You are on page 1of 16

Alkohol

Pelukis Vincent Van Gogh dilaporkan suka minum-minuman keras, beberapa


berspekulasi bahwa ia mengobati-sendiri penyakit bipolar nya dengan minum
beralkohol – yang diperkuat dengan pernyataannya, “jika badai dalam diri terlalu
kencang, saya minum berlebihan untuk menghambat diri saya.” Alkohol akan
menghambat tetapi ini tidak mengobati kelainan psikiatris dalam jangka panjang dan
bahkan telah ditunjukkan meningkatkan hormon stres seperti faktor yang
melepaskan corticotrophin (CRF) dan neoropeptide Y. Sayangnya banyak pecandu
alkohol yang memiliki kelainan psikiatris abnormal terus mengobati-diri dengan
alkohol bukannya mencari pengobatan untuk menerima agen psychopharmacologic
yang tepat. Sebagai tambahan untuk keadaan abnormal yang sering dengan kelainan
psikiatris, diperkirakan 85% pecandu alkohol juga merokok. Biasanya kecanduan
alkohol mereka diobati terlebih dulu, kemudian penghentian merokok diusahakan
jika sanggup. Pertanyaan penting yang sering tidak bisa dijawab adalah: bagaimana
anda mengatur ketergantungan yang abnormal pada ketergantungan nikotin?
Apakah terus merokok menurunkan atau meningkatkan kemungkinan kesuksesan
untuk penghentian minum-minuman keras? Seringkali diamati bahwa pecandu zat
memabukkan mengikuti detoksifikasi dari satu agen seperti alkohol, setidaknya
dalam jangka pendek, akan meningkatkan penggunaan rokok pada orang yang
berada dalam toleransi penggunaan zat untuk meredakan kecanduan. Penelitian
lebih lanjut diperlukan tentang bagaimana mengatur ketidaknormalan dalam
penggunaan alkohol, bagaimana mengobatinya, yang mana prioritas paling tinggi,
dan apakah kondisi berbeda harus diobati secara bersamaan, termasuk tempat
penghentian merokok pada pasien.

Alkohol dan reward [struktur neural/saraf untuk motivasi dan keinginan]

Karakteristik pharmacology dari alkohol masih relatif kurang dan mekanisme


tindakannya masih tidak-spesifik, karena alkohol bisa memiliki pengaruh pada
beragam sistem neuro-transmitter/saraf-pengirim. Bagaimanapun, umum diterima
bahwa alkohol bertindak tidak hanya dengan meningkatkan hambatan neuro-
transmisi pada synapses GABA tetapi juga dengan mengurangi penguatan
neuro-transmisi pada synapses glutamate (gambar 19-22 sampai 19-24). Yakni,
alkohol meningkatkan hambatan dan mengurangi penguatan, yang akan
menjelaskan karakter nya sebagai “depressant/penekan” dari fungsi neuronal CNS
(gambar 19-22). Pengaruh alkohol ini akan menjelaskan keadaan mabuk, amnesia,
dan kehilangan keseimbangan.

Gambar 19 - 22

Ikon alkohol. Sebagai tambahan untuk meningkatkan penghambat GABA dan


mengurangi penguat glutamate, alkohol juga meningkatkan efek euforia/
kegembiraan dengan melepaskan candu/opiate dan endo-cannabinoid, sehingga
meredakan “mabuk-nya.”

Pengaruh penguatan alkohol secara teoritis diredakan dengan pengaruhnya secara


spesifik pada untaian struktur neural mesolimbic (gambar 19-23 dan 19-24). Ini tidak
hanya termasuk tindakan pada GABA dan synapses glutamate dan
receptor/penerima tetapi juga tindakan langsung dan tidak langsung pada
kecanduan dan synapses cannabinoid dan receptor (gambar 19-22 dan 19-23).
Tindakan alkohol dalam VTA yang menghambat glutamate dan meningkatkan
pengaruh GABA ditunjukkan pada gambar 19-24. Yakni, alkohol bertindak pada
receptor presynaptic glutamate metabotrophic (mGluR) dan saluran kalsium
presynaptic sensitif- voltage/tegangan untuk menghambat pelepasan glutamate
(gambar 19-24). Alkohol juga memiliki beberapa pengaruh langsung atau tidak
langsung dalam pengurangan kerja glutamate pada receptor postsynaptic NMDA dan
pada receptor postsynaptic mGlu (gambar 19-24).
Gambar 19 - 23

Tindakan alkohol pada sirkuit reward. Gambar diatas adalah sistem reward reaktif
yang terdiri dari area ventral tegmental (VTA), lokasi dopamine dan area dimana
banyak project/bangunan neuro-transmitter, nucleus accumbens, tempat bangunan
neuron dopaminergic; dan amygdale (kiri ujung), yang memiliki koneksi dengan VTA
dan nucleus accumbens. Alkohol meningkatkan neuro-transmisi GABA dalam VTA
dan mengurangi neuro-transmisi glutamate dalam VTA dan nucleus accumbens.
Sebagai tambahan, alkohol menyebabkan stimulasi langsung atau tidak langsung
pada kecanduan dan receptor cannabinoid dalam VTA dan nucleus accumbens.

Tindakan alkohol pada synapses GABA adalah untuk meningkatkan pelepasan


dengan menghambat receptor presynaptic GABA-B; ini juga bertindak pada receptor
postsynaptic GABA-A, khususnya receptor sub-jenis delta, yang bertanggung jawab
pada modulasi neurosteroid tetapi tidak pada modulasi benzodiazepine, melalui
tindakan langsung atau dengan melepaskan neurosteroid (gambar 19-24). Sub-jenis
delta dari receptor GABA-A juga dibahas di bab ini di bagian tentang sedative/
penenang hypnotic dan digambarkan pada gambar 19-38.
Gambar 19 - 24

Detail tindakan alkohol dalam ventral tegmental area (VTA). Synapses saraf candu
dalam VTA dengan GABA-ergic [reaksi] inter-neuron dan dengan terminal saraf
presynaptic. Tindakan menghambat kecanduan pada receptor mu opioid
menyebabkan pelepasan dopamine dalam nucleus accumbens. Alkohol secara
langsung bertindak terhadap mu receptor atau menyebabkan pelepasan kecanduan
endogen seperti enkephalin. Alkohol juga bertindak pada receptor presynaptic
glutamate metabotrophic (mGluRs) dan saluran kalsium sensitif-voltage presynaptic
(VSCCs) untuk menghambat pelepasan glutamate. Akhirnya, alkohol meningkatkan
pelepasan GABA dengan menghambat receptor presynaptic GABA-B dan melalui
tindakan langsung atau tidak langsung pada receptor GABA-A.

Tindakan alkohol pada receptor opiate juga ditunjukkan pada gambar 19-24. Neuron
opiate muncul dalam arcuate nucleus dan dibangun pada VTA, membuat synapses
pada neuron glutamate dan GABA. Hasil bersih dari tindakan alkohol pada synapses
diduga menjadi pelepasan DA dalam nucleus accumbens (gambar 19-24). Alkohol
akan melakukan ini dengan secara langsung bertindak terhadap receptor mu opiate
atau dengan melepaskan kecanduan endogen seperti enkephalin. Tindakan alkohol
ini menciptakan dasar pemikiran untuk menghambat receptor mu opiate dengan
antagonist seperti naltrexone (gambar 19-25 dan 19-26).

Gambar 19 - 25

Ikon naltrexone. Gambar disamping adalah ikon untuk naltrexone, yang


menghambat receptor mu opioid dan digunakan dalam pengobatan ketergantungan
alkohol.

Tidak ditunjukkan pada gambar 19-24 adalah adanya receptor presynaptic


cannabinoid pada synapses glutamate dan GABA, dimana alkohol juga memiliki
beberapa tindakan. Presynaptic cannabinoid ditunjukkan pada gambar 19-2 dan
tindakan baik dari alkohol pada receptor cannabinoid ditunjukkan dalam ikon alkohol
pada gambar 19-22. Antagonist cannabinoid seperti rimonabant, yang menghambat
receptor CB1, bisa mengurangi konsumsi alkohol dan mengurangi kecanduan pada
hewan yang ketergantungan alkohol; ini uji untuk penggunaannya pada pasien
ketergantungan alkohol.

Pengobatan ketergantungan & penyalahgunaan alkohol, dan mabuk-mabukan

Beberapa agen terapi memanfaatkan pharmacology yang diketahui dari alkohol dan
disetujui untuk mengobati ketergantungan alkohol. Salah satunya, naltrexone,
menghambat receptor mu opiate (gambar 19-25 dan 19-26). Untuk penyalahgunaan
candu, receptor mu opiate secara teoritis juga berkontribusi pada euforia dan
“mabuk” pada minuman keras berlebihan. Ini tidak mengejutkan bahwa antagonist
mu opiate akan menghambat kesenangan dari minum-minuman keras dan
meningkatkan penahanan nafsu dengan tindakannya pada sirkuit reward (gambar
19-26). Teori ini didukung oleh percobaan klinis yang menunjukkan bahwa
naltrexone tidak hanya meningkatkan kesempatan untuk menahan nafsu dari
alkohol tetapi juga mengurangi minum-minuman keras berlebihan.

Gambar 19 - 25

Tindakan naltrexone dalam area ventral tegmental. Neuron opiate dari synapses
dalam VTA dengan GABA-ergic inter-neuron dan dengan terminal saraf presynaptic
dari neuron glutamate. Alkohol bertindak secara langsung terhadap receptor mu
atau menyebabkan pelepasan candu endogen seperti enkephalin; dalam kasus
apapun, hasilnya peningkatan pelepasan dopamine ke nucleus accumbens.
Naltrexone adalah antagonist receptor mu opiate; jadi ini menghambat pengaruh
kesenangan dari alkohol yang diredakan oleh receptor mu opiate.

Apa itu “minuman keras berlebihan” dan bagaimana ini berkebalikan dengan ide dari
“minum dengan resiko-kecil” (tabel 19-24)? Idenya disini adalah pada perjalanan
untuk pulih, pemabuk akan mengurangi minuman mereka sebelum mereka menjadi
tidak bernafsu pada alkohol. Meski konsep ini ditolak oleh banyak ahli alkohol,
pharmacology dari antagonist opiate dan hasil dari percobaan klinis atas naltrexone
dalam ketergantungan alkohol menyatakan bahwa ide ini bisa dipertimbangkan.
Yakni, pemabuk didefenisikan minum lebih dari lima gelas per hari untuk pria dan
lebih dari empat gelas per hari untuk wanita (tabel 19-4). Minum dengan resiko-kecil
meminta tidak hanya minum kurang dari jumlah diatas tetapi juga menghindari pola
prilaku pathology tertentu dari minum beralkohol (tabel 19-4). Beberapa pasien yang
minum beralkohol berlebihan menjadi tidak bernafsu dengan antagonist mu opiate
naltrexone, tetapi pasien lain lebih berkurang episode mabuk-mabukan, dan
sewaktu mereka minum mereka minum dengan resiko-kecil. Apakah hasil ini
diinginkan atau dapat bertahan? Akankah pasien dengan minum beresiko-kecil yang
menggunakan naltrexone akhirnya tidak bernafsu? Sayangnya, tidak ada studi jangka
panjang untuk menjawab pertanyaan ini.

Tabel 19 - 24

Hasil untuk pasien dengan ketergantungan alkohol yang menggunakan naltrexone


mungkin lebih disukai sewaktu naltrexone digunakan sekali sebulan dengan injeksi
intra-muscular dalam bentuk XR-naltrexone (gambar 19-27). Mungkin karena
metode penggunaan obat ini memaksa kerelaan untuk sedikitnya satu bulan
(gambar 19-27). Penggunaan obat bulanan dibandingkan harian akan diperlukan
oleh sirkuit reward untuk seseorang dengan masalah penyalahgunaan zat.
Sebagaimana dibahas sebelumnya dan digambarkan pada gambar 19-7, pasien yang
kecanduan pada beragam zat kehilangan kemampuan mereka untuk membuat
keputusan rasional dan merespon dengan segera dan menurutkan kata hati untuk
keinginan mencari obat-obatan, dan mereka memiliki banyak kapasitas untuk
menyangkal sifat penyalahgunaan dari keputusan mereka – semua hasil konsisten
dengan pernyataan sistem reward reaktif hiperaktif (gambar 19-3, 19-5 sampai 19-7,
dan 19-8A) dan hambatan yang tidak sempurna dari sistem reward reflektif (gambar
19-4, 19-7 dan 19-8A). Sulit untuk meminta pasien dengan kelainan penyalahgunaan
zat untuk masuk pengobatan atau mengobati dirinya, biarkan orang tersebut
membuat keputusannya sendiri bukan hanya untuk tetap menahan diri tetapi juga
untuk mengobati dirinya (gambar 19-27u). Kecanduan dan sifat manusia adalah dari
dirinya sendiri, tidak mengejutkan bahwa pasien seringkali keluar pengobatan dan
melanjutkan penyalahgunaan zat.
Jika anda minum alkohol sewaktu menggunakan naltrexone, opiate/candu yang
dilepaskan tidak mengarah pada kesenangan, jadi kenapa harus minum alkohol?
Tentu saja, beberapa pasien juga mengatakan bahwa kenapa harus terus
menggunakan naltrexone dan kembali minum-minuman beralkohol. Bagaimanapun,
jika anda telah diberi injeksi yang berakhir dalam satu bulan, memiliki dorongan yang
tidak dapat ditahan untuk minum, dan anda “kecolongan” dan mulai minum, anda
tidak mampu untuk menghentikan naltrexone dalam tubuh. Jadi, jika “berlebihan
menggunakan” naltrexone, anda akan menemukan bahwa anda tidak mendapatkan
‘terbang’ seperti biasa atau kesenangan sehingga akan berhenti setelah minum
sedikit alkohol. Anda akan tidak bernafsu lagi selama beberapa hari. Ini seperti
situasi yang digambarkan diatas untuk belajar bagaimana untuk menunggang kuda
sampai menjadi ahli berkuda.

Gambar 19 - 27

Formulasi naltrexone. Naltrexone adalah antagonist receptor mu opiate yang bisa


mengurangi pengaruh menyenangkan dari minuman beralkohol dan digunakan
dalam pengobatan ketergantungan alkohol. Ini tersedia dalam formula oral dan
injeksi intra-muscular sekali sebulan. Salah satu faktor komplikasi dalam mengobati
ketergantungan zat adalah seseorang harus memperbarui keputusan untuk berhanti
pada stiap titik dosis. Jadi, dengan naltrexone oral, seseorang harus memutuskan
setiap hari apakah akan melanjutkan usaha atau tidak. karena injeksi hanya
dilakukan sekali sebulan, opsi ini akan memerlukan kekuatan yang lebih kecil untuk
menahan diri dari minum-minuman beralkohol berlebihan.
Jelas konsep ini tidak begitu menangkap imajinasi dari komunitas psycho-
pharmacology karena ada sedikit penggunaan naltrexone secara oral atau bahkan
dalam sistem pemberian bulanan yang tampak disesuaikan untuk sistem reward
reflektif yang tidak sempurna. Nihilisme terapi untuk pengobatan alkohol dengan
agen psycho-pharmacology yang tersedia cukup tinggi, sama seperti untuk
pengobatan merokok. Nalmefene adalah antagonist mu opioid lain yang juga diuji
pada alkoholik untuk menentukan apakah ini menurunkan nafsu.

Nihilisme terapi juga digunakan untuk penggunaan agen lain yang disetujui untuk
mengobati ketergantungan alkohol, termasuk acamprosate (gambar 19-28), dimana
pabrikan US sangat membatasi usaha promosi karena kurangnya penggunaan agen
ini oleh komunitas psycho-pharmacology. Acamprosate adalah turunan dari taurine
asam amino dan berinteraksi dengan sistem glutamate untuk menghambatnya dan
dengan sistem GABA untuk meningkatkannya; ini seperti bentuk dari “alkohol
buatan” (bandingkan gambar 19-28 dan 19-22). Jadi sewaktu alkohol dikonsumsi
terus-menerus dan kemudian berhenti, perubahan adaptif yang disebabkannya
dalam sistem glutamate dan GABA menciptakan keadaan rangsangan-berlebihan dan
bahkan excitotoxicity/kehancuran sel saraf di serta kekurangan GABA. Terlalu banyak
glutamate bisa menyebabkan kerusakan neuronal, sebagaimana dibahas di bab 2
dan digambarkan pada gambar 2-35 dan 2-36 dan juga di bab 9 dan digambarkan
pada gambar 9-46 sampai 9-52.

Dalam hal dimana acamprosate bisa menggantikan alkohol selama penghentian,


tindakan acamprosate meredakan hiperaktifitas dan kekurangan GABA (gambar
19-29). Ini terjadi karena acamprosate memiliki tindakan penghambat langsung pada
receptor glutamate tertentu, terutama receptor mGlu (secara spesifik mGlu5 dan
mungkin mGlu2). Dengan cara apapun, acamprosate mengurangi pelepasan
glutamate yang terkait dengan penghentian alkohol (gambar 19-29). Tindakan pada
receptor NMDA mungkin tidak langsung, sebagaimana tindakan pada sistem GABA,
dimana mungkin pengaruh hilir sekunder dari tindakan acamprosate pada receptor
mGlu (gambar 19-29).
Gambar 19 - 28

Acamprosate adalah turunan dari taurine asam amino dan, seperti alkohol,
keduanya mengurangi penguatan neuro-transmisi glutamate dan meningkatkan
hambatan neuro-transmisi GABA.

Disulfiram adalah obat klasik untuk mengobati ketergantungan alkohol. Ini adalah
penghambat yang tidak bisa diubah dari aldehyde dehydrogenase, dan sewaktu
alkohol di cerna, menghasilkan pengembangan level racun dari acetaldehyde,. Ini
menciptakan pengalaman tidak suka, dengan kondisi sakit perut, mual, muntah, dan
hipotensi/darah rendah, diharapkan membuat kondisi pasien merespon negatif pada
alkohol. Jelas, kerelaan adalah masalah pada agen ini, dan reaksi obat ini yang tidak
disukai terkadang berbahaya.

Agen-agen eksperimental yang cukup menjanjikan dalam mengobati ketergantungan


alkohol termasuk anticonvulsant topiramate (dibahas di bab 13 dan digambarkan
pada gambar 13-19). Mungkin, tindakannya pada neuro-transmisi glutamate akan
mengurangi dukungan positif dan mengurangi rasa candu. Antagonist 5HT3 seperti
ondansetron telah diuji dengan beberapa hasil awal pada ketergantungan alkohol,
sama dengan rimonabant antagonist receptor CB1 cannabinoid. Beberapa bukti
menunjukkan kemungkinan bahwa atypical antipsyshotic seperti olanzapine akan
mengurangi rasa candu dan konsumsi alkohol bahkan pada mereka dengan
ketergantungan alkohol tetapi tidak pada orang dengan schizophrenia.
Subjek tentang bagaimana untuk mengobati penyalahgunaan dan ketergantungan
alkohol jelas kompleks, dan pengobatan psycho-pharmacology paling efektif sewaktu
diintegrasikan dengan terapi terstruktur seperti program 12-tahap, topik di luar
cakupan bahasan ini. diharapkan, tenaga medis akan belajar bagaimana untuk
meningkatkan lagi berbagai pengobatan untuk pecandu alkohol saat ini dan
menentukan apakah mereka bisa digunakan untuk mengobati penyakit merusak ini
untuk memperoleh hasil yang jauh lebih baik.

Opiate/candu

Opiate dan [sistem] reward

Opiate bertindak sebagai neuro-transmisi yang dilepaskan dari neuron yang muncul
dalam arcuate nucleus [kumpulan neuron] dan dibangun pada VTA dan nucleus
accumbens dan melepaskan enkephalin (gambar 19-30). Secara alami kecanduan
endogen yang muncul bertindak atas beragam sub-jenis receptor. Tiga receptor
paling penting adalah receptor mu, delta, dan kappa (gambar 19-31). Otak membuat
tersendiri/unik beragam zat seperti-opiate/candu endogen, terkadang merujuk
sebagai “morfin dari masing-masing otak.” Ini semua adalah peptide yang diturunkan
dari protein pelopor yang disebut POMC (pro-opimelanocortin), proenkephalin, dan
prodynorphin (gambar 19-31). Bagian-bagian dari protein pelopor ini dipecah untuk
membentuk endorphin atau enkephalin, disimpan dalam neuron opiate dan mungkin
dilepaskan selama neuro-transmisi untuk meredakan tindakan seperti-candu
endogen, termasuk peranan dalam meredakan dorongan dan kesenangan dalam
sirkuit reward (gambar 19-30 dan 19-31).

Candu endogen dalam bentuk pereda-rasa sakit (seperti codeine atau morphine)
atau obat-obatan terlarang (seperti heroin) juga diduga bertindak sebagai antoganist
pada receptor opiate mu, delta, dan kappa, terutama pada lokasi mu. Pada dan
diatas dosis pereda-rasa sakit, opiate mendorong euforia, yakni sifat dorongan
utama mereka. Opiate juga mendorong euforia yang sangat intens tetapi singkat,
terkadang disebut “serangan”, diikuti dengan rasa ketenangan yang sangat besar,
Gambar 19-22.

Ikon alkohol. Sebagai tambahan untuk meningkatkan penghambat GABA dan


mengurangi penguat glutamate, alkohol juga meningkatkan efek euforia/
kegembiraan dengan melepaskan candu/opiate dan endo-cannabinoid, sehingga
meredakan “mabuk-nya.”

Gambar 19-23.

Tindakan alkohol pada sirkuit reward. Gambar diatas adalah sistem reward reaktif
yang terdiri dari area ventral tegmental (VTA), lokasi dopamine dan area dimana
banyak project/bangunan neuro-transmitter, nucleus accumbens, tempat bangunan
neuron dopaminergic; dan amygdale (kiri ujung), yang memiliki koneksi dengan VTA
dan nucleus accumbens. Alkohol meningkatkan neuro-transmisi GABA dalam VTA
dan mengurangi neuro-transmisi glutamate dalam VTA dan nucleus accumbens.
Sebagai tambahan, alkohol menyebabkan stimulasi langsung atau tidak langsung
pada kecanduan dan receptor cannabinoid dalam VTA dan nucleus accumbens.

Gambar 19-24.

Detail tindakan alkohol dalam ventral tegmental area (VTA). Synapses saraf candu
dalam VTA dengan GABA-ergic [reaksi] inter-neuron dan dengan terminal saraf
presynaptic. Tindakan menghambat kecanduan pada receptor mu opioid
menyebabkan pelepasan dopamine dalam nucleus accumbens. Alkohol secara
langsung bertindak terhadap mu receptor atau menyebabkan pelepasan kecanduan
endogen seperti enkephalin. Alkohol juga bertindak pada receptor presynaptic
glutamate metabotrophic (mGluRs) dan saluran kalsium sensitif-voltage presynaptic
(VSCCs) untuk menghambat pelepasan glutamate. Akhirnya, alkohol meningkatkan
pelepasan GABA dengan menghambat receptor presynaptic GABA-B dan melalui
tindakan langsung atau tidak langsung pada receptor GABA-A.
Gambar 19-25.

Ikon naltrexone. Gambar disamping adalah ikon untuk naltrexone, yang


menghambat receptor mu opioid dan digunakan dalam pengobatan ketergantungan
alkohol.

Gambar 19-26.

Tindakan naltrexone dalam area ventral tegmental. Neuron opiate dari synapses
dalam VTA dengan GABA-ergic inter-neuron dan dengan terminal saraf presynaptic
dari neuron glutamate. Alkohol bertindak secara langsung terhadap receptor mu
atau menyebabkan pelepasan candu endogen seperti enkephalin; dalam kasus
apapun, hasilnya peningkatan pelepasan dopamine ke nucleus accumbens.
Naltrexone adalah antagonist receptor mu opiate; jadi ini menghambat pengaruh
kesenangan dari alkohol yang diredakan oleh receptor mu opiate.
Tabel 19-4. Apa minum beresiko-kecil?
 Pria: minum beralkohol 3-4 gelas per hari; maksimal 16 gelas per minggu
(pemabuk > 5 gelas minuman beralkohol/hari)
 Wanita: minum beralkohol 2-3 gelas per hari; maksimal 12 gelas per minggu
(pemabuk > 4 gelas minuman beralkohol/hari)
 Hindari minum beralkohol lebih dari satu gelas dalam satu jam
 Hindari pola minum beralkohol (orang pemabuk, tempat mabuk-mabukan, jam
dimana sering minum-minuman beralkohol)
 Hindari minum beralkohol untuk menghadapi masalah

Gambar 19-27.

Formulasi naltrexone. Naltrexone adalah antagonist receptor mu opiate yang bisa


mengurangi pengaruh menyenangkan dari minuman beralkohol dan digunakan
dalam pengobatan ketergantungan alkohol. Ini tersedia dalam formula oral dan
injeksi intra-muscular sekali sebulan. Salah satu faktor komplikasi dalam mengobati
ketergantungan zat adalah seseorang harus memperbarui keputusan untuk berhanti
pada stiap titik dosis. Jadi, dengan naltrexone oral, seseorang harus memutuskan
setiap hari apakah akan melanjutkan usaha atau tidak. karena injeksi hanya
dilakukan sekali sebulan, opsi ini akan memerlukan kekuatan yang lebih kecil untuk
menahan diri dari minum-minuman beralkohol berlebihan.

Gambar 19-28.

Acamprosate adalah turunan dari taurine asam amino dan, seperti alkohol,
keduanya mengurangi penguatan neuro-transmisi glutamate dan meningkatkan
hambatan neuro-transmisi GABA.

You might also like