You are on page 1of 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan di
rongga perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan
utama.Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa
tindakan bedah, misalnya pada obstruksi, perforasi, atau perdarahan, infeksi,
obstruksi atau strangulasi jalan cerna dapat menyebabkan perforasi yang
mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh saluran pencernaan sehingga
terjadilah peritonitis.
Peradangan peritoneum (peritonitis) merupakan komplikasi berbahaya
yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen
(misalnya apendisitis, salpingitis, perforasi ulkus gastroduodenal), ruptura saluran
cerna, komplikasi post operasi, iritasi kimiawi, atau dari luka tembus abdomen.
Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri secara
inokulasi kecil-kecilan.Kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang virulen,
penurunan resistensi, dan adanya benda asing atau enzim pencerna aktif,
merupakan faktor-faktor yang memudahkan terjadinya peritonitis.
Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena
setiap keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan
morbiditas dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya
tergantung dari kemampuan melakukan analisis pada data anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

B. Rumusan Masalah
1) Apa definisi peritonitis ?
2) Bagaimana etiologi pada peritonitis ?
3) Bagaimana klasifikasi dari peritonitis ?
4) Bagaimana patofisiologi dari peritonitis ?
5) Bagaimana manifestasi Klinis pada peritonitis ?
6) Bagaimana pemeriksaan diagnostic pada peritonitis ?

1
7) Bagaimana penatalaksanaaan pada peritonitis ?
8) Bagaimana komplikasi pada peritonitis ?
9) Bagaimana asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien dengan peritonitis
?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mempelajari dan memahami tentang Keperawatan Peritonitis.
2. Tujuan Khusus
o Untuk mengetahui dan memahami definisi peritonis.
o Untuk mengetahui dan memahami penyebab dan faktor resiko.
o Untuk mengetahui dan memahami patofisiologi peritonitis.
o Untuk mengetahui dan memahami penatalaksanaan peritonitis.
o Untuk mengetahui dan memahami pencegahan peritonitis
o Untuk mengetahui dan memahami pemeriksaan diagnostik peritonitis.

D. Manfaat
1. Manfaat bagi Penulis
Untuk menambah ilmu pengetahuan atau wawasan tentang Peritonitis.
2. Manfaat bagi Pembaca
Untuk memberikan tambahan pengetahuan seputar masalah Peritonitis.

2
BAB II
KONSEP TEORI

A. Definisi
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum-lapisan membrane serosa rongga
abdomen dan meliputi visera merupakan penyakit berbahaya yang dapat terjadi
dalam bentuk akut maupun kronis atau kumpulan tanda dan gejala, diantaranya
nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans muscular, dan tanda-tanda umum
inflamasi. Pasien dengan peritonitis dapat mengalami gejala akut, penyakit ringan
dan terbatas, atau penyakit berat dan sistemikengan syok sepsis.(Ardi.2012)
Peritonitis adalah inflamasi rongga peritoneum yang disebabkan oleh
infiltrasi isi usus dari suatu kondisi seperti ruptur apendiks, perforasi/trauma
lambung dan kebocoran anastomosis.
Peritonitis adalah peradangan pentoneum yang merupakan komplikasi
berbahaya akibat penyebaran infeksi dari organ organ abdomen (apendisitis,
pankreatitis, dll) reputra saluran cerna dan luka tembus abdomen.

B. Klasifikasi
Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Peritonitis bakterial primer merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial
secara hematogen pada cavum peritoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi
dalam abdomen. Penyebabnya bersifat monomikrobial, biasanya E. Coli,
Sreptococus atau Pneumococus. Peritonitis bakterial primer dibagi menjadi
dua, yaitu:
a. Spesifik: misalnya Tuberculosis
b. Non spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis dan Tonsilitis.
2. Peritonitis bakterial akut sekunder (supurativa), Peritonitis yang mengikuti
suatu infeksi akut atau perforasi tractusi gastrointestinal atau tractus urinarius.
Pada umumnya organisme tunggal tidak akan menyebabkan peritonitis yang
fatal. Sinergisme dari multipel organisme dapat memperberat terjadinya

3
infeksi ini.Bakteri anaerob, khususnya spesies Bacteroides, dapat
memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan infeksi.
Selain itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat
memperberat suatu peritonitis. Kuman dapat berasal dari:
a. Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam
cavum peritoneal.
b. Perforasi organ-organ dalam perut, contohnya peritonitis yang
disebabkan oleh bahan kimia, perforasi usus sehingga feces keluar dari
usus.
c. Komplikasi dari proses inflamasi organ-organ intra abdominal, misalnya
appendisitis.
3. Peritonitis tersier, misalnya:
a. Peritonitis yang disebabkan oleh jamur.
b. Peritonitis yang sumber kumannya tidak dapat ditemukan.
Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung, sepertii
misalnya empedu, getah lambung, getah pankreas, dan urine.
Bentuk lain dari peritonitis:
1. Aseptik/steril peritonitis.
2. Granulomatous peritonitis.
3. Hiperlipidemik peritonitis.
4. Talkum peritonitis.

C. Etiologi
Infeksi bakteri
1. Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal
2. Appendisitis yang meradang dan perforasi
3. Tukak peptik (lambung/dudenum)
4. Tukak thypoid
5. Tukak disentri amuba/colitis
6. Tukak pada tumor
7. Salpingitis
8. Divertikulitis

4
Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus alpha dan beta
hemolitik, stapilokokus aurens, enterokokus dan yang paling berbahaya adalah
clostridium wechii.
1. Secara langsung dari luar:
a. Operasi yang tidak steril
b. Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamida, terjadi
peritonitisyang disertai pembentukan jaringan granulomatosa sebagai
respon terhadap benda asing, disebut juga peritonitis granulomatosa serta
merupakan peritonitis lokal.
c. Trauma pada kecelakaan seperti rupturs limpa, ruptur hati.
d. Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis. Terbentuk
pula peritonitis granulomatosa.
2. Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti radang
saluran pernapasan bagian atas, otitis media, mastoiditis, glomerulonepritis.
Penyebab utama adalah streptokokus atau pnemokokus.
Bentuk peritonitis yang paling sering ialah Spontaneous bacterial
Peritonitis (SBP) dan peritonitis sekunder. SBP terjadi bukan karena infeksi
intra abdomen, tetapi biasanya terjadi pada pasien yang asites terjadi
kontaminasi hingga kerongga peritoneal sehingga menjadi translokasi bakteri
munuju dinding perut atau pembuluh limfe mesenterium, kadang terjadi
penyebaran hematogen jika terjadi bakterimia dan akibat penyakit hati yang
kronik. Semakin rendah kadar protein cairan asites, semakin tinggi risiko
terjadinya peritonitis dan abses.
Terjadi karena ikatan opsonisasi yang rendah antar molekul komponen
asites pathogen yang paling sering menyebabkan infeksi adalah bakteri gram
negative E. Coli 40%, Klebsiella pneumoniae 7%, spesies Pseudomonas,
Proteus dan gram lainnya 20% dan bakteri gram positif yaitu Streptococcus
pnemuminae 15%, jenis Streptococcus lain 15%, dan golongan Staphylococcus
3%, selain itu juga terdapat anaerob dan infeksi campur bakteri.
Peritonitis sekunder yang paling sering terjadi disebabkan oleh perforasi
atau nekrosis (infeksi transmural) organ-organ dalam dengan inokulasi bakteri

5
rongga peritoneal terutama disebabkan bakteri gram positif yang berasal dari
saluran cerna bagian atas.
Peritonitis tersier terjadi karena infeksi peritoneal berulang setelah
mendapatkan terapi SBP atau peritonitis sekunder yang adekuat, bukan berasal
dari kelainan organ, pada pasien peritonisis tersier biasanya timbul abses atau
flagmon dengan atau tanpa fistula. Selain itu juga terdapat peritonitis TB,
peritonitis steril atau kimiawi terjadi karena iritasi bahan-bahan kimia,
misalnya cairan empedu, barium, dan substansi kimia lain atau prses inflamasi
transmural dari organ-organ dalam (Misalnya penyakit Crohn). (Ardi.2012).

D. Manifestasi Klinis
Adanya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan memberikan
tanda-tanda rangsangan peritonium. Rangsangan peritonium menimbulkan nyeri
tekan dan defans muskular, pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas di
bawah diafragma. Peristaltik usus menurun sampai hilang akibat kelumpuhan
sementara usus.
Bila telah terjadi peritonitis bakterial, suhu badan penderita akan naik dan
terjadi takikardia, hipotensi dan penderita tampak letargik dan syok. Rangsangan
ini menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang menyebabkan pergeseran
peritonium dengan peritonium.Nyeri subjektif berupa nyeri waktu penderita
bergerak seperti jalan, bernafas, batuk, atau mengejan.Nyeri objektif berupa nyeri
jika digerakkan seperti palpasi, nyeri tekan lepas, tes psoas, atau tes lainnya.
Diagnosis peritonitis ditegakkan secara klinis dengan adanya nyeri
abdomen (akut abdomen) dengan nyeri yang tumpul dan tidak terlalu jelas
lokasinya (peritoneum visceral) yang makin lama makin jelas lokasinya
(peritoneum parietal). Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat
yaitu demam tinggi atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, takikardi,
dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki
punctum maximum ditempat tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut akan
terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar untuk
menghindari palpasinya yang menyakinkan atau tegang karena iritasi peritoneum.
Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri

6
akibat pelvic inflammatoru disease. Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi
positif palsu pada penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya diabetes
berat, penggunaan steroid, pascatransplantasi, atau HIV), penderita dengan
penurunan kesadaran (misalnya trauma cranial,ensefalopati toksik, syok sepsis,
atau penggunaan analgesic), penderita dengan paraplegia dan penderita
geriatric.(Ardi.2012)

E. Patofisiologi
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya
eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan
fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga
membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang,
tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan
obstuksi usus.
Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran
mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif,
maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti
misalnya interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga
membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena
tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit
oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya
meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia.
Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen
mengalami oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler
organ-organ tersebut meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum
dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem
dinding abdomen termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia.
Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada,
serta muntah.
Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut
meningkatkan tekana intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh menjadi
sulit dan menimbulkan penurunan perfusi.

7
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum
atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum.Dengan perkembangan
peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik;
usus kemudian menjadi atoni dan meregang.Cairan dan elektrolit hilang kedalam
lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan
oliguria.Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang
meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan
obstruksi usus.
Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan
ileus karena adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan
peristaltik usus sebagai usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa
ileus sederhana yaitu obstruksi usus yang tidak disertai terjepitnya pembuluh
darah dan dapat bersifat total atau parsial, pada ileus stangulasi obstruksi disertai
terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemi yang akan berakhir dengan
nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi perforasi usus dan karena penyebaran
bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat terjadi peritonitis.(Ardi.2012)

F. PATHWAY
Terlampir

G. Pemeriksaan Diagnostik
 Test laboratorium
1. Leukositosis
Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal mengandung banyak
protein (lebih dari 3 gram/100 ml) dan banyak limfosit, hasil tuberkel
diidentifikasi dengan kultur. Biopsi peritoneum per kutan atau secara
laparoskopi memperlihatkan granuloma tuberkuloma yang khas, dan
merupakan dasar diagnosa sebelum hasil pembiakan.
2. Hematokrit meningkat
3. Asidosis metabolic (dari hasil pemeriksaan laboratorium pada pasien
peritonitis didapatkan PH =7.31, PCO2= 40, BE= -4 )
4. X. Ray

8
 Dari tes X Ray didapat:
Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan:
1. Illeus merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis.
2. Usus halus dan usus besar dilatasi.
3. Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.
 Gambaran Radiologis
Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk
pertimbangan dalam memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada
peritonitis dilakukan foto polos abdomen 3 posisi, yaitu :
1. Tiduran terlentang (supine), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi
anteroposterior.
2. Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan
sinar dari arah horizontal proyeksi anteroposterior.
3. Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar
horizontal proyeksi anteroposterior.
Sebaiknya pemotretan dibuat dengan memakai kaset film yang dapat
mencakup seluruh abdomen beserta dindingnya. Perlu disiapkan ukuran kaset dan
film ukuran 35x43 cm. Sebelum terjadi peritonitis, jika penyebabnya adanya
gangguan pasase usus (ileus) obstruktif maka pada foto polos abdomen 3 posisi
didapatkan gambaran radiologis antara lain:
1. Posisi tidur, untuk melihat distribusi usus, preperitonial fat, ada tidaknya
penjalaran. Gambaran yang diperoleh yaitu pelebaran usus di proksimal
daerah obstruksi, penebalan dinding usus, gambaran seperti duri ikan (Herring
bone appearance).
2. Posisi LLD, untuk melihat air fluid level dan kemungkinan perforasi usus.
Dari air fluid level dapat diduga gangguan pasase usus. Bila air fluid level
pendek berarti ada ileus letak tinggi, sedang jika panjang-panjang
kemungkinan gangguan di kolon.Gambaran yang diperoleh adalah adanya
udara bebas infra diafragma dan air fluid level.
3. Posisi setengah duduk atau berdiri. Gambaran radiologis diperoleh adanya air
fluid level dan step ladder appearance

9
H. Penatalaksanaan
1. Therapy umum
a. Istirahat
- Tirah baring dengan posisi fowler
- Penghisapan nasogastrik, kateter
b.Diet
- Cair → nasi
- Diet peroral dilarang
c. Medikamentosa
- Obat pertama
Cairan infus cukup dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin
- Obat alternatif
Narkotika untuk mengurangi penderitaan pasien
2. Therapy Komplikasi
 Intervensi bedah untuk menutup perforasi dan menghilangkan sumber
infeksi.
Prinsip umum pengobatan adalah pemberian antibiotik yang sesuai
dekompresi saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik atau intestinal
penggantian cairan dan elektrolit yang dilakukan secara intravena,
pembuangan fokus septik (appendiks dsb) atau penyebab radang lainnya
bila mungkin dengan mengalirkan nanah keluar dan tindakan-tindakan
menghilangkan nyeri.
 Pertimbangan dilakukan pembedahan
1. Pada pemeriksaan fisik didapatkan defans muskuler yang meluas, nyeri
tekan terutama jika meluas, distensi perut, massa yang nyeri, tanda
perdarahan (syok, anemia progresif), tanda sepsis (panas tinggi,
leukositosis), dan tanda iskemia (intoksikasi, memburuknya pasien saat
ditangani).
2. Pada pemeriksaan radiology didapatkan pneumo peritoneum, distensi
usus, extravasasi bahan kontras, tumor, dan oklusi vena atau arteri
mesenterika.

10
3. Pemeriksaan endoskopi didapatkan perforasi saluran cerna dan
perdarahan saluran cerna yang tidak teratasi.
4. Pemeriksaan laboratorium.
3. Pembedahan dilakukan bertujuan untuk :
1. Mengeliminasi sumber infeksi.
2. Mengurangi kontaminasi bakteri pada cavum peritoneal
3. Pencegahan infeksi intra abdomen berkelanjutan.
Apabila pasien memerlukan tindakan pembedahan maka kita harus
mempersiapkan pasien untuk tindakan bedah :
1. Mempuasakan pasien untuk mengistirahatkan saluran cerna.
2. Pemasangan NGT untuk dekompresi lambung.
3. Pemasangan kateter untuk diagnostic maupun monitoring urin.
4. Pemberian terapi cairan melalui I.V.
5. Pemberian antibiotic.
 Terapi bedah pada peritonitis :
1. Kontrol sumber infeksi, dilakukan sesuai dengan sumber infeksi. Tipe
dan luas dari pembedahan tergantung dari proses dasar penyakit dan
keparahan infeksinya.
2. Pencucian ronga peritoneum: dilakukan dengan debridement,
suctioning,kain kassa, lavase, irigasi intra operatif. Pencucian
dilakukan untuk menghilangkan pus, darah, dan jaringan yang
nekrosis.
3. Debridemen : mengambil jaringan yang nekrosis, pus dan fibrin.
4. Irigasi kontinyu pasca operasi.
 Terapi post operasi:
1. Pemberian cairan I.V, dapat berupa air, cairan elektrolit, dan nutrisi.
2. Pemberian antibiotic
3. Oral-feeding, diberikan bila sudah flatus, produk ngt minimal,
peristaltic usus pulih, dan tidak ada distensi abdomen.
Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang
yang dilakukan secara intravena, pemberian antibiotika yang sesuai, dekompresi
saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik dan intestinal, pembuangan fokus

11
septik (apendiks, dsb) atau penyebab radang lainnya, bila mungkin mengalirkan
nanah keluar dan tindakan-tindakan menghilangkan nyeri.
Resusitasi hebat dengan larutan saline isotonik adalah
penting.Pengembalian volume intravaskular memperbaiki perfusi jaringan dan
pengantaran oksigen, nutrisi, dan mekanisme pertahanan.Keluaran urine tekanan
vena sentral, dan tekanan darah harus dipantau untuk menilai keadekuatan
resusitasi.
Terapi antibiotika harus diberikan sesegera diagnosis peritonitis bakteri
dibuat. Antibiotik berspektrum luas diberikan secara empirik, dan kemudian
dirubah jenisnya setelah hasil kultur keluar. Pilihan antibiotika didasarkan pada
organisme mana yang dicurigai menjadi penyebab.Antibiotika berspektrum luas
juga merupakan tambahan drainase bedah. Harus tersedia dosis yang cukup pada
saat pembedahan, karena bakteremia akan berkembang selama operasi.
Pembuangan fokus septik atau penyebab radang lain dilakukan dengan
operasi laparotomi. Insisi yang dipilih adalah insisi vertikal digaris tengah yang
menghasilkan jalan masuk ke seluruh abdomen dan mudah dibuka serta
ditutup.Jika peritonitis terlokalisasi, insisi ditujukan diatas tempat
inflamasi.Tehnik operasi yang digunakan untuk mengendalikan kontaminasi
tergantung pada lokasi dan sifat patologis dari saluran gastrointestinal.Pada
umumnya, kontaminasi peritoneum yang terus menerus dapat dicegah dengan
menutup, mengeksklusi, atau mereseksi viskus yang perforasi.
Lavase peritoneum dilakukan pada peritonitis yang difus, yaitu dengan
menggunakan larutan kristaloid (saline). Agar tidak terjadi penyebaran infeksi
ketempat yang tidak terkontaminasi maka dapat diberikan antibiotika ( misal
sefalosporin ) atau antiseptik (misal povidon iodine) pada cairan irigasi. Bila
peritonitisnya terlokalisasi, sebaiknya tidak dilakukan lavase peritoneum, karena
tindakan ini akan dapat menyebabkan bakteria menyebar ketempat lain.
Drainase (pengaliran) pada peritonitis umum tidak dianjurkan, karena pipa
drain itu dengan segera akan terisolasi/terpisah dari cavum peritoneum, dan dapat
menjadi tempat masuk bagi kontaminan eksogen. Drainase berguna pada keadaan
dimana terjadi kontaminasi yang terus-menerus (misal fistula) dan diindikasikan
untuk peritonitis terlokalisasi yang tidak dapat direseksi.

12
Pengobatanyang pertama dilakukan adalah pembedahan eksplorasi
darurat, terutama bila terdapat apendisitis, ulkus peptikum yang mengalami
perforasi atau divertikulitis.Pada peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau
penyakit radang panggul pada wanita, pembedahan darurat biasanya tidak
dilakukan. Diberikan antibiotik yang tepat, bila perlu beberapa macam antibiotik
diberikan bersamaan.(Ardi.2012)

I. Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder, dimana
komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu :
(chushieri)
1. Komplikasi dini
a. Septikemia dan syok septic
b. Syok hipovolemik
c. Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan
kegagalan multisystem
d. Abses residual intraperitoneal
e. Portal Pyemia (misal abses hepar)
2. Komplikasi lanjut
a. Adhesi
b. Obstruksi intestinal rekuren. (Lili.2013)

J. Pencegahan
Cara pencegahan peritonitis utamanya adalah menghindari semua
penyebabnya, baik penyebabutama maupun penyebab sekundernya, yaitu
Mengurangi minum alkohol dan obat yang dapat menyebabkan sirosis.
a. Alkoholisme:
Konsumsi alkohol yang berlebihan adalah salah satu faktor yang
dapatmenyebabkan sirosis. Karena alkohol memiliki efek yang toksik
terhadap organ liver dandapat merusak sel-sel pada liver.
b. Racun/obat-obatan

13
Pemakaian jangka lama obat-obatan atau eksposur pada racun
dapatmenyebabkan kerusakan pada hati dan akhirnya terjadi sirosis.Contoh-
contoh dari obat-obat yang dapat menyebabkan hepatitis
akuttermasukacetaminophen (Tylenol), phenytoin (Dilantin), aspirin,
isoniazid. (Nydrazid,Laniazid), diclofenac (Voltaren), dan
amoxicillin/clavulanic acid (Augmentin). (Scrib.2013)

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
 Keadaan umum
Keluhan utama yang sering muncul adalah nyeri kesakitan di bagian perut
sebelah kanan dan menjalar ke pinggang.
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Peritinotis dapat terjadi pada seseorang dengan peradangan iskemia,
peritoneal diawali terkontaminasi material, sindrom nefrotik, gagal ginjal
kronik, lupus eritematosus, dan sirosis hepatis dengan asites.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Seseorang dengan peritonotis pernah ruptur saluran cerna, komplikasi post
operasi, operasi yang tidak steril dan akibat pembedahan, trauma pada
kecelakaan seperti ruptur limpa dan ruptur hati.
3. Riwayat Penyakit Keluarga
Secara patologi peritonitis tidak diturunkan, namun jika peritonitis ini
disebabkan oleh bakterial primer, seperti: Tubercolosis. Maka kemungkinan
diturunkan ada.
 Pemeriksaan Fisik
1. Sistem pernafasan (B1)
Pola nafas irregular (RR> 20x/menit), dispnea, retraksi otot bantu
pernafasan serta menggunakan otot bantu pernafasan.
2. Sistem kardiovaskuler (B2)

14
Klien mengalami takikardi karena mediator inflamasi dan hipovelemia
vaskular karena anoreksia dan vomit. Didapatkan irama jantung
irregular akibat pasien syok (neurogenik, hipovolemik atau septik),
akral : dingin, basah, dan pucat.
3. Sistem Persarafan (B3)
Pada saraf periserale yang dipersarafi sistem saraf otonom, tidak peka
terhadap rabaan atau pemotongan sehingga jika ada sayatan dan jahitan
tidak dirasakan pasien, akan tetapi dari tarikan, regangan organ atau
konstraksi otot yang meningkat akibat iskemia akan menimbulkan
nyeri yang sangat hebat. Sedangkan pada peritonium parietale yang
dipersarafi saraf tepi, menimbulkan nyeri karena adanya rabaan
ataupun proses radang
4. Sistem Perkemihan (B4)
Terjadi gangguan produksi urin karena pada umumnya peritonitis
disertai dengan kerusakan ginjal, ulkus gaster, infeksi kandung
empedu dll.
5. Sistem Pencernaan (B5)
Klien akan mengalami anoreksia dan nausea. Vomit dapat muncul
akibat proses ptologis organ visceral (seperti obstruksi) atau secara
sekunder akibat iritasi peritoneal. Selain itu bising usus menurun, dan
gerakan peristaltic usus turun (<12x/menit).
6. Sistem Muskuloskeletal dan Integumen (B6)
Penderita peritonitis mengalami letih, kelemahan saat beraktifitas,
nyeri perut dengan aktivitas. Kemampuan pergerakan sendi terbatas,
kekuatan otot mengalami kelelahan, dan turgor kulit menurun
akibat kekurangan volume cairan.
7. Pengkajian Psikososial terdiri dari: Interaksi sosial menurun terkait
dengan keikutsertaan pada aktivitas sosial yang sering dilakukan.
8. Personal Hygiene
Kelemahan selama aktivitas perawatan diri:
a. Pengkajian Spiritual
b. Pemeriksaan penunjang

15
 Pemeriksaan Laboratorium
a. Complete BloodCount (CBC), umumnya pasien dengan infeksi intra
abdomen menunjukan adanya luokositosis (>11.000 sel/ µL) dengan
adanya pergerakan ke bentuk immatur pada differential cell count.
Namun pada pasien dengan immunocompromised dan pasien dengan
beberapa tipe infeksi (seperti fungal dan CMV) keadaan leukositosis
dapat tidak ditemukan atau malah leucopenia
b. Test fungsi hati jika diindikasikan
c. Amilase dan lipase jika adanya dugaan pancreatitis
d. Urinalisis untuk mengetahui adanya penyakit pada saluran kemih
(seperti pyelonephritis, renal stone disease)
e. Cairan peritoneal, cairan peritonitis akibat bakterial dapat ditunjukan
dari pH dan glukosa yang rendah serta peningkatan protein dan nilai
LDH
 Pemeriksaan Radiologi
a. Foto polos
b. USG
c. CT Scan (eg, gallium Ga 67 scan, indium In 111–labeled autologous
leucocyte scan, technetium Tc 99m-iminoacetic acid derivative scan).
d. Scintigraphy
e. MRI
Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk
pertimbangan dalam memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada
peritonitis dilakukan foto polos abdomen 3 posisi, yaitu:
a. Tiduran telentang (supine), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi
anteroposterior (AP).
b. Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan
sinar horizontal proyeksi AP.
c. Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar
horizontal, proyeksi AP.

16
Sebaiknya pemotretan dibuat dengan memakai kaset film yang
dapat mencakup seluruh abdomen beserta dindingnya. Perlu disiapkan
ukuran kaset dan film ukuran 35 x 43 cm. Sebelum terjadi peritonitis, jika
penyebabnya adanya gangguan pasase usus (ileus) obstruktif maka pada
foto polos abdomen 3 posisi didapatkan gambaran radiologis antara lain:
a. Posisi tidur, untuk melihat distribusi usus, preperitonial fat, ada tidaknya
penjalaran. Gambaran yang diperoleh yaitu pelebaran usus di proksimal
daerah obstruksi, penebalan dnding usus, gambaran seperti duri ikan
(Herring bone appearance).
b. Posisi LLD, untuk melihat air fluid level dan kemungkinan perforasi
usus. Dari air fluid level dapat diduga gangguan pasase usus. Bila air
fluid level pendek berarti ada ileus letak tinggi, sedang jika panjang-
panjang kemungkinan gangguan di kolon. Gambaran yang diperoleh
adalah adanya udara bebas infra diafragma dan air fluid level.
c. Posisi setengah duduk atau berdiri. Gambaran radiologis diperoleh
adanya air fluid level dan step ladder appearance. Jadi gambaran
radiologis pada ileus obstruktif yaitu adanya distensi usus partial, air
fluid level, dan herring bone appearance.
Sedangkan pada ileus paralitik didapatkan gambaran radiologis yaitu:
a. Distensi usus general, dimana pelebaran usus menyeluruh sehingga
kadang-kadang susah membedakan anatara intestinum tenue yang
melebar atau intestinum crassum.
b. Air fluid level.
c. Herring bone appearance.
Bedanya dengan ileus obstruktif: pelebaran usus menyeluruh
sehingga air fluid level ada yang pendek-pendek (usus halus) dan panjang-
panjang (kolon) karena diameter lumen kolon lebih lebar daripada usus
halus. Ileus obstruktif bila berlangsung lama dapat menjadi ileus paralitik.
Pada kasus peritonitis karena perdarahan, gambarannya tidak jelas
pada foto polos abdomen. Gambaran akan lebih jelas pada pemeriksaan
USG (ultrasonografi).

17
Gambaran radiologis peritonitis karena perforasi dapat dilihat pada
pemeriksaan foto polos abdomen 3 posisi. Pada dugaan perforasi apakah
karena ulkus peptikum, pecahnya usus buntu atau karena sebab lain, tanda
utama radiologi adalah:
a. Posisi tiduran, didapatkan preperitonial fat menghilang, psoas line
menghilang, dan kekaburan pada cavum abdomen.
b. Posisi duduk atau berdiri, didapatkan free air subdiafragma berbentuk
bulan sabit (semilunair shadow).
c. Posisi LLD, didapatkan free air intra peritonial pada daerah perut yang
paling tinggi. Letaknya antara hati dengan dinding abdomen atau antara
pelvis dengan dindingabdomen.
d. Jadi gambaran radiologis pada peritonitis yaitu adanya kekaburan pada
cavum abdomen, preperitonial fat dan psoas line menghilang, dan
adanya udara bebas subdiafragma atau intra peritoneal.
 X. Ray
Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan :
a. lleus merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis.
b. Usus halus dan usus besar dilatasi.
c. Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.

B. Diagnosa
1. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi, demam dan kerusakan jaringan.
2. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia dan
muntah.
4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan
aktif.
5. Ketidakefektifan pola nafas b.d penurunan kedalaman pernafasan sekunder
distensi abdomen dan menghindari nyeri.
6. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
7. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d terputusnya kontinuitas jaringan kulit akibat
insisi ( pembedahan )

18
8. Resiko tidak efektif pola nafas b.d efek anestesi

C. Intervensi
 Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi, demam dan kerusakan jaringan.
Intervensi:
1. Selidiki laporan nyeri, catat lokasi, lama, intensitas (skala 0-10) dan
karakteristiknya (dangkal, tajam, konstan).
Rasional: Perubahan pada lokasi/intensitas tidak umum tetapi dapat
menunjukkan terjadinya komplikasi. Nyeri cenderung menjadi konstan,
lebih hebat, dan menyebar ke atas, nyeri dapat lokal bila terjadi abses.
2. Pertahankan posisi semi fowler sesuai indikasi
Rasional:Meningkatkan relaksasi dan mungkin meningkatkan
kemampuan koping pasien dengan memfokuskan kembali perhatian
3. Berikan tindakan kenyamanan, contoh pijatan punggung, napas dalam,
latihan relaksasi atau visualisasi.
Rasional:Menurunkan mual/muntah yang dapat meningkatkan tekanan
atau nyeri intraabdomen.
4. Berikan obat sesuai indikasi
Rasional: Menurunkan laju metabolik dan iritasi usus karena toksin
sirkulasi/lokal, yang membantu menghilangkan nyeri dan meningkatkan
penyembuhan.
 Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan.
Intervensi:
1. Catat faktor risiko individu contoh trauma abdomen, apendisitis akut,
dialisa peritoneal.
Rasional: Mempengaruhi pilihan intervensi.
2. Kaji tanda vital dengan sering, catat tidak membaiknya atau berlanjutnya
hipotensi, penurunan tekanan nadi, takikardia, demam, takipnea.
Rasional: Tanda adanya syok septik, endotoksin sirkulasi menyebabkan
vasodilatasi, kehilangan cairan dari sirkulasi, dan rendahnya status curah
jantung.
3. Catat perubahan status mental (contoh bingung, pingsan).

19
Rasional: Hipoksemia, hipotensi, dan asidosis dapat menyebabkan
penyimpangan status mental.
4. Catat warna kulit, suhu, kelembaban.
Rasional: Hangat, kemerahan, kulit kering adalah tanda dini septikemia.
Selanjutnya manifestasi termasuk dingin, kulit pucat lembab dan sianosis
sebagai tanda syok.
5. Awasi haluaran urine
Rasional: Oliguria terjadi sebagai akibat penurunan perfusi ginjal, toksin
dalam sirkulasi mempengaruhi antibiotik.
 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia dan
muntah.
Intervensi:
1. Awasi haluan selang NG, dan catat adanya muntah atau diare.
Rasional: Jumlah besar dari aspirasi gaster dan muntah atau diare diduga
terjadi obstruksi usus, memerlukan evaluasi lanjut.
2. Auskultasi bising usus, catat bunyi tak ada atau hiperaktif.
Rasional: bising usus sering tak ada, inflamasi atau iritasi usus
dapat menyertai hiperaktivitas usus, penurunan absorpsi air dan diare.
3. Catat kebutuhan kalori yang dibutuhkan.
Rasional: Adanya kalori (sumber energi) akan mempercepat proses
penyembuhan.
4. Monitor Hb dan albumin
Rasional: Indikasi adekuatnya protein untuk sistem imun.
5. Kolaborasi pemasangan NGT jika klien tidak dapat makan dan minum
peroral.
Rasional: Agar nutrisi klien tetap terpenuhi.
6. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam diet.
Rasional: Tubuh yang sehat tidak mudah untuk terkena infeksi
(peradangan).
 Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan
aktif.
Intervensi:

20
1. Pantau tanda vital, catat adanya hipotensi (termasuk perubahan postural),
takikardia, takipnea, demam. Ukur CVP bila ada.
Rasional: Membantu dalam evaluasi derajat defisit cairan/keefektifan
penggantian terapi cairan dan respons terhadap pengobatan.
2. Pertahankan intake dan output yang adekuat lalu hubungkan dengan berat
badan harian.
Rasional: Menunjukkan status hidrasi keseluruhan.
3. Rehidrasi/ resusitasi cairan
Rasional: Untuk mencukupi kebutuhan cairan dalam tubuh (homeostatis).
4. Ukur berat jenis urine
Rasional: Menunjukkan status hidrasi dan perubahan pada fungsi ginjal.
5. Observasi kulit/membran mukosa untuk kekeringan, turgor, catat edema
perifer/sacral.
Rasional: Hipovolemia, perpindahan cairan, dan kekurangan nutrisi
mempeburuk turgor kulit, menambah edema jaringan.
 Ketidakefektifan pola nafas b.d penurunan kedalaman pernafasan sekunder
distensi abdomen dan menghindari nyeri.
Intervensi:
1. Pantau hasil analisa gas darah dan indikator hipoksemia: hipotensi,
takikardi, hiperventilasi, gelisah, depresi SSP, dan sianosis.
Rasional: Indikator hipoksemia; hipotensi, takikardi, hiperventilasi,
gelisah, depresi SSP, dan sianosis penting untuk mengetahui adanya syok
akibat inflamasi (peradangan).
2. Auskultasi paru untuk mengkaji ventilasi dan mendeteksi komplikasi
pulmoner.
Rasional: Gangguan pada paru (suara nafas tambahan) lebih mudah
dideteksi dengan auskultasi.
3. Pertahankan pasien pada posisi semifowler.
Rasional: Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan
menurunkan upaya pernafasan, ventilasi maksimal membuka area
atelektasis dan meningkatkan gerakan sekret kedalam jalan nafas besar
untuk dikeluarkan.

21
4. Berikan O2 sesuai program
Rasional: Oksigen membantu untuk bernafas secara optimal.
 Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
Intervensi:
1) Evaluasi tingkat pemahaman klien/orang terdekat tentang diagnosa.
Rasional: Bila penyangkalan ekstem atau ansietas mempengaruhi
kemajuan penyembuhan, menghadapi itu klien perlu dijelaskan dan
membuka cara penyelesaiannya.
2) Akui rasa takut/masalah klien dan dorong mengekspresikan perasaan.
Rasional: Takut/ansietas menurun klien mulai menerima secara positif
kenyataan dan memiliki kemauan untuk ‘hidup lagi’.
3) Berikan kesempatan untuk bertanya dan jawab dengan jujur. Yakinkan
bahwa klien dan perawat mempunyai pemahaman yang sama.
Rasional: Dapat membantu memperbaiki beberapa perasaan kontrol/
kemandirian pada klien yang merasa tak berdaya dalam menerima
diagnosa dan pengobatan.
 Gangguan rasa nyaman nyeri b.d terputusnya kontinuitas jaringan kulit akibat
insisi ( pembedahan )
Intervensi :
1. Observasi nyeri klien ( intensitas, durasi, lokasi )
Rasional : nyeri merupakan cerminan sensasi setelah dekompresi saraf
2. Beri klien posisi yang nyaman
Rasional : Posisi disesuaikan keluhan psikologis
3. Teliti keluhan klien mengenai munculnya kembali nyeri
Rasional : sebagai tanda adanya komplikasi
4. Dorong klien menggunakan teknik relaksasi, seperti latiuhan nafas
dalam, distraksi.
Rasional : memusatkan perhatian, dapat meningkatkan koping
5. Pertahankan puasa/ penghisapan pada awal
Rasional : menurunkan ketidaknyamanan pada peristaltik usus dini dan
iritasi gaster

22
6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik ( keterolac )
2x1 amp.
Rasional : pemberian obat analgetik ditunjukkan dapat megurangi atau
menghilangkan nyeri
 Resiko tidak efektif pola nafas b.d efek anestesi
Intervensi :
1. Observasi frekuensi/ kedalaman pernafasan
Rasional : nafas dangkal mengakibatkan hipoventilasi/ atelektasis
2. Auskultasi bunyi nafas
Rasional : area yang menurunkan/ tak ada bunyi nafas diduga atelektasis
3. Bantu pasien untuk nafas dalam secara periodik
Rasional : meningkatkan ventilasi semua segmen paru dan mobilisasi
serta pengeluaran sekret
4. Tinggikan kepala pada ranjang tempat tidur
Rasional : memudahkan ekspansi paru

23
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Peritonitis adalah peradangan pada peritonium yang merupakan
pembungkus visera dalam rongga perut.Peritoneum adalah selaput tipis dan
jernih yang membungkus organ perut dan dinding perut sebelah dalam.Peritonitis
yang terlokalisir hanya dalam rongga pelvis disebut pelvioperitonitis.
Penyebab peritonitis antara lain : penyebaran infeksi dari organ perut
yang terinfeksi, penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif
melakukan kegiatan seksual, infeksi dari rahim dan saluran telur, kelainan hati
atau gagal jantung, peritonitis dapat terjadi setelah suatu pembedahan, dialisa
peritoneal (pengobatan gagal ginjal), iritasi tanpa infeksi.
Patofisologi peritonitis adalah reaksi awal peritoneum terhadap invasi
bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa. Terbentuk kantong-kantong nanah
(abses) diantara perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan
permukaan sekitarnya sehingga membatasi
infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi
dapat menetap sebagai pita-pita fibrinosa, yang kelak dapat menyebabkan
terjadinya obstruksi.
Prinsip umum terapi pada peritonitis adalah :
a. Penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara
intravena.
b. Terapi antibiotika memegang peranan yang sangat penting dalam
pengobatan infeksi nifas.
c. Terapi analgesik diberikan untuk mengatasi nyeri.

B. Saran
Kita sebagai seorang perawat dalam mengatasi masalah peritonitis di
masyarakat dapat memberikan berbagai cara untuk mencegah peritonitis dan

24
diharapkan mahasiswa/i dapat memberikan asuhan keperawatan khususnya pada
klien yang mengalami peritonitis yang sesuai dengan apa yang dipelajari.

25
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/9127078/askep_peritonitis. Diakses pada tanggal 15


Desember 2017.

Dongoes, M.E., Mary F.M., dan Alice C. G. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan.
Jakarta: EGC.

https://www.scribd.com/doc/259932523/Woc-Peritonitis-PDF. Diakses pada tanggal 15


Desember 2017.

file:///C:/Users/private/Downloads/81701306-Askep-Peritonitis.pdf. Diakses pada


tanggal 15 Desember 2017.

https://id.scribd.com/doc/310702155/259932523-Woc-Peritonitis-PDF-doc. Diakses
pada tanggal 15 Desember 2017.

26

You might also like