Professional Documents
Culture Documents
Hendri Saputra
Syiah Kuala Medical University Banda-Aceh
PIODERMA
Pioderma adalah terminologi umum untuk penyakit-penyakit infeksi kulit yang
Staphylococcus aureus. Pioderma (bisul) pada umunya terjadi pada anak-anak tapi bisa
juga terjadi pada orang dewasa,yang menjadi penyebabnya adalah kurang bersihnya
kulit dan bisa juga disebabkan karena menderita penyakit infeksi disaluran pernafasan.
Gejala klinik bisul sangat bervariasi. Paling ringan hanya benjolan kecil berwarna
merah. Sedangkan bentuk yang paling parah adalah benjolan ukuran cukup besar, warna
merah mengkilat, kadang-kadang ada 'matanya', yang pada akhirnya akan mengeluarkan
nanah dalam jumlah banyak. Gejala ini biasanya disertai nyeri pada daerah
2.1. Definisi
Streptococcus, atau oleh kedua-duanya. Kadang juga disebabkan oleh bakteri gram
negative seperi pseudomonas namun itu jarang terjadi dan efeknya biasanya lebih parah.
Pioderma adalah infeksi bakteri pada kulit primer atau sekunder. Infeksi kulit primer
berawal dari kulit yang sebelumnya tampak normal dan biasanya infeksi ini disebabkan
sekunder disebabkan oleh disrupsi keutuhan kulit karena cedera atau pembedahan.3
1
2.2. Etiologi
Penyebab pioderma adalah infeksi bakteri pada folikel (akar) rambut di kulit,
yang disebabkan oleh bakteri misalnya staphylococcus aureus yang merupakan sel-sel
berbentuk bola atau coccus. Faktor kebersihan memegang peran penting, baik
adalah penurunan daya tahan tubuh. Banyak hal yang bisa menyebabkannya,beberapa
diantaranya adalah kurang gizi, anemia, diabetes, penyakit keganasan (kanker), dan
penyakit lainnya.3
Faktor Predisposisi
2. Menurunnya daya tahan tubuh, biasanya karena kelelahan, anemia, atau penyakit-
3. Telah ada penyakit lain di kulit, hal ini dapat merangsang terjadinya pioderma yang
hampir bisa dipastikan akan memperparah penyakit kulit sebelumnya tersebut, hal
itu juga terjadi karena fungsi kulit sebagai pelindung yang terganggu oleh penyakit.
2.3. Klasifikasi
1. Pioderma Primer
2. Pioderma Sekunder
Pioderma yang terjadi pada kulit yang sebelumnya telah ada penyakit kulit.
Gambaran klinisnya menjadi tidak khas dan kadang ditemukan lebih dari satu
organism pada pemeriksaan. Jika penyakit kulit disertai pioderma sekunder maka
2
purulen, krusta berwarna kuning kehijauan, pembesaran KGB regional, leukositosis,
2.4. Patofisiologi
lain faktor host, agent dan lingkungan seperti yang telah dipaparkan sebelumnya dimana
polisakarida dan protein yang bersifat antigen yang merupakan substansi penting
dinding sel. Peptidoglikan dihancurkan oleh asam kuat atau lisozim. Hal ini merupakan
penting dalam patogenesis infeksi : zat ini menyebabkan monosit membuat interleukin-
1 (pirogen endogen) dan antibodi opsonik dan zat ini juga menjadi zat kimia penarik
mengaktifkan komplemen.5
1. IMPETIGO
Impetigo ialah pioderma superfisialis (terbatas pada epidermis) Terdapat tiga jenis
menyertai. Predileksi di MUKA, yakni sekitar lubang hidung dan mulut karena
dianggap sember infeksi dari daerah tersebut. UKK berupa eritem dan vesikel yang
cepat memecah sehingga akan terlihat krusta tebal berwarna kuning seperti madu.
Jika krusta dilepaskan akan tampak erosi dibawahnya, sering menyebar ke perifer
3
dan sembuh di bagian tengah. Komplikasi, glomerulonefritis (2-5%), yang
Pengobatan yang dipakai jika krusta sedikit, lepaskan krusta dan diberi antibiotic.
Gambar 3. impetigo krustosa di sekitar lubang hidung dan mulut pada anak- anak
4
b. Impetigo bulosa (Impetigo vesiko-bulosa, cacar monyet), penyebab biasanya adalah
berupa eritema, bula dan bula hipopion. Kadang saat datang berobat bula sudah
pecah dan yang tampak hanyalah koleret dan dasarnya masih eritematosa. Diagnosis
banding dari impetigo ini adalah dermatofitosis (jika sudah pecah dan tampak
koleret). Pengobatannya pecahkan bula, lalu berikan antibiotic salep atau cairan
c. Impetigo neonatorum, varian impetigo bulosa yang terjadi pada neonatus. Kelainan
sama dengan impetigo bulosa hanya saja bisa terjadi pada seluruh tubuh dan disertai
5
2. FOLIKULITIS
BAWAH. UKK berupa papul atau pustule yang eritematosa, di tengahnya terdapat
disekitar daerah inflamasi. Infeksi terasa gatal dan agak sakit, tetapi biasanya tidak
Gambaran klinis sama, selain itu juga teraba infiltrate di subkutan. Contohnya
sikosis barbae, bersifat bilateral. Diagnosis banding penyakit ini adalah tinea barbae.
subkutan sehingga akan teraba infiltrat di subkutan dan dapat menimbulkan gejala
yang lebih berat yaitu sangat sakit, adanya pus yang akhirnya dapat meninggalkan
Gambar 5. Folikulitis
6
3. FURUNKEL/KARBUNKEL
Furunkel ialah radang folikel rambut dan sekitarnya. Jika lebih dari sebuah
Staphylococcus aureus. Keluhan yang muncul adalah nyeri, dengan UKK berupa nodus
abses berisi pus dan jaringan nekrotik lalu memecah membentuk fistel. Predileksi
adalah tempat yang banyak friksi, misalnya aksila dan bokong. Pengobatan jika hanya
sedikit furunkel, cukup dengan antibiotic topical, jika banyak perlu gabungan dengan
antibiotic sistemik. Jika terjadi furunkulosis atau karbunkel berulang-ulang cari faktor
Gambar 7. Gambar karbunkel. Drainase bedah diperlukan pada karbunkel seperti ini.
7
4. ERISIPELAS
hemolyticus. Gejala klinis, demam, malaise. Lapisan kulit yang diserang ialah epidermis
dan dermis, didahului dengan trauma, tempat predileksinya TUNGKAI BAWAH. UKK
yang utama adalah eritema merah cerah, berbatas tegas, dan pinggirnya meninggi
dengan tanda radang akut. Dapat disertai edem, vesikel dan bula. Terdapat leukosistosis.
Jika sering residif ditempat yang sama dapat terjadi elephantiasis. Diagnosis bandingnya
adalah selulitis, namun pada penyakit ini infiltratnya di subkutan. Pengobatan terutama
adalah istirahat, tungkai bawah dan kaki yang diserang ditinggikan (elevasi),
Gambar 8. Erisipelas
S4 pertama kali oleh Ritter von Rittershain, sehingga sering disebut penyakit
Ritter. S.S.S.S ialah infeksi kulit oleh Staphylococcus aureus tipe tertentu dengan ciri
yangkhas ialah terdapatnya epidermolisis. Penyakit ini terutama terdapat pada anak
dibawah 5 tahun, pria lebih banyak dari wanita. Etiologinya ialah Staphylococcus
8
Pada umumnya terdapat demam yang tinggi disertai infeksi disaluran nafas
bagian atas. Kelainan kulit yang pertama timbul adalah eritema, yang timbul mendadak
pada muka, leher, ketiak dan lipat paha, kemudian menyeluruh dalam waktu 24 jam.
Dalam waktu 1-2 hari akan muncul bula-bula berdinding kendur, tanda nikolsky positif.
kulit sehingga tanpak daerah erosif. Akibat epidermolisis tersebut gambarannya mirip
dengan kambustio. Daerah-daerah tersebut akan mongering dalam beberapa hari dan
terjadi deskuamasi. Penyembuhan penyakit akan terjadi setelah 10-14 hari tanpa disertai
sikatriks.5,6
Terdapat leukositosis pada pemeriksaan lab. Pada kasus yang sulit sembuh
dilakukan kultur dan tes resistensi. Ada kemungkinan penyebabnya buka kedua bakteri
penyebab pioderma yang sering terjadi melainkan kuman gram negative. Pada
pemeriksaan laboratorik (darah tepi) terdapat leukositosis. Pada kasus yang kronis dan
sukar sembuh dilakukan kultur dan tes resistensi. Ada kemungkinan penyebabnya
bukan stafilokokus melainkan kuman negative-Gram. Hasil tes resistensi hanya bersifat
9
2.7. Penatalaksanaan7,9
Pada pengobatan umum kasus pioderma , factor hygiene perorangan dan lingkungan
(simptomatis) dapat juga diberikan apabila ada keluhan lain yang menyertai Pioderma,
1. Sistemik
- Penisilin G prokain, dosisnya 1,2 juta/hari i.m, obat ini sudah tidak dipakai lagi
anafilaktik
- Ampisillin, Dosisnya 4x500 mg, diberikan 1 jam sebelum makan. Dosis anak
dibagi dalam 3 dosis. Kelebihannya lebih praktis karena dapat diberikan setelah
3x250 mg/hari ante-cunam. Kelebihan obat ini adalah juga berkashiat pada
Dosis linkomisin 3 x 500 mg sehari. Klindamisin diabsorbsi lebih baik karena itu
dosisnya lebih kecil, yakni 4 x 300-450 mg sehari. Dosis linkomisin untuk anak
10
yaitu 30-60 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis, sedangkan klindamisin 8-16
mg/kgBB/hari atau sapai 20 mg/kgBB/hari pada infeksi berat, dibagi dalam 3-4
dosis. Obat ini efektif untuk pioderma disamping golongan obat penisilin resisten-
pseudomembranosa, belum pernah ditemukan. Linkomisin gar tidak dipakai lagi dan
sampingnya lebih sedikit, pada pemberian per oral tidak terlalu dihambat oleh
c. Eritromisin
penisilinase. Sering memberi rasa tak enak dilambung. Dosis linkomisin untuk anak
d. Sefalosporin
Pada pioderma yang berat atau yang tidak member respon dengan obat-obatan
kuman positif-gram ialah generasi I, juga generasi IV. Contohya sefadroksil dari
generasi I dengan dosis untuk orang dewasa2 x 500 m sehari atau 2 x 1000 mg
sehari (per oral), sedangkan dosis untuk anak 25-50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2
dosis.
11
2. Topikal
Obat topical anti mikrobial hendaknya yang tidak dipakai secara sistemik agar kelak
tidak terjadi resistensi dan hipersensitivitas, contohnya ialah basitrasin, neomisin, dan
negeri barat dikatakan sering menyebabkan sensitisasi, jarang ditemukan. Teramisin dan
kloramfenikol tidak begitu efektif, banyak digunakan karena harganya murah. Obat-
kalikus 1/5000, larutan rivanol 1% dan yodium povidon 7,5 % yang dilarutkan 10 x.
yang terakhir ini lebih efektif, hanya pada sebagian kecil mengalami sensitisasi karena
yodium. Rivanol mempunyai kekurangan karena mengotori sprei dan mengiritasi kulit.9
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Hay R.J, B.M Adriaans. Bacterial Infection. In: Burns T, Brethnach S, Cox N,
Griffiths C (eds). Rook’s Text Book of Dermatology. 7th ed. Turin: Blackwell.
2004. p.27.13-15.
2. Heyman W.R, Halpern V. Bacterial Infection. Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini
RP (eds). Dermatology. 2nd ed. Spain: Mosby Elsevier. 2008. p.1075-77.
3. Cole C, Gazewood J. Diagnosis and Treatment of Impetigo. American Academy
of Family Physician. Vol.75. No.6. 2007. p.859-864. Diunduh dari:
http://www.sepeap.org/archivos/pdf/10524.pdf
4. Craft N, Peter K.L, Matthew Z.W, Morton N.S, Richard S.J. Superficial
Cutaneous Infection and Pyodermas. In: Wolff K et all (eds). Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine. Vol 2. 7th Ed. New York: McGraw Hill.
2008. p.1695-1705.
5. Arnold, Odom, James. Bacterial Infection. In: James W.D, Berger T.G, Elston
D.M (eds). Andrew’s Disease of the Skin Clinical Dermatology. 10th Ed.
Canada: Saunders Elsevier. 2006. p.255-6.
6. Amini Sadegh. Impetigo. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/1109204-treatment. Last update: May 20,
2010.
7. Norrby A, Teglund, Kotb M. Host Microbe Interactions in The Pathogenesis of
Invasive Group A Streptococcal Infections. Journal Medical Microbiology.
Vol.49. 2000. p.849-52.
8. Trozak D.J, Tennenhouse D.J, Russel D.J. Impetigo (Impetigo Crustosa). In:
Skolnik N.S (eds). Dermatology Skills For Primary Care: An Ilustrated Guide.
New Jersey: Humana Press. 2006. p.317-23.
9. Bonner M.W, Benson P.M, James W.D. Topical Antiboiotics. In: Wolff K et all (eds).
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Vol 2. 7th Ed. New York: McGraw Hill.
2008. p.2113-15.
13