksudkan untuk digunakan pada manusia paling efektif
berada pada komis ipenasihat multidisiplin. Dalam banyak kasus,
komisi-komisidemikian akan berfungsi dengan baik jika mereka
beroperasi pada tingkat nasional. Dalam kasus-kasus lain, mereka
sangat efektif pada tingkat regional atau lokal. Para ahli klinik,

65
farmakologi klinik, farmakologi, mikrobiologi, epidemiologi, statistik,
dan pakar-pakar lain memiliki kontribusi penting untuk memberikan
penilaian demikian. Banyak negara kurang memiliki sumber daya
untuk menilai data teknis secara independen menurut prosedur dan
standar yang kini diharuskan di banyak negara maju. Untuk jangka
pendek, peningkatan dalam hal ini lebih tergantung pada pertukaran
informasi efisien secara internasional.

Komisi etik. Tinjauan ilmiah dan tinjauan etik tidak dapat dipisahkan
secara jelas: penelitian yang baik secara ilmiah pada subyek manusia
pada dasarnya tidak etik dalam arti bahwa penelitian tersebut dapat
memaparkan subyek pada resiko atau ketidaknyamanan tanpa suatu
tujuan. Oleh karena itu, umumnya komisi etikmempertimbangkan
baik aspek-aspek etik maupun aspek-aspeik ilmiah dari penelitian
yang diusulkan.

Tinjauan ilmiah.

Pasal I.1 dari Deklarasi Helsinki menyatakan bahwa “penelitian


biomedis yang melibatkan subyek manusia harus selaras dengan
prinsip-prinsip ilmiah yang dapat diterima secara umum dan harus
didasarkan pada percobaan hewan atau laboratorium yang dilakukan
secara memadai dan pada pegetahuan menyeluruh tentang
kepustakaan ilmiah.”

Komisi-komisi yang berkompeten untuk meninjau dan menyetujui


aspek-aspek ilmiah dari uji klinik harus bersifat multidisiplin, seperti
yang ditentukan terlebih dahulu untuk penilaian keamanan. Dalam
banyak kasus, komisi tersebut berfungsi sangat efektif pada tingkat

66
nasional. Suatu komisi peninjau ilmiah nasional memberikan beberapa
keuntungan lebih daripada komisi-komisilokal. Pertama, memperkuat
keahlian yang diperlukan dalam satu kelompok memungkinkan para
anggota untuk memperdalam pengetahuan mereka dalam bidang
tersebut, dan dengan demikian meningkatkan kualitas dan manfaat
tinjauan. Kedua, kesadaran komisinasional tentang sumua usulan
penelitian di negara tersebut mempermudah kinerja dari fungsi
esensial lain, dan seleksi protokol-protokol tersebut sangat mungkin
mencapai tujuan penelitian kesehatan bangsa.

Jika komisi etik menganggap suatu usulan penelitian baik secara


ilmiah, atau memverifikasi bahwa suatu badan ahli yang kompeten
telah menemukan demikian, maka komisi tersebut akan
mempertimbangkan apakah resiko-resiko yang diketahui atau yang
mungkin pada subyek dapat dibenarkan oleh manfaat-manfaat yang
diharapkan (dan apakah metoda-metoda pelaksanaan penelitian akan
mengurangi kerugian dan memaksimalkan manfaat) dan, jika
demikian, apakah prosedur yang diusulkan untuk memperoleh
informed consent telah memuaskan serta prosedur yang diusulkan
untuk seleksi subyek-subyek bersifat adil.

Resiko dan manfaat.

Deklarasi Helsinki melarang pembebanan resiko yang tidak


dibenarkan pada subyek-subyek penelitian manusia. Pasal 1.4
mewajibkan bahwa “pentingnya tujuan setara dengan resiko yang ada
pada subyek.” Sebagai contoh, kebutuhan akan cara-cara
pencegahan atau pengobatan infeksi HIV atau AIDS merupakan
pembenaran jelas dari penelitian yang ditujukan untuk pengobatan dan

67
pencegahan tersebut. Meskipun demikian, mungkin tidak dapat
membenarkan semua uji klinis dari semua zat yang diteliti. Uji klinis
harus didahului oleh eskperimen laboratorium yang cukup, termasuk
bila memungkinkan uji hewan untuk mendemonstrasikan
kemungkinan sukses tanpa resiko yang tidak sesuai. Uji awal
demikian diimplisitkan dalam Deklarasi Helsinki, Pasal I.7, yang
mengharuskan tidak dilakukannya penelitian yang melibatkan subyek
manusia kecuali “resiko yang ada diyakini dapat diramalkan”, dan
Pasal I.5 yang mengharuskan bahwa uji klinis “didahului oleh penilaian
hati-hati tentang resiko yang diramalkan dibandingkan dengan
manfaat yang terlihat bagi subyek atau orang lain.”

Yang terbaik adalah bila manfaat ditujukan untuk masyarakat tetapi


tidak untuk subyek, maka para subyek harus merupakan individu-
individu yang sepenuhnya mampu memberikan informed consent dan
yang memahami serta menerika resiko-resiko. Dengan demikian,
kecuali terdapat pembenaran yang sangat kuat, maka uji vaksin Tahap
I dan II serta uji obat Tahap I tidak boleh melibatkan subyek-subyek
dengan kemampuan terbatas untuk memberikan informed consent
atau yang rentan. Persyaratan dari Deklarasi Helsinki, Pasal III.2
bahwa “subyek-subyek harus merupakan sukarelawan – baik orang-
orang sehat atau pasien-pasien di mana rancangan percobaan tidak
berkaitan dengan penyakit pasien” tidak boleh dianggap ringan.

Dalam uji obat Tahap II dan III dan uji vaksin Tahap III, bila manfaat
dimaksudkan untuk para subyek dan manfaat tersebut sangat mungkin
terealisir, maka diijinkan untuk melibatkan para anggota kelompok
rentan dan orang-orang dengan kemampuan terbatas untuk

68
menyetujui. Meskipun demikian, sebagaimana diharuskan oleh Pasal
II,3 Deklarasi Helsinki, “setiap pasien -– termasuk kelompik kontrol,
jika ada -– harus diyakinkan terhadap metoda diagnostik dan
terapeutik terbaik.” Oleh karena itu, jika ada suatu obat yang disetujui
dan diterima untuk kondisi di mana bakal obat dirancang untuk
mengobati, maka plasebo untuk kontrol biasanya tidak dapat
dibenarkan.

Pembenaran etik untuk memulai uji klinik acak juga harus memenuhi
persyaratan dari Pasal II, 3. Terapi (atau intervensi lain) yang
dibandingkan harus dipandang sebagai sama menguntungkan bagi
calon subyek: yakni tidak boleh ada bukti ilmiah bahwa untuk
menetapkan keunggulan yang satu terhadap yang lain. Di samping itu,
tidak ada intervensi lain yang diketahui lebih unggul daripada
intervensi yang dibandingkan dalam uji klinis, kecuali persyaratan
partisipasi dibatasi pada orang-orang yang telah tidak berhasil diobati
dengan intervensi unggulan lain atau dibatasi pada orang-orang yang
menyadari intervensi lain dan keunggulannya tetapi memilih untuk
tidak menerimanya.

Untuk setiap uji klinis acak harus terdapat data dan komisi
pemantauan keamanan, yang beranggung jawab untuk memantau
data yang diperoleh selama peneltian dan untuk membuat
rekomendasi bagi para sponsor dan peneliti tentang perubahan atau
penghentian penelitian, atau tentang perbaikan proses atau formulir
informed consent. Rekomendasi demikian dibuat sebagai tanggapan
terhadap diketahuinya peristiwa-peristiwa merugikan oleh komisi, di
mana sifat-sifat, frekuensi dan besarnya tidak diantisipasi oleh para

69
peneliti atau sponsor ketika mereka merencanakan penelitian tersebut,
atau diketahuinya bukti-bukti bahwa salah satu terapi atau tindakan
preventif yang diuji dalam uji klinis lebih unggul dari yang lain. Selama
tahap perencanaan uji klinis, “aturan-aturan penghentian” (stopping
rules) harus ditetapkan untuk membimbing komisipemantauan data
dan keamanan dalam menentukan kapan harus direkomendasikan
penghentian penelitian tesebut.

Tinjauan nasional atau lokal.

Komisi-komisi peninjau dapat ditetapkan di bawah dukungan


administrasi kesehatan nasional atau lokal, dewan-dewan penelitian
medis nasional atau badan-badan perwakilan nasional lainnya. Dalam
suatu administrasi yang sangat terpusat, suatu komisipeninjau
nasional dapat ditetapkan untuk tinjauan ilmiah atau etik terhadap
protokol-protokol nasional. Di negara-negara di mana penelitian medis
diarahkan dari pusat, protokol-protokol lebih efektif dan lebih mudah
ditinjau dari sudut pandang etik pada tingkat lokal atau wilayah.
Kompetensi dari suatu komisilokal dapat dibatasi sepenuhnya pada
lembaga penelitian tunggal atau dapat mencakup semua penelitian
biomedis yang melibatkan subyek manusia dan dilakukan di suatu
wilayah geografis tertentu. Tanggung-jawab dasar dari komisi-komisi
etik lokal mencakup dua hal:

1. memverifikasi bahwa semua intervensi yang diusulkan,


khususnya pemberian obat dan vaksin atau penggunaan alat-
alat medis yang sedang dikembangkan, telah dinilai oleh suatu
badan ahli yang kompeten sebagai cukup aman untuk
dilakukan pada subyek manusia; dan

70
2. memastikan bahwa semua masalah etik lainnya yang timbul
dari suatu protokol dapat dipecahkan secara memuaskan baik
dalam prinsip maupun dalam praktek.

Keanggotaan komisi.

Komisi peninjau lokal harus dipersiapkan agar mampu memberikan


tinjauan yang lengkap dan memadai tentang aktivitas-aktivitas
penelitian yang dirujuk kepada mereka, seperti perawat, pakar hukum,
pakar etik dan alim ulama, maupun orang awam yang memenuhi
syarat untuk mewakili nilai-nilai budaya dan moral di masyarakat.
Keanggotaan tesebut harus mencakup baik pria maupun wanita.
Komisi-komisi yang sering meninjau penelitian yang ditujukan kepada
penyakit-penyakit atau kecacatan tertentu, seperti AIDS atau
paraplegia, harus mempertimbangkan keuntungan untuk menyertakan
pasien dengan penyakit tersebut sebagai anggota dan konsultan.
Demikian juga, komisi-komisi yang meninjau penelitian yang
melibatkan kelompok-kelompok rentan seperti anak-anak, pelajar,
orang-orang tua atau karyawan harus mempertimbangkan
keuntungan untuk menyertakan wakil-wakil dari kelompok atau
pendukung kelompok tersebut. Keanggotaan harus dirotasikan secara
berkala dengan tujuan menggabungkan keuntungan pengalaman
dengan keuntungan keterbukaan terhadap perkembangan budaya dan
ilmiah. Ketidaktergantungan terhadap peneliti dan penghindaran
konflik kepentingan dicapai dengan mengeksklusikan anggota dengan
kepentingan langsung terhadap usulan tersebut dalam menilai suatu
proposal.

71
Kebutuhan akan persyaratan tinjauan yang ketat.

Persyaratan komisi peninjau harus cukup ketat dalam kasus usulan


penelitian yang melibatkan anak-anak, wanita hamil dan menyusui,
orang-orang dengan gangguan mental atau tingkah laku, masyarakat
yang tidak mengenal konsep klinis modern, dan kelompok-kelompok
sosial rentan lainnya, serta dalam kasus penelitian non-klinis invasif.
Dalam mempertimbangkan usulan-usulan demikian, komisi peninjau
harus serius dalam menentukan bahwa seleksi subyek-subyek
penelitian bersifat merata (dirancang untuk mendistribusikan beban
dan manfaat secara adil) dan mengurangi resiko bagi subyek-subyek.

Penelitian multisenter.

Beberapa proyek penelitian dirancang untuk dilakukan di sejumlah


tempat dalam masyarakat atau negara yang berbeda. Secara umum,
untuk memastikan bahwa hasil-hasil penelitian akan valid, penelitian
tersebut harus dilakukan dengan cara yang sama pada setiap tempat
yang berbeda. Penelitian-penelitian demikian mencakup uji klinis
multisentra, evaluasi program-program pelayanan kesehatan, dan
berbagai jenis penelitian epidemiologis. Dalam penelitian tersebut,
komisi etik harus menerima atau menolak protokol seluruhnya. Komisi
tersebut tidak boleh menetapkan persyaratan untuk merubah dosis
obat, merubah kriteria penerimaan atau penolakan, atau membuat
modifikasi serupa lainnya. Pada beberapa penelitian demikian,
tinjauan etik dan ilmiah dapat dipermudah dengan kesepakatan di
antara lembaga-lembaga untuk menerima hasil-hasil tinjauan oleh satu
komisipeninjau, yang anggota-anggotanya mencakup wakil-wakil dari
berbagai komisi etik pada setiap tempat dimana penelitian dilakukan.

72
Sanksi-sanksi.

Komisi-komisi etik umumnya tidak memiliki kewenangan untuk


memberikan sanksi pada peneliti yang melanggar standar etik dalam
melakukan penelitian yang melibatkan subyek manusia. Meskipun
demikian, mereka harus diwajibkan untuk melaporkan ke pihak
berwenang institusional atau pemerintah tentang ketidakpatuhan
serius dan terus-menerus dalam protokol yang telah mereka setujui.
Kegagalan dalam menyerahkan protokol kepada komisi tersebut harus
dianggap pelanggaran terhadap standar etik.

Sanksi-sanksi yang dibebankan oleh pihak berwenang institusional,


pemerintah, profesional atau pihak berwenang lainnya yang memiliki
kekuasaan disipliner harus digunakan sebagai cara terakhir yang
ditempuh. Metoda kontrol yang lebih disukai antara lain adalah
penciptaan suasana saling percaya dan dukungan untuk
mempromosikan kemampuan melaksanakan penelitian secara etik
pada peneliti dan sponsor.

Andaikata diperlukan sanksi-sanksi, maka mereka harus ditujukan


pada peneliti atau sponsor yang tidak patuh. Sanksi-sanksi ini dapat
mencakup denda atau penangguhan hak untuk menerima dana
penelitian, untuk menggunakan terapi yang diteliti, atau untuk
mempraktekkan kedokteran. Penolakan untuk mempublikasikan hasil-
hasil penelitian yang dilakukan secara tidak etik, sebagaimana diatur
dalam Pasal I.8 Deklarasi Helsinki, dapat dipertimbangkan
sebagaimana penolakan untuk menerima data yang diperoleh secara
tidak etik yang diserahkan untuk mendukung permohonan registrasi
obat. Tetapi sanksi-sanksi ini meniadakan manfaat tidak saja bagi

73
peneliti atau sponsor yang bersalah, tetapi juga segmen masyarakat
yang dimaksudkan untuk mengambil manfaat dari penelitian tersebut.
Kemungkinan konsekuensi demikian patut memperoleh pertimbangan
hati-hati.

Bila memungkinkan, publikasi laporan-laporan tentang hasil-hasil


penelitian yang melibatkan subyek manusia harus mencakup suatu
pernyataan bahwa penelitian tersebut dilakukan sesuai dengan
pedoman-pedoman ini. Jika ada penyimpangan dari pedoman-
pedoman ini maka hal tersebut harus dijelaskan dan diberikan alasan
dalam laporan yang diserahkan untuk publikasi.

Informasi yang akan diberikan oleh peneliti.

Apapun prosedur yang ditempuh untuk tinjauan etik, tinjauan


demikian harus didasarkan pada protokol rinci yang mencakup:

1. suatu pernyataan jelas tentang tujuan-tujuan penelitian,


berkenaan dengan keadaan pengetahuan sekarang, dan
alasan untuk melakukan penelitian pada subyek manusia;
2. deskripsi tepat tentang semua intervensi yang diusulkan,
termasuk dosis obat dan lama pengobatan yang direncanakan;
3. deskripsi tentang rencana untuk menarik atau menahan terapi
standar selama penelitian;
4. deskripsi tentang rencana analis statistik terhadap penelitian
yang mencakup kalkulasi statisitk penelitian, penetapan kriteria
untuk menghentikan penelitian, dan demonstrasi bahwa jumlah
subyek yang tepat akan direkrut;

74
5. kriteria yang menentukan penerimaan dan penarikan subyek-
subyek individual, termasuk rincian lengkap prosedur untuk
mengupayakan dan memperoleh informed consent;
6. laporan tentang faktor-faktor pendorong ekonomis atau lain-
nya untuk berpartisipasi seperti penawaraan pembayaran tu-
nai, imbalan, atau pelayanan atau fasilitas gratis, dan kewaji-
ban-kewajian finansial yang dipikul oleh subyek, seperti pem-
bayaran utnuk pelayanan medis; dan
7. untuk penelitian yang mengandung lebih dari resiko minimal
bagi cedera fisik, dijelaskan, jika ada, rencana untuk memberi-
kan terapi medis untuk cedera demikian dan pemberian kom-
pensasi untuk kecacatan atau kematian yang berkaitan dengan
penelitian.

Informasi harus juga mencakup:

1. keamanan dari setiap intervensi yang diusulkan dan kea-


maman obat atau vaksin yang akan diuji, termasuk hasil-hasil
dari penelitian hewan dan laboratorium yang sesuai;
2. manfaat dan resiko yang diharapkan dari partisipasi;
3. cara-cara yang diusulkan untuk memperoleh informed consent
atau bila seorang calon subyek tidak mampu memberikan in-
formed consent, maka jaminan bahwa persetujuan wali akan
diperoleh dari orang yang diberi wewenang dan bahwa hak-hak
serta kesejahteraan setiap subyek akan dilindungi secara me-
madai;
4. identifikasi organisasi yang mensponsori penelitian dan laporan
rinci tentang komitmen finansial sponsor bagi lembaga peneli-

75
tian, peneliti, subyek penelitian, dan bila memungkinkan
masyarakat;
5. rencana untuk menginformasikan kepada subyek tentang
kerugian dan manfaat selama penelitian, dan hasil-hasil akhir
dari penelitian;
6. penjelasan tentang siapa yang akan dilibatkan dalam penelitian
tersebut, usia, jenis kelamin dan kondisi, dan jika ada, kelom-
pok yang diekslusikan, serta alasan pengekslusian;
7. alasan untuk melibatkan orang-orang dengan kemampuan ter-
batas untuk memberikan informed consent sebagai subyek
penelitian atau anggota-anggota dari kelompok sosial yang
rentan;
8. bukti bahwa peneliti memenuhi syarat dan berpengalaman dan
diyakinkan mengenai fasilitas yang memadai untuk pelak-
sanaan penelitian yang aman dan efisien;
9. ketentuan-ketentuan yang akan dibuat untuk melindungi kera-
hasiaan data; dan
10. sifat dari pertimbangan etik yang terkait, bersama dengan
indikasi bahwa prinsip-prinsip Deklarasi Helsinki akan
dilaksanakan.

76
PENELITIAN YANG DISPONSORI PIHAK ASING

Pedoman 15 : Kewajiban mensponsori dan negara-negara tuan


rumah

Penelitian yang disponsori pihak asing mensyaratkan dua kewajiban


etik:

1. Suatu perwakilan sponsor asing harus menyerahkan protokol


penelitian kepada komisi etikdan ilmiah menurut standar negara
perwakilan yang mensponsori, dan standar etik yang berlaku
tidak boleh kurang ketat daripada seandainya penelitian
tersebut dilakukan di negara tersebut.
2. Setelah memperoleh persetujuan etik di negara perwakilan yang
mensponsori, pihak berwenang dari negara tuan rumah,
termasuk komisi etiknasional atau lokal atau yang setara harus
memastikan bahwa usulan penelitan memenuhi persyaratan etik
mereka sendiri.

Komentar tentang Pedoman 15

Definisi.

Istilah “penelitian yang disponsori pihak asing” merujuk pada penelitian


yang dilakukan di suatu negara tuan rumah tetapi disponsori, dibiayai,
dan kadangkala seluruh atau sebagian dilakukan oleh suatu
perwakilan internasional atau nasional luar, dengan kerjasama atau
persetujuan dari pihak-pihak berwenang, lembaga-lembaga dan
petugas dari negara tuan rumah.

77
Tinjauan etik dan ilmiah.

Komisi-komisi baik di negara perwakilan sponsor maupun di negara


tuan rumah memiliki tanggung jawab untuk melakukan tinjauan ilmiah
dan etik, maupun kewenangan untuk menolak menyetujui usulan-
usulan penelitian yang gagal memenuhi standar ilmiah atau etik
mereka. Tanggung jawab khusus dapat diberikan kepada komisi
peninjau di kedua negara bila sponsor atau peneliti di negara maju
mengusulkan untuk melakukan penelitian di negara berkembang. Bila
sponsor asing merupakan perwakilan internasional, maka protokol
penelitian harus ditinjau menurut prosedur dan standar tinjauan etik
independennya sendiri.

Komisi-komisi di negara sponsor asing atau perwakilan internasional


memiliki tanggung jawab khusus untuk menentukan apakah metoda-
metoda ilmiah tersebut dapat diterima dan sesuai dengan tujuan
penelitian, apakah obat, vaksin atau alat yang akan diteliti memenuhi
standar keamanan yang memadai, apakah ada alasan yang kuat
untuk melakukan penelitian di negara tuan rumah dan bukannya di
negara perwakilan sponsor asing, dan bahwa penelitian yang
diusulkan secara prinsip tidak melanggar standar etik dari negara
sponsor asing atau organisasi internasional.

Komisi-komisi di negara tuan rumah memiliki tanggung jawab khusus


untuk menentukan apakah tujuan penelitian merupakan respon
terhadap kebutuhan dan prioritas kesehatan dari negara tuan rumah.
Di samping itu, karena pemahaman mereka yang lebih baik tentang
kebudayaan di mana penelitian tersebut diusulkan untuk dilakukan,
maka mereka memiliki tanggung jawab khusus untuk memastikan

78
adanya seleksi merata terhadap para subyek dan dapat diterimanya
rencana untuk memperoleh informed consent, untuk menghormati
privasi, mempertahankan kerahasiaan, dan memberikan manfaat yang
tidak dianggap merupakan dorongan berlebihan untuk menyetuji.

Secara singkat, tinjauan etik di negara sponsor asing dapat dibatasi


pada usaha memastikan kepatuhan dengan standar etik yang
dinyatakan secara luas, dengan pemahaman bahwa komisi-komisi etik
di negara tuan rumah akan memiliki kompetensi yang lebih besar
dalam meninjau rencana rinci untuk kepatuhan mengingat
pemahaman mereka yang lebih baik mengenai nilai-nilai budaya dan
moral dari populasi di mana penelitian tersebut akan dilakukan.

Penelitian yang dirancang untuk mengembangkan produk-produk


terapeutik, diagnostik atau preventif.

Bila penelitian yang disponsori pihak asing dilakukan dan dibiayai oleh
suatu sponsor industrial seperti perusahaan farmasi, maka adalah
demi kepentingan negara tuan rumah untuk mengharuskan bahwa
usulan penelitian diserahkan dengan komentar tentang pihak
berwenang yang bertanggung jawab dari negara yang melakukan
inisiatif tersebut, seperti administrasi kesehatan, dewan penelitian,
atau organisasi kedokteran atau ilmu pengetahuan.

Penelitian yang disponsori pihak luar dan dirancang untuk


mengembangkan suatu produk terapeutik, diagnostik atau preventif
harus merupakan respon terhadap kebutuhan kesehatan dari negara
tuan rumah. Penelitian tersebut harus dilakukan hanya di negara tuan
rumah di mana penyakit atau kondisi lain yang diindikasikan oleh

79
produk tersebut merupakan masalah penting. Sebagai pedoman
umum, perwakilan sponsor harus menyetujui lebih dahulu sebelum
dimulainya penelitian bahwa setiap produk yang dikembangkan
melalui penelitian tersebut akan tersedia bagi penduduk masyarakat
atau negara tuan rumah pada akhir pengujian yang berhasil.
Pengecualian terhadap persyaratan umum ini harus dapat diterima
dan disepakati oleh semua pihak yang terkait sebelum dilakukan
penelitian. Harus dipertimbangkan apakah perwakilan sponsor
sebaiknya setuju untuk mempertahankan pelayanan kesehatan dan
fasilitas yang disediakan untuk tujuan penelitian di negara tuan rumah
setelah selesainya penelitian tersebut.

Kewajiban sponsor asing.

Tujuan sekunder penting dari penelitian bersama yang disponsori oleh


pihak luar adalah membantu mengembangkan kemampuan negara
tuan rumah untuk melaksanakan proyek-proyek penelitian serupa
secara independen, termasuk tinjauan etik mereka. Oleh karena itu,
pihak sponsor asing diharapkan untuk mempekerjakan dan, jika perlu,
melatih para individu lokal untuk berfungsi sebagai peneliti, asisten
peneliti, atau pengelola data, atau jabatan-jabatan serupa lainnya. Bila
diperlukan, pihak sponsor harus juga mempersiapkan fasilitas dan
personil untuk menyediakan pelayanan kesehatan bagi populasi di
mana subyek-subyek penelitian direkrut. Meskipun pihak sponsor tidak
diwajibkan untuk menyediakan fasilitas atau petugas pelayanan
kesehatan melampaui apa yang diperlukan bagi pelaksanaan
penelitian, melakukan hal tersebut merupakan hal yang terpuji secara
moral. Walaupun demikian, pihak sponsor memiliki kewajiban untuk

80
memastikan bahwa para subyek yang mengalami cedera sebagai
akibat intervensi penelitian dapat memperoleh pengobatan medis
secara cuma-cuma, dan bahwa kompensasi diberikan untuk kematian
atau kecacatan yang terjadi sebagai akibat cedera tersebut (lihat
Pedoman 13 untuk pernyataan tentang ruang lingkup dan batas-batas
dari kewajiban demikian). Pihak sponsor dan peneliti juga harus
merujuk subyek-subyek atau calon-calon subyek yang ditemukan
memiliki penyakit yang tidak berkaitan dengan penelitian untuk
pelayanan kesehatan, dan harus menasihati calon-calon subyek yang
ditolak sebagai subyek penelitian karena tidak memenuhi kriteria
kesehatan bagi penelitian untuk mengupayakan perawatan medis.
Para sponsor diharapkan untuk memastikan bahwa subyek-subyek
penelitian dan masyarakat dari mana mereka direkrut tidak mengalami
hal yang lebih buruk sebagai akibat penelitian (terlepas dari resiko-
resiko intervensi penelitian yang dapat diterima), misalnya melalui
penyaluran sumber-sumber daya lokal yang langka untuk penelitian.
Para sponsor dapat mengungkapkan informasi yang berkaitan dengan
kesehatan negara atau masyarakat tersebut kepada pihak berwenang
di negara tuan rumah, yang ditemukan selama penelitian.

Para sponsor asing diharapkan untuk menyediakan bantuan


keuangan, pendidikan dan bantuan lainnya yang layak untuk
memungkinkan negara tuan rumah mengembangkan kemampuannya
sendiri untuk tinjauan etik independen terhadap usulan-usulan
penelitian dan untuk membentuk komisi-komisi ilmiah dan etik yang
independen dan kompeten. Untuk menghindari konflik kepentingan,
dan untuk memastikan ketidaktergantungan komisi-komisi, bantuan
tersebut sebaiknya tidak diberikan secara langsung kepada komisi,

81
tetapi lebih baik berupa dana yang disediakan bagi pemeritah negara
tuan rumah atau bagi lembaga penelitian tuan rumah.

Kewajiban-kewajiban sponsor bervariasi menurut keadaan penelitian


tertentu dan kebutuhan negara tuan rumah. Kewajiban-kewajiban
sponsor dalam penelitian tertentu harus dijelaskan sebelum penelitian
dimulai. Jika ada, protokol penelitian harus menjelaskan sumber daya,
fasilitas, bantuan atau pelayanan apa yang akan disediakan selama
dan setelah peneltian bagi masyarakat dari mana subyek-subyek
direkrut dan bagi negara tuan rumah. Hal-hal rinci tentang pengaturan-
pengaturan ini harus disepakati oleh pihak sponsor, para pejabat
negara tuan ruman, atau pihak-pihak berkepentingan lainnya, dan jika
sesuai, masyarakat dari mana subyek-subyek direkrut. Komisi etik di
negara tuan rumah harus menentukan apakah sebagian atau seluruh
rincian ini menjadi bagian dari proses kesepakatan.

82
Lampiran 1

DEKLARASI HELSINKI IKATAN DOKTER SEDUNIA

Rekomendasi yang mengatur para dokter dalam penelitian


biomedis yang melibatkan subyek manusia

Diterima oleh Sidang Umum Majelis Kedokteran Sedunia ke 18


Helsinki, Finlandia, Juni 1964
dan diamendemen oleh
Sidang Umum Majelis Kedokteran Sedunia ke 29
Tokyo, Jepang, Oktober 1975
Sidang Umum Majelis Kedokteran Sedunia ke 35
Venice, Italia, Oktober 1983
dan
Sidang Umum Majelis Kedokteran Sedunia ke 41
Hong Kong, September 1989

PENGANTAR

Adalah misi dokter untuk melindungi kesehatan masyarakat.


Pengetahuan dan kesadaran nuraninya didedikasikan untuk
pencapaian misi ini.

Deklarasi Genewa dari Ikatan Dokter Sedunia mengikat dokter dengan


kata-kata, “Kesehatan pasien saya akan menjadi pertimbangan utama
saya,” dan Kode Etik Medis Internasional menyatakan bahwa,
“Seorang dokter hanya akan bertindak untuk kepentingan pasien
ketika memberikan pelayanan medis yang mungkin memiliki dampak
melemahkan kondisi fisik dan mental pasien.”

Tujuan penelitian biomedis yang melibatkan subyek manusia harus


memperbaiki prosedur-prosedur diagnostik, terapeutik dan profilaktik
serta pemahaman tentang etiologi dan patogenesis penyakit.

83
Dalam praktek kedokteran dewasa ini, sebagian besar prosedur
diagnostik, terapeutik atau profilaktik mengandung resiko-resiko. Ini
berlaku khsususnya pada penelitian biomedis.

Kemajuan medis didasarkan pada penelitian yang sebagian harus


berlandaskan pada percobaan yang melibatkan subyek manusia.

Dalam bidang penelitian biomedis harus diakui suatu pembedaan


mendasar antara penelitian medis di mana tujuannya secara hakiki
bersifat diagnostik atau terapeutik untuk pasien, dan penelitian medis
yang tujuan hakikinya bersifat murni ilmiah dan tanpa menunjukkan
secara langsung nilai diagnostik atau terapeutik bagi orang yang
dipaparkan pada penelitian.

Sikap berhati-hati harus ditempuh dalam pelaksanaan penelitian yang


dapat mempengaruhi lingkungan, dan kesejahteraan hewan yang
digunakan untuk penelitian harus dihormati.

Karena sangat penting agar hasil-hasil eksperimen laboratorium


diterapkan pada manusia untuk pengetahuan ilmiah lebih jauh dan
membantu manusia yang menderita, maka Ikatan Dokter Sedunia
telah mempersiapkan rekomendasi-rekomendasi berikut ini sebagai
pedoman bagi setiap dokter dalam penelitian biomedis yang
melibatkan subyek manusia. Rekomendasi tersebut harus dapat
ditinjau kembali di masa depan. Harus ditekankan bahwa standar-
standar yang dikonsepkan hanya merupakan pedoman bagi para
dokter di seluruh dunia. Para dokter tidak dibebaskan dari tanggung
jawab pidana, sipil dan etik di bawah undang-undang negara mereka
sendiri.

1. PRINSIP-PRINSIP MENDASAR

1. Penelitian biomedis yang melibatkan subyek manusia harus


selaras dengan prinsip-prinsip ilmiah yang diterima secara
umum dan harus didasarkan pada percobaan laboratorium dan
hewan yang dilakukan secara memadai dan pada pengetahuan
menyeluruh tentang kepustakaan ilmiah.

2. Rancangan dan kinerja dari setiap prosedur percobaan yang


melibatkan subyek manusia harus dirumuskan secara jelas
dalam protokol percobaan yang harus disampaikan untuk

84
dipertimbangkan, dikomentari, dan diarahkan oleh suatu
komisiyang ditunjuk secara khusus dan tidak tergantung pada
peneliti dan sponsor, dengan syarat komisi independen ini
sesuai dengan hukum dan perundang-undangan negara di
mana percobaan penelitian tersebut dilakukan.

3. Penelitian biomedis yang melibatkan subyek manusia harus


dilakukan oleh orang-orang yang memenuhi syarat secara
ilmiah dan di bawah pengawasan seorang medis yang
kompeten secara klinis. Tanggung jawab terhadap subyek
manusia harus selalu terletak pada orang yang memenuhi
syarat secara medis dan tidak pada subyek penelitian,
meskiopun subyek tersebut telah memberikan persetujuannya.

4. Penelitian biomedis yang melibatkan subyek manusia tidak


dapat dilakukan secara sah kecuali bahwa pentingnya tujuan
tersebut setara dengan resiko yang ada pada subyek.

5. Seteiap proyek penelitian biomedis yang melibatkan subyek


manusia harus didahului oleh penilaian hati-hati tentang
kemungkinan resiko yang dibandingkan dengan manfaat yang
terlihat bagi subyek atau orang lain. Perhatian untuk
kepentingan subyek harus selalu diutamakan melebihi
kepentingan ilmu dan masyarakat.

6. Hak subyek penelitian untuk melindungi integritasnya harus


selalu dihormati. Sikap berhati-hati harus ditempuh untuk
menghormati privasi subyek dan meminimalkan dampak
penelitian pada integritas fisik dan mental subyek dan pada
kepribadian subyek.

7. Para dokter harus tidak melibatkan diri dalam proyek penelitian


yang melibatkan subyek manusia, kecuali mereka yakin bahwa
resiko-resiko yang terkandung dapat diramalkan. Para dokter
harus menghentikan penelitian jika ditemukan bahaya-bahaya
yang melampaui kemungkinan manfaat.

8. Dalam mempublikasikan hasil-hasil penelitiannya, dokter


diwajibkan mempertahankan akurasi dari hasil-hasil tersebut.
Laporan-laporan tentang percobaan yang tidak sesuai dengan

85
prinsip-prinsip yang dikemukakan dalam Deklarasi ini tidak
boleh diterima untuk dipublikasi.

9. Dalam penelitian pada manusia, setiap calon subyek harus


diinformasikan tentang tujuan, metoda, manfaat yang
diharapkan dan kemungkinan resiko-resiko dari penelitian
tersebut serta ketidaknyamanan yang mungkin harus dialami.
Ia harus diinformasikan bahwa ia bebas untuk tidak
berpartisipasi dalam penelitian tersebut dan bahwa ia bebas
mencabut persetujuannya untuk berpartisipasi setiap saat.
Dokter kemudian harus memperoleh informed consent subyek
yang diberikan secara bebas, lebih disukai dalam bentuk
tertulis.

10. Ketika memperoleh informed consent untuk proyek penelitian,


dokter harus bersikap hati-hati jika subyek berada dalam
hubungan ketergantungan dengannya, atau mungkin
memberikan persetujuan karena tekanan. Dalam kasus
demikian, informed consent harus diperoleh oleh seorang
dokter yang tidak terlibat dalam penelitian dan yang
sepenuhnya tidak tergantung pada hubungan resmi ini.

11. Dalam kasus ketidakcakapan secara hukum, informed consent


harus diperoleh dari wakil hukum sesuai dengan undang-
undang nasional. Bila ketidakmampuan fisik atau mental tidak
memungkinkan untuk memperoleh informed consent, atau bila
subyek masih di bawah umur, maka ijin dari keluarga yang
bertanggung jawab menggantikan ijin subyek sesuai dengan
undang-undang nasional. Bilamana anak di bawah umur
tersebut pada kenyataannya mampu memberikan persetujuan,
maka persetujuan anak di bawah umur tersebut harus
diperoleh di samping persetujuan dari wakil hukum anak
tersebut.

12. Protokol penelitian harus selalu mengandung suatu pernyataan


tentang pertimbangan-pertimbangan etik yang ada dan harus
mengindikasikan bahwa prinsip-prinsip yang dikemukakan
dalam Deklarasi ini dipatuhi.

86
II. PENELITIAN MEDIS YANG DIGABUNGKAN DENGAN
PERAWATAN PROFESIONAL (Penelitian klinis)

1. Dalam mengobati orang yang sakit, dokter harus bebas untuk


menggunakan tindakan diagnostik dan terapeutik baru, jika
dalam penilaiannya hal tersebut memberikan harapan untuk
menyelamatkan hidup, membangun kembali kesehatan atau
meredakan penderitaan.

2. Kemungkinan manfaat, bahaya dan ketidaknyamanan dari


suatu metoda baru harus diperbandingkan dengan
keuntungan dari metoda diagnostik dan terapeutik terbaik
dewasa ini.

3. Dalam penelitian medis, setiap pasien -– termasuk mereka dari


kelompok kontrol (jika ada) -– harus diyakinkan tentang metoda
diagnostik dan terapeutik terbaik.

4. Penolakan pasien untuk berpartisipasi dalam suatu penelitian


tidak boleh pernah mengganggu hubungan dokter-pasien.

5. Jika dokter menganggap penting untuk tidak memperoleh


informed consent, maka alasan-alasan khusus untuk usulan ini
harus dinyatakan dalam protokol percobaan untuk disampaikan
kepada komisiindependen (I,2).

6. Dokter dapat menggabungkan penelitian medis dengan


perawatan profesional, yang tujuannya adalah untuk
memperoleh pengetahuan baru, hanya sejauh bahwa
penelitian medis dibenarkan oleh kemungkinan manfaat
diagnostik atau terapeutiknya bagi pasien.

87
III. PENELITIAN BIOMEDIS NON-TERAPEUTIK YANG
MELIBATKAN SUBYEK MANUSIA (Penelitian biomedis
non-klinis)

1. Dalam penerapan penelitian medis ilmiah secara murni yang


dilakukan pada manusia, adalah kewajiban dokter untuk tetap
sebagai pelindung kehidupan dan kesehatan orang tersebut
pada siapa penelitian biomedis dilakukan.

2. Para subyek harus merupakan sukarelawan –- baik orang-


orang sehat maupun pasien di mana rancangan percobaan
tidak memiliki kaitan dengan penyakit pasien.

3. Peneliti atau tim peneliti harus menghentikan penelitian jika


dalam penilaiannya seandainya dilanjutkan penelitian itu akan
merugikan individu tersebut.

4. Dalam peneltiian pada manusia, kepentingan ilmu dan


masyarakat tidak boleh lebih diutamakan daripada
pertimbangan-pertimbangan yang berkaitan dengan
kesejahteraan subyek.

88
Lampiran 2

TAHAP-TAHAP UJI KLINIS TERHADAP VAKSIN DAN OBAT

Perkembangan vaksin

Tahap I merujuk pada introduksi pertama bakal vaksin ke dalam


populasi manusia untuk penentuan awal dari keamanan dan dampak
biologisnya, termasuk imunogenesitas. Tahap ini dapat mencakup
penelitian-penelitian dosis dan rute pemberian, dan biasanya
melibatkan kurang dari 100 sukarelawan.

Tahap II mengacu pada uji-uji awal yang mengkaji efektivitas dalam


sejumlah sukarelawan terbatas (biasanya antara 200 dan 500), fokus
tahap ini adalan imunogensitas.

Uji Tahap III dimaksudkan untuk suatu penelitian yang lebih lengkap
tentang keamanan dan efektivitas dalam pencegahan penyakit, yang
melibatkan jumlah sukarelawan yang lebih besar dalam suatu
penelitian multisentra yang dikontrol secara memadai.

Perkembangan obat

Tahap I merujuk pada introduksi pertama dari obat ke dalam manusia.


Subyek-subyek relawan normal biasanya diteliti untuk menentukan
tingkatan obat di mana terlihat adanya toksitas. Penelitian demikian
diikuti oleh penelitian rentang-dosis pada pasien untuk keamanan, dan
dalam beberapa hal untuk bukti awal dari efektivitas.
Penelitian Tahap II terdiri atas uji klinis terkontrol yang dirancang
untuk mendemonstrasikan efektivitas dan keamanan relatif. Biasanya,
ini dilakukan pada sejumlah pasien terbatas yang dipantau secara
ketat.

Uji Tahap III dilakukan setelah probabilitas yang layak dari efektivitas
obat ditetapkan dan dimaksudkan untuk mengumpulkan bukti
tambahan tentang efektivitas bagi indikasi tertentu dan definisi yang

89
lebih tepat tentang efek merugikan yang berkaitan dengan obat.
Tahap ini mencakup penelitian terkontrol dan non-kontrol.

Uji Tahap IV dilakukan setelah otoritas registrasi obat nasional


menyetujui obat untuk didistribusikan atau dipasarkan. Uji ini
mencakup penelitian yang dirancang untuk meneliti efek farmakologi
tertentu, menetapkan insiden reaksi yang merugikan, atau
menentukan efek pemberian jangka panjang dari suatu obat. Uji
Tahap IV dapat juga dirancang untuk mengevaluasi suatu obat dalam
populasi yang tidak diteliti secara memadai dalam tahap pra-
pemasaran (seperti anak-anak atau orang tua) atau untuk menetapkan
suatu indikasi klinis baru untuk obat. Penelitian demikian harus
dibedakan dari penelitian pemasaran, penelitian promosi penjualan,
dan pengawasan pasca-pemasaran rutin untuk reaksi obat yang
merugikan karena kategori ini biasanya tidak perlu ditinjau oleh komisi
etik(lihat Pedoman 14).

Secara umum, uji obat Tahap I and uji vaksi Tahap I dan Tahap II
harus dilakukan sesuai dengan pasal-pasal Deklarasi Helsinki yang
merujuk pada penelitian non-klinis. Meskipun demikian, beberapa
pengecualian dapat dibenarkan. Sebagai contoh, adalah hal yang
biasa dan diterima secara etik untuk melakukan penelitian Tahap I
tentang kemoterapi sangat toksik terhadap kanker pada pasien
kanker, daripada pada sukarelawan normal sebagaimana ditentukan
dalam Pasal III.2 Deklarasi Helsinki. Demikian juga, secara etik dapat
dibenarkan untuk melibatkan para invidivu dengan HIV-seropositif
sebagai subyek dalam uji Tahap II terhadap bakal vaksin.

Uji obat Tahap II dan Tahap III harus dilakukan sesuai dengan pasal-
pasal Deklarasi Helsinki yang merujuk pada “penelitian medis yang
digabungkan dengan perawatan profesional (penelitian klinis)”.
Meskipun demikian, Deklarasi Helsinki tidak memberikan ketetapan
bagi uji klinis terkontrol. Tetapi, Deklarasi tersebut menjamin
kebebasan dokter “untuk menggunakan tindakan diagnostik dan
terapeutik baru, jika dalam penilaiannya hal tersebut memberikan
harapan untuk menyelamatkan hidup, membangun kembali kesehatan
atau meredakan penderitaan” (Pasal II.1). Juga berkenaan dengan uji
obat Tahap II dan Tahap III terdapat pengecualian yang dapat
dibenarkan secara etik terhadap persyaratan-persyaratan dalam
Deklarasi Helsinki. Sebagai contoh, suatu plasebo yang diberikan
kepada kelompok kontrol tidak dapat dibenarkan dengan pengertian

90
“kemungkinan manfaat diagnostik atau terapeutik-nya bagi pasien”,
sebagaimana ditetapkan oleh Pasal II.6. Banyak intervensi dan
prosedur lain yang umum pada perkembangan obat tahap akhir tidak
memiliki nilai diagnostik atau terapeutik bagi pasien dan dengan
demikian harus dibenarkan dengan alasan lain. Biasanya pembenaran
demikian mencakup harapan bahwa hal tersebut mengandung sedikit
atau tidak mengandung resiko dan bahwa hal tersebut akan
memberikan sumbangan secara material pada pencapaian tujuan
penelitian.

Uji vaksin Tahap III tidak berlandaskan pada “tindakan diagnotik dan
terapeutik baru” yang memberikan “harapan untuk menyelamatkan
hidup, membangun kembali kesehatan atau meredakan penderitaan”
(penelitian klinis). Namun pemberian vaksin tersebut dimaksudkan
untuk memberikan manfaat bagi subyek, dan agaknya bukan
dimaksudkan sebagai “penerapan penelitian medis ilmiah secara
murni yang dilakukan pada manusia” (penelitian biomedis non-klinis).
Dengan demikian, uji vaksin Tahap III tidak selaras dengan kategori-
kategori yang ditetapkan dalam Deklarasi Helsinki.

-----

91

You might also like