You are on page 1of 24

MAKALAH KEPERAWATAN PROFESIONAL

ISSU LEGAL DALAM PRAKTEK KEPERAWATAN

DISUSUN OLEH:

1. Pivin Ayuniasari

2. Nurul Hanifah

3. Septiyaminul Anwar

4. Sri Muji Lestari

5. Wiwin Hardiyanti

POLITEKNIK KESEHATAN BHAKTI MULIA SUKOHARJO


TAHUN 2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ataas kehadirat oleh Allah SWT. Yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul “Issue Legal Dalam Praktek Keperawatan “ tepat pada waktunya.

Makalah ini di susun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan
Profesional. selama penulisan makalah ini penyusun banyak menemukan hambatan
dan kesulitan, namun berkat usaha serta bimbingan dari tean-teman akhirnya makalah ini dapat
di selesaikan sebagaimana mestinya.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, maka dari itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi tercapainya kesempurnaan
makalah ini pada proses yang akan datang, semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis
khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Sukoharjo, November 2017

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Manajemen issue adalah Sebagai sebuah alat yang dapat digunakan oleh perusahaan
untuk mengidentifikasi, menganalisa dan mengelola berbagai issue yang muncul ke
permukaan (dalam suatu masyarakat populis yang mengalami perubahan tanpa henti) serta
bereaksi terhadap berbagai issue tersebut sebelum issue-issue tersebut diketahui oleh
masyarakat luas.’ (Regester & Larkin, 2003:38).
Klien mempunyai hak legal yang diakui secara hukun untuk mendapatkan pelayanan
yang aman dan kompeten. Perhatian terhadap legal dan etik yang dimunculkan oleh
konsumen telah mengubah sistem pelayanan kesehatan.
Kebijakan yang ada dalam institusi menetapkan prosedur yang tepat untuk
mendapatkan persetujuan klien terhadap tindakan pengobatan yang dilaksanakan.

B. TUJUAN

a. Tujuan umum

Mahasiswa diharapkan mampu memahami arti dari issue, legal, keperawatan dan hak
pasien.

b. Tujuan khusus

Mahasiswa memahami isu legal keperawatan

Mahasiswa memahami issue legal dalam keperawatan berkaitan


dengan hak pasien.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Isue Legal


Isu adalah suatu peristiwa atau kejadian yang dapat di perkirakan terjadi atau tidak
terjadi di masa mendatang, yang menyangkut ekonomi, moneter, social, politik, hukum,
pembangunan nasional, bencana alam, hari kiamat, hari kematian ataupun tentang krisis.
Legal adalah sesuatu yang di anggap sah oleh hukum dan undang-undang (Kamus
Besar Bahasa Indonesia).Aspek legal yang sering pula disebut dasar hukum praktik
keperawatan mengacu pada hukum nasional yang berlaku di suatu negara. Hukum
bermaksud melindungi hak publik, misalnya undang-undang keperawatan bermaksud
melindungi hak publik dan kemudian melindungi hak perawatan.
Praktik keperawatan adalah Tindakan mandiri perawat professional melalui kerja sama
bersifat kolaboratif dengan pasien/klien dan tenaga kesehatan lainnya dalam memberikan
asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya.
Jadi, Issue legal dalam praktik keperawatan adalah suatu peristiwa atau kejadian yang
dapat di perkirakan terjadi atau tidak terjadi di masa mendatang dan Sah, sesuai dengan
Undang-Undang/Hukum mengenai tindakan mandiri perawat profesional melalui
kerjasama dengan klien baik individu, keluarga atau komunitas dan berkolaborasi dengan
tenaga kesehatan lainnya dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan lingkup
wewenang dan tanggung jawabnya, baik tanggung jawab medis/kesehatan maupun
tanggung jawab hukum.
Perawat perlu tahu tentang hukum yang mengatur prakteknya untuk:
a. Memberikan kepastian bahwa keputusan & tindakan perawat yang dilakukan
konsisten dengan prinsip-prinsip hukum
b. Melindungi perawat dari liabilitas
B. Karakteristik praktik keperawatan professional
a. Otoritas (authority), yakni memiliki kewenangan sesuai dengan keahliannya yang
akan mempengaruhi proses asuhan melalui peran professional.
b. Akuntabilitas (accountability), yakni tanggung gugat terhadap apa yang dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dan tanggung jawab kepada klien,diri
sendiri, dan profesi, serta mengambil keputusan yang berhubungan dengan asuhan
c. Pengambilan keputusan yang mandiri (independent decision ,making), berarti sesuai
dengan kewenangannya dengan dilandasi oleh pengetahuan yang kokoh dan
keputusan (judgment) pada tiap tahap proses keperawatan dalam menyelesaikan
masalah klien.
d. Kolaborasi, artinya dapat bekerja sama, baik lintas program maupun lintas sector
dengan berbagai disiplin dalam mengakses masalah klien dan membantu klien
menyelesaikannya.
e. Pembelaan atau dukungan (advokasi), artinya bertindak demi hak klien untuk
mendapatkan asuhan yang bermutu dengan mengadakan intervensi untuk
kepentingan atau demi klien, dalam mengatasi masalahnya, serta behadapan dengan
pihak-pihak lain yang lebih luas (sistem at large).
f. Fasilitasi (Facilitation), artinya mampu memberdayakan klien dalam upaya
meningkatkan derajat kesehatannya demi memaksimalkan potensi dari organisasi
dan sistem klien keluarga dalam asuhan.
C. Peran Keperawatan Berkaitan Dengan Praktik Legal
Perawat bekerja di berbagai tempat di luar lingkungan perawatan yang melembaga
termasuk dalam lingkungan komunitas adalah tempat kerja okupasional atau industri di
mana perawat memberikan perawatan primer preventif dan terus menerus bagi pekerja,
kesehatan publik atau komunitas, dimana pelayanan preventif seperti imunisasi dan
perawatan anak yang baik diberikan di sekolah, rumah dan klinik dan perawatan
kesehatan rumah, yang memberikan pelayanan lanjutan setelah hospitalisasi. Klien juga
dapat dirawat dalam fasilitas perawatan jangka panjang.
Penting bahwa perawat, terutama mereka yang dipekerjakan dalam lingkungan
kesehatan komunitas, memahami hukum kesehatan publik.Legislatur Negara membuat
undang-undang dibawah kode kesehatan, yang menjelaskan laporan hukum untuk
penyakit menular, imunisasi sekolah, dan hukum yang diharapkan untuk meningkatkan
kesehatan dan mengurangi resiko kesehatan di komunitas. The center for disease control
and prevention (CDC) the occupational health and safety act (DHSA) juga memberikan
pedoman pada tingkat nasional untuk lingkungan komunitas dan bekerja dengan aman
dan sehat. Kegunaan dari hukum kesehatan publik adalah perlindungan kesehatan publik,
advokasi untuk hak manusia, mengatur pelayanan kesehatan dan keuangan pelayanan
kesehatan dan untuk memastikan tanggung jawab professional untuk pelayanan yang
diberikan.Perawat kesehatan komunitas memiliki tanggung jawab legal untuk
menjalankan hukum yang diberikan untuk melindungi kesehatan public. Hukum ini dapat
mencakup pelaporan kecurigaan adanya penyalahgunaan dan pengabaian, laporan
penyakit menular, memastikan bahwa imunisasi yang diperlukan telah diterima oleh klien
komunitas dan laporan masalah yang berhubungan dengan kesehatan lain diberikan untuk
melindungi kesehatan public.
D. Berbagai Issue Legal Dalam Keperawatan
Telenursing akan berkaitan dengan isu aspek legal, peraturan etik dan kerahasiaan
pasien sama seperti telehealth secara keseluruhan. Di banyak negara, dan di beberapa
negara bagian di Amerika Serikat khususnya praktek telenursing dilarang (perawat yang
online sebagai koordinator harus memiliki lisensi di setiap resindesi negara bagian dan
pasien yang menerima telecare harus bersifat lokal) guna menghindari malpraktek
perawat antarnegara bagian.Isu legal aspek seperti akontabilitas dan malprakatek, dan
sebagainya dalam kaitan telenursing masih dalam perdebatan dan sulit pemecahannya.
Dalam memberikan asuhan keperawatan secara jarak jauh maka diperlukan kebijakan
umum kesehatan (terintegrasi) yang mengatur praktek, SOP/standar operasi prosedur, etik
dan profesionalisme, keamanan, kerahasiaan pasien dan jaminan informasi yang
diberikan.Kegiatan telenursing mesti terintegrasi dengan strategi dan kebijakan
pengembangan praktek keperawatan, penyediaan pelayanan asuhan keperawatan, dan
sistem pendidikan dan pelatihan keperawatan yang menggunakan model informasi
kesehatan/berbasis internet.
Perawat memiliki komitmen menyeluruh tentang perlunya mempertahankan privasi
dan kerahasiaan pasien sesuai kode etik keperawatan. Beberapa hal terkait dengan isu ini,
yang secara fundamental mesti dilakukan dalam penerapan tehnologi dalam bidang
kesehatan dalam merawat pasien adalah:
a. Jaminan kerahasiaan dan jaminan pelayanan dari informasi kesehatan yang diberikan
harus tetap terjaga
b. Pasien yang mendapatkan intervensi melalui telehealth harus diinformasikan
potensial resiko (seperti keterbatasan jaminan kerahasiaan informasi, melalui internet
atau telepon) dan keuntungannya
c. Diseminasi data pasien seperti identifikasi pasien (suara, gambar) dapat dikontrol
dengan membuat informed consent (pernyataan persetujuan) lewat email
d. Individu yang menyalahgunakan kerahasiaan, keamanan dan peraturan dan penyalah
gunaan informasi dapat dikenakan hukuman/legal aspek
E. Isu Legal Dalam Keperawatan Berkaitan Dengan Hak Pasien
Kesadaran masyarakat terhadap hak-hak mereka dalam pelayanan kesehatan dan
tindakan yang manusiawi semakin meningkat, sehingga diharapkan adanya pemberi
pelayanan kesehatan dapat memberi pelayanan yang aman, efektif dan ramah terhadap
mereka. Jika harapan ini tidak terpenuhi, maka masyarakat akan menempuh jalur hukum
untuk membela hak-haknya.
Klien mempunyai hak legal yang diakui secara hukun untuk mendapatkan pelayanan
yang aman dan kompeten.Perhatian terhadap legal dan etik yang dimunculkan oleh
konsumen telah mengubah sistem pelayanan kesehatan.Kebijakan yang ada dalam
institusi menetapkan prosedur yang tepat untuk mendapatkan persetujuan klien terhadap
tindakan pengobatan yang dilaksanakan.Institusi telah membentuk berbagai komite etik
untuk meninjau praktik profesional dan memberi pedoman bila hak-hak klien
terancam.Perhatian lebih juga diberikan pada advokasi klien sehingga pemberi pelayanan
kesehatan semakin bersungguh-sungguh untuk tetap memberikan informasi kepada klien
dan keluarganya bertanggung jawab terhadap tindakan yang dilakukan.
F. Tipe Tindakan Legal
Terdapat dua macam tindakan legal: tindakan sipil/pribadi, dan tindakan kriminal.
a. Tindakan sipil berkaitan dengan isu antara individu-individu. Contohnya: seorang
pria dapat mengajukan tuntutan terhadap seseorang yang diyakininya telah
menipunya.
b. Tindakan kriminal berkaitan dengan perselisihan antara individu dan masyarakat
secara keseluruhan. Contohnya: jika seorang pria menembak seseorang, masyarakat
akan membawanya ke persidangan.
G. Masalah Legal Dalam Keperawatan
Hukum dikeluarkan oleh badan pemerintah dan harus dipatuhi oleh warga negara.
Setiap orang yang tidak mematuhi hukun akan terikat secara hukum untuk menanggung
denda atau hukuman penjara. Beberapa situasi yang perlu dihindari seorang perawat :
a. Pelanggaran adalah perlakuan seseorang yang dapat merugikan orang lain berupa
harta atau milik lainnya secara di sengaja atau tidak disengaja. Jika ada tuntutan
hukum, biasanya diselesaikan secara perdata dengan mengganti kerugia tersebut.
Contoh : menghilangkan barang titipan klien atau merugikan nama baik klien.
b. Kejahatan adalah suatu perlakuan merugikan publik. Karena terlalu parah, kejahatan
yang dianggap tindakan perdata (tort) dapat digolongkan sebagai tindakan kriminal
(tindakan pidana). Tindak kriminal atau pidana ini dapat dijatuhi hukuman denda
atau penjara, atau kedua-duanya.
Contoh :
a) Kecerobohan luar biasa yang menunjukkan bahwa pelaku tidak mengindahkan
sama sekali nyawa orang lain (korban). Kejahatan ini dapat dikenakan tindak
perdata maupun pidana.
b) Kealpaan mematuhi undang-undang kesehatan yang mengakibatkan tewasnya
orang lain atau mengonsi/mengedarkan obat-obatan terlarang. Kejahatan ini
dapat dianggap sebagai tindakan kriminal (lepas dari kenyataan disengaja atau
tidak).
c. Kecerobohan dan praktik sesat. Kecorobohan adalah suatu perbuatan yang tidak akan
dilakukan oleh seseorang yang bersikap hati-hati dalam situasi yang sama. Dengan
kata lain, perbuatan yang dilakukan di luar koridor standar keperawatan yang telah
ditetapkan dan dapat menimbulkan kerugian. Apabila hal tersebut terjadi dan ada
penuntutan, hakim/juri biasanya menggunakan saksi ahli (orang yang ahli di bidang
tersebut).
Contoh:
a) Sembarangan menguras barang pribadi klien (pakaian, uang, kacamata, dll)
sehingga rusak atau hilang.
b) Tidak menjawab tanda panggilan klien yang di rawat sehingga klien mencoba
mengatasinya sendiri dan terjadi cedera.
c) Tidak melakukan tindakan perlindungan pada klien yang mengakibatkan klien
cedera, misalnya tidak mengambilkan air panas dari dekat klien yang
mengakibatkan air tersebut tumpah kena klien dan klien mengalami luka bakar.
d) Gagal melaksanakan perintah perawatan, gagal memberi obat secara tepat atau
melaporkan tanda dan gejala yang tidak sesuai dengan kenyataan, tidak
menyelidiki perintah yang meragukan sebelumnya sehingga dengan
kelalaian/kegagalan tersebut menimbulkan cedera.
Selanjutnya, secara profesional dikatakan bahwa kecerobohan sama dengan
pelaksanaan praktik buruk, praktik sesat, atau malpraktik.
d. Pelanggaran penghinaan, yaitu suatu perkataan atau tulisan yang tidak benar
mengenai seseorang sehingga orang tersebut merasa terhina dan dicemooh. Jika
pernyataan tersebut dalam bentuk lisan, disebut slander dan jika berbentuk tulisan,
disebut libel.
Contoh :
a) Pernyataan palsu
b) Menuduh orang secara keliru
c) Memberi keterangan palsu kepada klien.
Orang yang di dakwa dengan tuduhan slander atau libel tidak dapat diancam
hukuman jika ia dapat membuktikan kebenaran pernyataan (lisan/tulisan). Tuduhan
ini dapat dibela dengan komunikasi yang didasarkan pada anggapan bahwa petugas
profesional tidak dapat memberi pelayanan yang baik tanpa pembeberan fakta
secara lengkap mengenai masalah yang di hadapinya.Jadi, informasi berprivilese
merupakan informasi rahasia antarpetugas profesional dengan kliennya, misalnya
antara perawat/dokter dengan kliennya, antara pngacara dengan kliennya, antara kiai
dengan pemeluk agamanya.
e. Penahanan yang keliru adalah penahanan klien tanpa alasan yang tepat atau
pencegahan gerak seseorang tanpa persetjuannya, misalnya menahan klien pulang
dari rumah sakit guna mendapat perawatan tambahan tanpa persetujuan klien yang
bersangkutan, kecuali jika klien tersebut mengalami gangguan jiwa atau penyakit
menular yang apabila di pulangkan dari rumah sakit akan membahayakan
masyarakat. Untuk itu, rumah sakit mempunyai formulir khusus yang ditandatangani
klien/keluarga, yang menyatakan bahwa rumah sakit yang bersanguktan tidak
bertanggung jawab apabila klien cedera karena meninggalkan rumah sakit tersebut.
f. Pelanggaran privasi, yaitu tindakan mengekspos/memamerkan/menyampaikan
seseorang (klien) kepada publik, baik orangnya langsung, gambar ataupun rekaman,
tanpa persetujuan orang/klien yang bersangkutan, kecuali ekspos klien tersebut
memang diperlukan menurut prosuder perawatannya.
Contoh:
a) Menyebar gosip atau memberi informasi klien kepada orang yang tidak berhak
memperoleh informasi itu.
b) Memberi perawatan tanpa memerhatikan kerahasiaan klien, yaitu klien di
lihat/didengar orang lain sehingga klien merasa malu.
g. Ancaman dan pemukulan. Ancaman (assault) adalah suatu percobaan/ancaman,
melakukan kontak badan dengan orang lain tanpa persetujuannya. Pemukulan
(batter) adalah ancaman yang dilaksanakan. Setiap orang diberi kebebasan dari
kontak badan dari orang lain, keculi jika ia telah menyatakan perseujuannya.
Contoh: jika klien dioperasi tanpa persetujuan yang bersangkutan/keluarganya,
dokter/rumah sakit tersebut dapat dituntut secara hukum.
h. Penipuan adalah pemberian gambaran salah secara sengaja yang dapat
mengakibatkan atau telah mengakibatkan kerugian atau cedera pada seseorang atau
hartanya.
Contoh : memberi data yang keliru guna mendapat lisensi keperawatan.
H. Proses Legalisasi Praktik Keperawatan
Legislasi Keperawatan adalah proses pembuatan undang-undang atau penyempurnaan
perangkat hukumyang sudah ada yang mempengaruhi ilmu dan kiat dalam praktik
keperawatan (Sand,Robbles1981).
Legislasi (Registrasi dan Praktek Keperawatan) Keputusan Menteri Kesehatan
No.1239/Menkes/XI/2001, Latar belakang “Perawat sebagai tenaga profesional
bertanggung jawab dan berwenang memberikan pelayanan keperawatan secara mandiri
dan atau berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya sesuai dengan kewenangannya.
1. Tujuan utama Legislasi adalah untuk melindungi masyarakat serta melindungi
perawat.
2. Tujuan Yang lainnya adalah:
a. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan
b. Melidungi masyarakat atas tindakan yang dilakukan
c. Menetapkan standar pelayanan keperawatan
d. Menapis IPTEK keperawatan
e. Menilai boleh tidaknya praktik
f. Menilai kesalahan dan kelalaian
3. Prinsip dasar legislasi untuk praktik keperawatan
a. Harus jelas membedakan tiap katagori tenaga keperawatan.
b. Badan yang mengurus legislasi bertanggung jawab aatas system keperawatan.
c. Pemberian lisensi berdasarkan keberhasilan pendidikan dan ujian sesuai
ketetapan.
d. Memperinci kegiatan yang boleh dan tidak boleh dilakukan perawat.
4. Fungsi legislasi keperawatan
a. Memberi perlindungan kepada masyarakat terhadap pelayanan keperawatan
yang diberikan.
b. Memelihara kualitas layanan keperawatan yang diberikan
c. Memberi kejelasan batas kewenangan setiap katagori tenaga keperawatan.
d. Menjamin adanya perlindungan hukum bagi perawat.
e. Memotivasi pengembangan profesi.
f. Meningkatkan profesionalisme tenaga keperawatan.
Legislasi Keperawatan ini dapat dibagi atas 3 tahap, antara lain :
1. Surat Izin Perawat (SIP)
Surat ini diberikan oleh Departemen Kesaehatan kepada perawat
setelah lulus dari pendidikan keperawatan sebagai bukti tertulis pemberian
kewenangan untuk menjalankan praktek keperawatan.
Registrasi SIP adalah suatu proses dimana perawat harus (wajib)
mendaftarkan diri pada kantor wilayah Departemen Kesehatan Propinsi untuk
mendapat Surat Izin Perawat (SIP) sebagai persyaratan menjalankan pekerjaan
keperawatan dan memperoleh nomor registrasi. Sasarannya adalah semua
perawat.Sedangkan yang berwenang mengeluarkannya adalah Kepala Dinas
Kesehatan Propinsi dimana institusi perawat itu berasal.
Jenis dan waktu registrasi :
a. Registrasi awal dilakukan setelah yang bersangkutan lulus pendidikan
keperawatan selambat-lambatnya 2 tahun sejak peraturan ini di keluarkan.
b. Registrasi ulang dilakukan setelah 5 tahun sejak tanggal registrasi
sebelumnya, diajukan 6 bulan berakhir berlakunya SIP.
2. Surat Izin Kerja (SIK)
Surat ini merupakan bukti yang diberikan kepada perawat untuk
melakukan praktek keperawatan di sarana pelayanan kesehatan.SIK hanya
berlaku pada satu tempat sarana pelayanan kesehatan. Pejabat yang berwenang
menerbitkan SIK adalah kantor dinas kabupaten / kota dimana yang
bersangkutan akan melaksanakan praktek keperawatan.
3. Surat Izin Praktek Perawat (SIPP)
Surat ini merupakan bukti tertulis yang diberikan kepada perawat untuk
menjalankan praktek keperawatan secara perorangan atau kelompok.SIPP hanya
berlaku untuk satu tempat praktek perorangan atau kelompok dimana yang
bersangkutan mendapat izin untuk melakukan praktek perawat. Pejabat yang
berwenang menerbitkan SIPP adalah kantor dinas kabupaten / kota dimana yang
bersangkutan akan melaksanakan praktek keperawatan.
Proses penetapan dan pemeliharaan kompetensi dalam praktek keperawatan
meliputi:
a. Pemberian lisensi
Pemberian lisensi adalah pemberian izin kepada seseorang yang memenuhi
persyaratan oleh badan pemerintah yang berwenag, sebelum ia
diperkenankan melakukan pekerjaan dan prakteknya yang telah ditetapkan.
Tujuan lisensi ini:
1) Membatasi pemberian kewenangan melaksanakan praktik keperawatan
hanya bagi yang kompeten
2) Meyakinkan masyarakat bahwa yang melakukan praktek mempunyai
kompetensi yang diperlukan
b. Registrasi
Registrasi merupakan pencantuman nama seseorang dan informasi lain
pada badan resmi baik milik pemerintah maupun non pemerintah. Perawat
yang telah terdaftar diizinkan memakai sebutan registered nurse. Untuk
dapat terdaftar, perawat harus telah menyelesaikan pendidikan keperawatan
dan lulus ujian dari badan pendaftaran dengan nilai yang diterima. Izin
praktik maupun registrasi harus diperbaharui setiap satu atau dua tahun.
Dalam masa transisi professional keperawatan di Indonesia, sistem
pemberian izin praktik dan registrasi sudah saatnya segera diwujudkan
untuk semua perawat baik bagi lulusan SPK, akademi, sarjana keperawatan
maupun program master keperawatan dengan lingkup praktik sesuai dengan
kompetensi masing-masing.
Register Nurse:
1) Mengkaji status kesehatan individu dan kelompok
2) Menegakkan diagnosa keperawatan
3) Menentukan tujuan untuk memenuhi kebutuhan perawatan kesehatan
4) Membuat rencana strategi perawatan
5) Menyusun intervensi keperawatan untuk mengimplementasikan strategi
perawatan
6) Memberi kewenangan intervensi keperawatan yang dapat dilaksanakan
orang lain, dan tidak bertentangan dengan undang-undang
Tujuan registrasi:
1) Menjamin kemampuan perawat untuk melakukan praktek keperawatan
2) Mempertahankan prosedur penatalaksanaan secara objektif
3) Mengidentifikasi jumlah dan kwalifikasi perawat yg akan melakukan
praktek keperawatan
4) Mempertahankan proses pemantauan dan pengendalian jumlah dan
kwalitas perawat profesional
c. Sertifikasi
Sertifikasi merupakan proses pengabsahan bahwa seorang perawat
telah memenuhi standar minimal kompetensi praktik pada area spesialisasi
tertentu seperti kesehatan ibu dan anak, pediatric, kesehatan mental,
gerontology dan kesehatan sekolah. Sertifikasi telah diterapkan di Amerika
Serikat. Di Indonesia sertifikasi belum diatur, namun demikian tidak menutup
kemungkinan dimasa mendatang hal ini dilaksanakan.
Tujuan sertifikasi:
1) Menyatakan pengetahuan, keterampilan dan perilaku perawat sesuai
dengan pendidikan tambahan yg diikutinya
2) Menetapkan klasifikasi, tingkat dan lingkup praktek perawat sesuai
pendidikan
3) Memenuhi persyaratan registrasi sesuai dengan area praktek keperawatan
d. Akreditasi
Akreditasi merupakan suatu proses pengukuran dan pemberian status
akreditasi kepada institusi, program atau pelayanan yang dilakukan oleh
organisasi atau badan pemerintah tertentu. Hal-hal yang diukur meliputi
struktur, proses dan kriteria hasil. Pendidikan keperawatan pada waktu
tertentu dilakukan penilaian/pengukuran untuk pendidikan DIII keperawatan
dan sekolah perawat kesehatan dikoordinator oleh Pusat Diknakes sedangkan
untuk jenjang S1 oleh Dikti. Pengukuran rumah sakit dilakukan dengan suatu
sistem akrteditasi rumah sakit yang sampai saat ini terus dikembangkan.

I. Perlindungan Legal Keperawatan


Untuk menjalankan praktiknya secara hukum perawat harus dilindungi dari tuntutan
malpraktik dan kelalaian pada keadaan darurat.Contoh :
a. UU di AS yang bernama Good Samaritan Acts yang memberikan perlindungan
tenaga kesehatan dalam memberikan pertolongan pada keadaan darurat.
b. Di kanada terdapat UU lalu lintas yang memperbolehkan setiap orang untuk
menolong korban pada setiap situasi kecealakaan yang bernama Traffic Acrt.
c. Di Indonesia UU kesehatan No.23 tahun 1992.
Undang-undang praktik keperawatan sudah lama menjadi bahan diskusi para
perawat.PPNI pada kongres Nasional ke duanya di Surabaya tahun 1980 mulai
merekomendasikan perlunya bahan-bahan perundang-undangan untuk perlindungan
hukum bagi tenaga keperawatan.Tidak adanya Undang-Undang perlindungan bagi
perawat menyebabkan perawat secara penuh belum dapat bertanggung jawab
terhadap pelayanan yang mereka lakukan. Tumpang tindih antara tugas dokter dan
perawat masih sering tejadi dan beberapa perawat lulus pendidikan tinggi merasa
prustasi karena tidak adanya kejelasan tentang peran, fungsi dan kewenangannya.
Hal ini juga menyebabkan semua perawat dianggap sama pengetahuan dan
ketrampilannya, tanpa memperhatikan latar belakang ilmiah yang mereka miliki.
J. Pentingnya Undang-undang Praktik Keperawatan
Ada beberapa alasan mengapa Undang-Undang Praktik Keperawatan dibutuhkan.
a. Pertama, alasan filosofi. Perawat telah memberikan konstribusi besar dalam
peningkatan derajat kesehatan. Perawat berperan dalam memberikan pelayanan
kesehatan mulai dari pelayanan pemerintah dan swasta, dari perkotaan hingga
pelosok desa terpencil dan perbatasan. Tetapi pengabdian tersebut pada
kenyataannya belum diimbangi dengan pemberian perlindungan hukum, bahkan
cenderung menjadi objek hukum (WHO, 2002).
b. Kedua, alasan yuridis. UUD 1945, pasal 5, menyebutkan bahwa Presiden memegang
kekuasaan membentuk Undang-Undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat. Demikian Juga UU Nomor 23 tahun 1992, Pasal 32, secara eksplisit
menyebutkan bahwa pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu
kedokteran dan atau ilmu keperawatan, hanya dapat dilaksanakan oleh tenaga
kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. Sedang pasal 53,
menyebutkan bahwa tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum
dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.Ditambah lagi, pasal 53 bahwa
tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar
profesi dan menghormati hak pasien. Disisi lain secara teknis telah berlaku
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor1239/Menkes/SK/XI/2001 tentang Registrasi
dan Praktik Perawat.
c. Ketiga, alasan sosiologis. Kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan
khususnya pelayanan keperawatan semakin meningkat. Hal ini karena adanya
pergeseran paradigma dalam pemberian pelayanan kesehatan, dari model medikal
yang menitikberatkan pelayanan pada diagnosis penyakit dan pengobatan, ke
paradigma sehat yang lebih holistik yang melihat penyakit dan gejala sebagai
informasi dan bukan sebagai fokus pelayanan (Cohen, 1996).
Disamping itu, masyarakat membutuhkan pelayanan keperawatan yang mudah
dijangkau, pelayanan keperawatan yang bermutu sebagai bagian integral dari
pelayanan kesehatan, dan memperoleh kepastian hukum kepada pemberian dan
penyelenggaraan pelayanan keperawatan.Keperawatan merupakan salah satu profesi
dalam dunia kesehatan.Sebagai profesi, tentunya pelayanan yang diberikan harus
professional, sehingga perawat/ners harus memiliki kompetensi dan memenuhi
standar praktik keperawatan, serta memperhatikan kode etik dan moral profesi agar
masyarakat menerima pelayanan dan asuhan keperwatan yang bemutu.
K. Undang-Undang yang Berkaitan dengan Praktik Keperawatan
a. UU No. 9 tahun 1960, tentang pokok-pokok kesehatan
Bab II (tugas Pemerintah), pasal 10 antara lain menyebutkan bahwa pemerintah
mengatur kedudukan hukum, wewenang dan kesanggupan hukum.
b. UU No. 6 tahun 1963 tentang tenaga kesehatan
UU ini merupakan penjabaran dari UU No. 9 tahun 1960.UU ini
membedakan tenaga kesehatan sarjana dan bukan sarjana.Tenaga sarjana meliputi
dokter, doter gigi dan apoteker.Tenaga perawat termasuk dalam tenaga bukan sarjana
atau tenaga kesehatan dengan pendidikan rendah, termasuk bidan dan asisten farmasi
dimana dalam menjalankan tugas dibawah pengawasan dokter, dokter gigi dan
apoteker.Pada keadaan tertentu kepada tenaga pendidik rendah dapat diberikaqn
kewenangan terbats untuk menjalankan pekerjaannya tanpa pengawasan langsung.
UU ini boleh dikatakan sudah using karena hanya mengklaripikasikan tenaga
kesehatan secara dikotomis (tenaga sarjana dan bukan sarjana).UU ini juga tidak
mengatur landasan hukum bagi tenaga kesehatan dalam menjalankan
pekerjaannya.Dalam UU ini juga belum tercantum berbagai jenis tenaga sarjana
keperawatan seperti sekarang ini dan perawat ditempatkan pada posisi yang secara
hukum tidak mempunyai tanggung jawab mandiri karena harus tergantung pada
tenaga kesehatan lainnya.
c. UU kesehatan No. 14 tahun 1964, tentang wajib kerja paramedis
Pada pasal 2,ayat (3) dijelasakan bahwa tenaga kesehatan sarjana muda,
menengah dan rendah wqajib menjalankan wajib kerja pada pemerintah selama 3
tahun.Dalam pasal 3 dihelaskan bahwa selama bekerja pada pemerintah, tenaga
kesehatan yang dimaksut pada pasal 2 memiliki kedudukan sebagain pegawai negeri
sehingga peraturan-peraturan pegawai negeri juga diberlakukan terhadapnya.UU ini
untuk saat ini sudah tidak sesuai dengan kemampuan pemerintah dalam mengangkat
pegawai negeri. Penatalaksanaan wajib kerja juga tidak jelas dalam UU tersebut
sebagai contoh bagai mana sisitem rekruitmen calon pesrta wajib kerja, apa
sangsinya bila seseorang tidak menjalankaqn wajib kerja dll. Yang perlu diperhatikan
dalam UU ini,lagi posisi perawat dinyatakan sebagai tenaga kerja pembantu bagi
tenaga kesehatan akademis termasuk dokter, sehingga dari aspek propesionalisasian,
perawat rasanya masih jauh dari kewenangan tanggung jawab terhadap pelayanannya
sendiri.
d. SK Menkes No. 262/per/VII/1979 tahun 1979
Membedakan para medis menjadi dua golongan yaitu paramedic keperawatan
(termasuk bidan) dan paramedic non keperawata.Dari aspek hukum, sartu hal yang
perlu dicatat disini bahwa tenaga bidan tidak lagi terpisah tetapi juga termasuk
kategori tenaga keperawatan.
e. Permenkes. No. 363/ Menkes/ per/XX/1980 tahun 1980
Pemerintah membuat suatu pernyataan yang jelas perbedaan antara tenaga
keperawatan dan bidan.Bidan seperti halnya dokter, diizinkan mengadakan praktik
swasta, sedangkan tenaga keperawatan secara resmi tidak diizinkan.Dokter dapat
membuka praktik swasta untuk mengobati orang sakit dan bidan dapat menolong
persalinan dan pelayanan KB.Peraturan ini boleh dikatakan kurang relevan atau adil
bagi propesi keperawatan. Kita ketahuai Negara lain perawat diizinkan membuka
praktik swasta. Dalam bidang kuratif banyak perawat harus menggantikan atau
mengisi kekujrangan tenaga dokter untuk mengobati penyakit terutam dipuskesmas-
puskesmas tetapi secara hukum hal tersebut tidak dilindungi terutama bagi perawat
yang memperpanjang pelayanan dirumah.Bila memang secara resmi tidak diakui,
maka seharusnya perawat dibebaskan dari pelayanan kuratif atau pengobatan untuk
benar-benar melakuan nursing care.
f. SK Mentri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 94/Menpan/
1986,tanggal 4 Nopember 1989, tentang jabatan fungsional tenaga keperawatan
dan system kredit poin.
Dalam system ini dijelaskan bahwa tenaga keperawatan dapat naik
jabatannya atau naik pangkatnya setiap 2 tahun bila memenuhi angka kredit
tertentu. Dalam SK ini, tenaga keperawatan yang dimaksud adalah : penyenang
kesehatan, yang sudah mencapai golongan II/a, Pengatur Rawat/ Perawat
Kesehatan/Bidan, Sarjana Muda/D III Keperawatan dan Sarjana/S I Keperawatan.
System ini menguntungkan perawat karena dapat naik pangkatnya dan tidak
tergantung kepada pangkat/ golongan atasannya
g. UU kesehatan No. 23 tahun 1992
Merupakan UU yang banyak member kesempatan bagi perkembangan
termasuk praktik keperawatan professional karena dalam UU ini dinyatakan tentang
standar praktik, hak-hak pasien, kewenangan, maupun perlindungan hukum bagi
profesi kesehatan termasuk keperawatan.
Beberapa pernyataan UU kes. No. 23 Th. 1992 yang dapat dipakai sebagai
acuan pembuatan UU praktik keperawatan adalah :
1) Pasal 32 ayat 4
Pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan
ilmu keperawatan, hanya dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.
2) Pasal 53 ayat I
Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugas sesui dengan profesinya.
3) Pasal 53 ayat 2
Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi
standar profesi dan menghormati hak pasien.
L. Tanggung Gugat dalam Keperawatan
Acountability : dapat diartikan sebagai bentuk partisipasi perawat dalam membuat
suatu keputusan dan belajar dengan keputusan itu konsekuensi-konsekunsinya.
Tanggung Gugat dapat diartikan sebagai bentuk partisipasi perawat dalam membuat
suatu keputusan dan belajar dengan keputusan itu konsekuensi-konsekuensinya. Perawat
hendaknya memiliki tanggung gugat artinya bila ada pihak yang menggugat ia
menyatakan siap dan berani menghadapinya. Terutama yang berkaitan dengan kegiatan-
kegiatan profesinya.Perawat harus mampu untuk menjelaskan kegiatan atau tindakan
yang dilakukannya.
a. Tanggung Gugat Pada Setiap Tahap Proses Keperawatan
1) Tahap pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan yang mempunyai
tujuan mengumpulkan data. Perawat bertanggunggugat untuk pengumpulan
data/informasi, mendorong partisipasi pasien dan penentuan keabsahan data
yang dikumpulkan.Pada saat mengkaji perawat bertanggung gugat untuk
kesenjangan-kesenjangan dalam data atau data yang bertentangan, data yang
tidak/kurang tepat atau data yang meragukan.
2) Tahap diagnosa keperawatan
Diagnosa merupakan keputusan profesional perawat menganalisa data dan
merumuskan respon pasien terhadap masalah kesehatan baik aktual atau
potensial.Perawat bertanggunggugat untuk keputusan yang dibuat tentang
masalah-masalah kesehatan pasien seperti pernyataan diagnostik.Masalah
kesehatan yang timbul pada pasien apakah diakui oleh pasien atau hanya
perawat.Apakah perawat mempertimbangkan nilai-nilai, keyakinan dan
kebiasan/kebudayan pasien pada waktu menentukan masalah-masalah
kesehatan.Pada waktu membuat keputusan para perawat bertanggung gugat
untukmempertimbangkan latar belakang sosial budaya pasien.
3) Tahap perencanaan
Perencanaan merupakan pedoman perawat dalam melaksanakan asuhan
keperawatan, terdiri dari prioritas masalah, tujuan serta rencana kegiatan
keperawatan. Tanggung gugat yang tercakup pada tahap perencanaan meliputi:
penentuan prioritas, penetapan tujuan dan perencanaan kegiatan-kegiatan
keperawatan. Langkah ini semua disatukan kedalam rencana keperawatan
tertulis yang tersedia bagi semua perawat yang terlibat dalam asuhan
keperawatan pasien.Pada tahap ini perawat juga bertanggunggugat untuk
menjamin bahwa prioritas pasien juga dipertimbangkan dalam menetapkan
prioritas asuhan.
4) Tahap implementasi
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan dari rencana asuhan
keperawatan dalam bentuk tindakan-tindakan keperawatan.Perawat
bertanggung gugat untuk semua tindakan yang dilakukannya dalam
memberikan asuhan keperawatan. Tindakan-tindakan tersebut dapat dilakukan
secara langsung atau dengan bekerjasama dengan orang lain atau dapat pula
didelegasikan kepada orang lain. Meskipun perawat mendelegasikan suatu
kegiatan kepada oranglain, perawatt tersebut harus masih tetap bertanggung
gugat untuk tindakan yang didelegasikan dan tindakan pendelegasiannya itu
sendiri. Perawat harus dapat memberi jawaban nalar tentang mengapa kegiatan
tersebut didelegasikan, mengapa orang itu yang dipilih untuk melakukan
kegiatan tersebut dan bagaimana tindakan yang didelegasikan itu
dilaksanakan.Kegiatan keperawatan harus dicatat setelah dilaksanakan, oleh
sebab itu dibuat catatan tertulis.
5) Tahap evaluasi
Evaluasi merupakan tahap penilaian terhadap hasil tindakan keperawatan yang
telah diberikan, termasuk juga menilai semua tahap proses keperawatan.
Perawat bertanggung gugat untuk keberhasilan atau kegagalan tindakan
keperawatan.Perawat harus dapat menjelaskan mengapa tujuan pasien tidak
tercapai dan tahap mana dari proses keperawatan yang perlu dirubah.

b. Mempertahankan Akontabilitas Profesional dalam Asuhan Keperawatan


1) Terhadap Diri Sendiri
a) Tidak dibenarkan setiap personal melakukan tindakan yang
membahayakan keselamatan status kesehatan pasien.
b) Mengikuti praktek keperawatan berdasarkan standar baru dan
perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi canggih.
c) Mengembangkan opini berdasarkan data dan fakta.
2) Terhadap Klien atau Pasien
a) Memberikan informasi yang akurat berhubungan dengan asuhan
keperawatan.
b) Memberikan asuhan keperawatan berdasarkan standar yang menjamin
keselamatan, dan kesehatan pasien.
3) Terhadap Profesinya
a) Berusaha mempertahankan, dan memelihara kualitas asuhan keperawatan
berdasarkan standar, dan etika profesi.
b) Mampu dan mau mengingatkan sejawat perawat untuk bertindak
profesional, dan sesuai etik moral profesi.
4) Terhadap Institusi/Organisasi
Mematuhi kebijakan dan peraturan yang berlaku, termasuk pedoman yang
disiapkan oleh institusi atau organisasi.
5) Terhadap Masyarakat
Menjaga etika dan hubungan interpersonal dalam memberikan pelayanan
keperawatan yang berkualitas tinggi.

c. Jenis Atau Macam-Macam Tanggung Gugat Perawat


Istilah tanggung gugat, merupakan istilah yang baru berkembang untuk
meminta pertanggung jawaban seseorang karena kelalaiannya menimbulkan
kerugian bagi pihak lain. Di bidang pelayanan kesehatan, persoalan tanggung gugat
terjadi sebagai akibat adanya hubungan hukum antara tenaga medis (dokter, bidan,
perawat) dengan pengguna jasa (pasien) yang diatur dalam perjanjian.Tanggung
Gugat dapat diartikan sebagai bentuk partisipasi perawat dalam membuat suatu
keputusan dan belajar dengan keputusan itu konsekuensi-konsekunsinya. Perawat
hendaknya memiliki tanggung gugat artinya bila ada pihak yang menggugat ia
menyatakan siap dan berani menghadapinya. Terutama yang berkaitan dengan
kegiatan-kegiatan profesinya.Perawat harus mampu untuk menjelaskan kegiatan
atau tindakan yang dilakukannya.
Macam-Macam Jenis Tanggung Gugat:
1) Contractual Liability.
Tanggung gugat jenis ini muncul karena adanya ingkar janji, yaitu tidak
dilaksanakannya sesuatu kewajiban (prestasi) atau tidak dipenuhinya sesuatu
hak pihak lain sebagai akibat adanya hubungan kontraktual. Dalam kaitannya
dengan hubungan terapetik, kewajiban atau prestasi yang harus dilaksanakan
oleh health care provider adalah berupa upaya (effort), bukan hasil (result).
Karena itu dokter atau tenaga kesehatan lain hanya bertanggunggugat atas
upaya medik yang tidak memenuhi standar, atau dengan kata lain, upaya medik
yang dapat dikatagorikan sebagai civil malpractice
2) Liability in Tort
Tanggung gugat jenis ini merupakan tanggung gugat yang tidak didasarkan
atas adanya contractual obligation, tetapi atas perbuatan melawan hukum .
Pengertian melawan hukum tidak hanya terbatas pada perbuatan yang
berlawanan dengan hukum, kewajiban hukum diri sendiri atau kewajiban
hukum orang lain saja tetapi juga yang berlawanan dengan kesusilaan yang
baik & berlawanan dengan ketelitian yang patut dilakukan dalam pergaulan
hidup terhadap orang lain atau benda orang lain (Hogeraad, 31 Januari 1919).
3) Strict Liability
Tanggung gugat jenis ini sering disebut tanggung gugat tanpa kesalahan
(liability whitout fault) mengingat seseorang harus bertanggung jawab
meskipun tidak melakukan kesalahan apa-apa; baik yang bersifat intensional,
recklessness ataupun negligence. Tanggung gugat seperti ini biasanya berlaku
bagi product sold atau article of commerce, dimana produsen harus membayar
ganti rugi atas terjadinya malapetaka akibat produk yang dihasilkannya, kecuali
produsen telah memberikan peringatan akan kemungkinan terjadinya risiko
tersebut
4) Vicarious Liability
Tanggung gugat jenis ini timbul akibat kesalahan yang dibuat oleh bawahannya
(subordinate).Dalam kaitannya dengan pelayanan medik maka RS (sebagai
employer) dapat bertanggung gugat atas kesalahan yang dibuat oleh tenaga
kesehatan yang bekerja dalam kedudukan sebagai sub-ordinate (employee).
M. Perjanjian/Kontrak dalam Keperawatan
Kontrak mengandung arti ikatan persetujuan atau perjanjian resmi antara dua atau
lebih partai untuk mengerjakan sesuatu atau tidak.Dalam konteks hukum, kontrak sering
disebut dengan perikatan atau perjanjian. Perikatan artinya mengikat orang yang satu
dengan orang lain.
Hukum perikatan di atur dalam UU Hukum Perdata pasal 1239: “semuaperjanjian baik
yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak mempunyai nama tertentu, tunduk
pada ketentuan-ketentuan umum yang termasuk dalam bab ini dan bab yang lalu.” Lebih
lanjut menurut ketentuan pasal 1234 KUHPdt, setiap perikatan adalah untuk memberikan,
berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu. Perjanjian dapat diaktakan sah bila
memenuhi syarat sebagai berikut :
1) Ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak yang membuat janji (Consencius)
2) Ada kecakapan terhadap pihak-pihak untuk membuat perjanjian (Capacity)
3) Ada sesuatu hal tertentu (a certain subject matter) dan ada sesuatu sebab yang halal
4) Kontrak perawat pasien dilakukan sebelum melakukan asuhan keperawatan
5) Kontrak juga dilakukan sebelum menerima dan diterima di tempat kerja
6) Kontrak perawat pasien digunakan untuk melindungi hak-hak kedua belah pihak
yang bekerjasama
7) Kontrak juga untuk menggugat pihak yang melanggar kontrak yang di sepakati.
N. Kasus isu legal keperawatan
Penggunaan vaksin imunisasi melalui jarum suntik di sekolah dasar (SD) di Karawang
harus diawasi dengan ketat. Pasalnya kegiatan imunisasi di sekolah kembali menelan
korban jiwa ketika salah seorang siswi tewas, setelah menjalani imunisasi dari sekolah.
Korban tewas, Clara Minarti Pricilia (7), pelajar kelas II SDN Purwasari, diduga tewas
setelah sebelumnya mendapat imunisasi dari sekolahnya. Sebelumnya keluarga korban
mengira korban meninggal karena sakit yang dideritanya sejak Senin. Namun keluarga
baru mengetahui kalau korban yang sedang menderita sakit tersebut sudah mendapat
suntikan imunisasi dari pihak sekolah. Korban yang sempat dilarikan ke Rumah Sakit
(RS) Karyawan Husada meninggal sebelum mendapat perawatan intens dari dokter.
"Memang sebelum diimunisasi dia sudah sakit tapi kenapa harus ikut imunisasi dan kami
pihak keluarga tidak diberitahu," kata Pakarta (40), salah seorang paman korban kepada
wartawan, Senin (28/11/2016). Pakarta mengatakan, awalnya Senin 22 November 2016,
korban berangkat ke sekolah dan saat tiba di sekolah seluruh siswa langsung diimunisasi.
Setelah pulang ke rumah, tangan bekas disuntik membiru dan badan korban mengalami
panas tinggi. Lalu orangtua korban memberi obat warung kepada korban dan saat itu
kondisi demamnya turun. "Kami tidak tahu kalau korban sudah diimunisasi karena tidak
diberitahu pihak sekolah. Keluarga mengira korban sakit demam biasa, sehingga dikasih
obat warung," ucapnya. Kemudian Rabu 23 November 2016, kondisi korban mengalami
panas tinggi, dan pegal linu pada seluruh persendian badannya. Kemudian korban
kembali diberi obat warung dan kondisi panasnya turun, namun esok harinya dia (korban)
mengalami kejang-kejang. Kemudian pihak keluarga membawa korban ke RS Karya
Husada, tetapi di perjalanan nyawa korban tidak tertolong. Pakarta menjelaskan, pihak
keluarga tidak akan menuntut siapapun dan sudah merelakan meninggalnya korban.
Namun pihaknya menginginkan sekolah untuk dapat menjelaskan proses imunisasi yang
dilakukan. "Akibat meninggalnya korban, pihak orangtua akan melakukan jalur
kekeluargaan. Korban tidak akan dilakukan autopsi dan langsung dimakamkan oleh pihak
keluarga," jelasnya. Sementara Kepala Puskesmas Purwasari dr Iin Indiati belum bisa
berkomentar banyak. Dia beralasan masih mencari tahu penyebab kematian Clara. "Kami
nanti akan coba minta laporan hasil dari RS Karya Husada, untuk mencari tahu. Kalau
memang harus diautopsi, maka akan dilakukan itu," ucapnya. Pihak Puskesmas mengaku
sudah mewanti-wanti kepada sekolah serta orangtua siswa, kalau pelajar yang sakit tidak
boleh ikut imunisasi. "Sebelum memberikan imunisasi ke siswa, itu bertanya dulu ke
guru dan orang tuanya. Kalau ada yang sakit, maka tidak akan diberikan penyuntikan.
Waktu itu orangtua Clara juga ada di jendela melihat anaknya disuntik," tuturnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Aspek Legal Etik Keperawatan adalah Aspek aturan Keperawatan dalam memberikan
asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya pada berbagai
tatanan pelayanan, termasuk hak dan kewajibannya yang diatur dalam undang-undang
keperawatan.
Praktik keperawatan yang aman memerlukan pemahaman tentang batasan legal yang
ada dalam praktik perawat. Sama dengan semua aspek keperawatan, pemahaman tentang
implikasi hukum dapat mendukung pemikiran kristis perawat. Perawat perlu memahami
hukum untuk melindungi hak kliennya dan dirinya sendiri dari masalah. Perawat tidak
perlu takut hukum, tetapi lebih melihat hukum sebagai dasar pemahaman terhadap apa
yang masyarakat harapkan dari penyelenggara pelayanan keperawatan yang profesional.
B. Saran
1. Perlunya kehatian-hatian seseorang tentunya keperawatan dalam melakukan suatu
tindakan agar tidak terjadi sesuatu yang dapat menyababkan kejadian yang fatal
akibatnya.
2. Adanya berbagai pendekatan yang bersifat persuasif, konsultatif dan partisipatif
semua pihak (Stake Holder) yang terkait dalam penyelenggaran Praktik Keperawatan
berorientasi kepada pelayanan yang bermutu.
3. Perlu adanya peraturan perundang-undangan dibidang keperawatan yang
diselenggarakan oleh tenaga keperawatan dapat mengayomi dan bersikap mendidik
sekaligus bersifat menghukum yang mudah dipahami dan dilaksanakan, karena
penyelenggaraan praktik keperawatan menyangkut berbagai pihak sehingga yang
terkait hendaknya bersifat proaktif dalam melaksanakan peraturan perundang-
undangan tersebut
4. Setelah mengatahui perkembangan UU yang mengatur tentang praktek keper awatan,
sebagai calon perawat atau mahasiswa keperawatan harus meningkatkan mutu
belajar agar memiliki kemampuan berpikir rasional dalam menyalankan tugas
sebagai perawat profesional.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. Mengetahui Legislasi Praktik Keperawatan.


http://bkulpenprofil.blogspot.com/2013/10/mengetahui-legislasi-praktik-keperawatan.html.
Diakses tanggal 16 September 2014.

Dewi, Virgiyati Tungga. 2013. Tanggung Jawab dan Tanggung


Gugat.http://virgiyatitd.blogspot.com/2013/04/tanggung-jawab-dan-tanggung-gugat.html.
Diakses tanggal 16 September 2014.

Dicky.2013. Pola Hubungan Kerja Perawat dalam Praktik


Profesional.http://putrakietha.blogspot.com/2013/11/pola-hubungan-kerja-perawat-
dalam.html#ixzz3DUpWd8di. Diakses tanggal 16 September 2014.

Didit, Ditya. 2011. Praktik Keperawatan.


http://dityanurse.blogspot.com/2011/04/praktik-keperawatan.html. Diakses tanggal 16
September 2014.

Hazel. 2014. Tanggung Jawab dan Tanggung


Gugat.http://yonokomputer.com/2014/03/tanggung-jawab-dan-tanggung-gugat/. Diakses
tanggal 16 September 2014.

Kozier, Barbara, dkk. 2010. Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC.

Krista. 2011. Praktek Keperawatan Profesional. http://ns-


krista.blogspot.com/2011/11/praktek-keperawatan-profesional.html. Diakses tanggal 16
September 2014.

Lukman.2011. Prinsip Moral dan Legalisasi.http://lukman-


goresanpenakehidupan.blogspot.com/2011/05/prinsip-moral-dan-legalisasi.html. Diakses
tanggal 16 September 2014.

Moshii, El. 2013. Makalah Aspek Legal Keperawatan. (http://el-


moshii.blogspot.com/2013/11/makalah-aspek-legal-keperawatan.html.Diakses 16 September
2014

Nukienut. 2011. Tanggung Jawab Perawat.


http://nutnyildnyild.blogspot.com/2011/05/tanggung-jawab-perawat.html. Diakses tanggal 16
September 2014.

Potter, Patricia A., dan Anne G. Perry. 2009. Fundamental Keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika.

Prasetyo, Agus. 2013. Aspek Hukum dalam Praktek


Keperawatan.http://akpermalahayatimedan.blogspot.com/2013/05/aspek-hukum-dalam-
praktek-keperawatan.html..

Rizka, Aditya. 2012. Aspek Legal Praktik dalam Keperawatan.


http://theadityarizka.blogspot.com/2012/11/aspek-legal-praktik-dalam-keperawatan.html.

You might also like